33
LAPORAN ANALISIS FARMASI PERCOBAAN II PENENTUAN KADAR MULTIKOMPONEN CAMPURAN ASETOSAL, PARASETAMOL DAN KAFEIN SECARA SPEKTROFOTOMETER UV OLEH NAMA : MEI KURNIAWATI STAMBUK : F1F1 11 054 KELAS : FARMASI A (GENAP) KELOMPOK : V (LIMA) ASISTEN : AZHAR LABORATORIUM FARMASI JURUSAN FARMASI

Perc. II Anfar

Embed Size (px)

DESCRIPTION

nm mk

Citation preview

Page 1: Perc. II Anfar

LAPORAN ANALISIS FARMASI

PERCOBAAN II

PENENTUAN KADAR MULTIKOMPONEN CAMPURAN

ASETOSAL, PARASETAMOL DAN KAFEIN

SECARA SPEKTROFOTOMETER UV

OLEH

NAMA : MEI KURNIAWATI

STAMBUK : F1F1 11 054

KELAS : FARMASI A (GENAP)

KELOMPOK : V (LIMA)

ASISTEN : AZHAR

LABORATORIUM FARMASI

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2013

Page 2: Perc. II Anfar

PENENTUAN KADAR MULTIKOMPONEN CAMPURAN

ASETOSAL, PARASETAMOL, DAN KAFEIN SECARA

SPEKTROFOTOMETER ULTRAVIOLET

A. Tujuan

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan kadar

multikomponen campuran asetosal, parasetamol, dan kafein secara ultraviolet.

B. Landasan Teori

Sediaan farmasi yang beredar di pasaran kebanyakan berupa

campuran berbagai zat berkhasiat. Campuran ini bertujuan untuk

meningkatkan efek terapi dan kemudahan dalam pemakaian. Campuran

parasetamol dan kafein banyak ditemukan dalam produk antiinfluenza dengan

berbagai merek dagang (Naid, 2011).

Parasetamol merupakan metabolit fenasetin dengan efek analgetik

ringan sampai sedang, dan antipiretik yang ditimbulkan oleh gugus

aminobenzen, sedangkan kafein adalah basa lemah yang merupakan

turunan xantin, memiliki gugus metil dan berefek stimulasi susunan saraf

pusat serta dapat memperkuat efek analgetik parasetamol. Dilihat dari

strukturnya, parasetamol mempunyai gugus kromofor dan ausokrom, yang

dapat menyerap radiasi, sehingga dapat dilakukan dengan metode

spektrofotometri, tetapi kendala yang sering dijumpai adalah terjadinya

tumpang tindih spektra (overlapping) karena keduanya memiliki serapan

maksimum pada panjang gelombang yang berdekatan sehingga diperlukan

proses pemisahan terlebih dahulu (Naid, 2011).

Kafein adalah salah satu jenis alkaloid. Kafein memiliki efek

farmakologis yang bermanfaat secara klinis, seperti menstimulasi susunan

syaraf pusat, relaksasi otot polos terutama otot polos bronkus dan stimulasi

otot jantung. Pengujian kuantitatif kafein dilakukan dengan menggunakan

spektrofotometri uv-vis (Maramis, 2013).

Page 3: Perc. II Anfar

Kafein merupakan zat alami yang ditemukan pada daun, biji atau buah

pada lebih dari 63 spesies tanaman di seluruh dunia. Sumber yang paling

umum dikenal dengan kandungan kafeinnya mencakup kopi, biji kakao,

kacang-kacangan, cola dan daun teh (Phan, 2012). Kafein tidak menumpuk

pada tubuh dalam jangka waktu yang lama namun biasanya dikeluarkan dalam

beberapa jam setelah konsumsi (Wanyika, 2010). Kafein diserap dan

didistribusikan ke seluruh tubuh oleh peredaran aliran darah ke suatu tujuan

akhir dalam otak (Sather, 2011).

Kafein diabsorpsi dengan cepat dan mendekati sempurna melalui

saluran gastrointestinal dalam waktu 30-60 menit. Kafein didistribusikan ke

seluruh jaringan tubuh. Konsentrasi maksimum dalam plasma (tmaks) dicapai

bervariasi rata-rata 5 jam dengan rentang 2-12 jam. Eliminasi kafein dari

tubuh melalui metabolisme. Metabolisme kafein sangat kompleks, paling

sedikit ada 25 metabolit yang dihasilkan. Kafein dieksresikan melalui urin

dalam bentuk tidak berubah yaitu hanya 1-4% setelah pemberian oral

(Dalimunthe, 2011).

