78
PERBEDAAN JUMLAH KOLONI Streptococcus mutans DALAM KANDUNGAN SALIVA PADA ANAK USIA 2 TAHUN KEBAWAH DENGAN SECC (SEVERE EARLY CHILDHOOD CARIES) DAN BEBAS KARIES DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL SKRIPSI Oleh : LAVANNYA PRABAKARAN NIM : 140600227 Pembimbing : Essie Octiara, drg.,Sp.KGA Ami Angela Harahap, drg.,Sp.KGA,MSc FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PERBEDAAN JUMLAH KOLONI Streptococcus mutans DALAM

  • Upload
    others

  • View
    22

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

DALAM KANDUNGAN SALIVA PADA ANAK USIA 2
TAHUN KEBAWAH DENGAN SECC (SEVERE
EARLY CHILDHOOD CARIES) DAN
BEBAS KARIES DI KECAMATAN
Tahun 2018
Lavannya Prabakaran
Perbedaan Jumlah Streptococcus mutans dalam Saliva pada Anak SECC
dengan Bebas Karies pada Anak Usia 2 Tahun kebawah di Kecamatan Medan
Sunggal. ix+47 halaman
Severe Early Childhood Caries (SECC) merupakan suatu penyakit karies
pada permukaan halus gigi dan menggambarkan tingkat keparahan dari ECC. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan jumlah S.mutans dalam saliva pada
anak SECC dengan bebas karies pada anak usia dibawah 2 tahun di Kecamatan
Medan Sunggal. Jenis penelitian ini adalah Cross-sectional. Jumlah sampel adalah 40
sampel terdiri dari 20 anak SECC dan 20 anak bebas karies yang diambil secara
purposive sampling. Pengambilan saliva dilakukan minimal sebanyak 2 ml dan
dikultur di media TYS20B selama 2 hari secara anaerob dan diamati jumlah koloni
Streptococcus mutans secara visual. Hasil penelitian ini menggunakan uji analisis
Mann Whitney dengan nilai kemaknaan p<0,05, rerata jumlah koloni S.mutans pada
anak S-ECC 17,00 ± 6,98 CFU/ml sedangkan pada kategori bebas karies rerata koloni
S.mutans adalah 6,38 ± 7,09 CFU/ml. Ada perbedaan jumlah S.mutans dalam saliva
pada anak SECC dengan bebas karies. (p= 0,000). Hasil analisis korelasi yang
menggunakan Uji Spearman antara koloni S.mutans dalam saliva terhadap
pengalaman karies pada anak SECC dan bebas karies menunjukkan ada hubungan
yang sedang (p= 0,579). Dapat disimpulkan jumlah koloni S.mutans lebih tinggi di
kelompok SECC banding kelompok bebas karies. Selain itu, semakin bertambah usia
jumlah koloni S.mutans juga turut meningkat.
Daftar Rujukan : 51 (1981-2017)
pada tanggal 8 Agustus 2018
TIM PENGUJI
2. Ami Angela Harahap, drg.,Sp.KGA,MSc
:
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perbedaan
Jumlah Koloni Streptococcus mutans dalam Kandungan Saliva pada Anak Usia 2
Tahun kebawah dengan SECC (Severe Early Childhood Caries) dan Bebas Karies di
Kecamatan Medan Sunggal” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Rasa hormat dan ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada orang tua
tercinta, yaitu Prabakaran dan Premalatha, yang selalu ada untuk mendukung dan
mendoakan penulis dalam mengerjakan skripsi ini sehingga semakin termotivasi
dalam pengerjaannya.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat banyak bimbingan,
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu dengan segala kerendahan hati
penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Dr. Trelia Boel, drg., Sp.RKG(K) sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara
Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan pembimbing
yang telah memberikan saran dan masukan untuk penulis.
3. Ami Angela Harahap drg,Sp.KGA,MSc sebagai pembimbing yang telah
meluangkan banyak waktu, tenaga, motivasi dan kesabaran untuk membimbing,
diskusi, dan memberi saran sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
4. Siti Salmiah, drg., Sp.KGA sebagai penguji yang telah memberikan saran
dan masukan untuk penulis.
5. Ahyar Riza, drg., Sp.BM selaku dosen pembimbing akademik yang telah
membimbing penulis selama menjalani program akademik.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
v
6. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak
Universitas Sumatera Utara atas bantuan dan motivasinya.
7. Teman-teman terkasih Kirubanandan, Pavitraa, Baldeep, Nandeta, Min
Wong Fook yang selalu ada dalam membantu dan memberi semangat kepada penulis
sehingga penulis termotivasi dalam menyusun skripsi ini.
8. Teman-teman di Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah saling membantu dan
memberikan semangat, terutama untuk Mairizita Anggara dan Divya.
9. Teman teman angkatan 2014 yang saling mendukung satu sama lain dalam
pengerjaan skripsi, serta seluruh senior dan junior yang tidak dapat disebutkan satu
per satu atas dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dan keterbatasan ilmu dalam
skripsi ini. Namun dengan kerendahan hati, penulis berharap semoga skripsi ini dapat
memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara, pengembangan ilmu, dan masyarakat dalam bidang
kedokteran gigi anak.
2.1 Karies ......................................................................................... 6
2.1.2 Tahap Perkembangan SECC ............................................. 7
2.2 Etiologi Karies ........................................................................... 8
2.2.1 Faktor Substrat .................................................................. 10
2.2.3 Faktor Host........................................................................ 11
2.3.2 Faktor Virulensi Streptococcus mutans ............................ 15
2.3.3 Patogenesis Streptococcus mutans dalam Penyebab Karies 16
2.4 Kultur Streptococcus mutans dalam Laboratorium ................... 17
2.4.1 Media Kultur Streptococcus mutans ................................. 17
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.4.3 Prosedur Kultur Streptococcus mutans ............................. 19
2.5 Hubungan Streptococcus mutans dalam Saliva
dengan Karies............................................................................. 19
3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ............................ 25
3.5 Prosedur Penelitian .................................................................... 27
3.7 Etika Penelitian .......................................................................... 30
4.2 Analisis Statistik Rerata Jumlah Koloni S. mutans
dalam Saliva pada Anak SECC dan Bebas karies ...................... 33
4.3 Analisis Statistik Korelasi Antara Koloni S.mutans dalam
Saliva Terhadap Pengalaman Karies pada Anak SECC
dan Bebas Karies ........................................................................ 33
Pengalaman Karies pada Anak Usia 2 Tahun kebawah ............. 34
4.5 Analisis Statistik Hubungan Jenis Kelamin dengan Rerata
Jumlah Koloni S.mutans antara Anak SECC dan Bebas Karies 34
4.6 Analisis Hubungan Usia dengan Pengalaman Karies
pada Anak Usia 2 Tahun kebawah ............................................. 35
4.7 Analisis Statistik Hubungan Usia dengan Jumlah Koloni
S.mutans antara Anak SECC dan Bebas Karies ......................... 36
BAB 5 PEMBAHASAN ................................................................................ 37
BAB 6 KESIMPULAN .................................................................................. 41
5. Vortex ................................................................................................... 29
6. Inkubator ............................................................................................... 29
3. Analisis Statistik Rerata Jumlah Koloni S.mutans dalam Saliva
pada Anak SECC dan Bebas karies ................................................... 33
4. Analisis Statistik Korelasi Antara Koloni S.mutans dalam Saliva
Terhadap Pengalaman Karies pada Anak SECC dan Bebas Karies .. 34
5. Analisis Statistik Perbedaan Jenis Kelamin dengan Pengalaman Karies
pada Anak Usia 2 Tahun kebawah .................................................... 34
6. Analisis Statistik Perbedaan Jenis Kelamin dengan Rerata Jumlah
Koloni S.mutans antara Anak SECC dan Bebas Karies ..................... 35
7. Analisis Perbedaan Usia dengan Pengalaman Karies pada Anak
Usia 2 Tahun kebawah ......................................................................... 36
8. Analisis Perbedaan Usia dengan Jumlah Koloni S.mutans antara
Anak SECC dan Bebas Karies ............................................................. 37
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Lembar persetujuan setelah penjelasan (informed consent)
3. Lembar pemeriksaan gigi dan saliva anak
4. Gambar Penelitian
5. Data sampel
Karies gigi merupakan masalah kesehatan yang sering terjadi pada anak
diseluruh dunia terutama di negara berkembang, tidak terkecuali Indonesia. 1
Karies
merupakan suatu penyakit dengan insiden yang tinggi pada anak dengan kondisi
kronik maupun akut. Karies gigi merupakan penyakit di rongga mulut dengan
penyakit periodontal. Karies dikatakan lima kali lebih sering penyakit asma dan tujuh
kali lebih umum dengan demam. 2
Menurut data Riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS)
RI tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi penduduk bermasalah gigi dan mulut
berdasarkan karakteristik responden pada anak usia 1-4 tahun 10,4% dan usia 5-9
tahun 21,6%. 3
Penelitian Weddel dan Kleom dalam jurnal Dental Caries menyatakan
dari 441 anak usia antara 6-36 bulan terdapat karies 4,2% pada usia 12-17 bulan,
19,8% pada usia 24-29 bulan dan 36.4% pada usia 30-36 bulan. 4
Penelitian di
Amerika, menunjukkan bahwa prevalensi karies pada anak usia 2 hingga 5 tahun
meningkat sebanyak 3% dari tahun 1999 dan 2004 yang sebelumnya tercatat 24,2%
pada tahun 1988 dan 1998. 2 American Academy of Pediatric Dentistry (AAPD)
mendefinisikan Early Childhood Caries (ECC) sebagai adanya satu atau lebih lesi
atau berlubang, hilang gigi (karena karies), atau permukaan gigi yang dilakukan
tambalan gigi sulung pada anak berusia 71 bulan atau lebih muda. Istilah Severe
Early Childhood Caries (SECC) merujuk pada pola karies gigi progresif atau akut
atau rampan, di mana dalam definisi AAPD memberi skor ECC sebagai berikut: pada
anak-anak di bawah usia 3 tahun tanda-tanda karies pada permukaan halus adalah
indikasi SECC. Usia 3 sampai 5, bila terdapat 1 atau lebih kavitasi, hilang gigi karena
karies, atau tambalan permukaan halus pada gigi anterior rahang atas atau skor
bertambah tinggi, hilang, atau tambalan > 4 (usia 3), ≥ 5 (usia 4), atau ≥ 6 (usia 5)
merupakan SECC. 2
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ECC dapat disebabkan oleh kebersihan mulut yang buruk, invasi bakteri,
kebiasaan makan yang buruk, kerusakan enamel dan lain-lain. Kerusakan enamel
dapat menyebabkan pembentukan lesi dan hipoplasia, sehingga sering terkait dengan
karies yang parah pada anak. Karies ini juga sering terlihat pada anak-anak dengan
tingkat sosio-ekonomi yang rendah dan pada gigi yang memiliki kerusakan struktur
rentan karies, namun ada beberapa faktor yang berkontribusi terhadap pembentukan
ECC salah satunya adalah Streptococcus mutans (S.mutans) dan Streptococcus
sobrinus (S.sobrinus) yang merupakan penyebab yang paling banyak ditemukan. 2
S.mutans merupakan bakteri gram positif yang mensintesis polisakarida besar seperti
dekstran dari sukrosa dan memproduksi asam mengakibatkan demineralisasi enamel
sehingga menyebabkan karies. 5
memiliki tinggi karies. Selain itu, kandungan S.mutans dalam saliva dikaitkan
dengan jumlah gigi dikolonisasi S.mutans dengan efek terhadap plak dental. 4
Di negara berkembang ECC dan SECC merupakan masalah yang signifikan
dengan prevalensi yang terus meningkat Penelitian Sutjipto RW (2014) yang meneliti
tentang prevalensi ECC dan SECC pada anak prasekolah di Gunung Anyar Surabaya,
memperoleh hasil tidak ditemukan karies pada kelompok anak usia 6 bulan hingga 1
tahun. Prevalensi tinggi ECC dan SECC ditemukan pada kelompok anak usia 3 tahun.
Penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi ECC pada kelompok anak usia 6 bulan-
3 tahun dikawasan Gunung Anyar Surabaya adalah 30,8%, sedangkan prevalensi
SECC adalah 29,2%. Area gigi yang paling sering terkena karies adalah bagian
mesial geligi insisivus sentral rahang atas. 6 Penelitian yang dilakukan selama tahun
2008 sampai 2010 di prasekolah Bahadurgah, Haryana, di India prevalensi SECC
sebesar 42,03%. 7
Pada tahun 2007 di Quchan, Iran prevalensi SECC sebesar 25%s
sedangkan di Seoul memiliki prevalensi yang lebih tingggi, yaitu 47%. 8 Penelitian
yang lain melaporkan bahwa indeks karies def-t pada anak usia 1 tahun sebesar
0.37%, usia 2 tahun 2,77%, usia 3 tahun sebesar 6,25%, dan usia 4 tahun sebesar
9,52%. 9
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3
pada saliva dengan pengalaman karies pada anak usia 2 tahun kebawah dengan SECC
dan dengan anak bebas karies masih sedikit di Medan. Berdasarkan uraian diatas
peneliti tertarik untuk mengetahui perbedaan jumlah koloni S.mutans pada saliva
anak usia 2 tahun kebawah dengan SECC dan anak yang bebas karies di Kecamatan
Medan Sunggal. Pemilihan anak usia 2 tahun ke bawah harus memiliki insisivus atas.
1.2 Rumusan Masalah
Umum
1. Apakah ada perbedaan jumlah koloni S.mutans dalam saliva antara anak
SECC dan anak bebas karies pada anak usia 2 tahun kebawah di Kecamatan Medan
Sunggal?
2 Apakah ada korelasi antara koloni S.mutans dalam saliva terhadap
pengalaman karies pada anak usia 2 tahun kebawah di Kecamatan Medan Sunggal?
Khusus
1. Apakah ada perbedaan jenis kelamin dengan rerata jumlah koloni S.mutans
antara anak SECC dan bebas karies anak usia 2 tahun kebawah di Kecamatan Medan
Sunggal?
2. Apakah ada perbedaan jenis kelamin terhadap pengalaman karies antara
anak SECC dan bebas karies anak usia 2 tahun kebawah di Kecamatan Medan
Sunggal?
3. Apakah ada perbedaan usia dengan rerata jumlah koloni S.mutans antara
anak SECC dan bebas karies anak usia 2 tahun kebawah di Kecamatan Medan
Sunggal?
4. Apakah ada perbedaan usia dengan pengalaman karies antara anak SECC
dan bebas karies anak usia 2 tahun kebawah di Kecamatan Medan Sunggal?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui perbedaan jumlah S.mutans dalam saliva antara anak SECC
dengan bebas karies usia 2 tahun kebawah di Kecamatan Medan Sunggal.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Mengetahui korelasi antara koloni S.mutans dalam saliva terhadap
pengalaman karies pada anak usia 2 tahun kebawah di Kecamatan Medan Sunggal.
Khusus
1. Mengetahui perbedaan jenis kelamin dengan rerata jumlah koloni S.mutans
pada anak SECC dan bebas karies anak usia 2 tahun kebawah di Kecamatan Medan
Sunggal
2. Mengetahui perbedaan jenis kelamin terhadap pengalaman karies antara
anak SECC dan bebas karies anak usia 2 tahun kebawah di Kecamatan Medan
Sunggal
3. Mengetahui perbedaan usia dengan rerata jumlah koloni S.mutans antara
anak SECC dan bebas karies anak usia 2 tahun kebawah di Kecamatan Medan
Sunggal
4. Mengetahui perbedaan usia dengan pengalaman karies antara anak SECC
dan bebas karies anak usia 2 tahun kebawah di Kecamatan Medan Sunggal
1.4 Hipotesis Penelitian
Penelitian ini menguji Hipotesis alternatif (Ha) yaitu:
1. Ada perbedaan jumlah koloni bakteri dalam saliva antara anak SECC dan
anak bebas karies pada anak usia 2 tahun kebawah.
2. Ada korelasi koloni S.mutans dalam saliva terhadap pengalaman karies
pada anak usia 2 tahun kebawah di Kecamatan Medan Sunggal.
Khusus
1. Ada perbedaan jenis kelamin dengan rerata jumlah koloni S.mutans antara
anak SECC dan bebas karies anak usia 2 tahun kebawah di Kecamatan Medan
Sunggal
2. Ada perbedaan jenis kelamin terhadap pengalaman karies antara anak
SECC dan bebas karies anak usia 2 tahun kebawah di Kecamatan Medan Sunggal
3. Ada perbedaan usia dengan rerata jumlah koloni S.mutans antara anak
SECC dan bebas karies anak usia 2 tahun kebawah di Kecamatan Medan Sunggal
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5
4. Ada perbedaan usia dengan pengalaman karies antara anak SECC dan
bebas karies anak usia 2 tahun kebawah di Kecamatan Medan Sunggal
1.5 Manfaat Penelitian
1. Bagi masyarakat
jumlah koloni S.mutans terhadap kejadian karies pada anak sehingga dapat
mengedukasi orang tua untuk menjaga kebersihan rongga mulut anak sejak kecil.
2. Ilmu Pengetahuan
a. Sebagai masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam
bidang ilmu kedokteran gigi anak mengenai hubungan antara jumlah koloni S.mutans
terhadap kejadian karies pada anak.
b. Sebagai dasar penelitian lebih lanjut tentang hubungan antara jumlah koloni
S.mutans terhadap kejadian karies pada anak untuk menambah wawasan dan
pengetahuan dokter gigi.
mengendalikan jumlah S.mutans terhadap terjadinya karies pada anak.
4. Manfaat Bagi Peneliti
Menambah wawasan dan memperluaskan pengetahuan tentang SECC pada
anak usia 2 tahun serta menambah pengalaman dalam melakukan penelitian di
lapangan.
Sebagai dasar program pemerintah dalam bidang kesehatan gigi dan mulut
untuk meningkatkan kualitas hidup anak pada usia dini.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karies
Karies masih merupakan masalah kesehatan baik di negara maju maupun di
negara-negara berkembang sampai sekarang. 11
Karies gigi dapat diekspresikan
sebagai tanda, gejala atau efek dari kerusakan permukaan enamel dan dentin yang
disebabkan aktivitas jasad renik plak dimediasi oleh saliva. 2,10
Proses karies ditandai
dengan terjadinya demineralisasi pada jaringan keras gigi, diikuti dengan kerusakan
bahan organiknya. Hal ini akan menyebabkan terjadi invasi bakteri dan kerusakan
pada jaringan pulpa serta penyebaran infeksi ke jaringan periapikal dan menimbulkan
rasa nyeri. 11
Kasus karies gigi pada anak-anak seperti Early Childhood Caries (ECC) akan
berdampak terhadap berbagai aspek kehidupan anak termasuk terhadap aspek fisik,
psikologi, dan juga sosial. Mengingat hal ini, ECC harus segera ditangani dan
memerlukan kekooperatifan dari orang tua anak, karena kasus ini memerlukan
perawatan secara komprehensif yang berkualitas. 12
2.1.1 Early Childhood Caries dan Severe Early Childhood Caries
Menurut American Dental Association (ADA), ECC ditandai dengan satu atau
lebih kerusakan gigi, baik lesi dengan kavitas atau tanpa kavitas, kehilangan gigi
akibat karies, atau penambalan permukaan gigi sulung pada anak usia 71 bulan atau
kurang. 2,5,13
ECC dapat dilihat dengan lesi putih pada gigi insisivus atas sepanjang
margin gingiva. Jika penyakit berlanjut, karies dapat berkembang sehigga
menghancurkan mahkota. 14
Gigi insisivus atas dan molar atas lebih rentan terhadap
karies banding gigi rahang bawah karena sekresi saliva dihasilkan rahang atas kurang
dibanding sekresi rahang bawah. 2 Prevalensi ECC bervariasi dari populasi ke populasi
tetapi diperoleh anak dari sosioekonomi rendah paling rentan terhadap ECC tanpa
melihat adanya faktor ras, etnis, dan budaya. 14
Di Amerika, Centers For Disease
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7
Control and Prevention melaporkan bahwa prevalensi karies gigi pada anak usia 2
hingga 5 tahun adalah 24,2% menurut National Health And Nutrition Examination
Survey antara tahun 1988-1998 dan 27,9% pada tahun 1999-2004. Di Eropa Barat
prevalensi karies pada anak usia 3 tahun adalah 19.9% dan menunjukkan adanya
hubungan dengan status ekonomi dan etnis. Survei Nasional di Jepang (2007)
diperoleh bahwa pengalaman ECC adalah 2,8% pada anak usia 18 bulan dan 25,9%
pada anak usia 3 tahun. 2,14
Istilah Severe Early Childhood Caries (SECC) merujuk pada pola karies gigi
progresif atau akut atau rampan. Definisi AAPD memberi skor SECC sebagai
berikut: pada anak-anak di bawah usia 3 tahun tanda-tanda karies pada permukaan
halus adalah indikasi SECC. Usia 3 sampai 5, bila terdapat 1 atau lebih kavitasi,
hilang gigi karena karies, atau tambalan permukaan halus pada gigi anterior rahang
atas atau skor bertambah tinggi, hilang, atau tambalan >4 (usia 3), ≥5 (usia 4), atau ≥6
(usia 5) merupakan SECC. 2,13,15
Pengukuran pengalaman karies gigi.menggunakan indeks Klein yang
diperkenalkan oleh Klein H, Palmer CE, Knutson JW pada tahun 1938
Pemeriksaannya meliputi pemeriksaan pada gigi (DEFT) dan permukaan gigi
(DEFS). Semua gigi diperiksa kecuali gigi molar tiga karena gigi molar tiga biasanya
tidak tumbuh, sudah dicabut atau tidak berfungsi. Indeks ini tidak menggunakan skor;
pada kolom yang tersedia langsung diisi kode D (gigi yang karies), M (gigi yang
hilang) dan F (gigi yang ditumpat) dan kemudian dijumlahkan sesuai kode. Gigi
permanen dan gigi sulung hanya dibedakan dengan pemberian kode DEFT (decayed
missing filled tooth) atau DEFS (decayed missing filled surface) untuk gigi permanen,
sedangkan deft (decayed extracted filled tooth) dan defs (decayed extracted filled
surface) digunakan untuk gigi sulung 11
2.1.2 Tahap Perkembangan SECC
Tahap perkembangan SECC terdiri dari empat tahap, yaitu tahap inisial, tahap
kedua, tahap ketiga dan tahap keempat. 13
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1. Tahap inisial
Tahap ini terjadi pada usia 10-20 bulan atau lebih muda. Pada tahap ini gigi
terlihat seperti kapur, lesi demineralisasi berwarna opak pada permukaan halusgigi
sulung insisivus maksila. Garis putih yang menonjol terlihat pada daerah servikal dari
permukaan vestibular dan palatal gigi sulung insisivus maksila (Gambar 1(a)). Pada
tahap ini tidak ada gejala, biasanya tidak diketahui oleh orang tua atau pemeriksaan
klinis pertama pada rongga mulut anak. Lesi ini hanya dapat diketahui setelah seluruh
gigi dikeringkan. 13
2. Tahap kedua
Tahap ini terjadi pada usia 16-24 bulan. Dentin mengalami kerusakan apabila
lesi putih pada insisivus berkembang dengan cepat menyebabkan enamel rusak.
