Upload
others
View
43
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERBEDAAN KECERDASAN EMOSIONAL PADA REMAJA
YANG MEMPELAJARI ALAT MUSIK DAN REMAJA
YANG TIDAK MEMPELAJARI ALAT MUSIK
OLEH
BERLIANA REYNITA PASARIBU
802012132
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Berliana Reynita Pasaribu
NIM : 802012132
Program studi : Psikologi
Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul:
PERBEDAAN KECERDASAN EMOSIONAL PADA REMAJA YANG
MEMPELAJARI ALAT MUSIK DAN REMAJA YANG
TIDAK MEMPELAJARI ALAT MUSIK
Yang dibimbing oleh:
Berta Esti Ari Prasetya, S.Psi., MA.
Adalah benar-benar hasil karya saya.
Di dalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau
gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk
rangkaian kalimat atau gambar serta simbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya
sendiri tanpa memberikan pengakuan kepada penulis atau sumber aslinya.
Salatiga, 9 Agustus 2016
Yang memberi pernyataan,
Berliana Reynita Pasaribu
LEMBAR PENGESAHAN
PERBEDAAN KECERDASAN EMOSIONAL PADA REMAJA YANG
MEMPELAJARI ALAT MUSIK DAN REMAJA YANG
TIDAK MEMPELAJARI ALAT MUSIK
Oleh
Berliana Reynita Pasaribu
802012132
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Disetujui pada tanggal 23 Agustus 2016
Oleh:
Pembimbing
Berta Esti Ari Prasetya, S.Psi., MA.
Diketahui oleh,
Kaprogdi
Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS.
Disahkan oleh,
Dekan
Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA.
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
PERBEDAAN KECERDASAN EMOSIONAL PADA REMAJA
YANG MEMPELAJARI ALAT MUSIK DAN REMAJA
YANG TIDAK MEMPELAJARI ALAT MUSIK
Berliana Reynita Pasaribu
Berta Esti Ari Prasetya
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
i
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kecerdasan emosional pada remaja
yang mempelajari alat musik dan remaja yang tidak mempelajari alat musik. Penelitian
ini merupakan penelitian kuantitatif. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 100
remaja yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu 50 remaja yang mempelajari alat musik
dan 50 remaja yang tidak mempelajari alat musik. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah purposive sampling. Penelitian diambil menggunakan skala Schutte
Emotional Intelligence Scale (SEIS), yang disusun oleh Schutte (1998) berdasarkan
aspek-aspek kecerdasan emosional menurut Salovey dan Mayer (1990) untuk mengukur
kecerdasan emosional yang terdiri dari, 33 item dan 22 item yang dinyatakan valid
dalam uji seleksi item dengan koefisien alpha cronbach 0,827. Berdasarkan uji
perbedaan menggunakan teknik uji beda uji t diperoleh nilai t = 4,576 dengan sig. =
0,000 (p<0,05), yang menunjukkan bahwa ada perbedaan kecerdasan emosional yang
signifikan pada remaja yang mempelajari alat musik dan remaja yang tidak mempelajari
alat musik.
Kata Kunci : kecerdasan emosional, keterlibatan dalam pembelajaran alat
musik, remaja.
ii
Abstract
The purpose of the research is to know about difference of emotional intelligence in
adolescents who learn a musical instrument and adolescents who do not learn a musical
instrument. This research is quantitative. Participants in this research were 100
adolescents who were divided into two groups of 50 adolescents who learn a musical
instrument and 50 adolescents who do not learn a musical instrument. The sampling
technique used was purposive sampling. Were taken using a scale Schutte Emotional
Intelligence Scale (SEIS) which was developed by Schutte (1998) based on aspects of
emotional intelligence by Salovey and Mayer (1990) to measure emotional intelligence
consists of, 33 items and 22 items that otherwise valid in the selection trials items with a
cronbach alpha coefficient of 0.827. Based on the difference test using different test
techniques t test obtained by value t = 4.576 with sig. = 0.000 (p <0.05), indicating that
there are significant differences in emotional intelligence in adolescents who learn a
musical instrument and adolescents who do not learn a musical instrument.
Keywords : emotional intelligence, involvement in learning a musical
instrument, adolescents.
1
PENDAHULUAN
Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa. Pada
masa ini terjadi perubahan emosi dalam diri remaja. Santrock (2003) membagi masa
remaja menjadi dua fase yaitu yang disebut “masa remaja awal” yang berkisar antara
12-15 tahun dan “masa remaja akhir” antara usia 15-18 tahun. Menurut Santrock
(2002), salah satu karakteristik khas perkembangan remaja adalah emosi menjadi lebih
labil. Pada umumnya emosi remaja tidak seimbang, seperti mudah tersinggung dan
cengeng. Perubahan hormon dan pengalaman lingkungan terlibat dalam perubahan
emosi di masa remaja. Remaja rentan mengalami depresi, mudah marah, mudah
tersinggung, kurang mampu meregulasi emosi, yang selanjutnya dapat memicu
munculnya berbagai permasalahan seperti kesulitan akademis, penyalahgunaan obat,
kenakalan remaja atau gangguan makan (Santrock, 2007).
Oleh karena salah satu pemicu timbulnya masalah pada remaja yaitu kurang
mampu dalam meregulasi emosinya, maka remaja perlu mengembangkan kecerdasan
emosi. Namun harus diperhatikan bahwa untuk mengembangkan kecerdasan emosional
pada remaja bukan suatu perkara yang mudah, karena di masa ini kondisi emosi remaja
masih labil. Menurut hasil survey yang dilakukan Goleman (2001), menunjukan bahwa
ada kecenderungan di seluruh dunia, yaitu generasi sekarang lebih banyak mengalami
kesulitan emosional daripada generasi sebelumnya. Selain itu, remaja sekarang
dianggap lebih kesepian dan pemurung, lebih beringas dan kurang menghargai sopan
santun, lebih gugup dan mudah cemas, lebih impulsif dan agresif (Yusuf, 2005).