Efek farmakologi kafein yaitu merangsang sistem saraf pusat,

mengurangi kelelahan yang menyebabkan aliran pikiran jernih, upaya

intelektual dipertahankan dan asosiasi lebih sempurna dari ide dengan

apresiasi yang lebih baik dari rangsangan sensorik pada manusia. Pada tingkat

ini, ia memiliki efek diuretik pada ginjal maka mempengaruhi keseimbangan

cairan dalam tubuh. Hal ini juga meningkatkan laju detak jantung, melebarkan

pembuluh darah dan meningkatkan kadar asam lemak bebas dan glukosa

dalam plasma. 1 g kafein menyebabkan insomnia, gugup, mual, telinga dering,

berkedip derillum cahaya dan tremulousness (Wanyika, 2010). Ada efek lain

dari konsumsi kafein, termasuk peningkatan kejadian kanker kandung kemih

dan lambung, tekanan darah yang meningkat dan memperburuk diabetes dan

merusak lapisan perut (Nour, 2012).

Aspirin memiliki nama kimia asam2-acetoxybenzoic merupakan

penghambat enzim siklooksigenase non selektif yang digunakan sebagai agen

analgesik, antipiretik, antiinflamasi dan antitrombosit. (Doshi, 2013). Dosis

Page 4: Perc. II Anfar

oral ASA sebagai analgesik dan antipiretik adalah 300-1000mg sebagai dosis

tunggal, diulang setiap 4-8 jam sesuai dengan klinis needs.6 Dosis harian

maksimum adalah 3-4 g.Hanya sekitar 1% dari dosis oral ASA diekskresikan

tidak berubah dalam urin. Sisanyadiekskresikan dalam urin sebagai SA dan

metabolitnya. Asam salisilat terutama dieliminasi oleh metabolisme hati,

metabolit termasuk asam salicyluric, salisil fenolik glukuronida, SA

glukuronat, asam gentisic, dan asam gentisuri(Dressman, 2012).

Sediaan farmasi yang beredar di pasaran kebanyakan berupa campuran

berbagai zat ber-khasiat. Campuran ini bertujuan untuk meningkat-kan efek

terapi dan kemudahan dalam pemakaian (Naid, 2011). Untuk menentukan

campuran dari 2 atau lebih senyawa aktif pada satu campuran tanpa

melakukan proses pemisahan terlebih dahulu, dapat menggunakan metode

spektrofotometri (Hajian, 2012). Penggunaan spektrofotometri UV-Vis untuk

analisis kualitatif sediaan obat mempunyai beberapa keuntungan, yaitu :

sensitif, selektif, akurat, teliti, dan lebih cepat bila dibandingkan metode

konvensional lainnya seperti titrimetri dan gravimetri (Henry,

2002).Sedangkan untuk analisis kuantitatif, metode spektrofotometri ultra-

violet dan sinar tampak digunakan untuk menetapkan kadar senyawa dalam

jumlah yang sangat kecil (Triyati, 1985).

Metode spektrofotometri merupakan metode untuk analisis kuantitatif.

Metode spektrofotometri digunakan untuk mengukur absorban suatu sampel

sebagai fungsi panjang gelombang (Suhartini, 2013). Metode

spektrofotometri dapat digunakan untuk penetapan kadar campuran dengan

spektrum yang tumpang tindih tanpa pemisahan terlebih dahulu. Karena

perangkat lunaknya mudah digunakan untuk instrumentasi analisis dan

mikrokomputer, spektrofotometri banyak digunakan di berbagai bidang

analisis kimia terutama farmasi (Karinda, 2013). Spektra serapan UV-Vis

direkam oleh spektrofotometer. Spektrum setiap larutan dicatat pada rentang

panjang gelombang 200-230 nm (Hajian, 2013).

