20
Ni'matu! Huda. Peningkatan Reran Wakil Presiden Melalui Keppres No. 121 Tahun 2000 Peningkatan Peran Wakil Presiden Melalui Keppres No. 121 Tahun 2000 Ni'matul Huda Abstract The issuance ofthe Presidential Decree No. 121,2000afiout sharing dutiesofthe President to the vice president in conducting the techniques of managing daily governmental affairs constitutes a real effort to optimize the vice president's role and ministerial works which have so farbeen considered very weak. However, this decree could be as warning signal for the vice presiden Megawati to prove hercapability, whether ornotshe is able to run the government well. Pendahuluan Selama ini peran Wakil Presiden dalam sistem pemerintahan Indonesia hampir dapat dikatakan seperti "ban serep", yang hanya akan berfungsi manakala Presiden berhalangan, baik sifatnya sementara maupun tetap. Meskipun demikian, selama Orde Baru, setiap kali bangsa Indonesia akan menghadapi pemilihan Presiden maupun Wakil Presiden. bursa nama yang muncul berganti-ganti hanyalah untuk posisi Wakil Presiden. Sementara untuk posisi Presiden tidak ada satu fraksi pun di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang berani memunculkan nama selain Soeharto. Nama caion Wakil Presiden yang diusuikan oleh MPR pun harus dikonsultasikan terlebih dahulu dengan Presiden. Jadi, meskipun kedudukan Wakil Presiden selalu diidentikkan dengan "ban serep", selalu saja orang berharap bahwa suatu saal Wakil Presiden akan mendapatkan kedudukan yang lebih strategis dalam pemerintahan. Hal itu terbukti ketika kedudukan Wakil Presiden dipegang B.J. Habibie, meskipun dalam waktu yang relatif pendek. Peran yang agak besar terlihat ketika jabatan Wakil Presiden dipegang B.J Habibie. Ketika itu kepercayaan dunia internasional terhadap pemerintah Indonesia sudah mulal menurun dan tanda-tanda akan teijadi krisis sudah muiai nampak. Kalau selama ini tugas Wakil Presiden hanyalah membantu Presiden dalam melaksanakan tugasnya, memperhatikan secara khusus, menampung masalah-masalah yang perlu dan menyangkut bidang tugas kesejahteraan rakyat, serta melakukan pengawasan operasional 115

Peningkatan Peran Wakil Presiden Melalui Keppres No. 121

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Ni'matu! Huda. Peningkatan Reran Wakil Presiden Melalui Keppres No. 121 Tahun 2000

Peningkatan Peran Wakil PresidenMelalui Keppres No. 121 Tahun 2000

Ni'matul Huda

Abstract

The issuanceofthePresidentialDecreeNo. 121,2000afiout sharing dutiesofthe Presidentto the vice president in conducting the techniques ofmanaging daily governmental affairsconstitutes a real effort to optimize thevice president's role andministerial works whichhave so farbeen considered very weak. However, this decree could be as warning signalfor the vice presiden Megawati to prove hercapability, whetherornotshe is able to run thegovernment well.

Pendahuluan

Selama ini peran Wakil Presiden dalamsistem pemerintahan Indonesia hampir dapatdikatakan seperti "ban serep", yang hanya akanberfungsi manakala Presiden berhalangan,baik sifatnya sementara maupun tetap.Meskipun demikian, selama Orde Baru, setiapkali bangsa Indonesia akan menghadapipemilihan Presiden maupun Wakil Presiden.bursa nama yang muncul berganti-gantihanyalah untuk posisi Wakil Presiden.Sementara untuk posisi Presiden tidak adasatu fraksi pun di Majelis PermusyawaratanRakyat (MPR) yang berani memunculkannama selain Soeharto. Nama caion WakilPresiden yang diusuikan oleh MPR pun harusdikonsultasikan terlebih dahulu denganPresiden. Jadi, meskipun kedudukan WakilPresiden selalu diidentikkan dengan "ban

serep", selalu saja orang berharap bahwasuatu saalWakil Presiden akan mendapatkankedudukan yang lebih strategis dalampemerintahan. Hal itu terbukti ketika kedudukanWakil Presiden dipegang B.J. Habibie,meskipun dalam waktu yang relatif pendek.

Peran yang agak besar terlihat ketikajabatan Wakil Presiden dipegang B.J Habibie.Ketika itu kepercayaan dunia internasionalterhadap pemerintah Indonesia sudah mulalmenurun dan tanda-tanda akan teijadi krisissudah muiai nampak. Kalau selama ini tugasWakil Presiden hanyalah membantu Presidendalam melaksanakan tugasnya,memperhatikan secara khusus, menampungmasalah-masalah yang perlu dan menyangkutbidang tugas kesejahteraan rakyat, sertamelakukan pengawasan operasional

115

pembangunan, maka ketika habibie menjabatsebagaiWakii Presiden terjadi perubahan yangcukup signlfikan menyangkut tugas yangdilimpahkan kepadanya, yakni a) membantuPresiden dalam tugas percaturan globalmelalul berbagai organisasl dunia sepertiPBB, GNP, APEC. OKI. G-15, G-8,ASEMdanASEAN: b) menyerasikan pembangunanindustri yang meliputi industrl hulu dan hlllr,Industrl berat, menengah, dan kecll, agroIndustrl dan Industrl rumah tangga; c) turutmemblna persatuan dan kesatuan bangsaberdasarkan iman dan taqwa kepada TuhanYang Maha Esa. Peran yang lebih besar laglterjadi ketika Presiden Soeharto lengser daritampuk kekuasaan yang sudah 32 tahun iakuasal. Turunnya Soeharto dan nalknyaHabibie menggantikan Soeharto ketika Itumenjadl kontroversl di tengah-tengahmasyarakat khususnya berkaltan denganpljakan yurldis yang dipakal untuk perallhankekuasaannya.

Tuntutan yang sama muncul kemballketika fraksl-fraksi di MPR khususnya fraksiyang memiliki jumlah suara terbanyak di MPR(FPDIP) menuntut diberdayakannya posisiWakil Presiden dalam Pemerlntahan.Tuntutan itu kemudlan direspon posltif olehPresiden Abdurrahman Wahid, dan ketikamenyampalkan jawaban atas pemandanganumum fraksl-fraksl atas progress reportPresiden di MPR, Abdurrahman Wahidmenyatakan akan memberlkan tugas yanglebih besar kepada Wakll Presiden MegawatiSoekarno Putri. Pernyataan Presiden itukemudian memunculkan berbagai tanggapanpositif dari berbagai fraksi yang ada dl MPR,tetapl sekaligus juga menlmbulkan kontroverslmengenal bentuk pengaturan pellmpahantugas antara Presiden dan Wakll Presiden.

Sebagian besar fraksi dl MPR menglnglnkanpellmpahan tugas itu dalam bentuk KeputusanPresiden (Keppres) dengan pertlmbanganbahwa masalah pellmpahan tugas antaraPresiden dan Wakll Presiden Itu masalah In

tern Pemerintah dan wewenang Presiden,bukan wewenang MPR. Pengaturan tersebutkemudian menlmbulkan implikasi yangmenyebabkan perubahan sistem pemerlntahannegara dari kuasi presidenslal menjadi (kuasi)parlementer.

