Upload
gede-pur
View
672
Download
34
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Sarjana Kesehatan Masyarakat dapat berperan serta aktif dalam bidang kesehatan pariwisata untuk itulah peranan mereka perlu diberdayakan
Citation preview
1
PERANAN SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT DALAMMENUNJANG KESEHATAN PARIWISATA
Oleh : Sang Gede Purnama, SKM, MSc
1. Staf pengajar PS. Kesehatan Masyarakat, Fak. Kedokteran, Univ. UdayanaEmail : [email protected]
Kesehatan pariwisata di Indonesia
Menurut Undang Undang No. 10/2009 tentang Kepariwisataan, yang dimaksud dengan
pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata yang didukung oleh berbagai fasilitas serta
layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha, Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Menurut perhimpunan kedokteran wisata Indonesia Kesehatan wisata dimulai sejak
berangkat dari rumah untuk melakukan wisata, selama perjalanan, sampai di tempat tujuan, dan
kembali dengan aman dan nyaman ke tempat asalnya, sehingga wisatawan tersebut tidak jera
untuk kembali mengunjungi daerah wisata yang telah dikunjunginya. Dalam siklus perjalanan
wisata itu, yang termasuk dalam kesehatan wisata meliputi upaya pencegahan, tindakan
pengobatan jika diperlukan dan kesiapan repatriasi yang memadai ke negara asalanya. (PKWI,
2012). Kesehatan wisata meliputi berbagai aspek medis, dan kesehatan wisata juga termasuk
aspek kesehatan para “travelers” dalam arti luas termasuk business travelers.
Kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia dari januari hingga November 2011
sebanyak 6.925.192 (data BPS, 2012). Banyak penduduk Indonesia yang menggantungkan
hidupnya dari sektor pariwisata. Perkembangan daerah pariwisata menuntut fasilitas penunjang
seperti hotel, restaurant, tempat rekreasi, travel, jasa transportasi, pusat souvenir dan sebagainya.
Objek wisata tersebut dapat menyerap banyak lapangan pekerjaan sekaligus meningkatkan
pendapatan masyarakat sekitarnya.
Provinsi Bali adalah salah satu barometer pariwisata Indonesia dimana tingkat kunjungan
wisatawannya paling tinggi. Berbagai fasilitas pariwisata untuk menunjang objek wisata telah
tersedia dan sebagian besar penduduknya menggantungkan hidupnya dari sektor pariwisata. Hal
2
ini terlihat saat kejadian Bom Bali saat wisatawan kunjungannya menurun maka ekonomi
masyarakat menjadi tersendat. Tentunya kejadian tersebut tidak kita inginkan terjadi.
Kejadian wisatawan Taiwan yang keracunan makanan sempat terjadi dan menyebabkan
banyak pihak panik karena mereka mengaku sehabis makan di restaurant di Bali kemudian
mengalami disentri dan melaporkan kejadian ini di negaranya. Keadaan ini memberikan image
negatif pada pariwisata kita. Bidang kesehatan dan pariwisata sangat terkait erat karena mereka
yang berwisata membutuhkan layanan kesehatan, akan kurang baik kalau mereka saat berwisata
mengalami kejadian kesakitan.
Negara tetangga terdekat kita seperti Singapore, Thailand, Malaysia telah
mengembangkan kesehatan wisata yakni mereka menawarkan fasilitas kesehatan sekaligus
melakukan travelling. Perkembangan saat ini ada kemungkinan kalau wisatawan yang
berkunjung ke suatu daerah juga ingin melakukan pengobatan sekaligus traveling dengan
keluarganya seperti mengembangkan kedokteran wisata. Bagaimana kesiapan Indonesia untuk
ini ?, objek wisata di Indonesia cukup banyak, fasilitas pendukung pariwisata telah tersedia
tinggal menyiapkan sarana kesehatan yang tersertifikasi internasional untuk melakukan tindakan
medis tertentu. Layanan seperti Spa sudah berkembang bahkan di Bali tersedia banyak Spa
berkualitas. Peluang mengembangkan kesehatan wisata cukup besar asalkan kita semua
bekerjasama dalam membentuk suatu layanan kesehatan dan pariwisata yang berkualitas.
