Upload
vuongkhanh
View
223
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Pelaksanaan peraturan daerah kabupaten sukoharjo nomor 12 tahun 2003
tentang pajak reklame dalam
Meningkatkan pendapatan asli daerah
( studi kasus di bpkd kabupaten sukoharjo )
PENULISAN HUKUM (Skripsi)
Disusun dan diajukan untuk
Melengkapi persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh :
Ario Kusumo Kurniawan
NIM : E.1104016
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2008
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum ( Skripsi )
PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO
NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK REKLAME DALAM
MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH
( Studi Kasus di BPKD Kabupaten Sukoharjo)
Disusun oleh :
ARIO KUSUMO KURNIAWAN
NIM : E 1104016
Disetujui untuk Dipertahankan
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Suranto, S.H., M.H. Sugeng Praptono, S.H., M.H.
NIP. 131571612 NIP.131411016
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum ( Skripsi )
PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO
NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK REKLAME DALAM
MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH
( Studi Kasus di BPKD Kabupaten Sukoharjo)
Disusun oleh :
ARIO KUSUMO KURNIAWAN
NIM : E 1104016
Telah diterima dan disahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
pada :
Hari : Senin
Tanggal : 28 Juli 2008
TIM PENGUJI
1. Sutedjo S.H., M.M : ……………………………………...
2. Sugeng Praptono S.H., M.H : ……………………………………...
3. Suranto S.H., M.H : ……………………………………...
MENGETAHUI
Dekan,
( Mohammad Jamin, S.H.,M.Hum ) NIP . 131 570 154
PERSEMBAHAN
Dengan ketulusan hati, saya persembahkan karya ini kepada Pembaca
yang budiman , Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta, Teman-temanku dan Almamater .
MOTTO
Pengorbananku adalah masa depanku
( Penulis )
Ilmu yang bermanfaat untukmu adalah ilmu yang dapat bermanfaat bagi orang lain .
( Penulis )
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, kata syukur yang selalu penulis panjatkan kepada penguasa
alam ALLAH SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan Karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul PELAKSANAAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 12 TAHUN
2003 TENTANG PAJAK REKLAME DALAM MENINGKATKAN
PENDAPATAN ASLI DAERAH. ( Studi Kasus di BPKD Kabupaten Sukoharjo)
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA.
2008.
Penyusun skripsi ini dalam rangka untuk melengkapi tugas-tugas dan
memenuhi syarat-syarat guna mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta .
Penulis menyadari bahwa dibalik penyusunan Skripsi ini terdapat banyak
orang-orang luar biasa yang telah memberikan bantuan, petunjuk, dan bimbingan
serta motivasi kepada penulis, sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin
menghaturkan terima kasih dan penghargaan yang setulus hati kepada :
1. Mohammad Jamin, S.H.,M.H, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
2. Aminah, S.H., M.H, Selaku Ketua Bagian HTN.
3. Suranto, S.H.,M.H, Selaku Pembimbing I Skripsi , terima kasih untuk
kesabaran, waktu yang disediakan, bimbingan dan nasihatnya.
4. Sugeng Praptono, S.H.,M.H , Selaku Pembimbing II Skripsi, terima kasih
untuk kesabaran, bimbingan dan nasihatnya, sehingga Skripsi ini menjadi
lebih baik.
5. Nara sumber Penulisan Skripsi, Bambang Siswanto (Kepala Sub Bidang
Pajak Reklame BPKD Kabupaten Sukoharjo).
6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
7. Kedua orang tua, Ayah dan Ibu, terima kasih untuk semua dukungan dan
doa.
8. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya Skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan, baik secara teoritis maupun
praktis. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan. Semoga Skripsi ini dapat memberi manfaat dan menjadi sumbangan
pemikiran untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Surakarta,…………………..
Ario Kusumo K
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………. i
HALAMAN PERSETUJUAN …………………………………………….. ii
HALAMAN PENGESAHAN ….………………………………………….. iii
HALAMAN MOTTO …………..………………………………………….. iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ...………………………………………….. v
KATA PENGANTAR …………..………………………………………….. vi
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….. viii
DAFTAR BAGAN ……………..…………………………………………... xi
DAFTAR TABEL ……………...…………………………………………... xii
ABSTRAK …………………………………………………………………. xiii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah …………………………………… 1
B. Perumusan Masalah …...…………………………………… 5
C. Tujuan Penelitian ……...…………………………………… 6
D. Manfaat Penelitian …….…………………………………… 6
E. Metode Penelitian ……..…………………………………… 7
F. Sistematika Skripsi ………………………………………… 12
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori …………………………………………….. 13
1. Tinjauan Tentang Pemerintahan Daerah ……………….. 13
a. Pemerintahan Daerah ………………………………. 13
b. Ciri-ciri Pemerintahan Daerah ……………………… 14
c. Asas-asas Pemerintahan Daerah ……………………. 15
d. Lembaga Pemerintahan Daerah …………………….. 16
e. Perangkat Daerah …………………………………… 20
f. Otonomi Daerah ……………………………………. 23
2. Tinjauan Tentang Pendapatan Asli Daerah ……………. 29
a. Pajak Daerah ………………………………………. 29
b. Retribusi …………………………………………… 30
3. Tinjauan Tentang Pajak Daerah ……………………….. 32
4. Tinjauan Tentang Pajak Reklame ……………………… 37
B. Kerangka Pikiran …………………………………………... 38
BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Badan Pengelola Keuangan Daerah
Kabupaten Sukoharjo ………………………………........... 40
B. Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo
Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pajak Reklame Dalam
Upaya Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah …………… 53
1. Nama, Obyek, Subyek dan Wajib Pajak
Dalam Penyelenggaraan Reklame ……………………... 53
2. Dasar Pengenaan dan Tarif Pajak ……………………… 55
3. Wilayah Pemungutan dan Tata Cara perhitungan Pajak .. 68
4. Masa Pajak, Saat Pajak Terutang dan Surat
Pemberitahuan Pajak Daerah …………………………... 69
5. Tata Cara Penghitungan dan Penetapan Pajak …………. 69
6. Tata Cara Pembayaran …………………………………. 73
7. Tata Cara Penagihan Pajak ……………………………... 75
C. Hambatan Dalam Pelaksanaan Peraturan Daerah
Kabupaten Sukoharjo Nomor 12 Tahun 2003
tentang Pajak Reklame Dalam Upaya Meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah dan Cara Mengatasinya ………….. 79
BAB IV. PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………………………………. 82
B. Saran ………………………………………………………… 83
DAFTAR BAGAN
Bagan Halaman
1. Model Analisis Interaktif …………………………………… 11
2. Kerangka Pemikiran ………………………………………... 38
3. Susunan Organisasi BPKD Kabupaten Sukoharjo …………. 52
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Perhitungan Nilai Sewa Reklame …………………………… 56
2. Rekapitulasi Target dan Realisasi Penerimaan Daerah
Kabupaten Sukoharjo ………………………………………. 77
ABSTRAK
Ario Kusumo Kurniawan, 2008. PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH
KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG
PAJAK REKLAME DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI
DAERAH.( Studi Kasus di BPKD Kabupaten Sukoharjo ). Fakultas Hukum
UNS.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan Peraturan Daerah
Kabupaten Sukoharjo Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pajak Reklame dalam
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dan hambatan yang timbul dalam
pelaksanaan Peraturan Daerah tersebut serta bagaimana cara mengatasinya.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum empiris yang besifat
deskriptif. Jenis data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder.
Data primer merupakan data utama yang diperoleh langsung dari sumber pertama
yang berhubungan dengan obyek penelitian dalam hal ini data primer yang
digunakan penulis adalah hasil wawancara dengan Bambang Siswanto(Kepala
Sub Bidang Pajak Reklame BPKD Kabupaten Sukoharjo). Sedangkan data
sekunder digunakan untuk mendukung dan melengkapi data primer. Penulis
menggunakan teknik analisis data dengan model analisis interaktif.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut, bahwa
pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 12 Tahun 2003
tentang Pajak Reklame sudah cukup efektif dalam upaya meningkatan Pendapatan
Asli Daerah karena menurut laporan rekapitulasi target dan realisasi diatas
menunjukkan bahwa realisasinya melebihi dari target yang diharapkan.
Kurangnya partisipasi masyarakat, personil, sarana dan prasarana dan anggaran
merupakan hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor
12 Tahun 2003 tentang Pajak Reklame dalam meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan pada hakekatnya adalah proses perubahan secara terus
menerus, yang merupakan kemajuan dan perbaikan menuju kearah yang ingin
dicapai. Didalam GBHN disebutkan tujuan Pembangunan Nasional adalah
mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata baik materiil
dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana
perikehidupan bangsa yang aman, tentram, tertib dan dinamis dalam
lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.
Dalam usaha pencapaian tujuan pembangunan tersebut diperlukan
suatu penyelenggaraan pemerintahan yang efektif dan efisien. Negara
Republik Indonesia dalam penyelenggaraan pemerintahannya menganut asas
desentralisasi.
Menurut Henry Maddick yang disebut dengan desentralisasi adalah
penyerahan kekuasaan hukum untuk menangani bidang-bidang atau fungsi-
fungsi tertentu kepada daerah otonom. Daerah otonom adalah satuan
pemerintahan didaerah yang penduduknya berwenang mengatur dan
mengurus kepentingannya sendiri berdasarkan aspirasinya. Disebut daerah
otonom karena setelah dilakukan desentralisasi oleh pemerintah pusat, daerah
berhak mengurus dan mengatur urusannya sendiri berdasarkan aspirasi dan
kepentingan masyarakatnya. (Hanif Nurcholis, 2005 : 55-56).
Otonomi daerah dilaksanakan dengan berpedoman pada Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan didukung
dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi
Daerah serta Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Tercapainya efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan
daerah sangat dipengaruhi adanya proses penyeimbangan empat asas yang
berlaku didaerah yaitu asas sentralisasi, asas desentralisasi, asas dekonsentrasi
dan asas tugas pembantuan. Keempat asas tersebut harus menjadi landasan
pokok bagi para penyelenggara pemerintahan dalam mengemban misi dan
tanggung jawabnya sebagai koordinator pelaksana pembangunan sekaligus
memberikan pelayanan kepada masyarakat guna meningkatkan taraf hidup
masyarakat secara menyeluruh.
Kebijakan untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan
daerah dalam bidang perekonomian dan keuangan daerah secara esensi sudah
ditetapkan pada awal Pelita I, dimana kebijakan pemerintah yang dinilai
cukup potensial untuk mengembangkan daerah dengan segala kemampuannya
tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 mengenai
Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Motivasi utama dengan diambilnya
kebijakan tersebut adalah dalam rangka meningkatkan dan memacu
pembangunan diberbagai sektor guna meningkatkan kemandirian daerah
terhadap pusat.
Dalam pelaksanaan pemerintahan daerah yang nyata, dinamis dan
bertanggung jawab tersebut maka daerah harus memenuhi komponen-
komponen penting dalam sistem administrasi pemerintahan daerah. Adapun
salah satu komponen penting dalam sistem administrasi pemerintahan daerah
adanya keuangan (Hanif Nurcholis, 2005 : 66). Faktor keuangan merupakan
salah satu faktor yang cukup penting bagi daerah untuk mengatur dan
mengurus rumah tangganya, berkaitan dengan pentingnya posisi keuangan
tersebut, Pamudji menegaskan bahwa :
“Pemerintahan daerah tidak akan dapat melaksanakan fungsinya
dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk
memberikan pelayanan dan pembangunan …………… Dan
keuangan inilah yang merupakan salah satu dasar kriteria untuk
mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengurus
rumah tangganya sendiri (Pamudji, 1980 : 61-62).”
Mengingat pentingnya faktor keuangan tersebut, maka pemerintah
mengatur ketentuan mengenai keuangan daerah secara lebih terperinci dalam
Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 mengenai segi
penggalian dana bagi daerah, yaitu :
“Agar daerah dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri dengan sebaik-baiknya, maka kepadanya perlu diberikan
sumber pembiayaan yang cukup. Tetapi tidak semua sumber
pembiayaan pemerintahan dapat diberikan kepada daerah, maka
kepada daerah dianjurkan menggali sumber keuangan sendiri
berdasarkan Peraturan Perundangan-undangan yang berlaku”.
Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 jo Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dengan Daerah
menyatakan sumber keuangan daerah adalah sebagai berikut :
1. Pendapatan asli daerah, yaitu :
a) Pajak daerah
b) Retribusi daerah
c) Laba BUMD dan hasil pengelolaan kekayaan lainnya
d) Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
2. Dana perimbangan
3. Pinjaman daerah, dan
4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Untuk memaksimalkan upaya kabupaten dalam meningkatkan
sumber pendapatan daerahnya melalui penggalian terhadap sektor-sektor yang
cukup potensial, pemerintah telah menetapkan political will-nya untuk terus
mengupayakan dan merealisasikan terwujudkan otonomisasi kabupaten
dengan menerapkan prinsip efisiensi dan efektifitas dalam pengelolaan jumlah
sumber penerimaan daerah yang telah diberikan pusat pada daerah.
Manifestasi dari political will yang ditetapkan pemerintah pusat
tersebut ditindak lanjuti dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 34
Tahun 2000 yang mengatur tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
(PDRD). Dasar pertimbangan dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor
34 Tahun 2000 ini adalah untuk memperkuat upaya peningkatan penerimaan
daerah yang nyata dan bertanggung jawab dengan menitikberatkan pada
kabupaten.
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 ini secara tegas menetapkan
jenis-jenis pajak dan retribusi yang dapat dipungut daerah dalam rangka
penyederhanaan jenis-jenis pajak dan retribusi yang telah ada. Selain
bertujuan untuk menyederhanakan terhadap pajak dan retribusi daerah,
Undang-Undang ini juga bertujuan untuk memperbaiki sistem administrasi
perpajakan daerah dan retribusi sejalan dengan sistem administrasi perpajakan
nasional.
Meskipun format pajak dan retribusi daerah yang diserahkan
sepenuhnya pada Kabupaten jumlahnya disederhanakan namun jenis pajak
dan retribusi daerah yang diserahkan pada daerah tersebut memiliki
kemampuan yang lebih berbobot dalam meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah di Kabupaten. Sedangkan jenis pajak dan retribusi yang kurang begitu
potensial dikembangkan oleh Kabupaten menurut ketentuan Undang-Undang
Nomor 34 Tahun 2000 tersebut harus dihapuskan karena dianggap sudah
tidak sesuai lagi dengan perkembangan daerah.
