21
Jurnal Studi Ekonomi dan Bisnis Islam Volume I, Nomor 1, Juni 2016 -1- PENYERTAAN AKAD WAKALAH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH (Studi Di BNI Syariah Cabang Kendari) Ummi Kalsum & Eka Rizky Saputra Fakultas Ekonomi & Bisnis Islam IAIN Kendari E-mail: [email protected] Abstract Inclusion wakalah in murabaha financing is an innovative banking practitioners, hybrid contract, an agreement the two parties to implement a contract that contains two or more contract. Wakalah wal Murabahah is a financing agreement of sale and purchase, the bank as the seller has set aside and delegate to the customer as a buyer to purchase their own items needed on behalf of a third party bank independently. This study aims to determine the implementation of inclusion wakalah on murabaha financing at BNI Syariah Branch Kendari and economic overview of Islam against the inclusion of such contract. This study is a qualitative research using interview, observation and documentation to collect data, and then processed and analyzed by the reduction step, presentation and conclusion. Based on the nature and purpose, this study included descriptive exploratory study. The approach used in this study is normative. Based on the results of the study found a discrepancy between the implementation of inclusion wakalah on murabaha financing at BNI Syariah Branch Kendari with a scheme provided by the bank. First, themurabaha contract which should be done after the customer as the representative of the bank buys the goods to the supplier turned out to be held in conjunction with wakalah. Second, purchasing goods over to the customer representative was not in the name but in the name of customers bank itself. Third, funding the purchase of goods that should be paid directly by the bank to the supplier turned out to be melted first by transferring to customers' accounts.In the perspective of Islamic economics, murabaha wal wakalah included in this type of merger contract are allowed, but each pillar and second terms in this contract must be fulfilled if it will be combined. However, in practice, the financing murabaha wal wakalah happened in BNI Syariah Branch Kendari has invalidated one of the pillars and the terms of the sale and purchase namely the lack of traded goods and the goods are not the full property rights berakad parties. Offers to buy this kind of forbidden because included in the category of selling goods that are not owned, sell goods that is not your own and set a profit on goods that are not yet under control. Terms in wakalah also not fulfilled because the goods to be purchased has not become the property of the bank. The bank does not have a relationship of cooperation and agreement in the purchase agreements with suppliers of goods so that the purchasing process can not be delegated to the customer. Keywords: Inclusion, wakalah, murabaha financing, and BNI Syariah Branch Kendari

PENYERTAAN AKAD WAKALAHPADA PEMBIAYAAN

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENYERTAAN AKAD WAKALAHPADA PEMBIAYAAN

Jurnal Studi Ekonomi dan Bisnis Islam Volume I, Nomor 1, Juni 2016

- 1 -

PENYERTAAN AKAD WAKALAH PADA PEMBIAYAANMURABAHAH

(Studi Di BNI Syariah Cabang Kendari)

Ummi Kalsum & Eka Rizky SaputraFakultas Ekonomi & Bisnis Islam IAIN Kendari

E-mail: [email protected]

AbstractInclusion wakalah in murabaha financing is an innovative banking practitioners, hybridcontract, an agreement the two parties to implement a contract that contains two or morecontract. Wakalah wal Murabahah is a financing agreement of sale and purchase, thebank as the seller has set aside and delegate to the customer as a buyer to purchase theirown items needed on behalf of a third party bank independently.

This study aims to determine the implementation of inclusion wakalah onmurabaha financing at BNI Syariah Branch Kendari and economic overview of Islamagainst the inclusion of such contract. This study is a qualitative research using interview,observation and documentation to collect data, and then processed and analyzed by thereduction step, presentation and conclusion. Based on the nature and purpose, this studyincluded descriptive exploratory study. The approach used in this study is normative. Basedon the results of the study found a discrepancy between the implementation of inclusionwakalah on murabaha financing at BNI Syariah Branch Kendari with a schemeprovided by the bank. First, themurabaha contract which should be done after thecustomer as the representative of the bank buys the goods to the supplier turned out to beheld in conjunction with wakalah. Second, purchasing goods over to the customerrepresentative was not in the name but in the name of customers bank itself. Third, fundingthe purchase of goods that should be paid directly by the bank to the supplier turned out tobe melted first by transferring to customers' accounts.In the perspective of Islamiceconomics, murabaha wal wakalah included in this type of merger contract are allowed,but each pillar and second terms in this contract must be fulfilled if it will be combined.However, in practice, the financing murabaha wal wakalah happened in BNI SyariahBranch Kendari has invalidated one of the pillars and the terms of the sale and purchasenamely the lack of traded goods and the goods are not the full property rights berakadparties. Offers to buy this kind of forbidden because included in the category of selling goodsthat are not owned, sell goods that is not your own and set a profit on goods that are not yetunder control. Terms in wakalah also not fulfilled because the goods to be purchased has notbecome the property of the bank. The bank does not have a relationship of cooperation andagreement in the purchase agreements with suppliers of goods so that the purchasing processcan not be delegated to the customer.

Keywords: Inclusion, wakalah, murabaha financing, and BNI Syariah Branch Kendari

Page 2: PENYERTAAN AKAD WAKALAHPADA PEMBIAYAAN

Volume I, Nomor 1, Juni 2016 Jurnal Studi Ekonomi dan Bisnis Islam

- 2 -

Abstrak

Penyertaan akad wakalah dalam pembiayaan murabahah merupakan inovasi praktisiperbankan, hybrid contract, kesepakatan dua pihak untuk melaksanakan suatu akad yangmengandung dua akad atau lebih. Murabahah wal wakalah adalah akad pembiayaanjual beli, bank selaku penjual menyiapkan dana dan mendelegasikan kepada nasabah selakupembeli untuk membeli sendiri barang yang dibutuhkan atas nama bank dari pihak ketigasecara mandiri.

Kajian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi penyertaan akad wakalahpada pembiayaan murabahah di BNI Syariah Cabang Kendari serta tinjauan ekonomiIslam terhadap penyertaan akad tersebut. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yangmenggunakan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi untuk mengumpulkan data,kemudian diolah dan dianalisa dengan langkah reduksi, penyajian dan penarikankesimpulan. Berdasarkan sifat dan tujuannya, penelitian ini termasuk penelitian deskriptifeksploratif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif.Berdasarkan hasil penelitian ditemukan ketidaksesuaian antara implementasi penyertaanakad wakalah pada pembiayaan murabahah di BNI Syariah Cabang Kendari denganskema yang diberikan oleh pihak bank. Pertama, akad murabahah yang harusnyadilakukan setelah nasabah selaku perwakilan bank membeli barang kepada supplierternyata dilaksanakan bersamaan dengan akad wakalah. Kedua, pembelian barangmelalui perwakilan kepada nasabah ternyata bukan atas nama bank melainkan atas namanasabah itu sendiri. Ketiga, dana pembelian barang yang harusnya dibayar langsung olehbank kepada supplier ternyata dicairkan terlebih dulu dengan cara mentransfer ke rekeningnasabah. Dalam perspektif ekonomi Islam, murabahah wal wakalah termasuk dalamjenis penggabungan akad yang dibolehkan, tetapi setiap rukun dan syarat dalam keduaakad ini harus terpenuhi jika akan digabungkan. Namun pada prakteknya, pembiayaanmurabahah wal wakalah yang terjadi di BNI Syariah Cabang Kendari telahmenggugurkan salah satu rukun dan syarat dalam jual beli yaitu tidak adanya barangyang diperjualbelikan dan barang tersebut bukan merupakan hak milik penuh pihak yangberakad. Jual beli semacam ini terlarang karena termasuk dalam kategori menjual barangyang tidak dimiliki, menjual barang yang bukan milik sendiri dan menetapkan keuntunganatas barang yang belum berada dibawah kekuasaan. Syarat dalam akad wakalah jugatidak dipenuhi karena barang yang akan dibeli belum menjadi milik bank. Pihak bank tidakmempunyai hubungan kerjasama dan kesepakatan dalam perjanjian pembelian barangdengan supplier sehingga proses pembelian tidak dapat diwakilkan kepada nasabah.

Kata Kunci: Penyertaan, akad wakalah, pembiayaan murabahah, BNI SyariahCabang Kendari.

A. PendahuluanSektor perbankan dan keuangan

syariah mengalami kemajuan yangsangat pesat dan menghadapi tantangan

yang makin kompleks sehingga parapraktisi, regulator, konsultan, dewansyariah dan akademisi dituntut untuksenantiasa aktif dan kreatif dalam

Page 3: PENYERTAAN AKAD WAKALAHPADA PEMBIAYAAN

Jurnal Studi Ekonomi dan Bisnis Islam Volume I, Nomor 1, Juni 2016

- 3 -

memberikan respon terhadapperkembangan tersebut. Para praktisiharus kreatif melakukan inovasiproduk, regulator membuat regulasiyang mengatur dan mengawasi produkyang dilaksanakan oleh praktisi, DewanSyariah dituntut secara aktifmengeluarkan fatwa-fatwa yangdibutuhkan industri sesuai tuntutanzaman, dan akademisi pun dituntutmemberikan pencerahan ilmiah dantuntunan agar produk tidakmenyimpang dari prinsip-prinsipsyariah (Nursal, 2013: 1).