Permasalahan kesehatan pariwisata
Survei kesehatan wisata menunjukkan bahwa mortalitas tertinggi pada travelers hampir
50% disebabklan oleh penyakit kardiovaskuler, dan angka morbiditas tertinggi disebabkan oleh
penyakit infeksi (WHO, 2007). Ada berbagai permasalahan dalam kesehatan pariwisata adanya
penyakit infeksi tertentu yang endemis di area tujuan wisata tersebut seperti penularan melalui
vektor nyamuk ada Malaria, Demam berdarah dengue, chikungunya, demam kuning, limpatik
filariasis, Japanese encephalitis.
Kasus Demam berdarah dengue (DBD), Malaria, diare, kecacingan endemis di beberapa
daerah di Indonesia. Terutama daerah yang beriklim tropis sehingga sering disebut penyakit
3
daerah tropis. Wisatawan umumnya belum memiliki kekebalan terhadap penyakit ini dan rentan
untuk terkena. Survei yang dilakukan di amerika menyebutkan wisatawan sering terkena Malaria
(84%), diare (71%) dan demam tifoid (53%) (Streit, 2012).
Penyakit Zoonosis yang ditularkan oleh hewan kepada manusia melalui gigitan atau
kontak dengan binatang, kontak cairan dan feses, atau konsumsi produk makanan seperti daging
dan susu yang tidak steril. Contoh penyakit zoonosis adalah Rabies, Schistosomiasis,
Leptospirosis, brucellosis. Beberapa daerah di Indonesia endemis terhadap rabies termasuk Bali
yang dulunya terbebas dari penyakit rabies saat ini menjadi daerah endemis rabies. Untuk itu
diperlukan perhatian khusus kepada wisatawan yang akan berkunjung ke Bali untuk berhati-hati
terhadap gigitan anjing. Ada 104 kasus rabies dari bulan November 2008 sampai 2010 di Bali
yang berakhir kematian (Susilawati, 2012). Anjuran untuk melakukan vaksinasi rabies juga telah
dilakukan di beberapa Negara terutama wisatawan yang ingin melakukan kunjungan ke daerah
endemis rabies (Gautret, 2012).
Penyakit akibat hubungan seksual yang saat ini juga menjadi efek berkembanganya
pariwisata. Banyaknya wisatawan asing yang kontak dengan penduduk lokal juga mempercepat
penyebaran penyakit seksual seperti HIV/AIDS, gonorrhea, sifilis, hepatitis B dan lainnya. Data
KPAN menyebutkan kasus HIV/AIDS di Indonesia secara kumulatif sampai Juni 2012 HIV
sebanyak 86,762 kasus dan AIDS sebanyak 32.103 kasus (KPAN, 2012). Di Provinsi Bali
terdapat HIV sebanyak 3378 kasus dan AIDS sebanyak 3126 kasus (KPAD Bali, 2012). Penyakit
menular seksual (PMS) setiap tahun selalu meningkat kasusnya dan perlu dilakukan
penanggulangan secara komprehensif.
Penyakit penularan melalui udara diakibatkan oleh kontak dengan droplet seperti
Penyakit Inpeksi saluran nafas, tuberculosis, measles, khususnya penyakit SARS, flu burung
yang tingkat kematian (mortalitas) dan kesakitannya (morbiditas) tinggi serta menyebar dengan
cepat dapat mempengaruhi kunjungan wisatawan baik dari dalam maupun dari luar bahkan
memerlukan karantina untuk membatasi penyebaran penyakitnya. Kasus flu burung yang sempat
menjadi wabah di beberapa Negara termasuk Indonesia dapat menyebabkan kunjungan
wisatawan menjadi berkurang. Kasus flu burung sejak 2005 tercatat sebanyak 191 kasus dan
159 kematian, bahkan Indonesia dinyatakan sebagai Negara yang paling tinggi kasus dan
4
kematiannya (Indira, 2012; Tjandra 2012). Ini menunjukan biosafety kita kurang baik terutama
hygiene pengelolaan ternak.