Sejalan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 34 Tahun
2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah di Kabupaten, maka konsekuensi
secara langsung yang diterima oleh Kabupaten dari pusat adalah adanya
kewenangan penuh untuk mengelola sejumlah pajak dan retribusi. Untuk
melaksanakan kewenangan dari pusat tersebut maka pemerintah daerah harus
mempunyai peraturan daerah yang dapat mengatur mengenai pengelolaan dan
pemanfaatan pajak dan retribusi untuk meningkatkan penerimaan pendapatan
daerah.
Dasar pertimbangan yang melatar belakangi penulis mengambil
tema dalam penelitian ini adalah bahwa Peraturan Daerah Kabupaten
Sukoharjo Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pajak Reklame, merupakan salah
satu peraturan daerah yang dapat digunakan pemerintah daerah untuk
mengelola dan mengatur sektor keuangan daerah dalam hal ini pajak daerah.
Dengan dasar ini maka Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 12
Tahun 2003 memiliki peranan yang sangat penting untuk meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah.
Dipilihnya Pajak Reklame sebagai obyek penelitian karena sebagai
salah satu jenis pajak daerah yang dikembangkan Pemerintah Daerah
Kabupaten Sukoharjo, Pajak Reklame sebagai kontributor dalam penerimaan
Pendapatan Asli Daerah meskipun realisasinya tidak sebesar dibandingkan
dengan jenis pajak daerah lain seperti pajak kendaraan bermotor, pajak
penerangan jalan, pembangunan dan lain-lain. Atas dasar itulah maka Pajak
Reklame dapat digunakan sebagai peningkat Pendapatan Asli Daerah.
Berdasarkan pertimbangan hal-hal di atas itulah maka penulis
tertarik untuk menulis skripsi dengan judul :
“ PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN
SUKOHARJO NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK
REKLAME DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI
DAERAH ”. (Studi Kasus di BPKD Kabupaten Sukoharjo).
B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah adalah untuk mengidentifikasi persoalan yang
diteliti secara jelas, biasanya berisi pertanyaan kritis, sistematis dan
representative untuk mencari jawaban dari persoalan yang ingin dipecahkan.
Arti penting perumusan masalah adalah sebagai pedoman bagi tujuan dan
manfaat penelitian dalam rangka mencapai kualitas yang optimal.
Berdasarkan hal tersebut maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah :
1. Bagaimanakah pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo
Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pajak Reklame dalam meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah ?
2. Apa yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan Peraturan Daerah
Kabupaten Sukoharjo Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pajak Reklame
dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dan bagaimana cara
mengatasinya?
C. Tujuan Penelitian
Dalam suatu penelitian pasti memiliki arah dan tujuan yang pasti dan
jelas. Sebab tanpa suatu arah dan tujuan penelitian ini tidak akan tidak akan
memberikan kegunaan serta kemanfaatan. Berdasarkan latar belakang dan
permasalahan yang akan diteliti, maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai
berikut :
1. Tujuan Obyektif :
a. Untuk mengetahui pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten
Sukoharjo Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pajak Reklame dalam
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.
b. Untuk mengetahui hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan
Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 12 Tahun 2003
tentang Pajak Reklame dalam meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah serta cara mengatasinya.
2. Tujuan Subyektif :
a. Untuk meningkatkan wawasan pengetahuan dan pemikiran penulis
tentang Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 12 Tahun
2003 tentang Pajak Reklame sebagai usaha peningkatan Pendapatan
Asli Daerah Kabupaten.
b. Untuk memperoleh data sebagai bahan utama penyusunan skripsi
guna memenuhi syarat-syarat yang diperlukan untuk memperoleh
gelar kesarjanaan di bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Diharapkan dari penelitian ini akan memberikan manfaat riil bagi
pihak-pihak yang berkepentingan. Adapun manfaat yang bisa diperoleh dari
penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis :
a. Menambah literatur dan referensi khasanah dunia kepustakaan
yang dapat dijadikan dasar bagi penelitian selanjutnya.
b. Memberikan jawaban terhadap permasalahan yang sedang diteliti.
2. Manfaat Praktis :
a. Untuk menyumbangkan pemikiran dibidang hukum khususnya
dibidang Hukum Tata Negara.
b. Untuk memberikan informasi dan gambaran mengenai pelaksanaan
Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 12 Tahun 2003
tentang Pajak Reklame.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah penulisan
hukum yang bersifat empiris. Penelitian hukum empiris adalah penelitian
yang yang memberikan data yang benar tentang pelaksanaan, keadaan
atau gejala-gejala lainnya tentang pelaksanaan yang ada dilapangan.
Dalam penelitian ini penulis mencoba untuk mendeskripsikan
secara lengkap, obyektif, dan menyeluruh mengenai obyek penelitian
yaitu bagaimana pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2003
tentang Pajak Reklame dan hambatan pelaksanaannya dalam upaya
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah serta bagaimana cara
mengatasinya.
2. Sifat Penelitian
Penulis menggunakan sifat penelitian yang deskriptif. Penelitian
deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data
seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lain
(Soerjono Soekanto, 2006:10).
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah di Badan
Pengelola Keuangan Daerah Kabupaten Sukoharjo.
4. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian dalam penulisan hukum ini penulis
menggunakan pendekatan empiris/sosiologis.
5. Jenis Data
Jenis data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah
a. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari
sumber pertama yang berhubungan dengan obyek penelitian.
Data primer ini akan diperoleh penulis dari keterangan dan
penjelasan dengan melakukan wawancara kepada orang-orang
yang dapat memberikan informasi yang dibutuhkan. Dalam
hal ini penulis melakukan wawancara secara langsung dengan
pejabat dan staf BPKD yang terkait dalam pengelolaan pajak
reklame di Kabupaten Sukoharjo.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak
langsung dari data sumber untuk mendukung dan melengkapi
data primer yang berhubungan dengan masalah, misalnya
studi kepustakaan, literatur, catatan, buku, dokumen, arsip,
peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan
penelitian ini.
6. Sumber Data
a. Sumber data primer
Sumber data primer ini sumber data yang diperoleh secara
langsung dari lapangan yang dalam penelitian ini yaitu para
pejabat dan staf BPKD yang terkait dalam mengelola Pajak
Reklame di Kabupaten Sukoharjo.
b. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder merupakan sumber data yang
mendukung sumber data primer, yaitu buku-buku maupun
literature dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan penelitian yang berada di perpustakaan.
7. Teknik Pengumpulan Data
Dalam upaya pengumpulan data dari sumber data di atas, dalam
penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai
berikut:
a. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan tersebut dilakukan dengan dua orang pihak, yaitu
pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang
diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas
pertanyaan itu. (Lexy J. Moleong. 1990: 135).
Dalam hal ini penulis melakukan wawancara secara langsung
dengan para pejabat dan staf Dinas Pendapatan Daerah yang terkait
dalam pengelolaan pajak reklame di Kabupaten Sukoharjo.
b. Studi Kepustakaan
Metode ini penulis gunakan dalam rangka memperoleh data
sekunder dengan cara mengumpulkan, membaca, mempelajari dan
mengutip dari data-data sekunder yang meliputi peraturan
perundang-undangan, dokumen, dan bahan-bahan kepustakaan lain
dari beberapa buku-buku referensi, artikel-artikel dari beberapa
jurnal, arsip, hasil penelitian ilmiah, peraturan perundang-undangan,
laporan, teori-teori, media massa seperti koran, internet dan bahan-
bahan kepustakaan lainnya yang relevan dengan permasalahan yang
diteliti.
8. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan
data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat
ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang
disarankan oleh data. (Lexy J. Moleong. 2001 : 103). Teknik analisis
data dalam suatu penelitian penting agar data yang sudah terkumpul
dapat dianalisis sehingga dapat menghasilkan jawaban guna
memecahkan masalah-masalah yang telah ditentukan.
Dalam proses analisis terdapat tiga komponen utama, dimana
ketiga komponen tersebut saling berkaitan dan menentukan hasil akhir
analisis. Adapun tiga komponen tersebut adalah :
a. Reduksi Data
Reduksi data merupakan komponen pertama dalam analisis
yang merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dan
abstraksi data dari fieldnot. Proses ini berlangsung terus sepanjang
pelaksanaan penelitian.
b. Sajian Data
Sajian data merupakan suatu rakitan organisasi informasi,
deskripsi dalam bentuk narasi yang memungkinkan simpulan
penelitian dapat dilakukan. Sajian data selain dalam bentuk narasi
kalimat, juga dapat meliputi berbagai jenis matriks, gambar/skema,
jaringan kerja kaitan kegiatan dan juga tabel sebagai pendukung
narasinya.
c. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi
Kesimpulan akhir tidak akan terjadi sampai pada waktu proses
pengumpulan data berakhir. Kesimpulan tersebut perlu diverifikasi
agar mantap dan benar-benar bisa dipertanggungjawabkan
(HB. Sutopo. 2002: 91-93).
Dalam penelitian kualitatif ini, penulis menggunakan model
analisis interaktif. Dalam model analisis interaktif ini penulis tetap
bergerak di antara tiga komponen analisis dengan proses pengumpulan
data selama kegiatan pengumpulan data berlangsung. Adapun model
analisis interaktif yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Dalam model analisis interaktif ini, pada waktu pengumpulan data
penulis selalu membuat reduksi dan sajian data. Reduksi dan sajian data
harus disusun pada waktu penulis sudah memperoleh unit data dari
sejumlah unit yang diperlukan dalam penelitian. Pada waktu
pengumpulan data sudah berakhir, penulis mulai melakukan usaha untuk
menarik kesimpulan dan verifikasinya berdasarkan pada semua hal yang
terdapat dalam reduksi maupun sajian datanya. Jika kesimpulan dirasa
kurang mantap karena kurangnya rumusan dalam reduksi maupun sajian
datanya, maka penulis dapat kembali melakukan kegiatan pengumpulan
data yang sudah terfokus untuk mencari pendukung kesimpulan yang ada
dan juga bagi pendalaman data. (HB. Sutopo. 2002: 95-96)
Sajian Data
Penarikan Kesimpulan
Reduksi Data
Pengumpulan Data
Bagan 1. model analisis interaktif
F. Sistematika Penulisan Hukum
Guna mendapatkan gambaran yang komperhensif mengenai bahasan
dalam penulisan hukum ini, penulis dapat menguraikan sistematika penulisan
hukum sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab I ini merupakan bab pendahuluan yang berisi tentang latar
belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian dan
manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan
hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab II ini berisi tentang dasar-dasar pemahaman untuk membahas
dan menganalisa hasil penelitian yang berisi tentang : Tinjauan
Tentang Pemerintahan Daerah, Tinjauan Tentang Pendapatan Asli
Daerah, Tinjauan Tentang Pajak Daerah, Tinjauan Tentang Pajak
Reklame.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab III ini menguraikan mengenai hasil penelitian yang
diperoleh penulis mengenai pelaksanaan Peraturan Daerah
Kabupaten Sukoharjo Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pajak
Reklame dalam upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah,
hambatan dalam pelaksanaan Peraturan Daerah tersebut serta cara
mengatasinya.
BAB IV : PENUTUP
Bab IV ini merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dari
jawaban permasalahan-permasalahan yang menjadi obyek
penelitian. Bab ini juga berisi saran-saran yang dapat dimanfaatkan
dalam pelaksanaan Peraturan Derah Kabupaten Sukoharjo Nomor
12 Tahun 2003.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan tentang Pemerintahan Daerah
a. Pemerintah Daerah
Pemerintah daerah adalah Kepala Daerah atau Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan
daerah dibentuk Sekretariat Daerah dan Dinas-Dinas daerah.
Menurut Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah bahwa yang dimaksud dengan pemerintahan daerah adalah
penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan
DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip
otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuam
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sedangkan
pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota dan
perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah.
Menurut Bhenyamin Hoessin menjelaskan bahwa local
government dapat mengandung tiga arti yaitu :
1) Local government dalam arti pertama
Local government dalam arti pertama menunjuk pada lembaga
atau organnya. Maksudnya local government adalah organ
atau badan atau organisasi pemerintahan ditingkat daerah.
Atau wadah yang menyelenggarakan kegiatan pemerintahan di
daerah.
2) Local government dalam arti kedua
Local government dalam arti kedua menunjuk pada fungsi
atau kegiatannya. Dalam arti ini local government
samadengan pemerintahan daerah. Dalam konteks Indonesia
pemerintah daerah dibedakan dengan pemerintahan daerah.
Pemerintah daerah adalah badan atau organisasi yang lebih
merupakan bentuk pasifnya, sedangkan pemerintahan daerah
merupakan bentuk aktifnya. Dengan kata lain, pemerintahan
daerah adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah
daerah.
3) Local government dalam arti ketiga
Local government dalam arti ketiga yaitu sebagai daerah
otonom dapat disimak dalam definisi yang diberikan oleh The
United Nations of Public Administrtion yaitu subdivisi politik
nasional yang diatur oleh hukum dan secara substansial
mempunyai control atas urusan-urusan local, termasuk
kekuasaan untuk memungut pajak atau memecat pegawai
untuk tujuan tertentu. Local government memiliki otonomi
(local) yang mempunyai kewenangan yang mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri (Hanif Nurcholis, 2005 : 19-20).
Menurut Harris bahwa pemerintahan daerah (local self-
government) adalah pemerintahan yang diselenggarakan oleh
badan-badan daerah yang dipilih secara bebas dengan tetap
mengakui supremasi pemerintahan nasional. Pemerintahan ini
diberi kekuasaan, diskresi (kebebasan mengambil kebijakan) dan
tanggung jawab tanpa dikontrol oleh kekuasaan yang lebih tinggi
(Hanif Nurcholis, 2005 : 20).
b. Ciri-ciri Pemerintahan Daerah
Menurut Oppenheim ciri-ciri pemerintahan daerah
adalah sebagai berikut :
1) Adanya lingkungan atau daerah batas yang lebih kecil dari
pada Negara.
2) Adanya jumlah penduduk yang mencukupi.
3) Adanya kepentingan-kepentingan yang coraknya sukar
dibedakan.
4) Adanya organisasi yang memadai untuk menyelenggarakan
kepentingan-kepentingan tersebut.
5) Adanya kemampuan untuk menyediakan biaya yang
diperlukan (Mahendra Putra Kurnia, 2007 : 14).
Menurut De Guzman dan Taples menyebutkan unsur-
unsur pemerintahan daerah yaitu :
1) Pemerintahan daerah adalah sub divisi politik dari kedaulatan
bangsa atau Negara.
2) Pemerintahan daerah diatur oleh hukum.
3) Pemerintahan daerah mempunyai badan pemerintahan yang
dipilih oleh penduduk setempat.
