Upload
lyhanh
View
221
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
PERBEDAAN KREATIVITAS FIGURAL ANAK DITINJAU DARI JENIS
KELAMIN
OLEH
AGUSTIN TRI ANDINI
802007134
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari
Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
1
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS AKHIR
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Agustin Tri Andini
Nim : 802007134
Program Studi : Psikologi
Fakultas : Psikologi, Universitas kristen Satya Wacana
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul :
PERBEDAAN KREATIVITAS FIGURAL ANAK DITINJAU DARI JENIS
KELAMIN
Yang dibimbing oleh:
1. Ratriana Y.E.K., M. Si., Psi.
2. Enjang Wahyuningrum., M. Si., Psi.
Adalah benar-benar hasil karya saya.
Didalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan
atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam
bentuk rangkaian kalimat atau gambar serta simbol yang saya akui seolah-olah
sebagai karya sendiri tanpa memberikan pengakuan kepada penulis atau sumber
aslinya.
Salatiga, 14 Januari 2015
Yang memberi pernyataan
Agustin Tri Andini
2
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai citivas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang
bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Agustin Tri Andini
Nim : 802007134
Program Studi : Psikologi
Fakultas : Psikologi, Universitas kristen Satya Wacana
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
UKSW hal bebas royalty non-eksklusif (non-esclusive royality freeright) atas
karya ilmiyah saya berjudul :
PERBEDAAN KREATIVITAS FIGURAL ANAK DITINJAU DARI JENIS
KELAMIN
Dengan hak bebas royalty non-eksklusif ini, UKSW berhak menyimpan
mengalihmediakan/mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data,
merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis/pencipta.
Demikian peryataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Salatiga
Pada Tanggal : 14 Januari 2015
Yang menyatakan
Agustin Tri Andini
Mengetahui
Pembimbing Utama Pembibing Pendamping
Ratriana Y.E.K., M. Si., Psi.Enjang Wahyuningrum., M. Si., Psi.
3
LEMBAR PENGESAHAN
PERBEDAAN KREATIVITAS FIGURAL ANAK DITINJAU DARI JENIS
KELAMIN
Oleh :
Agustin Tri Andini
802007134
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Pernyataan
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi.
Disetujui pada tanggal : 20 Januari 2015
Oleh.
Pembimbing Utama Pembibing Pendamping
Ratriana Y.E.K., M. Si., Psi.Enjang Wahyuningrum., M.Si., Psi.
Kaprogdi Dekan
Dr. Chr. Hari S. Ms.Prof. Ferdy Samuel R., S.Pd., M.Sc.,Ph.D
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
1
PERBEDAAN KREATIVITAS FIGURAL ANAK DITINJAU DARI
JENISKELAMIN
Agustin Tri Andini
Ratriana Y.E.Kusumiati
Enjang Wahyuningrum
Progam Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
2
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kreativitas figural ditinjau
dari jenis kelamin. Kreativitasfigural adalah kemampuan memunculkan ide-ide
atau gagasan baru melalui gambar yang dibuat.Kreativitas figural ini berbasiskan
pada aktifitas menggambar untuk menimbulkan ide atau gagasan baru, tetapi tidak
membutuhkan keahlian atau kemampuan menggambar. Dalam penelitian ini
menggunakan teknik sampling jenuh dengan subjek penelitian 150 siswa-siswi
SD Muhammadiyah Plus Salatiga. Variabel kreativitas figural diukur dengan
menggunakan Tes Kreativitas Figural (TKF) yang telah distandarisasi oleh
Munandar pada tahun 1988 merupakan adaptasi dari circle test dari Torrance yang
terdiri dari 65 buah lingkaran berdiameter 2 cm. Analisis data dengan
menggunakan teknik analisis Independent Sample T-test dan diperoleh t=-2,525
dengan signifikansi 0,273 (p>0,05). Hasil penelitian menunjukkan tidak ada
perbedaan kreativitas figural ditinjau dari jenis kelamin.
Kata Kunci : Kreativitas, Kreativitas Figural, Jenis Kelamin.
3
ABSTRACT
This study aimed to determine differences in figural creativity in terms of gender.
Figural creativity is the ability to come up with ideas or new ideas through images
created. Figural creativity is based on the activity of drawing to create an idea or a
new idea, but it does not require skill or ability to draw. In this study using
sampling techniques saturated with research subjects 150 elementary school
students Muhammadiyah Salatiga Plus. Figural creativity variables were measured
using figural creativity test (TKF) which has been standardized by Munandar in
1988 is an adaptation of the circle of the Torrance test consists of 65 pieces of 2
cm diameter circle. Analysis of the data using analysis techniques Independent
Sample T-test and obtained t = -2.525 with a significance of 0.273 (p> 0.05). The
results showed no difference in terms of figural creativity gender.
Keywords: Creativity, figural creativity, Gender
1
Pendahuluan
Pada kehidupan sehari-hari, kreativitas memegang peranan penting dalam
kehidupanmanusia. Semakin kompleks dan peliknya problem kehidupan di dunia
ini menuntut kita untuk senantiasa mengoptimalkan berbagai potensi yang
berikan,diantaranya adalah potensi akal untuk dapat berpikir kreatif. Kreativitas
manusia diharapkan akan mampu memecahkan berbagai persoalan hidup secara
lebih efektif dan efisien (Diana, 2006).
Kreativitas merupakan hal yang penting dalam proses berpikir, dari aspek
kehidupan mana pun kebutuhan akan kreativitas sangat penting. Bisa dikatakan
bahwa saat ini kita semua terlibat dalam ancaman maut akan kelangsungan hidup.
Kita menghadapi bermacam-macam tantangan, baik dalam bidang ekonomi,
politik, lingkungan, kesehatan, mampu dalam bidang budaya, sosial, dan
pendidikan (Munandar, 2002).
Kreativitas diperlukan untuk menunjang pemecahan masalah yang dihadapi
dalam kehidupan manusia, meskipun setiap orang memperoleh ilmu-ilmu yang
telah dikuasai atau kemampuan untuk dapat belajar sendiri seumur hidup dari
pendidikan yang layak. Kreativitas dapat melihat berbagai macam kemungkinan
pemecahan masalah yang dihadapi manusia supaya lebih bijak dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi (Tim Pustaka Familia, 2006). Pengalaman
tentang kreativitas pada masa kecil banyak menentukan apa yang kita lakukan
ketika dewasa, mulai dari soal kerja samapai soal keluarga (Goleman, 2005).
Hurlock (1999) mengatakan kreativitas merupakan suatu proses yang
menghasilkan sesuatu yang baru, apakah suatu gagasan atau suatu objek dalam
2
suatu bentuk atau susunan yang baru. Drevdahl (dalam Hurlock, 1999) kreativitas
adalah kemampuan seseorang menghasilkan komposisi, produk, atau gagasan apa
saja yang pada dasarnya baru, dan sebelumnya tidak dikenal pembuatnya. Hal ini
berupa kegiatan imajinatif atau sintesis pemikiran yang hasilnya bukan hanya
perangkuman. Ia juga mencakup pola baru dan gabungan informasi yang
diperoleh dari pengalaman sebelumya dan penggabungan lama ke situasi baru. Ia
dapat berupa produk seni, kesusastraan, produk ilmiah, atau suatu metodologi.
