Upload
phunghanh
View
277
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
PERBEDAAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA YANG DIAJAR
DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE RTE DAN MAKE A MATCH PADA SISWA KELAS VII
SMP NEGERI 9 SALATIGA SEMESTER II
TAHUN AJARAN 2015/2016
JURNAL
Diajukan untuk memenuhi syarat guna mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi S1 Pendidikan Matematika
Oleh:
ANITA SARI WAHYUNINGSIH
202012040
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
2
3
4
5
6
PERBEDAAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA YANG DIAJAR
DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE RTE DAN MAKE A MATCH PADA SISWA KELAS VII
SMP NEGERI 9 SALATIGA SEMESTER II
TAHUN AJARAN 2015/2016
Anita Sari Wahyuningsih1
Sutriyono2
Novisita Ratu3
FKIP Universitas Kristen Satya Wacana
Jln. Diponegoro 52-60 Salatiga, Jawa Tengah 50711 1 Pendidikan Matematika FKIP UKSW, Email: [email protected]
2 Pendidikan Matematika FKIP UKSW, Email: [email protected]
3 Pendidikan Matematika FKIP UKSW, Email: [email protected]
Abstrak
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil belajar matematika
yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe RTE dan Make A Match
bagi siswa kelas VII SMP N 9 Salatiga Semester II tahun ajaran 2015/2016. Populasi pada
penelitian ini adalah semua siswa kelas VII SMP N 9 Salatiga sebanyak 252 siswa. Pengambilan
sampel dilakukan dengan teknik Cluster random sampling dan diperoleh siswa kelas VII-B
sebagai kelas eksperimen dan kelas VI1-D sebagai kelas kontrol dengan jumlah siswa masing-
masing sebanyak 32 siswa. Jenis penelitian ini adalah penelitan eksperimen semu dengan desain
penelitian yang digunakan adalah Pretest-Postest Control Group Design. Uji beda rerata
kemampuan awal siswa dengan menggunakan uji independent sample t-test diperoleh nilai
signifikan 0,407 >0,05; artinya kondisi awal kedua kelas seimbang. Berdasarkan uji independent
sample t-test diperoleh nilai signifikan 0,000 <0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan hasil belajar matematika yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe RTE dan Make A Match pada siswa kelas VII SMP N 9 Salatiga. Hal ini tampak
dari nilai rerata kelas RTE sebesar 73,87 lebih tinggi dibandingkan nilai rerata kelas Make A
Match yang hanya 64,68. Artinya pembelajaran model kooperatif tipe RTE lebih baik dari model
pembelajaran kooperatif tipe Make A Match.
Kata Kunci: rotating trio exchange (rte), make a match, hasil belajar.
PENDAHULUAN
Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dipelajari dan diajarkan
pada jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Hal ini
dikarenakan matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang harus dikuasai
oleh setiap siswa untuk dibekali dengan kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerjasama, Aisyah dalam Mertini
(2013). Matematika juga memiliki fungsi yaitu untuk mengembangkan
kemampuan menghitung, mengukur, dan memecahkan masalah dalam kehidupan
sehari-hari (Verowita, 2012). Oleh sebab itu, matematika menjadi salah satu
pelajaran wajib di sekolah. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di jenjang
SD, SMP, maupun SMA adalah mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan
matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari, dan dalam
mempelajari berbagai ilmu pengetahuan atas dasar pemikiran secara logis,
7
rasional, kritis, cermat, jujur, efisien, dan efektif, sehingga matematika perlu
diajarkan sejak dini (Depdiknas, 2008).
Pembelajaran matematika di sekolah masih menggunakan cara konvensional.
Dimana guru lebih menekankan siswa untuk menghafal rumus dalam
memecahkan masalah daripada membantu siswa untuk memahami konsep
matematika dan mengaitkannya dengan pembentukan cara berpikir logis. Dalam
pembelajaran matematika di kelas guru menjadi pusat pembelajaran sedangkan
siswa hanya mendengar dan menerima apa yang disampaikan guru dengan
mengaplikasikan rumus yang diberikan (Kompas, 2009). Kenyataan menunjukkan
bahwa hasil belajar matematika masih merupakan masalah utama dalam
pembelajaran matematika (Suhendra, dkk., 2007).