4) Pemerintahan daerah menyelengarakan kegiatan berdasarkan
peraturan perundang-undanganan.
5) Pemerintahan daerah memberikan pelayanan dalam wilayah
yuridiksinya (Hanif Nurcholis, 2005 : 20).
c. Asas-asas Pemerintah di Daerah
Dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah pada
dasarnya terdapat 4 (empat) asas-asas pemerintahan daerah :
1) Sentralisasi yaitu sistem pemerintahan di mana segala
kekuasaan dipusatkan di pemerintahan pusat.
2) Desentralisasi yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintahan kepada daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara
Kesatuam Republik Indonesia.
3) Dekonsentrasi yaitu pelimpahan wewenang oleh pemerintah
kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau kepada
instansi vertikal diwilayah tertentu.
4) Tugas Pembantuan yaitu pemberian kemungkinan kepada
pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang tingkatannya
lebih atas untuk dimintai bantuan kepada pemerintah daerah
atau pemerintahan daerah yang tingkatannya lebih rendah
didalam menyelenggarakan tugas-tugas atau kepentingan-
kepentingan yang termasuk urusan rumah tangga daerah yang
dimintai bantuan tersebut (Muhammad Fauzan, 2006 : 69).
d. Lembaga Pemerintahan Daerah
Menurut Horton bahwa lembaga adalah suatu sistem
norma yang dipakai untuk mencapai tujuan atau aktifitas yang
dirasa penting, atau kumpulan kebiasaan dan tata kelakuan yang
terorganisir yang terpusat dalam kegiatan utama manusia (Hanif
Nurcholis, 2005 : 117).
Lembaga pemerintahan daerah adalah sistem aturan
atau proses yang terstruktur, yang digunakan untuk
menyelenggarakan pemerintahan daerah. Sesuai dengan prinsip-
prinsip demokrasi maka lembaga pemerintahan daerah terdiri atas
Kepala Daerah dan DPRD.
1) Kepala Daerah
Kepala daerah adalah pimpinan lembaga yang melaksanakan
peraturan perundang-undangan. Dalam melaksanakan
tugasnya kepala daerah dibantu oleh wakil kepala daerah yang
juga bertanggung jawab kepada kepala daerah.
Tugas dan kewajiban kepala daerah :
a) Memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah
berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD;
b) Mengajukan rancangan Perda;
c) Menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan
bersama DPRD;
d) Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang
APBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan
bersama;
e) Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah;
f) Mewakili daerahnya baik didalam maupun diluar
pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk
mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan;
g) Melaksanakan tugas dan kewajiban lain sesuai dengan
peraturan perundang-undangan (Hanif Nurcholis, 2005 :
118).
Kepala daerah menyelenggarakan pemerintahan di daerahnya.
Kepala daerah provinsi disebut gubernur, kepala daerah
kabupaten disebut bupati, kepala daerah kota disebut walikota.
a) Kepala Daerah Pemerintah Propinsi
Lembaga pelaksana kebijakan daerah adalah
pemerintahan propinsi yang dipimpin oleh gubernur.
Dalam menjalankan tugasnya gubernur dibantu oleh
perangkat pemerintah provinsi. Kedudukan gubernur
adalah sebagai wakil pemerintah pusat dan sebagai kepala
daerah otonom.
Kewajiban gubernur :
(1) Mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
(2) Memegang teguh Pancasila dan UUD 1945;
(3) Menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan;
(4) Meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat;
(5) Memelihara ketertiban, keamanan dan ketentraman
masyarakat;
(6) Bersama dengan DPRD Provinsi membuat Peraturan
Daerah;
(7) Memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah
berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama
DPRD Provinsi (Hanif Nurcholis, 2005 : 121).
Tugas dan wewenang gubernur sebagai wakil pemerintah
pusat menurut Pasal 38 UU No.32 Tahun 2004 sebagai
berikut :
(1) Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan
pemerintahan daerah kabupaten/kota;
(2) Koordinasi penyelenggaraan urusan pemerintah pusat
didaerah provinsi dan kabupaten/kota;
(3) Koordinasi pembinaan dan pengawasan
penyelenggaraan tugas pembantuan di daerah
provinsi dan kabupaten/kota.
b) Kepala Daerah Pemerintah Kabupaten
Lembaga pelaksana kebijakan daerah kabupaten adalah
pemerintah kabupaten yang dipimpin oleh bupati.
Pemerintah kabupaten bukan bawahan provinsi tetapi
sesama daerah otonom. Kedudukan bupati adalah sebagai
kepala daerah kabupaten.
Kewajiban bupati :
(1) Mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
(2) Memegang teguh Pancasila dan UUD 1945;
(3) Menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan;
(4) Meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat;
(5) Memelihara ketertiban, keamanan dan ketentraman
masyarakat;
(6) Bersama dengan DPRD Kabupaten membuat
Peraturan Daerah;
(7) Memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah
berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama
DPRD Kabupaten (Hanif Nurcholis, 2005 : 122-123).
c) Kepala Daerah Pemerintah Kota
Pemerintah kota bukan bawahan pemerintah provinsi.
Pemerintah kota adalah daerah otonom lain dibawah
koordinasi pemerintah provinsi. Artinya pemerintah kota
yang berada dalam suatu wilayah provinsi merupakan
daerah otonom dalam wilayah koordinasi pemerintah
provinsi yang bersangkutan. Kepala pemerintahan kota
adalah walikota, yang artinya bertugas melaksanakan
kebijakan daerah kota dan peraturan perundangan lain
yang menjadi kewajibannya (Hanif Nurcholis, 2005 :
123).
Kewajiban Walikota :
(1) Mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
(2) Memegang teguh Pancasila dan UUD 1945;
(3) Menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan;
(4) Meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat;
(5) Memelihara ketertiban, keamanan dan ketentraman
masyarakat;
(6) Bersama dengan DPRD Kota membuat Peraturan
Daerah;
(7) Memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah
berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama
DPRD Kota (Hanif Nurcholis, 2005 : 124).
2) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
a) DPRD Provinsi
DPRD Provinsi adalah lembaga yang mewakili rakyat
untuk daerah provinsi yang bersangkutan. Anggota
DPRD Provinsi dipilih oleh rakyat provinsi yang
bersangkutan dalam pemilu dari partai politik. Fungsi
utama DPRD Provinsi adalah legislasi dan pengawasan,
yaitu membuat Peraturan Daerah dan melakukan
pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan
daerah provinsi. Selain itu DPRD Provinsi juga
mempunyai fungsi anggaran yaitu kewenangan untuk
menetapkan APBD.
b) DPRD Kabupaten
DPRD Kabupaten adalah lembaga yang mewakili rakyat
daerah kabupaten yang bersangkutan. Anggota DPRD
Kabupaten dipilih dari partai politik dalam pemilu.
c) DPRD Kota
DPRD Kota adalah lembaga yang mewakili rakyat daerah
kota yang bersangkutan. Anggota DPRD Kota dipilih
melalui pemilu.
e. Perangkat Daerah
Pemerintah daerah mempunyai perangkat daerah.
Perangkat daerah adalah organisasi/lembaga pada pemerintahan
daerah yang bertanggungjawab kepada kepala daerah dan
membantu kepala daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan.
Perangkat daerah terdiri dari Sekretariat Daerah, Dinas Daerah dan
Lembaga Teknis Daerah (Hanif Nurcholis, 2005 : 128).
1) Sekretariat Daerah
Sekretariat Daerah adalah unsur staf pemerintah daerah.
Maksudnya sebagai lembaga yang memberi dukungan data,
informasi dan perencanaan pada pemerintahan daerah.
a) Sekretariat Daerah Provinsi
Sekretariat Daerah Provinsi merupakan unsur staf
pemerintahan provinsi dan dipimpin oleh seorang
sekretaris daerah yang berada dibawah dan
bertanggungjawab kepada gubernur.
Fungsi Sekretariat Daerah Provinsi :
(1) Pengkoordinasian perumusan kebijakan pemerintah
daerah provinsi;
(2) Penyelenggaraan administrasi pemerintahan;
(3) Pengelolaan sumberdaya aparatur, keuangan,
prasarana dan sarana pemerintah daerah provinsi;
(4) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh gubernur
sesuai dengan tugas dan fungsinya (Hanif Nurcholis,
2005 : 129)
b) Sekretariat Daerah Kabupaten / Kota
Sekretariat Daerah Kabupaten / Kota merupakan unsur
staf pemerintah kabupaten/kota dipimpin oleh seorang
sekretaris daerah yang berada dan bertanggung jawab
kepada bupati/walikota.
Fungsi Sekretariat Daerah Kabupaten/Kota :
(1) Pengkoordinasian perumusan kebijakan pemerintah
daerah Kabupaten/Kota;
(2) Penyelenggaraan administrasi pemerintahan;
(3) Pengelolaan sumberdaya aparatur, keuangan,
prasarana dan sarana pemerintah daerah
kabupaten/kota;
(4) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh
bupati/walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya
(Hanif Nurcholis, 2005 : 130).
2) Dinas Daerah
Dinas Daerah adalah unsur pelaksana pemerintahan daerah.
a) Dinas Provinsi
Dinas Provinsi merupakan unsur pelaksana pemerintahan
provinsi yang dipimpin oleh seorang kepala yang berada
dibawah dan bertanggungjawab kepada gubernur melalui
sekretaris daerah.
Fungsi Dinas Provinsi :
(1) Perumusan kebijakan teknis sesuai dengan lingkup
tugasnya;
(2) Pemberian perijinan dan pelaksanaan pelayanan
umum;
(3) Pembinaan pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup
tugasnya (Hanif Nurcholis, 2005 : 131).
b) Dinas Kabupaten/Kota
Dinas Kabupaten/Kota merupakan unsur pelaksana
pemerintahan kabupaten/kota yang dipimpin oleh seorang
kepala yang berada dibawah dan bertanggungjawab
kepada bupati/walikota melalui sekretaris daerah.
Fungsi Dinas Provinsi :
(1) Perumusan kebijakan teknis sesuai dengan lingkup
tugasnya;
(2) Pemberian perijinan dan pelaksanaan pelayanan
umum;
(3) Pembinaan terhadap unit pelaksanaan teknis dinas
dan cabang dinas dalam lingkup tugasnya (Hanif
Nurcholis, 2005 : 132).
3) Lembaga Teknis Daerah
a) Lembaga Teknis Daerah Provinsi
Lembaga Teknis Daerah Provinsi merupakan unsur
penunjang pemerintah daerah provinsi yang dipimpin
oleh seorang kepala yang dibawah dan bertanggungjawab
kepada gubernur melalui sekretaris daerah.
Fungsi Lembaga Teknis Daerah Provinsi :
(1) Perumusan perizinan teknis sesuai dengan lingkup
tugasnya;
(2) Pelayanan penunjang penyelenggaraan pemerintahan
daerah.
b) Lembaga Teknis Daerah Kabupaten/Kota
Lembaga Teknis Daerah Kabupaten/Kota merupakan
unsur penunjang pemerintah daerah provinsi yang
dipimpin oleh seorang kepala yang dibawah dan
bertanggungjawab kepada bupati/walikota melalui
sekretaris daerah.
Fungsi Lembaga teknis Daerah Kabupaten/Kota :
(1) Perumusan perizinan teknis sesuai dengan lingkup
tugasnya;
(2) Pelayanan penunjang penyelenggaraan pemerintahan
daerah.
f. Otonomi Daerah
Secara etimologi otonomi berasal dari kata oto (auto =
sendiri) dan nomoi (nomos = aturan / undang-undang) yang berarti
mengatur sendiri, wilayah atau bagian negara atau kelompok yang
memerintah sendiri. Di dalam tata pemerintahan, otonomi diartikan
sebagai mengurus dan mengatur rumah tangga sendiri (Muhammad
Fauzan, 2006 : 64).
Otonomi bermakna “memerintah sendiri” yang dalam
wacana administrasi publik, daerah yang memerintah sendiri
dinamakan daerah otonomi yang sering disebut local self
government (Muhammad Fauzan, 2006 : 65). Menurut Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 mendefinisikan otonomi daerah
sebagai hak, wewenang, kewajiban daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Paradigma baru otonomi daerah harus diterjemahkan
kepala daerah sebagai upaya untuk mengatur kewenangan
pemerintahan sehingga serasi dan fokus pada tuntutan kebutuhan
masyarakat, karena otonomi daerah bukanlah tujuan, melainkan
suatu instrument untuk mencapai tujuan (J. Kaloh, 2003 : 15).
Tujuan pemberian otonomi daerah setidak-tidaknya
dapat meliputi 4 (empat) aspek, yaitu :
1) Segi politik yaitu mengikutsertakan dan menyalurkan aspirasi
masyarakat baik untuk kepentingan daerah sendiri maupun
untuk mendukung kebijakan nasional melalui proses
demokrasi di lapisan bawah.
2) Segi manajemen pemerintahan yaitu untuk meningkatkan daya
guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan, terutama
dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat sesuai
dengan kebutuhan mereka.
3) Segi kemasyarakatan yaitu untuk meningkatkan partisipasi
serta menumbuhkan kemandirian masyakat dengan
melakukan usaha pemberdayaan masyarakat menuju
masyarakat yang mandiri dan memiliki daya saing.
4) Segi ekonomi pembangunan yaitu untuk melancarkan program
pembangunan menuju tercapainya kesejahteraan rakyat (S.H.
Sarundajang, 2005 : 82).
The Liang Gie mengemukakan sejumlah alasan
hadirnya satuan pemerintahan teritorial yang lebih kecil
(pemerintahan daerah), yang memiliki kewenangan untuk mengurus
dan mengatur rumah tangga (otonomi), yaitu :
1) Untuk mencegah penumpukan kekuasaan yang bias membuka
ruang bagi terjadinya tirani.
2) Sebagai upaya pendemokrasian.
3) Untuk memungkinkan tercapainya pemerintahan yang efisien.
4) Guna memberikan perhatian terhadap kekhususan-kekhususan
yang menyertai setiap daerah.
5) Agar pemerintah daerah dapat lebih langsung membantu
penyelenggaraan pembangunan (Krishna D.Darumurti dan
Umbu Rauta. 2000 : 10).
Menurut Safri Nugraha bahwa tujuan pemberian
otonomi yaitu :
1) Peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat;
2) Pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, pemerataan
serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan
daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (Tri Haryati, 2005 : 44).
Prinsip otonomi daerah menurut UU No.22 Tahun 1999
jo UU No.32 Tahun 2004 :
1) Otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan
kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan
pemerintahan diluar yang menjadi urusan pemerintah yang
ditetapkan dalam Undang-Undang.
2) Otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani
urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas,
wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan
berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai
dengan potensi dan kekhasan daerah.
3) Otonomi bertanggungjawab adalah otonomi yang dalam
penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan
dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk
memberdayakan daerah termasuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian dari tujuan
nasional.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Otonomi Daerah,
yaitu :
1) Sumber Daya Manusia.
2) Keuangan.
3) Sarana dan prasarana.
4) Organisasi dan manajemen.
Berikut gambaran umum mengenai empat faktor diatas :
1) Sumber Daya Manusia
Penyelenggaraan pemerintahan daerah memerlukan
sumber daya manusia sebagai pelaksananya. Sumber daya
manusia pada pemerintah daerah merupakan unsur yang
sangat menentukan dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah. Pemerintahan daerah akan dapat diselenggarakan
dengan baik sehingga tujuan dapat dicapai secara efektif dan
efisien jika didukung oleh sumber daya manusia yang
berkompeten.
Sumber daya manusia pada pemerintah daerah
disebut pegawai pemerintah daerah. Pegawai pemerintah
daerah adalah pegawai negeri sipil pada pemerintah daerah.
Pegawai negeri sipil daerah adalah unsur aparatur negara
yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat
secara professional, jujur, adil dan merata dalam
penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan
pembangunan.
Mekanisme sistem pemerintahan, baik pusat maupun
daerah hanya dapat berjalan dengan baik dan mencapai
tujuan seperti yang dikehendaki apabila manusia sebagai
subyek yang menggerakkan baik pula. Tanpa manusia
pelaksana yang baik, maka mekanisme pemerintahan
akhirnya tidak dapat berjalan dengan baik dengan demikian
tujuan yang diharapkan tidak akan terwujud. Pengertian baik
disini meliputi :
a) Mentalitas atau moralnya baik dalam arti jujur,
mempunyai rasa tanggung jawab yang besar terhadap
pekerjaannya, dapat bersikap sebagai abdi masyarakat
atau public servent;
b) Memiliki kecakapan atau kemampuan yang tinggi untuk
melaksanakan tugas-tugasnya (Josef Riwu Kaho, 1997 :
60).
2) Keuangan
Istilah keuangan dapat mengandung arti setiap hak
yang berhubungan dengan masalah uang antara lain berupa
sumber pendapatan, jumlah uang yang cukup dan
pengelolaan keuangan yang sesuai dengan tujuan dan
peraturan yang berlaku.
Faktor keuangan penting dalam setiap kegiatan
pemerintahan, karena hampir tidak ada kegiatan
pemerintahan yang tidak membutuhkan biaya. Makin besar
jumlah yang tersedia, makin banyak pula kemungkinan
kegiatan atau pekerjaan yang dapat dilaksanakan. Demikian
juga semakin baik pengelolaannya semakin berdaya guna
pemakaian uang tersebut.
Menurut J.Wajong dengan mengutip pendapat D.
Audiffret menyatakan pentingnya pengelolaan keuangan
daerah sebagai berikut :
a) Bahwa pengendalian keuangan mempunyai pengaruh
yang besar, sehingga kebijaksanaan yang ditempuh saat
melakukan kegiatan itu dapat menyebabkan
kemakmuran atau kelemahan, kejayaan atau penduduk
daerah itu;
b) Bahwa kepandaian dalam mengendalikan daerah tidak
akan memberikan hasil yang memuaskan dan abadi,
tanpa ada pengendalian keuangan yang baik, terlebih
lagi tanpa kemampuan melihat ke depan dengan penuh
kebijaksanaan yang harus diarahkan pada melindungi
dan memperbesar harta daerah, yang berhubungan erat
dengan semua kepentingan masyarakat tersebut;
c) Bahwa anggaran adalah alat utama pada pengendalian
keuangan daerah, sehingga rencana anggaran yang
diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
haruslah tepat dalam bentuk dan susunannya dengan
memuat rancangan yang dibuat berdasarkan keahlian
dengan pandangan ke depan yang bijaksana (Josef Riwu
Kaho, 1997 : 60).
Berdasarkan uraian diatas maka untuk menciptakan
suatu pemerintahan daerah yang baik dan yang dapat
melakukan tugas otonominya dengan baik maka faktor
keuangan ini mutlak diperlukan.
3) Sarana dan Prasarana
Pengertian sarana dan prasarana disini adalah setiap
benda atau alat yang dapat dipergunakan untuk
memperlancar pekerjaan atau kegiatan pemerintahan. Saran
dan prasaran tersebut meliputi alat-alat kantor, alat-alat
komunikasi, alat-alat transportasi, dan sebagainya. Apalagi
dalam organisasi pemerintahan yang serba komplek pada
abad teknologi modern sekarang ini. Alat-alat serba praktis
dan efisien sangat dibutuhkan. Namun di lain pihak, sarana
dan prasarana yang baik tersebut tergantung pula pada
kondisi keuangan yang dimiliki serta kecakapan manusia atau
aparat yang menggunakannya (Josef Riwu Kaho, 1997 : 61).
4) Organisasi dan Manajemen
Organisasi yang dimaksud adalah organisasi dalam
arti struktur yaitu susunan yang terdiri dari satuan-satuan
organisasi beserta segenap pejabat, kekuasaan tugasnya dan
hubungannya satu sama lain, dalam rangka mencapai tujuan
tertentu.
Sedangkan yang dimaksud manajemen adalah proses
manusia yang menggerakan tindakan usaha kerja sama
sehingga tujuan yang telah ditentukan benar-benar tercapai
(Josef Riwu Kaho, 1997 : 63).
Dari pernyataan diatas maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa agar otonomi daerah dapat dilaksanakan dengan baik,
maka diperlukan organisasi dan manajemen pemerintahan
daerah yang baik pula. Manajemen pemerintahan yang baik
tergantung pada kepala daerah beserta stafnya dalam
menggerakkan sarana dan prasarana seefektif dan seefisien
mungkin untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
undang-undang.
2. Tinjauan Pendapatan Asli Daerah
Sumber keuangan daerah yang utama adalah Pendapatan Asli
Daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang
diperoleh daerah dari penerimaan pajak daerah, retribusi daerah,
laba perusahaan daerah dan lain-lain yang sah (Hanif Nurcholis,
2005 : 98).
a. Pajak Daerah
Menurut UU No.34 Tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi
daerah yang dimaksud dengan pajak daerah adalah iuran wajib
yang dilakukan oleh orang pribadi badan kepada Daerah tanpa
imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan
berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, yang
digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan
Daerah dan pembangunan Daerah.
Davey merumuskan pajak daerah adalah :
1) Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dengan
pengaturan dari daerah sendiri;
2) Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan nasional
tetapi penetapan tarifnya dilakukan oleh pemerintah
daerah;
3) Pajak yang ditetapkan dan atau dipungut oleh pemerintah
daerah (Hanif Nurcholis, 2005 : 98).
b. Retribusi
Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran jasa
atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau
diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang
pribadi atau badan.
Yang termasuk golongan dan jenis retribusi daerah meliputi :
1) Yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah :
a) Retribusi Jasa Umum :
(1) Retribusi Pelayanan Kesehatan;
(2) Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan;
(3) Retribusi Penggantian Biaya Cetak KTP dan
Akta Catatan Sipil;
(4) Retribusi Pelayanan Pemakaman dan
Pengabuan Mayat;
(5) Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan
Umum;
(6) Retribusi Pelayanan Umum;
(7) Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor;
(8) Retribusi Pemeriksaan alat Pemadam
Kebakaran;
(9) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta;
(10) Retribusi Pengujian Kapal Perikanan.
b) Retribusi Jasa Usaha:
(1) Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah;
(2) Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan;
(3) Retribusi Tempat Pelelangan;
(4) Retribusi Terminal;
(5) Retribusi Tempat Khusus Parkir;
(6) Retribusi Tempat Penginapan / Pesanggrahan /
Villa;
(7) Retribusi Penyedotan Kakus;
(8) Retribusi Rumah Potong Hewan;
(9) Retribusi Pelayanan Pelabuhan Kapal;
(10) Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga;
(11) Retribusi Penyeberangan di Atas Air;
(12) Retribusi Pengolahan Limbah Cair;
(13) Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah.
c) Retribusi Perizinan Tertentu :
(1) Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB);
(2) Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman
Beralkohol;
(3) Retribusi Izin Gangguan;
(4) Retribusi Izin Trayek.
2) Yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah : retribusi
selain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
a) Laba BUMD dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Alam
Lainnya
BUMD dapat berupa seperti Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM), Bank Pembangunan Daerah
(BPD), Badan Kredit Kecamatan, pasar, tempat
hiburan/rekreasi, villa, pesanggrahan dan lain-lain
keuntungannya merupakan penghasilan bagi daerah
yang bersangkutan.
b) Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
Lain-lain PAD yang sah meliputi :
(1) Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak
dipisahkan;
(2) Jasa giro;
(3) Pendapatan bunga;
(4) Keuntungan selisih nilai tukar rupiahterhadap
mata uang asing;
(5) Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai
akibat dari penjualan dan atau pengadaan
barang dan atau jasa oleh daerah (Hanif
Nurcholis, 2005 : 98).
Sedangkan menurut Pasal 4 Keputusan Menkeu No.
556/KMK.03/2000 bahwa sumber pendapatan lain dari daerah
adalah bantuan dari Pemerintah Pusat kepada Daerah. Alasan
pemberian bantuan kepada daerah adalah :
a. Sebagai stimulan agar daerah mau menyelenggarakan bentuk
pelayanan baru;
b. Untuk meringankan kenaikan beban akibat pelayanan baru;
c. Sebagai penggantian atas pendapatan yang hilang;
d. Sebagai alat atau sarana untuk meratakan sumber pendapatan
daerah, untuk menjamin persamaan standar pelayanan di
seluruh negara (Muhammad Fauzan, 2006 : 243).
3. Tinjauan Pajak Daerah
Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan bagi daerah
yang eksistensinya mampu memberikan kontribusi terhadap
pembiayaan dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah.
Pengertian pajak menurut Leroy Beaulieu dalam buku yang
berjudul Traite de la Science des Finances, 1906 mendefinisikan
pajak sebagai bantuan baik secara langsung maupun tidak yang
dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang,
untuk menutup belanja pemerintah (Erly Suandy, 2005 : 3).
Dalam perkembangannya pengertian pajak kemudian
berkembang yang lebih spesifik seperti yang diungkapkan
Prof.Dr.M.J.H.Smeets dalam bukunya De Economische Betekenis
der Belastingen, 1951 mendefinisikan pajak adalah prestasi kepada
pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum dan yang
dapat dipaksakan tanpa ada kalanya kontraprestasi yang dapat
ditunjukkan dalam hal yang individual maksudnya adalah untuk
membiayai pengeluaran pemerintah. Sedangkan menurut
Dr.Soeparman Soemahamidjaja dalam disertasinya yang berjudul
“Pajak Berdasarkan Asas Gotong Royong,” Universitas Padjajaran,
Bandung, 1964 mendefinisikan pajak adalah iuran wajib, berupa
uang atau barang yang dipungut oleh pengusaha berdasarkan
norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang
dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum (Erly
Suandy, 2005 : 3).
Dari pengertian diatas maka Pajak Daerah dapat disimpulkan
sebagai pajak yang wewenang pemungutannya ada pada
Pemerintah Daerah yang pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas
Pendapatan Daerah. Sedangkan menurut ketentuan Pasal 1 ayat (6)
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak dan
Retribusi Daerah, Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan
oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan
langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan
peraturan perundangan yang berlaku, yang digunakan untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintah Daerah dan pembangunan
Daerah. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka paling tidak
terdapat 4 (empat) hal, yakni :
a. Pajak daerah merupakan iuran wajib;
b. Wajib pajak Daerah adalah perorangan atau badan;
c. Tidak ada kontraprestasi yang seimbang;
d. Dapat dikenakan secara paksa;
e. Dipergunakan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan
dan pembangunan (Muhammad Fauzan, 2006 : 235-236).
Untuk meningkatkan penerimaan di sektor pajak oleh
pemerintah daerah yang nantinya hasil pemungutan pajak akan
masuk ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Derah maka Pajak
Daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 yang
kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Jenis-jenis pajak yang diatur dalam Undang-Undang Nomor
18 Tahun 1997 jo Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 sebagai
berikut :
a. Pajak Propinsi terdiri dari:
1) Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;
2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan
di Atas Air;
3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
4) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah
dan Air Permukaan.
b. Pajak Kabupaten/Kota terdiri dari:
1) Pajak Hotel;
2) Pajak Restoran;
3) Pajak Hiburan;
4) Pajak Reklame;
5) Pajak Penerangan Jalan;
6) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C;
7) Pajak Parkir.
Dengan memperhatikan hal tersebut, maka sudah dapat
diperkirakan bahwa bila hanya dengan mengandalkan hasil
pemungutan dari Pajak Daerah tersebut, sangat sulit bagi daerah
untuk dapat menyelenggarakan pembangunan dan pemerintahan di
daerah, peluang untuk menggali beberapa sumber keuangan
potensial sebagai obyek pajak daerah masih dimungkinkan. Namun
demikian, harus dipenuhi beberapa kriteria sebagai mana diatur
dalam Pasal 2 ayat (4) UU No.34 Tahun 2000 dengan menentukan
sebagai berikut :
a. Bersifat pajak dan bukan retribusi;
b. Obyek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah
Kabupaten/Kota yang bersangkutan dan mempunyai
mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani
masyarakat di wilayah Kabupaten/Kota yang bersangkutan;
c. Obyek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan
kepentingan umum;
d. Obyek pajak bukan merupakan obyek pajak propinsi dan
atau obyek pajak pusat;
e. Potensinya memadai tidak memberikan dampak ekonomi
yang negative;
f. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat;
g. Menjaga kelestarian lingkungan (Muhammad Fauzan, 2006 :
237).
Pembagian hasil penerimaan pajak daerah ditentukan dengan
cara sebagai berikut :
a. Bagi hasil pajak propinsi kepada kabupaten/kota :
1) Hasil penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
dan Kendaraan diatas air dan Bea Balik Nama (BBN)
Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air
diserahkan kepada Daerah Kabupaten/Kota di Propinsi
yang bersangkutan paling sedikit 30%;
2) Hasil penerimaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan
Bermotor (PBBKB) dan Pajak Pengambilan dan
Pemanfaatan Air Bawah Tanah (PPPABT) dan Air
Permukaan (AP) diserahkan kepada daerah
Kabupaten/Kota di Propinsi yang bersangkutan paling
sedikit 70%;
3) Penggunaan bagian daerah Kabupaten/Kota ditetapkan
sepenuhnya oleh daerah Kabupaten/Kota yang
bersangkutan.
b. Bagi hasil pajak daerah Kabupaten/Kota:
1) Hasil penerimaan pajak daerah Kabupaten
diperuntukkan paling sedikit 10% untuk desa yang ada
di wilayah Kabupaten yang bersangkutan;
2) Bagian desa ini ditetapkan dengan Perda Kabupaten
dengan memperhatikan aspek pemerataan dan potensi
masing-masing desa;
3) Penggunaan bagian desa diserahkan sepenuhnya
kepada desa yang bersangkutan.
