6
Jurnal Bahan Alam Indonesia ISSN 1412-2855 Vol. 3, No. 1, Januari 2004 165 PERANAN POPULASI TANAMAN TERHADAP PRODUKTIVITAS BANGLE (Zingiber purpureum Roxb.) Mono Rahardjo, Rosita SMD, Sudiarto dan Kosasih Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Abstract One of the problems in cultivating purple ginger (Zingiber purpureum Roxb.) is the still limited availability of cultivation technologies. The objective of this experiment was to find out appropriate cultivation technology for increasing of purple ginger rhizome associated with population density per unit of area. Field experiment was conducted during May 2001 to March 2002 at Bogor Latosol soil type. A randomized block design with eight of levels plant population i.e. 24, 30, 36, 40, 45, 50, 60 and 75 plants/9 m 2 and three replications were used in this experiment. The results indicated that population of 50 plants/9 m 2 or equivalent to 38 450 plant/ha (plant spacing of 60 x 30 cm) significantly produced the highest productivity of simplisia. The increasing of plant population from 50 plants/9 m 2 to 60 and 75 plant/9 m 2 was not significantly increased simplisia yield. Based on the results, the population of 50 plants/9 m 2 or equivalent to 3 8450 plants/ha is recommended for purple ginger cultivation under Bogor soil condition and other places similar to such conditions.. Keyword: Zingiber purpureum Roxb, plant population, productivity PENDAHULUAN Bangle (Zingiber purpureum Roxb.) sinonim (Z. cassumunar), keluarga Zingiberaceae termasuk penghasil bahan baku obat alami yang permintaannya meningkat setiap tahun, baik untuk industri obat tradisional (OT) maupun untuk bahan ekspor. Simplisia rimpang bangle termasuk 14 besar yang digunakan oleh industri OT dan kosmetika tradisional. Permintaan simplisia rimpang bangle untuk industri OT meningkat dari 200 ton pada tahun 1988 menjadi 280 ton pada tahun 1998 (1). Data tersebut belum termasuk yang digunakan untuk industri kosmetika tradisional dan yang diekspor sebagai minyak atsiri. Rimpang bangle berwarna kuning pucat, beraroma kuat (khas), dan rasanya agak pahit dan agak pedas. Kandungan zat berkhasiat pada bangle adalah minyak atsiri 1,8% atas dasar bahan kering, mengandung 42 komponen antara lain sabinen, terpinen-4-ol, seskuifeladren, sineol, asam dan gom, asam-asam organik dan albuminoid serta kurkuminoid (casumin A,B,C) (2). Sintesa kimia casumin A dan B pada saat ini telah berhasil dilakukan dari O-vanillin (3). Hasil penelitian lainnya melaporkan bahwa rimpang bangle sebagai bahan baku obat alami mengandung minyak atsiri tidak kurang dari 2% dengan kandungan; sineol, pinen, sesquiterpen (4 dan 5). Kegunaan minyak atsiri ini belum jelas, namun diduga dapat dimanfaatkan untuk kosmetika. Rimpang bangle memiliki aktivitas antioksidan dan antiinflamasi, obat sakit (perut, kepala, masuk angin, pencahar, obat luka), susut perut setelah melahirkan, karminatif dan insektisida nabati (2,6,7,8). Kandungan senyawa organik lainnya adalah damar, lemak, gom, gula, mineral albuminoid dan asam-asam organik (9). Bagian daun juga mempunyai manfaat sebagai obat untuk kurang nafsu makan dan perut kembung (10). Standar mutu simplisia rimpang bangle ditentukan oleh kandungan kadar abu maksimal 8.5%, kadar sari larut dalam air minimal 12%, kadar sari larut dalam etanol minimal 6.7% dan kadar abu tidak larut dalam asam maksimum 3,3% (11). Bangle dapat tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian 1300 m di atas permukaan laut (dpl), pada lahan kering dengan tipe iklim A, B dan C berdasarkan klasifikasi Schmidt & Ferguson. Faktor lingkungan tumbuh seperti iklim, jenis dan kesuburan tanah, pemupukan, serta jumlah populasi tanaman per satuan luas dapat mempengaruhi produksi dan mutu simplisia bangle. Tanaman bangle belum banyak dibudidayakan, sebagian petani membudidayakannya secara sederhana. Sebagian besar rimpang bangle diperoleh dari usaha menambang di pekarangan, kawasan hutan, tanaman yang tumbuh alami, sehingga mutunya bervariasi dan cenderung rendah. Oleh karena itu perlu dukungan teknologi budidaya bangle agar diperoleh rimpang bahan baku obat yang memenuhi standar mutu, kontinyu, produksi yang cukup. Jumlah populasi tanaman per-satuan luas yang dapat diatur berdasarkan jarak tanam dapat mempengaruhi kompetisi dalam memperoleh cahaya

