Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
PERAN SEKOLAH BAGI ANAK ADHD
Oleh RIDWAN
Abstraksi
Anak yang mengalami gangguan ADHD adalah anak yang
secara psikologis mengalami hambatan didalam proses
penyesuaian dirinya dengan lingkungan yang ditandai dengan
gejala utama seperti kurang mampu memusatkan perhatian,
hiperaktif dan impulsivitas. Akibat dari segala perilaku yang
ditampilkan tersebut membuat anak ADHD cenderung
bermasalah di sekolah.
Disisi lain, sekolah seringkali tidak mentolerir perilaku
yang bermasalah pada anak didiknya. Akibatnya, anak bisa
dikeluarkan dari sekolah karena anak-anak seperti ini adalah
dianggap anak yang nakal. Untuk itu, kiranya perlu pihak
sekolah memahami perilaku-perilaku ADHD dari anak
didiknya. Dengan lebih memahami gejala serta perilaku yang
ditampilkan anak ADHD memudahkan pihak sekolah
menerima serta memperlakukan anak didiknya dengan baik
sehingga pihak sekolah tetap memberikan kesempatan bagi
anak didik yang mengalami ADHD ini untuk dapat terus
melanjutkan pendidikannya.
Kata Kunci: Peran sekolah, anak ADHD
A. Pendahuluan
Akhir-akhir ini, banyak dari orangtua mengeluhkan bahkan mengalami
kewalahan serta rasa frustasi terhadap perilaku hiperaktif anaknya yang tampak
tidak mau diam, selalu bergerak dengan tidak mengenal lelah dan akibat
keaktifan yang terlalu berlebihan tersebut membuat anakpun rentan akan cidera
yang dialami. Hal yang sama dikeluhkan pula oleh para guru dimana anak
tersebut menimba ilmu di sekolah mereka. Ketika disekolah anak-anak ini terlibat
keributan dengan teman yang lain. Anak juga menganggu situasi atau proses
belajar mengajar yang sedang berjalan, seperti berlarian kesana kemari disaat
siswa lain sedang belajar, tidak mengerjakan tugas dan lain sebagainya.
2
Akibatnya, anak dianggap tidak bisa bekerjasama bahkan bisa saja menyebakan
anak dikeluarkan dari sekolah.
Menurut Sani seperti yang dikutip oleh Ferdinand Zaviera, ”ditinjau secara
psikologis, hiperaktif adalah gangguan tingkah laku yang tidak normal,
disebabkan disfungsi neurologis dengan gejala utama tidak mampu memusatkan
perhatian. Hiperaktif sendiri merupakan turunan dari Attention Deficit
Hiperactivity Disorder atau ADHD”.
Pada beberapa literatur ditemukan bahwa anak-anak dengan masalah
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) mengalami permasalahan pada
fungsi neurotransmitternya, sehingga muncul dalam bentuk perilakunya.
Perilaku yang dapat terobservasi pada anak-anak yang mengalami Attention
Deficit And Hyperactivity Disorder (ADHD) berupa gangguan pemusatan
perhatian (inattention), hiperaktivitas, dan impulsivitas (Kriteria berdasarkan
DSM IV, APA, 1994) (Swaiman, 2006;585). Berdasarkan pernyataan Shaywitz
and Shaywitz pada tahun 1994, telah terjadi perubahan konsep mengenai ADHD.
ADHD dulu dikatakan sebagai minimal brain disfunction (Swaiman, 2006;585),
namun saat ini penggunaan istilah tersebut telah berubah dan lebih dispesifikasi
menjadi Attention Deficit and Hyperactivity Disorder (ADHD). ADHD menurut
penelitian, ditemukan bahwa:
• 80% gejala persisten sampai remaja
• 30-65% gejala persisten sampai dewasa
• 50% disertai gangguan perilaku lain / KOMORBID
Umumnya anak yang menderita ADHD terasa bermasalah jika sudah
masuk playgroup/sekolah. Penderita ADHD mengalami kesulitan dalam
memusatkan perhatian (defisit dalam memusatkan perhatian) sehingga tidak
dapat menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya secara baik. Mereka
juga mengalami kesulitan dalam bermain dan berinteraksi dengan teman karena
tidak memiliki kemampuan memusatkan perhatian.
