21
Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA PEREMPUAN YANG BEKERJA PADA MALAM HARI (Studi Kasus Pekerja Perempuan Yang Bekerja Pada Malam Hari di Rumah Sakit William Booth Surabaya) Rindhiyana Febriantika Program Studi S-1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Surabaya, [email protected]. Abstrak Pekerja perempuan mempunyai peran andil yang cukup besar sebagai pendorong dalam kemajuan pembangunan ekonomi di negara ini, karena pada hakikatnya pekerja perempuan telah menjadi penyumbang pendapatan keluarga dengan berbagai profesi pekerjaan. Tuntutan profesi pekerjaan perempuan yang harus bekerja pada shift malam memiliki resiko yang tinggi dalam hal keamanan dan kenyamanan bekerja. Untuk itu perlu adanya suatu perlindungan hukum bagi para perempuan bekerja agar mendapatkan hak-hak perlindungan hukum. Tujuan peneltian ini adalah (1) untuk memahami bentuk perlindungan hukum bagi pekerja perempuan yang dipekerjakan pada malam hari menurut Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (2) untuk mengetahui apakah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan sudah sejalan dengan prinsip yang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dalam melindungi pekerja perempuan yang bekerja di malam hari. Metode penelitian ini adalah Yuridis Normatif yaitu suatu metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada sehingga dapat menjawab mengenai isu hukum terhadap perlindungan pekerja perempuan yang bekerja pada malam hari. Hasil pembahasan menjelaskan bahwa substansi pasal 76 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebenarnya secara lengkap telah mencakup seluruh hak-hak yang seharusnya diterima oleh pekerja perempuan namun pada kenyataannya aturan tersebut tidak diterapkan dengan baik dan sebagaimana mestinya. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 sebenarnya telah sesuai dengan prinsip dasar di dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 namun masih ada beberapa kelemahan sehingga perlu ditambahkan beberapa aturan khusus diantaranya adalah mengenai bentuk bantuan hukum dan perlindungan yang adil khusus bagi pekerja perempuan, bentuk sanksi pelanggaran HAM bagi pekerja perempuan, bentuk prosedur penyelesaian hubungan industrial. Kata Kunci : Pekerja perempuan yang bekerja pada malam hari, Perlindungan hukum. Abstract The woman employee has a big influence as booster in the advancement development of economic in this country, because essentially the woman employee has been the 1

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA PEREMPUAN YANG BEKERJA PADA MALAM HARI

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Jurnal Online Universitas Negeri Surabaya, author : RINDHIYANA FEBRIANTIKA

Citation preview

Page 1: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA  PEREMPUAN YANG BEKERJA PADA MALAM HARI

Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA

PEREMPUAN YANG BEKERJA PADA MALAM HARI

(Studi Kasus Pekerja Perempuan Yang Bekerja Pada Malam Hari

di Rumah Sakit William Booth Surabaya)

Rindhiyana Febriantika Program Studi S-1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Surabaya, [email protected].

AbstrakPekerja perempuan mempunyai peran andil yang cukup besar sebagai pendorong dalam kemajuan pembangunan ekonomi di negara ini, karena pada hakikatnya pekerja perempuan telah menjadi penyumbang pendapatan keluarga dengan berbagai profesi pekerjaan. Tuntutan profesi pekerjaan perempuan yang harus bekerja pada shift malam memiliki resiko yang tinggi dalam hal keamanan dan kenyamanan bekerja. Untuk itu perlu adanya suatu perlindungan hukum bagi para perempuan bekerja agar mendapatkan hak-hak perlindungan hukum.

Tujuan peneltian ini adalah (1) untuk memahami bentuk perlindungan hukum bagi pekerja perempuan yang dipekerjakan pada malam hari menurut Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (2) untuk mengetahui apakah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan sudah sejalan dengan prinsip yang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dalam melindungi pekerja perempuan yang bekerja di malam hari.

Metode penelitian ini adalah Yuridis Normatif yaitu suatu metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada sehingga dapat menjawab mengenai isu hukum terhadap perlindungan pekerja perempuan yang bekerja pada malam hari.

Hasil pembahasan menjelaskan bahwa substansi pasal 76 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebenarnya secara lengkap telah mencakup seluruh hak-hak yang seharusnya diterima oleh pekerja perempuan namun pada kenyataannya aturan tersebut tidak diterapkan dengan baik dan sebagaimana mestinya. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 sebenarnya telah sesuai dengan prinsip dasar di dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 namun masih ada beberapa kelemahan sehingga perlu ditambahkan beberapa aturan khusus diantaranya adalah mengenai bentuk bantuan hukum dan perlindungan yang adil khusus bagi pekerja perempuan, bentuk sanksi pelanggaran HAM bagi pekerja perempuan, bentuk prosedur penyelesaian hubungan industrial.

Kata Kunci : Pekerja perempuan yang bekerja pada malam hari, Perlindungan hukum.

Abstract

The woman employee has a big influence as booster in the advancement development of economic in this country, because essentially the woman employee has been the contributor to the family income with variety of professions. The woman who work in the night have a higher risk in terms of safety and comfortableness to work. So the woman employee needs a law protection in order to receive law protection rights.

The purposes of this research are (1) to understand the form of law protection for the woman employee who work in the night according to Law number 13 year 2003 concerning Manpower (2) to determine whether the Law number 13 year 2003 concerning Manpower is in line with the principles as set forth in Law number 39 year 1999 concerning Human Rights in protecting woman employee who works in the night.

The method of this research is yuridis normative. A method in the law research done by examining exiting library materials so as to answer the issue of the protection of the law for the woman employee who work in the night.

The result of discussion shows that the substance of article 76 of Law number 13 year 2003 concerning Manpower actually covered all the rights that should have been received by the woman employee, but in fact the rule was not applied properly. Law number 13 year 2003 concerning Manpower actually has been in accordance with the basic principles in the Law number 39 year 1999, but there are still some weaknesses. That is why it still needs ammendment to make the regulation better regarding the forms of legal assistance and special protection for the woman employee,

1

Page 2: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA  PEREMPUAN YANG BEKERJA PADA MALAM HARI

Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

the form of punishment to human rights violation for the woman employee and the form of settlement procedure of industrial relations.

Keywords : woman employee who work in the night, law protection.

PENDAHULUAN

Di dalam kehidupan masyarakat tradisional yang masih besar pengaruhnya dengan hukum adat sebelum adanya aturan mengenai persamaan hak dan martabat antara perempuan dan laki-laki, perempuan sering diposisikan sebagai makhluk yang lemah lembut, halus, cenderung sabar, yang memiliki fungsi dan peranan hidup hanyalah sebagai seorang ibu rumah tangga, sedangkan laki-laki dikenal memiliki nilai patriarki, dimana laki-laki harus mempunyai nilai tanggung jawab yang besar terhadap keluarga untuk mencari nafkah demi memenuhi kelangsungan hidup keluarganya.

Sejalan dengan adanya perkembangan pemikiran yang semakin kompleks, maka hal mengenai persamaan hak antara laki-laki dan perempuan ini adalah merupakan sebuah tolak ukur untuk menciptakan sebuah keadilan. Hal ini dapat ditunjukkan dengan adanya Universal Declaration of Human Right 1948 yang mengatakan bahwa “setiap manusia dilahirkan merdeka dan sama dalam martabat dan haknya”.

