42
1 BAB II PERLINDUNGAN HUKUM KEPADA FASILITATOR DALAM PERJANJIAN KERJA PNPM MANDIRI PERDESAAN 1. HAKIKAT PERLINDUNGAN HUKUM Menurut Sudargo Gautama, perlindungan hukum adalah tindakan negara terhadap warga negara yatiu termasuk keamanan warga negara dan haknya. Perlindungan hukum bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa (preventif) dan untuk menyelesaikan masalah (represif). 1 Dalam Black’s Law Dictionary, menjelaskan perlindungan hukum yaitu: The equal protection of the law of a state in extended to persons within its jurisdictions, within the meaning of the constitutional requirement, when its court are open to them on the same conditions as to others, with like rules of evidence and modes of procedure, for the security of their persons and property, the prevention and redress of wrongs, and the enforcement of contracts; when they are subjected to no restrictions in the acquisition of property, the enjoyment of personal liberty, and the pursuit of happiness, which do not generally affect other; when the are liable to no other or greater burdens and charges than such as are laid upon others; and when no different or greater punishment is enforced againt them for a violation of the laws. State v. Montgomery, 94 Me. 192,47 A.165.” 2 Maksud dari pengertian di atas adalah persamaan akan adanya perlindungan yang sama terhadap hukum suatu negara, diberikan secara meluas kepada seluruh warga negara termasuk hak umum (dalam arti konstitusional). Pengadilan terbuka dalam kondisi atau keadaan yang sama untuk semua warga negara, seperti contohnya, peraturan mengenai peraturan atas barang bukti dan prosedur-prosedur 1 Sudargo Gautama, Pengertian Negara Hukum, Alumni, 1983, hlmn., 25. 2 Campbell Black, Henry, M.A, Black’s Law Dictionary, St., Paul Minn West Pusblishing Co., 1968, yang dikutip dalam Skripsi R. Wahyu Mukti, Fakultas Hukum UKSW, 2004.

Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Fasilitator dalam …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/2/T1... · 2016-08-29 · pencegahan dan perbaikan kesalahan serta mengenai perjanjian

  • Upload
    doannhi

  • View
    223

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Fasilitator dalam …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/2/T1... · 2016-08-29 · pencegahan dan perbaikan kesalahan serta mengenai perjanjian

1

BAB II

PERLINDUNGAN HUKUM KEPADA FASILITATOR DALAM

PERJANJIAN KERJA PNPM MANDIRI PERDESAAN

1. HAKIKAT PERLINDUNGAN HUKUM

Menurut Sudargo Gautama, perlindungan hukum adalah tindakan negara

terhadap warga negara yatiu termasuk keamanan warga negara dan haknya.

Perlindungan hukum bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa (preventif)

dan untuk menyelesaikan masalah (represif).1

Dalam Black’s Law Dictionary, menjelaskan perlindungan hukum yaitu:

“The equal protection of the law of a state in extended to persons

within its jurisdictions, within the meaning of the constitutional

requirement, when its court are open to them on the same conditions

as to others, with like rules of evidence and modes of procedure, for

the security of their persons and property, the prevention and redress

of wrongs, and the enforcement of contracts; when they are subjected

to no restrictions in the acquisition of property, the enjoyment of

personal liberty, and the pursuit of happiness, which do not generally

affect other; when the are liable to no other or greater burdens and

charges than such as are laid upon others; and when no different or

greater punishment is enforced againt them for a violation of the laws.

State v. Montgomery, 94 Me. 192,47 A.165.”2

Maksud dari pengertian di atas adalah persamaan akan adanya perlindungan

yang sama terhadap hukum suatu negara, diberikan secara meluas kepada seluruh

warga negara termasuk hak umum (dalam arti konstitusional). Pengadilan terbuka

dalam kondisi atau keadaan yang sama untuk semua warga negara, seperti

contohnya, peraturan mengenai peraturan atas barang bukti dan prosedur-prosedur

1 Sudargo Gautama, Pengertian Negara Hukum, Alumni, 1983, hlmn., 25.

2 Campbell Black, Henry, M.A, Black’s Law Dictionary, St., Paul Minn West

Pusblishing Co., 1968, yang dikutip dalam Skripsi R. Wahyu Mukti, Fakultas Hukum UKSW,

2004.

Page 2: Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Fasilitator dalam …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/2/T1... · 2016-08-29 · pencegahan dan perbaikan kesalahan serta mengenai perjanjian

2

lainnya. Perlindungan hukum untuk keamanan warga negara dan hak miliknya,

pencegahan dan perbaikan kesalahan serta mengenai perjanjian kontrak.

Hal tersebut muncul ketika warga negara menjadi subjek ketidakterbatasan

dalam kepemilikan/penguasan akan hak milik seseorang dan di saat hak untuk

menikmati kebebasan pribadi dan mendapatkan kebahagiaan untuk

mempengaruhi pihak lainnya. Serta ketika beban dan tuntutan dilimpahkan atau

dikenakan kepada orang lain yang tidak bersalah dan juga ketika tidak adanya

pembedaan di saat hukuman berat dipaksakan kepada mereka karena adanya

pelanggaran hukum. Kemudian dijelaskan lebih lanjut:

“Equal protection of the law means that equal protection and security shall

be given to all under like circumstances in his life, his liberty and his

property, and in the pursuit of happiness, and in the exemption from any

greater burdens and charges than are equally imposed upon all others

under like circumstances (Sovereign Camp, W.O.W., v. Casodos, D.C.N.M.,

Supp. 989, 994).”3

Persamaan akan adanya perlindungan hukum berarti bahwa persamaan

perlindungan dan keamanan terhadap warga negara harus diberikan kepada semua

warga negara dalam tiap kondisi dan situasi, dalam mendapatkan kemerdekaan

dan hak milik mereka dalam mendapatkan kebahagiaan dan pembebasan dari

segala beban kesalahan dan tuntutan yang dijatuhkan atau dibebankan kepada

semua dalam kondisi dan situasi yang sama.

Senyatanya dalam Undang-Undang Dasar 1945 Negara Republik Indonesia

secara substansial memuat pengakuan terhadap hak asasi manusia, yaitu tidak lain

mengenai pengakuan dan penjaminan atas hak-hak setiap orang sebagai bentuk

suatu perlindungan, sebagai yang termuat dalam Pasal 28D yang menyatakan

3 Ibid.

Page 3: Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Fasilitator dalam …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/2/T1... · 2016-08-29 · pencegahan dan perbaikan kesalahan serta mengenai perjanjian

3

“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian

hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.”

Selanjutnya, dalam bidang ketenagakerjaan, perlindungan hukum terhadap

tenaga kerja bertujuan untuk menjamin berlangsungnya sistem hubungan kerja

secara harmonis tanpa disertai adanya tekanan dari pihak yang kuat kepada pihak

yang lemah. Dengan pengertian, pengusaha atau pemberi pekerjaan wajib

melaksanakan ketentuan perlindungan sesuai kaidah atau ketentuan peraturan

perundang-undangan, bahwa perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan

untuk menjamin hak-hak dasar pekerja dan menjamin kesamaan kesempatan serta

perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan

pekerja sesuai harkat dan martabat kemanusiaan. Dalam UUD 1945 disebutkan

bahwa, “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang

layak bagi kemanusiaan”, termuat dalam Pasal 27 ayat (2). Selanjutnya Pasal 28D

ayat (2) menyatakan, “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan

dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.”

Perlindungan pekerja dapat dilakukan dengan jalan memberikan tuntunan,

maupun dengan jalan meningkatkan pengakuan hak-hak asasi manusia,

perlindungan fisik dan teknis serta sosial dan ekonomi melalui norma yang

berlaku dalam lingkungan kerja itu. Perlindungan kerja ini akan mencakup:4

1. Norma keselamatan kerja, yang meliputi keselamatan kerja yang

bertalian dengan mesin, pesawat, alat-alat kerja, bahan dan proses

pengerjaannya, keadaan tempat kerja dan lingkungan, serta cara-cara

melakukan pekerjaan;

4 Lalu Husni, Pengantar Ketenagakerjaan Indonesia Edisi Revisi, RajaGrafindo

Persada, Jakarta, 2004, hlmn., 96.

Page 4: Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Fasilitator dalam …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/2/T1... · 2016-08-29 · pencegahan dan perbaikan kesalahan serta mengenai perjanjian

4

2. Norma kesehatan kerja dan Higiene Kesehatan Perusahaan yang

meliputi, pemeliharaan dan mempertinggi kesehatan pekerja,

dilakukan dengan mengatur pemberian obat-obatan, dan perawatan

tenaga kerja yang sakit;

3. Norma kerja yang meliputi, perlindungan terhadap tenaga kerja yang

bertalian dengan waktu bekerja, sistem pengupahan, istirahat, cuti,

tenaga kerja wanita dan anak, kesusilaan, ibadah menurut agama

keyakinan masing-masing yang diakui oleh pemerintah, kewajiban

sosial kemasyarakatan, dan sebagiannya guna memelihara kegairahan

dan moril kerja yang menjamin daya guna kerja yang tinggi, serta

menjaga perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral;

dan

4. Kepada tenaga kerja yang mendapatkan kecelakaan dan/atau

menderita penyakit akibat pekerjaan, berhak atas ganti rugi perawatan

dan rehabilitasi akibat kecelakaan dan/atau penyakit akibat pekerjaan,

ahli warisnya berhak mendapat ganti rugi.

