18
PERCOBAAN PENATALAKSANAAN UNTUK OTORE AKUT PADA ANAK DENGAN TABUNG TIMPANOSTOMI ABSTRAK Latar Belakang Panduan terdahulu untuk penatalaksanaan otore akut pada anak dengan tabung timpanostomi hanya berdasarkan pada bukti dari penelitian yang terbatas mengenai perbandingan antibiotic oral dengan antibiotic topical. Metode Pada percobaan pragmatis terbuka ini, peneliti secara acak memberikan pengobatan berbeda terhadap 230 anak yang berusia 1 sampai 10 tahun dan mengalami otore tabung timpanostomi akut. 76 anak mendapatkan tetes telinga hidrokortison basitrasin kolistin, 77 anak mendapatkan sirup suspense amoksisilin klavulanat, dan 77 anak sisanya hanya diobservasi. Hal utama yang diteliti adalah keadaan otore terus diperiksa selama 2 minggu menggunakan otoskop. Kemudian durasi munculnya episode otore pertama, jumlah hari mengalami otore, dan jumlah rekurensi otore selama 6 bulan follow up, kualitas hidup, komplikasi, dan efek samping pengobatan Hasil

Percobaan Penatalaksanaan Untuk Otore Akut Pada Anak Dengan Tabung Timpanostomi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

THT

Citation preview

Page 1: Percobaan Penatalaksanaan Untuk Otore Akut Pada Anak Dengan Tabung Timpanostomi

PERCOBAAN PENATALAKSANAAN UNTUK OTORE AKUT PADA

ANAK DENGAN TABUNG TIMPANOSTOMI

ABSTRAK

Latar Belakang

Panduan terdahulu untuk penatalaksanaan otore akut pada anak dengan

tabung timpanostomi hanya berdasarkan pada bukti dari penelitian yang terbatas

mengenai perbandingan antibiotic oral dengan antibiotic topical.

Metode

Pada percobaan pragmatis terbuka ini, peneliti secara acak memberikan

pengobatan berbeda terhadap 230 anak yang berusia 1 sampai 10 tahun dan

mengalami otore tabung timpanostomi akut. 76 anak mendapatkan tetes telinga

hidrokortison basitrasin kolistin, 77 anak mendapatkan sirup suspense amoksisilin

klavulanat, dan 77 anak sisanya hanya diobservasi. Hal utama yang diteliti adalah

keadaan otore terus diperiksa selama 2 minggu menggunakan otoskop. Kemudian

durasi munculnya episode otore pertama, jumlah hari mengalami otore, dan

jumlah rekurensi otore selama 6 bulan follow up, kualitas hidup, komplikasi, dan

efek samping pengobatan

Hasil

Tetes telinga antibiotic glukokortikoid lebih baik daripada antibiotic oral

maupun observasi pada semua variable penelitian. Pada minggu kedua, 5% anak

yang diobati dengan tetes telinga antibiotic glukokortikoid mengalami otore,

dibandingkan dengan 44% anak yang diberikan Antibiotik oral (perbedaan resiko,

-39% angka; 95% interval kepercayaan, -51 hingga -26) dan 55% anak yang

hanya diobservasi (perbedaan resiko, -49% angka; 95% interval kepercayaan, -62

hingga -37). Median durasi pada episode otore pertama adalah selama 4 hari untuk

anak yang diberi tetes telinga antibiotic glukokortikoid disbanding 5 hari pada

anak yang diberikan Antibiotik oral (P<0,001) dan 12 hai pada anak yang

Page 2: Percobaan Penatalaksanaan Untuk Otore Akut Pada Anak Dengan Tabung Timpanostomi

diobservasi saja (P<0,001). Efek samping akibat pengobatan sangat jarang

ditemui, dan tak ada efek samping dari otitis media, termasuk selulitis local,

perikondritis, mastoiditis, dan komplikasi intracranial yang dilaporakan pada

minggu kedua follow up

.

