116
i PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP PENEGAKAN KODE ETIK JAKSA Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: Gita Cheryl Barizqi NIM: 11140480000007 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H/ 2018 M

PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

i

PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP

PENEGAKAN KODE ETIK JAKSA

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

Gita Cheryl Barizqi

NIM: 11140480000007

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1439 H/ 2018 M

Page 2: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …
Page 3: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …
Page 4: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …
Page 5: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

v

ABSTRAK

Gita Cheryl Barizqi11140480000007Peran Pengawasan Komisi Kejaksaan

Terhadap Penegakan Kode Etik Jaksa. Skripsi Program Studi Ilmu Hukum

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tahun

2018 M/1439H.

Komisi Kejaksaan merupakan lembaga non struktural yang dibentuk

melalui Peraturan Presiden nomor 18 Tahun 2011. Tugas Komisi Kejaksaan

adalah melakukan pengawasan, pemantauan, penilaian kinerja, sikap dan perilaku

jaksa dan pegawai Kejaksaan didalam dan diluar kedinasan, memberikan

rekomendasi mengenai organisasi, SDM, sarana prasarana Kejaksaan. Di dalam

penelitian ini Peneliti bermaksud untuk memaparkan bagaimana pengawasan

Komisi Kejaksaan terhadap penegakan kode etik Jaksa.

Jenis penelitian ini menggunakan metode pendekatan normatif empiris,

dimana pada dasarnya metode ini merupakan penggabungan antara pendekatan

hukum normatif dengan adanya penambahan berbagai unsur empiris. Metode

penelitian normatif-empiris dalam penelitian ini berupaya menggambarkan fakta

mengenai penerapan fungsi pengawasan Komisi Kejaksaan dalam menegakan

Kode etik Jaksa.

Hasil dari penelitian ini ditemukan bahwa Komisi Kejaksaan dalam

melakukan peran pengawasannya dalam mengawasi Jaksa hanya sebatas

menerima laporan pengaduan dari masyarakat saja. Hambatan yang dialami

Komisi Kejaksaan dalam menegakkan Kode etik Jaksa adalah kurangnya SDM

yang ada di Komisi Kejaksaan, ekspektasi masyarakat yang terlalu tinggi kepada

Komisi Kejaksaan untuk mengeksekusi pelanggaran yang di lakukan oleh para

Jaksa padahal Komisi Kejaksaan tidak mempunyai kewenangan itu. Mekanisme

penanganan pelanggaran Kode etik seharusnya tidak berhenti sebatas memberikan

rekomendasi saja, tetapi seharusnya Komisi Kejaksaan juga harus memantau dan

memastikan sejauh mana sanksi yang diterima oleh Jaksa di taati dengan benar.

Kata Kunci : Pengawasan, Komisi Kejaksaan, Kejaksaan, Kejaksaan Negeri

Tangerang

Dosen Pembimbing : Mara Sutan Rambe, SH.I., M.H.

Daftar Pustaka : Tahun 1995 sampai Tahun 2015

Page 6: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

vi

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah

memberikat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan masa

kuliah di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta. Shalawat serta salam selalu dicurahkan kepada Baginda

Rasulullah Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabatnya serta kaum

muslimin yang tetap berpegang teguh kepada risalahnya hingga akhir zaman dan

membawa manusia keluar dari kubangan lumpur jahiliyah menuju jalan yang di

ridhoi oleh Allah SWT.

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu

persyaratan untuk mendapatkan gelar S1 Sarjana Hukum (S.H.). Peneliti berharap

semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi Peneliti dan bagi pembaca.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, Peneliti sangat menyadari adanya

rintangan dan ujian, namun selalu ada jalan dan kemudahan, tentunya tidak

terlepas dari berbagai pihak yang sepanjang penulisan skripsi ini banyak

membantu dalam memberikan bimbingan dan masukan yang berharga kepada

Peneliti guna menyempurnakan skripsi ini.Oleh karena itu, penulis mengucapkan

banyak terimakasih kepada yang terhomat :

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Drs. Abu Tamrin, S.H., M. Hum, Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah berperan

aktif mengarahkan dalam menyelesaikan skripsi ini

4. Mara Sutan Rambe S.HI., M.H. dosen pembimbing yang selalu memberikan

arahan, bimbingan dan motivasi ke peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini

Page 7: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

vii

5. Kepala Pusat Perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta dan Kepala Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum yang telah

mengizinkan Peneliti untuk mencari dan meminjam buku-buku referensi

dan sumber-sumber data lainnya yang diperlukan.

6. Orangtua tercinta Toni Hidayat dan Siti Mariyam yang telah mencurahkan

kasih sayangnya kepada Peneliti, memberikan semangat, motivasi, doa,

dukungan baik moril dan juga materil yang terhingga juga memberikan

nasehat yang tidak henti-hentinya sehingga Peneliti dapat menyelesaikan

studi S1 ini.

7. Adik tercinta Regina Desinta Azhara, yang selalu mendukung dan

mendoakan Peneliti dalam menyelesaikan studi S1 ini.

8. Keluarga besar alm. H. Saobih – Hj Rogaya dan keluarga besar H. Husein –

Hj. Suhana, yang telah memberikan semangat, dukungan, doa serta motivasi

kepada Peneliti sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Muchamad Ridho Herdiansyah, S.E. yang selalu membantu, memberikan

semangat, memberikan keceriaan, doa, nasehat juga motivasi sehingga

Peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

10. Sarah Alzagladi, Meti Indah Sari, Anggit Handoyo, Ahmad Husein, dan

teman-teman Prodi Ilmu Hukum angkatan 2014 lainnya yang tidak bisa

disebutkan satu persatu yang selalu memberikan bantuan, semangat, doa,

motivasi dan nasehat sehingga Peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

11. Dina Amalia, Ikbal Kurnia, dan Restu Wardhana, yang selalu memberikan

semangat, doa, nasehat dan motivasi sehingga Peneliti dapat menyelesaikan

skripsi ini.

12. Novia Ulfi, Ridha Zulfa, dan Diah Andesi, yang selalu memberikan

semangat, doa, nasehat dan motivasi sehingga Peneliti dapat menyelesaikan

skripsi ini.

13. Qothrunada QQA, S.Sos dan Tri Yunita Indah Lestari, S.H yang selalu

memberikan semangat, doa, nasehat dan motivasi sehingga Peneliti dapat

menyelesaikan skripsi ini.

Page 8: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

viii

14. Pihak-pihak lain yang telah memberi kontribusi kepada Peneliti dalam

menyelesaikan karya tulis ini sehingga Peneliti dapat menyelesaikan skripsi

dan studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Demikian ucapan terimakasih Peneliti, semoga Allah SWT memberikan

pahala dan balasan yang setimpal atas semua jasa-jasa yang mereka berikan

kepada Peneliti. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna,

oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun diharapkan demi

penyempurnaan skripsi ini. Peneliti berharap semoga skripsi ini dapat

memberikan manfaat bagi peneliti dan bagi para pembaca pada umumnya.

Tangerang, 18 Agustus 2018

Gita Cheryl Barizqi

Page 9: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

ix

DAFTAR ISI

JUDUL ............................................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................. ii

PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI ........................................... iii

LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................. iv

ABSTRAK ......................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi

DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .......................................................1

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah ...............4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................6

D. Metode Penelitian................................................................ 6

E. Sistematika Penulisan ...........................................................8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Konseptual......................................................... 10

B. Kerangka Teori................................................................... 11

C. Profesi Hukum dan Etika Profesi Hukum ............................13

A.1. Pengertian Etika Profesi Hukum ..................................13

A.2. Etika Sebagai Sebuah Norma .......................................18

A.3. Profesi Jaksa .................................................................19

D. Check and Balances System .................................................23

E. Tinjauan (review) Kajian Terdahulu ....................................27

BAB III KOMISI KEJAKSAAN

A. Kedudukan dan Tugas Komisi Kejaksaan ............................29

B. Kewenangan Jaksa Menurut Peraturan

Perundang-undangan ............................................................30

C. Eksistensi Peran Jaksa dalam StrukturHukum .....................40

Page 10: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

x

BAB IV PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN

TERHADAP PENEGAKAN KODE ETIK JAKSA

A. Peran Komisi Kejaksaan dalam Melakukan

Pengawasan Terhadap Kinerja Jaksa ...................................47

B. Hambatan dan Upaya Komisi Kejaksaan dalam

Melakukan Penegakan KodeEtik Jaksa ................................52

C. Mekanisme Pelaksanaan Penegakan Kode Etik Jaksa .........55

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ...........................................................................62

B. Rekomendasi ........................................................................63

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................65

LAMPIRAN

Page 11: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu lembaga tertua dalam sistem penegakan hukum atau salah satu

komponen dalam sistem peradilan pidana Indonesia adalah Kejaksaan

atau adhyaksa atau jaxa. Sejarah panjang tentang Kejaksaan di Indonesia sudah

dimulai sejak masa nusantara. Kejaksaan sejak era nusantara memegang

peranan penting dalam sistem peradilan pidana, bahkan urusan keagamaan

menjadi wilayah kewenangan Kejaksaan pada era nusantara. Sampai sekarang,

Kejaksaan memegang peranan tidak hanya dalam lingkup peradilan pidana,

melainkan juga dalam perkara perdata, tata usaha negara dan juga ketertiban

umum dan masyarakat.

Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh Undang-

undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksanaan putusan

pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain

berdasarkan Undang-undang. Peran yang demikian menuntut seorang jaksa

tidak hanya menguasai disiplin hukum pidana, tetapi juga disiplin hukum

perdata dan tata usaha negara. Jaksa tidak hanya dituntut menguasai hukum

positif yang bersifat umum (lex generalis) tetapi juga yang bersifat khusus (lex

specialis) yang banyak lahir akhir-akhir ini.1

Kejaksaan adalah institusi terdepan dalam pemberantasan kejahatan,

karena ditubuh Kejaksaan terdapat urat nadi hukum. Kejaksaan pada

hakekatnya adalah hukum yang hidup ditangan Jaksa hukum mengalami

perwujudannya. Melalui Kejaksaan undang-undang dan tujuan hukum, seperti

tegaknya keadilan, kebenaran dan kesamaan didepan hukum dapat

diwujudkan.2

1Kelik Pramudya dan Ananto Widiatmoko, Pedoman Etika Profesi Aparat

Hukum,(Jakarta : Pustaka Yustisia, 2010), h.39

2 Agus Riewanto, Reprofesionalisasi Kinerja Kejaksaan (Jakarta : Suara Pembaharuan,

2006) h.4

Page 12: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

2

Tugas dan kewenangan Jaksa adalah sebagai penuntut umum dan

pelaksana putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dalam

perkara pidana. Untuk perkara perdata, pelaksanaan menjadi juru sita dan

panitera dipimpin oleh ketua pengadilan. Dalam perkara perdata, Jaksa dapat

berperan apabila negara atau pemerintah menjadi salah satu pihaknya dan Jaksa

diberikan kuasa untuk mewakili. Jadi, peran Jaksa berbeda dalam ranah pidana

dan perdata. Dalam perkara pidana, Jaksa berperan sebagai penuntut umum dan

pelaksana putusan pengadilan yang telah berkekuatan tetap. Sedangkan dalam

perkara perdata, Jaksa berperan sebagai kuasa dari Negara atau pemerintah

baik didalam maupun diluar pengadilan.

Kedudukan Hakim tidak lebih tinggi dari Jaksa, begitupun sebaliknya.

Karena Jaksa merupakan lembaga satu-satunya yang bisa melakukan

wewenang penuntutan. Kalau tidak ada Jaksa tidak akan ada pengadilan.

Karena jantung dari pengadilan adalah Jaksa dan Hakim. Apabila Jaksa tidak

melakukan penuntutan entunya hakim juga tidak akan bisa memutuskan sebuah

perkara.

Dalam proses peradilan di Indonesia, Jaksa memiliki kedudukan yang

sangat vital. Karena vitalnya maka etik seorang Jaksa harus diantisipasi.

Karena fenomena yang ada, masih banyak Jaksa yang melanggar Kode etiknya.

Contohnya adalah mantan Jaksa Urip Tri Gunawan ditangkap karena telah

menerima suap sebesar USD 660.000 atau sekitar Rp. 6,1 Miliar dari Artalyta

suryani yang merupakan orang dekat Sjamsul Nursalim. Sjamsul Nursalim

adalan pemilik Bank BDNI yang telah menyalahgunakan dana BLBI.

Seorang Jaksa yang paham betul tentang aturan dan norma hukum justru

memperkosa hukum itu sendiri. Ironis, kejadian tersebut menunjukkan

sebagian aparat Kejaksaan telah mengalami demoralisasi, bermental buruk dan

bermoral rendah. Secara tegas dapat di kritik segala perilaku aparat penegak

hukum yang menyimpang dari koridor hukum.3 Pebuatan oknum Kejaksaan itu

bisa menjadi pandangan umum yang mengadili bahwa semua aparat penegak

hukum memang buruk. Padahal masih banyak atau sebagian besar diantara

3 Nandan Iskandar, “Kejaksaan dimata Masyarakat”, Bina Adhyaksa Vol. iii, No.1 (Juli 2011), h.32

Page 13: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

3

mereka yang masih bermental dan bermoral bagus. Disadari atau tidak,

banyaknya aparat kejaksaan yang menyimpang dari norma hukum dapat

memperburuk citra baik Kejaksaan.

Melihat fenomena tersebut maka kehadiran Komisi Kejaksaan dianggap

penting untuk mengendalikan kinerja seorang Jaksa. Jaksa sebagai objek

pengawasan merupakan salah satu penegak hukum di Indonesia, untuk itu

perlu adanya pembinaan organisasi untuk meningkatkan pengawasan

terhadapnya. Disinilah akuntabilitas Komisi Kejaksaan dipertaruhkan untuk

mengantisipasi penyalahgunaan kewenanganan yang dilakukan atau juga

pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Jaksa.

Sasaran pengawasan terdapat pada pelaksanaan tugas baik rutin maupun

pembangunan oleh setiap satuan kerja apakah telah sesuai dengan peraturan

perundang-undangan, rencana stratejik serta kebijakan yang ditetapkan oleh

Jaksa Agung Republik Indonesia; Penggunaan, pemeliharaan serta kebutuhan

atas sarana prasarana serta biaya yang diperlukan dalam mendukung kegiatan

organisasi; Sikap, perilaku dan tutur kata pegawai Kejaksaan.4

Persoalan yang diajukan dari masyarakat ke Komisi Kejaksaan cukup

beragam mulai dari indispliner, tercela, tidak profesional, juga pelayanan

kemasyarakat yang kurang baik. Laporan ini mencakup semua tingkat

kejaksaan mulai dari Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan

Negeri yang ada di seluruh wilayah Indonesia.

Menurut Lawrence Friedman ada tiga komponen teori sistem yang

pertama adalah struktur hukum, subtansti hukum dan budaya hukum.

Hubungan antara tiga unsur sistem hukum itu sendiri tidak berdaya, seperti

pekerjaan mekanik. Struktur diibaratkan seperti mesin, substansi adalah apa

yang dikerjakan dan dihasilkan oleh mesin, sedangkan budaya adalah apa saja

atau siapa saja yang memutuskan bagaimana mesin itu digunakan. Namun tiga

unsur yang dikatakan oleh Friedman tersebut belum dapat terlaksana dengan

baik. Karena masih banyak para negak hukum yang tidak menegakkan hukum

4 Kejaksaan RI, Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jakarta, Kejaksaan Agung Republik

Indonesia, 2015) h. 5

Page 14: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

4

dengan baik dan berkeadilan. Maka dari itu dibutuhkannya check and balances

system untuk pengawasan dan perimbangan suatu lembaga negara agar tidak

tumpang tindih dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya juga sesuai

dengan koridor peraturan perundang-undangannya.5

Oleh sebab itu, penulis ingin meneliti apa yang sebenarnya terjadi, antara

seharusnya (das sollen) dengan senyatanya (das sein), atau permasalahan

lainnya yang belum diketahui. Bertitik tolak dari latar belakang tersebut, maka

peneliti tertarik untuk mengadakan sebuah penelitian dan hasilnya dituangkan

dalam karya ilmiah berupa skripsi berjudul “Peran Pengawasan Komisi

Kejaksaan Terhadap Penegakan Kode Etik Jaksa”

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat diidentifikasi beberapa

masalah dalam penelitian ini, di antaranya :

a. Pengawasan merupakan hal yang sangat penting dalam suatu struktur

lembaga. Agar suatu lembaga dapat berjalan dengan baik, melakukan

tugas pokok dan fungsinya sesuai dan tida bertentangan dengan Undang-

undang maka dari itu perlu lah seuatu pengawasan. Apabila tidak ada

pengawasan maka lembaga tersebut tidak akan berjalan dengan baik,

cenderung semena-mena dalam menjlankan tugas pokok dan fungsinya.

b. Banyak Jaksa-jaksa yang melanggar Kode Etik Jaksa, hal tersebut

menggambarkan pengawasan internal masih kurang baik dalam

melakukan pengawasan kepada Jaksa, maka dari itu diperlukan adanya

pengawas eksternal sebagai pengawas tambahan untuk mengawasi Jaksa

dalam melakukan tugas pokok dan fungsinya agar tidak lagi melanggar

Kode Etiknya.

5 Leonarda sambas, Teori-teori hukum klasik dan Kontemporer, (Jakarta : Ghalia Indonesia,

2016) h. 39

Page 15: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

5

c. Peningkatan laporan pengaduan yang diterima oleh Komisi Kejaksaan

terhadap dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Jaksa.

d. Masyarakat masih banyak yang tidak mengerti bgaimana cara

melaporkan atau mengadukan apabila mereka mengalami dan menduga

adanya pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh Jaksa.

2. Pembatasan Masalah

Sehubungan dengan luasnya dan banyaknya penelitian yang terkait

dengan topik pembahasan, maka diperlukan adanya pembatasan masalah

agar penelitian dapat dilakukan secara mendalam, fokus, tuntas dan dapat

mencapai sasaran yang diharapkan. Oleh karena itu, penelitian ini lebih

memfokuskan kepada analisa Peran Pengawasan yang dilakukan oleh

Komisi Kejaksaan dalam melakukan penegakan Kode etik Jaksa. Analisis

ini diharapkan peneliti dapat menemukan gambaran tentang bagaimana

penerapan peran pengawasan komisi kejaksaan serta kendala-kendala yang

dialami oleh Komisi Kejaksaan dalam menjalankan peran pengawasan

tersebut.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, identifikasi masalah dan

pembatasan masalah, maka peneliti merumuskan masalah utama yang

menjadi fokus permasalahan yakni peran pengawasan Komisi Kejaksaan

terhadap penegakan kode etik Jaksa.

Untuk mempertegas perumusan masalah, dibuat pertanyaan riset

sebagai berikut:

a. Bagaimana peran pengawasan Komisi Kejaksaan dalam melakukan

pengawasan terhadap penegakan kode etik Jaksa?

b. Apa hambatan-hambatan dan upaya-upaya yang dilakukan oleh Komisi

Kejaksaan dalam melakukan pengawasan penegakan kode etik Jaksa?

c. Bagaimana mekanisme penegakan Kode etik yang dilakukan oleh

Komisi Kejaksaan?

Page 16: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui peran pengawasan yang dilakukan Komisi

Kejaksaan dalam melakukan pengawasan terhadap penegakan kode etik

Jaksa.

b. Untuk mengetahui hambatan-hambatan dan upaya-upaya yang

dilakukan oleh Komisi Kejaksaan dalam melakukan penegakan kode

etik Jaksa.

c. Untuk mengetahui mekanisme penegakan Kode etik yang dilakukan

oleh Komisi Kejaksaan

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Akademis. Penelitian ini diharapkan bermanfaat menambah

wawasan dan pengetahuan dalam memahami peran pengawasan Komisi

Kejaksaan terhadap penegakan kode etik Jaksa serta menambah literatur

literatur perpustakaan khususnya dalam bidang Ilmu Hukum.

b. Manfaat Praktis. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan

masukan yang berguna dan bisa menjelaskan kepada masyarakat

tentang peran pengawasan Komisi Kejaksaan terhadap penegakan kode

etik Jaksa.

D. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Dalam rangka menghadirkan dan menciptakan karya tulis ilmiah

yang kritis dan konstektual maka dalam penelitian ini penulis menggunakan

pendekatan :

a. Secara normatif, yaitu teknis penulisan melalui hukum doktriner yang

dilakukan dalam penelitian untuk mendapat dasar pemikiran, dalam

perumusan konsep yaitu dengan cara mengumpulkan data-data yang

bersumber dari buku hukum, buku-buku teori penemuan hukum,

Page 17: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

7

artikel-artikel dan jurnal yang ada hubungannya dengan pembahasan

skripsi ini.

b. Secara empiris, yaitu teknik penulisan melalui usaha mendekati

masalah yang diteliti dengan sifat hukum yang nyata atau sesuai dengan

kenyataan yang hidup dimasyarakat.

2. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan normatif empiris,

dimana pada dasarnya metode ini merupakan penggabungan antara

pendekatan hukum normatif dengan adanya penambahan berbagai unsur

empiris. Metode penelitian normatif-empiris dalam penelitian ini berupaya

menggambarkan fakta mengenai penerapan fungsi pengawasan Komisi

Kejaksaan dalam menegakan Kode etik Jaksa.

3. Sumber dan Data Penelitian

a. Bahan Hukum Primer

Yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya, baik melalui

wawancara, observasi maupun laporan dalam bentuk dokumen.6 Serta

bahan pustaka berisikan pengertian ilmiah tentangfakta yang diketahui

maupun suatu gagasan, mencakup buku-buku, seminar dan majalah.

b. Bahan Hukum Sekunder

Yaitu data yang diperoleh dari hasil penelitian dalam bentuk

laporan, skripsi, tesis, disertasi, dan peraturan perundang-undangan

maupun kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum dan keputusan

hakim.

c. Bahan Hukum Tersier

Yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan

terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus

(hukum), ensiklopedia.

6 Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010) h.106

Page 18: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

8

4. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode penelitian :

a. Library Research yaitu pengumpulan data melalui penelitian

kepustakaan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan,

buku-buku, dokumen resmi dan hasil penelitian.

b. Field research yaitu pengumpulan data melalui studi lapangan (diluar

kepustakaan) berupa survey, wawancara, observasi dan kuesioner

(angket) secara struktur untuk data kuantitatif.

5. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik yang dilakukan yaitu :

a. melalui seleksi data yaitu setelah memperoleh data dan bahan bahan dari

library research, data diperika kembali guna mencegah kekeliruan.

b. Klasifikasi data yaitu setelah data diperiksa laliu diklasifikasikan dalam

bentuk dan jenis tertentu, kemudian diambil suatu kesimpulan.

6. Teknik Penulisan

Teknik penulisan dan pedoman yang digunakan peneliti dalam skripsi

ini disesuaikan kaidah-kaidah penulisan kaya ilmiah dan buku “Pedoman

Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2017”

E. Sistematika Penulisan

Berdasarkan berbagai uraian di atas, maka penulis merumuskan

sistematika penulisan dalam penelitian ini sebagai berikut:

BAB I: Pada bab ini Peneliti memaparkan latar belakang penelitian,

batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

metode penelitian dalam penelitian, serta sistematika penulisan

sebagai rancangan penelitian.

Page 19: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

9

BAB II: Merupakan kajian pustaka yang akan membahas tentang

kerangka teori, profesi hukum dan etika profesi hukum, Check

and balances system dan tinjauan (review) kajian terdahulu.

BAB III: Bab ini membahas tentang Komisi Kejaksaan dan sejarahnya

juga tentang dalam melakukan pengawasan yang terdiri dari

profil, kedudukan, keanggotaan dan struktur organisasi, juga

tugas dan wewenangnya.

BAB IV: Bab ini peneliti akan menganalisis terhadap data penelitian yang

ada guna menjawab permasalahan yang melatarbelakangi

penelitian yaitu tentang peran komisi kejaksaan dalam

melakukan pengawasan, faktor-faktor penghambat Komisi

Kejaksan dalam Melakukan Penegakan Kode Etik Jaksa.

BAB V : Bab ini merupakan penutup yang berisi kesimpulan serta

rekomendasi. Dalam bab penutup ini peneliti menyimpulkan

semua yang telah di bahas dalam skripsi ini.

Page 20: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Konseptual

a. Peran

Istilah peran dalam Kamus Bahasa Indonesia mempunyai arti

pemain sandiwara (film), tukang lawak pada permainan makyong, dan

perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang

berkedudukan di masyarakat. Peran Menurut Soerjono Soekanto yaitu

aspek dinamis kedudukan (status), apabila seseorang melaksanakan hak

dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan

suatu peran.1 Hakekatnya Peran juga dapat dirumuskan sebagai suatu

rangkaian perilaku tertentu yang ditimbulkan oleh suatu jabatan tertentu.

b. Pengawasan

Menurut Schermerhorn dalam Ernie dan Saefullah, mendefinisikan

pengawasan merupakan sebagai proses dalam menetapkan ukuran kinerja

dalam pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil

yang diharapkan sesuai dengan ukuran yang telah ditetapkan tersebut.

Sedangkan menurut Mathis dan Jackson, menyatakan bahwa pengawasan

merupakan sebagai proses pemantauan kinerja karyawan berdasarkan

standar untuk mengukur kinerja, memastikan kualitas atas penilaian

kinerja dan pengambilan informasi yang dapat dijadikan umpan balik

pencapaian hasil yang dikomunikasikan ke para karyawan.

c. Komisi Kejaksaan

Komisi Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga non

struktural yang bertugas melakukan pengawasan, pemantauan dan

penilaian terhadap kinerja dan perilaku Jaksa dan atau pegawai

Kejaksaan dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya yang diatur

dalam Peraturan Perundang-undangan dan kode etik baik di dalam

1 Soerjono Soekanto, Teori Peranan, (Jakarta: Bumi Aksara. 2002) h. 243

Page 21: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

11

maupun di luar tugas kedinasan. Komisi Kejaksaan merupakan lembaga

non struktural yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya

bersifat mandiri. Komisi Kejaksaan berada di bawah dan bertanggung

jawab kepada Presiden.

d. Kode Etik Jaksa

Kode Etik Jaksa atau Kode Perilaku Jaksa adalah serangkaian

norma sebagai pedoman untuk mengatur perilaku jaksa dalam

menjalankan jabatan profesi, menjaga kehormatan dan martabat

profesinya serta menjaga hubungan kerjasama dengan penegak hukum

lainnya.

B. Kerangka Teori

a. Teori Pengawasan

Pengawasan berasal dari kata “awas” yaitu dapat melihat baik-

baik, mempertahankan dengan baik, waspada dan hati-hati, sementara

pengawasan sendiri merupakan penjagaan. Menurut Terry dalam

bukunya John Salindeho pengawasan yaitu mengevaluasi prestasi kerja

atau menerapkan tindakan-tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan

sesuai dengan rencana. Guna menemukan dan mengoreksi penyimpangan

yang terjadi.

Menurut Lawrence M. Friedman, Pengawasan atau pengendalian

sosial pada dasarnya memaksa warga masyarakat agar berperilaku sesuai

dengan hukum. Dengan kata lain pengendalian sosai dari pada hukum

dapat bersifat preventif maupun represif. Preventif merupakan suatu

usaha untuk mencegah perilaku yang menyimpang, sedangkan represif

bertujuan untuk mengembalikan keserasian yang terganggu.

Sedangkan dalam Tata Pemerintahan Negara, terdapat empat jalur

yang berkaitan pengawasan yaitu :2

a. Pengawasan rutin yang dilakukan Inspektorat Jendral

2 O.C. Kaligis, Pengawasan terhadap Jaksa Selaku Penyidik Tindak Pidana Khusus

dalam Pemberantasan Korupsi, (Bandung: Alumni, 2006) h. 51

Page 22: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

12

b. Pengawasan oleh pimpinan

c. Pengawasan khusus atau pemeriksaan terhadap suatu kasus yang

dilaporkan

d. Pengawasan yang bersifat mendadak atau yang dikenal dengan

istilah sidak

b. Check and balances

Check and Balances merupakan sistem aturan yang menegaskan

adanya mekanisme saling kontrol diantara cabang kekuasaan negara

yang di desain untuk mencegah terkonsenterasinya kekuasaan dalam

satu cabang sehingga mendominasi cabang kekuasaan yang lain. Secara

konseptual prinsip check and balances dimaksudkan agar tidak terjadi

tumpang tindih antara kewenangan lembaga negara sehingga kekuasaan

dalam negara haruslah diatur dengan seksama.

Menurut Jimly Asshiddiqie adanya sistem Check and balances

mengakibatkan kekuasaan negara dapat diatur, dibatasi bahkan di

kontrol dengan sebaik-baiknya sehingga penyalahgunaan kekuasaan

oleh aparat penyelenggaraan negara yang menduduki jabatan dalam

lembaga negara dapat dicegah dan ditanggulangi dengan sebaik-

baiknya.3

Sistem Check and Balances mulai diterapkan dalam setiap cabang

kekuasaan untuk saling mengawasi dan mengimbangi pemerintahan

lainnya. Prinsip pengawasan dan perimbangan ini dirancang agar tiap

cabang pemerintahan dapat saling membatasi kekuasaan pemerintahan

lainnya. Sehingga kedudukan MPR tidak lagi menjadi pusat dari segala

cabang pemerintahan dan tidak lagi menjadi lembaga tertinggi Negara

yang menjalankan sepenuhnya kedaulatan rakyat. Kedudukan MPR

menjadi sejajar dengan lembaga tinggi lainnya.

3Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta :

Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2006) h.74

Page 23: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

13

Tujuan dari pembagian kekuasaan (Distribution of power) adalah

untuk menghindari menumpuknya kekuasaan negara pada satu organ

yang dapat meningkatkan potensi penyalahgunaan kekuasaan. Agar

menjadi suatu keseimbangan kekuasaan dan pengontrolan dari satu

lembaga dengan lembaga yang lain. Hal tersebut dilakukan agar

masing-masing pemegang kekuasaan tidak cenderung terlalu kuat

sehingga menimbulkan sistem tirani dan juga agar pemegang kekuasaan

tidak berbuat sebebas-bebasnya yang nantinya akan menimbulkan

kesewenang-wenangan kekuasaan.4

C. Profesi Hukum dan Etika Profesi Hukum

1. Pengertian Etika Profesi Hukum

Pada dasarnya setiap orang mempunyai kebebasan untuk berucap,

bertindak, berperilaku atau untuk mengerjakan pekerjaan yang menjadi

kesenangan sesuai dengan keahliannya dalam rangka mencapai tujuan

hidupnya. Namun setiap orang untuk mencapai tujuan hidup itu, agar

dia dapat hidup tentram, tertib, teratur aman, dan damai serta tidak

diganggu oleh orang lain, ia dituntut untuk mentaati batasan-batasan

atau etika dalam pergaulan hidupnya dengan orang lain yang ada

disekitarnya. Setiap orang juga dituntut untuk tidak merugikan orang

lain dan harus mempertanggungjawabkan terhadap apa yang dilakukan.

Masalah etika dan moral perlu mendapat perhatian yang seksama

untuk memberikan jiwa pada hukum dan penegaknya. Dalam rangka

revitalisasi hukum untuk mendukung demokratisasi, maka masalah

moral dan etika mendesak untuk ditingkatkan fungsi dan keberadaanya,

karena saat ini aspek moral dan etika telah menghilang dari system

hukum di Indonesia. Oleh karena itu perlu pengaturan yang

komprehensif mengenai etika profesi di kalangan penegak hukum,

4 Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern (Rechtsstaat), (Bandung : PT Refika

Aditama, 2009) h. 124

Page 24: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

14

menciptakan kemandirian kelembagaan, berfungsinya dewan/majelis

kehormatan, yang kesemuanya ini untuk membangun profesionalisme.5

Batasan-batasan bagi mereka yang berprofesi hukum dalam

melaksanakan profesinya adalah kode etik profesi hukum yang berisi

kewajiban-kewajiban, larangan-larangan dan keharusan untuk

mempertanggungjawabkan dalam melaksanakan profesinya serta sangsi

bagi yang tidak melaksanakan kewajiban atau melanggar larangan

tersebut.

Secara etimologis etika berasal dari bahasa Yunani

kuno Ethos yang berarti kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap.

Aristoteles adalah filsuf pertama yang berbicara tentang etika secara

kritis, reflektif, dan komprehensif. aristoles pula filsuf pertama yang

menempatkan etika sebagai cabang filsafat tersendiri. Aristoteles dalam

konteks ini lebih menyoal tentang hidup yang baik dan bagaimana pula

mencapai hidup yang baik itu. yakni hidup yang bermutu/bermakna

ketika manusia itu mencapai apa yang menjadi tujuan hidupnya.

menurut Aristoteles denaih apa yang mencapai tujuan hidupnya berarti

manusia itu mencapai dirinya sepenuh-penuhnya. manusia ingin meraih

apa yang apa yang disebut nilai (value), dan yang menjadi tujuan akhir

hidup manusia adalah kebahagiaan, eudaimoni.6

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Etika adalah ilmu

tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan

kewajiban moral (akhlak). Moral merupakan landasan dan patokan

bertindak bagi setiap orang dalam kehidupan sehari-hari ditengah-

tengah kehidupan sosial kemasyarakatan maupun dalam lingkungan

keluarga dan yang terpenting moral berada pada batin dan atau pikiran

5Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, (Jakarta: Sinar

Grafika, 2006), h. 38 6Abdul Kadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, (Bandung : Citra Aditya Bakti,

2006), h. 13

Page 25: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

15

setiap insan sebagai fungsi kontrol untuk penyeimbang bagi pikiran

negatif yang akan direalisasikan.7

Di sisi lain, etika dapat dibagi menjadi etika umum dan etika

khusus. Etika khusus selanjutnya dibedakan lagi menjadi etika

individual dan etika sosial. Pembedaan etika menjadi etika umum dan

etika khusus ini dipopulerkan oleh Magnis Suseno dengan istilah etika

deskriptif. Lebih lanjut Magnis Suseno menjelaskan bahwa etika umum

membahas tentang prinsip-prinsip dasar dari moral, seperti tentang

pengertian etika, fungsi etika, masalah kebebasan, tanggung jawab, dan

peranan suara hati. Di lain pihak, etika khusus menerapkan prinsip-

prinsip dasar dari moral itu pada masing-masing bidang kehidupan

manusia. Adapun etika khusus yang individual memuat kewajiban

manusia terhadap diri sendiri sedangkan etika sosial membicarakan

tentang kewajiban manusia sebagai anggota umat manusia.8

Profesi hukum merupakan pekerjaan yang berkaitan dengan

masalah hukum yang berkaitan untuk mewujudkan dan memelihara

ketertiban yang berkeadilan di dalam kehidupan masyarakat. Profesi

hukum merupakan sebuah profesi untuk mewujudkan ketertiban

berkeadilan yang memungkinkan manusia dapat menjalani

kehidupannya secara wajar (tidak perlu tergantung pada kekuatan fisik

maupun finansial). Hal ini dikarenakan Ketertiban berkeadilan adalah

kebutuhan dasar manusia; dan Keadilan merupakan Nilai dan

keutamaan yang paling luhur serta merupakan unsur esensial dan

martabat manusia.9

Pengemban profesi hukum itu mencakup 4 (empat) bidang karya

hukum, yaitu:

7A. Purwa hadiwardoyo, Moral dan masalahnya, (Yogyakarta : Kanisius, 1994), h.

13 8K. Bertens, Etika, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011), h. 7

9 Muhammad Nuh, Etika Profesi Hukum, (Bandung : Pustaka setia, 2011) h. 129

Page 26: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

16

a. Penyelesaian konflik secara formal (peradilan yang melibatkan

profesi hakim, Advokat, dan Jaksa);

b. Pencegahan konflik (perancangan hukum);

c. Penyelesaian konflik secara informal (mediasi, negoisasi); dan

d. Penerapan hukum di luar konflik.

Profesi hukum di Indonesia meliputi semua fungsionaris utama

hukum seperti Hakim, Jaksa, Advokad, Notaris, Kepolisian dan

Jabatan lain. Apabila terjadi penyimpangan atau pelanggaran kode etik,

maka mereka harus rela mempertanggungjawabkan akibatnya sesuai

dengan tuntukan kode etik. Biasanya dalam organisasi profesi ada

dewan kehormatan yang akan mengoreksi pelanggaran kode etik.

Untuk mewujudkan ketertiban yang berkeadilan, hukum

merupakan sarana yang mewujud dalam berbagai kaidah perilaku

kemasyarakatan yang disebut kaidah hukum. Keseluruhan kaidah

hukum positif yang berlaku dalam suatu masyarakat tersusun dalam

suatu sistem yang disebut tata hukum. Ada dan berfungsinya tata

hukum dengan kaidah-kaidah hukumnya serta penegakannya

merupakan produk dari perjuangan manusia dalam upaya mengatasi

masalah-masalah kehidupan. Dalam dinamika kesejahteraan manusia,

hukum dan tata hukumnya tercatat sebagai salah satu faktor yang

sangat penting dalam proses pengadaban dan penghalusan dari budi

manusia.10

Pengemban profesi hukum memiliki dan menjalankan otoritas

profesional yang bertumpu pada kompetensi teknikal yang lebih

superior. Sedangkan masyarakat yang tersandung masalah hukum dan

bersinggungan dengan profesi tersebut tidak memiliki kompetensi

teknikal atau tidak berada dalam posisi untuk menilai secara obyektif

pelaksanaan kompetensi tekhnikal pengemban profesi yang diminta

10 Suhrawardi. K lubis, ETIKA PROFESI HUKUM, (Jakarta : Sinar Grafika, 1994) h. 48

Page 27: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

17

pelayanan profesionalnya. Karena itu, masyarakat yang tersandung

masalah hukum dan bersinggungan dengan profesi tersebut berada

dalam posisi tidak ada pilihan lain kecuali untuk mempercayai

pengemban profesi terkait.

Mereka harus mempercayai bahwa pengemban profesi akan

memberi pelayanan profesionalnya secara bermutu dan bermartabat

serta tidak akan menyalahgunakan situasinya, melainkan secara

bermartabat. Dan, secara bermartabat akan mengarahkan seluruh

pengetahuan dan keahlian berkeilmuannya dalam menjalankan jasa

profesionalnya. Maka dari itu Kode etik profesi merupakan norma

yang di tetapkan dan diterima oleh sekelompok profesi yang

mengarahkan atau memberi petunjuk kepada anggotanya bagaimana

membuat dan sekaligus menjamin mutu profesi itu di mata masyarakat.

Fokus perhatian ditujukan pada kode etik polisi, kode etik jaksa, kode

etik hakim, kode etik advokad, dan kode etik notaris.

Dalam setiap profesi harus ada kode etik, karena kode etik profesi

dapat menjadi penyeimbang segi-segi negatif dari suatu profesi

sehingga kode etik ibarat kompas yang menunjukkan arah moral bagi

suatu profesi, sekaligus menjamin mutu moral profesi itu

dimasyarakat.11

Kode etik menjadi penting bagi profesi hukum karena profesi

hukum merupakan suatu moral community yang memiliki cita-cita dan

nilai-nilai bersama, serta memiliki izin untuk menjalankan profesi

hukum. Untuk itu, kode etik perlu diumumkan dan disebarluaskan agar

masyarakat dapat mengetahui dan memahaminya. Masyarakatpun

diminta untuk berpartisipasi dalam mengawasi para profesional hukum.

Dengan mengetahui dan memahami kode etik tersebut, maka

11

Muhammad Nuh, Etika Profesi Hukum, (Bandung : Pustaka Setia, 2011) h. 123

Page 28: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

18

masyarakat diharapkan untuk melapor manakala profesional hukum

ketahuan melanggar kode etik profesinya.

2. Etika Sebagai Sebuah Norma

Etika adalah salah satu bagian dari filsafat yang mengadakan studi

tentang kehendak manusia. Secara lebih sederhana, dapat dikatakan

bahwa etika adalah filsafat tingkah laku manusia, yang mencari

pedoman tentang cara manusia bertindak atau berbuat. Etika lebih

mengandalkan itikad baik dan kesadaran moral pada pelakunya. Oleh

karena itu etika menuntut moralitas, yang berarti bahwa yang dituntut

adalah perbuatan yang didorong oleh rasa wajib dan tanggung jawab.

Etika menjadi penting karena di Indonesia memiliki norma-norma

yang berlaku dimasyarakat. Norma merupakan sesuatu yang dipakai

untuk mengukur sesuatu yang lainnya, atau sebuah ukuran. Norma tidak

hanya merupakan ukuran untuk mempertimbangkan, tetapi juga

merupakan haluan untuk membuat atau melakukan sesuatu. Norma-

norma tersebut adalah norma agama, norma kesusilaan, dan norma

hukum.

Norma Agama adalah macam-macam aturan dan hukum yang

terdapat pada suatu agama dan berlaku dalam lingkungan agama

tersebut. Setiap agama dan memiliki norma-norma yang mengikat dan

wajib dipatuhi oleh para pemeluknya. Norma tersebut didasarkan pada

firman tuhan dalam kitab suci sehingga diyakini sebagai perintah

Tuhan.

Norma kesusilaan memuat ketentuan tentang tingkah laku yang

baik dan yang jahat, atau mengenai baik-buruk suatu perbuatan

manusisa sebagai manusia. Norma ini tertuju pada hati nurani manusia

sebagai kesadaran moral yang otonom, menyangkut martabatnya

sebagai manusia.12

12 S.P. Lili Ijahjadi, Hukum Moral : Ajaran Immanuel Kant tentang Etika dan

Imperatif Kategoris, (Yogyakarta : Kanisius, 1991) h.74

Page 29: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

19

Norma hukum mencakup hukum yang tertulis dan yang tidak

tertulis. Hukum ini baru ada, baru dipersoalkan apabila terjadi sebuah

konflik.pada kondisi seperti itu orang akan mempertanyakan apa

hukumnya, siapa yang berhak, siapa yang bersalah dan sebagainya.

Hukum merupakan kenyataan yang kompleks sehingga agak sulit

memberikan suatu definisi yang memuaskan. Oleh karena itu ada

banyak pengertian tentang hukum.13

Acuan untuk etik adalah sesuatu yang pantas dilakukan seseorang

sebagai monodualis dan zoon politicon. Dikatakan sebagai monodualis

karena manusia memiliki dua sisi yang berbeda, yang pertama adalah

sebagai makhluk sosial dimana untuk berinteraksi dan membutuhkan

perasaan dibutuhkan oleh orang lain. Yang kedua manusia sisi selfish

dimana manusia mementingkan keperluannya sendiri terlebih dahulu

baru akan memenuhi kebutuhan orang lain. Maka dalam rangka untuk

memenuhi kebutuhan pribadinya seringkali manusia mengabaikan

orang sekitarnya. Hal ini lah yang kemudian didalam norma dibatasi

oleh Etika, sesuatu yang pantas dan tidak pantas dilakukan sebagai

seorang manusia.

3. Profesi Jaksa

Profesi Jaksa termasuk sub item dari profesi hukum yang ada di

indonesia. Profesi Jaksa ini juga mempunyai kode etik yang mengikat

seperti profesi-profesi lainnya. Kode etik Jaksa mengandung nilai-

nilai luhur dan ideal sebagai pedoman berperilaku dalam suatu profesi

Jaksa. Apabila kode etik ini dijalankan sesuai dengan tujuannya, maka

akan lahir Jaksa-jaksa yang mempunyai kualitas moral yang baik

dalam melaksanakan tugasnya sehingga kehidupan peradilan dinegara

kita akan mengarah pada keberhasilan.

Dalam mengemban profesi, usaha-usaha yang dilakukan oleh

Jaksa bukah hanya untuk memenuhi unsur-unsur yang terkandung

13

Alex Seran, Moral Politik Hukum, (Jakarta : Obor, 1999) h. 127

Page 30: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

20

dalam ketentuan hukum, melainkan mendengar dan memperjuangkan

sesuatu yang sesungguhnya benar-benar terjadi dan dirasakan

langsung oleh masyarakat juga didengar dan diperjuangkan, inilah

yang dinamakan pendekatan sosiologis. Profesionalisme seorang

Jaksa sungguh sangat penting dan mendasar sebab ditangannyalah

hukum menjadi hidup.

Dalam rangka mewujudkan Jaksa yang memiliki integritas

kepribadian serta disiplin tinggi guna melaksanakan tugas penegakan

hukum dalam rangka mewujudkan keadilan dan kebenaran, maka

dikeluarkanlah Kode Perilaku Jaksa sebagaimana tertuang dalam

Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia nomor PER-

014/A/JA/11/2011 tentang Kode Perilaku Jaksa.

