55
PROSEDUR PENGOBATAN / TINDAKAN NO 1. DAKRIOSISTITIS Hal No. Dokumen No.Revisi Hal. 1. Definisi Radang sakus lakrimalis. 2. Gambaran Klinis Daerah sakus lakrimalis hiperemis dan nyeri tekan. Daerah kanalikulus lakrimalis sedikit hiperemis. Dapat berupa abses, kadang- kadang dengan fistula. Kadang-kadang disertai konjungtivitis. 3. Patogenesa: Dapat dimulai adanya obstruksi duktus nasolakrimalis, debris yang mengandung kuman dari Dapat pula mulai dengan konjungtivitis bakteri atau jamur (Candida Albicans) yang tidak diobati atau resisten terhadap obat yang diberikan. Mikrooranisme dari konjungtiva masuk ke sakus lakrimalis dan menimbulkan infeksi pada sakus lakrimalis. 4. Diagnosa Differensial Abses kulit di daerah sakus lakrimalis Disingkirkan dengan melakukan tes anel, bila tes anel positif disimpulkan bukan dakriosistitis, tetapi abses kulit. Bila tes anel negatif atau terjadi regugirtasi, ditegakkan diagnosa dakriosistitis. 5. Progresivitas Penyakit Keparahan Dakriosistitis: Apakah sudah terjadi supurasi atau fistulasi. 6. Penatalaksanaan Umum Irigasi sakus lakrimalis setiap hari dengan povidone Iodine. Kultur dan tes resistensi sekret

PERDAMI

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Perdami

Citation preview

PROSEDUR PENGOBATAN / TINDAKANNO1. DAKRIOSISTITIS

HalNo. Dokumen

No.RevisiHal.

1.DefinisiRadang sakus lakrimalis.

2.Gambaran Klinis Daerah sakus lakrimalis hiperemis dan nyeri tekan. Daerah kanalikulus lakrimalis sedikit hiperemis. Dapat berupa abses, kadang-kadang dengan fistula. Kadang-kadang disertai konjungtivitis.

3.Patogenesa: Dapat dimulai adanya obstruksi duktus nasolakrimalis, debris yang mengandung kuman dari Dapat pula mulai dengan konjungtivitis bakteri atau jamur (Candida Albicans) yang tidak diobati atau resisten terhadap obat yang diberikan. Mikrooranisme dari konjungtiva masuk ke sakus lakrimalis dan menimbulkan infeksi pada sakus lakrimalis.

4.Diagnosa Differensial Abses kulit di daerah sakus lakrimalis Disingkirkan dengan melakukan tes anel, bila tes anel positif disimpulkan bukan dakriosistitis, tetapi abses kulit. Bila tes anel negatif atau terjadi regugirtasi, ditegakkan diagnosa dakriosistitis.

5.Progresivitas PenyakitKeparahan Dakriosistitis: Apakah sudah terjadi supurasi atau fistulasi.

6.Penatalaksanaan Umum Irigasi sakus lakrimalis setiap hari dengan povidone Iodine. Kultur dan tes resistensi sekret dari sakus lakrimalis (Dengan melakukan ekspresi). Pemberian antibiotika sistemik dan obat antibiotika lokal minimal 5 hari. Rehabilitasi Obstruksi duktus naso-lakrimalis antara lain dengan intubasi dan pemasangan silikon tube. Dakriosititis kronik dilakukan probing, bila tak berhasil dilakukan DCR.

7.Penatalaksanaan Khusus Dakriostitis hiperakut dan menunjukkan tanda supurasi, dilakukan insisi dan drainase. Dilakukan kultur dari sekret yang keluar dari fistel dan dilakukan test resistensi. Diberikan obat antibiotika sistemik sesuai hasil test resistensi. Bila Sakus lakrimalis tidak dapat diharapkan berfungsi lagi dilakukan Dakriosistektomi dan dilakukan Operasi Plastik untuk membentuk system ekskresi yang baru.

8.WewenangDokter Spesialis Mata dan PPDS Mata

9.Unit Yang MenanganiDepartemen Ilmu Kesehatan Mata

10.Unit Yang Terkait-

NO2. KANALIKULITUS

HalNo. Dokumen

No.RevisiHal.

1.DefinisiRadang kanalikulus inferior atau superior.

2.Gambaran Klinis Terdapat pembengkakakn dan peradangan di daerah kanalikulus lakrimalis pada tes anel terjadi regugirtasi dari kanalikulus yang sama dengan kanalikulus yang dimasuki jarum ane, kadang disertai nyeri tekan.

3.Patogenesa: Debris yang biasanya berisi jamur actinomyces menyangkut didalam kanalikulus dan tumbuh, sehingga menyumbat kanalikulus berupa Concretion Dapat dimulai dengan adanya sumbatan duktus naso-lakrimalis, sehingga debris tak dapat keluar melalui duktus naso-lakrimalis atau tumbuh didalam kanalikulus.

4.Diagnosa Differensial Abses kulit didaerah kanalikulus. Disingkirkan dengan melakukan tes anel, bila tes anel positif disimpulkan bukan kanalikulitis, tetapi abses kulit.

5.Progresivitas PenyakitKeparahan kanalikulus: Apakah sudah terjadi fistulasi.

6.Penatalaksanaan Umum Dilakukan ekspresi kanalikulus yang mengandung concretion. Concretion yang keluar dipergunakan untuk pemeriksaan sediaan langsung dan biakan agar darah dan agar Saboraud. Sediaan langsung diperiksa untuk jamur dan bakteri. Apabila tidak ada Concretion dilakukan irigasi dengan antibiotika (Penisilin) dan diberikan antibiotika topikal 1- 2 minggu seperti infeksi bakteri anaerobik.

7.Penatalaksanaan Khusus Dilakukan insisi kanalikulus dan ocncretion dibersihkan, kanalikulus dijahit kembali.

8.WewenangDokter Spesialis Mata dan PPDS Mata

9.Unit Yang MenanganiDepartemen Ilmu Kesehatan Mata

10.Unit Yang Terkait-

NO3. DAKRIO ADENITIS

HalNo. Dokumen

No.RevisiHal.

1.DefinisiRadang kelenjar lakrimal.

2.Gambaran Klinis Tampak pembengkakakan di daerah kelopak mata atas temporal, nyeri tekan. Bila kelopak mata atas temporal ditarik keatas akan terlihat tonjolan yang hiperemis.

3.Patogenesa: Radang kelenjar lakrimal umumnya mengenai anak-anak sebagai komplikasi penyakit campak, gondongan, atau influenza. Pada orang dewasa dapat terjadi bersama penyakit gonorhoea. Dakrioadenitis kronik disebabkan infiltrasi limofisitik benigna, limfoma, leukemia, TBC, dan sarkoidosis.

4.Diagnosa Differensial Abses palpebra superior.

5.Progresivitas PenyakitKeparahan Dakrioadenitis: Apakah sudah terjadi fistulasi.

6.Penatalaksanaan Umum Diberi pengobatan penyakit yang menyebabkan timbulnya dakrio-adenitis yang tersebut diatas. Bila dakrio-adenitis tidak sembuh dengan pengobatan perlu dilakukan biopsi untuk kemungkinan benign limfoid hiperplasia atau malignan limfoma,

7.Penatalaksanaan Khusus Dilakukan kultur dan tes resistensi. Bila terdapat fistulasi, selain penatalaksanaan umum dilakukan drainage dan diberikan antibiotik sistemik sesuai hasil kultur.

8.WewenangDokter Spesialis Mata dan PPDS Mata

9.Unit Yang MenanganiDepartemen Ilmu Kesehatan Mata

10.Unit Yang Terkait-

NO4. KONJUNGTIVITIS KRONIK

HalNo. Dokumen

No.RevisiHal.

1.DefinisiRadang konjungtiva yang tidak sembuh dalam 3 minggu. Batasan waktu 3 minggu diambil mengingat infeksi virus dapat berlangsung 3 minggu sebelum sembuh.

2.Gambaran Klinis Hiperemi konjungtiva tarsalis dengan berbagai kemungkinan tanda seperti papil, folikel dan cobble stone. Injeksi konjungtiva tanpa injeksi silier. Bila disebabkan obstruksi duktus naso-lakrimalis, sekret yang terkumpul dalam sakus lakrimalis akan terus keluar ke dalam sakus konjungtiva.

3.Patogenesa: Dapat terjadi akibat infeksi kuman yang resisten terhadap pengobatan, reaksi hipersensitivitas atau reaksi toksik.