Kesimpulan

Tetes telinga antibiotic glukokortikoid paling efektif dibandingkan

pengobaan lainnya pada anak dengan tabung timpanostomi yang mengalami otore

akut tanpa komplikasi

Pemasangan tabung tinpanostomi merupakan salah satu proseduroperasi

yang paling banyak dilakukan pada anak. Indikasi utama untuk prosedur ini

adalah perbaikan pendengaran pada anak dengan otitis media efusi (OME)

persisten dan sebagai pencegahan OME berulang. Otore akut adalah sekuel umum

yang terjadi pada anak dengan tabung timpanostomi. Di mana tingkat insidensi

yang dilaporkan berkisar dari 26% pada metaanalisis studi observasionla

(melibatkan kasus otore secara klinis) hingga 75% pada percobaan acak

(melibatkan kasus subklinis dan asimtomatik). Otore tabung timpanostomi akut

dapat disertai bau busuk, demam, nyeri dan gangguan pada kualitas hidup anak.

Otore tabung timpanostomi akutdiduga diakubatkan oleh OMA. Infeksi

bakteri atau superinfeksi telinga tengah diduga merupakan penyebab predominan

OMA, dan termasuk otore tabung timpanostomi akut. Sehingga penanganannya

bertujuan mengeradikasi infeksi bakteri, dengan menggunakan antibiotic oral

spectrum luas dan antibiotic tetes telinga dengan atau tanpa glukokortikoid.

Beberapa percobaan yang membandingkan antibiotic oral dan topical pada

anak dengan tabung timpanostomi memiliki sampel sedikit aatu metodologi

penelitian lemah. Hasilnya menunjukkan tetes telinga antibiotic glukokortikoid

sama efektifnya, jika tidak lebih efektif ketimbang Antibiotik oral. Sebagai

tambahan, pengobatan topical memberikan lebih sedikit efek sistemik dan diduga

oleh beberapa pendapat lebih sedikit kemungkinan reseisten terhadap bakteri

otopatogen ketimbang Antibiotik oral. Karena otore tabung timpanostomi akut

Page 3: Percobaan Penatalaksanaan Untuk Otore Akut Pada Anak Dengan Tabung Timpanostomi

seperti halnya OMA dapat sembuh sendiri, observasi saja dapat menjadi

alternative tatalaksana. Pada studi ini, peneliti membandingkan efektifitas dari

ketiga pengobatan untuk penatalaksanaan otore tabung timpanostomi akut pada

anak: pengobatan segera dengan tetes telinga antibiotic glukokortikoid, Antibiotik

oral, maupun diobservasi.

Metode

Pelaksanaan dan perencanaan Percobaan

Peneliti melakukan penelitian control acak pragmatis dengan label terbuka.

Semua penulis mengusahakan kesempurnaan dan keakurasian data dan kemudian

menganalisis data tersebut untuk keabsahan protokol percobaan. Untuk rincian

keabsahan rancangan penelitian dan rencana analisis statistic, lihat bagian

protokol penelitian yang tersedia pada artikel ini di NEJM.org. Penelitian ini telah

disetujui oleh komite etik medis Universitas Kedokteran Utrecht. Tidak ada pihak

komersial terlibat dalam penelitian ini.

Pasien

Anak berusia 1-10 tahun dengan gejala otore tabung timpanostomi akut

yang telah terjadi hingga 7 hari pada saat skrining dilakukan dapat dimasukkan

dalam penelitian. Peneliti menyisihkan anak yang demam lebih dari 38.5°C, anak

yang mendapatkan antibiotic hingga 2 minggu sebelumnya, anak yang baru

dipasang tabung timpanostomi hingga 4 minggu sebelumnya, anak yang

mengalami episode otore hingga 4 minggu sebelumnya, 3 atau lebih hingga 6

bulan sebelumnya maupun yang lebih dari 4 hingga setahun sebelumnya. Peneliti

juga menyisihkan anak dengan Sindroma down, anomaly kraniofasial,

imunodefisiensi, atau alergi terhadap pengobatan pada penelitian ini.