Pada akhir Sidang Tahunan MPR dicapalkata sepakat dl antara Anggota Majelis bahwapengaturan tentang pellmpahan tugas antaraPresiden dan wakll Presiden tidak diaturdalamKetetapan MPR, tetapl diserahkan kepadaPemerintah sepenuhnya. Rekomendasi MPRItu kemudian dikukuhkan kedalam KetetapanMPR No. Vlll/MPR/2000 tentang LaporanTahunan Lembaga TInggI Negara.

Belakangan muncul masalah baru ketikaKepres No.121 Tahun 2000 tentangpenugasan Presiden kepada Wakll Presidenuntuk Melaksanakan Tugas TeknisPemerlntahan Sehari-hari, menurut beberapakalangan masyarakat dipandang kurangsubstanslai dan sekedar basi-basi. Bagalmanasesungguhnya sistem pemerlntahan Indonesia mengatur hubungan antara Presiden danWakll Presiden?

Pengaturan dalam UUD 1945dan Ketetapan MPR

Batang Tubuh UUD 1945 dan PenjelasanUUD 1945 mengatur tentang kedudukan danTugas Presiden dan Wakll Presiden berturut-urutdl dalam Pasai4 ayat (1) dan (2), Pasal6ayat (2), Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9 danPenjelasan UUD 1945 ButirlV. Pasal 4ayat (1)

116 JURNAL HUKUM. NO. 14 VOL 7.AGUSTUS 2000: 115- 125

Ni'matul Huda. Peningkatan Peran Wakil Presiden Melalui Keppres No. 121 Tahun 2000

berbunyl, "Presiden Republik Indonesiamemegang kekuasaan pemerintahanmenurut Undang-undang Dasar." Kemudiandi dalam Pasal 4 ayat (2) dinyatakan, "Daiammelakukan kewajibannya Presiden dibantuoleh satu orang Wakil Presiden." Pasal6 ayat(2) menyatakan "Presiden danWakil Presidendipilih oleh Majelis Pennusyawaratan Rakyatdengan suara yang terbanyak." Mekanismepemilihan Presiden dan Wakil Presiden diaturlebih lanjut dalam ketetapan MPR No. Vl/MPR/1999 tentang tatacara pencalonan danPemilihan Presiden dan Wakil Presiden Rl.

Di dalam Pasal 7 ditentukan, "Presidendan Wakil Presiden memegang jabatannyaselama masa lima tahun, dan sesudahnyadapat dipilih kembali daiam jabatan yangsama hanya untuk satu kali masa jabatan."Kemudian dalam Pasal 8 ditegaskan, "JikaPresiden mangkat, berhenti, atau tidak dapatmelaksakan kewajibannya dalam masajabatannya, ia diganti oleh wakil Presidensampai habis waktunya." Pengaturan lebihlanjut tentang keadaan sebagalmanadijelaskan dalam Pasal 8 UUD 1945 diaturdalam Ketetapan MPR No. ViI/MPR/1973

tentang Keadaan Presiden dan Wakil PresidenRl Berhalangan. Pasal 2 ayat (1) Tap MPRNo. VII/MPR/1973 menyatakan sebagai berikut"Dalam hal Presiden berhalangan letap, makaiadigantikan oleh Wakil Presiden sampai habismasa'jabatannya." Pasal 3 ayat (1) menyata,"Dalam hal Presiden berhalangan sementara,maka Presiden menugaskan Wakil Presidenuntuk melaksanakari'-tugas-tugas Presiden".Kemudan diayat(2)-nya ditegaskan, "Apabiladalam hal yang dimasud pada ayat (1) pasalini, Wakil Presiden dalam keadaanberhalangan, maka Presiden menunjukseorang Menteri untuk melaksanakan tugas-tugas Presiden."

Dari penegasan tersebut, nampak bahwameskl Wakil Presiden dan Menteri sama-samapembantu Presiden, tetapl prioritas pertamaapabila Presiden berhalangan adapada WakilPresiden. itulah salah satu perbedaankedudukan antara Wakil Presiden denganMenteri-menteri yang diatur dalamketatanegaraan Indonesia di sampingperbedaan lainnya.'

Pasal 9 ayat (1) UUD 1945 (PerubahanPertama) m'enyebutkan, "Sebeium memangku

'Perbedaan yang lain adalah: pertama, dalam hal pengangkatannya, Wakil Presiden diangkat dandibertientikan oleh MPR. sehlngga Presiden tidak dapat membertientikannya, sedangkal Menteri-menteri negaradiangkat dan diberhentikan oleh Presiden. sehlngga kedudukannya sangat tergantung pada Presiden. Kedua,oleh karena tidak ada penjelasan lebih lanjut dalam UUD 1945 tentang kedudukan Wakil Presiden, makaperkataan "dibantu" dalam hubungannya dengan kedudukan Presiden dapatditafeirkan Wakil Presiden membantuPresiden dalam melaksanakan kewajibannya, baiksebagai kepalapemerlntah maupun sebagai kepala negara(Pasal 4ayat (2). Pasal 6ayat (2)dan Pasal 7UUD 1945). Berbeda dengan Wakil Presiden. maka kedudukanpara Menteri pembantu kepala pemerintahan dan bukan pembantu kepala negara (Pasal 17 UUD1945).Ketiga, Wakil Presiden membantu Presiden secara umum, sedangkan Menteri pembantu Presiden secarakhusus melalui departemennnya masing-masing atau melalui bidang-bidang tertentu (Menteri Negara). Lihatdalam Ni'matul Huda. 1999. Hukum Tata Negara, Kajian Teoitis dan Yuridis Terhadap KonstitusiIndonesia. PusatStudi Hukum FH UIl dan Gama Media. Yogyakarta. Him. 104.

117

jabatannya, Presiden dan Wakil Presidenbersumpah menurut agama, atau berjanjidengan sungguh-sungguh di hadapan MajelisPermusyawaratan Rakyat atau DewanPerwakilan Rakyat..." Ayat (2) menyebutkan,"Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atauDewan Perwakiian Rakyat tidak dapatmengadakan sidang, Presiden dan WakilPresiden bersumpah menurut agama, atauberjanji dengan sungguh-sungguh di hadapanpimpinan Majeiis Permusyawaratan Rakyatdengan disaksikan oleh pimpinan MahkamahAgung."

Penjeiasan DUD 1945 butirlVmenegaskanbahwa "Presiden iaiah penyelengggarapemerintahan negara tertinggi di bawahmajelis. Daiam menjalankan pemerintahannegara kekuasaan dan tanggung jawabadalah di tangan Presiden [concentration ofpowerand responsibility upon the Presiden).Kemudian di dalam ketetapan MPR No. Ill/MPR/1978 tentangKedudukan dan Hubungantata Kerja Lembaga Tertinggi Negara dengan/atau Antar Lembaga-lembaga Tinggi Negara,Pasal 8 ayat (1) ditegaskan, "Presiden iaIahpenyelenggara Kekuasaan PemerintahanNegara Tertinggi di bawah Majeiis, yangdalam melakukan kewajibannya dibantu olehWakil Presiden." Dilanjutkan ayat (2) nyamenyatakan, "Hubungan kerja antara Presidendan Wakil Presiden diatur dan ditentukan oleh

Presiden dan Wakil Presiden."

Dari beberapa ketentuan tersebut di atas.tampak bahwa sistem pemerintahan indone-sia menganut sistem pemerintahan

presidensiii. Sebagaimana dijeiaskan oiehSoepomo, sistem UUD 1945 memang direkasedemikian rupa sehingga kekuasaan terpusatpada Presiden [concentration of powerandresponsibility upon the President) ataumenurut ungkapan yang popuier "executiveheavf. Bahkan, dalam sidang DokuritzuZyunbi Chosa Kai, Supomo berkata:^

"...buat (penyelenggara pemerintahan)sehari-hari Presideniah yang merupakanpenjeimaan kedauiatan rakyat.""... yang merupakan penjeimaankedauiatan rakyat iaiah Presiden, bukanDewan Perwakiian Rakyat."

