Upload
others
View
32
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
PERANCANGAN FILM PENDEK MENGENAI PELAKU BULLYING
PADA REMAJA DENGAN TEKNIK POINT OF VIEW
Artikel Ilmiah
Peneliti :
Gratia Shenaly Kezia Saerang
Michael Bezaleel Wenas, S.Kom., M.cs
Program Studi Desain Komunikasi Visual
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
Desember 2018
1
1. Pendahuluan
Bullying merupakan kasus yang sudah lama terjadi dan belum kunjung usai
di Indonesia. Bahkan kasus bullying di Indonesia masih mengalami peningkatan.
Menurut data KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia), jumlah anak sebagai
pelaku bullying di pendidikan mengalami kenaikan dari 79 kasus pada 2015
menjadi 161 kasus pada tahun 2018 [1]. Hasil survei ICRW (International Center
for Research on Women) yang dirilis pada bulan Maret 2015 menunjukkan fakta
bahwa 84% anak di Indonesia mengalami kekerasan di sekolah. Diena Haryana
mengatakan bahwa tidak dipungkiri permasalahan kekerasan di sekolah berakar
dari tindakan bullying [2]. Menurut Tumon, faktor yang mempengaruhi perilaku
bullying adalah faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor teman sebaya [3].
Bullying dapat diartikan sebagai perilaku agresif yang terjadi dikalangan
anak terutama usia sekolah dan melibatkan ketidakseimbangan kekuatan yang
berpotensi untuk dilakukan secara berulang-ulang [4]. Bullying adalah tindakan
penggunaan kekuasaan untuk menyakiti seseorang atau sekelompok orang baik,
secara verbal, fisik, maupun psikologis, sehingga korban merasa tertekan, trauma,
dan tak berdaya. Dalam Sejiwa dijelaskan bahwa hal yang paling ekstrim mengenai
dampak psikologis dari bullying yaitu munculnya gangguan psikologis misalnya
rasa cemas yang berlebihan, merasa ketakutan, depresi dan memiliki keinginan
untuk bunuh diri serta munculnya segala gangguan stres pasca trauma. Dalam
menghadapi pelaku bullying harus dengan sabar dan jangan menyudutkan pelaku
dengan pertanyaan-pertanyaan interogatif, kita juga hendaknya menjaga harga diri
pelaku bullying, serta memperlakukannya dengan penuh hormat. Semua yang
terlibat dalam bullying (pelaku, korban, atau yang menyaksikan) membutuhkan
dukungan [5]. Secara natural, perilaku bullying berdampak pada pihak-pihak yang
terlibat. Pihak-pihak yang terlibat dalam perilaku bullying yaitu bullies-only,
victim-only, bully-victim dan neutral [6].
Remaja merupakan salah satu tahap perkembangan dari sekian tahapan
perkembangan yang akan dilalui oleh setiap individu. Remaja adalah masa transisi
perkembangan yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa. Dalam
masa transisi ini, remaja akan dihadapkan dengan sejumlah perubahan. Perubahan-
perubahan tersebut meliputi aspek biologis, kognitif, dan sosio-emosional yang
dapat di pengaruhi oleh lingkungan, keluarga maupun sekolah [7].
Sekarang ini banyak film yang membahas mengenai bullying dengan
mengambil sudut pandang dari korban yang melihat gambaran perasaan, derita dan
dampak terhadap korban. Namun Ketua KPAI Asrorun Niam Sholeh dalam
Tribunnews.com menuturkan anak yang merupakan pelaku bullying itu harus di
dekati secara khusus, pendekatan yang diambil harus melalui pendekatan yang
terciptanya keadilan dan keseimbangan, bukan pendekatan hanya berdasarkan
pengalaman [8]. Sikap guru atau orang tua yang mengetahui anaknya menjadi
pelaku atau penonton, korban bullying sebaiknya harus tenang, dan tidak bereaksi
berlebihan serta tunjukan sikap unconditional love & acceptance [9].
Film atau gambar hidup merupakan gambar-gambar dalam frame di mana
frame demi frame di proyeksikan melalui lensa proyektor secara mekanis, sehingga
pada layar terlihat gambar yang bergerak [10]. Dewasa ini, film dapat digunakan
2
sebagai media pembelajaran. Problematic film adalah sebuah film yang sengaja
dibuat berbasiskan masalah, dimana film tersebut diharapkan bisa menstimulasi
penontonnya untuk mengungkapkan pendapat [11]]. Masterpiece in The Classrom
menyebutkan bahwa siswa cenderung lebih banyak memahami hal-hal yang
terinterpretasikan dalam film daripada dalam buku teks. Film pendek merupakan
salah satu bentuk yang paling sederhana dari film tetapi juga yang paling kompleks
[12]. Jadi itulah alasan utama untuk memilih film sebagai bentuk pembelajaran.
Oleh karena itu, film yang dirancang akan menggunakan alur cerita sederhana, yang
dekat dengan keseharian siswa sehingga makna dari film akan mudah tersampaikan
kepada penonton.
Berdasarkan permasalahan yang ada maka akan dirancang sebuah film
pendek sebagai media informasi untuk mengedukasi remaja, dengan mengambil
sudut pandang pelaku bullying. Tujuannya adalah untuk memberikan suatu
informasi, pemahaman, dan pengetahuan mengenai bullying dari sudut pandang
pelaku. Melalui penelitian ini diharapkan film pendek ini dapat menjadi media
untuk menyampaikan pesan bahwa bukan hanya korban bullying yang perlu
diperhatikan melainkan pelaku bullying juga berhak diperhatikan. Bukan berarti
pelaku bullying dapat melakukan kekerasan dengan bebas, setiap perilaku yang dia
lakukan pasti mempunyai sebab & alasan. Selain itu, pelaku bullying juga
mendapatkan dampak dari perilakunya dan dengan adanya film pendek ini kejadian
bullying diharapkan tidak terjadi lagi.
