Upload
others
View
14
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
DOKUZ EYLÜL UNIVERSITY
HEALTH SCIENCE INSTITUTE
Peran Puskesmas Dalam Pelayanan Pencegahan
Penyakit dan Promosi Kesehatan pada Era Sebelum
dan Sesudah Jaminan Kesehatan Nasional di
Wilayah Tangerang Selatan-Indonesia
Mochamad Iqbal Nurmansyah
DEPARTEMENT OF PUBLIC HEALTH
MASTER THESIS
İZMİR-2016
THESIS CODE: DEU.HSI.MSc-2013970134
2
Peran Puskesmas Dalam Pelayanan Pencegahan Penyakit dan Promosi Kesehatan pada
Era Sebelum dan Sesudah Jaminan Kesehatan Nasional di Wilayah Tangerang Selatan-
Indonesia
Mochamad Iqbal Nurmansyah, Health Sciences Institute, Dokuz Eylül University
ABSTRAK
Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi dampak dari kebijakan
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terhadap kegiatan pencegahan penyakit dan Promosi
Kesehatan yang diimplementasikan oleh Puskesmas.
Metode: Metode kuantitatif dan kualitatif telah digunakan pada penelitian ini. Penelitian ini
dilaksanakan di Tangerang Selatan, Indonesia. Pengumpulan data dilaksanakan antara
Februari dan Maret 2016. Enam pengambil kebijakan, 8 pemberi layanan dan 8 penerima
layanan telah dipilih untuk diwawancarai. Telaah dokumen dilaksanakan terhadap 16
dokumen. Observasi dilaksanakan pada 4 Puskesmas terpilih. Konten analisis digunakan
untuk menganalisis data kualitatif. Indikator status kesehatan yang ada di Tangerang Selatan
digambarkan pada bagian kuantatif.
Hasil: Tidak ada perbedaan kebijakan yang diimplementasikan sebelum dan sesudah
dilaksanakannya JKN. Namun terdapat peningkatan pendanaan setelah dilaksanakannya JKN.
Atas peningkatan tersebut, terdapat peningkatan skrining kesehatan, pelayanan kesehatan
remaja serta pelayanan lansia. Masih terdapat permasalahan inequalitas pada distribusi
sumber daya manusia serta fasilitas antar Puskesmas. Pada data kuantitatif, terhdapat
penurunan kematian bayi dan ibu, serta peningkatan cakupan pemberian ASI dan peningkatan
status gizi baik pada anak. Namun demikian, masih terdapat penurunan pada angka
penggunaan KB, angka pelayanan ibu nifas dan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan.
Kesimpulan: Beberapa kegiatan khusus perlu dilakukan agar bisa meningkatkan partisipasi
masyarakat terhadap kegiatan Puskesmas. Dikarenakan kekurangan peralatan furnitur pada
Puskesmas, sebaiknya dana JKN juga dapat digunakan untuk membeli barang-barang yang
kurang tersebut. Diperlukan peningkatan sumber daya manusia terutama di Puskesmas daerah
pedesaan dan mencegahan adanya kesenjangan yang berlebih terkait dengan intensif yang
dihasilkan oleh dana kapitasi.
Kata Kunci: Jaminan Kesehatan Nasional, Pusat Kesehatan Masyarakat, Promosi Kesehatan,
Kapitasi, Studi Kualitatif.
3
The Role of Community Health Centre in Health Promotion and Protection Services
Before and After National Health Insurance Era on Tangerang Selatan City, Indonesia
Mochamad Iqbal Nurmansyah, Health Sciences Institute, Dokuz Eylül University
ABSTRACT
Aim: The aim of this research is to explore the impact of National Health Insurance (NHI) to
health promotion and prevention services which are applied by Community Health Centers
(CHC).
Method: Quantitave and qualitative method has been used in this research. This research has
been conducted in Tangerang Selatan City, Indonesia. The data has been collected between
February and March 2016. Six administrators, 8 service providers and 8 service receivers
have been chosen for in depth interview. In document analysis, 16 documents have been
examined. Observation has been conducted in 4 selected CHC’s. In the quantitative part,
health status indicators have been scrutinized and showed on descriptive table. Thematic
content analysis has been used for qualitative data.
Results: When there is no difference before and after NHI era in the term of implemented
policies, there is an increase of finance (capitation) after NHI era. With an increasing of
financial that has an impact to increasing of health screening in primary schools, youth
services and services for elderly, but instead there is an inequality of the distribution of health
worker resources and inadequacy of facilities in CHC. When comparing health status
indicators, the data regarding of decreasing of maternal and infant mortatlity rates and an
increasing of breastfed infants ratio and normal weight child have been found. Although there
is a decreasing of utilization of family planning, monitoring of gestation and postpartum
period and gave birth with health personnel. Community participation is found as not enough
by interviews.
Conclusion: Some special activities should be conducted to provide sufficient community
participation. Capitation budget should be used to purchase furniture in CHCs. Health
workers in the village area need to be increased and payments from the capitation budget
should be reorganised to decrease inequalities in payments in the rural CHCs.
Key Words: National Health Insurance, Community Health Centre, Health Promotion, Per
Capita, Qualitative Research
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam sudut pandang kesehatan masyarakat, aspek sosial dan politik menjadi hal
yang penting. Oleh karena itu, untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat,
pemerintah memainkan peran yang sangat penting. Beberapa tugas daripada pemerintah
dalam hal kesehatan diantaranya melaksanakan pencegahan dan promosi kesehatan,
memberikan pendidikan kesehatan dan meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan.
Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat yaitu dengan
cara mengimplementasikan jaminan sosial. Jaminan sosial dapat meningkatkan
kemampuan masyarakat dalam menjangkau pelayanan kesehatan sehingga dapat
meningkatkan penggunannya, meningkatkan derajat kesehatan6 dan mengurangi
pembiayaan kesehatan yang bersifat out of pocket.
İndonesia telah mulai melaksanakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada 1
Januari 2014. Pada dasarnya, program Jaminan Kesehatan di Indonesia telah lama
diimplementasikan namun, masih terjadi fragmentasi dan belum dilaksanakannya secara
terintegrasi dari segi pelayanan yang diberikan dan institusi yang mengelola. Saat ini,
Sistem Jaminan Sosial Nasional telah berhasil menggabungkan berbagai pelayanan
seperti pelayanan kesehatan, keselamatan kerja, jaminan hari tua.
Setelah diimplementasikannya JKN, berbagai perubahan telah dirasakan baik oleh
personel kesehatan maupun masyarakat. Pada tingkat pelayanan kesehatan primer, sistem
kapitasi dianggap dapat memberikan pemasukan yang lebih sedikit terhadap dokter.
Namun, dalam implementasinya, sistem tersebut justru memberikan pendapatan yang
lebih besar kepada dokter. Efek lain yang juga dirasakan yakni peningkatan biaya
pelayanan kesehatan mengingat adanya peningkatan penggunaan pelayanan kesehatan
oleh masyarakat.
Dengan diimplementasikannya JKN maka akan mempermudah aksesibilitas
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dimana juga akan berimplikasi pada
peningkatan penggunaan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Seperti telah
diketahui bahwa Puskesmas tidak hanya memiliki fungsi kuratif namun juga terdapat
fungsi lain yang dimliki seperti pencegahan kesehatan dan juga promosi kesehatan.
5
Melihan kondisi saat ini, Puskesmas masih dihadapkan dengan kurangnya sumber
daya manusia14
. Selain itu, dari segi pendanaan, dana yang digunakan untuk pencegahan
kesehatan dirasa masih lebih sedikit ketimbang dana yang dipakai pada bidang kuratif.
Oleh karena itu, dengan berbagai sebab tersebut, maka bukan tidak mungkin terjadi
pengabaian Puskesmas terhadap program promosi dan pencegahan kesehatan.
Dengan hanya mengimplementasikan sistem JKN untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat tentunya tidaklah cukup. Apabila program pencegahan dan
promosi kesehatan tidak diimplementasikan dengan baik, maka akan terus terjadi
peningkatan penggunaan pelayanan kesehatan yang juga akan meningkatkan pengeluaran
kesehatan. Oleh karena itu, pencegahan dan promosi kesehatan memiliki peran yang
sangat penting.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui dampak pelaksanaan program
Jaminan Kesehatan Nasional terhadap program promosi dan pencegahan kesehatan serta
mengetahui permasalahan-permasalahan yang terjadi dan solusi yang ditawarkan pada
Puskesmas di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan.
6
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
2.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian jenis cross-sectional dengan menggunakan metode
penelitian kuantitatif dan kualitatif. Pada bagian kuantitatif, analisis deskriptif dalam
menggambarkan data mengenai program promosi kesehatan, pencegahan kesehatan serta
data kesehatan dasar sebelum dan setelah implementasi JKN. Pada bagian kualitatif,
dilakukan wawancara mendalam, observasi serta analisis dokumen terhadap pelaksanaan
program promosi dan pencegahan kesehatan.