Menurut Pasal 3 UU No.34 tahun 2000 tentang Pajak dan
Retribusi Daerah, menentukan besarnya prosentase tarif pajak
sebagai berikut :
a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air 5 %
(lima prosen);
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di
Atas Air 10 % (sepuluh prosen);
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 5 % (lima prosen);
d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan
Air Permukaan 20 % (dua puluh prosen);
e. Pajak Hotel 10 % (sepuluh prosen);
f. Pajak Restoran 10 % (sepuluh prosen);
g. Pajak Hiburan 35 % (tiga puluh lima prosen);
h. Pajak Reklame 25 % (dua puluh lima prosen);
i. Pajak Penerangan Jalan 10 % (sepuluh prosen);
j. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C 20 % (dua
puluh prosen);
k. Pajak Parkir 29 % (dua puluh sembilan prosen).
4. Tinjauan Tentang Pajak Reklame
Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 jo Undang-
Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah yang dimaksud dengan pajak reklame adalah pajak atas
penyelenggaraan reklame. Reklame memiliki pengertian benda,
alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk dan corak
ragamnya untuk komersial, dipergunakan untuk memperkenalkan,
menganjurkan atau memujikan suatu barang, jasa atau orang,
ataupun untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa
atau yang ditempatkan atau dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar
dari suatu tempat oleh umum, kecuali yang dilakukan oleh
Pemerintah.
Pajak reklame merupakan salah satu pendapatan daerah yang
cukup potensial sebagai sumber pembiayaan yang menunjang
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah.
Adanya pajak reklame memerlukan sarana pendukung antara
lain adalah tanah-tanah pemerintah di jalur hijau disediakan untuk
pemasangan reklame, jembatan-jembatan, penyeberangan dan
halte. Adapun lokasi reklame berdasarkan klasifikasi jalan adalah
sebagai berikut :
a. Jalan negara : jalan utama atau jalan kelas satu artinya
jalan dalam kota yang biasanya
kendaraan truk tidak boleh masuk atau
melewatinya.
b. Jalan Kabupaten : jalan kelas dua, jalan ini dilalui bus
besar dan truk muatan.
c. Jalan lingkungan : jalan ditengah-tengah kampung yang
sudah diaspal dan bukan merupakan
jalan setapak.
Menurut PP Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah
yang disebut dengan Subjek Pajak Reklame adalah orang pribadi
atau badan yang menyelenggarakan atau melakukan pemesanan
reklame. Sedangkan obyek reklame adalah semua penyelenggaraan
reklame. Reklame dapat berupa :
a. Reklame papan / billboard / megatron;
b. Reklame kain;
c. Reklame melekat / stiker;
d. Reklame selebaran;
e. Reklame berjalan, termasuk pada kendaraan;
f. Reklame udara;
g. Reklame fihn / slide;
h. Reklame peragaan..
B. Kerangka Pikiran
1. Bagan
Bagan 2 Kerangka Pemikiran
2. Penjelasan
Agar sesuai dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya
dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia maka
UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang
Pajak dan Retribusi Daerah
UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah
Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo
No.12 Tahun 2003 tentang
Pajak Reklame
Hambatan
Pelaksanaan
Pendapatan Asli Daerah
daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan daerahnya sendiri harus
berpedoman dengan UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dan didukung dengan UU No.34 Tahun 2000 tentang Pajak dan
Retribusi Daerah. Kedua undang-undang ini bertujuan untuk mengatur
tentang tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah dan untuk
mengelola sejumlah pajak dan retribusi daerah.
Oleh karena itu pemerintah daerah harus mempunyai
peraturan untuk mengatur pemerintahan daerahnya sendiri dan
pemanfaatan pajak dan retribusi daerahnya sendiri dengan cara
membuat suatu Peraturan Daerah.
Maka dari itu Pemerintah daerah Kabupaten Sukoharjo
membuat salah satu peraturan daerah yaitu Peraturan Daerah Kabupaten
Sukoharjo No.12 Tahun 2003 tentang Pajak Reklame.
Dengan dikeluarkannya Peraturan Daerah Kabupaten
Sukoharjo No.12 Tahun 2003 tentang Pajak Reklame ini penulis ingin
meneliti mengenai pelaksanaan dan hambatan dalam pelaksanaan
Peraturan Daerah ini serta cara mengatasinya. Karena Peraturan Daerah
ini mengatur mengenai pengelolaan dan pemanfaatan pajak reklame
yang bertujuan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten
Sukoharjo.
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Badan Pengelola Keuangan Daerah Kabupaten
Sukoharjo
Berdasarkan Keputusan Bupati Sukoharjo Nomor 21 Tahun 2001
tentang pejabaran tugas pokok dan fungsi Badan Pengelola Keuangan Daerah
Kabupaten Sukoharjo, yang dimaksud dengan Badan Pengelola Keuangan
Daerah yang selanjutnya disingkat BPKD adalah Badan Pengelola Keuangan
Daerah Kabupaten Sukoharjo.
Badan Pengelola Keuangan Daerah mempunyai tugas pokok yaitu
membantu Bupati dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang
pengelolaan keuangan daerah.
Dalam pelaksanaan tugas pokoknya Badan Pengelola Keuangan
Daerah mempunyai fungsi, yaitu :
1. Perumusan kebijaksanaan teknis dibidang pengelolaan keuangan daerah;
2. Pelayanan penunjang penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Uraian tugas pokok dan fungsi BPKD adalah sebagai berikut :
1. Penghimpunan dan perumusan peraturan perundang-undangan, pedoman
dan petunjuk teknis pengelolaan keuangan daerah;
2. Penyusunan rencana atau program kerja BPKD;
3. Pengelolaan Kesekretariatan BPKD;
4. Perencanaan dan penyusunan anggaran;
5. Pengelolaan pajak daerah:
6. Pengelolaan perbendaharaan;
7. Pengelolaan verifikasi anggaran;
8. Pengelolaan kas Daerah;
9. Penatausahaan keuangan dan akutansi;
10. Koordinasi dengan unit kerja atau instansi terkait;
11. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan.
Didalam suatu instansi terdapat struktur organisasi instansi, struktur
organisasi ini dimaksudkan untuk membagi pekerjaan dan tanggung jawab
terhadap suatu pekerjaan. Sebab dari struktur organisasi akan terlihat tugas
dan wewenang masing-masing bagian dan kepada siapa bagian-bagian
tersebut mempertanggungjawabkan pelaksanaan pekerjaannya. Selain itu dari
struktur organisasi akan dapat dilihat pihak-pihak yang berhak untuk
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan suatu pekerjaan, sehingga
dengan adanya struktur organisasi akan memberikan kemudahan bagi
organisasi untuk beroperasi secara efisien dan efektif. Karena masing-masing
bagian dengan berpegang pada suatu pola dan sistem operasi yang jelas dan
teguh maka ketidak jelasan dan ketidakteraturan dapat dihindari. Adapun
struktur organisasi Badan Pengelola Keuangan Daerah, adalah sebagai
berikut:
1. Sekretariat, terdiri dari :
a. Sub Bagian Kepegawaian;
b. Sub Bagian Keuangan;
c. Sub Bagian Umum.
2. Bidang Perencanaan dan Penyesunan Anggaran, terdiri dari :
a. Sub Bidang Perencanaan Anggaran;
b. Sub Bidang Penyusunan Anggaran Penerimaan;
c. Sub Bidang Penyusunan Anggaran Belanja.
3. Bidang Pendapatan, terdiri dari :
a. Sub Bidang Pendaftaran dan Pendataan;
b. Sub Bidang Penetapan;
c. Sub Bidang Penagihan;
d. Sub Bidang Pendapatan lain-lain.
4. Bidang Perbendaharaan, terdiri dari :
a. Sub Bidang Belanja Rutin Non Pegawai;
b. Sub Bidang Belanja Rutin Pegawai;
c. Sub Bidang Belanja Modal atau Pembangunan.
5. Bidang Verifikasi, terdiri dari :
a. Sub Bidang Verifikasi Kas;
b. Sub Bidang Verifikasi Belanja Rutin Non Pegawai;
c. Sub Bidang Verifikasi Belanja Rutin Pegawai;
d. Sub Bidang Verifikasi Belanja Modal atau Pembangunan.
6. Bidang Kas, terdiri dari :
a. Sub Bidang Penerimaan;
b. Sub Bidang Pengeluaran;
c. Sub Bidang Pengendalian Kas.
7. Bidang Penatausahaan dan Akutansi, terdiri dari :
a. Sub Bidang Tata Usaha Keuangan dan Pembukuan;
b. Sub Bidang Pelaporan, Analisis Data Keuangan dan Sistem Akutansi.
Untuk lebih jelasnya penulis akan menguraikan mengenai tugas
pokok masing-masing sub bidang yang ada dalam BPKD Kabupaten
Sukoharjo sebagai berikut :
1. Sekretariat, mempunyai tugas :
a. Koordinasi penyusunan program kerja;
b. Koordinasi penyusunan Daftar Usulan Proyek;
c. Koordinasi penyusunan Daftar Usulan Kegiatan;
d. Pengelolaan dan pelayanan administrasi kepegawaian;
e. Pengelolaan dan pelayanan administrasi keuangan;
f. Pengelolaan dan pelayanan administrasi umum;
g. Pengelolaan administrasi, pemeliharaan barang inventaris.
Kesekretarian membawahi :
a. Sub Bagian Kepegawaian
Mempunyai tugas :
1) Pengelolaan daftar hadir harian dan apel pegawai dan
administrasi yang berkaitan dengan kedisiplinan pegawai;
2) Pelayanan administrasi dan tata usaha peningkatan kesejahteraan
pegawai;
3) Penglolaan dan pelayanan data/file pegawai.
b. Sub Bagian Keuangan
Mempunyai tugas :
1) Pengelolaan dan pelayanan administrasi keuangan;
2) Pengelolaan dan pelayanan pembayaran gaji;
3) Koordinasi terhadap kegiatan lain yang berkaitan dengan
keuangan yang dilaksanakan oleh Bidang-bidang dan Sub-sub
Bidang di lingkungan BPKD.
c. Sub Bagian Umum
Mempunyai tugas :
1) Penghimpunan dan perumusan peraturan perundang-undangan,
pedoman dan petunjuk teknis perencanaan anggaran, penyusunan
anggaran penerimaan dan penyusunan anggaran belanja;
2) Penyusunan program anggaran;
3) Analisis data pendapatan dan belanja;
4) Penyusunan rencana anggaran pendapatan dan belanja;
5) Penyusunan anggaran pendapatan dan belanja.
2. Bidang Perencanaan dan Penyusunan Anggaran, mempunyai tugas :
a. Penghimpunan dan perumusan peraturan perundang-undangan,
pedoman dan petunjuk teknis perencanaan anggaran;
b. Penyusunan rencana/program kerja Bidang Perencanaan Anggaran;
c. Penghimpunan, penglolaan data dan informasi mengenai pendapatan
dan belanja;
d. Inventarisasi masalah yang berhubungan dengan rencana anggaran
pendapatan dan belanja;
e. Penyusunan rencana anggaran pendapatan dan belanja.
Bidang Perencanaan dan Penyusunan Anggaran membawahi :
a. Sub Bidang Perencanaan dan Penyusunan Anggaran
Melaksanakan tugas :
1) Penghimpunan dan perumusan peraturan perundang-undangan,
pedoman dan petunjuk teknis penyusunan anggaran penerimaan;
2) Penyusunan anggaran pendapatan dalam RAPBD;
3) Penyusunan konsep Nota Keuangan RAPBD di bidang
pendapatan;
4) Penyusunan Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan;
5) Penyusunan Kas Budget Pendapatan;
6) Pengelolaan pinjaman Daerah.
b. Sub Bidang Penyusunan Anggaran Penerimaan
Melaksanakan tugas :
1) Penghimpunan dan perumusan peraturan perundang-undangan,
pedoman dan petunjuk teknis penyusunan anggaran penerimaan;
2) Penyusunan anggaran pendapatan dalam RAPBD;
3) Penyusuan konsep Nota Keuangan RAPBD di bidang
pendapatan;
4) Penyusunan Kas Budget Pendapatan;
5) Pengelolaan pinjaman Daerah.
c. Sub Bidang Penyusunan Anggaran Belanja
Melaksanakan tugas :
1) Penyusunan anggaran belanja dalam RAPBD;
2) Pengolahan data dan rencana anggaran belanja berdasarkan DUP
dan DUK atau dokumen perencanaan lainnya;
3) Penyusunan naskah SKO berdasarkan DIP dan DIK;
4) Penyusunan Kas Budget Belanja;
5) Penyusunan Nota Keuangan RAPBD di bidang Belanja.
3. Bidang Pendapatan, mempunyai tugas :
a. Penyusunan rencana/program kerja Bidang Pendapatan;
b. Pendaftaran dan pendataan wajib pajak Daerah;
c. Penetapan besarnya pajak Daerah;
d. Penagihan pajak Daerah;
e. Intensifikasi pengelolaan pendapatan lain-lain;
f. Penerbitan surat izin penyelenggaraan reklame.
