Upload
yeyet-dy
View
19
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
bangle
Citation preview
Jurnal Bahan Alam Indonesia ISSN 1412-2855 Vol. 3, No. 1, Januari 2004
165
PERANAN POPULASI TANAMAN TERHADAP PRODUKTIVITAS
BANGLE (Zingiber purpureum Roxb.)
Mono Rahardjo, Rosita SMD, Sudiarto dan Kosasih
Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat
Abstract
One of the problems in cultivating purple ginger (Zingiber purpureum Roxb.) is the still limited
availability of cultivation technologies. The objective of this experiment was to find out
appropriate cultivation technology for increasing of purple ginger rhizome associated with
population density per unit of area. Field experiment was conducted during May 2001 to March
2002 at Bogor Latosol soil type. A randomized block design with eight of levels plant population
i.e. 24, 30, 36, 40, 45, 50, 60 and 75 plants/9 m2 and three replications were used in this
experiment. The results indicated that population of 50 plants/9 m2 or equivalent to 38 450
plant/ha (plant spacing of 60 x 30 cm) significantly produced the highest productivity of
simplisia. The increasing of plant population from 50 plants/9 m2 to 60 and 75 plant/9 m
2 was not
significantly increased simplisia yield. Based on the results, the population of 50 plants/9 m2 or
equivalent to 3 8450 plants/ha is recommended for purple ginger cultivation under Bogor soil
condition and other places similar to such conditions..
Keyword: Zingiber purpureum Roxb, plant population, productivity
PENDAHULUAN Bangle (Zingiber purpureum Roxb.) sinonim
(Z. cassumunar), keluarga Zingiberaceae termasuk
penghasil bahan baku obat alami yang permintaannya
meningkat setiap tahun, baik untuk industri obat
tradisional (OT) maupun untuk bahan ekspor.
Simplisia rimpang bangle termasuk 14 besar yang
digunakan oleh industri OT dan kosmetika
tradisional. Permintaan simplisia rimpang bangle
untuk industri OT meningkat dari 200 ton pada tahun
1988 menjadi 280 ton pada tahun 1998 (1). Data
tersebut belum termasuk yang digunakan untuk
industri kosmetika tradisional dan yang diekspor
sebagai minyak atsiri.
Rimpang bangle berwarna kuning pucat,
beraroma kuat (khas), dan rasanya agak pahit dan
agak pedas. Kandungan zat berkhasiat pada bangle
adalah minyak atsiri 1,8% atas dasar bahan kering,
mengandung 42 komponen antara lain sabinen,
terpinen-4-ol, seskuifeladren, sineol, asam dan gom,
asam-asam organik dan albuminoid serta
kurkuminoid (casumin A,B,C) (2). Sintesa kimia
casumin A dan B pada saat ini telah berhasil
dilakukan dari O-vanillin (3). Hasil penelitian lainnya
melaporkan bahwa rimpang bangle sebagai bahan
baku obat alami mengandung minyak atsiri tidak
kurang dari 2% dengan kandungan; sineol, pinen,
sesquiterpen (4 dan 5). Kegunaan minyak atsiri ini
belum jelas, namun diduga dapat dimanfaatkan untuk
kosmetika.
Rimpang bangle memiliki aktivitas
antioksidan dan antiinflamasi, obat sakit (perut,
kepala, masuk angin, pencahar, obat luka), susut perut
setelah melahirkan, karminatif dan insektisida nabati
(2,6,7,8). Kandungan senyawa organik lainnya
adalah damar, lemak, gom, gula, mineral albuminoid
dan asam-asam organik (9). Bagian daun juga
mempunyai manfaat sebagai obat untuk kurang nafsu
makan dan perut kembung (10).
Standar mutu simplisia rimpang bangle
ditentukan oleh kandungan kadar abu maksimal
8.5%, kadar sari larut dalam air minimal 12%, kadar
sari larut dalam etanol minimal 6.7% dan kadar abu
tidak larut dalam asam maksimum 3,3% (11).