Prinsip kerja spektrofotometri UV-VIS berdasarkan penyerapan cahaya

atau energi radiasi oleh suatu larutan. Jumlah cahaya atau energi radiasi yang

Page 5: Perc. II Anfar

diserap memungkinkan pengukuran jumlah zat penyerap dalam larutan secara

kuantitatif (Triyati, 1985). Prinsip yang paling penting dalam analisis

penyerapan adalah hukum Beer-Lambert. Hukum ini menyatakan bahwa,

untuk solusi ideal yang diberikan, ada hubungan linier antara konsentrasi dan

absorbansi asalkan panjang jalur dipertahankan konstan, absorptivitas (e)

adalah konstan untuk setiap molekul untuk setiap panjang gelombang.

dimana e absorptivitas zat, konsentrasi c dan l panjang jalan. Asalkan e dan L

tetap konstan untuk satu set percobaan, sebidang absorbansi sampel terhadap

konsentrasi zat penyerap harus memberikan garis lurus. Dalam prakteknya,

kurva kalibrasi dibuat dengan memplot absorbansi dari serangkaian sampel

standar sebagai fungsi konsentrasi mereka. Jika absorbansi suatu sampel

kemudian diukur, konsentrasi komponen menyerap dapat dinilai dari grafik

ini. Konsentrasi senyawa dalam suatu campuran yang mengandung n

komponen dapat dicari dengan rumusan matematik sebagai berikut(Upstone,

2000):

Syarat terabsorpsinya cahaya adalah adanya gugus kromofor pada

molekul. Kromofor adalah gugus molekul yang dapat mengabsorpsi cahaya

contohnya antara lain: C = C, C = O, N = N, N = O, dan sebagainya.

Molekul-molekul yang hanya mengandung satu gugus kromofor dapat

mengalami perubahan pada panjang gelombang (Triyati, 1985) :

Page 6: Perc. II Anfar

C. Alat dan Bahan

a) Alat

Alat yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Batang pengaduk

2. Corong

3. Erlenmeyer

4. Gelas kimia

5. Labu takar 100 ml

6. Labu takar 50 ml

7. Mortar dan alu

8. Pipet tetes

9. Spektrofotometer UV

10. Timbangan analitik

b) Bahan

Bahan yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Sediaan obat (tablet)

2. Bahan obat murni (asetosal, parasetamol, kafein)

3. Etanol 95%

4. Aquades

5. Kertas timbang

c) Uraian Bahan

1. Asetosal (Dirjen POM, 1979 :

Nama resmi : Acidum acetylsalicylium

Sinonim : Asam asetilsalisilat

Berat molekul : 180,16 g/mol

Rumus struktur :

Page 7: Perc. II Anfar

Pemerian : Hablur tidak berwarna, atau serbuk hablur

putih, tidak berbau atau hampir tidak

berbau, rasa asam

Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, larut

dalam kloroform

Kegunaan : Analgetikum, antipiretikum

2. Parasetamol (Sweetman, 2009: 108)

Nama resmi : Acetaminophen

Sinonim : Acetaminofeno; Acetaminophen; N-Acetyl-

p-aminophenol;Asetaminofen; Paracétamol;

Paracetamolis; Paracetamolum; Parasetamol;

Parasetamoli. 4′-Hydroxyacetanilide; N-(4-

Hydroxyphenyl) acetamide

Rumus molekul : C8H9NO2

Berat molekul : 151.2 g/mol

Rumus struktur :

Pemerian : Berupa hablur atau serbuk hablur putih, rasa

pahit, berbau, serbuk kristal dengan sedikit

rasa pahit.

Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian

etanol (95%)P, dalam 13 bagian aseton P,

dalam 40 bagian gliserol P dan dalam 9

bagian propilenglikol P; larut dalam larutan

alkalihidroksida

Kegunaan : Analgesik, antipiretik dan anti inflamasi

lemah

Page 8: Perc. II Anfar

Penyimpanan : Dalam wadah kedap udara, lindungi dari

cahaya, lembab dan panas.

3. Kafein (Sweetman, 2009: 1116).

Nama resmi :Caffeine

Sinonim : Anhydrous Caffeine; Cafeína; Caféine;

Coffeinum; Guaranine;Kofeiini; Kofein;

Kofeina; Kofeinas; Koffein;

Methyltheobromine;Théine. 1,3,7-

Trimethylpurine-2,6(3H,1H)-dione; 1,3,7-

Trimethylxanthine;7-Methyltheophylline.

