82
PERANAN WANITA, ANAK DAN REMAJA, DAN PEMUDA

PERANAN WANITA, ANAK DAN REMAJA, - … · Web viewPeningkatan kualitas kepemimpinan pemuda mempunyai sumbangan yang bermakna bagi para pemuda untuk lebih berperan aktif dan positif

  • Upload
    lenhan

  • View
    224

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

PERANAN WANITA, ANAK DAN REMAJA,DAN PEMUDA

BAB XX

PERANAN WANITA, ANAK DAN REMAJA,DAN PEMUDA

A. PENDAHULUAN

Peningkatan kualitas wanita, anak dan remaja, dan pemuda merupakan bagian tak terpisahkan dari upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Oleh karena itu, peningkatan peranan wanita, serta pembinaan anak dan remaja, dan pemuda senantiasa mendapat perhatian tinggi dalam kerangka pembangunan nasional.

Peningkatan peranan wanita dalam pembangunan telah secara khusus menjadi perhatian sejak GBHN 1978, dan dalam GBHN 1993 peran, partisipasi, dan status wanita dalam pembangunan telah mendapat tempat yang semakin mantap. Upaya peningkatan peranan wanita dalam Repelita VI diarahkan untuk mencapai kondisi kemitrasejajaran yang harmonis antara pria dan wanita dalam

XX/3

pembangunan dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan ber -negara, serta ikut melestarikan nilai-nilai Pancasila.

Pembangunan yang dilaksanakan di berbagai bidang terutama pendidikan, ketenagakerjaan, kesehatan, kependudukan dan keluarga sejahtera telah berhasil meningkatkan kualitas wanita sehingga peranannya dalam pembangunan lebih nyata. Di bidang pendidikan, makin banyak wanita yang dapat menempuh pendidikan melalui jalur sekolah yang ditunjukkan oleh makin meningkatnya rasio murid wanita terhadap pria pada berbagai jenjang pendidikan. Pada tahun 1997/98 rasio murid wanita terhadap pria di tingkat SLTP tidak termasuk MTs, SLTA tidak termasuk MA, dan Perguruan Tinggi masing-masing adalah 91,3, 84,3, dan 62,7. Rasio ini meningkat bila dibandingkan dengan tahun 1993/94, yaitu masing-masing sebesar 87,0, 84,0, dan 58,8. Sementara itu, upaya untuk memberantas tiga buta dilaksanakan melalui pendidikan luar sekolah, antara lain melalui Kelompok Belajar (Kejar) Paket A yang sebagian besar anggotanya adalah wanita. Persentase penduduk wanita usia 10 tahun ke atas yang buta huruf makin menurun yaitu dari 19,26 persen pada tahun 1993 menjadi 17,09 persen pada tahun 1996. Peningkatan derajat pendidikan wanita tersebut membawa dampak terhadap meningkatnya partisipasi wanita dalam dunia usaha. Di bidang ketenagakerjaan, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) penduduk wanita usia 10 tahun ke atas terus meningkat, yaitu dari 43,1 persen pada tahun 1993 menjadi 44,6 persen pada tahun 1997.

Di bidang kesehatan, peran wanita semakin nyata dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan dasar di puskesmas dan posyandu yang umumnya dilakukan melalui organisasi Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK). Peran wanita sebagai bidan juga semakin meningkat sehingga mendukung upaya percepatan

XX/4

penurunan angka kematian ibu melahirkan (AKI) dan angka kematian bayi dan anak di daerah perdesaan. Sampai dengan tahun 1997/98 telah ditempatkan sekitar 62 ribu bidan di hampir semua desa yang diharapkan dapat mempercepat penurunan angka kematian ibu melahirkan. Angka kematian ibu melahirkan pada tahun 1994 adalah sekitar 390 per 100.000 kelahiran hidup, menurun dari sekitar 425 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1993. Namun angka tersebut masih jauh dari sasaran akhir Repelita VI yaitu 225 per 100.000 kelahiran hidup.

Dalam bidang kependudukan dan keluarga sejahtera, wanita di samping sebagai peserta KB (akseptor), juga telah sejak lama berpartisipasi sebagai motivator KB, yang dikenal sebagai petugas lapangan KB (PLKB) dan penyuluh KB. Pada tahun 1993/94 jumlah peserta KB aktif adalah sekitar 21,5 juta pasangan usia subur (PUS), dan meningkat menjadi 26,8 juta PUS pada tahun 1997/98. Sementara itu, upaya pemberdayaan wanita untuk membantu meningkatkan ekonomi keluarga terutama yang masih berada dalam tahapan Pra-Sejahtera dan Sejahtera-I dilaksanakan melalui program Tabungan Keluarga Sejahtera (Takesra) dan Kredit Usaha Keluarga Sejahtera (Kukesra). Program Takesra telah mencakup sebanyak 11,5 juta keluarga yang tergabung dalam 504,5 ribu kelompok usaha. Sedangkan penyerapan dana Kukesra hingga Desember 1997 telah mencapai sekitar Rp. 302,5 miliar. Dalarn bidang kesejahteraan sosial, upaya meningkatkan taraf hidup fakir miskin dilakukan melalui pembinaan kelompok usaha bersama (KUBE), yang terdiri dari 10 KK yang anggotanya sebagian besar adalah wanita. Pada tahun 1997/98 keluarga miskin yang telah dibina berjumlah sekitar 30,4 ribu KK yang tersebar di 714 desa di luar desa IDT di seluruh Indonesia, atau bertambah sebanyak 8,8 ribu KK dari jumlah keluarga miskin yang dibina pada tahun 1993/94.

XX/5

Wanita Indonesia juga aktif berpartisipasi dalam berbagai bentuk kerjasama internasional. Pada tahun 1994 Indonesia menjadi tuan rumah Konperensi Asia Pasifik Tingkat Menteri II mengenai Wanita dalam Pembangunan. Melalui konperensi tersebut telah dihasilkan Deklarasi Jakarta untuk Kemajuan Wanita di Asia Pasifik, yang berisi 10 bidang kritis yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) meningkatnya feminisasi kemiskinan, (2) ketidaksetaraan peluang dan partisipasi perempuan dalam kegiatan ekonomi, (3) pengakuan yang tidak sama terhadap peran dan kepedulian perempuan dalam pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam, (4) ketidaksetaraan peluang kepada kekuasaan dan pengambilan keputusan, (5) pelanggaran hak asasi perempuan, (6) ketidaksetaraan dan kekurangan akses kepada kesehatan, (7) ketidaksetaraan dan kekurangan peluang kepada pendidikan dan melek aksara, (8) potret negatif perempuan dalam media, (9) kurangnya mekanisme untuk mendorong kemajuan perempuan, dan (10) kurangnya pengakuan terhadap peran perempuan dalam menciptakan perdamaian. Di samping itu, Indonesia juga telah berpartisipasi dalam Konperensi Dunia IV tentang Wanita pada tanggal 4-5 September 1995 di Beijing, Cina.

Dalam upaya meningkatkan kemitrasejajaran antara pria dan wanita dalam Repelita VI dikembangkan indikator jender dan statistik wanita. Indikator jender adalah untuk dapat mengukur keberhasilan pembangunan berwawasan jender dalam pembangunan berbagai sektor.

Pembinaan anak dan remaja pada Repelita VI adalah untuk meningkatkan kualitas anak dan remaja, baik dari segi pendidikan, kesehatan, sosial budaya, maupun aspek-aspek lainnya. Di bidang pendidikan, pelaksanaan Program Wajib Belajar Sembilan Tahun

XX/6

telah berhasil meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) untuk SD dan SLTP. Peningkatan pendidikan anak dan remaja ini antara lain didukung pula oleh adanya Gerakan Nasional Orang Tua Asuh (GN-OTA) serta tabungan pendidikan. Derajat kesehatan dan gizi anak juga makin meningkat yang ditunjukkan oleh menurunnya angka kematian bayi dan jumlah prevalensi Kekurangan Energi dan Protein (KEP). Pada tahun 1997, angka kematian bayi mencapai 52 per seribu kelahiran, yang berarti mengalami penurunan dari 58 per seribu kelahiran pada tahun 1993. Sementara itu, pada tahun 1995 prevalensi KEP telah mencapai 35 persen, atau menurun dari 41,7 persen pada tahun 1992. Upaya tersebut akan dilanjutkan dan ditingkatkan antara lain melalui Program Makanan Tambahan bagi Anak Sekolah (PMT-AS) dan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Untuk mencapai bebas polio pada tahun 2000, Pekan Imunisasi Nasional (PIN) dilaksanakan selama tiga tahun berturut-turut sejak tahun 1995.

Selain upaya-upaya di atas, pembinaan anak dan remaja juga mencakup upaya-upaya perlindungan dan pengawasan anak dan remaja, antara lain melalui penyebarluasan dan pemasyarakatan Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990 mengenai Ratifikasi Konvensi Hak-hak Anak, penyempumaan hukum anak, tata cara peradilan anak, serta penyempumaan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang perlindungan terhadap anak yang terpaksa bekerja. Sementara itu, dalam rangka mencegah kenakalan dan penyalahgunaan obat terlarang di kalangan remaja, ditingkatkan pengawasan atas peredaran obat-obat terlarang dan psikotropika secara terpadu antara pemerintah, masyarakat, dan pengusaha.