2.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Tangerang Selatan. Tangerang Selatan merupakan kota
yang cukup besar dan dekat dengan Ibu kota sehingga diharapkan dapat menjadi tolak
ukur bagi kota-kota lainnya. Penelitian dilaksanakan pada Februari 2015 - Juli 2016.
2.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini ialah wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang
Selatan yang terdiri dari staf Dinas Kesehatan, 25 Puskesmas yang mencakup
didalamnya kepala puskesmas, pemberi layanan seperti dokter, bidan, perawat dan
pemegang program promosi kesehatan dan pengguna layanan serta masyarakat yang
turut serta dalam pelaksanaan program promosi kesehatan.
Pemilihan sampel informan dalam penelitian ini menggunakan metode purposive
sampling yakni peneliti menunjuk informan yang layak dijadikan informan dengan
mempertimbangkan masukkan dari informan yang dianggap paling mengetahui kondisi
lapangan yakni staf Dinas Kesehatan. Sampel terdiri dari tiga sumber yang berbeda
yakni pemegang kebijakan (Staf Dinas Kesehatan dan Kepala Puskesmas), Pemberi
layanan (Dokter, perawat, bidan serta pemegang program promosi kesehatan) dan
Penerima layanan (Pasien atau kerabatnya dan pihak yang turut serta dalam pelaksanaan
program promosi kesehatan bersama Puskesmas). Pemilihan informan didasarkan pada
lamanya waktu kerja, jenis kelamin dan wilayah Puskesmas (Desa/Kota).
7
6 Pemegang kebijakan 8 Pemberi layanan
8 Penerima layanan
6 Pemegang kebijakan
2 Staf Dinas Ksehatan
4 Kepala Puskesmas
2 Desa 2 Kota
8 Pemberi layanan
4 Dr/Drg
2 Desa 2 Kota
4 Bidan/Prwt
2 Desa 2 Kota
8 Penerima layanan
4 Desa
1 Pria
1 Penerima layanan
3 Wanita
1 Penerima layanan
2 Kader
4 Kota
1 Pria
1 Penerima layanan
3 Wanita
1 Penerima layanan
2 Kader
Pemegang Kebijakan: Terdapat enam pemegang kebijakan yang akan
diwawancarai. Dua orang dari Staf Dinas Kesehatan yakni Kepala Bidang Pelayanan
Kesehatan Dasar dan Kepala Bidang Promosi Kesehatan. Informan lain ialah empat
kepala puskesmas. Pemilihan informan didasarkan pada lamanya waktu kerja dan
wilayah kerja (Desa/Kota) sehingga informan terdiri dari dua kepala puskesmas yang
berada di wilayah kota dan dua berasal dari wilayah desa.
Pemberi layanan: Pemberi layanan dalam hal ini berjumlah delapan orang yang
terdiri dari 3 dokter, 1 dokter gigi dan 4 pemegang program promosi kesehatan (2
orang bidan dan 2 orang lulusan sarjana kesehatan masyarakat)..
Masyarakat yang berpartisipasi dalam program promosi kesehatan dan
pengguna layanan: Delapan orang yang terdiri dari pasien dan kerabat pasien yang
telah merasakan program promosi kesehatan serta masyarakat yang telah
berpartisipasi dalam program promosi kesehatan menjadi informan penelitian ini.
Pemilihan informan didasarkan pada jenis kelamin serta wilayah kerja dari sebuah
puskesmas (Desa/Kota). Informasi rinci terkait pemilihan informan dapat dilihat
pada gambar 1.
Gambar 1. Skema Informan Penilitan
8
2.4.Instrumen Penelitian
Pada bagian kualitatif terdiri dari berbagai metode pengumpulan data, dianataranya adalah
dokumen analisis, observasi serta wawancara.
Telaah Dokumen: Telaah dokumen dilakukan terhadap peraturan, laporan tahunan,
perencanaan strategis dan rencana kerja baik yang dikeluarkan oleh Kementerian
Kesehatan maupun Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan pada periode sebelum
implementasi JKN (sebelum tahun 2014) dan setelah implementasi (2014 dst) yang
terkait dengan tujuan penelitian. Dalam telaah dokumen ini, digunakan pedoman
telaah dokumen untuk membantu pelaksanaannya. Dalam tahap ini, total 16 dokumen
telah dianalisis yang diantaranya ialah 9 produk hukum, 6 laporan tahunan dan 1
dokumen strategis.
Observasi: Observasi dilakukan pada empat puskesmas (2 Desa, 2 Kota). Observasi
dilakukan terhadap kegiatan promosi dan pencegahan kesehatan, proses pemberian
layanan kesehatan, kondisi ruang dan lingkungan kerja. Pada saat observasi, dengan
mengambil izin, dilakukan pengambilan gambar terhadap objek observasi.
Wawancara mendalam: Wawancara mendalam menggunakan pedoman wawancara
semi terstruktur. Dalam wawancara juga, dengan meminta izin dari informan,
digunakan alat perekam suara serta alat tulis untuk mencatat hasil wawancara.
Data Kuantitatif: Data kuantitatif didapatkan dari data statistik yang diperoleh dari
Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan maupun Puskesmas yang berada di wilayah
kerja Tangerang Selatan pada periode sebelum implementasi JKN (Tahun 2012-2013)
dan setelah implementasi JKN (Tahun 2014).
2.5.Variabel Penelitian
Kualitatif: (Seluruh variabel memuat perbandingan antara sebelum dan setelah
implementasi JKN)
A. Input
a. Kebijakan promosi dan pencegahan kesehatan di Puskesmas
b. Kondisi sumber daya manusia di Puskesmas
c. Kondisi sarana dan fasilitas promosi dan pencegahan kesehatan di Puskesmas
d. Pendanaan kegiatan promosi dan pencegahan kesehatan di Puskesmas
9
B. Proses
a. Perencanaan pada program pencegahan dan promosi kesehatan di Puskesmas
b. Metode yang digunakan pada pada program pencegahan dan promosi
kesehatan di Puskesmas
c. Pengawasan dan evaluasi pada program pencegahan dan promosi kesehatan di
Puskesmas
C. Output
a. Program pencegahan dan promosi kesehatan di dalam gedung Puskesmas
b. Program pencegahan dan promosi kesehatan di luar gedung Puskesmas
c. Indikator kesehatan puskesmas
d. Pelayanan kesehatan ibu hamil
Jumlah ibu hamil yang mendapatkan tablet Fe3
Ibu nifas mendapat vitamin A
Pelayanan kesehatan ibu hamil (K1 dan K4)
Peserta KB Aktif dan Baru
Pelayanan ibu nifas
Cakupan ibu menyusui
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
e. Pelayanan kesehatan bayi dan anak
Cakupan Polio
Cakupan Hepatit B
Cakupan Difteri Tetanus
Cakupan BCG
Jumlah bayi dan balita mendapatkan vitamin A
f. Pelayanan promosi kesehatan
Jumlah siswa yang dijaring
Jumlah balita yang ditimbang
Jumlah remaja yang mendapat konseling
Jumlah lansia yang mendapat layanan kesehatan
g. Data Morbiditas
Angka kejadian Polio
10
Angka Demam Berdarah Dengue
Status Gizi Balita
Angka Diare
h. Data Mortalitas
Angka kematian ibu
Angka kematian bayi
2.6.Alat pengumpulan data
Terdapat tiga form berbeda dalam wawancara mendalam. Form disusun berdasarkan
kerangka konsep yang dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan dalam peratunjuk
teknisnya terkait pelaksanaan promosi kesehatan di puskesmas. Untuk melaksanakan
analisis dokumen juga digunakan form analisis dokumen.
2.7.Jadwal dan Rencana Penelitian
Tabel 1. Jadwal dan rencana penelitian
2015 2016
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
Pemilihan topik
Pencarian literatur
Pengembangan
instrumen
penelitian
Pengumpulan data
Analisi data
Penulisan tesis
2.8.Analisis Data
Dalam bagian kuantitatif, hanya dilakukan analisis deskriptif dan hasil disajikan
kedalam tabel. Pada bagian analisis deskriptif, data disajikan dalam bentuk insiden,
presentase maupun rata-rata.
11
Dalam bagian kualitatif, analisis data menggunakan metode content analysis. Pada
tahap awal, dilakukan wawancara oleh peneliti serta bantuan satu orang yang
berpendidikan serta berpengalaman dalam bidang kesehatan masyarakat. Setelah
dilaksanakan wawancara, rekaman suara diubah kedalam tulisan oleh peneliti. Transkrip
wawancara selanjutnya dibaca secara seksama serta diberikan kode. Sebelum penelitian,
kode umum telah ditentukan dimana diantaranya adalah input (kebijakan, sumber daya
manusia, keuangan serta sarana prasana puskesmas), proses (perencanaan, pelaksanaan,
monitoring dan evaluasi) dan output (pelaksanaan intervensi di dalam dan di luar
puskesmas, kondisi umum puskesmas serta status kesehatan). Pada tahap dokumen
analisis, seperti disebutkan sebelumnya, terdapat 16 dokumen yang dianalisis pada
penelitian ini. Observasi dilakukan pada 4 puskesmas dimana dalam prosesnya diambil
gambar-gambar serta dilakukan pencatatan terkait kondisi yang ada.