Kesulitan mempertahankan perhatian ini tidak berkaitan dengan tingkat
kecerdasan pada anak ADHD. Saat dilakukan tes kecerdasan untuk mengukur
tingkat IQ, diperoleh angka kecerdasan berada pada taraf rata-rata (average) atau
di atas rata-rata. Ketika ditemukan anak-anak yang aktif dan sulit beratensi
dengan tingkat IQ berada di bawah rata-rata, maka tidak dapat didiagnosa sebagai
ADHD.
3
B. Sejarah Pemahaman ADHD
ADHD menyebabkan anak-anak pandai menjadi tidak berfungsi secara
tepat di sekolah, dan meskipun dengan pengasuhan yang baik, mereka dapat
bertingkah laku buruk di sekolah. (Green,2001; p.1). Suatu kondisi medis yang
ditunjukkan dengan kesulitan untuk memberikan atensi, dan/atau perilaku
hiperaktivitas serta impulsivitas yang muncul secara signifikan baik di rumah
maupun di sekolah.
ADHD merupakan salah satu gangguan mental yang paling sering
terjadi: pada anak-anak usia sekolah ±5-7% dan pada orang dewasa ±2-5%.
ADHD telah di gambarkan 100 tahun yang lalu, dan menghasilkan
pengetahuan pengobatan stimulan yang dikenal sejak lebih dari setengah abad
yang lalu.
Saat ini ADHD lebih menunjukkan masalah pada fungsi otak yang
menyebabkan anak yang pintar menjadi tidak berprestasi secara akademis dan
berperilaku buruk, meskipun telah diberikan pengasuhan dengan standar yang
tinggi.(Green, 2001;3).
Sejarah perkembangan pemahaman mengenai ADHD:
1902: Gambaran yang jelas mengenai perilaku ADHD.
Tidak disebabkan oleh kerusakan otak atau
pengasuhan yang buruk
1930-an: Kerusakan otak menyebabkan perilaku ADHD
1937: Pengobatan stimulan digunakan pertama kali
1950an-
1960an:
Saat ini dipercayai sebagai disfungsi otak –
‘Minimal Brain Dysfunction’
Psikiatri psikoanalitik anak melihat ADHD dalam
term masalah peran orangtua dan lingkungan
1957: Methylphenidate (Ritalin) diperkenalkan.
1960-
1970:
“Sindrom Anak Hiperaktif”menjadi populer.
Ritalin digunakan secara luas dan banyak
penelitian mengenai pengobatan tersebut
(stimulan)
1970-
1975:
Media yang tidak akurat menentang penggunaan
obat.
4
Diet Feingold menjadi populer
1975-
1980:
Medikasi kembali popular
1980: American Psychiatric Association menggunakan
istilah Ättention Deficit Hyperactivity
Disorder”(DSM-III).Positron
1987: American Psychiatric Association menggunakan
istilah Ättention Deficit Hyperactivity
Disorder”(DSM-IIIR).
Kampanye anti pengobatan menyesatkan banyak
orangtua dan para profesional.
1990: Emission Tomography (ETscan) menunjukkan
perbedaan yang signifikan antara fungsi otak
ADHD dan otak bukan ADHD
1994: APA mendefinisikan kembali ÄDHD” di DSM-IV
1997: ADHD pengaruh dari 4 faktor: attention and
learning; impulsive, perilaku dengan kontrol yang
buruk; ada atau tidaknya kondisi komorbid;
pengasuhan atau permusuhan yang muncul di
lingkungan anak.
2001: Penemuan bukti dari genetik molekular, penelitian
neurotransmitter, scan otak, EEG, dan penelitian
antar budaya membuktikan validitas dari ADHD.
C. Penyebab ADHD
Banyak peneliti masih belum sepakat mengenai penyebab tepatnya dari
ADHD, tetapi 2 ada hal yang pasti. Pertama, ADHD merupakan kondisi yang
diturunkan (hereditary) dan kedua, masalah ADHD merupakan hasil dari
perbedaan kecil pada irama otak (dopamine).