Menurut Pasal 5 Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia

Nomor Per–014/A/Ja/11/2012 Tentang Kode Perilaku Jaksa,

Kewajiban Jaksa kepada Profesi Jaksa adalah :

a. menjunjung tinggi kehormatan dan martabat profesi dalam

melaksanakan tugas dan kewenangannya dengan integritas,

profesional, mandiri, jujur dan adil;

b. mengundurkan diri dari penanganan perkara apabila mempunyai

kepentingan pribadi atau keluarga;

c. mengikuti pendidikan dan pelatihan sesuai dengan peraturan

kedinasan;

d. meningkatkan ilmu pengetahuan, keahlian, dan teknologi, serta

mengikuti perkembangan hukum yang relevan dalam lingkup

nasional dan internasional;

e. menjaga ketidakberpihakan dan objektifitas saat memberikan

petunjuk kepada Penyidik;

f. menyimpan dan memegang rahasia profesi, terutama terhadap

tersangka/terdakwa yang masih anak-anak dan korban tindak

pidana kesusilaan kecuali penyampaian informasi kepada media,

Page 31: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

21

tersangka/keluarga, korban/keluarga, dan penasihat hukum sesuai

dengan peraturan perundang-undangan.

g. memastikan terdakwa, saksi dan korban mendapatkan informasi

dan jaminan atas haknya sesuai dengan peraturan perundang-

undangan

h. memberikan bantuan hukum, pertimbangan hukum, pelayanan

hukum, penegakan hukum atau tindakan hukum lain secara

profesional, adil, efektif, efisien, konsisten, transparan dan

menghindari terjadinya benturan kepentingan dengan tugas bidang

lain.

Menurut Pasal 7 Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor

Per–014/A/Ja/11/2012 Tentang Kode Perilaku Jaksa, dalam melaksanakan

tugas Profesi Jaksa dilarang:

a. memberikan atau menjanjikan sesuatu yang dapat memberikan

keuntungan pribadi secara langsung maupun tidak langsung bagi

diri sendiri maupun orang lain dengan menggunakan nama atau

cara apapun;

b. meminta dan/atau menerima hadiah dan/atau keuntungan dalam

bentuk apapun dari siapapun yang memiliki kepentingan baik

langsung maupun tidak langsung;

c. menangani perkara yang mempunyai kepentingan pribadi atau

keluarga, atau finansial secara langsung maupun tidak langsung;

d. melakukan permufakatan secara melawan hukum dengan para

pihak yang terkait dalam penanganan perkara;

e. memberikan perintah yang bertentangan dengan norma hukumyang

berlaku;

f. merekayasa fakta-fakta hukum dalam penanganan perkara;

g. menggunakan kewenangannya untuk melakukan penekanan secara

fisik dan/atau psikis; dan

Page 32: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

22

h. menggunakan barang bukti dan alat bukti yang patut diduga telah

direkayasa atau diubah atau dipercaya telah didapatkan melalui

cara-cara yang melanggar hukum;

i. Jaksa wajib melarang keluarganya meminta dan/atau

menerimahadiah atau keuntungan dalam bentuk apapun dari

siapapun yang memiliki kepentingan baik langsung maupun tidak

langsung dalam pelaksanaan tugas Profesi Jaksa.

Menurut Pasal 9 Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia

Nomor Per–014/A/Ja/11/2012 Tentang Kode Perilaku Jaksa, dalam

melaksanakan tugas profesi Jaksa dilarang:

a. bertindak diskriminatif berdasarkan suku, agama, ras, jender,

golongan sosial dan politik dalam pelaksanaan tugas profesinya;

b. merangkap menjadi pengusaha, pengurus/karyawan Badan Usaha

Milik Negara/daerah, badan usaha swasta, pengurus/anggota partai

politik, advokat; dan/atau

c. memberikan dukungan kepada Calon Presiden/Wakil Presiden,

Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah, dan Calon Kepala Daerah/Wakil

Kepala Daerah dalam kegiatan pemilihan.

Menurut Pasal 11 Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia

Nomor Per–014/A/Ja/11/2012 Tentang Kode Perilaku Jaksa,Jaksa

dalam melaksanakan tugas Profesi Jaksa berhak:

a. melaksanakan fungsi Jaksa tanpa intimidasi, gangguan dan

pelecehan;

b. mendapatkan perlindungan hukum untuk tidak dipersalahkan

sebagai akibat dari pelaksanaan tugas dan fungsi Jaksa yang

dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku;

c. mendapatkan perlindungan secara fisik, termasuk keluarganya, oleh

pihak yang berwenang jika keamanan pribadi terancam sebagai

Page 33: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

23

akibat dari pelaksanaan tugas dan fungsi Jaksa yang dilakukan

sesuai dengan peraturan yang berlaku;

d. mendapatkan pendidikan dan pelatihan baik teknis

maupunnonteknis;

e. mendapatkan sarana yang layak dalam menjalankan tugas,

remunerasi, gaji serta penghasilan lain sesuai dengan peraturan

yang berlaku;

f. mendapatkan kenaikan pangkat, jabatan dan/atau

promosiberdasarkan parameter obyektif, kualifikasi profesional,

kemampuan,integritas, kinerja dan pengalaman, serta diputuskan

sesuai denganprosedur yang adil dan tidak memihak;

g. memiliki kebebasan berpendapat dan berekspresi, kecuali dengan

tujuan membentuk opini publik yang dapat merugikan penegakan

hukum; dan

h. mendapatkan proses pemeriksaan yang cepat, adil dan evaluasi

sertakeputusan yang obyektif berdasarkan peraturan yang berlaku

dalamhal Jaksa melakukan tindakan indisipliner.

D. Check and Balances System

Lawrence M. Friedman mengemukakan ada tiga komponen teori sistem.14

1. Substansi hukum

Substansi hukum bisa dikatakan sebagai norma, aturan dan

perilaku nyata manusia yang berada pada sistem itu. Didalam

substansi hukum ada istilah “produk” yaitu suatu keputusan yang baru

disusun dan baru dibuat oleh orang yang ada didalam sistem tersebut.

Substansi juga mencakup hukum yang hidup (Living law), bukan

hanya aturan yang ada di kitab Undang-undang (Law books).

14 Leonarda sambas, Teori-teori hukum klasik dan Kontemporer, (Jakarta : Ghalia

Indonesia, 2016) h. 39

Page 34: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

24

2. Struktur hukum

Sistem struktural yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu

dilaksanakan dengan baik. Struktur hukum itu meliputi mulai dari

Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan. Lembaga penegak hukum tersebut

kewenangannya dijamin oleh Undang-undang, sehingga dalam

melakukan tugas dan tanggung jawabnya terlepas dari pengaruh

kekuasaan pemerintah dan pengaruh-pengaruh lainnya. Hukum tidak

dapat berjalan atau tegak apabila tidak ada aparat penegak hukum

yang kredibilitas, kompeten dan independen.

Seberapa bagusnya suatu Peraturan perundang-undangan bila tidak

didukung dengan aparat penegak hukum yang baik maka keadilan

hanya angan-angan saja. Lemahnya mentalitas aparat penegak hukum

mengakibatkan penegakkan hukum tidak berjalan sebagaimana

mestinya. Jika peraturannya sudah baik tapi kualitas penegak

hukumnya rendah maka akan timbul masalah. Demikian juga apabila

peraturannya buruk sedangkan kualitas penegak hukumknya baik,

kemungkinan muncul masalah masih terbuka. Jadi semuanya memiliki

kesinambungan yang kuat untuk menegakkan hukum yang adil dan

benar.

3. Budaya Hukum

Menurut Friedman, budaya hukum sebagai sikap-sikap dan nilai-

nilai yang ada hubungan dengan hukum dan sistem hukum. Oleh

karena itu apa yang disebut dengan budaya hukum itu tidak lain dari

keseluruhan faktor yang menentukan bagaimana sistem hukum

memperoleh tempatnya yang logis dalam kerangka budaya milik

masyarakat umum. Dengan kata lain budaya hukum adalah

keseluruhan sikap dari warga masyarakat dan sistem nilai yang ada

dalam masyarakat yang akan menentukan bagaimana seharusnya

hukum itu berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.

Page 35: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

25

Hubungan antara tiga unsur sistem hukum itu sendiri tidak

berdaya, seperti pekerjaan mekanik. Struktur diibaratkan seperti

mesin, substansi adalah apa yang dikerjakan dan dihasilkan oleh

mesin, sedangkan budaya adalah apa saja atau siapa saja yang

memutuskan bagaimana mesin itu digunakan. Namun tiga unsur yang

dikatakan oleh Friedman tersebut belum dapat terlaksana dengan baik.

Karena masih banyak para negak hukum yang tidak menegakkan

hukum dengan baik dan berkeadilan. Maka dari itu dibutuhkannya

check and balances system untuk pengawasan dan perimbangan suatu

lembaga negara agar tidak tumpang tindih dalam menjalankan tugas

pokok dan fungsinya juga sesuai dengan koridor peraturan perundang-

undangannya.

Check and Balances system, Menurut Black Law Dictionary,

checks and balances is arrangement of governmental power whereby

powers of one governmental branch check or balance those of other

branches. See also separation of power. Tujuan checks and balances

adalah memaksimalkan fungsi masing-masing lembaga negara dan

membatasi kesewenang-wenangan lembaga negara.

Dalam hal menata kekuasaan lain di luar tiga kekuasaan menurut

Montesquieu, Crince le Roy menyimpulkan membangun sistem

checks and balances. Menurut Crince le Roy negara merupakan

lembaga penertib.15

Negara merupakan organisasi kekuasaan dengan

obyek kegiatan penertiban terhadap suatu masyarakat tertentu secara

menyeluruh dengan mempergunakan kekuasaannya. Bertitik tolakdari

kegiatan penertiban tersebut, disusunlah fungsi negara yang

dilaksanakan oleh badan-badan negara yang bebas dan terpisah satu

dengan yang lainnya yang ditambah suatu sistem pengawasan untuk

menghindarkan salah satu alat kekuasaan akan menarik seluruh

15 Ridwan, HR. Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007)

h. 14.

Page 36: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

26

kekuasaan ke dalam dirinya yang disebut dengan sistem checks and

balances.

Checks and balances ini, yang mengakibatkan satu cabang

kekuasaan dalam batas-batas tertentu dapat turut campur dalam

tindakan cabang kekuasaan lain, tidak dimaksud untuk memperbesar

efisiensi kerja (seperti yang dilihat di Inggris dalamfungsi dari

kekuasaan eksekutif dan legislatif), tetapi untuk membatasi kekuasaan

dari setiap cabang kekuasaan secara efektif.

Hal ini berarti sistem checks and balances dalam penyelenggaraan

kekuasaan memungkinkan adanya saling kontrol antar cabang

kekuasaan yang ada dan menghindari tindakan-tindakan hegemonik,

tiranik dan sentralisasi kekuasaan.16

Sistem ini mencegah terjadinya

overlapping antar kewenangan yang ada. Begitu pula dengan pendapat

Jimly Asshiddiqie adanya sistem checks and balances mengakibatkan

kekuasaan negara dapat diatur, dibatasi bahkan dikontrol dengan

sebaik-baiknya, sehingga penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat

penyelenggaraan negara yang menduduki jabatan dalam lembaga

negara dapat dicegah dan ditanggulangi dengan sebaik-baiknya.17

Penyebab dari terkikisnya tujuan dari checks and balances di

Indonesia sehingga terciptanya ketegangan antar lembaga negara

adalah ketidakpahaman daripara aparatur negara dari tujuan check and

balances yang menekankan pentingnya hubungan saling mengawasi

dan mengendalikan antar berbagai lembaga negara agar pelaksanaan

fungsi lembaga negara menjadi maksimal. Namun, dewasa ini terlihat

dalam pelaksanaan checks and balances yang dilakukan oleh lembaga

negara yang satukepada lembaga negara lain dianggap suatu ancaman

16

A. Fickar Hadjar ed. al, Pokok-pokok Pikiran dan Rancangan Undang-Undang

Mahkamah Konstitusi, (Jakarta: KRHN dan Kemitraan, 2003) h. 4

17Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta: Sekretariat

Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006) h. 74.

Page 37: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

27

untuk menjatuhkan eksistensi lembaga negara, dan menciptakan ego

sektoral.

E. Tijauan (review) Kajian Terdahulu

Untuk menghindari kesamaan pada penulisan skripsi ini dengan

penelitian delik korupsi lainnya, maka penulis melakukan penelusuran

terhadap beberapa penelitian terlebih dahulu. Diantara penelitian-

penelitian tersebut adalah:

1. Skripsi oleh Galuh Hayu Nastiti dari Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul “Pengawasan Komisi

Kejaksaan Terhadap Kinerja Jaksa Pengadilan Tinggi Jakarta Tahun

2013-2014. Dalam skripsi ini peneliti menjelaskan bagaimana pengawasan

Komisi Kejaksaan terhadap kinerja jaksa yang lebih khusus kepada

pengadilan tinggi jakarta tahun 2013-2014. Berbeda dengan penelitian ini

yang akan menganalisis bagaimana peran pengawasan yang dilakukan oleh

Komisi Kejaksaan dan bagaimana mekanisme pelaksanaan penegakan

Kode Etik Jaksa.

2. Buku berjudul “Kejaksaan RI : Posisi dan Fungsinya Dari Perspektif

Hukum” oleh Marwan Effendy. Buku ini membahas tentang bagaimana

posisi dan fungsi yang dijalankan oleh Kejaksaan RI dalam perspektif

hukum. Berbeda dengan penelitian ini yang akan menganalisis wewenang

yang dimiliki oleh Komisi Kejaksaan dalam melakukan peran pengawasan

untuk mengawasi dan mengawal penegakan kode etik jaksa yang harus di

taati oleh Jaksa dan seluruh Pegawai dilingkungan Kejaksaan.

3. Jurnal Teropong yang diterbitkkan oleh MaPPIFHUI volume 1 november

2013 edisi Komisi Kejaksaan, dalam jurnal ini menjelaskan apa saja

kedudukan, dan kewenangan komisi kejaksaan dan strategi penguatan

komisi kejaksaan dalam mendorong pencegahan dan pemberantasan

korupsi. Berbeda dengan penelitian ini yang akan menganalisis bagaimana

peran pengawasan yang dilakukan oleh Komisi Kejaksaan di Kejaksaan

Page 38: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

28

Negeri Tangerang, serta apa kendala dan upaya yang dilakukan oleh

Komisi Kejaksaan.

Berdasarkan kajian terdahulu diatas, belum ditemukan karya ilmiah yang

secara khusus membahas tentang peran pengawasan komisi kejaksaan terhadap

penegakan kode etik jaksa. Oleh karena itu peneliti bermaksud mengisi

kekosongan penelitian tentang peran pengawasan komisi kejaksaan terhadap

penegakan kode etik jaksa yang selama ini banyak dilanggar oleh jaksa dan

seluruh pegawai yang ada dilingkungan kejaksaan.

Page 39: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

29

BAB III

KOMISI KEJAKSAAN

A. Kedudukan dan Tugas Komisi Kejaksaan

Menurut Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2011 Tentang

Komisi Kejaksaan, tugas Komisi Kejaksaan terdiri dari :

a) Melakukan pengawasan, pemantauandan penilaian terhadap Kinerja

dan perilaku Jaksa dan atau pegawai Kejaksaan dalam melakukan

tugas dan wewenangnya yang diatur dalam peraturan perundang-

undangan dan kode etik

b) Melakukan pengawasan, pemantauandan penilaian terhadap Kinerja

dan perilaku Jaksa dan atau pegawai Kejaksaan baik di dalam maupun

di luar tugas kedinasan

c) Melakukan pemantauan dan penilaian atas kondisi organisasi, tata

kerja, kelengkapan sarana dan prasarana serta sumber daya manusia

dilingkungan kejaksaan.

Menurut Pasal 4 Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2011 Tentang

Komisi Kejaksaan, wewenang Komisi Kejaksaan terdiri dari :

a) menerima dan menindaklanjuti laporan atau pengaduan masyarakat

tentang kinerja dan perilaku Jaksa dan/atau pegawai Kejaksaan dalam

menjalankan tugas dan wewenangnya;

b) meneruskan laporan atau pengaduan masyarakat kepada Jaksa Agung

untuk ditindaklanjuti oleh aparat pengawas internal Kejaksaan;

c) meminta tindak lanjut pemeriksaan dari Jaksa Agung terkait laporan

masyarakat tentang kinerja dan perilaku Jaksa dan/atau pegawai

Kejaksaan;

d) melakukan pemeriksaan ulang atau pemeriksaan tambahan atas

pemeriksaan yang telah dilakukan oleh aparat pengawas internal

Kejaksaan;

e) mengambil alih pemeriksaan yang telah dilakukan oleh aparat

pengawas internal Kejaksaan; dan

Page 40: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

30

f) mengusulkan pembentukan Majelis Kode Perilaku Jaksa

B. Kewenangan Jaksa menurut Peraturan Perundang-undangan

Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh

Undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksanaan

putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta

wewenang lain berdasarkan Undang-undang. Peran yang demikian

menuntut seorang jaksa tidak hanya menguasai disiplin hukum pidana,

tetapi juga disiplin hukum perdata dan tata usaha negara. Jaksa tidak hanya

dituntut menguasai hukum positif yang bersifat umum (lex generalis)

tetapi juga yang bersifat khusus (lex specialis) yang banyak lahir akhir-

akhir ini.1

Kejaksaan di dalam melaksanakan kekuasaan negara di bidang

penuntutan dan tugas-tugas lain yang ditetapkan oleh undang-undang

tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Nomor

16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan, yang dilaksanakan secara merdeka,

artinya sesuai dengan penjelasan pasal tersebut, terlepas dari pengaruh

kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya.

Kejaksaan dalam hukum pidana bertindak sebagai lembaga

fungsional yang diberi wewenang oleh Undangundang untuk bertindak

sebagai penuntut umum dan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan

Undang-undang. Peran yang demikian menuntut seorang jaksa tidak hanya

menguasai disiplin hukum pidana, tetapi juga disiplin hukum perdata dan

tata usaha negara. Jaksa tidak hanya dituntut menguasai hukum positif

yang bersifat umum (lex generalis) tetapi juga yang bersifat khusus (lex

specialis) yang banyak lahir akhir-akhir ini.

Tugas dan kewenangan Kejaksaan berdasarkan undang-undang

sebagai berikut:

1 Kelik Pramudya dan Ananto Widiatmoko, Pedoman Etika Profesi Aparat

Hukum,(Jakarta : Pustaka Yustisia, 2010), h.39

Page 41: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

31

Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP

tugas dan wewenang Kejaksaan adalah menerima dan memeriksa berkas

perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu. Apabila ada

kekurangan pada penyelidikan, Jaksa berwenang untuk mengadakan pra

penuntutan dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan

penyidikan dari penyidik. Selain itu, Jaksa juga dapat memberikan

perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan lanjutan

dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh

penyidik.

Tugas dan wewenang yang tidak bisa terlepas dari seorang Jaksa

tentunya adalah membuat surat dakwaan dan juga melakukan penuntutan.

Apabila penyidikan sudah pada tahap P21, maka Jaksa harus melimpahkan

perkara ke Pengadilan. Apabila sidang telah ditentukan Jaksa juga

bertugas menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang

ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat

panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada

sidang tersebut. Lalu jaksa juga berwenang menutup perkara demi

kepentingan hukum dan harus melaksanakan penetapan hakim.

Menurut Pasal 30 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun

2004 tentang Kejaksaan Repubik Indonesia menjelaskan tugas dan

wewenang Kejaksaan dalam bidang pidana adalah melakukan penuntutan,

melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap, melakukan pengawasan terhadap

pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan

keputusan lepas bersyarat, melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana

tertentu berdasarkan undang-undang dan juga melengkapi berkas perkara

tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum

dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan

dengan penyidik.

Sedangkan Pasal 30 Ayat (2) menjelaskan tugas dan wewenang

Kejaksaan dibidang Perdata dan dan Tata Usaha Negara yaitu Kejaksaan

Page 42: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

32

dengan kuasa Khusus dapat bertindak baik di dalam maupun diluar

pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.

Pada Pasal 30 Ayat (3) tugas dan wewenang Kejaksaan dalam

bidang ketertiban dan ketentraman umum, Kejaksaan turut

menyelenggarakan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat,

pengamanan kebijakan penegakan hukum, mengawasi peredaran barang

cetakan dan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat

dan negara, mencegah penyalahgunaan dan/atau penodaan agama dan juga

melakukan penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal.

Pada Pasal 31 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan Repubik Indonesia, Kejaksaan dapat meminta kepada hakim

untuk menempatkan seorang terdakwa di rumah sakit, tempat perawatan

jiwa, atau tempat lain yang layak karena yang bersangkutan tidak mampu

berdiri sendiri atau disebabkan oleh hal-hal yang dapat membahayakan

orang lain, lingkungan, atau dirinya sendiri. Disamping tugas dan

wewenang tersebut dalam Undang-undang ini, Kejaksaan dapat diserahi

tugas dan wewenang lain berdasarkan undang-undang.

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Kejaksaan

membina hubungan kerja sama dengan badan penegak hukum dan

keadilan serta badan negara atau instansi lainnya. Kejaksaan dapat

memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada instansi

pemerintah lainnya.

Kejaksaan juga berwenang menangani perkara pidana yang diatur

dalam Qanun sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 18

Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa

Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, sesuai dengan

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Jaksa harus mampu

mewujudkan kepastian hukum, ketertiban hukum, keadilan dan kebenaran

berdasarkan hukum dan mengindahkan norma-norma keagamaan,

kesopanan dan kesusilaan serta wajib menggali nilai-nilai kemanusiaan,

Page 43: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

33

hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat. Jaksa juga harus

mampu terlibat sepenuhnya dalam proses pembangunan antara lain turut

menciptakan kondisi dan prasarana yang mendukung dan mengamankan

pelaksanaan pembangunan untuk mewujudkan masyarakat adil dan

makmur berdasarkan Pancasila serta berkewajiban untuk turut menjaga

dan menegakkan kewibawaan pemerintah dan negara serta melindungi

kepentingan rakyat melalui penegakan hukum.

Kedudukan Kejaksaan dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia

banyak mengalami perubahan baik secara kelembagaan maupun

pengaturannya di dalam peraturan perundang-undangan. Sistem seperti

Kejaksaan sudah ada sejak zaman dahulu yaitu pada zaman Kerajaan

Majapahit. Pada saat zaman Majapahit terdapat beberapa jabatan yang

dinamakan Dhyaksa, Adhyaksa dan Dharmadhyaksa.2 Dhyaksa dikatakan

sebagai pejabat negara yang diberi tugas untuk menangani masalah-

masalah peradilan dibawah kekuasaan majapahit. Gajah Mada selaku

pejabat Adhyaksa, sedangkan Dharmadhyaksa berperan sebagai pengawas

tertinggi dari urusan kepercayaan dan menjabat sebagai ketua pengadilan.