Peranan Populasi Bangle

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bangle

Citation preview

Page 1: Peranan Populasi Bangle

Jurnal Bahan Alam Indonesia ISSN 1412-2855 Vol. 3, No. 1, Januari 2004

165

PERANAN POPULASI TANAMAN TERHADAP PRODUKTIVITAS

BANGLE (Zingiber purpureum Roxb.)

Mono Rahardjo, Rosita SMD, Sudiarto dan Kosasih

Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat

Abstract

One of the problems in cultivating purple ginger (Zingiber purpureum Roxb.) is the still limited

availability of cultivation technologies. The objective of this experiment was to find out

appropriate cultivation technology for increasing of purple ginger rhizome associated with

population density per unit of area. Field experiment was conducted during May 2001 to March

2002 at Bogor Latosol soil type. A randomized block design with eight of levels plant population

i.e. 24, 30, 36, 40, 45, 50, 60 and 75 plants/9 m2 and three replications were used in this

experiment. The results indicated that population of 50 plants/9 m2 or equivalent to 38 450

plant/ha (plant spacing of 60 x 30 cm) significantly produced the highest productivity of

simplisia. The increasing of plant population from 50 plants/9 m2 to 60 and 75 plant/9 m

2 was not

significantly increased simplisia yield. Based on the results, the population of 50 plants/9 m2 or

equivalent to 3 8450 plants/ha is recommended for purple ginger cultivation under Bogor soil

condition and other places similar to such conditions..

Keyword: Zingiber purpureum Roxb, plant population, productivity

PENDAHULUAN Bangle (Zingiber purpureum Roxb.) sinonim

(Z. cassumunar), keluarga Zingiberaceae termasuk

penghasil bahan baku obat alami yang permintaannya

meningkat setiap tahun, baik untuk industri obat

tradisional (OT) maupun untuk bahan ekspor.

Simplisia rimpang bangle termasuk 14 besar yang

digunakan oleh industri OT dan kosmetika

tradisional. Permintaan simplisia rimpang bangle

untuk industri OT meningkat dari 200 ton pada tahun

1988 menjadi 280 ton pada tahun 1998 (1). Data

tersebut belum termasuk yang digunakan untuk

industri kosmetika tradisional dan yang diekspor

sebagai minyak atsiri.

Rimpang bangle berwarna kuning pucat,

beraroma kuat (khas), dan rasanya agak pahit dan

agak pedas. Kandungan zat berkhasiat pada bangle

adalah minyak atsiri 1,8% atas dasar bahan kering,

mengandung 42 komponen antara lain sabinen,

terpinen-4-ol, seskuifeladren, sineol, asam dan gom,

asam-asam organik dan albuminoid serta

kurkuminoid (casumin A,B,C) (2). Sintesa kimia

casumin A dan B pada saat ini telah berhasil

dilakukan dari O-vanillin (3). Hasil penelitian lainnya

melaporkan bahwa rimpang bangle sebagai bahan

baku obat alami mengandung minyak atsiri tidak

kurang dari 2% dengan kandungan; sineol, pinen,

sesquiterpen (4 dan 5). Kegunaan minyak atsiri ini

belum jelas, namun diduga dapat dimanfaatkan untuk

kosmetika.

Rimpang bangle memiliki aktivitas

antioksidan dan antiinflamasi, obat sakit (perut,

kepala, masuk angin, pencahar, obat luka), susut perut

setelah melahirkan, karminatif dan insektisida nabati

(2,6,7,8). Kandungan senyawa organik lainnya

adalah damar, lemak, gom, gula, mineral albuminoid

dan asam-asam organik (9). Bagian daun juga

mempunyai manfaat sebagai obat untuk kurang nafsu

makan dan perut kembung (10).