Pengumpulan pasien

Mulai Juni 2009 hingga Mei 2012, dokter THT maupun dokter umum

melakukan pendekatan terhadap orangtua anak dengan tabung timpanostomi agar

berpartisipasi dalam pengobatan.Tim peneliti juga dihubungi via telepon oleh

orang tua yang tertarik untuk berpartisipasi. Jika ada anak yang mengalami otore

saat peneliti ditelepon dan sesuai kriteria subjek penelitian, maka peneliti

melakukan home visit pada pasien tersebut. Jika ada anak yg saat itu tidak terjadi

Page 4: Percobaan Penatalaksanaan Untuk Otore Akut Pada Anak Dengan Tabung Timpanostomi

otore, orang tua pasien diberitahu agar sesegeranya menghubungi peneliti kembali

jika terjadi otore di kemudian hari agar peneliti dapat melakukan home visit.

Garis besar pengkajian

Pada home visit, dokter pemeriksa mengambil informed consent tertulis dari

orangtua, memastikan timbulnya otore dengan otoskop, mengambil sampel untuk

kultur bakteri dan mengumpulkan data spesifik demografi dan penyakit. Orang

tua mengisi Child Health Questionnaire (CHQ), yang mengukur kualitas hidup

yang terkait dengan kesehatan umum dan Otitis Media–6 (OM-6) questionnaire,

yan mengukur kualitas hidup terkait OM. Skor pada CHQ berkisar antara 1-35

yang terbagi dalam 4 bagian, dengan skor tinggi untuk kualitas hidup yang baik.

Tugas Grup Penelitian

Manajer data independen membuat sekuens acak (dengan menggunakan 6

kotak), dengan stratifikasi berdasarkan usia (<4 tahun vs. ≥4 tahun). Dokter

peneliti mengakses laman percobaan acak setelah melakukan home visit unuk

mengumpulkan tugas grup penelitian. Randomisasi ini ditutupi dan tidak dapat

diprediksi selama penelitian. Penelitian ini dibagi menjadi rasio 1:1:1 untuk 3

grup penelitian: tetes telinga antibiotic glukokortikoid (Bacicoline-B, Daleco

Pharma) (diberikan 3x5 tetes sehari pada telinga yang sakit selama 7 hari),

antibiotik oral sirup amoksisilin klavunalat (30mg amoksisilin dan 7,5 mg

klavunalat perKgBB/hari, terbagi menjadi 3 dosis selama 7 hari), dan observasi

(selama 2 minggu).

Dokter peneliti tidak membersihkan liang telinga, baik saat kunjungan

pertama maupun kunjungan selanjutnya. Orang tua pasien ditugaskan untuk

membersihkan cairan pada luar liang telinga yang dapat dijangkau dengan tissue

sebelum memberi obat tetes telinga. Sebagai tambahan, orang tua diajarkan untuk

memiringkan kepala anaknya ke satu sisi (sekitar 90 derajat_ ketika memberikan

obat tetes telinga dan mempertahankan posisi ini selama beberapa menit agar obat

tetes meresap di liang telinga. Tidak ada instruksi lain seperti pemijatan tragus

diberikan. Setelah kunjungan follow up pertama pada minggu ke-2, pengobatan

lanjutan anak diserahkan pada dokter THT atau dokter keluarga.

Follow Up

Page 5: Percobaan Penatalaksanaan Untuk Otore Akut Pada Anak Dengan Tabung Timpanostomi

Orang tua diberikan buku harian untuk mencatat pengobatan, efek samping

dan komplikasi hingga 2 minggu dan gejala yang berhubungan dengan telinga

hingga 6 bulan. Pada minggu ke-2 dan bulan ke-6, dokter peneliti mengunjungi

rumah anak, melakukan otoskopi, memeriksa dan mengumpulkan buku harian

orang tua, dan mengumpulkan kedua kuosioner yang diberikan sebelumnya.

Hasil penelitian yang diharapkan

Hasil utama, yaitu kegagalan penelitian didefinisikan sebagai munculnya

otore pada satu atau kedua telinga yang dilihat dokter pemeriksa menggunakan

otoskop pada kunjungan follow up pertama di minggu ke-2. Hasil lainnya dilihat

dari buku harian orang tua dan termasuk durasi otore pertama (untuk kelompok

penelitian ini, hari pertama otore hingga hari ke-7 hingga seterusnya yang bebas

otore), jumlah hari mengalami otore, dan jumlah rekurensi eposide otore (≥1 hari

mengalami otore setelah ≥ 7 hari bebas otore) dalam 6 bulan follow up,

komplikasi dan efek samping terkait pengobatan dalam 2 minggu pertama.