Belakangan ini muncui aspirasi politikyang menghendaki agar kekuasaan Presidendikurangi, sehingga ada perimbangankekuasaan [checks and balances) di antaralembaga-iembaga tinggi negara. Aspirasi itukemudian direspon positif oiehangggota MPRdengan meiakukan perubahan pertama dankedua (amandemen I dan ii) terhadap UUD1945.

Kedudukan Wakil Presiden

Apabiia kedudukan Wakli Presidendihubungkan dengan lembaga MPR, jelastergambar bahwa kedudukan Wakil Presidenberada di bawah Majeiis. Tetapi jikadihubungkan dengan Presiden, makakedudukan Wakil Presiden ada dua

kemungkinan, (1) Kedudukannya sederajatdengan Presiden; (2) kedudukannya berada

^Hamn Alrasid. Jabatan Presiden Rl, Sebuah Tinjauan Hukum Tata Negara. Pidato Dies Rede padaSidang senat Terbuka Daiam Rangka Dies Natalis Ke-56 Univesitas Islam IndonesiaYogyakarta.Tanggal 8November1999. Him. 14-15.

118 JURNAL HUKUt\^. NO. 14 VOL 7. AGUSTUS 2000:115 -125

Ni'matuf Huda. Peningkatan Peran Wakil Presiden Melalui Keppres No. 121 Tahun 2000

di bawah Presiden. Kemungkinan pertama,dapat diketahui dari pendekatan yuridisterhadap Pasal 6 ayat (2), Pasal 7, Pasal 8,Pasal9 UUD1945 jo Pasal 7, Pasal22, Pasal24 dan Pasal 25 Ketetapan MPR No. VI/MPR/1999. Dari Pendekatan tersebut dapattersimpul bahwa antara Presiden dan WakilPresiden tidak terdapat tiirarkhi hubungansebagai atasan terhadap bawahan, yangnampak hanya pembagian prioritas dalammelaksanakan kekuasaan pemerintahan, dimana Presiden pemegang prioritas pertama,sedang Wakil Presiden pemegang prioritaskedua. Apabila Presiden berhalangan(sementara/tetap), Wakil Presidenlah yangdengan sendirinya harus melakukankekuasaan Presiden.

Kemungkinan kedua, dapat diketahuimelalui penafsiran terhadap Pasal 4 ayat (2)jo Pasal 5 UUD 1945jo Penjelasan Butir IV joKetatapan MPR No. lll/MPR/1978 Pasal8ayat(1). Di sini ternyata Presiden adalah satu-satunya penyelenggara pemerintahan negarayang tertinggi, yang membawa konsekuensisegala tangggung jawab mengenaipenyeienggaraan pemerintahan negafa yangtertinggi berada di tangan Presiden. WakilPresiden tidakdapat bertindak sendiri,karenasemata-mata merupakan pembantu Presidenyangtugas dan kewajibannya tergantung padaadanya pemberian dan atau pelimpahankekuasaan dari Presiden.

Keputusan Presiden No. 121 Tahun 2000

Dalam pemandangan umum fraksi-fraksidi MPR, sebagian besaranggota MPR menilaikinerja Kabinet Persatuan di bawahkepemimpinan Abdurrahman Wahid dinilaisangat lamban dan lemah. Sebagian besarfraksi di MPR. utamanya dari fraksi PDIP,meminta supaya manajemen pemerintahanlebih ditingkatkan dengan memberdayakanposisi Wakil Presiden Megawati. Fraksi PDIPmenginginkan pelaksanaan pembagian tugasantara Presiden dan Wakil Presiden ini diatur

secara tertulis, dengan alasan bahwaselamaIni proses pelimpahan atau pendeiegasiantugas dari Presiden kepada Wakil Presidenhanya dilakukan secara lisan, sehingga tidakjelas proses pelaksanaan danpertanggungjawabannya.

Selama periode Kabinet PersatuanNasional, pembagian kerja tersebutsebenarnya pemah dilakukan, bahkan tidakhanya secara lisan, tapi juga secara tertulis.Dalam proses permasalahan di Irian Jaya,Maluku dan Riau misalnya, Presiden pernahmengeluarkan Keppres No. 151 Tahun 1999tertanggal 4 Desember1999tentangTim KerjaIrian Jaya, Tim Kerja Maluku, dan Tim KerjaRiau. Dalam bagian konsiderans dari Kepprestersebut antara lain dinyatakan bahwa "... disamping tugas-tugas umum membantuPresiden dalam penyeienggaraanpemerintahan negara, Wakil Presiden jugaditugasi Presiden untuk secara khususmenangani penyelesaian beberapa masalahkewilayahan tertentu."^

^Forum Keadilan. No. 20.20Agustus 2000. Him. 11.

119

Jika masalah didaerah-daerah itu sampaisaat ini seolah belum terselesaikan, siapakahyang harus bertanggung jawab? Secaraprinsipiii, DUD 1945 menyatakan bahwa concentration ofpowerand responsibility upon thepresident. Oleh karena itu, secara makro halitu merupakan tanggungjawab Presiden tidakdapat begitu saja dibebaskan dibebaskan daritanggung jawab karena tugas itu sudahdilimpahkan kepada dirinya, sehingga wajarkalau tanggung jawab harus dipikul juga olehWakil Presiden.

Untuk -iebih mempertegas pernyataanPresidenpada SidangTahunan MPR tersebut,pemerintah mengeluarkan KeputusanPresiden No. 121 Tahunan 2000 tentangPenugasan Presiden kepada Wakil Presidenuntuk Melaksanakan Tugas TeknisPemerintahan Sehari-hari.

SikapPresidenAbdurrahman Wahid yangsifatnya memotong gagasan pembuatanKetetapan MPR khusus dinilai oleh Moh.Mahfud MD sebagai langkah yang tepat balksecara politik maupun secara konstitusi.'*Secara Politik dapat dikatakan, AbdurrahmanWahid melakukan pengalihan kekuasah ituberdasarkankekuasaannyasendiii dan bukankarenadipaksa secara sepihak oleh MPR. Inimemberi kesan, Presiden tidak mudah didiktebegitu saja oleh MPR. Tindakan dilakukanAbdurrahman Wahid Iebih dapat dibenarkansecara konstitusional, sebab yang dilakukanAbdurrahman Wahid bukan memisahkan atau

melepaskan kekuasaan pemerintaan negaradari tangan Presiden melainkan menugaskankepada Wakil Presiden dengan masih tetap di

^Kompas. 24Agustus 2000.

bawah tanggung jawab Presiden sendiri. JikaWakil Presiden telahditugasi untuk meminpintugas teknis pemerintahan, maka gagasanadanya Menteri Pertama atau Menteri Utamamenjadi tidak relevan untuk bicarakan, sebabpemosisian Wakil Presiden sebagaipelaksanaan pimpinan teknis pemerintahansehari-hari merupakan jawaban yang Iebihpassecara politis atas persoalan yang menjadidasar munculnya gagasan pengangkatanMenteri Pertama atau Menteri Utama.

