3
Nama : Palar Siahaan NPM : 0806352372 Sumber :Peter Paret, Makers of Modern Strategy: From Machiavelli to The Nuclear Age, (New York: Oxford University Press, 1986), hlm. 186-213 Review Perang Generasi II-Evolusi Pemikiran Keamanan Internasional Perang Generasi II: Makna dan cara memenangkannya menurut Carl Von Clausewitz Pada dasarnya, Clausewitz melihat perang sebagai perpanjangan politik suatu negara. Perang, menurut Clausewitz, merupakan bentuk kekerasan yang dilakukan suatu negara untuk memaksa negara lain memenuhi keinginannya. Dalam praktisnya, Clausewitz menyatakan bahwa untuk memenangkan perang, suatu negara harus siap untuk melakukan Total War dengan menggunakan peran seorang Military Genius. Total War merupakan penggunaan seluruh kemampuan dan sumber daya (resources) suatu negara dalam upaya untuk memenangkan perang. Sedangkan genius war ialah sosok yang diharapkan mampu untuk mengkalkulasi dan memperhitungkan segala aspek seperti cuaca, geografi, dan teknologi yang kerap dianggap sebagai kendala dan tantangan (fog of war) untuk memenangkan perang. Berdasarkan penjelasan itu, dapat dilihat bahwa Clausewitz melihat perang condong ke “war as art”. Pemikiran Clausewitz ini dipandang sebagai salah satu pemikiran yang penting dan berpengaruh dalam strategi modern. Namun, seperti pemikiran-pemikiran pada umumnya, pemikiran ini juga menuai kritikan yang akan dijelaskan dalam tulisan ini. Carl Von Clausewitz lahir pada 1 Juni 1780 dan telah menjadi seorang prajurit sejak berusia 12 tahun di Jerman. Keadaan ini ditambah situasi yang sarat konflik antara Jerman dan Prancis pada masa itu turut melatarbelakangi pemikiran Clasuewitz mengenai perang. Selain itu, pihak lain yang turut membentuk pandangan Clausewitz mengenai perang ialah Gerhard von Scarnhorst, seorang ahli dalam persenjataan artileri yang menjadi atasan sekaligus guru bagi Clausewitz. Setelah lebih sepuluh tahun aktif dalam karirnya, Clausewitz beralih menjadi seorang penulis dan pemikir strategi perang bagi Jerman. Pemikiran-pemikiran Clausewitz ternyata bermanfaat dan sangat

Perang Generasi II: Makna dan Cara Memenangkannya Menurut Carl Von Clausewitz

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Perang Generasi II: Makna dan Cara Memenangkannya Menurut Carl Von Clausewitz

Nama : Palar Siahaan

NPM : 0806352372

Sumber :Peter Paret, Makers of Modern Strategy: From Machiavelli to The Nuclear Age, (New York: Oxford University Press, 1986), hlm. 186-213

Review Perang Generasi II-Evolusi Pemikiran Keamanan Internasional

Perang Generasi II:

Makna dan cara memenangkannya menurut Carl Von Clausewitz

Pada dasarnya, Clausewitz melihat perang sebagai perpanjangan politik suatu negara. Perang, menurut Clausewitz, merupakan bentuk kekerasan yang dilakukan suatu negara untuk memaksa negara lain memenuhi keinginannya. Dalam praktisnya, Clausewitz menyatakan bahwa untuk memenangkan perang, suatu negara harus siap untuk melakukan Total War dengan menggunakan peran seorang Military Genius. Total War merupakan penggunaan seluruh kemampuan dan sumber daya (resources) suatu negara dalam upaya untuk memenangkan perang. Sedangkan genius war ialah sosok yang diharapkan mampu untuk mengkalkulasi dan memperhitungkan segala aspek seperti cuaca, geografi, dan teknologi yang kerap dianggap sebagai kendala dan tantangan (fog of war) untuk memenangkan perang. Berdasarkan penjelasan itu, dapat dilihat bahwa Clausewitz melihat perang condong ke “war as art”. Pemikiran Clausewitz ini dipandang sebagai salah satu pemikiran yang penting dan berpengaruh dalam strategi modern. Namun, seperti pemikiran-pemikiran pada umumnya, pemikiran ini juga menuai kritikan yang akan dijelaskan dalam tulisan ini.

Carl Von Clausewitz lahir pada 1 Juni 1780 dan telah menjadi seorang prajurit sejak berusia 12 tahun di Jerman. Keadaan ini ditambah situasi yang sarat konflik antara Jerman dan Prancis pada masa itu turut melatarbelakangi pemikiran Clasuewitz mengenai perang. Selain itu, pihak lain yang turut membentuk pandangan Clausewitz mengenai perang ialah Gerhard von Scarnhorst, seorang ahli dalam persenjataan artileri yang menjadi atasan sekaligus guru bagi Clausewitz. Setelah lebih sepuluh tahun aktif dalam karirnya, Clausewitz beralih menjadi seorang penulis dan pemikir strategi perang bagi Jerman. Pemikiran-pemikiran Clausewitz ternyata bermanfaat dan sangat baik bagi Jerman karena terbukti Jerman mampu melawan tekanan dari Prancis. Pemikiran-pemikiran Clausewitz dituangkan dalam bukunya yang cukup familiar “On War”.