Sebagai tambahan, kedua kuosioner mengenai kualitas hidup dikaji pada follow up

minggu ke-2.

Analisis statistic

Analisis statistic dilakukan menggunakan program SPSS versi 20 dan

software Episheet versi Oktober 2012. Peneliti melakukan semua analisis menurut

prinsip pengobatan, dan kecuali efek sampng pengobatan, analisis dibuat samar.

Peneliti menutup data dasar yang hilang dengan median tanpa kondisi.

Perbandingan utama dalam penelitian ini adalah tetes telinga antibiotic

glukokortikoid vs. Antibiotik oral vs. observasi. Untuk perbandingan, peneliti

menghitung resiko perbedaan dengan interval kepercayaan 95% dan jumlah

pengobatan yang dibutuhkan untuk mencegah otore terjadi pada 2 minggu

pertama. Untuk mengendalikan uji majemuk, pengobatan topical harus lebih

banyak ketimbang dua pembandingnya. Dengan asumsi efek konservatif sekitar

60%, dengan ambang deviasi 2 sisi sebanyak 5% yang menunjukkan signifikansi

statistic dan dengan kekuatan statistic 90%, peneliti memperkirakan sekitar 105

anak dibutuhkan dalam masing-masing ketiga grup tersebut agar dapat

Page 6: Percobaan Penatalaksanaan Untuk Otore Akut Pada Anak Dengan Tabung Timpanostomi

menunjukkan perbedaan absolut 20% antar grup untuk hasil utama yang

diharapkan.

Peneliti juga menghitung perbedaan resiko dan interval kepercayaan 95%

untuk perbandingan Antibiotik oral dan observasi untuk 4 hasil utama yang

diharapkan, sebagaiaman resiko relative dan interval kepercayaan 95% untuk

perbandingan untuk semua pengobatan. Deegan analisa regresi binomial log,

peneliti mengatur resiko relatif perancu sebelum menetapkan perbedaan signifikan

dan relevan secara klinis.

Untuk hasil lain yang diharapkan, peneliti menggunakan kurva Kaplan-

Meier untuk menentukan durasi episode pertama pada ketiga grup, dan peneliti

menggunakan uji log peringkat untuk menguji perbedaan ketiga grup. Peneliti

menghitung media jumlah hari mengalami otore dan jumlah rekurensi episode

otore dalam 6 bulan pertama follow up dan perubahan kualitas hidup dalam

kuesioner pada 2 minggu pertama follow up. Perubahan pada rerata skor OM-6

1,0 hingga 1,4 poin dimasukkan sebagai perubahan sedang, dan perubahan 1,5

poinatau lebih dimasukkan sebagai perubahan besar. Peneliti mengevaluasi ketiga

perbedaan kelompok menggunakan uji Mann-Whitney U.

Analisa

Setelah 2 tahun, 150 anak dengan otore tabung timpanostomi akut menjalani

randomisasi. Angka ini lebih sedikit dari target awal kami 315 anak. Setelah

berkonsultasi dengan badan pendanaan penelitian ini, mereka bersedia untuk

melakukan analisa di tengah penelitian (yang tidak direncanakan sebelumnya)

agar dilakukan oleh komite pengkaji data independen. Para anggota komite tidak

mengetahui tugas kelompok studi maupun interpretasi data.

Titik akhir penelitian yang ditentukan sebelumnya adalah resiko perbedaan

yang lebih dari 20%. Titik akhir diuji dengan pendekatan Haybittle-Peto (dengan

nilai P <0,01 dianggap memiliki statistic signifikan). Karena keselamatan (resiko

ancaman) bukan alasan untuk melakukan analisa dipercepat ini, pengobatan

pasien dilanjutkan. Analisa menunjukkan bahwa resiko perbedaan terkecil untuk

hasil yang diharapkan antara pengobatan tetes telinga disbanding pengobatan

lainnya sebanyak 32% (interval kepercayaan 95%, 48 sampai 17; P<0,001). Pada

Page 7: Percobaan Penatalaksanaan Untuk Otore Akut Pada Anak Dengan Tabung Timpanostomi

21 Mei 2012, komite menyarankan agar pengumpulan pasien untuk percobaan

dihentikan, 230 follow up yang sedang berjalan segera diselesaikan, analisis data

dilakukan dengan blinding, dan hasilnya dilaporkan sesuai standar yang

ditentukan.