Dengan mengembangkan kecerdasan emosinya maka remaja dapat memiliki
kecerdasan emosi yang tinggi. Remaja yang memiliki kecerdasan emosi tinggi akan
mampu mengungkapkan emosinya sendiri, menampakkan kesan yang positif pada
2
dirinya, berusaha beradaptasi dengan lingkungan, mampu mengontrol perasaan dan
mengungkapkan reaksi emosi yang sesuai dengan waktu dan kondisi pada saat itu
terjadi, sehingga hubungan dengan orang lain dapat terjalin dengan baik. Sedangkan,
remaja yang memiliki kecerdasan emosi rendah akan mengalami kesulitan dalam
bergaul dan tidak dapat mengontrol emosi dan perilakunya (Tridhonanto & Beranda,
2010).
Kecerdasan emosi merupakan hal yang penting karena banyak orang yang gagal
dalam mengatur emosi mereka dengan baik. Seorang individu dapat gagal dalam
mengontrol emosi mereka dan memunculkan emosi yang meledak kemudian berujung
pada tindakan yang memalukan. Agar dapat memiliki kecerdasan emosi yang baik,
individu harus dapat mengatur dan mengontrol emosi yang ada pada diri individu.
Mengatur emosi yang merupakan aspek dari kecerdasan emosi ini memiliki peran
penting dalam penyesuaian sosial. Hal ini didukung oleh penelitian Pattiruhu (2014),
mengenai hubungan antara kecerdasan emosional dengan penyesuaian sosial pada siswa
akselerasi tingkat SMP di kota Ambon yang menghasilkan korelasi yang positif dan
signifikan, yang berarti bahwa semakin tinggi kecerdasan emosional siswa kelas
akselerasi maka semakin tinggi penyesuaian sosial siswa akselerasi begitupun
sebaliknya, semakin rendah kecerdasan emosi maka semakin rendah penyesuaian sosial
siswa.
Selain itu, kecerdasan emosi penting dimiliki karena berkorelasi positif dengan
perilaku prososial. Dalam penelitian Winniarthy (2015) mengenai hubungan antara
kecerdasan emosional dengan perilaku prososial pada remaja terdapat korelasi yang
positif dan signifikan, yang berarti bahwa semakin tinggi kecerdasan emosional yang
dimiliki remaja maka semakin tinggi pula kecenderungan perilaku prososial begitupun
3
sebaliknya. Kecerdasan emosi juga merupakan hal penting karena semakin tinggi
kecerdasan emosi, tingkat kecemasan dalam menghadapi kompetisi juga mengalami
penurunan. Hal ini didukung oleh penelitian Polii (2007) yang menunjukkan bahwa ada
hubungan negatif dan signifikan antara kecerdasan emosional dengan kecemasan dalam
menghadapi kompetisi akademik pada siswa SMU Kristen II Binsus Tomohon. Artinya
bahwa semakin tinggi kecerdasan emosional maka akan terjadi penurunan kecemasan
pada siswa dalam menghadapi kompetisi. Kemudian dalam hasil penelitian Pratama
(2010) terdapat hubungan negatif antara kecerdasan emosi dengan agresivitas pada
remaja awal, yang berarti bahwa semakin tinggi kecerdasan emosinya maka semakin
rendah agresivitasnya demikian juga sebaliknya, semakin rendah kecerdasan emosinya
maka semakin tinggi agresivitasnya. Oleh karena itu, kecerdasan emosi merupakan hal
yang penting bagi individu.
Menurut Salovey dan Mayer (1990), kecerdasan emosional adalah bagian dari
kecerdasan sosial (social intelligence) yang meliputi kemampuan seseorang untuk
memonitor emosi diri dan orang lain, mampu membedakan emosi tersebut serta
menggunakannya sebagai informasi untuk menuntun pikiran dan perilaku individu.
Kecerdasan emosional adalah suatu kapasitas atau kemampuan individu untuk
memproses informasi secara akurat dan efisien, meliputi informasi yang relevan dengan
pengenalan, konstruksi, dan pengaturan emosi pada diri sendiri dan orang lain (Salovey
dan Mayer, 1990). Selain itu, Goleman (2001) juga menjelaskan bahwa kecerdasan
emosi adalah kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain,
kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik
pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.
4
Salovey dan Mayer (1990) mengemukakan ada tiga aspek mengenai kecerdasan
emosional, yaitu :
a. Penilaian dan ekspresi emosi (appraisal and expression of emotion)
Proses yang mendasari adanya kecerdasan emosional yang dimulai dengan
adanya informasi kemudian memasuki sistem perseptualnya. Proses ini akurat
karena dapat lebih cepat memahami dan menanggapi emosi mereka sendiri serta
lebih dapat terampil dalam reaksi emosional serta empatik terhadap diri sendiri
maupun orang lain baik secara verbal maupun nonverbal.
b. Pengaturan emosi (regulation of emotion)
Regulasi emosi sangat diperlukan karena dapat membangun suasana hati dan
memperkuat sikap adaptif dalam diri seseorang. Kemampuan individu dan
pengalaman reflektif yang mereka punya dapat membantu meningkatkan
pengetahuan mengenai suasana hati mereka sendiri maupun orang lain. Selain
itu, kemampuan itu dapat membantu untuk memonitor, mengevaluasi serta
mengatur emosi dan mengubah sikap orang lain.
c. Memanfaatkan kecerdasan emosional (utilizing emotional intelligence)
Kemampuan individu untuk memanfaatkan emosi diperlukan untuk dapat
memecahkan masalah dengan baik secara fleksibel, mampu berpikir kreatif,
memiliki fokus jika ada masalah sehingga dapat membangun suasana hati yang
pas serta mempunyai motivasi yang baik. Suasana hati dan emosi yang halus
namun sistematis dapat memengaruhi beberapa komponen dan strategi yang
terlibat dalam pemecahan masalah.