Universal Declaration of Human Right 1948 ini memang tidak menjadi aturan yang mengikat, akan tetapi lebih pada hanya sebagai garis besar dan landasan dalam memahami hak asasi manusia, sehingga perlu adanya sebuah aturan-aturan lain yang dapat mengikat untuk melindungi kaum perempuan dari perlakuan deskriminasi. Deskriminasi dalam hal ini dapat dilihat dalam hal pemisahan pekerjaan berdasarkan gender, pelecehan seksual di tempat kerja, pemecatan secara deskriminatif misalnya akibat hamil dan lain-lain.

Dengan adanya Deklarasi ini maka lahirlah hak asasi manusia (HAM) yang merupakan suatu hak yang melekat pada diri manusia, yang bersifat sangat mendasar dan mutlak diperlukan agar manusia dapat berkembang sesuai dengan bakat, cita-cita dan martabatnya.

Sejalan dengan adanya HAM maka pada masa era globalisasi saat ini, jika berbicara mengenai pembangunan nasional di Indonesia, dengan adanya kemajuan perkembangan pembangunan nasional yang bertujuan untuk membentuk suatu masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut sebagai UUD 1945), salah satu faktor pelaku dalam mewujudkan suatu pembangunan nasional yang adil dan merata adalah perlu adanya tenaga kerja yang berkualitas.

Tenaga kerja dalam hal ini mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting di dalam mewujudkan pembangunan manusia Indonesia secara utuh dan pembangunan masyarakat seluruhnya sehingga dapat mencapai keadilan dan kesejahteraan dalam hidup.

Sejalan dengan adanya tuntutan kemajuan perkembangan nasional dalam meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup, maka perlu adanya kesempatan bagi perempuan untuk memperoleh hak yang sama dan tidak diposisikan lagi dibawah kedudukan laki-laki. Pada dasarnya setiap orang berhak mendapatkan pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi seni dan budaya hal ini telah diatur secara jelas di dalam UUD 1945 pasal 28 C ayat (1) yang berbunyi :

“Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.”

Oleh karena itu, perempuan pada masa era globalisasi ini sudah dipengaruhi oleh adanya faktor budaya yang sedang berubah, tuntutan ekonomi, teknologi modern, pendidikan yang tinggi, sehingga dengan dipengaruhinya faktor tersebut maka perempuan dianggap telah memiliki kedudukan yang sama dengan laki-laki.

Berkaitan dengan adanya persamaan hak dan martabat antara perempuan dan laki-laki dalam mendapatkan suatu pekerjaan, UUD 1945 telah mengatur secara jelas didalam pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”

Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 tersebut menyebutkan bahwa yang dimaksud hak atas pekerjaan dan standar hidup yang layak adalah agar tiap-tiap warga negara baik perempuan maupun laki-laki dapat memperoleh hak yang sama dalam memilih pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan dalam hidupnya.

Melihat pada kenyataaan tersebut, dengan adanya perkembangan pembangunan modern saat ini, banyak kaum perempuan yang telah menjadi tulang punggung keluarganya sehingga mereka harus dituntut untuk bekerja demi memenuhi kebutuhan hidupnya agar tidak bergantung pada laki-laki dan disamping itu juga agar bisa membantu kelangsungan hidup orangtuanya.

Berkaitan dengan perempuan yang bekerja dan untuk melindungi kaum perempuan dari perlakuan deskriminasi, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan khususnya pada pasal 5 yang menyatakan bahwa “Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa deskriminasi untuk memperoleh pekerjaan yang mutlak”.

2

Page 3: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA  PEREMPUAN YANG BEKERJA PADA MALAM HARI

Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

Ketentuan dalam pasal 5 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menunjukkan bahwa adanya kesempatan bagi tenaga kerja perempuan untuk menggunakan haknya dalam memilih profesi dan pekerjaan yang diinginkannya tanpa adanya deskriminasi selama kaum tenaga kerja perempuan tersebut bersedia bekerja dan mampu melaksanakan pekerjaan tersebut.

Selanjutnya di dalam pasal 6 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga disebutkan bahwa “Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa deskriminasi dari pengusaha”. Dengan demikian ketentuan dalam pasal tersebut menunjukkan bahwa adanya peran pengusaha agar tidak melakukan hal yang bersifat deskriminasi antara laki-laki dan perempuan dalam dunia kerja.

Dengan adanya aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah yaitu khususnya ketentuan yang telah dijelaskan di dalam pasal 5 dan 6 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar bagi pekerja dalam hal kesempatan kerja tanpa adanya perlakuan deskriminasi antara perempuan dan laki-laki selain itu untuk mewujudkan suatu keadilan dan kesejahteraan bagi tenaga kerja khususnya bagi tenaga kerja perempuan.

Berbicara mengenai pekerja perempuan, peran serta perempuan untuk meningkatkan pembangunan nasional begitu sangat berperan. Hal ini dibuktikan dengan adanya permintaan terhadap pekerja perempuan pada saat ini cenderung meningkat misalnya di sektor jasa dan industri yang harus membutuhkan ketekunan dan ketelitian dalam bekerja.

Berikut adalah salah satu bukti pekerja perempuan yang bekerja pada malam hari, peneliti telah mengambil salah satu contoh dari laporan hasil pemeriksaan pelaksanaan kerja malam wanita dari Dinas Tenaga Kerja kota Surabaya mengenai pekerja perempuan yang bekerja pada malam hari salah satu contohnya adalah pada rumah sakit kristen. William Booth yang mempekerjakan pekerja perempuan pada malam hari khususnya para pekerja shift III malam yaitu para pekerja perempuan yang bekerja berkisar antara pukul 21.00 – 07.00 WIB.

Hal ini merupakan salah satu bukti bahwa pekerja perempuan mempunyai peran andil yang cukup besar sebagai pendorong dalam kemajuan pembangunan ekonomi di negara ini, karena pada hakikatnya pekerja perempuan “telah menjadi penyumbang pendapatan keluarga dengan berbagai bentuk dan profesi pekerjaan”, meskipun ada pekerjaan-pekerjaan tertentu yang mewajibkan pekerja perempuan yang harus bekerja pada malam hari. Semua itu harus tetap dilakukan sebagai tuntutan hidup dalam menghidupi keluarganya.

Berkenaan dengan tuntutan profesi pekerjaan perempuan yang harus bekerja di malam hari pasti akan memiliki resiko yang tinggi dalam hal keamanan dan keselamatan dalam bekerja baik di lingkungan pekerjaan maupun di luar lingkungan pekerjaan. Untuk itu perlu adanya suatu perlindungan hukum bagi setiap orang khususnya bagi para perempuan bekerja agar

mendapatkan hak-hak perlindungan hukum yang sejalan dengan UUD 1945 pasal 28 G ayat (1) yang berbunyi :

“Setiap orang berhak atas perlindungan orang pribadi, keluarga, kehormatan martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman, dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.”Adapun kekuatan hukum untuk memayungi hak-

hak yang dimiliki oleh perempuan atas pekerjaan ada di dalam pasal 49 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang berbunyi sebagai berikut :

“Perempuan berhak memilih, dipilih, diangkat dalam pekerjaan, jabatan dan profesi sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundang-undangan. Berhak mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan/profesinya terhadap hal-hal yang mengancam keselamatan/kesehatan berkenaan dengan fungsi reproduksinya. Hak khusus yang melekat pada diri perempuan dikarenakan fungsi reproduksinya dijamin dan dilindungi oleh hukum”.