Standar mutu simplisia rimpang bangle

ditentukan oleh kandungan kadar abu maksimal

8.5%, kadar sari larut dalam air minimal 12%, kadar

sari larut dalam etanol minimal 6.7% dan kadar abu

tidak larut dalam asam maksimum 3,3% (11).

Bangle dapat tumbuh di dataran rendah

hingga ketinggian 1300 m di atas permukaan laut

(dpl), pada lahan kering dengan tipe iklim A, B dan C

berdasarkan klasifikasi Schmidt & Ferguson. Faktor

lingkungan tumbuh seperti iklim, jenis dan kesuburan

tanah, pemupukan, serta jumlah populasi tanaman per

satuan luas dapat mempengaruhi produksi dan mutu

simplisia bangle.

Tanaman bangle belum banyak

dibudidayakan, sebagian petani membudidayakannya

secara sederhana. Sebagian besar rimpang bangle

diperoleh dari usaha menambang di pekarangan,

kawasan hutan, tanaman yang tumbuh alami,

sehingga mutunya bervariasi dan cenderung rendah.

Oleh karena itu perlu dukungan teknologi budidaya

bangle agar diperoleh rimpang bahan baku obat yang

memenuhi standar mutu, kontinyu, produksi yang

cukup.

Jumlah populasi tanaman per-satuan luas

yang dapat diatur berdasarkan jarak tanam dapat

mempengaruhi kompetisi dalam memperoleh cahaya

Page 2: Peranan Populasi Bangle

Pengaruh Populasi … (Mono Rahardjo, dkk.)

166

(intensitas) sinar matahari dan kadar hara (zat

makanan) dari tanah. Jumlah populasi yang besar

diperoleh dengan merapatkan jarak tanaman,

sehingga tanaman tumbuh rapat, dalam hal itu sinar

matahari terbatas dipermukaan dan hara tanaman

berkurang, dibandingkan pada populasi normal,

konsekuensinya hasil rimpang per rumpun lebih

rendah. Sebaliknya apabila populasi tanaman per

satuan luas rendah persaingan terhadap sinar matahari

dan unsur hara lebih kecil, konsekuensinya

pertumbuhan tanaman akan meningkat. Fenomena ini

telah diteliti untuk memperoleh jumlah populasi

tanaman per-satuan luas lahan yang optimal dengan

produktivitas yang tinggi dan mutu simplisia bangle

yang memenuhi standar.

METODOLOGI

Penelitian ini dilaksanakan di lahan dengan

jenis Latosol di Bogor, Jawa Barat pada bulan Mei

2001 sampai dengan Maret 2002. Perlakuan yang

diteliti adalah jumlah populasi tanaman dengan

menggunakan 8 tingkat populasi, seperti tertera pada

Tabel 1. Untuk memperoleh populasi tersebut jarak

tanam disusun sebagai berikut: (1) 75 x 50 cm, (2) 60

x 50 cm, (3) 50 x 50 cm, (4) 75 x 30 cm, (5) 50 x 40

cm, (6) 60 x 30 cm, (7) 50 x 30 cm dan (8) 40 x 30

cm. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak

Kelompok dengan 3 ulangan. Ukuran petak neto

adalah 6 x 1,5 cm = 9 m2, yang setara dengan 769

petak/ha, setelah dikurangi peruntukan parit dan

pembatas antar petak. Bahan tanaman yang

digunakan untuk bibit bangle unggulan dari Jawa

Tengah (Wonogiri). Pupuk yang digunakan adalah

Urea, SP-36 dan KCl masing-masing 250 kg/ha dan

ditambah 20 ton/ha pupuk kandang. Pupuk kandang,

SP36 dan KCl diberikan bersamaan pada waktu

tanam dan Urea diberikan 1 bulan setelah tanam

(BST). Tanaman dipanen setelah daunnya mengering

(senesen) yaitu pada umur 10 BST. Data yang

dikumpulkan meliputi data pertumbuhan tinggi

tanaman dan jumlah anakan (jumlah tunas batang),

produksi rimpang segar dan simplisia kering tiap

petak (9 m2), mutu simplisia yang meliputi kadar air,

abu, sari dan minyak atsiri.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah populasi tanaman per-satuan luas per

tanaman mempengaruhi tinggi tanaman dan jumlah

anakan (Gambar 1 dan 2). Penampilan tanaman pada

petak yang lebih lebar jarak tanamannya akan lebih

tinggi batangnya dan jumlah anakannya lebih banyak

dibanding tanaman yang ditanam lebih rapat.