Pembinaan dan pengembangan pemuda bertujuan untuk meningkatkan kualitas pemuda sebagai generasi penerus perjuangan

XX/7

bangsa yang mandiri, tangguh, dan ulet, serta mampu melestarikan nilai-nilai luhur bangsa. Kualitas pemuda merupakan faktor yang sangat penting bagi peningkatan peran sertanya dalam pembangunan di berbagai bidang baik sosial, ekonomi, politik, budaya, dan hankam.

Dalam Repelita VI peningkatan kualitas pemuda ditunjukkan antara lain dengan makin banyaknya pemuda yang menempuh pendidikan yang tercermin dalam APK SLTA termasuk Madrasah Aliyah (MA) dan APK Perguruan Tinggi termasuk perguruan tinggi agama (PTA) yang pada tahun 1997/98 masing-masing telah mencapai 40,3 persen dan 13,4 persen. Angka partisipasi tersebut baik untuk SLTA dan Perguruan Tinggi telah melampaui sasaran tahun keempat Repelita VI.

Sejalan dengan makin tingginya derajat pendidikan pemuda, juga telah meningkat kesempatan bagi pemuda untuk mengikuti berbagai program pelatihan.

Fungsi pemuda sebagai pelopor pembangunan bangsa antara lain diperankan melalui keterlibatannya dalam membangun masyarakat miskin, antara lain masyarakat di desa-desa tertinggal dalam rangka pengentasan kemiskinan. Dalam hal ini, para pemuda aktif berperan sebagai pendamping program IDT. Pada tahun 1997/98, telah ditempatkan sekitar 4.000 sarjana pendamping purna waktu (SP2W) di perdesaan sebagai pendamping program IDT. Di samping itu, berkembangnya Karang Taruna di berbagai daerah terutama di perdesaan menunjukkan semakin meningkatnya kepedulian dan tanggung jawab pemuda terhadap pembangunan masyarakat dilingkungan wilayahnya. Untuk mendukung upaya pengembangan kewiraswastaan Karang Taruna, selama empat tahun

XX/8

Repelita VI telah diberikan bantuan paket sarana usaha dan pelatihan kepada sekitar 12.000 Karang Taruna.

Melalui kegiatan olah raga pemuda memberikan sumbangan yang berarti bagi citra dan keharuman nama bangsa Indonesia. Pada tahun 1997, tercatat berbagai prestasi olahraga yaitu: juara umum pada Sea Games XIX di Jakarta, juara dunia angkat besi, dan sebagainya yang tidak lain adalah peran pemuda. Tidak kalah pentingnya adalah peranserta pemuda dalam misi-misi kesenian ke berbagai negara untuk turut memperkenalkan kekayaan seni budaya bangsa.

Sebagai generasi penerus perjuangan bangsa, para pemuda senantiasa berupaya meningkatkan kualitas kepemimpinan, kecintaan tanah air, dan wawasan internasional. Sehubungan dengan itu, dalam Repelita VI kegiatan diskusi antarorganisasi pemuda, napak tilas jejak pahlawan, dan pertukaran pemuda antarpropinsi dan antarnegara terus meningkat. Peningkatan kualitas kepemimpinan pemuda mempunyai sumbangan yang bermakna bagi para pemuda untuk lebih berperan aktif dan positif dalam pembangunan politik.

Di samping itu, kesadaran keagamaan di kalangan pemuda juga menunjukkan peningkatan yang cukup bermakna, seperti kegiatan pengajian dan pendalaman nilai-nilai keagamaan di kalangan remaja masjid serta sarasehan agamawan muda yang pesertanya terus meningkat dari tahun ke tahun. Jumlah pemuda yang mengikuti serasehan agamawan muda meningkat teruss dari sekitar 80 orang pada tahun 1993/94 menjadi sekitar 330 orang per tahunnya dalam Repelita VI. Sejalan dengan itu, pemuda juga berperan serta dalam mengikuti pelatihan motivator dalam upaya menanggulangi bahaya penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang di kalangan anak dan remaja, dan pemuda sendiri.

XX/9

B. PERANAN WANITA

1. Sasaran, Kebijaksanaan, dan Program Repelita VI

Sasaran peningkatan peranan wanita dalam Repelita VI adalah meningkatnya taraf pendidikan wanita, antara lain ditunjukkan oleh makin menurunnya jumlah penduduk wanita yang menderita tiga buta (buta aksara Latin dan angka, buta bahasa Indonesia, dan buta pengetahuan dasar); meningkatnya derajat kesehatan wanita termasuk keluarganya; meningkatnya kualitas dan produktivitas tenaga kerja wanita dan makin sempurna dan mantapnya perlindungan tenaga kerja wanita, termasuk hak dan jaminan sosialnya; meningkatnya peran ganda wanita dalam pembinaan keluarga dan peran sertanya yang aktif di masyarakat secara serasi dan seimbang; berkembangnya iklim sosial budaya yang lebih mendukung upaya mempertinggi harkat dan martabat wanita; dan makin mantapnya organisasi wanita dan makin aktif peranannya dalam pembangunan.

Dalam rangka mencapai sasaran peningkatan peranan wanita dalam Repelita VI, ditempuh berbagai kebijaksanaan, yaitu: meningkatkan kualitas wanita sebagai sumber daya pembangunan; meningkatkan kualitas dan perlindungan tenaga kerja wanita; meningkatkan peran ganda wanita dalam keluarga dan masyarakat; mengembangkan iklim sosial budaya yang mendukung kemajuan wanita; serta membina kelembagaan dan organisasi wanita.

Berbagai kebijaksanaan tersebut dituangkan dalam program peningkatan peranan wanita yang kegiatan-kegiatannya dilaksanakan secara terpadu dengan program pembangunan bidang lainnya dan didukung oleh peran serta masyarakat.

XX/10

2. Pelaksanaan dan Hasil Pembangunan sampai dengan Tahun Keempat Repelita VI

Dalam kurun waktu Repelita VI (1994/95 - 1997/98) dilaksanakan kegiatan-kegiatan peranan wanita yang meliputi: a) peningkatan kualitas wanita sebagai sumber daya pembangunan; b) peningkatan kualitas dan perlindungan tenaga kerja wanita; c) peningkatan peran ganda wanita dalam keluarga dan masyarakat; d) pengembangan iklim sosial budaya yang mendukung kemajuan wanita; dan e) pembinaan kelembagaan dan organisasi wanita.

a. Peningkatan Kualitas Wanita sebagai Sumber Daya Pembangunan

Kualitas wanita sebagai sumber daya pembangunan diupayakan untuk terus meningkat sehingga wanita dapat berperan sebagai mitrasejajar pria dalam pembangunan, antara lain melalui pendidikan baik di sekolah maupun di luar sekolah; peningkatan derajat kesehatan dan gizi; serta peningkatan kesejahteraan keluarga.

Di bidang pendidikan, program wajib belajar pendidikan dasar enam tahun dalam PJP I, yang dilanjutkan dengan program wajib belajar pendidikan dasar sembilati tahun sejak awal Repelita VI, telah memberikan kesempatan yang lebih luas bagi wanita untuk mengikuti pendidikan dasar. Pada tahun 1997/98 rasio murid wanita terhadap pria di tingkat SLTP tidak termasuk MTs, SLTA tidak termasuk MA, dan Perguruan Tinggi masing-masing adalah 91,3, 84,3, dan 62,7. Rasio ini meningkat bila dibandingkan dengan tahun 1993/94, yaitu masing-masing sebesar 87,0, 84,0, dan 58,8 (Tabel XX-1). Selanjutnya, untuk memberantas tiga buta dilaksanakan pendidikan luar sekolah antara lain melalui Kelompok Belajar (Kejar)

XX/11

Paket A yang sebagian besar pesertanya adalah wanita. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 1996, persentase penduduk wanita umur 10 tahun ke atas yang buta huruf adalah 17,09 persen, menurun dibandingkan tahun terakhir Repelita V yaitu sebesar 19,26 persen.