Sebagaimana telah dibahas di atas,Ketetapan MPR No. lll/MPR/1978 tentangKedudukan dan Hubungan Tata KerjaLembaga Tertinggi Negara dengan/atau AntarLembaga-lembaga Tinggi Negara, Pasal 8Ayat (2) menyatakan, Hubungan kerja antaraPresiden dan Wakil Presiden di atur dan

ditentukan oleh Presiden dibantu oleh Wakil

Presiden. Ketentuan tersebut merupakanpijakan yuridis yang kuat untuk menentukankerangka kerja antara Presiden dan WakilPresiden, sebagaimana yang kemudiandituangkan kedalam Keputusan Presiden No.121 Tahun 2000. Adapun substansi tugas apasaja yang diberikan oleh Presiden kepadaWakil Presiden tentu merupakan kewenanganPresiden dan hasil kesepakatan kedua belahpihak. Isi Keppres No. 121 Tahun 2000 antaralain menyebutkan tugas Wakil Presidensebagai berikut;

Pasal 2

a. Menyusun program dan agenda kerjakabinet serta menentukan fokus danprioritas kebijakan pemerintahan;

120 JURNAL HUKUM. NO. 14 VOL 7. AGUSTUS 2000: 115 -125

Ni'matuI Huda. Peningkatan Reran Wakil Presiden Melalui Keppres No. 121 Tahun 2000

b. Memimpin sidang kabinet, menyimpulkanhasilnya dan menjelaskannya untukdiketahui oleh seluruh rakyat;

c. Memberi pengarahan dan petunjukkepada para anggota kabinet;

d. Memantau, mengawasi dan menilaikinerja para anggota kabinet dalammeiaksanakan program dan agenda kegakabinet;

e. Melakukan koordinasi dengan lembagatinggi negara lainnya untuk memperlancartugas penyelenggaraan pemerintahan;

f. Mengambii keputusan operasionai dalamrangka pelaksanaan tugas teknispemerintahan sehari-hari;

g. Menandatangani surat keputusan yangberisi kebijakan penetapan yang telahdisetujui oleh Presiden.

Rasa! 3

Surat keputusan sebagaimana dimaksuddalam Rasa! 2 huruf (g), meliputi;

a. Keputusan tentang struktur organisasidepartemen dan lembaga pemerintahannon departemen;

b. Keputusan tentang pengangkatan parapejabat eselon I dan departemenpemerintahan dan lembaga pemerintahannon departemen, serta jabatan-jabatandalam struktur organisasi TentaraNaslonal Indonesia dan KepollsianNegara Rl yang menurut peraturanperundang-undangan yang beriaku harusdllakukan melalui Keputusan Presiden;

^Kompas, 28Agustus 2000.

c. Keputusan tentang kenaikan pangkat danatau pemberhentian/pensiun pegawainegeri sipll perwira Tentara NaslonalIndonesia (TNI) dan Kepollsian NegaraRi (Poirl) yang menurut peraturanperundang-undangan yang beriaku harusdllakukan melalui Keputusan Presiden;

d. Keputusan pengesahan gubernursebagaimana telah ditetapkan olehDewan Perwakilan Rakyat DaerahPropinsi.

Darl ketentuan Pasal 2 tersebut dl atas,nampak bahwa tugas yang dlberlkan kepadaWakil Presiden ada penambahan yang cukupsigniflkan dari sebelumnya. Dengan adanyapemberian tugas oleh Presiden kepada Wakil.Presiden sesungguhnya telah terjadipengurangan kekuasaan Presiden secarakonstltusional, meskipun tugas yang diberikankepada Wakil Presiden belum berslfatsubstanslal. Apablla ternyata ada beberapapihak yang menilai bahwatugasyangdiberikankepada Wakil Presiden Megawati yang'dituangkan dalam Keppres tersebut kurangsubstanslal, mungkin ha! itu dipandang darisudutpolltis. Dillhatdari sudut pandangyuridisketatanegaraan, pengaturan* tentangpemberian tugas dari Presiden kepada WakilPresiden sebagaimana yang dlatur dalamKeppres No. 121 Tahun 2000 ditandatanganioleh Presiden Abdurrahman Wahid, WakilPresiden Megawati Soekamo Putrl memintaagar ia tidak dlberi wewenang yang terlalubanyak.^ Mungkinkah permintaan itu sekedar

121

basa basi atau merupakan pertimbangankearifan Wakil Presiden terhadap realitas yangada. Bahkan pada kesempalan lain WakilPresiden meminta dukungan seluruh lapisanmasyarakat untuk bekerja bersama-samamelaksanakan tugas yang dilimpahkanPresiden kepadanya.

Beberapa kalangan menilai bahwa tugasyang diberikan kepada Wakil Presiden yangtertuang dalam Pasal 2 butir a sampai denganfsudah cukup bagus, tetapi pada butir gyangberbunyi "Menandatangani surat keputusanyang berisi kebijakan penetapan yang tetahdisetuiui oleh Presiden" dipandang mengebirikewenangan yang diberikan kepada WakilPresiden. Penllaian yang demikian itu tidaksepenuhnya benar, karena bagaimanapunpenanggung jawab pemerintahan negaratelap berada di tangan Presiden. Wakil Presidentidak dapatbertindak sendiri karena iasemata-mata merupakan pembantu Presiden.. Secara konstitusional Presiden tetap

sebagai kepala pemerintahan yangbertanggung jawab kepada MPR dan WakilPresiden tidak bisa secara langsungmenyampaikan tanggung jawabnya sendiridalam menyelenggarakan pemerintahannegara kepada MPR.

Pertanggungjawaban Wakil Presiden

Munculnya tuntutan supaya pelimpahantugas-Presiden kepada Wakil Presidendituangkan dalam Ketetapan MPR, justru akanmemunculkan masalah baru yang berkailandengan pertanggungjawaban Wakil Presiden,

perlukah Wakil Presiden memberikanpertanggungjawaban? Kepada siapakahWakil Presiden harus bertanggung jawab?

Berdasarkan Pasal 4ayat (2) dan Pasal 6ayat (2) UUD 1945 dapat dilarik beberapaaltematif pertanggungjawaban, antara Iain:pertama, Wakil Presiden bertanggung jawabkepada MPR, atas dasar dipilih oleh MPR;kedua, Wakil Presiden bertanggung kepadaPresiden: ketiga, Wakil Presiden bertanggungjawab balk kepada Presiden maupun kepadaMPR, atas dasar di satu pihak ia pembantuPresiden, di lain pihak ia ipilih oleh MPR.®

Altematifpertama, apabila Wakil Presidenbertanggung jawab kepada MPR, makakonsekuensinya akan mengakibatkantimbulnya dua pertanggungjawaban eksekutifyang seolah-olah terpisah. Padahal menurutpenjelasan UUD 1945 telah ditegaskan"Dalam menjalankan Pemerintahan Negara,kekuasaaan dan tanggung jawab adalah ditangan Presiden (concentration ofpower andresponsibility upon tfie President).

Altematif kedua, Wakil Presidenbertanggung jawab kepada Presiden atasdasar merupakan pembantu Presiden,mempunyai beberapa kelemahan, yaitu:pertama, dengan maksud apa wakil Presidendipilih oleh MPR serta harus mengucapkansumpah atau janji sebelum memegangjabatannya di hadapan MPR atau DPR.Sedangkan pertanggungjawabannya (hanya)kepada Presiden. Mengapa tidak dipilih (danatau diangkat) oleh Presiden saja, dengankonsekuensi dapat diberhentikan olehPresiden. Kedua, beban pertanggungjawaban

®Bagir Manan dan Kuntana Magnar. 1993. Beberapa H/lasalafj Hukum Tatanegara Indonesia.Bandijng:Alumni. HIm.29.

