Upload
singonegaran
View
97
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
materi fisika zat padat mengenai penyiapan dan karakterisasi superkonduktor Tc tinggi berbasis Bi
Citation preview
BAB I
LANDASAN TEORI
1.1 Pendahuluan
Sejak ditemukan adanya superkonduktor sejak tahun 1911, para ilmuwan
dan para teknisi berusaha mencari aplikasi yang dapat dimanfaatkan dari sifat-
sifat unik superkonduktor. Pada saat kondisi superkonduktor, bahan-bahan ini
mempunyai kemampuan untuk menghantarkan arus DC yang besar tanpa adanya
hambatan. Untuk dapat berlaku seperti ini, sebuah superkonduktor harus berada di
bawah tiga parameter kritis, suhu kritis (Tc), medan kritis (Hc), dan kerapatan
arus kritis (Jc). Maka bisa dibayangkan jika superkonduktor dapat digunakan
untuk membuat peralatan listrik yang lebih kecil, lebih ringan dan hemat energi.
Sebelum pertengahan tahun 80an, superkonduktor adalah sejenis logam,
dan dioperasikan pada temperatur rendah, mendekati titik didih He (4.2 K ).
Karena besarnya biaya yang dikeluarkan untuk membuat kondisi temperatur
rendah, maka penggunaannya terbatas pada penelitian di laboratorium ( particle
accelerators, high field magnet, SQUIDs ) dan industri medis (MRI).
Penggunaannya berhasil karena tidak ada bahan alternatif yang dapat menandingi
superkonduktor. Walaupun energi dan tempat dapat dihemat dengan adanya
superkonduktor, hal ini tidak mengurangi biaya untuk mendinginkan bahan
tersebut atau biaya awal dan resiko untuk mengenalkan teknologi baru ini.
Prospek untuk perkembangan aplikasi energi meningkat seiring dengan
ditemukannya bahan Superkonduktor Suhu Tinggi / High Temperatur
Superconductor (HTS) pada pertengahan tahun 80-an. Dengan suhu kritis di atas
titik didih N2 (77 K). Para peneliti berharap perlu lebih sedikit cryogen untuk
pendinginan. Tetapi sayangnya, seperti semua superkonduktor, kerapatan arus
pada HTS menurun secara drastis dengan adanya kenaikan temperatur. Sebagai
1
tambahan, untuk mencapai rapat arus yang tinggi pada bahan HTS perlu proses
yang kompleks (YBCO) atau material pelapis yang mahal (BSCCO).
Penelitian ini bertujuan untuk menyiapkan gelas BSCCO dengan cara
reaksi benda padat secara konvensional, PIT dan teknik melt quenching untuk
aplikasi yang berbeda.
1.2 Superkonduktor
Superkonduktor adalah material yang dapat menghilangkan semua
resistansi (hambatan) pada aliran arus listrik yang didinginkan di bawah suhu
tertentu, yang disebut temperatur kritis atau temperatur transisi. Di atas temperatur
ini biasanya ada sedikit atau tidak ada indikasi bahwa material itu adalah
superkonduktor. Di bawah temperatur kritis, kondisi superkonduktor tidak hanya
mencapai hambatan nol, juga mengalami gangguan sifat magnet dan sifat listrik.
Dua sifat penting yang mendasar dari superkonduktor adalah
- Transisi dari resistivitas berhingga ρn pada kondisi normal di atas suhu transisi
superkonduksi Tc menjadiρ=0 . Contoh : Konduktivitas DC, σ=∞, pada saat di
bawah Tc.
- Perubahan susceptibilitas magnetik χ dari nilai paramagnetik kecil di atas Tc ke
χ=−1. Contoh diamagnetis sempurna di bawah Tc.
Aspek ini akan diilustrasikan pada Gambar 1.1
2
Gambar 1.1 Karakteristik sebuah superkonduktor
(a) Gambar menunjukkan penurunan resistivitas menuju ρnol pada suhu Tc
dibandingkan dengan bahan yang bukan superkonduktor.
(b) Gambar menunjukkan penurunan susceptibilitas ke nilai diamagnetik ideal
yaitu χ=−1 pada suhu di bawah Tc. Permulaan respon diamagnetik berkaitan
dengan titik dimana ρ mendekati nol pada temperatur axis. Gambar ini juga
mengindikasikan bahwa χ adalah bernilai postif dan ada sedikit di tas Tc.
1.3 Jenis-jenis Superkonduktor
Pada tahun 1933 sifat lain dari superkonduktor ditemukan secara
eksperimen oleh W. Meissner dan R. Ochsenfeld, mereka menemukan bahwa
superkonduktor memiliki kecenderungan untuk menghilangkan medan magnet.
Bahan superkonduktor mempunyai kemampuan untuk berada pada kondisi normal
ataupun kondisi superkonduktor, tergantung pada medan magnet eksternal yang
dikenakan padanya. Jika kita menambah medan magnet melebihi suatu nilai kritis
tertentu Hc atau Hcl, yang berbeda-beda untuk material tiap material, maka efek
Meissner akan turun, ( fluks akan memasuki material). Maka berdasarkan
fenomena ini, superkonduktor dibedakan menjadi dua kategori.
3
1.3.1 Superkonduktor Tipe I
Superkonduktor jenis ini dapat berubah secara tiba-tiba dari kondisi
Meissner ke full penetration of magnetic flux, pada kondisi normal, pada medan
kritis tertentu Hc. Contoh bahan ini adalah Hg, Al, Sn. Pada Gambar 1.2a
ditunjukkan bagaimana perilaku superkonduktor jenis ini.
1.3.2 Superkonduktor Tipe II
Superkonduktor jenis ini dapat berubaha dari kondisi Meissner ke kondisi
partial penetration of magnetic flux, kondisi campurannya, pada medan kritis Hcl.
Maka seterusnya bahan ini akan mengalami full flux penetration, kondisi normal
pada medan magnet sebesar Hc2. Contohnya adalah Nb3Sn, NbTi dan semua Tc
cuprates tinggi. Dijelaskan pada gambar 1.2b
Gambar 1. 2 Tipe Superkonduktor
1.4 Bahan Superkonduksi
Setelah penemuan awal tentang superkonduktivitas Hg. Empat puluh
tahun berlalu sebelum penemuan superkonduktor organik pada tahun 1970-an.
Dan dekade berikutnya sepurconducting cupartes ditemukan pada tahun
4
1986. Ada perkembangan dari sangat sederhana menjadi cukup kompleks. Selama
periode tahun 1973, banyak bahan logam ditemukan dan mempunyai temperatur
transisi superkonduksi lebih dari 23.2 K. Saat ini, bahan-bahan ini disebut Low-
Temperature Superconductors (LTSs). Pada tahun 1986, bahan-bahan oksida
diperkenalkan oleh J.G. Benorz dan K.A. Muller menjadi bahan superkonduktor
dengan suhu Tc mencapai 35 K. Lalu dengan cepat diikuti pada tahun 1987
dengan material yang memiliki Tc sekitar 90 K. Lalu nitrogen cair yang lebih
murah dan tersedia dengan mudah dapat dijadikan pendingin, karena mendidih
pada suhu 77 K pada permukaan laut. Bahan dengan Tc di atas 23 K disebut
dengan bahan High Temperature Superconductors (HTSs).
1.4.1 Bahan Superkonduktor Low-Tc Superconductors
Setelah ditemukannya superkonduktivitas pada Hg, diikuti oleh Sn dan Pb.
Bahan-bahan ini mengalami perubahan Tc dari 4 K menjadi 7 K. Dengan
ditemukannya efek Meissner, beberapa bahan ditambahkan pada table periodic.
Meissner, seperti yang lain, mempelajari tentang transisi bahan dengan titik leleh
yang tinggi yang disebut “hard” metal. Penemuan superkonduktor diumumkan
pada tahun 1928, tantalum dengan Tc = 4.4 K, thorium pada tahun 1929 dengan
Tc = 1.4 K dan niobium pada tahun 1930 dengan Tc = 9.2 K. Setelah itu
ditemukan bahan-bahan dengan Tc yang lebih tinggi. Tabel menunjukkan bahan
dengan Tc superkonduksi yang sudah diketahui. Superkonduktor tidak ditemukan
pada senyawa magnetic maupun pada logam mulia atau tembaga.
Hal ini menunjukkan bahwa superkonduktivitas tidak ada pada
kemagnetan dan logam dengan konduktivitas elektrik tertinggi. Kedua aturan ini
akan lebih dimengerti pada teori BCS, kemagnetan memecah pasangan tembaga
dan menyebabkan dampak yang merusak dan konduktivitas listrik yang baik ada
karena mekanisme electron-phonon yang lemah ( interaksi phonon, sifat yang
dapat mengurangi efek elektron ).
