14
Jurnal Komunikasi Pembangunan ISSN 1693-3699 Februari 2008, Vol. 06, No. 1 Perbandingan Pendekatan Ekonomi-Politik Media dan Studi Kebudayaan dalam Kajian Komunikasi Massa S. Sarwoprasodjo-Agung Staf PengajarMayor Komunikasi Pembangunan, FEMA IPB, Jl. Kamper Kampus IPB Darmaga Fenomena media massa sebagai ba- gian dari kebudayaan dan kehidupan sosial semakin meningkat. Kondisi ini dapat menjadi tantangan bagi para para peneliti media massa untuk mengem- bangkan konsep-konsep yang memung- kinkan untuk memahami gejala tersebut dengan baik. Dua kelompok pendekatan kritis yakni ekonomi politik media dan studi kebudayaan mempunyai kesama- an, kelebihan dan kekurangan. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut kedua pendekatan dapat saling belajar untuk memperkaya pendekatan masing-ma- sing. Bagi pendekatan ekonomi politik media yang cenderung melihat dari satu sisi yakni produksi dan distribusi media, pendekatannya dapat diperbaiki dengan menambah satu sisi yakni konsumsi oleh khalayak dengan memberi perha- tian pada kebebasan khalayak dalam menginterpretasi. Sedangkan bagi studi kebudayaan adalah dengan memberi perhatian pada aspek ekonomi-politik dan metodologi empirisme dalam etno- grafi. Dengan demikian, kajian terhadap media massa perlu mengembangkan pendekatan multiperspektif yang menca- kup beragam artifak dengan mengum- pulkan informasi secara mendalam tiga dimensi yakni (1) produksi dan ekonomi politis dari budaya (2) analisis tekstual dan kritik terhadap artifaknya dan (3) kajian mengenai penerimaan khalayak dan penggunaan produk budaya/media secara polisemi dengan metode pengumpulan data empiris. Di dalam era informasi, peran me- dia massa dalam kehidupan manusia menjadi sangat sentral. Sehingga kajian mengenai peran media dalam kehidupan manusia menjadi penting. Berbagai pendekatan terhadap penelitian media yakni pendekatan yang sifatnya fungsionalis, pluralis dan kritis. Dalam pendekatan kritis yakni yang diwakili dengan terminologi pendekatan Marxisme terdapat tiga kelompok pendekatan yakni pen- dekatan strukturalist, ekonomi-politik dan pendekatan kulturalis. Seperti halnya dalam pendekatan ekonomi politik, dalam studi kebu- dayaan terdapat berbagai varian yang antara lain ditunjukkan dengan pengelompokkan berikut: dekonstruk- si, rekonstruksi dan strukturalis. Pengelompokan lainnya (Golding dan Murdock, 1996) adalah analisis teks, analisis relasional dan supremasi khalayak. Secara historis, kedua pendekatan tersebut mempunyai kesamaan yakni mendapat pengaruh dari Marxis, namun demikian dalam perkem- bangannya studi kebudayaan me- ninggalkan ekonomi politik media, sehingga sulit dicari persinggungan di antara keduanya. Sementara itu, pendekatan ekonomipolitik menun- jukkan sikap keterbukaannya untuk “mendekati” studi kebudayaan yang di - tunjukkan oleh telaah Mosco (1996) melalui integral epistemology-nya. Sa- lah satu yang diungkapkannya adalah bahwa ekonomi-politik merupakan sa- lah satu entry point untuk mempelajari studi kebijakan dan studi kebudayaan atau ekonomi politik media.

Perbandingan Pendekatan Ekonomi -Politik Media dan Studi

  • Upload
    others

  • View
    15

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Perbandingan Pendekatan Ekonomi -Politik Media dan Studi

Jurnal Komunikasi Pembangunan

ISSN 1693-3699 Februari 2008, Vol. 06, No. 1

Perbandingan PendekatanEkonomi-Politik Media dan Studi Kebudayaan dalam Kajian

Komunikasi Massa

S. Sarwoprasodjo-AgungStaf PengajarMayor Komunikasi Pembangunan, FEMA IPB, Jl. Kamper Kampus IPB Darmaga

Fenomena media massa sebagai ba-gian dari kebudayaan dan kehidupansosial semakin meningkat. Kondisi inidapat menjadi tantangan bagi para parapeneliti media massa untuk mengem-bangkan konsep-konsep yang memung-kinkan untuk memahami gejala tersebutdengan baik. Dua kelompok pendekatankritis yakni ekonomi politik media danstudi kebudayaan mempunyai kesama-an, kelebihan dan kekurangan. Denganmemperhatikan hal-hal tersebut keduapendekatan dapat saling belajar untukmemperkaya pendekatan masing-ma-sing. Bagi pendekatan ekonomi politikmedia yang cenderung melihat dari satusisi yakni produksi dan distribusi media,pendekatannya dapat diperbaiki denganmenambah satu sisi yakni konsumsioleh khalayak dengan memberi perha-tian pada kebebasan khalayak dalammenginterpretasi. Sedangkan bagi studikebudayaan adalah dengan memberiperhatian pada aspek ekonomi-politikdan metodologi empirisme dalam etno-grafi. Dengan demikian, kajian terhadapmedia massa perlu mengembangkanpendekatan multiperspektif yang menca-kup beragam artifak dengan mengum-pulkan informasi secara mendalam tigadimensi yakni (1) produksi dan ekonomipolitis dari budaya (2) analisis tekstualdan kritik terhadap artifaknya dan (3)kajian mengenai penerimaan khalayakdan penggunaan produk budaya/mediasecara polisemi dengan metodepengumpulan data empiris.

Di dalam era informasi, peran me-dia massa dalam kehidupan manusiamenjadi sangat sentral. Sehingga kajian

mengenai peran media dalamkehidupan manusia menjadi penting.Berbagai pendekatan terhadappenelitian media yakni pendekatanyang sifatnya fungsionalis, pluralis dankritis. Dalam pendekatan kritis yakniyang diwakili dengan terminologipendekatan Marxisme terdapat tigakelompok pendekatan yakni pen-dekatan strukturalist, ekonomi-politikdan pendekatan kulturalis.

Seperti halnya dalam pendekatanekonomi politik, dalam studi kebu-dayaan terdapat berbagai varian yangantara lain ditunjukkan denganpengelompokkan berikut: dekonstruk-si, rekonstruksi dan strukturalis.Pengelompokan lainnya (Golding danMurdock, 1996) adalah analisis teks,analisis relasional dan supremasikhalayak.