Bidang Pendapatan membawahi :
a. Sub Bidang Pendaftaran dan Pendataan
Melaksanakan tugas :
1) Pendaftaran wajib pajak Daerah;
2) Pembuatan Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD);
3) Pendataan Wajib Pajak Daerah dengan SPTPD;
4) Pemeriksaan lapangan atas data Wajib Pajak Daerah;
5) Pembuatan Kartu Data Wajib Pajak Daerah;
6) Pemprosesan permohonan izin penyelenggaraan reklame.
b. Sub Bidang Penetapan
Melaksanakan tugas :
1) Pembuatan Nota Perhitungan Pajak Daerah;
2) Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD);
3) Penerbitan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD);
4) Pembuatan Daftar Surat Keterangan Pajak Daerah;
5) Pendistribusian SKPD dan STPD;
6) Penerbitan surat izin penyelenggaraan reklame.
c. Sub Bidang Penagihan
Melaksanakan tugas :
1) Penyusunan rencana/program kerja Sub Bidang Penagihan;
2) Pengelolaan administrasi pembukuan realisasi pajak Daerah;
3) Pembuatan Kartu Kendali realisasi Pajak Daerah;
4) Penagihan Pajak Daerah;
5) Pelayanan atas permohonan keberatan, keringanan, pembebasan
dan banding Pajak Daerah;
6) Penatausahaan administrasi tunggakan pajak Daerah.
d. Sub Bidang Pendapatan Lain-lain
Melaksanakan tugas :
1) Penyusunan rencana/program kerja Sub Bidang Pendapatan
Lain-lain;
2) Pembantuan, pendataan PBB, penyampaian SPPT PBB dan
pengadministrasian PBB;
3) Penagihan PBB yang kewenangannya dilimpahkan kepada
Daerah;
4) Intensifikasi pengelolaan sumber pendapatan Daerah dari Dana
Perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah;
5) Intensifikasi pengelolaan sumber pendapatan Daerah dari PBB,
Dana Perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah;
6) Pengumpulan dan pengolahan data sumber-sumber pendapatan
Daerah dari PBB, Dana Perimbangan dan lain-lain pendapatan
yang sah.
4. Bidang Perbendaharaan, mempunyai tugas :
a. Penelitian dan pengujian kebenaran SPP Belanja Rutin dan Belanja
Modal/Pembangunan;
b. Penerbitan Surat Keterangan Penghentian Pembayaran (SKPP);
c. Penyusunan rekomendasi dan penyiapan Surat Keputusan
Pengangkatan, Pemberhentian Bendaharawan Umum Daerah,
Pemegang Kas Daerah dan Bendaharawan/Pemegang Kas;
d. Penyelesaian masalah tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti
rugi.
Bidang Perbendaharaan membawahi :
a. Sub Bidang Belanja Rutin Non Pegawai
Melaksanakan tugas :
1) Penelitian dan pengujian kebenaran SPP Belanja Rutin Non
Pegawai;
2) Penerbitan SPMU/SPM Belanja Rutin Non Pegawai;
3) Pencatatan dan pembuatan Daftar Pembayaran atas belanja rutin
non Pegawai;
4) Pengerjaan kartu pengendalian penyediaan kredit anggaran
belanja rutin non pegawai.
5) Penyusunan rekomendasi dan penyiapan Surat Keputusan
Pengangkatan dan Pemberhentian Bendaharawan Umum
Daerah, Pemegang Kas Daerah dan Bendaharawan/Pemegang
Kas Belanja Rutin Non Pegawai.
b. Sub Bidang Belanja Rutin Pegawai
Melaksanakan tugas :
1) Penelitian dan pengujian kebenaran SPP belanja rutin pegawai;
2) Penetapan pembebanan pada Pasal-pasal belanja rutin pegawai
sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
3) Penerbitan SPMU belanja rutin pegawai;
4) Pencatatan dan pembuatan daftar pembayaran atas belanja rutin
pegawai;
5) Penerbitan Surat Keterangan Penghentian Pembayaran (SKPP);
6) Pengerjaan kartu pengendalian kredit anggaran belanja rutin
pegawai;
7) Penyusunan rekomendasi dan penyiapan Surat Keputusan
Pengangkatan, Pemberhentian Bendaharawan/Pemegang Kas
Belanja Rutin Pegawai.
c. Sub Bidang Belanja Modal/Pembangunan
Melaksanakan tugas :
1) Penelitian dan pengujian kebenaran SPP belanja
modal/pembangunan;
2) Penetapan pembebanan pada Pasal-pasal belanja
modal/pembangunan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
3) Penerbitan SPMU/SPM untuk belanja modal/pembangunan;
4) Penyusunan rekomendasi dan penyiapan Surat Keputusan
Pengangkatan, Pemberhentian Bendaharawan/Pemegang Kas
Belanja Modal/Pembangunan.
5. Bidang Verifikasi, mempunyai tugas :
a. Penghimpunan dan perumusan peraturan perundang-undangan,
pedoman dan petunjuk teknis verifikasi;
b. Penyusunan rencana/program kerja Bidang verifikasi;
c. Pengolahan data yang berhubungan dengan verifikasi;
d. Penelitian dokumen administrasi SPJ belanja rutin pegawai, belanja
rutin non pegawai dan belanja modal/pembangunan;
e. Penyusunan bahan pengesahan SPJ belanja rutin dan belanja
modal/pembangunan.
Bidang Verifikasi membawahi :
a. Sub Bidang Verifikasi Kas
Melaksanakan tugas :
1) Pengolahan data realisasi penerimaan dan pengeluaran kas;
2) Pemeriksaan dan penelitian dokumen administrasi penerimaan
dan pengeluaran kas;
3) Klarifikasi terhadap pemegang kas Daerah,
bendaharawan/pemegang kas dan pimpinan instansi/unit kerja
bila diperlukan.
b. Sub Bidang Verifikasi Belanja Rutin Non Pegawai
Melaksanakan tugas :
1) Pemeriksaan dan penelitian dokumen pengeluaran belanja rutin
non pegawai;
2) Klarifikasi terhadap bendaharawan/pemegang kas dan pimpinan
instansi/unit kerja bila diperlukan;
3) Pengesahan SPJ pengeluaran belanja rutin non pegawai.
c. Sub Bidang Verifikasi Belanja Rutin Pegawai
Melaksanakan tugas :
1) Pemeriksaan dan penelitian dokumen pengeluaran belanja rutin
pegawai;
2) Klarifikasi terhadap bendaharawan/pemegang kas dan pimpinan
instansi/unit kerja bila diperlukan;
3) Pengesahan SPJ pengeluaran belanja rutin pegawai.
d. Sub Bidang Verifikasi Belanja Modal/Pembangunan
Melaksanakan tugas :
1) Klarifikasi terhadap bendaharawan/pemegang kas dan pimpinan
instansi/unit kerja bila diperlukan;
2) Pemeriksaan dan penelitian dokumen pengeluaran belanja
modal/pembangunan;
3) Pengesahan SPJ pengeluaran belanja modal/pembangunan.
6. Bidang Kas, mempunyai tugas :
a. Penghimpunan dan perumusan peraturan perundang-undangan,
pedoman dan petunjuk teknis penerimaan, pengeluaran dan
pengendalian kas;
b. Penyusunan rencana/program kerja Bidang Kas;
c. Membuka rekening atas nama Pemegang Kas Daerah pada bank
tertentu untuk menyimpan setoran penerimaan baik dalam bentuk
tunai, transfer dan atau surat-surat berharga;
d. Pengelolaan penerimaan dan pengeluaran uang dan atau surat
berharga yang masuk dan keluar Kas Daerah;
e. Penyusunan aliran Kas;
f. Pengendalian penerimaan, penyimpanan, pengeluaran dan
pembayaran uang dan atau surat berharga dalam rangka likuiditas
kas.
Bidang Kas membawahi :
a. Sub Bidang Penerimaan,
Melaksanakan tugas :
1) Penerimaan setoran uang yang masuk kas Daerah baik dalam
bentuk tunai, transfer dan atau surat berharga;
2) Penyimpanan setoran penerimaan baik dalam bentuk tunai,
transfer dan atau surat berharga pada bank yang ditunjuk atas
nama rekening pemegang Kas Daerah sesuai dengan ketentuan
yang berlaku;
3) Pembukuan penerimaan jasa giro atas rekening Kas Daerah;
4) Penyusunan rekapitulasi penerimaan Daerah;
5) Penyusunan aliran kas penerimaan;
6) Melakukan tutup buku setiap hari.
b. Sub Bidang Pengeluaran
Melaksanakan tugas :
1) Pengelolaan semua bentuk pembayaran tagihan atas dasar Surat
Perintah Membayar (SPM)/SPMU atau dokumen lain yang
sejenis;
2) Penelitian dokumen bukti pembayaran;
3) Pembayaran kepada bendaharawan/pemegang kas atau pihak
ketiga berdasarkan SPM/SPMU.
c. Sub Bidang Pengendalian Kas
Melaksanakan tugas :
1) Pemeriksaan dan penelitian dokumen pengesahan setoran
penerimaan dan pembayaran pengeluaran;
2) Pengendalian setoran, penyimpanan, pengeluaran dan
pembayaran uang dan atau surat berharga dalam rangka
likuiditas kas;
3) Penyusunan rekapitulasi penerimaan dan pengeluaran kas;
4) Penyusunan aliran kas penerimaan dan pengeluaran.
7. Bidang Penatausahaan dan Akuntansi, mempunyai tugas :
a. Penatausahaan pembukuan keuangan atas pelaksanaan anggaran
secara sistematis dan kronologis;
b. Penyusunan laporan realisasi anggaran;
c. Pengolahan dan analisa data keuangan;
d. Penyusunan perhitungan APBD;
e. Penyusunan nota perhitungan APBD;
f. Penyusunan aliran kas;
g. Penyusunan Neraca Keuangan Daerah;
h. Penyusunan laporan informasi keuangan Daerah;
i. Pembukuan administrasi perhitungan, pemindahan dan perbaikan
keuangan.
Bidang Penatausahaan dan Akuntansi, membawahi :
a. Sub Bidang Tata Usaha Keuangan dan Pembukuan
Melaksanakan tugas :
1) Penatausahaan dan pembukuan keuangan secara sistematis dan
kronologis mengenai pelaksanaan anggaran sesuai dengan
ketentuan yang berlaku;
2) Pembukuan administrasi perhitungan, pemindahan dan
perbaikan keuangan;
3) Penyiapan bahan perhitungan APBD;
4) Penyiapan bahan Nota Perhitungan APBD.
b. Sub Bidang Pelaporan, Analisis Data Keuangan dan Sistem
Akuntansi
Melaksanakan tugas :
1) Penyusunan nota perhitungan APBD;
2) Penyusunan laporan aliran kas;
3) Penyusunan Neraca Keuangan Daerah;
4) Penyusunan laporan informasi keuangan Daerah;
5) Penyusunan laporan keuangan secara periodik sesuai ketentuan
yang berlaku.
B. Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 12 Tahun
2003 tentang Pajak Reklame Dalam Upaya Meningkatkan Pendapatan
Asli Daerah
Dari hasil penelitian yang penulis lakukan di Kantor Badan
Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Sukoharjo yang menyangkut
pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 12 Tahun 2003
tentang pajak reklame dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dapat
didiskripsikan sebagai berikut :
1. Nama, Obyek, Subyek dan Wajib Pajak Dalam Penyelenggaraan Reklame
Menurut ketentuan Pasal 2 Peraturan Daerah diatas ditegaskan
bahwa Pajak Reklame adalah pemungutan pajak atas penyelenggaraan
reklame di Kabupaten Sukoharjo.
Selanjutnya menurut Pasal 3 Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo
Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pajak Reklame menegaskan sebagai
berikut :
a. Obyek Pajak adalah semua penyelenggaraan reklame.
b. Yang dimaksud dengan penyelenggaraan reklame meliputi :
1) Reklame papan / Billboard / Megatron
2) Reklame Baliho
3) Reklame bersinar
4) Reklame kain
5) Reklame melekat (Stiker)
6) Reklame Selebaran
7) Reklame berjalan, termasuk pada kendaraan
8) Reklame udara
9) Reklame suara
10) Reklame peragaan
11) Reklame film/slide
12) Reklame neon sign
13) Reklame neon box.
c. Yang dikecualikan dari obyek pajak adalah :
1) Penyelenggaraan reklame oleh Pemerintah dan Pemerintah
Daerah;
2) Penyelenggaraan reklame melalui televise, radio, warta harian;
3) Penyelenggaraan reklame lainnya yang ditetapkan dengan
Keputusan Bupati.
Lebih lanjut dalam ketentuan Pasal 4 mangatakan bahwa yang
dimaksud dengan Subyek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang
menyelenggarakan atau memesan reklame.
Sedangkan dalam ketentuan Pasal 5 ditegaskan bahwa Wajib Pajak
adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame. Untuk
dapat menyelenggarakan reklame subyek pajak harus mendapatkan Izin
Penyelenggaraan Reklame dari bupati dan harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
a. Wajib Pajak mengajukan surat permohonan secara tertulis kepada
Bupati melalui Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah dengan
menyebutkan sekurang-kurangnya :
1) Tanggal, bulan dan tahun surat permohonan;
2) Nama dan alamat Wajib Pajak;
3) Jenis dan isi reklame yang akan dipasang;
4) Bunyi, kata-kata, kalimat dan penjelasannya (dengan surat
pernyataan);
5) Pernyataan kesanggupan memasang lampu penerangan untuk
papan reklame jenis billboard;
6) Pernyataan kesanggupan mencantumkan tulisan Kabupaten
Sukoharjo;
7) Lokasi yang dimohon dan telah mendapatkan persetujuan dari
instansi terkait;
8) Tanda tangan dan nama terang Wajib Pajak.
b. Surat permohonan harus disampaikan kepada Bupati selambat-
lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum dipasang reklame.
Dalam menyelenggarakan reklame subyek pajak juga harus
memenuhi ketentuan pemasangan reklame sebagai berikut :
a. Reklame jenis billboard dengan ukuran 24 meter atau lebih harus
dipasangi lampu (bersinar) dan ada logo serta tulisan
“KABUPATEN SUKOHARJO” ;
b. Jarak pandang antara reklame yang satu dengan lain tidak boleh
saling menutupi;
c. Materi reklame tidak boleh berisi tulisan yang mendiskriditkan
pemerintah dan bersifat politis, serta gambar porno.
2. Dasar Pengenaan dan Tarif Pajak
Dalam rumusan Pasal 6 Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2003
tentang Pajak Reklame ditegaskan mengenai dasar pengenaan pajak
reklame sebagai berikut :
a. Dasar pengenaan Pajak adalah nilai sewa reklame.
b. Nilai sewa reklame yang dimaksud dalam hal ini adalah dihitung
berdasarkan pemasangan, lama pemasangan, nilai strategis, lokasi
dan jenis reklame.
c. Dalam hal reklame diselenggarakan oleh orang pribadi atau badan
yang memanfaatkan reklame untuk kepentingan sendiri maka nilai
sewa reklame dihitung berdasarkan besarnya biaya pemasangan,
pemeliharaan, lama pemasangan, nilai strategis, lokasi dan jenis
reklame.
d. Dalam hal reklame diselenggarakan oleh pihak ketiga yang maka
nilai sewa reklame dihitung berdasarkan besarnya biaya
pemasangan, pemeliharaan, lama pemasangan, nilai strategis, lokasi
dan jenis reklame.
e. Hasil perhitungan nilai sewa reklame dinyatakan dalam bentuk table
dan ditetapkan dengan Keputusan Bupati yaitu sebagai berikut :
Menurut Pasal 6 dalam hal pengenaan nilai sewa reklame dihitung
berdasarkan wajib Pajak yang dikenai dan berdasarkan kepentingan
reklamenya yaitu sebagai berikut sebagai berikut :
a. Bila Wajib Pajaknya orang pribadi atau Badan yang memanfaatkan
reklame untuk kepentingan umum dihitung berdasarkan
pemasangan, lama pemasangan, nilai strategis, lokasi dan jenis
reklame.
b. Bila Wajib Pajaknya orang pribadi atau badan yang memanfaatkan
reklame untuk kepentingan sendiri maka nilai sewa reklame dihitung
berdasarkan besarnya biaya pemasangan, pemeliharaan, lama
pemasangan, nilai strategis, lokasi dan jenis reklame.
c. Bila Wajib Pajaknya pihak ketiga maka nilai sewa reklame dihitung
berdasarkan besarnya biaya pemasangan, pemeliharaan, lama
pemasangan, nilai strategis, lokasi dan jenis reklame.