Bangle dapat tumbuh di dataran rendah
hingga ketinggian 1300 m di atas permukaan laut
(dpl), pada lahan kering dengan tipe iklim A, B dan C
berdasarkan klasifikasi Schmidt & Ferguson. Faktor
lingkungan tumbuh seperti iklim, jenis dan kesuburan
tanah, pemupukan, serta jumlah populasi tanaman per
satuan luas dapat mempengaruhi produksi dan mutu
simplisia bangle.
Tanaman bangle belum banyak
dibudidayakan, sebagian petani membudidayakannya
secara sederhana. Sebagian besar rimpang bangle
diperoleh dari usaha menambang di pekarangan,
kawasan hutan, tanaman yang tumbuh alami,
sehingga mutunya bervariasi dan cenderung rendah.
Oleh karena itu perlu dukungan teknologi budidaya
bangle agar diperoleh rimpang bahan baku obat yang
memenuhi standar mutu, kontinyu, produksi yang
cukup.
Jumlah populasi tanaman per-satuan luas
yang dapat diatur berdasarkan jarak tanam dapat
mempengaruhi kompetisi dalam memperoleh cahaya
Pengaruh Populasi … (Mono Rahardjo, dkk.)
166
(intensitas) sinar matahari dan kadar hara (zat
makanan) dari tanah. Jumlah populasi yang besar
diperoleh dengan merapatkan jarak tanaman,
sehingga tanaman tumbuh rapat, dalam hal itu sinar
matahari terbatas dipermukaan dan hara tanaman
berkurang, dibandingkan pada populasi normal,
konsekuensinya hasil rimpang per rumpun lebih
rendah. Sebaliknya apabila populasi tanaman per
satuan luas rendah persaingan terhadap sinar matahari
dan unsur hara lebih kecil, konsekuensinya
pertumbuhan tanaman akan meningkat. Fenomena ini
telah diteliti untuk memperoleh jumlah populasi
tanaman per-satuan luas lahan yang optimal dengan
produktivitas yang tinggi dan mutu simplisia bangle
yang memenuhi standar.
METODOLOGI
Penelitian ini dilaksanakan di lahan dengan
jenis Latosol di Bogor, Jawa Barat pada bulan Mei
2001 sampai dengan Maret 2002. Perlakuan yang
diteliti adalah jumlah populasi tanaman dengan
menggunakan 8 tingkat populasi, seperti tertera pada
Tabel 1. Untuk memperoleh populasi tersebut jarak
tanam disusun sebagai berikut: (1) 75 x 50 cm, (2) 60
x 50 cm, (3) 50 x 50 cm, (4) 75 x 30 cm, (5) 50 x 40
cm, (6) 60 x 30 cm, (7) 50 x 30 cm dan (8) 40 x 30
cm. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak
Kelompok dengan 3 ulangan. Ukuran petak neto
adalah 6 x 1,5 cm = 9 m2, yang setara dengan 769
petak/ha, setelah dikurangi peruntukan parit dan
pembatas antar petak. Bahan tanaman yang
digunakan untuk bibit bangle unggulan dari Jawa
Tengah (Wonogiri). Pupuk yang digunakan adalah
Urea, SP-36 dan KCl masing-masing 250 kg/ha dan
ditambah 20 ton/ha pupuk kandang. Pupuk kandang,
SP36 dan KCl diberikan bersamaan pada waktu
tanam dan Urea diberikan 1 bulan setelah tanam
(BST). Tanaman dipanen setelah daunnya mengering
(senesen) yaitu pada umur 10 BST. Data yang
dikumpulkan meliputi data pertumbuhan tinggi
tanaman dan jumlah anakan (jumlah tunas batang),
produksi rimpang segar dan simplisia kering tiap
petak (9 m2), mutu simplisia yang meliputi kadar air,
abu, sari dan minyak atsiri.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jumlah populasi tanaman per-satuan luas per
tanaman mempengaruhi tinggi tanaman dan jumlah
anakan (Gambar 1 dan 2). Penampilan tanaman pada
petak yang lebih lebar jarak tanamannya akan lebih
tinggi batangnya dan jumlah anakannya lebih banyak
dibanding tanaman yang ditanam lebih rapat.