Pada keadaan murni, bahan-bahan pada table periodic dapat digunakan
untuk penelitian tentang superkonduktivitas. Namun, tidak satupun bahan murni
5
ini dapat berkontribusi untuk penggunaan superkonduktivitas pada skala besar,
seperti kawat, kabel untuk magnet. Namun, untuk skala kecil Pb dan Nb sudah
digunakan untuk pengembangan teknologi Josephson. Untuk SQUIDs (
Superconducting quantum interference devices ) niobium adalah bahan yang
paling baik dan lebih banyak digunakan untuk aplikasi Tc yang rendah.
Gambar 1.3 Tabel periodic bahan superkonduksi
Pengembangan tentang superkonduktor terus dilakukan terutama pada
peningkatan nilai Tc. Sejarah perkembangan Tc ditunjukkan pada Gambar 1.4
6
Gambar 1.4 Sejarah perkembangan penemuan temperature kritis ( Tc )
1.4.2 Superkonduktor Suhu Tinggi
Meluasnya penelitian tentang superkonduktor suhu tinggi dimulai saat
ditemukannya bahan LaBaCuO dengan Tc 36 K oleh Bednorz dan Muller.
Superkonduktor ini memiliki sifat yang membedakannya dengan superkonduktor
dengan Tc yang rendah.
i. Bahan ini berlapis. Biasanya bertipe tetragonal atau orthorhombic
( mendekati tetragonal) dan berisikan bidang Cu-O dengan rumus CuO2
pada arah c. Bidang ini berisikan muatan pembawa yang menjadi tempat
superkonduktivitas. Muatan pembawa biasanya terlokalisasi pada bidang
dan membuat kontak yang relative lemah antar bidang. Karena alasan ini,
biasanya bahan ini mempunyai sifat anisotropic yang sangat tinggi, baik
pada konduksi normal ataupun pada keadaan superkonduksi, dengan
konduksi yang kecil pada arah c.
7
ii. Densitas pembawanya relative kecil jika dibandingkan dengan bahan
semi logam seperti Bismuth. Ini artinya bahwa pembawa kurang
terlindungi dibandingkan dengan logam pada umumnya dan
menyebabkan repulse Coulomb diantara mereka menjadi semakin besar.
Juga menyebabkan peningkatan penetration depth ‘λ’
iii. Semuanya memiliki panjang koherensi ( coherence lengths) yang sangat
kecil, biasanya 2 nm pada bidang CuO2 dan sebesar 0.3 nm pada arah c.
Hal ini menyebabkan beberapa konsekuensi. Menyebabkan kecacatan
seperti ketidakmurnian konsentrasi, grain boundaries dan surface
rearrangements.
iv. Semua bahan sangat sensitif untuk pembawa doping dan hanya menjadi
superkonduksi untuk kisaran doping level tertentu, biasanya memerlukan
komposisi non-stoichiometric.
v. Semua bahan superkonduktor Tc tinggi mempunyai nilai RH positif,
koefisien Hall menunjukkan ketergantungan anomaly suhu pada sebagian
besar bahan Tc tinggi dengan suhu di atas Tc. Kenaikan nilai RH
menyebabkan penurunan kerapatan pembawa dengan adanya kenaikan
suhu.
1.5 Kronologis Perkembangan Superkonduktor
Fenomena resistansi nol pada suhu cryogenic rendah ditemukan
pada tahun 1911 oleh Prof. H.K. Onnes di Belanda pada penelitian tentang sifat
suhu rendah logam dan hal ini berlanjut menjadi penemuan dan aplikasi teknologi
yang menarik. Penelitian di laboratorium Laiden dilakukan oleh asisten dan siwa
Onnes dengan tahapan yang sangat systematic. Emas ditemukan mempunyai
resistansi yang kecil dan tidak terukur pada kisaran cairan Helium, tetapi mercury
adalah bahan yang pertama kali ditemukan dengan suhu superkonduksi mendekati
4 K. Sifat khusunya adalah penurunan tiba-tiba resistansi berdasarkan magnitudo
pada temperatur rendah seperti yang terlihat dibawah ini.
8
Gambar 1.5 Deksripsi pertama tentang superkonduktivitas. Onnes masih tidak yakin bahwa
resistansinya sebesar nol maka dia mengisinya angka 10-5 Ohm
Selanjutnya Timah dimasukkan dalam daftar. Onnes melupakan ide awal bahwa
electron akan membeku menjadi atom dan malah menduga bahwa electron bebas
akan menjadi bebas kembali sedangkan “ vibrators “ (atom) tidak akan bergerak.
Grup Leiden mengaharapkan adanya teknologi superkonduksi yang
berkaitan dengan kemagnetan, yang nilainya mencapai 10T. Tetapi mereka
menemui kendala yang tak terduga, yaitu batas tertinggi arus yang dapat mengalir
pada resistansi nol pada kawat timah, yang saat ini disebut dengan istilah critical
current (arus kritis Ic). Masalah ini tidak dapat dihindari hingga bertahun-tahun
setelahnya, sampai akhirnya diperlukan superkonduktor jenis lain. Tipe baru ini
diberi nama Tipe-II lawan dari Tipe I untuk timah, timah dan konduktor yang
sama yang sudah dipelajari di Leiden. Setelah ditemukan, dipahami dan
dikembangkan bahan Tipe-II, maka kerapatan arus kritis (critical current density)
dapat meningkat ke nilai yang lebih tinggi. Sejak 1960an pada saat pengembangan
superkonduktor dimulai, sampai saat ini pada saat magnet superkonduktor
biasanya digunakan di laboratorium maupun rumah sakit di seluruh dunia. Dan
teknologi SQUID yang luar biasa dikembangkan untuk mengukur medan magnet
yang kecil, sudah digunakan dalam banyak aplikasi dan menjanjikan adanya
penemuan yang baru dengan menggunakan superkonduktor baru maupun
superkonduktor lama.
9
Sifat magnetic superkonduktor menarik banyak perhatian peneliti pada
tahu 1920an dna 1930an. Pada tahun 1933 saat Meissner dan Oschenfeld
menunjukkan bahwa untuk medan magnet di bawah batas tertentu, fluks pada
superkonduktor dihilangkan dan menghasilkan keadaan termodinamik yang baru
dan bukan konsekuensi dari konduktivitas yang tak terbatas.
Gambar 1.6 Efek Meissner, sebuah magnet permanen yang kecil melayang di atas sebuah
superkonduktor.
Fenomena ini dikenal dengan efek Meissner dan hal ini mengawali
dilakukannya penelitian tentang perlakukan termodinamik pada
superkonduktivitas.
Pada tahun 1934, Fritz London mengusulkan adanya energy gap. Pada
atom-atom diamagnetic stabil ada gap yang lebar antara keadaan mula-mula
(ground state) dan eksitasi pertama ( the first ecxited state).
Pada tahun 1940, Heinz London memamerkan sebuah superconductor
pada gelombang micro dan mengamati absorpsi yang sedikit di bawah Tc. Hal ini
mengimplikasikan bahwa tidak ada keadaan eksitasi yang sesuai dengan energy
gelombang micro. Jadi ada gap antara electron superkonduksi dengan keadaan
eksitasi pertama.
Pada tahun 1940-1950, Maxwell dan Reynolds mengamati efek isotop
pada mercury. Perubahan berat atom menyebabkan perubahan Tc. Hal ini
memberi petunjuk awal tentang perubahan masa yang mengubah frekuensi vibrasi
kisi (phonons).
10
Pada tahun 1953, Brian Pippard menyatakan bahwa elektron-elektron
menjadi “Rigid” pada jarak sekitar 1000 Angstrom. Keadaan koheren ini disebut
panjang koherensi ( coherence length ).
Pada tahun 1956, Leon Cooper menyatakan tentang pasangan electron
superkonduksi.
Abrikosov melaporkan teorinya tentang sifat magnetic superkonduktor
pada pertemuan di Moskow tahu 1957. Pada tahun yang sama percobaan
Schubnikow dari tahun 1930an juga dipublikasikan di Uni Soviet. Hasil ini
menjadi bukti penting sifat magnetic superkonduktor Type-II selama 2 dekade
belakangan dan dapat membuktikan bahwa superkonduktor dapat membawa
kerapatan muatan yang besar dibandingkan bahan-bahan sebelumnya yang
dipelajari Onnes, Meissner dan lain-lain.
Tahun 1957 juga merupakan tahun dimana teori kuantum yang disebut
teori BCS dipublikasikan oleh Bardeen, Cooper dan Schrieffer, akhirnya
menunjukkan sifat menarik superkonduktor dari prinsip pertama. Perlu waktu 46
tahun dari waktu penemuannya. Beberapa tahun kemudian, prediksi ajaib
Josephson yang memperhitungkan sifat fisik dari superkonduktor inhomogen
diumumkan, lalu diikuti dengan verifikasi secara eksperimental dan diaplikasikan
secara beragam dalam perkembangannya.