2. Tinjauan Pustaka
Pada penelitian pertama yang berjudul “Perancangan film pendek mengenai
Bully” yang bertujuan agar masyarakat dapat lebih menghargai sesamanya, dan
menerima apapun kekurangan mereka sehingga tindakan Bully ini dapat semakin di
tekan jumlahnya. Film dalam penelitian tersebut mengambil sudut pandang orang
pertama sebagai korban, dengan teknik Point of View (P.O.V). Melalui teknik
P.O.V ini, penulis berusaha mendekatkan para penonton dengan sang karakter
utama dari film ini. Dengan adanya film pendek ini, mengingatkan kembali kepada
masyarakat bahwa adanya suatu urgensi yang perlu segera di sadari masyarakat,
bahwa dampak yang di timbulkan dari tindakan bullying dapat berdampak sangat
buruk. Berdasarkan penjelasan yang ada, penelitian tersebut memiliki persamaan
dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis dalam pembuatan film tentang
bullying yaitu dengan mengambil teknik Point Of View. Namun pada penelitian ini
penulis mengambil sudut pandang dari sisi pelaku bullying [13].
Pada penelitian yang kedua dengan judul “Studi Deskriptif Perilaku
Bullying pada Remaja” dengan subjek penelitian siswa SMP di Surabaya Timur
menemukan kurang dari 50% subjek penelitian sering dan selalu melakukan
bullying, namun seluruh subjek penelitian pernah terlibat dalam perilaku bullying.
Bentuk bullying verbal adalah bentuk perilaku bullying yang paling sering
dilakukan. Faktor keluarga, teman sebaya, dan sekolah membentuk perilaku
bullying pada remaja. Meskipun dalam persentase yang kecil bullying juga
berdampak terhadap kecenderungan depresi pada remaja, di mana depresi tersebut
berakibat adanya pikiran untuk melakukan bunuh diri dan melukai. Penelitian
3
tersebut memiliki persamaan dengan penelitian ini yaitu bagaimana
memperlihatkan perilaku bullying pada remaja, dan bentuk bullying yang
dilakukan, dalam hal ini yaitu verbal bullying [14].
Selanjutnya penelitian yang berjudul “Menunjukkan emosi yang dialami
pelaku bullying memengaruhi mereka dalam melakukan bullying”. Hasil penelitian
menunjukkan emosi yang dialami pelaku bullying mempengaruhi pelaku dalam
melakukan bullying. Setelah melakukan bullying, pelaku merasa senang dan puas
karena dapat melakukan perlawanan terhadap tekanan yang mereka terima. Di sisi
lain, pelaku mengalami emosi sedih dan tertekan setelah melakukan bullying.
Setelah melakukan bullying, pelaku merasa bersalah atau menyesal. Hasil
penelitian ini menunjukkan kurangnya kemampuan pelaku dalam mengontrol
emosi menjadi penyebab pelaku melakukan bullying. Perlu penanganan konseling
dengan teknik yang tepat untuk mengatasi emosi pelaku bullying seperti teknik
relaksasi. Penelitian tersebut mempunyai persamaan dengan penelitian yang akan
dilakukan penulis yaitu menunjukan emosi dari sisi pelaku bullying sehingga
melakukan bullying, dengan melakukan bullying pelaku merasakan kesenangan dan
di sisi lain pelaku bullying mengalami rasa bersalah dan menyesal [15].
Ketiga penelitian tersebut juga mempunyai perbedaan dengan penelitian
yang akan dilakukan penulis. Penelitian yang akan dilakukan penulis akan
mengambil dari sudut pandang pada pelaku bullying dan dampak pelaku melakukan
bullying karena pelaku bullying membutuhkan penanganan, tidak hanya melihat
dari sisi korban. Berdasarkan beberapa penelitian tersebut salah satu aksi kekerasan
yang paling sering ditemui dalam lingkungan sekolah adalah bullying. Hal ini
menjadikan kekhawatiran bagi semua pihak karena berdampak buruk bukan hanya
bagi korban tetapi juga bagi pelaku serta orang sekitar. Dengan kurangnya
kemampuan pelaku untuk melihat dari sudut pandang orang lain menyebabkan
pelaku kurang mampu melihat dan merasakan perasaan orang lain, disisi lain pelaku
membutuhkan penanganan yang tepat. Manfaat dari film yang akan dibuat dapat
digunakan untuk memengaruhi perilaku dan sikap audien secara sungguh-sungguh.
Sudut dalam membuat film pendek dalam penelitian ini menggunakan tektik P.O.V
atau mengambil sudut pandang orang pertama agar penonton dapat memahami
karakter utama, dimana dalam sudut pandang orang pertama sebagai pelaku
bullying.
Film adalah suatu bentuk komunikasi yang berupa media audio visual yang
mampu menampilkan kata-kata, bunyi, cintra, dan kombinasinya [16]. Film juga
menurut Prof.Effendy adalah medium komunikasi massa yang ampuh sekali, bukan
saja untuk hiburan, tetapi juga untuk penerangan dan pendidikan [17]. Film
mempunyai suatu dampak tertentu terhadap penonton, dampak – dampak tersebut
dapat berbagai macam seperti, dampak psikologis, dan dampak social [18].