2.9.Keterbatasan Penelitian
Dikarenakan JKN baru diimplementasikan pada awal 2014, maka penerima dan
pengguna layanan tidak dapat memberikan evaluasi secara tepat dimana terdapat
kemungkinan terdapat perubahan cara pandang kedepannya. Dalam bagian kualitatif
informasi dikumpulkan dalam Bahasa Indonesia namun dikarenakan penulisan tesis ini
menggunakan Bahasa Turki, maka terdapat perbedaan kultur dan struktur Bahasa
sehingga dapat menjadi keterbatasan dalam penulisan tesis ini. Pada data terkait indikator
kesehatan, dikarenakan waktu evaluasi yang pendek maka terdapat kemungkinan
kesalahan dalam mengevaluasi indikator kesehatan yang ada. Selain itu, terdapat juga
permasalahan dalam
2.10. Triangulasi Data
Untuk mengurangi bias dalam penelitian ini maka dilakukan triangulasi metode
dan sumber dalam penelitian ini. Dalam triangulasi metode, maka digunakan wawancara
mendalam, analisis dokumen dan observasi. Dalam triangulasi sumber, informasi
dikumpulkan dari berbagai sumber seperti pemegang kebijakan, pemberi layanan dan
penerima layanan. Triangulasi sumber dan metode dapat dilihat secara rinci pada tabel 2
dan 3.
12
Tabel 2. Triangulasi Metode
Variabel
Metode
Wawancara
mendalam
Telaah
dokumen Observasi
Input
Kebijakan
Kondisi SDM
Fasılıtas dan sarana
Pendanaan
Proses
Perencanaan
Penggunaan metode
Pengawasan
Evaluasi
Output
Dalam gedung PKM
Luar gedung PKM
Indikator kesehatan PKM
Tabel 3. Triangulasi Sumber
Variabel
Sumber Informasi
Pemegang
Kebijakan
Pemberi
Layanan
Penerima
Layanan
Input
Kebijakan
Kondisi SDM
Fasılıtas dan sarana
Pendanaan
Proses
Perencanaan
Penggunaan metode
Pengawasan
Evaluasi
Output
Dalam gedung PKM
Luar gedung PKM
Indikator kesehatan PKM
2.11. Persetujuan Komite Etik
Berdasarkan nomor protokol 2215-GOA dengan persetujuan pada tanggal 2015/30-07
dan 2016/06-42 yang dikeluarkan oleh Komite Etik Faculty of Medicine, Dokuz Eylul
University, tidak ditemukan permasalahan etik pada penelitian ini.
13
BAB III
HASIL PENELITIAN
3.1. Kebijakan Pencegahan dan Promosi Kesehatan di Puskesmas
Berdasarkan analisis dokumen yang dilakukan, ditemukan bahwa terdapat 6 fungsi
khusus puskesmas dimana diantaranya adalah promosi kesehatan, kesehatan lingkungan,
pencegahan penyakit menular, kesehatan reproduksi dan keularga, pelayanan gizi dan
pelayanan kesehatan dasar. Dari sana tergambar bahwa tugas dari Puskesmas mencakup
pencegahan dan promosi kesehatan serta fungsi kuratif. Sesuai dengan pedoman pelaksanaan
JKN, manfaat JKN terdiri dari manfaat medis dan manfaat non medis. Sesuai dengan petunjuk
pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional, terdapat beberapa pelayanan yang dapat digunakan
pada pelayanan tingkat pertama diantaranya ialah pelayanan promosi dan pencegahan
kesehatan, diagnostik, pengobatan dan konsultasi kesehatan, bedah non spesifik, obat dan alat
kesehatan, transfusi darah, pelayanan laboratorisum, pelayanan rawat inap serta pelayanan
manajemen. Oleh karena itu, pada JKN tidak hanya mengandung berbagai aktivitas kuratif
namun juga terdapat didalamnya program promosi dan pencegahan kesehatan.
Pada dasarnya, sebelum adanya JKN, Pemkot Tangerang Selatan sudah
mengimplementasikan jaminan sosial bagi seluruh warga Tangsel dimana seluruh awarga
Tangerang Selatan dapat menggunakan pelayanan Pusksemas secara gratis. Oleh karena itu,
sesuai dengan dokumen analisis yang dilakukan, tidak ada perubahan fungsi puskesmas
setelah adanya JKN dimana fokus puskesmas tetap kepada pelayanan promotif, preventif serta
kuratif.
Berdasarkan wawancara terhadap pemegang kebijakan, menurut mereka tidak ada
perbedaan sebelum dan sesudah JKN. Namun ada juga yang mengatakan bahwa JKN juga
mengedepankan pelayanan promotif dan preventif. Menurut mereka, terdapat kondisi yang
mendorong Puskesmas untuk melakukan kegiatan kuratif, rehabilitatif yakni kurangnya
fasilitas pelayanan kesehatan tingkat dua yang ada di Tangerang Selatan.
Menurut pemberi layanan, fungsi Puskesmas terdiri dari pelayanan promosi dan
pencegahan kesehatan serta fungsi kuratif. Menurut mereka, tidak ada lonjakan yang berarti
dari segi kunjungan pasien setelah adanya JKN. Menurut pengguna layanan, tidak ada
perbedaan fungsi Puskesmas sebelum dan setelah adanya JKN.
14
3.2. Sumber Daya Manusia terkait Kegiatan Pencegahan dan Promosi Kesehatan di
Puskesmas
Sesuai dengan peraturan Kementerian Kesehatan tentang penyelenggaraan promosi
kesehatan, pengelolaan promosi kesehatan hendaknya dilakukan oleh koordinator dengan
pendidikan D3 kesehatan ditambah minat dan bakat di bidang promosi kesehatan. Jika tidak
ada, maka semua tenaga kesehatan lain di puskesmas seperti dokter, perawat, bidan, sanitarian
dan lain-lain. Selain itu, jumlah sumber daya manusia yang ada di puskesmas di wilayah Kota
Tangerang Selatan pada tahun 2012 dan 2013 disajikan pada tabel 4.
Tabel 4
Sumber Daya Manusia pada Puskesmas di Wilayah Kota Tangerang Selatan Tahun
2012 dan 2013
Tenaga Kesehatan Tahun 2012 Tahun 2013
Dokter umum 66 77
Dokter gigi 43 34
Perawat 108 143
Perawat gigi 15 15
Bidan 247 227
Gizi 8 17
Kesmas 6 11
Kesehatan lingkungan 5 8
Asisten apoteker 8 8
Apoteker 3 7
Analis Kesehatan 20 24
Kebanyakan pemegang kebijakan memandang bahwa SDM sudah cukup dari segi kualitas
dan kuantitas. Namun terdapat Kepala Puskesmas yang berada di wilayah kriteria Desa yang
memandang bahwa SDM yang ada masih kurang dari segi jumlah dan kualitas.
Kurangnya tenaga dirasakan dengan adanya kurang jumlah dokter. Di satu puskesmas
disebutkan bahwa hanya ada tiga dokter dimana satu dokter dengan shift pagi, satu dokter
15
shift siang dan satu dokter berada di luar sehingga jumlah tersebut dirasa kurang. Disebutkan
juga bahwa saat ini juga Dinas Kesehatan sedang berupaya untuk memenuhi SDM dengan
rekrutmen tenaga Non PNS.
Pemberi layanan pada Puskesmas yang berada di wilayah Desa juga menyebutkan bahwa
masih terdapat kekurangan tenaga baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Hal tersebut
ditujukkan dimana masih ada pelayanan yang dipegang bukan oleh profesinya seperti bidan
yang harus menjadi perawat. Penerima layanan juga menyebutkan bahwa adanya pelayanan
rawat inap juga menambah beban kerja dari petugas kesehatan. Namun,mayoritas Tenaga
Kesehatan pada Puskesmas yang berada di wilayah perkotaan menyebutkan bahwa jumlah
dan kualitas SDM sudah cukup.
Penerima layanan menyebutkan bahwa jumlah dan kualitas SDM sudah cukup.
Namun, terdapat kader kesehatan yang menyatakan bahwa jumlah SDM puskesmas masih
kurang karna masih ada posyandu yang jarang dikunjungi oleh petugas kesehatan.
3.3. Sarana dan Fasilitas terkait Kegiatan Pencegahan dan Promosi Kesehatan di
Puskesmas
Pemegang kebijakan memandang bahwa fasilitas promosi kesehatan seperti proyektor,
laptop, poster, spanduk yang ada di puskesmas sudah cukup dari segi kuantitas dan kualitas.