Kata Dhyaksa inilah yang kemudian diserap menjadi Jaksa.3

Tugas Gajah Mada saat itu bisa disimpulkan sebagai alat negara atau

wakil dari raja dalam hal pelaporan perkara-perkara ke pengadilan,

sehingga bisa dikatakan bahwa kedudukan Kejaksaan sejak zaman dahulu

sebagai alat negara dan pertanggungjawabannya kepada kepala negara

yang saat itu adalah raja Hayam Wuruk. Kejaksaan adalah badan negara

yang sudah ada sebelum Indonesia merdeka, demikian pula aturan-

aturannya. Sehingga pada dasarnya Kejaksaan Republik Indonesia adalah

meneruskan apa yang telah diatur di dalam Indische Staatsregeling, yang

2 Marwan Effendy, Kejaksaan RI: Posisi dan Fungsinya dari Perspektif Hukum, (Jakarta :

PT Gramedia Pustaka Utama: 2005), h. 56

3 C.S.T. Kansil, Pokok-pokok Etika Profesi Hukum (Bagi Mahasiswa dan Subyek Hukum:

Hakim, Penasihat Hukum, Notaris, Jaksa, Polisi) Cetakan Kedua, (Jakarta : PT. Pradnya Paramita,

2003) h. 108

Page 44: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

34

dalam kedudukannya menempatkan Kejaksaan Agung berdampingan

dengan Mahkamah Agung.4

Ketentuan-ketentuan di dalam Indische Staatsregeling yang

mengatur kedudukan Kejaksaan, pada dasarnya adalah sama dengan

ketentuan di dalam UUD negeri Belanda. Sejak awal berdiri, kedudukan

Kejaksaan RI mengalami perkembangan dalam sistem ketatanegaraan di

Indonesia. Pada awal masa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya

pada tanggal 19 Agustus 1945, Rapat PPKI memutuskan mengenai

kedudukan Kejaksaan berada di dalam lingkungan Departemen

Kehakiman.

Perubahan besar terjadi ketika Presiden Soekarno membacakan

Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Konsekuensi dari perubahan politik yang

terjadi adalah Presiden menata ulang lembaga-lembaga dan institusi

pemerintahan dengan keadaan yang baru. Setahun setelah dikeluarkannya

Dekrit Presiden, pemerintah dan DPR mensahkan Undang-undang

Kejaksaan yang pertama dalam sejarah negara kita, yakni Undang-Undang

Nomor 15 Tahun 1961 Tentang Pokok-Pokok Kejaksaan RI. Di dalam

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961 Tentang Pokok-Pokok Kejaksaan

RI disebutkan bahwa Kejaksaan merupakan alat negara penegak hukum

dan alat revolusi yang tugasnya sebagai Penuntut Umum.

Perubahan besar berikutnya yang terjadi setelah dikeluarkannya

Undang-Undang Kejaksaan ini adalah Kejaksaan disebut juga sebagai

Departemen Kejaksaan yang dijalankan oleh menteri. Berdasarkan hal

tersebut maka pengangkatan Jaksa Agung tidak lagi melalui Menteri

Kehakiman melainkan langsung diangkat oleh Presiden, karena hal

tersebut kedudukan Jaksa Agung disini adalah sebagai anggota kabinet

yang bertanggung jawab secara langsung kepada Presiden.5

4 Tahir Azhary, Beberapa Aspek Hukum Tata Negara, Hukum Pidana dan Hukum Islam,

(Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2012), h. 4

5 Dio Ashar Wicaksana, “Kedudukan Kejaksaan RI dalam Sistem Hukum Tata Negara

Indonesia”, Fiat justiti,Vol.1, No.1 (Maret 2013), h. 5

Page 45: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

35

Perubahan pada Kejaksaan juga terjadi pada masa peralihan

kekuasaan, yaitu dari kekuasaan Presiden Soekarno kepada Presiden

Soeharto. Walaupun Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961 berlaku

hingga tahun 1991, namun dalam praktiknya Kejaksaan Agung tidak lagi

disebut sebagai Departemen Kejaksaan dan Jaksa Agung tidak lagi disebut

sebagai Menteri Jaksa Agung. Institusi ini disebut sebagai Kejaksaan

Agung yang dipimpin oleh seorang Jaksa Agung dan kewenangan untuk

pengangkatan dan pemberhentian Jaksa Agung tetap ada di tangan

Presiden. Walaupun Jaksa Agung tidak lagi disebut menteri namun

kedudukannya tetap sejajar dengan menteri negara dan di periode ini mulai

muncul suatu konvensi ketatanegaraan, yakni Jaksa Agung selalu diangkat

di awal kabinet dan berakhir masa jabatannya dengan berakhir masa bakti

kabinet tersebut.

Perubahan berikutnya terjadi setelah adanya Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1991 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1991 menyebut bahwa Kejaksaan sebagai “lembaga

pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan

dalam tatanan susunan kekuasaan badan-badan penegak hukum dan

keadilan”. Dari konsideran ini terdapat perubahan penting dimana terdapat

penegasan terhadap pandangan kedudukan institusi Kejaksaan yang

sebelumnya dikatakan sebagai alat negara namun setelah berlakunya

undang-undang ini berubah menjadi lembaga pemerintahan.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 ini terus berlaku hingga

negara Indonesia memasuki era reformasi. Menurut Yusril Ihza Mahendra,

saat terjadinya proses pembentukan Undang-Undang Kejaksaan yang baru,

banyak dari kalangan akademisi, aktivis LSM berkeinginan agar lembaga-

lembaga penegak hukum menjadi independen, sehingga banyak wacana

yang berkembang untuk memisahkan institusi Kejaksaan keluar dari ranah

eksekutif. Mereka berpendapat sudah seharusnya institusi Kejaksaan

ditempatkan ke dalam ranah yudikatif dengan dasar Pasal 24 ayat (3) UUD

1945. DPR dalam proses pembuatan undang-undang ini juga

Page 46: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

36

menginginkan Kejaksaan bisa bekerja secara independen. Namun,

Pemerintah sebaliknya berkeinginan mempertahankan kedudukan

Kejaksaan sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan

negara di bidang penuntutan.6

Kekuasaan negara di bidang penuntutan dilakukan secara

independen dalam tata susunan kekuasaan badan penegak hukum dan

keadilan. Setelah proses tarik-ulur terjadi di dalam pembahasan RUU

tersebut akhirnya DPR menarik usulan mereka tentang Jaksa Agung yang

independen dan akhirnya disepakati Jaksa Agung tetaplah pejabat negara

yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, karena dalam sistem

presidensial, Kejaksaan Agung memang berada di bawah ranah eksekutif,

maka menjadi kewenangan Presidenlah untuk mengangkat dan

memberhentikan Jaksa Agung.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 41 Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia,

menyatakan: Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1991 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia

(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3451), dicabut dan

dinyatakan tidak berlaku.

Dasar pertimbangan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 16

Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia adalah:

a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum

yang berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 maka pengakuan hukum dan keadilan

merupakan salah satu syarat mutlak dalam mencapai tujuan nasional;

b. bahwa Kejaksaan Republik Indonesia termasuk salah satu badan yang

fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman menurut Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

6 Dio Ashar Wicaksana, “Kedudukan Kejaksaan RI dalam Sistem Hukum Tata Negara

Indonesia”, Fiat justiti,Vol.1, No.1, h. 5

Page 47: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

37

c. bahwa untuk lebih memantapkan kedudukan dan peran Kejaksaan

Republik Indonesia sebagai lembaga pemerintah yang melaksanakan

kekuasaan negara dibidang penuntutan harus bebas dari pengaruh

kekuasaan pihak manapun;

d. bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 Tentang Kejaksaan

Republik Indonesia sudah tidak sesuai lagi degan perkembangan

kebutuhan hukum masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan menurut

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf

a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang

tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

Melihat kedudukan Kejaksaan Agung yang berada di ranah eksekutif

menimbulkan banyak perdebatan, apakah Kejaksaan selaku institusi

penegak hukum yang seharusnya di ranah yudikatif namun secara

praktiknya ditempatkan di dalam ranah eksekutif ini sesuai dengan

perspektif hukum tata negara atau tidak. Melihat Pasal 24 Ayat (3) UUD

1945 disebutkan bahwa “Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan

dengan kekuasaan kehakiman diatur dengan undang-undang”.

Berdasarkan pasal tersebut maka banyak pihak yang berpendapat bahwa

Kejaksaan merupakan salah satu badan yang fungsinya berkaitan dengan

kekuasaan kehakiman, sehingga banyak yang beranggapan bahwa

Kejaksaan seharusnya berada di ranah yudikatif dan kedudukan Kejaksaan

seharusnya lepas dari pengaruh eksekutif. Ketentuan pasal 24 Ayat (3)

UUD 1945 semakin diperkuat di dalam Pasal 38 Ayat (1) Undang-Undang

Nomor 48 Tahun 2009 bahwa yang dimaksud dengan “badan-badan lain”

antara lain Kepolisian, Kejaksaan, Advokat dan Lembaga

Permasyarakatan.

Pada Dasarnya Kejaksaan memang terkait dengan kekuasaan

kehakiman, namun menempatkan Kejaksaan di bawah ranah peradilan

tidak sepenuhnya tepat. Apabila kita melihat dari filosofis hukum pidana

bahwa dalam hukum pidana merupakan bagian dari hukum publik yang

Page 48: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

38

persoalannya adalah benturan kepentingan antara pelanggar norma dengan

kepentingan masyarakat umum,7 dan masyarakat umum disini diwakili

oleh pemerintah selaku pihak yang menjalankan undang-undang. Sehingga

peran Jaksa disini adalah sebagai wakil pemerintah untuk menuntut

terhadap para pelaku pelanggar norma tersebut ditambah tugas-tugas

Kejaksaan selain penuntutan adalah juga sebagai penasehat negara apabila

ada permasalahan hukum di ranah hukum perdata ataupun TUN.

Selain itu, apabila kita melihat ketentuan dari Pasal 24 Ayat (3) UUD

1945 tidak menyebutkan bahwa “badan-badan lain” tersebut haruslah

dimasukkan kedalam ranah yudikatif melainkan hanya menyebutkan

bahwa ketentuan-ketentuan badan tersebut diatur di dalam Undang-

Undang. Sedangkan di dalam Undang-Undang yang mengatur Kejaksaan

ditegaskan bahwa Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga

pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan

serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang. Hal yang bisa

ditegaskan dari pasal tersebut adalah Kejaksaan merupakan lembaga

pemerintahan, sehingga kedudukan Kejaksaan di ketatanegaraan Indonesia

merupakan bagian dari pemerintahan. Pendapat demikian juga diperkuat

oleh pernyataan Bagir Manan yang menyebutkan bahwa “Kejaksaan

adalah badan pemerintahan, dengan demikian pimpinannya juga adalah

pimpinan dari suatu badan pemerintahan, dan ditafsirkan bahwa yang

dimaksud badan pemerintahan adalah kekuasaan eksekutif.”8

Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004, dapat dijelaskan

bahwa kedudukan kejaksaan sebagai suatu lembaga pemerintahan yang

melakukan kekuasaan negara dibidang penuntutan, bila dilihat dari sudut

kedudukan, mengandung makna bahwa kejaksaan merupakan suatu

7 Jan Rammelink, Hukum Pidana (Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana Belanda dan Padanannya dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana Indonesia), (PT Gramedia Pustaka, Jakarta: 2003), hlm. 5

8 Bambang Waluyo, “Menyoal Perubahan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004

Tentang Kejaksaan Republik Indonesia”, sebagaimana dimuat di dalam Jurnal Bina Adhyaksa

Vol. II No. 1 Maret 2011.

Page 49: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

39

lembaga yang berada dibawah kekuasaan eksekutif. Sementara itu, bila

dilihat dari sisi kewenangan kejaksaan dalam melakukan penuntutan

berarti kejaksaan menjalankan kekuasaan yudikatif. Disinilah terjadinya

ambivalensi kedudukan kejaksaan RI dalam penegakan hukum di

Indonesia.

Selanjutnya, sehubungan dengan makna kekuasaan kejaksaan dalam

melakukan kekuasaan negara dibidang penuntutan secara merdeka,

penjelasan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004

menjelaskan bahwa kejaksaaan dalam melakukan fungsi, tugas, dan

wewenangnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh

kekuasaan lainnya. Ketentuan ini bertujuan melindungi profesi Jaksa

seperti yang digariskan dalam “Guidelines on the role of presecutors dan

insternational association of prosecutors”.

Penjelasan umum Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004, antara lain

dinyatakan bahwa diberlakukannya undang-undang ini adalah untuk

pembaharuan Kejaksaan, agar kedudukan dan peranannya sebagai

lembaga pemerintahan lebih mantap dan dapat mengemban kekuasaan

negara dibidang penuntutan yang bebas dari pengaruh kekuasaan pihak

manapun. Dalam pengertian lain, Kejaksaan dalam melakukan tugasnya,

hendaknya merdeka dan terlepas dari kekuasaan pemerintahan dan

kekuasaan lainnya dalam upayanya mewujudkan kepastian hukum,

ketertiban hukum, keadilan dan kebenaran dengan mengindahkan norma-

norma keagamaan, kesopanan dan kesusilaan, serta wajib menggali nila-

nilai kemanusiaan, hukum, dan keadilan yang hidup dalam masyarakat.9

Kedudukan kejaksaan sebagai lembaga pemerintahan dikaitkan

dengan kewenangan kejaksaan dalam melakukan kekuasaan negara

dibidang penuntutan secara merdeka, disini terdapat kontradiksi dalam

pengaturannya (dual obligation). Dikatakan demikian, adalah mustahil

Kejaksaan dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya terlepas

9Jan S. Marinka, Reformasi Kejaksaan Dalam Sistem Hukum Nasional. (Jakarta : Sinar

Grafika. 2007) h. 38

Page 50: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

40

dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan mungkin juga pengaruh

kekuasaan lainnya, karena kedudukan kejaksaan berada dibawah

kekuasaan eksekutif. Kesimpulan ini, diperkuat dengan kedudukan Jaksa

Agung, sebagai pemimpin dan penanggung jawab tertinggi Kejaksaan

yang memimpin, mengendalikan pelaksanaan tugas, dan wewenang

kejaksaan, dan juga pimpinan dan penanggung jawab tertinggi dalam

bidang penuntutan, adalah sebagai pejabat negara yang diangkat dan

diberhentikan oleh serta bertanggung jawab kepada Presiden.

Berdasarkan penjelasan diatas, dikatakan bahwa Undang-Undang

Nomor 16 Tahun 2004 menempatkan kejaksaan pada kedudukan yang

ambigu. Disatu sisi, Kejaksaan dituntut menjalankan fungsi, tugas, dan

wewenangnya secara merdeka. Disisi lain, Kejaksaan dipasung karena

kedudukannya berada di bawah kekuasaan eksekutif. Disinilah antara lain

letak kelemahan pengaturan undang-undang ini. Apabila pemerintah

(Presiden) memiliki komitmen untuk menegakan supremasi hukum di

Indonesia, tidak menjadi masalah bila Kejaksaan tetap berada

dilingkungan Eksekutif, asalkan Kejaksaan diberdayakan dengan diberi

kewenangan dan tanggung jawab luas dan besar namun proporsional.

Apabila pemerintah tidak memiliki komitmen seperti itu, alangkah lebih

baik bila Kejaksaan, sebagai salah satuinstitusi penegak hukum

didudukkan sebagai “badan negara” yang mandiri dan independen, bukan

menjadi lembaga pemerintahan yang tidak ada dibawah kekuasaan

eksekutif, maupun kekuasaan lainnya, sehingga Kejaksaan bersifat

independen dan merdeka, dalam arti tidak terpengaruh dan atau

dipengaruhi dalam melaksanakan penegakan hukum di Indonesia.

C. Eksistensi Peran Jaksa dalam Struktur Hukum

Kedudukan Kejaksaan dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia

banyak mengalami perubahan baik secara kelembagaan maupun

pengaturannya di dalam peraturan perundang-undangan. Sistem seperti

Kejaksaan sudah ada sejak zaman dahulu yaitu pada zaman Kerajaan

Page 51: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

41

Majapahit. Pada saat zaman Majapahit terdapat beberapa jabatan yang

dinamakan Dhyaksa, Adhyaksa dan Dharmadhyaksa.10

Dhyaksa

dikatakan sebagai pejabat negara yang diberi tugas untuk menangani

masalah-masalah peradilan dibawah kekuasaan majapahit. Gajah Mada

selaku pejabat Adhyaksa, sedangkan Dharmadhyaksa berperan sebagai

pengawas tertinggi dari urusan kepercayaan dan menjabat sebagai ketua

pengadilan. Kata Dhyaksa inilah yang kemudian diserap menjadi Jaksa.11

Tugas Gajah Mada saat itu bisa disimpulkan sebagai alat negara atau

wakil dari raja dalam hal pelaporan perkara-perkara ke pengadilan,

sehingga bisa dikatakan bahwa kedudukan Kejaksaan sejak zaman dahulu

sebagai alat negara dan pertanggungjawabannya kepada kepala negara

yang saat itu adalah raja Hayam Wuruk. Kejaksaan adalah badan negara

yang sudah ada sebelum Indonesia merdeka, demikian pula aturan-

aturannya. Sehingga pada dasarnya Kejaksaan Republik Indonesia adalah

meneruskan apa yang telah diatur di dalam Indische Staatsregeling, yang

dalam kedudukannya menempatkan Kejaksaan Agung berdampingan

dengan Mahkamah Agung.12

Ketentuan-ketentuan di dalam Indische Staatsregeling yang

mengatur kedudukan Kejaksaan, pada dasarnya adalah sama dengan

ketentuan di dalam UUD negeri Belanda. Sejak awal berdiri, kedudukan

Kejaksaan RI mengalami perkembangan dalam sistem ketatanegaraan di

Indonesia. Pada awal masa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya

pada tanggal 19 Agustus 1945, Rapat PPKI memutuskan mengenai

kedudukan Kejaksaan berada di dalam lingkungan Departemen

Kehakiman.

10

Marwan Effendy, Kejaksaan RI: Posisi dan Fungsinya dari Perspektif Hukum,

(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama: 2005), h. 56

11 C.S.T. Kansil, Pokok-pokok Etika Profesi Hukum (Bagi Mahasiswa dan Subyek Hukum:

Hakim, Penasihat Hukum, Notaris, Jaksa, Polisi) Cetakan Kedua, (Jakarta : PT. Pradnya Paramita,

2003) h. 108

12 Muhammad Tahir Azhary, Beberapa Aspek Hukum Tata Negara, Hukum Pidana dan

Hukum Islam, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2012), h. 4

Page 52: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

42

Perubahan besar terjadi ketika Presiden Soekarno membacakan

Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Konsekuensi dari perubahan politik yang

terjadi adalah Presiden menata ulang lembaga-lembaga dan institusi

pemerintahan dengan keadaan yang baru. Setahun setelah dikeluarkannya

Dekrit Presiden, pemerintah dan DPR mensahkan UU Kejaksaan yang

pertama dalam sejarah negara kita, yakni Undang-Undang Nomor 15

Tahun 1961 Tentang Pokok-Pokok Kejaksaan RI. Di dalam Undang-

Undang Nomor 15 Tahun 1961 Tentang Pokok-Pokok Kejaksaan RI

disebutkan bahwa Kejaksaan merupakan alat negara penegak hukum dan

alat revolusi yang tugasnya sebagai Penuntut Umum.

Perubahan besar berikutnya yang terjadi setelah dikeluarkannya

Undang-Undang Kejaksaan ini adalah Kejaksaan disebut juga sebagai

Departemen Kejaksaan yang dijalankan oleh menteri. Berdasarkan hal

tersebut maka pengangkatan Jaksa Agung tidak lagi melalui Menteri

Kehakiman melainkan langsung diangkat oleh Presiden, karena hal

tersebut kedudukan Jaksa Agung disini adalah sebagai anggota kabinet

yang bertanggung jawab secara langsung kepada Presiden.13

Perubahan pada Kejaksaan juga terjadi pada masa peralihan

kekuasaan, yaitu dari kekuasaan Presiden Soekarno kepada Presiden

Soeharto. Walaupun Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961 terus

berlaku hingga Tahun 1991, namun dalam praktiknya Kejaksaan Agung

tidak lagi disebut sebagai Departemen Kejaksaan dan Jaksa Agung tidak

lagi disebut sebagai Menteri Jaksa Agung. Institusi ini disebut sebagai

Kejaksaan Agung yang dipimpin oleh seorang Jaksa Agung dan

kewenangan untuk pengangkatan dan pemberhentian Jaksa Agung tetap

ada di tangan Presiden. Walaupun Jaksa Agung tidak lagi disebut menteri

namun kedudukannya tetap sejajar dengan menteri negara dan di periode

ini mulai muncul suatu konvensi ketatanegaraan, yakni Jaksa Agung

13

Dio Ashar Wicaksana, “Kedudukan Kejaksaan RI dalam Sistem Hukum Tata Negara

Indonesia”, Fiat justiti,Vol.1, No.1 (Maret 2013), h. 5

Page 53: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

43

selalu diangkat di awal kabinet dan berakhir masa jabatannya dengan

berakhir masa bakti kabinet tersebut.14

Perubahan berikutnya terjadi setelah adanya Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1991 menyebut bahwa Kejaksaan sebagai “lembaga

pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan

dalam tatanan susunan kekuasaan badan-badan penegak hukum dan

keadilan”. Dari konsideran ini terdapat perubahan penting dimana

terdapat penegasan terhadap pandangan kedudukan institusi Kejaksaan

yang sebelumnya dikatakan sebagai alat negara namun setelah berlakunya

undang-undang ini berubah menjadi lembaga pemerintahan.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 ini terus berlaku hingga

negara Indonesia memasuki era reformasi. Menurut Yusril Ihza

Mahendra, saat terjadinya proses pembentukan Undang-Undang

Kejaksaan yang baru, banyak dari kalangan akademisi, aktivis LSM

berkeinginan agar lembaga-lembaga penegak hukum menjadi independen,

sehingga banyak wacana yang berkembang untuk memisahkan institusi

Kejaksaan keluar dari ranah eksekutif. Mereka berpendapat sudah

seharusnya institusi Kejaksaan ditempatkan ke dalam ranah yudikatif

dengan dasar Pasal 24 Ayat (3) UUD 1945. DPR dalam proses pembuatan

undang-undang ini juga menginginkan Kejaksaan bisa bekerja secara

independen. Namun, Pemerintah sebaliknya berkeinginan

mempertahankan kedudukan Kejaksaan sebagai lembaga pemerintahan

yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan.15

Kekuasaan negara di bidang penuntutan dilakukan secara

independen dalam tata susunan kekuasaan badan penegak hukum dan

keadilan. Setelah proses tarik-ulur terjadi di dalam pembahasan RUU

14

Muhammad Tahir Azhary, Beberapa Aspek Hukum Tata Negara, Hukum Pidana dan

Hukum Islam, h. 15

15 Dio Ashar Wicaksana, “Kedudukan Kejaksaan RI dalam Sistem Hukum Tata Negara

Indonesia”, Fiat justiti,Vol.1, No.1, h. 5

Page 54: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

44

tersebut akhirnya DPR menarik usulan mereka tentang Jaksa Agung yang

independen dan akhirnya disepakati Jaksa Agung tetaplah pejabat negara

yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, karena dalam sistem

presidensial, Kejaksaan Agung memang berada di bawah ranah eksekutif,

maka menjadi kewenangan Presidenlah untuk mengangkat dan

memberhentikan Jaksa Agung.

Diberlakukannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16

Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia, sebagaimana diatur

dalam Pasal 41 menyatakan: Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku,

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 Tentang Kejaksaan Republik

Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3451), dicabut

dan dinyatakan tidak berlaku.

Dasar pertimbangan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 16

Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia adalah:

a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum

yang berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 maka pengakuan hukum dan

keadilan merupakan salah satu syarat mutlak dalam mencapai tujuan

nasional;

b. bahwa Kejaksaan Republik Indonesia termasuk salah satu badan

yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman menurut

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

c. bahwa untuk lebih memantapkan kedudukan dan peran Kejaksaan

Republik Indonesia sebagai lembaga pemerintah yang melaksanakan

kekuasaan negara dibidang penuntutan harus bebas dari pengaruh

kekuasaan pihak manapun;

d. bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan

Republik Indonesia sudah tidak sesuai lagi degan perkembangan

kebutuhan hukum masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan

menurut UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945;

Page 55: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

45

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam

huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-

Undang tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

Keberadaan atau eksistensi Kejaksaan sebagai lembaga yang

memiliki tugas dan wewenang dalam penuntutan ternyata belum begitu

lama, sebelumnya baik di Eropa (Belanda, Jerman, Perancis, dan

lainlain)maupun pada masa-masa kerajaan, masa-masa sebagai jajahan di

Indonesia tidak mengenal adanya suatu lembaga penuntutan,

sebagaimana tugas kejaksaansaat ini yang secara khusus untuk atas nama

atau masyarakat yang mengadakan tuntutan pidana terhadap pelaku delik.

Pada masa itu tidak ada perbedaan antara perdata dan pidana. pihak yang

dirugikan yang melakukan tuntutan pidana kepada hakim. Di

Indonesiadahulu dikenal pejabat Negara yang disebut adhyaksa yang

diartikan sebagai jaksa, akantetapi dahulu fungsinya sama dengan hakim

karena dahulu tidak dikenal adanya lembagapenuntutan16

Ditinjau dari segi wewenang penuntutan, boleh dikatakan pada

pemeriksaan sidang inilah peran utama Jaksa sebagai penuntut umum,

dalam usaha membuktikan kesalahan terdakwa. Sementara Pengertian

Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara

pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara

yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya

diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan. Beberapa

kebijakan yang dirumuskan di dalam KUHAP menjelaskan eksistensi

tugas dan wewenang Jaksa terutama dalam melaksanakan penuntutan

dalam kedudukannya sebagai Penuntut Umum. Wewenang penuntutan

secara limitative diatur dan dipegang oleh penuntut umum sebagai

monopoli, artinya tiada badan lain yang berhak melakukan itu. Hal ini

16

Djoko Prakoso, Surat Dakwaan, Tuntutan Pidana dan Eksaminasi Perkara di dalam Proses Pidana,( Yogyakarta : Liberty 1988) h. 13

Page 56: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

46

disebut asas „dominus litis‟. “Dominus berasal dari bahasa latin yang

artinya pemilik, sedangkan litis artinya perkara atau gugatan.17

Tugas Jaksa sebagai penuntut umum diatur dalam Pasal 14

KUHAP dan dipertegas kembali dalam Pasal 137 KUHAP. Penuntut

umum berwenang melakukan penuntutan terhadap siapapun yang

didakwa melakukan suatu tindak pidana dalam daerah hukumnya dengan

melimpahkan perkara ke pengadilan yang berwenang mengadilinya.

Kehadiran Jaksa merupakan hal yang sangat vital didalam sebuah

pengadilan, apabila tidak ada Jaksa tidak akan ada pengadilan, karena

wewenang penuntutan hanya dimiliki oleh Jaksa. Kedudukan Hakim dan

Jaksa tidak ada bedanya, Jaksa melakukan penuntutan atas perintah

undang-undang dan Hakim memutus suatu perkara juga berdasarkan

undang-undang. Kalau tidak ada Jaksa peradilan tidak akan berjalan

karena tidak ada yang menuntut tersangka dan juga hakim tidak akan

dapat menjalankan tugasnya karena tidak ada yang melakukan tugas

penututan.

17

Hari Sasongko, Penuntutan dan Tehnik Membuat Surat Dakwaan, (Surabaya : Dharma Surya Berlian, 1996) h. 26

Page 57: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

47

BAB IV

PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP

PENEGAKAN KODE ETIK JAKSA

A. Peran Komisi Kejaksaan dalam Melakukan Pengawasan Terhadap

Kinerja Jaksa

Kejaksaan memiliki peran penting dalam penegakan hukum di

Indonesia. Saat ini kewenangan penuntutan hampir sepenuhnya dipegang

oleh Kejaksaan. Untuk pidana khusus, penuntutan bisa dilakukan oleh

lembaga lain. Misalnya tindak pidana khusus korupsi dapat dilakukan

penuntutan oleh KPK. Tetapi pada prakteknya, wewenang dan tugas yang

diemban oleh Jaksa masih jauh dari harapan masyarakat mengenai

penegakan hukum yang adil dan tegas.1

Kejaksaan adalah salah satu subsistem dalam peradilan pidana,

tetapi juga mempunyai peranan lain dalam hukum perdata dan tata usaha

negara, bahkan dapat juga mewakili kepentingan umum. Karena peran

yang dimiliki itu sangat penting dalam sistem hukum Indonesia, maka

menuntut seorang Jaksa tidak hanyaharus menguasai disiplin hukum

pidana, tetapi juga disiplin ilmu hukum lainnya. Jaksa tidak hanya dituntut

menguasai hukum yang bersifat umum (lex generalis), tetapi juga yang

bersifat khusus (lex specialis).2

Proses reformasi di lembaga Kejaksaan sudah berlangsung sejak

tahun 2005. Ada beberapa program-program pembaruan yang telah

dilakukan oleh Kejaksaan namun tidak memecahkan persoalan-persoalan

yang ada. Konsistensi Jaksa dalam melakukan penuntutan yang bisa

dikatakan sebagai tugas pokoknya masih dipertanyakan. Buruknya

integritas Jaksa pun semakin menurun mulai dari KKN, Korupsi, suap,

1 RM Surachman, Peran Jaksa dalam Sistem Peradilan Pidana di Kawasan Asia Pasifik,

(Jakarta : Sinar Grafika. 2015) h. 37

2 Muhammad Nuh, Etika Profesi Hukum, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2011) h.241

Page 58: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

48

pemerasan dan perbuatan tercela lainnya semakin menggerogoti integritas

seorang Jaksa.

Kejaksaan sebagai salah satu pilar birokrasi hukum tidak terlepas

dari tuntutan masyarakat agar dalam menjalankan tugasnya seorang Jaksa

harus lebih profesional dan berpihak pada kebenaran. Masalah-masalah

yang ada di Kejaksaan mungkin disebabkan merosotnya profesionalisme

dikalangan para Jaksa. Keahlian, rasa tanggung jawab dan kinerja yang

terpadu yang merupakan ciri-ciri pokok profesionalisme tampaknya

mengendur.

Melihat Kondisi tersebut, masalah-masalah ataupun pelanggaran

yang ada di Kejaksaan dirasa cukup mustahil untuk diselesaikan dan pada

akhirnya lembaga Kejaksaan akan semakin kehilangan

kepercayaanmasyarakat sebagai lembaga penegak hukum. Padahal

didalam lembaga Kejaksaan itu sendiri sudah ada unit khusus untuk

mengawasi para Jaksa dalam melakukan tugas pokok dan fungsinya yang

dipegang oleh Jaksa Muda bidang Pengawasan sebagai pengawasan

internal. Tetapi hal tersebut tidak membuat para Jaksa menjadi takut untuk

melakukan pelanggaran kode etik.

Pasal 38 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan Repubik Indonesia mengatakan “untuk meningkatkan kinerja

Kejaksaan Presiden dapat membentuk Komisi Kejaksaan...”. jadi

dibentuklah sebuah Komisi sebagai pengawasan tambahan atau

pengawasan eksternal yang dinamakan Komisi Kejaksaan. Lebih lanjut

dikatakan mengenai tugas organisasi kelembagaan dan seterusnya diatur

oleh Peraturan Presiden. Maka muncul lah Peraturan Presiden Nomor 18

tahun 2011 Tentang Komisi Kejaksaan Republik Indonesia.3

Pembentukan Komisi Kejaksaan pada dasarnya disebabkan oleh

semangat reformasi dan era keterbukaan, yang juga karena tidak efektifnya

3 Wawancara dengan Bpk. Barita Simanjuntak selaku Komisioner Komisi Kejaksaan

Wilayah Banten pada Tanggal 9 Agustus 2018

Page 59: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

49

pengawasan internal yang ada di Kejaksaan sehingga menurunkan

kepercayaan masyarakat. Tidak sedikit laporan pengaduan masyarakat

yang tidak selesai setiap tahunnya. Selain itu, sistem pengawasan yang

tertutup di khawatirkan mengurangi kepercayaan publik atas pengawasan

yang dilakukan pihak internal tersebut

Komisi Kejaksaan mempunyai wewenang untuk mengawasi,

menilai, memantau sikap, perilaku sertakinerja para Jaksa dan pegawai

Kejaksaan baik didalam dinas maupun di luar dinas.4 Pengawasan yang

dimaksud disini adalah pengawasan kinerja Jaksa sesuai dengan Undang-

undang Kejaksaan Republik Indonesia yang menyangkut tugas-tugasnya

sebagai seorang Jaksa. Sedangkan pada hal sikap dan perilaku hal tersebut

berkaitang dengan etika sebagai seorang Jaksa. Agar hubungan antar

pengawas dan yang diawasi bersinergi dengan baik, maka dari itu

pengawas itu tidak boleh ada diatas karena akan menimbulkan feodalistic

structural, tidak boleh juga dibawah. Pengawas dan yang diawasi harus

sejajar itulah yang dinamakan kemitraan strategis. Karena Komisi

Kejaksaan sebagai mitra dari Kejaksaan, Komisi Kejaksaan bisa

memahami apa masalahnya juga memberikan pandangan dan yang diawasi

juga tidak akan merasa digurui. Maka dari itu Komisi Kejaksaan harus

menjaga keseimbangan tersebut.Mengenai pengembangan organisasi,

sarana dan prasarana juga SDM itu juga tugas Komisi Kejaksaan. Hasilnya

adalah berbentuk rekomendasi-rekomendasi kepada Presiden dan Jaksa

Agung.

Komisi Kejaksaan merupakan lembaga pengawas eksternal yang

kedudukannya dibawah Presiden. Dipilih, diangkat dan bertanggungjawab

kepada Presiden. Dalam hal melakukan pengawasan, Komisi Kejaksaan

hanya sebatas menerima pengaduan masyarakat. Jadi tugas pengawasan

tersebut berkaitan dengan laporan pengaduan masyarakat yang masuk ke

4 Baharuddin Lopa, “Memperkuat Kejaksaan Kita”, Mappi FHUI, (Oktober 2015) h.11

Page 60: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

50

Komisi Kejaksaan baik melalui Online, email ataupun yang datang

langsung ke Komisi Kejaksaan. 5

Semua laporan pengaduan yang masuk ke Komisi Kejaksaan

kemudian di telaah, ditindak lanjuti dan di verifikasi bagaimana

kebenarannya. Sebelumnya Komisi Kejaksaan akan memastikan

bagaimana pengawasan internal Kejaksaan. Apakah sudah ditangani atau

belum agar tidak tumpang tindih dalam melakukan pengawasan. Jika

sudah ditangani Komisi Kejaksaan akan memantau dan menunggu

perkembangan ataupun bagaimana hasilnyadan kemudian

menyampaikannya ke pelapor.

Keseluruhan dari hasil pemantauan akan disusun menjadi satu

dalam berkas pemantauan. Laporan tersebut akan kembali di telaah oleh

Komisioner untuk mengetahui apakah ada bukti atau infornasi baru yang

belum dan perlu di klarifikasi lebih lanjut. Hasil atas telaah pemantauan

digunakan untuk mengetahui apakah ada pemeriksaan yang tidak di

koordinasikan dengan Komisi Kejaksaan dan atau untuk mengetahui

apakah pengawas internal bersungguh-sungguh dalam melakukan

pemeriksaan.

Komisi Kejaksaan juga mempunyai wewenang untuk meminta

laporan, informasi dan data dari lembaga manapun yang berkaitan dengan

tugas pokok dan fungsinya, juga berhak meminta gelar perkara untuk

kasus-kasus yang menarik perhatian masyarakat. Komisi Kejaksaan juga

dapat ikut dalam Majelis Kehormatan Jaksa. Selain menerima laporan,

Komisi Kejaksaan harus memastikan bahwa laporan tersebut ditangani

dengan baik.

Pada intinya apabila ada laporan pengaduan masuk ke Komisi

Kejaksaan bahwa ditemukan adanya dugaan pelanggaran Kode Etik yang

dilakukan oleh Jaksa, maka laporan tersebut akan di teruskan ke unit

5Wawancara dengan Bpk. Barita Simanjuntak selaku Komisioner Komisi Kejaksaan

Wilayah Banten pada Tanggal 9 Agustus 2018

Page 61: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

51

pengawasan internal Kejaksaan. Apabila selama 3 bulan setelah laporan

tersebut diteruskan, unit pengawasan internal tidak menunjukan

kesungguhan atau menunjukan hasil dan laporan maka Komisi Kejaksaan

dapat mengambil alih pemeriksaan laporan tersebut.

Menurut peneliti kehadiran Komisi Kejaksaan sebagai lembaga

pengawas eksternal sebenarnya sangat membantu lembaga pengawas

internal Kejaksaan yang di pegang oleh Jaksa Muda Pengawasan atau

Jamwas. Hadirnya Komisi Kejaksaan merupakan angin segar juga untuk

para masyarakat yang semakin kritis dan teknologi yang semakin canggih.

Bentuk hukum yang menjadi payung Komisi Kejaksaan yang bentuknya

masih dalam Peraturan Presiden. Harusnya bentuk hukum yang

memayungi Komisi Kejaksaan adalah Undang-undang tersendiri tentang

Komisi Kejaksaan. Lalu mengenai kewenangan yang masih terbatas yang

hanya bersifat memberikan rekomendasi atau saran mengesankan lembaga

Komisi Kejaksaan tidak mempunyai taring dalam mengawasi para Jaksa

dan pegawai di lingkungan Kejaksaaan.

Sifat produk dari Komisi Kejaksaan hanya sebatas memberikan

rekomendasi kepada Jaksa Agung maupun Presiden. Menurut Peneliti

apabila kewenangan Komisi Kejaksaan di perkuat lagi maka eksistensi

dari Komisi Kejaksaan akan semakin dirasakan. Masyarakat akan semakin

kritis dan mengadukan apabila ada Jaksa yang melanggar Kode Etik.

Mereka semakin kritis dan berani melaporkan karena Komisi Kejaksaan

dianggap cepat, tanggap dan tepat sasaran dalam menindak Jaksa-jaksa

yang nakal.

Jadi peran pengawasan yang dilakukan oleh Komisi Kejaksaan

menitikberatkan pada memproses laporan pengaduan masyarakat yang

masuk ke Komisi Kejaksaan. Tidak banyak terdapat perbedaan mengenai

tugas Komisi Kejaksaan pada Perpres Nomor18 tahun 2005 tentang

Komisi Kejaksaan yang diubah ke Perpres Nomor 18 tahun 2011.

Page 62: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

52

Perbedaannya hanya terletak pada point menyampaikan kepada Jaksa

Agung atas hasil pengawasan, pemantauan dan penilaian untuk

ditindaklanjuti menjadi pasal tersendiri.

B. Hambatan-Hambatan dan Upaya-Upaya Komisi Kejaksaan dalam

Melakukan Penegakan Kode Etik Jaksa

Ada beberapa faktor penghambat yang menyebabkan Komisi

Kejaksaan belum berjalan secara maksimal dalam menegakkan kode etik

Jaksa :6

1. Hambatan Komisi Kejaksaan dalam menegakkan Kode etik Jaksa

a. Komisi Kejaksaan tidak mempunyai wewenang untuk

mengeksekusi layaknya KPK. Tugas dari Komisi Kejaksaan

hanya sebatas mengawasi, memantau dan menilai baik dari

perilaku, sikap, etika, SDM dan sarana dan prasarana saja.

Karena Komisi Kejaksaan bukan bertugas mengambil alih tugas

penanganan perkara melainkan hanya memastikan

penanganannya benar. Apabila penanganannya tidak benar hal

tersebut akan di serahkan ke Jaksa Agung. Karena sifat produk

dari Komisi Kejaksaan hanyalah sebuah rekomendasi baik ke

Jaksa Agung maupun ke Presiden.Kewenangan Komisi

Kejaksaan yang hanya sekedar memberikan rekomendasi

kepada Jaksa Agung ataupun ke Presiden membuat masyarakat

beranggapan bahwa Komisi Kejaksaan hanya seperti tukang pos

belaka. Masyarakat menganggap Komisi Kejaksaan hanya

sebagai macan tapi tak bertaring karena tidak mempunyai

kewenangan untuk mengeksekusi. Hal tersebut membuat

menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap Komisi

Kejaksaan.

6 Hasil wawancara dengan Bp. Barita LH Simanjuntak Sebagai komisioner Komisi

Kejaksaan wilayah Banten

Page 63: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

53

b. Kurangnya SDM atau pegawai yang ada di Komisi Kejaksaan.

Membuat satu staf bahkan kepala bagian memegang beberapa

tugas yang seharusnya bukan tugasnya. Membuat pelaksanaan

kerja ataupun penyelesaian tugas kurang efektif.

c. Belum maksimalnya anggaran yang diberikan kepada Komisi

Kejaksaan.

d. Laporan pengaduan yang diadukan oleh masyarakat tidak

disertai dengan bukti-bukti yang aktual. Bahkan tidak sedikit

surat kaleng yang dikirim ke Komisi Kejaksaan. Misalnya

pengacara yang teknis penanganan perkaranya tidak dikabulkan

mengenai penangguhan penahanannya, mereka melaporkan

Jaksa nya karena mereka merasa tidak terima atau tidak sejalan

dengan kemauannya. Padahal komisi juga harus memastikan

kalau Jaksa tidak terganggu dalam melakukan tugasnya.

2. Upaya-Upaya Komisi Kejaksaan dalam menegakkan Kode etik

Jaksa

Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, Komisi

Kejaksaan sudah melakukan langkah-langkah yang dibutuhkan

untuk mengurangi masalah tersebut. Misalnya Jaksa mengalami

benturan terhadap lembaga penegak hukum yang lain dalam

menjalankan tugas dan wewenangnya. Komisi Kejaksaan dapat

berperan membantu Kejaksaan untuk memperjungkan hak

Kejaksaan.

Komisi Kejaksaan juga telah berusaha terus mempunyai

hubungan baik dengan Kejaksaan sebagai mitra yang di awasinya.

Karena apabila Kejaksaan mampu menjelaskan kepada masyarakat

bahwa Komisi Kejaksaan tidak mempunyai kewenangan untuk

mengeksekusi maka Komisi Kejaksaan dapat kembali

mendapatkan kepercayaan masyarakat. Karena apabila pengawas

Page 64: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

54

internal Kejaksaan sudah menangani laporan dengan baik, maka

Komisi Kejaksaan akan semakin ringan tugasnya. Komisi

Kejaksaan dapat dinilai baik apabila kinerja Kejaksaan semakin

meningkat dan mendapatkan kepercayaan masyarakat sebagai

lembaga penegak hukum yang lurus, bersih, jujur dan adil.

Untuk mengatasi kurangnya SDM yang ada di Komisi

Kejaksaan, Komisi Kejaksaan sudah memberitahu

Kemenkopolhukam untuk menambah SDM di Komisi Kejaksaan

ini. Karena status pegawai Komisi Kejaksaan adalah pegawai

Kemenkopolhukam.

Komisi Kejaksaan juga harus bekerja lebih independen,

kemitraan dengan Kejaksaan memang penting. Tetapi yang lebih

penting lagi bagaimana Komisi Kejaksaan bisa menjadi jembatan

aspirasi masyarakat terhadap lembaga Kejaksaan. Selain itu

Komisi Kejaksaan juga harus lebih dekat dengan media sebagai

wadah untuk memperkenalkan eksistensinya di lembaga penegakan

hukum di Indonesia. Karena melalui media masyarakat akan lebih

mengenal Komisi Kejaksaan, apa yang dilakukan dan sejauh mana

kinerjanya yang nantinya akan meningkatkan kepercayaan

masyarakat kepada lembaga Komisi Kejaksaan.

Kedepannya Peneliti berharap lembaga Komisi Kejaksaan ini

menjadi lembaga yang diperkuat payung hukum nya dengan

undang-undang yang juga akan diikuti diperkuatnya tugas dan

kewenangan yang dimiliki oleh Komisi Kejaksaan. Karena Komisi

Kejaksaan merupakan jembatan masyarakat untuk membuat

lembaga Kejaksaan semakin meningkat kinerjanya dan membuat

Kejaksaan menjadi lembaga yang dipercaya oleh masyarakat untuk

menegakkan hukum yang adil dan benar.

Page 65: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

55

C. Mekanisme Pelaksanaan Penegakan Kode Etik Jaksa

Dalam isi Peraturan Presiden 18 Tahun 2011 Tentang Komisi

Kejaksaan sebagian besar kewenangan Komisi Kejaksaan ialah menerima

laporan pengaduan dari masyarakat. Penerimaan laporan pengaduan

masyarakat merupakan salah satu kewenangan Komisi Kejaksaan yang

paling popoler.