Berlakunya kekuatan hukum tersebut yang telah dijelaskan pada pasal 49 tentang Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 mengenai Hak Asasi Manusia, Pada kenyataannya masih banyak adanya pelanggaran HAM terhadap perempuan seperti adanya perampokan, pemerasan, pelecehan seksual, tindak asusila terhadap perempuan yang bekerja di malam hari. Untuk menjamin adanya perlindungan khusus bagi tenaga kerja khususnya pekerja perempuan tersebut perlu adanya kebijakan dan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan yang mengatur hak-hak khusus bagi pekerja perempuan agar tercipta suatu ketentraman dan keamanan di dalam bekerja baik dilingkungan pekerjaan maupun di luar lingkungan pekerjaan .

Oleh karena itu peneliti ingin mengungkapkan aturan bahwa perempuan boleh dipekerjakan di malam hari kemudian peneliti juga ingin mengungkapkan bagaimana bentuk perlindungan hukum bagi pekerja perempuan yang bekerja di malam hari agar terhindar dari resiko-resiko yang tinggi terhadap ancaman dan bahaya bagi keamanan dan keselamatan pekerja perempuan apabila mereka dituntut untuk bekerja di malam hari agar tercapai suatu perlindungan hukum yang sesuai dan dapat memayungi seluruh tenaga kerja khususnya pekerja perempuan sehingga dapat memperoleh haknya untuk mendapatkan keamanan dan keselamatan dalam bekerja.

Dari berbagai permasalahan yang menjadi latar belakang, terdapat dua rumusan masalah yang menjadi pokok bahasan yaitu bagaimana bentuk perlindungan hukum bagi pekerja perempuan yang dipekerjakan pada malam hari menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan apakah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur tentang pekerja perempuan yang bekerja

3

Page 4: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA  PEREMPUAN YANG BEKERJA PADA MALAM HARI

Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

di malam hari telah sejalan dengan prinsip sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Kerangka pemikiran pada penelitian ini diawali dengan Perempuan memiliki peran yang cukup andil sebagai pendorong untuk membantu memajukan dan meningkatkan perekonomian pembangunan nasional sebagai pekerja khususnya di dalam sektor jasa maupun industri. Karena pada masa perkembangan modern ini perempuan sudah banyak dipengaruhi oleh faktor teknologi yang modern, pendidikan yang tinggi, serta tuntutan ekonomi.

Hal inilah yang menjadi dasar perempuan yang telah bermodalkan skill yang telah diajarkan dari adanya perkembangan modern ini maka perempuan telah dituntut untuk mengaplikasikan skillnya ke dalam dunia kerja, disamping adanya peran perempuan sebagai pendorong untuk memajukan perekonomian perkembangan pembangunan nasional, perempuan bekerja juga merupakan sebuah tuntutan ekonomi untuk membantu perekonomian keluarganya dan tidak menggantungkan lagi kepada peranan laki-laki dalam bekerja sehingga dapat membantu pendapatan hasil dari kerja laki-laki untuk mencukupi kebutuhan hidup yang semakin mahal dan kompleks.

Dengan adanya tuntutan perempuan untuk bekerja pasti selalu ada kendala dan resiko-resiko yang besar terutama dalam hal yang mengancam keselamatan pribadi dari perempuan bekerja apalagi jika perempuan yang bekerja tersebut ada yang harus dituntut untuk bekerja pada malam hari khususnya untuk para pekerja perempuan yang bekerja pada shift III malam yaitu antara pukul 23.00 s.d.07.00.

Adanya banyaknya resiko yang mengancam keselamatan pekerja perempuan yang terutama bekerja pada malam hari baik dilingkungan bekerja maupun diluar lingkungan bekerja. Maka sudah seharusnya perempuan mendapakan hak-hak yang sudah sepantasnya didapatkan oleh pekerja perempuan untuk mendapatkan suatu upaya perlindungan hukum terutama di dalam melindungi hal yang berkaitan dengan reproduksi wanita agar terhindar dari bahaya dan resiko-resiko besar yang mengancam keselamatan dan keamanan, seperti dalam kenyataannya masih adanya pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pengusaha didalam memberikan perlindungan bagi pekerja perempuan yang bekerja pada malam hari.

METODE

Penelitian yang dilakukan oleh penulis merupakan jenis penelitian yuridis-normatif. Penelitian normatif atau penelitian hukum kepustakaan adalah metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada.Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka metode pendekatan yang digunakan oleh penulis adalah metode pendekatan Statue Approach.

Statue Approach merupakan analisis dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan. Hal ini dimaksudkan bahwa peneliti menggunakan peraturan perundang-undangan sebagai dasar awal melakukan analisis. Analisis terhadap UU tersebut berguna untuk mengetahui bentuk-bentuk perlindungan hukum preventif dan represif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemerintah berupaya dan bersemangat untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup, dengan harapan banyak tenaga kerja yang terserap dalam industrialisasi sebagai wujud memajukan perekonomian negara. Penduduk kota surabaya hasil registrasi penduduk tahun 2009 berjumlah 900.271 yang terdiri dari 160 pekerja laki-laki dan 1.405 pekerja perempuan, Berdasarkan hasil registrasi penduduk tahun 2010 berjumlah 3.125.576 pekerja, yang terdiri dari 1.556.072 pekerja laki-laki dan 1.559.504 pekerja perempuan.

Perusahaan yang ada di kota Surabaya dapat dikatagorikan menjadi 3 perusahaan, yaitu perusahaan besar, sedang dan kecil. Perusahaan besar adalah perusahaan yang mempunyai jumlah tenaga kerja antara 100 orang atau lebih, perusahaan sedang adalah perusahaan yang memiliki jumlah tenaga kerja antara 20-99 orang, perusahaan kecil adalah perusahaan yang memiliki jumlah tenaga kerja antara 5-19 orang.

Perusahaan kecil di kota Surabaya sebanyak 150 perusahaan dengan tenaga kerja sebanyak 658 pekerja perempuan dan pekerja laki-laki sebanyak 246 orang.Bidang usaha dari perusahaan kecil bervariasi antara lain pertokoan, klinik, bank, pergudangan, pabrik roti, perbengkelan, apotik, pabrik tahu, dan sebagainya. Jumlah perusahaan sedang sebanyak 2.870 dengan tenaga kerja perempuan sebanyak 1.734 orang dan tenaga kerja laki-laki sebanyak 1.045 orang.Perusahaan besar yang ada di kota surabaya sebanyak 50 perusahaan dengan jumlah tenaga kerja perempuan sebanyak 20.629 orang dan tenaga kerja laki-laki berjumlah 3.845 orang.Bidang perusahaan besar bervariasi antara lain pabrik rokok, rumah sakit, pabrik kertas, Bank dan sebagainya.

Terkait dengan pekerja perempuan yang bekerja pada malam hari, berdasarkan laporan hasil pemeriksaan pelaksanaan kerja malam wanita dari Dinas Tenaga Kerja Kota Surabaya, didapatkan fakta bahwa hanya perusahaan yang bergerak dibidang pelayanan jasa kesehatan yang masih mempekerjakan perempuan yang bekerja antara pukul 23.00-07.00 sedangkan perusahaan lain selain itu sudah tidak lagi mempekerjakan pekerja perempuan yang bekerja antara pukul 23.00 - 07.00 dan hanya bekerja sampai dengan pukul 22.00. Jumlah Rumah Sakit di Surabaya yang mempekerjakan pekerja perempuan pada pukul 23.00 s.d. 07.00 berjumlah 66 Rumah Sakit, Namun dari Hasil pemeriksaan dari Dinas Tenaga Kerja dari 66 jumlah Rumah Sakit di Surabaya didapatkan data masih adanya pelanggaran mengenai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah pada Rumah Sakit

4

Page 5: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA  PEREMPUAN YANG BEKERJA PADA MALAM HARI

Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

William Booth yang tepatnya berada di Jl. Diponegoro No. 34 Surabaya. Menurut Dinas Tenaga Kerja melakukan pengawasan kepada Rumah Sakit William Booth karena dirasakan terkait dengan pemberian kesejahteraan yang kurang memenuhi hak-hak pekerja perempuan yang seharusnya didapatkan jika bekerja antara pukul 23.00 – 07.00.