Kurangnya kebersihan makanan dan minuman di daerah wisata. Kondisi ini perlu
mendapatkan perhatian karena sebagian besar wisatawan mengeluhkan kejadian diare saat
berkunjung ke suatu daerah (traveler diarrhoea). Sekitar 20-60% wisatawan yang mengunjungi
Negara berkembang mengalami diare akut (Steffen et al. 2004; Hill, 2000; Von Sonnenburg et
al. 2000). Hal ini bisa disebabkan karena pengolahan makanan tersebut tidak higieneis mulai dari
penjamah makanan tidak bersih kemudian alat yang digunakan tidak steril, tempat penyimpanan
dan waktu penyimpanan tidak tepat dan dapat juga disebabkan adanya lalat sebagai vektor yang
mencemari makanan tersebut. Ada berbagai penyakit yang ditularkan melalui makanan seperti
cholera, cryptosporidiosis, cyclosporiasis, giardiasis, hepatitis A and E, listeriosis,
Campylobacter, Salmonella, Shigella and typhoid fever. (WHO, 2005)
Pada kolam renang dan Spa, infeksi terjadi jika disinfeksi pada air tidak tepat dosisnya.
Diare, gastrointeristis dan infeksi tenggorokan dapat terjadi akibat kontak dengan air
terkontaminasi. Sebaiknya menggunakan klorin dan disinfektan lainnya secara tepat untuk
menanggulangi bakteri dan virus. Kontak terhadap kuman bisa juga melalui kontak langsung
lewat kulit.
Data mabes polri pada tahun 2011 terdapat 106.129 kasus kecelakaan berlalu lintas , yang
tewas 30.629 orang (Mabes Polri, 2012). Kecelakaan berlalu lintas juga perlu mendapatkan
perhatian karena kejadian kecelakaan lalu-lintas di Indonesia cukup tinggi terutama disebabkan
karena kendaraan bermotor. Wisatawan yang menggunakan kendaraan bermotor menyewa
maupun beli perlu mengetahui tentang kondisi lalu-lintas dan peraturan yang tersedia seperti
menggunakan helm, mematuhi rambu-rambu memiliki SIM dan sebagainya.
Permasalahan lingkungan seperti kemacetan dan polusi udara, air, tanah. Indonesia saat
ini sedang mengalami permasalahan yang serius terkait kemacetan yang mengakibatkan
ketidaknyamanan wisatawan dalam melakukan perjalanan wisata. Selain membuang waktu
dijalan, menyebabkan stress juga asap kendaraan yang mengganggu kesehatan. Pencemaran air
oleh pencemaran sampah rumah tangga dan industri yang membuang sampah ke sungai
menimbulkan masalah banjir dan kotor, serta pengelolaan sampah yang belum menerapkan
sistem daur ulang, pemisahan sehingga jumlahnya banyak dan tidak terkelola dengan baik.
5
Pemukiman kumuh dan penataan lingkungan juga menjadi sorotan karena terkait dengan
kebersihan wilayah dan keindahan kota. Ini diperlukan penataan lingkungan dimana ada ruang
terbuka hijau dan tertata.
Fasilitas kesehatan yang dimiliki masih belum memenuhi standar internasional sehingga
untuk menawarkan kepada wisatawan layanan kesehatan masih canggung. Untuk memenuhi
kualifikasi internasional rumah sakit tersebut harus disertifikasi oleh lembaga internasional dan
memiliki SDM serta sarana bertaraf internasional. Kejadian infeksi nosokomial masih sering kita
temukan bagaimana mewujudkan rumah sakit berkualitas ?. Di Amerika Serikat berdasarkan
laporan CDC diperkirakan ada 1,7 juta orang terkena infeksi di rumah sakit yang berkontribusi
terhadap 99.000 kematian setiap tahunnya (Pollack, 2010). Untuk itu diperlukan kesiapan sarana
penunjang yang bermutu dalam mewujudkan kesehatan pariwisata.