4.Diagnosa Differensial Konjungtivitis bakterial yang resisten. Konjungtivitis viral. Konjungtivitis vernalis. Konjungtivitis flikten. Konjungtivitis lakrimalis. Konjungtivitis Iatrogenic.

5.Progresivitas PenyakitKeparahan Konjungtivitis Kronis: Apakah ada trikhiasis. Apakah sudah ada entropion/ ektropion..

6.Penatalaksanaan Umum Dicari faktor-faktor predisposisi sistemik (Diabetes mellitus, immunitas seluler yang rendah, kondisi immuno-compromized) dan lokal (dry eye, Meibomitis, Iatrogenic, Obstruksi ductus nasolakrimalis). Test Schimer. Test BUT. Test ANEL. Dicari tanda objektif seperti papil di konjungtiva tarsalis superior atau sekret mukopurulen atau sekret purulen yang menunjukkan infeksi bakteri. Lakukan pemeriksaan sediaan langsung untuk mengidentifikasi adanya bakteri, jamur dan sitologinya. Bila ada dugaan bakteri atau jamur lakukan biakan pada agar darah, media-thioglycolat atau Sabouraud untuk identifikasi bakteri atay jamur dan test resistensi. Bila dijumpai folikel di konjungtiva tarsalis atau forniks, maka dilakukan pemeriksaan sediaan langsung dari kerokan konjungtiva untuk mencari tanda-tanda infeksi virus dan analisa sitologik. Bila dijumpai Cobble stone, maka dilakukan pemeriksaan sediaan langsung kerokan konjungtiva untuk menganalisa sitologi. Bila dijumpai konjungtivitis flikten dicari kemungkinan TBC paru/ kelenjar dan lakukan pemeriksaan kemungkinan ada telur cacing pada tinja. Bila ditegakkan infeksi bakteri diberikan antibiotika topikal sesuai hasil test resistensi. Bila ditegakkan infeksi virus diberikan vaso-konstriktor dan antiviral topikal. Bila ditegakkan infeksi jamur diberi obat anti jamur. Bila ditegakkan infeksi jamur diberi obat anti jamur. Bila ditegakkan alergi diberi topikal antihistamin pada konjungtivitis ringan dan steroid topikal apabila konjungtivitis berat. Pemberian steroid perlu diwaspadai efek sampingnya.

7.Penatalaksanaan Khusus Bila terdapat trkhiasis perlu dilakukan epilasi atau dapat pula dilakukan electrolysis. Bila terdapat entropion cicatrical dilakukan koreksi dengan melakukan tasotomi. Bila terdapat entropion dilakukan koreksi (Konsul ke subbagian Plastik dan Rekonstruksi).

8.WewenangDokter Spesialis Mata dan PPDS Mata

9.Unit Yang MenanganiDepartemen Ilmu Kesehatan Mata

10.Unit Yang Terkait-

NO5. KONJUNGTIVITIS DENGAN KOMPLIKASI

HalNo. Dokumen

No.RevisiHal.

1.DefinisiAdalah konjungtivitis disertai komplikasi seperti entropion, ektropion, trikhiasis, ulkus kornea.

2.Gambaran Klinis Gejala subjektif dan objektif sesuai konjungtivitis. Kelainannya dapat merupakan trakhoma, konjungtivitis klamidial, konjungtivitis kimiawi, konjungtivitis gonorrhoika, konjungtivitis vernalis, konjungtivitis diphteria, dan konjungtivitis stafilokokus.

3.Patogenesa:-

4.Diagnosa Differensial Kreatitis eksposur akibat lagoftalmus. Keratitis neuroparalitika. Kerato-konjungtivitis Zooster.

5.Progresivitas PenyakitKeparahan Konjungtivitis dengan komplikasi: Apakah ulkus kornea terdapat keparahan seperti pada ulkus kornea.

6.Penatalaksanaan Umum Anamnesa yang teliti. Periksa konjungtiva tarsalis untuk gejala-gejala folikel, cobble stone, dan papil. Periksa sekret untuk sediaan langsung serta kultur, dan test resistensi. Pemeriksaan ada tidaknya lagoftalmos. Periksa test sensibilitas kornea. Periksa test fistel. Beri Antibiotik, atau anti viral atau antifungal atau anti alergi (Vernal/ flikten) sesuai diagnosa finalnya. Bila ada entropion, ektropion, trichiasis perlu dikoreksi.

7.Penatalaksanaan Khusus Bila ada ancaman perforasi, pengobatan perlu dilakukan flap konjungtiva, dengan terlebih dahulu menurunkan tekanan intra-okuler. Sama seperti penatalaksanaan umum dan khusus ulkus kornea. Keratoplasti a chaud.

8.WewenangDokter Spesialis Mata dan PPDS Mata

9.Unit Yang MenanganiDepartemen Ilmu Kesehatan Mata

10.Unit Yang Terkait-

NO6. EPISKLERITIS/ SKLERITIS

HalNo. Dokumen

No.RevisiHal.

1.DefinisiAdalah radang episklera (Episkleritis) atau radang sklera (Skleritis).

2.Gambaran Klinis Pada episkleritis saja, tampak mata merah di daerah episklera, dapat berupa dengan atau tanpa nodule (Tonjolan). Radang bersifat setempat, sakit hanya sedikit pada tekanan. Pada skleritis biasanya disertai dengan episkleritis, timbul merah di daerah sklera anterior (Dapat pula posterior) dengan atau tanpa nodule, nyeri tekan; kadang- kadang skleritis tanpa tanda radang yang tidak jelas, tetapi dengan Scleral Melting (Skleromalocia).

3.Patogenesa: Umumnya dengan dasar imunologis. Sering menyertai penyakit kolagen ditempat lain, seperti Rheumatoid Arthritis.

4.Diagnosa Differensial Abses sklera. Tumor.

5.Progresivitas PenyakitKeparahan Skleritis: Apakah sudah terjadi malacia. Apakah sudah ada keratitis sklerotikans. Apakah sudah ada uveitis. Apakah sudah ada glaukoma.

6.Penatalaksanaan Umum Periksa ada-tidaknya penyakit kolagen lain. Periksa adakah kelainan kulit, kardiovaskuler dan sistem pernafasan. Periksa lab: ANA, faktor Rheumatoid, Urine Analisis, asam urat, sifilis, foto toraks. Konsultasi ke bagian penyakit dalam untuk mencari kemungkinan Rheumatoid Arthritis dan kelainan paru. Bila sklero-malasia, periksa ada/ tidaknya DIC Disseminated Intravascular Coagulation. Periksa kemungkinan adanya skleritis posterior. Pengobatan dengan NSAID dan lokal glukokortikoid. Bila tidak efektif diberi NSAID atau glukokotikoid sistemik.

7.Penatalaksanaan Khusus Apabila telah terjadi skleromalacia, maka periksa kemungkinan adanya D.I.C. dengan memeriksa darah dilakukan kultur dan test resistensi. Selain penatalaksanaan umum ditambah pemberian antibiotika topikal dan sistemik sesuai hasil resistensi. Dilakukan tectonic skleral flap atau graft amnion Membrane. Bila sudah terjadi keratitis sklerotikans berikan obat tetes anti alergi dengan penetrasi yang baik, misal prednisolone. Apabila sudah terjadi uveitis berikan obat glukokortikoid sistemik. Apabila terjadi glaukoma, atau tekanan intraokuler yang meninggi diberi diamox tablet atau timolol tetes mata. Dipertimbangkan perlu/ tidaknya trabekuletomi.

8.WewenangDokter Spesialis Mata dan PPDS Mata

9.Unit Yang MenanganiDepartemen Ilmu Kesehatan Mata

10.Unit Yang Terkait-

NO7. KERATITIS EPITELIAL/ KERATOPATHY

HalNo. Dokumen

No.RevisiHal.

1.DefinisiKeratitis epitelial: Peradangan atau reaksi toksik yang mengenai epitel kornea; dapat tanpa atau dengan erosi. Keratopathy epithelial pungtata: Perubahan biomikroskopis berupa epitel pungtata Granular yang dapat menjadi lesi erosi atau peradangan.

2.Gambaran Klinis Penderita dengan keratitis epithelial memiliki gejala subjektif seperti mata berair, silau, rasa pedas, dan perih, sakit. Gejala obstruktif tampak injeksi silier, kekeruhan pungtata atau filamen pada epitel kornea. Test Fluorescin positif bila ada erosi. Gambaran klinik keratopathy seperti yang tertulis pada definisi.