Dentin terpapar dan terlihat lunak berwarna kuning (Gambar 1(b)). Pada molar
sulung maksila terjadi lesi insisal pada permukaan servikal, proksimal, dan oklusal.
Pada tahap ini anak mulai mengeluh adanya rasa ngilu saat tersentuh makanan atau
minuman yang dingin. Orang tua biasanya sudah memperhatikan perubahan warna
pada gigi anaknya. 13
3. Tahap ketiga
Tahap ketiga terjadi pada anak usia 20-36 bulan. Lesi terlihat pada salah satu
insisivus maksila dan sudah terkena pulpa (Gambar 1(c)). Anak merasa sakit saat
mengunyah, saat gosok gigi, dan spontan pada waktu malam. Pada tahap ini, molar
sulung maksila mengalami kerusakan pada enamel, dentin terpapar, dan terlihat
berwarna kuning. Gigi molar sulung mandibula dan kaninus sulung maksila terlihat
seperti kapur, lesi demineralisasi berwarna opak. 13
4. Tahap keempat
Tahap keempat terjadi pada anak usia 30-48 bulan. Karakteristik pada tahap
ini terlihat mahkota gigi anterior maksila fraktur karena destruksi pada enamel dan
dentin (Gambar 1(d)). Pada tahap ini gigi insisivus maksila sulung biasanya sudah
mengalami nekrosis dan molar satu maksila sulung kelihatan seperti tahap ketiga.
Molar kedua sulung, kaninus sulung maksila, serta molar pertama sulung mandibula
terlihat seperti tahap kedua dari keadaan SECC. Pada kondisi ini anak akan menderita
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9
tetapi tidak dapat mengekspresikan rasa sakitnya, mereka juga susah tidur dan
menolak untuk makan. 13
A B
C D
Gambar 1. A)SECC tahap pertama, B) SECC tahap kedua, C) SECC tahap ketiga,
D) SECC tahap keempat 13
2.2 Etiologi karies
Karies terjadi bukan disebabkan karena satu kejadian saja seperti penyakit
menular lainnya tetapi disebabkan serangkaian proses yang terjadi selama beberapa
kurun waktu. Pada tahun 1960-an oleh Keyes dan Jordan (cit. Harris and Christen,
1995), karies dinyatakan sebagai penyakit multifaktorial yaitu adanya beberapa faktor
yang menjadi penyebab terbentuknya karies. Ada tiga faktor utama yang memegang
peranan yaitu faktor host, agen, substrat dan ditambah faktor waktu, yang
digambarkan sebagai tiga lingkaran yang bertumpang-tindih (Gambar 2). 3,11
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.2.1 Faktor Substrat
Diet mengandung sukrosa merupakan faktor utama yang menyebabkan karies
di negara maju. Diet yang mengandung banyak sukrosa mempunyai dua pengaruh
buruk terhadap plak. Pertama, memberi kesempatan untuk membentuk kolonisasi
bakteri S.mutans dalam plak, yang dapat menyebabkan karies gigi. 19
ECC dikaitkan
dengan tersedianya minuman yang kaya akan sukrosa sering dalam botol atau cangkir
sippy kepada bayi atau anak selama masa tidur terutama pada usia 2 tahun yang
biasanya diet berupa susu atau minuman asam seperti jus jeruk, yang mengandung
sukrosa. Hal ini memungkinkan sukrosa bereaksi pada gigi sulung saat aktivitas
saliva menurun. Pemberian minuman yang mengandung sukrosa saat tidur siang
merupakan tingkah laku yang terbukti dapat meningkatkan risiko pembentukan karies
hampir empat kali lipat. 20
Kedua, plak yang terus menerus terpajan sukrosa akan
memetabolisir sukrosa dengan cepat menjadi asam organik, dan menyebabkan pH
plak turun karena melewati batas pH saliva dalam menetralisir asam sehingga
terjadinya plak. 16
2.2.2 Faktor Agen Mikroorganisme Kariogenik
Mikroba oral mulai berkolonisasi di mulut bayi segera setelah lahir. Jumlah
bakteri mulut akan meningkat secara bertahap dari paparan sumber mikroba
lingkungan luar. 15,17,18
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mitis) dan Streptococcus oralis (S.oralis) telah diidentifikasi sebagai mikroba oral
pertama dan paling dominan dalam kolonisasi rongga mulut bayi baru lahir. Setelah
erupsi gigi sulung, jumlah dan kompleksitas mikroflora di lingkungan mulut
meningkat. Spesies yang mengkolonisasi gigi setelah erupsi termasuk Streptococcus
sanguis (S.sanguis), Staphylococcus spp., Veillonella spp., Neisseria spp.,
Actinomyces spp. dan Lactobacilli spp. Streptokokus oral termasuk S.oralis,
S.anginosus dan S.gordonii biasanya dilaporkan hadir setelah satu tahun. 15,17
Selain
itu, bakteri anaerob seperti spesies Fusobacterium dan Prevotella juga dapat dideteksi
pada anak kecil. Keragaman dan jumlah bakteri dalam rongga mulut meningkat
karena lebih banyak gigi yang erupsi dan memberikan area yang lebih luas untuk
perlekatan dan adhesi mikroba pada gigi. 16,18
Bakteri oral seperti S.mutans dan Lactobacillus spp merupakan
mikroorganisme utama dalam insiasi dan progresi terjadinya karies. S.mutans dapat
dilihat pada host setelah erupsi gigi sulung. 22
S.mutans merupakan bakteri anaerobik
dan mempunyai kemampuan melekat pada permukaan gigi dengan adanya sukrosa
melalui formasi polisakarida yang membolehkan perlekatan pada gigi. 17
S.mutans
dimetabolisme oleh S.mutans menghasilkan asam yang meningkatkan efek
kariogenik dengan mempertahankan pH asam 5.5 di lingkungan dan aktivitas
S.mutans yang terus-menerus mempertahankan asidogenitas, menyebabkan
dimineralisasi dan menyebabkan karies. 20
2.2.3 Faktor Host
Faktor utama host berupa morfologi dan anatomi gigi serta saliva. Gigi
merupakan jaringan paling keras yang dimiliki oleh tubuh, dikatakan paling keras
karena komponen zat organik yaitu kristal hidroksiapatit lebih banyak dibandingkan
bagian tubuh lain seperti tulang. Enamel merupakan jaringan tubuh dengan susunan
kimia yang kompleks mengandung 97% mineral (kalsium, fosfat, karbonat, flour), air
1% dan bahan organik 2%. Bagian luar enamel mengalami mineralisasi yang lebih
sempurna, mengandung banyak fluor dan fosfat dan sedikit karbonat dan air.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kepadatan kristal sangat menentukan kelarutan enamel. Semakin banyak enamel
mengandung mineral maka kristal enamel semakin padat dan semakin resisten. 1
Permukaan gigi yang kasar memudahkan plak melekat dan membantu perkembangan
karies. 11
Gigi sulung lebih mudah terserang karies daripada gigi permanen. Hal ini
disebabkan karena enamel gigi sulung mengandung lebih banyak bahan organik dan
air sedangkan jumlah mineralnya lebih sedikit daripada gigi permanen. Secara
kristalografis kristal-kristal gigi sulung tidak sepadat gigi permanen, kemungkinan
alasan ini menjadi salah satu penyebab tingginya prevalensi karies pada anak-anak. 11
Saliva adalah sistem pertahanan utama dari host melawan karies Saliva
diproduksi antara 1-1,5 liter setiap hari, atau 0,25-0,35 mililiter per menit. Saliva
berperan penting melindungi gigi dan mukosa mulut dari pengaruh asam, dehidrasi
atau iritasi. 22
untuk kalsium dan fosfat yang diperlukan untuk remineralisasi enamel. 1,20
Selain itu,
kualitas saliva sebagai anti karies alami ditentukan oleh pH, kandungan fluor dan
bikarbonat saliva. Bila jumlah saliva berkurang akan terjadi penurunan pH dan fungsi
sistem saliva terganggu. 1 Laju aliran saliva mengeliminasi karbohidrat akan
mengurangi ketersediaan sukrosa bagi mikroorganisme. Semakin tinggi laju aliran
saliva, semakin besar kapasitas pelarut dan pembersihnya; namun jika terjadi
gangguan kesehatan yang mengurangi laju aliran saliva, maka akan terjadi penurunan
kebersihan rongga mulut (self cleansing). 7
Penurunan laju aliran saliva waktu tidur
akan mengurangi kapasitas saliva sebagai buffer, sehingga gigi rentan terhadap
karies. Hal lain yaitu imunologi, enamel secara imunologis tidak aktif dan pertahanan
kekebalan utama terhadap S.mutans adalah dari cairan sekretori imunoglobulin A
(lgA) atau serum dan cairan gingival crevicular. Saat anak terkontaminasi dengan
mikroorganisme oral, produksi antibodi IgA saliva terangsang namun akibat laju alir
saliva paling rendah pada waktu malam kolonisasi pertumbuhan S.mutans dan plak
meningkat. 1
Karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang berkembang
dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies
untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan
namun rerata waktu dari mulai terjadinya lesi awal hingga terjadinya lubang adalah
sekitar 18+/-6 bulan. 3,11
Penelitian Vipeholm (cit. Angela A, 2005) menyimpulkan
bahwa konsumsi makanan dan minuman yang mengandung gula diantara jam makan
dan pada saat makan berhubungan dengan peningkatan karies. Faktor makanan yang
dihubungkan dengan terjadinya karies adalah jumlah fermentasi, konsentrasi, dan
bentuk fisik (bentuk cair, tepung, padat) dari karbohidrat yang dikonsumsi, retensi di
mulut, frekuensi makan, dan snack serta lamanya interval waktu makan sering
mengkonsumsi makanan minuman manis di antara jam makan berisiko karies
tinggi. 24
2.3 Streptococcus mutans
Pada tahun 1924, J. Clarke mengisolasi organisme dari lesi karies dan
menyebutnya S.mutans, karena sel berbentuk oval yang diamati berbentuk kokus.