Banyak peneliti percaya bahwa ADHD merupakan kondisi dimana
fungsi area otak yang mengendalikan perilaku mengalami permasalahan.
Fungsi pada area frontal lobe yang mengendalikan tingkah laku yang tidak tepat
5
dan area basal ganglia and cerebellar circuits yang berkoneksi berdekatan.
Ada ketidak seimbangan pada neurotransmitters yang menyampaikan pesan.
Menurut Green(2001), kondisi anak yang mengalami ADHD tidak
disebabkan karena masalah diet atau karena pola pengasuhan yang salah.
1. Kondisi Hereditary (Keturunan)
Biasanya orangtua yang ADHD cenderung akan menurunkan secara
genetik pada anaknya. Setidaknya 2 genetik telah ditemukan, yaitu gen
DRD4 dan gen DAT. Pada penelitian pada anak kembar, ditemukan jika
salah satunya ADHD, maka 90% anak yang lain juga mengalaminya (Green,
2001; 19, Accordo & Blondis, 2000;129)
2. Kesulitan Menemukan Irama yang Tepat Pada Otak
Neuropsychology
Impulsivitas pada anak dengan ADHD menunjukkan disfungsi pada
area frontal lobe. Mereka kesulitan untuk mengendalikan perilaku mereka
sendiri.
Anak-anak yang murni mengalami kesulitan untuk memberikan atensi
atau inatensi (tanpa impulsivitas, perilaku aktif) menunjukkan masalah juga
pada area frontal lobe tetapi juga mengalami kelambatan melakukan
pengolahan, sehingga akan berespon dengan lambat. (Green, 2001)
Pengukuran Aktivitas
Anak-anak dengan ADHD overaktif ketika mereka seharusnya tenang
dan sangat tidak aktif ketika mereka seharusnya aktif. Hal tersebut bukan
over aktivitas, namun kesulitan untuk mengendalikan aktivitas dirinya (self-
monitoring).
Ketidak seimbangan Kimiawi otak
Ketidak seimbangan atau pengurangan noradrenaline dan dopamine di
otak. Pengobatan stimulan membantu menyeimbangkan kondisi tersebut.
3. Pengasuhan dan ADHD
Perilaku anak ADHD akan diikuti dengan cara orangtua menerapkan
disiplin. Buruknya pola pengasuhan tidak menyebabkan ADHD, namun
dapat membuat perilaku anak ADHD semakin buruk dengan penguatan yang
6
diberikan. Anak ADHD biasanya adalah anak yang sulit, sehingga seringkali
orangtua sulit menerapkan disiplin secara konsisten. Kondisi ini biasanya
dapat memunculkan masalah dalam keluarga. (Green, 2001).
D. Cara Mendiagnosa ADHD
Sebelum melakukan diagnosa apakah anak mengalami ADHD/GPPH,
maka perlu dipahami bahwa perlu pengumpulan data melalui observasi yang
sangat tajam dan wawancara dari berbagai pihak yang terlibat dengan anak.
Perlu data yang obyektif dan akurat.
Diperlukan kerjasama dan diskusi antara orangtua, guru, dan ahli untuk
dapat menentukan adalah masalah ADHD pada seorang anak. Hal ini perlu
dilakukan untuk melihat pola perilaku yang muncul pada anak pada setiap
setting atau situasi yang dialui oleh anak.
Untuk menetapkan diagnosis ADHD perlu dilakukan 4 tahap
pemeriksaan:
1. memperhatikan tanda-tanda yang muncul
2. Menyingkirkan diagnosa yang serupa dengan ADHD
3. Menggunakan alat yang obyektif
4. wawancara secara detail mengenai pola yang muncul untuk memperkuat
hipotesis mengenai masalah ADHD
Ada 2 tanda penting yang harus kita perhatikan yang membuat kita
memikirkan kemungkinan ADHD:
a. Anak menunjukkan kesulitan di sekolah (underfunctions at school),
meskipun memiliki tingkat intelegensi yang normal dan tidak mengalami
masalah kesulitan belajar (learning disabilities).
b. Anak-anak dengan ADHD memiliki serangkaian masalah perilaku yang
sangat buruk daripada yang diharapkan dari standar lingkungan.