Secara historis, kedua pendekatantersebut mempunyai kesamaan yaknimendapat pengaruh dari Marxis,namun demikian dalam perkem-bangannya studi kebudayaan me-ninggalkan ekonomi politik media,sehingga sulit dicari persinggungan diantara keduanya. Sementara itu,pendekatan ekonomi–politik menun-jukkan sikap keterbukaannya untuk“mendekati” studi kebudayaan yang di-tunjukkan oleh telaah Mosco (1996)melalui integral epistemology-nya. Sa-lah satu yang diungkapkannya adalahbahwa ekonomi-politik merupakan sa-lah satu entry point untuk mempelajaristudi kebijakan dan studi kebudayaanatau ekonomi politik media.

Page 2: Perbandingan Pendekatan Ekonomi -Politik Media dan Studi

Perbandingan PendekatanEkonomi-Politik Media dan Studi Kebudayaan dalam Kajian Komunikasi Massa

95

Berangkat dari pemikiran Moscotersebut, penulis bermaksud memban-dingkan kedua pendekatan kajian ter-sebut dengan mempelajari masing-ma-sing disiplin, sehingga memungkinkanmemperkaya kedua kajian tersebut. Didalam tulisan ini, upaya untuk mem-pelajarinya dimulai dengan mengurai-kan masing-masing kajian yakni sejarahperkembangan, karakteristik dan varian-varian serta kritik-kritiknya. Setelah itu,dicari titik temu di antara keduanyadengan melihat varian-varian darimasing-masing pendekatan yang relatif“berdekatan” dan membandingkannyadengan melihat persamaannya dankelebihan/kekurangan masing-masingdan kemungkinan untuk menginte-grasikannya. Untuk mengintegrasi-kannya dimulai dengan analisis eko-nomi-politik media, karena ciri pende-katannya cenderung lebih terbuka di-bandingkan dengan studi kebudayaan.

Pendekatan Politik-Ekonomi MediaSejarah dan Pengertian Pendekatan

Ekonomi Politik

Pendekatan ekonomi-politik kritisdikembangkan di fakultas ilmu sosialoleh para ahli yang memiliki latar be-lakang pendidikan ekonomi, ilmu poli-tik dan sosiologi. Pendekatan ini ter-utama mendapat pengaruh dari TeoriMarxis, namun demikian dalam perja-lanannya telah berkembang berbagaivarian pendekatan ini. Menurut Chan-dler (1998), pendekatan Neo Marxistbanyak digunakan oleh teoritisi mediapada tahun 1960-an sampai dengan ta-hun 1980-an. Teori Marxist cenderungmenekankan peranan media massa da-lam mereproduksi status quo, sebagaikebalikan dari kelompok pluralis mediayang menekankan pada peranan mediadalam meningkatkan kebebasan berbi-cara yang merupakan perspektif domi-nan di Amerika sejak tahun 1940-an.

Munculnya pendekatan Neo Marxistdalam ilmu sosial merupakan reaksiterhadap model fungsionalis darimasyarakat. Kelompok fungsionalismenjelaskan kelembagaan sosialmem-punyai fungsi kohesif dalamsistem sosial-budaya yang salingterkait. Fungsionalis tidak mengakuiadanya konflik, sedangkan marxismese-baliknya menawarkan pandanganyang berguna mengenai konflik kelas.Neo marxissme berkembang terutamapada tahun 1970-an dan awal 1980-an.

Menurut Gurevitch terdapat 3paradigma dalam pendekatan KajianMedia Marxisme yakni:1. Kelompok “strukturalis” , antara

lain adalah Althuserian Marxismedengan fokus pada artikulasi inter-nal dari sistem penandaan media.

2. Kelompok “political economy”memandang ideologi sebagaisubordinat dari ekonomi. Yangtermasuk dalam kelompok iniadalah Graham Murdock yang me-nempatkan kekuatan media dalamproses ekonomi dan struktur pro-duksi media. Pemilikan dan pe-ngendalian media dilihat sebagaifaktor kunci dalam mengendalikanpesan media.

3. Kelompok “kulturalis” yang terma-suk didalamnya adalah Stuart Hallyang mewakili Culturalist Marxismmempunyai pandangan bahwa me-dia massa bersifat habis dalammempengaruhi pembentukan kesa-daran publik (Curran et all,1982:28 dikutip oleh Chandler,1995). Kulturalis mengikutistrukturalis dalam hal menolakeconomism, tetapi tidak sepertistructuralism, pendekatan inimenekankan pada pengalamanaktual; dari sub-kelompok dalammasyarakat dan mengkonteks-tualisasi media dalam masyarakatyang dilihat sebagai “a complex

Page 3: Perbandingan Pendekatan Ekonomi -Politik Media dan Studi

S. Sarwoprasodjo-Agung

96

expressive totality”. PendekatanKulturalis tercermin dalam karya-karya the Centre for ContemporaryCultural Studies (CCCS) di Uni-versity of Birmingham dimana StuatHall pernah menjadi direkturnya.Seperti dikatakan Curran, teori-teoriMarxist bervariasi dalam hal pem-bahasannya mengenai pengaruh me-dia massa dan pengaruh karakteris-tik dan kekuasaan dari ideologi me-dia massa.Dalam kaitannya dengan pengguna-

an pendekatan politik-ekonomi dalammempelajari komunikasi, Mosco (1996)mengelompokkannya menurut negara-negara penyelenggara penelitian yakniAmerika Utara, Eropa, dan DuniaKetiga (Asia dan Afrika). Penelitian diAmerika Utara banyak dipengaruhi olehDallas Smythe dan Herbert Schiller.Pendekatannya didasarkan pada tradisiMarxian dan kelembagaan dan kurangbersifat teoritis. Motivasi penelitianyang dilakukan adalah rasa ketidakadil-an akibat industri komunikasi menjadibagian integral dari tatanan korporasiyang lebih luas yang bersifat eksploitatifdan tidak demokratis. Tujuan utamanyaadalah mengembangkan kepedulianpublik terhadap peraturan-peraturandan kebijakan-kebijakan pemerintah.

Penelitian di Eropa terkait dengangerakan-gerakan akan perubahan sosial,terutama perlawanan sistem media pe-layanan publik. Kelompok ini lebihmendasarkan pada tradisi teoritis Neo-Marxian. Yang termasuk dalam kategoriini adalah kelompok Garnham dan Gol-ding dan Murdock yang menekankankekuasaan kelas, pengintegrasian ke-lembagaan komunikasi dengan otoritaskebijakan dan perusahaan (bisnis) dalamekonomi kapitalis yang lebih luas,resistensi kelas-kelas sosial dan ge-rakan-gerakan yang melawan praktek-praktek negara neo konservatif yangmempromosisikan liberalisasi, komer-sialisasi dan swastanisasi industri ko-

munikasi. Kelompok lainnya, adalahkarya Armand Mattelart yang meng-gunakan tradisi teori ketergantungan,Marxisme Barat dan pengalamandunia dari gerakan liberalisasi untukmemahami komunikasi sebagai salahsatu sumber-sumber utama resistensiterhadap kekuasaan.