Adapun tatacara pengaduan masyarakat ke Komisi Kejaksaan adalah

sebagai berikut :7

1. Laporan pengaduan melalui pos atau PO Box

Laporan pengaduan diajukan secara tertulis dalam bahasa

indonesia oleh pelapor atau kuasanya yang mendapat kuasa untuk

maksud tersebut dengan memuat perihal sebagai berikut :

a) identitas pelapor yang lengkap seperti nama, alamat, pekerjaan,

nomor telepon yang juga disertai fotocopy KTP Pelapor. Jika

pelapor bertindak selaku kuasa, disertai dengan surat kuasa.

b) Identitas terlapor (jaksa atau pegawai kejaksaan). Secara jelas

seperti nama, jabatan, NIP, alamat lengkap unit kerja terlapor

c) Uraian yang menjadi dasar laporan pengaduan. Alasan pengaduan

diuraikan secara jelas dan rinci disertai alat bukti yang diperlukan

berupa surat-surat bukti, saksi dan lain-lain.

d) Laporan pengaduan ditanda tangani oleh pelapor atau kuasanya dan

dikirimkan ke alamat Komisi kejaksaan

2. Laporan Pengaduan melalui surat elektronik (email)

Laporan pengaduan diajukan secara tertulis dalam bahasa

Indonesia oleh pelaporatau kuasanya yang mendapat kuasa untuk

maksud tersebut dengan memuat perihal sebagai berikut :

a) identitas pelapor yang lengkap seperti nama, alamat, pekerjaan,

nomor telepon yang juga disertai fotocopy KTP Pelapor. Jika

7 Dikutip dari https://komisi-kejaksaan.go.id/tata-cara-pengaduan/pada tanggal 24

juli 2018

Page 66: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

56

pelapor bertindak selaku kuasa, disertai dengan surat kuasa.

Disertai dengan attach file scanner. Laporan yang tidak disertai

dengan file scanner tidak akan ditindak lanjuti

b) Identitas terlapor (jaksa atau pegawai kejaksaan). Secara jelas

seperti nama, jabatan, NIP, alamat lengkap unit kerja terlapor

c) Uraian yang menjadi dasar laporan pengaduan. Alasan pengaduan

diuraikan secara jelas dan rinci disertai alat bukti yang diperlukan

berupa surat-surat bukti, saksi dan lain-lain. Jika tidak

memungkinkan melalui email, alat bukti dapat dikirimkan melalui

pos.

d) Laporan pengaduan diketik dalam format “word document”

(*.doc,*.docx)

e) Masyarakat yang ingin melaporkan dapat mendownload file form

pengaduan, kemudian dikirim ke email pengaduan@komisi-

kejaksaan.go.id

3. Laporan Online

1. Buka Link Komisi Kejaksaan di www.komisi-kejaksaan.go.id

2. klik tulisan “Pengaduan” dan pilih “Pengaduan Online”

Page 67: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

57

3. setelah di klik “Pengaduan Online” maka akan muncul seperti

yang dibawah ini

4. isi semua kotak informasi yang tertera tersebut lalu kalau sudah

klik “Submit” dan laporan pengaduan online telah terkirim ke

Komisi Kejaksaan.

Setelah berkas pengaduan Masyarakat diterima, maka selanjutnya

berkas akan diregistrasi pada bagian sekretariat Komisi Kejaksaan

yang kemudian akan diserahkan ke komisioner untuk di telaah terlebih

Page 68: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

58

dahulu sebelum dibawa ke rapat pleno. Komisioner masing-masing

akan melakukan telaah administratif dan substantif atas laporan

pengaduan tersebut. Telaah yang dilakukan oleh masing-masing

komisioner dilakukan selama 5 hari sejak diterima dari sekretaris

berdasarkan disposisi ketua.

Apabila berkas laporan tersebut tidak memenuhi syarat

administratif maka Pelapor atau Kuasa Pelapor diminta untuk

melengkapi dan menyampaikan kembali ke komisi Kejaksaan. Maka

dari itu laporan pengaduan tersebut diregister sebagai kategori

informasi.

Hasil telaah yang sudah lengkap kemudian akan disampaikan

dalam rapat pleno. Didalam rapat pleno laporan tersebut akan dibahas

oleh seluruh komisioner. Hasil rapat pleno dapat berupa :

I. Rekomendasi tindak lanjut

II. Rekomendasi klarifikasi

III. Diteruskan kepada instansi data kepada pelapor

IV. Dimintakan kelengkapan data kepada pelapor

V. Diinformasikan kepada pelapor

VI. Diarsipkan

Kemudian rekomendasi akan diserahkan kepada pihak pengawas

internal, kemudian secara periodik akan dipantau oleh Komisi

Kejaksaan untuk mengetahui proses penanganan dan pemeriksaan,

serta bagaimana tindak lanjut pengaduan dan rekomendasi yang

diberikan.

Keseluruhan hasil pemantauan akan disusun dalam berkas laporan

pemantauan. Laporan tersebut akan ditelaah kembali untuk

mengetahui apakah ada bukti atau informasi baru yang belum

diklarifikasi lebih lanjut. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,

apabila masyarakat menduga ada pelanggaran Kode etik yang

Page 69: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

59

dilakukan oleh Jaksa maka masyarakat bisa melaaporkan hal tersebut

ke Komisi Kejaksaan melalui Email, Pos, Online ataupun datang

langsung ke Kantor Komisi Kejaksaan. Setelah laporan pengaduan

diterima, berkas akan diregistrasi pada bagian sekretariat Komisi

Kejaksaan yang kemudian akan diserahkan ke Komisioner untuk

ditelaah terlebih dahulu sebelum dibawa ke rapat pleno.

Masing-masing Komisioner akan melakukan telaah administratif

dan substantif atas laporan dengan dukungan kelompok kerja paling

lambat lima hari sejak diterima dari sekretaris berdasarkan disposisi

ketua. Hasil telaah yang sudah lengkap akan disampaikan didalam

rapat pleno yang kemudian akan dibahas oleh semua Komisioner.

Hasil dari rapat pleno adalah sebuah rekomendasi, yang kemudian

akan dikirimkan ke pengawas internal. Setelah dikirim ke pengawas

internal, maka selama tiga bulan akan dipantau bagaimana

penanganan dan pemeriksaan serta tindak lanjut pengaduan dan

rekomendasi yang diberikan. Hasil pemantauan tersebut akan

dimasukkan ke berkas pemantauan. Hasil pemantauan tersebut akan

ditelaah kembali untuk mengetahui apakah ada bukti baru atau

informasi baru yang belum di koordinasikan dengan Komisi

Kejaksaan.

Komisi Kejaksaan juga berhak melakukan pemeriksaan ulang,

pemeriksaan tambahan dan pengambilalihan pemeriksaan. Untuk

pemeriksaan ulang atau pemeriksaan tambahan, hal tersebut bisa

dilakukan apabila ada bukti atau informasi baru pada pemeriksaan

sebelumnya belum di klarifikasi atau masih memerlukan klarifikasi

lebih lanjut dan apabila pemeriksaan oleh pengawas internal

Kejaksaan tidak di koordinasikan sebelumnya dengan Komisi

Kejaksaan. Untuk pengambilalihan pemeriksaan dapat dilakukan

apabila pengawas internal Kejaksaan tidak menunjukkan kesungguhan

Page 70: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

60

dalam melakukan pemeriksaan atau belum menunjukan hasil

pemeriksaan yang nyata dalam kurun waktu 3 (bulan) sejak laporan

pengaduan masyarakat masuk atau sejak laporan pengaduan tersebut

diserahkan ke pengawas internal Kejaksaan. Hal tersebut sesuai

dengan pasal 4 huruf e Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2011

tentang Komisi Kejaksaan. Dalam melakukan pemeriksaan tambahan,

pemeriksaan ulang maupun pengambilalihan pemeriksaan, Komisi

Kejaksaan memberitahukan hal tersebut kepada Jaksa Agung.

Menurut teori sistem, seharusnya mekanisme penanganan laporan

yang dilakukan oleh Komisi Kejaksaan tidak boleh berhenti hanya

sebatas memberikan rekomendasi saja, tetapi juga harus membentuk

atau ikut mengawasi, memantau dan memastikan sejauh mana sanksi

yang diberikan kepada Jaksa atau pegawai dilingkungan Kejaksaan

lainnya sudah ditaati dan dieksekusi dengan benar. Jadi mekanisme

yang dilakukan dari awal dalam memeriksa dan menangani laporan

yang prosesnya cukup panjang itu tidak menjadi sia-sia apabila sanksi

yang diberikan pada Jaksa atau pegawai Kejaksaan itu sudah di jalani

dengan benar.

Apabila sanksi yang diberikan tidak ditaati oleh Jaksa dan pegawai

dilingkungan Kejaksaan lainnya, maka Komisi Kejaksaan seakan

hanya mengantarkan sampai ke pintu gerbang saja dan seakan tidak

mau tau apa yang akan terjadi didalamnya. Karena kalau tidak di

awasi sampai selesai, di khawatirkan akan ada penyelewengan atau

kesewenangan atasan di badan Kejaksaan yang melindungi Jaksa yang

notabene adalah bawahannya tersebut. Maka dari itu perlu adanya

penambahanan substansi hukum atau payung hukum yang lebih kuat

untuk Komisi Kejaksaan, yang sebelumnya hanya sebatas Peraturan

Presiden, harus diperkuat dengan Undang-undang tersendiri mengenai

Komisi Kejaksaan. Dimana nantinya apabila payung hukum Komisi

Kejaksaan menjadi sebuah Undang-undang tersendiri maka

Page 71: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

61

kewenangannya harus ditambah salah satunya adalah untuk

mengawasi memantau dan memastikan sejauh mana penegakan kode

etik tersebut dijalankan.

Page 72: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

62

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pertanyaan riset yang Peneliti kemukakan serta

pembahasannya baik yang berdasarkan teori maupun data-data yang

penulis dapatkan selama mengadakan penelitian, maka Peneliti mengambil

kesimpulan sebagai berikut:

1. Komisi Kejaksaan sebagai lembaga pengawas eksternal yang

mempunyai tugas melakukan pengawasan, pemantauan dan

penilaian terhadap kinerja, sikap, perilaku dan etika Jaksa dan

pegawai kejaksaan lainnya. Komisi Kejaksaan juga mempunyai

tugas melakukan pemantauan dan penilaian atas kondisi organisasi,

tata kerja, kelenfkapan sarana dan prasarana, serta sumber daya

manusia di lingkungan kejaksaan. Mengenai peranan pengawasan

yang dilakukan oleh Komisi Kejaksaan hanya sebatas dengan

menerima laporan dan pengaduan dari masyarakat. Maka dari itu

peran dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam kelangsungan

kinerja pengawasan yang dilakukan Komisi Kejaksaan. Apabila

masyarakat mengalami penyelewengan yang dilakukan oleh Jaksa,

masyarakat dapat melaporkan ke Komisi Kejaksaan. Setelah itu

Komisi Kejaksaan akan meneruskan laporan tersebut ke Kejaksaan

yang nanti akan terus dipantau oleh Komisi Kejaksaan dan akan

dilaporkan ke pelapor.

2. Upaya-upaya dan hambatan-hambatan yang dirasakan oleh Komisi

Kejaksaan paling banyak tentang ekspektasi masyarakat yang sangat

tinggi ke Komisi Kejaksaan. Masyarakat mengharapkan Komisi

Kejaksaan dapat langsung menindak dan mengeksekusi laporan yang

mereka adukan ke Komisi Kejaksaan, padahal Komisi Kejaksaan

Page 73: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

63

tidak memilikikewenangan untuk mengeksekusi. Komisi Kejaksaan

hanya dapat memberikan rekomendasi dan memantau penanganan

laporan tersebut telah ditangani dengan benar. Hambatan yang lain

mengenai teknis pelaporan masyarakat yang masih kurangnya bukti

dalam mengadukan laporan ke Komisi Kejaksaan sehingga laporan-

laporan tersebut hanya di simpan sebagai arsip apabila tidak ada

bukti dalam bentuk nyata. Tetapi tidak sedikit juga surat kaleng yang

datang ke Komisi Kejaksaan. Laporan-laporan seperti itu tetap

ditelaah oleh Komisi Kejaksaan dengan lebih teliti lagi karena ada

juga yang mengandung petunjuk dari laporan sebelumnya tetapi

tidak sedikit juga yang hanya berisi fitnah belaka.

3. Mekanisme penegakan kode etik yang dilakukan oleh Komisi

Kejaksaan seharusnya tidak hanya sebatas memberikan rekomendasi

saja, tetapi juga harus memantau dan memastikan sejauh mana

sanksi yang telah dijatuhkan tersebut ditaati dan dieksekusi dengan

benar.

B. Rekomendasi

Berdasarkan simpulan tersebut maka Peneliti memberikan

rekomendasi :

1) Dibentuknya Undang-Undang Khusus Tentang Komisi Kejaksaan

sebagai payung hukum.

2) Memperkuat dan menambah tugas dan wewenangnya agar tidak hanya

sebagai rekomendasi belaka, tetapi juga melakukan pemantauan dan

memastikan sejauh mana sanksi yang telah dijatuhkan pada Jaksa

yang telah melanggar Kode etik ditaato dan dieksekusi dengan benar

sehingga eksistensi Komisi Kejaksaan akan semakin dirasakan oleh

masyarakat para pencari keadilan.

3) Menambah SDM yang berkompeten dilingkungan Komisi Kejaksaan

agar kinerjanya menjadi lebih efektif. (mampu mewujudkan cita-cita

Page 74: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

64

awal pembentukan Komisi Kejaksaan yaitu dapat meningkatkan

Kinerja Kejaksaan sehingga kedepanya Kejaksaan menjadi lembaga

yang lebih dipercaya masyarakat karena telah menegakkan hukum

dengan lurus, bersih, jujur dan adil.

Page 75: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

65

DAFAR PUSTAKA

Ashar Wicaksana Dio, “Kedudukan Kejaksaan RI dalam Sistem Hukum Tata

Negara Indonesia”, Fiat justiti,Vol.1, No.1 (Maret 2013)

Asshiddiqie Jimly. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta :

Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2006)

Azhary Tahir, Beberapa Aspek Hukum Tata Negara, Hukum Pidana dan Hukum

Islam, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2012)

Bertens K., Etika, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011)

Effendy Marwan, Kejaksaan RI: Posisi dan Fungsinya dari Perspektif Hukum,

(Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama: 2005)

Fuady Munir, Teori Negara Hukum Modern (Rechtsstaat), (Bandung : PT Refika

Aditama, 2009)

Hadjar, A. Fickar, dkk., Pokok-pokok Pikiran dan Rancangan Undang-Undang

Mahkamah Konstitusi, (Jakarta: KRHN dan Kemitraan, 2003)

Hadiwardoyo A. Purwa, Moral dan masalahnya, (Yogyakarta : Kanisius, 1994),

Jawab Profesi Hukum di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006)

HR Ridwan. Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2007).

Ijahjadi S.P. Lili, Hukum Moral : Ajaran Immanuel Kant tentang Etika dan

Imperatif Kategoris, (Yogyakarta : Kanisius , 1991)

Kaligis O.C., Pengawasan terhadap Jaksa Selaku Penyidik Tindak Pidana Khusus

dalam Pemberantasan Korupsi, (Bandung: Alumni, 2006)

Kansil C.S.T, Pokok-pokok Etika Profesi Hukum (Bagi Mahasiswa dan Subyek

Hukum: Hakim, Penasihat Hukum, Notaris, Jaksa, Polisi) Cetakan

Kedua, (Jakarta : PT. Pradnya Paramita, 2003)

Lopa Baharuddin, “Memperkuat Kejaksaan Kita”, Mappi FHUI, (Oktober 2015

Marinka Jan S., Reformasi Kejaksaan Dalam Sistem Hukum Nasional. (Jakarta :

Sinar Grafika. 2007)

Muhammad Abdulkadir, Etika Profesi Hukum, (Bandung : Citra Aditya Bakti,

2006)

Page 76: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

66

Nuh Muhammad, Etika Profesi Hukum, (Bandung : Pustaka Setia, 2011)

Pramudya Kelik dan Ananto Widiatmoko, Pedoman Etika Profesi Aparat Hukum,

(Jakarta : Pustaka Yustisia, 2010)

Rammelink Jan, Hukum Pidana (Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda dan Padanannya

dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia), (PT

Gramedia Pustaka, Jakarta: 2003)

RM Surachman, Peran Jaksa dalam Sistem Peradilan Pidana di Kawasan Asia

Pasifik, (Jakarta : Sinar Grafika. 2015)

Sambas, Leonarda. Teori-teori hukum klasik dan Kontemporer, (Jakarta : Ghalia

Indonesia, 2016)

Sasongko Hari, Penuntutan dan Tehnik Membuat Surat Dakwaan, (Surabaya :

Dharma Surya Berlian, 1996)

Soekanto Soerjono, Teori Peranan, (Jakarta: Bumi Aksara. 2002)

Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, (Jakarta : Sinar

Grafika, 2008)

Seran Alex, Moral Politik Hukum, (Jakarta : Obor, 1999)

Waluyo Bambang, “Menyoal Perubahan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004

Tentang Kejaksaan Republik Indonesia”, Jurnal Bina Adhyaksa Vol.

II No. 1 Maret 2011.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945

UU nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia

Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2011 tentang Komisi Kejaksaan

Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia nomor : PER-022/A/JA/2011 tentang

Penyelenggaraan Pengawasan Kejaksaan Republik Indonesia

Page 77: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

67

INTERNET

https://komisi-kejaksaan.go.id/catatan-akhir-tahun-2015/

https://komisi-kejaksaan.go.id/laporan-kinerja-komisi-kejaksaan-ri-tahun-2016/

https://komisi-kejaksaan.go.id/visi-dan-misi/

https://komisi-kejaksaan.go.id/struktur-organisasi-periode-iii/

https://komisi-kejaksaan.go.id/tata-cara-pengaduan/

Page 78: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …
Page 79: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

PRESIDEN

REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 18 TAHUN 2011

TENTANG

KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan peran Komisi Kejaksaan

Republik Indonesia, perlu dilakukan pengaturan kembali

mengenai tugas, wewenang, dan kelembagaan Komisi Kejaksaan

Republik Indonesia;

b. bahwa Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2005 tentang Komisi

Kejaksaan Republik Indonesia dipandang sudah tidak sesuai lagi

dengan kebutuhan sehingga perlu disempurnakan;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada

huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 38

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan

Republik Indonesia perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang

Komisi Kejaksaan Republik Indonesia;

Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan

Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2004 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4401);

MEMUTUSKAN: …

Page 80: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

PRESIDEN

REPUBLIK INDONESIA

- 2 -

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG KOMISI KEJAKSAAN

REPUBLIK INDONESIA.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:

1. Komisi Kejaksaan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut

Komisi Kejaksaan adalah Komisi sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 38 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang

Kejaksaan Republik Indonesia.

2. Kejaksaan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Kejaksaan

adalah lembaga pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang

Kejaksaan Republik Indonesia.

3. Jaksa Agung adalah pimpinan Kejaksaan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004

tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

4. Jaksa adalah pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan

Republik Indonesia.

BAB …

Page 81: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

PRESIDEN

REPUBLIK INDONESIA

- 3 -

BAB II

KEDUDUKAN, TUGAS, DAN WEWENANG

Bagian Pertama

Kedudukan

Pasal 2

(1) Komisi Kejaksaan merupakan lembaga non struktural yang dalam

melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat mandiri.

(2) Komisi Kejaksaan berada di bawah dan bertanggung jawab

kepada Presiden.

Bagian Kedua

Tugas

Pasal 3

Komisi Kejaksaan mempunyai tugas :

a. Melakukan pengawasan, pemantauan dan penilaian terhadap

kinerja dan perilaku Jaksa dan/atau pegawai Kejaksaan dalam

melaksanakan tugas dan wewenangnya yang diatur dalam

peraturan perundang-undangan dan kode etik;

b. Melakukan pengawasan, pemantauan dan penilaian terhadap

perilaku Jaksa dan/atau pegawai Kejaksaan baik di dalam maupun

di luar tugas kedinasan; dan

c. Melakukan …

Page 82: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

PRESIDEN

REPUBLIK INDONESIA

- 4 -

c. Melakukan pemantauan dan penilaian atas kondisi organisasi, tata

kerja, kelengkapan sarana dan prasarana, serta sumber daya

manusia di lingkungan Kejaksaan.

Bagian Ketiga

Wewenang

Pasal 4

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3,

Komisi Kejaksaan berwenang:

a. menerima dan menindaklanjuti laporan atau pengaduan

masyarakat tentang kinerja dan perilaku Jaksa dan/atau pegawai

Kejaksaan dalam menjalankan tugas dan wewenangnya;

b. meneruskan laporan atau pengaduan masyarakat kepada Jaksa

Agung untuk ditindaklanjuti oleh aparat pengawas internal

Kejaksaan;

c. meminta tindak lanjut pemeriksaan dari Jaksa Agung terkait

laporan masyarakat tentang kinerja dan perilaku Jaksa dan/atau

pegawai Kejaksaan;

d. melakukan pemeriksaan ulang atau pemeriksaan tambahan atas

pemeriksaan yang telah dilakukan oleh aparat pengawas internal

Kejaksaan;

e. mengambil alih pemeriksaan yang telah dilakukan oleh aparat

pengawas internal Kejaksaan; dan

f. mengusulkan pembentukan Majelis Kode Perilaku Jaksa.

Pasal . . .

Page 83: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

PRESIDEN

REPUBLIK INDONESIA

- 5 -

Pasal 5

(1) Pemeriksaan ulang atau pemeriksaan tambahan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4 huruf d dapat dilakukan apabila:

a. Ada bukti atau informasi baru yang dalam pemeriksaan

sebelumnya belum diklarifikasi dan/atau memerlukan

klarifikasi lebih lanjut;

b. Pemeriksaan oleh aparat pengawas internal Kejaksaan tidak

dikoordinasikan sebelumnya dengan Komisi Kejaksaan

sebagaimana dimaksud dalam peraturan ini.

(2) Pengambilalihan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

4 huruf e dapat dilakukan apabila:

a. Pemeriksaan oleh aparat pengawas internal Kejaksaan tidak

menunjukkan kesungguhan atau belum menunjukkan hasil

nyata dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak laporan masyarakat

atau laporan Komisi Kejaksaan diserahkan ke aparat pengawas

internal Kejaksaan;

b. Diduga terjadi kolusi dalam pemeriksaan oleh aparat internal

Kejaksaan.