5
Faktor-faktor yang memengaruhi kecerdasan emosional seseorang menurut
Goleman (2005) yakni :
1) Jenis kelamin, kaum perempuan akan lebih cepat terampil berbahasa sehingga
mereka lebih berpengalaman dalam mengutarakan perasaannya dan lebih
mudah berempati daripada kaum laki-laki,
2) Usia, dengan bertambahnya usia pada umumnya kecerdasan emosionalnya
akan lebih berkembang seiring dengan berbagai interaksi yang dijumpai
sehari-hari dalam lingkungan sosial seseorang,
3) Hidup berumah tangga,
4) Faktor lingkungan,
5) Faktor pendidikan.
Selain itu juga, Gordon (dalam Fauzi, 2008) mengatakan bahwa perkembangan
kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh rangsangan musik. Musik juga menjadi
faktor penting dalam perkembangan kecerdasan emosional seseorang, karena musik
dapat meningkatkan rasa empati dan keterampilan sosial yang merupakan aspek dari
kecerdasan emosional. Pengaruh musik terhadap kecerdasan emosioal seseorang juga
sangat kuat dan dapat memengaruhi kehidupannya. Penelitian neurologis mengatakan
bahwa separuh dari otak manusia memiliki tugas untuk memproses pengalaman musik
yang dapat memengaruhi kecerdasan emosional seseorang (Djohan, 2003). Dalam hal
ini rangsangan musik dapat diberikan dengan adanya pemberian pendidikan musik yang
didapatkan dari sekolah-sekolah musik ataupun tempat kursus-kursus musik.
Yudkin (dalam Nwaneri, 2012) berpendapat bahwa pendidikan musik adalah
bidang studi yang terkait dengan pengajaran dan pembelajaran musik. Bidang studi ini
mencakup semua aspek pembelajaran, termasuk psikomotor (pengembangan
6
kemampuan), kognitif (pemerolehan pengetahuan), dan afektif, termasuk apresiasi
musik dan sensitivitasnya. Musik merupakan suara yang sering sekali didengar, musik
dapat menghibur jiwa, membangkitkan semangat dan menjernihkan pikiran. Musik
membuat seseorang dapat mengekspresikan diri dengan bebas, dan musik dapat
membuat seseorang lebih cerdas, meningkatkan daya ingat, meningkatkan kreativitas,
menyehatkan tubuh, meningkatkan kecerdasan emosional, dan sebagainya. Musik telah
lama dianggap memiliki pengaruh terhadap tubuh dan jiwa manusia. Musik membantu
untuk memahami orang lain dan menyediakan kesempatan dalam perkembangan sosial
dan emosi dalam diri seseorang. Ada beberapa pengaruh musik dalam kecerdasan
emosi, yakni musik dapat memberi kepekaan dalam mengenali emosi (Juslin & Laukka,
2003), dapat membina hubungan dengan orang lain (Haas & Brandes, 2009),
kemampuan dalam bermain musik dapat membantu seorang anak memiliki kemampuan
untuk menjadi individu yang sejahtera (misalnya, kedisiplinan dalam bermain piano
dapat membantu seorang anak untuk memiliki kedisiplinan dalam area belajar yang
lain), perkembangan diri dan sosial serta mengembangkan kecerdasan emosi dalam diri
seseorang (Hallam, 2005).
Menurut Siegel (dalam Fauzi, 2008) ahli perkembangan otak, mengatakan bahwa
musik dapat berperan dalam proses pematangan hemisfer kanan otak, walaupun dapat
berpengaruh ke hemisfer sebelah kiri, oleh karena adanya cross-over dari kanan ke kiri
dan sebaliknya yang sangat kompleks dari jaras-jaras neuronal di otak. Kedua hemisfer
otak juga mengendalikan tugas-tugas emosional yang berbeda. Hemisfer kanan otak
merupakan bagian terpenting dalam mengenali ekspresi emosi dan memproses perasaan
emosional, sedangkan hemisfer kiri otak aktif saat memproses makna emosional
(Vingerhoats, Berckmoes, dan Stroobant, 2003 dalam Wade & Tavris, 2008).
7
Manfaat belajar musik yang akan dirasakan oleh individu antara lain dapat
membangun kecerdasan emosional, meningkatkan intelegensi dan kemampuan
bersosialisasi, melatih empati, serta menumbuhkan kemampuan musikalitas pada
individu (Wijaksono, 2013). Individu dengan kecerdasan emosional yang baik akan
berkembang apabila sering mendengarkan musik yang memiliki irama dan nada teratur
yang mana anak yang sejak kecil terbiasa mendengarkan musik akan cenderung lebih
berkembang kecerdasan emosional dan intelegensinya dibandingkan dengan anak yang
jarang mendengarkan musik (Sibarani, 2010).