Diantara pilar penting untukmenciptakan produk perbankan dankeuangan syariah dalam merespontuntutan kebutuhan masyarakatmodern adalah terwujudnya multiakad.Bentuk akad tunggal sudah tidakmampu lagi merespon transaksikeuangan kontemporer yang terusberkembang dengan pesat. Multi akad(al-’uqud al-murakkabah) adalahmengumpulkan atau menggabungkanbeberapa akad menjadi satu akad, yaituterjadinya kesepakatan dua pihakuntuk melaksanakan suatu akad yangmengandung dua akad atau lebihsehingga semua akibat hukum akad-akad yang terhimpun tersebut, sertasemua hak dan kewajiban yangditimbulkannya dipandang sebagai satukesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan sebagaimana akibat hukumdari satu akad (Hasanudin, 2009: 3).

Murabahah merupakan akad jualbeli barang pada harga pokok dengantambahan keuntungan yang disepakati,dilaksanakan dalam satu transaksidengan wakalah, yaitu akad penyerahankekuasaan dari seseorang kepada oranglain untuk mengerjakan sesuatu yangdibolehkan oleh syara’ dan berlaku selamayang mewakilkan masih hidup (Suhendi,

2002: 233). Artinya, dengandisertakannya akad wakalah, maka pihakbank tidak secara langsung membelibarang yang dipesan oleh nasabah,melainkan mewakilkannya kepadanasabah itu sendiri agar memudahkanproses transaksi sehingga nasabah dapatmemilih sendiri barang yang diinginkansesuai dengan kriterianya. Praktek inisedikit berbeda dengan teori, di manadalam jual beli murabahah tidak terdapatproses wakil mewakilkan dalam halpembelian. Ada maupun tidaknyapesanan, penjual tetap membeli langsungdari penyedia barang untuk ditawarkandan dijual kembali.

Praktek ini tidak begitu sajadilakukan secara sepihak oleh banktanpa melalui keputusan danpersetujuan lembaga yang mempunyaikewenangan dalam mengatur danmengawasi kinerja perbankan syariah.Terbukti dengan terbitnya FatwaDewan Syariah Nasional (DSN) yangmembolehkan penyertaan akad wakalahpada pembiayaan murabahah, yangkemudian disusul dengandikeluarkannya Peraturan BankIndonesia yang menjadikanpenggabungan kedua akad tersebutmendapat legalitas dan kekuatanhukum sehingga sah untukdipraktekkan (Fatawa Dewan SyariahNasional No. 04 Tahun 2000). Namunjika ditelusuri lebih jauh dalam kitab-kitab hadits tentang jual beli, adabeberapa nash yang melarang dua akaddalam satu transaksi, karena padakenyataannya produk pembiayaan inimemang terdapat dua akad di dalamnyayaitu wakalah dan murabahah (jual beli)yang digabung dan dijadikan satutransaksi. Artikel ini merupakan hasilpenelitian tentang penyertaan akad

Page 4: PENYERTAAN AKAD WAKALAHPADA PEMBIAYAAN

Volume I, Nomor 1, Juni 2016 Jurnal Studi Ekonomi dan Bisnis Islam

- 4 -

wakalahpada pembiayaan murabahah diBNI Syariah Cabang Kendari.

Pendekatan yang digunakandalam penelitian ini adalah pendekatanstudi kasus.Studi kasus merupakanbagian dari jenis penelitian metodedeskriptif.Tujuan dari penelitiandeskriptif adalah untuk membuatdeskripsi, gambaran atau lukisan secarasistematis, faktual dan akurat mengenaifakta-fakta, sifat-sifat serta hubunganantar fenomena yang diteliti.Metodepenelitian dengan menggunakanmetode survey dengan pendekatankualitatif.

Sumber Data terdiri dari dataprimer merupakan keterangan yangdiperoleh langsung dari sumberpertama, yakni pimpinan cabang ataukaryawan/karyawati BNI SyariahCabang Kendari. Data sekunder adalahdata yang mendukung pembahasanberupa data-data yang sudah tersediadan dapat diperoleh dengan caramembaca, melihat atau mendengarkan(Sarwono, 2006: 210). Sumber datasekunder ini berupa buku-bukuperbankan syariah, buku fiqhmuamalah, himpunan Fatwa DSN-MUIdan peraturan Bank Indonesia yangberkaitan dengan masalah yangditeliti.Metode pengumpulan datadengan cara interview, observasi dandokumentasi.

B. Tinjauan Umum Tentang MurabahahSecara bahasa, murabahah adalah

‘bentuk mutual’ (bermakna saling) darikata ribh atau (ربح) ar-ribh (الربح) yangartinya keuntungan. Asal katanyaadalah rabiha yang berarti beruntung,ribhan yang berarti berlaba, warabahanyang artinya keuntungan danwarabaahan yang artinya laba (Munawir,

1997: 463). Kata ribh dalam Al-Qur’andengan makna keuntungan dapatdilihat pada Q.S. al-Baqarah/2: 16.Sementara al-bai’ (jual beli) adalahpertukaran sesuatu dengan sesuatuyang lain. Al-bai’ juga berarti sebuahmakna antonim, artinya al-bai’ (jual)bisa juga bermakna al-syira (beli).Masing-masing kata ini bersifatinterchangeable(Khin, 1989: 9).

Secara istilah, pada dasarnyaterdapat kesepakatan para ulama danekonom muslim dalam substansipengertian murabahah. Imam al-Kasanimenjelaskan, murabahah adalah bentukjual beli dengan diketahuinya hargapokok dengan adanya tambahankeuntungan tertentu (Kasani, tt: 226).Ibnu Abidin menyatakan bahwamurabahah adalah menjual harta bendayang dimiliki dengan harga pokokpembelian plus dengan tambahan marginyang disepakati mereka. Ia mensyaratkanbahwa barang yang diperjualbelikanmerupakan harta mitsli atau qimi yangdimiliki penuh oleh penjual sertamenyebutkan tingkat marginnya denganjelas (Abidin, 1992: 132-135).

Sementara dalam perspektifUndang-undang No. 21 tahun 2008tentang Perbankan Syariah, murabahahmerupakan produk finansial yangberbasis bai’ atau jual beli. Pengertianmurabahah ini diatur dalam Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentangPerbankan Syariah pasal 19 ayat (1)huruf d, dijelaskan bahwa murabahahadalah “akad pembiayaan suatu barangdengan menegaskan harga belinyakepada pembeli dan pembelimembayarnya dengan harga yang lebihsebagai keuntungan yang disepakati”.

Dari beberapa pengertianmurabahah di atas secara kongkrit bisa

Page 5: PENYERTAAN AKAD WAKALAHPADA PEMBIAYAAN

Jurnal Studi Ekonomi dan Bisnis Islam Volume I, Nomor 1, Juni 2016

- 5 -

digambarkan bahwa ada tiga pihakyang terlibat dalam murabahah, yaitu A,B dan C. A meminta B untukmembelikannya beberapa barang(komoditas). B tidak memiliki barang-barang yang dibutuhkan oleh A tetapi Bberjanji untuk membelikannya daripihak ketiga, yaitu C.1. Jenis Murabahah

a. Murabahah dengan pesananDalam murabahah jenis ini, penjualmelakukan pembelian barangsetelah ada pemesanan daripembeli. Murabahah denganpesanan bersifat mengikat atautidak mengikat pembeli untukmembeli barang yang dipesannya.Kalau bersifat mengikat, berartipembeli harus membeli barangyang dipesannya dan tidak dapatmembatalkan pesanannya.

b. Murabahah tanpa pesananDalam murabahah jenis ini bersifattidak mengikat. Murabahah tanpapesanan maksudnya, ada yangpesan atau tidak ada yangmemesan, bank syariahmenyediakan barangdagangannya. Penyediaan barangtidak terpengaruh atau terkaitlangung dengan ada tidaknyapembeli (Wasilah, 2009: 171).

Pembiayaan murabahah terbagikepada 3 jenis sesuai denganperuntukannya, yaitu: pertama,Murabahah Modal Kerja (MMK), yangdiperuntukkan untuk pembelianbarang-barang yang akan digunakansebagai modal kerja. Penerapanmurabahah untuk modal kerjamembutuhkan kehati-hatian,terutama bila objek yang akandiperjualbelikan terdiri dari banyakjenis, sehingga dikhawatirkan akan

mengalami kesulitan terutama dalammenentukan harga pokok masing-masing barang. Kedua, MurabahahInvestasi (MI), adalah pembiayaanjangka menengah atau panjang yangtujuannya untuk pembelian barangmodal yang diperlukan untukrehabilitasi, perluasan, ataupembuatan proyek baru. Ketiga,Murabahah Konsumsi (MK), adalahpembiayaan perorangan untuk tujuannonbisnis, termasuk pembiayaanpemilikan rumah, mobil (Karim,2004: 223). Pembiayaan konsumsibiasanya digunakan untuk membiayaipembelian barang konsumsi danbarang tahan lama lainnya. Jaminanyang digunakan biasanya berujudobjek yang dibiayai, tanah danbangunan tempat tinggal.