Ruang lingkup perlindungan hukum terhadap pekerja/buruh menurut

Undang-Undang Ketenagakerjaan meliputi:5

1. Perlindungan atas hak-hak dasar pekerja/buruh untuk berunding

dengan pengusaha;

2. Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja;

3. Perlindungan khusus bagi pekerja perempuan, anak, dan penyandang

cacat; dan

5 Ibid.

Page 5: Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Fasilitator dalam …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/2/T1... · 2016-08-29 · pencegahan dan perbaikan kesalahan serta mengenai perjanjian

5

4. Perlindungan tentang upah, kesejahteraan, dan jaminan sosial tenaga

kerja

Dengan pengertian, memberikan perlindungan bahwa setiap tenaga kerja

berhak dan mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan

penghidupan yang layak tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, dan

aliran politik sesuai dengan minat dan kemampuan tenaga kerja yang

bersangkutan, termasuk pengakuan yang sama terhadap penyandang cacat. Dan

mewajibkan kepada pengusaha untuk memberikan hak dan kewajiban

pekerja/buruh tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, warna kulit,

dan aliran politik.

Menurut Imam Soepomo dalam Zainal Asikin perlindungan tenaga kerja

dibagi menjadi 3 macam yaitu:6

1. Perlindungan ekonomis, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk

penghasilan yang cukup, termasuk bila tenaga kerja tidak mampu

bekerja diluar kehendaknya;

2. Perlindungan sosial, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk

jaminan kesehatan kerja dan kebebasan berserikat dan perlindungan

hak untuk berorganisasi; dan

3. Perlindungan teknis, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk

keamanan dan keselamatan kerja.

Ketiga jenis perlindungan di atas mutlak harus dipahami dan dilaksanakan

sebaik-baiknya oleh pengusaha sebagai pemberi kerja. Jika pengusaha melakukan

pelanggaran, akan dikenakan sanksi.

6 Zainal Asikin, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Raja Grafindo Persada, Jakarta,

hlmn., 96.

Page 6: Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Fasilitator dalam …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/2/T1... · 2016-08-29 · pencegahan dan perbaikan kesalahan serta mengenai perjanjian

6

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, perlindungan hukum terhadap

tenaga kerja diartikan sebagai pengakuan dan jaminan yang diberikan oleh hukum

dalam satu hubungan industrial yang menekankan kemitraan dan kesamaan

kepentingan, sehingga dapat memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja

secara optimal, melindungi hak-hak dan kepentingan pekerja, menjamin

kesempatan kerja dan perlakuan yang sama tanpa diskriminasi, menciptakan

hubungan kerja yang harmonis, menciptakan ketenangan bekerja dan ketenangan

berusaha, meningkatkan produktivitas perusahaan, memberikan kepastian hukum

bagi pekerja dan pada akhirnya mewujudkan masyarakat Indonesia yang

sejahtera, adil dan makmur, dan merata baik materiil dan spiritual.

2. KAIDAH PERJANJIAN KERJA

Dalam subbab ini, akan diuraikan mengenai kaidah perjanjian kerja, dan

uraian akan menyangkut, yang pertama adalah tinjauan umum mengenai

perjanjian kerja, atau biasa disebut dengan kontrak, yang di dalamnya dibahas

tentang peristilahan dan pengertian tentang kontrak, asas-asas hukum kontrak,

syarat sahnya kontrak, unsur-unsur kontrak, dan hapusnya suatu kontrak.

Lalu, pembahasan kedua akan menyangkut tinjauan tentang kontrak yang

lebih spesifik, yaitu kontrak kerjasama. Siapakah para pihak dalam kontrak

tersebut, bagaimana pelaksanaannya, apakah yang dimaksud dengan prestasi dan

wanprestasi, serta tentang ganti kerugian, semuanya akan dikupas di subbab ini.

2.1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kerja atau Kontrak

Seperti telah dinarasikan di atas, bahwa pembahasan akan dilakukan mulai

dari umum lalu ke bagian yang lebih khusus. Agar pembahasan dan analisis dapat

Page 7: Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Fasilitator dalam …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/2/T1... · 2016-08-29 · pencegahan dan perbaikan kesalahan serta mengenai perjanjian

7

dengan mudah dipahami, maka Penulis akan menguraikan atau membahas dan

menganalisa secara detail bagian per bagian. Diantaranya adalah sebagai berikut:

2.1.1. Peristilahan dan Pengertian

Istilah kontrak dan perjanjian dalam penggunaannya tidak memiliki

pengertian yang berbeda, baik dalam teori maupun dalam praktik, sekalipun ada

pendapat lain yang secara teoritis menyimpulkan bahwa perjanjian itu dinamakan

juga persetujuan bukan kontrak. Dengan dasar pemikiran bahwa karena dalam

perjanjian itu terdapat dua pihak yang setuju, sehingga perjanjian dan persetujuan

memiliki pengertian yang sama, sedangkan kontrak lebih sempit karena ditujukan

kepada perjanjian atau persetujuan yang tertulis.7

Walaupun demikian, ada pendapat ahli yang tidak membedakan kontrak dan

perjanjian, dengan dasar pemikiran bahwa pembagian antara hukum kontrak dan

hukum perjanjian tidak diatur dalam Burgerlijk Wetboek (BW), karena dalam BW

hanya mengatur perikatan yang lahir dari perjanjian dan yang lahir dari undang-

undang.8

Pengertian kontrak berdasarkan Pasal 1313 BW bahwa, ”Suatu perjanjian

adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

terhadap satu orang lain atau lebih”. Pengertian ini sangat luas dan tidak

lengkap, karena kata “perbuatan” mencakup juga perjanjian dalam hukum

keluarga dan perbuatan melawan hukum. Selanjutnya tidak lengkap karena kata

“satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”,

7 Subekti, Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta: Sinar Grafika,

2009, hlmn., 14. 8 Ibid.

Page 8: Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Fasilitator dalam …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/2/T1... · 2016-08-29 · pencegahan dan perbaikan kesalahan serta mengenai perjanjian

8

maka hanya ditujukan pada kontrak yang sepihak saja, padahal seharusnya juga

meliputi kontrak dua pihak.9

Berdasarkan hal tersebut maka pengertian kontrak menurut Penulis adalah

suatu peristiwa hukum dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dua orang

saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

2.1.2. Asas-Asas Hukum Kontrak

Suatu aturan atau norma pada hakikatnya mempunyai dasar filosofis serta

pijakan asas atau prinsip sebagai rohnya. Merupakan kejanggalan bahkan konyol

apabila suatu norma tidak mempunyai dasar filosofis serta pijakan asas atau

prinsip dalam konteks operasionalnya. Suatu norma tanpa landasan filosofis serta

pijakan asas, ibarat manusia yang “buta dan lumpuh”. Terkait dengan pengertian

“asas” atau “prinsip” yang dalam bahasa Belanda disebut “beginsel” atau

“principle” (bahasa Inggris) atau dalam bahasa Latin disebut “principium” (yang

berasal dari dua kata yaitu, “primus” artinya pertama, dan “capere” artinya

mengambil atau menangkap), secara leksikal berarti bahwa, hal tersebut

merupakan sesuatu yang menjadi dasar tumpuan berpikir atau bertindak atau

kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir, bertindak, dan sebagainya.10

Kedudukan asas hukum dalam semua sistem hukum yang di dalamnya

mengatur sistem norma hukum mempunyai peranan yang penting. Asas hukum

merupakan landasan atau pondasi yang menopang kukuhnya suatu norma hukum,

yang artinya bahwa posisi asas hukum adalah sebagai meta-norma hukum, yang

berfungsi sebagai pondasi yang memberikan arah, tujuan, serta penilaian

9 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Bandung: Alumni, 2005, hlmn.,

18. 10

Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam Kontrak

Komersial, Jakarta: Kencana, 2010, hlmn., 21.

Page 9: Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Fasilitator dalam …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/2/T1... · 2016-08-29 · pencegahan dan perbaikan kesalahan serta mengenai perjanjian

9

fundamental, mengandung nilai-nilai, dan tuntutan-tuntutan etis bagi keberadaan

norma hukum.11

Dapat diketahui bahwa, asas merupakan latar belakang dari peraturan

konkret, karena asas sebagai dasar pemikiran umum dan abstrak yang mendasari

lahirnya setiap peraturan hukum. Dalam hukum kontrak terdapat beberapa asas-

asas, yaitu sebagai berikut:12

a. Asas Konsensualisme

Asas ini berasal dari kata consensus yang berarti sepakat. Menurut asas ini

setiap perjanjian harus didasarkan pada kesepakatan kedua pihak. Suatu perjanjian

harus lahir pada detik tercapainya kesepakatan atau persetujuan antara kedua

pihak mengenai hal-hal pokok yang menjadi objek perjanjian. Kesepakatan tidak

boleh dengan adanya paksaan, tipuan, kekhilafan, atau ketidaksadaran. Sejak pada

detik kesepakatan itulah para pihak telah terikat dengan suatu aturan atau

hukum.13

Asas ini terdapat pada Pasal 1320 KUHPerdata ayat (1), yang menjelaskan

bahwa, “Salah satu syarat perjanjian adalah sepakat antara kedua belah pihak”.

Pihak-pihak yang sudah sepakat berarti terikat pula pada aturan hukum atau

undang-undang. Hal ini diatur pada Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang

menyebutkan, “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai

undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”

Pasal tersebut mengandung pengertian bahwa para pihak yang telah

membuat perjanjian yang sah secara hukum berarti telah membuat undang-undang

11

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlmn., 45. 12

Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2009,

hlmn., 79. 13

Mariam Darus Badrulzaman, Hukum Perjanjian dalam Kebutuhan Masyarakat,

Bandung, PT. Remaja Roskarya, 1995, hlmn., 114-115.