Dalam 25 tahun superkonduktivitas berubah dari fenomena menarik di
laboratorium, yang diketahui hanya oleh fisikawan menjadi diketahui hampir
seluruh dunia. Perkembangan ini disebabkan oleh penemuan superkonduktor jenis
baru yaitu superkonduktor Tc tinggi oleh Bednorz dan Muller di laboratorium
IBM di Ruschlikon dekat Zurich pada tahun 1986. Penemuan ini masih diterapkan
sampai saat ini, dengan prospek ekonomi yang sangat besar.
11
1.6 Teori Superkonduktor
Teori Superkonduksi Suhu Rendah / Low Temperatur Superconducting
(LTS)
1.6.1 Efek Meissner
Pada saat superkonduktor diletakkan pada medan magnet H, medan hanya
mempengaruhi superkonduktor pada jarak pendek sebesar λ, yang disebut London
penetration depth, setelah medan ini mencapai nol. Maka disebut efek Meissner
dan merupakan karakteristik superkonduktivitas. Untuk sebagian besar
superkonduktor, London penetration depth-nya sekitar 100 nm. Efek Meissner
kadangkala membingungkan jika dikaitkan dengan diamagnetic pada konduktor
listrik yang baik. Berdasarkan hukum Lenz, pada saat terjadi perubahan medan
magnet pada konduktor, akan memicu adanya arus listrik pada konduktor yang
menghasilkan medan magnet yang berlawanan. Pada konduktor yang baik, arus
besar yang berubah-ubah dapat terjadi dan medan magnet yang dihasilkan tentu
dapat menghilangkan medan yang bekerja padanya.
Efek Meissner dijelaskan oleh Fritz dan Heinz London, yang menunjukkan
bahwa energy bebas elektromagnetik pada sebuah superkonduktor ditunjukkan
oleh persamaan berikut “
∆2 H =λ−2 H
Dimana H adalah adalah medan magnet dan λ adalah London penetration depth.
Rumus ini, dikenal sebagai rumus London, dapat memperkirakan medan magnet
pada sebuah superkonduktor berkurang secara eksponensial dari suatu nilai.
Efek Meissner tidak terjadi pada saat medan magnet yang dikenakan
terlalu besar. Superkonduktor dapat dibagi menjadi dua kelas berdasarkan
bagaimana terjadinya breakdown. Pada superkonduktor Type I,
superconduktivitas tiba-tiba hilang pada saat kekuatan medan yang dikenakan
naik di atas titik kritis Hc. Pada superkonduktor Type-II, kenaikan medan yang
12
dikenakan melewati Hc1 menyebabkan keadaan campuran yang mana peningkatan
jumlah fluks magnetic yang mengenai bahan, tetapi tidak ada resistansi pada arus
litrik asal arusnya tidak terlalu besar. Pada medan kritis kedua Hc2,
superkonduktivitas akan hilang. Kondisi campuran disebabkan oleh vortice pada
electronic superfluid, kadang disebut fluxons karena fluks yang dibawa oleh
vortice ini terkuantisasi. Sebagian besar elemen superkonduktor murni (kecuali
niobium, technetium, vanadium dan carbon nanotubes) adalah Type I, sedangkan
semua superkonduktor tidak murni dan campuran adalah Type II.
1.6.2 Teori London
Efek Meissner membuktikan bahwa superkonduktivitas sebagai fase
termodinamika ekuilibrium yang berbeda-beda. London bersaudara berpendapat
bahwa pada fase ini, jika medan magnet eksternal dikenakan, system electron
akan merespon secara karakteristik, menghasilkan kerapatan arust listrik tertentu.
Respon yang mereka hipotesakan membuktikan teori Meissner dan konduktivitas
tak terbatas.
1.6.3 Teori Ginzburg Landau
Teori Ginzber Landau adalah sebuah alternative dari teori London. Untuk tingkat
tertentu teori ini tidak sama dengan teori London, yang masih klasik, teori ini
menggunakan mekanika kuantum untuk memprediksi efek dari medan magnet.
Asumsi pertama dari teori Ginzberg Landau adalah sifat electron superkonduksi
dapat dijelaskan dengan fungsi gelombang efektif “effective wave function” ψ
yang memili signifikansi sebesar |ψ|2 yang sama dengan kerapatan electron
superkonduksi.
Interpretasi m adalah massa efektif dan q adalah charge of particle dasar
superkonduksi, maka penetration depth dapat diungkapkan sebagai berikut,
13
λ (T )=√ m c2
4 π q2|ψ0|2
Dimana |ψ0|2 adalah nilai |ψ|2 di dalam superkonduktor ( nilai ekuilibrium ).
Coherence length berdasrkan teori Ginzberg Landau adalah,
ξ (T )=√ ℏ2
2 m|α(T )|
Dimana α (T ) adalah koefisien yang bergantung pada suhu pada deret ekspansi
energy bebas. Dekat dengan suhu transisi Tc, baik λ¿) maupun ξ (T ) bernilai
sebesar (1− TT c )
12, sehingga dikenalkan parameter Ginzberg Landau κ, dimana
κ=λ(T )ξ (T )
. Ginzberg Landau mencirikan superkonduktor Type-I yang memiliki
κ< 1
√2 dan superkonduktor tipe II mempunyai κ> 1
√2.
1.6.4 Teori BCS
Pemahaman tentang superkonduktivitas diteliti lebih jauh pada tahun 1957 oleh
tiga fisikawan Amerika, John Bardeen, Leon Cooper dan John Schrieffer, melalui
teori mereka yang disebut teori BCS. Teori BCS menjelaskan superkonduktivitas
pada suhu mendekati nol mutlak. Cooper membuktikan bahwa kisi vibrasi atom
secara langsung mempengaruhi arus. Mereka memaksa electron untuk
berpasangan dan dapat melewati semua penghambat yang menimbulkan resistansi
(hambatan) pada konduktor. Gabungan electron ini dikenal dengan pasangan
Cooper (Cooper pairs). Cooper dan teman-temannya tahu bahwa electron yang
normalnya saling tolak menolak, akan mengalami tarik menarik pada
superkonduktor. Jawaban dari masalah ini ditemukan pada phonon, paket
gelombang bunyi yang ada pada kisi yang bervibrasi. Walaupun vibrasi kisi ini
tidak dapat didengar, perannya sebagai moderator sangat diperlukan.
14
Berdasarkan teori ini, sebagai muatan negative, electron dilewati oleh
muatan positif ion pada superkonduktor, kisi akan membelok. Pada gilirannya
menyebabakan Phonon diemisikan yang membentuk muatan positif di sekitar
electron. Gambar 1.7 dapat menjelaskan gelombang pembelokan kisi karena tarik
menarik elektron.
Gambar 1.7 Teori BCS
Sebelum electron dilewati dan sebelum kisi kembali ke posisi normal,
electron kedua ditarik ke trough (lembah). Proses ini melewati dua electron, yang
seharusnya saling tolak menolak satu sama lain, menjadi berkaitan.
Kumpulan electron ini disebut sebagai Cooper Pairs. Cooper dan sejenisnya
merupakan electron yang secara normal saling tolak menolak dengan sangat besar
satu sama lainnya dalam superkonduktor. Jawaban dari pertanyaan telah
ditemukan pada fonon, paket gelombang suara pada kisi yang bergetar. Meskipun
getaran kisi ini tidak dapat didengar, perannya sebagai perantara sangat
diperlukan.
15
Berdasarkan teori, sebagai salah satu electron bermuatan negative melewati ion –
ion bermuatan positifpada kisi superkonduktor, kisi terbalik. Berputar sebab fonon
diemisikan yang membentuk muatan positif disekeliling electron. Gambar 1.8
mengilustrasikan distorsi gelombang pada kisi karena pergerakan electron.
Gambar. 1.8 Teori BCS (Cooper pairs)
Teori BCS sukses menerangkan bahwa elektron dapat berinteraksi satu sama
lainnya dengan kisi Kristal. Meskipun fakta bahwa elektron memiliki muatan
yang sama. Ketika atom pada kisi berisolasi menjadi bagian positif dan negative,
pasangan elektron secara alternative tertarik bersama dan tertekan berlawanan
tanpa tabrakan. Elektron berpasangan dengan baik sebab memiliki efek yang
membawa material pada tingkat energy yang lebih rendah. Ketika elektron
terhubung menjadi pasangan, elektron bergarak pada superkonduktor dengan gaya
yang diinginkan.