2. Ketentuan Umum MurabahahMenurut Syafi’i Antonio,

murabahah memiliki ketentuanumum, antara lain sebagai berikut(Antonio, 2001: 105):a. Jaminan. Pada dasarnya, jaminan

bukanlah suatu rukun atau syaratyang mutlak dipenuhi dalam jualbeli murabahah, demikian jugadalam murabahah KPP. Jaminandimaksudkan untuk menjaga agarsi pemesan tidak main-maindengan pesanan. Si pembeli(penyedia pembiayaan atau bank)dapat meminta si pemesan(pemohon atau nasabah) suatujaminan untuk dipegangnya. Dalamteknis operasionalnya, barang-barang yang dipesan dapat menjadisalah satu jaminan yang bisaditerima untuk pembayaran uang.

b. Utang. Secara prinsip,penyelesaian utang si pemesandalam traksaksi murabahah tidak

Page 6: PENYERTAAN AKAD WAKALAHPADA PEMBIAYAAN

Volume I, Nomor 1, Juni 2016 Jurnal Studi Ekonomi dan Bisnis Islam

- 6 -

ada kaitannya dengan transaksilain yang dilakukan si pemesankepada pihak ketiga atas barangpesanan tersebut. Apakah sipemesan menjual kembali barangtersebut dengan keuntungan ataukerugian, ia tetap berkewajibanmenyelesaikan utangnya kepadasi pembeli. Jika pemesan menjualbarang tersebut sebelum masaangsurannya berakhir, ia tidakwajib segera melunasi seluruhangsurannya. Seandainyapenjualan aset tersebut merugi,contohnya kalau nasabah adalahpedagang juga, pemesan tetapharus menyelesaikan pinjamannyasesuai kesepakatan awal. Hal inikarena transaksi penjualankepada pihak ketiga yangdilakukan nasabah merupakanakad yang benar-benar terpisahdari akad murabahah pertamadengan bank.

c. Penundaan Pembayaran olehDebitor Mampu. Seorang nasabahyang mempunyai kemampuanekonomis dilarang menundapenyelesaian utangnya dalammurabahah ini. Bila seorangpemesan menunda penyelesaianutang tersebut, pembeli dapatmengambil tindakan: mengambilprosedur hukum untukmendapatkan kembali uang itudan mengklaim kerugian finansialyang terjadi akibat penundaan.

d. Bangkrut. Jika pemesan yangberutang dianggap pailit dangagal menyelesaikan utangnyakarena benar-benar tidak mampusecara ekonomi dan bukan karenalalai, sedangkan ia mampu,kreditor harus menunda tagihan

utang sampai ia menjadi sanggupmengembalikan.

3. Resiko Pembiayaan MurabahahDi antara kemungkinan risiko

yang harus diantisipasi antara lainadalah (Antonio, 2001: 107):pertama,default atau kelalaian; nasabah sengajatidak membayar angsuran. Kedua,Fluktuasi harga komparatif; ini terjadibila harga suatu barang dipasar naiksetelah bank membelikannya untuknasabah. Bank tidak bisa mengubahharga jual beli tersebut. Ketiga,penolakan nasabah; barang yang dikirimbisa saja ditolak oleh nasabah karenaberbagai sebab. Bisa jadi karena rusakdalam perjalanan sehingga nasabahtidak mau menerimanya. Karena itu,sebaiknya dilindungi dengan asuransi.Kemungkinan lain karena nasabahmerasa spesifikasi barang tersebutberbeda dengan yang ia pesan.Keempat, dijual; karena jual belimurabahah bersifat jual beli denganutang, maka ketika kontrakditandatangani, barang itu menjadimilik nasabah. Nasabah bebasmelakukan apa pun terhadap asetmiliknya tersebut, termasuk untukmenjualnya. Jika terjadi demikian,resiko untuk default (kelalaian) akanbesar.

4. Tinjauan Umum Tentang WakalahWakalah menurut bahasa

bermakna menyerahkan ataumempercayakan (Munawir, 1997:1579). Wakalah juga memilikibeberapa pengertian yangdiantaranya adalah al-hifzh yangberarti perlindungan, al-kifayah yangberarti pencukupan, al-dhamahberarti tanggungan, dan al-tafwidhberarti pendelegasian yang diartikan

Page 7: PENYERTAAN AKAD WAKALAHPADA PEMBIAYAAN

Jurnal Studi Ekonomi dan Bisnis Islam Volume I, Nomor 1, Juni 2016

- 7 -

juga dengan memberikan kuasa ataumewakilkan (Suhendi: 231).Sedangkan secara terminologi, paraulama dan maupun ekonom muslimmengungkapkan beberapa pendapattentang pengertian wakalah denganredaksi yang bervariasi, diantaranya:a. Ulama Malikiyah; al-wakalah

adalah “seseorang menggantikan(menempati) tempat yang laindalam hak (kewajiban) dia yangmengelola pada posisi itu”.

b. Ulama Hanafiyah; al-wakalahadalah “seseorang menempatidiri orang lain dalam tasharruf(pengelolaan)”.

c. Ulama Syafi’iyah; al-wakalahadalah “seseorang menyerahkansesuatu kepada yang lain untukdikerjakan ketika hidupnya”.

d. Ulama Hanabilah, al-wakalahadalah; Permintaan gantiseseorang yang membolehkantasarruf yang seimbang padapihak yang lain, yang didalamnya terdapat penggantiandari hak-hak Allah dan hak-hakmanusia (Jaziri, tt: 143).

e. Wirdiyaningsih, wakalah yaitu;Jasa melakukantindakan/pekerjaan mewakilinasabah sebagai pemberi kuasa.Untuk mewakili nasabahmelakukan tindakan/pekerjaantersebut nasabah diminta untukmendepositokan danasecukupnya (Wirdyaningsih,2005: 166).

f. Warkum Sumitro, wakalahadalah; Jasa penitipan uang atausurat berharga, dimana bankmendapat kuasa dari yangmenitipkan untuk mengelolauang atau surat berharga

tersebut dan bank memperolehfee sebagai imbalan (Sumitro,1996: 42).

g. Pasal 19 ayat 1 huruf o Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008,wakalah adalah; “akad pemberiankuasa kepada penerima kuasauntuk melaksanakan suatu tugasatas nama pemberi kuasa”(www.hukumonline.com 9Oktober 2015).

5. Rukun dan SyaratAdapun rukun dan syarat

wakalah yang harus dipenuhi sebagaiberikut:a. Muwakkil (orang yang

mewakilkan/pemberikuasa)adalah pemilik sah barangatau di bawah kekuasaannyadan dapat bertindak atas hartatersebut. Jika yang mewakilkanbukan pemilik maka wakalahtersebut batal.

b. Wakil (yang mewakili/penerimakuasa) harus orang yang berakal.Fuqaha berselisih pendapattentang pemberian kuasakepada anak di bawah umur danperempuan. Imam Syafi’iberpendapat tidak sah baiklangsung atau melalui perantara.Sedang Imam Malikmembolehkannya, denganperantara seorang laki-laki.Menurut Hanafiyah, sah bagianak kecil yang sudah dapatmembedakan yang baik danburuk.

c. Muwakkal fiih/taukil (obyek yangdiwakilkan/dikuasakan) syarat-syaratnya, sebagai berikut:

1) Persoalan tersebut dapatdiwakilkan misalnya dalam

Page 8: PENYERTAAN AKAD WAKALAHPADA PEMBIAYAAN

Volume I, Nomor 1, Juni 2016 Jurnal Studi Ekonomi dan Bisnis Islam

- 8 -

jual beli, pemindahan hutang,serikat dagang, pemberiankuasa (Rusyd, 1990: 436).

2) Dimiliki oleh yang berwakilketika ia berwakil itu, makabatal mewakilkan sesuatuyang akan dibeli (Suhendi:235).

3) Perkara tersebut diketahuioleh orang yang mewakilkan.Artinya bahwa perkaratersebut jelas dan tidaksamar (Sabiq, 1984: 227).

d. Akad/Shighat (ijab dan qabul).Shighat yang dimaksud disinilafadz mewakilkan yangmerupakan bentuk kerelaanmewakilkan dan orang-orangmewakilkan menerima (Zuhaili,tt: 150). Sedangkan shighatmenurut ijab qabul yangmerupakan rukun wakalah harusmemenuhi syarat sebagaiberikut: (a) Satu sama lainberhubungan di suatu tempattanpa ada pemisah. (b)Ungkapan harus menunjukkanmasa lalu (madhi) sepertiperkataan muwakil “aku relamewakilkan” dan perkataanmuwakil/wakil “aku telah terima”atau masa sekarang (mudhari).