Page 10: Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Fasilitator dalam …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/2/T1... · 2016-08-29 · pencegahan dan perbaikan kesalahan serta mengenai perjanjian

10

bagi dirinya sendiri. Konsekuensi dari suatu undang-undang adalah para pihak

terikat dan wajib memenuhi isi dari suatu undang-undang, dan pemenuhannya

dapat dipaksakan serta memiliki sanksi bagi yang melanggar. Hal ini juga berlaku

dalam perjanjian, karena perjanjian kedudukannya dianggap sama dengan undang-

undang.14

b. Asas Kebebasan Berkontrak

Dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata dapat diartikan bahwa, asas ini

memberikan kebebasan kepada setiap orang untuk mengadakan perjanjian,

meliputi sebagai berikut:15

1) bebas menentukan apakah ia akan melakukan kontrak atau tidak;

2) bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan kontrak;

3) bebas untuk menentukan isi atau klausul kontrak;

4) bebas untuk menentukan bentuk kontrak; dan

5) kebebasan-kebebasan lainnnya yang tidak bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan.

c. Asas Mengikatnya Kontrak (Pacta Sunt Servanda)

Maksud asas ini adalah setiap orang yang membuat kontrak terikat untuk

memenuhi kontrak, karena kontrak itu mengandung janji-janji yang harus

dipenuhi dan janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya

undang-undang. Lebih lanjut, walaupun terhadap sesuatu yang tidak diatur dengan

tegas dinyatakan dalam isi perjanjian, tetapi memiliki kekuatan mengikat seperti

kebiasaan, kepatuhan, dan kepatutan. Hal ini diatur dalam Pasal 1339

KUHPerdata yang menyebutkan: “Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk

14

Ibid. 15

Ibid.

Page 11: Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Fasilitator dalam …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/2/T1... · 2016-08-29 · pencegahan dan perbaikan kesalahan serta mengenai perjanjian

11

hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala

sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau

undang-undang”. Selain itu, diatur pula pada Pasal 1347 KUHPerdata,

menyebutkan: “Hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan,

meskipun tidak dengan tegas dinyatakan.”16

d. Asas Iktikad Baik

Asas ini dijelaskan dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata, yaitu: “Suatu

perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik”. Jadi asas ini mengatur niat

para pihak dalam membuat perjanjian, bahwa segala perjanjian harus dilandasi

dengan iktikad baik, iktikad baik dalam pelaksanaan isi perjanjian maupun iktikad

baik dalam arti kejujuran pihak yang membuatnya.17

e. Asas Keseimbangan

Menurut Herlien Budiono, asas keseimbangan di dalam disertasinya diberi

makna dalam dua hal, yaitu pertama, Asas keseimbangan sebagai asas etikal yang

bermakna suatu “keadaan pembagian beban di kedua sisi berada dalam keadaan

seimbang”. Makna keseimbangan di sini berarti pada satu sisi dibatasi kehendak

(berdasar pertimbangan atau keadaan yang menguntungkan). Dalam batasan

kedua sisi tersebut, keseimbangan dapat diwujudkan.18

Kedua, asas keseimbangan

sebagai asas yuridikal artinya asas keseimbangan dapat dipahami asas yang layak

16

Ibid. 17

Mariam Darus Badrulzaman, Hukum Perjanjian dalam Kebutuhan Masyarakat,

Bandung, PT. Remaja Roskarya, 1995, hlm., 108-113. 18

Herlien Budiono, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia, Hukum

Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigati Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hlmn.,

304-305.

Page 12: Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Fasilitator dalam …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/2/T1... · 2016-08-29 · pencegahan dan perbaikan kesalahan serta mengenai perjanjian

12

atau adil, dan selanjutnya diterima sebagai landasan keterikatan yuridikal dalam

hukum kontrak Indonesia.19

Berdasarkan pernyataan di atas, disimpulkan bahwa, asas keseimbangan

dapat dipahami sebagai keseimbangan kedudukan posisi tawar para pihak dalam

menentukan hak dan kewajibannya dalam perjanjian, sehingga ketidakseimbangan

posisi akan menimbulkan ketidakadilan.

2.1.3. Syarat Sahnya Kontrak

Syarat sahnya kontrak diatur berdasarkan Pasal 1320 BW, yaitu:

1) sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

2) kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3) suatu hal tertentu; dan

4) suatu sebab yang halal.

Kedua syarat yang pertama disebut syarat subjektif, disebabkan kedua

syarat tersebut mengenai subjek kontrak. Sedangkan kedua syarat terakhir disebut

syarat objektif, disebabkan mengenai objeknya kontrak. Kesepakatan para pihak

merupakan unsur mutlak untuk terjadinya suatu kontrak. Kesepakatan ini dapat

terjadi dengan berbagai cara, tetapi yang penting adalah adanya penawaran dan

penerimaan atas penawaran tersebut.20

Penawaran (aanbod; offerte; offer) diartikan sebagai pernyataan kehendak

yang mengandung usul untuk mengadakan kontrak, sedangkan penerimaan

(aanfarding; acceptatie; acceptance) merupakan pernyataan setuju dari pihak lain

yang ditawari.21

19

Ibid., hlmn., 307. 20

Agus Yudha Hernoko, Op.Cit., hlmn., 160. 21

Ibid, hlmn., 162.

Page 13: Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Fasilitator dalam …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/2/T1... · 2016-08-29 · pencegahan dan perbaikan kesalahan serta mengenai perjanjian

13

Kesepakatan yang dicapai dapat mengalami kecacatan atau cacat kehendak

apabila kesepakatan terjadi karena kekhilafan atau kesesatan, paksaan, dan

penipuan. Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1321 BW, dan penyalahgunaan

keadaan yang tidak diatur dalam BW tetapi muncul dalam perkembangan hukum

kontrak.

Terdapat beberapa teori terjadinya kesepakatan, antara lain:22

a. Teori Pengiriman

Teori ini mengajarkan bahwa, sepakat terjadi pada saat kehendak yang

dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran.

b. Teori Penerimaan

Teori ini mengajarkan bahwa, kesepakatan terjadi pada saat pihak yang

menawarkan menerima langsung jawaban dari pihak lawan.23

c. Teori Kehendak

Teori ini menitikberatkan kepada kehendak, sehingga pernyataan yang tidak

sesuai dengan kehendak tidak mengikat dan karena itu tidak mungkin

menimbulkan perjanjian. Teori ini tidak dianut secara murni tetapi diperhalus

untuk memenuhi rasa keadilan, maka teori kehendak ini diperlengkap dengan

teori bahwa yang menimbulkan bahaya akan adanya salah paham pada pihak lain

harus menanggung resiko kerugian dari pihak lain.

Mengenai kecakapan, pada dasarnya semua orang yang sudah dewasa dan

sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum, sedangkan orang-orang yang tidak

cakap menurut hukum sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1330 BW, yaitu

orang-orang yang belum dewasa, dan mereka yang ditaruh di bawah pengampuan.

22

Ibid. 23

Ibid, hlmn., 164.

Page 14: Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Fasilitator dalam …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/2/T1... · 2016-08-29 · pencegahan dan perbaikan kesalahan serta mengenai perjanjian

14

Sedangkan ketentuan mengenai orang-orang perempuan dalam hal-hal yang

ditetapkan oleh undang-undang adalah orang yang tidak cakap hukum, tetapi

dengan diterbitkannya Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia

Nomor 3 Tahun 1963, maka orang-orang perempuan tersebut dianggap cakap

hukum, sehingga dalam hal melakukan perbuatan hukum tidak perlu lagi dengan

bantuan suaminya.24

Ketentuan tidak cakap hukum dalam Pasal 1330 BW mengenai semua

orang-orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-

perjanjian tertentu, sebenarnya tidak tergolong sebagai orang yang tidak cakap

hukum, tetapi hanya tidak berwenang membuat perjanjian tertentu.

Tidak cakap dan tidak berwenang adalah sesuatu yang berbeda, yang

dimaksud tidak cakap adalah mengenai seluruh kedudukan hukum seseorang,

sedangkan yang tidak berwenang hanya mengenai beberapa tindakan hukum yang

tidak dapat dilakukan seseorang. khususnya mengenai ketentuan kedewasaan

seseorang yang dalam istilah BW adalah kebelumdewasaan, yang adalah orang

yang belum mencapai umur 21 tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin.25

Hal tertentu merupakan objek perjanjian berupa barang dan jasa atau tidak

berbuat sesuatu. Barang yang dimaksud sebagaimana yang diatur dalam Pasal

1332-1335 BW, yaitu benda-benda yang telah ada maupun yang akan ada di

kemudian hari, dan jasa yang dimaksud yaitu keahlian maupun tenaga, sedangkan

tidak berbuat sesuatu yang dimaksud yaitu bukan barang maupun jasa yang

diperjanjikan, tetapi prestasi tidak berbuat sesuatu yang diperjanjikan.

24

Ibid. 25

Ishaq, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hlmn., 49.

Page 15: Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Fasilitator dalam …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/2/T1... · 2016-08-29 · pencegahan dan perbaikan kesalahan serta mengenai perjanjian

15

Suatu sebab yang halal adalah isi perjanjian. Sebagai maksud yang dituju

oleh para pihak, sedangkan alasan atau sebab seseorang membuat perjanjian itu

bukan yang dimaksud suatu sebab yang halal. Istilah kata halal bukanlah lawan

kata haram dalam hukum Islam, tetapi yang dimaksud sebab yang halal adalah

bahwa isi kontrak tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan.26

2.1.4. Unsur-Unsur Kontrak

Dalam suatu kontrak terdapat 3 (tiga) unsur, yaitu sebagai berikut:27

a) Unsur Essensialia

Unsur essensialia merupakan unsur yang harus ada dalam suatu kontrak,

karena tanpa adanya kesepakatan tentang unsur essensialia ini, maka tidak ada

kontrak.

b) Unsur Naturalia

Unsur naturalia merupakan unsur yang telah diatur dalam undang-undang,

sehingga apabila tidak diatur oleh para pihak dalam kontrak, maka undang-

undang yang mengaturnya. Unsur naturalia ini merupakan unsur yang selalu

dianggap ada dalam kontrak sepanjang tidak diatur lain oleh para pihak.

c) Unsur Aksidentalia

Unsur aksidentalia merupakan unsur yang nanti ada atau mengikat para

pihak, jika para pihak memperjanjikannya.

26

Ibid. 27

Ahmadi Miru, Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak, Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2011, hlmn., 381.