Selanjutnya penetapan tarif pajak diatur dalam Pasal 7 Peraturan
Daerah diatas yaitu sebesar 25% (dua puluh lima persen).
3. Wilayah Pemungutan dan Tata Cara Penghitungan Pajak
Dalam ketentuan Pasal 8 Peraturan Daerah diatas mengenai wilayah
pemungutan dan tata cara penghitungan Pajak Reklame ditegaskan
sebagai berikut :
a. Pajak yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat reklame
diselenggarakan yang artinya pemungutan dilakukan berdasarkan
tempat pemasangan reklame oleh wajib pajak;
b. Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak
sebesar 25% (dua puluh lima persen) dengan dasar pengenaan pajak
yaitu nilai sewa reklame sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 12 Tahun 2003
tentang Pajak Reklame ini.
4. Masa Pajak, Saat Pajak Terutang dan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah
Menurut ketentuan Pasal 9 Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo
diatas ditegaskan bahwa masa pajak adalah jangka waktu tertentu yang
lamanya sama dengan jangka waktu penyelenggaraan reklame. Dalam
melakukan pemungutan pajak reklame BPKD juga harus
memperhitungkan lamanya masa pajak karena Pasal 9 Peraturan Daerah
ini sangat berguna dalam hal penentuan besarnya pajak yang harus
dibayar oleh Wajib Pajak.
Mengenai pajak terutang diatur dalam Pasal 10 Peraturan Daerah
diatas yang menegaskan bahwa pajak terutang terjadi pada masa saat
penyelenggaraan reklame yang artinya pelaksanaan Pasal 10 Peraturan
Daerah ini berhubungan dengan Pasal 9 karena penetapan pajak terutang
yang harus dibayar oleh wajib pajak berdasarkan dengan lamanya masa
pajak penyelenggaraan reklame.
Sedangkan ketentuan Pasal 11 Peraturan Daerah ini mengatur Surat
Pemberitahuan Pajak Daerah yang kemudian disingkat SPTPD sebagai
berikut :
a. Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPTPD;
b. SPTPD harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta
ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasanya;
c. SPTPD harus disampaikan kepada Bupati paling lambat 15 (lima
belas) hari setelah berakhirnya masa pajak.
Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPTPD dikarenakan SPTPD
digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak,
dan/atau harta dan kewajiban menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan daerah.
5. Tata Cara Penghitungan dan Penetapan Pajak
Menurut ketentuan Pasal 12 Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo
Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pajak Reklame dalam penetapkan pajak
ditegaskan sebagai berikut :
a. Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1)
menetapkan pajak terutang dengan SKPD.
b. Apabila SKPD tidak atau kurang dibayar setelah lewat waktu paling
lama 30 (tiga puluh) hari sejak SKPD diterbitkan maka Wajib Pajak
akan dikenai sanksi administrasi berupa denda 2% (dua persen)
sebulan dan ditagih dengan STPD.
Pihak yang berwenang dalam melaksanakan ketentuan Pasal 12
Peraturan Daerah diatas adalah Badan Pengelola Keuangan Daerah
Kabupaten Sukoharjo. BPKD dalam menetapkan pajak daerah harus
berdasarkan pada SPTPD, Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD)
adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan
penghitungan dan atau pembayaran pajak, obyek pajak dan atau bukan
obyek pajak dan atau harta dan kewajiba, munurut kertentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah. Untuk memperoleh penetapan
pajak bagi Wajib Pajak, SPTPD harus diserahkan kepada Bupati dan
kemudian Bupati akan menetapkan pajak terutang dengan menerbitkan
Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) yaitu surat ketetapan pajak yang
menentukan besarnya jumlah pokok pajak. Setelah SKPD dikeluarkan
oleh Bupati maka Wajib Pajib harus segera melakukan pembayaran pajak
dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari dan bila melebihi waktu
yang telah ditetapkan maka Wajib Pajak akan dikenai saksi administrasi
sebesar 2 % (dua persen) setiap bulannya dan BPKD dalam melakukan
penagihannya disertai dengan STPD. STPD adalah surat untuk melakukan
tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.
Jadi dalam Pasal 12 Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 12
Dalam ketentuan Pasal 13 Peraturan Daerah diatas mengenai tata
cara perhitungan pajak terutang ditegaskan sebagai berikut :
a. Wajib Pajak yang membayar sendiri, SPTPD sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 ayat (1) digunakan untuk menghitung,
memperhitungkan dan menetapkan pajak sendiri yang terutang.
b. Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak,
Bupati dapat menerbitkan :
1) SKPDKB
2) SKPDKBT
3) SKPDN
c. SKPDKB diterbitkan apabila :
1) Berdasarkan hasil pemeriksaanatau keterangan lain pajak yang
terutang tidak atau kurang dibayar, dikenakan sanksi
administrasi sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dihitung dari
pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat
terutangnya pajak;
2) SPTPD tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan,
dan telah ditegur secara tertulis dikenakan sanksi administrasi
berupa denda sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan dihitung
dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka
waktu paling lama 24 (dua puluh empat bulan dihitung sejak
saat terutangnya pajak;
3) Kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi pajak yang terutang
dihitung secara jabatan, dan dikenakan sanksi administrasi
berupa kenaikan sebesar 25 % (dua puluh lima persen) dari
pokok pajak ditambah sanksi administrasi berupa denda sebesar
2 % (dua persen) setiap bulan dihitung dari pajak yang kurang
atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua
puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.
d. SKPDKBT diterbitkan apabila ditemukan data baru atau data yang
semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah
pajak yang terutang, akan dikenakan sanksi administrasi berupa
kenaikan sebesar 100 % (seratus persen) dari jumlah kekurangan
pajak tersebut.
e. SKPDN diterbitkan apabila jumlah pajak yang terutang sama
besarnya dengan jumlah kredit atau pajak tidak terutang dan tidak
ada kredit pajak.
f. Apabila kewajiban membayar pajak terutang dalam SKPDKB dan
SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan b tidak
atau tidak sepenuhnya dibayar dalam jangka waktu yang telah
ditentukan, ditagih dengan menerbitkan STPD ditambah dengan
sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 % (dua persen) setiap
bulan.
g. Penambahan jumlah pajak yang terutang SKPDKBT tidak
dikenakan kepada Wajib Pajak apabila melaporkan sendiri sebelum
dilakukan tindakan pemeriksaan.
h. Untuk melaksanakan ketentuan SKPDKB, SKPDKBT dan SKPDN
ditugaskan kepada Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah.
Ketentuan dalam Pasal 13 Peraturan Daerah ini merupakan pedoman
bagi Bupati dalam menerbitkan SKPDKB, SKPDKBT, dan SKPDN.
Penerbitan ketiga surat ketetapan ini dikarenakan adanya sesuatu hal atau
ditemukan fakta baru seperti yang dijelaskan dalam Pasal 13 ayat (3),
Pasal 13 ayat (4), Pasal 13 ayat (5) sehingga menyebabkan penerbitan
SKPDKB, SKPDKBT dan SKPDN.
Penerbitan SKPDKB, SKPDKBT dan SKPDN oleh Bupati
dilakukan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya
pajak. Yang dimaksud dengan SKPDKB, SKPDKBT dan SKPDN adalah
sebagai berikut :
a. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB) adalah
surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok
pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi
administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar.
b. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan
(SKPDKBT) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
tambahan atas jumlah pajak yang ditetapkan.
c. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil (SKPDN) adalah surat
ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak atau pajak
tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
6. Tata Cara Pembayaran
Menurut ketentuan Pasal 14 Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo
Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pajak Reklame ditegaskan mengenai tata
cara pembayaran pajak yang terutang sebagai berikut :
a. Pembayaran pajak dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang
ditunjuk oleh Bupati sesuai waktu yang ditentukan dalam SPTPD,
SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, dan STPD.
b. Apabila pembayaran dilakukan di tempat lain yang ditunjuk, hasil
penerimaan pajak harus disetor ke Kas Daerah paling lambat 1 x 24
(satu kali dua puluh empat jam) atau dalam waktu yang ditentukan
oleh Bupati.
c. Pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
Pasal ini dilakukan dengan menggunakan SSPD.
Selanjutnya mengenai tata cara pembayaran pajak reklame menurut
ketentuan Pasal 15 Paeraturan Daerah diatas ditegaskan sebagai berikut
a. Pembayaran harus dilakukan sekaligus atau lunas.
b. Bupati dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk
mengangsur pajak terutang dalam kurun waktu tertentu, setelah
memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.
c. Angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
Pasal ini harus dilakukan secara teratur dan berturut-turut dengan
dikenakan bunga sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan dari jumlah
pajak yang belum atau kurang dibayar.
d. Bupati dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk
menunda pembayaran pajak sampai batas waktu yang ditertentukan
setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dengan dikenakan
bunga sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan dari jumlah pajak yang
belum atau kurang dibayar.
e. Persyaratan untuk dapat mengangsur dan menunda pembayaran
serta tatacara pembayaran angsuran dan penundaan ditetapkan
dengan Keputusan Bupati.
Menurut ketentuan Pasal 15 Peraturan Daerah diatas dijelaskan
bahwa Bupati dapat memberikan persetujuan untuk mengangsur pajak
yang terutang dan menunda pembayaran pajak reklame dengan
persyaratan yaitu sebagai berikut :
a. Wajib Pajak mengajukan surat permohonan secara tertulis kepada
Bupati melalui Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah dengn
menyebutkan sekurang-kurangnya :
1) Tanggal, bulan dan tahun surat permohonan;
2) Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD);
3) Nama dan alamat Wajib Pajak;
4) Besarnya pajak terutang;
5) Alasan yang jelas;
6) Kurun waktu pembayaran angsuran atau batas waktu
penundaan permohonan yang dimohonkan;
7) Tanda tangan dan nama terang Wajib Pajak.
b. Surat harus disampaikan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak
tanggal diterima SKPD dan dibuktikan dengan tanda terima.
Sedangkan untuk tata cara pembayaran angsuran sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 15 Peraturan Daerah diatas adalah sebagai berikut :
a. Pembayaran dilakukan di Kas Daerah atau Pemegang Kas
Penerimaan sesuai dengan waktu yang ditentukan dalam keputusan
persetujuan Bupati;
b. Pembayaran angsuran dilakukan dengan menggunakan SSPD
Sedangkan menurut ketentuan Pasal 16 Peraturan Daerah diatas
bahwa setiap Wajib Pajak yang telah melakukan pembayaran pajak
reklame akan diberikan tanda bukti pembayaran dan dicatat dalam buku
penerimaan.
7. Tata Cara Penagihan Pajak
Mengenai tata cara penagihan pajak reklama terhadap Wajib Pajak
ditegaskan dalam ketentuan Pasal 17, yaitu sebagai berikut :
a. Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis
sebagai awal tindakan pelaksanaan penagiahan pajak, dikeluarkan 7
(tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran.
b. Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tangal Surat Teguran
atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis, Wajib Pajak
harus melunasi pajak yang terutang.
c. Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis
sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) Pasal ini dikeluarkan
oleh Pejabat.
Dalam ketentuan Pasal 18 mengenai tata cara pembayaran pajak
bila tidak segera melunasi dalam jangka waktu tertentu diatur sebagai
berikut :
a. Apabila jumlah pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi
dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran
atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis, jumlah pajak
yang harus dibayar ditagih dengan Surat Paksa.
b. Pejabat segera menerbitkan Surat Paksa setelah lewat 21 (dua
p[uluh satu) hari sejak tanggal Surat Teguran atau Surat Peringatan
atau surat lain yang sejenis.
Menurut ketentuan Pasal 19 Peraturan Daerah diatas bila pajak
yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24 (dua kali
dua puluh empat) jam sesudah tanggal pemberitahuan Surat Paksa,
Pejabat segera menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.
Setelah dilakukan penyitaan dan Wajib Pajak belum juga melunasi
utang pajaknya, setelah lewat 10 (sepuluh) hari sejak tanggal pelaksanaan
Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan menurut ketentuan Pasal 20
Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 12 Tahun 2003 tentang
Pajak Reklame maka Pejabat Badan Pengelolaan Keuangan Daerah
berhak mengajukan permintaan penetapan tanggal pelelangan kepada
Kantor Lelang Negara.
Selanjutnya menurut ketentuan Pasal 21 Peraturan Daerah diatas
setelah pengajuan permintaan pelelangan oleh Pejabat BPKD Kabupaten
Sukoharjo maka Kantor Lelang Negara akan menetapkan hari, tanggal,
jam, dan tempat pelaksanaan lelang, kemudian Juru Sita memberitahukan
secara tertulis kepada Wajib Pajak.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Sub Bidang Pajak
Reklame Bambang Siswanto, SH mengenai pelaksanaan dari Peraturan
Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pajak Reklame
dapat dijelaskan bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 12
Tahun 2003 tentang Pajak Reklame ini berperan sangat besar dalam
peningkatan Pendapatan Asli Daerah karena pajak reklame merupakan pajak
andalan atau pajak yang memberikan kontribusi bagi Pendapatan Asli Daerah
terbesar ke 2 (dua) setelah pajak penerangan jalan. Dalam melaksanakan
Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo ini dibutuhkan suatu peraturan
pelaksana dari Perda sebagai petunjuk pelaksanaan perda ini di karenakan
seiring dengan perkembangan pembangunan yang cukup pesat di wilayah
Kabupaten Sukoharjo seperti adanya devider pembatas jalan di jalan raya-
jalan raya Sukoharjo yang merupakan tempat yang strategis untuk
pemasangan reklame untuk itu di bentuklah Peraturan Bupati Sukoharjo
Nomor 53 Tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah
Kabupaten Sukoharjo Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pajak Reklame. Pihak
yang ditunjuk untuk melaksanakan Peraturan Bupati ini adalah Badan
Pengelolan Keuangan Daerah.