Asuransi kesehatan untuk wisatawan yang berkunjung ke Indonesia tidak menjadi
kewajiban. Hal ini justru akan menyebabkan mereka tidak mendapatkan jaminan kesehatan
apabila mengalami kecelakaan atau sakit di Indonesia. Perlunya mengembangkan sistem asuransi
kesehatan pada wisatawan yang berkunjung ke Indonesia agar mereka merasa terjamin saat
berwisata. Ini adalah peluang yang perlu dikembangkan dengan mengembangkan asuransi
komersil pada wisatawan yang datang ke Indonesia atau bekerjasama dengan asuransi di
negaranya.
Peluang perkembangan kesehatan pariwisata
Kebutuhan masyarakat dunia akan kesehatan semakin meningkat bukan saja kesehatan
secara fisik melainkan juga kesehatan secara sosial, ekonomi dan spiritual. Perkembangan anti
aging, Spa, rumah sakit internasional misalnya menunjukkan kebutuhan masyarakat akan
perawatan tubuh semakin meningkat. Hal ini menjadi sebuah peluang dalam mengembangkan
layanan kesehatan yang paripurna.
Persaingan global terjadi dalam industri perawatan kesehatan. pasien kaya dari Negara
berkembang melakukan perjalanan jauh ke Negara maju untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan yang berkualitas. Saat ini, pertumbuhan jumlah pasien dari Negara maju melakukan
perjalanan dengan alasan kesehatan ke Negara berkembang. Banyak pasien (medical tourist)
6
tidaklah kaya, tetapi mereka mencari pelayanan kesehatan berkualitas dengan harga terjangkau
(Devon, 2012).
Negara lain seperti Cina, India, Thailand, Singapura, Malaysia, Filipina sudah
mengembangkan kesehatan pariwisatanya. Di Thailand dilaporkan sekitar 1,4 juta orang dari Uni
Eropa, Timur Tengah dan Amerika Serikat datang ke Thailand untuk berobat. Mereka datang
untuk operasi, perawatan kecantikan serta program alternatif seperti Spa, pengobatan Cina dan
perawatan tradisional India (Ron, 2010). Perawatan kesehatan ini menarik karena biaya yang
ditawarkan jauh lebih murah dari Negara mereka sendiri apalagi ditambah dengan paket wisata.
Beberapa Negara telah mengembangkan kesehatan pariwisata dimana mereka
menawarkan layanan kesehatan kelas internasional kepada para wisatawan sekaligus melakukan
kunjungan wisata sehingga bisa berobat dan berwisata. Bahkan ada yang mengembangkan hotel
dan rumah sakit. Kebutuhan wisatawan akan layanan kesehatan tidak hanya dibatasi pada rumah
sakit namun juga dapat diberikan dengan fasilitas hotel sesuai dengan kondisi finansial.
7
Kesehatan pariwisata dapat dikembangkan dengan memberi layanan perawatan kesehatan
dan kedokteran wisata seperti melakukan operasi bedah jantung, syaraf, cangkok hati, perawatan
luka dan sebagainya. Selain itu juga memberikan paket kesejahteraan seperti perawatan
kecantikan, sauna, Spa untuk kesegaran dan ralaksasi, fitness dan sebagainya. Dapat pula
dikembangkan dengan memberikan paket wisata ke objek wisata alam untuk menambah daya
tarik.
Peranan kesehatan masyarakat
Kesehatan masyarakat berperan penting dalam mewujudkan kesehatan pariwisata
terutama daerah yang mengembangkan pariwisatanya seperti pulau Bali. Di Bali pada tahun
2010 memiliki akomodasi 2190 unit dengan 45.408 kamar yakni hotel berbintang 158 unit, hotel
melati 1.036 dan pondok wisata 996 unit (Bali post, 2011). Usaha seperti Hotel dan Restourant
membutuhkan sanitasi dan hygiene yang baik dan terkontrol. Lingkungan hotel membutuhkan
sistem pengolahan limbah yang terkontrol kemudian pest control terhadap serangga maupun
hama pengganggu seperti tikus, kecoa, nyamuk, rayap serta kebersihan pakaian dan sebagainya.
