Upload
helnida-zaini-kaderi
View
37
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
BBGGFDD
Citation preview
PERDARAHAN PADA SEMESTER IDAN PERDARAHAN ANTEPARTUM
NAMA : BELLA SINTIANIM : Po.62.24.2.13.102KELAS : KEBIDANAN REGULER XVA
POLITEKNIK KESEHATAN PALANGKA RAYATAHUN 2015
1
ABORTUS
1. Definisi
Abortus didefinisikan sebagai keluarnya hasil konsepsi sebelum mampu
hidup di luar kandungan dengan berat badan kurang dari 1.000 gram atau umur
kehamilan kurang dari 28 Minggu (manuaba, 1998 : 214).
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu)
atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 Minggu atau buah kehamilan belum
mampu untuk hidup di luar kandungan (Sarwono, 2006).
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu)
pada waktu sebelum kehamilan tersebut berusia 22 Minggu atau buah kehamilan
belum mampu hidup di luar kandungan (Ilmu Kebidanan, 2006).
Klasifikasi Abortus, yaitu :
a. Abortus spontan yaitu abortus yang terjadi tidak didahului faktor-faktor
mekanik ataupun medisinalis, semata-mata disebabkan oleh faktor alamiah.
b. Abortus Provokatus, yakni Abortus yang disengaja, baik dengan obat-obatan
maupun alat-alat Abortus.
2. Etiologi
a. Faktor dari ibu :
- Kelainan endokrin (hormonal) misalnya kekurangan tiroid, kencing manis.
- Faktor kekebalan (imunologi) misalnya penyakit lupus, anti phospolipid
syndrom.
- Infeksi, akibat beberapa virus seperti cacar air, campak, toksoplasma,
herpes, kiamidia.
- Kelemahan otot leher rahim, diabetes melitus, malnutrisi
- Kelainan bentuk rahim
- Kelainan traktus genetalia
b. Faktor janin
- Pertumbuhan zigot, embrio, plasenta
- Kelainan telur, telur kosong (bligted ovum)
- Kerusakan kromosom atau kerusakan embrio, kelainan kromosom
- Embrio dengan kelainan lokal
2
- Abnormalitas pembentukan plasenta (hipoplasi trofoblas)
3. Predisposisi
Predisposisi Abortus yaitu :
a. Usia ibu yang lanjut
b. Riwayat obstetri/ ginekologi yang kurang baik
c. Riwayat infertilitas
d. Penyakit yang menyertai kehamilan (diabetes dan imunologi sistemik)
e. Infeksi (variola, CMV, toxoplasma)
f. Paparan dengan berbagai macam kimia (rokok, obat-obatan, alkohol dan
radiasi)
g. Trauma abdomen atau pelpis pada trimester pertama
h. Kelainan kromosom
4. Komplikasi
a. Perdarahan
b. Perforasi
c. Infeksi dan tetanus
d. Ginjal akut
e. Syok
5. Patofisiologi
Pada awal abortus terjadi pendarahan desidua basalis, diikuti nekrosis jaringan
sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing
dalam uterus, kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing
tersebut. Pada kehamilan kurang dari 8 Minggu, villi karialis belum menembus
desidua secara dalam.jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya pada
kehamilan 8 sampai 14 Minggu. Penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta
tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak pendarahan. Pada
kehamilan lebih dari 14 Minggu janin dikeluarkan lebih dulu dari plasenta. Hasil
konsepsi keluar dalam berbagai bentuk, seperti kantong kosong amnion atau
benda kecil yang tidak jelas bentuknya.
3
Janin luar mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus, maserasi atau
fetus papi raseus.
6. Penanganan
Penanganan Abortus secara umum antara lain :
a. Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum pasien, termasuk
tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan dan suhu)
b. Periksa tanda-tanda syok (pucat, berkeringat banyak, pingsan, tekanan
sistemik kurang dari 90 mmHg, nadi lebih cepat lebih dari 112 kali/menit)
c. Jika dicurigai terjadi syok, segera mulai penanganan syok. Jika tidak terlihat
tanda-tanda syok, tetap pikirkan kemungkinan tersebut saat penolong
melakukan evaluasi mengenai kondisi wanita kerena kondisinya dapat
memburuk dan cepat. Jika terjadi syok, dengan segera
d. Jika pasien dengan keadaan syok pikiran kemungkinan kehamilan ektopik
terganggu
e. Pasang infus dengan jarum besar (16 G atau lebih besar) berikan larutan
garam fisiologik atau ringer laktat dengan tetesan cepat (500 ml dalam 2 jam
pertama), kemudian setelah diketahui abortus apa yang terjadi lakukan
penanganan yang spesifik sesuai abortus yang terjadi.
f. Memperbaiki keadaan umum
g. Pemberian makanan yang sempurna
h. Anjurkan istirahat yang cukup
i. Larangan koitus dan olah raga
j. Terapi dengan hormon progesteron, vitamin, hormon tiroid dan lain-lain.