Beberapa juga menyebutkan bahwa dengan adanya dana JKN maka fasilitas promosi
kesehatan bertambah seperti adanya pemateri, poster dan juga akomodasi yang diberikan
kepada pasien saat kegiatan promosi kesehatan. Namun ada beberapa yang menyatakan
kurang seperti kurangnya ruang poliklinik serta kurangnya kursi di rurang tunggu pasien.
Pemberi layanan juga menyatakan bahwa fasilitas pormosi kesehatan yang ada sudah
cukup. Mereka menyebutkan bahwa dengan adanya JKN ini memberikan dampak positif
terhadap sarana promosi kesehatan dikarenakan dana yang ada dapat digunakan untuk
membeli poster dan bahan lain yang diperlukan saat melakukan promosi kesehatan. Namun,
pemberi layanan juga menyatakan bahwa masih terdapat kekurangan fasilitas seperti ruang
poliklinik serta kursi ruang tunggu. Mereka menyebutkan dana yang didapat dari JKN tidak
dapat digunakan untuk membeli peralatan seperti kursi ruang tunggu.
Penerima layanan menyebutkan bahwa fasilitas promosi kesehatan yang ada sudah
mencukupi. Ada yang menyatakan tidak mencukupi dikarenakan belum adanya tempat untuk
16
mengdakan posyandu sehingga harus menggunakan rumah warga untuk menyelenggarakan
posyandu.
3.4. Pendanaan Kegiatan Pencegahan dan Promosi Kesehatan di Puskesmas
Sebelum adanya JKN, pendanaan promosi kesehatan bersumber dari dana Bantuan
Operasional Kesehatan (BOK). Setelah adanya JKN, terdapat dana kapitasi yang bersumber
dari JKN. Berdasarkan pedoman penggunaan BOK yang dikeluarkan oleh Kementerian
Kesehatan menyebutkan bahwa 60% dana dari BOK digunakan Puksesmas untuk mencapai
target MDG’s dimana 40% dana tersebut dapat digunakan untuk pelayanan lain dan
manajemen puskesmas.
BPJS Kesehatan melakukan pembayaran kepada FKTP secara praupaya berdasarkan
kapitasi atas jumlah Peserta yang terdaftar di FKTP. Dana kapitasi dimanfaatkan untuk
pembayaran jasa pelayanan kesehatan dan operasional kesehatan. Jasa pelayanan kesehatan
dibayarkan minimal 60% dari total kapitasi yang didapatkan dan digunakan untuk jasa
pelayanan kesehatan bagi tenaga kesehatan dan non kesehatan yang melakuakn pelayanan
pada FKTP.
Pembagian jasa pelayanan kesehatan ditetapkan dengan mempertimbangkan jenis
ketenagaan atau jabatan dan kehadiran. Tenaga medis mendapat poin 150, apoteker dan
profesi keperawatan mendapat poin 100, tenaga kesehatan S1 atau D4 60, tenaga non
kesehatan dan kesehatan D3 mendapat poin 40, tenaga kesehatan dibawah D3 mendapat poin
25 dan tenaga non kesehatan dibawah D3 mendapat poin 15. Kehadiran dinilai dengan cara,
hadir setiap hari kerja diberi nilai 1 poin per hari dan terlambat datang atau pulang sebelum
waktunya sampai dengan tujuh jam dikurangi 1 poin.
Persentase pembagian dana untuk operasional pelayanan kesehatan ditujukkan untuk
membiayai obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai serta kegiatan operasional
lainnya seperti upaya kesehatan perorangan berupa kegiatan promotive, preventif, kuratif dan
rehabilitatif, kunjungan rumah dalam rangka upaya kesehatan perorangan, operasional untuk
puskesmas keliling, bahan cetak atau alat tulis kantor. Oleh karena itu, setelah adanya JKN,
terdapat perubahan besaran dana yang diterima oleh Puskesmas. Pemegang kebijakan
mengungkapkan bahwa adanya perubahan dana setelah era JKN ini dimana yang sebelumnya
hanya bersumber dari BOK, kini adanya dana kapitasi sehingga anggaran yang ada lebih
17
besar. Mereka juga mengungkapkan bahwa dana yang ada telah cukup untuk mendanai
kegiatan promosi dan pencegahan kesehatan.
Namun, ada juga yang mengungkapkan masih adanya kebingungan penggunaan dana
kapitasi sehingga kepala puskesmas harus sering berkonsultasi kepada Dinas Kesehatan
dalam penggunaannya.
Pemberi layanan juga mengungkapkan bahwa dana yang digunakan untuk promosi
dan pencegahan kesehatan sudah cukup dan mengalami penambahan.
Secara insentif, mereka juga menyatakan bahwa dana yang diperoleh sudah adil karena dibagi
sesuai dengan tingkat kepangkatan atau tingkat pendidikan. Insentif juga dikatakan sudah
mencukupi. Namun, masih terdapat masalah yakni besarnya perbedaan dana kapitasi yang
diterima masing-masing puskesmas sesuai dengan jumlah orang yang terdaftar dalam
puskesmas tersebut. Oleh karena itu, puskesmas yang memiliki jumlah pasien yang banyak
akan memiliki dana kapitasi yang lebih besar ketimbang puskesmas yang hanya memiliki
sedikit pasien.
Bagi kader kesehatan, mereka juga mengungkapkan dana yang ada untuk promosi dan
pencegahan kesehatan dirasa sudah cukup. Mereka juga mengungkapkan tidak ada perbedaan
antara sebelum dan sesudah adanya JKN untuk promosi dan pencegahan kesehatan.
3.5. Perencanaan pada program pencegahan dan promosi kesehatan di Puskesmas
Berdasarkan analisis dokumen yang dilakukan, perencanaan pada Puskesmas diharuskan
sesuai dengan ketentuan yang ada pada tingkat nasional maupun daerah. Perencanaan
dilaksanakan tiap tahunnya.
Pemegang kebijakan mengungkapkan bahwa perencanaan yang ada ialah perencanaan
tahunan dan perencanaan bulanan. Ada juga perencanaan insidentil bilamana ada wabah yang
menyerang seperti pada saat ini banyaknya kasus Demam Berdarah sehingga perlu membuat
rencana insidentil untuk melakukan program promosi dan pencegahan kesehatan. Informan
juga menyebutkan bahwa semua pihak dilibatkan dalam perencanaan seperti pemegang
program dan pemberi layanan. Mereka menyebutkan tidak ada perbedaan antara sebelum dan
sesudah adanya JKN.
Pemberi layanan juga mengungkapkan bahwa perencanaan yang ada ialah perencanaan
bulanan dan tahunan. Ada juga yang menyebutkan perencanaan harian yakni untuk
merencanakan teknis kegiatan pada hari itu di pagi hari. Mereka juga mengungkapkan bahwa
18
mereka telah dilibatkan dalam perencanaan program. Hal tersebut dirasa telah cukup baik
karna dalam perencanaan perlu mendengar berbagai masukkan dari berbagai pihak.
Penerima layanan tidak mengetahui sama sekali proses perencanaan yang ada di
puskesmas. Namun, bagi para kader kesehatan, mereka dilibatkan dalam rapat koordinasi
kelurahan bersama puskesmas. Informan juga menyebutkan tidak ada perbedaan perencanaan
sebelum dan setelah adanya program JKN.
3.6 Metode yang digunakan pada pada program pencegahan dan promosi kesehatan di
Puskesmas
Pemegang kebijakan menyatakan bahwa terdapat beberapa metode yang digunakan dalam
promosi dan pencegahan penyakit seperti mengadakan leaflet, poster dan juga ada promosi
kesehatan di dalam gedung dan luar gedung seperti kunjungan rumah, sekolah, tempat kerja
serta pemberdayaan masyarakat baik itu pelajar maupun masyarakat.
Setelah adanya JKN, beberapa menilai bahwa terdapat penambahan metode seperti adanya
spesialis atau narasumber yang kompeten dalam memberikan penyuluhan. Ada juga program
lain yang dilakukan seperti prolanis dan juga sosialisasi JKN sehingga masyarakat lebih
antusias dapat menambah pengetahuan. Informan menyebutkan permasalahan dalam
pelaksanaan promosi dan pencegahan penyakit yaitu sulitnya merubah perilaku masyarakat
yang disebabkan oleh beberapa hal seperti kondisi masyarakat yang heterogen, kurangnya
kesadaran masyarakat serta sulitnya menjangkau kaum laki-laki yang bekerja pada siang
harinya sehingga program promosi kesehatan hanya dapat menjangkau ibu-ibu rumah tangga
saja.
Pemberi layanan juga mengungkapkan bahwa promosi kesehatan dan pencegahan penyakit
dilakukan diluar dan didalam gedung. Hal umum yang dilakukan ialah penyebaran leaflet,
pemasangan poster serta kunjungan ke rumah, sekolah ataupun tempat kerja. Beberapa
informan menyatakan terdapat perubahan setelah adanya JKN dimana terdapat penambahan
dana yang dapat digunakan untuk kegiatan sosialisasi JKN maupun kegiatan Prolanis. Namun,
terdapat juga informan yang menyatakan tidak ada perbedaan sebelum dan sesudah JKN.