Hal ini didukung oleh beberapa penelitian yang mengkaji peran musik dalam
kehidupan sehari-hari antara lain dilakukan oleh DeNora (dalam Djohan, 2010)
terhadap sekelompok perempuan Amerika dan Inggris, untuk melihat bagaimana musik
dapat difungsikan dalam mengolah, mempertahankan, dan meningkatkan kualitas
emosi. Hasil penelitian menunjukan bahwa secara nyata musik diakui memiliki sarana
untuk menata dan meningkatkan kualitas diri, baik pada aspek kognitif, emosi maupun
fisik. Demikian pula dengan hasil penelitian Sloboda (dalam Djohan , 2010) yang
mengungkapkan bahwa musik memiliki fungsi untuk meningkatkan, mengubah emosi,
dan aspek spiritual, atau membawa individu pada kondisi transenden. Kemudian hasil
penelitian musik juga dapat berpengaruh terhadap kecerdasan emosi seseorang. Hal
tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Ertha tentang kecerdasan emosi
pria yang memainkan alat musik. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa pria yang
memainkan alat musik cenderung memiliki kecerdasan emosi yang baik yang
ditunjukan dengan mudahnya bergaul, mampu mengatasi masalah dengan baik, bebas
mengekspresikan diri dan memperoleh ketenangan hati (Ertha, 2009).
8
Dalam penelitian sebelumnya yang berjudul “Perbedaan Kecerdasan Emosi Pada
Pria Dan Wanita Yang Mempelajari Dan Yang Tidak Mempelajari Alat Musik Piano”
(Khaterina & Garliah, 2012) menunjukkan bahwa ada perbedaan kecerdasan emosi
yang signifikan antara individu yang mempelajari alat musik piano atau tidak
mempelajari alat musik piano. Remaja pada subjek penelitian yang mempelajari alat
musik piano menunjukkan kecerdasan emosi yang lebih tinggi dibandingkan dengan
remaja yang tidak mempelajari alat musik piano. Hal ini disebabkan karena pelatihan
musik dapat meningkatkan kemampuan individu untuk mengenali emosi yang
terkandung dalam suara. Haas & Brandes (2009), juga mengatakan bahwa musik dapat
membina hubungan dengan orang lain, dan dapat mengembangkan kesadaran diri dan
juga berhubungan dengan motivasi dan kesuksesan.
Akan tetapi, dalam kehidupan sehari-hari peneliti melihat bahwa ada beberapa
individu yang dapat memainkan alat musik belum tentu memiliki kecerdasan emosi
yang baik seperti individu belum dapat mengontrol emosinya, contohnya individu
mudah marah dan melampiaskan kemarahannya dengan teriak, membanting pintu serta
melemparkan barang yang ada disekitarnya. Peneliti juga melihat di sekitar
lingkungannya ada beberapa remaja akhir yang dapat memainkan alat musik dan
memiliki sebuah grup band akan tetapi, ketika remaja tersebut mengalami sebuah
masalah mereka cenderung mengkonsumsi minuman beralkohol. Adapun para personil
band di Indonesia seperti pemain gitaris dan pemain drum grup band Padi terlibat
mengkonsumsi narkoba jenis sabu, pemain drum Izzy personil Kangen Band juga
ditemukan menggunakan ganja (http://djurnal.com/6-musisi-ini-pernah-ditangkap-
karena-kasus-narkoba/).
9
Kemudian ada pula seorang gitaris band yang ditangkap kedua kalinya karena
terlibat dalam kasus narkoba (http://showbiz.liputan6.com/read/2372097/tertangkap-
narkoba-lagi-roby-geisha-minta-maaf). Dalam hasil penelitian Rilley dan Schutte
(dalam Handoko, 2009) menunjukkan bahwa prediktor penting di dalam permasalahan
penyalahgunaan NAPZA adalah kecerdasan emosional yang rendah. Dari penelitian
tersebut dapat dikatakan bahwa para pemain musik musik dalam kasus narkoba
cenderung memiliki kecerdasan emosi yang rendah. Penelitian Caruso, Mayer, dan
Salovey (dalam Handoko, 2009) juga menunjukkan bahwa kecerdasan emosional yang
rendah berhubungan secara signifikan dengan penyalahgunaan NAPZA, alkohol, serta
dapat meningkatkan perilaku menyimpang.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, peneliti ingin meneliti
masalah yang dapat dirumuskan sebagai berikut, “Apakah ada perbedaan kecerdasan
emosional pada remaja yang mempelajari alat musik dan remaja yang tidak mempelajari
alat musik ?”
Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah “ada perbedaan kecerdasan emosional pada
remaja yang mempelajari alat musik dan remaja yang tidak mempelajari alat musik.”
10
METODE PENELITIAN
Variabel Penelitian
Variabel Terikat : Kecerdasan emosional
Variabel Bebas : Keterlibatan dalam pembelajaran alat musik :
a. Mempelajari alat musik
b. Tidak mempelajari alat musik
Jenis Penelitian
Jenis Penelitian dalam penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan
menggunakan tipe penelitian kuantitatif komparatif. Penelitian komparatif merupakan
penelitian yang bersifat membandingkan. Penelitian ini dilakukan untuk
membandingkan persamaan dan perbedaan dua atau lebih fakta-fakta dan sifat-sifat
objek yang diteliti berdasarkan kerangka pemikiran tertentu (Sugiyono, 2010). Dalam
penelitian ini akan dibandingkan kecerdasan emosional pada remaja yang mempelajari
alat musik dan remaja yang tidak mempelajari alat musik.