Rumus molekul : C8H10N4O2

Berat molekul : 194.2 g/mol

Rumus struktur :

Pemerian : Serbuk atau hablur bentuk jarum mengkilat,

biasanya, biasanya menggumpal, putih tidak

berbau, rasa pahit.

Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, dan dalam etanol

(95%) P, mudah larut dalam klorofom P,

sukar larut dalam eter P

Kegunaan : Analgesik, antipiretik dan anti inflamasi

lemah

Penyimpanan : Dalam wadah kedap udara

4. Etanol (Dirjen POM, 1979 : 65).

Nama resmi : Aethanolum

Page 9: Perc. II Anfar

Nama lain : Etanol, alkohol

Berat molekul : 46,07 g/mol

Rumus molekul : C2H6O

Rumus bangun :

Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah

menguap dan mudah bergerak; bau khas; rasa

panas. Mudah terbakar dengan memberikan

nyala biru yang tidak berasap.

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam

kloroform P dan dalam eter P

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung

daricahaya; di tempat sejuk, jauh dari nyala

api.

Khasiat : Zat tambahan

5. Akuades (Dirjen POM, 1979 : 96)

Nama resmi : Aquadestillata

Nama lain : Air suling, Aquadest

Rumus kimia :  H2O

Rumus Bangun :

Berat molekul : 18,02

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,

tidak   mempunyai rasa.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup.

Page 10: Perc. II Anfar

D. Cara Kerja

1. Pembuatan larutan standar

- Digerus hingga halus

- Dimasukkan dalam gelas kimia

- Ditambahkan 3 ml etanol

- Dimasukkan dalam labu takar

- Diencerkan hingga 100 ml

- Dilakukan perlakuan yang sama pada

parasetamol (0,5 g) dan kafein (0,5 )

2. Penentuan Spektrum Absorbsi

- Masing-masing larutan standar

dimasukkan dalam kuvet

- Diukur panjang gelombang

maksimal masing-masing sampel

antara 220 nm sampai 350 nm

dengan interval 2 nm.

Hasil pengamatan

Larutan Standar

Parasetamol 5 mg/mlAsetosal 2,5 mg/ml

Kafein 5 mg/ml

0,25 gram asetosal

Page 11: Perc. II Anfar

Bahan obat (serbuk poldanmig)

Ditimbang sebanyak 0,1 mg Ditambahkan etanol 3 mlDilarutkan sampai 100 ml dengan akuadesDiukur absorbansinya pada asetosal λ (298,6 nm), Parasetamol λ (307,2 nm) kafein λ (301,8 nm)Ditentukan kadarnya menggunakan persamaan kurva standar

Hasil

3. Pembuatan Kurva Kalibrasi

- Masing-masing larutan standar

dibuat dengan konsentrasi 4 ,3, 2, 1

dalam 100 ml

- Diukur masing-masing

absorbansinya pada λ 307,2 nm

untuk Parasetamol dan λ 301,8 nm

untuk kafein

Hasil Pengamatan

4. Penentuan kadar asetosal, parasetamol dan kofein dalam sediaan

- dibuat larutan standar dengan konsentrasi 2, 1,5, 1, 0,5

- diukur absorbansinya pada λ asetosal 298,6 nm

Larutan Standar asetosal (2,5 mg/ml)

Larutan Standar kafein ( 5 mg/ml) dan parasetamol (5 mg/ml)

Page 12: Perc. II Anfar

E. Hasil Pengamatan

1. Asetosal

Penentuan panjang gelombang asetosalABS

nm

Smooth: 0 Deri.: 0

200 210 220 230 240 250 260 270 280 290 300 310 320 330 340 350

-0.5

-0.4

-0.3

-0.2

-0.1

0.0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

1.0

1.1

1.2

1.3

1.4

1.5

Penentuan kadar asetosal

Standard Data        

No. Std. NameWL1[296.4nm] ABS

Conc(mg/ml)

1 Standar 1 0,0880,08

8 0,5

2 Standar 2 0,2910,29

1 1

3 Standar 3 0,3810,38

1 1,5

4 Standar 4 0,4040,40

4 2

5 Standar 5 0,3930,39

3 2,5

Sample Data        

No.Sample Name

WL1[296.4nm] ABS

Conc(mg/ml)