Keadaan ini memberi gambaran umum, bahwa makin
tinggi populasi tanaman per-petak (9 m2), makin
rendah ukuran tinggi batang dan jumlah anakannya.
Rata-rata tinggi tanaman pada perlakuan populasi 24
tanaman (rumpun) mencapai 187,4 cm dan anakannya
7,25 tiap rumpun, sedangkan pada populasi tertinggi
(75 tanaman/petak) rata-rata tinggi tanaman mencapai
160,25 cm dan anakannya 5,75 tiap rumpun.
150
155
160
165
170
175
180
185
190
Tin
gg
i ra
ta-r
ata
tan
aman
(cm
)
24 30 36 40 45 50 60 75
Populasi tanaman/9 m2
Gambar 1. Tinggi tanaman bangle pada beberapa
perbedaan populasi tanaman.
Tabel 1. Jumlah populasi tanaman bangle melalui
pengaturan jarak tanam.
No. Populasi
tanaman/9 m2
Jarak
tanam
(cm)
Populasi
tanaman/ha
A 24 75 x 50 18 456
B 30 60 x50 23 070
C 36 50 x 50 27 684
D 40 75 x 30 30 760
E 45 50 x 40 34 605
F 50 60 x 30 38 450
G 60 50 x 30 46 140
H 75 40 x 30 57 675
Produktivitas rimpang segar dan simplisia
kering bangle meningkat sejalan dengan
meningkatnya jumlah populasi tanaman (Tabel 2).
Produksi rimpang segar tertinggi 56,97 kg pada
luasan 9 m2 dicapai pada perlakuan jumlah populasi
60 dan 75 rumpun tanaman yakni pada jarak tanam
50 x 30 cm dan 40 x 30 cm, berbeda nyata
dibandingkan dengan perlakuan populasi 30 dan 24
rumpun. Produksi tersebut kalau dikonversikan per-
ha setara dengan lebih kurang 43,8 ton rimpang segar.
Produksi terrendah adalah 24,89 kg/9 m2
atau setara 19,14 ton/ha pada perlakuan jumlah
populasi 24 rumpun tanaman atau dengan jarak tanam
75 x 30 cm. Meningkatnya jumlah populasi tanaman
dari 24 menjadi 30 rumpun tanaman sudah
berpengaruh nyata terhadap meningkatnya produksi
rimpang segar.
Jurnal Bahan Alam Indonesia ISSN 1412-2855 Vol. 3, No. 1, Januari 2004
167
5
5,5
6
6,5
7
7,5
Jum
lah r
ata-
rata
anak
an/r
um
pun
24 30 36 40 45 50 60 75
Populasi tanaman/9 m2
Gambar 2. Jumlah anakan per-rumpun bangle
pada beberapa n populasi tanaman/9 m2.
Tabel 2. Produksi rimpang segar dan simplisia
kering bangle pada tiap satuan populasi dalam
petak 9 m2.
Populasi
tanaman/9 m2
Produksi
rimpang segar
(kg)
Produksi
simplisia kering
(kg)
24 24,89 a 2,97 a
30 37,80 b 3,31 ab
36 40,38 bc 4,80 ab
40 44,04 bc 4,42 ab
45 54,90 bc 5,80 bc
50 49,41 bc 6,46 c
60 56,97 c 6,50 c
75 56,97 c 6,76 c
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang
sama pada masing-masing kolom tidak berbeda
nyata pada uji DMRT (taraf) 5%.
Produksi tertinggi simplisia kering pada
populasi 50 – 75 rumpun tanaman pada luasan 9 m2
berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan
populasi 24 – 40 rumpun tanaman. Namun perlakuan
populasi 24 – 40 rumpun tanaman tidak berbeda
nyata terhadap peningkatan produksi simplisia kering.
Produksi simplisia kering pada perlakuan populasi
tanaman 50, 60 dan 75 rumpun tanaman pada luasan
9 m2, berturut-turut mencapai 6,46, 6,50 dan 6,76 kg,
adalah yang tertinggi dibandingkan perlakuan
lainnya. Produksi tersebut apabila dikonversikan per-
ha menjadi 4,97, 4,99 dan 5,20 ton, dengan rendemen
rimpang segar menjadi simplisia kering berkisar
antara 11 - 13%.