Penelitian dunia ketiga, merang-kum berbagai pendekatan denganpenekanan utama sebagai responsterhadap modernisasi dan paradigmadevelopmentalist yang berasal dariBarat terutama USA. Kelompok inimenggabungkan komunikasi ke dalambentuk paradigma penjelasan yangbersifat simpatik untuk memancingperhatian politik dan intelektual.Pertumbuhan media dilihat sebagaibagian dari indeks pembangunan.Pendekatan yang digunakan beragamyakni teori ketergantungan, sistemdunia, dan ekonomi politik NeoMarxian. Pendekatan Ekonom politikdi Dunia Ketiga mempertanyakanpremis dasar model ini, terutamadeterminisme teknologi danpenghilangan kepentingan praktis da-lam hubungan kekuasaan yangmembentuk istilah-istilah pertukaranekonomi dan sosial antara bangsa-bangsa Dunia Pertama dan Ketiga danhubungan kelas antar lapisan.

Menurut The New Palgrave(Mosco, 1996) politik-ekonomi adalahilmu mengenai kesejahteraan danberkaitan dengan usaha-usaha yangdilakukan manusia untuk memenuhidan memuaskan keinginannya.Sedangkan Mosco sendiri memberipengertian politik-ekonomi sebagaistudi mengenai relasi-relasi sosialterutama relasi kekuasaan, yang secarabersama-sama mendasari produksi,distribusi dan konsumsi sumberdaya.

Menurut Chandler (1998) analisisMarxist mempunyai kekuatan dan ke-lemahan. Kekuatan-kekuatan teori kri-tis Marxis adalah :

Page 4: Perbandingan Pendekatan Ekonomi -Politik Media dan Studi

Perbandingan PendekatanEkonomi-Politik Media dan Studi Kebudayaan dalam Kajian Komunikasi Massa

97

1. Membukakan mitos mengenai pen-dekatan ilmu sosial yang bebas nilai.

2. Menunjukkan pada issue-issue ke-pentingan ekonomi dan politik da-lam media massa dan penekanannyamengenai ketimpangan sosial dalamrepresentasi media.

3. Menempatkan teks media dalam for-masi sosial yang lebih besar.

4. Mendekonstruksi nilai-nilai yang te-lah kita anggap benar, karena fokusperhatiannya pada sifat ideologi. A-nalisis ideologi membantu kitauntuk membuka realitas kelompoksosial mana yang ditawarkan olehmedia dengan melakukan analisisrepresentasi dalam media massauntuk mengungkapkan ideologi-ideologi yang mendasarinya.

5. Mempelajari mitos individu yangbersifat otonomi (Marxisme Althu-serian).

6. Membuka pada kemungkinan pem-bacaan teks yang berbeda, karenamelihat media massa sebagai suatutempat pergulatan bagi pemaknaanideologis (Neo Marxist yang lain-nya).

7. Menekankan pada pentingnya kelassosial dalam hubungannya denganpemilikan media dan interpretasikhalayak terhadap teks media. Se-bagai perbandingan, analisis isi dansemiotik lebih menekankan pada isimedia, sedangkan teori Marxis lebihmenekankan pada aspek materialdari produksi dan penerimaan me-dia. Status sosial ekonomi seseorangakan mempengaruhi akses terhadapmedia dan selanjutnya mempenga-ruhi cara interpretasi isi media.

Selain memiliki kekuatan-kekuatan,analisis Marxist memiliki keterbatasan –keterbatasan berikut :1. Marxisme juga merupakan suatu

ideologi (walaupun terdapat klaimoleh sejumlah orang bahwa mate-rialisme historis merupakan ilmu

yang obyektif), sejumlah pendeka-tan Marxist terlau mendoktrinasi.

2. Marxisme yang fundamentalis ber-sifat sangat deterministik dan jugareduksionis dalam hal materialismedan hanya memberikan sedikit per-hatian pada manusia dan subyek-tivitas.

3. Marxisme senantiasa dilihatsebagai “grand theory” yangmengabaikan penelitian empiris.Namun demikian, penelitian dalamtradisi Marxist Political Economymenggunakan metode empiris.

4. Dalam pandangan Marxis ortodokmengenai kesadaran palsu menyi-ratkan adanya suatu realitas yangtidak terdistorsi oleh mediasi. Ga-gasan mengenai kesadaran yangdipengaruhi oleh khalayak massatidak memungkinkan pembacaanteks yang berlawanan.

5. Perspektif Marxist klasikcenderung mengabaikan sifatpolisemi dari makna. Namundemikian, sikap Neo Marxisberusaha menghindari jebakan ini.

6. Pendekatan Marxist cenderungpada pembagian sosial berdasarkanpengelompokan kelas sosial dankurang memperhatikan penge-lompokkan lainnya seperti genderdan etnisitas.

Karakteristik Umum dari Politik-ekonomi

Pendekatan Ekonomi Politik mem-punyai ciri khas utama sebagai berikut(Mosco, 1996):1. Bersifat historis, karena berusaha

memahami perubahan sosial dantransformasi sejarah dalam kaitan-nya dengan momen-momen ekono-mi, politik, budaya dan ideologidari kehiduapan sosial dengandinamika yang berakar dari konfliksosial ekonomi. Proses-proses

Page 5: Perbandingan Pendekatan Ekonomi -Politik Media dan Studi

S. Sarwoprasodjo-Agung

98

historis yang penting bagi ekonomipolitik budaya adalah pertumbuhanmedia, perluasan jangkauankorporasi, komodifikasi, perubahanperan negara dan intervensipemerintahan.

2. Analisis totalitas sosial atu holistik.Hal ini berarti bahwa politik eko-nomi membahas masalah-masalahdalam kaitan dengan disiplin ilmulain (sosiologi, politik dan ekonomidll). Oleh karena itu seluruh arenasosial merupakan bidang analisispolitik-ekonomi. Dalam kaitan de-ngan Marxian, totalitas itu berartimemahami hubungan politik danekonomi, juga bidang sosial danbudaya yang lebih luas. Sebagaicontoh mempelajari dampak dinami-ka ekonomi terhadap keragamanekspresi budaya publik dan keter-sediaannya bagi kelompok sosialtertentu.

3. Berorientasi pada moral. Artinyamengacu pada konsepsi nilai-nilaisosial dan konsepsi mengenai prak-tek-praktek sosial yang pantas. Ma-salah moral mendasar yang menjadiperhatiannya adalah mengenai kea-dilan, kesetaraan, dan barang publik(public good). Kajian ekonomi po-litik media tidaklah bersifat bebasnilai dalam arti kajiannya didasarioleh kepentingan memperjuangkankeadilan, kesamaan dan kepentinganumum.