S.mutans memiliki bentuk kokus yang tunggal berbentuk bulat atau bulat telur dan
tersusun dalam rantai. 20,25
Pada akhir 1950-an S.mutans mendapat perhatian lebih
besar dari komunitas ilmiah dan, pada pertengahan 1960-an, ia dikenal sebagai agen
etiologi utama pada karies gigi menurut Loesche. Dua dekade berikutnya, para periset
mulai mengungkap patofisiologi mutans. Selama periode ini, alat pertama untuk
mempelajari S.mutans, baik secara in vitro maupun in vivo, dikembangkan. Diperoleh
faktor virulensi S.mutans yaitu kemampuan produksi asam organik dalam jumlah
besar (asidogenisitas) dari metabolisme karbohidrat; kemampuan bertahan hidup pada
pHrendah, kemampuan untuk mensintesis glukan ekstraseluler dari sukrosa, serta
kolonisasi dan akumulasi biofilm pada permukaan gigi. 25
2.3.1 Morfologi Streptococcus mutans
S. mutans merupakan bakteri gram positif, bersifat nonmotil (tidak bergerak),
bakteri anaerob fakultatif. Memiliki bentuk kokus tunggal, bulat atau bulat telur dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
14
tersusun dalam rantai. Bakteri ini tumbuh secara optimal pada suhu sekitar 18 – 40 0
celsius. 26
26
Strain S.mutans telah dikelompokkan menjadi serotipe c, e dan f berdasarkan
komposisi kimia polisakarida sel permukaannya menurut Linzer et al. Spesies yang
terlibat dalam karies gigi adalah S.mutans serotype c, e, f dan S. sobrinus (serotipe d
dan g). 13
Menurut Gronroos et al pada tahun 1995 strain mutans dominan di rongga
mulut manusia adalah serotipe c, e dan f. Menurut Shibata et al (cit. Umar J, 2005)
strain mutans dengan struktur serotipe c RGP mungkin memiliki kelebihan dalam
kolonisasi S.mutans pada rongga mulut. 23
Menurut penelitian Shibata et al yang
mengisolasi S.mutans dari 198 dari 432 anak prasekolah (3 sampai 4 tahun).
Menunjukkan bahwa serotipe c mendominasi, diikuti serotipe e, dan serotipe f jarang
dijumpai pada anak prasekolah di Jepang. 21
S.mutans ini yang mempunyai suatu
enzim yang disebut glukosiltransferase di atas permukaan yang dapat menyebabkan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
polimerisasi glukosa pada sukrosa dengan pelepasan dari fluktosa, sehingga dapat
mensintesis molekul glukosa yang memiliki berat molekul yang tinggi yang terdiri
dari ikatan glukosa alfa (1-6) dan alfa (1-3). Pembentukan alfa (1-3) ini sangat
lengket, sehingga tidak larut dalam air. Hal ini dimanfaatkan oleh bakteri S.mutans
berkembang dan membentuk plak pada gigi. 2
2.3.2 Faktor virulensi Streptococcus mutans
Berbagai ciri unik S.mutans akan berkontribusi pada tingkat virulensinya dan
memungkinkannya cepat berkembang sehingga menjadi sangat umum ditemukan.
Waktu transmisi S.mutans juga berhubungan dengan peran bakteri lain terhadap
prevalensinya dalam ekologi mulut. Menurut Li, Caufield et al (cit. Simon L, 2007)
spesies perintis seperti S.oralis dan S.mitis dapat dideteksi pada bayi lahir beberapa
hari, sementara S.mutans hampir tidak terdeteksi sampai sekitar usia dua tahun pada
anak. Setiap perubahan dalam perkembangan kolonisasi ini dapat menyebabkan
peningkatan risiko karies gigi. 20
Faktor virulensi utama S.mutans dalam kolonisasi adalah kemampuan mereka
untuk melekat pada permukaan host. Adhesin dari S.mutans (antigen I/11I dan S.
sobrinus (Spa A) berinteraksi dengan protein saliva pada pelikel yang ada pada
permukaan gigi untuk suksesi bakteri. Sifat virulensi mutan streptococci penting bagi
proliferasi dan pembentukannya adalah asidogenisitas dan keasaman yang
memungkinkan organisme bertahan pada tingkat pH rendah dan berkontribusi secara
signifikan terhadap potensi kariogeniknya. Karakteristiknya berasal dari pompa
proton ATPase (hidrolisis ATP) yang secara aktif melepaskan proton dari sitoplasma.
Sifat virulensi lain yang ditunjukkan oleh setengah spesies mutan streptococci
(S.mutans, tapi bukan S.sobrinus) adalah kemampuan untuk mensintesis polisakarida
intraselular. Karbohidrat dimetabolisme oleh S.mutans menghasilkan asam, yang
meningkatkan kariogenisitas dengan mempertahankan pH asam (<5.5) di lingkungan
sehingga memungkinkan produksi asam terus-menerus. Kegiatan ini meningkatkan
asidogenitas dan menyebabkan demineralisasi selama periode sekresi saliva rendah
saat tidur. 21
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
16
Tingkat S.mutans yang dikatakan rendah pada anak usia 2 tahun adalah
kurang 10 4
CFU/ml bilamana lebih dari 10 5 CFU/ml dikatakan tinggi dan tingkat
S.mutans lebih 10 6 CFU/ml dikatakan sangat tinggi.
20 Pada anak yang SECC pula
menurut penelitian yang dilakukan Jose et al memperoleh bahwa ada korelasi tingkat
S.mutans yang tinggi yaitu lebih 10 6 pada anak SECC dalam menginisiasi ko-agregasi
antara bakteri lain sehingga meningkatkan keparahan ECC. 22
2.3.3 Patogenesis Streptococcus mutans dalam penyebab karies
S.mutans adalah inisiator karies yang poten karena mempunyai beragam
faktor virulensi yang unik pada bakteri berperan penting, pertama S.mutans adalah
bakteri anaerob yang diketahui memproduksi asam laktat sebagai bagian dari
metabolismenya. 20
dengan adanya sukrosa melalui formasi glukan tidak larut air, sedangkan polisakarida
memfasilitasi perlekatan bakteri ke gigi. Strain S.mutans berkembang untuk
membentuk glukan yang larut dalam air, maka mengurangi kariogenisitas, terutama
pada permukaan gigi yang licin sehingga membutuhkan tahanan yang lebih besar
untuk perlekatan pada gigi terjadi. Menurut Kamiya et al. (cit. Simon L, 2007) glukan
larut dalam air juga dapat menurunkan konsentrasi kalsium dan fosfat saliva,
mengurangi kemampuannya untuk memperbaiki kerusakan gigi akibat bakteri
memproduksi asam laktat. 20
Menurut Hamilton dan Martin (cit. Simon L, 2007) tidak seperti spesies lain
yang hadir dalam plak, yang mempunyai metabolisme lambat pada pH rendah,
metabolisme S.mutans pula meningkat pada pH rendah, karena sistem motif proton
yang digunakan untuk mengangkut nutrisi melalui dinding selnya di lingkungan pH
rendah atau konsentrasi glukosa tinggi dimodulasi dengan kandungan ion hidrogen,
yang meningkat dengan derajat keasaman. Cara ini S.mutans dapat menurunkan atau
mempertahankan pH oral pada nilai asam yang menyebabkan kondisi
menguntungkan metabolisme sendiri dan tidak menguntungkan untuk spesies lain
yang hidup berdampingan. pH yang rendah memfasilitasi demineralisasi dan
terjadinya karies pada gigi, yang meningkat sejalan dengan S.mutans. S.mutans pada
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kondisi asam dapat menciptakan siklus yang menguntungkan dirinya sendiri dan
tidak menguntungkan bagi spesies lain yang terlibat dalam ekologi oral sehingga
menjadi sebuah patogen. 20
Meskipun studi klinis yang digunakan biasanya menggunakan sampel plak
atau saliva, pada umumnya tidak ada perbedaan signifikan dalam sensitivitas dan
spesifisitas deteksi mutan streptococci dari sampel saliva maupun plak. Identifikasi
S.mutans tergantung terutama pada karakteristik koloni dan biokimiawi berdasarkan
pertumbuhan mikroba pada media kultur selektif. 27
2.4.1 Media kultur Streptococcus mutans
Saat ini, lima media yang berbeda tersedia untuk isolasi S.mutans, yaitu Mitis
Salivarius dengan Bacitracin (MSB), Mitis Salivarius dengan Bacitracin dan
Kanamicin (MSKB) Glucosa-Sucrosa-Tellurite-Bacitracin (GSTB), Trypticase Soy
dengan Sukrosa dan Bacitracin (TYS20B) dan cystein extract Tryptone-Yeast dengan
Sucrosa dan Bacitracin (TYCSB). 29,30
Penelitian Singh 2016 melaporkan media yang
terbaik untuk mengisolasi S.mutans adalah TSBB / Thioglycolate Sucrose Blood
Bacitracin (87%), kemudian diikutin dengan TYCSB (81,5%), TYS20B (68%)
GSTB (60%) dan MM10 / Mannitol Containing Broth(29%). 29
Momeni (2014)
melaporkan persentase S.mutans pada total plate count pada lima media yaitu: rasio
tertinggi ditemukan pada media TYCSB (72%), diikuti MSKB (70%), GSTB (52%),
TYS20B (41%), dan MSB (29%), Perbedaan kelima media tersebut secara statistik
tidak signifikan, namun apabila keempat media dibandingkan dengan media MSB
maka diperoleh perbedaan. 31
TYS20B diformulasikan untuk mengatasi proses yang
sulit dalam pembuatan agar TYCSB dan biaya yang kurang maka peneliti
menggunakan TYS20B. 29
dengan menggunakan timbangan analitik. Bahan TYS20B yaitu : Sucrosa 200 gr +
Yeast Extract 10 gr + Trypticase Soy Agar 40 gr + Bacto Agar 5 gr + Bacitracin 4
miligram/0,004 gr (200 UI).Bahan-bahan tersebut ditimbang, dimasukkan ke dalam
labu erlenmayer dan ditambahkan 1000 ml aquades steril. Homogenkan dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
18
panaskan di atas hot plate hingga mendidih, kemudian disterilkan dalam otoklaf pada
suhu 121 o celcius selama 15 menit. Setelah bahan agak dingin, masukkan ke dalam
cawan petri secara asepsis menggunakan lampu spiritus. 32
2.4.2 Pengambilan Streptococcus mutans dalam saliva
Terdapat beberapa metode untuk mengambil saliva, metode utama untuk
mengukur whole saliva yaitu metode draining, spitting, suction, dan swab. Metode
draining bersifat pasif, metode ini memungkinkan saliva pasien mengalir dari mulut
ke dalam tabung dalam suatu masa waktu. Metode suction menggunakan sebuah
aspirator atau penghisap saliva untuk mengeluarkan saliva dari mulut ke dalam
tabung pada periode waktu yang telah ditentukan. Metode swab menggunakan gauze
sponge yang diletakkan di dalam mulut pasien dalam waktu tertentu. Metode spitting
dilakukan dengan membiarkan saliva untuk tergenang di dalam mulut dan
meludahkan ke dalam suatu tabung setiap 60 detik selama 2-5 menit. 33
Subjek
diberitahu kapan rencana untuk mengumpul saliva pada jam 8-10 pagi jika
memungkinkan dan subjek diminta untuk menahan diri dari makan, minum, atau
menyikat gigi setidaknya 1 jam sebelum pengumpulan. Subjek diberikan air minum
dan diminta membilas mulutnya dengan baik selama 1 menit. Lima menit setelah
membilas mulut, subjek diminta meludah ke tabung steril 50 ml dan tabung
ditempatkan di atas es sambil mengumpulkan lebih banyak saliva, subjek diingatkan
untuk tidak batuk karena tujuannya adalah untuk mengumpulkan saliva secara pasif,
bukan dahak. Saliva dikumpulkan sekitar 2 ml volume kemudian segera kembali ke
laboratorium untuk diproses. Pengolahan harus terjadi dalam waktu 1 jam. Semua
proses sampel saliva harus segera setelah pengumpulan saliva dan semua sampel
harus tetap berada di atas es sepanjang waktu. Sebelum mengumpulkan sampel saliva
dari pasien, set centrifuge ke 4C untuk memastikan telah mencapai suhu
pemprosesan yang tepat. Juga, dinginkan setiap pemegang tabung dan cryotubes di
dalam freezer atau kulkas sebelum prosedur pemprosesan (-20C atau -80 C). 34
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.4.3 Prosedur kultur Streptococcus mutans
Sampel saliva dihomogenisasi dengan vorteks selama 5 menit, 1 ml sampel
saliva diencerkan dalam 9 ml NaCl dari 1:10 1 sampai 1:10
6 mengunakan tabung uji.