Pesan yang terkandung dalam film timbul dari keinginan untuk
merefleksikan kondisi masyarakat dan bahkan mungkin juga bersumber dari
keinginan untuk memanipulasi. Pentingnya pemanfaatan film dalam pendidikan
sebagian didasari oleh pertimbangan bahwa film memiliki kemampuan untuk
menarik perhatian orang dan sebagian lagi didasari oleh alasan bahwa film memiliki
kemampuan mengantar pesan secara unik. Secara mendalam film merupakan alat
untuk menyampaikan sebuah pesan bagi para pemirsanya dan juga merupakan alat
4
bagi sutradara untuk menyampaikan sebuah pesan untuk masyarakatnya. Film pada
umumnya mengangkat sebuah tema atau fenomena yang terjadi di tengah-tengah
masyarakat [19].
Remaja dalam masa perkembangannya memiliki tugas-tugas
perkembangan. Menurut Havighurts ada sepuluh tugas perkembangan remaja, yaitu
mencapai hubungan sosial yang lebih matang dengan teman-teman sebayanya (baik
dengan teman sesame jenis maupun lawan jenis), dapat menjalankan peranan-
peranan sosial menurut jenis kelamin masing-masing, menerima kenyataan
(realitas) jasmaniah serta menggunakan hal tersebut seefektif mungkin dengan
perasaan puas, mencapai kebebasan emosional dari orang tua atau orang dewasa
lainnya, mencapai kebebasan ekonomi, memilih dan mempersiapkan diri untuk
pekerjaan atau jabatan, mempersiapkan diri untuk melakukan perkawinan dan
hidup berumah tangga, mengembangkan kecakapan intelektual serta konsep-
konsep yang diperlukan untuk kepentingan hidup bermasyarakat, memperlihatkan
tingkah laku yang secara sosial dapat dipertanggung jawabkan, memperoleh
sejumlah norma-norma sebagai pedoman dalam tindakan-tindakannya dan sebagai
pandangan hidupnya. Dari sepuluh tugas perkembangan ini, dapat terlihat
hubungan yang cukup erat antara lingkungan kehidupan sosial dan tugas-tugas yang
harus diselesaikan remaja dalam hidupnya [20]. Dalam aspek biologis, remaja akan
mengalami perubahan fisik secara primer dan sekunder. Dalam aspek kognitif,
remaja akan mengalami perubahan dalam pola pikirnya. Dalam aspek sosio-
emosional, remaja akan mendapat tuntutan untuk mencapai kemandirian, konflik
dengan orang tua, dan keinginan lebih banyak untuk meluangkan waktu bersama
kawan sebaya Bagi banyak remaja, pandangan kawan-kawan terhadap dirinya
merupakan hal yang paling penting [7]. Dalam prosesnya, perubahan dalam
berbagai aspek maupun tugas-tugas perkembangan yang dialami oleh remaja, tidak
selalu berjalan mulus. Remaja diperhadapkan dengan berbagai macam tantangan.
Salah satu yang menjadi fenomena di kalangan remaja sekarang, yang merupakan
tantangan dalam remaja menjalani masa transisinya, adalah perilaku bullying.
Bullying sebagai hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan ke dalam
aksi yang menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung
oleh seseorang atau kelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya
berulang, dan dilakukan dengan perasaan senang [21]. Bullying yang terjadi di
sekolah merupakan masalah serius di Indonesia dan memerlukan perhatian dari
para ilmuwan dari berbagai latar belakang pengetahuan yang berbeda untuk
menemukan solusinya. Sebuah studi melaporkan bahwa 67% siswa di kota-kota
besar di Indonesia menyatakan bahwa bullying terjadi di sekolah mereka. Banyak
laporan mengungkapkan bahwa korban bullying mengalami dampak negatif,
seperti trauma yang berkepanjangan, luka, dan kematian [22]. Masa ini dimulai
sekitar pada usia 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 tahun. Korban dan
pelaku bullying memiliki karakteristik yang khas [23]. Salah satu ciri dari bullying
adalah dilakukan secara sengaja dengan atau tanpa tujuan tertentu. Jadi, perilaku
bullying baik itu dengan alasan tertentu maupun tidak sama-sama bertujuan untuk
mendominasi korbannya agar mendapatkan kesenangan atau kepuasan dari
tindakan mereka terhadap korban [23].
5
Sudut pandang orang pertama dari karakter dan karakterisasinya memiliki
hubungan yang tidak dapat dipisahkan. Ia harus memiliki karakter dan karakterisasi
untuk mendukung apa yang diceritakan oleh cerita itu. Karakter adalah salah satu
poin penting, karena kontras dengan orang sebagai individu di dunia nyata [24].
Tokoh utama hadir sebagai pelaku dalam setiap kejadian dan konflik penting yang
mempengaruhi perkembangan plot. Ada beberapa pengertian penokohan menurut
para ahli. Penokohan menurut Jones adalah gambaran yang jelas kehidupan
sesorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita yang menyangkut masalah siapa
tokoh cerita, bagaimana perwatakan, bagaimana penempatan dan pelukisannya
dalam sebuah cerita sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas kepada
pembaca [25].
3. Metode Penelitian
Metode Penelitian yang digunakan dalam perancangan film ini adalah
metode kualitatif. Tahapan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Linier
Strategy, Gambar 1 menunjukkan tahapan dari Linier Strategy.
Gambar 1 Tahapan Linear Strategy
Tahap Identifikasi Masalah, penulis melihat bahwa perilaku bullying
merupakan masalah serius dan memerlukan perhatian khusus. Namun, seringkali
pelaku bullying tidak mendapatkan perhatian sebesar korban. Dampak dari perilaku
bullying akan melekat seumur hidup, tidak hanya pada korban namun juga pada
pelaku. Pada sudut pandang pelaku, bullying dapat disebabkan oleh banyak faktor,
sehingga perlu adanya perhatian khusus akan faktor – faktor penyebab perilaku
bullying.