Tenaga ahli hygiene dan sanitasi hotel adalah peluang kerja yang dapat dikembangkan.
Restourant yang menyediakan makanan dan minuman kepada wisatawan membutuhkan
tenaga pengawasan terhadap kebersihan penjamah makanannya (food handler), peralatan makan,
sanitasi lingkungan dibutuhkan system Hazard analysis critical control point (HACCP) untuk
mengontrol titik kritis yang perlu dilakukan pengawasan dan perbaikan. Termasuk juga pemasok
makanan ke hotel dan restaurant perlu dilakukan pengawasan terhadap kualitas barang yang
masuk.
Pengembangan media komunikasi kepada wisatawan yang akan melancong ke Indonesia
tentang kondisi penyakit infeksi yang endemis di Indonesia dan upaya-upaya yang perlu
dilakukan dalam mencegah (prevention) dan melakukan tindakan pertolongan pertama sebelum
mendapatkan pengobatan. Wisatawan sebaiknya memang telah mendapatkan informasi yang
baik tentang daerah yang mereka akan kunjungi. Misalkan daerah yang endemis rabies, malaria,
tuberkuloasis mereka perlu mengetahui kondisi kesehatan di daerah tersebut.
8
Tenaga ahli kesehatan kerja dan lingkungan biasanya dibutuhkan oleh industri
pengolahan makanan dan distribusi, perusahaan seperti pertamina, PLN, Telkom, pertambangan,
kontruksi membutuhkan tenaga ini untuk membuat, mengontrol dan mengevaluasi kesehatan
kerja dan lingkungan karyawan serta lingkungan perusahaannya dengan meminimalisir risiko
yang dapat ditimbulkannya pada kesehatan tenaga kerja dan lingkungan. Perkembangan
pariwisata yang semakin pesat menyebabkan pembangunan industri juga semakin banyak dan
ahli kesehatan kerja banyak dibutuhkan.
Vaksinasi yang diperlukan oleh wisatawan dapat bersifat wajib dan disesuaikan dengan
kondisi daerah yang akan dikunjunginya. Beberapa Negara maju telah memiliki peraturan
kesehatan untuk mewajibkan warga negaranya terhadap beberapa vaksin termasuk Indonesia
telah melakukan pemberian vaksin seperti TT, DPT, BCG, Polio, hepatitis B dan lainnya. Upaya
ini dilakukan sebagai usaha preteksi spesifik terhadap penyakit tertentu.
Wisatawan yang datang membutuhkan asuransi kesehatan saat berkunjung ke suatu
Negara karena apabila terjadi suatu keadaan sakit dia dapat dengan segera mendapatkan
pertolongan di Negara tersebut dengan biaya terjangkau. Sarjana Kesehatan Masyarakat dapat
berperan dalam mengembangkan sistem asuransi komersil yang salah satu sasarannya adalah
wisatawan asing.
Upaya pencegahan penyakit melalui promosi kesehatan yang dilakukan pihak puskesmas
dan Rumah Sakit. Tenaga kesehatan masyarakat berperan dalam memberikan edukasi kepada
masyarakat dan melaksankan program kesehatan lingkungan di wilayah kerjanya. Masyarakat
banyak yang masih membuang sampah sembarangan, melakukan pencemaran terhadap air, tidak
menjaga kebersihan diri. Beberapa perilaku berisiko seperti hubungan seks berisiko yang dapat
menularkan penyakit infeksi seksual seperti HIV/AIDS, sifilis, gonore, Clamidia dan sebagainya
yang perlu diintervensi untuk perubahan perilakunya.