Permasalahan yang diungkapkan oleh pemberi layanan juga hampir sama dengan
permasalahan yang telah disebutkan yakni sulitnya mengubah perilaku masyarakat . Pemberi
layanan beranggapan sudah memberikan promosi kesehatan secara cukup namun masyarakat
19
kurang kesadaran akan kesehatan sehingga hanya berperilaku sehat jika sudah terkena
penyakit.
Beberapa penerima layanan kurang mengetahui program promosi dan pencegahan
kesehatan yang ada. Namun, para pembantu program menyatakan terdapat beberapa metode
promosi kesehatan yakni dengan adanya poster, leaflet dan juga penyuluhan kesehatan.
Permasalahan yang disampaikan oleh pembantu program juga sama yakni kurangnya
kesadaran masyarakat dalam hal kesehatan serta sulitnya menjangkau orang kaya yang tinggal
di perumahan elit. Mereka menyatakan tidak ada perubahan sebelum dan sesudah adanya
JKN.
Berdasarkan analisis dokumen yang dilaksanakan, Setelah JKN diimplementasikan,
Badan Pelayaann Jaminan Sosial Kesehatan membuat panduan praktis Prolanis. Prolanis
diselenggarakan dalam rangka pemerliharaan kesehatan bagi peserta BPJS kesehatan yang
menderita penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup yang optimal dengan biaya
pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien. Aktifitas dalam prolanis meliputi konsultasi
medis, home visit, reminder, aktifitas klub dan pemantauan status kesehatan.
3.7 Pengawasan pada program pencegahan dan promosi kesehatan di Puskesmas
Berdasarkan telaah dokumen yang dilakukan, kegiatan pengawasan bertujuan untuk
mengetahui sejauh mana pencapaian dan pelaksanaan promosi kesehatan di puskesmas.
Mekanisme dapat dilakukan dengan pelaporan terhadap realisasi pelaksanaan dan pencapaian
program promosi kesehatan di puskesmas yang disampaikan oleh pengelola promosi
kesehatan di puskesmas kepada kepala puskesmas setiap bulannya serta kunjungan lapangan
dilakukan oleh ke beberapa lokasi daerah terpilih.
Pemegang kebijakan mengungkapkan bahwa pengawasan dilakukan oleh Dinas Kesehatan
Kota Tangerang Selatan melalui laporan dan pertemuan petugas bina wilayah dan rapat
bulanan yang dilakukan. Terdapat kepala puskesmas yang menyebutkan bahwa pengawasan
program lebih intens setelah adanya JKN terutama dalam hal penggunaan dana. Pemberi
layanan juga mengungkapkan bahwa pengawasan dilakukan melalui laporan yang diterima
dari kader kesehatan serta pertemuan bulanan dan bina wilayah. Mereka menyebutkan tidak
ada perbedaan sebelum dan setelah adanya JKN.
20
3.8 Program pencegahan dan promosi kesehatan di dalam gedung Puskesmas
Pemberi kebijakan mengungkapkan bahwa terdapat beberapa program promosi kesehatan
didalam gedung seperti adanya leaflet, poster di ruang tunggu, poliklinik, ruang kesehatan ibu
dan anak serta ruang obat. Selain itu, ada juga yang menyebutkan adanya penyuluhan secara
langsung dari petugas kesehatan maupun menggunakan TV yang ada di ruang tunggu.
Pemberi layanan juga mengungkapkan hal yang sama yakni terdapat program promosi
kesehatan didalam puskesmas seperti penyebaran leaflet, penyuluhan di ruang tunggu,
pemberian informasi kesehatan di poliklinik seperti kesehatan ibu dan anak, keluarga
berencana, ibu hamil dan gizi buruk. Baik pemberi kebijakan maupun pemberi layanan
menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan terkait dengan program pencegahan dan promosi
kesehatan di dalam gedung antara sebelum dan sesudah adanya JKN.
Peneirma layanan juga menyebutkan bahwa terdapat promosi kesehatan didalam
puskesmas seperti yang telah disebutkan sebelumnya. kebanyakan menyebutkan tidak ada
perubahan terhadap program promosi kesehatan yang ada.
Berdasarkan obersvasi yang dilakukan, terdapat poster dan brosur terkait dengan promosi
kesehatan pada poliklinik, ruang kesehatan ibu dan anak, ruang KB, ruang tunggu pasien,
kamar obat. Pada beberapa Puskesmas juga meletakkan televisi sebagai media promosi
kesehatan pada ruang tunggunya.
3.9 Program pencegahan dan promosi kesehatan di luar gedung Puskesmas
Dalam program promosi kesehatan di luar gedung, pemberi kebijakan menyebutkan
terdapat beberapa kegiatan seperti kunjungan sekolah, rumah, majlis ta’lim juga tempat kerja.
Namun terdapat juga puskesmas yang tidak melakukan kunjungan ke tempat kerja
dikarenakan tidak adanya industri yang dapat dikunjungi.
Pemberi layanan juga mengungkapkan hal yang sama yakni adanya kunjungan ke sekolah,
masyarakat juga ke tempat kerja. Pemegang kebijakan dan pemberi layanan mengungkapkan
adanya perbedaan sebelum dan setelah adanya JKN seperti sosialisasi JKN dan juga
kunjungan ke rumah warga terkait pemberian informasi kesehatan. Pemberi layanan
mengungkapkan beberapa kegiatan pemberdayaan masyarakat
21
Bagi penerima layanan dan kader kesehatan, mereka juga menyebutkan puskesmas
melakukan kunjungan ke sekolah dan masyarakat. Namun, terdapat juga penerima layanan
terutama yang laki-laki tidak mengetahui adanya kunjungan puskesmas ke masyarakat.
Penerima layanan tidak melihat adanya perbedaan sebelum dan setelah adnaya JKN terhadap
promosi kesehatan di luar puskesmas.
Pemengang kebijakan juga menungkapkan terdapat pemberdayaan masyarakat seperti
kader kesehatan, dokter kecil kepada siswa sekolah dasar PKPR kepada remaja di sekolah.
Pemberi layanan juga mengungkapkan hal yang sama dalam hal pemberdayaan masyarakat.
Disebutkan juga pemberdayaan masyarakat dilakuakan dalam hal pengadaan posyandu,
posbindu, kader jumantik, dokter kecil, kader gizi.
Kader-kader kesehatan juga mengungkapkan hal yang sama yakni adanya pemberdayaan
masyarakat dalam melaksanakan kegiatan posyandu, posbindu dan dokter kecil. Pemberi
layanan hanya mengetahui adanya pemberdayaan masyarakat melalui kader kesehatan. Tidak
ada yang menyebutkan adanya perbedaan pemberdayaan masyarakat sebelum dan setelah
adanya JKN.
Namun, beberapa informan juga menyebutkan terdapat perbedaan seperti adanya senam
lansia. Adanya perbedaan pandangan tersebut dikarekanakan tidak semua puskesmas
mengadakan senam lansia di lingkungan puskesmas.
Berdasarkan observasi yang dilakukan adanya kunjungan ke sekolah dan rumah. Di
sekolah-sekolah yang ada dilakukan beberapa program kesehatan seperti kesehatan gigi dan
mulut dan skrining kesehatan. Di sekolah diadakan transfer pengetahuan dari Puskesmas
kepada siswa-siswa. Pada kunjungan ke rumah-rumah, dilakukan kegiatan kesehatan ibu dan
anak. Dalam kegiatan tersebut, diadakan skrining kesehatan, imunisasi, penyuluhan kesehatan
dan bila diperlukan maka diadakan pelayanan kesehatan dasar. Pada kunjungan rumah juga
diadakan program kesehatan lansia, pemeriksaan jentik nyamuk serta pengasapan.
Berdasarkan analisis dokumen yang dilakukan terhadap laporan tahunan yang dikeluarkan
Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan juga menyebutkan bahwa terdapat peningkatan
jumlah kader kesehatan, posyandu dan posyandu lansia di Kota Tangerang Selatan. Di
Tangerang Selatan juga terdapat Program Kesehatan Remaja yakni dimana salah satu
keluarannya adalah pembentukan kelompok kesehatan remaja di sekolah-sekolah. Di
Tangerang Selatan sendiri, pada tahun 2014 terdapat 55 kelompok remaja.
22
3.10 Indikator kesehatan Puskesmas
Dalam hal merokok, baik pemegang kebijakan, pemberi layanan dan penerima layanan
menyebutkan bahwa masih ada masyarakat yang merokok diluar Puskesmas namun tidak ada
yang merokok di dalam Puskesmas. Beberapa menyebutkan jika ada yang merokok langsung
diberikan teguran. Adanya orang yang merokok disebabkan karna adanya klinik rehabilitasi di
Puskesmas sehingga mereka tetap merokok diluar puskesmas. Semua informan menyebutkan
tidak ada petugas puskesmas yang merokok di lingkungan puskesmas. Dalam hal kebersihan,
toilet puskesmas dinilai sudah bersih dan bebas dari jentik nyamuk.