122 JURNAL HUKUf\4. NO. 14 VOL. 7. AGUSTUS 2000:115- 125

Ni'matuI Huda. Peningkatan Peran Wakil Presiden Melalui Keppres No. 121 Tahun 2000

Presiden kepada MPR menjadi bertambahberat, karena selain harusmempertanggungjawabkan setiapkebijaksanaannnya, juga harus memikultanggung jawab (tindakan) Wakil Presiden.

Mengapa Wakil Presiden tidak dipilih sajaoieh Presiden, hal Ini dimaksudkan untukmenunjukkan perbedaaan kedudukan WakilPresiden dengan Menteri-menteri selakupembantu Presiden. Di samping itu, juga untukmemenuhi kebutuhan yuridis Pasal 8 UUD1945 jo Ketetapan MPR No. Vli/MPR/1973tentang keadaaan Presiden dan WakilPresiden Rl Berhaiangan, Pasal 2 ayat (1)menyatakan sebagal berikut: "Dalam halPresiden berhaiangan tetap, maka ia digantioieh Wakil Presiden sampai habis masajabatannya". Pasai 8 UUD 1945 joPasai 2 ayat(1) Ketetapan MPR No. Vll/MPR/1973 Iniberkaitan erat dengan Pasai 6 ayat (2) UUD1945, yaknl tentang keadaaan Presiden danWakil Presiden dipilih oieh MPR dengan suarayangterbanyak. Apabiia Wakil Presiden dipilihoieh Presiden, dan temyata di tengah jalanPresiden berhaiangan (tetap), maka dapatkahWakil Presiden secara otomatis menggantikedudukan Presiden? Tidakkah persoalan ininantinya akan terganjai oieh ketentuan Pasai6 ayat (2) UUD 1945. Untuk keperiuanPenggantlan kedudukan Presiden (yangberhaiangan) tentu harus diiakukan pemiiihanbaru oieh MPR, karena Wakil Presiden tidakdipijih oieh MPR. Hal ini tentu akan berbedamanakaiah Wakil Presiden dipilih oieh MPR,sehingga apabiia Presiden berhaiangan

(tetap) Wakil Presiden dapat secara otomatismengganti kedudukan Presiden.

Alternatif ketiga, Wakil Presidenbertanggung jawab balk kepada-Presidenmaupun kepada MPR, atas dasardi satu pihakia pembantu Presiden dan di lain pihak ladipilih oieh MPR.

Sesungguhya wajar kalau Wakil Presidenbertanggung jawab kepada MPR, karena iadipilih dan diangkatoleh MPR. MembebaskanWakil Presiden dari suatu sistempertanggungjawaban adalah menyalahiprinsip pemerintahan negara demokrasi.Dalam negara demokratis, setiapjabatanataupejabat harus ada pertanggungjawaban dantempat bertanggung jawab, namun UUDataupun Ketetapan MPR tidak mengaturmasaiah pertanggungjawaban ' WakilPresiden. Bagaimana MPR akan melakukanpenllaian terhadap kinerja Wakil Presidenkalau tidak ada aturan main yang jelas.^

Daiam praktik ketatanegaraan; meskipunWakil Presiden dipilih oieh MPR tetapi MPRtidak pernah memberikan tugas khususkepada Wakil Presiden, sehingga apa yangharus dipertanggungjawabkan oieh WakilPresiden kepada MPR menjadi kabur. Seiamaini tugas Wakil Presiden diberikan oiehPresiden, sehingga logis kaiau Wakil Presidenbertanggung jawab kepada Presiden.Sebagaimana yang seiama ini disaksikandalam Sidang Umum MPR, hanya Presidenyang memberikan pertanggungjawaban diakhir masajabatannya kepada MPR. Dengankatalain, pertanggungjawaban Wakil Presiden

'Bagir Manan. 1999. LembagaKepresidenan. PusatStudi Hukum Faultas Hukum UII danGamaMedia.Him. 47.

123

hanya kepada Presiden. Mai ini lebihdipertegas lagi setelah dikeluarkannyaKeputusan Presiden No.121 Tahun 2000.

Kembali pada persoaian yang dibahas diatas, yakni Pasal 2 butir (g) Keppres No. 121Tahun 2000. ha! itu tentu dimaksudkan dalamkerangka penjelasan UUD 1945 butir IV,bahwa Presiden iaiah penyelenggaraPemerintahan Negarayangtertinggi di bawahMajelis dan dalam menjalankan pemerintahanNegara. kekuasan dantanggung jawab adalahdi tangan Presiden.

Belakangan muncul ungkapankekecewaan dari beberapa Anggota DRRterhadap Keppres No. 121 Tahun 2000 yangjuga dikaitkan dengan susunan kabinet yangbaru saja dilantik adalah domlnasi pilihan or-ang-orang pilihan Presiden AbdurrahmanWahid {All the President Man), sehinggasecara politis mereka akan lebih loyal kepadaPresiden Abdurrahman Wahid daripadakepada Megawati, sementara dalammelakukan pekerjaaannya mereka akan lebihbanyak berhubungan dengan Wakil PresidenMegawati. Ungkapan seperti itu sebaiknyadihindari, karena akan menimbulkan kesannegatif terhadap kredibilitas dan kapabilitasseseorang. Seoiah-olah menteri-menteri itutidak punya loyalitas terhadap bangsa dannegara. loyalitasnya hanya kepada atasan(Presiden). Bukankah loyalitas tunggal sudahdisingkirkan melalui gerakan reformasi. kitatidak ingin terjebak pada keadaan yang samadengan Orde Baru. Patutdiingat, bahwa ketikaseseorang sudah mendapat amanah darirakyat entah itu jabatan sebagai Presiden.Wakil Presiden maupun Menteri dan Iain-Iain,seyogyanya ia mengabdi tidak lagi kepada

atasannya semata-mata tetapi lebih tinggi lagi.ia harus mengabdi untuk kepentingan bangsadan negara. Sehingga segala tindakannyatidak cukup hanyadapat dipertanggungjawabkankepada atasannya saja, tetapi juga harus dapatdipertanggungjawabkan kepada seluruhrakyat Indonesia.

Kalau penilaian sementara kalangan itubenar bahwa dengan susunan kabinet yangbaruWakil Presiden merasa akan mengalamikesulitan untuk melaksanakan Keppres No.121 Tahun 2000. tentu Wakil Presiden dapatmemanfaatkan stafnya di jajaran SekretarisWakil Presiden untuk membantu secarabersama-sama untuk menjalankan tugas yangsudah dilimpahkan kepadanya. Sikap proaktifWakil Presiden pastilah diharapkan "olehsemua kalangan, dengan segala kearifanyang dimiliki, selama ini masyarakat yakinbahwa kabinet ini akan berjalan sesuaidenganyang diharapkan oleh seluruh lapisanmasyarakat.