(3) Dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dan ayat (2), Komisi Kejaksaan memberitahukan kepada Jaksa

Agung.

Pasal …

Page 84: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

PRESIDEN

REPUBLIK INDONESIA

- 6 -

Pasal 6

(1) Seluruh Jaksa dan pegawai Kejaksaan wajib memberikan keterangan

dan/atau data yang diminta Komisi Kejaksaan dalam rangka

melakukan pemeriksaan ulang atau pemeriksaan tambahan atau

mengambil alih pemeriksaan.

(2) Dalam hal Jaksa dan/atau pegawai Kejaksaan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) tidak memberikan keterangan dan/atau

data yang diminta, Komisi Kejaksaan mengajukan usul kepada

atasan yang bersangkutan agar menjatuhkan sanksi sesuai

peraturan perundang-undangan.

Pasal 7

(1) Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5

disampaikan dalam bentuk rekomendasi kepada Jaksa Agung

untuk ditindaklanjuti.

(2) Dalam hal rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak

ditindaklanjuti atau pelaksanaannya tidak sesuai rekomendasi,

Komisi Kejaksaan melaporkannya kepada Presiden.

Pasal 8

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3,

Komisi Kejaksaan berwenang meminta informasi dari badan

pemerintah, organisasi atau anggota masyarakat berkaitan dengan

kinerja dan perilaku Jaksa dan/atau pegawai Kejaksaan.

Pasal …

Page 85: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

PRESIDEN

REPUBLIK INDONESIA

- 7 -

Pasal 9

Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 3 dan Pasal 4, Komisi Kejaksaan dapat menyampaikan

rekomendasi berupa:

a. penyempurnaan organisasi dan tata kerja serta peningkatan kinerja

Kejaksaan;

b. pemberian penghargaan kepada Jaksa dan/atau pegawai Kejaksaan

yang berprestasi dalam melaksanakan tugas kedinasannya; dan/atau

c. pemberian sanksi terhadap Jaksa dan/atau pegawai Kejaksaan sesuai

dengan pelanggaran yang dilakukan sebagaimana dimaksud dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin

Pegawai Negeri Sipil, Kode Etik, dan/atau peraturan perundang-

undangan.

Pasal 10

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 3 dan Pasal 4, Komisi Kejaksaan:

a. berhak mengikuti gelar perkara terhadap kasus-kasus yang

menarik perhatian publik yang dipimpin oleh Jaksa Agung;

b. berhak mengikuti gelar perkara terhadap kasus-kasus dan/atau

perkara yang dilaporkan masyarakat kepada Komisi Kejaksaaan;

c. dapat diangkat menjadi anggota dalam Majelis Kode Perilaku

Jaksa.

Pasal …

Page 86: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

PRESIDEN

REPUBLIK INDONESIA

- 8 -

Pasal 11

Komisi Kejaksaan wajib memberitahukan secara tertulis rencana

pengambilalihan pemeriksaan dan/atau pemeriksaan ulang dan atau

pemeriksaan tambahan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Jaksa

dan/atau pegawai Kejaksaan kepada aparat pengawasan internal

Kejaksaan.

Pasal 12

(1) Komisi Kejaksaan wajib melaporkan hasil pemeriksaannya

kepada:

a. Kepolisian dalam hal terdapat dugaan tindak pidana umum

yang dilakukan oleh Jaksa dan/atau pegawai Kejaksaan;

b. Jaksa Agung, Kepolisian dan/atau Komisi Pemberantasan

Korupsi dalam hal terdapat dugaan tindak pidana korupsi yang

dilakukan oleh Jaksa dan/atau pegawai Kejaksaan.

(2) Komisi Kejaksaan memberitahukan hasil pemeriksaannya kepada

Pelapor/Pengadu dalam hal dugaan pelanggaran Jaksa dan/atau

pegawai Kejaksaan berasal dari pengaduan masyarakat.

Pasal 13

Pelaksanaan tugas dan kewenangan Komisi Kejaksaan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4, tidak boleh mengganggu

kelancaran tugas kedinasan Jaksa dan/atau pegawai Kejaksaan atau

mempengaruhi kemandirian Jaksa dalam melakukan penuntutan.

Pasal …

Page 87: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

PRESIDEN

REPUBLIK INDONESIA

- 9 -

Pasal 14

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 3 dan Pasal 4, Komisi Kejaksaan wajib:

a. menaati norma hukum dan ketentuan peraturan perundang-

undangan; dan

b. menjaga kerahasiaan keterangan yang karena sifatnya merupakan

rahasia yang diperoleh berdasarkan kedudukannya sebagai anggota

Komisi Kejaksaan.

BAB III

SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA

Bagian Kesatu

Susunan Keanggotaan

Pasal 15

(1) Keanggotaan Komisi Kejaksaan terdiri dari:

a. Unsur masyarakat sebanyak 6 (enam) orang, terdiri dari

praktisi/akademisi hukum, tokoh masyarakat, dan/atau pakar

tentang Kejaksaan

b. Yang mewakili Pemerintah sebanyak 3 (tiga) orang.

(2) Keanggotaan dari unsur Pemerintah sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf b dapat berasal dari kalangan dalam maupun luar

aparatur pemerintah.

Pasal …

Page 88: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

PRESIDEN

REPUBLIK INDONESIA

- 10 -

Pasal 16

Susunan keanggotaan Komisi Kejaksaan terdiri atas :

a. Ketua merangkap anggota;

b. Wakil Ketua merangkap anggota;

c. Sekretaris merangkap anggota;

d. 6 (enam) orang Anggota.

Pasal 17

(1) Ketua dan Wakil Ketua Komisi Kejaksaan dipilih dan ditetapkan

oleh Presiden.

(2) Jabatan Sekretaris dalam susunan keanggotaan Komisi Kejaksaan

dipilih dari dan oleh anggota melalui tata cara yang diatur oleh

Komisi Kejaksaan.

Bagian Kedua

Sekretariat Komisi Kejaksaan

Pasal 18

(1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Komisi Kejaksaan

dibantu Sekretariat Komisi Kejaksaan.

(2) Sekretariat Komisi Kejaksaan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), berada di lingkungan Kementerian Koordinator Bidang

Politik, Hukum, dan Keamanan.

(3) Sekretariat Komisi Kejaksaan mempunyai tugas memberikan

dukungan teknis dan administratif kepada Komisi Kejaksaan.

(4) Sekretariat . . .

Page 89: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

PRESIDEN

REPUBLIK INDONESIA

- 11 -

(4) Sekretariat Komisi Kejaksaan secara fungsional berada dibawah

dan bertanggung jawab kepada Komisi Kejaksaan dan secara

administratif bertanggung jawab kepada Menteri Koordinator

Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.

Pasal 19

(1) Sekretariat Komisi Kejaksaan dipimpin oleh Kepala Sekretariat

Komisi Kejaksaan.

(2) Kepala Sekretariat Komisi Kejaksaan adalah jabatan struktural

Eselon IIa yang diangkat dan diberhentikan oleh Menteri

Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan atas usul

Komisi Kejaksaan.

Pasal 20

(1) Sekretariat Komisi Kejaksaan terdiri dari beberapa Bagian dan

masing-masing Bagian terdiri dari beberapa Sub Bagian.

(2) Kepala Bagian adalah jabatan struktural Eselon IIIa.

(3) Kepala Sub Bagian adalah jabatan struktural Eselon IVa.

(4) Ketentuan mengenai organisasi dan tata kerja Sekretariat Komisi

Kejaksaan diatur lebih lanjut oleh Menteri Koordinator Bidang

Politik, Hukum, dan Keamanan berdasarkan usulan Komisi

Kejaksaan setelah mendapat persetujuan dari menteri yang

bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara dan

reformasi birokrasi.

Bagian …

Page 90: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

PRESIDEN

REPUBLIK INDONESIA

- 12 -

Bagian Ketiga

Kelompok Kerja

Pasal 21

(1) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenang Komisi

Kejaksaan, Ketua Komisi Kejaksaan membentuk Kelompok Kerja

sesuai dengan kebutuhan.

(2) Kelompok Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan

tenaga ahli yang berasal dari instansi pemerintah, akademisi, dan

masyarakat.

(3) Dalam melaksanakan tugasnya, Kelompok Kerja sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak dapat mengatasnamakan

dan/atau mewakili Komisi Kejaksaan.

(4) Dalam melaksanakan tugasnya, Kelompok Kerja sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dikoordinasikan

oleh Sekretaris Komisi Kejaksaan.

(5) Dalam melaksanakan tugasnya, Kelompok Kerja sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) difasilitasi

oleh Sekretaris Komisi Kejaksaan.

(6) Ketentuan mengenai susunan keanggotaan, rincian tugas, dan tata

kerja Kelompok Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat

(2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur lebih lanjut oleh Komisi

Kejaksaan.

Bagian …

Page 91: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

PRESIDEN

REPUBLIK INDONESIA

- 13 -

Bagian Keempat

Tata Kerja

Pasal 22

(1) Pengambilan keputusan Komisi Kejaksaan dilakukan secara

musyawarah untuk mencapai mufakat.

(2) Apabila pengambilan keputusan secara musyawarah tidak tercapai,

pengambilan keputusan dilakukan dengan suara terbanyak.

(3) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

adalah sah apabila rapat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 5 (lima)

orang Anggota Komisi Kejaksaan.

Pasal 23

(1) Komisi Kejaksaan melakukan rapat sekurang-kurangnya 1 (satu)

kali dalam 1 (satu) bulan atau sewaktu-waktu jika diperlukan.

(2) Dalam rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Komisi

Kejaksaan dapat mengundang pimpinan instansi dan/atau pihak

terkait.

Pasal 24

(1) Komisi Kejaksaan menyampaikan laporan triwulan, laporan

tahunan, dan laporan akhir tugas kepada Presiden mengenai:

a. pelaksanaan tugas; dan

b. pertimbangan dan rekomendasi.

(2) Selain …

Page 92: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

PRESIDEN

REPUBLIK INDONESIA

- 14 -

(2) Selain laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi

Kejaksaan dapat menyampaikan laporan sewaktu-waktu kepada

Presiden.

(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

disampaikan pula kepada Jaksa Agung.

Pasal 25

Ketentuan mengenai tata kerja Komisi Kejaksaan diatur lebih lanjut

oleh Komisi Kejaksaan.

BAB IV

PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN

Bagian Kesatu

Pengangkatan

Pasal 26

Anggota Komisi Kejaksaan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.

Pasal …

Page 93: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

PRESIDEN

REPUBLIK INDONESIA

- 15 -

Pasal 27

Untuk dapat diangkat sebagai anggota Komisi Kejaksaan harus

memenuhi syarat;

a. Warga Negara Indonesia;

b. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

c. Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun dan paling tinggi 65

(enam puluh lima) tahun pada saat proses pemilihan;

d. Diutamakan mempunyai pengalaman di bidang hukum paling

singkat 15 (lima belas) tahun;

e. Memiliki integritas dan kepribadian tidak tercela;

f. Sehat jasmani dan rohani;

g. Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak kejahatan;

dan

h. Melaporkan harta kekayaan.

Pasal 28

(1) Calon anggota Komisi Kejaksaan yang mewakili Pemerintah

diajukan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan

Keamanan kepada Presiden.

(2) Calon anggota Komisi Kejaksaan dari unsur masyarakat dipilih

melalui proses seleksi oleh Panitia Seleksi Calon Anggota Komisi

Kejaksaan.

(3) Panitia …

Page 94: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

PRESIDEN

REPUBLIK INDONESIA

- 16 -

(3) Panitia Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan

oleh Presiden atas usul Menteri Koordinator Bidang Politik,

Hukum dan Keamanan paling lambat 6 (enam) bulan sebelum

masa jabatan anggota Komisi Kejaksaan berakhir.

(4) Anggota Panitia Seleksi terdiri dari wakil pemerintah, pemerhati

hukum dan tokoh masyarakat.

Pasal 29

(1) Seleksi Calon Anggota Komisi Kejaksaan dilaksanakan secara

transparan dan akuntabel.

(2) Ketentuan mengenai tata cara seleksi Calon Anggota Komisi

Kejaksaan diatur lebih lanjut oleh Ketua Panitia Seleksi Calon

Anggota Komisi Kejaksaan.

Pasal 30

(1) Panitia Seleksi Calon Anggota Komisi Kejaksaan menyampaikan

kepada Presiden nama-nama calon Anggota Komisi Kejaksaan

sebanyak 2 (dua) kali jumlah Anggota Komisi Kejaksaan yang

dibutuhkan untuk dipilih Presiden.

(2) Nama-nama calon Anggota Komisi Kejaksaan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat 3 (tiga) bulan

sebelum berakhirnya masa jabatan Anggota Komisi Kejaksaan.

Pasal …

Page 95: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

PRESIDEN

REPUBLIK INDONESIA

- 17 -

Pasal 31

(1) Anggota Komisi Kejaksaan diangkat untuk masa jabatan 4 (empat)

tahun.

(2) Anggota Komisi Kejaksaan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu)

kali masa jabatan berikutnya.

(3) Masa jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhitung sejak

tanggal ditetapkannya Keputusan Presiden mengenai pengangkatan

Anggota Komisi Kejaksaan.

(4) Anggota Komisi Kejaksaan yang telah berakhir masa jabatannya

secara otomatis tetap menjabat sebelum ditetapkannya anggota

Komisi Kejaksaan yang baru.

Pasal 32

Pegawai Negeri yang diangkat sebagai anggota Komisi Kejaksaan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 selama menjabat sebagai

anggota Komisi Kejaksaan tidak kehilangan statusnya sebagai Pegawai

Negeri.

Pasal 33

(1) Pegawai Negeri yang berhenti atau telah berakhir masa jabatannya

sebagai anggota Komisi Kejaksaan, kembali ke instansi induknya

apabila belum mencapai batas usia pensiun.

(2) Pegawai Negeri yang diangkat menjadi anggota Komisi Kejaksaan

diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri apabila

telah mencapai batas usia pensiun dan diberikan hak-hak

kepegawaiannya sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.

Pasal …

Page 96: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

PRESIDEN

REPUBLIK INDONESIA

- 18 -

Pasal 34

(1) Sebelum memangku jabatannya, Anggota Komisi Kejaksaan wajib

diambil sumpah atau janji secara bersama-sama menurut

agamanya oleh Presiden.

(2) Anggota Komisi Kejaksaan yang berhalangan diambil sumpah atau

janji secara bersama-sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diambil sumpah atau janji oleh Ketua Komisi Kejaksaan.

Pasal 35

Anggota Komisi Kejaksaan yang berasal dari unsur masyarakat

dilarang merangkap menjadi:

a. Pejabat negara menurut peraturan perundang-undangan;

b. Hakim atau Jaksa;

c. Advokat;

d. Notaris dan/atau Pejabat Pembuat Akta Tanah;

e. Pengusaha, pengurus, atau karyawan badan usaha milik negara

atau badan usaha swasta; atau

f. Pengurus partai politik.

Bagian Kedua

Pemberhentian

Pasal 36

Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Komisi Kejaksaan diberhentikan

dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden apabila:

a. Meninggal …

Page 97: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

PRESIDEN

REPUBLIK INDONESIA

- 19 -

a. Meninggal dunia;

b. Permintaan sendiri;

c. Sakit jasmani atau rohani terus menerus; atau

d. Berakhir masa jabatannya.

Pasal 37

(1) Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Komisi Kejaksaan

diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden

apabila:

a. Melanggar sumpah jabatan;

b. Dijatuhi pidana karena bersalah melakukan tindak pidana

kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap;

c. Melakukan perbuatan tercela;

d. Terus menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas

pekerjaannya; atau

e. Melanggar larangan rangkap jabatan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 35.

(2) Pengusulan pemberhentian tidak dengan hormat dengan alasan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d

dilakukan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan

secukupnya untuk membela diri di hadapan Komisi Kejaksaan.

Pasal …

Page 98: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

PRESIDEN

REPUBLIK INDONESIA

- 20 -

Pasal 38

Anggota Komisi Kejaksaan dapat diberhentikan sementara dari

jabatannya oleh Presiden, apabila:

a. Terdapat perintah penangkapan yang diikuti penahanan;

b. Dituntut di muka pengadilan dalam perkara pidana.

Pasal 39

(1) Dalam hal terjadi kekosongan keanggotaan Komisi Kejaksaan,

Presiden dapat memilih dan mengangkat Anggota Komisi

Kejaksaan Pengganti berdasarkan usulan Menteri Koordinator

Bidang Politik, Hukum dan Keamanan.

(2) Anggota Komisi Kejaksaan Pengganti sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dapat berasal dari calon hasil Panitia Seleksi yang pernah

diajukan kepada Presiden dengan memperhatikan unsur

keterwakilan Anggota Komisi Kejaksaan.

(3) Masa jabatan Anggota Komisi Kejaksaan Pengganti sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) berakhir bersamaan dengan masa jabatan

anggota yang digantikannya.

(4) Anggota Komisi Kejaksaan Pengganti diambil sumpah atau janji

oleh Ketua Komisi Kejaksaan.

BAB …

Page 99: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

PRESIDEN

REPUBLIK INDONESIA

- 21 -

BAB V

PEMBIAYAAN DAN HAK KEUANGAN

Pasal 40

Segala biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas dan wewenang

Komisi Kejaksaan dibebankan kepada anggaran pendapatan dan

belanja negara cq. Anggaran Kementerian Koordinator Bidang Politik,

Hukum dan Keamanan.

Pasal 41

(1) Kepada anggota Komisi Kejaksaan diberikan hak keuangan dan

fasilitas lainnya yang diatur dengan Peraturan Presiden.

(2) Anggota Komisi Kejaksaan apabila berhenti atau telah berakhir

masa jabatannya, tidak diberikan pensiun dan/atau pesangon.

BAB VI

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 42

Hasil seleksi Calon Anggota Komisi Kejaksaan yang dilakukan oleh

Panitia Seleksi yang dibentuk oleh Jaksa Agung sebelum

ditetapkannya Peraturan Presiden ini dipertimbangkan sebagai calon

anggota Komisi Kejaksaan dengan memperhatikan komposisi

keanggotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.

Pasal …

Page 100: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

PRESIDEN

REPUBLIK INDONESIA

- 22 -

Pasal 43

Sekretariat Komisi Kejaksaan sebagaimana diatur dalam peraturan ini

sudah harus terbentuk selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak

Peraturan Presiden ini ditetapkan.

Pasal 44

Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, maka :

a. Sekretariat Komisi Kejaksaan sebagaimana dimaksud dalam

Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2005 tentang Komisi

Kejaksaan Republik Indonesia tetap melaksanakan tugasnya

sampai dikeluarkannya ketentuan yang baru berdasarkan Peraturan

Presiden ini;

b. Sekretariat Komisi Kejaksaan sebagaimana dimaksud dalam

Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2005 tentang Komisi

Kejaksaan Republik Indonesia dalam jangka waktu paling lama 1

(satu) tahun terhitung sejak ditetapkannya Peraturan Presiden ini

menyerahkan seluruh arsip, dokumen, barang inventaris dan

peralatan kantor lainnya yang berkaitan dengan tugasnya kepada

Sekretariat Komisi Kejaksaan;

c. Biaya …

Page 101: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

PRESIDEN

REPUBLIK INDONESIA

- 23 -

c. Biaya pelaksanaan tugas dan wewenang Komisi Kejaksaan

dibebankan kepada anggaran belanja Kejaksaan Republik

Indonesia sampai dengan Komisi Kejaksaan dan Sekretariat

Komisi Kejaksaan memiliki anggaran sendiri yang merupakan

bagian anggaran Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan

Keamanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Pasal 45

Peraturan pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2005

tentang Komisi Kejaksaan Republik Indonesia masih tetap berlaku

sepanjang belum diubah dan/atau diganti dengan peraturan yang baru

berdasarkan Peraturan Presiden ini.

BAB VII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 46

Dengan berlakunya Peraturan Presiden ini, maka Peraturan Presiden

Nomor 18 Tahun 2005 tentang Komisi Kejaksaan Republik Indonesia,

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal …

Page 102: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

PRESIDEN

REPUBLIK INDONESIA

- 24 -

Pasal 47

Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 4 Maret 2011

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

Dr.H.SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Salinan sesuai dengan aslinya

SEKRETARIAT KABINET RI

Kepala Biro Peraturan

Perundang-undangan II,

ttd.

Bistok Simbolon

Page 103: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

No.1230, 2012 JAKSA AGUNG. Perilaku. Kode Etik. Jaksa. Pencabutan.

PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR PER–014/A/JA/11/2012 TENTANG

KODE PERILAKU JAKSA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan Jaksa yang memiliki integritas, bertanggung jawab dan mampu memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, serta mewujudkan birokrasi yang bersih, efektif, efisien, transparan dan akuntabel yang dilandasi doktrin Tri Krama Adhyaksa;

b. bahwa Peraturan Jaksa Agung Nomor : PER-067/ A/JA/07/2007 dipandang tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan tuntutan profesi Jaksa;

c. berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b maka perlu membentuk Peraturan Jaksa Agung Tentang Kode Perilaku Jaksa.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890);

2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (Lembaran Negara

www.djpp.depkumham.go.id

Page 104: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

2012, No.1230 2

Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4401);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4450);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pemberhentian Dengan Hormat, Pemberhentian Tidak Dengan Hormat, dan Pemberhentian Sementara, serta Hak Jabatan Fungsional Jaksa Yang Terkena Pemberhentian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 41; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4827);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 74; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5135);

6. Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia;

7. Keputusan Jaksa Agung Nomor KEP-030/JA/1988 tanggal 23 Maret 1988 Tentang “Tri Krama Adhayaksa”;

8. Peraturan Jaksa Agung Nomor PER-066/A/JA/07/2007 tentang Standar Minimum Profesi Jaksa;

9. Peraturan Jaksa Agung Nomor PER-022/A/JA/03/2011 tentang Penyelenggaraan Pengawasan Kejaksaan RI.

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN JAKSA AGUNG TENTANG KODE PERILAKU JAKSA.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Jaksa Agung ini, yang dimaksud dengan:

1. Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana

www.djpp.depkumham.go.id

Page 105: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

2012, No.1230 3

putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.

2. Profesi Jaksa adalah tugas dan wewenang yang bersifat keahlian teknis dalam organisasi Kejaksaan di bidang pidana, perdata dan tata usaha negara, di bidang ketertiban dan ketentraman umum dan tugas-tugas lain berdasarkan undang-undang.