Partisipan
Dalam pengambilan partisipan penelitian ini, peneliti menggunakan teknik
purposive sampling. Menurut Sugiyono (2010), purposive sampling adalah teknik untuk
menentukan sampel penelitian dengan beberapa pertimbangan yang bertujuan agar data
yang diperoleh nantinya bisa lebih representatif. Dalam hal ini, pertimbangan yang
digunakan peneliti untuk remaja yang mempelajari alat musik adalah remaja SMKN 2
Kasihan Bantul Yogyakarta, berusia antara 16 – 18 tahun dan mempelajari alat musik
minimal 2 tahun, sedangkan pertimbangan yang digunakan peneliti untuk remaja yang
tidak mempelajari alat musik adalah remaja SMK 3 PIRI Yogyakarta yang tidak
11
mempelajari alat musik, berusia antara 16 – 18 tahun. Peneliti membagikan skala
kecerdasan emosional pada siswa remaja yang mempelajari alat musik di SMKN 2
Kasihan Bantul Yogyakarta sebanyak 55 siswa dan terdapat 5 siswa remaja yang gugur
karena tidak memenuhi kriteria. Kemudian peneliti membagikan skala kecerdasan
emosional pada siswa remaja yang tidak mempelajari alat musik di SMK 3 PIRI
Yogyakarta sebanyak 67 siswa dan terdapat 17 siswa remaja yang gugur karena tidak
memenuhi kriteria. Dengan demikian terdapat 100 partisipan yang sesuai dengan
kriteria yang terdiri dari 50 siswa remaja dari SMKN 2 Kasihan Bantul Yogyakarta dan
50 siswa remaja dari SMK 3 PIRI Yogyakarta.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah
skala psikologi, yaitu instrumen yang dapat dipakai untuk mengukur atribut psikologis
(Azwar, 1999). Skala bertingkat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah skala
Likert yang merupakan skala untuk mengukur kekuatan persetujuan dari pernyataan-
pernyataan untuk mengukur sikap. Skala yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
Schutte Emotional Intelligence Scale (SEIS Schutte et al., 1998) adalah skala yang
digunakan untuk mengukur kecerdasan emosional. Schutte Emotional Intelligence Scale
dibuat oleh Schutte et al (1998). Skala ini menggunakan tiga aspek kecerdasan
emosional dari Salovey dan Mayer (1990) yaitu penilaian dan ekspresi emosi,
pengaturan emosi, dan memanfaatkan kecerdasan emosional. Schutte Emotional
Intelligence Scale menggunakan skala Likert yang terdiri dari 33 item dan menyediakan
4 pilihan jawaban, antara lain : SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), dan
STS (Sangat Tidak Setuju). Uji reliabilitas yang dilakukan oleh Schutte pada 346
partisipan menghasilkan Alpha Cronbach sebesar 0,90.
12
Skala ini diuji kembali oleh peneliti dengan menggunakan try out terpakai,
dimana partisipan yang dipakai dalam try out akan digunakan sekaligus untuk penelitian
(Hadi, 2004). Pada metode try out terpakai, penyebaran skala atau pengambilan data
hanya dilakukan satu kali, dalam arti data subjek yang telah digunakan untuk uji coba
digunakan sebagai data penelitian. Kriteria pemilihan item total biasanya digunakan
batasan ≥ 0,30 namun apabila jumlah item yang lolos masih tidak mencukupi jumlah
yang diinginkan dapat dipertimbangkan untuk menurunkan sedikit batas kriteria
menjadi ≥ 0,25 (Azwar, 2012). Setelah diuji kembali, peneliti menggunakan batasan ≥
0,25 dikarenakan banyak item yang gugur jika menggunakan batasan ≥ 0,30. Dari hasil
pengujian uji seleksi item pada 33 item dengan menggunakan program SPSS for
Windows Version 16.0 pada 100 siswa remaja menunjukkan bahwa ada 22 item yang
memiliki daya diskriminasi yang baik dan 11 item yang gugur. Hasil pengujian alat
ukur 22 item yang memiliki daya diskriminasi yang baik dengan menunjukkan hasil
nilai item-total correlation ≥ 0,25 dan memiliki nilai item-total correlation yang
bergerak antara 0,283 – 0,593. Berdasarkan uji reliabilitas yang dilakukan dengan
program SPSS for Windows Version 16.0, didapatkan hasil dari nilai Alpha Cronbach
sebesar 0,827. Azwar (2008) mengemukakan bahwa, reliabilitas dinyatakan oleh
koefisien reliabilitas yang angkanya berada dalam rentang dari 0 sampai dengan 1.
Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka 1 berarti semakin tinggi
reliabilitasnya. Sebaliknya, koefisien yang semakin rendah mendekati angka 0 berarti
semakin rendah reliabilitasnya. Dengan demikian hasil uji reliabilitas dikatakan reliable
dan koefisien reliabilitasnya dikatakan tinggi karena pada pengujian hasil reliabilitas
alat ukur menggunakan Alpha Cronbach hasilnya mendekati angka 1.
13
Metode Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji-t (Independent Sample
T-Test) dengan memakai program SPSS for Windows Version 16.0. Uji-t yang
digunakan peneliti ini berguna untuk mengetahui apakah ada perbedaan kecerdasan
emosional pada remaja yang mempelajari alat musik dan remaja yang tidak mempelajari
alat musik. Namun sebelum menggunakan uji-t, data yang diperoleh diuji asumsi
dengan menggunakan uji normalitas dan uji homogenitas terlebih dahulu. Uji normalitas
digunakan untuk mengetahui data berdistribusi normal atau tidak dengan melihat hasil
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test dengan memakai program SPSS for Windows
Version 16.0. Sedangkan, uji homogenitas digunakan untuk mengetahui bahwa data
memiliki varian yang homogen atau tidak homogen.