Jika peran baru itu dapat dimainkan secaraatraktif, maka kinerja pemerintahandiharapkan dapat lebih balk. Setidaknyamerupakan awal perbaikan kondisi bangsauntuk keluar dari krisis, sekaligus Megawatisendiri akan memperoleh investasi politikyangcukup berharga dalam percaturan politik dinegeri ini. Sebaliknya, jika Megawati tidakmenggunakan peiuang politik itu denganseksama. maka dirinya selain akan dinilaibenar-benar tidak mampu sebagaimanakeraguan banyak pihak selama ini, pada saatyang sama akan memperoleh getah politikyang harus diterima sebagai konsekuensi daripenerimaan mandat politik itu.® Keppres No.121 Tahun 2000 cukuplah dipandang

®Haedar Nashir. "Megawati Dipersimpangan Jalan". Republika. Sabtu. 2September 2000. Him. 18.

124 JURNAL HUKUM. NO. 14 VOL 7. AGUSTUS 2000: 115 -125

Ni'matuI Huda. Peningkatan Peran Wakil Presiden Melalui Keppres No. 121 Tahun 2000

sebagai ujian apakah Wakii Presiden besertapara Menteri mampu untuk melaksanakannyaataugagal melaksanakannya. Apabila hasilnyamenggembirakan, maka periu untukditingkatkan lag! pada masayang akan datang.Jika terjadi yang sebaliknya, maka Presidenharus segera melakukan antisipasi yang lebihbalk lag! dalam menyusun kabinet maupunskala prioritas program.

Simpulan

Guna mengatasi persoalan di seputarkelemahan manajerial pemerintahanPresiden Abdurrahman Wahid dan CapWakilPresiden hanya sebagai "bap serep",dikeluarkan Keppres 121 Tahun 2000, tehtangPenugasannya Presiden kepada WakilPresiden untuk Melaksanakan Tugas TeknisPemerintahan Sehari-hari, merupakanlangkah strategis dan urgen. Keputusan politisdan konstitutif presided melalui Keppres ini,dianggap lebih tepat, mengingat 2 hal; pertama,bahwa penyerahan tugas teknis pemerintahanpresiden kepada Wakil Presiden hanyamerupakan porsi internal sebagaimana diaturdalam Pasal 4 ayat (1) dan (2), dan Pasal 8DUD 45; kedua untuk mempertegas kemballsistem pemerintahan presidensia! yang dianutkonstitusi (Penjelasan DUD 1945 Butir IV).,

Sementara kekhawatiran yang muncul dikalangan anggota MPR akan InkonslstensiPresiden terhadap keputusannya tersebutsehingga harus diperkuat dengan bajuTapMPR, tampaknya kurang tepat, sebab disampingsubstansi tersebut bukan merupakankewenangan MPR, juga diangap menyalahlkonstitusi yakni sistem pemerintahanpresidensia! yang diatur dalam penjelasanUUD1945 Butir IV. ^

Berkaitan dengan perspalan di- atas, halini sebenamya mengindikasikan.bahwa masihbanyak kekosongan hukum dan perlunyamemikirkan kembali bentuk ideal dari sistem

pemerintahan yang dapat menjawab dinamikaketatanegaraan pada konteks kini danmendatang. •

Daftar Pustaka

Alrasid, Harun. Jabatan Presiden Rl, SebuahTinjauan Hukum Tata Negara. PjdatoDies Rede pada Sidang Senat.TerbukaDalam Rangka Dies Natalis Ke-56Univesitas Islam Indonesia Yogyakarta.

- Tanggal 8 November 1999.

Huda, Ni'matuI. 1999. Hukum Tata Negara,Kajlan Teoitis dan Yuridls TerhadapKonstitusi Indonesia. Yogyakarta:Pusat Studi Hukum FH, Ull dan GamaMedia.

Manan, Bagir dan Kuntana Magnar.' 1993.Beberapa Masalab HukumTatanegara Indonesia. Bandung:Alumni. ^ •---

Manan, Bagir. 1999. LembagaKepresidenan.Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum Ull

dan Gama Media.

Nashir, Haedar. "Megawai DiperslmpanganJalan". Republika. Sabtu. 2 September2000. Him. 18.

Forum Keaditan. No. 20. 20 Agustus 2000

Kompas. 24 Agustus 2000

Kompas, 28 Agustus 2000

125

Independensi dan Peran Mahkamah Agung(Kajian DarisudutPandang Yuridis Ketatanegaraan)

Dahlan Thaib

Abstract

To provide the necessity of format prerequisite of legal nation, the independency of thejudicialpower is expHciSyput on the 1945Constitulion, which is elatx}rated in the govemmentreguiatfons. in fact, the freedom and independency of theJudicial power are meaninglessifit is not followed by Supreme Court rights to examine the legalmaterials toward regulationsac&Ve/y The discussion ofthe examining rights ofthe regulation product-materialwas issued inthe proposal to form a Constitution Court in the second amendment plan of the 1945Constitution prepared byAd Hoc Committee of the Work Board of General Assembly in itsannual session August 2000, which was, however, unaccepted. The regulation as aninstrument ofstate affairs system holds the vital role to arrange and facilitate the idea!affairs among the highest institution, high institution, and societies. Therefore, in order toachieve the imposed goal, the authority of the examining rights of the materials by theSupreme Court should bemaximized through the existence ofthe courts.

Pendahuluan Komitmen tersebut merupakan perwujudanSejak awal kemerdekaan, the founding pendiri negara untuk menjadikan

fathers (para pendiri) negara kesatuan Indonesia sebagai negara hukum modern,Republik Indonesia, telah memiliki komitmen menganut kaedah-kaedah paham negarakuat mewujudkan kekuasaan kehakiman yang niodem yang konstitusional.bebas dalam sistem ketatanegaraan Indone- Namun dalam praktik ketatanegaraan,sia. Komitmen ini secara tegas tercantum kh^susnya pada masa Orde Baru kemandiriandalam penjelasan Pasai 24 dan 25 UUD 1945 direduksi UU No.14 Tahun 1985yang menyatakan, kekuasaan kehakiman iaiah ^®ntang Mahkamah Agung dan UU No.14kekuasaan yang merdeka,artinyater!epas dari 1970 tentang Pokok Kekuasaanpengaruh kekuasaan pemerintah. Berhubung K^hakirnan yang dibuat oleh pemerintah dandengan itu harus diadakan jaminan dalam ®^niplng itu kenyataan yang tidakundang-undang tentang kedudukan para l^rbantahkan kemandirian peradilan jugahakim. diperlemah dengan adanya praktik korupsi,

koiusi dan nepotisme (KKN).

126 JURNAL HUKUM. NO. 14 VOL 7. AGUSTUS 2000: 126 - 134

Dahlan Thaib. Independensi dan Peran Mahkamah Agung

Karenanya kemandirian kekuasaankehakiman atau kemandirian MahkamahAgung tidak hanya menyangkut masalahsistem perundang-undangan yang mengaturMA, tetapi juga dipengaruhl praktik KKN yangmerajaleia dikalangan para hakimnya. PraktikKKN di MA berakibat tidak adanya kepastianhukum. Tidaklah berlebihan apabiia reformasidi iembaga negara MA harus dimulai dari orang-orang yang kini menjadi hakim agung.

SIdang Umum Tahunan (SUT) MPRtanggal 7 s/d 18 Agustus 2000 yang salah satuagendanya adalah amandemen UUD 1945karena keterbatasan waktu belum dapatmengubah ketentuan konstitusi mengenaikekuasaan kehakiman. Namun penundaanamandemen beberapa pasal UUD 1945khususnya Pasal 24 dan 25 mengenaikekuasaan kehakiman adalah putusan yanglebih balk dari kaca mate pandang konstitusi,karena amandemen atau perubahan UUDmemerlukan pemikiran yang mendalam danpertimbangan yang masak.^

Oleh karena itu diskursus tentangkemandirian kekuasaan Mahkamah Agungakan terus bergema sampai dengan diamandemen atau perubahan ketiga UUD1945 pada Sidang Umum Tahunan MPRberikutnya.