Keadaan ini memberi gambaran umum, bahwa makin

tinggi populasi tanaman per-petak (9 m2), makin

rendah ukuran tinggi batang dan jumlah anakannya.

Rata-rata tinggi tanaman pada perlakuan populasi 24

tanaman (rumpun) mencapai 187,4 cm dan anakannya

7,25 tiap rumpun, sedangkan pada populasi tertinggi

(75 tanaman/petak) rata-rata tinggi tanaman mencapai

160,25 cm dan anakannya 5,75 tiap rumpun.

150

155

160

165

170

175

180

185

190

Tin

gg

i ra

ta-r

ata

tan

aman

(cm

)

24 30 36 40 45 50 60 75

Populasi tanaman/9 m2

Gambar 1. Tinggi tanaman bangle pada beberapa

perbedaan populasi tanaman.

Tabel 1. Jumlah populasi tanaman bangle melalui

pengaturan jarak tanam.

No. Populasi

tanaman/9 m2

Jarak

tanam

(cm)

Populasi

tanaman/ha

A 24 75 x 50 18 456

B 30 60 x50 23 070

C 36 50 x 50 27 684

D 40 75 x 30 30 760

E 45 50 x 40 34 605

F 50 60 x 30 38 450

G 60 50 x 30 46 140

H 75 40 x 30 57 675

Produktivitas rimpang segar dan simplisia

kering bangle meningkat sejalan dengan

meningkatnya jumlah populasi tanaman (Tabel 2).

Produksi rimpang segar tertinggi 56,97 kg pada

luasan 9 m2 dicapai pada perlakuan jumlah populasi

60 dan 75 rumpun tanaman yakni pada jarak tanam

50 x 30 cm dan 40 x 30 cm, berbeda nyata

dibandingkan dengan perlakuan populasi 30 dan 24

rumpun. Produksi tersebut kalau dikonversikan per-

ha setara dengan lebih kurang 43,8 ton rimpang segar.

Produksi terrendah adalah 24,89 kg/9 m2

atau setara 19,14 ton/ha pada perlakuan jumlah

populasi 24 rumpun tanaman atau dengan jarak tanam

75 x 30 cm. Meningkatnya jumlah populasi tanaman

dari 24 menjadi 30 rumpun tanaman sudah

berpengaruh nyata terhadap meningkatnya produksi

rimpang segar.

Page 3: Peranan Populasi Bangle

Jurnal Bahan Alam Indonesia ISSN 1412-2855 Vol. 3, No. 1, Januari 2004

167

5

5,5

6

6,5

7

7,5

Jum

lah r

ata-

rata

anak

an/r

um

pun

24 30 36 40 45 50 60 75

Populasi tanaman/9 m2

Gambar 2. Jumlah anakan per-rumpun bangle

pada beberapa n populasi tanaman/9 m2.

Tabel 2. Produksi rimpang segar dan simplisia

kering bangle pada tiap satuan populasi dalam

petak 9 m2.

Populasi

tanaman/9 m2

Produksi

rimpang segar

(kg)

Produksi

simplisia kering

(kg)

24 24,89 a 2,97 a

30 37,80 b 3,31 ab

36 40,38 bc 4,80 ab

40 44,04 bc 4,42 ab

45 54,90 bc 5,80 bc

50 49,41 bc 6,46 c

60 56,97 c 6,50 c

75 56,97 c 6,76 c

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang

sama pada masing-masing kolom tidak berbeda

nyata pada uji DMRT (taraf) 5%.

Produksi tertinggi simplisia kering pada

populasi 50 – 75 rumpun tanaman pada luasan 9 m2

berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan

populasi 24 – 40 rumpun tanaman. Namun perlakuan

populasi 24 – 40 rumpun tanaman tidak berbeda

nyata terhadap peningkatan produksi simplisia kering.