Hal tersebut didukung dengan hasil survei Trend in Mathematics and Science
Study (TIMSS) pada tahun 2011 yang menunjukkan bahwa Indonesia berada pada
peringkat 38 dari 42 negara dalam hal prestasi matematika yang dicapai oleh
siswa SMP. Indonesia juga berada pada peringkat 64 dari 65 negara dalam hal
kemampuan matematika siswa, data tersebut diperoleh dari hasil studi Programme
for International Student Assessment (PISA) pada tahun 2012.
Hasil belajar merupakan berakhirnya proses belajar dan diakhiri dengan
proses evaluasi hasil belajar, Dimyati dan Mudjiono (2009: 3). Evaluasi tersebut
dilakukan untuk mengukur dan menilai apakah siswa telah menguasai ilmu yang
dipelajari sesuai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Hasil belajar
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat diklasifikasi dalam dua kategori
yaitu faktor internal (siswa) dan faktor eksternal. Salah satu faktor eksternal
adalah model pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran yang tepat dan baik
adalah pembelajaran yang mendorong siswa untuk terlibat aktif dalam
pembelajaran sehingga siswa dapat memahami konsep matematika dengan baik
(Sugiyanto, 2007). Hal tersebut sejalan dengan pendapat Supriyono (2012: 35)
yang berpendapat bahwa penerapan model pembelajaran yang tepat diasumsikan
dapat mendorong tumbuhnya rasa senang siswa terhadap pelajaran,
menumbuhkan dan meningkatkan motivasi dalam mengerjakan tugas,
memberikan kemudahan bagi siswa untuk memahami pelajaran dengan hasil yang
lebih baik.
Salah satu model mengajar yang dapat digunakan guru adalah model
pembelajaran kooperatif. Menurut Roger, dkk dalam (Huda 2011: 29), model
pembelajaran kooperatif adalah aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir
oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi
secara sosial di antara kelompok-kelompok pembelajar yang di dalamnya setiap
pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan di dorong untuk
meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain. Terdapat banyak model
pembelajaran yang berfokus pada siswa secara berkelompok. Salah satu model
pembelajaran yang dapat memungkinkan siswa untuk berpartisipasi aktif dalam
8
proses pembelajaran yang berfokus pada siswa yang menuntut pembelajaran
berkelompok adalah RTE dan Make A Match.
Manalu (2015) menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe RTE
merupakan model pembelajaran yang dapat membuat siswa bekerja sama, aktif,
saling membantu belajar informasi atau keterampilan dan adanya sistem penilaian
dari peningkatan individu dengan bekerjasama dalam kelompok. Model
pembelajaran kooperatif tipe RTE merupakan cara yang efektif untuk mengubah
pola belajar dalam kelas. Pembelajaran kooperatif tipe RTE memiliki prosedur
yang ditetapkan secara eksplisit dengan memberi siswa lebih banyak untuk
berpikir, menjawab dan saling membantu satu sama lain.
Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam model pembelajaran kooperatif
tipe RTE menurut Mel Siberman (2009: 85-86) adalah 1) Buatlah berbagai macam
pertanyaan yang membantu peserta didik memulai diskusi tentang isi pelajaran; 2)
Bagilah peserta didik menjadi kelompok yang masing-masing kelompok
beranggota tiga. Aturlah kelompok-kelompok tiga (trio) itu di ruangan, agar
seluruh konfigurasi trio itu akan menjadi sebuah lingkaran atau sebuah persegi
panjang; 3) Berikan masing-masing trio pertanyaan pembuka (pertanyaan yang
sama bagi tiap-tiap kelompok trio) untuk didiskusikan; 4) Setelah masa waktu
diskusi sesuai, mintalah trio-trio itu menentukan nomor 0, 1, atau 2 bagi masing-
masing dari anggotanya. Arahkan para peserta didik dengan nomor 1 untuk
memutar satu trio searah jarum jam. Mintalah peserta didik dengan nomor 2 untuk
memutar dua trio searah jarum jam. Mintalah peserta didik dengan nomor 0 untuk
tetap ditempat, sebab mereka merupakan anggota-anggota tetap dari suatu tempat
trio; 5) Mulailah sebuah pertukaran baru dengan sebuah pertanyaan baru.