Dalam bidang kesehatan, perbaikan derajat kesehatan dan gjzi wanita dilakukan terutama melalui kegiatan pelayanan kesehatan dasar bagi ibu hamil dan menyusui. Pelayanan kesehatan dasar secara teratur diselenggarakan di puskesmas dan posyandu yang dikelola oleh masyarakat, terutama organisasi Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK). Sampai dengan tahun keempat Repelita VI jumlah posyandu telah mencapai 257,0 ribu buah, atau bertambah sebanyak 6,7 ribu buah dari jumlah posyandu pada tahun 1993/94. Di samping itu percepatan penurunan angka kematian ibu melahirkan dan angka kematian bayi dan anak di daerah perdesaan diupayakan melalui penempatan bidan di desa dan pembinaan serta pelatihan dukun bayi. Sampai dengan tahun keempat Repelita VI telah ditempatkan sekitar 62 ribu bidan PTT di seluruh desa. Selain tenaga bidan, peranan dukun bayi juga cukup penting untuk memperluas cakupan pelayanan kesehatan bagi ibu hamil dan melahirkan. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1994 menunjukkan angka kematian ibu melahirkan sekitar 390 per 100.000 kelahiran hidup, yang berarti menurun dibandingkan tahun 1993 yaitu sekitar 425 per 100.000 kelahiran hidup. Namun dibanding dengan sasaran akhir Repelita VI, yaitu 225 per 100.000 kelahiran hidup, masih jauh lebih tinggi. Hal ini antara lain disebabkan oleh masih rendahnya tingkat pendidikan wanita terutama di daerah perdesaan, masih rendahnya status gizi ibu hamil, masih terbatasnya akses dan kualitas pelayanan persalinan di daerah terpencil dan sulit terjangkau, serta masih banyaknya wanita

XX/12

perdesaan yang memeriksakan dan melahirkan anaknya dengan pertolongan dukun yang tidak terlatih dan tidak memenuhi syarat.

Di bidang kependudukan dan keluarga sejahtera, wanita telah sejak lama berpartisipasi sebagai motivator KB. Petugas KB bersama-sama dengan bidan di desa memiliki peran penting dalam kegiatan pelayanan KB. Pada tahun keempat Repelita VI sebanyak 4,3 juta pasangan usia subur (PUS), dengan hampir 99 persen di antaranya adalah. wanita, berhasil diajak menjadi peserta KB baru. Di samping itu, kegiatan pembinaan akseptor KB untuk tetap ber-KB (peserta KB aktif) terus dilakukan dan hingga tahun 1997/98 telah mencapai 26,8 juta PUS. Jumlah peserta KB aktif diharapkan akan terus meningkat hingga mencapai sasaran akhir Repelita VI yaitu 27,1 juta PUS.

Sementara itu, upaya pemberdayaan wanita untuk membantu meningkatkan ekonomi keluarga terutama yang masih berada dalam tahapan Pra-Sejahtera dan Sejahtera-I dilaksanakan melalui program Tabungan Keluarga Sejahtera (Takesra) dan Kredit Usaha Keluarga Sejahtera (Kukesra). Program Takesra telah mencakup sebanyak 11,5 juta keluarga yang tergabung dalam 504,5 ribu kelompok usaha. Sedangkan penyerapan dana Kukesra hingga Desember 1997 telah mencapai sekitar Rp. 302,5 miliar. Dalam bidang kesejahteraan sosial, upaya meningkatkan taraf hidup fakir miskin dilakukan melalui pembinaan kelompok usaha bersama (KUBE) terdiri dari 10 KK di mana anggotanya sebagian besar adalah wanita. Pada tahun 1993/94 keluarga miskin yang telah dibina berjumlah sekitar 21,6 ribu KK yang tersebar di 474 desa di luar desa IDT di seluruh Indonesia, meningkat menjadi 30,4 ribu KK di 714 desa pada tahun 1997/98.

XX/13

b. Peningkatan Kualitas dan Perlindungan Tenaga Kerja Wanita

Peningkatan kualitas tenaga kerja wanita (nakerwan) dan perlindungan bagi nakerwan dan keluarganya diupayakan melalui berbagai kegiatan pelatihan untuk meningkatkan keahlian, keterampilan, dan etos kerja produktif, serta perlindungan terhadap hak-hak tenaga kerja wanita. Sasaran utama kegiatan-kegiatan tersebut adalah wanita. dari keluarga berpenghasilan rendah.

Upaya peningkatan pendidikan dan keterampilan wanita antara lain dilakukan melalui pelatihan keterampilan berusaha sebagai upaya memperluas kesempatan kerja wanita yang sampai dengan tahun keempat Repelita VI telah mencakup sebanyak 12.760 orang wanita di daerah perdesaan. Di samping itu juga diberikan bantuan modal usaha kepada 803 kelompok belajar usaha wanita. Di bidang perkoperasian, sampai dengan tahun 1997/98 telah dilaksanakan penyuluhan dan pelatihan bagi kelompok wanita yang meliputi kegiatan usaha pertanian, perdagangan, dan industri kecil dan rumah tangga. Di bidang pertanian, banyak wanita berperanserta dalam kegiatan Pembinaan dan Peningkatan Pendapatan Petani-Nelayan Kecil (P4K). Kegiatan ini diselenggarakan bagi kelompok petani -nelayan kecil (KPK) yang sebagian besar adalah KPK wanita. Sejak dimulainya pada tahun 1988 sampai dengan tahun keempat Repelita VI, kegiatan P4K telah mencakup hampir 57 ribu KPK yang sebagian besar di antaranya yaitu sekitar 67 persen adalah KPK wanita.

Upaya peningkatan kualitas nakerwan di sektor informal antara lain dilakukan melalui kegiatan terpadu bagi para wanita pedagang kecil eceran, yang dalam pelaksanaan Repelita VI sampai dengan

XX/14

tahun keempat telah berhasil membina 5.450 wanita pedagang. Di samping itu upaya peinbinaan juga dilakukan melalui kegiatan temu usaha, konsultasi usaha, serta konsultasi teknis, yang dalam kurun waktu yang sama telah membina sebanyak 9.380 wanita pedagang.

Dalam rangka meningkatkan perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja, pengupahan, pengembangan karier, kesejahteraan tenaga kerja wanita, dan jaminan sosial bagi tenaga kerja wanita dan keluarganya, dalam Repelita VI dilanjutkan kegiatan pemantauan terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai upah minimum dan jam kerja maksimum, dan kesehatan kerja di sektor informal, serta penetapan upah minimum regional (UMR) di 27 propinsi dan Otorita Pulau Batam. Perlindungan bagi- wanita yang bekerja malam hari di perusahaan sejak dimulainya pada tahun 1995/96 sampai dengan tahun 1997/98 telah mencakup sebanyak 7.842 perusahaan. Selanjutnya, penyuluhan tenaga kerja wanita di sektor formal yang dilaksanakan pada tahun 1996/97 dan 1997/98 telah meliputi sebanyak 1.0.480 perusahaan. Sampai dengan tahun keempat Repelita VI telah dilakukan pelatihan keterampilan bagi 1.603 pelatih di tingkat pusat dan 5.010 kader pelatih di tingkat lapangan. Pelatih dan kader pelatih tersebut selanjutnya memberikan pembinaan keterampilan serta penyuluhan pentingnya pemberian air susu ibu (ASI) dan pengelolaan tempat penetipan anak (TPA) bagi para pengelola TPA dan nakerwan, baik di berbagai perusahaan dan industri maupun di sektor informal. Sementara itu dalam kurun waktu yang sama juga telah diberikan penyuluhan ASI secara langsung kepada 2.640 nakerwan yang bekerja di sektor informal.

XX/15

c. Peningkatan Peran Ganda Wanita dalam Keluarga dan Masyarakat

Peningkatan peranan wanita dalam keluarga dan masyarakat diarahkan bagi terciptanya kemitrasejajaran yang harmonis antara pria dan wanita dalam membina keluarga maupun dalam peran aktif di masyarakat. Peran wanita dalam keluarga ditingkatkan antara lain melalui penyuluhan dan bimbingan keterampilan untuk meningkatkan pendapatan keluarga dan pembinaan tumbuh kembang anak balita. Sementara itu, peran wanita dalam masyarakat dilakukan melalui peningkatan berbagai aktivitas wanita di berbagai sektor pembangunan.

Upaya meningkatkan peran wanita dalam meningkatkan pendapatan keluarga dilakukan antara lain melalui kegiatan bimbingan dan bantuan berusaha sendiri dalam bentuk Usaha Swadaya Wanita Desa (USWD) sebagai bagian dari pembangunan kesejahteraan sosial. Pada tahun 1997/98 telah diberikan bimbingan keterampilan usaha bagi 2.500 wanita di tingkat propinsi, meningkat dari 1.282 orang pada tahun 1993/94. Selain itu, dalam periode yang sama juga dilakukan kegiatan bimbingan keterampilan kerja bagi 2.769 wanita usia 15-29 tahun di daerah rawan sosial ekonomi untuk mencegah masalah sosial ekonomi dari wanita muda.

Upaya meningkatkan kemampuan ibu dan anggota keluarga dalam membina pertumbuhan dan perkembangan anak balita dilakukan antara lain melalui kegiatan kelompok bina keluarga balita (BKB). Dalam Repelita VI kegiatan tersebut dilanjutkan dan sampai dengan tahun 1997/98 .telah dilaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi 570 orang kader BKB. Di samping itu, kegiatan posyandu terus

XX/16

ditingkatkan melalui kegiatan imunisasi bagi ibu hamil, usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK), dan penyuluhan tentang pentingnya imunisasi bagi anak balita dan pentingnya air susu ibu (ASI) bagi pertumbuhan dan perkembangan anak balita. Kegiatan-kegiatan tersebut dilaksanakan di seluruh propinsi hingga tingkat desa.