3.Patogenesa: Terjadi akibat infeksi (Virus, bakteri), reaksi hipersensitif atau reaksi toksik terhadap obat-obat topikal yang mengandung zat pengawet (Khususnya Timerosal dan benzalkonium).

4.Diagnosa Differensial Degenarasi kornea. Distrofi kornea.

5.Progresivitas PenyakitPerjalanan Penyakit: Apakah dalam follow-up terjadi efek samping obat. Apakah perjalanan penyakitnya memburuk dan lama. Apakah sering kambuh. Apakah disertai dry eye.Keparahan Penyakit: Apakah menimbulkan kerusakan stroma kornea.

6.Penatalaksanaan Umum-

7.Penatalaksanaan Khusus Periksa test fluorescein. Periksa test sensibilitas kornea. Periksa test Schimer. Periksa sekret untuk pemeriksaan mikrobiologi, sitologi, dan imunologis. Berikan obat sesuai gambaran klinis dan lakukan pemeriksaan laboratorium: Beri antibiotika bila diagnosa infeksi bakteri. Hentikan obat bila kesimpulan iatrogenic (Sitotoksik). Beri air mata artificial. Beri obat antiviral bila dapat dugaan infeksi virus.

8.WewenangDokter Spesialis Mata dan PPDS Mata

9.Unit Yang MenanganiDepartemen Ilmu Kesehatan Mata

10.Unit Yang Terkait-

NO8. KERATITIS STROMAL

HalNo. Dokumen

No.RevisiHal.

1.DefinisiPeradangan stroma kornea.

2.Gambaran Klinis Mata merah. Terdapat injeksi silier, infiltrat pada stroma anterior, posterior, atau mengenai seluruh ketebalan stroma. Dapat disertai edema kornea, neovaskularisasi korena, atau uveitis anterior. Sering memberikan gambaran klinis yang tidak spesifik dan diagnosa ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan penunjang.

3.Patogenesa: Dapat merupakan kelanjutan keratitis epitelial. Dapat disebabkan reaksi imunologis. Dapat disebabkan reaksi toksik.

4.Diagnosa Differensial Edema Kornea. Distrofi Kornea. Degenerasi kornea.

5.Progresivitas Penyakit-

6.Penatalaksanaan Umum Periksa test sensibilitas. Periksa tes fluorescein. Periksa laboratorium (Serologi). Foto Rontgen. Test Mantoux. Konsultasi ke Bagian Penyakit Dalam dan ke Bagian Kulit dan kelamin. Beri pengobatan sesuai penyebab ataua dugaan penyebab. Beri kortikosteroid topikal atau bila ada kontraindikasi terhadap korikosteroid dapat diberikan topikal NSAID.

7.Penatalaksanaan Khusus-

8.WewenangDokter Spesialis Mata dan PPDS Mata

9.Unit Yang MenanganiDepartemen Ilmu Kesehatan Mata

10.Unit Yang Terkait Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Departemen Kulit dan Kelamin.

NO9. ULKUS KORNEA SENTRAL

HalNo. Dokumen

No.RevisiHal.

1.DefinisiRadang ulseratif pada kornea sentral.

2.Gambaran Klinis Mata merah, Sakit, Silau, Penglihatan kabur, Visus Terganggu, Injeksi Silier, Infiltrat dengan ulkus pada kornea, dapat terjadi akibat konjungtivitis purulenta. Dapat menyebabkan komplikasi perforasi kornea, Uveitis, atau, Endoftalmitis.

3.Patogenesa: Umumnya disbebkan infeksi bakteri, virus, jamur, maupun amoeba/ parasit. Didahului dnegan rusaknya epitel kornea sentral akibat trauma debu, lagoftalmus, atau neuropathy persyarafan yang mengenai kornea yang kemudian terjadi infeksi sekunder oleh bakteri, berakibat meluas, dan mendalamnya kerusakan epitel sampai juga merusak membrana Bowman dan stroma superfisial. Kadang- kadang disertai hipopion (Nanah dalam bilik mata depan). Ulkus kornea dapat berlanjut dengan perforasi kornea dan endoftalmitis.

4.Diagnosa Differensial Degenerasi kornea sentral.

5.Progresivitas PenyakitKeparahan Ulkus Kornea Sentral: Perlu diidentifikasi keparahan ulkus korena sentralis untuk menentukan penatalaksanaan khusus. Apakah ulkus masih sedalam 1/3 stroma permukaan. Apakah ulkus sudah melewati sepertiga stroma. Apakah sudah sampai terjadi descemetokel. Apakah sudah perforasi. Apakah sudah disertai endoftalmitis.

6.Penatalaksanaan Umum Periksa visus. Periksa test fluoroscein. Periksa sensibilitas kornea. Lakukan sediaan langsung dan kultur kerokan kornea. Periksa kerokan korena untuk hifa dan parasit/ amoeba. Periksa test fistel. Periksa reaksi radang di bilik mata depan. Beri antibiotika tetes mata tiap jam. Beri salep mata untuk malam. Beri tetes sulfas atropin 0,5-1%. Beri NSAID topikal.

7.Penatalaksanaan Khusus Bila telah melewati 1/3 stroma perlu diperhatikan agar tekanan intra okuler rendah dengan memberi asetazolamid tablet atau timolol tetes mata. Bila sudah terjadi descemeocel, selain pemberian asetazolamid, atau timolol tetes mata, perlu dilakukan flap konjungtiva, flap sklera, atau graft membrana amnion. Bila telah terjadi perforasi beri antibiotika sistemik berspektrum luas, dilakukan flap konjungtiva, flap sklera, atau graft membrana amnion, Selain itu diberi obat untuk menurunkan tekanan intratorakal pasca flap. Rencanakan keratoplasti a-chaud dan pengobatan pada penatalaksanaan umum diteruskan. Bila disertai enfotalmitis diberikan penatalaksanaan endoftalmitis.

8.WewenangDokter Spesialis Mata dan PPDS Mata

9.Unit Yang MenanganiDepartemen Ilmu Kesehatan Mata

10.Unit Yang Terkait-

NO10. ULKUS KORNEA MARGINALIS

HalNo. Dokumen

No.RevisiHal.

1.DefinisiRadang ulseratif pada kornea perifer.

2.Gambaran Klinis Mata merah, sakit, berair. Terdapat infiltrat dan ulkus di daerah perifer kornea, dapat dimulai sebagai infiltrat yang oval atau linier dan terdapat daerah yang jernih antara lesi dan lumbus. Umumnya berlangsung 7-10 hari, dapat sering kambuh dan tidak jarang menyertai blefaritis.

3.Patogenesa: Umumnya merupakan reaksi hipersensitivitas terhadap kuman Staphylococcus atau basil Koch- Weeks yang disebabkan oleh blefaro konjungtivitis atau konjungtivitis.

4.Diagnosa Differensial Keratitis herpetik marginal. Degenarasi kornea marginal. Ulkus Mooren.

5.Progresivitas PenyakitKeparahan Ulkus Kornea Marginalis: Perlu diidentifikasi keparahan Ulkus Kornea Marginalis. Sama seperti pada Ulkus Kornea Sentralis. Apakah ulkus masih sedalam 1/3 stroma permukaan. Apakah ulkus sudah melewati sepertiga stroma. Apakah sudah sampai terjadi descemetokel. Apakah sudah perforasi. Apakah sudah disertai endoftalmitis.

6.Penatalaksanaan Umum Periksa margopalpebra untuk mencari kemungkinan blefaritis (Squama, poliosis, sleeves). Kultur microbiologi (bakteri) dari kerokan margo palpebra dan kerokan konjungtiva. Bila ada blefaritis obati. Periksa sensibilitas kornea dan bila menurun perlu pemeriksaan virologi (H.Simplex). Berikan topikal obat antiviral bila diduga terjadi akibat virus. Beri antibiotika topikal. Dapat diberikan kortikosteroid secara hati-hati.

7.Penatalaksanaan Khusus Memanfaatkan Gundersen Flap Sama seperti ulkus kornea sentralis. Bila telah melewati 1/3 stroma perlu diperhatikan agar tekanan intra okuler rendah dengan memberi asetazolamid tablet atau timolol tetes mata. Bila sudah terjadi descemeocel, selain pemberian asetazolamid, atau timolol tetes mata, perlu dilakukan flap konjungtiva, flap sklera, atau graft membrana amnion. Bila telah terjadi perforasi beri antibiotika sistemik berspektrum luas, dilakukan flap konjungtiva, flap sklera, atau graft membrana amnion, Selain itu diberi obat untuk menurunkan tekanan intratorakal pasca flap. Rencanakan keratoplasti a-chaud dan pengobatan pada penatalaksanaan umum diteruskan. Bila disertai enfotalmitis diberikan penatalaksanaan endoftalmitis.