Pengertian kreativitas lainnya yaitu buah pola pikir yang kreatif adalah
kemampuan untuk melihat hal- hal yang baru dari sesuatu yang tampak lumrah
(Tim Pustaka Familia, 2006).
Penggolongan kreativitas sendiri ada dua macam yaitu kreativitas verbal dan
kreativitas figural. Kreativitas figural adalah kemampuan memunculkan ide-ide
atau gagasan baru melalui gambar yang dibuat. Kreativitas figural ini berbasiskan
pada aktifitas menggambar untuk menimbulkan ide atau gagasan baru, tetapi tidak
membutuhkan keahlian atau kemampuan menggambar (Munandar, 1999).
Pengembangan kreativitas hendaknya dimulai pada usia dini atau masa
kanak-kanak, yaitu lingkungan keluarga sebagai pendidikan pertama dan
pendidikan prasekolah. Seseorang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
lingkungan dimana lingkungan dapat menunjang atau menghambat upaya kreatif.
Implikasinya adalah bahwa kemampuan kreatif dapat ditingkatkan melalui
pendidikan (Munandar, 2004).
Perkembangan kreativitas adalah salah satu aspek yang penting yang harus
dicapai anak. Menurut Mokat (dalam Jawa Pos, 20 Maret 2000) bahwa kreativitas
3
harus dikembangkan, karena kreativitas dan kecerdasan tidak akan berisi dan
berkembang bila dibiarkan begitu saja, maka penting bagi kita untuk
mengupayakan berkembangnya kreativitas ini. Kreativitas bukanlah hasil,
melainkan harus diupayakan sedini mungkin. Artinya, kesadaran untuk memupuk
kreativitas harus dirintis sejak masa kanak-kanak, sehingga pada tahap
perkembangan selanjutnya anak-anak dapat tumbuh menjadi individu yang kreatif
Hurlock (1999) mengatakan dalam tahap perkembangan ada usia-usia yang
bisa dikatakan usia kritis dalam kreativitas ada 4. Dia juga menerangkan kreatif
biasanya mencapai puncaknya pada usia tiga puluh dan empat puluhan. Setelah itu
tetap mendatar atau secara bertahap menurun. Salah satu periode kritis pada
rentang usia 8–10 tahun yaitu saat anak tergolong dalam usia sekolah.Maka
penting bagi kita untuk memperhatikan pengembangan kreativitas anakpada usia
sekolah atau akhir masa kanak-kanak yang berlangsung dari usia 6sampai dengan
13 atau 14 tahun (Hurlock 1999). Hal ini dikuatkan olehJustman & Susman
(dalam Khotimah, 2010), usia sekolah juga disebut sebagaiusia kreatif, menurut
mereka masa ini merupakan suatu rentang kehidupandimana anak mencapai
konformis atau pencipta karya baru yang orisinal.Meskipun dasar-dasar untuk
ungkapan kreatif ditetapkan pada awal masakanak-kanak, namun kemampuan
untuk menggunakan dasar-dasar ini dalamkegiatan orisinal pada umumnya belum
berkembang sempurna sebelum anak- anakmencapai tahun-tahun akhir masa
kanak-kanak. Dengan begitu, kreativitaspada anak akan sangat terlihat pada usia
ini, sehingga akan lebih mudah bagikita untuk mengembangkan kreativitas
mereka, dan melihat sejauh manaperkembangannya.
4
Anak-anak sejak awal telah dilatih untuk berpikir dan bertindak dengan cara
yang dianggap sesuai dengan jenis kelamin mereka, maka salah satu faktor yang
mempengaruhi kreativitas anak adalah dari jenis kelaminnya (dalam Sari 2013).
Hurlock (1999) mengatakan anak laki-laki menunjukkan kreativitas yang lebih
besar dari pada anak perempuan, terutama setelah berlalunya masa kanak-kanak.
Untuk sebagian besar ini di sebabkan oleh perbedaan perlakuan terhadap anak
laki-laki dan perempuan. Anak laki-laki diberi kesempatan untuk mandiri, didesak
teman sebaya untuk mengambil resiko, dan didorong oleh para orang tua dan guru
untuk lebih menunjukkan inisiatif dan orisinilitas. Sehingga secara tidak disadari
laki-laki mengembangkan kreatifitasnya dengan baik karena tekanan yang
diperoleh. Sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Kobul (2006) yang
meneliti perbedaan kreativitas antara siswa laki-laki dan siswa perempuan kelas 1
SMA Laboratorium Kristen Satya Wacana Salatiga memperoleh hasil kreativitas
laki-laki lebih tinggi dari pada kreativitas perempuan.
Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan Setiwati (2007) tentang
studi deskripsi tingkat kreativitas anak (Studi di SD Islam Wahid Hasim dan
Srengatblitar) dengan subjek usia antara 6 sampai 7 tahun didapat hasil kreativitas
total subyek secara umum tergolong rendah. Dan ditinjau dari jenis kelamin yaitu
laki-laki mempunyai tingkat kreativitas sedang dan untuk perempuan mempunyai
tingkat kreativitas rendah. Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh
Lau dan Cheung (2010) untuk tingkat penelitian SD di Hongkong dihasilkan anak
laki-laki sebagian besar mempunyai skor kreativitas yang lebih tinggi, meskipun
perbedaannya lebih kecil dari anak perempuan. Sedangkan Munandar (2002)
5
melakukan penelitian terhadap siswa SD dan SMP tidak ditemukan perbedaan
yang nyata antara siswa perempuan dan siswa laki-laki pada kreativitasnya.
Dari latar belakang yang telah dipaparkan diatas maka peneliti akan meneliti
perbedaan tingkat kreativitas figural anak ditinjau dari jenis kelamin.Tujuan dari
penelitian ini adalah ingin mengetahui perbedaan tingkat kreativitas figural anak
ditinjau dari jenis kelamin.
Tinjauan Pustaka
Kreativitas
Kreativitas merupakan suatu proses yang menghasilkan sesuatu yang baru,
apakah suatu gagasan atau suatu objek dalam suatu bentuk atau susunan yang
baru. Anak yang kreatif menghabiskan sebagian besar waktunya untuk
menciptakan sesuatu yang orisinil dari mainan-mainan dan alat-alat bermain,
sedangkan anak yang tidak kreatif mengikuti pola yang sudah dibuat oleh orang
lain (Hurlock, 1999). Menurut Santrock (2007) kreativitas ialah kemampuan
untuk memikirkan sesuatu dengan cara-cara yang baru dan tidak biasa melahirkan
suatu solusi yang unik terhadap masalah-masalah.