Sejalan dengan itu, dilanjutkan kegiatan diversifikasi pangan dan gizi melalui pemanfaatan pekarangan rumah dalam bentuk penyebarluasan paket teknologi pekarangan berupa bibit, benih (sayuran, buah-buahan, ikan dan temak unggas), dan sarana produksi di 27 propinsi. Sampai dengan tahun keempat Repelita VI telah diberikan bantuan paket serupa bagi sekitar 127 ribu wanita tani di daerah perdesaan.

Sementara itu peran wanita dalam masyarakat terus ditingkatkan melalui berbagai aktivitas wanita untuk mendukung pembangunan di daerahnya. Kegiatan tersebut dilaksanakan antara lain melalui wadah PKK, KB, dan posyandu. Melalui gerakan PKK, wanita berperan aktif dalam membina kesejahteraan keluarganya, sedangkan dalam kegiatan posyandu, wanita terlibat secara aktif dalam pemberian pelayanan kesehatan, imunisasi, dan perbaikan gizi keluarga. Di bidang Keluarga Berencana (KB), peran wanita adalah sebagai peserta dan motivator KB.

d. Pengembangan Iklim Sosial Budaya yang Mendukung Kemajuan Wanita

Iklim sosial budaya yang mendukung kemajuan wanita, terutama dalam wujud dukungan masyarakat kepada upaya terciptanya kemitrasejajaran pria dan wanita yang harmonis dalam pembangunan, diperlukan agar wanita dapat lebih berpartisipasi

XX/17

dalam pembangunan. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai kegiatan yang mencakup penataan hukum dan perundang-undangan dan kegiatan komunikasi, informasi, dan. edukasi (KIE) mengenai jender.

Upaya penataan hukum dan perundang-undangan bertujuan untuk mengembangkan kesadaran tentang hak dan kewajiban wanita dengan memasyarakatkan undang-undang dan peraturan yang melindungi hak-hak wanita dan kewajibannya dalam aspek-aspek perkawinan, perceraian, serta tata cara kerja bagi pekerja wanita, seperti jam kerja malam dan pemutusan hubungan kerja karena menikah, hamil, dan melahirkan.

Untuk menyebarluaskan makna kemitrasejajaran pria dan wanita maka dilakukan kegiatan KIE mengenai jender melalui media massa, antara lain melalui operasi penerangan motivator juru penerang wanita dan operasi penerangan peningkatan motivator wanita Kelompencapir. Sampai dengan tahun keempat Repelita VI telah dibina sebanyak 1.411 kelompencapir wanita.

Selanjutnya, untuk menyebarluaskan informasi mengenai statistik wanita di Indonesia telah dipublikasikan buku “Profil Kedudukan dan Peranan Wanita Indonesia Tahun 1995” oleh Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita bekerja sama dengan Biro Pusat Statistik. Di samping itu untuk mensosialisasikan perencanaan pembangunan dengan menggunakan pendekatan jender, maka sejak tahun 1996 telah diupayakan pembentukan indikator jender menurut sektor yang proses pembentukannya melibatkan seluruh instansi dan sektor pembangunan. Indikator jender tersebut ditujukan untuk mengukur keberhasilan pembangunan Repelita VI serta untuk mempersiapkan Repelita VII yang mengandung wawasan

XX/18

kemitrasejajaran pria dan wanita yang harmonis dengan pendekatan jender.

e. Pembinaan Kelembagaan dan Organisasi Wanita

Pembinaan kelembagaan dan organisasi wanita dilakukau untuk memantapkan fungsinya dalam berpartisipasi dalam pembangunan. Pembinaan ini antara lain mencakup pembinaan kelompok PKK, Pusat Studi Wanita (PSW) dan pembinaan tim pengelola Program Peranan Wanita (P2W). Selain upaya pembinaan tersebut, dilanjutkan pula kegiatan-kegiatan yang mendukung perencanaan pembangunan yang berwawasan jender dan partisipasi wanita dalam berbagai kegiatan internasional.

Kegiatan wanita di daerah perdesaan diselenggarakan melalui kelompok Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan posyandu. Selama kurun waktu Repelita VI jumlah kelompok PKK serta posyandu di tanah air berkembang dengan pesat hingga telah mencakup seluruh desa dan kelurahan yang ada di Indonesia. Di tingkat propinsi hingga desa, pembinaan kelembagaan P2W dilakukau melalui Tim Pengelola P2W- yang dibentuk berdasarkan Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1995 tentang Peningkatan Peranan Wanita dalam Pembangunan di Daerah. Di samping itu juga dibentuk Pusat Studi Wanita (PSW) di perguruan tinggi yang merupakan mitra pemerintah dalam merumuskan program P2W serta berperan aktif dalarn memecahkan masalah-masalah wanita dalam pembangunan di daerahnya. Sampai dengan tahun keempat Repelita VI, telah terbentuk 72 PSW yang tersebar di seluruh perguruan tinggi di Indonesia. Sementara itu di tingkat nasional organisasi -organisasi wanita terus berperan melalui wadah Kongres Wanita Indonesia (Kowani).

XX/19

Dalam rangka kerjasama internasional mengenai wanita, Indonesia telah berpartisipasi aktif dalam Konperensi Dunia IV tentang Wanita tahun 1995 di Beijing, Cina. Konperensi tersebut diikuti oleh 189 negara. Konperensi tersebut menghasilkan beberapa kesepakatan yang dituangkan dalam sebuah deklarasi beserta kerangka tindaknya, yang disebut Beijing Declaration and Platform for Action. Selanjutnya, untuk menjabarkan 12 kesepakatan tersebut, pada awal tahun 1996 diselenggarakan "Semiloka Nasional Pemantapan Kemitrasejajaran Pria dan Wanita Dalam Rangka Pelaksanakan Konperensi Dunia IV tentang. Wanita" di Jakarta.

C. PEMBINAAN ANAK DAN REMAJA

1. Sasaran, Kebijaksanaan, dan Program Repelita VI

Sasaran pembinaan anak dan remaja dalam Repelita VI adalah meningkatnya anak yang mempunyai status gizi dan kesehatan yang baik; meningkatnya jumlah anak dan remaja yang mengikuti pendidikan dasar sembilan tahun; meningkatnya minat baca dan belajar di kalangan anak dan remaja; terpelihara dan terbinanya anak yang kurang beruntung dan terlantar; menurunnya tingkat kenakalan remaja dan terhindamya anak dan remaja dari bahaya penyalahgunaan obat terlarang, zat adiktif, dan narkotika; serta meningkatnya kesadaran dan peran orang tua dalam mendidik dan membina anak dan remaja, terutama dalam keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan budi pekerti luhur.

Untuk mencapai sasaran tersebut, Repelita VI menetapkan suatu kebijaksanaan pembinaan anak dari remaja yaitu, meningkatkan status gizi dan kesehatan; meningkatkan pendidikan; menumbuhkan

XX/20

wawasan iptek; menumbuhkan dan meningkatkan idealisme dan patriotisme; meningkatkan kemampuan menyesuaikan diri dengan masyarakat dan lingkungan; meningkatkan peran keluarga dan masyarakat dalam pembinaan anak dan remaja; serta meningkatkan pembinaan dan perlindungan hukum anak dan remaja.

2. Pelaksanaan dan Hasil Pembangunan sampai dengan Tahun Keempat Repelita VI

Sejak ditetapkannya pembinaan anak dan remaja sebagai sektor pembangunan tersendiri dalam Repelita VI, upaya pembinaan anak dan remaja menjadi lebih efektif, semakin terarah dan terkoordinasikan. Hal ini tercermin dari keikutsertaan dan dukungan program lainnya seperti program dalam sektor kesehatan, pendidikan, kesejahteraan sosial, dan program-program lainnya yang menunjang pencapaian sasaran dan pelaksanaan program pembinaan anak dan remaja. Perhatian, peranserta, dan tanggung jawab keluarga beserta masyarakat dalam program anak dan remaja juga semakin meningkat selama pelaksanaan Repelita VI. Wujud nyata peningkatan tersebut adalah semakin banyaknya keluarga dan lembaga-lembaga dalam masyarakat di perdesaan dan perkotaan yang terlibat dalam pembinaan anak dan,remaja baik melalui gerakan nasional orang tua asuh (GN-OTA), tabungan pendidikan, serta melalui sarana dan wadah lainnya. Perkembangan kinerja program pembinaan anak dan remaja juga didukung oleh makin baiknya data mengenai situasi dan kondisi anak dan remaja.

a. Peningkatan Status Gizi dan Kesehatan

Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan status gizi dan kesehatan bayi, anak balita, serta remaja. Upaya peningkatan

XX/21

status gizi bagi bayi dan anak balita terutama dilaksanakan melalui posyandu yang kegiatannya antara lain meliputi penyuluhan dan pelayanan gizi, pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak balita melalui kartu menuju sehat (KMS), peningkatan penggunaan air susu ibu (ASI), dan pembinaan kebiasaan makanan yang sehat dan bermutu gizi sejak usia dini. Sampai dengan tahun keempat Repelita VI, jumlah posyandu yang melaksanakan kegiatan peningkatan status gizi dan kesehatan telah mencapai 257,0 ribu posyandu, meningkat dari tahun 1993/94 yaitu sebanyak 244,8 ribu posyandu.