Tahap Pengumpulan Data, pada tahap ini dilakukan wawancara dengan
narasumber pertama yaitu Ibu K.D. Ambarwati, M.Psi, beliau merupakan salah
seorang dosen di fakultas psikologi Universitas Kristen Satya Wacana. Dalam
wawancara tersebut, beliau menjelaskan bagaimana bullying dapat terjadi, faktor –
faktor yang mendasari perilaku bullying dan dampak yang disebabkan dari perilaku
bullying pada sudut pandang pelaku. Narasumber wawancara kedua adalah Bapak
Yohanes Tugiman, S.Pd., M.Si, yang merupakan salah seorang guru SMA di
Salatiga. Dalam wawancara yang kedua, dijelaskan bagaimana ciri – ciri dari pelaku
bullying dalam lingkungan sekolah. Dalam wawancara kedua, diambil pula data
dari dua orang siswa yang merupakan perilaku bullying dalam kehidupan sehari –
hari pada salah satu SMA di Salatiga. Analisis data dilakukan berdasarkan hasil
wawancara yang telah dilakukan, kemudian disimpulkan bahwa bullying
merupakan perilaku agresi menyerang orang lain secara fisik secara langsung
seperti memukul atau melakukan kekerasan maupun secara verbal atau tidak
langsung seperti hinaan, memaki, menyoret baju, mengasingkan, dan sebagainya.
6
Hal yang paling mendasari dari perilaku bullying adalah rasa ingin menjadi yang
paling menonjol (dominan) di lingkungannya. Timbulnya rasa bersalah dan
penyesalan dalam diri pelaku bullying adalah dampak yang dirasakan oleh para
pelaku bullying.
Tahap Perancangan Film, pada tahap ini perancangan dibagi menjadi 3
bagian yaitu, pra-produksi, produksi, dan paska-produksi. Pra-produksi dimulai
dengan pembuatan konsep cerita yang kemudian diolah menjadi sebuah treatment
yang merupakan susunan cerita per-scene dan selanjutnya di buat storyboard untuk
memberikan bayangan kepada Director dan DOP (Director of Photography) agar
proses syuting berjalan sesuai storyboard. Sudut pandang yang diambil dalam film
ini adalah bullying yang dilihat pada sudut pandang pelaku, dimana penyebab yang
mendasari bullying oleh pelaku adalah kurangnya perhatian dari orang tua dan
perasaan selalu tertindas oleh saudara kandungnya, sehingga ia mencari tempat
untuk melampiaskan amahnya, yaitu teman – teman di sekolahnya. Dalam tahap
ini, narasi dibuat agar pesan cerita dapat tersampaikan kepada para penonton.
Treatment (Susunan cerita per-scene) dari perancangan film dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1 Treatment
Scene Shot Act
Scene 1 MS, MCU,
Opening film. Adegan ini di awali dengan
melihatkan sang kakak membangunkan
Vano. Vano langsung menuruti perintah dari
kakak
Scene 2 MS Perkenalan keluarga
Scene 3 MS, WS Perkenalan sahabat di sekolah, guru yang
ada di sekolah dan prestasi yang mereka
dapatkan.
Scene 4 TS Melihatkan Vano bersama Chanra dan Misel
yang sedang di cafe
Scene 5 WS, MCU, CU Ketika Vano sampai dirumah, kakak yang
terbangun. Langsung menyuruh Vano, tapi
saat itu Vano tidak langsung menuruti, sang
kakak langsung mendorong Vano
Scene 6 Cut-In Melihatkan Vano yang mulai ada dendam
terhadap kakaknya. Didalam kelas Vano
menjadi tidak fokus
Scene 7 GS, MCU Saat Vano berjalan tiba-tiba ada
segerombolan siswa-siswa menempelkan
kertas di punggung Vano, dan ada salah satu
siswa menolong mengambil kertas yang ada
tulisan, sehingga membuat Vano teringat.
Scene 8 VWS, MS,
MCU
Ketika jam istirahat tiba Vano bertemu
dengan Fal yang menolong ia. Fal langsung
mengajak untuk ke kantin bersama dan
7
Vano mulai termotivasi dengan sosok Fal
yang kuat. Fal mengajak Vano untuk ikut
bersama ke acara.
Scene 9 CU, MCU,
TWO S, OSS
Ketika Vano sampai di rumah, sang kakak
dengan marah melihat Vano pulang malam
sehingga membuat sang kakka memukuli.
Langsung di hentikan oleh mama, dan
menyuru untuk masuk kedalam. Saat di
tanyakan sang kakak selalu menyalakan
Vano, sehingga Vano langsung masuk ke
kamar.
Scene 10 ECU Vano terbangun karena mimpi dengan
kejadian semalem, ketika kakaknya
memukuli dan menyalakan Vano
Scene 11 WS, TS, OSS Sesampai di sekolah, Vano mulai menjahili
adik kelas. Chanra mencoba untuk
menasehati Vano, tetapi Vano hanya
membanta dan melemparkan ke Chanra.
Scene 12 OSS, GS, POV Selama di kelas Vano mengganggi Chanra
mencoret dan berkata kasar. Di kelas Vano
hanya lebih sering bermain
Scene 13 TS, OSS, MS Melihatkan ada beberapa siswa yang sedang
ngobrol tiba-tiba kedorong ke arah Vano,
sehingga Vano marah dan langsung
memukuli orang tersebut. Ada satu siswa
yang langsung melaporkan kejadian tersebut
pada wali kelas
Scene 14 WS, TWO S, Papa tiba dirumah, mama langsung
menceritakan kejadian semalam. Saat Vano
pulang mama langsung menyuruh untuk
bersih-bersih, ketika di kamar adiknya
meminta tolong Vano hanya meneriaki
adiknya
Scene 15 MS, TWO S,
MS, TS, ECU
Melihatkan papa yang kaget dengan teriakan
Vano, dan Vano langsung di panggil untuk
keluar. Ketika Vano keluar langsung di
marahani di tambah saat sang kakak datang,
sang kakak langsung menyalakan Vano,
sehingga membuat Vano teriak.