Setelah pengenceran, 1 ml bagian pengenceran yang tepat dilapisi dengan
menggunakan batang kaca bengkok dan dikultur pada berbeda media agar pada
cawan petri. Setelah itu sampel diinkubasi 48 jam dalam suasana anaerob pada suhu
37 o
dihitung dengan colony counter secara manual dengan pengaris dalam unit milimeter
dan dicatat per kuadran. 29,31
Koloni S.mutans berbentuk kokus dan berwarna kuning
keabuan dihitung. 22
Karies.
maltosa dan kelompok sukrosa alkohol yang sebelumnya tidak dikenal. Adanya
glukosa dan sukrosa ekstraselular, S.mutans dapat mensintesis polisakarida glikogen
intraseluler. S.mutans juga menghasilkan mutasi (bakteriosin), yang dianggap sebagai
faktor penting dalam kolonisasi dan pembentukan S.mutans dalam biofilm gigi. 20
Saliva mengandung beberapa komponen antimikroba yang memediasi adhesi selektif
dan kolonisasi S.mutans pada permukaan gigi. 21
Menurut penelitian yang dilakukan di Bengaluru, terdapat korelasi antara
kandungan S.mutans dalam saliva dan pengalaman karies. Selain itu, diperoleh bahwa
tingkat S.mutans dan Lactobacillus dalam saliva terdeteksi 80% pada anak dengan
SECC dan hanya 50% pada anak bebas karies. 35
Penelitian pada anak prasekolah di
China oleh Zhou pada tahun 2007 (cit. Ramamurthy, 2014) menmperoleh bahwa
S.mutans dan Lactobasillus terlihat sebanyak 96,6% dan 79,3% pada anak dengan
ECC dan pada anak bebas karies sebanyak 63,7% dan 27,5% . 35
Penelitian Sakeenabi dan Hireemath juga menunjukkan hubungan yang
signifikan secara statistik antara tingkat yang berbeda dari S.mutans dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Penelitian Campus et al pada tahun 2000 (cit.
Sakeenabi dan Hireemath, 2011), menunjukkan hasil yang serupa. Meskipun tingkat
tinggi S.mutans dan Lactobacillus menunjukkan lingkungan kariogenik, banyak
penulis percaya bahwa ini mungkin sebagian karena metode pengambilan sampel
mikrobiologis yang berbeda pada saliva, plak, atau saliva yang tidak distimulasi. 36
Penelitian Dasanayake et al (2002) yang menggunakan set "Dentocult Ms", pada
anak usia 2-17 tahun di Srilanka dan penelitian Gudkina dan Brinkmane pada anak
usia 6 dan 12 tahun menemukan adanya korelasi positif antara karies dan tingkat
S.mutans saliva bilamana penelitian yang dilakukan di Riga tidak menemukan adanya
korelasi positif antara karies dan tingkat S.mutans saliva. 37-8
Selain itu Alaluusua dan Renkonen menemukan bahwa anak yang mendapat
transmisi S.mutans pada usia 2 tahun menunjukkan karies yang lebih tinggi
dibandingkan dengan anak yang transmisi lambat. Pengamatan ini, bersamaan dengan
fakta bahwa S.mutans biasanya ditularkan oleh ibu. 21,39
Penelitian Grinderfjord et al
mengevaluasi 786 anak usia 1 tahun dan memperoleh bahwa faktor risiko karies
mencakup infeksi S.mutans, paparan fluoride, kebiasaan makan, dan kebersihan
mulut. Transmisi S.mutans pada usia 1 tahun jelas dilihat bahwa merupakan prediktor
karies pada usia 3,5 tahun 40
. Pengamatan ini, ditambah dengan penemuan Fujiwara et
al pada tahun 1991 dan Roeterset et al pada tahun 1995 (cit. Berkowitz, 2006), yang
jelas menggambarkan bahwa infeksi dini dengan S.mutans adalah faktor risiko untuk
perkembangan karies gigi di masa depan. 39
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Faktor risiko karies
Usia Jenis Kelamin
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
hanya melakukan observasi tanpa memberikan intervensi pada sampel yang diteliti.
Rancangan penelitian adalah cross sectional, pengambilan data variabel bebas dan
tergantung dilakukan dalam waktu bersamaan.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi Penelitian
Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Waktu penelitian
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah anak usia 2 tahun kebawah di Kecamatan
Medan Sunggal sesuai dengan kriteria inklusi. Subjek penelitian ini yang diambil
adalah anak dengan SECC dan anak bebas karies. Sampel penelitiannya adalah
S.mutans dari saliva anak pada subjek penelitian sesuai kriteria yang ditentukan.
3.3.2 Sampel
kemaknaan α=0.05 adalah 1,96
= nilai pada distribusi normal standard yang sama dengan (power )sebesar
diinginkan untuk β=0.10 adalah 1,282
p0 = porposi paparan pada kelompok kontrol
p1 = porposi paparan pada kelompok kasus
qo = 1-p0 dan q1=1-p1
Maka untuk menghindar drop out, sampel ditambah sebanyak 10% yaitu dua
sampel. Oleh karena itu, jumlah sampel terdiri dari dua puluh anak. Dua puluh anak
bebas karies dan dua puluh anak dengan SECC. Teknik sampling yang digunakan
adalah purposive sampling yaitu sampel diambil dengan pertimbangan tertentu yaitu
berdasarkan ciri atau sifat yang telah diketahui peneliti sebelumnya.
Kriteria inklusi:
• Anak minimal mempunyai 2 gigi insisivus atas sudah erupsi sempurna
• Anak yang mendapat persetujuan orangtua.
• Anak tidak konsumsi obat-obatan
Variabel penelitian
b. Variabel bebas/independen : Jumlah koloni S.mutans dalam saliva
Tabel 1 Definisi Operasional
komisi etik Fakultas Kedokteran USU. Orang tua/wali anak dikumpulkan untuk
diberikan penjelasan tentang penelitian dan informed consent yang akan
ditandatangani.
2. Setelah mendapat persetujuan dari orang tua, maka anak diperiksa rongga
mulutnya untuk mendapatkan data anak yang SECC dan yang bebas karies
berdasarkan kriteria inklusi.
3. Setelah pemeriksaan gigi data diisi pada lembar pemeriksaan dan peneliti
menulis nama anak kelompok SECC dan anak yang bebas karies.
4. Pada kunjungan kedua peneliti melakukan pengambilan saliva di rongga
mulut sesuai daftar nama anak yang menjadi sampel. Pemeriksaan rongga mulut anak
menggunakan masker dan sarung tangan.
5. Cara pembuatan media TYS20B dalam 500 ml sebagai berikut:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
28
Masukkan soya agar sebanyak 20 mg, yeast extract 5 mg, Bacto agar
2,5 mg dan sucrose 100 mg ke dalam tabung. Tambahkan aquabides sampai dengan
500 ml ke dalam tabung, aduk sampai homogen menggunakan stirrer.
Masukkan ke dalam autoclave selama ± 1,5-2 jam supaya steril, lalu
diamkan sampai dengan suhu ± 55 0 C.
TYS20B sebanyak 10 ml dituang ke dalam cawan petri steril
disposibel ± 20 ml, kemudian dinginkan dalam suhu ruangan. Apabila tidak langsung
digunakan dapat disimpan dalam refrigerator dengan suhu -4 0 C.
6. Teknik pengambilan sampel saliva anak sebagai berikut.
Pengambilan sampel saliva dilakukan pada jam 8.00-11.00 WIB.
Anak diminta untuk membuka mulut dan diinstruksikan untuk duduk
dalam posisi tegak dalam pangkuan orangtua/wali dengan kepala sedikit menunduk
maka dapat dilakukan metode suction dengan menggunakan spuit sebanyak 2 ml.
Gambar 4: Wadah pengumpulan Saliva. 41
Tabung yang berisi saliva diletakkan dalam tas dingin dan dibawa ke
Laboratorium Mikrobiologi FK USU.
TYS20B.
Semua lempeng petri dieram dalam suasana anaerob dalam inkubator
pada suhu 37ºC selama 2 hari (48 jam). Setelah 48 jam, dilakukan penghitungan
S.mutans dan dicatat.
kuadran, kemudian dilakukan perhitungan pada masing – masing kuadran.
Perhitungan dilakukan sebanyak 2 kali untuk menghindari kesalahan
dalam menghitungdengan menggunakan formula:
2
Percobaan telah dilakukan dengan pengenceran 10
1 ,10
2 ,10
4 sampai
20 sampel namun tidak ditemukan koloni S.mutans setelah 48 jam. Berdasarkan uji
percobaan tersebut, penelitian dilakukan tanpa pengenceran saliva.
3.6 Pengelolahan dan Analisis Data
Pengelolahan data
Pengelolahan data dilakukan dengan menggunakan program komputer
dengan derajat kepercayaan 95%. Nilai p dianggap bermakna apabila p < 0,05 dan
derajat kepercayaan 95 %.
Analisis untuk uji normalistas digunakan uji Shapiro-Wilk dan hasil data
tidak terdistribusi normal. Perbedaan jumlah koloni S.mutans dibandingkan kelompok
anak dengan SECC dan anak yang bebas karies digunakan uji Mann Whitney.
Mengetahui korelasi jumlah koloni S.mutans pada kelompok anak dengan SECC dan
anak yang bebas karies digunakan uji Spearman karena data tidak terdistibusi normal.
3.7 Etika Penelitian
1. Lembar persetujuan (informed consent)
Peneliti menjelaskan tujuan, manfaat, dan pelaksanaan penelitian. Setelah itu
peneliti memberikan lembar persetujuan kepada orang tua/wali dari responden yang
akan ditanda tangani.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Karakteristik responden pada penelitian ini terdiri dari kategori karies SECC
dan bebas karies, jenis kelamin, dan usia. Penelitian ini terdiri dari 40 orang anak,
dari karakteristik SECC anak yang berjenis kelamin laki – laki berjumlah 13 orang
(61,90%) dan perempuan 7 orang (36,80%), sedangkan kategori anak bebas karies
yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 8 orang (38,10%) dan pada jenis kelamin
perempuan 12 (63,20%). Jumlah dan persentase pada kategori anak SECC yang
berusia kurang dari 12 bulan yaitu sebanyak 1 orang (14,30%) , anak usia 13 – 18
bulan berjumlah 9 orang (56,30%) dan untuk anak usia 19 – 24 bulan berjumlah 10
orang (58,80%) sedangkan pada anak bebas karies yang berusia kurang dari 12 bulan
yaitu sebanyak 6 orang (85,70%), anak usia 13 – 18 bulan berjumlah 7 orang
(43,80%) dan untuk anak usia 19 – 24 bulan berjumlah 7 orang (41,20%) (Tabel 2).