Upaya peningkatan status gizi sekaligus penurunan angka putus sekolah dan tinggal kelas anak didik SD/MI di perdesaan dilaksanakan melalui Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS). Makanan tambahan yang disediakan tersebut sekurang-kurangnya mengandung 300 kalori dan 5 gram protein serta diberikan paling sedikit tiga hari dalam seminggu selama 9 bulan waktu belajar efektif Sebagai pelengkap PMT-AS, setiap anak didik juga diberikan obat cacing setiap 6 bulan sekali sehingga konsumsi makanan tambahan tersebut menjadi lebih efektif. Setelah sebelumnya diuji cobakan oleh Departemen Kesehatan bersama-sama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, pada tahun 1996/97 PMT-AS dicanangkan menjadi program nasional yang terpadu dan lintas sektor. Pada tahun 199G/97 PMT-AS baru mencakup lebih dari 2,3 juta anak di 18.518 SD/MI yang tersebar di 14.445 desa tertinggal (IDT) di 175 kabupaten yang berada di 21 propinsi luar Jawa dan Bali. Dengan dukungan Intruksi Presiden No. 1 tahun 1997 tanggal 15 Januari 1997, pada tahun 1997/98 PMT-AS diperluas ke semua propinsi dan mencakup sebanyak 7,2 juta murid di 49.539 SD/MI negeri maupun swasta, yang tersebar di 26.421 desa IDT, di 297 kabupaten. Pada tahun 1998/99 kegiatan PMT-AS akan terus

XX/22

diperluas sehingga jumlah keseluruhan murid SD/MI yang dapat tercakup dalam PMT-AS akan mencapai 8,8 juta orang di 28.376 desa IDT. Selain itu, mengingat bahan pokok makanan tambahan dalam PMT-AS adalah hasil pertanian desa setempat atau desa sekitarnya serta. Dalam pelaksanaannya melibatkan peran serta orang tua murid dan masyarakat setempat, PMT-AS juga merupakan upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat desa.

Peningkatan derajat kesehatan anak dan remaja dilaksanakan melalui kegiatan pelayanan kesehatan baik di dalam maupun di luar sekolah. Di lingkungan sekolah, pelayanan kesehatan diselenggarakan melalui kegiatan usaha kesehatan sekolah (UKS) yang meliputi penjaringan masalah kesehatan, pemeriksaan kesehatan dan pencegahan penyakit berupa imunisasi. Sedangkan pelayanan kesehatan di luar sekolah diberikan melalui pelayanan kesehatan luar biasa dan pelayanan kesehatan remaja yang berupa konseling dan penyuluhan kesehatan. Pekan Imunisasi Nasional (PIN) diselenggarakan untuk mencapai bebas Polio pada tahun 2000 dan sekaligus untuk meningkatkan kesehatan bagi anak balita. Sampai dengan tahun 1997/98 PIN telah mencakup sebanyak 23,9 juta balita.

Sebagai hasil dari berbagai kegiatan pembinaan anak remaja tersebut di atas, derajat kesehatan serta status gizi yang ditunjukkan oleh angka kematian bayi dan kurang energi protein semakin membaik. Angka kematian bayi diperkirakan mengalami penurunan dari 58 per seribu kelahiran pada tahun 1993 menjadi 52 per seribu kelahiran pada tahun 1997. Demikian pula prevalensi kurang energi dan protein (KEP) pada anak balita cenderung mengalami penurunan dari sebesar 41,7 persen pada tahun 1992 menjadi 35 persen pada tahun 1995. Pada tahun 1998/99, prevalensi KEP ini diharapkan akan menjadi 30 persen.

XX/23

b. Peningkatan Pendidikan

Peningkatan pendidikan dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas anak dan remaja yang bercirikan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, cerdas, kreatif, berdisiplin, serta sehat jasmani dan rohani. Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan anak dan remaja antara lain dilakukan upaya-upaya Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun, pendidikan agama dan budi pekerti luhur serta kegiatan seperti pramuka, Karang Taruna, OSIS, kesenian dan kegiatan keagamaan.

Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun memberikan kesempatan anak dan remaja untuk memperoleh pendidikah yang lebih tinggi sehingga partisipasi pendidikan tingkat SD dan SLTP dapat meningkat. Pada tahun 1997/98 angka partisipasi kasar (APK) tingkat SDMII mencapai 113,6 persen, sedangkan APK tingkat SLTP termasuk MTs pada tahun yang sama mencapai 72,5 persen, meningkat dari masing-masing 110,4 persen dan 43,4 persen pada tahun 1993/94. Gangguan kesehatan, kekurangan gizi, dan terutama rendahnya kemampuan ekonomi keluarga merupakan penyebab utama anak dan remaja tidak bersekolah atau putus sekolah sehingga APK terutama tingkat SLTP belum dapat mencakup seluruh anak dan remaja: Sehubungan dengan permasalahan tersebut, program IDT yang disertai dengan PMT-AS dapat mendorong kemampuan ekonomi keluarga dan diharapkan mampu mengatasi permasalahan anak dan remaja tidak bersekolah dan putus sekolah.

Pendidikan agama dan budi pekerti luhur bagi anak dan remaja diselenggarakan antara lain melalui kegiatan perkemahan

XX/24

keagamaan, penyuluhan keagamaan, penyediaan buku bacaan keagamaan dan pesantren kilat remaja SLTP. Selain itu, sebanyak 300 paket naskah model penanaman budi pekerti luhur dan berbagai buku cerita kepahlawanan telah disebarluaskan kepada anak dan remaja di berbagai penjuru Indonesia selama empat tahun pertama pelaksanaan Repelita VI.

c. Penumbuhan Wawasan Iptek

Penumbuhan wawasan iptek anak dan remaja dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman, kesadaran, pemanfaatan, penguasaan dan pengembangan iptek sesuai dengan usia dan tahap perkembangannya. Hal ini dilaksanakan dengan memberikan kesempatan bermain bersama yang menumbuhkan daya cipta bagi balita; menumbuhkan minat baca, menulis, berhitung, seni, budaya, daya cipta, analisis, prakarsa dan kreasi bagi anak usia sekolah; dan meningkatkan dan membudayakan minat baca dan belajar bagi remaja.

Upaya menumbuhkan daya cipta bagi balita dilaksanakan melalui penyediaan alat permainan edukatif (APE) dan pedoman belajar pendidikan prasekolah bagi lembaga-lembaga pendidikan prasekolah. Sementara itu, dalam rangka menumbuhkan wawasan iptek bagi anak dan remaja, dalam Repelita VI telah diselenggarakan sayembara penyusunan cerita ilmiah bergambar dan hasil sayembara tersebut telah disebarluaskan kepada anak usia sekolah. Untuk meningkatkan minat membaca dan belajar para anak dan remaja, dalam Repelita VI sernua upaya di atas diperkuat dengan penyediaan taman bacaan dan perpustakaan keliling di perdesaan di seluruh propinsi. Untuk menumbuhkan dan menggairahkan anak dan remaja dalam meningkatkan wawasan iptek, selain setiap tahun

XX/25

diselenggarakan lomba karya remaja, pada tahun 1994/95 telah didirikan Pusat Peragaan Ilmu dan Teknologi di Taman Mini Indonesia Indah.

d. Penumbuhan dan Peningkatan Idealisme dan Patriotisme

Upaya menumbuhkan dan meningkatkan idealisme, patriotisme dan wawasan kebangsaan terhadap anak dan remaja dilakukan dengan menanamkan rasa cinta tanah air, disiplin dan kemandirian sejak anak usia sekolah. Upaya tersebut terutama diselenggarakan melalui kegiatan kepramukaan berupa penyelenggaraan kepanduan, pelatihan instruktur/pembina pramuka, serta bantuan pengadaan peralatan kepramukaan. Upaya menanamkan rasa cinta tanah air dilakukan antara lain melalui kegiatan wisata remaja dan kirab remaja yang diikuti oleh perwakilan remaja dari seluruh propinsi dan wakil-wakil remaja dari negara sahabat. Untuk meningkatkan kualitas kegiatan wisata remaja, sampai dengan tahun keempat Repelita VI telah disusun dan disebarluaskan buku pedoman Wisata Remaja kepada anak dan remaja di 27 propinsi. Kegiatan lainnya yang ditujukan untuk meningkatkan idealisme, patriotisme dan wawasan kebangsaan selama empat tahun Repelita VI adalah Forum Dialog Anak (FDA). Pada tahun 1995 bersamaan dengan perayaan Hari Anak Nasional, diselenggarakan FDA yang berupa dialog antara anak dengan tokoh dan pejuang RI. Pada tahun sebelumnya, dilakukan dialog antara anak dengan anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan dengan polisi untuk makin mengakrabkan anak dengan petugas hukum.