16
Teori High Temperature Superconductor (HTS)
Belum ada kesepakatan hingga saat ini, tidak ada teori tentang konduktivitas suhu
tinggi pada konsesus umum. Hal tersebut memberikan keyakinan bahwa sifat
dasar dari gejala ini tidak dapat dimengerti. Di majalah tulisan muncul pada
“Scientific American” pada 2000 dan 2004, ketidakcukupan model teoritis pada
penjelasan superkonduktor pada cuprate membuat stress.
Cuprate merupakan superkonduktor yang paling penting sebab aliran suhu kritis
tertinggi dapat terukur. Tapi jenis material selain cuprate diketahui,
superkonduktivitas tidak dijelaskan pada teori BCS. Sebenarnya, superkonduksi
dapat dideteksi pada perovskit dari fraksional stokiometri. Pada campuran
tembaga dan oksida alkali-bumi, dalam komponen organic dan fullerenes. Hal ini
membuat studi tentang superkonduksi kompleks tapi disaat yang bersamaan,
memberikan latar belakang eksperimen yang mendalam dengan teori yang harus
dibandingkan. Hipotesa yang paling sederhana dan konservatif adalah mekanisme
superkonduktor basic sama dengan semua material tersebut meskipun jenisnya
sangat berbeda. Dengan demikian, penyebab superkonduktivitas harus dicari
untuk sesuatu yang diakibatkan oleh semua material.
1.6.5 Hole Superconductivity
Teori hole superconductivity menegaskan bahwa superkonduktivitas hanya dapat
terjadi ketika “hole” ada dalam bentuk normal logam. “hole” menunjukkan
ketiadaan elektron, dan “hole”ada ketika pita energy elektron penuh. Hole berbeda
dengan elektron, seperti pada gambar secara jelas dapat diperlihatkan. Hole pada
pita penuh memiliki penjalaran yang sulit karena gangguan yang disebabkan
lingkungannya. Superkonduktivitas terjadi karena pasangan hole, dan hal itu
disebabkan oleh fakta bahwa sepasang hole dapat merambat denagn mudah
(memiliki massa efektif yang lebih kecil) daripada satu hole. Konsekuensinya,
energy kinetiknya melemah. Jelasnya, elektron tunggal dapat bergerak dengan
mudah sehingga mereka tidak berpasangan. ‘Dynamic Hubbard Model’
menjelaskan perbedaan fisika elektron dan hole pembawa pada logam.
17
Gambar. 1.9 Hole Superconductivity
Pergerakan lain dari hole dan elektron dapat diilustrasikan oleh analogi
tempatnya. Alasan untuk menambah mobilitas dari hole berpasangan bahwa
mereka melepaskan ketika mereka berpasangan, dan berputar pada elektron. Ini
memberikan pemahaman baru pada superkonduktor, bahwa superkonduktor
adalah atom yang besar. Jika teori itu benar mengimplikasikan bahwa interaksi
fonon –elektron tidak relevan pada superkonduktivitas dimana teori BCS tidak
benar dan teori London adalah tidak benar.
1.6.6 Teori Bipolaron
Pengenalan polaron kecil dan bipolaron (ikatan dari dua polaron) pada teori
superkonduktivitas telah diajukan oleh Alexandrov dan Ranniger pada 1981.
Konduksi elektron atau hole bersama dengan induksi polarisasi nya sendiri
membentuk kuasi partikel yang disebut sebagai polaron.
18
Pada elektron padat juga berinteraksi dengan vibrasi kisi. Fonon dalam konduktor
padat memiliki efek yang berbeda pada elektron bebas atau hole. Selain
pertukaran energy dalam tubrukan inelastikdiman fono diserap atau dimunculkan
oleh muatan bawaan, dengan demikian responsibilitas untus bagian penting
resistivitas kelistrikan, fono dapat berinteraksi dengan elektron atau hole pada
material pita yang dekat ploron atau bipolaron. Muatan bawaan terpolarisasi
dengan demikian distorsi kisi ion pada tetangganya. Polarisasi terjadi pada muatan
yang dibawa dan menurunkan energinya. Muatan bergerak pada Kristal sepanjang
kisi. Muatan bersama dengan polarisasi yang menyertainya, dapat disebut sebagai
kuasi partikel atau polaron.
Ketika dua elektron (atau dua hole) berinteraksi satu sam lainnya secara simultan
pada gaya coulombs dan via elektron – fonon – interaksi elektron, salah satu dua
polaron bebas dapat terjadi atau ikatan
Dua polaron (bipolaron) dapat terlepas. Bipolaron telah ditentukan untuk
dimainkan pada Tc superkonduktor tinggi.
1.7 Hal-hal yang diinginkan pada HTS
1.7.1 Suhu Kritis (Tc)
Selama superkonduktor didinginkan hingga suhu yang sangat rendah, pasangan
cooper berdiri utuh, disebabkan penurunan pergerakan molekuler. Sebagai
superkonduktor membangkitkan energy panas vibrasi pada kisi menjadi lebih
keras dan memecah pasangannya. Pada perpecahannya, superkonduktivitasnya
berkurang. Superkonduktor logam dan paduannya memiliki karakteristik
temperatur transisi dari normal konduktor menjadi superkonduktor yang disebut
temperatur kritis (Tc). Di bawah suhu transisi superkonduktor, resistivitas
material benar-benar nol. Superkonduktor dibuat dari material yang berbeda
memiliki perbedaan nilai Tc.
19
1.7.2 Densitas Muatan Kritis (Jc)
Jika terlalu banyak muatan yang melewati superkonduktor, maka akan kembali
pada keadaan normal meskipun mungkin di bawah suhu transisinya. Nilai
Densitas Arus Kritis (Jc) adalah fungsi dari temperature; makin dingin
superkonduktor disimpan makin banyak muatan yang dibawa.
1.7.3 Medan Magnet Kritis (Hc)
Nilai maksimum untuk medan magnetic pada suatu bahan pada superkonduktor
bahkan di bawah Tc-nya dikenal sebagai Medan Magnet Kritis (Tc). Ketika
superkonduktor didinginkan di bawah temperature transisi (Tc) dan medan
magnet terapan dinaikkan secara bertahap diatas medan magnet tertentu (Hc)
maka superkonduktor hilang.
Hal tersebut ditemukan bahwa pada penambahan hingga temperature kritis, kedua
densitas arus dan medan magnet terapan agar terjaga di bawah nilai kritis
respektifnya (Jc dan Hc) untuk memelihara superkonduktivitas bahan. Gambar 1.7
mengilustrasikan superkonduktivitas sebagai bagian di bawah ‘permukaan kritis’
yang didefinisikan oleh tiga parameter kritis, Jc, Hc, dan Tc.
Gambar.1.10 Ilustrasi permukaan kritis superkonduktor
20
1.8 Superkonduktor Cuprate
Superkonduktor cuprate adalah calon potensial HTS untuk aplikasi praktek
lainnya. Tapi merupakan materal yang paling kompleks dieksplorasi. Tembaga –
oksigen melewati bidang yang mana aliran supercurrent dominan adalah yang hal
yang paling umum pada seluruh superkonduktor cuprate.
Fundamental baru dari material HTS tertentu adalah temperatur transisi
superkonduktor tertingginya (Tc). Tc tertinggi yang diklaim sejauh ini adalah 200
K. Temperature transisi tertinggi berarti hubungan penurunan pada pendinginan
yang memberikan material HTS keuntungan pengaplikasiannya.
Tantangan
Banyak hambatan pada praktik pengaplikasian HTS.
i. Sangat sulit untuk membuat material yang berguna dari HTSc, yang
mana adalah keramik rapuh yang ada pada beberapa fase dan
morfologi.
ii. Untuk mengontrol komposisi multi komponen ini pada kenaikan
temperature, dimana bentuk struktur superkonduksi temperature tinggi.
iii. Perubahan beberapa unsure adalah isu utama.
iv. Yang dibutuhkan untuk yang non reaktif, kesesuaian kisi dan
kesesuaian termal menimbulkan tantangan yang serius.
v. Cuprate panjang koherensi superkonduksinya pendek, empat atau lima
kali spasi Cu-Cu pada bidang supercurrents. Panjang koherensi yang
pendek berarti bahwa stichiometri local berpengaruh sangat kuat
seperti bagian dalam sebagai gap energy superkonduksi yang
mengindikasikan kekuatan superkonduktivitas.
vi. Karena gap energy pada cuprate memiliki simetri gelombang-d, derajat
tinggi dari orientasi kristal pada bidang Copper-Oxygen dibutuhkan.
vii. Titik batas memisahkan orientasi kristal yang berbeda sebagai
penghubung dan menjadi hambatan untuk aliran arus. Densitas arus
naik secara eksponensial dengan penurunan titik batas sudut
21
misorientasi. Kualitas sangat tinggi, titik batas free film perlu untuk
pangaplikasian gelombang mikro.
