27
PERANAN KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PENCURIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI WILAYAH HUKUM KEPOLISIAN RESORT KOTA PEKANBARU PERANAN KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PENCURIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI WILAYAH HUKUM KEPOLISIAN RESORT KOTA PEKANBARUA Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman dan semakin berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, serta semakin pesatnya pertumbuhan penduduk khususnya di Indonesia, semakin tinggi pula tingkat kejahatan pada setiap tahunnya. Sementara itu, keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum. Hal ini membuat para aparat penegak hukum bekerja semakin intensif dan lebih serius dalam menangani masalah kejahatan tersebut. Masalah kejahatan merupakan masalah yang klasik dan sudah terjadi sejak lama namun sangat sulit untuk diatasi bahkan untuk menekan tingginya angka kejahatan saja aparat penegak hukum mengalami kesulitan. Masalah kejahatan bukanlah barang baru, meskipun tempat dan waktunya berlainan, tetapi modusnya dinilai sama. Semakin lama

Peranan Kepolisian Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pencurian Yang Dilakukan Oleh Anak Di Wilayah Hukum Kepolisian Resort Kota Pekanbaru

Embed Size (px)

DESCRIPTION

aw

Citation preview

PERANAN KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PENCURIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI WILAYAH HUKUM KEPOLISIAN RESORT KOTA PEKANBARUPERANAN KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PENCURIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI WILAYAH HUKUM KEPOLISIAN RESORT KOTA PEKANBARUA

Latar Belakang MasalahSeiring dengan perkembangan zaman dan semakin berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, serta semakin pesatnya pertumbuhan penduduk khususnya di Indonesia, semakin tinggi pula tingkat kejahatan pada setiap tahunnya. Sementara itu, keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum. Hal ini membuat para aparat penegak hukum bekerja semakin intensif dan lebih serius dalam menangani masalah kejahatan tersebut.Masalah kejahatan merupakan masalah yang klasik dan sudah terjadi sejak lama namun sangat sulit untuk diatasi bahkan untuk menekan tingginya angka kejahatan saja aparat penegak hukum mengalami kesulitan. Masalah kejahatan bukanlah barang baru, meskipun tempat dan waktunya berlainan, tetapi modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu kota, maka di kota-kota lainnya juga semakin meningkat.Salah satu contoh kejahatan yang marak terjadi di kalangan masyarakat adalah tindak pidana pencurian. Pencurian dilakukan dengan berbagai cara, dari cara-cara tradisional sampai pada cara-cara modern. Hal seperti ini dapat terlihat dimana-mana, dan cenderung lepas dari jeratan hukum. Yang lebih menjadi perhatian lagi, banyak kasus-kasus pencurian jika ditinjau dari tingkat usia, tindak pidana pencurian yang terjadi di dalam masyarakat tidak hanya dilakukan oleh kelompok usia dewasa, tetapi mereka yang berusia anak-anak juga sering melakukan tindak pidana pencurian.Karena pada era sekarang ini banyak orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaanya masing-masing sebagai upaya mengejar kekayaan, jabatan ataupun gengsi. Disisi lain orang tua keluarga miskin sering larut dalam pekerjaannya untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari juga sering menelantarkan anak.Dalam kondisi yang demikian anak sebagai buah hati sering terlupakan atas kasih sayang dari orang tuanya,dan juga kurangnya pengawasan dari keluarga. Selain itu juga faktor penyebab timbulnya tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak dikarenakan dorongan faktor ekonomi, faktor sosial, rendahnya pemahaman agama dan moral, faktor pendidikan, faktor keluarga, dan penyakit kejiwaan yang disebut dengan kleptomania.Kenakalan anak juga disebabkan pengaruh lingkungan, terutama lingkungan di luar rumah. Karena itu anak yang kurang atau tidak memperoleh perhatian secara fisik, mental maupun sosial sering berperilaku dan bertindak asosial dan bahkan antisosial yang merugikan dirinya, keluarga, dan masyarakat.Beberapa faktor tersebutlah yang menyebabkan anak-anak terjebak dalam pola konsumerisme dan asosial yang makin lama menjerumus ke tindakan kriminal. Ketika terjadi kenakalan yang dilakukan oleh anak bahkan sampai mengarah kepada tindak pidana, tentunya itu sangat meresahkan warga masyarakat karena masyarakat akan merasakan ketidaknyamanan dalam lingkungannya, keadaan seperti itu tentu tidak diinginkan oleh setiap warga masyarakat sehingga masyarakat cenderung melakukan peningkatan kewaspadaan dan upaya-upaya penanggulangan agar tindak pidana seperti pencurian khususnya yang dilakukan oleh anak bisa berkurang.Karena sebagaimana kita ketahui bahwa tindak pidana pencurian itu sendiri diatur di dalam BAB XXII buku II KUHP pada pasal 362 KUHP, yang rumusannya adalah sebagai berikut:Barang siapa mengambil suatu barang, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk memilikinya secara melawan hukum, diancam karena pencurian dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.