Bertambahnya jumlah populasi tanaman
hingga 50 tanaman dalam luasan 9 m2 sangat nyata
terhadap meningkatnya produksi simplisia kering
dibandingkan dengan populasi yang lebih rendah.
Tetapi bertambahnya jumlah tanaman menjadi 60 dan
75 tanaman dalam luasan 9 m2 tidak berpengaruh
nyata terhadap peningkatan simplisia kering
dibandingkan dengan hasil simplisia kering pada
populasi 50 tanaman (Tabel 2 dan Gambar 3).
Bertambahnya jumlah populasi tanaman
berpengaruh terhadap meningkatnya produksi
simplisia kering dan hubungannya membentuk
persamaan kuadratik (Gambar 3), pola demikian juga
terjadi pada tanaman lainnya seperti kedelai dan
jagung (12 dan 13). Peningkatan produksi simplisia
kering pada populasi 50 tanaman/9 m2
menjadi tinggi,
kemudian peningkatannya menjadi kecil apabila
jumlah populasi tanaman bertambah mencapai 75
tanaman/9 m2.
Produksi simplisia kering bangle pada
populasi 50 rumpun tanaman meningkat 2,17 kali,
namun dibutuhkan rimpang benih 2,08 kali (24 benih
menjadi 50 benih), dibandingkan dengan perlakuan
populasi 24 rumpun tanaman/9 m2. Perlakuan jumlah
populasi tanaman 50 dalam luasan 9 m2 dengan jarak
tanam 60 x 30 cm adalah yang optimal, dibandingkan
dengan perlakuan populasi yang lebih besar dari 50
rumpun tanaman (14).
Bertambahnya jumlah tanaman per satuan
luas dapat meningkatkan produksi rimpang bangle,
akan tetapi pada tingkat pertambahan tertentu akan
menurukan kapasitas produksi tiap tanaman.
Hubungan antara bertambahnya jumlah populasi
tanaman terhadap produktivitas tiap tanaman
membentuk kurva kuadratik (Gambar 4). Kapasitas
produksi tiap tanaman pada jumlah populasi 24, 30,
45 dan 50 tanaman dalam luasan 9 m2 tidak berbeda
nyata. Penurunan kapasitas produksi tiap tanaman
mulai terlihat nyata apabila jumlah populasi tanaman
dalam luasan 9 m2 menjadi 55 tanaman. Sehingga
budidaya bangle dapat dianjurkan menggunakan
jumlah populasi 50 tanaman/9 m2 atau setara 38 450
tanaman/ha dengan menggunakan jarak tanam 60 x
30 cm, karena produktivitasnya optimal dibandingkan
produktivitas populasinnya.
Teknologi budidaya TO diciptakan bukan
saja bertujuan untuk meningkatkan produksi, akan
tetapi juga harus memperhatikan pada tercapainya
mutu simplisia yang memenuhi mutu standar Materi
Medika Indonesia (MMI). Berbagai pustaka
mengemukakan bahwa kadar minyak atsiri bangle
minimal 1,80% (2) dan bahkan tidak boleh kurang
dari 2% (4 dan 5).
Pengaruh Populasi … (Mono Rahardjo, dkk.)
168
Gambar 3. Hubungan antara populasi tanaman dan produktivitas simplisia kering/9 m2
Gambar 4. Hubungan antara populasi tanaman produktivitas simplisia kering tiap rumpun tanaman.
2 5 35 4 5 5 5 65 7 5
0 ,0 9
0 ,1 0
0 ,1 1
0 ,1 2
0 ,1 3
P o pula s i ta na m a n/9 m 2
Pro
duksi sim
plis
ia k
eri
ng (
kg/t
an.)