HASIL

Pengumpulan

Sejumlah 1133 anak dengan tabung timpanostomi yang berpotensi menjadi

pasien penelitian dikumpulkan; orang tua mereka bersedia untuk berpartisipasi

dalam penelitian ini jika terjadi otore tabung timpanostomi akut pada anak

mereka. Orang tua 886 anak tidak menghubungi peneliti, dan sebagian

melaporkan episode otorea yang tidak sesuai dengan kriteria inklusi.

Home visit dijadwalkan terhadap 247 anak dengan otore tabung

timpanostomi akut. Dari anak-anak tersebut, 17 di antaranya mengalami demam

≥38,5° atau tabung timpanostominya hilang. Sebanyak 230 anak dengan otore

tabung timpanostomi akut secara acak diberikan tetes telinga antibiotic

glukokortikoid (76 anak) atau antibiotik oral (77 anak) atau observasi saja (77

anak). Dalam 2 minggu pertama, 71 anak (93%), 68 (88%), dan 61 (79%) dalam

masing-masing ketiga grup, mulai menjalani manajemen pengobatan. (Gambar 1)

Kelengkapan data

Hasil utama yang diharapkan dikaji pada 228 anak (99%). Terdapat 221

buku harian orang tua pasien (96%). Dalam buku harian tersebut, informasi

mengenai munculnya otore muncul dalam 94% follow up.

Populasi Penelitian

Karakteristik klinis dan demografi partisipan digambarkan pada tabel 1, dan

dalam tabel S1 di appendiks tambahan, tersedia di NEJM.org. Tak ada perbedaan

klinis signifikan pada garis besar karakteristik dari ketiga grup. Indikasi

pemasangan tabung (OMA rekuren vs OME persisten) dan kultur bakteri otore

sedikit berbeda dalam ketiga grup (tabel ). Rata-rata umur semua anak 4,5 tahun,

rata-rata durasi otore sebelum masuk ke dalam penelitian selama 3 hari, dan 38

anak (17%) mengalami otore pada kedua telinga.

Page 8: Percobaan Penatalaksanaan Untuk Otore Akut Pada Anak Dengan Tabung Timpanostomi

Analisis Utama

Pada minggu ke-2, 5% anak yang diobati dengan tetes telinga mengalami

otore, dibandingkan dengan 44% pada anak yang mendapat antibiotik oral

(perbedaan resiko, 29% poin; interval kepercayaan 95%, 51 sampai 26; jumlah

pengobatan yang dibutuhkan) dan 55% pada anak yang diobservasi saja

(perbedaan resiko, 49% poin; interval kepercayaan 95%, 62 sampai 37; jumlah

pengobatan yang dibutuhkan,2) (tabel 2).

Analisa Sekunder

Pada minggu ke-2, anak yang diobati dengan antibiotika oral lebih sedikit

mengalami otore dibandingkan anak yang diobservasi saja, tetapi perbedaan ini

tidak bermakna (perbedaan resiko, 11% poin; interval kepercayaan 95%, 27

sampai 5). Resiko relatif dengan penyesuaian untuk garis besar perbedaan tidak

berbeda dengan resiko relatif mentah, yang secara konsisten lebih menyukai tetes

telinga antibiotic glukokortikoid (Tabel 2).

Median durasi episode otore pertaa selama 4 hari pada anak yang diobati

dengan tetes telinga antibiotic glukokortikoid dibanding 5 hari pada anak yang

diberi antibiotic oral (P<0,001) dan 12 hari pada anak yang diobservasi (P<,001)

(tabel 2 dan gambar 2). Median jumlah hari mengalami otore selama follow up 6

bulan adalah 5 hari pada anak yang diobati dengan tetes telinga antibiotic

glukokortikoid dibanding 13,5 hari pada anak yang diberi antibiotic oral

(P<0,001) dan 18 hari pada anak yang diobservasi (P<0,001). Angka median

untuk episode otore rekuren selama follow up 6 bulan adalah 0 hari pada anak

yang diobati dengan tetes telinga antibiotic glukokortikoid dibanding 1 hari pada

anak yang diberi antibiotic oral (P<0,03) dan 1 hari pada anak yang diobservasi

(P<0,26).