4. Orientasi praksis, yakni kajianekonomi politik media diarahkanpada suatu tindakan yang mempu-nyai implikasi praktis. Dengan de-mikian kajian ekonomi politik di-bangun oleh teori dan praktek. Ka-jian ekonomi politik media dimak-sudkan untuk kepentingan praktisyang tercermin dalam tindakan per-juangan kelas.Goulding dan Murdock (1998) me-

nambahkan karakteristik lainnya yaknikajian ekonomi politik media juga

mempunyai perhatian terhadap keseim-bangan antara usaha kapitalis dan in-tervensi publik.

Tiga area dalam ekonomi politiskomunikasi menurut Goulding danMurdock (1998) adalah:1. Hubungan antara produksi barang-

barang budaya dengan pentingnyaanggapan keterbatasan (tetapitidak sepenuhnya menentukan)dampak dari produksi budayaterhadap konsumsi budaya.

2. Ekonomi politis dari teks yakniuntuk menggambarkan bagaimanarepresentasi berhubungan denganekonomi politis dari konsumsibudaya.

3. Ekonomi politis konsumsi budaya,untuk menggambarkan hubunganantara benda-benda dengan keti-daksamaan budaya dimanaekonomi politik khususnyadialamatkan.Analisis ekonomi-politik menurut

Goulding dan Murdock (1996) berke-naan dengan produksi makna sebagaipraktek kekuasaan, analisis tekstualdan konsumsi media.Produksi makna sebagai praktekkekuasaan. Perkembangan ekonomidan teknologi telah menggeser statusmasyarakat sebagai warga politikmenjadi unit konsumsi dalam masya-rakat korporasi. Pertanyaan pentingdari ekonomi politis komunikasiadalah bagaimana perubahan-per-ubahan berbagai kekuatan termasuk didalamnya praktek-praktek kekuasaanterhadap produksi dan distribusibudaya membatasi atau memperluasruang publik. Dua issue kunciberkenaan dengan hal tersebut adalah(1) pola pemilikan institusi danakibatnya pada pola penguasaan terha-dap aktivitas mereka. (2) Karakteristikhubungan antara pengaturan olehnegara dan lembaga komunikasi.

Ekonomi Politis dan AnalisisTekstual. Bentuk-bentuk kebudayaan

Page 6: Perbandingan Pendekatan Ekonomi -Politik Media dan Studi

Perbandingan PendekatanEkonomi-Politik Media dan Studi Kebudayaan dalam Kajian Komunikasi Massa

99

(iklan layanan kesehatan, berita, la-poran, atau program diskusi interaktif)merupakan mekanisme untuk mengaturwacana publik. Terdapat dua dimensiproses ini yakni (1) sejauh mana ragamwacana dengan bentuk tertentu memberitempat pada wacana resmi atau artiku-lasi wacana alternatif (2) sejauh manawacana yang disampaikan dalam teksmemungkinkan khalayak untuk memilihbentuk yang diinginkannya atau sebe-rapa terbuka pilihan yang diberikankepada khalayak.

Konsumsi -- kebebasan atauperjuangan. Sebagai reaksi terhadappandangan khalayak sebagai penontonpasif dari media, maka muncul pan-dangan bahwa terdapat pandangan kebe-basan khalayak dalam pemberian mak-na atau makna bersifat polisemi. Bagikelompok liberal pluralis ini mem-perbaiki pandangan mengenai penyeim-bangan terhadap penawaran dan per-mintaan kebudayaan, karena khalayakmasih memiliki kemerdekaan. Bagi pe-nulis yang kritis dan radikal pandanganini merupakan romantisme golonganpopulis.

Kemerdekaan total konsumenadalah tidak mungkin – tidak seorang-pun mempunyai akses terhadap segalahal tanpa batasan. Tugas ekonomi poli-tis adalah mempelajari hambatan-ham-batan yang membatasi kebebasan ini.Hambatan tersebut bersifat material danbudaya. Secara material, barang-barangdan fasilitas komunikasi tersedia de-ngan harga tertentu yang hanya dapatdiakses oleh pembeli yang mempunyaiuang untuk itu. Selain itu, secaramaterial status suatu media dapat mem-pengaruhi pola konsumsi kelompoktertentu. Perubahan dari status barangpublik menjadi barang pribadi mempu-nyai implikasi besar bagi kelompok-kelompok “miskin” dalam mengaksesbarang-barang tersebut. Sebagai contoh,suatu saluran televisi hanya dapat di-

akses oleh orang-orang kaya karenaharus menggunakan parabola. Secarabudaya, posisi sosial mengatur aksesterhadap kompetensi budaya yangdiperlukan untuk menginterpretasi danmenggunakan benda-benda fisik mediadengan cara tertentu. Tradisi empirisyang ada dalam studi kebudayaan ada-lah subbudaya pemuda mempunyai ca-ra menginterpretasi pesan dengan caraberbeda.

Pendekatan Studi BudayaSejarah dan Pengertian Studi

Kebudayaan

Studi kebudayaan menyangkut pa-da cara-cara budaya diproduksi melaluipergulatan ideologi-ideologi. Kelom-pok studi budaya yang terkenal adalahBritish Cultural Studies yang bekerja-sama dengan the Centre for Contem-porary Cultural Studies padaUniversitas Of Birmingham. Asalmuasal tradisi ini adalah dapatditelusuri pada tulisan-tulisan TheUses of Literacy oleh Richard Hoggart(1957), Culture and Society olehRaymond William. Dengan perkataanlain muncul dari disiplin kesusasteraan.Sejak awal perkembangannya, studikebudayaan Inggris bersifat sangatpolitis dan memfokuskan pada potensi-potensi resistensi dalam subbudaya se-perti budaya kelas pekerja, subbudayapemuda terhadap bentuk-bentuk hege-moni dari dominasi kapitalis. Tetapistudi kebudayaan Inggris, tidak sepertiFrankfurt School, tidak terlalu terlibatdengan modernis dan gerakan estetikaavant garde, dan membatasi fokusnyapada produk-produk budaya mediadan pop yang menjadi fokusutamanya.

Belakangan ini ada kecenderunganmasalah postmodernisme yang cende-rung menekankan kesenangan, kon-sumsi dan konstruksi individu terhadap

Page 7: Perbandingan Pendekatan Ekonomi -Politik Media dan Studi

S. Sarwoprasodjo-Agung

100

identitas yang dalam terminologi Mc-Guigan (1992) disebut sebagai "culturalpopulism". Budaya media dengan pers-pektif ini menghasilkan benda-bendauntuk identitas, kesenangan, dan pem-berdayaan dan khalayak menciptakanbudaya popular melalui konsumsimereka terhadap produk budaya.