Sejak pemberlakukan perda ini mulai tahun 2003 maka pengaturan
mengenai pajak reklame dapat menjadi lebih terperinci dan jelas mengenai
apa saja yang diatur dan juga dengan adanya pemberlakuan perda ini yang
berperan cukup besar dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah khususnya
dalam pajak reklame ini dapat dilihat dari rekapitulasi target dan realisasi
penerimaan pajak reklame dari tahun 2003, 2004, 2005, 2006, 2007 sebagai
berikut :
Tabel 3.1 Rekapitulasi Target dan Realisasi Penerimaan daerah
Kabupaten Sukoharjo.
Tahun Uraian Target Realisasi Persentase 2003 Pajak Reklame
Reklame papan/ Billboard/ Megatron Reklame baliho Reklame kain Reklame selebaran Reklame neon sign Reklame neon box
Rp. 575.000.000,- Rp. 425.500.000,- Rp. 25.000.000,- Rp. 89.000.000,- Rp. 1.350.000,- Rp. 150.000,- Rp. 34.000.000,-
Rp. 640.764.500,- Rp. 461.599.350,- Rp. 32.529.200,- Rp. 109.627.600,- Rp. 1.872.200,- Rp 496.800,- Rp. 34.639.350,-
111,44% 108,48%
130,12% 123,18% 138,68% 331,20% 101,88%
2004 Pajak Reklame Reklame papan/ Billboard/ Megatron Reklame baliho Reklame kain Reklame selebaran Reklame neon sign Reklame neon box
Rp 675.000.000,- Rp. 506.900.000,- Rp. 26.000.000,- Rp. 90.000.000,- Rp. 600,000,- Rp. 1.500.000,- Rp. 50.000.000,-
Rp. 754.563.350,- Rp. 527.331.450,- Rp. 42.954.950,- Rp. 105.174.200,- Rp. 607.400,- Rp. 2.293.950,- Rp. 76.201.400,-
111,79% 104,03%
165,21% 116,86% 101,23% 152,93% 152,40%
2005 Pajak Reklame Rp. 853.110.000,- Rp. 889.819.400,- 111,85% 2006 Pajak Reklame
Reklame papan/ Billboard/ Megatron Reklame baliho Reklame kain Reklame selebaran Reklame neon sign Reklame neon box
Rp.1.000.000.000,- Rp. 709.500.000,- Rp. 65.000.000,- Rp. 128.000.000,- Rp. 500.000,- Rp. 2.000.000,- Rp. 95.000.000,-
Rp.1.035.985.325,- Rp. 642.173.550,- Rp. 62.178.000,- Rp. 167.136.575,- Rp. 15.062.150,- Rp. 6.854.700,- Rp. 142.580.050,-
103,60% 90,51%
95,66% 130,58% 3012,49% 342,74% 150,08%
2007 Pajak Reklame Reklame papan/ Billboard/ Megatron Reklame baliho Reklame kain Reklame selebaran Reklame neon sign Reklame neon box
Rp.1.099.920.000,- Rp. 775.800.000,- Rp. 75.000.000,- Rp. 135.000.000,- Rp. 1.260.000,- Rp. 2.760.000,- Rp 110.100.000,-
Rp. 585.301.310,- Rp. 351.654.510,- Rp. 74.280.200,- Rp. 88.157.500,- Rp. 5.106.750,- Rp. 2.760.000,- Rp. 115.292.250,-
Sumber : BPKD Sukoharjo.
Dari laporan Rekapitulasi target dan realisasi penerimaan
daerah Kabupaten Sukoharjo dari sektor pajak reklame dari tahun ke
tahun mengalami peningkatan bahkan realisasinya dapat melebih target
yang ditetapkan, peningkatan yang cukup besar terjadi pada tahun 2005
yaitu sebesar 111,85 % meskipun pada tahun 2006 turun menjadi 103,60
% tapi realisasi lebih besar dari tahun 2005. Tapi pada tahun 2007
mengalami penurunan yang cukup besar dan tidak bisa mencapai target
yang diharapkan dikarenakan banyaknya terjadi penunggakan
pembayaran pajak reklame dan pemasangan reklame tanpa ijin terlebih
dahulu.
Analisa :
Dari uraian diatas dapat dijelaskan bahwa pelaksanaan
Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 12 Tahun 2003 tentang
Pajak Reklame sudah cukup efektif dalam upaya meningkatan Pendapatan
Asli Daerah karena menurut laporan rekapitulasi target dan realisasi
diatas menunjukkan bahwa realisasinya melebihi dari target yang
diharapkan. Perda ini juga mengatur ketentuan-ketentuan secara ideal
mengenai bagaimana mekanisme penyelenggaraan pajak, dasar
pengenaan dan tarif pajak, tata cara perhitungan pajak reklame, tata cara
pembayaran pajak, tata cara penagihan pajak dan juga kesemua
ketentuan-ketentuan yang ada dalam Peraturan Daerah Kabupaten
Sukoharjo Nomor 12 Tahun 2003 ini sangat mendukung dalam mengatur
pajak reklame sebagai upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
Kabupaten Sukoharjo.
Selain sebagai salah satu cara dalam upaya meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah, pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten
Sukoharjo Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pajak Reklame juga berperan
dalam usaha memberikan regulasi penertiban terhadap reklame-reklame
yang tidak melakukan perijinan terhadap BPKD mengenai
penyelenggaraan reklame, mengatur reklame yang mengganggu
kepentingan umum, penertiban terhadap reklame yang dapat
menyebabkan perselisihan dalam masyarakat maupun reklame yang
melanggar norma-norma sosial. Dalam pelaksanaannya, Perda ini juga
sangat mendukung dalam penataan pemasangan reklame dengan tidak
melupakan eksistensinya bila reklame sebagai media promosi. Penataan
pemasangan reklame ini ditujukan agar penyelenggaraan reklame di
Kabupaten Sukoharjo menjadi teratur, tertib, rapi dan juga tidak
melupakan aspek keamanan.
Selanjutnya Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor
12 Tahun 2003 tentang Pajak Reklame ini tidak hanya memberikan
keuntungan bagi peningkatan Pendapatan Asli Daerah tetapi juga
memberikan keuntungan bagi Biro Iklan melalui penataan reklame dan
perlindungan terhadap reklame yang diselenggarakan sehingga reklame
yang diselenggarakan dapat diketahui dengan mudah oleh masyarakat
luas dan adanya kepastian tujuan dari penyelenggaraan reklame di tempat
umum.
C. Hambatan Dalam Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo
Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pajak Reklame Dalam Upaya
Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dan Cara Mengatasinya
Dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor
12 Tahun 2003 tentang pajak reklame pasti tidak luput dari hambatan-
hambatan dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Untuk itu penulis
melakukan wawancara dengan Kepala Sub Bidang Pajak Reklame yaitu
Bambang Siswanto untuk mengetahui hambatan yang dihadapi dalam
pelaksanaan Perda ini, adapun hambatan yang dihadapi adalah sebagai
berikut:
1) Pemasangan reklame oleh Wajib Pajak tidak ijin terlebih dahulu dengan
Badan Pengelola Keuangan Daerah Kabupaten Sukoharjo.
2) Tingkat kesadaran dari Wajib Pajak setelah jatuh tempo pelunasan
pembayaran pajak reklame seringkali wanprestasi atau tidak melakukan
pelunasan pembayaran pajak reklame.
3) Wajib Pajak seringkali mengubah ukuran reklame atau tidak
memberitahu ukuran reklame yang sebenarnya diselenggarakan.
4) Kekurangan personil atau anggota yang mengawasi reklame dari Badan
Pengelola Keuangan Daerah Kabupaten Sukoharjo.
5) Kurangnya sarana dan prasarana dalam melakukan pengawasan atau
penertiban reklame.
6) Rendahnya anggaran yang tersedia untuk mendukung penertiban dan
pengawasan reklame.
7) Wajib Pajak seringkali melampaui batas waktu pemasangan reklame yang
telah habis dan waktunya dibongkar tetapi Wajib Pajak tidak melakukan
regristrasi atau daftar ulang di Badan Pengelola Keuangan Daerah.
8) Kurangnya partisipasi masyarakat karena ketidaktahuan tentang pajak
reklame.
Langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi hambatan-
hambatan pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 12
Tahun 2003 tentang Pajak Reklame, antara lain :
1. Adanya penertiban secara paksa atau pembongkaran terhadap reklame
yang tidak melakukan ijin.
2. Adanya surat teguran atau surat peringatan atau surat paksa dan sanksi
administrasi berupa denda terhadap Wajib Pajak yang tidak melunasi
pajak reklamenya yang telah jatuh tempo pelunasan.
3. Peningkatan kinerja pengawasan petugas BPKD terhadap reklame yang
dipasang atau adanya pengecekan pengukuran kembali terhadap reklame
yang akan dipasang.
4. Penambahan jumlah anggota atau personil untuk mengawasi reklame.
5. Penambahan saran dan prasarana untuk mendukung pengawasan dan
penertiban reklame.
6. Penambahan anggaran yang diperlukan untuk mendukung kinerja
anggota atau personil dalam melakukan pengawasan.
7. Sebelum jangka waktu pemasangan reklame habis sebaiknya BPKD
memberitahu kepada Wajib Pajak bila jangka waktunya akan habis tetapi
bila tidak ada tanggapan untuk melakukan regristrasi atau daftar ulang
maka diberi surat teguran atau surat peringatan atau melakukan
pencabutan terhadap reklame.
8. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai reklame serta
pajak reklamenya.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah
dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 12 Tahun
2003 tentang Pajak Reklame Dalam Upaya Meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah, meliputi :
Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 12 Tahun
2003 tentang Pajak Reklame dapat berlangsung secara efektif. Hal tersebut
dapat diketahui dari ketentuan hukum dan lembaga yang menangani serta
kinerja dari aparat BPKD dalam mengelola pajak reklame dalam mencapai
target yang diharapkan yaitu sekitar 111% (seratus sebelas persen)
pertahun.
2. Hambatan Dalam Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo
Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pajak Reklame Dalam Upaya
Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dan Cara Mengatasinya, sebagai
berikut :
a. Hambatan Intern :
1) Kekurangan personil atau anggota yang mengawasi reklame dari
Badan Pengelola Keuangan Daerah Kabupaten Sukoharjo.
2) Kurangnya sarana dan prasarana dalam melakukan pengawasan
atau penertiban reklame.
3) Rendahnya anggaran yang tersedia untuk mendukung penertiban
dan pengawasan reklame.
Cara mengatasi hambatan intern dalam pelaksanaan Peraturan
Daerah tersebut adalah :
1) Penambahan jumlah anggota atau personil untuk mengawasi
reklame.
2) Penambahan saran dan prasarana untuk mendukung
pengawasan dan penertiban reklame.
3) Penambahan anggaran yang diperlukan untuk mendukung
kinerja anggota atau personil dalam melakukan pengawasan.
b. Hambatan ekstern :
1) Kurangnya partisipasi masyarakat karena ketidaktahuan tentang
pajak reklame.
2) Kurangnya kesadaran dari Wajib Pajak dalam menaati
Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 12 Tahun 2003
tentang Pajak Reklame.
Cara mengatasi hambatan ekstern dalam pelaksanaan Peraturan
Daerah tersebut adalah :
1) Memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai reklame
serta pajak reklamenya.
2) Meningkatkan kesadaran Wajib Pajak dalam menaati Peraturan
Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 12 Tahun 2003 tentang
Pajak Reklame.
B. SARAN
Berdasarkan dengan hal-hal yang telah dikemukakan diatas maka
penulis memberikan saran-saran dalam pelaksanaan Peraturan Daerah
Kabupaten Sukoharjo Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pajak Reklame dalam
upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, sebagai berikut :
1. Meningkatkan peranan BPKD untuk lebih berperan aktif sebagai pihak
yang melaksanakan ketentuan-ketentuan yang ada dalam Peraturan
Daerah Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pajak Reklame.
2. Menyesuaikan Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 12 Tahun
2003 tentang Pajak Reklame dengan situasi dan kondisi perkembangan
pembangunan di Kabupaten Sukoharjo sehingga diharapkan Perda diatas
lebih berperan lagi dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.
3. Menerapkan sanksi yang lebih tegas terhadap para pihak yang melanggar
ketentuan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 12
Tahun 2003 tentang Pajak Reklame.
4. Meningkatkan sumber daya manusia dan mentalitas dari setiap anggota
dari pejabat maupun staf BPKD Kabupaten Sukoharjo untuk lebih jujur,
mempunyai rasa tanggung jawab yang besar terhadap pekerjaannya,
bersikap abdi masyarakat atau public servent, memiliki kecakapan atau
kemampuan yang tinggi untuk melakukan tugas-tugasnya dan
berkompeten.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku :
Erly Suandy. 2005. Hukum Pajak. Jakarta : Salemba Empat.
Hanif Nurcholis. 2005. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah.
Jakarta : PT. Grasindo.
J. Kaloh. 2003. Kepala Daerah : Pola Kegiatan, Kekuasaan, dan Perilaku Kepala
Daerah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah. Jakarta : Gramedia Utama.
Krishna D. Darumurti dan Umbu Rauta. 2000. Otonomi Daerah Perkembangan
Pemikiran dan Pelaksanaan. Bandung : Citra Aditya Bakti.
Lexy J. Moleong. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja
Rosdakarya.
Mahendra Putra Kurnia, dkk. 2007. Pedoman Naskah Akademik Perda
Partisipatif. Yogyakarta : Kreasi Total Media.
Muhammad Fauzan. 2006. Hukum Pemerintahan Daerah Kajian tentang
Hubungan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Yogyakarta : UII Press.
S.H. Sarundjajang. 2005. Babak Baru Sistem Pemerintahan Daerah. Jakarta : Kata
Hasta.
Soerjono Soekamto. 2006. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : UI-Press.
Jurnal :
Tri Hayati. 2005. Pilkada Dalam Era Reformasi Pemerintahan Daerah dalam
Pilkada Pasca Putusan MK. Jurnal Konstitusi Volume 2 Nomor 1, Juli
2005.
Peraturan Perundang-undangan :
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 mengenai Pokok-Pokok Pemerintahan di
Daerah.
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang mengatur tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (PDRD).
Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat
dengan Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.
Keputusan Menteri Keuangan RI No. 556/KMK.03/2000 tentang Tata Cara
Penyaluran DAU dan DAK.