Drevdahl (dalam Hurlock, 1999) mengatakan kreativitas adalah kemampuan
seseorang menghasilkan komposisi, produk, atau gagasan apa saja yang pada
dasarnya baru, dan sebelumnya tidak dikenal pembuatnya. Dapat juga berupa
kegiatan imajinatif atau sintesis pemikiran yang hasilnya bukan hanya
perangkuman. Ia juga mencakup pola baru dan gabungan informasi yang
diperoleh dari pengalaman sebelumya dan penggabungan lama ke situasi baru. Ia
dapat berupa produk seni, kesusastraan, produk ilmiah, atau suatu metodologi.
6
Kreativitas adalah kemampuan untuk membentuk kombinasi atau hal-hal
baru baik berupa gagasan-gagasan ataupun ide-ide yang berdasarkan informasi
atau data yang disekitarnya atau lingkungannya (Mengitiga, 2010). Pengertian
kreativitas lainya yaitu buah pola pikir yang kreatif adalah kemampuan untuk
melihat hal- hal yang baru dari sesuatu yang tampak lumrah (Tim Pustaka
Familia, 2006).
Munandar (1999) mengartikan kreativitas adalah kemampuan yang
mencerminkan kelancaran (mampu mencetuskan banyak gagasan, jawaban),
keluwesan (mampu melihat masalah dari sudut pandang berbeda), dan originalitas
dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan,
memperkaya, memperinci) suatu gagasan. Guilford (dalam munandar, 1999)
mengukapkan bahwa kreativitas adalah kemampuan berpikir divergen untuk
menemukan bermacam-macam alternatif jawaban terhadap suatu persoalan.
Kemampuan ini merupakan aktivitas imajinatif yang hasilnya berupa
pembentukan kombinasi dari informasi yang diperoleh dari pengalaman-
pengalaman sebelum menjadi hal yang baru, berarti dan bermakna.
Dari beberapa pengertian diatas, peneliti mengacu pada Munandar (1999)
mengartikan kreativitas adalah kemampuan yang mencerminkan kelancaran
(mampu mencetuskan banyak gagasan, jawaban), keluwesan (mampu melihat
masalah dari sudut pandang berbeda), dan originalitas dalam berpikir, serta
kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, memperinci)
suatu gagasan.
7
Pengertian Kreativitas Figural
Kreativitas figural adalah kemampuan memunculkan ide-ide atau gagasan
baru melalui gambar yang dibuat. Kreativitas figural ini berbasiskan pada aktifitas
menggambar untuk menimbulkan ide atau gagasan baru, tetapi tidak
membutuhkan keahlian atau kemampuan menggambar. Kreativitas figural lebih
menekankan pada kemampuan mencetuskan aspek-aspek dalam berpikir kreatif
serta mengukur aspak kelancaran, keluwesan, originalitas dan elaborasi
(Munandar, 1999).
Aspek yang diungkap kreativitas verbal dan kreativitas figural adalah
kelancaran (kemampuan menghasilkan banyak ide yang keluar dari pemikiran
seseorang secara cepat), keluwesan (kemampuan memproduksi sejumlah ide,
jawaban yang bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang
berbeda), originalitas (kemampuan mencetuskan gagasan unik atau gagasan asli)
dan elaborasi (kemampuan mengembangkan gagasan dan memperinci suatu
gagasan sehingga menjadi lebih menarik (Munandar, 1999).
Perkembangan Kreativitas anak
Perkembangan merupakan sebuah proses dimana terbentuknyakepribadian
ataukarakter seorang individu menuju ke arah kesempurnaan. Awalnya anak tidak
mengenal akan dirinya kemudian berkembang dan terus berkembang sampai
terbentuknya karekter atau jati diri dari individu itu sendiri ( Diana ,2006). Dalam
proses perkembangan ada yang dinamakan periode kritis dalam dorongan
berprestasi, suatu masa dimana anak membentuk kebiasaan untuk mencapai
sukses, tidak sukses, atau sangat sukses. Sekali terbentuk, kebiasaan untuk bekerja
8
di bawah, di atas atau sesuai dengan kemapuan cenderung menetap sampai
dewasa (Sunarsih, 2010).Hurlock (1999) mengatakan dalam tahap perkembangan
ada usia-usia yang bisa dikatakan periode kritis dalam kreativitas yaitu 5 sampai 6
tahunyaitu anak mulai menyesuaikan diri dengan peraturan dan perintah orang
dewasa di rumah atau sekolah. Semakin keras kekuasaan orang dewasa, semakin
beku kreativitas anak, 8 sampai 10 tahun yaitu keinginan untuk diterima sebagai
anggota “gang”mencapai puncak. Penyesuaian diri dengan pola “gang” dan setiap
penyimpangan akan membahayakan proses penerimaan, 13 sampai 15 tahun yaitu
upaya memperoleh persetujuan teman sebaya, terutama dari jenis kelamin yang
berlawanan, mengendalikan pola perilaku anak remaja. Menyesuaikan diri dengan
harapan untuk mendapat persetujuan dan penerimaan, 17 sampai 19 tahun yaitu
latihan pada pekerjaan yang dipilih. Upaya memperoleh persetujuan dan
penerimaan. Apabila pekerjaan menuntut konformitas, dengan pola standard serta
keharusan maka akan membekukan kreativitas. Dia juga menerangkan kreatif
biasanya mencapai puncaknya pada usia tiga puluh dan empat puluhan. Setelah itu
tetap mendatar atau secara bertahap menurun.
Salah satu periode kritis pada rentang usia 8–10 tahun yaitu saat anak
tergolong dalam usia sekolah. Pada usia ini bisa disebut dengan usia
berkelompok, perhatian utama anak tertuju pada keinginan diterima oleh teman
sebaya sebagai anggota kelompok, terutama kelompok yang bergengsi dalam
pandangan teman-temanya. Oleh karena itu anak ingin menyesuaikan dengan
standar yang disetujui kelompok dalam penampilan, berbicara, dan perilaku (usia
penyesuaian diri). Hurlock (1999) mengatakan banyak penelitian mengenai
9
kreativitas mununjukan bahwa jika anak-anak tidak dihalangi oleh rintangan-
rintangan lingkungan, kritik, cemoohan oleh orang lain maka anak akan
mengerahkan tenaga kedalam kegiatan-kegiatan kreatif.
Penting bagi kita untuk memperhatikan pengembangan kreativitas anakpada
usia sekolah atau akhir masa kanak-kanak yang berlangsung dari usia 6sampai
dengan 13 atau 14 tahun (Hurlock 1999). Hal ini dikuatkan olehJustman &
Susman (dalam Khotimah, 2010), usia sekolah juga disebut sebagaiusia kreatif,
menurut mereka masa ini merupakan suatu rentang kehidupandimana anak
mencapai konformis atau pencipta karya baru yang orisinal.Meskipun dasar-dasar
untuk ungkapan kreatif ditetapkan pada awal masakanak-kanak, namun
kemampuan untuk menggunakan dasar-dasar ini dalamkegiatan orisinil pada
umumnya belum berkembang sempurna sebelum anak-anakmencapai tahun-tahun
akhir masa kanak-kanak. Dengan begitu, kreativitaspada anak akan sangat terlihat
pada usia ini, sehingga akan lebih mudah bagikita untuk mengembangkan
kreativitas mereka, dan melihat sejauh manaperkembangannya.