Sejak tahun 1980 hingga saat ini --studi kebudayaan di Inggris danAmerika Utara berubah bentuk dari sifatpolitik sosialis dan revolusioner menjadibentuk politik identitas dan kurangbersifat kritis mengenai media danbudaya konsumen. Dengan demikianterdapat penekanan yang semakin besarpada khalayak, konsumsi, danpenerimaan dan meninggalkan fokusperhatian pada produksi dan distribusiteks dalam industri media.

Tradisi studi kebudayaan mempu-nyai orientasi reformis dan kritis. Ke-lompok sarjana ini ingin melihatperubahan masyarakat Barat, dan mere-ka memandang madzabnya atau aliran-nya sebagai instrumen perjuangan ke-las. Mereka yakin bahwa perubahan inidapat ditempuh melalui dua cara (1)mengidentifikasi kontradiksi-kontradik-si dalam masyarakat, pemecahan terha-dap kontradiksi-kontradiksi tersebut a-kan mengarah pada perubahan yang po-sitif sebagai lawan dari perubahan yangmenindas, (2) dengan memberikan in-terpretasi yang akan membantu oranguntuk memahami dominasi dan jenisperubahan yang diinginkan. (Littlejohn,1999)

Studi mengenai komunikasi massamerupakan pusat perhatiannya karenamedia dilihat sebagai alat bagi ideologidominan. Sebaliknya media juga dapatmenjadi alat potensial untuk meningkat-kan kesadaran kelas, kekuasaan dan do-minasi.

Studi Kebudayaan mewakili gam-baran kecenderungan studi baru menge-nai kebudayaan yang sejalan denganpostmodernisme (Mosco, 1996). Oleh

karena itu, dalam kaitannya denganfilsafat maka kajian studi kebudayaanmerupakan bagian dari postmodernis-me. Burgesss (1990) seperti dikutipoleh Mosco mengemukakan bahwastudi-studi kebudayaan merupakangerakan intelektual yang berkon-sentrasi pada pembentukan maknadalam teks dan didefisisikan secara lu-as termasuk semua bentuk komunikasisosial. Pada awalnya studi kebu-dayaan mendapat pengaruh yangcukup kuat dari pendekatan Marxis.Termasuk kecenderungan untukmelihat budaya sebagai terkait denganhubungan sosial, terutama terkaitdengan kelas, gender dan raskhususnya dalam kaitannya dengansifat asimetris dan antagonisme.Selanjutnya, terdapat pandangan yangmenyatakan bahwa budaya tidaklahindependen dan tidak ditentukan olehfaktor eksternal, tetapi lebih sebagaisitus perbedaan, pergulatan, dan perju-angan sosial.

Karakteristik Studi Kebudayaan

Karakteristik sentral studi kebuda-yaan (Mosco, 1996) adalah1. Kritik terhadap positivisme sebagai

satu-satunya pendekatan dalamilmu pengetahuan yang subyektifdan sosial.

2. Pandangan bahwa budaya adalahmerupakan produk sehari-hari, di-produksi oleh aktor sosial tidak ha-nya kelompok elit. Walaupun de-mikian, studi kebudayaanmengakui adanya pengaruh genderdan identitas kebangsaan.

3. Menolak pemikiran yang bersifatsejarah dan totalitas sosial.

4. Studi kebudayaan melihat akibat-akibat tidak langsung dari kapitalisdan hubungan sosial lainnya dalamaturan-aturan yang ada mengenaibahasa dan wacana, khususnya per-juangan kelas dan gender dalam

Page 8: Perbandingan Pendekatan Ekonomi -Politik Media dan Studi

Perbandingan PendekatanEkonomi-Politik Media dan Studi Kebudayaan dalam Kajian Komunikasi Massa

101

efeknya ke simbol dan tanda-tandasosial yang berbeda.

Sedangkan Hebdige (1988) sepertidikutip oleh Morley (1996) berpendapatbahwa proyek postmodern melawanpandangan-pandangan dalam modernis-me yakni1. Anti totalitas berupa penolakan

terhadap klaim-klaim universal mi-salnya mengenai kebenaran, konsepabstrak keadilan atau masyarkat.Postmodernisme lebih meyakini per-gulatan lokal, issue-issue yangbersifat partikularistik atau micro-politics menurut Foucault (1980).

2. Anti teleologi berupa penolakanterhadap “model kedalaman“ sepertikebenaran tersembunyi seperti da-lam klaim Marx mengenai relasiekonomi yang tersembunyi dibalikpenampakan ideologi, klaim psiko-analisa mengenai motif alam bawahsadar dibalik aktivitas sehari-hari,dan klaim strukturalisme mengenaipola-pola dibalik bahasa dan buda-ya. Sebagai gantinya Postmodernis-me mengajukan konsep penampakan(appearance).

3. Anti utopia berupa penolakan ter-hadap missi yang dibawa oleh mo-dernisme seperti kesejahteraan.Menurut Golding and Murdock

(1991) perspektif studi kebudayaan ber-kenaan dengan konstruksi makna --bagaimana makna diproduksi khususnyamelalui bentuk-bentuk ekspresif danbagaimana secara berkelanjutan dine-gosiasikan dan dekonstruksi melaluipraktek-praktek kehidupan sehari-hari.Terdapat tiga kelompok studi kebuda-yaan yakni (1) analisis teks budaya ter-masuk yang didalamnya diproduksi olehmedia. Sebagai kebalikan dari modeltransportasi yang memandang mediasebagai sarana memindahkan pesan pa-da konsumen, studi kebudayaan melihatmedia sebagai mekanisme untuk menatamakna dengan cara tertentu. Dalam ana-

lisis isi makna sebagai sesuatu yangtelah terdefinisikan secara terbatasyang terpisah posisinya dari teks atauhubungan program terhadap teks yanglainnya, studi kebudayaan berpendapatbahwa makna beragam dan tergantungpada konteks yang diberikan olehnarasi secara keseluruhan, genreprogram dan publisitas sebelumnyayang mengitari pertunjukkan danbintang. (2) Dimensi relasional darimakna dengan perhatian padabagaimana khalayak menginter-pretasikan media dan menggabungkan-nya dalam pandangan dunianya dangaya hidupnya. Ini melihat khalayaksebagai subyek aktif, yang senantiasabergulat untuk memahami situasinyadaripada sebagai obyek pasif darisistem produksi dominan (3)Supremasi konsumen yang mempunyaipusat perhatian pada momenpertukaran pada saat makna yangdibawa oleh teks bertemu denganmakna yang dibawa oleh pembaca.Tipe ini memisahkan diri dari konteksyang lebih luas dan melihat supremasikonsumen dalam menentukan makna.Menurut Fiske, studi kebudayaanmempunyai ciri lari dari ideologi,kekuasaan “bottom up” untukmenentang top down dan disiplin ilmusosial berhadapan dengan kekacauan.