7. Tanda dan Gejala
a. Terlambat haid atau amenore kurang dari 20 Minggu
b. Perdarahan uterus pada kehamilan selama atau sebelum 20 Minggu, hasil
konsepsi masih berada dalam uterus, tanpa adanya dilatasi serviks
c. Perdarahan melalui ostinum uteri eksternum
d. Uterus membesar, sebesar tuanya kehamilan, serviks belum membuka, tes
kehamilan positif
4
e. Perdarahan implitasi biasanya sedikit warnanya merah dan cepat berhenti dan
tidak disertai mules-mules.
5
KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU (KET)
1. Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi bila sel telur dibuahi
berimplikasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uteri (ilmu kebidanan, 2002
: 323)
Kehamilan ektopik adalah implikasi dan pertumbuhan hasil konsepsi di
luar endometrium kavum uteri (kapita selekta kedokteran, 2001).
Kehamilan ektopik terganggu adalah kehamilan yang terjadi bila telur
yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uteri
(Prawirohardjo S, 2002 :323)
Kehamilan ektopik terganggu adalah kehamilan dimana setelah fertilisasi,
implantasi terjadi di luar endometrium kavum uteri (Prawiroharjo S, 1999 : 132).
Klasifikasi kehamilan ektopik, yaitu :
- Kehamilan tuba
- Kehamilan heterotipik
- Kehamilan Ovarial
- Kehamilan servikal
- Kehamilan abdominal
2. Etiologi
Kehamilan ektopik terjadi karena hambatan pada perjalanan sel telur dari
indung telur (ovarium) ke rahim (uterus). Dari beberapa faktor resiko
diperkirakan sebagai penyebab adalah :
a. Infeksi saluran telur (salpingitis) dapat menimbulkan gangguan pada motilitas
saluran telur.
b. Riwayat operasi tuba, dan infeksi pelvis
c. Cacat bawaan pada tuba seperti tuba sangat panjang
d. Kehamilan ektopik sebelumnya
e. Aborsi tuba dan pemakaian IUD
f. Kelainan zigot yaitu kelainan kromosom dan fertilisasi in vitro
6
g. Bekas radang pada tuba, disini radang menyebabkan perubahan-perubahan
pada endosalping, sehingga walaupun fertilisasi dapat terjadi, gerakan ovum
ke uterus lambat
h. Operasi plastik pada tuba
i. Abortus buatan.
3. Patofisiologi
Proses implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang terjadi di
kavum uteri. Telur di tuba karnidasi secara kalumnar atau interkolumnar. Pada
nidisi secara kolumnar telur bernidasi pada sisi jonjot endosalping.
Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan
biasanya telur mati secara dini dan direabsorbsi. Pada nidasi interkolumnar, telur
bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup maka
ovum dipisahkan dari lumen oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan
dinamakan pseudokapsularis.
Karena pembentukan desidua di tuba malahan kadang-kadang sulit dilihat
vili khorealis menembus endosalping dan masuk ke dalam otot-otot tuba dengan
merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya
tergantung dari beberapa faktor, yaitu : tempat implantasi, tebalnya dinding tuba
dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas.
Di bawah pengaruh hormon esterogen dan progesteron dari korpus luteum
graviditi dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat
berubah menjadi desidua, beberapa perubahan pada endometrium yaitu : sel
epitel membesar nukleus hipertofi, hiperkromasi, lobuler dan bentuknya ireguler
polaritas menghilang dan nukleus yang abnormal mempunyai tendonsi
menempati sel luminal, sitoplasma mengalami vakualisasi seperti buih dan dapat
juga terkadang ditemui mitosis. Perubahan endometrium secara keseluruhan
disebut sebagai reaksi arias stella.
Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi kemudian
di keluarkan secara utuh atau berkeping-keping perdarahan yang dijumpai pada
kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus disebabkan pelepasan desidua
yang degeratif. sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan
7
antara 6 sampai 10 Minggu, karena tuba bukan tempat pertumbuhan hasil
konsepsi, tidak mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus.
Beberapa kemungkinan yang mungkin terjadi adalah :
1) Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
Pada implantasi secara kolumna, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi yang kurang dan dengan mudah diresorbsi ulang
2) Abortus ke dalam lumen tuba perdarahan yang terjadi karena terbukanya
dinding pembuluh darah oleh vili korialis pada dinding tuba di tempat
implantasi dapat melepaskan mudigah dari dinding tersebut bersama-sama
dengan robeknya pseudokapsularis. Segera setelah perdarahan hubungan
antara plasenta serta membran terhadap dinding tuba terpisah bila pemisahan
sempurna, seluruh hasil konsepsi dikeluarkan melalui ujung fimbrae tuba
kavum peritonium. Dalam keadaan tersebut perdarahan berhenti dan gejala-
gejala menghilang.
3) Ruptura dinding tuba
Penyebab utama ruptura tuba adalah penembusan dinding villi korialis
keadaan lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptura tuba sering
terjadi bila ovum yang dibuahi berimplantasi padi isthmus dan biasanya
terjadi pada kehamilan muda. Sebaiknya ruptur yang terjadi secara pada pars-
intersisialis pada kehamilan lebih lanjut ruptur dapat terjadi secara spontan
atau yang disebabkan trauma ringan seperti pada koitus dan pemeriksaan
vagina.
4. Predisposisi
- Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya
- Riwayat operasi di daerah tuba dan atau tubektomi
- Riwayat penggunaan AKDR
- Infertilitas
- Riwayat inseminasi buatan atau teknologi bantuan reproduktif (assisted
reproduktive technologi / ART)
- Riwayat infeksi saluran kemih dan pelvic inflammatory disease/PID
- Merokok
- Riwayat abortus sebelumnya
8
- Riwayat Promiskuitas
- Riwayat seksio sesarea sebelumnya
5. Komplikasi
- Pada pengobatan konservatif, yaitu bila kehamilan ektapik terganggu telah
lama berlangsung (4-6 Minggu) terjadi perdarahan ulang, ini merupakan
indikasi operasi
- Infeksi
- Sterilitas
- Pecahnya tuba fallopi
- Komplikasi juga tergantung dari lokasi tumbuh berkembangnya embrio
6. Penanganan
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi dalam
tindakan demikian beberapa hal harus diperhatikan dan dipertimbangkan kondisi
penderita pada saat itu, keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi
kehamilan ektopik, kondisi anatomik rongga pelvis, kemampuan teknik bedah
mikro dokter operator, dan kemampuan teknologi fertilisasi invitro setempat.
Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi pada
kehamilan tuba, atau dapat dilakukan pembedahan konservatif dalam arti hanya
dilakukan salpingostomi atau reanastomosis tuba. Apabila kondisi penderita
buruk, misalnya dalam keadaan syok lebih baik dilakukan salpingektomia.
9
MOLA HIDATIDOSA
1. Definisi
Mola Hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh
berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan
sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan karena itu disebut juga hamil
anggur atau mata ikan (Mochtar Rustam, dkk, 1998 : 23)
Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus
korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi
villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran
yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur (Wiknjosastro, Hanifa, dkk,
2002 : 339)
2. Etiologi
Faktor penyebabnya belum pasti diketahui, namun faktor penyebabnya :
- Faktor ovum, dan paritas tinggi
- Imunoselektif dari trofoblast
- Keadaan sosio-ekonomi yang rendah
- Kekurangan protein dan asam folat, infeksi virus dan faktor kromosom yang
belum jelas
- Kekurangan gizi pada ibu hamil
- Kelainan rahim
- Wanita dengan usia di bawah 20 tahun atau di atas 40 tahun
3. Predisposisi
- Usia kehamilan terlalu muda atau terlalu tua
- Riwayat kehamilan mola sebelumnya
- Beberapa penelitian menunjukan penggunaan kontraseptif oral
- Gizi kurang
- Faktor genetik
10
4. Komplikasi
- Perdarahan yang hebat sampai syok, kalau tidak segera di tolong akan
berakibat fatal
- Perdarahan yang berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia
- Infeksi sekunder
- Perforasi karena keganasan dan karena tindakan
5. Patofisiologi
Hamil anggur atau Mola Hidatidosa dapat terjadi karena tidak adanya buah
kehamilan (agenesis) kelainan substansi kromosom (kromatin) seks atau adanya
perubahan (degenerasi) sistem aliran darah terhadap buah kehamilan, pada usia
kehamilan Minggu ke-3 sampai Minggu ke-4. Aliran sirkulasi darah yang terus
berlangsung tanpa bakal janin, akibatnya terjadi peningkatan produksi cairan sel
trofoblas (bagian tepi sel telur yang telah dibuahi), terbentuk jaringan permukaan-
permukaan membran (villi) yang bersi cairan jernih yang membesar dan tumbuh
terus, gambarannya seperti gerombolan buah anggur (Mola Hidatidosa).