1.8.1 LSCO
Keluarga lanthanum dari Tc-tinggi telah ditemukan oleh Bednorz dan Muller pada
1986. Struktur LSCO ditunjukkan pada gambar 1.11
LSCO secara fisis adalah tiga material yang paling kuat, dan ikatan yang lebih
kuat itu lebih mudah untuk membesar (>1 cm) kristal tunggal. Eksperimen
hamburan neutron, yang mana penelitian struktur magnetic dari material, adalah
hal yang terbatas untuk mempelajari LSCO karena kebutuhannya untuk kristal
tunggal yang besar.
Tapi LSCO tidak dengan sukses dipelajari dengan STM, karena sejauh ini belum
sukses menjelaskan untuk mengisi permukaan datar secara otomatis dengan akses
langsung layer insulasi pada bidang CuO2 secara relevan.
Gambar. 1.11 Struktur Kristal LSCO
22
1.8.2 YBCO
Yttrium Barium Copper Oxide, YBCO, adalah temperature tinggi kedua
superkonduktor yang dibuat. Seperti La2CuO4, YBCO adalah tembaga oksida
yang berasal dari komposit logam. YBCO memiliki temperature kritis sekitar 92
K. untuk kali pertama superkonduktor memiliki temperature kritis yang
memperbolehkannya untuk didinginkan dalam nitrogen cair, 77 K, yang mana
dengan mudah untuk dipegang dan lebih murah untuk membeli daripada helium
cair. Meskipun YBCO potensial untuk diproduksi dengan lebih murah dan
renggangan kritis yang lebih tinggi daripada Bi-Sr-Ca-Cu-O, hal tersebut
merupakan poin negative yang dijaga dari pilihan ideal untuk komposisi magnet.
YBCO dibatasi pada inti tunggal, bentuk rekaman sebab harus dalam bentuk yang
berlapis-lapis. Konsup arus untuk desain multifilamentri sangatlah sulit untuk
diproduksi secara konsisten. Juga, densitas arus kritis teknis (JE) itu jauh lebih
rendah disbanding Bi-2212.
YBCO adalah material pertama untuk dipecah pada batas temperature 77 K
(nitrogen cair). Optimal Tc saat ini > 90 K. Struktur YBCO ditunjukkan
selanjutnya. YBCO mungkin yang paling tinggi untuk dipelajari karena yang
paling bersih dan kristal yang paling diinginkan. Tapi studi YBCO juga dapat
sangat membingungkan karena ada dua bidang CuO: bidang persegi dan bidang
rantai. Dengan analogi keluarga lain HTSC, hal ini menjelaskan bahwa origin
superkonduktivitas pada bidang kotak, tapi ini sulit untuk mengisolasi perilaku
dari bidang.
YBCO digunakan dalam studi resonansi magnet nuklir (NMR), yang mana
meneliti distribusi spasial medan magnet. Hal ini karena YBCO dengan baik
menjelaskan semua atom dari jenis partikel akan ada dalam lingkungan elektronik
yang sama (tidak benar untuk BSCCO atau LSCO).
23
Gambar. 1.12 Struktur Kristal YBCO
1.8.3 TI – berdasarkan superkonduktor
Thallium berdasarkan superkonduktor memiliki nilai Tc yang tertinggi dalam
superkonduktor cuprate tapi sulit untuk mengisi pada bentuk murni karena sifat
asli thallium. Perawatan khusus diperlukan preparasi thallium dari sampel.
1.8.4 Bi – berdasarkan superkonduktor
BSCCO ditemukan pada 1988. BSCCO sendiri dapat memiliki 1, 2, atau 3 bidang
CuO, dengan Tc bertambah dengan nilai bidang. Bismuth dapat juga diganti
dengan thallium atau merkuri, yang mana pada Tc material tertinggi yang
diketahui (142 K).
BSCCO bersaing dengan YBCO sebagai materi dengan teknologi yang
paling berguna. YBCO telah digunakan dalam aplikasi medan magnet karena
lebih mudah untuk pin fluks. YBCO dapat digunakan untuk menaikkan Tc
SQUIDS dengan grain-boundary Josephson junction. Temperature operasinya
yang lebih tinggi membuatnya mudah untuk mempelajari material biologi hidup.
BSCCO telah dijadikan kabel superkonduktor (dengan perak) dan ditempatkan
pada grid daya Detroit tapi masalah dalam vakum maintening menghambat
kesuksesan dari pengoperasiannya. Struktur BSCCO diperlihatkan pada gambar di
bawah ini.
24
Gbr. 1.13 Struktur Kristal BSCCO
1.9 Superkonduktor BSCCO
1.9.1 Ulasan superkonduktor BSCCO
Sejak ditemukannya superkonduktivitas temperatur tinggi pada sistem Bi-Sr-Ca-
Cu-O oleh Hiroshi Maeda dari National Research Institute for Metal pada 5pm
Natal 1987, sejumlah studi telah diklakukan untuk system ini. Pada system Bi-
based, tiga fase telah diobservasi dengan rumus umum Bi2Sr2Can-1CunO2n+n+δ
dimana n=1 (2201), n=2 (2212), n=3 (2223) yang berhubungan dengan
temperature superkonduktor 10K, 85K, 110K, secara masing-masing.
1.9.2 Fase BSCCO
(BiPb)2Bi2Sr2Can-1CunO2n+n+δ (Bi-2223)
Fase 2223 dianggap sebagai salah satu dari teknologi fase Tc yang paling
signifikan dalam system Bi-Sr-Ca-Cu-O yang sulit untuk disiapkan dalam bentuk
25
asli atau berubah pada fase 2212 (85K). hal tersebut telah diobservasi bahwa
subtitusi parsial dari Bi oleh peningkatan Pb yang preparasi mendekati material
fase tunggal 2223 dan Tc bertambah. Penambahan timah pada hasil pembuatan
solusi superkonduktivitas padat Bi2-xPbxSr2Ca2Cu3Oδ oleh subtitusi parsial bismuth
(bi) dan konten optimal timah ‘x’ ada diantara 0.3 dan 0.4. Hal tersebut telah
dilaporkan bahwa subtitusi timah untuk bismuth efektif untuk stabilisasi dan
proses formasi fase Tc tinggi. Hal tersebut juga ditemukan pada fase Ca2PbO4,
yang mana terbentuk dari heat treatment, hal yang perlu dijalankan dalam formasi
fase Tc tinggi. Berbagai metode untuk meningkatkan fase 2223 telah dilaporkan.
Temperature kritis tinggi (~ 110K) membuat Bi-2223 menjadi material yang
tinggi untuk dipelajari dan karena lapisan ekstra dari bidang CuO2 terkandung
didalamnya. Bi-2223 membutuhkan bubuk prekurson dengan densitas tinggi.
Sayangnya, komponen ini mudah hilang sepanjang proses heat treatment. Heat
treatment dari Bi-2223 merupakan proses yang panjang, yang harus dengan hati-
hati, atau material akan jatuh pada fase kedua BiSrCaCuO, Bi-2212 dan fase, Bi-
2212 dan pengendapan fase kedua.
Bi2Sr2CaCu2O8+y (Bi-2212)
Bi-2212 adalah fase kedua Bi2Sr2Can-1CunO2n+n+δ . material ini memiliki
temperature kritis (~ 95K). Kemampuan untuk mengkristalkan kembali Bi-2212
mengikuti rentang geometri konduktor dan metode processing. Bi-2212 juga
memiliki density arus yang lebih tinggi pada medan magnet tinggi pada suhu
rendah daripada superkonduktor lainnya, termasuk Bi-2212.
1.9.3 Struktur Kristal
Analisis struktur kristal termasuk mikrostruktur itu penting tidak hanya untuk
memahami Tc tinggi superkonduktor tapi juga untuk menemukan pemahaman
tentang penjelasan material baru. Kata kunci untuk mencapai Tc tinggi dalam Bi
adalah koeksistensi dari dua jenis elemen alkali tanah, Sr dan Ca. ion Ca
mengaktifkan lapisan CuO2 menjadi bertumpukan, yang membuat peningkatan Tc.
Transisi temperature Tc antara superkonduktif dan nonsuperlonduktif tergantung
26
pada konsentrasi muatan pada bidang CuO2, yang mana sangat berhubungan
dengan struktur dalam reservoir dan nilai bidang CuO2. Fase Bi-2201, Bi-2212,
Bi-2223 memiliki lapisan CuO2 tunggal, ganda, dan lipat tiga dalam sub unit sel
secara masing-masing dan bidang yang lebih banyak berhubungan dengan nilai Tc
(R=0). Semua fase lipat tiga ada pada lapisan konduktif dan lapisan reservoir
beban. Tc dan parameter kisi dari tiga system ditunjukkan pada tabel 1.1.
