Upload
koko-eka-pratama
View
24
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
PTB
Citation preview
BERBAGAI STRATEGI KONSERVASI TANAH
PADA LAHAN KRITIS BERBASIS TANAMAN PANGAN
Oleh:
M.Ali PudinNIM.1211323033
Dosen:
Dr.Ir.Muzakkir,MP
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PERKEBUNAN
JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PAYAKUMBUH
2015
I. PENDAHULUAN
Tantangan penyediaan pangan semakin hari semakin berat. Degradasi
lahan dan lingkungan, baik oleh ulah manusia maupun gangguan alam, semakin
meningkat. Lahan subur untuk pertanian banyak beralih fungsi menjadi lahan
nonpertanian. Sebagai akibatnya kegiatan-kegiatan budidaya pertanian bergeser
ke lahan-lahan kritis yang memerlukan input tinggi dan mahal untuk
menghasilkan produk pangan per satuan luas.
Degradasi lahan pertanian yang sering mengakibatkan penururan kualitas
lahan garapan dan lingkungan bukan hanya tanggung jawab petani, tetapi juga
tanggung jawab pemerintah daerah dan pusat yang mendapat masukan berupa
rekomendasi dari para ahli (Bennema and Meester, 1981). Di banyak negara,
terlihat jelas adanya kesenjangan yang besar antara kepedulian masyarakat dengan
pemerintah terhadap masalah erosi dengan tindakan nyata yang komprehensif
untuk mengatasinya (Hauk, 1981)
Berbagai cara untuk menangani lahan kritis telah dilakukan oleh
pemerintah, antara lain melalui program reboisasi dan penghijauan. Ditinjau dari
segi pelestarian lingkungan dan efisiensi penggunaan dana dalam program
ekstensifikasi maka pemanfaatan lahan kritis dengan perbaikan produktivitas
mungkin lebih baik daripada membuka hutan. Produktivitas beberapa jenis lahan
kritis misalnya lahan alang-alang relatif lebih mudah diperbaiki untuk budidaya
tanaman pangan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Karakteristik Lahan Kritis
Ciri utama lahan kritis adalah gundul, berkesan gersang, dan bahkan
muncul batu-batuan di permukaan tanah, topografi lahan pada umumnya berbukit
atau berlereng curam (Hakim et al., 1991). Tingkat produktivitas rendah yang
ditandai oleh tingginya tingkat kemasaman tanah, kekahatan hara P, K, C dan
Mg, rendahnya kapasitas tukar kation (KT), kejenuhan basa dan kandungan bahan
organik, tingginya kadar Al dan Mn, yang dapat meracuni tanaman dan peka
terhadap erosi. Selain itu, pada umumnya lahan kritis ditandai dengan vegetasi
alang-alang yang mendominasinya dengan sifat-sifat lahan padang alang-alang
memiliki pH tanah relatif rendah sekitar 4,8-6,2, mengalami pencucian tanah
tinggi, ditemukan rizoma dalam jumlah banyak yang menjadi hambatan mekanik
dalam budidaya tanaman, terdapat reaksi alelopati dari akar rimpang alang-alang
yang menyebabkan gangguan pertumbuhan pada lahan tersebut
Pada umumnya, penduduk yang tinggal di daerah tersebut relatif miskin
(sedikit kesempatan untuk memperoleh income), yang disebabkan pemberdayaan
tanah kritis tersebut berhubungan erat dengan masalah kemiskinan penduduknya,
tingginya kepadatan populasi, kecilnya luas lahan, kesempatan kerja terbatas dan
lingkungan yang terdegradasi. Oleh karena itu perlu diterapkan sistem pertanian
berkelanjutan dengan melibatkan penduduk dan kelembagaan.
II.2. Permasalahan Lahan Kritis
Meluasnya lahan kritis disebabkan oleh beberapa hal antara lain
1. Tekanan penduduk
2. Perluasan areal pertanian yang tidak sesuai,
3. Perladangan berpindah
4. Padang penggembalaan yang berlebihan
5. Pengelolaan hutan yang tidak baik
6. Pembakaran yang tidak terkendali
Fujisaka dan Carrity (1989) mengemukakan bahwa masalah utama yang
dihadapi di lahan kritis antara lain adalah lahan mudah tererosi, tanah bereaksi
masam dan miskin unsur hara.
III. PEMBAHASAN
3.1. Strategi Pengelolaan Lahan Kritis
Akhir-akhir ini ada pendapat yang menyatakan bahwa strategi
swasembada pangan perlu diubah menjadi swadaya pangan. Artinya, yang harus
diutamakan bukan meningkatkan produksi tetapi bagaimana menumbuhkan
kemampuan membeli bahan pangan. Dalam kondisi yang tidak menguntungkan,
impor pangan tertentu merupakan alternatif yang dianggap baik.