XX/26

e. Peningkatan Kemampuan Menyesuaikan Diri dengan Masyarakatdan Lingkungan

Peningkatan kemampuan anak dan remaja dalam menyesuaikan diri dengan masyarakat dan lingkungannya dimaksudkan untuk membudayakan hidup bermasyarakat sedini mungkin. Salah satu kegiatannya adalah memberikan kesempatan bermain bersama bagi balita dengan mengutamakan permainan tradisional yang bercirikan budaya Indonesia. Sementara itu bagi anak usia sekolah dan remaja, upaya-upaya tersebut di atas dilanjutkan dengan penumbuhan kesadaran hidup bermasyarakat dan peningkatan kepekaannya terhadap lingkungan.

Salah satu kegiatan pembinaan anak dan remaja yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan menyesuaikan diri adalah pengembangan tempat penitipan anak (TPA) dan kelompok bermain melalui pelatihan petugas, penyediaan peralatan, penyusunan dan penyebarluasan profil panti sosial TPA dan kelompok bermain. Sampai dengan tahun 1997/98, telah dilatih sebanyak 270 orang petugas TPA dan 270 orang petugas kelompok bermain. Jumlah TPA sampai dengan 1997/98 adalah 733 buah, yang berlokasi di 15 propinsi; yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI. Yogyakarta, Jawa Timur, DI. Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan Bengkulu.

Salah satu bentuk pembinaan remaja yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran lingkungan adalah “wisata remaja cinta lingkungan” bagi remaja di lingkungan OSIS yang diselenggarakan setiap tahun sejak awal Repelita VI. Selain itu, untuk lebih meningkatkan pemahaman dan tindak nyata remaja dalam pelestarian

XX/27

lingkungan hidup, setiap tahun dalam Repelita VI diselenggarakan "Jambore Kependudukan dan Lingkungan Hidup" yang diikuti oleh wakil-wakil organisasi kepramukaan dari seluruh propinsi di Indonesia.

Di samping itu juga dilakukan pembentukan kelompok sadar wisata remaja (Pokdarwis) di tiap propinsi, yang diharapkan dapat membantu dalam pengembangan, pengelolaan, serta menjaga kelestarian kawasan wisata di daerah. Hal ini didukung pula dengan kegiatan wisata pengenalan dan lomba kreativitas wisata remaja serta pelatihan keterampilan sebagai tenaga pembantu pariwisata untuk remaja, sebagai upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kepariwisataan remaja.

f. Peningkatan Peranan Keluarga dan Masyarakat

Peningkatan peran keluarga dan masyarakat dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan orang tua dan keluarga, meningkatkan dan memperluas dukungan lembaga pendidikan sekolah dan luar sekolah, meningkatkan partisipasi masyarakat serta mendorong dunia usaha dalam pembinaan anak dan remaja. Pendalaman pengetahuan dan peningkatan keterampilan bagi para ibu mengenai pendidikan dan pengasuhan anak balita yang baik dan benar dilaksanakan melalui kelompok-kelompok bina keluarga balita (BKB). Dengan bertambahnya jumlah ibu yang memiliki bekal pengetahuan dan keterampilan tersebut, diharapkan secara merata, mereka dan keluarganya mampu mendidik dan mengasuh anak balitanya sejak dini agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang berkualitas.

XX/28

Sebagai hasil dorongan dan kerja sama antara keluarga, masyarakat dan pernerintah dalarn pembinaan anak dan remaja, peran serta masyarakat luas termasuk Ikatan Dokter Indonesia (IDI), GN-OTA, dan Forum Komunikasi Pembinaan dan Pengembangan Anak Indonesia (FKPPAI) selama Repelita VI. IDI membimbing dalam perancangan dan pembuatan alat pantau tumbuh kembang anak balita. Dengan alat pantau tersebut, keluarga yang memiliki anak balita dapat memantau perkembangan dan pertumbuhan balitanya setiap saat sehingga permasalahan balita yang mungkin timbul dapat teratasi sedini mungkin. GN-OTA, sebagai salah satu wujud kesetiakawanan sosial dan pertama kali dicanangkan pada tanggal 20 Mei 1996, telah dapat menggugah masyarakat untuk menjadi orang tua asuh bagi murid-murid yang tidak mampu di seluruh penjuru Indonesia. Hanya dalam dua tahun pelaksanaannya, gerakan ini telah berhasil membantu sekitar 500 ribu orang anak asuh. Selain itu, pada akhir tahun 1995/96 FKPPAI telah menyelenggarakan Musyawarah Nasional II yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya pembinaan dan pengembangan anak dan remaja.

g. Pembinaan dan Perlindungan Hukum Anak dan Remaja

Pembinaan dan perlindungan hukum bagi anak dan remaja bertujuan untuk melindungi anak dan remaja dari perlakuan atau tindakan yang tidak sesuai dengan atau membahayakan bagi anak dan remaja baik secara fisik maupun kejiwaan. Dalam Repelita VI, kegiatan ini antara lain meliputi perlindungan terhadap anak-anak yang terpaksa bekerja dan perlindungan terhadap berbagai bentuk diskriminasi dan hukuman yang tidak mendukung proses tumbuh kembang anak.

XX/29

Perlindungan bagi anak yang terpaksa bekerja ditujukan untuk melindungi dan mengawasi terhadap hal yang membahayakan keselamatan dan masa depan anak tersebut. Upaya perlindungan ini berupa pembatasan jam kerja tidak lebih dari 4 jam sehari, tidak mempekerjakan mereka pada malam hari, pemberian waktu dan kesempatan kepada mereka untuk mengikuti pendidikan, dan pelaksanaan pemberian upah sesuai dengan Upah Minimum Regional (UMR) setempat. Untuk meningkatkan kualitas pengawasan dan memperluas pengawasan, dalam Repelita VI diselenggarakan pelatihan peningkatan pengelolaan bagi tenaga pengawas ketenagakerjaan khususnya mereka yang menangani anak yang terpaksa bekerja.

Dalam upaya awal untuk mengurangi anak yang terpaksa bekerja pada Repelita VI ditingkatkan penyediaan data mengenai aspek-aspek anak yang terpaksa bekerja. Pada tahun 1994/95 telah dilakukan pendataan jumlah tenaga kerja anak. Sebagai hasil berbagai program pembangunan terutama dengan adanya upaya pembinaan anak dan remaja, persentase anak yang terpaksa bekerja terus menurun. Berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS), jumlah anak usia 10-14 tahun yang terpaksa bekerja telah menurun dari 2,2 juta orang pada tahun 1993 menjadi 1,8 juta orang pada tahun 1996. Sebagian besar anak yang terpaksa bekerja adalah pekerja keluarga dan mereka terpaksa bekerja karena rendahnya kemampuan ekonomi.

Peningkatan perlindungan terhadap anak dan remaja dari berbagai bentuk diskriminasi dan hukuman yang tidak mendukung proses tumbuh kembang anak dilakukan antara lain melalui penyebarluasan dan pemasyarakatan Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990 tentang ratifikasi konvensi hak anak. Selain itu dalam

XX/30

Repelita VI juga dilaksanakan serangkaian kajian dan penyempurnaan hukum tentang anak. Pelaksanaan kajian, penyempurnaan, penyebarluasan, dan pemasyarakatan hukum anak dilakukan antara lain melalui temu karya penjabaran konvensi PBB dan Hukum Nasional, penyusunan dan penyebarluasan panduan penyuluhan hukum tentang anak, serta kajian penyempurnaan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang perlindungan terhadap anak yang terpaksa bekerja dan Wajib Belajar. Pada kurun waktu pelaksanaan Repelita VI ini juga telah disusun Rancangan Undang-Undang tentang tata cara penyelenggaraan sidang peradilan untuk anak yang dibedakan dengan peradilan pidana dan perdata bagi orang dewasa. Dalam rangka mencegah dan mengurangi kenakalan dan penyalahgunaan obat terlarang dan narkotika di kalangan remaja, telah dikeluarkan UU No. 7 Tahun 1997 tentang pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam pemberantasan peredaran gelap narkotika dan psikotropika tahun 1988. Pelaksanaan pengawasan peredaran obat-obat terlarang dan psikotropika juga terus ditingkatkan secara terpadu antara Badan Koordinasi Pelaksana (Bakolak) bekerjasama dengan masyarakat dan pengusaha.

D. PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN PEMUDA

1. Sasaran, Kebijaksanaan, dan Program dalam Repelita VI

Sasaran pembinaa dan pengembangan pemuda dalam Repelita VI adalah meningkatnya pengetahuan dan keterampilan pemuda serta kemampuannya untuk memanfaatkan, mengembangkan, dan menguasai iptek; meningkatnya partisipasi pemuda dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berlandaskan Pancasila; meningkatnya rasa kesetiakawanan sosial,

XX/31

serta kepedulian pada lingkungan sosial dan lingkungan hidup; meningkatnya kualitas pemuda sebagai pewaris nilai-nilai luhur budaya bangsa yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa; dan meningkatnya kualitas kepemimpinan pemuda sebagai kader penerus cita-cita perjuangan bangsa.