Produksi simplisia kering pada perlakuan populasi

tanaman 50, 60 dan 75 rumpun tanaman pada luasan

9 m2, berturut-turut mencapai 6,46, 6,50 dan 6,76 kg,

adalah yang tertinggi dibandingkan perlakuan

lainnya. Produksi tersebut apabila dikonversikan per-

ha menjadi 4,97, 4,99 dan 5,20 ton, dengan rendemen

rimpang segar menjadi simplisia kering berkisar

antara 11 - 13%.

Bertambahnya jumlah populasi tanaman

hingga 50 tanaman dalam luasan 9 m2 sangat nyata

terhadap meningkatnya produksi simplisia kering

dibandingkan dengan populasi yang lebih rendah.

Tetapi bertambahnya jumlah tanaman menjadi 60 dan

75 tanaman dalam luasan 9 m2 tidak berpengaruh

nyata terhadap peningkatan simplisia kering

dibandingkan dengan hasil simplisia kering pada

populasi 50 tanaman (Tabel 2 dan Gambar 3).

Bertambahnya jumlah populasi tanaman

berpengaruh terhadap meningkatnya produksi

simplisia kering dan hubungannya membentuk

persamaan kuadratik (Gambar 3), pola demikian juga

terjadi pada tanaman lainnya seperti kedelai dan

jagung (12 dan 13). Peningkatan produksi simplisia

kering pada populasi 50 tanaman/9 m2

menjadi tinggi,

kemudian peningkatannya menjadi kecil apabila

jumlah populasi tanaman bertambah mencapai 75

tanaman/9 m2.

Produksi simplisia kering bangle pada

populasi 50 rumpun tanaman meningkat 2,17 kali,

namun dibutuhkan rimpang benih 2,08 kali (24 benih

menjadi 50 benih), dibandingkan dengan perlakuan

populasi 24 rumpun tanaman/9 m2. Perlakuan jumlah

populasi tanaman 50 dalam luasan 9 m2 dengan jarak

tanam 60 x 30 cm adalah yang optimal, dibandingkan

dengan perlakuan populasi yang lebih besar dari 50

rumpun tanaman (14).

Bertambahnya jumlah tanaman per satuan

luas dapat meningkatkan produksi rimpang bangle,

akan tetapi pada tingkat pertambahan tertentu akan

menurukan kapasitas produksi tiap tanaman.

Hubungan antara bertambahnya jumlah populasi

tanaman terhadap produktivitas tiap tanaman

membentuk kurva kuadratik (Gambar 4). Kapasitas

produksi tiap tanaman pada jumlah populasi 24, 30,

45 dan 50 tanaman dalam luasan 9 m2 tidak berbeda

nyata. Penurunan kapasitas produksi tiap tanaman

mulai terlihat nyata apabila jumlah populasi tanaman

dalam luasan 9 m2 menjadi 55 tanaman. Sehingga

budidaya bangle dapat dianjurkan menggunakan

jumlah populasi 50 tanaman/9 m2 atau setara 38 450

tanaman/ha dengan menggunakan jarak tanam 60 x

30 cm, karena produktivitasnya optimal dibandingkan

produktivitas populasinnya.

Teknologi budidaya TO diciptakan bukan

saja bertujuan untuk meningkatkan produksi, akan

tetapi juga harus memperhatikan pada tercapainya

mutu simplisia yang memenuhi mutu standar Materi

Medika Indonesia (MMI). Berbagai pustaka

mengemukakan bahwa kadar minyak atsiri bangle

minimal 1,80% (2) dan bahkan tidak boleh kurang

dari 2% (4 dan 5).

Page 4: Peranan Populasi Bangle

Pengaruh Populasi … (Mono Rahardjo, dkk.)

168

Gambar 3. Hubungan antara populasi tanaman dan produktivitas simplisia kering/9 m2

Gambar 4. Hubungan antara populasi tanaman produktivitas simplisia kering tiap rumpun tanaman.

2 5 35 4 5 5 5 65 7 5

0 ,0 9

0 ,1 0

0 ,1 1

0 ,1 2

0 ,1 3

P o pula s i ta na m a n/9 m 2

Pro

duksi sim

plis

ia k

eri

ng (

kg/t

an.)