Page 16: Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Fasilitator dalam …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/2/T1... · 2016-08-29 · pencegahan dan perbaikan kesalahan serta mengenai perjanjian

16

2.1.5. Hapusnya Kontrak

Pada dasarnya perikatan dan kontrak berbeda, tetapi ketentuan mengenai

hapusnya perikatan dalam BW merupakan ketentuan hapusnya kontrak. Hal ini

yang diatur dalam Pasal 1381 BW, bahwa:

“Perikatan-perikatan hapus karena pembayaran, penawaran

pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan,

pembaharuan utang, perjumpaan utang atau kompensasi,

pencampuran utang, pembebasan utang, musnahnya barang yang

terutang, kebatalan atau pembatalan, berlakunya suatu syarat

batal, dan lewatnya waktu.”

2.2. Tinjauan tentang Kontrak Kerjasama

Seperti telah Penulis janjikan pada narasi subbab di atas, maka pada subbab

ini akan dibahas mengenai siapakah yang dimaksud dengan para pihak dalam

kontrak tersebut, bagaimana pelaksanaannya, apakah prestasi dan wanprestasinya,

serta ganti kerugian.

2.2.1. Para Pihak dalam Kontrak

Pada prinsipnya, para pihak baik perorangan atau badan usaha yang bukan

badan hukum atau badan hukum dalam kontrak adalah orang atau badan usaha

yang tidak dilarang oleh undang-undang untuk melakukan kontrak. Para pihak

dalam bentuk perorangan yang dimaksud adalah orang atau manusia (person), dan

badan usaha yang bukan badan hukum adalah perusahaan yang bersifat

perseorangan, didirikan dengan akta notaris atau tidak dengan akta notaris, dan

menurut prosedur hukum tidak perlu untuk dilakukan pengesahan oleh Menteri

Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Sedangkan badan usaha

Page 17: Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Fasilitator dalam …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/2/T1... · 2016-08-29 · pencegahan dan perbaikan kesalahan serta mengenai perjanjian

17

yang badan hukum adalah perusahaan yang didirikan dengan akta notaris dan

menurut hukum mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi

Manusia Republik Indonesia.28

Menurut Mollengraaff, pengertian perusahaan adalah keseluruhan perbuatan

yang secara terus menerus, bertindak keluar untuk mendapatkan penghasilan

dengan cara memperniagakan barang-barang, menyerahkan barang-barang, atau

mengadakan perjanjian-perjanjian perdagangan.29

Dengan demikian, orang, badan usaha yang bukan badan hukum, dan badan

usaha yang badan hukum merupakan subjek hukum. Adapun pengertian subjek

hukum adalah segala sesuatu yang mempunyai hak dan kewajiban.30

Setiap orang yang tidak dilarang oleh undang-undang dalam melakukan

kontrak dapat bertindak untuk kepentingan dan atas namanya sendiri, tetapi dapat

juga bertindak atas namanya sendiri untuk kepentingan orang lain, bahkan dapat

bertindak untuk kepentingan dan atas nama orang lain.31

Dalam hal bertindak untuk mewakili badan usaha yang bukan badan hukum,

maka harus berdasarkan pada bentuk badan usaha tersebut, apabila berbentuk

firma maka semua sekutu berhak mewakili perusahaan, dan apabila badan usaha

berbentuk perseroan komanditer, maka dalam bertindak perseroan diwakili oleh

persero pengurusnya atau yang disebut persero aktif (persero complementer),

sedangkan badan usaha yang badan hukum, perusahaan dalam bertindak diwakili

oleh direksi.32

28

Ibid. 29

Ibid. 30

Ibid. 31

Ibid. 32

Ibid.

Page 18: Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Fasilitator dalam …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/2/T1... · 2016-08-29 · pencegahan dan perbaikan kesalahan serta mengenai perjanjian

18

Sedangkan pihak-pihak dalam perjanjian yang menjadi objek penelitian

Penulis adalah antara Fasilitator dengan Pemerintah.

PNPM-MP33

adalah program nasional yang dicanangkan pemerintah yang

bertujuan untuk penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja di

wilayah perdesaan di bawah binaan Direktorat Jenderal Pemberdayaan

Masyarakat dan Desa (PMD), Kementerian Dalam Negeri. Sebagaimana telah

diuraikan di atas mengenai pengertian subjek hukum, selain manusia, badan

hukum juga merupakan subjek hukum sehingga merupakan pendukung hak dan

kewajiban. Kedudukan sebagai pendukung hak dan kewajiban atau sebagai subjek

hukum mengandung pengertian, yaitu mempunyai kemampuan untuk

mengadakan hubungan hukum, dimana hubungan itu akan mempunyai akibat

hukum yang disebut hak dan kewajiban. Subjek hukum yang berupa badan hukum

ini mempunyai wewenang untuk memiliki hak-hak subjektif dan dapat melakukan

perbuatan hukum yang dilakukan oleh anggota yang ditunjuk. Badan hukum

mempunyai wewenang melakukan perbuatan-perbuatan hukum atau tindakan-

tindakan seperti orang biasa34

, yaitu mengajukan gugatan ke pengadilan, membuat

perjanjian-perjanjian, dapat dituntut di muka pengadilan, dan lain sebagainya.35

Ada dua jenis badan hukum, yaitu sebagai berikut:

1. Badan hukum publik, terdiri dari negara, provinsi, kabupaten, kota

madya, desa atau kelurahan.

33

Berdasarkan Keputusan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Selaku Ketua

Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan No: 25/KEP/MENKO/KESRA/VII/2007 tentang

Pedoman Umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri). 34

Badan hukum sebagai subjek hukum dapat melakukan perbuatan hukum. Dalam hal

ini, badan hukum dianggap sama dengan manusia. Anggapan badan hukum sebagai subjek hukum

ini didasarkan pada teori yang dikenalkan oleh Von Savigny yang disebut teori fiksi. Oleh karena

itu, badan hukum dapat melakukan perbuatan hukum layaknya manusia. 35

Sri Harini Dwiyatmi, Pengantar Hukum Indonesia, Bogor: Ghalia Indonesia, 2006,

hlm., 29-30.

Page 19: Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Fasilitator dalam …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/2/T1... · 2016-08-29 · pencegahan dan perbaikan kesalahan serta mengenai perjanjian

19

2. Badan hukum privat, terdiri dari yayasan, perseroan terbatas (PT),

koperasi, lembaga-lembaga keagamaan (gereja dan wakaf), dan lembaga-

lembaga sosial.

Berdasarkan hal tersebut negara atau pemerintah merupakan subjek hukum,

sehingga mampu melakukan perbuatan-perbuatan hukum. Dalam rangka

pelaksanaan kegiatan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Perdesaan

(PNPM-MP), pemerintah mengadakan kontrak kerja sama dengan beberapa

tenaga ahli untuk tujuan terlaksananya program tersebut yang selanjutnya tenaga

ahli tersebut disebut pekerja fasilitator. Sesuai dengan objek penelitian Penulis,

Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Jawa Tengah merupakan

penganggungjawab daerah untuk melaksanakan program tersebut, dan sebagai

kuasa pengguna anggaran. Dalam hal ini perbuatan hukum yang dilakukan

pemerintah adalah membuat kontrak/perjanjian kerja dengan para fasilitator.

2.2.2. Pelaksanaan Kontrak

Pada tahap pelaksanaan perjanjian, para pihak harus melaksanakan apa yang

telah diperjanjikan atau apa yang telah menjadi kewajibannya dalam perjanjian

tersebut. Kewajiban memenuhi apa yang dijanjikan itulah yang disebut sebagai

prestasi, sedangkan apabila salah satu pihak atau bahkan kedua pihak tidak

melaksanakan kewajibannya sesuai dengan perjanjian yang telah dibuatnya, itulah

yang disebut dengan wanprestasi. Pihak yang wanprestasi dalam perjanjian dapat

dituntut oleh pihak lain yang merasa dirugikan, namun pihak yang dituduh

melakukan wanprestasi tersebut masih dapat melakukan pembelaan-pembelaan

Page 20: Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Fasilitator dalam …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/2/T1... · 2016-08-29 · pencegahan dan perbaikan kesalahan serta mengenai perjanjian

20

tertentu agar dia dapat terbebas dari pembayaran ganti rugi.36

Agar lebih

memahami tentang konsep prestasi dan wanprestasi, maka akan diuraikan sebagai

berikut:

a. Prestasi

Prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi para pihak dalam suatu

kontrak. Prestasi pokok tersebut dapat berwujud:37

a) benda;

b) tenaga atau keahlian; dan

c) tidak berbuat sesuatu.

Prestasi berupa benda harus diserahkan kepada pihak lainnya. Penyerahan

tersebut dapat berupa penyerahan hak milik atau penyerahan kenikmatannya saja,

sedangkan prestasi yang berupa tenaga atau keahlian harus dilakukan oleh pihak-

pihak yang “menjual” tenaga atau keahliannya.

Prestasi yang berupa benda yang harus diserahkan kepada pihak lain,

apabila benda tersebut belum diserahkan, pihak yang berkewajiban menyerahkan

benda tersebut berkewajiban merawat benda tersebut sebagaimana dia merawat

barangnya sendiri. Sebagai konsekuensi dari kewajiban tersebut adalah apabila ia

melalaikannya, ia dapat dituntut ganti rugi, apalagi kalau ia lalai

menyerahkannya.38

Antara prestasi yang berupa tenaga dan prestasi yang berupa keahlian ini

terdapat perbedaan, karena prestasi yang berupa tenaga pemenuhannya dapat

diganti oleh orang lain, karena siapapun yang mengerjakannya hasilnya akan

sama. Sedangkan prestasi yang berupa keahlian, pemenuhannya tdak dapat diganti

36

Ahmadi Miru, Op. Cit., hlmn., 367. 37

Ibid. 38

Ibid.

Page 21: Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Fasilitator dalam …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/2/T1... · 2016-08-29 · pencegahan dan perbaikan kesalahan serta mengenai perjanjian

21

oleh orang lain tanpa persetujuan pihak yang harus menerima hasil dari keahlian

tersebut. Oleh karena itu, apabila diganti oleh orang lain, hasilnya mungkin akan

berbeda.39

Adapun prestasi tidak berbuat sesuatu, menuntut sikap pasif salah satu pihak

atau para pihak karena dia tidak dibolehkan melakukan sesuatu sebagaimana yang

diperjanjikan.