Menurut Cropley (dalam Sagala, 2010), terdapat 3 tahap perkembangan
kreativitas diantaranya:
a. Tahap prekonvensional (Preconventional phase) yaitu tahap ini terjadi
pada usia 6–8 tahun. Pada tahap ini, individu menunjukkan spontanitas dan
emosional dalam menghasilkan suatu karya, yang kemudian mengarah
kepada hasil yang aestetik dan menyenangkan. Individu menghasilkan
sesuatu yang baru tanpa memperhatikan aturan dan batasan dari luar.
10
b. Tahap konvensional (Conventional phase) yaitu tahap ini berlangsung
pada usia 9–12 tahun. Pada tahap ini kemampuan berpikir seseorang
dibatasi oleh aturan-aturan yang ada sehingga karya yang dihasilkan
menjadi kaku. Selain itu, pada tahap ini kemampuan kritis dan evaluatif
juga berkembang.
c. Tahap pos-konvensional (Postconventionalphase) yaitu tahap ini
berlangsung pada usia 12 tahun hingga dewasa. Pada tahap ini, individu
sudah mampu menghasilkan karya-karya baru yang telah disesuaikan
dengan batasan-batasan eksternal dan nilai-nilai konvensional yang ada di
lingkungan.
Ciri-Ciri Kreativitas
Ciri-ciri yang mempengaruhi kreativitas, menurut Munandar (1985) terdiri
atas:
a. Aspek kognitif (aptitude) adalah faktor kemampuan berpikir yang terdiri
dari kecerdasan (inteligensi) dan memperbanyak bahan berpikir berupa
pengalaman dan ketrampilan, Antara lain:
1. Kemampuan berpikir lancar (Fluency)
Mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah,
atau pertanyaan, memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan
berbagai hal, selalu memikirkan lebih dari satu jawaban.
2. Kemampuan berpikir luwes (Flexibility)
Menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang
bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang
11
berbeda-beda, mampu mengubah cara pendekatan atau cara
pemikiran.
3. Kemampuan berpikir orisinal (Originality)
Mampu melahirkan ungkapan yang baru dan unik, memikirkan
cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri, mampu membuat
kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau
unsure-unsur.
4. Kemampuan memperinci (Elaboration)
Mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau
produk, menambahkan atau memperinci detail-detail dari suatu obyek,
gagasan, atau situasi sehingga menjadi lebih menarik.
5. Kemampuan menilai (Evaluation)
Menentukan patokan penilaian sendiri dan menentukan apakah
suatu pertanyaan benar, suatu rencana sehat, atau suatu tindakan
bijaksana, mampu mengambil keputusan terhadap situasi yang
terbuka, tidak hanya mencetuskan gagasan, tetapi juga
melaksanakannya.
b. Aspek non kognitif terdiri dari sikap, motivasi, nilai dan ciri kepribadian
yang lain yang berinteraksi dengan lingkungan tertentu. Faktor kepribadian
terdiri dari rasa ingin tahu, harga diri, dan kepercayaan diri, sifat mandiri,
berani dalam mengambil resiko dan asertif.
12
Faktor Yang Memengaruhi Kreativitas
Faktor yang mempengaruhi kreativitas menurut Hurlok (1999) ada 5 yaitu:
a. Jenis kelamin yaitu laki-laki menunjukkan kreativitas yang lebih besar dari
anak perempuan, terutama setelah berlalunya masa kanak- kanak. Untuk
sebagian besar hal ini disebabkan oleh perpedaan perlakuan terhadap anak
laki-laki dan perempuan. Anak laki-laki lebih diberi kesempatan mandiri,
didesak oleh teman sebayanyauntuk lebih berani mengambil resiko, dan
didorong oleh para orangtua dan guru untuk lebih menunjukkan inisiatif dan
orisinalitas.
b. Status ekonomi yaitu anak dari kelompok sosioekonomi lebih tinggi
cenderung lebih kreatif dari kelompok yang lebih rendah, sosioekonomi
yang lebih tinggi kebanyakan dibesarkan dengan cara mendidik anak secara
demokratis, sedangkan sosioekonomi yang lebih rendah mengalami
pendidikan yang otoriter.
c. Urutan kelahiran yaitu anak dari berbagai urutan kelahiran menunjukkan
tingkat kreativitas yang berbeda. Anak yang lahir ditengah, lahir terakhir,
dan anak tunggal mungkin lebih kreatif dari anak yang lahir pertama.
Umumnya anak yang lahir pertama lebih ditekan untuk menyesuaikan diri
dengan harapan orangtua dan kurang mandiri. Tekanan tersebut menjadikan
anak pasif dan kurang berkreasi.
d. Ukuran keluarga yaitu anak dari keluarga kecil, bilamana kondisi lain sama,
cenderung lebih kreatif dari anak keluarga besar. Dalam keluarga besar, cara
mendidik anak yang otoriter dan kondisi sosio ekonomi yang kurang
13
mengununtungkan mungkin lebih mempengaruhi dan menghalangi
perkembangan kreativitas.
e. LingkungankKota versus lingkungan pedesaan yaitu anak dari lingkunagn
kota cenderung lebih kreatif dari lingkungan pedesaan. Di pedesaan anak-
anak lebih umum didik secara otoriter dan lingkungan pedesaan kurang
merangsang kreativitas dibandingkan lingkungan kota dan sekitarnya.
f. Intelegensi yaitu pada setiap umur, anak yang pandai menunjukkan
kreativitas yang lebih besar dari anak yang kurang pandai. Mereka
mempunyai lebih banyak gagasan baru untuk menangani suasana konflik
sosial dan mampu merumuskan lebih banyak penyelesaian bagi konflik
tersebut.
Jenis Kelamin
Jenis kelamin dalam kamus besar Bahasa Indonesia (2002) bersifat jasmani
atau rohani yang membedakan dua makhluk sebagai betina dan jantan atau wanita
pria, jenis laki-laki atau perempuan. Menurut Kartono (2000) jenis kelamin
perempuan dan laki-laki mempunyai perbedaan yang dapat dilihat dari ciri-ciri
jasmaninya. Menurut Hungu (Saptandari, 2012) jenis kelamin (seks) adalah
perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang
lahir. Dari beberapa pengertian ini, peneliti mengacu pada kamus besar bahasa
indonesia (2002) jenis kelamin yaitu bersifat jasmani atau rohani yang
membedakan dua makhluk sebagai betina dan jantan atau wanita pria, jenis laki-
laki atau perempuan.