Dalam DSM-IV-TR (APA, 2000), kriteria atau ciri-ciri diagnosis
ADHD adalah sebagai berikut:
Jenis Masalah Pola Perilaku Khusus
Kurangnya
perhatian
Gagal memperhatikan detail atau
melakukan kecerobohan dalam tugas
7
sekolah, dan lainnya.
Kesulitan memperhatikan perhatian
disekolah atau saat bermain.
Tampak tidak memperhatikan apa yang
dikatakan orang lain.
Tidak bisa mengikuti instruksi atau
menyelesaikan tugas.
Kesulitan mengatur pekerjaan dan
aktivitas lain.
Menghindari pekerjaan atau aktivitas yang
menuntut perhatian.
Kehilangan alat-alat sekolah (misalnya,
pensil, buku, mainan, tugas-tugas).
Mudah teralihkan perhatiannya.
Sering lupa melakukan aktivitas ehari-
hari.
Hiperaktivitas Tangan atau kaki bergerak gelisah atau
menggeliat-geliat di kursi.
Meninggalkan kursi pada situasi belajar
yang menuntut duduk tenang.
Berlarian atau memanjat benda-benda
secara terus menerus.
Kesulitan untuk bermain dengan tenang.
Impulsivitas Sering berteriak di kelas.
Tidak bisa menunggu giliran dalam
antrean, permainan dan sebagainya.
Untuk dapat didiagnosis ADHD, gangguan ini harus muncul sebelum
usia 7 tahun, harus secara signifikan menghambat fungsi akademik,
sosial dan pekerjaan, dan harus ditandai oleh sejumlah ciri klinis yang
tersebut di atas, serta telah terjadi lebih dari 6 bulan dan paling tidak
terjadi pada dua situasi seperti di sekolah, rumah, atau pekerjaan
8
Perilaku Inti dari ADHD
Inatensi
Perilaku yang dapat menggambarkan bahwa anak mengalami
kesulitan untuk mempertahankan atensinya (Inattention) adalah perilaku anak
yang mudah terdistraksi atau teralih perhatiannya, lupa terhadap instruksi
yang diberikan, mudah beralih dari satu tugas ke tugas yang lain sebelum
menyelesaikannya. Anak tampak lebih baik ketika berada pada pengawasan
perorangan (satu guru dengan satu anak).
Beberapa anak memiliki masalah hanya pada atensinya (inattentive
type). Pada tipe ini, anak cenderung berespon lambat, tidak memperhatikan
hal-hal yang berada di hadapannya.
Impulsivitas
Anak berbicara dan berperilaku tanpa dipikirkan. Seringkali
melakukan suatu hal secara tiba-tiba tanpa alasan yang jelas. Mudah tersulut
atau bereaksi dengan sangat cepat.
Hiperaktifitas
Kecenderungan anak tidak dapat duduk dengan tenang. Hiperaktivitas
ini juga dapat dikatakan anak beraktivitas secara berlebihan. Anak tampak
selalu gelisah, melakukan aktivitas yang tidak terarah.
Perlu dilakukan wawancara dan observasi yang tajam untuk dapat
mengenali perilaku anak dengan ADHD, karena perilaku yang hampir serupa
dapat muncul pada anak yang tidak mengalami ADHD.
E. Menyingkirkan diagnosa yang serupa dengan ADHD
Perilaku yang tampak pada anak ADHD dapat membingungkan, karena
dapat muncul juga pada anak-anak yang tidak mengalami ADHD. Perilaku
yang muncul akan tampak serupa dengan perilaku yang ditampilkan oleh anak
ADHD. Perlu diperhatikan secara seksama mengenai perbedaan-perbedaan
antara anak ADHD dengan anak-anak yang berperilaku serupa anak ADHD.