Berdasarkan pengelompokan geo-grafis, studi kebudayaan di Inggris cen-derung menganut pendekatan Marxianatau politik sedangkan pendekatan A-merika cenderung pluralistik, danmempunyai karakter afirmatif yaknipernyataan yang tidak terkait denganpolitik dan mempunyai pandanganyang absolut mengenai khalayak.

Terdapat kritik-kritik terhadapstudi kebudayaan terutama darikelompok kajian politik ekonomimedia atau kelompok studi kebudayaanyang lebih banyak dipengaruhi oleh

Page 9: Perbandingan Pendekatan Ekonomi -Politik Media dan Studi

S. Sarwoprasodjo-Agung

102

Marxis (Mosco, 1996 ; Golding danMurdock, 1991):1. Studi kebudayaan tidak dapat men-

jelaskan bagaimana industri kebuda-yaan bekerja dan pengorganisasianekonomi mempengaruhi produksidan sirkulasi makna, juga tidak men-jelaskan bagaimana pilihan kon-sumen distruktur oleh posisinyadalam struktur ekonomi yang lebihluas. Walaupun William sebagai se-orang teoritisi kebudayaan juga me-nekankan “ we should look not forthe components of a products but forthe conditions of a practice”.

2. Tidak menggunakan tradisi etnogra-fi yang benar. Menurut Spiro sepertidikutip oleh Weiss dan Wesley(http://www.as.ua.edu/ant/Faculty)berpendapat bahwa antropologispostmodern tidak dapat meninggal-kan metode ilmiah, karena dengandemikian tidak dapat menemukanpenyebab-penyebab suatu fenomenasosial.

3. Studi kebudayaan cenderung tidakmeyakini anggapan bahwa kesatuansosial dan masyarakat, kalaupun ituada lebih karena sebagai suatu kebe-tulan. Politik ekonomi tidak sepen-dapat dengan kesimpulan bahwa ke-beragaman merupakan akibat alami-ah keberagaman unit media dan kha-layak. Ekonomi politik mengakuiadanya polisemi makna dan pro-duksi beragam teks, mengakui ke-butuhan menganalisa rangkaian pe-nuh produksi, distribusi dan kon-sumsi, dan melihat hal ini merupa-kan kejadian penting dalam mewu-judkan nilai-nilai dan konstruksi ke-hidupan sosial.

4. Terjebak dalam romantisme perbe-daan. Bagi Studi Kebudayaan kera-gaman media bukanlah masalahsubstansial karena informasi dan hi-buran bersifat polisemik atau tundukpada pembacaan atau interpretasiyang oleh karenanya menciptakan

keragamannya sendiri berapapunjumlah produser dan distributormedia. Kecenderungan Studi Kebu-dayaan melihat setiap penerima pe-san sebagai produser yang mem-beri makna yang berbeda danmerupakan fungsi dari posisisubyektif tertentu dari penerimadalam identitas yang salingtumpang tindih yang membentukkehidupan sosial. Keragamanpengalaman subyektif khalayakkomunikasi dan produk informasimenghasilkan keragaman tekstual.

5. Studi kebudayaan tidak jelas sikap-nya atau komitmennya terhadaptujuan suatu proyek politis,walaupun secara eksplisit dia jugamenunjukkan adanya perhatianmasalah politik yakni denganmengangkat issue gender dan issueras, dan kebangsaan. Studikebudayaan cenderung menekan-kan dimensi intersubyektif, pribadidan lokal. Studi Kebudayaan jugatidak menempatkan kekuasaansebagai sesuatu yang sentral dalammengkaji hubungan sosial.Konsepsi kekuasaannya cenderungberakar dari subyektivitas individu-al, identitasnya dan tindakankolektif. Studi kebudayaanmengajukan issue hegemoni,populism authoritarian, jugapembentukan perlawanan oposisidan gerakan alternatif. Postruktu-ralisme memandang realitas ter-batas pada konstruksi teks dandiscourse, sehingga sulit meng-hubungkan dengan kekuasaan.

6. Studi kebudayaan juga kurang me-mandang penting pemahaman to-talitas sosial. Sebagai gantinyastudi ini lebih memusatkan padaperbedaan budaya, subyektivitaspartikular, identitas lokal, tidakmemperhatikan bahwa keterkaitandapat muncul dalam sistem danbentuk-bentuk objektifikasi yang

Page 10: Perbandingan Pendekatan Ekonomi -Politik Media dan Studi

Perbandingan PendekatanEkonomi-Politik Media dan Studi Kebudayaan dalam Kajian Komunikasi Massa

103

dapat menenggelamkan bagian-bagian, sesuatu hal yang yangmempunyai justifikasi istimewadalam epistemologi budaya.

7. Terdapat bahaya menekankan padaperbedaan, subyektivitas, dan bagi-an-bagian dapat berakhir pada kebe-ragaman individualisme yang mem-punyai hubungan-hubungan, tidakhanya sekedar kejadian kebetulan,yang secara ekstrem dinyatakansebagai randomisasi umum sehinggasejarah, politik dan ideologi gugur(Wood, 1986). Nilai signifikansi haltersebut kecil dibandingkan denganketimpangan kekuasaan khalayakyang menyebabkan mereka terpisahdari kehidupan material danbudayanya (Mosco, 1996).

8. Pemikiran-pemikiran dalam rangkamerevisi kemodernan itu cenderungkembali ke pola pikir pra modern.Roy D’Andrade seperti dikutip oleh

Weiss dan Wesley (http://www.a-s.ua.edu/ant/Faculty) dalam artikel “Mo-ral Models in Anthropology” meng-kritik definisi postmodernisme menge-nai obyektivitas dan subyektivitasdengan melihat pada konsep dibalikmodel moral. Menurut dia model moralsangatlah subyektif. Walaupun obyek-tivitas bebas nilai adalah tidak mungkin,adalah tujuan seorang antropog untukmelakukannya seobyektif mungkin.Menurut dia terdapat pemisahan antaraantara model moral dan model obyektif.Karena “kedua model itu tidak dapatmenemukan bagaimana dunia berjalan”.Obyektivitas sama sekali tidaklah bersi-fat mendehumanisasi juga tidak mung-kin bersifat obyektif. Ilmu pengetahuanberfungsi bukan karena ilmupengetahuan menghasilkan nilai yangtanpa bias, tetapi karena nilai-nilainyabersifat cukup obyektif untuk membuk-tikan atau menolak kebenaran, tidak pe-duli kebenaran apa yang diinginkan se-seorang .