Tabel 2. Karakteristik Responden Anak SECC dengan Bebas karies
Karakteristik SECC Bebas karies Total
n % n% n%
Usia < 12 bulan
4.2 Analisis Statistik Perbedaan Rerata Jumlah Koloni S.mutans dalam
Saliva pada Anak SECC dan Bebas karies Anak Usia 2 Tahun kebawah.
Rerata jumlah koloni S.mutans pada kategori SECC adalah sebesar 17,00 ±
6,98 CFU/ml, sedangkan pada kategori bebas karies rerata koloni S.mutans adalah
6,38 ± 7,09 CFU/ml. Perbedaan rerata jumlah koloni S.mutans dalam saliva dapat
dilihat dengan menggunakan uji Mann-Whitney, hasil yang diperoleh adalah ada
perbedaan yang signifikan antara rerata jumlah koloni S.mutans pada anak SECC
dengan rerata koloni S.mutans pada anak bebas karies yaitu (p= 0,000) (Tabel 3).
Tabel 3. Analisis Statistik Perbedaan Rerata Jumlah Koloni S.mutans dalam Saliva
pada Anak SECC dan Bebas karies pada Anak Usia 2 Tahun kebawah.
Kategori Rerata Koloni S.mutans ±SD Hasil Analisis Statistik
SECC 17,00 ± 6,98 CFU/ml p= 0.000
Bebas karies 6,38 ± 7,09 CFU/ml
*Keterangan: Uji Mann-Whitney signifikan pada p<0,05
4.3 Analisis Statistik Korelasi antara Koloni S.mutans dalam Saliva
terhadap Pengalaman Karies pada Anak Usia 2 Tahun kebawah.
Rerata jumlah koloni S.mutans pada penelitian ini diperoleh 11,69 ± 8,78.
Rerata pengalaman karies pada penelitian ini diperoleh deft sebesar 2,95 ± 3,62
sedangkan rerata pengalaman karies defs sebesar 4,20 ± 5,67. Korelasi antara koloni
S.mutans dalam saliva terhadap pengalaman karies dapat dilihat menggunakan uji
Spearman, hasil diperoleh adalah korelasi antara koloni S.mutans dalam saliva
terhadap pengalaman karies pada anak usia 2 tahun kebawah menunjukkan ada
hubungan yang sedang (r= 0,579)(Tabel 4).
Tabel 4. Analisis Statistik Korelasi Antara Koloni S.mutans dalam Saliva terhadap
Pengalaman Karies pada Anak Usia 2 Tahun kebawah.
Keterangan: Uji Spearman r> 0.05 ada hubungan sedang*
Jumlah S. mutans
Mean ± SD (CFU/ml)
11,69 ± 8,78 2,95 ± 3,62 r = 0,579 4,20 ± 5,67 r = 0,563
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Karies pada Anak Usia 2 Tahun kebawah
Berdasarkan hasil analisis statistik perbedaan jenis kelamin dengan
pengalaman karies pada anak usia 2 tahun kebawah maka diperoleh rerata deft pada
anak yang berjenis kelamin laki – laki yaitu 3,67 ± 3,54 CFU/ml dan anak yang
berjenis kelamin perempuan adalah 2,16 ± 3,64 CFU/ml. Rerata defs pada anak
yang berjenis kelamin laki – laki yaitu 5,10 ± 5,58 CFU/ml dan anak yang berjenis
kelamin perempuan adalah 3,21 ± 5,75 CFU/ml. Perbedaan jenis kelamin dengan
pengalaman karies pada anak usia 2 tahun kebawah menggunakan uji Mann
Whitney hasil yang diperoleh adalah tidak ada perbedaan yang signifikan antara
jenis kelamin dengan pengalaman karies pada anak usia 2 tahun kebawah (p=
0,111)(Tabel 5).
Tabel 5. Analisis Statistik Perbedaan Jenis Kelamin dengan Pengalaman Karies pada
Anak Usia 2 Tahun kebawah.
Jenis
Kelamin
5,10 ±5,58CFU/ml
Keterangan: Uji Mann-Whitney signifikan pada p<0,05,
Uji Spearman r > 0.05 ada hubungan sedang*
4.5 Analisis Statistik Perbedaan Jenis Kelamin dengan Rerata Jumlah
Koloni S.mutans antara Anak SECC dan Bebas Karies Anak Usia 2 Tahun
kebawah.
Berdasarkan hasil analisis perbedaan jenis kelamin dengan rerata jumlah
koloni S.mutans antara anak SECC dan bebas karies maka diperoleh rerata jumlah
koloni pada anak SECC yang berjenis kelamin laki-laki yaitu 16,65. ±7,47 CFU/ml
dan anak yang berjenis kelamin perempuan adalah 17,64 ± 6,47 CFU/ml. Pada
kelompok bebas karies, rerata jumlah koloni S.mutans untuk anak yang berjenis
kelamin laki-laki adalah 7,25 ± 7,89 CFU/ml dan perempuan 5,79 ± 6,80 CFU/ml.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
35
Hasil yang diperoleh adalah tidak ada perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin
dengan jumlah koloni S.mutans baik pada kategori anak SECC (p= 0,873) maupun
bebas karies (p= 0,579) (Tabel 6).
Tabel 6. Analisis Statistik Perbedaan Jenis Kelamin dengan Rerata Jumlah Koloni
S.mutans antara Anak SECC dan Bebas karies Anak Usia 2 Tahun kebawah
Keterangan: Uji Mann-Whitney signifikan pada p<0,05,
Uji Spearman r> 0.05 ada hubungan sedang*
4.6. Analisis Statistik Perbedaan Usia dengan Pengalaman Karies antara
Anak SECC dan Bebas Karies Anak Usia 2 Tahun kebawah
Berdasarkan analisis yang dilakukan, rerata deft pada anak usia < 12 bulan
adalah 0,86 ± 2,27, usia anak 13-18 bulan adalah 3,50 ± 3,86 dan usia anak 19-24
bulan adalah 3,29 ± 3,70. Uji Kruskal-Wallis Test memperoleh hasil bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan antara usia dengan pengalaman karies pada anak usia 2
tahun kebawah untuk deft (p= 0,175) dan untuk defs (p=0.138) (Tabel 7).
Tabel 7. Hasil Analisis Perbedaan Usia dengan Pengalaman Karies pada Anak Usia 2
Tahun kebawah
Status
Karies
Jenis
Kelamin
Bebas karies Laki-laki
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.7 Hasil Analisis Perbedaan Usia dengan Jumlah Koloni S.mutans
antara Anak SECC dan Bebas Karies Anak Usia 2 Tahun kebawah.
Berdasarkan analisis yang dilakukan, untuk kelompok SECC rerata koloni
S.mutans pada anak usia dibawah 12 bulan adalah 12,42 ± 8,56 CFU/ml, usia anak
13-18 bulan adalah 20,36 ± 4,18 CFU/ml dan usia anak 19-24 bulan adalah 17,57 ±
6,42 CFU/ml. Kelompok bebas karies rerata koloni pada anak usia dibawah 12
bulan 2,83 ± 0,75 CFU/ml, usia 13-18 bulan adalah 3,14 ± 1,70 CFU/ml dan 19-24
bulan adalah 12,64 ± 9,23 CFU/ml. Uji Kruskal-Wallis Test, memperoleh diperoleh
bahwa ada perbedaan yang signifikan antara usia dengan jumlah koloni S.mutans
baik pada kategori SECC (p=0,002) maupun anak bebas karies (p= 0,002).
Berdasarkan hasil analisis korelasi antara usia dengan jumlah koloni S.mutans
menggunakan uji Spearman menunjukkan ada hubungan sedang antara usia dengan
jumlah koloni S.mutans antara anak SECC dan bebas karies anak usia 2 tahun ke
bawah (r= 0,570)(Tabel 8).
Tabel 8. Hasil Analisis Perbedaan Usia Dengan Jumlah Koloni S.mutans antara Anak SECC dan Bebas Karies Anak Usia 2 Tahun kebawah.
Status
Bebas
karies
Keterangan: Uji Kruskal-Wallis Test signifikan pada p<0,05,
Uji Spearman r> 0.05 ada hubungan sedang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PEMBAHASAN
SECC merupakan penyakit karies pada permukaan halus gigi anak yang dapat
terjadi pada usia dini, penelitian ini terdiri dari 40 responden, dari karakteristik
responden diperoleh bahwa jumlah anak SECC sebanyak 20 orang, dan jumlah anak
bebas karies sebanyak 20 orang (Tabel 2). Secara keseluruhan pada penelitian ini
diperoleh rerata jumlah koloni S.mutans pada kategori SECC adalah sebesar 17,00 ±
1,56 CFU/ml sedangkan pada kategori bebas karies rerata koloni S.mutans adalah
6,38 ± 1,58 CFU/ml. Hasil yang diperoleh (p= 0,000*), yaitu terdapat perbedaan
yang signifikan antara rerata koloni S.mutans pada anak SECC maupun bebas karies.
(Tabel 3). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ramamurthy juga menunjukkan hal
yang sama, bahwa ada perbedaan yang signifikan antara jumlah koloni S.mutans
dalam saliva terhadap anak SECC dan bebas karies dengan rerata jumlah koloni pada
kelompok SECC sebanyak 12,2 CFU/ml dan pada kelompok bebas karies 4,16
CFU/ml (p= 0,003). 35
Penelitian Ayilliath mengatakan bahwa ada perbedaan yang
signifikan antara koloni S.mutans dengan kelompok anak SECC dan anak kelompok
bebas karies dengan jumlah koloni sebanyak 45% pada kelompok SECC dan 5%
pada kelompok bebas karies (p=0.01). 45
Penelitian ini tidak sesuai menurut penelitian
Jose yang menyatakan tidak ada perbedaan antara jumlah koloni dan pengalaman
karies yang dilakukan pada 30 anak dibawah usia 4 tahun dengan rerata defs sebesar
4,4 pada kelompok SECC dan 2,5 pada kelompok ECC (p=0.135) 22
Pada penelitian ini diperoleh rerata koloni S.mutans sebanyak 11,69 ± 8,78
CFU/ml, rerata deft sebesar 2,95 ± 3,62 dan rerata defs sebesar 4,20 ± 5,67
Berdasarkan analisis korelasi antara koloni S.mutans dalam saliva terhadap
pengalaman karies pada anak SECC dan bebas karies menunjukkan ada hubungan
yang sedang antara koloni S.mutans dalam saliva terhadap pengalaman karies pada
anak SECC dan bebas karies diperoleh (r= 0,579) untuk deft dan (r= 0,563) untuk
defs. Menurut penelitian yang dilakukan di Bengaluru, oleh Ramamurthy terdapat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
hubungan yang rendah antara kandungan S.mutans dalam saliva dan pengalaman
karies dengan rerata deft sebesar 5,8 dan rerata defs sebesar 8,9 diperoleh
(r=0.341)untuk deft dan (r=0.366) untuk defs 35
Hasil penelitian Sakeenabi dan
Hireemath juga secara statistik menunjukkan hubungan yang sedang antara tingkat
S.mutans dan pengalaman karies yang dilakukan pada 196 anak usia 6 tahun dengan
rerata deft sebesar 3.20 dan rerata defs sebesar 5.43 diperoleh (r = 0.536) untuk deft
dan (r= 0.539) untuk defs. 36
Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Dasanayake
et al (2002) yang menggunakan set "Dentocult Ms", pada anak usia 2-17 tahun di
Srilanka 38,39
(Tabel 4).