Scene 16 POV, GS, MCU Adegan selanjutnya di mulai dengan
beautyshot keramain sekolah. Ketika Vano
sampai di sekolah, Vano melihat foto-
fotonya yang tersebar sehingga mulai saat
itu Vano menjadi takut.
Scene 17 MS, MCU Vano kembali di rumah yang sangat sepi,
tidak ada siapa-siapa.
8
Scene 18 MCU, MS Adegan selanjutnya Vano bangun keadaan
rumah yang masih sangat sepi. Vano tetap
bersiap kesekolah.
Scene 19 GS, MCU, CU Ketika ia sampai di sekolah, ia melihat
orang-orang yang tidak memperdulikan ia
lagi, semua menjadi takut mendekati Vano,
di kelas tidak mempunyai teman.
Scene 20 Judul film & credit tittle
Storyboard merupakan gambaran serangkaian adegan-adegan dalam
skenario yang digunakan sebagai acuan dalam setiap scene. Gambar 2
menunjukkan storyboard dari scene 1 sampai scene 20.
Gambar 2 Storyboard
Pada tahap produksi dilakukan proses pengambilan gambar (shooting) dan
pengambilan suara (voice recording). Proses shooting disesuaikan dengan
storyboard yang telah ditentukan. Pertama dilakukan pengambilan gambar. Setelah
proses pengambilan gambar selesai, dilanjutkan dengan pengambilan suara atau
narasi untuk film. Narator akan menjelaskan bagian-bagian scene di dalam film
untuk memperjelas alur cerita di dalamnya sehingga dapat mudah dipahami oleh
penonton. Selanjutnya, pada tahap paska-produksi dilakukan penyuntingan (editing)
pada gambar ataupun suara yang telah diambil. Pada proses penyuntingan, hal
pertama yang dilakukan yaitu, menyortir (editing offline) hasil-hasil gambar atau
suara yang telah didapat. Langkah selanjutnya, gambar atau suara yang telah dipilih
kemudian diolah dengan melakukan pemotongan pada hasil yang akan digunakan
dalam film nantinya.
9
Gambar 3 Proses Penyuntingan Gambar untuk Awal Cerita.
Gambar 4 Proses Penyuntingan Gambar untuk Pertengahan Cerita.
Gambar 5 Proses Penyuntingan Gambar untuk Akhir Cerita.
Proses pemotongan dibagi menjadi tiga tahap yaitu, pemotongan untuk awal
cerita, pertengahan cerita, dan akhir cerita sehingga dapat menjadi satu keseluruhan
film yang utuh. Gambar 3, Gambar 4, dan Gambar 5, secara berurutan menunjukkan
proses penyuntingan untuk awal, pertengahan, dan akhir cerita.
Berikutnya dilakukan pula pemilihan lagu latar (background music) agar
suasana dalam cerita dapat dirasakan oleh penonton. Pemilihan background music
merupakan hal penting karena dibutuhkannya keselarasan suara dengan gambar
agar suasana dalam film dapat benar-benar tersampaikan kepada penonton. Proses
pemasukan background music pada proses editing dapat dilihat pada Gambar 6.
10
Gambar 6 Pemasukan background music
Selanjutnya dilakukan proses recording (perekaman suara) untuk narasi
dalam film. Dengan adanya narasi, alur cerita dalam film dapat dipahami secara
lebih jelas. Proses recording dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Recording untuk narasi
Setelah dilakukan editing offline, penyuntingan dilanjutkan dengan editing
online yaitu proses grading dan audio mixing. Grading merupakan proses
pemantapan serta memastikan kembali bahwa hasil editing sesuai dengan
treatment. Dalam grading dilakukan pula penyesuaian warna agar terlihat lebih
kontras. Gambar 8 menunjukkan proses grading dalam penyuntingan gambar.
.
Gambar 8 Proses Grading.
Mixing Audio dilakukan untuk menghilangkan noise (suara gangguan yang
tidak diinginkan) agar suara percakapan menjadi lebih jernih. Gambar 9 merupakan
proses menghilangkan noise pada audio.
11
Gambar 9 Proses menghilangkan noise
Langkah berikutnya adalah memberikan efek suara pada setiap adegan
dalam film. Misalnya pada saat berkelahi, akan ada pemberian efek suara pukulan
ketika memukul. Proses pemberian efek pada film ditunjukkan pada Gambar 10.
Gambar 10. Pemberian Efek
Selanjutnya mengatur keras lemahnya suara pada setiap adegan dalam film,
seperti naik turunya tempo agar sesuai dengan adegan dalam film. Gambar 11
menunjukkan proses pengaturan suara.
Gambar 11 Pengaturan tempo
Proses selanjutnya dalam penyuntingan adalah pembuatan bumper (opening
dalam film) yang digunakan saat pembukaan film sebelum dimulai awal cerita.
Proses Pembuatan bumper ditunjukkan pada Gambar 12.
12
Gambar 12 Proses Pembuatan Bumper.
Setelah proses penyuntingan selesai, dilakukan tahapan rendering, yaitu
proses menggabungkan seluruh elemen agar menjadi satu kesatuan film yang utuh.
Format yang digunakan dalam proses rendering video adalah H.264 MP4. Gambar
13 menunjukkan proses rendering video.
Gambar 13 Proses Rendering
Setelah semua tahapan selesai, maka dilakukan evaluasi terlebih dahulu
untuk melihat perlu tidaknya diberi penambahan atau pengurangan pada hasil yang
sudah jadi agar film tersebut menjadi layak untuk ditayangkan.