Tingkatkan kesulitan atau “tingkat ancaman” dari pertanyaan ketika anda
meneruskan pada putaran-putaran baru; 6) Anda dapat memutar trio berkali-kali
sebanyak pertanyaan yang anda miliki untuk ditetapkan dan waktu diskusi yang
tersedia. Tiap-tiap waktu, gunakan selalu prosedur putaran yang sama.
Hal ini juga didukung oleh beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan,
diantaranya penelitian Ni Kd. Ayu Mertini (2013) untuk siswa kelas V SD dan I
Md Dyatma Dipayana (2014) untuk siswa kelas V SD. Dari kedua penelitian ini
menyimpulkan bahwa RTE dapat mempengaruhi hasil belajar matematika siswa
dan dapat menghasilkan hasil belajar yang lebih baik.
Selain model pembelajaran kooperatif tipe RTE ada juga model pembelajaran
yang digunakan yaitu model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match. Isjoni
dalam Istiqomah ( 2014) menyatakaan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe
make a match adalah model pembelajaran kooperatif dengan cara mencari
pasangan soal atau jawaban yang tepat dan siswa yang sudah menemukan
pasangannya sebelum batas waktu akan diberi poin. Model pembelajaran
kooperatif tipe make a match juga dapat digunakan untuk semua mata pelajaran
dan tingkatan kelas. Model pembelajaran kooperatif tipe make a match pada
intinya merupakan model pembelajaran yang lebih menekankan aktivitas dan
9
interaksi antara siswa yang satu dengan yang lainnya untuk saling membantu
dalam memecahkan suatu masalah yang diperoleh melalui kartu-kartu, dengan
begitu siswa akan lebih semangat dalam mengikuti pembelajaran sehingga hasil
belajar siswa akan lebih baik dari hasil belajar sebelumnya.
Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam pembelajaran kooperatif tipe
make a match menurut (Huda, 2011: 135) adalah 1) guru menyiapkan beberapa
kartu yang berisi beberapa konsep/topik yang cocok untuk sesi review (salah satu
kartu berupa kartu soal dan satu kartu berupa kartu jawaban); 2) setiap siswa
mendapatkan satu kartu dan memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang
dipegang; 3) setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok
dengan kartunya (kartu soal/kartu jawaban); 4) siswa yang dapat mencocokkan
kartunya sebelum batas waktu diberi poin; 5) setelah satu babak kartu dikocok
lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian
seterusnya.
Beberapa penelitian mengenai model pembelajaran kooperatif tipe Make A
Match, diantaranya penelitian I Gd Robert Artawa (2013) untuk siswa kelas V SD
dan I Kd Adi Wiguna (2014) untuk siswa kelas IV SD menyimpulkan bahwa
model pembelajaran kooperatif tipe make a match berpengaruh terhadap prestasi
belajar siswa.
Berdasarkan uraian tersebut maka dilakukan penelitian guna membedakan
hasil belajar dengan menggunakan model kooperatif tipe RTE dan Make A Match
terhadap hasil belajar siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya perbedaan hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan
menggunakan model kooperatif tipe RTE dan Make A Match pada siswa kelas VII
SMP N 9 Salatiga Semester II tahun ajaran 2015/2016.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di SMP N 9 Salatiga. Populasi dalam penelitian
ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP N 9 Salatiga Tahun Ajaran 2015/2016
yang berjumlah 252 siswa yang terdiri dari 8 kelas yaitu VIIA, VIIB, VIIC, VIID,
VIIE, VIIF, VIIG dan VIIH. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan
teknik cluster random sampling dan didapat dua kelompok sampel yaitu kelas VII
B sebagai kelompok eksperimen yang menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe RTE dan kelas VII D sebagai kelompok kontrol yang
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match dengan jumlah
siswa masing-masing sebanyak 32 siswa. Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah model pembelajaran kooperatif yang terdiri dari dua tipe, yaitu: RTE dan
Make A Match . Adapun varibel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar
siswa.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu (Quasi Experiment),
yaitu penelitian yang mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi
sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi
10
pelaksanaan eksperimen (Sugiyono, 2012:116). Desain eksperimen dalam
penelitian ini menggunakan rancangan Pretest-Postest Control Group Design
(Sugiyono, 2012: 114). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
dokumentasi dan metode tes. Terdapat dua macam tes, yaitu pretest yang
digunakan untuk mengukur kemampuan awal hasil belajar siswa dan posttest
digunakan untuk mengukur kemampuan hasil belajar akhir siswa. Nilai pretest
diperoleh dari hasil ulangan matematika sedangkan posttest siswa diberi soal tes
berbentuk uraian dengan jumlah butir soal adalah 5 soal. Kisi-kisi instrument
posttest dapat dilihat pada tabel 1 berikut.