8.WewenangDokter Spesialis Mata dan PPDS Mata

9.Unit Yang MenanganiDepartemen Ilmu Kesehatan Mata

10.Unit Yang Terkait-

NO11. UVEITIS ANTERIOR

HalNo. Dokumen

No.RevisiHal.

1.DefinisiRadang yang mengenai iris dan jaringan badan siliaris.

2.Gambaran Klinis Mata merah, Silau, Penglihatan kabur, Injeksi Silier, Kreatik Presipitat, Kadang-kadang ada hipopion. Miosis. Penurunan tekanan intraokular. Kadang-kadang ada sinekia posterior.

3.Patogenesa: Uveitis anterior bisa timbul karena infeksi atau reaksi imunologi. Agen infeksi yang menyebar dalam darah tersangkut pada iris dan menimbulkan reaksi radang. Uveitis anterior dapat pula timbul karena kerusakan jaringan iris atau dipacu oleh timbulnya radikal bebas, sehingga timbul reaksi radang uvea.

4.Diagnosa Differensial Pars-planitis. Ablatio Retina.

5.Progresivitas PenyakitKeparahan Uveitis Anterior: Apakah sudah terjadi komplikasi glaukoma. Apakah sudah terjadi komplikasi katarak.

6.Penatalaksanaan Umum Diidentifikasi penyebab uveitis anterior, apakah menyertai penyakit lain, apkah karena infeksi atau karena non infeksi (Hipersensitivity). Periksa laboratorium, serologi darah, aqueous humor dan pemeriksaan paru-paru, sinus serta infeksi kronik lain (Foto torax, rheumatoid factor). Pemberian pengobatan (Kortikosteroid lokal dan midriatikum).

7.Penatalaksanaan Khusus Apabila ada glaukoma perlu diberi timolol tetes mata dengan % sesuai tingginya TIO (konsult Glaukoma). Mungkin perlu pemberian glycerin oral (50g glycerin) 3 x sehari untuk 3 hari. Bila ada iris bombe perlu iridektomi (Bila mata tenang lebih dari 2-6 bulan). Bila ada gonio-synechiae luas, dilakukan trabekulektomi. Pemanfaatan bedah laser dapat dipertimbangkan. Apabila ada katarak, bila uveitis sudah tenang selama 2-6 bulan dapat dilakukan operasi katarak dengan memberikan kortikosteroid sistemik dengan dosis imunosupresif 2 minggu sebelum operasi dan 1- 2 minggu pasca operasi.

8.WewenangDokter Spesialis Mata dan PPDS Mata

9.Unit Yang MenanganiDepartemen Ilmu Kesehatan Mata

10.Unit Yang Terkait-

NO12. UVEITIS POSTERIOR

HalNo. Dokumen

No.RevisiHal.

1.DefinisiRadang daripada jaringan uvea posterior (Khoroid).

2.Gambaran Klinis Penglihatan makin kabur, Tidak merah, Tidak sakit, Timbulnya tidak akut, Uveitis posterior umumnya bersifat granulomatous, Vitreous bisa keruh. Lesi pada khoroid dan retina berupa bercak putih- kekuningan.

3.Patogenesa: Dapat disebabkan oleh infeksi melalui sebaran darah seperti oleh mikobakterium TBC, Treponema Pallidum (Syphillis), dan Toksoplasma Gondii. Dapat disbebakan penyebab penyakit autoimun pada mata seperti oftalmia simpatika, VKH, Behcet Disease, dan Periartesis Nodosa, atau Penyakit autoimun sistemik.

4.Diagnosa Differensial Retinopathy. Retinal Vaskulitis.

5.Progresivitas PenyakitKeparahan Uveitis Posterior: Apakah menimbulkan kekeruhan Viterus.

6.Penatalaksanaan Umum Cari tanda-tanda VKH Behcet dan oftalmia Simpatika. Identifikasi penyakit sistemik dan penyakit infeksi (Pemeriksaan laboratorium serologik & foto thoraks). Pemeriksaan laboratorium untuk IgG, IgM dari berbagai penyakit virus dan toksoplasma, pemeriksaan laboratorium untuk menetapkan/ mengidentifikasi HLA, dan pemeriksaan kultur atau serologi untuk kuman, infeksi bakteri, serta virus. Pemberian obat glukokortikoid sistemik secara hati-hati. Pemberian pengobatan spesifik bila ditemukan agen infeksinya. Pemberian obat kortikosteroid sistemik secara hati-hati. Jumlah dan lama pemberian steroid ditentukan berdasarkan respon individual. Bila pemberian steroid lebih dari 2- 3 minggu, penghentian pemberian steroid dilakukan secara perlahan (tapering off). Bila terapi kortikosteroid sistemik menimbulkan komplikasi, terdapat kontraindikasi atau tidak memberikan respon yang baik, pengobatan diganti dengan sitostatik. Cari tanda-tanda adanya efek samping pemberian steroid baik lokal maupun sistematik. Perawatan dan pengobatan komplikasinya (Katarak, glaukoma, ablasi retina, dan kekeruhan vitreous).

7.Penatalaksanaan Khusus Pemberian antibiotik sistemik. Pemberian kortikosteroid sistemik (Intra vena). Lakukan USG bila perlu. Apabila sudah tenang, dan ada kekeruhan Vitreous dilakukan Vitrektomi.

8.WewenangDokter Spesialis Mata dan PPDS Mata

9.Unit Yang MenanganiDepartemen Ilmu Kesehatan Mata

10.Unit Yang Terkait-

NO13. ENDOFATLMITIS

HalNo. Dokumen

No.RevisiHal.

1.DefinisiInfeksi berat jaringan intra okuler.

2.Gambaran Klinis Visus sangat menurun, mata merah, tekanan intra-okular dapat tinggi, dapat rendah, dan mata sakit. Terlihat peradangan berat yang mengenai segmen anterior dan posterior, hipopion, abses vitreous, atau kekeruhan vitreous karena sel-sel radang.

3.Patogenesa: Umumnya terjadi sesudah trauma tembus yang tidak steril. Dapat terjadi sesudah operasi intra okuler. Dalam tempo sehari atau dua hari segera tampak tanda radang/ infeksi yang semakin berat. Vitreous adalah media yang baik untuk tumbuhnya kuman. Vitreous tak mengandung pembuluh darah sehingga tidak ada daya pertahanan terhadap infeksi. Radang infeksi yang berat ini merusak retina, sehingga memperburuk tajam penglihatan.

4.Diagnosa Differensial Tumor intra okuler. Panoftalmitis. Panuveitis.

5.Progresivitas Penyakit-

6.Penatalaksanaan Umum USG Vitrektomi Segera lakukan pemeriksaan mikrobiologi dari tempat luka tembus, dari cairan bilik mata depan dan dari vitreous, termasuk pemeriksaan test resistensi. Segera lakukan suntikan intra vitreal, intra kamera, dan injeksi sistemik dengan antibiotik sesuai jasil pemeriksaan awal. Setelah hasil test resisten keluar (5 hari 1 minggu), sesuaikan antibiotik yang dipakai. Bila tekanan intra okuler tinggi, diberi obat untuk menurunkan TIO. Apabila visus sudah nol, maka selain pemeriksaan dan penatalaksanaan diatas dilakukan eviserasi, dan rekonstruksi bola mata. Pasien/ penderita dirawat.

7.Penatalaksanaan Khusus-

8.WewenangDokter Spesialis Mata dan PPDS Mata

9.Unit Yang MenanganiDepartemen Ilmu Kesehatan Mata

10.Unit Yang Terkait-

NO14. PANOFTALMITIS

HalNo. Dokumen

No.RevisiHal.

1.DefinisiInfeksi berat dari seluruh lapisan bola mata, baik jaringan intraokular (Iris, vitreous, retina, dan uvea), maupun jaringan ekstra-okular (Kapsul tenon, episklera, sklera).

2.Gambaran Klinis Selain gambaran endopthalmitis, terdapat proptosis. Sakit yang hebat sekali. Demam badan. Tekanan intra-okuler tinggi. Palpebra edematous. Visus nol.