14
HASIL PENELITIAN
Analisis Deskriptif
Berikut merupakan tabel hasil kategori variabel kecerdasan emosional dari
pengukuran skala Schutte Emotional Intelligence Scale (SEIS) yang digunakan untuk
menggolongkan kategori kecerdasan emosional remaja yang mempelajari alat musik dan
remaja yang tidak mempelajari alat musik. Peneliti membedakan kategori dengan
menggunakan rumus rentangan berdasarkan standar deviasi dan mean empiris dilihat
dari kurva normal (Azwar, 2008). Berdasarkan hasil perhitungan variabel kecerdasan
emosional, berikut tabel kategorisasinya:
Tabel 1. Kategori Skor Kecerdasan Emosional Pada Remaja yang Mempelajari
Alat Musik dan Remaja yang Tidak Mempelajari Alat Musik
Interval Kategori
Remaja yang
Mempelajari Alat Musik
Remaja yang Tidak
Mempelajari Alat Musik
F Persentase Mean F Persentase Mean
22 ≤ x < 38,5 Sangat
Rendah 0 0% 0 0%
38,5 ≤ x < 55 Rendah 0 0% 5 10%
55 ≤ x < 71,5 Tinggi 39 78% 67,58 42 84% 61,96
71,5 ≤ x < 88 Sangat
Tinggi 11 22% 3 6%
Jumlah 50 100% 50 100%
Min 57 86
Max 52 76
StDev 6,890 5.287
x = skor kecerdasan emosional
Data pada tabel 1 menunjukkan bahwa 11 (22%) remaja yang mempelajari alat
musik tergolong dalam kategori kecerdasan emosional sangat tinggi, dan 39 (78%)
remaja yang mempelajari alat musik tergolong dalam kategori kecerdasan emosional
15
tinggi. Skor yang diperoleh remaja yang mempelajari alat musik minimum sebesar 57
dan maksimum sebesar 86. Berdasarkan nilai rata-rata kecerdasan emosional pada
remaja yang mempelajari alat musik sebesar 67,58 yang tergolong dalam kategori
tinggi. Artinya, rata-rata remaja yang mempelajari alat musik memiliki kecerdasan
emosional pada kategori tinggi.
Sedangkan 3 (6%) remaja yang tidak mempelajari alat musik tergolong dalam
kategori kecerdasan emosional sangat tinggi, 42 (84%) remaja yang tidak mempelajari
alat musik tergolong dalam kategori kecerdasan emosional tinggi, dan 5 (10%) remaja
yang tidak mempelajari alat musik tergolong dalam kategori kecerdasan emosional
rendah. Skor yang diperoleh remaja yang tidak mempelajari alat musik minimum
sebesar 52 dan maksimum sebesar 76. Berdasarkan nilai rata-rata kecerdasan emosional
pada remaja yang tidak mempelajari alat musik sebesar 61,96 yang tergolong dalam
kategori tinggi. Artinya, rata-rata remaja yang tidak mempelajari alat musik memiliki
kecerdasan emosional pada kategori tinggi.
16
Uji Asumsi
Uji asumsi yang dilakukan terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas. Uji
normalitas dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 2. Hasil Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
REMAJA YANG
MEMPELAJARI ALAT
MUSIK
REMAJA YANG TIDAK
MEMPELAJARI ALAT
MUSIK
N 50 50
Normal Parametersa Mean 67.58 61.96
Std. Deviation 6.890 5.287
Most Extreme Differences Absolute .118 .090
Positive .118 .090
Negative -.062 -.068
Kolmogorov-Smirnov Z .837 .635
Asymp. Sig. (2-tailed) .485 .815
a. Test distribution is Normal.
Pada Skala Schutte Emotional Intelligence Scale (SEIS), pada kelompok remaja
yang mempelajari alat musik diperoleh nilai Kolmogorov-Smirnov Test sebesar 0,837
dengan signifikansi sebesar 0,485. Sedangkan pada kelompok remaja yang tidak
mempelajari alat musik diperoleh nilai Kolmogorov-Smirnov Test sebesar 0,635 dengan
signifikansi sebesar 0,815. Dari hasil Kolmogorov-Smirnov Test yang didapatkan kedua
kelompok memiliki taraf signifikansi > 0,05, maka kedua kelompok dikatakan
berdistribusi normal.
17
Sementara dari hasil uji homogenitas dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3. Hasil Uji Homogenitas
Test of Homogeneity of Variances
Kecerdasan emosional
Levene Statistic df1 df2 Sig.
3.619 1 98 .060
Dari tabel di atas dapat dilihat nilai signifikansi hasil uji homogenitas dari
kecerdasan emosional pada kelompok remaja yang mempelajari alat musik dan
kecerdasan emosional pada kelompok remaja yang tidak mempelajari alat musik
menunjukan bahwa nilai koefisien Levene Statistic sebesar 3,619 dengan signifikansi
sebesar 0,060. Oleh karena nilai signifikansi 0,060 > 0,05, sehingga data yang diperoleh
dikatakan bersifat homogen atau memiliki varians yang sama.