Tabel 1 Kisi-kisi Instrument Posttest Standar
Kompetensi
Kompetensi
Dasar
Indikator Nomor
Soal
Memahami
konsep
segiempat
dan segitiga
serta
menentukan
ukurannya.
Menghitung keliling
dan luas bangun
persegi, persegi
panjang dan belah
ketupat serta
menggunakannya
dalam pemecahan
masalah.
.
Menghitung keliling persegi dalam
permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan
sehari-hari..
1
Menghitung luas persegi panjang dalam
permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan
sehari-hari
2, 3, 5
Menghitung luas persegi panjang dan belah
ketupat dalam permasalahan yang berkaitan
dengan bendera negara.
4
Teknik analisis data pada penelitian ini adalah analisis deskriptif yang
bertujuan untuk memberi gambaran (deskriptif) mengenai subjek yang diteliti dan
analisis hasil tes meliputi uji normalitas dengan uji Shapiro-Wilk karena jumlah
sampel kelas kontrol dan kelas eksperimen masing-masing kurang dari sama
dengan 50 (Sembiring, 2003:73), uji homogenitas dengan uji Levene’s Test
Equality of Variances, dan uji beda rerata dengan uji independent sample t-test.
Keseluruhan uji ini dilihat pada taraf signifikansi 0,05 dengan alat bantu
perhitungan software SPSS 16.00.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Deskripsi Data Kemampuan Awal Siswa
a. Kondisi Awal Hasil Belajar Matematika Siswa
Data kemampuan awal siswa diperoleh dari nilai ulangan matematika
siswa kelas VII B dan VII D. Nilai ulangan matematika siswa digunakan
untuk mengetahui apakah antara nilai kelas eksperimen dan kelas kontrol
memiliki kemampuan matematika awal yang sama atau tidak sebelum
diberikan perlakuan. Hasil analisis deskripsi dari kemampuan awal siswa
dapat dilihat pada Tabel 2:
11
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat nilai minimum untuk kelas
eksperimen dan kelas kontrol sama yaitu 37, sedangkan nilai maksimum dan
nilai rata-rata pada 32 siswa yang masuk ke dalam kelas eksperimen lebih
unggul daripada 32 siswa pada kelas kontrol. Hal ini terlihat bahwa nilai
maksimum untuk kelas eksperimen adalah 93 lebih tinggi dari nilai
maksimum kelas kontrol yang hanya 87, dan nilai rata-rata untuk kelas
ekperimen 61,93 lebih tinggi daripada kelas kontrol 59,18. Adapun standar
deviasi dari kelas eksperimen 14,33 lebih tinggi daripada standar deviasi
kelas kontrol 11,90.
b. Analisis Inferensial Kondisi Awal Siswa
Uji keseimbangan kondisi awal dari kelas eksperimen dan kelas kontrol
dilakukan sebelum pelaksanaan penelitian. Tujuan dilakukannya uji
keseimbangan untuk mengetahui apakah kedua kelas memiliki kemampuan
awal yang sama (seimbang). Perhitungan uji keseimbangan untuk
kemampuan awal baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol
menggunakan nilai ulangan matematika siswa. Sebelum melakukan uji
Independent sample t-test dilakukan setelah uji prasyarat terpenuhi yaitu
data berdistribusi normal. Hasil uji prasyarat untuk normalitas dengan
metode Shapiro-Wilk dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Uji Normalitas Kondisi Awal Siswa
Kelas
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
Nilai Eksperimen .140 32 .115 .966 32 .391
Kontrol .093 32 .200* .983 32 .891
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Berdasarkan Tabel 3 perhitungan uji normalitas kemampuan awal siswa
diatas maka diperoleh hasil bahwa kelas eksperimen memiliki taraf
signifikan 0,391 dan kelas kontrol memiliki taraf signifikan 0,891. Kedua
kelas memiliki taraf signifikan lebih dari 0,05, sehingga dapat disimpulkan
bahwa kedua kelas berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
Sedangkan untuk uji homogenitas dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 2 Deskripsi Kemampuan Awal Hasil Belajar
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Eksperimen 32 37.00 93.00 61.9375 14.33907
Kontrol 32 37.00 87.00 59.1875 11.90944
Valid N (listwise) 32
12
Hasil uji homogenitas pada Tabel 4 menggunakan uji Levene’s Test
yang menunjukkan bahwa taraf signifikan dari kelas eksperimen dan kelas
kontrol sebesar 0,202 yang berarti lebih dari 0,05 (0,202 > 0,05), sehingga
kedua kelompok disimpulkan memiliki populasi dengan varians yang sama
(homogen).