Y = 0 ,0 9 8 8 6 9 9 + 0 ,0 0 1 5 9 7 X - 0 ,0 0 0 0 2 X2
R-sq = 0 ,741* *
7 56 55 54 53 52 5
7
6
5
4
3
P o pu la s i ta na m a n/9 m 2
Pro
duks
i sim
plis
ia k
eri
ng (
kg/9
m2
)
Y = 2,2277 + 0 ,2562X - 0 ,00081X 2
R-sq = 0,947* *
Jurnal Bahan Alam Indonesia ISSN 1412-2855 Vol. 3, No. 1, Januari 2004
169
Tabel 3. Kadar minyak atsiri pada simplisia
bangle.
Populasi
tanaman/9 m2
Kadar air
simplisia
(%)
Kadar minyak
atsiri simplisia
(%)
24 5,79 1,12
30 6,65 1,68
36 5,92 1,32
40 5,24 1,63
45 6,30 1,48
50 5,51 3,35
60 7,35 3,16
75 7,14 2,26
≥1,80%
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
kisaran kadar minyak atsiri pada simplisia kering
adalah 1,12 - 3,35% (Tabel 3). Kadar minyak atsiri
yang berada di atas nilai standar adalah 3,35, 3,16 dan
2,26% masing- masing berasal dari perlakuan jumlah
populasi tanaman 50, 60 dan 75 tanaman dalam
luasan 9 m2 atau dengan jarak tanam masing-masing
60 x 30 cm, 50 x 30 cm dan 40 x 30 cm.
Budidaya bangle dengan didasarkan kadar
minyak atsiri bisa dianjurkan menggunakan jumlah
populasi tanaman 50, 60 hingga 75 tanaman dalam
luasan 9 m2 atau 38 450, 46 140 dan 57 675 tanaman
per-ha, dengan menggunakan jarak tanam masing-
masing 60 x 30 cm, 50 x 30 cm dan 40 x 30 cm.
Berdasarkan produksi per satuan luas, kapasitas
produksi tiap tanaman, dan kadar minyak atsiri maka
pilihan yang tepat jumlah populasi tanaman adalah
menggunakan 50 tanaman dalam luasan 9 m2 atau
setara 38 450 tanaman tiap ha, dengan menggunakan
jarak tanam 60 x 30 cm.
Tabel 4. Kadar abu, sari larut air dan alkohol
simplisia kering bangle.
Populasi
tanaman/9
m2
Kadar
air
(%)
Kadar
abu
(%)
Kadar
sari larut
air
(%)
Kadar
sari
larut
(%)
24 8,13 7,97 14,55 9,20
30 9,64 6,43 16,28 10,75
36 7,21 9,94 15,30 9 ,35
40 8,12 9,15 14,33 8,97
45 9,40 9,53 21,34 12,03
50 7,73 7,63 15,87 9,67
60 7,55 8,82 19,28 10,58
75 8,03 6,82 16,03 10,95
<8,50% ≥12,00% ≥6,70%
Mutu simplisia bangle selain ditentukan oleh
kadar minyak atsiri juga dipengaruhi oleh kadar abu,
kadar sari larut air dan larut etanol. Kadar abu
simplisia bangle yang memenuhi standar adalah tidak
boleh lebih besar dari 8,5%, berdasarkan pada
penelitian ini kadar abu yang dihasilkan berkisar
antara 6,82 - 9,94% (Tabel 4). Perlakuan jumlah
populasi 50 tanaman dalam luasan 9 m2 yang telah
unggul dalam produksi simplisia kering dan kadar
minyak atsirinya mempunyai kadar abu 7,63%, telah
memenuhi standar karena di bawah 8,5%. Simplisia
bangle kering dari hasil penelitian ini mempunyai
kadar sari larut air berkisar 14,335 - 21,34%, dan
kadar sari larut etanol berkisar 8,97 - 12,03%,
semuanya telah memenuhi standar MMI yang telah
ditentukan (Tabel 4).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian budidaya
bangle dengan menggunakan berbagai tingkat
populasi tanaman dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut: Produksi simplisia kering mencapai 6,46 kg
pada perlakuan jumlah populasi tanaman 50 dalam
luasan 9 m2, setara 4,97 ton simplisia tiap ha.