18
Uji-t
Selanjutnya dilakukan uji-t (Independent Sample t-test) dengan menggunakan
program SPSS for Windows Version 16.0 untuk melihat perbandingan rata-rata antara
dua kelompok sampel. Hasil perhitungan uji-t, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4. Hasil Uji-t Kecerdasan Emosional Remaja yang Mempelajari Alat Musik
dan Remaja yang Tidak Mempelajari Alat Musik
Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. T df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
SKO
R
Equal variances
assumed 3.619 .060 4.576 98 .000 5.620 1.228 3.183 8.057
Equal variances
not assumed
4.576 91.852 .000 5.620 1.228 3.181 8.059
Hasil perhitungan uji beda (uji-t), diperoleh nilai t-hitung adalah sebesar 4,576
dengan signifikansi = 0,000 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan
kecerdasan emosional yang signifikan antara remaja yang mempelajari alat musik dan
remaja yang tidak mempelajari alat musik dengan mean pada remaja yang mempelajari
alat musik sebesar 67,58 lebih tinggi daripada remaja yang tidak mempelajari alat musik
sebesar 61,96.
19
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis data penelitian mengenai perbedaan kecerdasan
emosional pada remaja yang mempelajari alat musik dan remaja yang tidak mempelajari
alat musik menggunakan program SPSS.16 for Windows, diperoleh nilai t-hitung 4,576
dengan signifikansi = 0,000 (p < 0,05). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan kecerdasan emosional yang signifikan pada remaja yang
mempelajari alat musik dan remaja yang tidak mempelajari alat musik. Berdasarkan
hasil rata-rata kecerdasan emosional pada remaja yang mempelajari alat musik memiliki
rata-rata sebesar 67,58 yang menunjukkan bahwa rata-rata remaja yang mempelajari
alat musik lebih tinggi daripada remaja yang tidak mempelajari alat musik yang mem-
iliki rata-rata sebesar 61,96. Hal ini didukung dengan hasil riset yang dilakukan oleh
Khaterina & Garliah, (2012) yang menunjukkan bahwa ada perbedaan kecerdasan
emosi yang signifikan antara individu yang mempelajari alat musik piano dan yang
tidak mempelajari alat musik piano dengan signifikansi 0,000 < 0,05 yang dapat
disebabkan karena adanya pelatihan musik yang dapat meningkatkan kemampuan
individu untuk mengenali emosi yang terkandung dalam suara.
Dalam penelitian ini, peneliti tidak mengkhususkan kelompok partisipan dengan
penggunaan alat musik tertentu melainkan mengambil kelompok partisipan yang secara
umum mempelajari alat musik. Akan tetapi, hasil penelitian ini pun juga membuktikan
bahwa ada perbedaan kecerdasan emosional pada remaja yang mempelajari alat musik
dengan remaja yang tidak mempelajari alat musik. Hal tersebut dapat disebabkan karena
adanya pengaruh musik yang dapat mengembangkan kecerdasan emosi. Hal ini juga
didukung oleh beberapa peneliti sebelumnya tentang pengaruh musik, yakni musik
dapat memberi kepekaan dalam mengenali emosi (Juslin & Laukka, 2003), dapat
20
membina hubungan dengan orang lain (Haas & Brandes, 2009), kemampuan dalam
bermain musik dapat membantu seorang anak memiliki kemampuan untuk menjadi
individu yang sejahtera, perkembangan diri dan sosial serta mengembangkan
kecerdasan emosi dalam diri seseorang (Hallam, 2005).
Kemudian Gordon (1996) juga mengatakan, bahwa perkembangan kecerdasan
emosional sangat dipengaruhi oleh rangsangan musik. Dalam hal ini rangsangan musik
dapat diberikan dengan adanya pemberian pendidikan musik yang didapatkan dari
sekolah-sekolah musik ataupun tempat kursus-kursus musik.
Pada penelitian ini, kedua kelompok remaja menunjukkan bahwa ada perbedaan
kecerdasan emosional yang dapat dibedakan dari faktor pendidikan yang berbeda dalam
masing-masing kelompok. Pada kelompok remaja yang mempelajari alat musik yang
bersekolah di SMKN 2 Kasihan Bantul Yogyakarta tersebut mendapatkan pembelajaran
tentang bidang studi musik karena merupakan sekolah menengah musik sehingga lebih
memfokuskan siswa remaja dalam pembelajaran tentang musik. Sedangkan pada
kelompok remaja yang tidak mempelajari alat musik, siswa remaja yang bersekolah di
SMK 3 PIRI Yogyakarta tidak mendapatkan pendidikan musik atau pembelajaran
tentang musik disekolah maupun di luar sekolah.
21
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang perbedaan kecerdasan emosional pada remaja
yang mempelajari alat musik dan remaja yang tidak mempelajari alat musik, maka dapat
disimpulkan bahwa :
1. Terdapat adanya perbedaan kecerdasan emosional yang signifikan pada
remaja yang mempelajari alat musik dan remaja yang tidak mempelajari alat
musik.
2. Berdasarkan hasil perhitungan rata-rata kecerdasan emosional pada remaja
yang mempelajari alat musik memiliki nilai rata-rata yang lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai rata-rata pada remaja yang tidak mempelajari alat
musik.
Saran
Adapun saran yang dapat diberikan oleh peneliti berdasarkan hasil penelitian
sebagai berikut:
1. Bagi remaja
Remaja yang mempelajari alat musik dapat mempertahankan dan
mengembangkan kecerdasan emosionalnya dengan cara mempelajari alat
musik yang telah didapatkan disekolah maupun diluar sekolah. Dan pada
remaja yang tidak mempelajari alat musik dapat mengembangkan
kecerdasan emosional dengan cara mempelajari alat musik diluar sekolah
seperti di tempat-tempat kursus.
2. Bagi peneliti selanjutnya
a. Peneliti selanjutnya diharapkan memperhatikan definisi dari mempelajari
alat musik dan tidak mempelajari alat musik.