Setelah uji normalitas dan uji homogenitas maka dilakukan uji beda
rerata yaitu Independent Sample t-test. Tabel 4 menunjukkan nilai
signifikansi tes kemampuan matematika awal siswa adalah 0,407 lebih dari
0,05 (0,407 > 0,05) berarti tidak terdapat perbedaan nilai rerata kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Hal ini berarti pada kondisi awal (sebelum
diberi perlakuan) kedua sampel memiliki kemampuan awal matematika
yang seimbang.
2. Deskripsi Data Kemampuan Akhir Siswa
a. Kondisi Akhir Hasil Belajar Matematika Siswa
Data kemampuan akhir siswa diperoleh dari nilai postest matematika
siswa yang diambil setelah kegiatan pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran kooperetif tipe RTE dan Make A Match. Data skor
posttest digunakan untuk mengetahui hasil belajar matematika siswa setelah
diberikan perlakuan. Analisis deskriptif dari kemampuan akhir siswa
menggunakan alat bantu hitung SPSS 16.00 dan hasilnya dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 4 Uji Homogenitas dan Independent Sample T-Test
Kemampuan Awal Siswa
Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. T Df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Differe
nce
Std.
Error
Differe
nce
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Nilai Equal
variances
assumed
1.660 .202 .835 62 .407 2.7500
0
3.2950
9
-
3.8367
9
9.33679
Equal
variances not
assumed
.835 59.9
79 .407
2.7500
0
3.2950
9
-
3.8412
1
9.34121
13
Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat nilai minimum untuk kelas
eksperimen yaitu 52 lebih tinggi dibanding dengan kelas kontrol yaitu 48,
sedangkan nilai maksimum dan nilai rata-rata pada 32 siswa yang masuk ke
dalam kelas eksperimen lebih unggul daripada 32 siswa pada kelas kontrol.
Hal ini terlihat bahwa nilai maksimum untuk kelas eksperimen adalah 90
lebih tinggi dari nilai maksimum kelas kontrol yang hanya 84, dan nilai rata-
rata untuk kelas ekperimen 73,87 lebih tinggi daripada kelas kontrol 64,68.
Adapun standar deviasi dari kelas eksperimen 10,95 lebih baik daripada
standar deviasi kelas kontrol 8,44.
b. Analisis Inferensial Kondisi Akhir Siswa
Sebelum melakukan uji Independent Sample t-test pada hasil posttest
maka dilakukan uji prasyarat terlebih dahulu yang terdiri dari uji normalitas
dan uji homogenitas. Hasil uji normalitas posttest dapat dilihat pada Tabel 6
dengan berbantu software SPSS 16.00 for windows.
Tabel 6 Uji Normalitas Kondisi Akhir Hasil Belajar
Kelas
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
Nilai Eksperimen .008 32 .200* .942 32 .088
Kontrol .156 32 .046 .963 32 .321
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Berdasarkan tabel 6 tertulis nilai signifikansi pada kolom Shapiro-Walk
menunjukkan bahwa uji normalitas untuk data hasil belajar kelas
eksperimen menghasilkan nilai signifikan 0,088. Adapun nilai signifikan uji
normalitas pada kelas kontrol tertulis 0,321 artinya nilai signifikan untuk
kelas eksperimen dan kelas kontrol lebih dari 0,05. Hal ini berarti nilai
posttest pada setiap kelas masing-masing berasal dari populasi yang
berdistribusi normal. Sedangkan untuk uji homogenitas dapat dilihat pada
Tabel 7.