14
Masa Kanak-Kanak Akhir
Usia secara jelas mendefinisikan karakteristik yang memisahkan anak-anak
dari orang dewasa. Masa akhir kanak-kanak sering disebut sebagai masa sekolah
atau masa sekolah dasar.Hurlock (1996) membagi tahapan perkembangan pada
masa anak-anak akhir pada umur 7 sampai 10 tahun, sedangkan Santrock (1995)
menyebutkan fase kanak-kanak akhir (masa usia sekolah dasar), adalah fase
perkembangan yang berlangsung sejak kira-kira umur 9 sampai 11 tahun.
Papalia dkk.(2008), membagi delapan perkembangan individu, dan salah
satunya masa kanak-kanak akhir (6-11 tahun). Menurut Sudjiningsih (2012)
sendiri menggunakan pembagian tahap masa kanak-kanak akhir pada rentang usia
6 sampai 12 tahun.Dari beberapa pengertian ini, peneliti mengunakan Santrock
(1995) dalam pembagian tahapan rentang kehidupan pada masa anak-anak akhir 9
sampai 11 tahun.
Perbedaan Kreativitas Figural Anak Ditinjau Dari Jenis Kelamin
Hurlock (1999) mengatakan perkembangan kreativitas dapat bervariasi yang
disebkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah jenis kelamin. Perbedaan
potensi dan kecenderungan sifat yang dimiliki antara laki-laki dan perempuan
terjadi karena perbedaan perkembangan fisik dan psikis yang terjadi antara
keduanya.
Velle(dalam Munandar, 1999) meninjau berbagai penelitian mengenai
perbedaan perilaku antar jenis kelamin dengan dasar biologis, perbedaan yang
mungkin dapat membatasi presentasi perempuan. Perbedaan itu meliputi tingkat
aktivitas fisik dan dominasi belahan otak. Tingkat aktivitas fisik aktivitas pria
15
lebih tinggi karena pengaruh hormon didalam otak selama perkembangan janin.
Restak (dalam Munandar, 1999) melakukan penelitian dan menunjukkan
hiperkenesis (tingkat aktivitas fisik yang abnormal) ditemukan pada laki-laki jauh
lebih sering dari pada perempuan.
Dominasi belahan otak beberapa peneliti mengemukakan bahwa dominasi
lebih kuat pada belahan otak kanan pada pria, sehingga menghasilkan kemampuan
spesial yang lebih tinggi. Sebaliknya, Buffery dan Gray (dalam Munandar, 1999)
mengatakan bahwa perkembangan bilateral (perkembangan yang seimbang dari
kedua belah otak) yang lebih baik pada pria sehingga menyebabkan kemampuan
spesial lebih unggul pada pria.
Proporsi perbedaan jenis kelamin yang ditentukan secara biologis dapat
dipandang sebagai membatasi prestasi potensial dari perempuan berbakat. Sejak
lahir anak laki-laki dan perempuan diperlakukan berbeda bahkan sebelum lahir.
Begitu orang tua mengetahui bayi yang akan lahir itu laki-laki atau perempuan,
mereka sudah membuat persiapan yang berbeda. Misalnya kamar biru untuk bayi
laki-laki dan kamar merah jambu untuk perempuan. Atau anak laki diberikan
mainan robot-robotan sedangkan perempuan lebih kepermainan masak-memasak.
Hasil penelitian Handayani & Novianto (dalam Aziz, 2010) pada suku Jawa.
Dengan metode penelitian kualitatif,mereka berdua menemukan bahwa anak
perempuan dan laki-laki Jawa memang dididik secaraberbeda. Anak perempuan
lebih dididik untuk mengatasi persoalan-persoalan praktis di rumahtangga.
Sebaliknya anak laki-laki lebih dibiasakan untuk berorientasi ke luar rumah,
bekerjadengan imajinasi, dan cenderung abstrak, sehingga ketika menghadapi
16
problem praktis mereka menjadi kurang taktis. Bahkan kedua penulis itu
mengemukakan bahwa pola asuh yang mengistimewakan anak laki-laki Jawa itu
cenderung akan merusak kondisi mentalnya yaitu adanya kemanjaan dan
ketergantungan kepada ibu dan saudara perempuan di lingkungan rumahnya. Hal
ini bahkan berlanjut sampai dewasa, yaitu laki-laki itu akan kembali bersikap
seperti anak sulung pada pasangannya (istri), sehingga suami menjadi semacam
bayi tua.
Cramond, et all (2005) menyatakan bahwa dari berbagai penelitian tentang
kreativitas ditemukan adanya hubungan antara perbedaan jenis kelamin dengan
tingkat kreativitas baik dalam bentuk kuantitas maupun kualitas. Hasil analisis
mereka terhadap jurnal penelitian dari tahun 1958-1998 ditemukan adanya
perbedaan baik pada aspek fluency, flexibility, originality, dan elaboration.
Perempuan cenderung lebih tinggi pada aspek fluency, originality, dan
elaboration, sedangkan pada aspek flexibility laki-laki cenderung lebih tinggi
walau perbedaannya tidak terlalu tinggi. Hurlock (1999) mengatakan anak laki-
laki menunjukkan kreativitas yang lebih besar dari pada anak perempuan,
terutama setelah berlalunya masa kanak-kanak. Untuk sebagian besar ini di
sebabkan oleh perbedaan perlakuan terhadap anak laki-laki dan perempuan. Anak
laki-laki diberi kesempatan untuk mandiri, didesak teman sebaya untuk
mengambil resiko, dan didorong oleh para orang tua dan guru untuk lebih
menunjukkan inisiatif dan orisinilitas. Sama dengan penelitian yang dilakukan
oleh Lau dan Cheung (2010) untuk tingkat penelitian SD di Hongkong dihasilkan
anak laki-laki sebagian besar mempunyai skor kreativitas yang lebih tinggi,
17
meskipun perbedaannya lebih kecil dari anak perempuan. Stoltzfus, et al. (2011)
dalam penelitianya tentang Gender, Gender Role, And Creativity untuk hasil
pembahasan dari kategori jenis kelamin dan kreativitasmenghasilkan penelitian
yang sama bahwa anak laki-laki memiliki kreativitas yang lebih baik dari pada
anak perempuan, meskipun signifikansinya rendah.
Hasil penelitian yang berbeda ditemukan oleh Maisyaroh (2011) tentang
Hubungan Tingkat Kecerdasan Emosional Dengan Tingkat Kreativitas pada Anak
Usia Sekolah (10-12 Tahun) di SD Negeri Sumber Sari 1 Malang, di dalam
penelitiannya juga membahas tentang tingkat kreativitas dilihat dari jenis kelamin,
menyatakan bahwa tingkat kreativitas anak perempuan lebih baik dibanding
dengan anak laki-laki. Sedangkan Munandar (2002) melakukan penelitian
terhadap siswa SD dan SMP tidak ditemukan perbedaan yangnyataantara siswa
perempuan dan siswa laki-laki pada kreativitasnya.