Walaupun pada umumnya prestasi para pihak secara tegas ditentukan dalam

kontrak, prestasi tersebut juga dapat lahir karena diharuskan oleh kebiasaan,

kepatutan, atau undang-undang. Oleh karena itu, prestasi yang harus dilakukan

oleh para pihak telah ditentukan dalam perjanjian atau diharuskan oleh kebiasaan,

kepatutan, atau undang-undang, tidak dilakukannya pretasi tersebut berarti telah

ingkar janji atau disebut wanprestasi.40

b. Wanprestasi

Wanprestasi atau tidak dipenuhinya janji dapat terjadi baik dengan disengaja

maupun tidak disengaja. Pihak yang tidak sengaja, wanprestasi ini dapat terjadi

karena memang tidak mampu untuk memenuhi prestasi tersebut atau juga karena

terpaksa untuk tidak melakukan prestasi tersebut.41

Wanprestasi dapat berupa:

1. Sama sekali tidak memenuhi prestasi;

2. Prestasi yang dilakukan tidak sempurna;

3. Terlambat memenuhi prestasi; dan

4. Melakukan apa yang ada dalam perjanjian dilarang untuk dilakukan.

39

Ibid. 40

Ibid. 41

Ibid.

Page 22: Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Fasilitator dalam …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/2/T1... · 2016-08-29 · pencegahan dan perbaikan kesalahan serta mengenai perjanjian

22

Terjadinya wanprestasi mengakibatkan pihak lain (lawan dari pihak yang

wanprestasi) dirugikan, apalagi kalau pihak lain tersebut adalah pedagang, maka

bisa kehilangan keuntungan yang diharapkan. Oleh karena pihak lain dirugikan

akibat dari wanprestasi tersebut, pihak wanprestasi harus menanggung akibat dari

tuntutan pihak lawan yang dapat berupa tuntutan:42

- pembatalan kontrak (disertai atau tidak disertai ganti rugi); dan

- pemenuhan kontrak (disertai atau tidak disertai ganti rugi).

Dengan demikian, ada dua kemungkinan pokok yang dapat dituntut oleh

pihak yang dirugikan, yaitu pembatalan atau pemenuhan kontrak. Tuntutan apa

yang harus ditanggung oleh pihak yang wanprestasi tersebut tergantung pada jenis

tuntutan yang dipilih oleh pihak yang dirugikan. Bahkan apabila tuntutan itu

dilakukan dalam bentuk gugatan di pengadilan, pihak yang wanprestasi tersebut

juga dibebani biaya perkara.43

c. Ganti Kerugian

Ada dua sebab timbulnya ganti rugi, yaitu ganti rugi karena wanprestasi dan

perbuatan melawan hukum. Ganti rugi karena wanprestasi diatur dalam Buku III

KUHPerdata, yang dimulai dari Pasal 1240 KUHPerdata sampai dengan Pasal

1252 KUHPerdata. Sedangkan ganti rugi karena perbuatan melawan hukum diatur

dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Ganti rugi karena perbuatan melawan hukum

adalah suatu bentuk ganti rugi yang dibebankan kepada orang yang telah

menimbulkan kesalahan kepada pihak yang dirugikannya. Ganti rugi itu timbul

karena adanya kesalahan, bukan karena adanya perjanjian.44

42

Ibid. 43

Ibid. 44

Ishaq, Op. Cit, hlmn., 52.

Page 23: Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Fasilitator dalam …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/2/T1... · 2016-08-29 · pencegahan dan perbaikan kesalahan serta mengenai perjanjian

23

Ganti rugi karena wanprestasi adalah suatu bentuk ganti rugi yang

dibebankan kepada debitur yang tidak memenuhi isi perjanjian yang telah dibuat

antara kreditur dan debitur. Ganti kerugian yang dapat dituntut oleh kreditur

kepada debitur adalah sebagai berikut:45

1) kerugian yang telah dideritanya, yaitu berupa penggantian biaya-biaya

dan kerugian; dan

2) keuntungan yang sedianya akan diperoleh (Pasal 1246 KUH Perdata),

ini ditujukan kepada bunga-bunga.

Yang diartikan dengan biaya-biaya, yaitu ongkos yang telah dikeluarkan

oleh kreditur untuk mengurus objek perjanjian. Kerugian adalah berkurangnya

harta kekayaaan yang disebabkan adanya kerusakan atau kerugian. Sedangkan

bunga-bunga adalah keuntungan yang akan dinikmati oleh kreditur. Penggantian

biaya-biaya, kerugian, dan bunga itu harus merupakan akibat langsung

wanprestasi dan dapat diduga pada saat sebelum terjadinya perjanjian.46

Di dalam Pasal 1249 KUHPerdata, ditentukan bahwa penggantian kerugian

yang disebabkan wanprestasi hanya disebutkan dalam bentuk uang, namun dalam

perkembangannya menurut para ahli dan yurisprudensi, bahwa kerugian dapat

dibedakan menjadi dua macam, yaitu ganti rugi materiil, dan ganti rugi

immateriil. Kerugian materiil adalah suatu kerugian yang diderita kreditur dalam

bentuk uang/kekayaan/benda. Sedangkan kerugian immateriil adalah suatu

kerugian yang diderita oleh kreditur yang tidak bernilai uang, seperti rasa sakit,

malu, dan lain-lain.47

45

Ibid. 46

Ibid. 47

Ibid.

Page 24: Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Fasilitator dalam …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/2/T1... · 2016-08-29 · pencegahan dan perbaikan kesalahan serta mengenai perjanjian

24

3. PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP FASILITATOR PNPM

Berdasarkan hasil penelitian Penulis terhadap perjanjian kerja antara

Fasilitator PNPM dengan Pemerintah, bentuk perjanjian tersebut merupakan

bentuk perjanjian untuk melakukan suatu jasa tertentu, yang mana satu pihak

menghendaki dari pihak lawannya dilakukannya suatu pekerjaan untuk mencapai

suatu tujuan, dimana ia bersedia membayar upah, sedangkan apa yang akan

dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut diserahkan kepada pihak lawan itu, dan

yang menjadi pihak lawan tersebut merupakan seorang ahli dalam melakukan

suatu pekerjaan. Bentuk perjanjian tersebut harus sesuai dengan ketentuan

perjanjian kerja yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

3.1 Ketentuan dalam Perjanjian antara Fasilitator PNPM dengan

Pemerintah

Umum diketahui, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Sejalan dengan

ketentuan tersebut, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan,

kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus senantiasa berdasarkan

atas hukum.

Eksistensi perjanjian sebagai salah satu sumber perikatan dapat kita temui

landasannya pada ketentuan Pasal 1233 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

yang menyatakan bahwa, “Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena

persetujuan, baik karena undang-undang”. Ketentuan tersebut dipertegas lagi

dengan rumusan ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

yang menyatakan bahwa, “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana

Page 25: Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Fasilitator dalam …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/2/T1... · 2016-08-29 · pencegahan dan perbaikan kesalahan serta mengenai perjanjian

25

1 (satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap 1 (satu) orang lain atau

lebih”. Pasal tersebut secara tegas telah menjelaskan bahwa perjanjian melahirkan

perikatan. Dengan kata lain, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan

bahwa tidak ada suatu perikatan yang berasal dari luar perjanjian dan karena hal-

hal yang telah ditetapkan oleh undang-undang. Perikatan melahirkan hak dan

kewajiban bagi pihak-pihak yang membuat perjanjian. Dengan membuat

perjanjian, pihak yang mengadakan perjanjian, secara sukarela telah mengikatkan

diri untuk menyerahkan sesuatu, berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat

sesuatu. Dengan sifat sukarela, perjanjian harus lahir dari kehendak dan harus

dilaksanakan sesuai dengan maksud dari pihak yang membuat perjanjian.48

Secara ringkas Penulis akan menjelaskan isi perjanjian kerja yang berjudul

“SURAT PERJANJIAN KERJA FASILITATOR TEKNIK KECAMATAN”

tersebut sebagai berikut:

1) Pasal 1 tentang Ketentuan Umum. Berisi tentang penjelasan mengenai

hubungan hukum antara PIHAK PERTAMA (Kepala Badan Pemberdayaan

Masyarakat dan Desa Provinsi Jawa Tengah selaku Kuasa Pengguna Anggaran

pada Program Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa, yang bertindak

untuk dan atas nama Satuan Kerja Perangkat Daerah Badan Pemberdayan

Masyarakat dan Desa Provinsi Jawa Tengah) dengan PIHAK KEDUA (Pekerja

Fasilitator, yang bertindak untuk dan atas nama diri sendiri). Pasal ini berisi 2

(dua) ayat.

2) Pasal 2 tentang Hubungan Kerja dan Jangka Waktu Ikatan Kerja. Pasal

yang di dalamnya terdapat 7 (tujuh) ayat ini mengatur mengenai:

48

Ibid., hlmn., 56.

Page 26: Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Fasilitator dalam …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/2/T1... · 2016-08-29 · pencegahan dan perbaikan kesalahan serta mengenai perjanjian

26

a. Pemberian tugas dari PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA sesuai

dengan bidang dan keahliannya sebagaimana dimaksud dalam Kerangka Acuan

atau Terms of Reference (TOR), dan PIHAK KEDUA menjabarkannya dalam

Rencana Kerja (RK), serta untuk bertindak sebagai Fasilitator Teknik Kecamatan

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (FT PNPM-MP)

di lokasi tugas, yang ditetapkan dalam Surat Perintah Tugas (SPT) oleh PIHAK

PERTAMA;

b. Perpanjangan dan pemersingkat perjanjian kerja tersebut;

c. Dimana lokasi PIHAK KEDUA wajib tinggal, termasuk perubahannya;

d. Kewajiban bagi PIHAK KEDUA untuk tidak diperkenankan mengadakan

ikatan kerja dengan pihak lain, baik secara langsung maupun tidak langsung; dan

e. Kewajiban bagi PIHAK KEDUA untuk bekerja penuh waktu, dengan jumlah

waktu kerja minimal 8 jam per hari dan 6 hari per minggu.