C. Implementasi Penyertaan AkadWakalah Pada PembiayaanMurabahah di BNI Syariah CabangKendari

Berdasarkan laporan keuanganbulanan PT. BNI Syariah Per-Juli 2015,pembiayaan dengan akad murabahahmenempati posisi teratas dengan asetterbesar yang mencakup pembiayaankonsumtif dan produktif.Nasabah yangdatang ke bank kebanyakan

mengajukan permohonan untukpembelian rumah, baik untukkebutuhan konsumtif maupuninvestasi.Murabahah juga menjadiproduk andalan yang minim resikokarena keuntungan yang ingindiperoleh jelas disebutkan dandisepakati di awal akad (Wawancaradengan Aishah, FinancingAdministration Head, BNI SyariahWua-wua Kendari, 25 Agustus 2015).Untuk pembiayaan produktifsebenarnya lebih cocok menggunakanakad mudharabah atau musyarakah namunkarena besarnya resiko kerugian yangmungkin terjadi dari kedua akadtersebut, maka pihak bank cenderungmenggunakan akad murabahah untukpembiayaan modal kerja daninvestasi.Disamping keuntungan yangjelas diperoleh, adanya agunan yangdapat digunakan untuk menutupikerugian jika terjadi wanprestasi olehnasabah juga semakin membuatmurabahah hampir tidak memiliki resiko(Wawancara dengan Muh. MaulanaRizal, Account Officer, BNI SyariahWua-wua Kendari, 25 Agustus 2015).Mekanisme dalam pembiayaanmurabahah wal wakalah di BNI SyariahCabang Kendari sebagai berikut:

Pertama, nasabah mengajukanpermohonan pembelian barang kepadabank. Proses negosiasipun berlangsung,diantaranya mengenai dokumen dansyarat-syarat yang harus dilengkapioleh nasabah. Consumer Sales (CS)kemudian melakukan wawancara danscreening, yaitu menyaring dan menelitikelayakan nasabah, ketelitian berkasserta BI checking. Selanjutnya CSmenginput data nasabah di ElectronicFinancing Origination (EFO) yaitu sistemelektronik untuk pembiayaan.Data

Page 9: PENYERTAAN AKAD WAKALAHPADA PEMBIAYAAN

Jurnal Studi Ekonomi dan Bisnis Islam Volume I, Nomor 1, Juni 2016

- 9 -

identitas dan penghasilan nasabah yangtelah diinput kemudian diverifikasi olehConsumer Processing (CP).On The Spot(OTS) atau survey lokasi usaha/instansitempat bekerja dan jaminan dapat jugadilakukan jika memang diperlukan.Selanjutnya CP melakukan taksasiagunan, yaitu penilaian terhadapjaminan milik nasabah sehinggapembiayaan yang akan diberikan tidaklebih besar dari nilai jaminan, yangnantinya jaminan tersebut dapat danmudah dijual jika terjadi wanprestasioleh nasabah. CP kemudian menginputkembali data hasil verifikasi, OTS dantaksasi agunan di EFO.

Tahap berikutnya yaitupersetujuan pembiayaan oleh KelompokPemutus Pembiayaan (KPP) yangterdiri dari Analis, Supervisor danPimpinan. Apabila ditolak, FinancingSupporting Asisten (FSA) akan membuatsurat penolakan dan diberikan kepadaCS untuk diteruskan kepada nasabah.Jika disetujui, maka dokumenpembiayaan diserahkan kepadaOperational Head (OH) untuk di periksadan di paraf, kemudian FSA akanmembuat Surat Keputusan Pembiayaan(SKP) dan wakalah. SKP dan wakalahyang telah terbit akan di periksakembali oleh OH sesuai keputusan KPPdan data nasabah. Jika ada data yangtidak sesuai dengan hasil inputan makadikembalikan kepada CP. Jika adasyarat tambahan maka disesuaikandalam SKP.Selanjutnya SKPditandatangani oleh KPP kemudiandiberikan kepada CS dan diteruskankepada nasabah untuk ditandatangani.Bila nasabah setuju dengan isi

ketetapan yang tertuang dalam SKP,termasuk di dalamnya yaitu besarnyamargin keuntungan yang ingindiperoleh, jatuh tempo dan nominalangsuran, asuransi dan biaya-biayaadministrasi lainnya serta denda bilaterjadi keterlambatan dalampembayaran yang nantinya denda ituakan disalurkan untuk dana sosial,maka dilanjutkan denganpenandatanganan. Setelah CS menerimaSKP yang telah ditandatangani olehnasabah, FSA akan mencetak akad dariEFO dan dibuat penjadwalan akad.

Akad yang telah dicetakkemudian ditandatangani oleh KPP dantahap selanjutnya yaitu pelaksanaanakad yang dihadiri oleh notaris, nasabahdan unit operasional serta CS selakupihak bank. Setelah akad wakalah danmurabahah ditandatangani oleh keduapihak, maka proses terakhir yaitupencairan dana oleh pihak bank dengancara mentransfer ke rekening nasabah(Wawancara dengan Aishah, FinancingAdministration Head, BNI SyariahWua-wua Kendari, 25 Agustus 2015).Sampai tahapan ini terlihat proses yangcukup mudah dan dapat dipahami olehnasabah. Verifikasi data dankelengkapan dokumen juga terusdilakukan secara bertahap oleh pihakbank dalam menyeleksi kelayakannasabah guna meminimalisir resikomaupun kesalahan teknis. Prosesselanjutnya adalah pembelian barangdan pada tahapan inilah fungsi dariwakalah baru dapat di aplikasikan.Untuk lebih jelasnya dapat dilihat padaskema berikut:

Page 10: PENYERTAAN AKAD WAKALAHPADA PEMBIAYAAN

Volume I, Nomor 1, Juni 2016 Jurnal Studi Ekonomi dan Bisnis Islam

- 10 -

1.SKP dan wakalah

4.Murabahah

6.Bayar angsuran

3.Pembayaran

2. Beli barang

5.Kirim barangSumber:

Account Officer BNI Syariah Cabang Kendari

Keterangan:1. Bank memberikan Surat Keputusan

Pembiayaan (SKP) dan wakalahkepada nasabah untukditandatangani

2. Nasabah membeli barang kepadasupplier atas nama bankmenggunakan surat wakalah

3. Bank melakukan pembayarandengan cara mentransfer kerekening supplier

4. Nota pembelian diserahkan kepadabank sebagai bukti pembelian dankepemilikan barang yang kemudiandilanjutkan dengan akad murabahahyaitu bank menjual kembali barangtersebut kepada nasabah denganharga pokok barang ditambahdengan keuntungan yang disepakati.

5. Supplier mengirim barang kepadanasabah

6. Nasabah membayar angsurankepada bank sesuai kesepakatandalam akad.

Skema di atas merupakangambaran dari Fatwa Dewan SyariahNasional tentang ketentuan umummurabahah wal wakalah sebagai pedomandalam operasional bank syariah.Namun mengenai perwakilan daripihak bank kepada nasabah dalam halpembelian barang ini tidak dibahasbegitu luas serta terperinci dan hanyasatu poin yang akan didapati dalam isifatwa, yaitu pada poin 9 yangberbunyi:Jika bank hendakmewakilkan kepada nasabah untukmembeli barang dari pihak ketiga, akadjual beli murabahah harus dilakukansetelah barang secara prinsip menjadimilik bank (Fatwa DSNNomor:04/DSN-MUI/IV/2000.http://dsnmui.or.iddiakses 1 Mei 2015).

Praktek murabahah wal wakalahdalam bank syariah dikatakan tepatdan sesuai syariah apabila merujukpada fatwa DSN dengan mengikutiskema tersebut.Namun padakenyataannya, praktek yang terjadi di

BANK(Penjual)

NASABAH(Pembeli)

SUPPLIER(Penyedia Barang)

Page 11: PENYERTAAN AKAD WAKALAHPADA PEMBIAYAAN

Jurnal Studi Ekonomi dan Bisnis Islam Volume I, Nomor 1, Juni 2016

- 11 -

BNI Syariah Cabang Kendariberdasarkan tabel mekanismepembiayaan murabahah wal wakalah yangdiberikan dan dijelaskan oleh pihakbank sedikit berbeda dengan skemaberdasarkan fatwa DSNtersebut.Dalam tabel, akad wakalah danmurabahah dilaksanakan bersamaan,sedangkan dalam skema, kedua akadini dilaksanakan terpisah.Artinya harusada jarak tenggang waktu antarawakalah dan murabahah, karena tidakmungkin akad jual beli dilaksanakansedangkan barangnya belum ada ataubelum menjadi milik penjual. Dalamtabel juga dijelaskan bahwa setelahakad wakalah dan murabahah yangdilaksanakan bersamaan iniditandatangani oleh pihak bank dannasabah, maka pihak bank akanmencairkan sejumlah dana yangdibutuhkan untuk pembelian barangdengan cara mentransfer ke rekeningnasabah. Sedangkan dalam skema,setelah barang dibeli melaluiperwakilan nasabah, maka pihak bankjuga yang akan membayar barangsecara langsung dengan caramentransfer ke rekening supplier.