Y = 0 ,0 9 8 8 6 9 9 + 0 ,0 0 1 5 9 7 X - 0 ,0 0 0 0 2 X2

R-sq = 0 ,741* *

7 56 55 54 53 52 5

7

6

5

4

3

P o pu la s i ta na m a n/9 m 2

Pro

duks

i sim

plis

ia k

eri

ng (

kg/9

m2

)

Y = 2,2277 + 0 ,2562X - 0 ,00081X 2

R-sq = 0,947* *

Page 5: Peranan Populasi Bangle

Jurnal Bahan Alam Indonesia ISSN 1412-2855 Vol. 3, No. 1, Januari 2004

169

Tabel 3. Kadar minyak atsiri pada simplisia

bangle.

Populasi

tanaman/9 m2

Kadar air

simplisia

(%)

Kadar minyak

atsiri simplisia

(%)

24 5,79 1,12

30 6,65 1,68

36 5,92 1,32

40 5,24 1,63

45 6,30 1,48

50 5,51 3,35

60 7,35 3,16

75 7,14 2,26

≥1,80%

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa

kisaran kadar minyak atsiri pada simplisia kering

adalah 1,12 - 3,35% (Tabel 3). Kadar minyak atsiri

yang berada di atas nilai standar adalah 3,35, 3,16 dan

2,26% masing- masing berasal dari perlakuan jumlah

populasi tanaman 50, 60 dan 75 tanaman dalam

luasan 9 m2 atau dengan jarak tanam masing-masing

60 x 30 cm, 50 x 30 cm dan 40 x 30 cm.

Budidaya bangle dengan didasarkan kadar

minyak atsiri bisa dianjurkan menggunakan jumlah

populasi tanaman 50, 60 hingga 75 tanaman dalam

luasan 9 m2 atau 38 450, 46 140 dan 57 675 tanaman

per-ha, dengan menggunakan jarak tanam masing-

masing 60 x 30 cm, 50 x 30 cm dan 40 x 30 cm.

Berdasarkan produksi per satuan luas, kapasitas

produksi tiap tanaman, dan kadar minyak atsiri maka

pilihan yang tepat jumlah populasi tanaman adalah

menggunakan 50 tanaman dalam luasan 9 m2 atau

setara 38 450 tanaman tiap ha, dengan menggunakan

jarak tanam 60 x 30 cm.

Tabel 4. Kadar abu, sari larut air dan alkohol

simplisia kering bangle.

Populasi

tanaman/9

m2

Kadar

air

(%)

Kadar

abu

(%)

Kadar

sari larut

air

(%)

Kadar

sari

larut

(%)

24 8,13 7,97 14,55 9,20

30 9,64 6,43 16,28 10,75

36 7,21 9,94 15,30 9 ,35

40 8,12 9,15 14,33 8,97

45 9,40 9,53 21,34 12,03

50 7,73 7,63 15,87 9,67

60 7,55 8,82 19,28 10,58

75 8,03 6,82 16,03 10,95

<8,50% ≥12,00% ≥6,70%

Mutu simplisia bangle selain ditentukan oleh

kadar minyak atsiri juga dipengaruhi oleh kadar abu,

kadar sari larut air dan larut etanol. Kadar abu

simplisia bangle yang memenuhi standar adalah tidak

boleh lebih besar dari 8,5%, berdasarkan pada

penelitian ini kadar abu yang dihasilkan berkisar

antara 6,82 - 9,94% (Tabel 4). Perlakuan jumlah

populasi 50 tanaman dalam luasan 9 m2 yang telah

unggul dalam produksi simplisia kering dan kadar

minyak atsirinya mempunyai kadar abu 7,63%, telah

memenuhi standar karena di bawah 8,5%. Simplisia

bangle kering dari hasil penelitian ini mempunyai

kadar sari larut air berkisar 14,335 - 21,34%, dan

kadar sari larut etanol berkisar 8,97 - 12,03%,

semuanya telah memenuhi standar MMI yang telah

ditentukan (Tabel 4).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian budidaya

bangle dengan menggunakan berbagai tingkat

populasi tanaman dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut: Produksi simplisia kering mencapai 6,46 kg

pada perlakuan jumlah populasi tanaman 50 dalam

luasan 9 m2, setara 4,97 ton simplisia tiap ha.