22
b. Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian tentang kecerdasan
emosional dengan memperhatikan faktor-faktor yang dapat
memengaruhi kecerdasan emosional seseorang, seperti faktor usia, faktor
jenis kelamin, faktor hidup rumah tangga, dan faktor lingkungan atau
faktor pengasuhan.
c. Peneliti selanjutnya diharapkan menggunakan alat ukur yang telah
terstandarisasi sehingga tidak perlu menguji kembali alat ukur yang akan
digunakan.
d. Peneliti selanjutnya juga dapat melanjutkan penelitian ini dengan
berfokus pada jenis alat musik tertentu sehingga dapat mengetahui jenis-
jenis alat musik apa saja yang berpengaruh pada kecerdasan emosional.
23
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. (1999). Metodologi penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
_______. (2008). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
_______. (2012). Penyusunan skala psikologi. Edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Djohan. (2003). Psikologi musik. Yogyakarta : Penerbit Buku Baik.
______. (2010). Respons emosi musikal. Bandung: Lubuk Agung.
Ertha, A. (2009). Kecerdasan emosional pada pria yang hobi memainkan alat musik.
Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma.
Fauzi, L. S, . (2008). Pengaruh musik terhadap perkembangan kognitif dan kecerdasan
emosi. Artikel. Dalam https://luthfis.wordpress.com/2008/04/20/pengaruh-
musik-terhadap-perkembangan-kognitif-dan-kecerdasan-emosi/ di akses pada 15
Januari 2016.
Goleman, D. (2001). Kecerdasan emosional. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
__________. (2005). Working with emotional intelligence : kecerdasan emosi untuk
mencapai puncak prestasi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Umum.
Haas, R. & Brandes, V. (2009). Music that works: Contributions of biology,
neurophysiology, psychology, sociology, medicine and musicology. Springer
Wien New York.
Hadi, S. (2004). Metodologi research jilid 1. Yogyakarta : Penerbit Andi.
Hallam, S. (2005). Enhancing learning and motivation through the life span. London:
Institute of Education.
Handoko, I. (2009). Profil emotional intelligence pada pecandu narkoba berdasarkan 5
skala baron emotional quotient inventory (EQ-i). Tesis. Fakultas Psikologi
Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta.
24
Hernowo. (2015). Tertangkap narkoba lagi, Roby Geisha minta maaf. Artikel. Dalam
(http://showbiz.liputan6.com/read/2372097/tertangkap-narkoba-lagi-roby-
geisha-minta-maaf) diakses pada 10 Maret 2016.
Juslin, P. N. & Laukka, P. (2003). Communication of emotions in vocal expression and
music performance: Psychological Bulletin. 129, 770–814.
Khaterina & Garliah L. (2012). Perbedaan kecerdasan emosi pada pria dan wanita yang
mempelajari dan yang tidak mempelajari alat musik piano. Jurnal Psikologi
Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 1 (1).
Maskarabet. (2015). Djurnal.com. Di akses 10 Maret 2016 melalui http://djurnal.com/6-
musisi-ini-pernah-ditangkap-karena-kasus-narkoba/.
Nwaneri, C.M. (2012). Music education for employment and self productivity in
Nigeria. Journal Knowledge Review, 26, (3).
Pattiruhu, D. D. (2014). Hubungan antara kecerdasan emosinal dengan penyesuaian
sosial pada siswa kelas akselerasi tingkat SMP di kota Ambon. Skripsi. Salatiga:
Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana.
Polii, E. V. (2007). Hubungan kecerdasan emosional dengan kecemasan dalam
menghadapi kompetisi akademik pada siswa SMU Kristen II Binsus Tomohon.
Skripsi. Salatiga: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana.
Pratama, A. Y. (2010). Hubungan kecerdasan emosi dengan agresivitas pada remaja
awal pendukung PERSIJA (The Jak Man). Skripsi: Fakultas Psikologi
Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Salovey, P., & Mayer, J. D. (1990). Emotional intelligence. Imagination, cognition, and
personality, 9, 185-211.
Santrock, J. W. (2002). Life-span development : perkembangan masa hidup. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
____________. (2003). Adolescence: perkembangan remaja. Edisi 6. Jakarta: Erlangga
____________. (2007). Remaja. Ahli Bahasa: Shinto, B.A. & Sherly, S. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
25
Schutte, N. S., Malouff, J. M., Hall, L. E., Haggerty, D. J., et al. (1998). Development
and validation of a measure of emotional intelligence. Personality and
Individual Differences, 25, 167-177.
Sibarani, I. D. (2010). Musik sangat memengaruhi kecerdasan manusia. Diakses 15
Januari 2016, melalui http://health.liputan6.com/read/258671/musik-sangat-
memengaruhi-kecerdasan-manusia.
Sugiyono. (2010). Metode penelitian pendidikan. Penerbit: Bandung Alfabeta.
Tridhonanto, Al. & Beranda A. (2010). Meraih sukses dengan kecerdasan emosional.
Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Wade, C & Tavris, C. (2008). Psikologi edisi kesembilan jilid 2. Jakarta : Penerbit
Erlangga.
Wijaksono, H. (2013). Pengaruh musik terhadap perkembangan otak anak. Artikel.
Diakses pada 15 Januari 2016 melalui
http://hiburan.kompasiana.com/musik/2013/03/05/pengaruh-musik-terhadap-
perkembangan-otak-anak-540258.html.
Winniarthy, G. F. (2015). Hubungan antara kecerdasan emosional dengan perilaku
prososial pada remaja. Skripsi. Salatiga: Fakultas Psikologi Universitas Kristen
Satya Wacana.
Yusuf, Syamsu. (2005). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.