Rosenau seperti dikutip olehWeiss dan Wesley(http://www.as.ua.edu/ant/Faculty)menginterpretasikan 7 kontradiksidalam Postmodernisme:1. Sikap teoritisnya adalah anti teori.2. Postmodernisme menekankan ira-

sionalitas, instrumen logika bebasdigunakan dalam perspektif ini.

3. Postmodernisme yang memfokus-kan pada kelompok marginal mem-punyai penekanan yang bersifatevaluatif.

4. Postmodernisme menekankanintertekstualitas, tetapi seringkaliteks dikaji dalam isolasi.

5. Dengan menolak kriteria modernuntuk menilai teori, postmodernis-me tidak dapat berpendapat bahwatidak ada kriteria valid untuk me-nilai.

6. Postmodernisme mengkritisi keti-dakkonsistenan modernimse, tetapimenolak untuk konsisten dalammemegang norma-norma mereka.

7. Postmodernisme berkontradiksi diantara mereka sendiri dengan me-ninggalkan klaim-klaim kebenarandalam tulisan mereka sendiri.

Pendekatan Ekonomi Politik Mediadan Studi Kebudayaan:

Suatu Pelajaran

Untuk mengembangkan keduajenis kajian, maka di antara keduakajian tersebut perlu salingmempelajari pendekatan dari bidanglainnya. Hal itu dapat dilakukanapabila masing-masing pendukungtersebut mempunyai sifat keterbukaan.Proses saling melengkapi dapat terjadiapabila diantara keduanya terdapat titiktemu yakni persamaan-persamaan(substansi yang dipelajari dan landasanfilosofisnya). Mengingat kedua kajiantersebut mempunyai varian-varian,maka dalam kaitan dengan

Page 11: Perbandingan Pendekatan Ekonomi -Politik Media dan Studi

S. Sarwoprasodjo-Agung

104

mengkombinasikan kedua pendekatandapat dilakukan yakni antara pen-dekatan ekonomi politik kritis varianneo Marxis (Mosco, Golding dan Mur-dock dll) dan studi kebudayaan varianneo Marxis (Stuart Hall).

Antara studi kebudayaan danekonomi politik media kritis mem-punyai kesamaan karena sifat kritisnya(Payne, 1999) yakni:1. Pandangan mengenai subyektivitas

yakni pada dasarnya manusia tidakbisa subyektif yang mengandaikanadanya kebebasan, karena manusiaterlahir dalam situasi dan kondisitertentu (bahasa, budaya, ras, politikgender dan kelas tertentu).

2. Pandangan mengenai kesadaran bah-wa kesadaran bisa tersembunyi dantidak hanya yang nampak dalampermukaan.

3. Pandangan mengenai ideologi yangdibentuk oleh kesadaran yang men-cengkeram subyek dan sekaligusmembelenggunya hanya bisa dila-wan dengan kritik atau revolusisosial dengan manipulasi bentuk-bentuk superstruktural dari kebuda-yaan – pendidikan, media, agamadan seni – bukan hanya oleh negara,tetapi juga oleh orang-orang yangtunduk pada manipulasi tersebut.

4. Kritik dan polysemi. Apabila me-mang kesadaran dapat dimengertisebagai substansi ideologi, pendi-dikan sebagai media hegemoni, danintelektual sebagai agen yang tidakmenyadari adanya penindasan tanpapergolakan, maka setiap usaha ma-nusia untuk mengetahui atau mente-orisasi proses masyarakat harus mu-lai dengan kritik radikal yang dapatdijadikan sebagai kekuatan peruba-han sosial. Kritik ideologi nampakdalam bentuk kritik-kritik feminis,pasca kolonial dan anti rasis. Kon-sep polisemi ini merupakan saranaatau sumberdaya yang bersifat de-konstruktif untuk mengkritik ideo-

logi. Sumberdaya ini dapat dite-mukan dalam teks kritik untukappropriation oleh ideologi domi-nan.Menurut Kellner (1997)

persamaan antara British CulturalStudies (khususnya dari varianMarxism) dan Frankfurt School:1. Mempelajari kondisi kondisi-kon-

disi penderitaan (catastrophe)dalam proyek Marxian darirevolusi.

2. Budaya massa mempunyaiperanan penting dalammengintegrasikan kelas pekerja kedalam masyarakat kapitalis danbahwa konsumer baru dan budayamedia tengah membentuk modebaru dari hegemoni kapitalis.

3. Kedua tradisi juga memfokuskanpersilangan (intersection) antarabudaya dan ideologi dan melihatkritik ideologi sebagai sesuatu yangsentral dalam studi kebudayaanyang kritis.

4. Keduanya melihat budaya sebagaitipe reproduksi dan hegemoni ideo-logis, dimana bentuk-bentukbudaya membantu membentukpemikiran dan perilaku yangmempengaruhi individu-individuuntuk beradaptasi terhadapkondisi-kondisi sosial darimasyarakat kapitalis.

5. Keduanya melihat budaya sebagaikekuatan resistensi terhadapmasyarakat kapitalis dan keduanyamelihat budaya tinggi sebagaikekuatan resistensi terhadapmodernitas kapitalis.

6. Keduanya berpandangan bahwabudaya harus dipelajari dalamkonteks relasi sosial dan sistemmelalui mana budaya diproduksidan dikonsumsi karena kajianbudaya terkait dengan kajianmasyarakat, politik dan ekonomi.

7. Keduanya percaya pada proyekusaha transdisipliner yang tidak ter-

Page 12: Perbandingan Pendekatan Ekonomi -Politik Media dan Studi

Perbandingan PendekatanEkonomi-Politik Media dan Studi Kebudayaan dalam Kajian Komunikasi Massa

105

lalu meyakini adanya pembagiandisiplin akademik.Kellner (1997) yakin bahwa antara

studi kebudayaan dengan politik eko-nomi perlu ada penggabungan konsepkhalayak yang aktif dan dimanipulasiuntuk menangkap beragam efek mediauntuk menghindari elitisme budaya danpopulisme budaya. Berangkat dari per-nyataan tersebut maka untuk memper-baiki masing-masing pendekatan, pen-dekatan ekonomi politik media perlumenggunakan konsep-konsep khalayakyang aktif dari studi kebudayaan dansebaliknya pendekatan studi kebudayaanmenggunakan konsep khalayak yangdimanipulasi oleh kondisi sosial (ekono-mi, politik dan budaya) dari pendekatanekonomi politik media. Oleh karena ituuntuk mengkaji media hendaklah dilihatdalam kaitan sirkuit produksi, distribusidan konsumsi media (pesan).