Apapun strategi yang dianut, pengelolaan usahatani tanaman pangan tetap
perlu dilakasanakan sebaik mungkin dengan tujuan produksi tinggi dan
berwawasan lingkungan agar kebutuhan pangan nasional tidak tergantung kepada
negara lain. Dalam kaitan itu, penelitian dan pengembangan teknologi usahatani
perlu ditingkatkan, termasuk penelusuran perluasan areal baru, baik oleh
pengambil kebijakan maupun para ahli dan pihak terkait lainnya.
1. Aplikasi Usahatani Konservasi
Banyak teknologi yang dianjurkan untuk menekan erosi tanah, seperti
pembuatan teras dan galengan. Akan tetapi, petani pada umumnya tidak memiliki
cukup biaya untuk pembuatan teras. Oleh karena itu, belakangan ini telah
dianjurkan pula sistem usahatani konservasi.
Sistem usahatani konservasi adalah penataan usahatani yang stabil
berdasarkan daya dukung lahan yang didasarkan atas tanggapannya terhadap
faktor-faktor fisik, biologis dan sosial ekonomis serta berlandaskan sasaran dan
tujuan rumah tangga petani dengan mempertimbangkan sumber daya yang
tersedia (UACP-FSR 1990).
Kunci keberhasilan budidaya tanaman pangan berkelanjutan antara lain 1)
mengusahakan agar tanah tertutup tanaman sepanjang tahun guna melindungi
tanah dari erosi dan pencucian 2) mengembalikan sisa-sisa tanaman, kompos dan
pupuk kandang ke dalam tanah guna memperbaiki/mempertahankan bahan
organik tanah (Effendi et al, 1986). Sedangkan kebiasaan petani dalam
mengusahakan tanaman pangan sebagian besar limbah pertaniannya diangkut
keluar untuk pakan dan kayu bakar, dibakar pada saat persiapan tanah atau
terbawa erosi, oleh karena itu makin lama kandungan bahan organik tanah makin
menurun dan diikuti oleh peningkatan erosi tanah karena kurangnya tindakan
konservasi tanah.
Pengusahaan budidaya tanaman yang dapat menutup permukaan tanah
sepanjang tahun merupakan tindakan konservasi vegetatif yang baik. Tindakan
tersebut akan lebih baik lagi jika sisa tanaman juga dikembalikan sebagai
tambahan bahan organik tanah. Bahan organik yang tinggi tidak hanya akan
menambah nutrisi tanah setelah melapuk , tetapi juga dapat berperan sebagai
penyanggah dari pupuk yang diberikan, mengikat air lebih baik dan meningkatkan
daya infiltrasi tanah dari curah hujan yang jatuh akhirnya dapat mengurangi erosi
dan aliran permukaan serta dapat meningkat produksi dan pendapatan petani.
Penelitian jangka panjang penggunaan bahan organik pada pola tanam tanaman
pangan di lahan kering di laboratorurium lapangan ungaran. Hasil penelitian
selama 3 tahun menujukkan bahwa pemberian pupuk kandang cukup satu kali saja
pada awal musim hujan, karena tidak ada perbedaan yang berarti antara yang
diberikan tiga kali dan satu kali. Hasil pertanaman jagung dan ubi kayu lebih
tinggi pada pola tanam yang didahului oleh tanaman kacang tanah dibanding yang
didahului oleh padi googo, masing meningkat 29 dan 50 %. (Toha dan
Abdurrahman, 1991).
Pupuk hijau tanaman leguminosa dapat meningkatkan kadar C organik,
Kadar N total dan KTK tanah (Lukman dan Mursidi, 1987). Dengan demikian
mulsa diharapkan dapat mensubsidi unsur hara yang biasa ditambahkan melalui
pupuk buatan. Toha et al., (1985) mengemukakan bahwa pemberian mulsa
lamtorogung 30 t/ha dengan tanpa pupuk N dapat mengimbangi pemupukan 45 kg
N/ha dengan tanpa mulsa.