Berdasarkan analisis perbedaan jenis kelamin dengan pengalaman karies
dalam penelitian ini menunjukkan bahwa bahwa jumlah anak berjenis kelamin laki–
laki yang terkena SECC lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang berjenis
kelamin perempuan dan hasil yang diperoleh adalah tidak ada perbedaan yang
signifikan yaitu (p= 0,111). Hasil penelitian Virdi et al mengatakan bahwa jumlah
anak berjenis kelamin perempuan yang terkena SECC lebih tinggi 43,8 %
dibandingkan dengan anak yang berjenis kelamin laki–laki 40,6 % dan diperoleh
tidak ada perbedaan signifikan antara jenis kelamin dengan pengalaman
karies(p=0.05) 50
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Rodrigues T et al yang mengatakan bahwa jenis kelamin anak menunjukkan
tidak ada perbedaan yang signifikan dengan pengalaman karies (p=0,709) 5 (Tabel 5).
Berdasarkan analisis perbedaan jenis kelamin dengan jumlah koloni dalam
penelitian ini menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh adalah tidak ada perbedaan
yang signifikan yaitu (p= 0,873) untuk kategori SECC, dan nilai (p= 0,579) untuk
kategori bebas karies. (Tabel 6). Salah satu faktor risiko yang dapat mempengaruhi
terjadinya karies adalah jenis kelamin, pada penelitian ini jumlah koloni S.mutans
lebih tinggi pada anak yang berjenis kelamin perempuan dari laki – laki pada kategori
SECC. Penelitian ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa selama masa anak
– anak dan remaja, anak yang berjenis kelamin laki – laki lebih banyak gigi yang
terkena karies sehingga pengalaman karies yang tinggi maka jumlah koloni S.mutans
akan ikut tinggi jika ditinjau pada kelompok bebas karies pada penelitian ini. 50
Hasil
39
penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Feldens et al yang
mengatakan bahwa jenis kelamin anak tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan
dengan SECC (p=0,868) 49
Usia anak juga merupakan faktor risiko terhadap terjadinya karies.
Berdasarkan analisis yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa tidak ada perbedaan yang
signifikan antara usia dengan pengalaman karies pada anak usia 2 tahun kebawah (p=
0,175). Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Olmes, hal ini dapat dilihat dari
rerata deft pada kelompok anak usia 9 hingga 20 bulan, 4,37 ± 3,46 anak usia 21
hingga 36 bulan 8,07 ± 4,64 kelompok anak usia di atas 36 bulan 10,25 ± 4,46
diperoleh ada perbedaan signifikan antara usia dengan pengalaman karies (p=
0.001). 51
Menurut penelitian Milgrom waktu kolonisasi S.mutans menunjukkan
signifikansi klinis karena ada bukti bahwa semakin awal kolonisasi S.mutans pada
anak, semakin tinggi risiko kariesnya. 48
Penelitian Grinderfjord et al mengevaluasi
786 anak usia 1 tahun dan memperoleh bahwa faktor risiko karies mencakup infeksi
S.mutans, paparan fluoride, kebiasaan makan, dan kebersihan mulut. Transmisi
S.mutans pada usia 1 tahun juga jelas dilihat bahwa merupakan prediktor karies pada
usia 3,5 tahun. 40
Hasil analisis dari penelitian ini diperoleh bahwa ada perbedaan yang
signifikan antara usia dengan jumlah koloni S.mutans, baik kategori SECC (p=
0,002) maupun bebas karies (p= 0,002). Pada penelitian ini, pada kelompok anak
bebas karies anak usia 12 bulan kebawah rerata jumlah koloni sebanyak 2,83 ± 0,75
CFU/ml, anak usia 13 hingga 18 bulan jumlah koloni sebanyak 3,14 ± 1,70 CFU/ml
tetapi pada kelompok anak usia 19 bulan hingga 24 bulan jumlah koloni sebanyak
12,64 ± 9,23 CFU/ml yaitu empat kali lipat dari kelompok usia anak 13 hingga 18
bulan, hal ini berikutan jumlah koloni s.mutans tidak hanya tergantung pada
kolonisasi dan transmisi s,mutans tetapi didorong oleh faktor lain seperti kebersihan
rongga mulut, pH saliva,laju alir saliva dan imunologi tubuh. Hal ini berikutan sesuai
penelitian Milgrom et al. memperoleh S.mutans pada 53 % anak usia 6 hingga 12
bulan,72 % pada mereka yang berusia 13 hingga 24 bulan dan 75 % pada anak usia
25-36 bulan yang menunjukkan ada perbedaan signifikan antara usia dengan jumlah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Penelitian Sharma juga menurut penelitiannya yang
memperoleh dari usia 6-30 terjadi peningkatan jumlah koloni dan didapatkan ada
.
Namun penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Olmes, hal ini dapat kita lihat
dari jumlah koloni S.mutans pada kelompok anak usia 9 hingga 20 bulan 16 anak,
anak usia 21 hingga 36 bulan 19 anak tetapi pada kelompok anak usia di atas 36
bulan 17 anak dan diperoleh tidak ada perbedaan signifikan antara usia dengan
jumlah koloni S.mutans (p= 0.32). 51
(Tabel 8)
Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan:
1. Jumlah koloni S.mutans pada anak SECC lebih tinggi dari anak bebas
karies.
2. Terdapat korelasi sedang (r= 0,579) koloni S.mutans dalam saliva terhadap
pengalaman karies pada anak usia 2 tahun kebawah di Kecamatan Medan Sunggal
3. Rerata pengalaman karies pada laki-laki lebih tinggi dari perempuan dan
tidak ada perbedaan jenis kelamin terhadap pengalaman karies antara anak SECC
dan bebas karies anak usia 2 tahun kebawah di Kecamatan Medan
4. Rerata koloni pada jenis kelamin laki –laki lebih tinggi dari perempuan dan
tidak ada perbedaan antara jenis kelamin dengan rerata jumlah koloni S.mutans
pada anak SECC dan bebas karies anak usia 2 tahun kebawah di Kecamatan Medan
Sunggal.
5. Tidak ada perbedaan antara usia dengan pengalaman karies pada anak
SECC dan bebas karies anak usia 2 tahun kebawah di Kecamatan Medan Sunggal
untuk deft dan untuk defs.
6. Semakin tinggi usia anak semakin tinggi jumlah koloni S.mutans pada anak
SECC dan bebas karies anak usia 2 tahun kebawah di Kecamatan Medan Sunggal.
6.2 Saran
1. Jumlah koloni S.mutans pada anak SECC lebih tinggi dari anak bebas
karies oleh karena itu penting dilakukannya program penyuluhan dan pencegahan
keadaan karies, kepada orang tua, agar orang tua lebih memahami pentingnya
menjaga kebersihan gigi dan mulut sejak dini pada anak.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR PUSTAKA
1. Adhani R, Sari N, Aspryanto D. Nursing mouth caries anak 2-5 tahun di
Puskesmas Cempaka Banjarmasin. Jurnal PDGI 2014; 63: 1-7.
2. Alazmah A. Early childhood caries: A review. J Contemp Dent Pract
2017;18:1-6
3. Yulita I, Elly D, Victrix AA. Air susu ibu dan karies gigi sulung. J Health
Quality 2013; 4: 69-76.
4. Stookey G, Chin J, Kowolik J. Dental caries in child and adolescent.
Mcdonald R, Avery D, Dentistry for the child and adolescent. Part II caries
and periodontology. 10th ed, Mosby China, 2016: 181, 182.
5. Rodrigues T, Shangela K, Miranda AD, Pereira D. Caries experience, mutans
streptococci and total protein in children with protein energy undernutrition,
Australian Dental J 2014;59:106-13.
6. Sutjipto RW, Herawati, Kuntari S. Prevalensi early caries dan severe
childhood caries pada anak presekolah di Gunung Anyar Surabaya. Dent J
2014;47:186-9.
7. Rantoen P. Salivary flow and composition in healthy and deseased adults.
Finland: Helsinki University Central Hospital, 2011:16-20.
8. Mazhari F, Talebi M, Zoghi M. Prevalence of ECC dan its risk factors in 6-60
months old children in Quchan. Dent Res J 2007;4: 96-101
9. Mariati N. Pencegahan dan perawatan karies rampan. Jurnal Biomedik 2015;
7:23-8.
10. Zafar S, S Harnekar, Siddiqi A. Early childhood caries: Etiology, clinical
considerations. International Dentistry SA 2011:24-32
11. Pintauli S, Hamada T. Menuju gigi dan mulut sehat pencegahan dan
pemeliharaan. Medan: USU Press, 2014: 4-15
12. Jefrrey. Early childhood caries dan kualitas hidup anak 2015;4:121-9
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
International J of Health Sciences and Research 2012; 2: 148-60.
14. Kawashita Y, Kitamura M, Saito T. Early childhood caries. Int J Dent 2011:1-
7
15. Pearce C, Bowden GH, Evans M. Identification of pioneer viridans
streptococci in the oral cavity of human neonates. J Med Microbiol
1995;42:67-72.
16. Kononen E, Asikainen S, Saarela M, Karjalainen J, Jousimies, Somer H. The
oral gram-negative anaerobic microflora in young children: Longitudinal
changes from edentulous to dentate mouth. Oral Microbiol Immunol
1994;9:136-41.
17. Rotimi VO, Duerden BI. The development of the bacterial flora in normal
neonates. J Med Microbiol 1981;14:51-62.
18. Carlsson J, Grahnen H, Jonsson G. Lactobacilli and streptococci in the mouth
of children. Caries Res 1975;9:333-9.
19. Ritter AV, Eidson RS, Donovan TE. Dental caries: Etiology, clinical
characteristics, risk assessment, and management: Heymann HO, Swift EJ,
Ritter AR. Art and science of operative dentistry. 6th ed. St.Louis: Elsevier
Mosby; 2013: 41-86.
20. Simon L. The role of Streptococcus mutans and oral ecology in the formation
of dental caries. J Of Young Investigators 2007:1-5
21. Law V, Seow W, Townsend G, Factors influencing oral colonization of mutan
streptococci in young children. Australian Dental J 2007; 52: 93-100
22. Jose T, Thomas A, Pidamale R, Mhambrey S, Shetty SB. Correlation between
C.albican, S.mutans, S.sanguinis and Lactobacillus in ECC, SECC and caries
free children. Int J Recent Sci Res 2014; 5: 352-6.
23. Umar J, Munir A, Salivary count of Streptococcus mutans in caries prediction.
Pakistan Oral And Dental J 2005; 25: 31-4
24. Angela A. Pencegahan primer pada anak yang berisiko karies tinggi. Dent J
2005; 38: 130-4.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
44
25. Lemos JA, Quivey RG, Koo H, Abranches J. Streptococcus mutans: A new
gram-positive paradigm. Microbiol 2013; 159: 436-45.
26. Ryan KJ, Ray CG. An introduction to infectious disease. Sherris Medical
Microbiology;2004:4
27. Motisuki C, Lima L, Spolidorio D, Santos-Pinto L. Influence of sample type
and collection method on S.mutans and Lactobacillus spp. Counts in the oral
cavity. Arch Oral Biol 2005;50:341-5
28. Fatmawati DWA. Hubungan biofilm S.mutans terhadap risiko terjadinya
karies gigi. Stomatognatic 2011; 8: 127-30.