Beberapa diagnosa dengan perilaku yang muncul serupa dengan yang
ditampilkan anak ADHD adalah:
- Anak Pra-sekolah yang normal, namun aktif
- Anak dengan keterbatasan intelektual
9
- Anak dengan masalah pendengaran
- Anak dengan masalah kesulitan belajar spesifik (specific learning disabilities)
- Bipolar disorder
- Anak dengan Autism-sindrom Asperger
- Anak gifted atau berbakat
- Anak dengan masalah tidur
- Anak dengan masalah epilepsy
- Anak yang depresi
- Anak dengan masalah kerusakan otak
- Anak dengan masalah keluarga
Dengan adanya kriteria dari DSM-IV-TR, maka kemungkinan dalam
menerapkan kesalahan dalam diagnosis ADHD dapat dihindari. Perlu
diperhatikan, bahwa banyak anak ADHD yang muncul dengan gejala masalah
perilaku yang serupa dengan gejala yang dikeluhkan pada anak-anak yang
sebenarnya tidak mengalami masalah ADHD. Berdasarkan hal tersebut, maka
perlu melakukan wawancara dengan sangat hati-hati dengan memperhatikan
tanda-tanda yang biasa muncul.
F. Gambaran ADHD pada aspek perkembangan
Ketika permasalahan yang muncul dari masa kana-kanak ini tidak segera
ditangani, maka 70% akan berlanjut sampai masa remaja atau masa dewasa
dengan perkembangan bentuk perilaku yang tidak adaptif. Dapat dikatakan
gejala yang muncul pada masa kanak-kanak berkembang persisten sampai
dewasa.
Perilaku yang tidak adaptif dan dapat menetap hingga dewasa (ADHD
yang persisten) mengarah pada tindak kriminalitas, seperti vandalisme,
kepribadian anti sosial, pengguna alkohol, penggunaan obat-obatan terlarang,
marijuana/substance abuse, premanisme.
Masalah inatensi, hiperaktivitas, dan impulsivitas akan mempengaruhi
aspek-aspek perkembangan individu. Ketika anak sulit untuk fokus dan selalu
bergerak, maka informasi yang ia terima menjadi tidak utuh (Green, 2001).
Meskipun tingkat kecerdasan anak ADHD berada taraf rata-rata atau di atas rata-
10
rata, namun mereka cenderung mengalami kesulitan pada bidang akademik,
kendali emosi, dan interaksi sosial.
Kesulitan anak dalam bidang akademik, kendali emosi, dan interaksi
sosial akan menghambat kemampuan anak untuk mengembangkan ketrampilan
bersikap sosial, berempati dengan orang lain, memahami situasi, menurunnya
motivasi dalam pencapaian bidang akademik.
Ketika bertindak, anak cenderung mengandalkan impulsnya tanpa
mempertimbangkan akibatnya baik bagi dirinya maupun orang lain. Anak
ADHD kurang terlatih dalam mencari solusi penyelesaian masalah karena mereka
terbiasa menyelesaikan masalah menggunakan instingnya (impuls) secara spontan
atau perilaku otomatik.
Menurut Grenn (2001), anak tidak dapat melihat diri mereka sendiri,
mereka melakukan penilaian (judgment) terhadap diri mereka sendiri dari reaksi
yang dimunculkan orang-orang di sekitar mereka.
Orangtua dan guru dapat menurunkan harga diri (self-esteem) mereka
tidak hanya melalui kata-kata, namun penggunaan kata tersebut. Intonasi, ketidak
tertarikan pada pembicaraan anak, merendahkan anak, dapat menurunkan harga
dirinya.
G. Peran dan bantuan dari pihak sekolah
Bukan merupakan suatu keanehan sekiranya anak ADHD bermasalah
dengan sekolahnya. Sekolah mengharuskan anak untuk dapat berkonsentrasi dan
secara aktif mengikuti seluruh kegiatan yang ada di kelas. Tidak ada ruang dalam
meningkatkan prestasi belajar bagi anak yang mengalami gangguan konsentrasi
serta kelihatan sangat aktif.
Semua siswa diharuskan mengikuti rutinitas-rutinitas kelas, mengikuti
peraturan-peraturan guru, dan siswa juga diharapkan bisa mengendalikan semua
perilakunya yang tidak sesuai. Guru seolah-olah kurang memperdulikan dengan
apa yang terjadi pada anak didiknya. Hal ini dikarenakan kekurang tahuan guru
mengenai apa yang terjadi pada anak didiknya.