Hipotesis dalam penelitian ini adalah “:Ada perbedaan tingkat Kreativitas
Figural antara Anak laki-laki dan Perempuan”.
Metode Penelitian
Penelitian ini adalah uji beda. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel
yaitu kreativitas figural variabel terikat dan jenis kelamin sebagai variabel bebas.
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SD Muhammadiyah Plus dengan
jumlah total 150 siswa dari kelas 4 dan 5 atau dengan rentang usia 9 sampai 11
tahun. Peneliti memilih subjek kerena SD Muhammadiyah memiliki kurikulum
pembelajaran yang bagus untuk siswanya, terbukti dengan peringkat lulusan
terbaik kedelapan (8) sekota Salatiga pada ujian kelulusan, dan peringkat pertama
18
se-kecamatan Sidomukti. Selain itu jumlah siswa laki-laki dan siswa perempuan
yang hampir seimbang dirasa tepat digunakan sebagai subjek penelitian. Dalam
penelitian ini teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan
sampling jenuh.
Tingkat kreativitas figural di ukur menggunakan satu macam alat tes yang
diambil dariTorance Test of Creativity Thinking (TTCT) yaitu Tes Kreativitas
Figural (TKF). Torrance seorang tokoh kreativitas menciptakan alat tes yang
terdiri dari kreativitas verbal dan kreativitas figural, yang disusun berdasarkan
model struktur Guilford. Torrance memilih dua bentuk alat tes yaitu Tes
Kreativitas Verbal (TKV) dan Tes Kreativitas Figural (TKF) yang didasari oleh
pertimbangan faktor bahwa kebanyakan produk kreatif dihasilkan dalam dua
bentuk verbal dan figural (Yunita, 2011).Menurut Munandar (2002) Tes
Kreativitas Figural (TKF) merupakan adaptasi dari circle test dari Torrance yang
terdiri dari 65 buah lingkaran berdiameter 2 cm, yang kemudian pada tahun 1988
di lakukan standarisasi.
Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik uji beda Independent
Sample T-test. Perhitungan dalam analisis ini dilakukan dengan menggunakan
bantuan program komputer Statistical Product and Servise Solution (SPSS)
version 17.0 for windows.
19
Hasil Penelitian
Uji Asumsi
Uji normalitas bertujuan untuk menguji salah satu asumsi dasar uji t yaitu
variabel-variabel independen dan dependen harus berdistribusi normal atau
mendekati normal (Santosa 2000). Uji statistik sederhana yang sering digunakan
untuk menguji asumsi normalitas adalah dengan menggunakan uji normalitas
Kolmogorov Smirnov. Untuk hasil normalitas diperoleh nilai Kolmogorov
Smirnov 1,205 dengan signifikansi 0.109 lebih besar dari0,05 sehingga sebaran
skor kreativitas figuraladalah normal.
Uji homogenites bertujuan untuk mengetahui apakah varian dari variabel
yang digunakan bersifat homogen atau beda. Dari hasil perhitungan menunjukkan
nilai signifikansi pada tes of homogeneity ofvariances adalah 0,273. Karena nilai
signifikansi lebih besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data kreativitas
figural memiliki varians yang sama.
Analisis Deskriptif
Dalam analisis data, data yang digunakan adalah data nilai baku hasil
penelitian, yaitu skor kasar data kreativitas yang telah dibakukan (ditentukan
norma-normanya) dan kemudian total nilai baku di konversikan Ceatifitas
quontient (CQ) menjadi lebih mudah mengklasifikasikannya.
Hasil analisis menunjukkan untuk subjek siswa laki-laki rerata sebesar
102,5; standar deviasi (SD) sebesar 11.968; jumlah subjek (N) sebanyak 77; nilai
minimal sebesar 93 dan nilai maksimal sebesar 129 sedangkan untuk subjek siswa
20
perempuan diperoleh rerata sebesar 106,88; standar deviasi (SD) sebesar 11.407;
jumlah subjek (N) sebanyak 73; nilai minimal sebesar 83 dan nilai maksimal 132
Tabel
Analisis Deskriptif Kategori Kreativitas Figural
Pada Siswa Subjek Laki-laki dan Perempuan
Skor Kategori
Frekuensi Rata-rata Prosentase
Laki Wanita Laki wanita Laki wanita
115,6 ≤ X ≤ 132 Tinggi 14 18 18,2% 24,6%
99,3 ≤ X < 115,6 Sedang 41 37 102,05 106,88 28,6% 50,7%
83 ≤ X < 99,3 Rendah 22 18 53,2% 24,6%
Total 100% 100%
Dari tabel di atas dapat dilihat skor kreativitas figuralpada siswa laki-laki
yang berada pada kategori sedang sebanyak 22 siswa, 14 siswa berada pada
kategori tinggi, dan 41 siswa berada pada kategori rendah. Sedangkan skor
kreativitas figural pada siswa perempuan yang berada pada kategori sedang
sebanyak siswa 37, 18 siswa berada pada kategori tinggi, dan 18 siswa berada
pada kategori rendah.
Uji Beda
Uji perbedaan yang diadakan terhadap kedua kelompok dilakukan dengan
bantuan komputer program SPSS versi 17. Dari uji t yang dilakukan
diperolehnilai t = -2,525 sig 0,013 (p <0,05) yang berarti ada perbedaan
kreativitas figuralantara siswa laki-laki dan siswa perempuan.
21
Pembahasan
Hasil data diperoleh nilai t = -2,525 sig 0,013 (p < 0,05). Hal ini dapat di
artikanada perbedaan tingkat kreativitas figural pada siswa laki-laki dan siswa
perempuan, dalam penelitian ini siswaperempuan memiliki rata-rata kreativitas
lebih tinggi dibandingkan dengan siswa laki-laki.
Penelitianini menjukkan subjek laki-laki yang memiliki tingkat kreativitas
yang tinggi sekitar 18,2%. Subjek banyak yang memiliki tingkat kreativitas28,6%
kategori sedang dan 53,2% kategori rendah. subjek perempuan yang memiliki
tingkat kreativitas yang tinggi sekitar 24,6%. Subjek banyak yang memiliki
tingkat kreativitas sedang 50,7% dan 24,6% untuk kategori rendah, namun rata-
rata untuk kedua subjek pada kategori sedang dengan nilai 102,05 untuk laki-laki
dan 106,88 pada perempuan.
Dari hasil ini dapat dilihat bahwa tingkat kreativitas pada kategori tinggi,
tergolong kecil terutama untuk subjek laki-laki yang hanya 18,2% saja, hal ini
terjadi karena banyak faktor seperti faktor lingkungan yang mempengaruhi saat
dilangsungkannya tes kreativitas figural. Selain itu, kurangnya konsentrasi dari
subjek,hal ini pada saat pengujian banya anak yang menoleh kekanan dan kekiri
dari meja mereka untuk melihat hasil dari teman-temannya. Waktuyang diberikan
dirasa terlalu singkat oleh subjeksehingga banyak lingkaran yang belum terisi,
suasana kelas yang kurang kondusif karena masih banyak subjek yang bicara saat
tes berlangsung. Hal ini sesuai dengan Munandar (dalam Maisyaroh, 2011)
selama ini, hanya sedikit anak yang bisa mencapai skor kreativitas yang tinggi.