Kekuasaan Kehakiman

dalam Pandangan Konstitusi

• Pembahasan mengenai independensiatau kemandirian dan peran Iembaga yudikatif

atau Mahkamah Agung tidak dapatdilepaskandari ketentuan-ketentuan tentang' sistemketatanegaraan yang diatur oleh konstitusi.

Dari konstitusi atau undang-uridang dasarsuatu negara, akan diketahui tentang negaraitu balk bentuk, susunan negara maupunsistem pemerintahannya.^ Dalam sistempolitik ketatanegaraan Indonesia tidak dianutajaran pemisahan kekuasaan (separat/bn ofpowei) Tiias Politica, sebagaimanadikemukakanoleh Montesquieu, tetapi menganut sistempembagian kekuasaan {distribution ofpowet).Ini berarti ada perimbangan kekuasaan antaraIembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif.

Sebagaimana diketahui. SistemKetatanegaraan Indonesia berdasarkan UUD1945 menegaskan bahwa kedaulatan ataukekuasaan negara tertinggi ada di tanganrakyat, yang dilaksanakan sepenuhnya olehMajelis Permusyawaratan Rakyat (Pasal1ayat(2)). Rumusan kedaulatan adalah di tanganrakyat menunjukkan bahwa kedudukanrakyatlah yang paling sentral dalam sistemketatanegaraan Indonesia. Namun karenaseluruh rakyat Indonesia tidak mungkinberkumpul seluruhnya pada satu saat danpada satu tempat untuk bermusyawarahmengenai pemerintah/kenegaraan, makakedaulatan yang ada di tanganrakyat tersebutdilakukan sepenuhnya oleh MPR. Dalampraktik ketatanegaraan, MPR tidakmelaksanakan sendiri seluruh kekuasaannya,tetapi kekuasaan tersebut didistribusikan ataudideiegasikan kepada lembaga-lembagatinggi negara di bawahnya. Kekuasaan

^K.C. Wheare. 1975. Modem Constitutions. London: Oxford University Press. New York: Toronto.Him. 83.

^Sri Soemantri. 1987. Prosedurdan Sistem Perubahan Konstitusi. Bandung: Alumni. Hlm.1-2.

127

eksekutifdijalankan oleh Presiden, kekuasaanlegislatif dijalankan oleh Presiden bersamaDPR, dan kekuasaan yudlkatif dijalankan olehMA. Di samping kekuasaan legislatif, eksekutif,danyudlkatif, maka dalam sistem ketatanegaraanindonesia masih ditemui kekuasaan konsuitatlf

yangoleh MPR didelegasikan kepada DPAdankekuasaan inspektif (pengawasan) yangdilimpahkan kepada DPR dan BPK, dalam haiini DPR meiaksanakan fungsi pengawasandalam bidang poiitik pemerintah, sedangkanBPK'melaksanakan fungsi pengawasan padabidang penggunaan anggaran negara.

Namun, tidak berarti bahwa setelah MPRmendistribusikan atau mendelegasikankekuasaan kepada iembaga-iembaga negaraiainnya, MPR tidak mempunyai kekuasaanlagi. Bagaimanapun, kekuasaan itu tetap ada.Sisa kekuasaan yang dijalankan sendiri olehMPR yangdiaturdaiamsistem ketatanegaraan,yaitu menetapkan UUD dan GBHN (Pasai 3UUD 1945), memiiih Presiden dan WakilPresiden (Pasai 6 ayat (2) UUD 1945),mengubah UUD (Pasai 37 UUD 1945) dantempat Presiden bertanggung jawab (PenjelasanUUD 1945, Butir iV). Sistem demikianmerupakan pembagian kekuasaan {distributionofpowei) atau menurut Ivor Jennings disebutseparationofpower6a\am arti formal. Denganmeminjam teori Jennings, pada umumnyapemisahan kekuasaan daiam art! materialtidak terdapat dan bahkan tidak pernahdiiaksanakan di indonesia. Atau denganperkataan lain, di indonesia terdapat pembagiankekuasaan dengan tidak menekankan kepadapemisahannya.^

Dengan dianutnya konsep atau sistempembagian kekuasaan tersebut, maka daiamsistem ketatanegaraan indonesia antaraiembaga-iembaga negara di bawah MPRkedudukannya sederajat. Kesederajatantersebut memberikan fungsi pada iembagatertentu seperti misainya DPR dan BPKsebagai pengawas terhadap Presiden, fungsipertimbangan atau penasehat DPA terhadapPresiden dan MA dapat memberikanpertimbangan-pertimbangan hukum kepadaiembaga-iembaga tinggi negara iainnya.Pengalaman membuktikan bahwa daiampraktik ketatanegaraan, peiaksanaan fungsidan tugas masing-masing Iembaga negaratersebut sering menimbulkan konfiik antarIembaga negara. Padaera OrdeBam misainya,yang paling banyak menimbulkan permasalahanadalah peiaksanaan tugas antara DPR danPresiden. Di satu pihak, masih dominannyaPresiden daiam proses penyelenggaraannegara sementara DPR sangat lemah danterkesan hanya sebagai stempei atauiegitimasi bagieksekutif. Dansebaliknya padaera reformasi dewasa ini posisi Presiden ataueksekutif biia dibandingkan dengan DPRcenderung iebih iemah, hai ini dapat kitasaksikan dengan keberhasiian DPR menekanPresiden daiam berbagai bidang, antara lainmisainya mempergunakan hak interpeiasipada bulan Juii 2000 yang teiah iaiu. Disampingapa yangdikemukakan diatas, makapersoaian Iainnya pada masa ordebamadalahterjadinya penyimpangan dalam peiaksanaankekuasaan yudlkatif atau kekuasaankehakiman dengan menempatkan kekuasaan

'IsmailSuny. 1985.Pembagian Kekuasaan Negara.Jakarta:Aksara Baru. Him.6-7

128 JURNAL HUKUM. NO. 14 VOL. 7. AGUSTUS 2000: 126 - 134

Dahlan Thaib. Independensi dan Peran Mahkamah Agung

yudikatif atau kekuasaan kehakiman di bawahkekuasaan eksekutif/ Sehingga banyakkasus penyimpangan dalam pelaksanaankekuasaan yudikatif, ketidakadilan penegakanhukum, pengadilan yang sering berpihak-kepada penguasa dalam kasus pelanggaranhak warga negara seperti mlsalnya "suratsakti" MA semasa dipimpin Soerjono dalamkasus tanah adat Hanoch Hebe Ohee dan

Kedung Ombo. Dapat dibayangkan betaparunyamnya penegakan hukum di negaratercinta Inl bila hakim agung yang ada di MAmasih menghambakan diri pada uang dankekuasaan ketimbang keadllan. Kendatipunpada era reformasi sekarang inl MPR telahmengeluarkan Ketetapan Nomor XI/MPR/1998tentangPokok Reformasi PembangunanDalam Rangka Penyelamatan dan NormalisasiKehidupan Nasional sebagai Haluan Negarayang antara lain menegaskan perlunyapemisahan tegas antara kekuasaan yudikatifdan eksekutif dan selanjutnya Tap tersebutdijabarkan oleh UU No.35 Tahun 1999, namunbeberapa pertanyaan mendasar masyarakattentang kemandirian lembaga yudikatif danpenegakan hukum di Indonesia tetap harusdigarisbawahi, yakni ketidakpercayaanmasyarakat terhadap lembaga peradilan,kinerja aparat penegak hukum (hakim, jaksa,polisi dan pengacara) sertaintervensi eksekutifatau pemerintah terhadap lembaga yudikatifatau kekuasaan kehakiman beserta

perangkatnya. Untuk menjawab pertanyaantersebut, maka ke depan harus dilakukanupaya-upaya konkret agar keadaan tidak

bertambah parah, misalnya dengan Jalanmemperbalkl sistem yakni mengamandemenPasal 24 UUD 1945 di samping perlunyakemauan politik pengambi! keputusan untukIkut memperdayakan kekuasaan kehakiman.