Penambahan populasi menjadi 60 dan 75 tanaman/9
m2 tidak nyata meningkatkan produksi simplisia
kering dibandingkan dengan perlakuan populasi 50
tanaman/9 m2. Perlakuan jumlah populasi 50 tanaman
dalam luasan 9 m2 menghasilkan simplisia berkadar
minyak atsiri (3,35%), kadar abu (7,63%), kadar sari
larut air (15,87%), dan kadar sari larut etanol
(9,67%), telah memenuhi standar yang telah
ditentukan. Berdasarkan produksi simplisia, kadar
minyak atsiri, kadar abu, kadar sari larut air dan kadar
sari larut etanol, maka budidaya bangle dengan
jumlah populasi 50 tanaman dalam luasan 9 m2 atau
setara 38450 tanaman per hektar atau jarak tanam 60
x 30 cm dapat diacu sebagai komponen teknologi
budidaya bangle terstandar.
DAFTAR RUJUKAN
1. Anonim. Vademekum Bahan Obat Alam.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan, Depkes RI, 1989. 24-25.
2. Hanani, E., Kawira J.A dan C. Dilanka. Pola
kromatogram lapis tipis dan gas cair rimpang dan
akar Zingiber cassumunar. Makalah pada
Kongres Nasional Obat Tradisional Indonesia,
Surabaya 20-22 September 2000. Unair. 2000.
9 h
3. Masuda, T., H. Matsumura, Y. Oyama, Y.
Takeda, A. Jitoe, A. Kida and K. Hidada.
Cassumins A and B, new curcuminoid
antioxidants having protective activity of the
living cell againts oxidative damage. J. Nat Prod
: 1998. 609-613.
Pengaruh Populasi … (Mono Rahardjo, dkk.)
170
4. Anonim, Vademekum Bahan Obat Alam. Ditjen-
POM, DEPKES. 1989.
5. Sjamsuhidayat, S.S. dan J.R. Hutapea.
Inventarisasi Tanaman Obat Indonesia I.
Depkes-RI, Badan Litbangkes, Jakarta. 1991.
6. Jitoe, A., T. Masuda, I.G.P Tengah, D.N
Suprapta., I.W Gara and N. Nakatani.
Antioxidant activity of tropical ginger extract
and analysis of the contained curcuminoids. J.
Agric. Food. Chem 40 1992. 1337-1340.
7. Ozaki, Y., N. Kawahara and M. Harada. Anti
inflammatory effect of Zingiber cassumunar
Roxb. and its active principles. Chem. Pharm.
Bull 39 1991. (9) : 2353-2356.
8. Nugroho, B.W., B. Schwarz, V. Wray and P.
Proksch. Insecticidal constituent from rhizomes
of Zingiber cassumunar and Kaempferia
rotunda. Phytochemistry 41 1996. (1) : 129-
132.
9. Wonohadi, E. dan Sutarjadi. Studi komponen
dan komponen aktif minyak atsiri rimpang
bengle (Zingiber purpureum Roxb.). Prosiding
Seminar Nasional XVI Tumbuhan Obat
Indonesia. Badan Penerbit Univ. Diponegoro
Semarang, 2000. 113-115.
10. Wijayakusuma, H.M, H. Setiawan D dan A.S
Wirian. Tanaman berkhasiat obat di Indonesia.
Puataka Kartini, jilid ke-4 1996.166
11. Anonim, Materia Medika Indonesia Jilid I.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan, Depkes RI, 1977. 106-111.
12. Takagi, H. and S. Sumadi. Grwoth of soybean
as affected by plant density. Penelitian
Pertanian, Badan Litbang Pertanian,
Puslibangtan, 4 1984. (2) : 83-85.
13. Sudjana, A., A. Arifin, dan R. Setiyono.
Tanggapan beberapa varietas jagung terhadap
naiknya tingkat kepadatan tanaman. Penelitian
Pertanian, Badan Litbang Pertanian,
Puslibangtan, 6 1986. (2) : 97-100.
14. Sudiarto, Abisono, S. Rusli, F. Chairani, H.
Moko dan M. Januwati. Tigapuluh tahun
penelitian tanaman obat. Badan Litbang
Pertanian, 1985. 36.