29. Singh S, Vishnoi N, Dwivedi D, Khare M, Singh V. Modified TSBB culture
media enhance faster growth of Streptococci mutans as compared to existing
culture media. Int J Pharm Sci Res 2016; 7: 3689-94
30. Wan AKL, Seow WK, Walsh LJ, Bird PS, Comparison of selective media for
the growth and enumeration of Streptococcus mutans. Australian Dental J
2002;47:21-6
31. Momeni SS, Patrick P, Wiener HW, Cutter GR, Ruby JD, Cheon K et al.
Mutans streptococcus enumeration and genotype selection using different
bacitracin-containing media. J Microbiol Methods 2015: 1-14.
32. Rosdiana N, Nasution AI. Gambaran daya hambat minyak kelapa murni dan
minyak kayu putih dalam menghambat pertumbuhan S.mutan. J Syiah Kuala
Dent Soc 2016; 1: 43 - 50
33. Yamuna Priya K, Muthu Prathibha K. Methods of collection of saliva a
review. International J of Oral Health Dentistry 2017;3:149-53
34. Henson B, Wong DT. Collection, storage, and processing of saliva samples
for downstream molecular applications:G.J. Seymour et al, Oral Biology,
Methods in Molecular Biology, 2010: 21-9
35. Ramamurthy PH, Swamy HS, Bennete F, Rohini M, Nagarathnamma T.
Relationship between severe-early childhood caries, salivary mutans
streptococci, and lactobacilli in preschool children of low socioeconomic
status in Bengaluru city. J Indian Soc Pedodontics Prev Dent 2014;32: 44-7
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
45
36. Sakeenabi B, Hiremath S, Dental caries experience and salivary S.mutans,
lactobacilli species, salivary flow rate, and salivary buffering capacity among
6 year old indian school children. J Of International Society Of Preventive
And Community Dentistry 2011;2:45-51
37. Dasanayake AP, Caufield PW. Prevalence of dental caries in Sri Lankan
aboriginal Veddha children. Int Dent J. 2002;52:438- 44
38. Gudkina J, Brinkmane A. Caries experience in relation to oral hygiene,
salivary cariogenic microflora, buffer capacity and secretion rate in 6- year
olds and 12 year olds in Riga. Stomatologija. 2008;10:76-80.
39. Berkowitz. Mutans streptococci: Acquisition and transmission. Pediatric
dentistry J,2006:28:106-10
40. Grinderfjord M. Stepwise prediction of dental caries in children up to 3.5
years of age. Caries Res 1995;30:356-66.
41. Chatbum K. Sample saliva. < https://www.sample saliva.com > (20 Januari
2018).
labs/microbiology/ Phage/ > (20 Januari 2018).
43. Frankauser D. Mikrobilogy incubator. < http://biology.clc.uc.edu >. (23
Januari 2018)
44. Colony quadrant< https://www.sample saliva.com > (20 Januari 2018).
45. Ayilliath A, S Savitha, K Subbannaya, Sreeshma, Anandaraj, K Ananth, S
Nandan. Relationship of severe early childhood caries to maternal microbial
flora and salivary buffering capacity. J Health Sciences. 2013; 2:1-4
46. Edlstein B, Ureles S, Smaldone A, Very high salivary streptococcus mutans
predicts caries in young children .Pediatr Dent 2016;38:325-30
47. Sharma, Rajesh, Prabhakar A. R, Gaur, Anupama. Mutans streptococci
colonization in relation to feeding practices , age and the number of teeth to
30 mount old children. 2012:1-4
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
46
48. P.Milgrom, Riedy CA, Weinstein P, Tanner ACR, Manibusan L, Bruss J.
Dental caries and its relationship to bacterial infection, hypoplasia, diet, and
oral hygiene in 6 to 36monthold children. 2000; 28:295-306.
49. Feldens CA, E.R.J.Giugliani b Á, Vigo b, M.R.Vítolo. Early feeding practices
and severe early childhood caries in four-year-old children from Southern
Brazil. A Birth Cohort Study Caries Res 2010; 44: 445 – 52.
50. M. Virdi, N. Bajaj, A. Kumar. Prevalence of severe early childhood caries in
preschool children in Bahadurgarh, Haryana, India. The Internet Journal of
Epidemiology. 2010;8:2-6
51. Olmes S, Uzamis M, Erdem G. Association between early childhood caries,
clinical, and microbiological, oral hyigyne and dietary variables in rural
Turkish children. The Turkish Journal of Pediatrics 2003; 45: 231-36.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENELITIAN
Utara. Bersama ini saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk mengizinkan anak
Bapak/Ibu ikut serta sebagai subjek dalam penelitian saya yang berjudul: “Perbedaan
jumlah koloni Streptococcus mutans dalam kandungan saliva pada anak usia 2 tahun
kebawah dengan S-ECC dan bebas karies di Kecamatan Medan Sunggal”. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara jumlah koloni
Streptococcus mutans terhadap terjadinya S-ECC dan bebas karies pada anak usia 2
tahun kebawah.
Perlu Bapak/Ibu ketahui bahwa S-ECC ini merupakan karies gigi yang parah,
salah satu yang dapat penyebab dari S-ECC adalah bakteri Streptococcus mutans,
kelancaran dari penelitian ini tentu memerlukan kerja sama yang baik dari Bapak/Ibu
untuk ikut serta dalam penelitian ini.
Keuntungan menjadi subjek dalam penelitian ini adalah:
1. Bapak /Ibu dapat memperoleh informasi mengenai kondisi rongga mulut anak.
2. Bapak /Ibu dapat mengetahui resiko S-ECC dan bebas karies yang dapat
disebabkan oleh koloni Streptococcus mutans dalam saliva, sehingga diharapkan
orang tua mampu melakukan pencegahan S-ECC pada anak.
Kerugian menjadi subjek dalam penelitian ini adalah:
1. Dapat menyita waktu Bapak/Ibu dan anak selama berlangsungnya penelitian.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Apabila Bapak/Ibu bersedia, maka lembaran persetujuan menjadi subjek penelitian
yang terlampir harap ditanda tangani. Surat kesedian ini tidak bersifat mengikat dan
Bapak/Ibu dapat mengundurkan diri dari penelitian ini selama penelitian berlangsung.
Demikian mudah-mudahan keterangan dari saya diatas dapat dimengerti dan atas
kesediaan anak Bapak/Ibu berpartisipasi dalam penelitian ini saya ucapkan terima
kasih.
Telp : 087869412765
Nama : ...............................................................................................................
Alamat : ...............................................................................................................
Nama anak : ...............................................................................................................
Jenis kelamin : ...............................................................................................................
Tanggal lahir : ...............................................................................................................
Setelah mendapat penjelasan mengenai penelitian yang berjudul: “Perbedaan Jumlah
Koloni Streptococcus mutans dalam kandungan Saliva pada Anak Usia 2 tahun
kebawah dengan Severe Early Childhood Caries (S-ECC) dan Bebas Karies di
Kecamatan Medan Sunggal”, secara sadar dan tanpa paksaan, saya beserta anak saya
bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini, dengan catatan apabila saya merasa
dirugikan dalam bentuk apapun berhak membatalkan persetujuan ini.
Medan, .......................................
BEBAS KARIES DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL
I. Pemeriksaan anak
Tanggal lahir : …………….
2.13-18 bulan 2. .
55 54 53 52 55 61 62 63 64 65
3.∑d = 3.
85 84 83 82 81 71 72 73 74 75
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4. ∑e = 4.
5. ∑f = 5.
6. ∑def = 6.
2 8.
non-kavitas
f : gigi yang memiliki tambalan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 13. Saliva diambil dari tabung saliva menggunakan micropipette
Gambar 14. Sampel saliva ditanam di media TYS20B
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 16. Hasil pengamatan S.mutans di bawah mikroskop
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
No
Sampel
Nama
Anak
Jenis
Kelamin
Usia
0 1 1 1
505
Afika
Nayla
Azzahra
507 Senja L 16 BK 0 0 3 3 3
509 Yuri
0 1 1 1
0 20 20 20
0 20 20 20
0 3 3 3
0 6 7 6.5
676 M Farhan L 16 BK 0 0 3 3 3
679 Echa P 22 BK 0 0 3 3 3
684 Isyana P 24 BK 0 0 20 20 20
701 Raisa P 17 BK 0 0 2 2 2
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
764 Salsabila P 22 BK 0 0 4 5 4.5
961 Alfin L 12 BK 0 0 3 3 3
L35
Gaverel
L41 Zahra P 12 BK 0 0 3 3 3
62 Tegar
165 Albi L 17 SECC 7 10 18 18 18
196 Zaki
439 Hasifa
456 Abib L 16 SECC 3 3 20 20 20
No
Sampel
Nama
Anak
Jenis
Kelamin
Usia
638 Kayla
671 Aswan L 22 SECC 2 2 19 18 18.5
672 Syafira P 15 SECC 12 23 20 19 19.5
678 Rifal L 17 SECC 5 5 19 21 20
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
687 Angger L 24 SECC 9 18 19 18 18.5
688 Rita
778 Jiordan
800 Adida
960 Satria L 16 SECC 4 4 5 5 5
L38 alika
L43 Umar L 18 SECC 4 4 5 5 5
L45 Kaka
L46 Alfri
L47 Syakila P 20 SECC 4 4 19 19 19
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Uji karakteristik responden
perempuan
Total Count 20 20 40
% within Jenis Kelamin 50.0% 50.0% 100.0%
Usia * Kelompok Crosstabulation
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13-18 bulan
19-24 bulan
Rerata koloni
Mann-Whitney Test
Group Statistics
Jumlah Koloni BK 20 6.375 7.0894 1.5852
SECC 20 17.000 6.9793 1.5606
Test Statistics a
Uji korelasi koloni*deft
deft1 40 2.95 3.623
defs1 40 4.20 5.667
Valid N (listwise) 40
N of Valid Cases 40
Symmetric Measures
Ordinal by Ordinal Spearman Correlation 0.563 0.116 4.197 .000 c
N of Valid Cases 40
Jenis kelamin*koloni
Perempuan 7 17.6429 6.47247 2.44636
Bk N Mean Std. Deviation
Std. Error
Perempuan 12 5.7917 6.80394 1.96413
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Perempuan 12 9.92 119.00
Ranks
Perempuan 7 10.79 75.50
Symmetric Measures
N of Valid Cases 40
Jenis kelamin*deft
deft1 laki-laki 21 3.67 3.540 .773
Perempuan 19 2.16 3.640 .835
defs1 laki-laki 21 5.10 5.576 1.217
perempuan 19 3.21 5.750 1.319
Ranks
deft1 laki-laki 21 23.12 485.50
perempuan 19 17.61 334.50
perempuan 19 17.87 339.50
N of Valid Cases 40
defs
N of Valid Cases 40
Test Statistics a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 0.138 b 0.178
b
Jumlah Koloni bk
Jumlah Koloni secc
Kruskal-Wallis Test
N of Valid Cases 40
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound Upper Bound
Total 40 2.95 3.623 .573 1.79 4.11
Symmetric Measures
N of Valid Cases 40
Usia*defs
Symmetric Measures
N of Valid Cases 40
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13-18 bulan 16 22.16
19-24 bulan 17 21.82
13-18 bulan 16 21.72
19-24 bulan 17 22.41