3) Pasal 3 tentang Kewajiban dan Tanggung Jawab. Pasal yang di dalamnya

terdapat 9 (sembilan) ayat ini mengatur mengenai:

a. PIHAK KEDUA harus mengikuti dan melaksanakan: Kerangka Acuan atau

Terms of Reference (TOR), Pedoman Umum (Pedum), Petunjuk Pelaksanaan

(Juklak), Petunjuk Teknis Operasional (PTO) PNPM-MP termasuk Kode Etik

Fasilitator dan Konsultan PNPM-MP, Standar Operasional Prosedur (SOP),

dokumen-dokumen rujukan lain, surat perintah atau bentuk surat lainnya yang

diterbitkan oleh atau dari PIHAK KEDUA;

b. PIHAK KEDUA harus melaksanakan tugas dengan segala kemampuan,

keahlian, dan pengalaman yang dimilikinya;

Page 27: Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Fasilitator dalam …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/2/T1... · 2016-08-29 · pencegahan dan perbaikan kesalahan serta mengenai perjanjian

27

c. Kewajiban PIHAK KEDUA untuk menyusun laporan khusus atau tugas

perbantuan, dan tidak diperkenankan untuk menyerahkan tugas-tugas tersebut

kepada pihak lain;

d. PIHAK KEDUA menanggung segala tanggung jawab atas segala tugas-tugas

yang diberikan oleh PIHAK PERTAMA; serta

e. Tugas-tugas teknis lain yang diberikan oleh PIHAK PERTAMA.

4) Pasal 4 tentang Balas Jasa dan Cara Pembayarannya. Pasal yang di

dalamnya terdapat 7 (tujuh) ayat ini mengatur mengenai:

a. PIHAK KEDUA akan menerima imbalan balas jasa berupa honorarium dan

tunjangan operasional secara lumpsum49

untuk perumahan, komunikasi, dan

operasional kantor. Selain itu, PIHAK KEDUA juga mendapatkan tunjangan

biaya transportasi lokasi sesuai dengan kategori lokasi yang telah ditetapkan.

PIHAK KEDUA juga mendapatkan tunjangan asuransi kecelakaan dan kesehatan

selama masa kontrak. PIHAK KEDUA juga mendapatkan perjalanan dinas dan

OSA untuk menghadiri rapat koordinasi setiap bulan. Dan biaya perjalanan dinas

pun akan didapatkan PIHAK KEDUA. Sedangkan tunjangan hari raya dan

tunjangan kompensasi cuti, tidak diperoleh PIHAK KEDUA;

b. Honorarium dan tunjangan akan dibayarkan pada setiap tanggal 1-10 (satu

sampai sepuluh) awal bulan berikutnya, dengan catatan tidak adanya

keterlambatan PIHAK KEDUA dalam penyusunan laporan dan pengiriman

seluruh data pendukung bulan sebelumnya;50

49

Kecuali pada bulan pertama bertugas dan bulan terakhir penugasan, maka besaran

honorarium akan diperhitungkan sesuai dengan jumlah hari bertugas. 50

Tetapi dalam pelaksanaannya, justru pemerintah sendiri yang terlambat memberikan

upah. Padahal, menurut Pasal 95 ayat (2) UU Ketenagakerjaan, pemberi kerja yang karena

kesengajaan atau kelalaiannya mengakibatkan keterlambatan pembayaran upah, dikenakan denda

sesuai dengan persentase tertentu dari upah pekerja.

Page 28: Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Fasilitator dalam …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/2/T1... · 2016-08-29 · pencegahan dan perbaikan kesalahan serta mengenai perjanjian

28

c. Pembayaran honorarium dan tunjangan operasional dilakukan secara langsung

oleh PIHAK PERTAMA ke rekening individu masing-masing;

d. Pajak Penghasilan PIHAK KEDUA dan/atau pajak-pajak lain akan ditanggung

dan dibayar sendiri oleh PIHAK KEDUA;51

dan

e. Cuti kerja berhak didapatkan oleh PIHAK KEDUA dengan ketentuan: 1). Cuti

tahunan sebanyak 12 (dua belas) hari kerja setelah PIHAK KEDUA bekerja

selama12 (dua belas) bulan secara terus-menerus; 2). Cuti bersama yang

ditetapkan oleh pemerintah pusat yang diberikan kepada yang sudah mempunyai

hak cuti tahunan. Cuti bersama mengurangi hak cuti tahunan; dan 3). Cuti

melahirkan selama maksimal 3 (tiga) bulan berturut-turut.

5) Pasal 5 tentang Penyelesaian Perselisihan. Jika terjadi perselisihan antara

kedua belah pihak, pada dasarnya akan diselesaikan secara musyawarah. Apabila

dengan cara musyawarah tidak dapat diselesaikan, maka kedua belah pihak akan

menyelesaikan melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) di Jakarta.52

Apabila masih tidak dapat diselesaikan, maka kedua belah pihak akan

menyelesaikan melalui Pengadilan Negeri Provinsi Jawa Tengah. Menurut Pasal

136 UU Ketenagakerjaan, jika terdapat perselisihan hubungan kerja, maka akan

diselesaikan melalui Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

6) Pasal 6 tentang Pemutusan Perjanjian Kerja53

atau Hubungan Kerja.

PIHAK PERTAMA wajib memberitahukan kepada PIHAK KEDUA selambat-

51

Menurut Pasal 88 ayat (3) huruf k UU Ketenagakerjaan, upah untuk penghitungan

pajak penghasilan adalah hak yang diperoleh pekerja guna memenuhi penghidupan yang layak

bagi kemanusiaan, dan hak ini ditetapkan pemerintah untuk melindungi pekerja. 52

Rezim arbitrase tidak dikenal dalam UU Ketenagakerjaan. 53

Dalam Perjanjian Kerja antara Fasilitator dengan Pemerintah ini, tidak terdapat

klausul mengenai berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja. Lihat Pasal 61 huruf b UU

Ketenagakerjaan.

Page 29: Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Fasilitator dalam …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/2/T1... · 2016-08-29 · pencegahan dan perbaikan kesalahan serta mengenai perjanjian

29

lambatnya 1 (satu) bulan sebelumnya dalam hal PHK. PIHAK PERTAMA dapat

membatalkan secara sepihak Perjanjian Kerja dengan PIHAK KEDUA apabila:54

a. PIHAK KEDUA meninggal dunia;

b. PIHAK KEDUA atas permintaan sendiri memutuskan hubungan kerja;

c. PIHAK KEDUA menderita sakit tetap yang berakibat tidak mungkin

melaksanakan pekerjaan;

d. PIHAK KEDUA mangkir selama 10 (sepuluh) hari kerja berturut-turut atau 20

(dua puluh) hari kerja dalam satu tahun;

e. PIHAK KEDUA tidak memenuhi pelaksanaan tugas yang telah disahkan oleh

atasan;

f. PIHAK KEDUA tidak memenuhi standar nilai evaluasi kinerja reguler;

g. Adanya kebijaksanaan pemerintah yang menyebabkan batalnya dan/atau

berkurangnya kemampuan dana dan/atau terganggunya pelaksanaan PNPM-MP;

h. PIHAK KEDUA tidak menunjukkan kemampuan dalam pelaksanaan tugas dan

tanggung jawabnya;

i. PIHAK KEDUA dinyatakan pernah dan terbukti melakukan pelanggaran Kode

Etik Fasilitator; dan

j. PIHAK KEDUA melakukan pelanggaran Kode Etik Fasilitator atau menjalani

pemeriksaan Kepolisian sebagai tersangka akibat dari penyimpangan, kelalaian,

atau tindakan kejahatan, serta pelanggaran hukum terkait PNPM-MP atau lainnya.

PIHAK KEDUA dapat mengajukan surat pemutusan perjanjian kerja

secara sepihak dalam hal: Apabila PIHAK PERTAMA tidak melakukan

kewajiban balas jasa, serta tidak memberikan dukungan administrasi yang

54

Pada dasarnya, sesuai dengan Pasal 55 UU Ketenagakerjaan, Perjanjian Kerja tidak

dapat ditarik kembali dan/atau diubah, kecuali atas persetujuan para pihak.

Page 30: Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Fasilitator dalam …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/2/T1... · 2016-08-29 · pencegahan dan perbaikan kesalahan serta mengenai perjanjian

30

diperlukan PIHAK KEDUA, dan PIHAK KEDUA telah melakukan klarifikasi

dengan PIHAK PERTAMA secara tertulis.

7) Pasal 7 tentang Berakhirnya Hubungan Kerja. Dengan berakhirnya

hubungan kerja, maka:

a. PIHAK KEDUA tidak akan mendapatkan uang pesangon55

dan status

kepegawaian dari PIHAK PERTAMA; dan

b. PIHAK KEDUA wajib menyerahkan seluruh tugas, wewenang, dan tanggung

jawabnya kepada PIHAK PERTAMA atau pihak lain yang ditunjuknya.

8) Pasal 8 soal adanya Lampiran, dan

9) Pasal 9 Penutup.

Jika disimak secara teliti, suatu Perjanjian Kerja seharusnya menurut Pasal

56 UU Ketenagakerjaan dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak

tertentu, tetapi dalam Perjanjian Kerja antara Fasilitator PNPM dengan

Pemerintah klausul yang menyatakan ketentuan mengenai waktu tersebut tidak

ada.