Perancangan film pendek mengenai dampak pelaku bullying pada remaja
dengan teknik point of view, akan diimplementasikan melalui akun media sosial
seperti Youtube, sehingga masyarakat yang ingin menonton dapat lebih mudah
mengakses film tersebut. Film tersebut kemudian akan di kemas dalam bentuk CD
agar dapat dijadikan bahan referensi untuk kedepannya.
4. Hasil Pembahasan
Hasil dari Perancangan Film Pendek Mengenai Pelaku Bullying Pada Remaja
dengan Teknik Point Of View, memberikan informasi mengenai dampak dansebab
dari perilaku bullying dilihat dari sudut pandang pelaku. Gambar 14 menunjukkan
bagian pembuka (opening) dari film pendek yang dirancang.
Gambar 14 Opening.
13
Gambar 15 menunjukkan adegan dimana, Sterry (kakak Vano)
memperlakukan Vano seenaknya Sterry selalu memerintah Vano untuk melakukan
semua hal untuknya saat kedua orang tua mereka sedang berada di luar kota. Dalam
adegan ini penonton akan dibuat kasihan pada Vano, karena setiap kali orangtuanya
tidak berada dirumah, Vano selalu menjadi sasaran oleh kakaknya sendiri.
Gambar 15 Perlakuan Sang Kakak.
Pada Gambar 16 menunjukkan adegan saat kedua orang tua Vano sedang
berada di luar kota, lalu pada suatu hari Vano pulang pulang terlambat ke rumah
ketika Sterry sudah tertidur. Sterry yang merasa emosi lalu mendorong Vano karena
dia tidak mau menuruti perintah yang Sterry berikan, lalu datanglah Sonna (adik
Vano) untuk melerai mereka berdua. Adegan ini mulai memperlihatkan Vano yang
sudah tidak tahan lagi dengan kelakuan kakaknya yang selalu menyuruhnya,
sehingga Vano mulai melawan. Disini penonton akan dibuat marah ke pada kakak
Vano karena selalu memperlakukan Vano dengan senaknya, dan langsung
mengancam serta ingin memukuli Vano.
Gambar 16 Adegan saat Vano Melawan Perintah Kakaknya.
Adegan selanjutnya menceritakan kemarahan Vano yang dipicu oleh
perlakuan Sterry pada adegan sebelumnya. Vano yang merasa marah ingin sekali
membalas perlakuan kakaknya. Pada saat di sekolah Vano dijahili oleh teman-
temannya, kemudian datanglah seseorang yang menolongnya dan memberinnya
saran tentang menjadi yang dominan. Adegan tersebut ditunjukkan pada Gambar
17.
Gambar 17 Adegan Saat Vano Merasa Marah dan Berada di Sekolah.
Tampilan selanjutnya menunjukkan Vano yang menjadi tidak fokus di
dalam kelas, ketika jam istirahat Vano keluar dan bertemu bersama Fal orang yang
menolong Vano saat dijahili teman - temannya. Fal lansung mengajak Vano untuk
14
ke kantin dan Vano termotivasi untuk menjadi seperti Fal. Tampilan tersebut
ditunjukkan pada Gambar 18.
Gambar 18 Adegan saat Vano Mulai Dekat dengan Val.
Adegan selanjutnya menceritakan saat Vano sampai di rumah lalu ia
dipukuli oleh sang kakak. Sehingga mama memarahi sang kakak dan Vano. Sang
kakak selalu menyalahkan Vano, mama juga yang terlihat tidak mempercayai
Vano, sehingga Vano langsung masuk ke kamar dengan sangat marah, dan juga
dendam sehingga Vano mulai melampiaskan semua amarahanya di sekolah. Dalam
adegan ini penonton akan dibuat merasa panik karena Vano hanya diam saja ketika
kakaknya selalu menindasnya, dan juga akan membawa perasaan marah, karena
Vano melampiaskan emosinya pada teman – teman sekolahnya yang tidak bersalah,
dalam hal ini perilaku bullying dalam diri Vano dimulai. Vano memiliki pola pikir
yang keliru dimana ia harus menjadi kuat agar bisa menindas yang lemah. Adegan
tersebut ditunjukkan pada Gambar 19.
Gambar 19 Adegan saat Vano Mulai Melawan Orangtuanya dan Melakukan Tindak Bullying
Scene selanjutnya memperlihatkan Vano yang tidak dapat membalas
langsung ke kakaknya, sehingga ia melampiaskan amarhnya kepada teman-
temannya sendiri dan ia mulai menjurus kepada perilaku bullying. Chandra yang
mencoba untuk mengingatkan akan perilaku Vano, justru membuat Vano semakin
menjadi – jadi dengan emosinya. Vano sudah tidak mendengarkan siapa-siapa lagi,
bahkan Vano menindas sahabatnya sendiri di kelas. Ketika di luar kelas Vano
memukuli adik kelas yang tidak sengaja menabrak Vano. Perilaku bullying Vano
masih berlangsung, Vano yang belum puas dengan kejadian di luar lalu dia
melanjutkan perilaku tersebut didalam kelas yaitu dengan mengganggu sahabatnya
sendiri. Dalam adegan ini penonton akan dibuat merasa kasihan ketika melihat
sahabat Vano sendiri yang menjadi korban bullying Vano. Adegan tersebut dapat
dilihat pada Gambar 20.
15
Gambar 20 Perlakuan bullying di Sekolah.