Berdasarkan pasal 362 KUHP seseorang dapat dinyatakan terbukti telah melakukan tindak pidana pencurian, orang tersebut harus terbukti dan telah memenuhi semua unsur dari tindak pidana pencurian tersebut. Tetapi kenyataannya ketentuan dan sanksi yang terdapat di dalam pasal 362 KUHP itu tidak membuat efek jera bagi orang yang telah melakukan tindak pidana pencurian itu sendiri maupun orang lain. Untuk itu dibutuhkan peran serta masyarakat dan juga keluarga sangatlah penting untuk dapat menanggulangi tindak pidana pencurian yang khususnya dilakukan oleh anak.Sebagaimana kita ketahui bahwa anak yang melakukan tindak pidana di dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak disebut dengan anak nakal. Yang dimaksud dengan anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Anak melakukan tindak pidana yang menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak yaitu terhadap anak nakal dapat dijatuhi pidana yaitu pidana pokok dan pidana tambahan atau tindakan.Sistem pemberian hukuman atau sanksi dan proses hukum yang berlangsung dalam kasus pelanggaran hukum oleh anak memang berbeda dengan kasus pelanggaran hukum oleh orang dewasa, karena dasar pemikiran pemberian hukuman oleh negara adalah bahwa setiap warga negaranya adalah makhluk yang bertanggung jawab dan mampu mempertanggungjawabkan segala perbuatannya. Sementara anak diakui sebagai individu yang belum dapat secara penuh bertanggung jawab atas perbuatannya. Oleh sebab itulah dalam proses hukum dan pemberian hukuman, anak harus mendapat perlakuan khusus yang membedakannya dari orang dewasa.Jika dilihat pada kenyataan sekarang ini, tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak semakin marak terjadi. Ini menunjukkan bahwa kurang efektifnya kinerja dari Kepolisian Republik Indonesia (selanjutnya disebut dengan Polri) sebagai aparat penegak hukum dalam menanggulangi tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak. Sebagaimana kita ketahui bahwa Polri sebagai sub-sistem dalam mewujudkan tujuan sistem peradilan pidana khususnya dalam rangka pengendalian kejahatan. Pengendalian atau penanggulangan kejahatan adalah menjadi salah satu sasaran yang mendapat perhatian dalam bekerjanya sistem peradilan pidana.Sebagai aparat penegak hukum, Polri berperan dan mengemban tanggung jawab yang sangat besar, sesuai dengan tugas dan tanggung jawab kepolisian. Adapun tugas pokok dan kewenangannya yang didasarkan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang terdapat dalam Bab III pasal 13 yaitu : Polisi Republik Indonesia sebagai salah satu fungsi pemerintahan Negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, Pasal 14 ayat (1) huruf (e) bahwa Polri bertugas memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum, dan Pasal 14 ayat (1) huruf (i) bahwa Polri bertugas melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.Akan tetapi akhir-akhir ini semakin terjadi maraknya tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak, khususnya di Kota Pekanbaru.. Berdasarkan data yang penulis dapatkan dari Kepolisian Resort Kota Pekanbaru terdapat 9 (sembilan) kasus dan 25 (dua puluh lima) orang anak sebagai pelakunya terhitung dari bulan Januari sampai bulan Oktober tahun 2013. Untuk lebih jelasnya dapat diliat pada tabel di bawah ini.Tabel IKasus Pencurian yang Dilakukan Oleh Anak di Wilayah HukumKepolisian Resort Kota Pekanbaru dari Januari-Oktober 2013No Bulan Jumlah Kasus Jumlah Pelaku Keterangan1 Januari 1 1 P.212 Februari - - -3 Maret 2 2 P.214 April 2 14 P.215 Mei - - -6 Juni 2 4 P.217 Juli 1 1 P.218 Agustus 1 3 Sidik9 September - - -10 Oktober - - - Jumlah 9 25Sumber: Data dari SATRESKRIM Kepolisian Resort Kota PekanbaruHal inilah yang kiranya menjadi dorongan bagi penulis untuk mengetahui bagaimana peranan kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak di wilayah hukum Kepolisian Resort Kota Pekanbaru. Karena berdasarkan data di atas masihnya banyak anak yang melakukan tindak pidana khususnya tindak pidana pencurian.Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang dituangkan dalam bentuk proposal skripsi yang berjudul : Peranan Kepolisian Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pencurian Yang Dilakukan Oleh Anak di Wilayah Hukum Kepolisian Resort Kota Pekanbaru.

Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimanakah peranan Kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak di wilayah hukum Kepolisian Resort Kota Pekanbaru? Apa saja hambatan dalam menanggulangi tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak di wilayah hukum Kepolisian Resort Kota Pekanbaru? Bagaimana upaya untuk mengatasi hambatan dalam menanggulangi tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak di wilayah hukum Kepolisian Resort Kota Pekanbaru? Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan PenelitianBerdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Untuk mengetahui peranan kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak di wilayah hukum Kepolisian Resort Kota Pekanbaru. Untuk mengetahui hambatan dalam menanggulangi tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak di wilayah hukum Kepolisian Resort Kota Pekanbaru. Untuk mengetahui upaya dalam mengatasi hambatan dalam menanggulangi tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak di wilayah hukum Kepolisian Resort Kota Pekanbaru. Kegunaan PenelitianAdapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini, penulis kelompokkan menjadi 2 (dua) bagian yaitu : Kegunaan Teoritis Memberikan sumbangan kepada ilmu pengetahuan tentang peranan kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak. Memperkaya perpustakaan di Fakultas Hukum Universitas Riau, sehingga bermanfaat bagi yang ingin memperdalam ilmu dibidang hukum pidana terutama yang meneliti dengan objek yang sama. Kegunaan Praktis Memberikan manfaat bagi penulis sendiri untuk mengetahui peranan kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak. Memberikan manfaat bagi praktisi dan aparat penegak hukum, khususnya pihak kepolisian, kejaksaan dan hakim dalam menanggulangi tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak.

Kerangka Teori Teori PerananHukum sebagai norma mempunyai ciri kekhususan, yaitu hendak melindungi, mengatur dan memberikan keseimbangan dalam menjaga kepentingan umum. Pelanggaran ketentuan hukum dalam arti merugikan, melalaikan atau menggangu keseimbangan kepentingan umum dapat menimbulkan reaksi dari masyarakat. Peranan hukum itu sendiri sangat berpengaruh guna menciptakan keadilan bagi seseorang.Peranan (role) merupakan proses dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya Levinson dalam Soekanto mengatakan peranan mencakup tiga hal, antara lain: Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan bermasyarakat; Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi; Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.Peranan tersebut selain ditentukan oleh pelaku peran tersebut juga ditentukan oleh harapan pihak lain, termasuk juga kemampuan, keahlian, serta kepekaan pelaku peran tersebut terhadap tuntutan dan situasi yang mendorong dijalankannya peranan. Peranan juga bersifat dinamis, di mana dia akan menyesuaikan diri terhadap kedudukan yang lebih banyak agar kedudukannya dapat diakui oleh masyarakat.Menurut Soerjono Soekanto dalam bukunya Polisi dan penegakan hukum sebagaimana dikutip Satjipto Raharjo, menjelaskan tentang persoalan peran penegak hukum sebagai berikut:secara sesiologis setiap penegakan hukum baik yang bertugas dibidang-bidang kehakiman, kejaksaan, kepolisian, kepengacaraan, dan pemasyarakatan mempunyai kedudukan (status) dan peranan (role), kedudukan (social) merupakan posisi tertentu dalam posisi pemasyarakatan yang mungkin tinggi, sedang-sedang saja, atau rendah kedudukkan tersebut sebenarnya merupakan suatu wadah yang lainnya adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban tertentu. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban tadi adalah merupakan suatu peranan (role). Oleh karena itu, seseorang yang mempunyai kedudukkan tertentu, lazimnya dinamakan pemegang peran (role accupant). Suatu hak sebenarnya merupakkan wewenang untuk berbuat atau tidak berbuat, sedangkan kewajiban adalah beban tugas suatu peranan tertentu dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur sebagai berikut: Peranan yang ideal (ideal role); Peranan yang seharusnya (expected role); Peranan yang dianggap oleh diri sendiri (perceived role); Peranan yang sebenarnya dilakukan (actual role).Polisi Republik Indonesia sebagai pengayoman masyarakat dan penegak hukum dalam struktur kehidupan masyarakat mempunyai tanggung jawab khusus untuk memelihara ketertiban bermasyarakat dan menangani atau mengatasai setiap tindakan kejahatan baik itu dalam bentuk tindakan terhadap kejahatan, maupun bentuk pencegahan dari kejahatan tersebut supaya masyarakat dapat hidup dan bekerja dalam keadaan aman dan tentram.Adapun peran kepolisian menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang terdapat dalam Pasal 5 ayat (1) adalah:Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