D. Tinjauan Ekonomi Islam TerhadapPenyertaan Akad Wakalah PadaPembiayaan Murabahah di BNISyariah Cabang Kendari

Ada tiga pilar ekonomi Islamyang menjadi prinsip dasar dalamperbankan syariah yaitu keadilan,kemaslahatan dan keseimbangan yangtercermin dalam aktifitas yangmenghindari riba, maysir, gharar, zalim danharam, serta keseimbangan aktifitas disektor riil financial. Adanya berbagaipembaharuan dan inovasi produk-produk perbankan tentunya menjadiperhatian serius dalam khasanah

ekonomi Islam, terutama menyangkutstatus hukumnya. Produk pembiayaanyang menggunakan akad murabahah danwakalah di BNI Syariah Cabang Kendarimerupakan salah satu inovasi parapraktisi perbankan yang disebutdengan teori hybrid contract (multiakad). Ekonomi Islam besertaperangkat hukum muamalahnya pundituntut untuk memverifikasikeabsahan dari berbagai pembaharuanakad yang terjadi padasaat ini, danyang perlu diklarifikasi lebih awaladalah status hukum multi akad karenaproduk pembiayaan ini merupakanpenggabungan dua akad ke dalam satutransaksi yang secara umum masukdalam kategori multi akad.

1. Multi Akad dalam TransaksiEkonomi Syariah

Multi dalam bahasaIndonesia berarti banyak (lebih darisatu), berlipat ganda (lebih dari dua)(Tim Penyusun KBBI, 1996: 671).Multi akad berarti akad bergandaatau akad yang banyak, lebih darisatu. Sedangkan menurut istilah fiqh,kata multi akad merupakanterjemahan dari bahasa Arab yaitu al-’uqûd al-murakkabah yang berarti akadganda (rangkap). Al’uqûd al-murakkabah terdiri dari dua kata al-’uqûd (bentuk jamak dari ‘aqd) danalmurakkabah. Kata akad berasal darikata al-aqd yang berarti mengikat,menyambung atau menghubungkan.Sedangkan kata Al-murakkabah(murakkab)secara etimologi berarti al-jam’u, yakni mengumpulkan ataumenghimpun. Kata murakkab sendiriberasal dari kata "rakkaba-yurakkibu-tarkiban" yang mengandung artimeletakkan sesuatu pada sesuatuyang lain sehingga menumpuk, ada

Page 12: PENYERTAAN AKAD WAKALAHPADA PEMBIAYAAN

Volume I, Nomor 1, Juni 2016 Jurnal Studi Ekonomi dan Bisnis Islam

- 12 -

yang di atas dan yang di bawah(Hasanudin: 2).

Akad murakkab menurut Al-‘Imrani akad murakkab adalah:“Himpunan beberapa akadkebendaan yang dikandung olehsebuah akad baik secara gabunganmaupun secara timbal baliksehingga seluruh hak dan kewajibanyang ditimbulkannya dipandangsebagai akibat hukum dari satuakad” (Imrani, 2006: 2-3).

Murabahah wal wakalahtermasuk salah satu jenis multi akaddi mana akad-akadnya tidakbercampur dan tidak melahirkannama akad baru, tetapi nama akaddasarnya tetap ada, eksis dandipraktekkan dalam suatu transaksi.Mengenai status hukumnya, adabeberapa hadits yang melarangpraktek multi akad, yaitu:a. Multi akad dalam jual beli (bai’)

dan pinjaman (salaf)

ثـنا إسمعيل بن ثـنا أحمد بن منيع حد حدثـنا عمرو بن شعيب ثـنا أيوب حد إبـراهيم حد

ثني أبي عن أبيه حتى ذكر عبد الله بن قال حدم قال عمرو أن رسول الله صلى الله عليه وسل

لا يحل سلف وبـيع

Artinya:Ahmad bin Mani' menceritakan kepadakami, Ismail bin Ibrahim menceritakankepada kami, Ayyub menceritakankepada kami, Amr bin Syu'aibmenceritakan kepada kami, ia berkata,"Bapakku menceritakan kepadaku daribapaknya hingga Abdullah bin Amrmenyebutkan bahwa Rasulullah SAWbersabda, 'Tidak halal salaf wabai'.(HR.Tirmidzi 1234).

Ibn Qayyim berpendapatbahwa Nabi melarang multi akadantara akad salaf (memberipinjaman/qardh) dan jual beli,meskipun kedua akad itu jikaberlaku sendiri-sendirihukumnya boleh. Laranganmenghimpun salaf dan jual belidalam satu akad untukmenghindari terjerumus kepadariba yang diharamkan.Hal ituterjadi karena seseorangmeminjamkan (qardh) seribu, lalumenjual barang yang bernilaidelapan ratus dengan hargaseribu.Dia seolah memberi seribudan barang seharga delapan ratusagar mendapatkan bayaran duaribu. Di sini ia memperolehkelebihan dua ratus. Imam al-Syafi’i memberi contoh, jikaseseorang hendak membelirumah dengan harga seratusdengan syarat dia meminjamkan(salaf) kepadanya seratus, makasebenarnya akad jual beli itutidak jelas apakah dibayardengan seratus ataulebih.Sehingga harga dari akadjual beli itu tidak jelas, karenaseratus yang diterima adalahpinjaman (‘âriyah).Sehinggapenggunaan manfaat dari seratustidak jelas, apakah dari jual beliatau pinjaman.Dua akad inimengandung hukum yangberbeda.Jual beli adalah kegiatanmuamalah yang kental dengannuansa dan upaya perhitunganuntung rugi, sedangkan salafadalah kegiatan sosial yangmengedepankan aspekpersaudaraan dan kasih sayangserta tujuan mulia. Karena itu,ulama Malikiyah melarang multi

Page 13: PENYERTAAN AKAD WAKALAHPADA PEMBIAYAAN

Jurnal Studi Ekonomi dan Bisnis Islam Volume I, Nomor 1, Juni 2016

- 13 -

akad dari akad-akad yangberbeda hukumnya, sepertiantara jual beli dengan ju’âlah,sharf, musâqah, syirkah,qirâdh(Nursal: 8).

b. Dua akad dalam suatu jual beli

ثـنا عبدة بن سليمان عن ثـنا هناد حد حدمحمد بن عمرو عن أبي سلمة عن أبي

هريـرة قال نـهى رسول الله صلى الله عليه عة عتـين في بـيـ )رواه الترمذ(وسلم عن بـيـ

Artinya:Hannad menceritakan kepada kami,Abdah bin Sulaiman menceritakankepada kami dari Muhammad bin Amrdari Abu Salamah dari Abu HurairahRA, ia berkata, "Rasulullah Shalallahu‘Alaihi Wasallam melarang dua akaddalam suatu proses jual-beli."(HR.Tirmidzi 1231).

Abu Isa berkata, statushadits Abu Hurairah ini adalahhasan shahih, ulama mengamalkanhadits ini. Sebagian merekamenjelaskan bahwa maksud duaakad dalam suatu proses jual beliadalah seperti seseorang yangberkata, “Aku jual baju inidengan sepuluh dirham secarakontan dan dua puluh dirhamdengan pembayaran yangdiakhirkan”. Artinya, dia tidakmemisah antara dua akadtersebut.Jika orang itu memisahantara dua akad tersebut, makahal itu tidak mengapa. Asy-Syafi’iberkata, termasuk dalamlarangan dua akad dalam suatuproses jual beli adalah bilaseseorang berkata, “Aku akan jualrumahku kepadamu denganharga sekian, dengan catatan

kamu harus menjual budakmukepadaku dengan harga sekian”.

Berdasarkan dua hadits diatas dapat diketahui bahwa adabeberapa bentuk multi akad yangterlarang, yaitu multi akad yangmenggabungkan jual beli denganpinjaman dan menggabungkan duaakad (harga/syarat) dalam satu jualbeli. Diluar dari larangan tersebutmaka dibolehkan dan sah untukdipraktekkan, termasuk didalamnya yaitu akad murabahah walwakalah.Imam Syafi’i berpendapat,jika seseorang menujukkan suatubarang kepada orang lain danberkata: “belikan barang seperti iniuntukku dan aku akan memberi mukeuntungan sekian”. Kemudian orangitu pun membelinya, maka jual beliini adalah sah. Imam Syafi’imenamai transaksi sejenis ini(murabahah yang dilakukan untukpembelian secara pemesanan)dengan istilah al-murabahah li al-amir biasy-syira’(Antonio:102).Mayoritas ulama Hanafiyah,sebagian pendapat ulamaMalikiyah, ulama Syafi’iyah, danHambali berpendapat bahwahukum multi akad sah dandiperbolehkan menurut syariatIslam karena hukum asal dari akadadalah boleh dan sah, tidakdiharamkan dan dibatalkan selamatidak ada dalil hukum yangmengharamkan ataumembatalkannya (Imrani: 69).