3.Patogenesa: Sama seperti pada endoftalmitis. Umumnya terjadi sesudah trauma tembus yang tidak steril. Dapat terjadi sesudah operasi intra okuler. Dalam tempo sehari atau dua hari segera tampak tanda radang/ infeksi yang semakin berat. Vitreous adalah media yang baik untuk tumbuhnya kuman. Vitreous tak mengandung pembuluh darah sehingga tidak ada daya pertahanan terhadap infeksi. Radang infeksi yang berat ini merusak retina, sehingga memperburuk tajam penglihatan.

4.Diagnosa Differensial Endoftalmitis. Panuveitis. Tumor Intra Okuler.

5.Progresivitas Penyakit-

6.Penatalaksanaan Umum Sama seperti endoftalmitis.

7.Penatalaksanaan Khusus USG Vitrektomi Segera lakukan pemeriksaan mikrobiologi dari tempat luka tembus, dari cairan bilik mata depan dan dari vitreous, termasuk pemeriksaan test resistensi. Segera lakukan suntikan intra vitreal, intra kamera, dan injeksi sistemik dengan antibiotik sesuai jasil pemeriksaan awal. Setelah hasil test resisten keluar (5 hari 1 minggu), sesuaikan antibiotik yang dipakai. Bila tekanan intra okuler tinggi, diberi obat untuk menurunkan TIO. Apabila visus sudah nol, maka selain pemeriksaan dan penatalaksanaan diatas dilakukan eviserasi, dan rekonstruksi bola mata.Pasien/ penderita dirawat.

8.WewenangDokter Spesialis Mata dan PPDS Mata

9.Unit Yang MenanganiDepartemen Ilmu Kesehatan Mata

10.Unit Yang Terkait-

NO15. SELULITIS ORBITA

HalNo. Dokumen

No.RevisiHal.

1.DefinisiRadang daripada jaringan sekitar bola mata dalam rongga orbita.

2.Gambaran Klinis Selulitis orbita pada anak sering terjadi dengan gejala klinis proptosis gerakan bola mata terhambat, edema palpebra, chemosis, hiperemia, sakit, gangguan penglihatan, kadang- kadang ada demam. Bila terjadi komplikasi ke sinus cavernosus, maka kedua mata akan proptosis dan terjadi gangguan NII, II, IV, V, dan VI.

3.Patogenesa: Radang dapat terjadi karena trauma tembus yang mengenai jaringan di luar bola mata di rongga orbita. Tidak jarang infeksi berasal dari sinusitis melalui sinus ethmoid.

4.Diagnosa Differensial Endoftalmitis. Panoftalmitis.

5.Progresivitas PenyakitKeparahan Penyakit: Apakah sudah terjadi sinus Cavernosus Thrombosis.

6.Penatalaksanaan Umum Sama seperti endoftalmitis tetapi tidak dilakukan eviserasi bulbi, dan antibiotik diberikan dosis tinggi sistemik (IV, IM, atau oral). Mungkin perlu dilakukan drainage. Bila perlu dapat diberikan analgetika dan sedatif. Dilakukan pemeriksaan radiologik, dan CT Scan. Konsultasi ke Bagian THT, Ilmu Kesehatan Anak, dan Neurologi untuk mencari kemungkinan Komplikasi. Bila terjadi akibat abses pre-orbita dilakukan insisi dan drainage.

7.Penatalaksanaan Khusus Bila terdapat sinus cavernosus thrombosis, penderita dirujuk ke Bagian Neurologi. Bagian Ilmu Penyakit Mata ikut mengobati dengan antibiotika sistemik dan memfollow ip tajam penglihatannya. Memberi kortikosteroid sistemik secara hati-hati atau beri NSAID. Karena ada proptosis untuk mencegah kerusakan kornea karena terpapar dilakukan trasorafi. Diberi pengobatan antibiotik topikal.

8.WewenangDokter Spesialis Mata dan PPDS Mata

9.Unit Yang MenanganiDepartemen Ilmu Kesehatan Mata

10.Unit Yang Terkait-

NO16. PAN UVEITIS

HalNo. Dokumen

No.RevisiHal.

1.DefinisiRadang seluruh jaringan uvea (anteriod dan posterior).

2.Gambaran Klinis Sesuai dengan gambaran klinik uveitis anterior dan uveitis posterior. Dapat disertai radang pada kornea, trabekulum, sklera, atau nervus optikus. Umumnya bilateral.Uveitis Anterior Mata merah, Silau, Penglihatan kabur, Injeksi Silier, Kreatik Presipitat, Kadang-kadang ada hipopion. Miosis. Penurunan tekanan intraokular. Kadang-kadang ada sinekia posterior.Uveitis Posterior Penglihatan makin kabur, Tidak merah, Tidak sakit, Timbulnya tidak akut, Uveitis posterior umumnya bersifat granulomatous, Vitreous bisa keruh. Lesi pada khoroid dan retina berupa bercak putih- kekuningan.

3.Patogenesa: Dapat terjadi akibat infeksi atau reaksi hipersensitif terhadap TBC, sifilis atau. Dapat berdasarkan reaksi autoimune.

4.Diagnosa Differensial Sarcoidosis. Oftalmia simpatika. VKH. Behcet. JRA. Lens Induced Uveitis.

5.Progresivitas Penyakit-

6.Penatalaksanaan Umum Periksa tekanan intraokular. Periksa virus-retinometri. Periksa USG. Periksa laboratorium serologi. Periksa foto toraks. Konsultasi ke Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Kulit, dan Kelamin dan Kalau perlu ke Bagian Ilmu Penyakit Dalam. Beri obat terhadap infeksinya kalau ada. Beri Kortikosteroid topikal dan sistemik. Bila perlu beri sitostatik untuk mengganti kortikosteroid.

7.Penatalaksanaan Khusus-

8.WewenangDokter Spesialis Mata dan PPDS Mata

9.Unit Yang MenanganiDepartemen Ilmu Kesehatan Mata

10.Unit Yang Terkait-

NO17. PARS PLANITIS

HalNo. Dokumen

No.RevisiHal.

1.DefinisiDisebut juga intermediate uveitis atau siklitik kronik.Radang badan silier yang tidak langsung mengenai uvea anterior, atau uvea posterior.

2.Gambaran Klinis Terutama mengenai dewasa muda dengan tanda utama Floaters (Floating Spot). Umumnya mengenai kedua mata. Sama banyaknya pada wanita dan laki-laki. Tidak ada rasa sakit, merah, maupun fotofobi. Terlihat kekeruhan vitreous di pars plana yang sering di daerah inferior. Kadang-kadang ada sedikit sel di bilik mata depan, kadang dapat terjadi sinekia anterior atau posterior dan sering dijumpai katarak subkapsular posterior. Pada pemeriksaan dengan oftalmoskopi indirek sering didapatkan kekeruhan, bulat, lunak, dan putih pada retina perifer. Kadang-kadang juga ada vaskulitis. Perjalanan penyakit dapat berlangsung kronik antara 5-10 tahun. Pada kasus-kasus berat dapat terjadi Cyclitic Membrane dan ablasio retina.

3.Patogenesa: Tidak diketahui.

4.Diagnosa Differensial Uveitis Anterior. Uveitis Posterior

5.Progresivitas Penyakit-

6.Penatalaksanaan Umum Berikan kortikosteroid, terutama pada kasus-kasus berat, dengan penurunan tajam penglihatan. Pemberian kortikosteroid dimulai secara topikal, bila kurang berhasil berikan injeksi subtenon atau injeksi retrobulber. Kalau terjadi katarak dilakukan operasi bila sudah tenang.

7.Penatalaksanaan Khusus-

8.WewenangDokter Spesialis Mata dan PPDS Mata

9.Unit Yang MenanganiDepartemen Ilmu Kesehatan Mata

10.Unit Yang Terkait-

PROSEDUR DIAGNOSTIK DAN PENATALAKSANAAN PENGOBATAN DI SUBBAGIAN KORNEA, LENSA, DAN BEDAH REFRAKTIF.Prof. Dr. Sidarta Ilyas, SpM, Dr. Istiantoro Sukardi, SpM, Dr. Tjahjono D. Gondhowiardjo PhD, Dr. Bondan Harmani, SpM, Dr. Hari S. Soediro, SpMPROSEDUR DIAGNOSTIKNO1. TRAUMA TAJAM TUMPUL

HalNo. Dokumen

No.RevisiHal.