Untuk menggabung dua pendekatantersebut akan lebih mudah apabilamenggunakan entry point dari ekonomipolitik media yang dianut oleh Mosco(1996) dengan ciri epistemologinyayang realis, inklusif dan kritis atau yangdisebut integral epistemology. Realismedidasarkan pada pandangan bahwa ter-diri dari lebih dari satu rangkaian ka-tegori nominal yang ditentukan secarasubyektif dari kategori-kategori ideal.Inklusif, terbuka dan non reduksionis,berarti bahwa seluruh kehidupan sosialtidak dapat dirangkum dalam satu teori.Kedua, tidak ada satu pendekatan yangbenar. Ekonomi politik hanyalah entrypoint untuk mendalami bidang lainnyaseperti studi kebudayaan dan studikebijakan. Dengan demikian secara spe-sifik, sifat realitas sosial multiple deter-mination atau relatif mandiri tetapi jugainteraktif.

Ekonomi politik mengacu padaproduksi dan distribusi budaya yangterjadi dalam sistem ekonomi tertentu,yang dibentuk dari hubungan antara

negara, ekonomi, media, lembagasosial dan praktek-praktek sosial,budaya dan kehidupan sehari-hari.Dengan demikian produksi budayabersifat market oriented. Kekuatan-kekuatan produksi (seperti teknologimedia dan kegiatan kreativitas)diorganisir menurut relasi dominandari produksi yang penting dalammenentukan benda budaya apa yangdiproduksi dan bagaimana dikonsumsi.Sistem produksi sering menentukanjenis benda apa yang diproduksi, keter-batasan-keterbatasan struktural akanmenentukan apa yang dapat dikatakanatau ditunjukkan dan apa harapankhalayak.

Struktur ekonomi akan mengkode(encoding) dan mendekode (decoding).Dalam sistem yang komersial daribudaya media, produksi diorganisisrmenurut genre yang telahterdefinisikan dengan kode tersendiridan moda produksi tersendiri. Karenabentuk-bentuk budaya distruktur olehaturan dan konvensi-konvensi yangtelah mapan, studi mengenai kajianproduksi budaya dapat membantu men-jelaskan kode-kode yang bekerja, se-hingga dapat menjelaskan jenis teksyang diproduksi. Sebagai contoh, ka-rena permintaan radio dan televisi ke-banyakan musik pop berdurasi 3-4menit sesuai dengan sistem distribusi.Contoh lainnya, karena dikendalikanoleh perusahaan yang terutama berori-entasi pada profit, stasiun-stasiun te-levisi di Indonesia banyak menayang-kan sinetron dari Amerika Latin atauThailand yang harganya murah. Se-dangkan apabila diproduksi olehproduction house tema-tema yang di-ajukan adalah tema yang layak jualseperti cerita-cerita rakyat, soap operadll.

Page 13: Perbandingan Pendekatan Ekonomi -Politik Media dan Studi

S. Sarwoprasodjo-Agung

106

Simpulan

Kajian terhadap media massa baikdengan menggunakan pendekatan eko-nomi politik media atau studi kebu-dayaan perlu mengembangkan pende-katan multiperspektif yang mencakupberagam artifak dengan mengumpulkaninformasi secara mendalam tiga dimensidari (1) produksi dan ekonomi politisdari budaya (2) analisis tekstual dankritik terhadap artifaknya dan (3) kajianmengenai penerimaan khalayak danpenggunaan produk budaya/media.

Kajian media massa hendaknyabersifat multiperspektif, atau pengguna-an metoda kritis pada saat menggunakananalisis tekstual dan dalam meng-gambarkan keanekaragaman posisi atauperspektif subyek, melalui mana kha-layak menerima/menyesuaikan diri de-ngan budaya. Hasil kajian tersebuthendaklah diinterpretasikan dan dikon-tekstualisasikan dalam teori sosial kritisuntuk menggambarkan maknanya danefeknya. Dengan demikian keterkenalanSherina atau Yoshua tidak hanya perludikaji pada makna, efek, danpenggunaannya oleh khalayak mereka,tetapi kepopuleran Sherina atau Yoshuamerupakan bagian strategi pemasarandan produksi video musik dan imageyang dapat menarik beragam khalayak.

Perspektif yang komprehensif me-lintasi ekonomi politis, analisis tekstual,penelitian khalayak memberikan per-spektif politis dan kritis yang memung-kinkan individu mempelajari makna,pesan, dan efek dari bentuk-bentukbudaya dominan. Kajian media secarakritis merupakan bagian dari pendidikanmedia kritis yang memungkinkan indi-vidu untuk melawan manipulasi mediadan untuk menambah kemerdekaannyadan individualitasnya. Ini juga dapatmemberdayakan orang untuk mempe-roleh kemerdekaan/otonomi terhadapbudayanya dan dapat berjuang untuk

memperoleh budaya alternatif danperubahan politis (Kellner, 1997).

Daftar Pustaka

Chandler, Daniel. (1998). MarxistMedia Theory”. available athttp://www.aber.ac.uk/.

Fiske, John. (1994). Audiencing: Cul-tural Practice and Cultural Studiesdalam Lincoln, YS dan Denzin,NK. Handbook of QualitativeResearch. Sage Publications, Inc.Thousand Oaks, London, India.

Golding and Murdock. (1991).“Culture Communication, andPolitical Economy” dalam Currandan Gurevitch (pp 15 –32)

Jameson, Frederic. (1997). Postmoder-nism, or The Cultural Logic ofLate Capitalism. Duke UniversityPress. USA. (pp ix –xxii, pp 55-66, 181-259).

Kellner (1997), The Frankfurt Schooland British Cultural Studies: TheMissed Articulation”. Finalversion 1/1/97. Available athttp/www.gseis.ucla.edu/ed253a.

Littlejohn, SW. (1999). Theories ofHuman Communication. Wad-sworth Publishing Company. NewMexico.

Morley, David. (1996).Postmodernism: The Rough Guidedalam Cultural Studies andCommunications. Arnold. London,New York.

Mosco, Vincent. (1996). The PoliticalEconomy of Communication. SagePublications. London, ThousanbdOaks, New Delhi. (pp17-134 & pp246-272).

Payne, M . (1996). Some Version ofCultural and Critical Theory dalamA Dictionary of Cultural andCritical Theory. Blackwell Publi-sher Inc. Cambridge. USA (pp.1-11).

Page 14: Perbandingan Pendekatan Ekonomi -Politik Media dan Studi

Perbandingan PendekatanEkonomi-Politik Media dan Studi Kebudayaan dalam Kajian Komunikasi Massa

107

Weiss, Shannon dan Karla Weley.(2001). Postmodernism and ItsCritics. http://www.as.ua.edu-/ant/Faculty.