9
Daftar Pustaka
Bali post, (2011). Bali cukup miliki 45.408 kamar hotel.http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberita&kid=32&id=54806 (Akses 15Nopember 2012)
BPS. (2012). Data Kepariwisataan. Jakarta. Badan Pusat Statistik
Devon, H., (2012), Medical tourism : global competition in health care, national center forpolicy analysis. Nastional center for policy analysis. Texas.http://w.medretreat.com/templates/UserFiles/Documents/Medical%20Tourism%20-%20NCPA%20Report.pdf (akses 14 Nopember 2012)
Gautret P, Parola P. (2012). Rabies vaccination for international travelers. Vaccine. 5;30(2):126-33.
Genton B., D'Acremont V. (2012). Malaria prevention in travelers, Infect Dis Clin North Am. 26(3):637-54
Henna Konu, (2010). Identifying potential wellbeing tourism segments in Finland. TourismReview, Vol. 65 Iss: 2, pp.41 – 51
Hill, D.R. (2000) Occurrence and self-treatment of diarrhea in a large cohort of americanstraveling to developing countries. Am J Trop Med Hyg 62: 585-589.
Indira, P. (2012), kematian akibat flu burung tertinggi, Kompashttp://nasional.kompas.com/read/2012/08/29/19593921/Kematian.akibat.Flu.Burung.Tertinggi(akses 16 Nopember 2012)
KPAN, (2012), Laporan Kasus HIV dan AIDS, KPA, Jakarta
KPAD, (2012), Laporan Kasus HIV/AIDS di Provinsi Bali, Denpasar.
Mabes Polri,(2012). Laporan Kecelakaan Lalu Lintas, Jakarta, Mabes Polri.
Streit J., Marano C., Beekmann SE, Polgreen PM, Moore TA, Brunette GW, Kozarsky PE.(2012). Travel and tropical medicine practice among infectious disease practitioners. J TravelMed; 19(2):92-5.
Susilawathi, N., Darwinata A., Dwija,B., Budayanti, S., Wirasandhi, K., Subrata, K., Susilarini,
Sudewi R., Wignall F., Mahardika. (2012). Epidemiological and clinical features of human rabiescases in Bali 2008-2010, BMC infectious diseases. 12; 81. 1-8.
Steffen, R., Tornieporth, N., Clemens, S.A., Chatterjee, S., Cavalcanti, A.M., Collard, F. et al.(2004) Epidemiology of travelers’ diarrhea: details of a global survey. J Travel Med. 11: 231-237
10
PKWI. (2012). Perhimpunan kedokteran wisata Indonesia; akses 5 November 2012http://www.pkwi.org/
Pollack, Andrew. (2010). Rising Threat of Infections Unfazed by Antibiotics. New York Times,Feb. 27, 2010
Rozendaal J. (1997) Vector control: methods for use by individuals and communities. Geneva,World Health Organization.
Ron Carben, (2010). Thailand memimpin dalam wisata kesehatan(http://www.asiacalling.kbr68h.com/in/berita/thailand/1056-thailand-a-leader-in-medical-tourism) (akses 14 Nopember 2012)
Tjandra A., Samaan G., Kusriastuti R., Sampurno O., Purba W., Misriyah, Santoso H.,Bratasena, Maruf A., Sariwati E., Setiawaty V., Kathryn G., Kamalini L., Paul, Kandun, N.,(2012). Avian Influenza H5N1 Transmission in Households, Indonesia, Plos one, 7 (1), 1-7.(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3251608/pdf/pone.0029971.pdf)
Von Sonnenburg, (2000). F., Tornieporth, N., Waiyaki, P., Lowe, B., Peruski Jr, L.F., Dupont,H.L. et al. Risk and aetiology of diarrhoea at various tourist destinations. Lancet 356: 133-134.
World Health Organization, (2007) A guide on safe food for travellers. Geneva, (available at:www.who.int/foodsafety/publications/consumer/travellers/en/index.html).
World Health Organization, (2005). Preventing travellers’ diarrhoea: how to make drinking-water safe. Geneva, (WHO/SDE/WSH/05.07, available at : (www.who.int/water_sanitation_health/hygiene/envsan/sdwtravel.pdf).