Kebanyakan berada pada kisaran skor 90-100. Sebaliknya, banyak sekali anak
22
yang bisa mencapai skor tinggi untuk tes IQ. Menurutnya, "Hal ini disebabkan
berpikir kreatif kurang dirangsang, sehingga anak tak terbiasa berpikir bermacam-
macam arah".
Perbandingan dalam hal kreativitas telah dilakukan Munandar (1977) pada
siswa sekolah menengah di Indonesia yang menemukan bahwa kreativitas
perempuan cenderung lebih tinggi dari laki-laki dengan perbandingan 58%
berbanding 42%. Hasil yang sama ditemukan Aziz (dalam Aziz ,2010) yang
berdasarkan hasil penelitiannya pada 82 anak yang mempunyai tingkat kreativitas
tinggi ternyata lebih banyak diperoleh anak perempuan dibanding laki-laki dengan
perbandingan 35 (53%) berbanding 31 (47%).
Maisyaroh (2011) tentang Hubungan Tingkat Kecerdasan Emosional
Dengan Tingkat Kreativitas pada Anak Usia Sekolah (10-12 Tahun) di SD Negeri
Sumber Sari 1 Malang, di dalam penelitiannya juga membahas tentang tingkat
kreativitas dilihat dari jenis kelamin, menyatakan bahwa tingkat kreativitas anak
perempuan lebih baik dibanding dengan anak laki-laki.
Adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam berbagai aspek
psikologis, khususnya dalam kreativitas bisa dipahami dari berbagai sudut
pandang. Brizendine (2006) seorang ahli neuropsikiatri dan direktur klinik yang
khusus mengkaji fungsi otak perempuan menjelaskan bahwa memang secara
struktur ada perbedaan antara otak laki-laki dan perempuan, hal ini berakibat pada
perbedaan keduanya dalam cara berpikir, cara memandang sesuatu, cara
berkomunikasi, dan lain sebagainya.
23
Cramond, et all (2005) menyatakan bahwa dari berbagai penelitian tentang
kreativitas ditemukan adanya hubungan antara perbedaan jenis kelamin dengan
tingkat kreativitas baik dalam bentuk kuantitas maupun kualitas. Hasil analisis
mereka terhadap jurnal penelitian dari tahun 1958-1998 ditemukan adanya
perbedaan baik pada aspek fluency, flexibility, originality, dan elaboration.
Perempuan cenderung lebih tinggi pada aspek fluency, originality, dan
elaboration, sedangkan pada aspek flexibility laki-laki cenderung lebih tinggi
walau perbedaannya tidak terlalu tinggi.
Stanley (dalam Kobul, 2006) menyatakan bahwa anak perempuan melebihi
anak laki-laki dalam kemampuaan verbal, berpikir divergen verbal dan dalam
kecerdasan umum, sedangkan anak laki-laki dalam kemampuan kuantitatif dan
visual spasial lebih baik disebanding perempuan, kemudian anak perempuan pada
umumnya mencapai nilai lebih tinggi pada tes prestasi, lebih sedikit mengulang
kelas, dan kurang menimbulkan masalah di dalam kelas. Artinya, penelitian
tersebut menyatakan bahwa tingkat kreativitas anak perempuan lebih baik
dibanding dengan anak laki-laki.
Hasil penelitian lain yang memperlihatkan ketertinggalan laki-laki
dibanding perempuan telah ditulis oleh Handayani & Novianto (dalam Aziz,
2010) pada suku Jawa. Dengan metode penelitian kualitatif, mereka berdua
menemukan bahwa anak perempuan dan laki-laki Jawa memang dididik secara
berbeda. Anak perempuan lebih dididik untuk mengatasi persoalan-persoalan
praktis di rumah tangga. Sebaliknya anak laki-laki lebih dibiasakan untuk
berorientasi ke luar rumah, bekerja dengan imajinasi, dan cenderung abstrak,
24
sehingga ketika menghadapi problem praktis mereka menjadi kurang taktis.
Mereka menjadi kikuk, seperti tidak tahu apa yang harus diperbuat. Bahkan kedua
penulis itu mengemukakan bahwa pola asuh yang mengistimewakan anak laki-
laki Jawa itu cenderung akan merusak kondisi mentalnya yaitu adanya kemanjaan
dan ketergantungan kepada ibu dan saudara perempuan di lingkungan rumahnya.
Hal ini bahkan berlanjut sampai dewasa, yaitu laki-laki itu akan kembali bersikap
seperti anak sulung pada pasangannya (istri), sehingga suami menjadi semacam
bayi tua.
Hasil analisis yang menyatakan adanya perbedaan ini menarik untuk
dicermati lebih jauh karena belum ditemukan alasan yang lebih kuat apakah
perempuan lebih tinggi dalam hal kreativitas disebabkan karena aspek kodrati
yang memang secara struktur biologis mendukung pada tingginya kreativitasnya
atau lebih disebabkan karena aspek konstruk yang dibentuk masyarakat yang
memang memberikan perlakuan yang berbeda antara laki-laki dan perempuan
(Aziz, 2010).
Kesimpulan Dan Saran
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan
sebelumnya, data disimpulkan bahwa :
1. Tidak ada perbedaan kreativitas figural antara siswa laki-laki dan siswa
perempuan pada siswa SD Muhammadiyah Plus Salatiga.
25
2. Rerata siswa laki-laki sebesar 102,05 pada kategori sedang dengan standar
deviasi 11.968 dan rerata siswa wanita sebesar 106,88 pada kategori sedang
dengan standar deviasi 11.407.
3. Kreativitas figural perempuan lebih tinggi dari pada laki-laki.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan, maka penulis memberi saran
sebagai berikut :
1. Bagi orangtua
Orangtua dapat proaktif memberikan rangsangan untuk meningkatkan
kreatifitas dalam kegiatan sehari hari dirumah, dan lebih memberi peluang
untuk anak melakukan tugas-tugas rumah dengan caranya sendiri dengan
pengawasan orangtua.
2. Bagi siswa
Siswa dapat lebih aktif dalam mengikuti kegiatan yang diadakan di
sekolah yang dapat melatih kreatifitas serta meningkatkan keyakinan diri
bahwa dirinya mampu menghadapi berbagai tantangan dari tugas yang
diberikan.
3. Bagi sekolah
Dengan kurikulum sekolah yang sudah ada diharapkan sekolah atau
para guru dalam penerapannya mengajar siswa dapat mengunakan
pengajaran yang membangun kreativitas siswa seiring dengan materi yang
diajarkan.