1Sampel Asetosal 0,695

0,695 3,4764

Page 13: Perc. II Anfar

A B S

mg/ ml

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0 5.5

0.0

0.5

1.0

S td. C a l. P arameters

K 1:

K 0:

R :

R 2:

5.1443

-0.1035

0.8618

0.7426

2. Kofein

Penentuan panjang gelombang kofein

ABS

nm

Smooth: 0 Deri.: 0

200 210 220 230 240 250 260 270 280 290 300 310 320 330 340 350

-0.5

-0.4

-0.3

-0.2

-0.1

0.0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

1.0

1.1

1.2

1.3

1.4

1.5

Page 14: Perc. II Anfar

Penentuan konsentrasi kofein

3. Parasetamol

Penentuan panjang gelombang parasetamol

Standar

d Data        

No. Std. Name

WL1[302.0n

m] ABS

Conc(mg/

ml)

1 Standar 1 0,103

0,10

3 1

2 Standar 2 0,325

0,32

5 2

3 Standar 3 0,412

0,41

2 3

4 Standar 4 0,451

0,45

1 4

5 Standar 5 0,49 0,49 5

Sample

Data        

No.

Sample

Name

WL1[302.0n

m] ABS

Conc(mg/

ml)

1

Sampel

Kafein 0,762

0,76

2 6,844

Page 15: Perc. II Anfar

ABS

nm

Smooth: 0 Deri.: 0

200 210 220 230 240 250 260 270 280 290 300 310 320 330 340 350

-0.5

-0.4

-0.3

-0.2

-0.1

0.0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

1.0

1.1

1.2

1.3

1.4

1.5

Penentuan kadar parasetamol

Standard

Data        

No.

Std.

Name

WL1[305.6n

m] ABS

Conc(mg/

ml)

1 Standar 1 0,129

0,12

9 1

2 Standar 2 0,376

0,37

6 2

3 Standar 3 0,488

0,48

8 3

4 Standar 4 0,546

0,54

6 4

5 Standar 5 0,563

0,56

3 5

Sample

Data        

No.Sample Name

WL1[305.6nm] ABS

Conc(mg/ml)

1Sampel PCT 0,753

0,753 5,7013

Page 16: Perc. II Anfar

A B S

mg/ ml

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0 5.5

0.0

0.5

1.0

S td. C a l. P arameters

K 1:

K 0:

R :

R 2:

8.1317

-0.4218

0.9189

0.8444

Page 17: Perc. II Anfar

F. Pembahasan

Pada percobaan ini dilakukan penentuan kadar campuran multikomponen

asetosal, parasetamol, dan kofein yang terdapat dalam sediaan obat ‘poldanmig’

dengan menggunakan spektrofotometri ultraviolet. Prinsip dasar Spektrofotometri

UV-Vis adalah serapan cahaya. Bila cahaya jatuh pada senyawa, maka sebagian

dari cahaya diserap oleh molekul-molekul sesuai dengan struktur dari molekul

senyawa tersebut. Serapan cahaya oleh molekul dalam daerah spektrum UV-Vis

tergantung pada struktur elektronik dari molekul. Spektra UV-Vis dari senyawa-

senyawa organik berkaitan erat dengan transisi-transisi diantara tingkatan-

tingkatan tenaga elektronik. Radiasi ultraviolet dan sinar tampak diabsorpsi oleh

molekul organik aromatik, molekul yang mengandung elektron-π terkonjugasi dan

atau atom yang mengandung elektron-n, menyebabkan transisi elektron di orbital

terluarnya dari tingkat energi elektron tereksitasi lebih tinggi. Besarnya serapan

radiasi tersebut sebanding dengan banyaknya molekul analit yang mengabsorpsi

sehingga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif.

Pemilihan spektrofotometer UV-Vis adalah karena spektrofotometer

merupakan instrument analisis yang tidak rumit, selektif, serta kepekaan dan

ketelitiannya tinggi. Selain itu,  senyawa asetosal, parasetamol dan kofein yang

akan dianalisis memiliki kromofor pada strukturnya berupa ikatan rangkap

terkonjugasi dan juga merupakan senyawa aromatik karena memiliki gugus

aromatik sehingga memenuhi syarat senyawa yang dapat dianalisis menggunakan

spektrofotometri UV-Vis.