Peranan kepolisian sangat peting dalam hal penanggulangan kejahatan baik itu preventif maupun represif, guna untuk meminimalisir kejahatan yang terjadi di dalam masyarakat.Kunarto dalam makalahnya menyebutkan di dalam kegiatan operasi rutin, metode yang diterapkan dalam penanggulangan kejahatan dapat dibedakan menjadi tiga: Upaya RepresifMeliputi rangkaian kegiatan penindakan ynag ditujukan kearah pengungkapan terhadap semua kejahatan yang telah terjadi, yang disebut sebagai ancaman faktual. Dalam hal ini bentuk kegiatan antara lain dapat berupa penyelidikan, penyidikan serta upaya paksa lainnya sesuai ketentuan undang-undang. Upaya PreventifMeliputi rangkaian kegiatan yang ditunujukkan untuk mencegah secara langsung terjadinya kejahatan, yang mencakup kegiatan-kegiatan yang diperkirakan mengandung pilice hazard, termasuk juga kegiatan pembinaan masyarakat, yang ditujkan unutk memotivasi segenap lapisan masyarakat agar dapat berpartisifasi aktif dalam uoaya mencegah, menangkal dan mengurangi kejahatan. Upaya Pre-entifBerupa rangkaian kegiatan yang ditujukan untuk menangkal dan menghilangkan faktor-faktor kriminogen pada tahap sedini mungkin.