Secara garis besar, kedua kuesioner kualitas hidup menunjukkan skor

kualitas hidup yang baik pada semua grup. Pada minggu ke-2 follow up,

perubahan pada kedua kuesioner kualitas hidup tidak menunjukkan perbedaan

signifikan pada semua grup. Perubahan tersebut kecil, tetapi semuanya paling

banyak terdapat pada grup tetes telinga (Tabel S2 dan S3 dan dalam appendiks

tambahan).

Page 9: Percobaan Penatalaksanaan Untuk Otore Akut Pada Anak Dengan Tabung Timpanostomi

Komplikasi dan efek samping

Tidak ada efek samping dari otitis media, termasuk selulitis local,

perikondritis, mastoiditis, dan komplikasi intracranial yang dilaporakan pada

minggu kedua follow up (tabel 3). Sebanyak 16 anak (21%) yang mendapatkan

tetes telinga mengalami nyeri atau ketidaknyamanan ketika obat diberikan dan 2

(3%) anak mengalami ruam setempat. Gejala gastrointestinal dialami 18 anak

(23%) yang mendapatkan antibiotic oral, dan 3 anak (4%) mengalami ruam.

Selama 6 bulan follow up, anak yang diberi tetes telinga lebih sedikit mengalami

episode otore yang menetap selama 4 minggu atau lebih, dibandingkan dengan

anak grup lainnya (tabel 3).

DISKUSI

Pada penelitian control acak pragmatis dengan label terbuka ini, peneliti

menemukan tetes telinga antibiotic glukokortikoid lebih baik dibandingkan

antibiotik oral maupun observasi dalam hal hasil utama otore pada minggu ke-2,

yang dilihat dengan otoskop, pada anak dengan tabung timpanostomi yang

mengalami otore akut. Analisis sekunder peneliti mendukung penemuan tersebut.

Sekitar 1 dari 2 anak yang menjalani observasi masih mengalami otore pada

minggu ke-2, dan observasi menghasilkan lama hari mengalami otore lebih lama

ketimbang anak grup lain. Hal ini menunjukkan bahwa observasi saja bukan

merupakan manajemen yang adekuat untuk anak dengan otore tabung

timpanostomi akut.

Sebuah percobaan sebelumnya yang membandingkan strategi manajemen

yang sama, tetapi sebagai profilaksis infeksi setelah pemasangan tabung

timpanostomi. 3 percobaan sebelumnya membandinkan tetes telinga dengan

antibiotic oral pada anak dengan otore tabung timpanostomi akut. Pada 2

percobaan tersebut, tidak seperti penelitian ini, anak yang mengalami otore hingga

3 minggu (garis dasar lama otore yang sebenarnya tidak dilaporkan) dan anak

yang mendapatkan pengobatan sebelum dilakukan percobaan juga dimasukkan.

Kedua percobaan menyisihkan anak yang positif terhadap kultur streptococci

group A atau Pseudomonas aeruginosa dari analisa, yang memengaruhi

Page 10: Percobaan Penatalaksanaan Untuk Otore Akut Pada Anak Dengan Tabung Timpanostomi

kemampuan penerapan terapi tersebut pada kasus otore sehari-hari. Pada

percobaan ke-3, yang memiliki populasi penelitian yang sebanding dengan

penelitian ini, 68 anak dengan otore tabung timpanostomi akut secara acak diberi

amoksisilin oral, tetes telinga ciprofloxacin, atau pencucian liang telinga dengan

salin fisiologis. Peneliti tersebut juga menemukan tetes telinga antibiotic lebih

baik ketimbang pengobatan lainnya, tetapi kegagalan terapinya lebih banyak dari

penelitian ini. Tingkat kegagalan yang lebih rendah pada penelitian ini mungkin

terjadi karena peneliti menggunakan tetes telinga yang mengandung antibiotic dan

kortikosteroid dan dari pengkajian efek terapi yang selama 2 minggu

dibandingkan seminggu pada penelitian tersebut.