Penambahan populasi menjadi 60 dan 75 tanaman/9

m2 tidak nyata meningkatkan produksi simplisia

kering dibandingkan dengan perlakuan populasi 50

tanaman/9 m2. Perlakuan jumlah populasi 50 tanaman

dalam luasan 9 m2 menghasilkan simplisia berkadar

minyak atsiri (3,35%), kadar abu (7,63%), kadar sari

larut air (15,87%), dan kadar sari larut etanol

(9,67%), telah memenuhi standar yang telah

ditentukan. Berdasarkan produksi simplisia, kadar

minyak atsiri, kadar abu, kadar sari larut air dan kadar

sari larut etanol, maka budidaya bangle dengan

jumlah populasi 50 tanaman dalam luasan 9 m2 atau

setara 38450 tanaman per hektar atau jarak tanam 60

x 30 cm dapat diacu sebagai komponen teknologi

budidaya bangle terstandar.

DAFTAR RUJUKAN

1. Anonim. Vademekum Bahan Obat Alam.

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan

Makanan, Depkes RI, 1989. 24-25.

2. Hanani, E., Kawira J.A dan C. Dilanka. Pola

kromatogram lapis tipis dan gas cair rimpang dan

akar Zingiber cassumunar. Makalah pada

Kongres Nasional Obat Tradisional Indonesia,

Surabaya 20-22 September 2000. Unair. 2000.

9 h

3. Masuda, T., H. Matsumura, Y. Oyama, Y.

Takeda, A. Jitoe, A. Kida and K. Hidada.

Cassumins A and B, new curcuminoid

antioxidants having protective activity of the

living cell againts oxidative damage. J. Nat Prod

: 1998. 609-613.

Page 6: Peranan Populasi Bangle

Pengaruh Populasi … (Mono Rahardjo, dkk.)

170

4. Anonim, Vademekum Bahan Obat Alam. Ditjen-

POM, DEPKES. 1989.

5. Sjamsuhidayat, S.S. dan J.R. Hutapea.

Inventarisasi Tanaman Obat Indonesia I.

Depkes-RI, Badan Litbangkes, Jakarta. 1991.

6. Jitoe, A., T. Masuda, I.G.P Tengah, D.N

Suprapta., I.W Gara and N. Nakatani.

Antioxidant activity of tropical ginger extract

and analysis of the contained curcuminoids. J.

Agric. Food. Chem 40 1992. 1337-1340.

7. Ozaki, Y., N. Kawahara and M. Harada. Anti

inflammatory effect of Zingiber cassumunar

Roxb. and its active principles. Chem. Pharm.

Bull 39 1991. (9) : 2353-2356.

8. Nugroho, B.W., B. Schwarz, V. Wray and P.

Proksch. Insecticidal constituent from rhizomes

of Zingiber cassumunar and Kaempferia

rotunda. Phytochemistry 41 1996. (1) : 129-

132.

9. Wonohadi, E. dan Sutarjadi. Studi komponen

dan komponen aktif minyak atsiri rimpang

bengle (Zingiber purpureum Roxb.). Prosiding

Seminar Nasional XVI Tumbuhan Obat

Indonesia. Badan Penerbit Univ. Diponegoro

Semarang, 2000. 113-115.

10. Wijayakusuma, H.M, H. Setiawan D dan A.S

Wirian. Tanaman berkhasiat obat di Indonesia.

Puataka Kartini, jilid ke-4 1996.166

11. Anonim, Materia Medika Indonesia Jilid I.

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan

Makanan, Depkes RI, 1977. 106-111.

12. Takagi, H. and S. Sumadi. Grwoth of soybean

as affected by plant density. Penelitian

Pertanian, Badan Litbang Pertanian,

Puslibangtan, 4 1984. (2) : 83-85.

13. Sudjana, A., A. Arifin, dan R. Setiyono.

Tanggapan beberapa varietas jagung terhadap

naiknya tingkat kepadatan tanaman. Penelitian

Pertanian, Badan Litbang Pertanian,

Puslibangtan, 6 1986. (2) : 97-100.

14. Sudiarto, Abisono, S. Rusli, F. Chairani, H.

Moko dan M. Januwati. Tigapuluh tahun

penelitian tanaman obat. Badan Litbang

Pertanian, 1985. 36.