Berdasarkan kaidah konservasi tanah dan air, lahan yang berkemiringan 15
% tidak dibenarkan untuk usahatani tanaman pangan (semusim). Akan tetapi,
karena tidak punya pilihan lain maka petani menggunakan lahan tersebut unutk
usahatani tanaman semusim. Sehubungan dengan itu, Hakim et al., (1991)
berpendapat bahwa usahatani tanaman pangan pada lahan tersebut dapat
dianjurkan, tetapi perlu diikuti dengan upaya konservasi tanah dan air. Dari
laporan Hakim et al., (1991) diketahui bahwa tanaman jagung, kedelai dan kacang
hijau dapat berproduksi dengan baik pada lahan kritis yang sudah dikonservasi
Upaya dalam mempertahankan atau meningkatkan produktivitas lahan
kritis hendaknya didekati dengan menerapkan sistem usahatani konservasi
melalui, pengaturan pola tanam, penambahan bahan organik dengan daur ulang
sisa panen dan gulma, serta penerapan budidaya lorong (Adiningsih dan Mulyadi,
1992). Penerapan teknologi tersebut akan memberikan pengaruh positif terhadap
produktivitas tanah seperti meningkatnya ketersediaan P dan bahan organik tanah
serta menurunnya kadar Al.
2. Penggunaan Amelioran
Penggunaan pupuk organik (pupuk kandang atau pupuk hijau ) dan kapur
dapat meningkatkan efisiensi pemakaian pupuk anorganik, karena kedua unsur
tersebut dapat meningkatkan daya pegang air dan hara di tanah, sementara itu,
residu pupuk diharapkan dapat mengurangi jumlah pemakaian pupuk anorganik
pada tanam berikutnya. Hasil penelitian Arief dan Irman (1993) disimpulkan
bahwa pemberian amelioran berupa kapur, pupuk kandang, daun gamal, jerami
padi dan kiserit mampu meningkatkan hasi padi gogo dan kedelai di tanah
podzolik merah kuning.
DAS Jratunseluna (1989) mengemukakan bahwa penggunaan mulsa segar
maupun limbah tanaman dapat meningkatkan hasil kacang hijau. Rata-rata hasil
mencapai 1,22 t/ha. Hasil tertinggi dicapai pada penggunaan mulsa daun kaliandra
sebanyak 10 t/ha. Sisa tanaman yang baik digunakan sebagai mulsa pertanaman
kacang hijau berturut-turut jerami padi, jerami jagung, jerami kacang tanah dan
terakhir jerami kedelai dengan hasil cukup baik mencapai 1,37; 1,35; 1,25 dan
1,22 t/ha. Mulsa segar kalindra dan lamtorogung dapat dikembangkan sebagai
tanaman pagar dalam sistem pertanaman lorong.
3. Seleksi Tanaman Adaptif Pada Kondisi Cekaman Lingkungan
Masalah mendasar dan tantangan berat yang harus dihadapi pada lahan
kritis adalah bagaimana mengubah lahan tersebut menjadi lahan produktif dan
bagaimana menghambat agar lahan kritis tidak semakin meluas. Karena itu
berbagai teknik rehabilitasi dan sistem budidaya yang tepat telah banyak
dicobakan pada lahan kritis tersebut.
Upaya-upaya yang selama ini dilakukan membutuhkan biaya yang cukup
besar dan memerlukan dukungan semua pihak serta perlu dukungan ahli
ekofisiologi dan pemulia tanaman untuk menghasilkan varietas tanaman pangan
yang adaptif pada lahan kritis yang memiliki karakteristik cekaman lingkungan
tertentu (kesuburan rendah, ketersediaan air terbatas/berlebih dan lain-lain).
Tanaman pangan adaptif yang dimaksud adalah tanaman yang di satu sisi mampu
beradaptasi dan di sisi lain mampu berproduksi secara optimal sehingga dapat
diharapkan sebagai penyedia pangan di masa mendatang.
Pemuliaan tanaman konvensional akan tetap memegang peranan utama
dalam perbaikan varietas. Berbagai kelemahan dan keterbatasan cara ini dapat
diatasi dengan bantuan bioteknologi. Secara bertahap, bioteknologi akan
dikembangkan untuk mendapatkan atau memindahkan gen tertentu untuk
menghasilkan varietas baru dengan sifat-sifat yang diinginkan. Meningkatkan
produktivitas melalui rekayasa genetik merupakan suatu keuntungan tambahan
dalam perbaikan sifat tanaman sehingga varietas yang dihasilkan diharapkan dapat
lebih efisien memanfaatkan hara, tahan terhadap hama dan penyakit serta deraan
lingkungan (Manwan, 1993).
IV. KESIMPULAN
1. Lahan kritis dapat ditingkatkan produktivtasnya melalui usahatani koservasi
2. Lahan kritis merupakan pilihan yang lebih bijak dibanding membuka lahan
baru (deforestration)
3. Upaya menemukan paket teknologi usahatani konservasi memerlukan
dukungan hasil penelitian dari para peneliti
4. Hasil penelitian yang telah ada masih perlu divalidasi pada tingkat onfarm
yang bersifat spesifik lokasi agar paket teknologi tersebur dapat diadopsi
petani