26
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian. Suatu pendekatan Praktek. Edisi revisi V.
Jakarta: Rineka Cipta.
Aziz, R. (2010). Mengapa Perempuan lebih Kreatif Dibanding Laki-laki.Diunduh pada
tanggal 13 agustus 2014. Dari http://en.uin-
malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1352:mengapa-
perempuan-lebih-kreatif-dibanding-laki-laki&catid=35:artikel-dosen&Itemid=210
Azwar, S. (2006). Penyusunan Skala Psikologis. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
--------------.(1997). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajarakarta:
Pustaka Belajar.
Brizendine, L. (2006). Female Brain, New York: Morgan Road Books.
Campos, A., Lopez, A., Gonzales, M.A., Perez-Fabello, M.J. (2000). Aspects of
creativity affected by imaging capacity. North American Journal of Psychology, 2,
313-321.
Cramond, B., Morgan, J.M., Bandalos, D., & Zuo, L. (2005). A report on the 40-year
follow-up of the Torrence tests of creative thinking: Alive and Well in the new
millennium, Gifted Child Quarterly. Creativity Research Journal , 49, 4,283-291.
Sari, E. P. M., Megawangi, R., Hastuti, D. (2013). Pengaruh Gaya Pengasuhan Ibu
terhadap Tingkat Kreativitas Siswa Sekolah Dasar Progresif dan Konvensional di
Kota Depok. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 19, No. 3.
Diana, R. R. (2006). Setiap Anak Cerdas! Setiap Anak Kreatif! Menghidupkan
Keberbakatan dan Kreativitas Anak. Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro
Vol. 3 No. 2.
Goleman, D., et al. (2005). The Creative Spirit: Nyalakan Jiwa Kreatifmu di Sekolah,
Tempat Kerja, dan Komunitas. Bandung: MLC.
Gunarsa, S. D. (1981).Psikologi Perkembanngan. Jakarta: BKP Gunung Mulia.
Hurlock, E.(1990). Perkembangan Anak.Jakarta: Erlangga.
--------------.(1999).Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
kehidupan.Jakarta: Erlangga.
---------------. (1999).Perkembangan Anak jilid dua edisi ke sebelas.Jakarta: Erlangga.
27
Lau, S., & Cheung, C. C. (2010). Developmental Trends of Creativity: What Twists of
Turn Do Boys and Girls Take at Different Grades. Creativitity Research Journal,
22(3), 329-336.
Khotimah, S. K. (2010). Pengaruh Bermain Konstruktif terhadap Tingkat Kreativitas
Ditinjau dari Kreativitas Afektif pada Anak Usia Sekolah. Jurnal Penelitian
Psikologi Vol. 01, No.01, 60-74.
Kobul, A. K. (2006). Perbedaan Kreativitas antara siswa laki-laki dan siswa perempuan
kelas 1 SMA Laboratorium Kristen Satya Wacana Salatiga. Skripsi. Salatiga:
tidak diterbitkan. Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan BK. UKSW.
Maisyaroh, S. (2011).Hubungan Tingkat Kecerdasan Emosional Dengan Tingkat
Kreativitas Pada Anak Usia Sekolah (10-12 Tahun) Di SD Negeri Sumber Sari 1
Malang. Diunduh pada tanggal 15 September 2013.Dari
http://old.fk.ub.ac.id/artikel/id/filedownload/keperawatan/siti%20maisaroh.pdf.
Mengitiga, M. M. (2010). Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua Dengan Kreativitas
siswa Kelas 2 SMP Negeri 9 Kupang. Skripsi.Salatiga: Tidak diterbitkan. Fakultas
Psikologi. UKSW.
Munandar, S. C. U. (2002).Kreativitas dan Keberbakat Strategi mewujudkan Potrnsi
Kreatif dan Bakat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
-------------------------. (2004).Pengembangan Kreativitas Anak berbakat. Jakarta:
Rineka Cipta.
--------------------------. (1999). Menggembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah.
Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
--------------------------. (1977). Creativity and education, Jakarta: Dirjen Pendidikan
Tinggi, Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan
Tim Pustaka Familia. (2006).Warna Warni Kecerdasan Anak dan
Pendampingnya.Yogyakarta : Konsius.
Riduwan. (2009). Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti
Pemula. Bandung: Alfabeta.
Santrock, J. W. (2007). Perkembangan Anak Edisi Kesebelas Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
--------------------. (2004). Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup. Jakarta:
Erlangga.
Saptandari, P. (2012). KesehatanPerempuan dalam Perspektif Antropologi Budaya.
Jurnal BioKultur, Vol.I/No.1/Januari-Juni 2012.
28
Sagala. C. (2010). Hubungan Persepsi Terhadap Iklim Kelas dengan Kreativitas pada
Siswa SMA Kalam Kudus Medan. Skripsi. Medan: Diterbitkan. Fakultas
Psikologi. USU. Diaksespada tanggal 20 Juli 2013, pukul
07.23WIB.http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/17377?mode=full&submi
t_simple=Show+full+item+record.
Setiyawati, E. (2007). Studi Deskripsi Tingkat Kreativitas Anak ( Studi di SD Islam
Wahid Hasim dan SDN 1 Srengatblitar). Diunduh pada tanggal 20 September
2012. http://eprints.umm.ac.id/12385/pdf.
Sugiyono. (2010). Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sunarsih. (2008). Psikologi Perkembangan. Diunduh pada tanggal 13 juli
2013.http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND._KESEJAHTERAAN_KEL
UARGA/SUNARSIH/PSIk.PERKEMBANGAN.pdf.
Sudjiningsih, C. H. (2012). Perkembangan Anak Sejak Pertumbuhan sampai dengan
Kanak-Kanak Akhir.Jakarta: Prenada.
Stoltzfus, G., Nibbelink, B., Vredenburg, D., & Thyrum, E. (2011).Gender, Gender
Role, And Creativity. Social Behavior & Personality: An International Journal,
2011, 39(3), 425-43.
Syukri, M., R., & Zulkarnain. (2005). Asertivitas dan Kreativitas pada Karyawan yang
Berkerja Di Multi Level Markerting. Psikologia, Vol.I/No.2/Desember 2005.
Yunita. (2011). Kreativitas Figural Anak Usia dini Ditinjau dari Jenis Kelamin:
penelitian Expost Facto yang dilakukan di TK B Labschool Universitas
Pendidikan Indonesia. Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan PAUD.Sekripsi
jakarta: diterbitkan. Universitas pendidikan Indonesia. Diakses pada tanggal 8
Oktober 2012.
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rj
a&uact=8&ved=0CBsQFjAA&url=http%3A%2F%2Faresearch.upi.edu%2Fskrip
silist.php%3Fexport%3Dword&ei=c1iVMqNC8KwuASJu4KYDA&usg=AFQjC
NEhUfnUJq-hPr8wq95sGy_j4NCQZA&sig2=6HxHAn3O_XFWVuv2B8hN-g