11
Untuk itu diperlukan pendidikan yang tepat yang dapat dilakukan untuk
para guru oleh pihak sekolah, diantaranya:
1. Guru harus didik mengenai penyebab dan sifat dasar dari gangguan-gangguan
ADHD serta memahami sudut pandang perkembangan yang terkait dengan
lemahnya perhatian dari seorang siswa.
2. Mencari bidang-bidang persoalan yang paling bermasalah. Guru diharapkan
dapat mengidentifikasi dan menentukan perilaku-perilaku yang membutuhkan
perhatian segera.
3. Memberikan pendidikan bagi guru mengenai definisi, penyebab, dan sifat
dasar perkembangan gangguan-gangguan perhatian melalui buku, brosur,
video, lokakarya, dan komunikasi pribadi. Sekolah-sekolah bisa menyediakan
narasumber untuk memberikan pelatihan bagi para guru.
Sekolah juga dapat memberikan kesempatan pada anak yang mengalami
ADHD ini untuk:
Mendapatkan layanan-layanan pendidikan
Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan yang layak dan tidak dibeda-
bedakan antara satu dengan yang lainnya. Ketika diketemukan ada anak yang
bermasalah seperti halnya anak ADHD maka tidak serta merta anak dicap
sebagai anak penganggu atau anak yang nakal apalagi sampai harus
dikeluarkan dari sekolah. Untuk itu pihak sekolah seharusnyalah
menyediakan jasa layanan bagi anak seperti ini dengan bekerjasama dengan
seorang psikolog, atau orang yang memiliki keahlian dalam bidang
pendidikan terutama mengenai anak berkebutuhan khusus.
Perkembangan rencana pendidikan individual
Untuk anak yang mengalami gangguan ADHD perlu kiranya pihak sekolah
dalam hal ini guru memberikan penerapan program sejenis Rencana
Pendidikan Individual (IEP). Program ini membuat anak ADHD lebih dapat
diberikan kesempatan untuk belajar sesuai dengan kesulitan-kesulitan serta
kekurangan-kekurangan yang ada pada diri mereka sehingga lebih
memudahkan mereka untuk dapat beradaptasi dengan tuntutan sekolah.
Dengan program ini, diharapkan kesulitan anak ADHD dalam mengikuti
kegiatan proses belajar mengajar bisa diminimalisir.
12
H. PENUTUP
Anak ADHD adalah anak yang mengalami gangguan fungsi neurologisnya
sehingga mereka kesulitan untuk mengontrol diri mereka sendiri baik dalam
berperilaku, bersikap serta menfokuskan diri pada suatu tugas.
Ketidakmampuan dalam mengontrol diri inilah yang pada intinya
mempengaruhi proses adaptasi anak ADHD dengan lingkungannya, baik itu di
rumah, sekolah dan tempat bermain. Akibatnya anak mengalami pengucilan,
diperlakukan tidak baik serta diberi label nakal oleh lingkungannya bahkan
karena perilaku yang sangat menganggu seringkali pula membuat anak ini selalu
berurusan dengan pihak sekolah dalam hal ini guru kelasnya. Banyak guru
merasa kewalahan menghadapi anak seperti ini yang sudah tentu dianggap
menganggu jalannya proses belajar yang terjadi.
Untuk itu pihak sekolah perlu kiranya memberikan pemahaman mengenai
pengertian mengenai ADHD serta faktor-faktor yang melatar belakanginya.
Dengan pemahaman yang sama mengenai ADHD, diharapkan pihak sekolah
dalam hal ini guru dapat memperlakukan anak ADHD ini sesuai dengan tingkat
permasalahan yang mereka hadapi.
DAFTAR BACAAN
Ferdinand, 2008. Anak Hiperaktif. Jogyakarta. Kata Hati.
Green, Christopher and Kit Chee (2001). Understanding ADHD. Sidney: Doubleday.
Grant, 1998. Terapi Untuk Anak ADHD. Terj. Jakarta. Bhuana Ilmu Populer.
Jefrey,2005. Abnormal Psychology. terj. Jakarta. Erlangga.
Swaiman, Kenneth F and Stephen Ashwal (2006). Pediatric Neurology. Principles and practice.
Missouri: Mosby, Inc.
13