Menurut Ibn Taimiyah,hukum asal muamalah adalahboleh kecuali yang diharamkanAllah dan Rasul-Nya, tiada yangharam kecuali yang diharamkanAllah, dan tidak ada agama

Page 14: PENYERTAAN AKAD WAKALAHPADA PEMBIAYAAN

Volume I, Nomor 1, Juni 2016 Jurnal Studi Ekonomi dan Bisnis Islam

- 14 -

kecuali yang disyariatkan(Taimiyah, 2009: 13). Demikianpula dengan Ibn al-Qayyim, iaberpendapat bahwa hukum asaldari akad dan syarat adalah sah,kecuali yang dibatalkan ataudilarang oleh agama. Karenahukum asalnya adalah boleh,maka setiap akad dan syarat yangbelum dijelaskan keharamannyaoleh Allah tidak bisa dinyatakanharam. Allah telah menjelaskanyang haram secara rinci,karenanya setiap akad yangdinyatakan haram harus jelaskeharamannya seperti apa danbagaimana. Tidaklah bolehmengharamkan yang telahdihalalkan oleh Allah ataudimaafkan (Nursal: 7).Pendapatini didasarkan pada beberapanash yang menunjukkankebolehan multi akad dan akadsecara umum, Q.S. al-Maidah [5]:1.

Allah dalam Q.S al-Maidah [5]:1 memerintahkan agarorang yang beriman memenuhiakad antar mereka. Kata akad inidisebutkan secara umum, tidakmenunjuk pada akadtertentu.Artinya, secara prinsipsemua akad diperbolehkan olehAllah dan orang mukmin wajibmemenuhi akad itu.Karena itu,al-Jashash menafsirkan ayat inibahwa orang mukmin dituntutmemenuhi akad-akad, termasukakad jual beli, sewa menyewa,nikah, dan segala yang termasukdalam kategori akad. Jika adaperbedaan mengenai bolehtidaknya suatu akad, sah danberlakunya suatu nadzar, ayat diatas dapat dijadikan dalil, karena

keumuman ayat menunjukkankebolehan segala bentuk akad(Hasanudin: 13).

Agama tidak membatasimanusia secara sempit dalamurusan muamalahnya.Justruagama memberi peluang kepadamanusia untuk melakukaninovasi dalam bidang muamalahagar memudahkan dalamkehidupan sehari-hari. Dan apayang dijelaskan dalam nash danhadis yang melarang di atas,bukan berarti menutup segalaakad sehingga hukumnya haram.Justru akad-akad yang tidakdisebutkan dalam al-Qur’an danhadis bukannya dilarang,melainkan bagi umat Islam diberikesempatan untuk melakukaninovasi.Seperti dalam hadis Nabiyang diriwayatkan Muslim No4358 yang cukup dikenal, dimana Nabi menyerahkan urusandunia kepada yang ahlinya.

تم أعلم بأمر دنـياكم قال أنـHadis ini memberi peluang

kepada manusia untuk membuatakad yang bahkan baru sama sekalidan belum pernah dipraktikkandalam zaman Nabi, selama akaditu tidak melanggar prinsip-prinsip dasar dalam agama. Darisisi relevansi dengan kebutuhanzaman, pembaruan dan penemuanakad mutlak dibutuhkan.Kebutuhan akad transaksi barumenjadi sebuah keniscayaanseiring dengan pertumbuhanmanusia dan perkembangan ilmudan teknologi. Kalangan Malikiyahdan Ibn Taimiyah berpendapatbahwa multi akad merupakanjalan keluar dan kemudahan yangdiperbolehkan dan disyariatkan

Page 15: PENYERTAAN AKAD WAKALAHPADA PEMBIAYAAN

Jurnal Studi Ekonomi dan Bisnis Islam Volume I, Nomor 1, Juni 2016

- 15 -

selama mengandung manfaat dantidak dilarang agama. Karenahukum asalnya adalah sahnyasyarat untuk semua akad selamatidak bertentangan dengan agamadan bermanfaat bagi manusia.

2. Analisis Implementasi PenyertaanAkad Wakalah Pada PembiayaanMurabahah di BNI SyariahCabang Kendari

Skema pembiayaanmurabahah wal wakalah merupakangambaran dari Fatwa DewanSyariah Nasional ternyata terdapatketidaksesuaian dengan praktekyang terjadi di BNI Syariah CabangKendari. Akad murabahah seharusnyadilakukan setelah nasabah selakuwakil pihak bank membeli barangkepada supplier, ternyatadilaksanakan bersamaan denganwakalah. Bank telah mengadakanakad jual beli murabahah termasuk didalamnya yaitu menetapkankeuntungan sementara barang yangakan diperjualbelikan belum adapada bank karena masih berada ditangan pihak ketiga (supplier). Halini menyebabkan gugurnya salahsatu rukun jual beli yaitu tidakadanya objek (barang) yang akan diperjualbelikan. Begitu juga dengansyarat jual beli yaitu merupakan hakmilik penuh pihak yang berakad danpenyerahan obyek dari penjualkepada pembeli dapat dilakukan.Sedangkan yang terjadi adalahbarang yang masih berada di tanganpihak ketiga (supplier) bukanlahmilik bank sehingga barang tidakdapat diserahterimakan pada saatberlangsungnya akad antara banksebagai penjual dan nasabah sebagai

pembeli. Ini termasuk dalamkategori menjual barang yang tidakdimiliki, menjual barang yang bukanmilik sendiri dan menetapkankeuntungan atas barang yang belumberada di bawah kekuasaan. Semuabentuk seperti ini terlarangberdasarkan beberapa haditsriwayat Muslim No. 1795-2218berikut:

ه قال قال عن عمرو بن شعيب عن أبيه عن جدرسول الله صلى الله عليه وسلم لا يحل بـيع ما

ليس عندك ولا ربح ما لم يضمن Artinya:Dari Abdullah bin Amr, ia berkata,"Rasulullah SAW bersabda, "Tidakdiperbolehkan (tidak halal) untuk menjualbarang yang bukan milikmu, ataumengambil keuntungan dari barang yangbelum berada padanya (belum dipegang)."

DSN-MUI telah mengaturpraktek pembiayaan murabahah walwakalah ini, sebagaimana disebutkandalam fatwanya tentang ketentuanumum murabahah yang berbunyi:“Jika bank hendak mewakilkankepada nasabah untuk membelibarang dari pihak ketiga, akad jualbeli murabahah harus dilakukansetelah barang secara prinsipmenjadi milik bank” (Fatwa DSNMUI Nomor:04/DSN-MUI/IV/2000). Secara prinsip dalamfatwa tersebut dimaksudkanwalaupun bank tidak memilikibarang dalam bentuk fisik atautidak berada langsung di tanganpihak bank untuk diserahkan padasaat akad, namun telah ada notapembelian sebagai bukti sah ataskepemilikan barang. Fatwa tersebut

Page 16: PENYERTAAN AKAD WAKALAHPADA PEMBIAYAAN

Volume I, Nomor 1, Juni 2016 Jurnal Studi Ekonomi dan Bisnis Islam

- 16 -

sebenarnya memberi kemudahankepada kedua belah pihak karenadengan adanya wakalah makanasabah dapat membeli dan memilihsendiri barang secara mandiri, pihakbank juga tidak perlu kerepotan lagiharus memindahkan barang darisupplier ke lokasi bank agar dapatdiserahterimakan pada saat akadtapi cukup dengan nota pembeliandan surat kepemilikan jika ituberupa kendaraan, tanah ataubangunan. Dalam hal mewakilkanini, nasabah harus memberikanterlebih dahulu nota pembelian dansurat kepemilikan atas nama banktersebut kepada pihak bank sebagaibukti bahwa barang itu telahmenjadi milik penuh pihak bank dantelah adanya proses perpindahantangan barang dari pihak supplierkepada bank melalui perantaranasabah yang kemudian barulahakad murabahah dapat dilaksanakan.