Tabel 1.1 Temperatur transisi dan parameter kisi dari superkonduktor BSCCO
Empat poin skema penamaan
Nilai yang digunakan untuk mengidentifikasi fase BSCCO mendiskripsikan
lapisan atom dalam struktur unit sel dari sampel.
Masukan pertama: lapisan insulasi tunggal ada diantara blok yang berdekatan
dengan lapisan CuO2 . Hal ini ditunjukkan pada bagian
hijau dan merah pada gambar 1.8.
Masukan kedua: dua lapisan yang bersela diantara blok bidang CuO2 yang
berdekatan. Lapisan yang bersela pada struktur ini
ditunjukkan pada bagian hijau.
Masukan ketiga: dua lapisan yang bersela berada pada blok bidang CuO2 .
bagian yang terpisah lainnya ada satu lapisan CuO2 pada
blok. Lapisan yang terpisah ini pada struktur ditunjukkan
pda bagian biru muda.
Masukan keempat: tiga lapisan konduksi CuO2 berada pada blok konduksi.
Tiga lapisan itu terdiri dari lapisan planar persegi tunggal
27
(merah) dan satu lapisan pada bagian dasar masing-masing
pyramid.
Gambar. 1.14 Struktur yang menjelaskan empat skema penomoran.
Struktur kristal Bi2Sr2CuO6
Untuk fase Bi-2201 penyusunan lapisan atom yang paling sederhana ditunjukkan
oleh, (BiO)2 / SrO / CuO2 / SrO / CuO2 / SrO / (BiO)2
Struktur kristal pada fase ini terdiri sari lapisan piramida segi empat Cu, yang
mana bertumpuk diantara dua lapisan SrO. Dalam lapisan Bi2O2, Bi ada di dalam
struktur oktahedral terdistorsi. Parameter kisi adalah a = 5.39 A dan c = 24.6 A.
Lapisan BiO berada di bagian bawah struktur kristal san atom Cu berhubungan
adengan 6 atom oksigen dalam struktur octahedral. Pada Bi-2201 hanya terdapat
satu lapisan CuO2 atau tidak ada Ca. Gambar 1.9 adalah model sel unit dasar dari
fase 2201.
28
Gambar. 1.15 Struktur kristal Bi-2201
Struktur kristal Bi2Sr2CaCu2O8
System Bi-2212 memiliki atom Cu dalam kondisi piramida segi lima, satu bidang
dengan lapisan tipis yang terpaket dari kation tunggal, Ca. Gambar 1.10 adalah
model sel unit dari fase2212 yang paling sederhana. Struktur memiliki simetri
pseudo tetragonal dengan parameter kisi a = b 5.4 A dan c = 30.7 A. struktur
mempunyai empat formula unit dan dinotasikan dengann sederhana oleh
penyusunan bidang atom sacara berurutan (BiO)2 / SrO / CuO2 / Ca / CuO2 / SrO /
(BiO)2 / SrO / CuO2 / Ca / CuO2 / SrO / BiO2. Bidang ini dapat dipisahkan menjadi
dua lapisan. Lapisan pertama terdiri dari SrO / CuO2 / Ca / CuO2 / SrO , yang
mana memiliki tipe struktur perovskit. Fungsi bidang CuO2 sebagai bidang
konduksi untuk arus superkonduksi. Yang lainnya adalah lapisan SrO / (BiO)2 /
SrO, yang mana memiliki struktur dari tipe NaCl. Bidang BiO2 berkontribusi
untuk mengisi reservoir.
29
Gambar. 1.16 Struktur Kristal Bi-2212
Struktur Kristal dari Bi2Sr2Ca2Cu3O10
System Bi- 2223 memiliki sebuah struktur berbentuk tetragonal, dalam system ini, tiga lapisan dari CuO2 disisipi oleh dua lapisan Ca. Pada lapisan tengan CuO2, Cu(2) merupakan koordinat planar sebanyak empat kali lipat. Lapisan CuO2 / Ca / CuO2 / Ca / CuO2 ini dijepit diantara lapisan alkali tanah, SrO dan oleh dua lapisan dari atom-atom BiO. Parameter kisi dari unit sel yang dihitung menggunakan difraksi sinar-x yaitu a≅ b ≅ 5.4 Å dan c ≅ 37 Å. Gambar 1.11 adalah sebuah model dasar unit sel dari fasa 2223.
30
APLIKASI SUPERKONDUKTOR
Berdasakan Resistansi Nol> Transmisi Daya
> Superkonduktivitas Magnets (Volum dan Homogenitas Besar)
[MRI]> Motor DC
> Generator AC
Berdasarkan Efek Meissner
> Magnetic Shielding> Lavitating Trains
Berdasarkan Efek Josephson> SQUIDS
> Uji Non-Destruktif> Eksplorasi Mineral
> Computer Switches dan Memories> Detektor Radiasi
> Elemen Logic
Gambar 1.17 Strutur Kristal dari Bi – 2223 [61]
1.10 Aplikasi
Aplikasi dari superkonduktor yang didasarkan pada resistansi nol, efek Meissner dan efek Josephson ditunjukkan pada bagan dibawah ini [60].
31
BAB II
METODE EKSPERIMEN DAN TEKNIK KARAKTERISASI
2.1 Persiapan Sampel
Banyak metode yang telah dikembangkan untuk tujuan menghasilkan sebuah oksida superkonduksi. Penyusunan serbuk diskalsianasi dapat dicapai melalui proses pada keadaan padatan atau pada fase cair. Pada Proses pada keadaan padatan, oksida logam dan karbonat dicampur, dikalsinasikan, kemudian dilumatkan, menghasilkan serbuk kalsinasi, dimana serbuk kalsinasi tersebut oleh proses fase cair diperoleh dari dekomposisi campuran precursor, yang disintesis pada fase cair.
Metoda sintesis dari oksida supercoduksi secara skematis ditunjukkan pada gambar 2.1 [62].
Gambar. 2.1 Proses fabrikasi oksida superkonduksi
32
Proses Fabrikasi Oksida Superkonduksi
Proses dalam Padatan
Metode reaksi dalam Padatan
Metode Sintering
serbuk
Prose Fase Cair
Metode Larutan Kimia
Metode Lelehan
Proses Fase Gas
CVD Halida MOCVD
2.1.1 Bahan Yang Digunakan
Sampel superkonduktor dengan basis Bi dipersiapkan dengan menggunakan 99,99% serbuk murni dari Bi2O3 (Alfa Aesar), PbO (BDH), SrCO3 (Merck), B2O3, Sm2O3, Tb4O7, CaCO3 (Merck), CuO (Fluka) yang digunakan sebagai materi awal. Materi tersebut secara hati-hati ditimbang dengan ketelitian 0.1 mg dan kemudian dicampur dengan baik dalam mortar batu akik untuk memberikan nominal komposisi Bi1.6Pb0.4Sr2Ca2Cu3O10+δ.
2.1.2 Kalkulasi Rasio Molar
Bi : Pb : Sr : Ca : Cu
372.77 : 89.27 : 295.26 : 200.18 : 238.62
UNtuk menormalisasikan, bagi dengan angka terkecil misalnya 89.27
4.17 : 1 : 3.31 : 2.24 : 2.67
Jumlahkan seluruh rasio
4.17 + 1 + 2.24 + 2.67 = 13.39 g
Total lelehan : 13.39 g
Untuk 30 g sampel,
Dengan metode unitary = 1
13.39×30=2.24
Kalikan dengan masing-masing rasio dengan 2.24
9.34 : 2.24 : 7.41 : 5.02 : 5.98
Jumlahkan seluruh rasio yang telah dikalikan
9.34 + 2.24 + 7.41 + 5.02 + 5.98 = 29.99 g
Total lelehan : 29.99 g
2.1.3 Timbangan Berat
Materi yang akan digunakan ditimbang dengan sangat akurat dengan akurasi hingga 0.1 mg menggunakan timbangan Shimadzu (Libror AEG-120G).
33
2.1.4 Mortar dan Penumbuk Batu Akik
Setelah pencampuran, serbuk tersebut digiling pada mortar. Selama penggilingan, treatment panas intermediate diperlukan untuk keseragaman dan untuk mengurangi ukuran partikel. Mortar digunakan untuk menngiling padatan menjadi bentuk serbuk yang halus tetapi dibawah kontrol yang ketatuntuk meminimalisir kontaminasi.