Tabel 5 Deskripsi Kemampuan Akhir Hasil Belajar
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Eksperimen 32 52.00 90.00 73.8750 10.95371
Kontrol 32 48.00 84.00 64.6875 8.44885
Valid N (listwise) 32
14
Hasil uji homogenitas pada Tabel 7 menggunakan uji Levene’s Test
yang menunjukkan bahwa taraf signifikan sebesar 0,159 lebih dari 0,05
(0,159 > 0,05), yang berarti kedua kelompok disimpulkan memiliki populasi
dengan varians yang sama (homogen).
Setelah uji normalitas dan uji homogenitas maka dilakukan uji beda
rerata yaitu Independent Sample t-test yang digunakan adalah Equal
variances assumed. Hasil uji tersebut menghasilkan nilai signifikansi 0,000
(kurang dari 0,05), sehingga terdapat perbedaan hasil belajar antara hasil
belajar yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe RTE dan
Make A Match dimana hasil belajar siswa yang diajar dengan model
pembelajaran kooperatif tipe RTE lebih baik dibandingkan dengan siswa
yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match. Hal
ini dapat dilihat dari rata-rata nilai hasil belajar siswa pada kelas eksperimen
73,87 lebih tinggi daripada siswa kelas kontrol 64,68.
3. Pembahasan Hasil Penelitian
Pembelajaran yang dilakukan pada kelas eksperimen adalah dengan diberi
perlakuan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe RTE pada kelas
VII B yang dilaksanakan selama 4 kali pertemuan masing-masing 2 jam
pelajaran. Berdasarkan pengamatan pada saat diberikan perlakuan, pada kelas
eksperimen guru memberikan materi pada siswa untuk dipelajari bersama-
sama. Ada beberapa siswa yang masih bingung mengenai materi yang
diajarkan, kemudian diberikan beberapa pertanyaan yang terkait dengan materi
tersebut. Terlihat bahwa siswa mulai aktif dalam menjawab pertanyaan yang
diberikan guru dengan menuliskan jawaban di papan tulis. Guru membagi
siswa kedalam kelompok yang masing-masing kelompok beranggota 3 (trio).
Seluruh trio itu akan menjadi sebuah lingkaran atau persegi panjang di dalam
Tabel 7 Uji Homogenitas dan Independent Sample T-Test
Kemampuan Akhir Siswa
Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. T Df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Differe
nce
Std.
Error
Differe
nce
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Nilai Equal
variances
assumed
2.030 .159 3.75
7 62 .000
9.1875
0
2.4454
5
4.2991
2
14.0758
8
Equal
variances not
assumed
3.75
7
58.2
43 .000
9.1875
0
2.4454
5
4.2991
2
14.0821
6
15
kelas, kemudian guru memberikan pertanyaan yang sama bagi setiap kelompok
trio untuk didiskusikan dengan batas waktu diskusi yang telah ditentukan.
Setelah masa waktu diskusi selesai anggota dalam kelompok trio berotasi
(berputar) sesuai aturan yang diberikan, kemudian terbentuklah anggota trio
baru yang diberikan sebuah pertanyaan baru dengan tingkat kesulitan yang
berbeda dari pertanyaan sebelumnya. Trio-trio tersebut akan berotasi (berputar)
berkali-kali sebanyak pertanyaan-pertanyaan yang diberikan guru itu habis.
Setelah selesai berotasi (berputar) guru menunjuk beberapa kelompok trio
untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Terlihat bahwa siswa sudah paham
dalam materi yang di diskusikan tersebut, dimana suasana pembelajaran lebih
menyenangkan bagi siswa, meskipun memerlukan waktu yang cukup lama.