Percobaan di Finlandia membandingkan efektifitas antibiotic oral dengan

placebo pada anak dengan otore tabung timpanostomi akut menunjukkan durasi

otore lebih pendek pada anak yang diberi antibiotik oral. Selama penelitian, liang

telinga anak dibersihkan dengan penyedotan tiap hari. Terlepas dari

ketidakpastian manfaat intervensi tambahan harian ini, hasil peneliitian sulit

diterapkan pada praktek medis sehari-hari. Peneliti tidak menemukan bahwa

antibiotic oral memberikan manfaat lebih baik ketimbang observasi pada otore

yang muncul di minggu ke-2, yang terlihat dari otoskop, tapi peneliti menemukan

bahwa durasi episode otore pertama lebih pendek pada anak yang diberi antibiotic

oral ketimbang anak yang diobservasi saja.

Beberapa aspek dari percobaan kami memerlukan perhatian lanjut. Pertama,

tetes telinga antibiotic glukokortikoid tidak secara rutin tersedia di luar Belanda

dan Prancis. Peneliti memilih tetes telinga hidrokortison basitrasin kolistin karena

obat ini paling banyak digunakan dan tersedia di Belanda yang tidak berpotensi

menjadi aminoglikosida ototoksik. Tetes telinga tersebut efektif terhadap sebagian

besar isolate bakteri yang menyebabkan otore tabung timpanostomi akut (contoh:

Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis,

Staphylococcus aureus, dan P. aeruginosa). Meskipun buktinya masih sedikit,

peneliti percaya bahwa kombinasi tetes telinga antibiotic glukokortikoid apapun

dengan aktivitas antimicrobial yang mirip, seperti ciprofloxacin dan

deksametason, dapat memberikan hasil serupa.

Page 11: Percobaan Penatalaksanaan Untuk Otore Akut Pada Anak Dengan Tabung Timpanostomi

Kedua, dosis antibiotik oral sirup amoksisilin klavunalat yang kami gunakan

dalam penelitian (30mg amoksisilin dan 7,5 mg klavunalat perKgBB/hari, terbagi

menjadi 3 dosis selama 7 hari) merupakan dosis yang direkomendasikan di

Belanda dan Negara Eropa lainnya di mana tingkat resistensi antimicrobial

rendah. Ketiga, peneliti menggunakan desain penelitian control acak pragmatis

dengan label terbuka untuk meningkatkan kemudahan aplikasi hasil percobaan

pada praktik sehari-hari. Selain itu, hasil yang dikaji oleh dokter peneliti konsisten

dengan yang dilaporkan dalam buku harian. Keempat, peneliti percaya bahwa data

buku harian tersebut akurat. Peneliti mengumpulkan buku harian, termasuk

informasi munculnya otore pada follow up harian, hampir pada semua anak.

Dalam penelitian yang mirip dengan penelitian ini, peneliti menemukan tingginya

kesepakatan bagaimana mengkaji otore antara dokter peneliti dan orang tua

pasien.

Kelima, pada saat medesain percobaan ini, peneliti mengasumsikan

penurunan absolute 20% poin pada insidensi otore setelah 2 minggu dengan satu

jenis pengobatan dibandingkan pengobatan lainnya yang relevan secara klinis.

Perbedaan resiko yang diamati ternyata dua kali lebih besar, menunjukkan

pentingnya penemuan kami dalam praktik sehari-hari. Akhirnya, sebagai

perbandingan antara anak yang dimasukkan dalam penelitian maupun yang tidak,

peneliti menemukan kemiripan dalam hal usia, jenis kelamin, dan jumlah

pemasangan tabung timpanostomi sebelumnya. Karena desain penelitian peneliti

memasukkan semua anak yang diobati pada seluruh tingkatan pelayanan

kesehatan, peneliti percaya hasil penemuan ini dapat diterapkan pada anak dengan

otore tabung timpanostomi akut tanpa komplikasi yang berobat pada pelayanan

kesehatan utama maupun sekunder.