1.A.Pemeriksaan Rutin

2.I.Anamnesa1. Riwayat Trauma.2. Riwayat Neurologis: Trauma Kepala/ Leher. Kehilangan kesadaran. Penurunan Status Mental.3. Riwayat Makan dan Minum.

3.II.Pemeriksaan Fisik(Status Generalis)1. Kesadaran.2. Tensi, Nadi, Pernafasan.3. Kelainan Fisik.

4.III. Pemeriksaan Oftamologis1. Visus (Tajam Penglihatan).2. Kemungkinan ruptur kornea/korneosklera dengan atau tanpa prolap iris atau prolap badan kaca.3. Kemungkinan ruptur sklera dengan atau tanpa prolap badan kaca atau prolap khoroid.4. Kemungkinan penurunan tekanan intra okuler.5. Kemungkinan hifema.6. Kemungkinan fraktur dinding-dinding orbita.7. Kemungkinan benda asing intra/ ekstra okuler.8. Kemungkinan katarak traumatika.9. Kemungkinan perdarahan badan kaca.10. Kemungkinan ablasio retina.

5.B. Pemeriksaan Penunjang1. Tonometri Goldmann.2. Plain foto orbita + CT (Benda asing metal, orbita).3. Plain foto orbita (Benda asing non orbita).4. USG.5. CT, MRI (Benda asing kayu atau gelas).6. Laboratorium rutin.

6.C.Penderita Dirawat Bila:Penderita dirawat setelah operasi.

7.D.Keterangan TambahanBila penderita tidak bersedia dioperasi, harus dicantumkan dalam status pasien dengan menyebutkan alasannya dan ditanda tangani pasien.

8.E.Diagnosa Differensial:-

9.WewenangDokter Spesialis Mata dan PPDS Mata

10.Unit Yang MenanganiDepartemen Ilmu Kesehatan Mata

11.Unit Yang Terkait-

NO2. TRAUMA KIMIA

HalNo. Dokumen

No.RevisiHal.

1.A.Pemeriksaan Rutin

2.I.Anamnesa1. Riwayat Trauma. Jenis/ bentuk bahan kimia (asam/basa). Waktu kejadian/ lama kontak sampai tindakan pembilasan. Tempat kejadian (Rumah tangga, pekerjaan, kriminal).2. Riwayat Penyakit Dahulu: Epilepsi, hipertensi, diabetes. Miopia, gangguan penglihatan lainnya.3. Pertolongan pertama yang telah diberikan: Irigasi: Berapa lama, berapa banyak.

3.II.Pemeriksaan Fisik(Status Generalis)1. Kesadaran.2. Tensi, Nadi, Pernafasan.3. Kelainan Fisik.

4.III. Pemeriksaan Oftamologis1. Visus (Tajam Penglihatan).2. Kelainan Palpebra.3. Kelainan konjungtiva tarsalis/ bulbi.4. Gradasi klinis berdasarkan kerusakan stem sel limbus (Hughes):a. I. Iskemia limbus yang minimal atau tidak ada.b. II. Iskemia kurang dari 2 kuadran limbus.c. III. Iskemia lebih dari 3 kuadran limbus.d. IV. Iskemia pada seluruh limbus, seluruh permukaan epitel konjungtiva dan bilik mata depan.5. Kelainan kornea.6. Kelainan Bilik Mata Depan.7. Kelainan Iris.8. Kelainan Lensa.

5.B. Pemeriksaan Penunjang1. Test Fluoroscein.2. Tonometri Goldmann.3. Test Schimmer.4. Test Sitologi Impresi.5. Laboratorium Rutin.

6.C.Penderita Dirawat Bila:1. Trauma Asam pada 2 mata atau 1 mata karena Asam kuat.2. Trauma Basa

7.D.Keterangan Tambahan-

8.E.Diagnosa Differensial-

9.WewenangDokter Spesialis Mata dan PPDS Mata

10.Unit Yang MenanganiDepartemen Ilmu Kesehatan Mata

11.Unit Yang Terkait-

NO3. KATARAK

HalNo. Dokumen

No.RevisiHal.

1.A.Pemeriksaan Rutin

2.I.Anamnesa1. Keluhan Utama: Penglihatan kabur perlahan-lahan, lihat jauh/ lihat dekat.2. Riwayat Penyakit Sekarang: Silau pada siang hari atau kena sinar lampu mobil. Jalan Menabrak-nabrak. Pakai alat bantu baca.3. Riwayat Penyakit Dahulu: Penyakit Mata Merah, Hipertensi, Diabetes. Trauma Mata.

3.II.Pemeriksaan Fisik(Status Generalis)1. Kesadaran.2. Tensi, Nadi, Pernafasan.3. Kelainan Fisik.

4.III. Pemeriksaan Oftamologis1. Visus (Tajam Penglihatan).2. Tekanan Bola Mata.3. Kelainan Kornea.4. Keadaan Iris.5. Refleks Pupil.6. Kejernihan lensa/ Shadow Test.7. Letak lensa normal/ luksasi/ subluksasi.8. Keadaan Vitreous.9. Papil NII, c/d ratio.10. Retina, refleks makula, tes Maddox rod.

5.B. Pemeriksaan Penunjang1. USG.2. Retinometri.3. Biometri.4. Test Anel.5. Laboratorium sesuai kebutuhan.

6.C.Penderita Dirawat Bila:Penderita dirawat/ tidak dirawat sesuai kebutuhan.

7.D.Keterangan Tambahan1. Glaukoma Kronis.2. Degenerasi/ distrofi kornea.3. Retinopati.4. Neuritis Optika/ Papil Atrofi.

8.E.Diagnosa Differensial:-

9.WewenangDokter Spesialis Mata dan PPDS Mata

10.Unit Yang MenanganiDepartemen Ilmu Kesehatan Mata

11.Unit Yang Terkait-

NO4. EDEMA KORNEA

HalNo. Dokumen

No.RevisiHal.

1.A.Pemeriksaan Rutin

2.I.Anamnesa1. Riwayat Trauma Mata.2. Riwayat Operasi Mata.3. Riwayat Infeksi Mata.4. Riwayat Penyakit Sistemik: Gejala sakit kepala. Muntah-muntah.

3.II.Pemeriksaan Fisik(Status Generalis)1. Kesadaran.2. Tensi, Nadi, Pernafasan.3. Kelainan Fisik.

4.III. Pemeriksaan Oftamologis1. Visus (Tajam Penglihatan).2. Tekanan bola mata.3. Biomikroskopi: Konjungtiva: Injeksi Konjungtiva/injeksi silier.Kornea: Edema Epitel Kornea. Edema Stroma Kornea. Edema Stroma Posterior. Penebalan Lapisan Endotel. Infiltrat.

5.B. Pemeriksaan Penunjang1. Test Fluoroscein.

6.C.Penderita Dirawat Bila:-

7.D.Keterangan Tambahan-

8E.Diagnosa Differensial:-

9.WewenangDokter Spesialis Mata dan PPDS Mata

10.Unit Yang MenanganiDepartemen Ilmu Kesehatan Mata

11.Unit Yang Terkait-

NO5. DEGENERASI/ DISTROFI KORNEA

HalNo. Dokumen

No.RevisiHal.

1.A.Pemeriksaan Rutin

2.I.Anamnesa1. Riwayat Persalinan.2. Riwayat Truma Mata.3. Riwayat Infeksi Mata.4. Riwayat Penyakit Dalam Keluarga.

3.II.Pemeriksaan Fisik(Status Generalis)1. Kesadaran.2. Tensi, Nadi, Pernafasan.3. Kelainan Fisik (Sindroma).

4.III. Pemeriksaan Oftamologis1. Visus (Tajam Penglihatan).2. Tekanan Bola Mata.3. Lokasi Kelainan:Degenerasi: Dapat terjadi pada 1 matau atau 2 mata.Distrofi: Terjadi pada dua mata.

5.B. Pemeriksaan Penunjang1. Laboratorium rutin.

6.C.Penderita Dirawat Bila:-

7.D.Keterangan Tambahan-

8E.Diagnosa Differensial:-

9.WewenangDokter Spesialis Mata dan PPDS Mata

10.Unit Yang MenanganiDepartemen Ilmu Kesehatan Mata

11.Unit Yang Terkait-

NO6. PTERYGIUM

HalNo. Dokumen

No.RevisiHal.

1.DefinisiJaringan fibrovaskuler berbentuk segitiga dengan dasar konjungtiva nasa dan atau di temporal dan tumbuh memasuki permukaan kornea.