3. Kode Perilaku Jaksa adalah serangkaian norma penjabaran dari Kode Etik Jaksa, sebagai pedoman keutamaan mengatur perilaku Jaksa baik dalam menjalankan tugas profesinya, menjaga kehormatan dan martabat profesinya, maupun dalam melakukan hubungan kemasyarakatan di luar kedinasan.

4. Pelanggaran adalah setiap perbuatan Jaksa yang melanggar kewajiban dan/atau larangan dalam ketentuan Kode Perilaku Jaksa, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja.

5. Kewajiban adalah sesuatu hal yang harus dilakukan oleh Jaksa sebagai pejabat fungsional dalam melaksanakan tugas profesinya baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja, dan apabila dilanggar akan dikenakan tindakan administratif.

6. Larangan adalah sesuatu hal yang tidak boleh dilakukan oleh Jaksa sebagai pejabat fungsional dalam melaksanakan tugas profesinya baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja, dan apabila dilanggar akan dikenakan tindakan admnistratif.

7. Norma hukum adalah kaidah yang merupakan pelembagaan nilai-nilai baik dan buruk yang daya lakunya dipaksakan dari luar diri manusia untuk mewujudkan kepastian dan keadilan hukum meliputi peraturan perundang-undangan, peraturan internal Kejaksaan dalam bentuk Peraturan Jaksa Agung, Keputusan Jaksa Agung, Instruksi Jaksa Agung, Surat Edaran Jaksa Agung, Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis dari Pimpinan Kejaksaan lainnya.

8. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada Jaksa oleh institusi Kejaksaan untuk tidak dipersalahkan atas tindakannya dalam melaksanakan tugas Profesi Jaksa.

9. Pejabat yang berwenang menjatuhkan tindakan administratif adalah Pejabat yang karena jabatannya mempunyai wewenang untuk memeriksa dan menjatuhkan tindakan administratif terhadap Jaksa yang melakukan pelanggaran.

10. Majelis Kode Perilaku yang selanjutnya disingkat MKP adalah wadah yang dibentuk di lingkungan Kejaksaan oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran Kode Perilaku Jaksa.

www.djpp.depkumham.go.id

Page 106: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

2012, No.1230 4

11. Persatuan Jaksa Indonesia yang selanjutnya disingkat PJI adalah wadah organisasi profesi Jaksa yang menghimpun seluruh Jaksa di Kejaksaan Republik Indonesia, terdiri dari PJI Pusat berkedudukan di Kejaksaan Agung, PJI Daerah berkedudukan di Kejaksaan Tinggi, dan PJI Cabang berkedudukan di Kejaksaan Negeri.

12. Lingkungan Kejaksaan adalah Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri, Cabang Kejaksaan Negeri, dan Perwakilan Kejaksaan di luar negeri

13. Tindakan administratif adalah tindakan yang dijatuhkan kepada Jaksa yang melakukan pelanggaran Kode Perilaku Jaksa.

Pasal 2 Kode Perilaku Jaksa berlaku bagi Jaksa yang bertugas di dalam dan di luar lingkungan Kejaksaan.

BAB II

PERILAKU JAKSA Bagian Kesatu

Kewajiban Jaksa

Pasal 3 Kewajiban Jaksa kepada negara :

a. setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. bertindak berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan yang hidup dalam masyarakat dan menjunjung tinggi hak asasi manusia; dan

c. melaporkan dengan segera kepada pimpinannya apabila mengetahui hal yang dapat membahayakan atau merugikan negara.

Pasal 4 Kewajiban Jaksa kepada Institusi: a. menerapkan Doktrin Tri Krama Adhyaksa dalam melaksanakan tugas

dan wewenangnya; b. menjunjung tinggi sumpah dan/atau janji jabatan Jaksa;

c. menjalankan tugas sesuai dengan visi dan misi Kejaksaan Republik Indonesia;

d. melaksanakan tugas sesuai peraturan kedinasan dan jenjang kewenangan;

e. menampilkan sikap kepemimpinan melalui ketauladanan, keadilan, ketulusan dan kewibawaan; dan

www.djpp.depkumham.go.id

Page 107: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

2012, No.1230 5

f. mengembangkan semangat kebersamaan dan soliditas serta saling memotivasi untuk meningkatkan kinerja dengan menghormati hak dan kewajibannya.

Pasal 5

Kewajiban Jaksa kepada Profesi Jaksa:

a. menjunjung tinggi kehormatan dan martabat profesi dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya dengan integritas, profesional, mandiri, jujur dan adil;

b. mengundurkan diri dari penanganan perkara apabila mempunyai kepentingan pribadi atau keluarga;

c. mengikuti pendidikan dan pelatihan sesuai dengan peraturan kedinasan;

d. meningkatkan ilmu pengetahuan, keahlian, dan teknologi, serta mengikuti perkembangan hukum yang relevan dalam lingkup nasional dan internasional;

e. menjaga ketidakberpihakan dan objektifitas saat memberikan petunjuk kepada Penyidik;

f. menyimpan dan memegang rahasia profesi, terutama terhadap tersangka/terdakwa yang masih anak-anak dan korban tindak pidana kesusilaan kecuali penyampaian informasi kepada media, tersangka/keluarga, korban/keluarga, dan penasihat hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

g. memastikan terdakwa, saksi dan korban mendapatkan informasi dan jaminan atas haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan hak asasi manusia; dan

h. memberikan bantuan hukum, pertimbangan hukum, pelayanan hukum, penegakan hukum atau tindakan hukum lain secara profesional, adil, efektif, efisien, konsisten, transparan dan menghindari terjadinya benturan kepentingan dengan tugas bidang lain.

Pasal 6

Kewajiban Jaksa kepada masyarakat:

a. memberikan pelayanan prima dengan menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak asasi manusia; dan

b. menerapkan pola hidup sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.

www.djpp.depkumham.go.id

Page 108: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

2012, No.1230 6

Bagian Kedua Integritas Pasal 7

(1) Dalam melaksanakan tugas Profesi Jaksa dilarang:

a. memberikan atau menjanjikan sesuatu yang dapat memberikan keuntungan pribadi secara langsung maupun tidak langsung bagi diri sendiri maupun orang lain dengan menggunakan nama atau cara apapun;

b. meminta dan/atau menerima hadiah dan/atau keuntungan dalam bentuk apapun dari siapapun yang memiliki kepentingan baik langsung maupun tidak langsung;

c. menangani perkara yang mempunyai kepentingan pribadi atau keluarga, atau finansial secara langsung maupun tidak langsung;

d. melakukan permufakatan secara melawan hukum dengan para pihak yang terkait dalam penanganan perkara;

e. memberikan perintah yang bertentangan dengan norma hukum yang berlaku;

f. merekayasa fakta-fakta hukum dalam penanganan perkara; g. menggunakan kewenangannya untuk melakukan penekanan

secara fisik dan/atau psikis; dan h. menggunakan barang bukti dan alat bukti yang patut diduga

telah direkayasa atau diubah atau dipercaya telah didapatkan melalui cara-cara yang melanggar hukum;

(2) Jaksa wajib melarang keluarganya meminta dan/atau menerima hadiah atau keuntungan dalam bentuk apapun dari siapapun yang memiliki kepentingan baik langsung maupun tidak langsung dalam pelaksanaan tugas Profesi Jaksa.

Bagian Ketiga Kemandirian

Pasal 8 (1) Jaksa melaksanakan tugas, fungsi, dan kewenangannya:

a. secara mandiri terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah maupun pengaruh kekuasaan lainnya; dan

b. tidak terpengaruh oleh kepentingan individu maupun kepentingan kelompok serta tekanan publik maupun media.

(2) Jaksa dibenarkan menolak perintah atasan yang melanggar norma hukum dan kepadanya diberikan perlindungan hukum.

www.djpp.depkumham.go.id

Page 109: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

2012, No.1230 7

(3) Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara tertulis kepada yang memberikan perintah dengan menyebutkan alasan, dan ditembuskan kepada atasan pemberi perintah.

Bagian Keempat

Ketidakberpihakan

Pasal 9 Dalam melaksanakan tugas profesi Jaksa dilarang:

a. bertindak diskriminatif berdasarkan suku, agama, ras, jender, golongan sosial dan politik dalam pelaksanaan tugas profesinya;

b. merangkap menjadi pengusaha, pengurus/karyawan Badan Usaha Milik Negara/daerah, badan usaha swasta, pengurus/anggota partai politik, advokat; dan/atau

c. memberikan dukungan kepada Calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam kegiatan pemilihan.

Bagian Kelima

Perlindungan Pasal 10

Jaksa mendapatkan perlindungan dari tindakan yang sewenang-wenang dalam melaksanakan tugas Profesi Jaksa.

Pasal 11

Jaksa dalam melaksanakan tugas Profesi Jaksa berhak: a. melaksanakan fungsi Jaksa tanpa intimidasi, gangguan dan

pelecehan; b. mendapatkan perlindungan hukum untuk tidak dipersalahkan

sebagai akibat dari pelaksanaan tugas dan fungsi Jaksa yang dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku;

c. mendapatkan perlindungan secara fisik, termasuk keluarganya, oleh pihak yang berwenang jika keamanan pribadi terancam sebagai akibat dari pelaksanaan tugas dan fungsi Jaksa yang dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku;

d. mendapatkan pendidikan dan pelatihan baik teknis maupun nonteknis;

e. mendapatkan sarana yang layak dalam menjalankan tugas, remunerasi, gaji serta penghasilan lain sesuai dengan peraturan yang berlaku;

www.djpp.depkumham.go.id

Page 110: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

2012, No.1230 8

f. mendapatkan kenaikan pangkat, jabatan dan/atau promosi berdasarkan parameter obyektif, kualifikasi profesional, kemampuan, integritas, kinerja dan pengalaman, serta diputuskan sesuai dengan prosedur yang adil dan tidak memihak;

g. memiliki kebebasan berpendapat dan berekspresi, kecuali dengan tujuan membentuk opini publik yang dapat merugikan penegakan hukum; dan

h. mendapatkan proses pemeriksaan yang cepat, adil dan evaluasi serta keputusan yang obyektif berdasarkan peraturan yang berlaku dalam hal Jaksa melakukan tindakan indisipliner.

BAB III TINDAKAN ADMINISTRATIF

Pasal 12 (1) Jaksa wajib menghormati dan mematuhi Kode Perilaku Jaksa. (2) Setiap pimpinan unit kerja wajib berupaya untuk memastikan agar

Jaksa di dalam lingkungannya mematuhi Kode Perilaku Jaksa.

(3) Jaksa yang terbukti melakukan pelanggaran dijatuhkan tindakan administratif.

(4) Tindakan adminstratif tidak mengesampingkan ketentuan pidana dan hukuman disiplin berdasarkan peraturan disiplin pegawai negeri sipil apabila atas perbuatan tersebut terdapat ketentuan yang dilanggar.

Pasal 13

(1) Tindakan administratif terdiri dari: a. pembebasan dari tugas-tugas Jaksa, paling singkat 3 (tiga) bulan

dan paling lama (1) satu tahun; dan/atau b. pengalihtugasan pada satuan kerja yang lain, paling singkat 1

(satu) tahun dan paling lama 2 (dua) tahun. (2) Apabila selama menjalani tindakan administratif diterbitkan Surat

Keterangan Kepegawaian (Clearance Kepegawaian) maka dicantumkan tindakan administratif tersebut.

(3) Setelah selesai menjalani tindakan administratif, Jaksa yang bersangkutan dapat dialihtugaskan kembali ketempat semula atau kesatuan kerja lain yang setingkat dengan satuan kerja sebelum dialihtugaskan.

Pasal 14 Keputusan pembebasan dari tugas-tugas Jaksa dan Keputusan pengalihtugasan pada satuan kerja lain terhadap Jaksa diterbitkan oleh pejabat yang berwenang melakukan tindakan administratif.

www.djpp.depkumham.go.id

Page 111: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

2012, No.1230 9

BAB IV

TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENJATUHAN TINDAKAN ADMINISTRATIF

Bagian Kesatu

Majelis Kode Perilaku Pasal 15

(1) Dugaan pelanggaran diperoleh dari laporan/pengaduan masyarakat, temuan pengawasan melekat (Waskat) dan pengawasan fungsional (Wasnal).

(2) Pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran ditindaklanjuti melalui proses klarifikasi dan pemeriksaan yang dilaksanakan berdasarkan Peraturan Jaksa Agung tentang Penyelenggaraan Pengawasan Kejaksaan Republik Indonesia.

(3) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan sebagai pelanggaran Kode Perilaku Jaksa maka hasil pemeriksaan diteruskan kepada pejabat yang berwenang untuk membentuk Majelis Kode Perilaku.

Pasal 16

Pejabat yang berwenang untuk membentuk Majelis Kode Perilaku, sebagai berikut :

a. Jaksa Agung bagi Jaksa yang menduduki jabatan struktural atau jabatan lain yang wewenang pengangkatan dan pemberhentiannya oleh Presiden;

b. Para Jaksa Agung Muda bagi Jaksa yang bertugas di lingkungannya masing-masing pada Kejaksaan Agung;

c. Jaksa Agung Muda Pengawasan bagi Jaksa yang bertugas di luar lingkungan Kejaksaan Agung, Kepala Kejaksaan Tinggi dan Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi; atau

d. Kepala Kejaksaan Tinggi bagi Jaksa yang bertugas di Kejaksaan Tinggi, Kepala Kejaksaan Negeri dan Jaksa yang bertugas di Kejaksaan Negeri dalam wilayah hukumnya.

Pasal 17

(1) Setelah menerima hasil pemeriksaan, Pejabat yang berwenang membentuk Majelis Kode Perilaku menerbitkan Surat Keputusan Pembentukan Majelis Kode Perilaku.

www.djpp.depkumham.go.id

Page 112: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

2012, No.1230 10

(2) Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaporkan akan dimulainya pemeriksaan dan telah selesainya pemeriksaan kepada atasannya secara berjenjang selambat-lambatnya dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja.

Pasal 18

(1) Majelis Kode Perilaku terdiri dari: a. Ketua merangkap Anggota adalah pejabat yang berwenang

membentuk Majelis Kode Perilaku atau pejabat yang ditunjuk; b. Sekretaris merangkap Anggota adalah 1 (satu) orang pejabat

struktural di lingkungan unit kerja yang bersangkutan, berstatus Jaksa yang jenjang kepangkatannya tidak lebih rendah dari Jaksa yang akan diperiksa; dan

c. Seorang Anggota dari unsur PJI yang jenjang kepangkatannya tidak lebih rendah dari Jaksa yang akan diperiksa;

(2) Apabila dalam unit kerja yang bersangkutan, pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan c tidak ada, pejabat yang berwenang untuk membentuk Majelis Kode Perilaku meminta bantuan dari pimpinan unit kerja di atasnya untuk menunjuk pengganti yang memenuhi syarat.

(3) Majelis Kode Perilaku dibantu oleh staf tata usaha yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang.

Pasal 19

Susunan Majelis Kode Perilaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) sebagai berikut :

a. Jaksa Agung atau pejabat yang ditunjuk, Pejabat Eselon I, dan unsur PJI Pusat apabila Jaksa yang diduga melakukan pelanggaran adalah pejabat struktural Eselon I;

b. Jaksa Agung Muda di tempat Jaksa yang bersangkutan bertugas atau Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan, Pejabat Eselon II atau pejabat yang ditunjuk pada masing-masing Jaksa Agung Muda serta unsur PJI Pusat apabila Jaksa yang diduga melakukan pelanggaran adalah Jaksa yang bertugas di lingkungan Kejaksaan Agung atau Badan Pendidikan dan Pelatihan;

c. Jaksa Agung Muda Pengawasan, Pejabat Eselon II atau pejabat yang ditunjuk pada Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan serta unsur PJI Pusat apabila Jaksa yang diduga melakukan pelanggaran adalah Kepala Kejaksaan Tinggi, Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi atau Jaksa yang bertugas di luar lingkungan Kejaksaan;

www.djpp.depkumham.go.id

Page 113: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

2012, No.1230 11

d. Kepala Kejaksaan Tinggi atau pejabat lain yang ditunjuk, Pejabat Eselon III atau pejabat lain yang ditunjuk serta unsur PJI Daerah apabila Jaksa yang diduga melakukan pelanggaran adalah Jaksa yang bertugas di Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri dalam wilayah hukumnya; atau

e. Kepala Kejaksaan Tinggi atau pejabat lain yang ditunjuk, Kepala Kejaksaan Negeri atau pejabat lain yang ditunjuk serta unsur PJI Daerah apabila Jaksa yang diduga melakukan pelanggaran kode perilaku adalah Jaksa yang bertugas di Kejaksaan Negeri.

Bagian Kedua Tata Cara Pemeriksaan

Pasal 20

(1) Majelis Kode Perilaku melakukan pemanggilan kepada Jaksa yang akan dilakukan pemeriksaan beserta pihak-pihak lain yang terkait untuk dilakukan pemeriksaan.

(2) Pemanggilan terhadap Jaksa yang diduga melakukan pelanggaran dan pihak-pihak lain yang terkait dilakukan secara tertulis sekurang-kurangnya 3 (tiga) hari kerja sebelum pemeriksaan dilakukan.

(3) Dalam hal Jaksa atau saksi yang akan diperiksa dan/atau pihak-pihak lain yang terkait tidak memenuhi panggilan yang disampaikan maka Majelis Kode Perilaku mengirimkan panggilan kedua.

(4) Apabila Jaksa atau saksi yang bersangkutan atau pihak-pihak lain yang terkait tidak memenuhi panggilan selama dua kali tanpa alasan yang sah, sidang pemeriksaan Kode Perilaku Jaksa akan dilaksanakan tanpa hadirnya Jaksa atau saksi yang bersangkutan.

(5) Sidang pemeriksaan dilaksanakan di kantor satuan kerja di mana Majelis Kode Perilaku bertugas dan pemeriksaannya dilakukan secara tertutup.

Pasal 21

(1) Ketua Majelis Kode Perilaku memimpin sidang pemeriksaan dan membacakan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Jaksa.

(2) Dalam hal Jaksa atau Saksi yang dipanggil secara patut tidak hadir maka Majelis Kode Perilaku mengambil keputusan berdasarkan alat bukti tentang terbukti atau tidaknya pelanggaran Kode Perilaku Jaksa.

(3) Jaksa yang diduga melakukan pelanggaran berhak menyampaikan pembelaan diri dihadapan Majelis Kode Perilaku.

www.djpp.depkumham.go.id

Page 114: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

2012, No.1230 12

Pasal 22 (1) Majelis Kode Perilaku berwenang memeriksa alat bukti, data, fakta dan

keterangan untuk membuktikan benar tidaknya dugaan pelanggaran tersebut yang dituangkan dalam Putusan Majelis Kode Perilaku.

(2) Dalam melakukan sidang pemeriksaan, Majelis Kode Perilaku dapat mendengar atau meminta keterangan dari pihak lain apabila dipandang perlu.

Bagian Ketiga Penjatuhan Tindakan Administratif

Pasal 23

(1) Putusan Majelis Kode Perilaku diambil berdasarkan musyawarah dan mufakat.

(2) Apabila putusan tidak dapat diambil berdasarkan musyawarah dan mufakat, maka putusan diambil berdasarkan suara terbanyak.

(3) Putusan Majelis Kode Perilaku memuat pertimbangan, pendapat, dan pernyataan terbukti atau tidak terbukti melakukan pelanggaran.

(4) Putusan dibacakan secara terbuka dengan atau tanpa kehadiran Jaksa yang melakukan pelanggaran.

Pasal 24

(1) Dalam hal Majelis Kode Perilaku menyatakan Jaksa terperiksa terbukti melakukan pelanggaran maka akan dijatuhkan tindakan administratif.

(2) Dalam hal Majelis Kode Perilaku menyatakan Jaksa terperiksa tidak terbukti melakukan pelanggaran maka nama baiknya direhabilitasi dan diumumkan.

Pasal 25 Pemeriksaan yang dilaksanakan oleh Majelis Kode Perilaku, diselesaikan dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari.

Pasal 26

(1) Putusan Majelis Kode Perilaku bersifat mengikat yang dibuat dalam bentuk Surat Keputusan Pejabat yang berwenang menjatuhkan tindakan administratif.

(2) Putusan Majelis Kode Perilaku berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan dilaporkan secara berjenjang sesuai dengan peraturan kedinasan yang berlaku.

www.djpp.depkumham.go.id

Page 115: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

2012, No.1230 13

(3) Putusan Majelis Kode Perilaku harus sudah diterima oleh Jaksa yang bersangkutan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah putusan ditetapkan.

(4) Jaksa Agung Muda Pengawasan dapat melakukan peninjauan kembali terhadap putusan Majelis Kode Perilaku di daerah jika terdapat dugaan fakta yang terbukti tidak sebanding dengan tindakan admnistratif yang dijatuhkan.

Pasal 27 (1) Jaksa yang melakukan beberapa pelanggaran secara berturut-turut

sebelum dilakukan pemeriksaan hanya dapat dijatuhi 1 (satu) jenis tindakan administratif.

(2) Jaksa yang pernah terbukti melakukan pelanggaran, kemudian melakukan pelanggaran yang sifatnya sama dijatuhi tindakan administratif yang lebih berat dari yang pernah dijatuhkan kepadanya.

BAB V KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 28 (1) Pemeriksaan dan penindakan terhadap perilaku Jaksa baik dalam

melaksanakan tugas profesinya maupun dalam melakukan hubungan kemasyarakatan di luar kedinasan menggunakan peraturan ini.

(2) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana ayat (1) ditemukan adanya pelanggaran ketentuan pidana dan/atau peraturan disiplin maka pejabat yang berwenang harus menindaklanjuti sesuai dengan peraturan yang berlaku.

BAB VI KETENTUAN PENUTUP

Pasal 29 Pada saat Peraturan Jaksa Agung ini mulai berlaku, Peraturan Jaksa Agung Nomor : PER-67/A/JA/07/2007 tentang Kode Perilaku Jaksa dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 30 Petunjuk Pelaksanaan dan/atau Petunjuk Teknis Peraturan Jaksa Agung ini dapat di bentuk oleh Jaksa Agung Muda Pengawasan.

Pasal 31

Peraturan Jaksa Agung ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

www.djpp.depkumham.go.id

Page 116: PERAN PENGAWASAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP …

2012, No.1230 14

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Jaksa Agung ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 13 November 2012 JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA, BASRIEF ARIEF

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 10 Desember 2012 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

AMIR SYAMSUDIN

www.djpp.depkumham.go.id