3.2. Pelaksanaan Perjanjian antara Fasilitator PNPM dengan Pemerintah

Jika melihat adanya keterlambatan pembayaran gaji oleh Pihak Pertama

tersebut, pada hakikatnya telah terjadi cidera janji atau wanprestasi. Menurut

pendapat M. Yahya Harahap, yang dimaksud dengan wanprestasi dalam suatu

perjanjian adalah, “pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau

dilakukan tidak menurut selayaknya.”56

55

Menurut Pasal 88 ayat (3) huruf j UU Ketenagakerjaan, uang pesangon adalah hak

yang diperoleh pekerja guna memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, dan hak ini

ditetapkan pemerintah untuk melindungi pekerja. 56

Dalam Ahmadi Miru, Op. Cit., hlmn., 368.

Page 31: Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Fasilitator dalam …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/2/T1... · 2016-08-29 · pencegahan dan perbaikan kesalahan serta mengenai perjanjian

31

Kata “tidak tepat pada waktunya dan kata tidak layak“ apabila dihubungkan

dengan kewajibannya merupakan perbuatan melanggar hukum, Pihak Pertama

sebagian atau secara keseluruhan tidak menepati ataupun berbuat sesuatu yang

tidak sesuai dengan isi perjanjian yang telah disepakati bersama. Dalam keadaan

normal, perjanjian dapat dilaksanakan sebagaimanamestinya tanpa gangguan

ataupun halangan, tetapi pada waktu tertentu, yang tidak dapat diduga oleh para

pihak, muncul halangan, sehingga pelaksanaan perjanjian tidak dapat

dilaksanakan dengan baik. Faktor penyebab terjadinya wanprestasi oleh Abdul

Kadir Muhammad diklasifikasikan menjadi dua faktor, yaitu faktor dari luar dan

faktor dari dalam diri para pihak. Faktor dari luar menurut Abdul Kadir

Muhammad adalah, “peristiwa yang diharapkan terjadi dan tidak dapat diduga

akan terjadi ketika perjanjian dibuat”. Sedangkan faktor dari dalam manusia/para

pihak merupakan, “kesalahan yang timbul dari diri para pihak, baik kesalahan

tersebut yang dilakukan dengan sengaja atau kelalaian pihak itu sendiri, dan

para pihak sebelumnya telah mengetahui akibat yang timbul dari perbuatannya

tersebut.”57

Hal kelalaian atau wanprestasi pada pihak dalam perjanjian ini harus

dinyatakan terlebih secara resmi, yaitu dengan memperingatkan kepada pihak

yang lalai bahwa Pihak Kedua menghendaki pemenuhan prestasi oleh Pihak

Pertama. Menurut undang-undang peringatan tersebut harus dinyatakan tertulis,

namun sekarang sudah dilazimkan bahwa peringatan itu pula dapat dilakukan

secara lisan asalkan cukup tegas menyatakan desakan agar segera memenuhi

prestasinya terhadap perjanjian mereka perbuat.58

57

Ibid. 58

Ibid., hlmn., 369.

Page 32: Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Fasilitator dalam …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/2/T1... · 2016-08-29 · pencegahan dan perbaikan kesalahan serta mengenai perjanjian

32

Peringatan tersebut dapat dinyatakan pernyataan lalai yang diberikan oleh

pihak kreditur kepada pihak debitur. Pernyatan lalai oleh J. Satrio, memperinci

pernyataan lalai tersebut dalam beberapa bentuk, yaitu: Berbentuk surat perintah

atau akta lain yang sejenis.59

Berdasarkan kekuatan perjanjian itu sendiri, apabila dalam surat perjanjian

telah ditetapkan ketentuan debitur dianggap bersalah jika satu kali saja dia

melewati batas waktu yang diperjanjikan. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong

Pihak Pertama untuk tepat waktu dalam melaksanakan kewajiban dan sekaligus

juga menghindari proses dan prosedur atas adanya wanprestasi dalam jangka

waktu yang panjang. Dengan adanya penegasan seperti ini dalam perjanjian, tanpa

teguran kelalaian, dengan sendirinya Pihak Pertama sudah dapat dinyatakan lalai,

bila ia tidak menempati waktu dan pelaksanaan prestasi sebagaimanamestinya.

Jika teguran kelalaian sudah dilakukan, barulah menyusul peringatan

(aanmaning) dan bisa juga disebut dengan “somasi”. Dalam somasi inilah Pihak

Kedua (Fasilitator) menyatakan segala haknya atas penuntutan prestasi kepada

Pihak Pertama (Pemerintah). Jadi, dengan adanya pernyataan lalai yang diberikan

oleh Pihak Pertama kepada Pihak Kedua, maka menyebabkan Pihak Kedua dalam

keadaan wanprestasi, bila ia tidak mengindahkan pernyataan lalai tersebut.

Pernyataan lalai sangat diperlukan karena akibat wanprestasi tersebut adalah

sangat besar, baik bagi kepentingan Pihak Pertama maupun Pihak Kedua. Dalam

perjanjian biasanya telah ditentukan di dalam isi perjanjian itu sendiri, hak dan

kewajiban para pihak serta sanksi yang ditetapkan apabila Pihak Pertama tidak

menepati waktu atau pelaksanaan perjanjian.

59

Ibid.

Page 33: Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Fasilitator dalam …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/2/T1... · 2016-08-29 · pencegahan dan perbaikan kesalahan serta mengenai perjanjian

33

Dalam Pasal 1319 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan

bahwa, “Semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus, maupun yang

tidak terkenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan-peraturan

umum, yang termuat di dalam bab ini dan bab yang lalu”. Pasal tersebut

menjelaskan 2 (dua) jenis perjanjian, yaitu:

1) Perjanjian yang dikenal dengan suatu nama khusus, yaitu perjanjian yang

diatur secara khusus di dalam undang-undang dan diberi nama resmi di

dalam undang-undang, atau disebut juga dengan perjanjian khusus. Yang

termasuk perjanjian khusus ialah:

a) Perjanjian jual beli,

b) Perjanjian tukar menukar,

c) Perjanjian sewa menyewa,

d) Perjanjian untuk melakukan pekerjaan,

e) Perjanjian persekutuan,

f) Perjanjian perkumpulan,

g) Perjanjian hibah,

h) Perjanjian penitipan barang,

i) Perjanjian pinjam pakai,

j) Perjanjian pinjam meminjam,

k) Perjanjian bunga tetap atau bunga abadi,

l) Perjanjian untung-untungan,

m) Perjanjian pemberian kuasa,

n) Perjanjian penanggungan, dan

o) Perjanjian perdamaian.

Page 34: Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Fasilitator dalam …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/2/T1... · 2016-08-29 · pencegahan dan perbaikan kesalahan serta mengenai perjanjian

34

2) Perjanjian tidak bernama (innominat contract), yaitu perjanjian yang tidak

diatur dalam undang-undang tetapi terdapat dalam masyarakat. Perjanjian

ini tidak terbatas dan nama yang disesuaikan dengan kebutuhan para pihak.

Contohnya adalah:

a) Perjanjian kerjasama,

b) Perjanjian pemasaran, dan

c) Perjanjian pengolahan.

Berdasarkan sifatnya secara mendasar, Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata membedakan perjanjian menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu sebagai berikut:60

1) Perjanjian konsensuil adalah perjanjian yang dianggap sah apabila telah

terjadi kesepakatan antara pihak yang membuat perjanjian,

2) Perjanjian riil adalah perjanjian yang memerlukan kata sepakat tetapi

barangnya harus diserahkan, dan

3) Perjanjian formal adalah perjanjian yang memerlukan kata sepakat tetapi

undang-undang mengharuskan perjanjian tersebut dibuat oleh pejabat umum

Notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Menurut Subekti, dalam hal perjanjian untuk melakukan suatu pekerjaan,

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata membedakannya menjadi 3 (tiga) macam,

yaitu:61

a) Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu, yang mana suatu pihak

menghendaki dari pihak-lawannya dilakukannya suatu pekerjaan untuk

mencapai sesuatu tujuan, untuk mana ia bersedia membayar upah,

sedangkan apa yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut sama

60

Ibid. 61

Subekti, Op. Cit., hlmn., 57.

Page 35: Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Fasilitator dalam …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/2/T1... · 2016-08-29 · pencegahan dan perbaikan kesalahan serta mengenai perjanjian

35

sekali terserah kepada pihak-lawan itu. Biasanya pihak lawan ini adalah

seorang ahli dalam melakukan suatu pekerjaan tertentu dan biasanya ia juga

sudah memasang tarif untuk jasanya. Contohnya, hubungan antara dokter

dan pasien;

b) Perjanjian Kerja/Perburuhan dimana yang dimaksudkan dengan jenis ini

adalah perjanjian antara seorang “buruh” dengan seorang “majikan” yang

ditandai dengan adanya suatu upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan, dan

adanya “hubungan diperatas” (bahasa Belanda “dienstverhouding”), yaitu

suatu hubungan berdasarkan mana pihak yang satu (majikan) berhak

memberikan perintah yang harus ditaati oleh yang lainnya; dan

c) Perjanjian Pemborongan Pekerjaan adalah suatu perjanjian antara seorang

(pihak yang memborongkan pekerjaan) dengan seorang lain (pihak yang

memborong pekerjaan), dimana pihak yang pertama menghendaki suatu

hasil pekerjaan yang disanggupi oleh pihak lawan, atas pembayaran suatu

jumlah uang sebagai harga pemborongan.