2.A.Pemeriksaan Rutin

3.I.Anamnesa1. Riwayat Trauma.2. Riwayat Mata merah/ infeksi mata.3. Riwayat Pekerjaan.

4.II.Pemeriksaan Fisik(Status Generalis)1. Kesadaran.2. Tensi, Nadi, Pernafasan.3. Kelainan Fisik.

5.III. Pemeriksaan Oftamologisa. Diagnosa:b. Gradasi Klinis (Youngson)1. Kepala jaringan Pterygium pada limbus.2. Kepala jaringan pterygium di kornea berada diantara limbus dan pertengahan jarak limbus ke tepi pupil.3. Kepala jaringan pterygium di kornea berada diantara pertengahan jarak limbus ketepi pupil dan tepi pupil.4. Kepala jaringan pterygium telah melewati tpei pupil.c. Primet atau residif.d. Kesan Klinis: Meradang (Inflamed), Jika terdapat 2 dari 3 tanda-tanda:1. Vaskularisasi, lebih dari 2 pembuluh darah yang melebar.2. Stroma yang tebal, jika visualisasi pembuluh darah episklera terputus dibawah stroma.3. Deposit partikel: besi, bintik- bintik warna kecoklatan di permukaan/ ditepi jaringan pterygium. Tidak Meradang (Non-Inflamed), Jika hanya terdapat salah satu dari tanda-tanda diatas.

6.B. Pemeriksaan Penunjang-

7.C.Penderita Dirawat Bila:-

8.D.Keterangan Tambahan-

9E.Diagnosa Differensial:Pseudo-Pterygium, jika bagian limbus dapat dilalui oleh sonde.

10.WewenangDokter Spesialis Mata dan PPDS Mata

11.Unit Yang MenanganiDepartemen Ilmu Kesehatan Mata

12.Unit Yang Terkait-

PROSEDUR PENGOBATAN / TINDAKAN

NO1. RUPTUR KORNEA/ KORNEOSKLERA

HalNo. Dokumen

No.RevisiHal.

1.I.Gejala / tanda yang perlu diperhatikan:1. Laserasi Palpebra.2. Khemosis Konjungtiva.3. Laserasi/ Perdarahan Konjungtiva.4. Adhesi Iris- Kornea.5. Bilik Mata Depan Dangkal.6. Defek Iris.7. Hipotoni.8. Defek Kapsul Lensa.9. Kekeruhan Lensa (Akut).10. Perdarahan/ ablasio retina.

2.A. Pemeriksaan:1. Penampakan uvea, vitreous, atau lensa.2. Tes Seidel positif.3. Tampak Benda asing Intraokuler.4. Benda Asing Intra Okuler Tampak pada pemeriksaan rontgen orbita dan ultrasonografi.

3.Tata Laksana Pre-OperasiTata laksana Pre-operasi.Bila tindakan operasi diperlukan, ideal untuk dilakukan sesegera mungkin sebelum 36 jam, untuk mencegah prolaps jaringan intraokuler, mengurangi rasa sakit, kontaminasi mikroba pada luka, migrasi epitel kedalam luka, inflamasi intraokuler dan kekeruhan lensa.

Tindakan pertama yang dilakukan:1. Berikan pelindung mata.2. Hindari terapi topikal.3. Berikan penenang.4. Berikan analgetik.5. Berikan anti emesis.6. Kultur.7. Antibiotik Intravena (Tobramisin, Clindamycin, atau Vancomycin).8. Profilaksis tetanus.9. Konsul anestesi.

4.B.Pengobatan1. Tanpa Operasi:Pada luka tembus yang minimal, tanpa kerusakan intraokuler, tidak ada prolap, diberikan terapi antibiotik sistemik dengan atau topikal dengan observasi yang ketat.Bila luka tembus dengan bilik mata yang normal, diberikan obat-obat supresi produksi aquos, perban tekan atau lensa kontak. Bila 3 hari tidak berhasil dilakukan penjitan kornea.

5.II.Operasi1. Repair Korneosklera:Tujuan primer repair korneosklera adalah memperbaiki integritas bola mata. Tujuan sekunder adalah untuk memperbaiki visus. Bila prognosis visus kurang baik dan mempunyai resiko simpatis oftalmia, dilakukan enukleasi.Enukleasi primer lebih baik, bila perlu ditunda tidak lebih dari 14 hari untuk mencegah simpatis oftalmia. Kemudian diikuti pemeriksaan fungsi visus, vitreoretina atau konsultasi ke subbagian plastik rekonstruksi.2. Anestesi:Anestesi umum dipergunakan untuk repair bola mata, sebab anestesi retrobulber atau peribulber akan meningkatkan tekanan bola mata. Diberikan muscle relaxant yang cukup untuk menghindari prolapnya isi bola mata.3. Langkah-langkah repair kornea sklera.a. Anestesi umum.b. Eksisi prolap vitreous, fragmen lensa, benda asing transkornea.c. Reposisi prolap iris, retina.d. Tutup laserasi kornea dengan limbus sebagai patokan.e. Selesaikan repair kornea secara watertight dengan nilon 10-0.f. Peritomi konjungtiva untuk memaparkan sklera.g. Eksisi prolaps vitreous bagian posterior secara bertahap.h. Reposisi prolaps uvea dan retina dibagian posterior.i. Selesaikan reposisi uvea dan retina.j. Selesaikan penutupan sklera dengan nilon 9-0 atau silk 8-0.k. Selesaikan penutupan konjungtiva.l. Tutup konjungtiva.m. Antibiotik dan steroid subkonjungtiva.4. Yang perlu diperhatikan:a. Tidak dipasang fiksasi rektus. Krena repair palpebra akan menekan permukaan mata, maka selesaikan dahulu repair kornea, selanjutnya repair palpebra.b. Bila Vitreous atau massa lensa prolap melalui bibir luka, dipotong diatas kornea, tidak dengan menariknya.Bila uvea atau retina menonjol keluar, dilakukan reposisi secara berhati-hati dengan dibantuk viskoelastik sekaligus membentuk bilik mata depan. Reposisi iris segera- dilakukan setiap selesai jahitan untuk mencegah iris terjepit dibibir luka.Bila Uvea tampak nektrotik dilakukan pemotongan.c. Jahitan sebaiknya mendekati full-thickness. Bila watertight sulit dicapai karena bentuk laserasi yang tidak beraturan, dapat dibuat jahitan X. Flap konjungtiva sebaiknya tidak dilakukan untuk menutup kebocoran luka. Simpul benang dibenamkan ke dalam stroma.d. Pada laserasi sklera, prolap vitreous dieksisi, sedangkan prolap uvea dan retina direposisi dengan spatula. Sklera dijahit dengan nilon 9-0 atau silk 8-0. Penjahitan kearah belakang dilakukan sejauh tidak menyulitkan atau akan menekan bola mata.Bila letaknya terlalu kebelakang, dan diperkirakan akan tertekan oleh jaringan orbita, sebaiknya ditinggalkan saja.e. Pada akhir operasi diberikan antibiotik subkonjungtiva (Tobramycin 20mg atau Vancomysin 25 mg) dan kortikosteroid (Deksamethason 2 mg). Antibiotik intra vitreal (Vancomycin 1 mg atau Amikacin 200 mcg) diberikan pada luka yang terkontaminasi yang melibatkan vitreous. Diberikan antibotik salep mata (Kombinasi bacitrasin- polymyxin) dan kemudian mata ditutup.5. Repair Sekunder:a. Pengangkatan benda asing intra okuler, repair iris, ekstraksi katarak, vitrektomi, insersi lensa intraokuler dan krioterapi pada robekan retina merupakan indikasi setelah repair primer laserasi korneo sklera.Keputusan perlu diambil untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan setelah operasi primer tergantung fasilitas yang ada, instrumen, terlihat atau tidak struktur segmen anterior dan pembuatan informed consent.b. Bila kekeruhan lensa bertambah, inflamasi intraokuler akan bertambah parah, kesempatan untuk meletakkan lensa intraokuler akan hilang. Penderita akan merasa sakit.c. Bila benda asing terlihat disegmen anterior, sebaiknya diangkat melalui lubang luka atau insisi limbal.d. Bila pengangkatan massa lensa diperlukan, perlu diketahui apakah kapsul posterior masih utuh atau tidak. Robekan pada kapsul anterior dapat dilanjutkan dengan kapsuloreksis, yang akan memfasilitasi pemasangan IOL.e. Bila kapsul posterior robek, IOL dipasang pada sulkus. Pada pasien tua, nukleus dapat diangkat memakai len lopp atau emulsifikasi. Pada pasien muda, pengangkatan massa lensa lebih mudah dengan aspirasi. Sebaiknya tidak dipasang IOL anterior chamber.f. Perbaikan ruptur iris tidak hanya memperbaiki fungsi iris dan perbaikan visus, tetapi juga mengembalikan iris pada permukaan yang baik untuk menghindarkan sinekia.g. Bila terjadi iridodialisis, akan menyebabkan diplopia dan eksentrik pupil, sehingga perlu dikembalikan keposisi semula.6. Pengobatan Pasca Operasi:a. Terapi diarahkan untuk mencegah infeksi, supresi inflamasi, kontrol TIO dan menghilangkan sakit.b. Antibiotik intravena dilanjutkan sampai 3-5 hari, Antibiotik topikal dipakai sampai 7 hari sedangkan kortikosteroid dan sikloplegia dikurangi tergantung keadaan inflamasinya.c. Jahitan kornea bila tidak longgar dapat diletakkan sampai 3 bulan dan kemudian mulai diangkat secara bertahap.d. Trauma mata akan meningkatkan resiko ablasio retina, maka pemeriksaan segmen posterior harus sering dilakukan. Bila fundus tidak terlihat, maka dilakukan USG.e. Koreksi penglihatan segera dilakukan bila memungkinkan. Pada anak-anak kemungkinan ambilopia dapat terjadi bila rehabilitasi visus ditunda.