2.1.5 Penekan Hidrolik
Pelet dari serbuk kalsinasi dibuat sebelum sintering. Kekompakan dari pellet bergantung pada ukuran partikel, tekanan yang dikenakan dan durasi. Penekan hidrolik Graseby memiliki tekanan maksimum 15 ton yang digunakan untuk menekan serbuk precursor secara uniaksial.
2.1.6 Tungku Suhu Tinggi
Untuk mendapatkan perlakuan panas seperti proses kalsinasi, sintering dan anil, digunakan tungku elektrik dengan suhu tinggi. Tungku Carbolaite-1300 dilengkapi dengan pengontrol suhu yang dapat diatur hingga mencapai suhu maksimum 1300˚C yang digunakan dalam laboratorium.
2.2 Teknik Pengolahan
Teknik pengolahan yang berbeda digunakan untuk produksi bahan Tc tinggi untuk aplikasi praktis.
2.2.1 Metode Serbuk Dalam Tabung
Penelitian secara luas telah dilakukan pada Superkonduktor High – Tc (HTS) kearah penggunaan praktis kawat HTS, yang digunakan pada nitrogen cair (77K) sejak ditemukannya pada 1986. Saat ini kawat superkonduktor (Bi,Pb)2Sr2Ca2Cu3Ox (Bi2223) [Tc ≈ 110K] adalah sebuah kawat HTS yang cukup menjajikan untuk digunakan secara praktis. Metode manufaktur dari kawat superkonduksi Bi – 2223 disebut metode Serbuk Dalam Tabung [Powder In Tube – PIT] seperti tampak pada gambar 2.6.
34
Gambar 2.6 Proses dasar manufaktur dari Bi-2223 kawat superkonduksi (Metode Serbuk Dalam Tabung) [63]. Izin oleh SEI untuk memproduksi gambar.
2.2.2 Reaksi Dalam Padatan
Metode reaksi dalam padatan adalah metode yang paling sering digunakan untuk persiapan sampel BSCCO [51,52]. Serbuk oksida precursor di paletisasi kemudian di-sintering (pemanasan dibawah titik lelehnya) untuk mendapatkan fase Tc tinggi. Siklus pemanasan dapat divariasikan pada rentang suhu dan durasi.
2.2.3 Melt Quenching
Teknik melt quenching konvensional merupakan salah satu proses pelelehan untuk menghsilkan bahan fase tunggal dengan Tc tinggi [64,69]. Meskipun bahan fase tunggal sangat berguna karena suhu ditingkatkan hingga mencapai suhu kritisnya, namun dalam apliksinya, penggunaan rentang suhu yang lebar sangat penting, dan hal tersebut dapat diperoleh dari bahan multifase. Produksi bahan fase tunggal sangat penting dalam penggunaan praktis dari oksida superkonduksi Tc tinggi karena batas butiran dari bahan ini bertindak sebagai hubungan yang lemah. Selain itu, kristal Quench Melt Growth (QMG) sangat menarik dalam aplikasinya karena memiliki sifat Jc yang sangat bagus, Kristal QMG dapat digunakan sebagai magnet superkonduksi, bantalan superkonduktor dan current leads. Meskipun pemahaman tentang ilmu bahan superkonduktor berbasis Bimasih sangat terbatas dan proses optimasi untuk saat ini agak besifat empiris, namun memiliki perkembangan ke tahap komersial, yang dapat diterima secara mekanika dan densitas arus praktis dalam rentang 30 – 77 K. Selain terdapat kurangnya pengetahuan tentang daerah konsentrasi dimana 2223 berada dalam keseimbangan di dalam cairan, tetapi beberapa karya menunjukkan kelayakan kristalisasi 2223 dari lelehan [70,71].
35
Bubuk prekursor yang dihasilkan meleleh dalam wadah platinum dalam tanur listrik (Carbolite 1300). Cairan kemudian dipadamkan dengan menekan cairan cor antara dua blok dari stainless steel. Ketebalan sampel adalah ~ 1cm. Seperti rongga di mana sampel dipadamkan memiliki ukuran yang sama untuk semua blok, sehingga ketebalan semua sampel adalah sama.
Gambar 2.7 Teknik Melt Quenching
Program suhu yang diadopsi untuk menyiapkan sampel dari melt quenched diberikan sebagai berikut,
Gambar 2.8 Program suhu yang diadopsi untuk menyiapkan sampel
36
2.3 Karakterisasi Sampel
Sampel dikarakteisasi secara elektris, suhu analitis dan struktural serta sfat yang dipelajari dibandingkan dengan karakteristik yang telah diketahui dari bahan ini yang diperoleh dari literature.
2.4 Resistivitas Elektrik Dc
Empat teknik standart probe digunakan untuk karakterisasi dari sampel superkonduktor. Pasta perak digunakan untuk membuat kontak pada sampel, resistansi kontak berada pada urutan 0.1 Ω atau lebih rendah. Pengukuran resistivitas dilakukan dari suhu 77K hingga 140K oleh empat konfigurasi probe dengan 1μV/cm digunakan sebagai criteria untuk pengukuran Jc. Janis Cryostat (VPF-700) dilengkapi dengan pompa Turbo Molekular (Edwards) dan pengontrol suhu (Lake Shore-331) telah digunakan untuk pengukuran resistansi terhadap suhu nitrogen cair. Arus konstan sebesar 10 mA dilewatkan pada sampel, dengan bantuan sumber arus konstan (Keithley Model – 196). Termokopel tipe-K digunakan untuk pengukuran suhu.
Gambar 2.8 Janis Cryostat VPF-700
37
2.5 Difraksi Sinar-X
Difraksi sinar-X merupakan alat karakterisasi yang dapat digunakan untuk menentukan perbedaan sifat bahan termasuk struktur Kristal, orientasi butir, perubahan parameter kisi atau membedakan fase dalam bahan multi-fase.
2.5.1 Dalil Bragg
Difraktometer sinar –X bekerja menurut prinsip dalil Bragg.
2d Sin θ = n λ (2.1)
Dalil Bragg menyatakan bahwa untuk sinar-X dengan panjang gelombang tunggal (λ), terdapat hubungan antara jarak bidang atom (dhkl) dan sudut (θ) dimana sinar-X yang terdifraksi akan saling mempengaruhi secara konstruktif. Cara sedehana untuk memahami bagaimana dalil ini dapat membantu mengkarakterisasi bahan adalah dengan memahami bahwa bahan Kristal yang berbeda memiliki jarak planar yang berbeda pula, sehingga difraksi konstruktif akan terjadi pada sudut yang berbeda tergantung dari bahan. Jika interfernsi ini diplot terhadap dua sudut maka lokasi puncak konstruktif akan berubah bergantung pada bahan yang sedang diperiksa. Sekarang kita tahu bahwa dengan kristal tiga dimensi, banyak terdapat bidang atom, oleh karena itu sebuah bahan akan memiliki banyak puncak, tetapi semua terletak pada sudut yang spesifik terhadap jarak antara bidang atom tersebut. Plot ini dikenal dengan pola difraksi sinar-X dan dapat digunakan untuk identifikasi bahan.
Pola XRD dari sampel dalam jumlah besar (setelah 240 jam sintering) terekam pada suhu ruang menggunakan (Philips 3710) difraktometer dengan radiasi Cu-Kα pada rentang 2θ (20˚-80˚) dengan tahapan pindai berukuran 0.02. pengukuran berakhir pada suhu ruang sejak tidak ada perubahan bahan superkonduktor sebelum dan sesudah transisi. Data XRD digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan fase yang diperlihatkan pada parameter kisi dan sampel. Gambar 2.9 menunjukkan skematik XRD [72].
38
Gambar 2.9 Skema dari system XRD
2.5.2 Pengukuran Densitas dan Porositas
Densitas bulk dari sampel superkonduktor diukur menggunakan metode perendaman cairan [73.74]. Toluene digunakan sebagai cairan untuk menimbang sampel. Densitas bulk dihitung berdasarkan hubungan :
Densitas sampel = berat sampel diudara
perubah an bobot×densitas Toluene
(2.2)
Densitas sinar-X dari sampel dihtung dengan parameter kisi (a b c ) yang dihasilkan dari data XRD.
Pengguanan parameter kisi densitas XRD dihitung sebagai berikut.
Sampel yang digunakan adalah poli kristal, Tc-tinggi dan Tc-rendah.
ρXRD = ρXRD(2223) + ρXRD(2212)
Densitas BSCCO = % densitasdari 2223+%dens itas dari2212
2
39
Volume unit sel dari BSCCO = ½ (volume unit sel 2223)(fraksi volume 2223)
+ (volume unit sel 2212)(fraksi volume 2212)
1 mol = 6.02 x 1023 molekul
Volume 1 mol BSCCO = (6.02 x 1023)(volume unit sel BSCCO) cm3
Berat formula BSCCO = 1023.28 gm
1 mole = 1023.28 gm = berat formula BSCCO
Densitas = berat / volum
Densitas XRD = berat formula BSCCO gm
volume1 mol BSCCO cm3
Porositas sampel yang didinginkan dengan kuningan, baja, tembaga dan perunggu diukur menggunakan hubungan.