Perjanjian kerja ialah suatu perjanjian dimana seseorang mengikatkan diri

untuk bekerja pada orang lain dengan menerima imbalan berupa upah sesuai

dengan syarat-syarat yang dijanjikan atau disetujui bersama. Prinsip yang

menonjol dalam perjanjian kerja, yaitu adanya keterikatan seseorang

(pekerja/buruh) kepada orang lain (pengusaha) untuk bekerja dibawah perintah

dengan menerima upah. Jadi, bila seseorang telah mengikatkan diri dalam suatu

perjanjian kerja, berarti ia secara pribadi otomatis harus bersedia bekerja dibawah

Page 36: Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Fasilitator dalam …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/2/T1... · 2016-08-29 · pencegahan dan perbaikan kesalahan serta mengenai perjanjian

36

perintah orang lain. Hal ini yang disebut ahli hukum sebagai “hubungan

diperatas”.62

Menurut Manullang, tidak ada 1 (satu) pun peraturan yang mengikat bentuk

dan isi perjanjian, karena dijamin dengan “asas kebebasan berkontrak”, yakni

suatu asas yang menyatakan bahwa setiap orang pada dasarnya boleh membuat

kontrak (perjanjian) yang berisi berbagai macam perjanjian asal tidak

bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Asas

kebebasan berkontrak tersebut dituangkan dalam Pasal 1338 ayat (1) Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata, dengan memperhatikan Pasal 1320, Pasal 1335,

dan Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.63

Perjanjian kerja antara fasilitator PNPM dengan pemerintah seharusnya

mengacu dan/atau tunduk kepada KUHPerdata sebagai lex generalis, dan pula

tunduk kepada UU Ketenagakerjaan sebagai lex spesialis dari KUHPerdata. Tidak

boleh ada peraturan yang bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, hukum

mengatakan demikian. Jadi, dengan kata lain perjanjian kerja tersebut harus

masuk dan tunduk pada KUHPerdata dan UU Ketenagakerjaan.

Secara normatif, perjanjian kerja bentuk tertulis64

menjamin kepastian hak

dan kewajiban para pihak, sehingga jika terjadi perselisihan akan sangat

membantu proses pembuktian. Namun tidak dapat dipungkiri masih banyak

perusahaan-perusahaan yang tidak atau belum membuat perjanjian kerja secara

tertulis disebabkan karena ketidakmampuan sumber daya manusia maupun karena

62

Ibid. 63

Dalam Ahmadi Miru, Op. Cit., hlmn., 370. 64

Perjanjian kerja dapat dibuat dalam bentuk lisan dan/atau tertulis (Pasal 51 ayat (1)

Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan).

Page 37: Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Fasilitator dalam …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/2/T1... · 2016-08-29 · pencegahan dan perbaikan kesalahan serta mengenai perjanjian

37

kelaziman, sehingga atas dasar kepercayaan membuat perjanjian kerja secara

lisan.

Pasal 54 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

menyebutkan bahwa perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang-

kurangnya memuat:

a) Nama, alamat perusahaan, dan jenis perusahaan;

b) Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;

c) Jabatan atau jenis pekerjaan;

d) Tempat pekerjaan;

e) Besarnya upah dan cara pembayarannya;

f) Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan

pekerja/buruh;

g) Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;

h) Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan

i) Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

Berdasarkan jangka waktu (sementara atau terus-menerus) dan jenis suatu

pekerjaan (berulang-ulang atau selesainya suatu pekerjaan tertentu), hubungan

kerja dapat dibuat dalam suatu perjanjian kerja yang dibagi menjadi 2 (dua)

macam, yaitu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja

Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).65

Dalam Pasal 1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik

Indonesia Nomor Kep.100/Men/VI/2004 Tahun 2004 tentang Ketentuan

Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, yang dimaksud dengan perjanjian

65

Perjanjian kerja jenis ini tidak Penulis bahas dalam skripsi Penulis.

Page 38: Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Fasilitator dalam …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/2/T1... · 2016-08-29 · pencegahan dan perbaikan kesalahan serta mengenai perjanjian

38

kerja tertentu adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha untuk

mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu.

Perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tertentu harus dibuat secara

tertulis sesuai dengan Pasal 57 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan. Ketentuan ini dimaksudkan untuk lebih menjamin atau

menjaga hal-hal yang tidak diinginkan sehubungan dengan berakhirnya perjanjian

kerja.

Syarat kerja dan ketentuan yang memuat hak dan kewajiban antara pemberi

kerja dan pekerja/buruh yang diperjanjikan dalam PKWT, dipersyaratkan tidak

boleh lebih rendah dari ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang

berlaku.66

Yang dimaksud dengan tidak boleh lebih rendah atau bertentangan

dengan peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, dan peraturan perundang-

undangan yang berlaku adalah apabila di perusahaan telah ada peraturan

perusahaan atau perjanjian kerja bersama, isi perjanjian kerja baik kualitas

maupun kuantitas tidak boleh lebih rendah dari peraturan perusahaan atau

perjanjian kerja bersama di perusahaan yang bersangkutan.

Sesuai ketentuan Pasal 56 sampai dengan Pasal 59 Undang-Undang Nomor

13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pembuatan perjanjian kerja waktu

tertentu harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

(a) Didasarkan atas jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu,

(b) Harus dibuat secara tertulis dengan menggunakan bahasa Indonesia,

(c) Tidak boleh ada masa percobaan,

66

Pasal 2 Kep.100/Men/VI/2004 jo. Pasal 54 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan.

Page 39: Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Fasilitator dalam …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/2/T1... · 2016-08-29 · pencegahan dan perbaikan kesalahan serta mengenai perjanjian

39

(d) Hanya dapat dibuat untuk pekerjaan yang menurut jenis dan sifat atau

kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, dan

(e) Tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.

Sedangkan apa yang dimaksud dengan pekerjaan yang bersifat tetap67

adalah pekerjaan yang sifatnya terus-menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi

waktu dan merupakan bagian dari suatu proses produksi dalam suatu perusahaan

atau pekerjaan yang bukan musiman. Adapun yang dimaksud dengan pekerjaan

yang bukan musiman adalah pekerjaan yang tidak bergantung pada cuaca atau

suatu kondisi tertentu. Apabila pekerjaan itu merupakan pekerjaan yang terus-

menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu, dan merupakan bagian dari

suatu proses produksi, tetapi bergantung pada cuaca atau pekerjaan itu dibutuhkan

karena adanya suatu kondisi tertentu, pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan

musiman yang tidak termasuk pekerjaan tetap, sehingga dapat menjadi objek

perjanjian kerja waktu tertentu.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia

Nomor Kep.100/Men/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja

Waktu Tertentu membedakan perjanjian kerja waktu tertentu menjadi 4 (empat)

bagian, yaitu:

a. Perjanjian kerja waktu tertentu untuk pekerjaan yang sekali selesai atau

sementara sifatnya yang penyelesaiannya paling lama 3 (tiga) tahun, yang

dimaksud adalah perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas

selesainya suatu pekerjaan tertentu dan dibuat untuk waktu paling lama 3

(tiga) tahun sesuai dengan ketentuan Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) Keputusan

67

Pasal 59 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Page 40: Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Fasilitator dalam …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/2/T1... · 2016-08-29 · pencegahan dan perbaikan kesalahan serta mengenai perjanjian

40

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep.100/Men/VI/2004

tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. Dalam hal

perjanjian kerja waktu tertentu dibuat berdasarkan selesainya pekerjaan

tertentu namun karena kondisi tertentu, pekerjaan tersebut belum dapat

diselesaikan, maka dapat dilakukan pembaharuan perjanjian kerja waktu

tertentu yang dilakukan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga

puluh) hari setelah berakhirnya perjanjian kerja. Selama masa tenggang

waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut, tidak boleh ada hubungan kerja antara

pekerja/buruh dan pengusaha, sesuai dengan Pasal 3 ayat (7) Keputusan

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep.100/Men/VI/2004

tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.

b. Perjanjian kerja waktu tertentu untuk pekerjaan yang bersifat musiman,

yang dimaksud adalah pekerjaan yang pelaksanaannya bergantung kepada

musim atau cuaca dan hanya dapat dilakukan untuk satu jenis pekerjaan

pada musim tertentu, sesuai ketentuan Pasal 4 Keputusan Menteri Tenaga

Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep.100/Men/VI/2004 tentang Ketentuan

Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. Pekerjaan-pekerjaan yang

harus dilakukan untuk memenuhi pesanan atau target tertentu dapat

dilakukan dengan perjanjian kerja waktu tertentu sebagai pekerjaan

musiman dan hanya diberlakukan untuk pekerja/buruh yang melakukan

pekerjaan tambahan. Perjanjian kerja waktu tertentu untuk pekerjaan yang

bersifat musiman ini tidak dapat dilakukan pembaharuan.68

68

Pasal 7 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor

Kep.100/Men/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.

Page 41: Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Fasilitator dalam …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/2/T1... · 2016-08-29 · pencegahan dan perbaikan kesalahan serta mengenai perjanjian

41

c. Perjanjian kerja waktu tertentu yang berhubungan dengan produk baru.

Perjanjian kerja waktu tertentu dapat dilakukan untuk pekerjaan yang

berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan

yang masih dalam percobaan atau penjajakan. Perjanjian kerja waktu

tertentu untuk pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru hanya dapat

dilakukan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun dan dapat

diperpanjang satu kali paling lama 1 (satu) tahun tetapi tidak dapat

dilakukan pembaharuan. Perjanjian kerja waktu tertentu untuk pekerjaan

yang berhubungan dengan produk baru hanya dapat diberlakukan bagi

pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan di luar kegiatan atau di luar

pekerjaan yang biasa dilakukan perusahaan.69

d. Perjanjian kerja harian lepas, perjanjian ini mengenai pekerjaan-pekerjaan

tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta

upah didasarkan pada kehadiran, sesuai dengan ketentuan Pasal 10 ayat (1)

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor

Kep.100/Men/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja

Waktu Tertentu. Perjanjian kerja harian lepas harus memenuhi ketentuan

bahwa pekerja/buruh bekerja kurang dari 21 hari dalam 1 bulan. Mengenai

pekerja/buruh yang bekerja selama 21 hari atau lebih selama 3 bulan

berturut-turut atau lebih, maka perjanjian kerja harian lepas berubah

menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang sesuai dengan ketentuan

Pasal 10 ayat (2) dan ayat (3) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan

69

Pasal 9 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor

Kep.100/Men/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.

Page 42: Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Fasilitator dalam …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/2/T1... · 2016-08-29 · pencegahan dan perbaikan kesalahan serta mengenai perjanjian

42

Transmigrasi Nomor Kep.100/Men/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.