7. Profilaksis Sistemik untuk Mencegah Traumatic Endopthalmitis:a. Organisme Gram Positif: Vancomycin : 1 gm IV setiap 12 jam selama 3 hari, diberikan setiap 1-2 jam sekali. Dosis interval tergantung keadaan fungsi renal.b. Organisme Gram Negatif: Gentamisin 1-2 mg/ kg Bb IV pada kali pertama, dilanjutkan 1 mg/kg BB setiap 8 jam selama 3 hari. Dosis interval tergantung keadaan fungsi renal. Ceftazidime : 1 gm IV setiap 12 jam selama 3 hari.c. Fungus: Terapi profilaksis tidak rutin diberikan.

6.C.Penderita Dirawat Bila:-

7.D.Keterangan Tambahan-

8E.Diagnosa Differensial:-

9.WewenangDokter Spesialis Mata dan PPDS Mata

10.Unit Yang MenanganiDepartemen Ilmu Kesehatan Mata

11.Unit Yang Terkait-

NO2. KATARAK

HalNo. Dokumen

No.RevisiHal.

1.A.Indikasi1. Indikasi Klinis.2. Indikasi Sosial.

2.B. Persiapa Pra-Bedah:1. Hasil Laboratorium.2. Midriatikum.

3.C.Teknik Operasi1. Extra Capsular Cataract Extraction/ + IOL.2. Fakoemulsifikasi/ + IOL

4.D.Anestesi1. Topikal: Tetrakain 0,5 % tetes mata.2. Peribbulber: Lidokain inj: Markain inj = 1:1.3. Retrobulber: Idem.4. Umum.

5.E.Persiapan pra-Bedah1. Cukur Bulu Mata.2. Midriatikum Tetes mata.3. Antiseptik Daerah Operasi.

6.F. Langkah-langkah operasi katarak1. ECCE/ECCE +IOL: Peritomi konjungtiva, atasi perdarahan konjungtiva. Grooving insisi korneosklera 150 derajat, kemudian kapsulotomi anterior. Kornea dibuka 120 derajat, dilanjutkan ekspresi nukleus. Pasang jahitan kornea secukupnya, kemudian dilakukan irigasi aspirasi massa lensa. Bila telah direncanakan, dilakukan implantasi IOL. Tambahkan jahitan kornea, kemudian simpul dibenamkan. Iridektomi perifer bila diperlukan. Injeksi antibiotik subkonjungtiva.2. Phako + IOL: Insisi kornea (Clear Corneal incision)/ sklera. Tembus COA, bentuk viskoelastik. Kapsuloreksis. Hidrodeseksi, hidrodiliniasi. Fakoemulsifikasi nukleus, epinukleus. Irigasi, aspirasi massa lensa (kortek). Implantasi IOL. Pasang jahitan pada luka operasi.

7.G. Pengobatan Paska-Bedah1. Antibiotik subkonjungtiva injeksi.2. Antibiotik topikal + Steroid tetes mata.3. Tutup Mata Pelindung.

8H.Pengawasan Paska- Bedah(Komplikasi)1. Endoftalmitis.2. Edema Kornea.3. Distorsi atau terbukanya luka operasi.4. COA dangkal.5. Glaukoma.6. Uveitis.7. Dislokasi IOL.8. Perdarahan Segmen Anterior/ Posterior.9. Ablasio Retina.10. Cystoid Macular Edema.11. Sisa Massa Lensa.12. Ruptur Kapsul Posterior.13. Prolap Vitreous.

9.WewenangDokter Spesialis Mata dan PPDS Mata

10.Unit Yang MenanganiDepartemen Ilmu Kesehatan Mata

11.Unit Yang Terkait-

NO3. DISTROFI/ DEGENERASI KORNEA

HalNo. Dokumen

No.RevisiHal.

1.A.Indikasi3. Laserasi Palpebra.4. Khemosis Konjungtiva.5. Laserasi/ Perdarahan Konjungtiva.6. Adhesi Iris- Kornea.7. Bilik Mata Depan Dangkal.8. Defek Iris.9. Hipotoni.10. Defek Kapsul Lensa.11. Kekeruhan Lensa (Akut).12. Perdarahan/ ablasio retina.

2.B. Persiapa Pra-Bedah:3. Penampakan uvea, vitreous, atau lensa.4. Tes Seidel positif.5. Tampak Benda asing Intraokuler.6. Benda Asing Intra Okuler Tampak pada pemeriksaan rontgen orbita dan ultrasonografi.

3.C.Teknik Operasi3. Tata laksana Pre-operasi.1. Riwayat Neurologis: Trauma Kepala/ Leher. Kehilangan kesadaran. Penurunan Status Mental.Riwayat Makan dan Minum.

4.D.Anestesia. Visus (Tajam Penglihatan).b. Kemungkinan ruptur kornea/korneosklera dengan atau tanpa prolap iris atau prolap badan kaca.c. Kemungkinan ruptur sklera

5.E.Persiapan pra-Bedah4. Tonometri Goldmann.

6.F. Langkah-langkah operasi katarak-

7.G. Pengobatan Paska-Bedah-

8H.Pengawasan Paska- Bedah(Komplikasi)-

9.WewenangDokter Spesialis Mata dan PPDS Mata

10.Unit Yang MenanganiDepartemen Ilmu Kesehatan Mata

11.Unit Yang Terkait-

NO4. RUPTUR KORNEA/ KORNEOSKLERA

HalNo. Dokumen

No.RevisiHal.

1.A.Indikasi13. Laserasi Palpebra.14. Khemosis Konjungtiva.15. Laserasi/ Perdarahan Konjungtiva.16. Adhesi Iris- Kornea.17. Bilik Mata Depan Dangkal.18. Defek Iris.19. Hipotoni.20. Defek Kapsul Lensa.21. Kekeruhan Lensa (Akut).22. Perdarahan/ ablasio retina.

2.B. Persiapa Pra-Bedah:7. Penampakan uvea, vitreous, atau lensa.8. Tes Seidel positif.9. Tampak Benda asing Intraokuler.10. Benda Asing Intra Okuler Tampak pada pemeriksaan rontgen orbita dan ultrasonografi.

3.C.Teknik Operasi4. Tata laksana Pre-operasi.2. Riwayat Neurologis: Trauma Kepala/ Leher. Kehilangan kesadaran. Penurunan Status Mental.Riwayat Makan dan Minum.

4.D.Anestesid. Visus (Tajam Penglihatan).e. Kemungkinan ruptur kornea/korneosklera dengan atau tanpa prolap iris atau prolap badan kaca.f. Kemungkinan ruptur sklera

5.E.Persiapan pra-Bedah5. Tonometri Goldmann.

6.F. Langkah-langkah operasi katarak-

7.G. Pengobatan Paska-Bedah-

8H.Pengawasan Paska- Bedah(Komplikasi)-

9.WewenangDokter Spesialis Mata dan PPDS Mata

10.Unit Yang MenanganiDepartemen Ilmu Kesehatan Mata

11.Unit Yang Terkait-