Hal ini terlihat dari sebagian besar siswa berpartisipasi aktif dalam proses
pembelajaran dan guru hanya sebagai fasilitator. Hal ini sesuai dengan
Silbermen (2009) yang menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe
RTE membuat siswa lebih aktif sejak awal dimulainya pembelajaran, dengan
model pembelajaran ini siswa lebih senang dalam pembelajaran secara
kelompok, karena anggota kelompok selalu berubah-ubah sehingga siswa tidak
merasa bosan dalam pembelajaran, setiap siswa mempunyai kesempatan yang
sama untuk berdiskusi dengan sebagian teman sekelasnya, sehingga siswa tetap
antusias mengikuti pembelajaran. Saat diskusi, kerjasama antar anggota
kelompok dalam mengerjakan soal sangat terlihat bagus. Pembelajaran dengan
model pembelajaran kooperatif tipe RTE yang menyenangkan dapat membuat
siswa menjadi aktif, menimbulkan rasa ingin tahu, merangsang siswa untuk
berfikir, lebih percaya diri dengan gagasan/pendapat mereka yang dibagikan
bersama teman satu kelompoknya sehingga tidak ada lagi siswa yang
mendominasi dalam kelompok.
Berbeda dengan kelas eksperimen, Pembelajaran yang dilakukan pada kelas
kontrol adalah dengan diberi perlakuan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Make A Match pada kelas VII D yang dilaksanakan selama 4
kali pertemuan masing-masing 2 jam pelajaran. Berdasarkan pengamatan pada
saat diberikan perlakuan, pada kelas kontrol guru memberikan materi pada
siswa untuk dipelajari bersama-sama. Awal pembelajaran dimulai, beberapa
siswa asyik berbicara dengan teman sampingnya. Kemudian guru
mengkondisikan siswa untuk mengikuti pembelajaran yang sedang
berlangsung dengan memberikan beberapa pertanyaan yang terkait dengan
materi tersebut. Terlihat bahwa beberapa siswa menjawab pertanyaan dan ada
beberapa siswa yang masih diam. Kemudian guru mengulangi kembali materi
yang dipelajari dengan memberikan beberapa contoh soal mengenai materi
tersebut. Terlihat siswa mulai aktif dengan bertanya bagaimana cara
menyelesaikan soal tersebut dan menuliskan jawaban di papan tulis. Kemudian
guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi kartu soal dan kartu jawaban.
Setiap siswa mendapat satu kartu dan memikirkan jawaban atau soal dari kartu
16
yang dipegangnya, kemudian baru siswa mencari pasangan yang cocok dengan
kartu yang dipegangnya sebelum batas waktu selesai. Setelah menemukan
pasangan yang cocok dengan kartu yang dipegangnya siswa mempresentasikan
hasilnya dan diberikan poin. Setelah satu babak selesai guru mengkocok kartu
lagi untuk diberikan siswa agar mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya.
Model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match menarik perhatian siswa
pada saat mencari pasangan dan menjawab pertanyaan tetapi ada beberapa
siswa yang malas dalam mencari pasangannya siswa tersebut hanya diam dan
duduk saja, siswa kurang menyerapi makna pembelajaran yang disampaikan
karena siswa hanya merasa sekedar bermain saja. Bagi siswa yang terlibat aktif
dalam suasana belajar tercipta antar siswa yang mendorong siswa untuk belajar
lebih baik lagi. Suasana persaingan akan memberikan kesempatan kepada para
siswa untuk mengukur kemampuan dirinya melalui kemampuan orang lain.
Menimbulkan rasa ingin tahu kepada siswa dengan cara menugaskan siswa
untuk menemukan pasangan dari kartu yang dimiliki, pemberian penghargaan
bagi siswa yang mampu menemukan pasangan dari kartu yang dimilikinya
sebelum batas waktu yang ditentukan. Pembelajaran tersebut menjadi salah
satu penyebab pembelajaran model koopertif tipe RTE lebih baik dengan
model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match yang ditunjukkan dengan
rata-rata hasil belajar siswa yaitu 73,87 dan 64,68.