Melihat Laporan Hasil Pemeriksaan Pelaksanaan Kerja Malam Wanita yang telah didapatkan dari pihak pengawas Dinas Tenaga Kerja Kota Surabaya pertanggal Surabaya, 26 Juni 2009, terkait dengan penerapan syarat mempekerjakan pekerja perempuan antara pukul 23.00- 07.00, Pada point pertama (1) Rumah Sakit William Booth ini telah mempekerjakan pekerja perempuan pada tiga shift jam kerja yaitu “shift I (06.30-14.00) / pekerja (L=66 dan P=70), shift II (13.30-21.00) / pekerja (L=11 dan P=35) shift III (20.30-06.30) / pekerja (L=3 dan P=29)”. Selanjutnya, jika melihat point keenam (6) “Kendaraan antar jemput = tidak disediakan” Hal ini menunjukkan bahwa Rumah Sakit William Booth tersebut telah melakukan sebuah pelanggaran yang tidak sesuai dengan prosedur yang sebagaimana diatur didalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terkait dengan tidak memberikan fasilitas antar jemput yang seharusnya didapatkan oleh pekerja perempuan yang bekerja pada malam hari.

Berkenaan dengan pelanggaran lainnya yang dilakukan oleh pihak perusahaan jasa pelayanan kesehatan Rumah Sakit William Booth dapat dilihat pada point kedelapan (8) “Penyedia makanan dan minuman : tidak disediakan (atas kesepakatan dengan karyawan, diganti uang)”. Hal ini memperlihatkan bahwa telah ada kesepakatan antara perusahaan dengan karyawan untuk diganti dengan uang, meskipun hal tersebut sudah adanya kesepakatan antara karyawan dan perusahaan jika dikaitkan dengan aturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : KEP.224 /MEN/2003 tentang kewajiban pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 s.d. 07.00, hal tersebut merupakan sebuah pelanggaran khususnya merupakan pelanggaran terhadap pasal 3 ayat (2) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transimigrasi Republik Indonesia Nomor : KEP.224 /MEN/2003 tentang kewajiban pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 s.d. 07.00 menjelaskan bahwa “Makanan dan Minuman tidak dapat diganti dengan uang”.

Melihat fakta dari Laporan hasil Pemeriksaan Pelaksanaan Kerja Malam Wanita yang telah didapatkan dari pihak pengawas Dinas tenaga Kerja Kota Surabaya memperlihatkan bahwa masih adanya pelanggaran yang dilakukan oleh beberapa pengusaha terkait dengan tidak memenuhinya hak pekerja yang seharusnya didapatkan khususnya bagi pekerja perempuan yang bekerja pada malam hari, Hal inilah yang menjadi dasar ketertarikan penulis untuk membahas isu sentral yang sedang dialami

oleh pekerja perempuan khususnya yang bekerja pada malam hari.

4.2 Pembahasan Hasil Penelitian4.2.1 Bentuk perlindungan hukum bagi pekerja

perempuan yang bekerja shift malam menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Ketenagakerjaan merupakan hal yang sangat penting di dalam menciptakan sebuah pembangunan Sumber Daya Manusia yang tidak dapat dipisahkan oleh pembangunan nasional. Adanya tuntutan kebutuhan ekonomi yang semakin besar dan dengan adanya kemajuan perkembangan teknologi yang semakin modern, semakin memperjelas alasan ketenagakerjaan menjadi hal yang penting.

Sebagai salah satu komponen tenaga kerja, pekerja perempuan memiliki peran yang cukup besar disamping untuk membantu keluarganya di dalam memenuhi kebutuhan hidup, disisi lain juga sebagai pendorong untuk membantu memajukan dan meningkatkan perekonomian pembangunan nasional sebagai pekerja khususnya di dalam sektor jasa maupun industri.

Dengan adanya tuntutan perempuan untuk bekerja pasti selalu ada kendala dan resiko-resiko yang besar terutama dalam hal yang mengancam keselamatan pribadi dari perempuan bekerja apalagi jika perempuan yang bekerja tersebut ada yang harus dituntut untuk bekerja pada malam hari khususnya untuk para pekerja perempuan yang bekerja pada shift III malam yang biasanya bekerja sekitar pukul 21.00 – 07.00 WIB.

Melihat kenyataan tersebut, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang diupayakan untuk melindungi dan mensejahterakan para pekerja. Hal yang berkaitan dengan hak-hak para pekerja yang harus diperoleh khususnya para pekerja perempuan yang bekerja pada malam hari telah tertuang secara jelas di dalam pasal 76 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Sehingga kewajiban bagi pengusaha yang akan mempekerjakan pekerja perempuan khususnya pada malam hari harus memenuhi kriteria sebagaimana yang telah diuraikan di dalam pasal 76 Undang –Undang Nomor 13 Tahun 2003 adalah sebagai berikut 1. Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang

dari 18 (delapan belas) tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 s.d. 07.00.

2. Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 s.d.pukul 07.00.

3. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 s.d. pukul 07.00 wajib :

5

Page 6: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA  PEREMPUAN YANG BEKERJA PADA MALAM HARI

Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

a. Memberikan makanan dan minuman bergizi.

b. Menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.

4. Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja/buruh perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 s..d. pukul 05.00.Adanya peraturan ketenagakerjaan yang substansi

dan materinya khusus ditujukan bagi perempuan, dimaksudkan untuk :

a. Mencegah timbulnya perlakuan diskriminasi (pembedaan, pengecualian dan pengutamaan) yang berakibat mengurangi persamaan kesempatan atau perlakuan dalam pekerjaan atau jabatan.

b. Melindungi pekerja perempuan untuk melangsungkan dan melaksanakan tugas reproduksinya sesuai kodrat, tanpa harus kehilangan kesempatan hak atas pekerjaan.

Meskipun telah adanya aturan yang diberikan oleh pemerintah untuk melindungi para pekerja/buruh dan menjamin hak-hak dasarnya dalam menjalankan hubungan industrial, namun pada realisasinya adanya aturan tersebut ternyata belum memperoleh hasil yang diinginkan baik oleh pekerja/buruh maupun pemerintah, hal ini dapat dibuktikan dengan adanya laporan hasil pemeriksaan pelaksanaan kerja malam wanita yang telah mendapat pemeriksaan oleh pihak pengawas dari Dinas Tenaga Kerja kota Surabaya yang bertempat di Jalan Jemur Timur II/2 Surabaya.