Dalam percobaan ini, metode analisis yang digunakan adalah metode

kurva kalibrasi. Dalam metode ini dibuat suatu larutan standar dari asetosal,

parasetamol dan kofein dengan berbagai konsentrasi dan absorbansi dari larutan

tersebut diukur spektrofotometer UV-Vis. Langkah selanjutnya adalah membuat

grafik antara konsentrasi(C) dengan absorbansi (A) yang merupakan garis lurus

yang melewati titik nol dengan slobe =  atau = a.b. konsentrasi larutan sampel

dapat dicari setelah absorbansi larutan sampel diukur dan diintrapolasi ke dalam

kurva kalibrasi atau dimasukkan ke dalam persamaan garis lurus yang diperoleh

dengan menggunakan program regresi linear pada kurva kalibrasi.

Page 18: Perc. II Anfar

Pada proses pelarutan dalam percobaan ini, bahan murni tidak langsung

dilarutkan dalam pelarut akuades, namun terlebih dahulu dilarutkan dengan

etanol. Pelarutan dengan etanol dimaksudkan untuk mengurangi tegangan

antarmuka partikel bahan dan permukaan air yang tidak saling melarut. Dalam

konteks ini etanol berfungsi sebagai kosolven. Setelah bahan larut dalam etanol

barulah akuades sebagai pelarut ditambahkan.

Kosolvent merupakan pelarut yang dapat membantu pelarutan 2 komponen

yang dapat larut namun dengan jumlah kecil. Sebagai contoh bahan yang

digunakan pada percobaan ini merupakan komponen yang memiliki kelarutan

dengan akuades sangat rendah. Bila langsung dilarutkan dengan air maka akan

terbentuk endapan, sedangkan yang diharapkan dari pelarutan ini adalah larutan

homogeni. Solusi terbaik untuk membantu pelarutannya digunakan etanol yang

merupakan pelarut semipolar. Mekanisme pelarutan bahan murni,etanol dan

akuades berupa bagian nonpolar dan karbon dari etanol akan mengikat gugus

nonpolar dari sampel, sedangkan bagian polar dari etanol akan berikatan dengan

molekul akuades dengan ikatan lemah berupa ikatan hidrogen.

Penggunaan etanol sebagai kosolven tidak terlepas dari keseimbangan

gugus polar-non polar dalam molekulnya, dimana gugus polarnya berupa –OH,

sedangkan gugus nonpolarnya adalah gugus alkil. Kedua gugus polar dan non

polar yang dimiliki oleh alkohol menyebabkan peningkatan kelarutan bahan aktif

dan akuades. Alasan penggunaan etanol dan tidak menggunakan turunan etanol

lainnya disebabkan oleh bila menggunakan alkohol dengan rantai alkil yang lebih

panjang seperti butanol, propanol maka daya kosolvennya akan semakin kurang.

Berkurangnya daya kosolvennya dipengaruhi oleh besarnya kecenderungan

alkohol untuk lebih mengikat bagian nonpolar dibandingkan mengikat polar,

dimana semakin banyak rantai alkil maka semakin banyak pula kemungkinan

untuk terjadinya ikatan antar alkil dan rantai alkil ini akan mendominasi molekul

dibandingkan bagian polar untuk mengikat senyawa polar. Untuk penggunaan

metanol sebagai kosolven dimana rantai alkil yang cenderung lebih sedikit pula

memungkinkan sedikitnya ikatan antar alkil yang dapat terjadi. Sehingga bisa saja

Page 19: Perc. II Anfar

diperlukan penggunaan kosolven berlebih untuk dapat mengikat seluruh rantai

alkil sehingga proses pelarutannya bisa homogen bila diencerkan dengan akuades.

Karena menggunakan metode analisis kurva kalibrasi maka larutan standar

(senyawa murni obat) dibuat dalam 5 konsentrasi. Dalam percobaan ini dibuat

larutan baku dengan konsentrasi masing-masing untuk parasetamol, kafein, dan

asetosal adalah 1,2; 1,4; 1,6; 1,8; 2 mg/ml. Sebelum dilakukan pengukuran

serapan, maka masing-masing komponen harus ditentukan panjang gelombang

maksimumnya terlebih dahulu. Alasan penggunaan panjang gelombang

maksimum (λ maks) yakni panjang gelombang maksimum memiliki kepekaan

maksimal karena terjadi perubahan absorbansi yang paling besar serta pada

panjang gelombang maksimum bentuk kurva absorbansi memenuhi hukum

Lambert-Beer. Dari percobaan ini diperoleh panjang gelombang maksimum untuk

asetosal adalah 297 nm, parasetamol 305,8 nm, dan kofein 301,6 nm.