6. Penanganan
a. Terapi
b. Perbaikan keadaan umum
c. Tranfusi darah bila ada anemia (Hb 8 gr% atau kurang)
d. Koreksi dehidrasi
e. Histerektomi abdominal
f. Antibiotika
g. Selalu lakukan pemeriksaan histologi
h. Kuretase isap
i. Program lanjut setelah evaluasi suatu kehamilan mola pasien diamati dengan
seksama terhadap serangkaian (HLG).
PERDARAHAN ANTEPARTUM
11
PLASENTA PREVIA
1. Definisi
Plasenta previa adalah plasenta ada di depan jalan lahir (prae = didepan
vias: janin). Jadi yang dimaksud dengan Plasenta previa adalah implantasinya
tidak normal ialah rendah sekali sehingga menutupi seluruh atau sebagian ostium
internum. Implantasi plasenta yang normal adalah pada dinding di depan atau
dinding belakang rahim di daerah fundus uteri (Winkjosastro, 1999).
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen
bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan
lahir (FKUI, 2000).
Plasenta previa merupakan implantasi plasenta di bagian bawah sehingga
menutupi ostium uteri internum, serta menimbulkan perdarahan saat
pembentukan segmen bawah rahim (cunningham, 2006).
Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada
tampak abnormal yakni pada segmen bawah rahim, sehingga menutupi sebagian
atau seluruh pembukaan jalan lahir / ostium uteri internal (OUI).
Klasifikasi Plasenta previa berdasarkan terabanya jaringan plasenta
melalui pembukaan jalan lahir pada waktu atau derajat abnormalitas tertentu :
a. Plasenta previa totalitas
b. Plasenta previa lateralitas
c. Plasenta previa marginalis
d. Plasenta previa letak rendah
2. Etiologi
Menurut (Manuaba, 2003), penyebab terjadinya Plasenta previa
diantaranya adalah mencakup :
a. Perdarahan (hernorrhaging)
b. Usia lebih dari 35 tahun
c. Multiparitas
d. Pengobatan infertilitas
e. Keguguran berulang
f. Riwayat operasi/ pembedahan uterus sebelumnya
12
g. Status sosial ekonomi yang rendah
h. Jarak antar kehamilan yang pendek
i. Merokok
Penyebab Plasenta previa pasti sulit ditentukan, tetapi ada beberapa
faktor yang meningkatkan resiko terjadinya Plasenta previa, misalnya bekas
operasi rahim (bekas sesar, atau operasi mioma) sering mengalami infeksi rahim
(radang panggul), kehamilan ganda, pernah Plasenta previa, atau kelainan
bawaan rahim.
3. Predisposisi
a. Multiparitas dan usia lanjut (≥ 35 tahun)
b. Cacat atau jaringan parut pada endometrium oleh bekas pembedahan (SC,
kuret, dan lain-lain)
c. Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima
hasil konsepsi
d. Konsepsi dan nidasi lambat
e. Plasenta besar pada kehamilan ganda dan eritoblastosis atau hidrops fetalis
4. Komplikasi
Menurut Roeshadi (2004) kemungkinan komplikasi yang dapat
ditimbulkan dari adanya Plasenta previa adalah :
a. Pada ibu dapat terjadi :
- Perdarahan hingga syok
- Anemia karena perdarahan
- Plasentisis
- Endometritis pasca persalinan
b. Pada janin dapat terjadi :
- Persalinan prematur
- Asfiksia berat
5. Patofisiologi
13
Seluruh Plasenta biasanya terletak pada segmen atau uterus kadang-kadang
bagian atau seluruh organ dapat melekat pada segmen bawah uterus, dimana hal
ini dapat diketahui sebagai Plasenta previa. karena segmen bawah agak
merentang selama kehamilan lanjut dan persalinan, dalam usaha mencapai
dilatasi serviks dan kelahiran anak, pemisahan plasenta dari dinding uterus
sampai tingkat tertentu tidak dapat dihindarkan sehingga terjadi pendarahan.