Bukti masih adanya pelanggaran mengenai pelaksanaan Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang belum memenuhi hak –hak dari pekerja perempuan yang bekerja pada malam hari adalah pihak pengawas dari Dinas Tenaga Kerja kota Surabaya telah mengadakan pemeriksaan pada salah satu perusahaaan jasa pelayanan kesehatan salah satunya pada Rumah Sakit William Booth yang berada di Jl. Diponegoro No.34 Surabaya. Rumah Sakit ini telah mempekerjakan pekerja perempuan pada tiga shift jam kerja yaitu shift I (06.30-14.00) / pekerja (L=66 dan P=70) shift II (13.30-21.00) / pekerja (L=11 dan P=35) shift III (20.30-06.30) / pekerja (L=3 dan P=29). Rumah Sakit tersebut tidak memenuhi prosedur yang telah diatur didalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Salah satu pelanggaran perusahaan yang tidak memenuhi hak pekerja perempuan yang bekerja pada malam hari adalah salah satunya tidak memberikan fasilitas kendaraan antar jemput. Hal ini telah melanggar pasal 76 ayat 4 Undang –Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mewajibkan bagi pengusaha untuk menyediakan antar jemput bagi pekerja/buruh perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 s.d. pukul 05.00.

Berkenaan dengan aturan yang ada di dalam Undang –Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan khususnya pasal 76 yang secara khusus untuk melindungi para pekerja perempuan yang bekerja pada malam hari maka pemerintah juga mengeluarkan

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : KEP.224 /MEN/2003 tentang kewajiban pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 s.d. 07.00 yaitu sebagai aturan pelaksana dari pasal 76 ayat (3) dan (4) Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang sebagaimana aturan pelaksana tersebut akan diuraikan sebagai berikut :

Pasal 1Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan :

Pengusaha adalah :a. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan

hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri.

b. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya.

c. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.Perusahaan adalah :a. Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau

tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

b. Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Menteri adalah Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Pasal 2(1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh

perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00 berkewajiban untuk:a. memberikan makanan dan minuman

bergizi;b. menjaga keamanan dan kesusilaan selama

di tempat kerja.(2) Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar

jemput bagi pekerja/buruh perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan 05.00.

Pasal 3(1) Makanan dan minuman yang bergizi sebagaimana

dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) huruf a harus sekurang-kurangnya memenuhi 1.400 kalori dan diberikan pada waktu istirahat antara jam kerja.

(2) Makanan dan minuman tidak dapat diganti dengan uang.

Pasal 4

6

Page 7: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA  PEREMPUAN YANG BEKERJA PADA MALAM HARI

Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

(1) Penyediaan makanan dan minuman, peralatan dan ruangan makan harus layak serta memenuhi syarat higiene dan sanitasi.

(2) Penyajian menu makanan dan minuman yang diberikan kepada pekerja/buruh harus secara bervariasi.

Pasal 5Pengusaha wajib menjaga keamanan dan kesusilaan pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) huruf b dengan :a. menyediakan petugas keamanan di tempat kerja;b. menyediakan kamar mandi/wc yang layak

dengan penerangan yang memadai serta terpisah antara pekerja/buruh perempuan dan laki-laki.

Pasal 6(1) Pengusaha wajib menyediakan antar jemput

dimulai dari tempat penjemputan ke tempat kerja dan sebaliknya;

(2) Penjemputan dilakukan dari tempat penjemputan ke tempat kerja dan sebaliknya antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00.

Pasal 7(1) Pengusaha harus menetapkan tempat

penjemputan dan pengantaran pada lokasi yang mudah dijangkau dan aman bagi pekerja/buruh perempuan.

(2) Kendaraan antar jemput harus dalam kondisi yang layak dan harus terdaftar di perusahaan.

Pasal 8Pelaksanaan pemberian makanan dan minuman bergizi, penjagaan kesusilaan, dan keamanan selama di tempat kerja serta penyediaan angkutan antar jemput sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dapat diatur lebih lanjut dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Melihat adanya aturan pelaksanaan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah tersebut yaitu Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : KEP.224 /MEN/2003 tentang kewajiban pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 s.d. 07.00, jika dikaitkan dengan kenyataannya mengenai fasilitas yang telah disediakan oleh Rumah Sakit William Booth maka pada Rumah Sakit tersebut telah melakukan pelanggaran terhadap salah satu pasal yang berkaitan dengan tidak disediakannya antar jemput hal ini jelas telah melanggar pasal 2 ayat (2) Keputusan Menteri tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : KEP.224 /MEN/2003 tentang kewajiban pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 s.d. 07.00 yang menjelaskan bahwa pengusaha wajib menyediakan antar jemput bagi pekerja/buruh perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan 05.00.

Selanjutnya, disamping telah melanggar pasal 2 yang berkaitan dengan tidak adanya fasilitas antar jemput aturan selanjutnya yang dimaksud oleh pasal 2 ayat (2) secara otomatis juga telah melanggar pasal 6 ayat (1) yang menjelaskan bahwa pengusaha wajib menyediakan antar jemput dimulai dari tempat penjemputan ke tempat kerja dan sebaliknya, dan juga melanggar pasal 6 ayat (2) yang menjelaskan bahwa penjemputan dilakukan dari tempat penjemputan ke tempat kerja dan sebaliknya antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00. Kemudian aturan lanjutan dari pasal 6 ada di dalam pasal 7 ayat (1) yang telah menjelaskan bahwa pengusaha harus menetapkan tempat penjemputan dan pengantaran pada lokasi yag mudah dijangkau dan aman bagi pekerja/buruh perempuan. Pasal 7 ayat (2) menjelaskan kendaraan antar jemput harus dalam kondisi yang layak dan harus terdaftar di perusahaan dan dengan adanya aturan lanjutan tersebut maka secara otomatis juga melanggar pasal yang telah disebutkan diatas.

Berkenaan dengan contoh pelanggaran lainnya pada Rumah Sakit William Booth di dalam perjanjian kerjanya tidak menyediakan makanan dan minuman karena dalam hal ini telah adanya kesepakatan dengan karyawan untuk diganti dengan uang, jika hal tersebut dikaitkan dengan aturan pelaksana pada Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : KEP.224 /MEN/2003 tentang kewajiban pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 s.d. 07.00. Hal ini merupakan sebuah pelanggaran karena di dalam pasal 3 ayat (2) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : KEP.224 /MEN/2003 tentang kewajiban pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 s.d. 07.00 menjelaskan bahwa “Makanan dan Minuman tidak dapat diganti dengan uang”. Meskipun di dalam pasal 8 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : KEP.224 /MEN/2003 tentang kewajiban pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 s.d. 07.00 telah menjelaskan bahwa

“Pelaksanaan pemberian makanan dan minuman bergizi, penjagaan kesusilaan, dan keamanan selama ditempat kerja serta penyediaan angkutan antar jemput sebagaimana dimaksud didalam pasal 2 dapat diatur lebih lanjut dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.” Berbicara mengenai perjanjian kerja, perusahaan

atau perjanjian kerja bersama yang telah disebutkan diatas pembuatannya harus disesuaikan dan berpedoman pada pasal 52 angka 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan perjanjian kerja dibuat atas dasar :a. Kesepakatan kedua belah pihakb. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan

hukumc. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan

7

Page 8: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA  PEREMPUAN YANG BEKERJA PADA MALAM HARI

Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Dengan adanya uraian yag telah dijelaskan diatas

maka apabila di dalam membuat sebuah perjanjian kerja bertentangan dengan aturan yang ada di dalam pasal 52 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 maka perjanjian tersebut batal demi hukum.