Perlakuan yang dilakukan Vano termasuk jenis bullying secara verbal dan
fisik pada saat yang bersamaan. Vano menjadi kasar terhadap keluarganya, bahkan
sudah berani melawan kedua orang tuanya. Dengan akibat yang dilakukan Vano,
foto pada saat ia memukuli adik kelas tersebar, sehingga semua teman-temannya
mulai membicarakan Vano. Adegan tersebut ditunjukkan pada Gambar 21.
Gambar 21 Adegan Saat Vano Menjadi Buah Bibir.
Adegan terakhir memperlihatkan ketika semua teman-teman di sekolah
mulai menjauhi Vano. Terlebih lagi keluarganya yang sibuk dengan urusan masing-
masing membuat Vano merasa sendiri dan tidak memiliki siapa-siapa. Berada di
rumah yang sepi dan di sekolah dimana ia dijauhi teman-temannya menimbulkan
rasa pernyesalan dalam diri Vano. Rasa bersalah yang menghantui pikiran Vano
karena ia telah memotivasi orang lain untuk menjadi pelaku bullying. Vano yang
menyalahkan diri sendiri tentang semua yang telah terjadi, namun ia tidak dapat
memperbaikinya lagi. Dalam adegan terakhir ini, penonton akan dibuat merasa
sedih dan iba melihat keadaan Vano karena tidak ada lagi yang mempercayainya,
semua menjadi takut untuk berteman dengannya. Namun disisi lain penonton akan
dibuat merasa takut, apabila mereka berada diposisi Vano, ketika semua orang
menjahuinya akibat perbuatannya sendiri. Penonton juga akan dibuat marah, atas
perilaku bullying yang Vano lakukan. Adegan Terakhir ditunjukkan pada Gambar
22.
Gambar 22 Adegan Terakhir dalam Film Pendek.
Perancangan Film Pendek mengenai dampak pelaku bullying pada remaja
dengan teknik point of view, memiliki target audience berusia 12 - 18 Tahun, tingkat
SMP dan SMA serta berjenis kelamin pria dan wanita . Pengujian secara kualitatif
akan dilakukan dengan wawancara bersama Ibu K. D. Ambarwati, M.Psi. untuk
mengetahui apakah dari film ini dapat memberikan dampak secara psikologis
kepada pelaku bullying, serta apakah film ini sudah mencangkup ranah secara
psikologi. Dari hasil wawancara dengan Ibu K. D. Ambarwati, M.Psi. dampak
16
secara psikologis dari pelaku bisa dilihat dengan adanya satu penyesalan ketika
pelaku melakukan bullying. Dalam film ini penyebab perilaku bullying pada pelaku
sudah mencangkup ranah secara psikologi, tetapi untuk penyebab bullying dari
sudut pandang korban belum masuk dalam ranah psikologi karena belum terlihat.
Dari hasil wawancara dengan Ibu K. D . Ambarwati, M.Psi. , akan lebih efektif jika
film dapat memperlihatkan dampak dari korban juga, sehingga akan terlihat
pengaruh kepada korban.
Kemudian pengujian secara kualitatif juga dilakukan dengan wawancara
bersama Guru BK SMA Kristen Satya Wacana Bpk. Edhi Suyono, beliau
berpendapat bahwa makna dari ini film ini dapat dipahami, serta film tersebut dapat
menjadi media sosialisasi tentang dampak bullying. Film tersebut sudah memenuhi
kategori perpendidikan sehingga pantas untuk mengedukasi siswa SMP dan SMA
tentang bullying. Hasil wawancara bersama Bapak Edhi menyatakan bahwa film ini
mudah untuk dipahami. Film ini bisa dijadikan salah satu media sosialisasi tentang
pelaku bullying sehingga bagi para penonton yang mungkin kurang mendapatkan
perhatian dari orang tua atau lingkungan bisa memberikan sudut pandang orang lain
dalam menghadapi permasalahannya. Film ini tidak hanya ditujukan untuk
kalangan siswa SMA, melainkan juga siswa SMP.
Selanjutnya, pengujian secara kualitatif dilakukan dengan mewawancarai
Benedictus Ridho selaku videographer untuk menilai hasil film yang sudah selesai
diproduksi. Hasil yang didapatkan dari film ini sudah cukup baik. Ada beberapa
yang masih kurang yaitu dari wardrobe, pengambilan gambar yang tidak stabil
maka diberikan saran bahwa sebaiknya di beberapa scene menggunakan tripod agar
stabil. Pemilihan backsound yang dipakai sudah banyak digunakan dan untuk
dialog, disarankan untuk memilih mic yang benar-benar memperdengarkan suara
pemeran saja.
Pengujian terakhir secara kualitatif dilakukan dengan mewawancarai 5
siswa-i SMA yang suka terlihat dominan (menonjol) dari yang lain. Wawancara ini
untuk mengetahui apakah dari sudut pandang pelaku, mereka dapat memahami isi
dari film ini, memahami pesan dari film ini dengan baik, dan dapat memancing
emosi ketika menonton film ini. Didapatkan hasil wawancara siswa-i SMA, bahwa
mereka dapat memahami apa isi dari film ini, serta mendapatkan pesan yang baik
dari film tersebut. Ketika mereka menonton film ini, banyak yang ikut terbawa
suasana di dalamnya. Rasa kesal dan juga kasihan dengan korban bullying serta
pelaku bullying yang secara bersamaan merupakan korban bullying dalam
keluarganya. Untuk pesan yang didapatkan, beberapa responden menyatakan
bahwa jangan hanya melihat dari satu sisi saja dan jangan cepat mengambil
tindakan jika hanya melihat dari satu sisi, karena dampaknya tidak hanya dirasakan
oleh diri sendiri namun juga dirasakan oleh orang-orang di sekitar, dan dampak
yang ditimbulkan tidak hanya dalam jangka pendek saja, namun dapat juga
berdampak dalam kehidupan yang selanjutnya.