Untuk mewujudkan berbagai sasaran tersebut di atas kebijaksanaan pembinaan dan pengembangan pemuda dalam Repelita VI meliputi: (1) meningkatkan perluasan kesempatan bagi pemuda untuk memperoleh pendidikan dan pelatihan; (2) meningkatkan peranserta pemuda dalam pembangunan; (3) meningkatkan kepeloporan dan kepemimpinan pemuda dalam pembangunan; dan .(4) meningkatkan kelembagaan dan organisasi kepemudaan.

Atas dasar sasaran dan kebijaksanaan pembinaan dan pengembangan pemuda tersebut di atas, ditempuh berbagai kegiatan program-program pembangunan secara lintas bidang dan lintas sektor.

2. Pelaksanaan dan Hasil Pembangunan sampai dengan Tahun Keempat Repelita VI

Hasil-hasil pelaksanaan program pembinaan dan pengem-bangan pemuda sampai dengan tahun keempat Repelita VI dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Peningkatan Kesempatan Memperoleh Pendidikan

Upaya meningkatkan kesempatan memperoleh pendidikan melalui jalur formal dapat terlihat dari angka partisipasi kasar (APK) SLTA

XX/32

maupun APK Perguruan Tinggi (PT). Pada tahun 1997/98 APK SLTA, termasuk Madrasah Aliyah (MA) dan APK Perguruan Tinggi, termasuk Perguruan Tinggi Agama (PTA), masing-masing adalah 40,3 persen dan 13,4 persen. Angka partisipasi tersebut telah melampaui sasaran tahun keempat Repelita VI.

Dari APK tersebut tampak bahwa masih banyak pemuda yang belum menikmati pendidikan metalui jalur sekolah terutama karena kesulitan ekonomi, Dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka diselenggarakan pendidikan melalui jalur luar sekolah. Upaya. tersebut antara lain dilaksanakan melalui berbagai pembinaan dan pelatihan di balai latihan kerja (BLK) yang telah ada di seluruh propinsi.

b. Peningkatan Peranserta Pemuda dalam Pembangunan

Peningkatan peranserta pemuda dalam pembangunan meliputi peningkatan peranserta pemuda di bidang politik dan organisasi, penumbuhan semangat kewiraswastaan, pembinaan olah raga, pengembangan seni dan budaya, peningkatan peranserta di bidang hankam, pemantapan perilaku keagamaan, serta perlindungan dari penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang.

Upaya untuk meningkatkan peranserta pemuda dalam kehidupan berpolitik dan berorganisasi antara lain ditempuh melalui peningkatan pendidikan politik. Sampai dengan tahun keempat Repelita VI jumlah peserta yang mengikuti pendidikan politik adalah sekitar 3.800 orang setiap tahunnya, meningkat dari sekitar 860 orang pada akhir Repelita V. Dalam Repelita VI melalui KNPI telah diselenggarakan berbagai pelatihan kepemimpinan organisasi

XX/33

pemuda dengan jumlah peserta rata-rata sebanyak 1.045 orang setiap tahunnya. Selain itu, sampai dengan tahun keempat Repelita VI telah diselenggarakan diskusi antarorganisasi pemuda dengan pemerintah yang bertujuan untuk menambah wawasan para pemuda dengan jumlah peserta sebanyak 8.385 orang.

Dalam rangka penumbuhan semangat kewiraswastaan pemuda sampai dengan tahun keempat Repelita VI antara lain telah dilaksanakan pembinaan dan pelatihan keterampilan pengelolaan koperasi pemuda di 27 propinsi dengan jumlah peserta kumulatif sebanyak 6.600 orang. Kegiatan lainnya adalah mengadakan bimbingan melalui penataran, konsultasi, penyuluhan, temu wicara, dan magang tentang usaha perdagangan. Selanjutnya dalam menanggulangi kecenderungan pengangguran di kalangan pemuda terdidik, pada tahun 1996/97 telah dikembangkan kawasan industri bagi pemuda terdidik. Sebagian dari kawasan industri akan disediakan bagi kaum muda terdidik sebagai lokasi untuk mendirikan usaha.

Pemuda berperan besar dalam bidang olah raga. Pembibitan olah ragawan berbakat di Pusat-Pusat Pendidikan dan Latihan Olah Ragawan Pelajar (PPLP) meningkat jumlahnya dari 250 orang pada tahun 1993/94 menjadi 749 orang pada tahun 1997/98. Upaya tersebut telah memungkinkan meningkatnya prestasi dalam berbagai cabang olah raga baik di tingkat nasional maupun internasional. Dalam Repelita VI, cabang-cabang olah raga yang meningkat prestasinya sehingga dapat membangkitkan kebanggaan nasional antara lain adalah: catur, tenis, bulu tangkis, panahan, tinju, dayung, dan angkat besi. Prestasi Indonesia sebagai juara umum pada Sea Games XIX di Jakarta tahun 1997 tidak terlepas dari peranserta pemuda.

XX/34

Dalam rangka menumbuhkan daya cipta kreatif bagi pemuda sehingga dapat memperkukuh jati diri dan kepribadian bangsa, meningkatkan kebanggaan nasional, serta memperkukuh persatuan dan kesatuan, dibuka dan diperluas kesernpatan untuk mengembangkan minat seni dan budaya. Selama empat tahun Repelita VI telah diselenggarakan antara lain: pagelaran seni di taman budaya di tingkat propinsi sebanyak 459 kali, di tingkat kabupaten 641 kali, pernberian bantuan peralatan kesenian 480 unit, penyelenggaraan pameran seni sebanyak 317 kali, pengiriman misi kesenian ke luar negeri, termasuk festival persahabatan Indonesia -Jepang di Tokyo pada tahun 1997.

Upaya peningkatan peran serta pemuda dalam bidang pertahanan keamanan diarahkan untuk meningkatkan ketahanan nasional dan wawasan kebangsaan. Kegiatan yang dilaksanakan antara lain melalui penataran kewaspadaan nasional (Tarpadnas) dan pelatihan kader bela negara. Dalam Repelita VI telah dilaksanakan Tarpadnas bagi 718 orang dan pelatihan kader bela negara sebanyak hampir 3.000 orang.

Pernbinaan pemuda dalam memantapkan perilaku keagamaan bertujuan agar melalui pendekatan keagamaan, kegiatan dan kreativitas pemuda dapat lebih diarahkan pada hal-hal yang bermanfaat baik bagi diri pribadi masing-masing maupun bagi keluarga dan masyarakat. Meningkatnya hasrat pemuda mengenai perilaku keagamaan tercermin dengan meningkatnya peserta yang mengikuti sarasehan agamawan muda. Sampai dengan tahun keempat Repelita VI jumlah peserta yang mengikuti sarasehan ini adalah 330 orang per tahunnya, meningkat dari sekitar 80 orang pada akhir Repelita V.

XX/35

Selain itu, dalam upaya melindungi anak dan remaja dari penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang, dilakukan pelatihan bagi para pemuda sebagai motivator untuk meningkatkan upaya menanggulangi penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang. Pada Repelita VI setiap tahunnya lebih dari 800 pemuda mengikuti pelatihan motivator tersebut.

c. Peningkatan Kepeloporan dan Kepemimpinan Pemuda dalam Pembangunan

Peningkatan jiwa kepeloporan dan kepemimpinan pemuda, diarahkan agar pemuda memiliki jiwa kejuangan, keperintisan, kepekaan terhadap lingkungan, disiplin, dan sikap mandiri, serta kepedulian sosial yang tinggi. Kegiatan yang dilakukan antara lain melalui penempatan sarjana pendamping puma waktu (SP2W); pertukaran pemuda antarpropinsi dan antarnegara; dan napak tilas jejak pahlawan; serta pengembangan. Karang Taruna.

Selama empat tahun Repelita VI telah dikerahkan sekitar 4.000 orang SP2W dari berbagai disiplin ilmu di desa-desa tertinggal sebagai pendamping kelompok IDT. Penempatan pemuda pelopor tersebut diharapkan akan mampu mendorong dan memberikan motivasi bagi masyarakat dalam mengembangkan usaha-usaha pertanian, perikanan, peternakan, dan usaha-usaha ekonomi produktif lainnya sesuai dengan kondisi setempat. Kegiatan tersebut juga telah menumbuhkan kepedulian dan kesetiakawanan sosial pemuda yang lebih tinggi.

Selain itu, untuk mendorong pemuda dalam kepeloporannya di bidang ekonomi dan meningkatkan kepernimpinan pemuda dalam pembangunan masyarakat terutama di tingkat akar rumput, antara

XX/36

lain terus dilakukan berbagai pelatihan dalam rangka pengembangan Karang Taruna yang disertai dengan bantuan paket sarana usaha. Pada tahun 1993/94, bantuan dan pelatihan tersebut diberikan kepada 2.900 Karang Taruna dan selama empat tahun Repelita VI kepada 12.000 Karang Taruna. Selanjutnya pada tahun 1998/99 direncanakan pelatihan bagi 3.100 Karang Taruna dan bantuan modal kerja bagi 1. 100 Karang Taruna.