Pada dasarnya jika membahas terkait dengan substansi yang ada didalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan khususnya hal-hal yang berkaitan dengan perlindungan hukum bagi pekerja perempuan yang bekerja pada shift malam yang substansinya telah diuraikan dalam pasal 76 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan isi dari pasal tersebut sebenarnya secara lengkap telah mencakup seluruh hak –hak yang seharusnya diterima oleh pekerja perempuan namun kelemahan dalam pasal tersebut berkaitan dengan sanksi yang tidak sesuai dengan pasal 76 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 pemerintah hanya memberikan sebuah sanksi secara umum saja tidak dijelaskan secara detail jenis-jenis pelanggarannya dan sanksi-sanksi yang sesuai dengan hal itu. Terkait dengan pasal 76 pemerintah hanya memberikan sanksi dan hanya dianggap sebagai tindak pidana pelanggaran yang sebagaimana diatur didalam pasal 187 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menjelaskan bahwa :

“Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2), Pasal 44 ayat (2), Pasal 45 ayat (1), Pasal 67 ayat (1), Pasal 71 ayat (2), Pasal 76, Pasal 78 ayat (2), Pasal 79 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 85 ayat (3), dan Pasal 144, dikenakan sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).”

Melihat pelanggaran yang masih dilakukan oleh beberapa perusahaan yang tidak memenuhi hak-hak dari pekerjanya dan masih kurangnya implementasi dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan untuk melindungi para pekerja perempuan khususnya yang bekerja pada shift malam maka sudah selayaknya pemerintah memberikan perhatian secara serius dan bertindak secara tegas dan tidak hanya menunggu pengaduan saja di dalam mengatasi berbagai pelanggaran yang masih terjadi agar dapat meminimalisir dan mencegah resiko-resiko yang terjadi kepada para pekerja perempuan apabila perlindungan hukum yang telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tersebut tidak diterapkan dengan baik dan tidak sebagaimana mestinya.

Adanya perlindungan hukum terhadap pekerja perempuan yang bekerja pada malam hari sebagai upaya dari penegakan hukum di dalam melindungi pekerja perempuan yang bekerja di malam hari yang dimaksud sebagai law protection disini adalah bertujuan

memberikan rasa aman dan terlindungi oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku khususnya di dalam melindungi pekerja perempuan yang bekerja di malam hari disamping itu juga perlindungan terhadap hak asasi manusia agar terhindar dari perbuatan yang tidak bertanggung jawab yang menyangkut harkat dan martabat kaum pekerja perempuan.

Mengenai upaya penting yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah mengatur hal yang berkaitan dengan wewenang yang diberikan kepada pemerintah untuk mengawasi jalannya pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan hal ini telah dijelaskan di dalam pasal 176 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menjelaskan bahwa :

“Pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan yang mempunyai kompetensi dan independen guna menjamin pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan”.

Pegawai pengawas ketenagakerjaan yang ditunjuk dalam hal ini adalah pegawai pengawas Dinas Tenaga Kerja. Dalam menjalankan wewenangnya untuk mengawasi jalannya pelaksanaan peraturan perundang-undangan, pihak Dinas Tenaga Kerja yang telah melakukan pengawasan wajib melaporkannya kepada Menteri, hal ini telah dijelaskan sebagaimana diatur di dalam pasal 179 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menjelaskan bahwa

“Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 176 pada pemerintah provinsi dan pemerintah/kota wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan kepada Menteri.”

Berbicara mengenai bentuk pengawasan ketenagakerjaan upaya bentuk perlindungan hukum yang seharusnya dijalankan oleh Dinas Tenaga Kerja salah satunya adalah pentingnya sosialisasi hukum terkait dengan perlindungan pekerja perempuan yang dilaksanakan secara intensif agar masyarakat khususnya pekerja perempuan dapat memahami secara detail substansi dari Undang-Undang terkait dengan perlindungan perempuan, sehingga pekerja perempuan mengerti dan memahami arti pentingnya Undang-Undang yang diberlakukan untuk melindungi mereka selaku bagi yang memiliki kodrat sebagai perempuan.

Selanjutnya, pemerintah juga memberikan peringatan terlebih dahulu kepada para pengusaha untuk mengubah perjanjian kerjanya apabila terjadi pelanggaran mengenai perjanjian kerja yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan juga tidak memenuhi aturan yang sebagai diatur juga di dalam Keputusan Menteri tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : KEP.224 /MEN/2003 tentang kewajiban pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 s.d. 07.00.

8

Page 9: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA  PEREMPUAN YANG BEKERJA PADA MALAM HARI

Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

Upaya pemerintah selanjutnya di dalam memberikan perlindungan hukum adalah pentingnya sebuah pengawasan rutin dari pihak Dinas Tenaga Kerja kepada perusahaan yang khususnya mempekerjakan pekerja perempuan dengan memberikan sosialisasi mengenai prosedur peraturan-peraturan perjanjian yang dibuat harus sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dan juga tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip yang ada di dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia karena dalam hal ini pihak Dinas Tenaga Kerja di dalam memberikan perlindungan kepada pekerja perempuan dirasakan masih sangat kurang dalam melakukan sebuah pengawasan intensif dan segera menindaklanjuti upaya yang lebih serius seperti dapat menyelesaikan melalui jalur perdata yaitu melalui mediasi, dan jika belum dapat teratasi selanjutnya dapat diselesaikan melalui jalur Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial apabila terjadi pelanggaran-pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pengusaha kepada pekerja perempuan yang berkaitan dengan hak dan pastinya diberikan sanksi yang sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan.

4.2.2 Pengaturan pekerja perempuan yang bekerja pada malam hari dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Setiap orang pasti memiliki Hak Asasi Manusia yang merupakan suatu hak yang melekat pada diri manusia, yang bersifat sangat mendasar dan mutlak diperlukan agar manusia dapat berkembang sesuai dengan bakat, cita-cita dan martabatnya. Sejalan dengan lahirnya Hak Asasi Manusia dan dengan adanya tuntutan kemajuan perkembangan pembangunan nasional dalam meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup, agar dapat membentuk suatu masyarakat adil dan makmur yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, maka dari itu perlu adanya kesempatan bagi perempuan untuk bekerja dan memperoleh perlakuan secara khusus didalam melindungi hal yang berkaitan dengan harkat dan martabatnya sebagai perempuan.

Berkenaan dengan tuntutan profesi pekerjaan perempuan yang harus bekerja di malam hari pasti akan memiliki resiko yang tinggi dalam hal keamanan dan keselamatan dalam bekerja baik di lingkungan pekerjaan maupun di luar lingkungan pekerjaan. Untuk itu perlu adanya suatu perlindungan hukum bagi setiap orang khususnya bagi para perempuan bekerja agar mendapatkan hak-hak perlindungan hukum yang sejalan dengan UUD 1945 pasal 28 G ayat (1) yang berbunyi :

“Setiap orang berhak atas perlindungan orang pribadi,

keluarga, kehormatan martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman, dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.“

Untuk melindungi hak-hak perempuan agar tidak terjadi kekerasan atau kejahatan terhadap perempuan dan perempuan dapat melaksanakan pembangunan nasional dengan baik dan mendapatkan rasa aman di dalam bekerja. Menurut pasal 3 Deklarasi Tentang Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan yang diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa 48/104, pada tanggal 20 desember 1993, yang diatur di dalam kaum perempuan berhak menikmati dan memperoleh perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan mendasar yang sama dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya, sipil atau bidang-bidang lainnya, hak-hak perempuan yang harus perlu dilindungi adalah sebagai berikut:

a. Hak atas hidupb. Hak atas persamaanc. Hak atas kemerdekaan dan keamanan

pribadid. Hak atas perlindungan yang sama

berdasarkan hukume. Hak untuk bebas dari segala bentuk

deskriminasif. Hak untuk mendapatkan pelayanan

kesehatan fisikg. Hak atas pekerjaan yang layak dan

kondisi kerja yang baikh. Hak untuk tidak mengalami

penganiayaan atau perlakuan atau penghukuman lainnya yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia.