Hasil temuan mengindikasikan bahwa dengan model pembelajaran
kooperatif tipe RTE dapat membuat pembelajaran dikelas lebih asyik, menarik
karena cara belajarnya berkelompok, dimana setiap pertanyaan selesai
dikerjakan kemudian berpindah kelompok sehingga membuat siswa tidak
merasa bosan dalam pembelajaran dan model pembelajaran kooperatif tipe
RTE juga dapat membuat siswa aktif, antusias dan kecepatan siswa dalam
menyelesaikan masalah, mudah memahami materi dan juga mengajarkan siswa
arti tanggung jawab dalam kelompok dan percaya diri. Hal ini sesuai dengan
pendapat Manalu (2015) menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif
tipe RTE merupakan model pembelajaran yang dapat membuat siswa bekerja
sama, aktif, saling membantu belajar informasi atau keterampilan dan adanya
sistem penilaian dari peningkatan individu dengan bekerjasama dalam
kelompok.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data yang diperoleh dari penelitian
tentang “Perbedaan Hasil Belajar Matematika Siswa yang diajar dengan
Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe RTE dan Make A Match
Pada Siswa Kelas VII SMP N 9 Salatiga Semester II Tahun Ajaran 2015/2016”,
maka dapat disimpulkan bahwa hasil awal belajar siswa pada kelas eksperimen
yang menggunakan model RTE diperoleh nilai rata-rata 61,93 sedangkan kelas
kontrol yang menggunakan model Make A Match diperoleh nilai rata-rata 59,18.
17
Hasil belajar siswa (Posttest) kelas eksperimen yang menggunakan RTE diperoleh
nilai rata-rata 73,87 sedangkan kelas kontrol yang menggunakan model Make A
Match diperoleh nilai rata-rata 64, 68. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan
hasil belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol, ditunjukkan dengan nilai
tes rata-rata siswa yang diajar dengan RTE lebih tinggi daripada nilai tes rata-rata
siswa yang diajar dengan Make A Match.
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. 2008. Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs
untuk Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika. Yogyakarta:
Depdiknas.
Dimyati dan Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Hardiyati, Erlina. 2013. Penggunaan Model Pembelajaran Make A Match dalam
Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas 4
SD Negeri Pakis 1, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang Tahun Ajaran
2012/2013.
Huda, Miftahul. 2011. Cooperative Learning Metode, Teknik. Struktur, dan Model
Penerapan. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR.
Isjoni. 2013. COOPERATIVE LEARNING MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN
BELAJAR BERKELOMPOK. Bandung: ALFABETA.
Istiqomah, Wakhidatun, Nurul. 2014. Implementasi Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Make A Match untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Matematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 7 Salatiga.
Kompas. 18 Juni 2009. Ternyata, Pembelajaran Matematika Masih Konvensional.
http://edukasi.kompas.com/read/2009/06/18/20170782/ternyata.pembelajara
n.matematika.masih.konvensional. diakses 16 mei 2016. Pukul 17:10
Manalu, Meylina, Aldona. 2015. Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar
Matematika Melalui Rotating Trio Exchange.
Mertini, Ayu. Pengaruh Strategi Pembelajaran Rotating Trio Excange (RTE)
Berbantu Media Questions Box Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa
Kelas V SD.
Puspitasari, Febriyana, Innes. 2013. Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe RTE (Rotating Trio Exchange) untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA
Pada Siswa Kelas 4 SDN 1 Bendosari Kecamatan Sawit Kabupaten
Boyolali Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013.
Sarji, Noviololita. 2014. Pengaruh Penggunaan Metode Pembelajaran
Personalized System Of Instruction (PSI) Terhadap Hasil Belajar Siswa
Kelas X Jurusan TPHP SMK Negeri 1 Mojosongo Boyolali Tahun Ajaran
2013/2014.
Sembiring, RK. 2003. Analisis Regresi Edisi Kedua. Bandung: ITB.
Silberman, Mel. 2009. Active Learning 101 Strategi Pembelajaran Aktif.
Yogyakarta: Pustaka Insan Madani.
18
Sugiyanto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Panitia
Sertifikasi Guru Rayon 13 FKIP UNS Surakarta.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed
Methods). Bandung: Alfabeta
Suhendra. 2007. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Bandung: Universitas
Pendidikan Matematika
Supriyono. 2012. Mengenal Tugas Akhir Program. Salatiga: Widya Sari Press.
Suwardi, Dana, Ratifi. 2012. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Siswa Kompetensi Dasar Ayat Jurnal Penyesuaian Mata Pelajaran
Akuntansi Kelas XI IPS di SMA Negeri 1 Bae Kudus.
Verowita, Winda. 2012. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Think Pair Share Terhadap Pemahaman Konsep Dalam Pembelajaran
Matematika. Vol 1 No.1