Lebih lanjut, AsepFirmansyah selaku ProcessingAssistant menyebutkan bahwaternyata barang yang dibeli bukanatas nama bank melainkan atasnama nasabah itu sendiri dan suratkepemilikan dipegang oleh banksebagai jaminan sampai prosesangsuran selesai (Wawancaradengan Asep Firmansyah,Processing Assistant,BNI SyariahWua-wua Kendari, 26 Agustus2015). Ini juga tentunyabertolakbelakang dengan FatwaDSN Tentang Ketentuan UmumMurabahah dalam bank syariah. Padapoint 4 disebutkan: “Bank membelibarang yang diperlukan nasabahatas nama bank sendiri, danpembelian ini harus sah dan bebasriba”. Artinya, walaupun pembelian

diwakilkan kepada nasabah, statuskepemilikan awal barang harustetap atas nama bank. Nanti saatberlangsungnya akad jual belimurabahah atau setelah berakhirnyapembayaran angsuran barulahdilakukan balik nama dari pihakbank kepada nasabah.

Dalam hal pembayaran jugaterdapat perbedaan antara skemadan praktek di lapangan.Dalamskema dijelaskan bahwa bankmembayar barang secara langsungdengan mentransfer ke rekeningsupplier. Sedangkan pada prakteknya,pihak bank telah mencairkan danaterlebih dulu dengan caramentransfer ke rekening nasabah.Artinya, nasabah yang hendakmembeli barang kepada supplier telahdilengkapi dengan suratwakalah dansejumlah uang. Muh. Maulana Rizalmenjelaskan bahwa hal tersebutakan lebih memudahkan apalagi jikabarang yang akan dibeli lebih darisatu jenis dan berbeda tempatpembelian seperti pada pembiayaanmurabahah modal kerja dan investasi.Tentunya akan cukup merepotkanapabila bank harus mentransfer satupersatu ke rekening supplier, tambahdiperparah lagi jika ternyata suppliertidak mempunyai rekening bankyang bersangkutan (Wawancaradengan Muh. Maulana Rizal,Account Officer, BNI Syariah Wua-wua, Kendari, 25 Agustus 2015).Asep Firmansyah jugamenambahkan bahwa dana tidakdapat dicairkan apabila belumterjadi akad dan itu sudahmerupakan prosedur tetap.

Lebih jauh mengenai wakalah,dalam FatwaDSN No: 10/DSN-

Page 17: PENYERTAAN AKAD WAKALAHPADA PEMBIAYAAN

Jurnal Studi Ekonomi dan Bisnis Islam Volume I, Nomor 1, Juni 2016

- 17 -

MUI/IV/2000 disebutkan bahwasyarat-syarat muwakkil (yangmewakilkan) adalah pemilik sahyang dapat bertindak terhadapsesuatu yang diwakilkan. Artinya,pekerjaan atau urusan yang akandiwakilkan merupakan kepunyaansah dari yang mewakilkan dan dapatbertindak serta bertanggungjawabterhadap urusan/pekerjaan itu.Sebagai contoh, seorang bupatiharus menghadiri acarapenyambutan mahasiswa KKN didaerahnya dengan memberikanbeberapa kata sambutan, arahan danpemotongan pita sebagai bentukperesmian kegiatan.Namun disaatbersamaan ada kegiatan yang lebihpenting terkait denganpemerintahan sehingga bupati tidakdapat menghadirinya.Maka bupatipun mewakilkannya kepadasekretaris daerah untukmenggantikan dirinya dalam urusantersebut.

Lalu bagaimana dengan jualbeli, bolehkah mewakilkan urusanatau pekerjaan yang belum menjadimilik sah pihak yang mewakilkan?.Walaupun seseorang dapatbertindak terhadap urusan itu tapibentuk urusan atau pekerjaan yangakan diwakilkan dalam hal iniadalah membeli, di mana barangyang akan dibeli masih berada dibawah kekuasaan pihak ketigasebagai pemilik barang dan bukanmilik yang mewakilkan. Artinya,status kepemilikan yang awalnyatidak ada ini menjadi ada ataumuncul setelah adanya prosesmembeli. Sehingga yang terjadiadalah pelaksanaan akad wakalahlebih dulu disusul terpenuhinyasyarat.Tentu saja ini bertentangan

dengan aturan yang ada, seharusnyaadalah terpenuhinya syarat terlebihdahulu baru kemudian akad wakalahdapat terlaksana. Hendi Suhendidalam bukunya “Fiqh Muamalah”lebih tegas menyebutkan bahwasyarat-syarat obyek yangdiwakilkan ialah dimiliki oleh yangberwakil ketika ia berwakil itu,maka batal mewakilkan sesuatuyang akan dibeli (Suhendi: 235).

Ada dua solusi yang dapatditerapkan pihak bank dalampelaksanaan pembiayaan ini agartidak terjerumus kedalam muamalahyang terlarang.Pertama, yaitu tidakmenyertakan (meniadakan) wakalahdalam pembiayaan murabahah.Alasanyang selama ini selalu dikemukakanpihak bank adalah mereka khawatirbarang yang telah dibeli bataldiambil oleh nasabah karena tidaksesuai jenis dan kualitasnya.Makayang perlu dilakukan adalah pihakbank bersama nasabah datanglangsung kepada supplier sehingganasabah dapat memilih barangsesuai kriterianya.Kedua, jikamenyertakan wakalah maka bankharus bekerja sama dengan berbagaipemasok terpercaya yangmenyediakan barang sesuai jeniskomoditas yang biasa dipesannasabah untuk kebutuhankonsumsi, investasi dan modal kerja.

Jika ada pesanan dari nasabah,maka pihak bank menghubungisupplier dan menanyakan stock barangyang dimaksud dengan menyebutkansecara jelas dan terperincispesifikasinya. Pihak bankmengadakan kesepakatan dengansupplier dan berjanji akan membelibarang tersebut melalui wakilnya

Page 18: PENYERTAAN AKAD WAKALAHPADA PEMBIAYAAN

Volume I, Nomor 1, Juni 2016 Jurnal Studi Ekonomi dan Bisnis Islam

- 18 -

yaitu nasabah itu sendiri. Barangsecara prinsip telah menjadi milikbank karena telah adanyakesepakatan kerjasama dan perjanjianakan membeli barang tersebut. Jadidalam hal ini, syarat wakalah telahterpenuhi dan sah bila bankmewakilkan kepada nasabah.Pihakbank mengaku bekerjasama dengandeveloper perumahan namun hanyasebatas promosi sepihak. Jika nasabahdatang kepada developer untukmembeli rumah namun kekuranganbiaya, maka developerakanmengarahkan untuk mengajukanpermohonan ke BNI Syariah.Sebaliknya, jika nasabah datangkepada bank dan mengajukanpermohonan pembelian rumah, banktidak mengarahkan ke developertersebut, tapi menyerahkansepenuhnya mengenai pembeliankepada nasabah (Wawancara denganAsep Firmansyah, ProcessingAssistant, BNI Syariah Wua-wuaKendari, 26 Agustus 2015).

Idealnya murabahah terjadikarena keterbatasan nasabahterhadap pengetahuan jenis dankualitas barang yang cukup langkaberedar di pasaran, ketidaktahuanterhadap pemasok barang yangterpercaya serta ketidakmampuanbiaya untuk membeli secara kontan.Oleh karena itu, nasabah datangkepada bank untuk mencari solusikarena bank dianggap sebagailembaga penggerak perekonomianyang selalu up to date terhadapperkembangan komoditas nasional,mempunyai banyak jaringanpemasok yang terpercaya sertamampu menanggulangi keperluannasabah dalam hal keuangan. Jadisudah sepantasnya bank

mengapresiasi hal itu denganmengatasi permasalahan kebutuhanakan suatu barang tersebut dengansolusi pembiayaan murabahah. Begitujuga dengan wakalah yang idealnyaterjadi karena adanya faktor-faktorpenghambat yang menyebabkanseseorang tidak dapat menanganisuatu urusan/pekerjaan sehinggamengharuskan untukmewakilkannya kepada orang lain.Atas dasar tolong menolong inilahsehingga wakalah sangat dianjurkandalam Islam karena sejatinyamanusia adalah makhluk sosial yangtentunya membutuhkan bantuanorang lain dalam menunjangkelangsungan hidupnya. Banksyariah harus menunjukkaneksistensi dan kapasitasnya sebagaipenjual, bukan hanya sebagaipenyedia dana seperti yang terjadipada pinjam meminjam di bankkonvensional. Namun, jika kembalimerujuk pada pasal 19 huruf dUndang-Undang No. 21 Tahun 2008tentang Perbankan Syariah,dijelaskan bahwa akad murabahahadalah akad pembiayaan suatubarang dengan menegaskan hargabelinya. Dari pengertian tersebutdapat dibedakan antara transaksijual beli dan akad pembiayaan. Jualbeli masuk dalam babal-buyu’sedangkan akad pembiayaan masukdalam kategori bab al-tamwiil dalamliteratur fikih, sehingga yang terjadiadalah bank hanya sebagai penyediadana guna merealisasikan barangyang dipesan nasabah. Ditegaskanoleh Muh. Maulana Rizal bahwapembiayaan dan jual beli secaraharfiah jelas berbeda, pembiayaanberarti bank menyediakan dana.Sedangkan jual beli merupakan

Page 19: PENYERTAAN AKAD WAKALAHPADA PEMBIAYAAN

Jurnal Studi Ekonomi dan Bisnis Islam Volume I, Nomor 1, Juni 2016

- 19 -

proses pertukaran uang denganbarang seperti yang terjadi di pasar-pasar pada umumnya. AsepFirmansyah juga menambahkanbahwa pembiayaan murabahahberbeda dengan kredit, yaituterletak pada akadnya walaupunsecara teknis hampir sama. Banksyariah menyediakan dana denganprinsip jual beli dan margin,sedangkan bank konvensionalmenyediakan dana dengan sistempinjam meminjam dan bunga.