Kesimpulan dari seluruh pengujian adalah film ini dapat dijadikan sebagai
media sosialisasi tentang prilaku bullying. Penyampaian informasi lewat film ini
dari sudut pandang pelaku bullying dapat tersampaikan dengan baik dan dapat
dipahami dengan mudah sehingga media ini cocok untuk digunakan pada siswa.
17
5. Simpulan
Film pendek mengenai perilaku bullying ditinjau dari sudut pandang pelaku
ini dirancang dengan cerita yang kuat. Dengan demikian, film ini dapat memenuhi
unsur mendidik dan unsur menghibur dalam rangka menyampaikan pesan kepada
target penontonnya. Sebab dan dampak psikologis juga telah divisualisasikan dalam
film ini sebagai bagian dari penyampaian pesan mengenai hal negatif dari perilaku
bullying. Film ini juga telah memenuhi kriteria untuk dapat ditonton siswa SMP
dan SMA. Untuk kedepannya, penelitian ini dapat dikembangkan ke arah media
sosialisasi dampak bullying yang terintegrasi dengan berbagai bentuk dan unsur
multimedia lainnya.
Daftar Pustaka
[1] Artikel. (2018, Juli 23). Catatan KPAI Bidang Pendidikan: Kasus Bullying
Paling Banyak. Diambil dari:
https://nasional.sindonews.com/read/1324346/15/catatan-kpai-bidang-
pendidikan-kasus-bullying-paling-banyak-1532346331
[2] Artikel. (2015, Mar 15). Survei ICRW: 84% Anak Indonesia Alami Kekerasan
di Sekolah. Diambil dari: http://news.liputan6.com/read/2191106/survei-
icrw-84-anak-indonesia-alami-kekerasan-di-sekolah
[3] Tumon, M. B.A. (2014). Jurnal Psikologi: Studi Deskriptif Perilaku Bullying
pada Remaja. Surabaya: Universitas Surabaya.
[4] Control Disease Center (2014, Des 12: National Center for Injury Prevention
and Control. Bullying Suicide. http://www.cdc.gov/violencepreventio
n/pdf/bullying-suicide-translationfinal-a.pdf
[5] TimSejiwa. (2008). Bullying: Panduan bagi Orang Tua dan Guru Mengatasi
Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan. Jakarta: Grasindo.
[6] Haynie, D. L., Nansel, T., Eitel, P., Crump, A. D., Saylor, K., Yu, K. &
Simons – Morton, B. (2001). Bullies, Victims, and Bully/Victims: Distinct
Groups of At-Risk Youth. Journal of Early Adolescence, Vol. 21, No.1, p.29-
49
[7] Santrock, J. W. (2007). Remaja Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
[8] Fitri, W. (2017, Juli 21). KPAI Sarankan Lakukan Ini terhadap Para Korban
dan Pelaku Bully. Diambil dari:
http://www.tribunnews.com/nasional/2017/07/21/kpai-sarankan-lakukan-
ini-terhadap-para-korban-dan-pelaku-bully.
[9] Surilena. (2016). Perilaku Bullying (Perundungan) pada Anak dan Remaja
[10] Aji, Bayu Seno. (2011). Keefektifan Media Film Pendek dalam Pembelajaran
Menulis Cerpen pada Siswa Kelas X SMAN 1 Wadaslintang Kecamatan
Wadaslintang Kabupaten Wonosobo. Skripsi. Universitas Negeri
Yogyakarta.
18
[11] Elliot G. (2006). Film and education.New York. Chapter II, 21-
34. Philosopchical library
[12] Masterpiece. (2011). Film in the Classroom: Aguide for Teacher (Rev. Ed).
New York: WGBH Educational Foundation
[13] Cokokinarto dkk, (2013). Perancangan Film Pendek Mengenai Bully,
Universitas Kristen Petra.
[14] Junita, Mamesah dan Hidayat. (2015). Menunjukkan Emosi Yang Dialami
Palaku Bullying memenngaruhi mereka dalam melakukan bullying.
[15] Sobur. (2004, 126). Semiotika Komunika Komunikasi. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
[16] Effendy. (2003, p. 209). Effendy, Onong U. (2003). Ilmu, Teori, dan Filsafat
Komunikasi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti
[17] Handi Oktavianus (2015). Penerapan Penonton Terhadap Praktek Eksorsis
Didalam Film Conjuring, Unniversitas Kristen Petra
[18] McQuail. (2010), p. 14. McQuail, Denis, (2010). McQuail’s Mass
Communication Theory. 6th edition. California: Sage Publications.
[19] Rifai, M. S. S. (1984). Psikologi Perkembangan Remaja: Dari Segi
Kehidupan Sosial. Bandung: Bina Aksara
[20] Astuti, P. R. (2008). Meredam Bullying: 3 Cara Efektif Menanggulangi
Kekerasan. Jakarta: Grasindo.
[21] Setyawan, D. (2015, Jan 12). Mengejutkan! Bullying di Sekolah Meningkat,
Jadi Perhatian Serius Jokowi dan KPAI. Diambil dari:
http://www.kpai.go.id/berita/mengejutkan-bullying-di-sekolah-meningkat-
jadi-perhatian-serius-jokowi-dan-kpai/
[22] Brian. Jakarta: Salemba Humanika. (2012). King. Laura A. Psikologi Umum
Sebuah Pandangan Apresiatif. Terj. Marwendsdy,
[23] Olweus, D. (1993). Bullying at School: What We Know and What We Can
Do. UK: Blackwell Publishing.
[24] Jannidis, F. (2013). The Living Handbook of Narratology: Character.
Hamburg: Hamburg University Press
[25] Nurgiyantoro,B. (2013). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press