Sebagai upaya untuk meningkatkan rasa cinta tanah air serta semangat persatuan, kesatuan, dan persaudaraan antarpemuda, dilaksanakan kegiatan napak tilas jejak pahlawan dan pertukaran pemuda antarpropinsi maupun antarnegara. Dalam Repelita VI kegiatan napak tilas diikuti sekitar 2.225 orang setiap tahunnya. Sedangkan pertukaran pemuda antarpropinsi dan antarnegara masing dengan jumlah peserta sekitar 1.500 orang dan 132 orang setiap tahunnya.

d. Peningkatan Kelembagaan dan Organisasi Kepemudaan

Peningkatan kelembagaan dan organisasi kepemudaan bertujuan untuk memantapkan peran dan fungsi kelembagaan serta mekanisme kerja organisasi, sehingga dapat memperkukuh peran pemuda sebagai generasi penerus bangsa yang mempunyai jiwa kejuangan, wawasan kebangsaan, dan kecintaan tanah air yang tinggi.

Kegiatan yang dilaksanakan dalam Repelita VI antara lain meliputi pembinaan organisasi dan bantuan sarana bagi organisasi KNPI, dan organisasi kepramukaan, serta organisasi kepemudaan. Dalam rangka itu ditingkatkan dan dikembangkan kegiatan pelatihan

XX/37

bagi para pemimpin organisasi kepemudaan serta berbagai diskusi yang membahas berbagai masalah kepemudaan dan kebangsaan. Selanjutnya, dalam mendukung kegiatan-kegiatan tersebut sampai dengan tahun keempat Repelita VI telah disebarkan sekitar 53 ribu eksemplar buku pedoman kepemudaan yang meningkat dari sekitar 33 ribu eksemplar selama Repelita V.

E. PENUTUP

Dalam Repelita VI pembangunan peranan wanita, anak dan remaja, dan pemuda sebagai bagian dari upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia secara umum telah menunjukkan berbagai kemajuan yang dapat memperkukuh landasan bagi pembangunan tahap selanjutnya. Berbagai sasaran yang ditetapkan dalam Repelita VI dapat tercapai walaupun dalam pelaksanaannya dihadapi banyak masalah dan kendala.

Dalam Repelita VI peranan wanita dalam berbagai bidang pembangunan menunjukkan peningkatan sejalan dengan meningkatnya derajat pendidikan dan kesejahteraan wanita. Dalam Repelita VI berbagai upaya yang telah dilakukan antara lain adalah : a) penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya peran wanita sebagai mitra sejajar pria; b) peningkatan derajat kesehatan dan gizi wanita termasuk pengetahuan tentang kesehatan reproduksi pada remaja puteri; c) peningkatan derajat pendidikan wanita, baik melalui jalur sekolah inaupun luar sekolah; dan d) peningkatan perlindungan bagi tenaga kerja wanita. Upaya membangun peranan dan kemampuan wanita harus dilanjutkan dan ditingkatkan dalam tahap pembangunan selanjutnya, oleh karena masih ada sikap dan pandangan dalam masyarakat yang kurang

XX/38

menempatkan wanita sesuai dengan kodrat, harkat, dan martabatnya serta kedudukannya sebagai mitra sejajar pria. Selain itu masih banyak wanita yang menderita kurang gizi terutama pada kelompok wanita hamil dan menyusui yang mengakibatkan masih tingginya angka kernatian ibu melahirkan dan angka kematian bayi.

Pembinaan anak dan remaja sebagai upaya awal untuk membentuk sumber daya manusia yang handal dan berkualitas telah ditingkatkan melalui berbagai kegiatan di berbagai sektor pembangunan. Selama Repelita VI peningkatan kualitas anak dan remaja ditunjukkan antara lain oleh menurunnya angka kematian bayi dan prevalensi anak balita yang menderita kekurangan gizi, meningkatnya jumlah anak dan remaja, yang dapat menempuh pendidikan pada tingkat SD,. dan SLTP. Namun di balik kemajuan-kemajuan tersebut, masih dihadapi beberapa masalah yang memerlukan upaya yang lebih sungguh-sungguh untuk mengatasinya dalam mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang makin berkualitas. Pertama, masih tingginya anak putus sekolah terutama karena keterbatasan kemampuan sosial ekonomi keluarga; kedua, masih banyaknya anak usia sekolah yang terpaksa bekerja; ketiga, masih banyaknya anak terlantar terutama di kota-kota besar; keempat, masih banyaknya kasus kenakalan anak dan remaja, dan kelima perlunya ditingkatkan perlindungan hukum bagi anak dan remaja.

Dalam upaya mengatasi berbagai masalah tersebut dalam tahap pembangunan selanjutnya perlu dilanjutkan dan ditingkatkan kegiatan-kegiatan seperti berikut: (a) penrberian bea siswa bagi anak yang kurang mampu dari segi ekonomi, antara lain melalui gerakan orang tua asuh, dan tabungan pendidikan; (b) peningkatan tata cara sidang peradilan bagi anak; (c) penyuluhan bagi perusahaan-

XX/39

perusahaan agar tidak mempekerjakan anak di bawah usia kerja; (d) pengawasan yang lebih ketat untuk peredaran minuman keras dan obat terlarang; (e) pembinaan keagamaan bagi anak dan remaja, baik melalui jalur sekolah dan luar sekolah; dan (f) peningkatan peran orang tua dan masyarakat dalam pembinaan dan pendidikan bagi anak dan remaja.

Pembinaan dan pengembangan pemuda sebagai generasi penerus perjuangan bangsa juga menunjukkan kemajuan yang ditunjukkan oleh meningkatnya peranan pemuda dalam berbagai bidang pembangunan baik ekonomi, sosial, budaya, dan politik maupun hankam. Kepedulian dan kesetiakawanan sosial pemuda terwujud dan terbina melalui keikutsertaannya dalam berbagai program kepeloporan dan pengentasan kemiskinan antara lain sebagai sarjana pendamping purna waktu (SP2W) di desa-desa IDT.

Walaupun secara umum peran pemuda dalam pembangunan menunjukkan peningkatan, sejalan dengan makin tingginya derajat pendidikan pemuda, namun menghadapi era globalisasi yang permasalahannya akan makin berat dan kompleks, banyak tantangan masih harus dihadapi. Tantangan yang paling utama adalah memperluas kesempatan mengikuti pendidikan dan pelatihan serta untuk memperoleh pekerjaan. Di tahun-tahun yang akan datang, persoalan yang makin besar akan dihadapi dalam pengangguran pemuda terdidik. Pengangguran pemuda terdidik, selain dikhawatirkan dapat menjadi potensi bagi timbulnya berbagai masalah sosial baik di perdesaan maupun di perkotaan, juga merupakan penghamburan sumber daya yang tercurahkan bagi pendidikan mereka, baik sumber daya keluarga, masyarakat maupun negara. Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan keterampilan teknis dan manajemen serta mengembangkan jiwa kewiraswastaan di

XX/40

kalangan pemuda dan ketersediaan bekal modal perlu terus ditingkatkan. Melalui upaya tersebut, para pemuda diharapkan menjadi kader yang mandiri dan handal bagi pembangunan masa depan bangsa dan negara.

XX/41

TABEL XX - 1PERKEMBANGAN INDIKATOR KEMAJUAN WANITA TERHADAP PRIA

1992193, 1993194, 1994/95- 1997/98

Akhir Repelita VIRepelita V

No. Indikator 1992/93 1993/94 1994/95 1995/96 1996/97 1997/98 2)

1. Jumlah murid sekolah (ribu)SD : Pria 13.559,0 13.617,2 13.522,7 13.461,8 13.368,4 13.302,9

Wanita 12.781,0 12.702,7 12.658,8 12.486,8 12.386,7 12.378,5Rasio 94,3 93,3 93,6 92,8 92,7 93,1

SLTP : Pria. 3.024,6 3.073,1 3.298,3 3.619,8 3.969,2 4.119,9

Wanita 2.551,8 2.673,2 2.901,6 3.227,2 3.602,1 3.759,6Rasio 84,4 87,0 88,0 89,2 90,8 91,3

SLTA : Pria 2.069,5 2.041,2 2.069,1 2.286,3 2.465,6 2.663,8

Wanita 1.697,2 1.714,6 1.820,1 1.925,8 2.068,4 2.246,5Rasio 82,0 84,0 88,0 84,2 83,9 84,3

PT : Pria 1.199,2 1.286,8 1.375,3 1.439,9 1.539,0 1.807,5Wanita 594,8 756,6 854,5 904,1 946,8 1.132,4Rasio 49,6 58,8 62,1 62,8 61,5 62,7

2. Angka Harapan Hidup (tahun) ¹)Pria 60,4 60,8 61,2 61,5 61,9 62,3Wanita 64,2 64,5 64,9 65,3 65,7 66,1

1) Angka proyeksi2) Angka sementara sampai dengan Desember 1997

XX/42