6. Penanganan
a. Penanganan aktif bila :
- Perdarahan banyak tanpa memandang usia kehamilan
- Umur kehamian 37 Minggu atau lebih
Penanganan aktif berupa :
- Persalinan pervaginam
- Persalinan perabdominal
Penderita disiapkan untuk pemeriksa dalam di atas meja operasi (double set
up) yakni dalam keadaan siap operasi bila pada pemeriksaan dalam
didapatkan :
a. Plasenta previa marginalis
b. Plasenta previa letak rendah
c. Plasenta lateralis dan marginalis dimana janin mati dan serviks sudah
matang, kepala sudah masuk pintu atas panggul dan tidak ada perdarahan
atau hanya sedikit perdarahan maka dilakukan amniotomi ygdiikuti
dengan drips oksitosin pada partus pervaginam bila gagal drips. Bila
terjadi perdarahan banyak, lakukan seksio sesar.
b. Penanganan fasif
1) Tiap perdarahan tiwulan II yang lebih show harus segera dikirim ke rumah
sakit tanpa dilakukan suatu manipulasi/UT
2) Apabila perdarahan sedikit, janin masih hidup, belum inpartus, kehamilan
belum cukup 37 Minggu/ berat badan janin kurang dari 2.500 gram
persalinan dapat ditunda dengan istirahat, obat-obatan, spasmolitik,
progestin/progesterone, observasi teliti
3) Siapkan darah untuk tranfusi darah, kehamilan dipertahankan serta
mungkin supaya tidak prematur
14
4) Bila da anemia, tranfusi dan obat-obatan penambah darah
c. Prosedur yang dapat dilakukan untuk melahirkan janin bisa digolongkan ke
dalam dua kategori, yaitu persalinan sesarea atau pervaginan.
Logika untuk melahirkan lewat bedah sesarea ada dua :
1) Persalinan segera janin serta plasenta yang memungkinkan uterus untuk
berkontraksi sehingga perdarahan berhenti
2) Persalinan sesarea akan meniadakan kemungkinan terjadinya laserasi
serviks yang merupakan komplikasi serius persalinan pervaginan pada
plasenta previa totalitas serta parsial.
SOLUSIO PLASENTA
1. Definisi
15
Solusio Plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya
yang normal pada kehamilan 22 Minggu atau berat janin di atas 500 gr (Rustam,
2002).
Solusio Plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang tetaknya
normal terlepas dari tempat perletakannya sebelum janin lahir, biasanya dihitung
sejak kehamilan 28 Minggu (Mochtar, 1998:279)
Solusio Plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya
normal pada uterus (korpus uteri) sebelum janin dilahirkan (Winkjosastro,
2007:166).
2. Etiologi
Penyebab Solusio Plasenta belum jelas diketahui tetapi diduga bahwa
penyebabnya adalah :
a. Hipertensi assentiaus atau preeklampsi, dekompresi uterus mendadak
b. Tali pusat yang pendek
c. Trauma, merokok, konsumsi alkohol dan penyalahgunaan kokain
d. Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior
e. Karena pengecilan uterus sehingga hidramnion atau gemeli
f. Multiparitas, dan umur lanjut
Solusio Plasenta dimulai dengan perdarahan dalam decidua basalis,
terjadilah hematoma dalam decidua yang mengangkat lapisan-lapisan diatasnya.
Hematoma ini makin lama makin besar, sehingga bagian plasenta yang dan tak
berfaal, akhirnya hematoma mencapai pinggir plasenta dan mengalir keluar
antara selaput janin dan dinding rahim (Masnjoer, 2001 : 101).
3. Patofisiologi
Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh daerah plasenta atau uterus yang
membentuk hematoma pada desidua, sehingga plasenta terlepas dan terdesak.
Apabila perdarahan sedikit, hematoma yang kecil itu hanya mendesak jaringan
plasenta, perdarahan darah antara uterus plasenta belum terganggu, dan tanda
serta gejala pun tidak jelas. Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir, yang
16
pada pemeriksaan didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan
bekuan darah yang berwarna kehitam-hitaman.
Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus karena otot uterus
yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkonsentrasi
menghentikan perdarahannya. Akibatnya, hematoma retroplasenter akan
bertambah besar, sehingga sebagian dan seluruh plasenta lepas dari dinding
uterus. Sebagian darah akan menyuludup di bawah selaput ketuban keluar dari
vagina atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban atau
mengadakan ekstravasasi diantara serabut-serabut otot uterus.
Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat, maka seluruh permukaan
uterus akan berbercak biru atau ungu. Hal ini disebut uterus couvelaire (perut
terasa sangat tegang dan nyeri). Akibat kerusakan jaringan miometrium dan
pembekuan retroplasenter, maka banyak terombosit akan masuk ke dalam
peredaran darah itu, sehingga terjadi pembekuan intravaskuler dimana-mana,
yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya terjadi
hipokibrinogemi yang menyebabkan gangguan pembekuan darah tidak hanya
diuterus akan tetapi juga pada alat tubuh lainnya.
4. Komplikasi-Komplikasi
Komplikasi yang bisa terjadi pada ibu maupun janin yang dikandungnya
dengan kriteria :
a. Komplikasi pada ibu yaitu perdarahan yang dapat menimbulkan variasi
turunnya tekanan daerah sampai keadaan syok, perdarahan tidak sesuai
keadaan penderita anemis sampai syok, kesadaran bervariasi dari baik
sampai koma.
b. Gangguan pembekuan darah : masuknya trombosit ke dalam sirkulasi darah
menyebabkan pembekuan daerah intravaskuler dan disertai hemolisis,
terjadinya penurunan fibrinogen sehingga hipofibrinogen dapat mengganggu
pembekuan darah.
c. Oliguria menyebabkan terjadinya sumbatan glomelurus ginjal dan dapat
menimbulkan produksi urine makin berkurang.
d. Perdarahan postpartum : pada Solusio Plasenta sedang sampai berat terjadi
infiltrasi darah ke otot rahim, sehingga mengganggu kontraksi dan
17
menimbulkan perdarahan karena atoni uteri, kegagalan pembekuan daerah
menambah beratnya perdarahan jalan lahir, tali pusat putus
- Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapatd
ikeluarkan dengan tang abortus dilanjutkan karet sisa plasenta. Pada
umumnya pengeluaran sisa plasenta dengan kurebase. Kurebase harus
dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif
tipis dibandingkan dengan kuretase abortus.
- Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan
pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau peroral
- Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk
pencegahan infeksi sekunder.
5. Tanda dan Gejala
a. Perdarahan yang disertai nyeri, juga diluar his
b. Anemia dan syok, beratnya anemia dan syok sering tidak sesuai dengan
banyaknya darah yang keluar
c. Rahim keras seperti papan dan nyeri dipinggang karena isi rahim bukanlah
dengan daerah yang berkumpul di belakang plasenta sehingga rahim tegang
(uterus enbois)
d. Palpasi sukar karena rahim keras
e. Fundus uteri makin lama makin naik
f. Bunyi jantung biasanya tidak ada
g. Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus-menerus (karena isi rahim
bertambah)
h. Sering ada proteinuria karena disertai preeklampsia
6. Diagnosis
Diagnosis didasarkan adanya perdarahan antepartum bersifat nyeri, uterus
yang tegang dan nyeri. Setelah plasenta lahir, ditentukan adanya impresi
(cekungan) pada permukaan maternal plasenta akibat tekanan dari hematom
retroplasenta.
18
RUPTURA UTERI
1. Definisi
19
Ruptura uteri adalah kerobekan (diskon tinuitas) dinding rahim yang
terjadi saat kehamilan atau persalinan.
Ruptura uteri adalah robekan di dinding uterus, dapat terjadi selama
periode antenatal saat induksi, selama persalinan dan kelahiran bahkan selama
stadium ketiga persalinan (Chapman, 2006 : 288).
Ruptura uteri adalah robekan yang dapat langsung terhubung dengan
rongga perionium (komplet) atau mungkin dipisajkan dirinya oleh peritaneum
viseralis yang menutupi uterus oleh ligamentum iatum (inkomplit) (Cunningham,
2005 : 217).