Dalam kaitan dengan hal diatas, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang seharusnya dimiliki oleh setiap manusia khususnya juga bagi pekerja perempuan yang bekerja pada malam hari agar dapat terhindar dari rasa takut terhadap hal yang mengancamnya, dan tidak diperbudak oleh pengusaha yang mempekerjakannya yang sebagaimana hal tersebut harus sesuai dengan asas-asas dasar yang telah diatur didalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia adalah sebagai berikut

Pasal 2Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan dan kecerdasan serta keadilan.

Pasal 3

9

Page 10: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA  PEREMPUAN YANG BEKERJA PADA MALAM HARI

Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

(1) Setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia yang sama dengan sederajat serta dikaruniai akal dan hati nurani untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam semangat persaudaraan.

(2) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum.

(3) Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi.

Pasal 4Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.

Pasal 5(1) Setiap orang diakui sebagai manusia

pribadi yang berhak menuntut dan memperoleh perlakuan serta perlindungan yang sama sesuai dengan martabat kemanusiaannya di depan hukum.

(2) Setiap orang berhak mendapat bantuan dan perlindungan yang adil dari pengadilan yang obyektif dan tidak berpihak.

(3) Setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya.

Pasal 6(1) Dalam rangka penegakan hak asasi

manusia, perbedaan dan kebutuhan dalam masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat dan Pemerintah.

(2) Identitas budaya masyarakat hukum adat, termasuk hak atas tanah ulayat dilindungi, selaras dengan perkembangan zaman.

Pasal 7(1) Setiap orang berhak untuk menggunakan

semua upaya hukum nasional dan forum internasional atas semua pelanggaran hak asasi manusia yang dijamin oleh hukum Indonesia dan hukum internasional mengenai hak asasi manusia yang telah diterima negara Republik indonesia.

(2) Ketentuan hukum internasional yang telah diterima negara Republik Indonesia yang menyangkut hak asasi manusia menjadi hukum nasional.

Pasal 8

Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia terutama menjadi tanggung jawab pemerintah.Berkaitan dengan bentuk perlindungan Hak Asasi

Manusia bagi perempuan di dalam memayungi hak-hak yang dimiliki oleh perempuan atas pekerjaan, hal tersebut khususnya telah dijelaskan di dalam pasal 49 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia adalah sebagai berikut :

1. Perempuan berhak memilih, dipilih, diangkat dalam pekerjaan, jabatan dan profesi sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundang-undangan.

2. Perempuan berhak mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan/profesinya terhadap hal-hal yang mengancam keselamatan/kesehatan berkenaan dengan fungsi reproduksinya.

3. Hak khusus yang melekat pada diri perempuan dikarenakan fungsi reproduksinya dijamin dan dilindungi oleh hukum.

Selanjutnya di dalam pasal 50 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga memberikan pilihan bagi perempuan yang telah dewasa maupun yang sudah menikah agar menggunakan haknya untuk melakukan perbuatan hukum yang dimaksudkan dalam hal ini adalah dalam hal bekerja yang sebagaimana telah dijelaskan bahwa “Wanita yang telah dewasa dan atau telah menikah berhak untuk melakukan perbuatan hukum sendiri, kecuali ditentukan lain oleh hukum agamanya”.

Melihat adanya pengaturan yang telah dijelaskan pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia sudah jelas menjadi landasan terbentuknya perundang-undangan lainnya, khususnya pengaturan tentang Ketenagakerjaan yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Dengan adanya pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan hal ini bertujuan untuk memberikan kesejahteraan bagi tenaga kerja khususnya berkaitan dengan pekerja perempuan yang bekerja pada malam hari sudah selayaknya mendapatkan jaminan dan perlindungan yang khusus terkait dengan keselamatan dan keamanan didalam bekerja.

Setiap pekerja perempuan khususnya yang bekerja pada malam hari berhak mendapatkan jaminan dan perlindungan hukum yang adil sebagaimana yang dimaksud didalam asas-asas dasar bunyi pasal 3 ayat (2) yang menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapatkan kepastian hukum dan perlakuan yang sama didepan hukum”. Berkaitan dengan hal tersebut jika dikaitkan dengan Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, apabila terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh pengusaha kepada pekerja perempuan khususnya yang bekerja pada malam hari terkait dengan hak yang seharusnya didapatkan maka pekerja perempuan berhak untuk

10

Page 11: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA  PEREMPUAN YANG BEKERJA PADA MALAM HARI

Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

mengaku dan mendapatkan jaminan perlindungan hukum melalui perundingan bipatrit. Apabila tidak dapat diselesaikan melalui perundingan bipatrit maka harus diselesaikan melalui prosedur pengadilan hubungan industrial dan sayangnya didalam pasal 136 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakaerjaan belum diatur dan dijelaskan secara detail hanya menjelaskan bahwa apabila tidak tercapai penyelesaian secara musyawarah maka pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja buruh menyelesaikan melalui prosedur pengadilan hubungan industrial yang diatur dengan Undang-Undang. Sayangnya hal yang diatur oleh Undang-Undang tersebut telah dijelaskan didalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 yang baru diketahui satu tahun setelah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terbit.

Hal yang berkaitan dengan pekerja perempuan yang dituntut untuk bekerja malam hari, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah memberikan bentuk perlindungan kepada pekerja perempuan yang bekerja pada malam hari hal ini telah diatur di dalam pasal 76 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bahwa :

1. Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 s.d. 07.00.

2. Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 s.d.pukul 07.00.

3. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 s.d. pukul 07.00 wajib :a. Memberikan makanan dan minuman bergizi.b. Menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.

4. Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja/buruh perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 s..d. pukul 05.00.

Melihat substansi dari pasal 76 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan di dalam memberikan perlindungan bagi pekerja perempuan yang bekerja pada malam hari dapat dikatakan telah memenuhi prinsip – prinsip yang dijelaskan di dalam pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yaitu berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan bagi setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan dan lebih berkenaan dengan kekhususnya kemudian hal itu juga telah sesuai dengan pasal 49 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang memberikan hak untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan dan hal yang berkenaan dengan fungsi reproduksinya.

Berkenaan dengan asas-asas dasar yang tertuang didalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia khususnya pada pasal 5 yang menjelaskan bahwa “Setiap orang berhak mendapat bantuan dan perlindungan yang adil dari pengadilan yang obyektif dan tidak berpihak”, jika pasal tersebut dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan apabila terjadi sebuah pelanggaran terhadap hak-hak pekerja perempuan yang bekerja pada malam hari terkait hak-hak dalam mendapatkan bantuan, perlindungan yang adil dari pengadilan yang obyektif dan tidak berpihak, maka hal yang disayangkan didalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan hanya menjelaskan secara umum saja tidak menyebutkan secara rinci dan jelas mengenai bentuk bantuan dan perlindungan yang adil khusus bagi pekerja perempuan.

Selanjutnya, berkaitan dengan asas-asas dasar yang tertuang didalam pasal 8 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menjelaskan bahwa “Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia terutama menjadi tanggung jawab pemerintah. Jika hal ini dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan khususnya dalam hal pemenuhan Hak Asasi Manusia yang terbebas dari rasa takut terkait dengan memberikan fasilitas antar jemput bagi pekerja perempuan yang bekerja pada malam hari, hal inilah yang harus dijalankan dan wajib dipenuhi oleh perusahaan, kemudian dari kegiatan ini harus secara rutin disupervisi oleh pemerintah selaku yang diberi wewenang untuk melakukan pengawasan yaitu melalui Dinas Tenaga Kerja sehingga apabila terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan yang tidak memberikan perlindungan bagi pekerja perempuan yang bekerja pada shift malam maka tugas yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah adalah memberikan sanksi dan menegakkan keadilan sesuai dengan aturan.