Larutan blanko yang digunakan adalah etanol. Digunakan blanko etanol

karena pelarut yang digunakan untuk melarutkan sampel adalah etanol.

Penggunaan etanol sebagai pelarut dikarenakan ketiga sampel yaitu asetosal,

parasetamol dan kofein hanya sedikit larut dalam air. Seperti diketahui bahwa

ketiga sampel tersebut terdiri dari gugus polar dan gugus nonpolar dimana apabila

dilarutkan dengan air maka hanya bagian polar yang dapat larut. Oleh karenanya

maka digunakan pelarut etanol karena etanol memiliki gugus polar dan non polar

sama halnya seperti sampel. Sehingga bagian yang polar akan melarutkan bagian

polar pada sampel dan bagian nonpolar akan melarutkan bagian nonpolar pada

sampel.

Setelah persamaan garis diperoleh maka kadar asetosal, parasetamol dan

kofein masing-masing dapat dihitung. Pengukuran konsentrasi obat dalam sampel

berdasarkan hokum lambert-beer. Hukum Lambert-Beer menyatakan hubungan

linieritas antara absorban dengan konsentrasi larutan analit dan berbanding

terbalik dengan transmitan. Dalam hukum Lambert-Beer tersebut ada beberapa

pembatasan, yaitu : Sinar yang digunakan dianggap monokromatis; penyerapan

terjadi dalam suatu volume yang mempunyai penampang yang sama; senyawa

yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung terhadap yang lain dalam

Page 20: Perc. II Anfar

larutan tersebut; tidak terjadi fluorensensi atau fosforisensi ; serta indeks bias

tidak tergantung pada konsentrasi larutan. Berdasarkan data hasil pengamatan

diperoleh kadar asetosal, kafein dan parasetamol pada tablet multikomponen

masing-masing : 3,4764 mg/ml, 6,844 mg/ml, dan 5,7013 mg/ml. Bila

dibandingkan dengan kadar masing-masing komponen pada tablet yang beredar

ditemui berbedaan yang signifikan, dimana pada tablet tertera mengandung

parasetamol 400 mg, asetosal 250 mg, kofein 65 mg yang apabila dilarutkan

kedalam 100 ml pelarut, maka setiap ml nya mengandung parasetamol 4 mg/ml,

asetosal 2,5 mg/ml dan kafein 0,65 mg/ml. Perbedaan kadar ini dapat dipengaruhi

oleh faktor ketidak telitian pada proses penyiapan bahan, adanya zat pengotor

pada larutan yang dianalisis dengan spektrofotometer sehingga mempengaruhi

pembacaan detektor.

Page 21: Perc. II Anfar

G. Kesimpulan

Bersarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kadar

asetosal, kafein dan parasetamol pada tablet multikomponen berdasarkan hasil

pengukuran secara spektrofotometer uv masing-masing sebesar 3,4764 mg/ml,

6,844 mg/ml, dan 5,7013 mg/ml

Page 22: Perc. II Anfar

DAFTAR PUSTAKA

Dalimunthe.R.A., 2011, Kafein, USU Institutional Repository, Universitas Sumatera Press, Sumatera.

Dressman.J.B., Anita. N., Bertil.A., Dirk M.B., D. W.Groot., Sabine.K., Peter.L., James E. P., Vinod P.S., Markus.Z., 2012, Biowaiver Monograph For Immediate-Release Solid Oral Dosage Forms: Acetylsalicylic Acid, Journal Of Pharmaceutical Sciences, Vol. 101, No. 8.