Porositas = 1 - ρBulk
ρXRD (2.3)
2.6 Pemindaian Menggunakan Mikroskop Elektron
Mikroskop pemindai elektron (Scanning elektrone microscope / SEM) telah digunakan secara luas dalam analisis struktur mikro sebuah spesimen dan komposisi fase. Satu alasan untuk popularita alat ini adalah tersedianya resolusi tinggi, atas berbagai perbesaran. Sebuah SEM bekerja dengan membombardir sebuah spesimen dengan sebuah berkas elektron yang terfokus dengan baikyang memindai seluruh permukaan. Berkas ini berinteraksi dengan sebuah area pada permukaan sampel dan menghasilkan elektron sekunder, elektron backscaterred, elektron auger dan karakteristik sinar-X. sebuah detetktor yang berbeda digunakan untuk tiap emisi, bergantung pada informasi apa yang dibutuhkan.
Elektron sekunder memiliki energi relatif rendah (~ 10 eV) dan dipancarkan dari sebuah Volume mendekat ke permukaan, dekat daerah dampak berkas. Elektron ini membawa informasi mengenai topografi permukaan spesimen. Elektron backscattered membawa energi yang lebih tinggi (5-40 keV) dan menekan spesimen lebih jauh dibanding elektron sekunder. Elektron backscattered
40
mentransmisikan informasi pada komposisi kimia spesimen, orientasi kristal, dan selama interaksi dengan elektron sekunder, topografi permukaan dengan baik.
Gambar 2.10 Mikroskop Pemindai Elektron
2.7 Spektroskopi Energi Dispersive
Karakteristik sinar-X dihasilkan ketika berkas elektron menumbuk sebuah elektron dari kulit dalam atom, meninggalkan kekosongan. Ketika elekteron kulit luar mengisi kekosongan ini, dengan demikian kembali pada keadaan dasar, sinar-X yang dirilis dalah karakteristik dari atom yag tereksitasi. Deteksi sinar-X ini dilakukan dengan spektrometer energi dispersif (Energi Dispersive Spektrometer / EDS), yang mana perangkat dalam adatan yang membedakan antara energi-energi sinar-X. hal ini akan menyediakan informasi komposisi dari berbagai fase untuk elemen dengan berat atom lebih besar dari Na (~23 sma).
2.8 Karakteristik Termo Analitik
Analisis termal adalah nama yang diterapkan pada sebuah kumpulan teknik yang memeiliki prinsip pengoperasian yang umum, seperti sebuah sampel yang dipanaskan atau didinginkan yang diatur oleh program, beberapa sifat fisis sampel direkam sebagai sebuah fungsi temperatur pada sebuah kurva analisis termal. Tiga pertimbangan lebih lanjut harus dipenuhi pada analisis termal seperti yang biasa dipraktekkan.
41
i. Sifat fisis dan suhu sampel seharusnya diukur secara kontinyu bukan sesekali.
ii. Kedua parameter ini direkam secara otomatis.iii. Suhu sampel seharusnya naik atau turun pada laju yang sama.
Tujuan utama melakukan pengukuran analisis termal jarang hanya untuk evaluasi dari pengukuran sifatnya sendiri sebagai fungsi temperatur, melainkan menggunakan kurva analisis termal untuk mempelajari perubahan baik fisis maupun kimiawi yang diukur pada sampel yang dipanaskan. Interpretasi kurva analisis termal, yang terdiri dari hubungan-hubungan komponennya, kurva temperatur (puncak kurva, diskontinyuitas, perubahan kemiringan, dll) terhadapkejadian termal yang mungkin pasda sampel, seperti reaksi kimia atau transisi fisis yang dihasilkan dari perubahan suhu pada sampel.Karakteristik termoanalisis dari sampel dilakukan untuk mempelajari suhu kristalisasi dan lelehan yang disajikan padafase-fase yang berbeda. Kumpulan fase sangat bergantung pada perlakuan panas suhu dan durasi.
2.8.1 Kalorimetri Pemindaian Diferensial
Kalorimetri pemindaian diferensial (diferential scaning calorimetry / DCS) bergantung pada perbedaan energi yang diperlukan untuk menjaga sampel dan acuan pada suhu yang sama.DCS bekerja menggunakan prinsip bahwa sampel dan acuan dipanaskan pada suhu yang sama. Setiap kali terdapat penyerapan panas pada sampel, suhu dari sampel selalu tertinggal dari acuan, sehingga panas yang diberikan pada sampel oleh sumber untuk menjaga suhu sama dengan acuan. Demikian pula ketika panas dilepaskan oleh sampel, suhu sampel dibandingkan dengan acuan, sehingga panas diberikan ke sink untuk menjaga suhu sama dengan acuan. Aliran panas ini diplot sebagai fungsi temperatur.Suhu kaca transisi Tg dan suhu kristalisasi Tx dianalisa menggunakan DCS (Perkin Elmer DSC-7). DSC dapat digunakan untuk menentukan panas fusi dari ΔHm fase kristal dan derajat kristalisasi, kinetika kristalisasi, kapasitas panas Cp, miscibility pada campuran polimer dan struktur relaksasi, seperti relaksasi entalpi selama proses penuaan fisik.Operasi suhu pada rentang Perkin Elmer DSC-7 dari suhu ruang hingga 600˚c, ketika sampel disegel dalam panci alumunium. Perbedaan tingkat pemanasan dan lingkungan pemanasan dapat digunakan.
2.8.2 Analisis Diferensial Termal
Pada analisis termal diferensial (differential thermal analysis / DTA) , perubahan suhu yang terjadi antara sampel dengan bahan inert acuan diukur, ketika keduanya
42
mendapatkan perlakuan panas yang sama. Perubahan suhu ini kemudian diplot terhadap waktu atau terhadap temperatur. Perubahan pada sampel yang disebabkan absorbsi atau evolusi panas dapat dideteksi relatif terhadap inert acuan. Suhu diferensial juga dapat timbul diantara dua sampel inert ketika respon mereka terhadap perlakuan panas yang diterapkan tidak identik. Sehingga DTA dapat digunakan untuk mempelajari sifat termal dan perubahan fase yang tidak menyebabkan perubahan entalpi. Dasar dari kurva DTA kemudian harus menunjukkan diskontinuitas pada suhu transisi dan kemiringan kurva pada setiap titik akan bergantung pada konstitusi struktur mikro pada suhu tersebut.
Sebuah kurva DTA dapat digunakan sebagai sidik jari untuk tujuan identifikasi, sebagai contoh, dalam studi tanah liat dimana kesamaan struktur bentuk yang berbeda membuat percobaan difraksi sulit untuk diintepretasikan.
Area dibawah puncak DTA dapat dihubungkan terhadap perubahan entalpi dan tidak berpengaruh terhadap kapasitas panas sampel. DTA dapat didefinisikan secara formal sebagai suatu teknik untuk merekam perbedaan suhu antara substansi dan bahan referensi baik terhadap waktu atau temperatur sebagai dua spesimen dikenakan rezim suhu identik dalam lingkungan yang dipanaskan atau didinginkan pada tingkat yang terkendali.
Gambar 2.12 (a) Sel DTA Gambar 2.12 (b) Skema sel DTA
Kinetik kristalisasi sampel diteliti dengan menggunakan DTA non-isotermal (Perkin Elmer DTA-7). Tingkat pemanasan yang bervariasi ( 5 - 20˚C/min) dapat digunakan untuk memanaskan sampel dalam lingkungan berbeda ( Udara, oksigen, nitrogen, argon). Operasi temperatur pada rentang Perkin Elmer DTA-7 dari suhu ruang hingga 1600˚C.
43
2.8.3 Analisis Gravimetrik Termal
Thermo Gravimetric Analysis (TGA) mengukur penurunan atau kenaikan berat pada sampel ketika diberikan panas. Thermo Gravimetric Analyzer (Perkin Elmer TGA – 7) digunakan untuk analisis sampel BSCCO pada rentang suhu 30 - 1000˚C. Kenaikan berat menggambarkan difusi oksigen kedalam interior sampel pada suhu tersebut. Penurunan berat menggambarkan efusi dari gas yang terserap dalam sampel. Tingkat pemanasan yang bevariasi (5-1000˚C) dapat digunakan untuk memanaskan sampel pada lingkungan berbeda (udara, oksigen, nitrogen, argon dll ). Kinetik kristaliasi ditentukan menggunakan model dari Bansal dan Doremus [75].
44