Dalam tanggapan umum, pemegang kebijakan memandang bahwa promosi kesehatan sudah
cukup dan adanya dana kapitasi JKN memberikan dampak positif terhadap kegiatan promosi
kesehatan. Pemberi layanan juga menyebutkan bahwa kegiatan promosi kesehatan sudah
cukup dan adanya JKN juga memberikan dampak positif terhadap penambahan kegiatan
pormosi kesehatan. Namun, beberapa petugas juga menyebutkan bahwa perlunya peningkatan
kegiatan promosi kesehatan yang harus dilakukan. Bagi penerima layanan, mereka
beranggapan bahwa kegiatan promosi kesehatan perlu ditambahkan lagi. Penerima layanan
juga menganggap tidak ada perbedaan antara sebelum dan sesudah adanya JKN.
3.11 Pelayanan kesehatan ibu hamil
Tabel 5. Pelayanan kesehatan ibu hamil tahun 2012-2014
Variabel 2012 2013 2014
Jumlah ibu hamil yang mendapatkan tablet Fe3 (%) 99.87 103.81 97.94
Ibu nifas mendapat vitamin A (%) 99.37 99.44 100.06
Pelayanan kesehatan ibu hamil (K4) (%) 100.00 103.81 85.10
Peserta KB Aktif dan Baru (%) 70.88 70.46 67.00
Pelayanan ibu nifas (%) 100.00 98.41 81.95
Cakupan ASI Eksklusif (%) 66.87 78.95 83.23
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan (%) 100.00 100.00 82.85
23
Tablet tambah darah (Besi-Folat) adalah tablet untuk suplementasi penanggulangan
anemia gizi yang setiap tablet mengandung Fero Sulfat 200 mg atau setara 60 mg besi
elemental dan 0,25 mg asam folat. Seorang ibu hamil diharapkan dapat mengkonsumsi tablet
tambah darah minimal 90 butir selama masa kehamilannya. Cakupan ibu hamil mendapat fe
adalah Ibu hamil mendapat 90 TTD atau tablet Fe adalah ibu yang selama masa kehamilannya
minimal mendapat 90 TTD program maupun TTD mandiri. Pemberian Tablet Fe pada ibu
hamil secara keseluruhan sudah melebih target 95% yakni 97.94 persen.
Pemberian vitamin A pada ibu nifas pada tahun 2012 mencapai 99,37 persen.
Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat bahwa cakupan Kota Tangerang Selatan tahun 2013
mengalami peningkatan dari tahun 2012 yaitu sebesar 0,07 persen. Cakupan pemberian
vitamin A pada ibu nifas di Kota Tangerang Selatan tahun 2014 mengalami peningkatan
sebesar 0,62 persen dari tahun sebelumnya.
Cakupan kunjungan ibu hamil dihitung berdasarkan jumlah ibu hamil yang mengunjungi
pelayanan kesehatan selama empat kali dibagi dengan jumlah sasaran ibu hamil di suatu
wilayah. Pada tahun 2012, cakupan kunjungan ibu hamil sebanyak 100%, di tahun 2013
sebanyak 103,81% dan pada tahun 2014 sebanyak 85.10%. Sehingga dapat dilihat bahwa
terdapat penurunan cakupan kunjungan ibu hamil dari tahun 2013 ke 2014.
Cakupan KB aktif Adalah cakupan dari peserta KB yang baru dan lama yang masih aktif
menggunakan alat dan obat kontrasepsi (alokon) dibandingkan dengan jumlah pasangan usia
subur di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Pada tahun 2012 sebesar 70.88%,
sedangkan pada tahun 2013 sebesar 70,46% dan pada tahun 2014 sebesar 67,0%.
Cakupan pelayanan nifas adalah cakupan pelayanan kepada ibu pada masa 6 jam sampai
dengan 42 hari pasca bersalin sesuai standar paling sedikit 3 kali dengan distribusi waktu 6
jam – 3 hari, 8 – 14 hari dan 36 – 42 hari setelah bersalin di suatu wilayah kerja pada kurun
waktu tertentu. Cakupan pelayanan nifas pada tahun 2012 adalah 100.00%, sedangkan pada
tahun 2013 adalah 98,41% dan terjadi penurunan pada tahun 2014 yakni 81,95%.
Persalinan oleh tenaga kesehatan adalah cakupan ibu bersalin yang mendapat
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan, di suatu
wilayah kerja dalam kurun waktu tertentu. Pada tahun 2012, angka melahirkan dengan tenaga
kesehatan mencapai 100%. Begitu juga dengan tahun 2013 yang mencapai 100%. Namun,
terjadi penurunan angka tersebut pada tahun 2014 yang hanya mencapai 82.85%.
24
3.12 Pelayanan kesehatan bayi dana anak
Tabel 6. Pelayanan kesehatan bayi dan anak tahun 2012-2014
Variabel 2012 2013 2014
Polio- 1 (%) 102.8 104.7 98.3
Polio-4 (%) 99.0 107.7 102.8
Hepatit B 0 (%) 98.0 100.2 93.3
DPT-Hb 1 (%) 103.1 109.3 111.1
BCG (%) 102.8 104.7 98.3
Bayi dan balita yang
mendapatkan Vitamin A (%)
103.3 96.6 95.1
Polio 1 diberikan pada bayi usia 1 bulan. Melihat data Dinas Kesehatan Kota Tangerang
Selatan, cakupan polio pada tahun 2012 ialah sebesar 102.8% dan terjadi peningkatan pada
tahun 2013 menjadi 104.7%. Namun, terjadi penurunan cakupan pada tahun 2014 yakni
menjadi 98.3%. Imunisasi polio 4 menunjukkan bayi yang mendapat imunisasi polio secara
lengkap yakni 4 kali dimulai dari usia 1 hingga 4 bulan. Cakupan imunisasi polio 4 di Kota
Tangerang Selatan menunjukkan angka yang fluktuatif dimana pada tahun 2012, angka
tersebut berjumlah 99% dan mengalami peningkatan menjadi 107.7% lalu mengalami
penurunan kembali menjadi 102.8%.
Hepatit b diberikan pada bayi berusia 0 bulan. Pada tahun 2012, persentase bayi yang
mendapat imunisasi hepatit B sebesar 98%. Terjadi kenaikan pada tahun 2013 yakni sebesar
100.2% namun terjadi penurunan pada than 2014 menjadi 93.3%.
Pada imunisasi DPT HB 1 (Diphteria Pertusis Tetanus-Hepatitis B) diberikan pada bayi
usia 2 bulan. Data Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan menunjukkan adanya
peningkatan pada imunisasi ini dari tahun ke tahun dimana pada tahun 2012, imunisasi ini
mencapai 103.1% dan meningkat pada tahun 2013 menjadi 109.3% lalu meningkat kembali
pada tahun 2014 menjadi 111.1%.
Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerin) diberikan pada bayi usia 1 bulan. Cakupan
imunisasi ini cenderung fluktuatif dimana pada tahun 2012, imunisasi ini mencapai 102.8%
dan mengalami peningkatan pada tahun 2013 menjadi 104.7%. Namun, angka tersebut
mengalami penurunan pada tahun 2014 menjadi 98.3%. Pada tahun 2012 cakupan peberian
25
vitamin A pada bayi dan balita adalah 103,30%, pada tahun 2013 sebanyak 96,58% dan pada
tahun 2014 sebanyak 95.12%.
3.13 Pelayanan Promosi Kesehatan
Tabel 7. Pelayanan promosi kesehatan pada tahun 2012-2014
Değişkenler 2012 2013 2014
Jumlah siswa SD yang dijaring (%) 100.0 97.4 98.0
Jumlah remaja yang mendapat konseling (%) 66.02 87.0 87.5
Jumlah balita yang ditimbang (%) 87.03 86.32 85.96
Jumlah lansia yang mendapat layanan kesehatan (%) 77.72 80.00 80.64
Cakupan penjaringan kesehatan di sekolah dasar di wilayah Kota Tangerang Selatan pada
tahun 2012 mencapai 100.0% dan mengalami penurunan pada tahun 2013 menjadi 97.4% lalu
mengalami peningkatan kembali menjadi 98.0% pada tahun 2014.
Pelayanan kesehatan remaja dilakukan dengan cara memberikan layanan kesehatan bagi
remaja berbasis sekolah dan berbasis masyarakat. Pelayanan di puskesmas PKPR, disesuaikan
dengan kebutuhan remaja dengan peningkatan kualitas konseling tenaga kesehatan dan
pemberdayaan remaja sebagai ‘konselor’ sebaya. Materi kesehatan yang menjadi prioritas
ialah Tumbuh Kembang Remaja, Kesehatan Reproduksi Remaja, HIV dan AIDS, Infeksi
Menular Seksual (IMS)/ Infeksi Saluran Reproduksi (ISR), Pengenalan Konsep Gender,
Pendidikan Kesehatan Hidup Sehat (PKHS), Penyalahgunaan NAPZA dan Cara Belajar
Partisipatif dan Teknik Konseling. Jumlah remaja yang mendapat konseling pada tahun 2014
ialah 87.5%.