Doshi.J.A., Bhavna A.P., Shraddha J.P., 2013, Development And Validation Of Hplc Method For Simultaneous Determination Of Aspirin AndEsomeprazole Magnesium In Binary Mixture, Int J Pharm Pharm Sci, Vol 5, Issue 3, hal. 256-261

Hajian.R., Soltaninezhad.A., 2012, Research Article : The Spectrophotometric Multicomponent Analysis ofa Ternary Mixture of Paracetamol, Aspirin, and Caffeine bythe Double Divisor-Ratio Spectra Derivative Method, Journal of Spectroscopy¸ Vol. 2013, Article ID 405210, Hal : 1-7.

Henry.A.l, Suryadi MT., Any.Y., 2002, Analisis Spektrofotometri Uv-Vis Pada Obat Influenza Dengan Menggunakan Aplikasi Sistem Persamaan Linier, Proceedings Komputer dan Sistem Intelijen, Auditorium Universitas Gunadarma, Jakarta.

Kalantzi.L., C. Reppas., J.B. Dressman., G.L. Amidon., H.E. Junginger., K.K. Midha., V.P. Shah., S.A. Stavchansky., Dirk M. Barends., 2006, Commentary : Biowaiver Monographs For Immediate Release Solid Oral Dosage Forms: Acetaminophen (Paracetamol), Journal Of Pharmaceutical Sciences, Vol. 95, No. 1

Karinda, Monalisa, Fatimawali, Gayatri Citraningtyas, 2013, Perbandingan Hasil Penetapan Kadar Vitamin C, Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi – Unsrat, Vol. 2 No. 01.

Maramis, Rialita Kesia, Gayatri Citraningtyas, Frenly Wehantouw, 2013, Analisis Kafein dalam Kopi Bubuk di Kota Manado Menggunakan Spektrofotometri UV-Vis, Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi – Unsrat, Vol. 2 No. 01.

Naid.T., Syaharuddin.K., Mieke.P., 2011,Penetapan Kadar Parasetamol Dalam Tablet Kombinasi Parasetamol Dengan Kofein Secara Spektrofotometri Ultraviolet-Sinar Tampak, Majalah Farmasi dan Farmakologi, Vol. 15, No. 2, hlm. 77 – 82.

Page 23: Perc. II Anfar

Nour. V.,Ion Trandafir., Mira.E.I., 2010, Violeta Nour1*, Ion Trandafir2, Mira Elena Ionică2, Chromatographic Determination Of Caffeine Contents In Soft And Energy Drinks Available On The Romanian Market, Scientific Study & Research Chemistry & Chemical Engineering, Biotechnology, Food Industry, Vol. 11, No. 3, Hal. 351 – 358

Phan.T.T.D., Vlastimil.K., Stanislav.K., 2012, Determination Of Caffeine Contents Of Coffee Brands In The Vietnamese Market, Journal of Microbiology, Biotechnology and Phan, Vol.1, No.1., Hal : 995-1002.

Sather.K., Teresa.V., 2011, Determination of caffeine and vitamin B6 in energy drinks by high-performance liquid chromatography (HPLC), Concordia College Journal of Analytical Chemistry, Vol.2, No.1, Hal : 84-91.

Suhartini, Siti, Fatimawali, Gayatri Citraningtyas, 2013, Analisis Asam Retinoat Pada Kosmetik Krim Pemutih yang Beredar di Pasaran Kota Manado, Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi – Unsrat, Vol. 2 No. 01.

Sumarno, 2006,Interaksi Simetidin Terhadap Kinetika Eliminasi Parasetamol Pada Kelinci, Jurnal Farmasi Indonesia, Vol. 3 No. 1, Hal. 22 – 27.

Sweetman, S.C., 2009, Martindale: The Complete Drug Reference, Pharmaceutical Press, USA

Triyati, E., 1985, Spektrofotometer Ultra-Violet Dan Sinar Tampak Serta Aplikasinya Dalam Oseanologi, Jurnal Oseana, Volume X, Nomor 1, hal : 39 – 47.

Upstone.S.L., 2000, Ultraviolet/Visible Light Absorption Spectrophotometry in Clinical Chemistry, Encyclopedia of Analytical Chemistry, John Wiley & Sons Press, Chichester.

Wanyika.H.N., E.G.Gatebe., L.M. Gitu., E.K. Ngumba., C.W. Maritim., 2010, Determination of caffeine content of tea and instant coffee brands found in the Kenyan market,African Journal of Food Science, Vol. 4, No. 6, Hal : 353 – 358.