Teori Tindak PidanaTindak pidana atau perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Moeljatno menyatakan bahwa tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, terhadap barang siapa yang melanggar tersebut. Perbuatan itu harus pula dirasakan oleh masyarakat sebagai suatu hambatan tata pergaulan yang dicita-citakan oleh masyarakat.Suatu perbuatan yang tidak termasuk dalam rumusan delik tidak dapat dijatuhi pidana. Akan tetapi hal itu juga tidak berarti bahwa perbuatan yang tercantum dalam rumusan delik selalu dapat dijatuhi pidana. Untuk itu diperlukan dua syarat, yaitu perbuatan itu bersifat melawan hukum dan dapat dicela.Tetapi sebelum itu, mengenai dilarang dan diancamnya suatu perbuatan, yaitu mengenai perbuatan pidananya sendiri, mengenai criminal act, juga ada dasar yang pokok, yaitu asas legalitas (principle of legality), asas yang menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam perundang-undangan. Biasanya dikenal dalam bahasa latin sebagai Nullum delictum nulla poena sine praevia lege (tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan terlebih dahulu).Sementara itu, hukum pidana itu sendiri adalah himpunan kaidah yang mengatur hubungan hukum antara seseorang dengan negara. Adapun tujuan hukum pidana adalah sebagai berikut: Mengatur masyarakat agar hak dan kepentingannya terjamin; Melindungi kepentingan masyarakat; Melindungi masyarakat dari campur tangan penegak hukum yang menggunakan hukum pidana sebagai sarana menanggulangi kejahatan.Hukum pidana mempunyai sifat istimewa, yaitu pada saat pelaksanaan hukum pidana justru terjadi perampasan hak terhadap seseorang yang telah melanggar hukum. Penjatuhan pidana harus sebagai ultimum remedium, maksudnya penjatuhan pidana atau penerapan hukum pidana merupakan jalan terakhir apanila sanksi atau upaya-upaya pada cabang hukum lainnya tidak dapat menyelesaikan suatu permasalahan.Secara sederhana dapat dikemukakan bahwa hukum pidana merupakan hukum yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh undang-undang beserta sanksi pidana yang dapat dijatuhkannya kepada pelaku. Hal demikian menempatkan hukum pidana dalam pengertian hukum pidana materil.Dalam pengertian yang lengkap dinyatakan Satochid Karta Negara, bahwa hukum pidana materil berisikan peraturan-peraturan tentang berikut ini: Perbuatan yang dapat diancam dengan hukuman (strafbare feiten) misalnya: Mengambil barang milik orang lain; Dengan sengaja merampas nyawa orang lain. Siapa-siapa yang dapat dihukum dengan perkataan lain: mengatur pertanggungan jawab terhadap hukum pidana. Hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap orang yang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang atau juga disebut hukum penitensier.Antisipasi atas kejahatan diantaranya dengan memfungsikan instrumen hukum (pidana) secara efektif melalui penegakan hukum (law enforcement). Melalui instrumen hukum, diupayakan perilaku yang melanggar hukum ditanggulangi secara preventif maupun represif.Penjatuhan pidana bukan semata-mata sebagai pembalasan dendam. Yang penting adalah pemberian bimbingan dan pengayoman. Pengayoman sekaligus kepada masyarakat dan kepada terpidana sendiri agar menjadi insaf dan dapat menjadi anggota masyarakat yang baik. Begitu juga dengan anak yang melakukan tindak pidana.Untuk itu salah satu pertimbangan (consideran) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak menyatakan: bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial secara utuh, serasi, selaras, dan seimbang.Melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak diatur perlakuan khusus terhadap anak nakal, yang berbeda dengan pelaku tindak pidana orang dewasa. Misalnya, ancaman pidana (satu perdua) dari ancaman maksimum pidana orang dewasa, tidak di kenal pidana penjara seumur hidup ataupun pidana mati dan sebagainya. Hal ini bukan berarrti menyimpang dari prinsip equality before the law. Ketentuan demikian dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang bagi anak. Teori Penegakan HukumPenegakan hukum merupakan suatu persoalan yang dihadapi oleh setiap masyarakat. Perkataan penegakan hukum mempunyai konotasi menegakkan, melaksanakan ketentuan di dalam masyarakat, sehingga dalam konteks yang lebih luas penegakan hukum merupakan suatu proses berlangsungnya perwujudan konsep-konsep yang abstrak menjadi kenyataan. Dalam hukum pidana, menegakkan hukum sebagaimana dikemukakan oleh Kadri Husin adalah suatu sistem pengendalian kejahatan yang dilakukan oleh lembaga Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan.Penegakan hukum sebagai suatu proses, pada hakikatnya merupakan penerapan diskresi yang menyangkut membuat keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaedah-kaedah hukum, tetapi mempunyai unsur penilaian pribadi.Secara konsepsional, makna inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang menjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Gangguan terhadap penegakan hukum mungkin terjadi apabila ada ketidakserasian antara tritunggal nilai, kaidah dan pola prilaku.Gangguan tersebut terjadi apabila terjadi ketidak serasian antara nilai-nilai yang berpasangan, yang menjelma didalam kaidah-kaidah yang bersimpang siur, dan pola perilaku tidak terarah yang mengganggu perdamaian pergaulan hidup. Oleh karena itu dapatlah dikatakan bahwa penegakkan hukum bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan undang-undang, walaupun dalam kenyataan di Indonesia kecenderungannya adalah demikian, sehingga pengertian Law enforcement begitu populer.Kaidah atau norma adalah ketentuan-ketentuan tentang baik buruk prilaku manusia di tengah pergaulan hidupnya, dengan menentukan perangkat-perangkat atau penggal-penggal aturan yang bersifat perintah dan anjuran serta larangan-larangan. Ketentuan larangan untuk perbuatan-perbuatan yang apabila dilakukan atau tidak dilakukan dapat membahayakan kehidupan bersama, sebaliknya perintah-perintah adalah ditujukan agar dilakukan perbuatan-perbuatan yang dapat memberi kebaikan bagi kehidupan bersama.Kaidah-kaidah tersebut kemudian menjadi pedoman atau patokan bagi perilaku atau sikap tindak yang dianggap pantas, oleh yang seharusnya. Perilaku atau sikap tindak tersebut bertujuan untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian.Masalah pokok penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral, sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :

Faktor hukumnya sendiri, yang di dalam tulisan ini akan dibatasi pada undang-undang saja; Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun yang menerapkan hukum; Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum; Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku dan diterapkan; Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia didalam pergaulan hidup.Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur dari pada efektivitas penegakan hukum. Dalam praktek penyelenggaraan penegakan hukum di lapangan ada kalanya terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hal ini disebabkan oleh konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak, sedangkan kepastian hukum merupakan suatu prosedur yang telah ditentukan secara normatif. Suatu kebijakan atau tindakan yang tidak sepenuhnya berdasar hukum merupakan sesuatu yang dapat dibenarkan sepanjang kebijakan atau tindakan itu tidak bertentangan dengan hukum.J.E. Sahetapi mengatakan dalam rangka penegakan hukum dan implementasi penegakan hukum bahwa penegakan keadilan tanpa kebenaran adalah suatu kebijakan. Penegakan kebenaran tanpa kejujuran adalah suatu kemunafikan. Dalam rangka penegakan hukum oleh setiap lembaga penegakan hukum (inklusif manusianya) keadilan dan kebenaran harus dinyatakan, harus terasa dan terlihat, harus diaktualisasikan.Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian didalam masyarakat. Setiap warga masyarakat atau kelompok sedikit banyaknya mempunyai kesadaran hukum. Kesadaran hukum akan terwujud apabila ada indikator pengetahuan hukum, sikap hukum, dan prilaku hukum yang patuh terhadap hukum. Kesadaran hukum yang rendah atau tinggi pada masyarakat akan mempengaruhi pelaksanaan hukum. Kesadaran hukum yang rendah akan menjadi kendala dalam pelaksanaan hukum, baik berupa tingginya pelanggaran hukum maupun kurang partisipasinya masyarakat dalam pelaksanaan hukum.Menurut Soerjono Soekanto, kesadaran hukum yang tinggi mengakibatkan warga masyarakat mematuhi ketentuan hukum yang berlaku. Sebaliknya, apabila kesadaran hukum sangat rendah, maka derajat kepatuhan terhadap hukum juga tidak tinggi. Kesadaran hukum merupakan suatu proses psikis yang terdapat dalam diri manusia, yang mungkin timbul dan mungkin juga tidak timbul. Unutk meningkatkan kesadaran hukum, seyogyanya dilakukan melalui penerangan dan penyuluhan hukum yang teratur atas dasar rencana yang mantap.