2. Etiologi
- Paritas tinggi, hidramnion, kelainan bentuk uterus dan manual plasenta
- Penggunaan oksitosin yang tidak tepat, terutama pada ibu paritas tinggi
- Penggunaan prostaglandin untuk menginduksi persalinan, pada ibu yang
memiliki eskar
- Riwayat seksio sesarea sebelumnya
- Tindakan obstetri (versi)
- Ketidakseimbangan fetovelpik
- Letak lintang yang diabaikan (kasep)
- Penggunaan obat kelebihan atau tidak terkontrol (intramuskular) untuk
menghilangkan nyeri persalinan
- Persalinan terabaikan dengan riwayat seksio sesarea sebelumnya.
3. Komplikasi
- Gawat janin / perdarahan hebat
- Syok hipovelemik dan infeksi
- Sepsis dan perdarahan intraabdominal
- Kecacatan dan mortabiditas yaitu :
a. Histerektomi
b. Kematian maternal atau perinatal
4. Predisposisi
20
- Riwayat operasi atau manipulasi yang mengakibatkan trauma seperti kuretase
atau perforasi
- Stimulasi uterus secara berlebihan atau kurang tepat dengan oksitosin yaitu
suatu penyebab yang sebelumnya lazim ditemukan tampak semakin kurang
- Riwayat reptura uteri pada kehamilan sebelumnya
- Jarak kehamilan < 2 tahun usia ibu
- Multiparitas
- Persalinan dengan dukun
- Aktivitas berat
5. Tanda dan Gejala
a. Nyeri perut
b. Pernapasan dan nadi lebih cepat
c. Ada tanda dehidrasi karena partus lama
d. His lebih lama, lebih kuat dan lebih sering
e. Ligamentum teraba seperti kawat listrik yang tegang tebal dan keras
f. Saat his, korpus teraba keras (hipertonik), SBR tipis dan nyeri tekan
g. Penilaian karpus dan SBR tampak lingkaran bandl sebagai lekukan melintang
dan yang bertambah lama bertambah tinggi, menemukan dan menunjukan
SBR yang semakin tipis dan teregang
h. Ingin BAK karena VU tertarik dan teregang ke atas
i. DJJ tidak teratur
j. Pada VT teraba tanda-tanda obstruksi seperti edema portio vagina, vulva dan
kaput kepala janin lebih besar
6. Komplikasi
a. Perdarahan hebat-syok
b. Infeksi
c. Perdarahan intraabdominal
7. Patofisiologi
21
Pada umumnya uterus dibagi atas 2 bagian besar, yaitu corpus uteri dan
serviks uteri, batas keduanya disebut isthmus uteri pada rahim yang tidak hamil.
Bila kehamilan ± 20 Minggu dimana janin sudah lebih besar dari ukuran kavum
uteri, maka mulai terbentuk SBR yang pasif disebut lingkaran dari bandl.
lingkaran ini dianggap bila terdapat 2-3 cm di atas simfisis pubis, bila meninggi
maka diwaspadai ruptura uteri mengancam (RUM).
Peregangan yang luar biasa dari uterus menyebabkan ruptura uteri pada waktu
ini inpartu, korpus uteri mengadakan kontraksi, sedangkan SBR tetap pasif dan
menjadi lunak. Bila oleh suatu sebab partus tidak dapat maju (obstruksi)
sedangkan korpus berkontraksi terus dengan hebatnya (his kuat) maka SBR yang
pasif dan tertarik ke atas menjadi bertambah regang dan tipis. Lingkaran bandl
ikut meninggi, sehingga sewaktu-waktu terjadi robekan pada SBR tadi.
8. Penanganan
a. Pertolongan yang tepat untuk ruptura uteri adalah laparatomi sebelumnya
penderita diberi tranfusi darah atau sekurang-kurangnya infus cairan Nacl
atau RL untuk mencegah syok hipovolemik
b. Umumnya histerektomi dilakukan setelah janin yang berada dalam rongga
perut dikeluarkan penjahitan luka robekan hanya dilakukan pada kasus-kasus
khusus dimana pinggir robekan masih segar dan rata serta tidak ada tanda
infeksi dan jaringan rapuh dan nekrosis.
DAFTAR PUSTAKA
22
Achadiat. M.C, 2003, Obstetri dan Genekologi, Jakarta : EGC.
Heller L, 1986, Gawat Darurat Ginekologi dan Obstetri, jakarta : EGC.
Mochtar R,1989,Sinopsis Obstetri I Edisi II, Jakarta : EGC.
Manuaba I.B.G,2000,Pengantar Kuliah Obstetri, Jakarta : EGC.
23