Jumlah balita yang ditimbang di suatu wilayah juga menunjukkan tingkat partisipasi
masyarakat terhadap program yang diberikan oleh posyandu. Cara menghitung cakupan
tersebut ialah jumlah balita yang ditimbang bulan tertentu di wilayah tertentu dibagi dengan
jumlah seluruh balita di wilayah tertentu. Jumlah cakupan balita yang ditimbang mengalami
penurunan setiap tahunnya dimana pada tahun 2012 cakupannya mencapai 87.03% menjadi
86.32% pada 2013 dan 85.96% pada tahun 2014.
Program Kesehatan Usia Lanjut diupayakan melalui kegiatan penjaringan usia lanjut di
Posbindu lansia. Kegiatan pelayanan kepada lansia meliputi pengukuran dan penimbangan
berat badan dan atau tinggi badan, indeks massa tubuh (IMT), pelayanan kesehatan seperti
26
pengobatan sederhana dan rujukan kasus serta melakukan kegiatan penyuluhan atau
konseling, disini juga bisa dilakukan pelayanan pojok gizi. Pelayanan kepada lanjut usia
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dimana pada tahun 2012, cakupan pelayanan
mencapai 77.76% dan tahun 2013 mencapai 80.00% serta tahun 2014 mencapai 80.64%.
3.14 Data morbiditas
Tabel 8. Angka morbiditas tahun 2012-2014
Variabel 2012 2013 2014
Angka kejadian Polio 9 31 19
Angka Demam Berdarah Dengue (insidans) 134 189 177
Berat badan menurut umur (%)
Buruk
Kurang
Normal
Lebih
1.09
7.34
86.54
5.03
0.21
2.92
93.99
2.88
0.16
2.38
95.56
1.90
Diare
Usia < 5
Usia > 5
8.203
955
6.131
767
4.356
561
Surveilans AFP dilakukan untuk menemukan semua kasus AFP dalam satu wilayah
yang diperkirakan minimal 2 kasus AFP diantara 100.000 penduduk usia < 15 tahun per
tahun. Kasus polio yang ditemukan di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
menunjukkan angka yang fluktuatif dimana pada tahun 2012, angka kejadian menunjukkan 9
per 100.000 penduduk usia < 15 tahun dan meningkat pada tahun 2013 menjadi 39 kasus lalu
menurun kembali pada tahun 2014 menjadi 19 kasus.
Jumlah kasus Demam Berdarah Dengue dari tahun ke tahun juga menunjukkan adanya
penurunan dimana pada tahun 2012 jumlah kasus DBD mencapai 134 kasus sedangkan pada
2013 menjadi 189 dan 177 pada tahun 2014.
Pada kasus diare, terdapat penurunan angka kejadian diare dari tahun ke tahun baik pada
usia lebih dari 5 tahun dan kurang dari 5 tahun. Pada usia kurang dari 5 tahun, kasus diare
pada tahun 2012 berjumlah 8,203 dan menurun menjadi 6,131 kasus pada 2013 lalu 4,356
kasus pada tahun 2014. Pada usia lebih dari 5 tahun, jumlah kasus diare pada tahun 2012
27
berjumlah 955 kasus dan berkurang menjadi 767 kasus pada 2013 lalu berkurang menjadi 561
kasus pada 2014.
Pada status gizi sesuai berat badan/usia, terlihat bahwa terjadi penurunan kasus gizi buruk
dari tahun ke tahun. Pada tahun 2012, kasus gizi buruk mencapai 1.09% dan berkurang pada
tahun 2013 menjadi 0.21% lalu pada tahun 2016 menjadi 0.16%. Demikian juga pada status
gizi lainnya seperti gizi kurang dan gizi berlebih.
3.15 Data mortalitas
Tabel 9. Angka mortalitas pada tahun 2012-2014
Variabel 2012 2013 2014
Angka kematian ibu 39 48 34
Angka kematian bayi 66 17 7
Pada tahun 2014, pjumlah kematian ibu dilaporkan sebanyak 34 orang/100.000.
Jumlah tersebut cenderung mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yakni 48
orang/100.000 pada tahun 2013 dan 39 orang pada tahun 2012/100.000. Jumlah kematian
bayi. Angka keatian bayi juga mengalami penurunan dari tahun ke tahun yakni 66 bayi pada
tahun 2012 menjadi 17 bayi yang meninggal pada tahun 2013 dan 7 bayi pada tahun 2014 per
1.000 kelahiran hidup.
28
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa tidak ada perbedaan kebijakan pada
Puskesmas sebelum dan sesudah adanya JKN dimana Puskesmas tetap memiliki fungsi-fungsi
preventif, promotif dan kuratif. Namun di Tangerang Selatan sendiri dikarenakan kurangnya
layanan kesehatan tingkat lanjut maka beberapa Puskesmas menyediakan layanan rawat inap.
Permasalahan pada pelaksanaan promosi kesehatan dan pencegahan penyakit, berdasar
wawancara yang dilakukan, ialah bersumber dari masyarakat dimana masyarakat kurang
tertarik pada program promosi kesehatan dan lebih mengedepankan pelayanan kuratif.
Adanya dana kapitasi setelah adanya JKN dinilai memiliki dampak positif oleh informan.
Dengan adanya dana tersebut, pemegang program dapat menggunakannya untuk beberapa
kegiatan promosi kesehatan. Namun, masih terdapat beberapa masalah seperti kesenjangan
besaran dana kapitasi antar Puskesmas dikanarekan besaran dana kapitasi disesuaikan dengan
jumlah pasien yang terdaftar pada Puskesmas tertentu. Salah satu permasalahan lain ialah
dana kapitasi yang diberikan kepada staf Puskesmas tidak didasarkan pada performans staf
Puskesmas.
Dalam penelitian ini juga ditemukan adanya kekurangan sumber daya manusia terutama
di Puskesmas yang berada di wilayah pedesaan. Puskesmas di pedesaan juga mengalami
kekurangan fasilitas fisik seperti ruang poliklinik. Namun dikarenakan dana kapitasi tidak
bisa digunakan untuk membeli fasilitas fisik maka dana kapitasi tidak memberikan dampak
positif terhadap kekurangan tersebut.
4.2 Saran
Diperlukan adanya mekanisme perhitungan pembagian dana yang lebih efektif
sehingga dapat mengurangi kesenjangan besaran dana kapitasi antar Puskesmas. Pembagian
dana kapitasi kepada staf Puskesmas juga perlu diperbaiki sehingga pembagian dana insentif
kepada staf didasarkan juga kepada performans dan beberapa output yang dapat diciptakan
oleh staf. Penggunaan dana kapitasi untuk keperluan fasilitas penunjang pelayanan juga perlu
dipertimbangkan untuk diperbolehkan mengingat beberapa Puskesmas membutuhkan fasilitas
penunjang tersebut.
29
Untuk dapat memfokuskan Puskesmas kepada fungsi pencegahan penyakit dan
promosi kesehatan maka diperlukan sebuah kebijakan untuk mengurangi beban Puskesmas
dalam menjalankan fungsi kuratif dan rehabilitatif. Selain itu, diperlukan juga kebijakan untuk
meningkatkan pelayanan kesehatan tingkat lanjut di Tangerang Selatan sehingga bisa
mengurangi beban fungsi kuratif dan rehabilitatif kepada Puskesmas. Diperlukan juga
program promosi kesehatan yang lebih kreatif sehinga bisa menarik minat dan menjangkau
seluruh kalangan masyarakat. Perlu adanya peningkatan jumlah sumber daya manusia di
Puskesmas terutama pada Puskesmas di wilayah pedesaan.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Oliver TR. The politics of public health policy. ANnual Reviews 2006; 27: 195-233.
2. Frieden TR. Government's role in protecting health and safety. The New England Journal
of Medicine 2013; 368: 1857-9.
3. Wagstaff A, Lindelow M, Jun G, Ling X, Juncheng Q. Extending health insurance to the
rural population: an impact evaluation of China's new cooperative medical scheme. 2009;
28.
4. Trujillo AJ, Portillo JE, Vernon JA. The impact of subsidized health insurnace for the
poor: evaluating the Colombian experience using propensity score matching. Health care
finance and economics 2005; 5: 211-39.
5. Sepehri A, Simpson W, Sarma S. The influence of health insurance on hospital admission
and length of stay - the case of Vietnam. Social science and medicine 2006; 63: 1757-70.
6. Dow WH, Schmeer KK. Health insurance and child mortality in Costa Rica. Social
science and medicine 2003; 57: 975-86.
7. Jowett M, Contoyannis P, Vinh ND. The impact of public voluntary health insurance on
private health expenditures in Vietnam. Social science and medicine 2003; 56: 333-42.
8. Aggarwal A. Impact evaluation of Inda's 'Yeshasvini' community-based health insurance
programme. Health economics 2010; 19: 5-35.
9. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Buku pegangan sosialisasi Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia; 2013.
10. URL: http://finansial.bisnis.com/read/20140111/215/196762/bpjs-kesehatan-dokter-bisa-
tekor-ini-penjelasannya (10.06.2015).
11.URL:http://manajemenpembiayaankesehatan.net/index.php/usingjoomla/extensions/compo
nents/content-component/article-categories/1366-outlook-kebijakan-pembiayaan-di-
tahun-2015 (10.06.2015).
12.URL:http://health.kompas.com/read/2014/01/07/0956205/Dokter.Takut.Tekor.Ini.Jawaban
.BPJS (10.06.2015).
13. URL:http://daerah.sindonews.com/read/950344/151/kunjungan-ke-puskesmas-naik-
drastis-1421208128 (10.06.2015).
31
14. Kementerian Kesehatan. Profil Kesehatan 2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI;
2015.
15. Rahmaniawati NA. Analisis pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah di Kabupaten
Bogor. Kesehatan masyarakat nasional 2007; 2: 39-48.
16. URL: http://www.bakosurtanal.go.id/berita-surta/show/indonesia-memiliki-13-466-pulau-
yang-terdaftar-dan-berkoordinat. (24.06.2016)
17.URL:http://www.otda.kemendagri.go.id/images/file/data2014/file_konten/jumlah_daerah_
otonom_ri.pdf. (24.06.2016)
18. URL: http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/artikel/1343. (24.06.2016)
19. URL: http://www.who.int/countries/idn/en. (24.06.2016)
20. Kementerian Kesehatan. Profil Kesehatan Indonesia 2013. Jakarta: Kementerian
Kesehatan; 2014.
21. URL:http://www.depkes.go.id/article/view/13010100002/struktur-organisasi-kementerian-
kesehatan-republik-indonesia.html. (24.06.2016)
22. URL: http://dinkes.tangerangselatankota.go.id/profil/struktur-organisasi. (24.06.2016)
23. Kementerian Kesehatan. Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004;128.
24. Kementerian Kesehatan. Sistem Kesehatan Nasional 2012. Jakarta: Kementerian
Kesehatan; 2013.
25. Kementerian Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta: Kementerian Kesehatan;
2008.
26. Kementerian Kesehatan. Profil Kesehatan Indonesia 2007. Jakarta: Kementerian
Kesehatan; 2008.
27. Kementerian Kesehatan. Data Dasar Puskesmas 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan;
2014.
28. Kementerian Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta: Kementerian Kesehatan;
2011.
29. OECD. OECD Health Statistics 2014 how does Indonesia compare? . In. 2014 ed: WHO
Global Health Expenditure Database; 2014.
30. URL: http://www.jkn.kemkes.go.id. (24.06.2016)
31. Kementerian Kesehatan. Kebijakan dasar puskesmas. Kementerian Kesehatan; 2004.
32. URL: http://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/page/profil/Sejarah.html.(21.06.2016)
32
33. URL: http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2013/4. (21.06.2016)
34. Kementerian Kesehatan. Buku pegangan sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Jakarta: Kementerian Kesehatan; 2014.
35. BPJS Kesehatan. Pahami Lebih Dalam tentang Sistem Rujukan Berjenjang dan Pola
Pembayaran BPJS Kesehatan ke Faskes. In. 2015 ed: BPJS Kesehatan; 2015.
36. NHS Education for Scotland and Health Protection Scotland. Framework for workforce
education development for health protection in Scotland: Quality Assuring Continuing
Professional Development; 2006.
37. Milli Eğitim Bakanlığı. Sağlığını koruma. Ankara: Milli Eğitim Bakanlığı; 2008.
38. WHO Regional Office for Europe's Health Evidence Network (HEN). What are the main
factors that influence the implementation of disease prevention and health promotion
programmes in children and adolescents? . Copenhagen: WHO Regional Office for
Europe; 2005.
39. URL: http://bappedajakarta.go.id/?page_id=1131 (21.04.2016)
40. URL: http://geology.com/world/indonesia-satellite-image.shtml. (21.04.2016)
41. Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Profil Dinas Kesehatan Kota Tangerang
Selatan Tahun 2013. Tangerang Selatan: Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan; 2014.
42. Kementerian Kesehatan. Sistem Kesehatan Nasional 2009. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI; 2010.
43. Karl Theodore PE-W. An assessment of primary health care in the Carribean pre and post
Alma Ata declaration and a way forward. Humanities and social science 2011;1.
44. Akdağ R. Türkiye sağlıkta dönüşüm programı ve temel sağlık hizemetleri. In: Akdağ R,
ed. Ankara: T.C Sağlık Bakanlığı; 2008.
45. Gillam S. Is the declaration of Alma Ata still relevant to primary health care? BMJ 2008;
336: 536-8.
46. Makaula P, Bloch P, Banda HT, et al. Primary Health Care in rural Malawi - a qualitative
assessment exploring the relevance of the community-directed interventions approach.
BMC Health Serv Res 2012;12:328.
47. URL: http://metro.sindonews.com/read/984701/171/15-puskesmas-resmi-jadi-rumah-
sakit-umum-1428006703 (05.04.2016)
33
48. Diah Ismawardani EN, Chandra Nurcahyo, Yuliasman, Juliana Ramdhani, Budi Setiawan,
Dwi Surini, Tati Haryati Denawati. Jamkesda intergrasi ke BPJS Kesehatan ringangkan
Pemda. Info BPJS Kesehatan 2014.
49. Pengelolaan dan pemanfaatan dana kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional pada fasilitas
kesehatan tingkat pertama milik pemeirntah daerah. 2016. (Accessed 11 Ocak, 2016, at
50. Aktulay G. Ödeme modelleri açısından karşılaştırmalar. In: Sağlık ve sigorta yöneticileri
derneği: Sağlık ve sigorta yöneticileri derneği; 2015.
51. Sağlık Bakanlığı. Genel sağlık sigortası ve Sağlık Bakanlığı'nın değişen rolü. Ankara T.C.
Sağlık Bakanlığı; 2007.
52. Oliver-Baxter J, Brown L. Primary health care funding models. Phcris research roundup
2013.
53. Oliver-Baxter J. Blended funding models in primary health care. Phcris research roundup
2014.
54. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan. Norma penetapan besaran kapitasi dan
pembayaran kapitasi berbasis pemenuhan komitmen pelayanan pada fasilitas kesehatan
tingkat pertama. In: Kesehatan B, ed.: BPJS Kesehatan; 2015.
55. Suara Merdeka. Puskesmas minta aturan baru dicabut peraturan BPJS Kesehatan nomor 2
tahun 2015. Suara Merdeka Cetak 2015.
56. Budiarto W, Kristiana L. Pemanfaatan dana kaptiasi oleh fasilitas kesehatan tingkat
pertama (FKTP) dalam penyelenggaraan JKN. Bulletin penelitian sistem kesehatan
2015;18:437-45.
57. Komisi VII Rakernas Regional Barat. Peran Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) di daerah. In. Jawa Barat; 2015.
58. Trihono. Kajian pengaruh program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terhadap
kesehatan ibu dan anak di Provinsi Banten 2015. In: Penguatan sinergi UKM dan JKN
untuk mencapai Indonesia sehat. Jakarta; 2015.
59. URL:http://www.kpk.go.id/id/berita/siaran-pers/2440-kpk-temukan-4-kelemahan-
pengelolaan-dana-kapitasi.(19.01.2015)
60. Arnab Acharya SV, Fiona Taylor, Edoardo Masset, Ambika Satija, Margaret Burke, Shah
Ebrahim. Impact of national health insurance for the poor and the informal sector in
lowand middle-income countries: a systematic review. London: EPPI-Centre, Social
Science Research Unit, Institute of Education, University of London; 2012.
34
61. Chen L, Yip W, Chang MC, et al. The effects of Taiwan's National Health Insurance on
access and health status of the elderly. Health Econ 2007;16: 223-42.
62. Coe G, de Beyer J. The imperative for health promotion in universal health coverage.
Glob Health Sci Pract 2014; 2: 10-22.
63. Suriyani. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program promosi kesehatan
rumah tangga yang sehat di wilayah kerja Puskesmas Teladan Medan Kecamatan Medan
Kota Tahun 2009. Medan: Sumatera Utara; 2009.
64. Kementerian Kesehatan. Promosi kesehatan di daerah bermasalah kesehatan: Panduan
bagi petugas kesehatan di Puskesmas. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia; 2011.
65. Mutaqien Z. Penilaian kinerja lima Puskesmas di Kota Cirebon dengan pendekatan
Balanced Scorecard. Depok: University of Indonesia; 2006.
66. Sinambela BR. Kualitas pelayanan kesehatan di Puskesmas Pemahan Kabupaten
Ketapang. Ilmu Administrasi Negara 2015;4.
67. Beshir SA, Hamzah NHB. Health promotion and health education: perception, barriers
and standard of practices of community pharmacists. Health Promotion and Education
2014;52:174-80.