E. KesimpulanDari uraian di atas dapat

disimpulkan sebagai berikut:1. Implementasi penyertaan akad

wakalah pada pembiayaan murabahahdi BNI Syariah Cabang Kendariternyata tidak sesuai dengan skemaalur pembiayaan yang diberikanoleh pihak bank itu sendiri. Pertama,akad murabahah seharusnyadilakukan setelah nasabah selakuperwakilan bank membeli barangkepada supplier ternyatadilaksanakan bersamaan denganakad wakalah. Kedua, pembelianbarang melalui perwakilan kepadanasabah ternyata bukan atas namabank melainkan atas nama nasabahitu sendiri. Ketiga, dana pembelianbarang yang harusnya dibayarlangsung oleh bank kepada supplierternyata dicairkan terlebih duludengan cara mentransfer kerekening nasabah. Artinya, nasabahyang hendak membeli barangkepada supplier telah dilengkapidengan surat wakalah dan sejumlahuang. Jadi, tugas bank untukmembeli dan membayar barang

diambil alih dan diserahkansepenuhnya kepada nasabah.

2. Dalam perspektif ekonomi Islam,penyertaan akad wakalah padapembiayaan murabahah termasukdalam jenis penggabungan akad yangdibolehkan, namun setiap rukun dansyarat dalam kedua akad ini harusterpenuhi jika akan digabungkan agartidak terjerumus kedalam muamalahyang terlarang. Seperti, adanya objekyang diperjualbelikan dan barangyang diperjualbelikan merupakanmilik penuh pihak yang berakad.Namun pada prakteknya, pembiayaanmurabahah wal wakalah yang terjadi diBNI Syariah Cabang Kendari telahmenggugurkan salah satu rukun dansyarat dalam jual beli yaitu tidakadanya barang yang diperjualbelikandan barang tersebut bukanmerupakan hak milik penuh pihakyang berakad sehingga penyerahanobyek tidak dapat dilakukan. Jual belisemacam ini terlarang karenatermasuk dalam kategori menjualbarang yang tidak dimiliki, menjualbarang yang bukan milik sendiri danmenetapkan keuntungan atas barangyang belum berada dibawahkekuasaan. Syarat dalam akad wakalahjuga tidak dipenuhi karena barangyang akan dibeli belum menjadi milikbank, sebagaimana disebutkan dalamFatwaDewan Syariah Nasional bahwasyarat muwakkil adalah pemilik sah.Pihak bank tidak mempunyaihubungan kerjasama dan kesepakatandalam perjanjian pembelian barangdengan supplier jadi proses pembeliantidak dapat diwakilkan kepadanasabah. Sehingga dapat disimpulkanbahwa pembiayaan dengan prinsipjual beli murabahah yang terjadi di BNISyariah Cabang Kendari tidak sah,

Page 20: PENYERTAAN AKAD WAKALAHPADA PEMBIAYAAN

Volume I, Nomor 1, Juni 2016 Jurnal Studi Ekonomi dan Bisnis Islam

- 20 -

penyertaan akad wakalah didalampembiayaan tersebut juga tidak dapatdilakukan karena tidak terpenuhinyasyarat dalam akad wakalah itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Jaziri, Abdurrahman. Tt.Kitab al-Fiqh ‘alaMazahib al-Arba’ah.Beirut Libanon:Daar al- Fikr.

Al-Kasani. Bada’i al-Shana’i. jilid VII.Al-Khin, Mustafa. 1989.Al-Fiqh al-Manhaji.

Damaskus: Dar al-Qalam.Al-Zuhaili, Wahbah. Tt. Al-Fiqh al-Islam wa

Adilatuhu, Juz 4. Beirut: Dar al-Fikr.Amin, Aminul. 1997. Metode Penelitian.

Malang: BPSTIE MalangKucekwara.

Antonio, Muhammad Syafi’i. 2001. BankSyariah Dari Teori ke Praktik. Jakarta:Gema Insani Pres.

Arifin, Zainul. 2000.Memahami Bank Syari’ahLingkup, Peluang, Tantangan, danProspek. Jakarta: Alvabet.

Arikunto, Suharsimi. 1998.ProsedurPeneletian: Suatu Pendekatan Praktis.Cet. XI.Jakarta: Rineka Cipta.

Ar-Rifai, Nasib. 2000.Ringkasan Tafsir IbnuKatsir. Jilid 3. Jakarta: Gema Insan.

Basri, Ikhwan Abidin. 2000. Sistem MoneterIslam. Jakarta: Gema Insani Pressdan Tazkia Cendekia.

Danim, Sudarwan. 2002.Menjadi PenelitiKualitatif. Bandung: Pustaka Setia.

Departemen Agama RI. 1989.Al-Qur’an danTerjemahnya. Semarang: Toha Putra.

Djuwaini, Dimyauddin. 2008.Pengantar FiqihMuamalah. Yogyakarta: PustakaPelajar.

Harun. 2006.Murabahah dalam Perspektif Fiqhdan Sistem Perbankan Islam. Jakarta:Jurnal Hukum Islam.

Hasanudin. “Multi Akad dalam TransaksiSyari’ah Kontemporer padaLembaga Keuangan Syari’ah diIndonesia: Konsep dan Ketentuan(Dhawabith) dalam Perspektif Fiqh”(Makalah Ikatan Ahli EkonomiIslam, Ciputat, 28 Mei 2009).

Hendi Suhendi. 2002.Fiqh Muamalah. Jakarta:RajaGrafindo Persada.

Rusyd, Ibn. 1990.Terjemah Bidayatul-Mujtahid.Cet. 1. Semarang: as-Syifa’.

Taimiyah, Ibn. Jâmi’ al-Rasâil, Juz 2.Ibnu Abidin, Muhammad Amin.

1992.Hasyiyah Radd al-Mukhtar Ala al-Durar al-Mukhtar: Syarh Tanwir al-Abshar fi Fiqh Madzab Imam AbuHanifah al-Nu’man. Jilid V.Beirut: Daral-Fikr.

Bin Hanbal, Imam Abu Abdillah Ahmad.1414.Musnad Ahmad. Jilid II; Cet.Ketiga. Beirut: Dâr al-Ihyâi al-Turâtsal-'Araby.

Karim, Adiwarman. 2004.Bank Islam AnalisisFiqih dan Keuangan. Edisi ke-2,Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Munawir, Ahmad Wanson. 1997.Al-Munawir: Kamus Arab-Indonesia.Surabaya: Pustaka Progresif.

Nurhayati dan Wasilah. 2009.AkuntansiSyariah di Indonesia. Cet. II. Jakarta:Salemba Empat.

Nursal. 2013.“Multi Akad dalam TransaksiEkonomi Syariah” (MakalahSertifikasi Hakim Ekonomi Syariah,Megamendung.

Sabiq, Sayyid. 1984.Fiqh Sunnah, Jilid III.Beirut: Dar al Fikr.

Sarwono, Jonathan. 2006. Metode PenelitianKuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta:GrahaIlmu.

Siaran Pers Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia,http://www.dsnmui.or.id (1 Mei2015).

Page 21: PENYERTAAN AKAD WAKALAHPADA PEMBIAYAAN

Jurnal Studi Ekonomi dan Bisnis Islam Volume I, Nomor 1, Juni 2016

- 21 -

Siaran Pers Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2008 Nomor 94,Undang-Undang RepublikIndonesia Nomor 21 Tahun 2008Tentang Perbankan Syariah,http://www.hukumonline.com (9Oktober 2015)

Sjahdeini, Sutan Remy. 1999.Perbankan Islamdan Kedudukannya Dalam Tata HukumPerbankan Indonesia. Cet. I. Jakarta:Pustaka Utama Grafiti.

Suhendi, Hendi. 2002.Fiqh Muamalah.Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Sulaiman, Rusydid dan Zaimudin.2002.Syari’ah the Islamic Law. Jakarta:RajaGrafindo Persada.

Sumitro, Warkum. 1996.Asas-asas PerbankanIslam dan Lembaga-lembaga Terkait.Jakarta: RajaGrafindo Perkasa.

Tim Penyusun. 2008.Kamus Besar BahasaIndonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.

Wirdyaningsih. 2005.Bank dan Asuransi Islamdi Indonesia. Jakarta: Kencana.