Oleh karena adanya beberapa kelemahan dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya hal yang berkaitan dengan perlindungan hak asasi manusia di dalam melindungi pekerja perempuan yang bekerja pada malam hari, mengingat pengakuan terhadap perempuan menjadi isu yang sentral belakangan ini maka sudah selayaknya pemerintah memberikan perhatian yang lebih serius untuk memberikan perlindungan tenaga kerja khususnya bagi pekerja perempuan.

Hal yang perlu ditambahkan adalah dengan mengeluarkan aturan-aturan khusus bagi pekerja perempuan, seperti yang diusulkan oleh peneliti adalah salah satunya dengan membuat peraturan Perundang-undangan setingkat Undang-Undang untuk menambahkan beberapa pasal termasuk memuat pelanggaran hak asasi manusia terhadap pekerja perempuan, aturan tentang bantuan hukum dan perlindungan hukum yang adil bagi pekerja perempuan serta aturan mengenai perlakuan yang sama didepan hukum bagi pekerja perempuan.

11

Page 12: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA  PEREMPUAN YANG BEKERJA PADA MALAM HARI

Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

Penambahan aturan khusus terkait pekerja perempuan tersebut diharapkan akan menutupi kelemahan yang ada di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terkait dengan perlindungan terhadap perempuan, khususnya yang bekerja di malam hari.

PENUTUP

SimpulanBerdasarkan apa yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya maka di dalam penulisan skripsi ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :1. Pemerintah mengeluarkan peraturan perundang-

undangan yang harus dipatuhi kepada para pengusaha untuk memberikan perlindungan akan pemenuhan hak-hak pekerja khusunya pekerja perempuan yang bekerja pada malam hari, aturan tersebut telah diatur di dalam pasal 76 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Sebagai aturan pelaksana dari pasal 76 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pemerintah juga mengeluarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: KEP.224 /MEN/2003 tentang kewajiban pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 s.d. 07.00.

2. Ketentuan yang berkaitan dengan bentuk perlindungan hukum yang diberikan bagi pekerja perempuan yang substansinya telah dijelaskan di dalam pasal 76 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah sesuai dengan prinsip-prinsip yang sebagaimana telah diatur didalam pasal 49 dan juga asas-asas dasar didalam pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Hal yang perlu diperhatikan adalah masih terdapat beberapa kelemahan di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang tidak sesuai dengan asas-asas dasar didalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia diantaranya adalah belum diatur secara khusus mengenai bantuan hukum dan perlindungan yang adil khusus bagi pekerja perempuan, belum diatur secara khusus terkait sanksi pelanggaran HAM bagi pekerja perempuan, tidak menjelaskan secara detail mengenai prosedur penyelesaian hubungan industrial karena hanya menjelaskan diatur dengan Undang-Undang yang sebagaimana Undang-Undang tersebut adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 yang baru diketahui setelah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tersebut terbit.

SaranBerdasarkan apa yang disimpulkan diatas, maka akandikemukakan saran sebagai berikut :1. Mengingat fungsi pengawasan yang kurang

melekat dan kurang intensif dari Dinas Tenaga

Kerja maka sebaiknya dibuat peraturan perundang-undangan di level peraturan menteri yang mengatur tentang proses pengawasan secara detail sehingga dapat menciptakan keseragaman di dalam melakukan proses pengawasan dari Dinas Tenaga Kerja di berbagai wilayah, selain itu diberikan sosialisasi hukum secara intensif bagi pengusaha didalam membuat perjanjian kerja maupun peraturan perusahaan harus memenuhi prosedur dan tidak melanggar substansi dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan juga memberikan sosialisasi kepada pekerja agar pekerja perempuan dapat mengetahui hak-hak apa saja yang seharusnya mereka peroleh apabila bekerja pada malam hari dan dapat menuntut haknya apabila terjadi pelanggaran yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

2. Dalam hal adanya pembuatan Undang-Undang baru yang memperbaiki Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan maka sebaiknya perlu dimasukkan norma –norma khusus dan jelas tentang bentuk perlindungan hukum yang adil terkait pelanggaran HAM, bantuan hukum dan perlakuan adil yang khusus bagi perempuan di depan hukum.

DAFTAR PUSTAKA

Buku :Agusmidah, 2010, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia,

Dinamika & Kajian Teori. Bogor, Ghalia Indonesia.

Apeldoorn, Van, 1990, Pengantar Ilmu hukum, Jakarta, PT.Pradnya Paramita.

Asikin, Zainal, 1993, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Jakarta, Raja Grafindo Persada.

Budiono, R. Abdul, 2009, Hukum Perburuhan, Jakarta, PT Indeks.

Hadjon, M. Phillipus, Perlindungan Hukum dalam Negara Hukum Pancasila, Makalah disampaikan dalam simposium tentang politik, hak asasi dan pembangunan hukum dalam rangka Dies Natalies XL/Lustrum VIII, Universitas Airlangga, 3 November 1993.

Husni, Lalu, 2003, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan

Indonesia, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada. , Perlindungan Buruh (arbeidschreming),

dalam Asikin, Zainal dkk, 1997, Dasar-dasar Hukum Perburuhan, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada.

Komnas Perempuan, Penyerahan Perkara Kepada Komite Cedaw Untuk Meminta Intervensi

12

Page 13: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA  PEREMPUAN YANG BEKERJA PADA MALAM HARI

Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

Tehadap Kejahatan Berbasis Jender Serta Dampak Jender dari Peristiwa Pembantaian di Gujarat 2002, Seri Dokumen Kunci 6.

Marzuki, Mahmud Peter, 2009, Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana Prenada Media Group.Muladi, 2009, Hak Asasi Manusia- Hakekat, Konsep, & Implikasinya dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat, Bandung, Refika Aditama.

Rahayu, Devi, Hukum Ketenagakerjaan:Teori dan Studi kasus, Yogyakarta, New Elmatera.

Sihite, Romany, 2007, Perempuan, Kesetaraan, & Keadilan : Suatu Tinjauan Berwawasan Gender, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada.

Soekanto, Sarjono dan Mamuji, Sri, 2009, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, cetakan ke -11, Jakarta, PT. Raja Grafindo.

Soepomo, Iman, 1985, Pengantar Hukum Perburuhan, Jakarta, Djambatan.

Subekti dan Tjitrosodibio, 1970, Kitab Undang – Undang Hukum Perdata, Jakarta, Pradnya Paramita.

Sutedi, Adrian, 2009, Hukum Perburuhan, Jakarta, Sinar Grafika.

Tapi Omas Ibrohimi, Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan.

Peraturan Perundang-Undangan :

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Tahun 1999 No.165, Tambahan Lembaran Negara No.3886).

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Tahun 2003 No. 39, Tambahan Lembaran Negara No.4279).

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Deskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW)

. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Republik Indonesia Nomor : KEP.224/MEN/2003 tentang kewajiban pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 s.d. 07.00.

Majelis Umum PBB, Deklarasi Tentang Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan,1993, sumber : http://www.elsam.or.id/.

United Nations Universal Declaration of Human Right 1948 yang diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi 217 A (III).

13