Pemikiran-pemikiran Clausewitz dapat dilihat dalam bukunya On War yang didasarkan pada dua pertanyaan dasar; a) What is war? dan b) How to win war? Dalam buku tersebut, Clausewitz memiliki pandangan tersendiri tentang perang: ‘…war is nothing but the continuation of policy with other mean’.1 Clausewitz bahkan melihat perang sebagai salah satu instrument politik suatu negara, dilakukan dengan kekerasan untuk membuat lawan melakukan keinginan negara tertentu.

Terkait dengan pertanyaan “How to win a war?”, Clausewitz membuat pemikiran yang telihat sebagai bentuk dari principles of war. Prinsip pertama, suatu negara harus mengerahkan kekuatan maksimumnya dalam perang karena perang tersebut, sekali lagi, merupakan perpanjangan politik negara. Prinsip ini lebih dikenal dengan total war, yakni

1 Hugh Smith, On Clausewitz: A Study of Military and Political Ideas, (New York: Palgrave MacMillan, 2004), hlm. 64

Page 2: Perang Generasi II: Makna dan Cara Memenangkannya Menurut Carl Von Clausewitz

mengerahkan segala kemampuan dan sumber daya (resources) suatu negara secara terfokus untuk memenangkan perang. Dalam total war terkadang tidak ada pembedaan antara kombatan dan warga sipil.2 Prinsip ini, menurut Clausewitz, adalah juga merupakan bentuk dari pertahanan suatu negara karena menurut Clausewitz pertahanan terbaik adalah dengan menyerang. Sedangkan prinsip kedua ialah mengenai pentingnya seorang military genius, yakni seorang memiliki keterampilan khusus dan sangat intelek dalam memanfaatkan segala sumber daya dan situasi. Clausewitz percaya bahwa keberadaan seorang military genius akan mampu menghadapi fog of war, yaitu halangan-halangan yang dihadapi dalam peperangan menyangkut cuaca, keadaan geografis, teknologi. Dalam hal ini,, Clausewitz melihat sosok seperti Napoleon Bonaparte adalah contoh dari seorang military genius yang sangat ideal, mampu memanfaatkan situasi dengan adanya kreativititas berpikir. Hanya saja, Clausewitz tidak begitu jelas memaparkan sejauh mana seorang war genius harus bertindak.

Faktanya, seorang military genius menjadi pemberi komando yang sangat diandalkan karena kreativitasnya, ia memiliki kemampuan atau talenta khusus yang tidak dimiliki orang lain. Terkait pemikiran Clausewitz mengenai ini, muncul pertanyaan: “Does the military genius who seems to conduct campaigns with great facility and frequent success simply apply established principles of strategy with consummate skill as an early strand of Enlightenment thinking argued? Or does he break existing rules, perhaps in the process making new ones?”3

Seorang military genius memang haruslah memiliki kreativitas dan intelektual, namun bukan berarti seorang ‘military genius’ boleh bertindak sesuai kemauannya/tanpa aturan. Keputusan dan tindakan seorang military genius boleh saja melanggar aturan dan prinsip perang, hanya saja jangan sampai terjadi berulang-ulang karena keadaan seperti itu justru akan membahayakan negaranya. Seorang “military genius” bahkan boleh saja membuat prinsip-prinsip baru, namun perlu diingat kembali bahwa the principles of war must not be reduced to the plaything of genius.4 Lagipula, fungsi utama seorang military genius ialah untuk membantu negara memenangkan perang.

Menanggapi pemikiran Clausewitz ini, saya sangat setuju bahwa perang harus dilakukan dengan mengerahkan kekuatan maksimal karena menyangkut politik suatu negara. Saya juga setuju dengan strategi perang Clausewitz karena itu dibuat atas pertimbangan keadaan politik, sosial, dan militer yang ada pada masanya. Akan tetapi, keberadaan military genius yang dilihat oleh Clausewitz tidak lagi begitu relevan karena sekarang perannya sudah digantikan oleh keberadaan komputer. Selain itu, pemikiran Clausewitz yang bersandar pada Treaty of Westphalia tidak mampu menjawab isu-isu non-konvensional yang terjadi dewasa ini, seperti isu terorisme yang tidak lagi menyangkut negara dan people. Pemikiran Clausewitz tidak lagi relevan untuk menjawab keberadaan aktor-aktor baru dalam strategi modern sekarang ini.

Jumlah kata: 869

2 Edward Gunn, “The Moral Dilemma of Atomic Warfare”, Aegis: The Otterbein College of Humanities Journal (Spring 2006), hlm. 673 Ibid, hlm. 1904 Benedetto Croce, ‘Action, succes et Jugemen dans le “Vom Kriege”de Clausewitz’: Revue de metaphysique et de morale,vol. XLII, (1935)