Kerangka KonseptualAdapun konsep-konsep yang digunakan dalam penulisan penelitian ini yaitu : Peranan adalah ikut ambil bagian dalam suatu kegiatan, keikutsertaan secara aktif, partisipasi. Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah segala hal ikhwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Tindak pidana adalah suatu tindakan atau perbuatan yang diancam dengan pidana oleh undang-undang, bertentangan dengan hukum dan dilakukan dengan kesalahan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab. Menanggulangi adalah menahan (serangan) kesukaran dan sebagainya. Pencurian adalah mengambil suatu barang, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk memilikinya secara melawan hukum. Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Kepolisian Resort Kota Pekanbaru adalah anggota kepolisian yang bertugas di wilayah hukum resort kota Pekanbaru. Metode Penelitian Jenis PenelitianJenis penelitian ini adalah penelitian hukum sosiologis, yaitu melihat pengaruh berlakunya hukum positif terhadap kehidupan masyarakat. Dalam hal ini adalah khususnya hukum pidana yang mengatur tentang tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak. Lokasi PenelitianSesuai dengan judul penulis, maka penelitian ini sepenuhnya dilakukan di wilayah hukum Kepolisian Resort Kota Pekanbaru. Adapun alasannya karena dilokasi tersebut kasus tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak cukup tinggi. Populasi dan Sampel PopulasiPopulasi adalah keseluruhan atau himpunan objek dengan ciri yang sama . Populasi merupakan keseluruhan pihak yang berkaitan dengan masalah yang diteliti dalam penelitian ini. Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah: Kasat Reskrim Kepolisian Resort Kota Pekanbaru; Penyidik yang menangani tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak; Anak pelaku tindak pidana pencurian di wilayah hukum Kepolisian Resort Kota Pekanbaru; SampelUntuk mempermudah penulis dalam melakukan penelitian maka penulis menentukan sampel, dimana sample adalah himpunan bagian atau sebagian dari populasi yang dapat mewakili keseluruhan objek penelitian. Dan metode yang dipakai adalah Purposive Sampling, yaitu menetapkan sejumlah sampel yang mewakili jumlah populasi yang ada, yang kategori sampelnya itu telah ditetapkan sendiri oleh peneliti, untuk lebih jelasnya mengenai populasi dan sampel dapat dilihat pada tabel di bawah ini.Tabel 2Populasi dan SampelNO RESPONDEN POPULASI SAMPEL (%)1. Kasat Reskrim Kepolisian Resort KotaPekanbaru 1 1 100%2. Penyidik yang menangani tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak 5 3 70%3 Anak pelaku pencurian 25 3 12% Jumlah 31 7 -Sumber: Data dari Kepolisian Resort Kota Pekanbaru Tahun 2013 Sumber Data Data PrimerData primer adalah data yang penulis dapatkan/peroleh secara langsung melalui responden dengan cara melakukan penelitian di lapangan mengenai hal-hal yang bersangkutan dengan masalah yang akan diteliti. Data SekunderData sekunder adalah data yang sudah ada sebelumnya atau merupakan data jadi atau buku. Data sekunder diperoleh melalui penelitian perpustakaan atau berasal dari: Bahan Hukum PrimerMerupakan bahan penelitian yang bersumber dari penelitian kepustakaan yang diperoleh dari undang-undang antara lain Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946), Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Peradilan Anak. Bahan Hukum SekunderMerupakan bahan-bahan penelitian yang berasal dari literatur atau hasil penulisan para sarjana yang berupa buku yang berkaitan dengan pokok pembahasan. Bahan Hukum TersierMerupakan bahan-bahan penelitian yang diperoleh melalui ensiklopedia atau sejenisnya yang berfungsi mendukung data primer dan data sekunder seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia dan internet.

Teknik pengumpulan data Dalam usaha mengumpulkan data ada beberapa tahap yang harus dilakukan, anatara lain yaitu : WawancaraYaitu pola khusus dalam bentuk interaksi dimana pewawancara mengajukan pertanyaan seputar masalah penelitian kepada responden atau melakukan tanya jawab langsung dengan pihak yang bersangkutan. Kajian kepustakaanMetode pengumpulan data melalui studi kepustakaan. Untuk mencari data skunder guna mendukung data primer, dan bahan ini di dapat dari pustaka wilayah Soeman HS Pekanbaru dan pustaka Fakultas Hukum Universitas Riau. Analisis dataData yang terkumpul selanjutnya dianalisis secara kualitatif artinya data yang berdasarkan uraian kalimat atau data tidak dianalisis dengan menggunakan statistik atau matematika ataupun sejenisnya, yaitu apa yang dinyatakan responden secara tertulis atau lisan dan perilaku nyata yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh . Serta dengan mengunakan metode deduktif dengan cara menganalisis dari permasalahan yang bersifat umum terhadap hal-hal yang bersifat khusus tentunya. Jadwal PenelitianWaktu yang di perlukan dalam penelitian ini yaitu selama 6 (enam) bulan atau 180 (seratus delapan puluh) hari. Penelitian ini dimulai bulan september tahun 2013 dan selesai bulan februari tahun 2014. Rencana kegiatan penelitian ini digambarkan dalam tabel dibawah ini :Uraian Kegiatan Bulan September Bulan Oktober Bulan November Bulan Desember Bulan Januari Bulan FebruariPenulisan Proposal Seminar Proposal Perbaikan Proposal Pengumpulan Data Pengolahan Data Seminar Skripsi Perbaikan Skripsi Penyerahan SkripsiKe Fakultas