Independensi dan Reran Mahkamah Agung

Masaiah independensi atau kemandirianlembaga yudikatif atau kekuasaan kehakimansebagalmana dikemukakan di atas padamasa sekarang sudah menjadi tuntutanmasyarakat. Padamasa Orde Baru, tidak adakemandirian lembaga yudikatif di Indonesiakarena lembaga yudikatif (pengadilan) menjadibagian dari eksekutif. Pada waktu membahas-RUU No. 14 Tahun. 1970, gagasan agarpembinaan dan pengawasan kekuasaankehakiman berada dalam satu atap saja, yaitudi bawah naungan Mahkamah Agung, sudah'pernah menjadi bahan perdebatan yangcukup seru. Gagasantersebut menjadi pupuskarena pihak eksekutif dalam hal ini MenteriKehakiman pada waktu itu tetap bersikukuhpadapendiriannya, sehingga lahirlah Pasal 11ayat (1) UU No. 14 Tahun 1970, yangrhenentukan bahwa kekuasaan kehakiman

yang dilakukan oleh empat lingkunganperadilan secara organisatoris, administratif,dan finansial ada di bawah kekuasaan masing-masing departemen yang bersapgkutari.

Berkaitan dengan independensi ataukemandirian kekuasaan yudikatif, sebenamyamasaiah tersebut sudah diatur secara

konstitusional dalam Pasal 24 dan 25 UUD

^Pasal 11 ayat (1) UU No. 14Tahun 1970yang menentukan bahwa kekuasaan kehakiman yang dilakukanoleh keempat lingkungan peradilan selaku organisatoris, administratif dan finansial ada di bawah kekuasaanmasing-masing Departemen yang bersangkutan.

129

1945 yang menegaskan bahwa kekuasaankehakiman dilakukan oleh sebuah MahkamahAgung dan Iain-Iain Badan-badan Kehakimanmenurut UU. Susunan dan Kedudukan Badan-badan Kehakiman tersebut diatur dengan UU.

Terhadap kedua pasal tersebut, yakniPasal24dan Pasal25 pembentuk UUD1945memberikan penjelasan yang sangat penting,yaitu bahwa "kekuasaan kehakiman iaiahkekuasaan yang merdeka, terlepas daripengaruh kekuasaan pemerintah." DalamPasal 2 UU No. 14 Tahun 1985 tentang"kebebasan" MA ditambah lagi rumusan."...pengaruh kekuasaan pemerintah danpengaruh lain-lainnya." Yang dimaksud"pengaruh-pengaruh lainnya" di antaranyaiaIah pers dan lembaga-lembaga di luarkekuasaan kehakiman.® Tuntutan akanperlunya kekuasaan kehakiman yang bebasdan terlepas dari pengaruh kekuasaaneksekutif dan pengaruh kekuasaan lainnyaadalah tuntutan yang selaiu bergema dalamkehidupan politik ketatanegaraan Indonesia,sejak kurun waktu Orde Lama. Orde Barusampai dengan Orde Reformasi dewasa ini.Betapa pentingnya kekuasaan kehakimanyang bebas, ini tidak dapat dipisahkan dariketentuan konstltusional yang menegaskanbahwa Negara Indonesia adalah negarahukum (rechtstaaf), bukan negara kekuasaan{machtstaaf).

Menurut Friedman, negara hukum identikdengan rule of law. Istilah Rechtsaat menurut

Friedman mengandung arti pembatasankekuasaan negara oleh hukum.® Dipakainyaistilah rechtstaat dalam konstitusi Indonesiaharus diartlkan bahwa hukum atau rechsstaatdipakai sejauh unsur-unsur dalam pengertiantersebut dapat mendukung pandanganbernegara.' Sebagaimana dikemukakan diatas salah satu unsur negara hukum yangditegaskan dalam konstitusi/UUD 1945 adalahkekuasaan kehakiman, adalah kekuasaanmerdeka dari pengaruh eksekutif.

Dari konsepsi negara hukum sebagaimanadikemukakan, khususnya konsepsi negarahukum yang digariskan oleh konstitusi, makadalam rangka melaksanakan Pasal 24 dan 25UUD 1945, tidak dapat tidak undang-undangharus secara tegas melarang kekuasaanpemerintahan negara (eksekutif) untukmembatasi atau mengurangi wewenangkekuasaan kehakiman yang merdeka yangtelah dijamin oleh konstitusi tersebut. Untukitu, maka segala sesuatu yang berkaitandengan rekruitmen para hakim, masalahadministrasi dan organisasi termasukmasalah finansial harus menjadi wewenangintern lembaga yudikatif. Dari ketentuantersebut, lebih lanjut yang perlu dikemukakanadalah bahwa dari sudutpandang hukum tatanegara terhadap MA tidak diadakanpengawasan karena f*M tidak mengeluarkankebijakan yang berlaku bagi rakyat.

MA adalah lembaga yudikatif yangmempunyai otonomi. lepas dari kontrol

®Sri Soemantri. "Kemandirian Kekuasaan Kehakiman sebagai Prasyarat Negara Hukum Indonesia." MakalahSeminar50 Tahun Kemandirian Kekuasaan Kehakiman dilndonesia. Diselenggarakan UGM. Ycgyakarta,tanggal 26Agustus1995.

^Friedman. 1960. LegalTheory. London: Stem &Sou Limited. Him. 456.'Padmo Wahyono. 1982. Negara Republik Indonesia. Jakarta: PenerbitRajawaii. Him. 17.

130 JURNAL HUKUM. NO. 14 VOL 7.AGUSTUS 2000: 126 - 124

Dahfan Thaib. Independensi dan Reran Mahkamah Agung

eksekutif dan OPR. Hal ini periu dikemukakankarena pemah ada usulan agar DPR dibeiiwewenang untuk memanggil atau memintaketerangan kepada MA berkaitan idenganpenegakan hukum. Dasar pemikirannya padawaktu itu adalah Hakim Agung diusuikan olehDPR sehingga sudah sepantasnya jika DPRberwenang meminta keterangan kepada MAmanakala terjadi penyelewengan daiampenegakan hukum. Dari sudut pandang hukumketatanegaraan, usulan tersebutinkonstituslonal karena hubungan antara DPRdan MA terpisah, tidak ada kontrol atau salingmeminta'keterangan satu dengan lainnya.Hubungan partnership dan saling mengontroidaiam sistem ketatanegaraan Indonesia hanyaterjadi antara DPR dengan eksekutif.

MA mempunyai otonomi bersifat merdekadan bebas dari pengaruh (pengawasan) pihakmana pun. Daiam sejarah ketatanegaraan Indonesia ditemukan ketentuan daiamPeraturan Presiden No. 6 Tahun 1946 yangmenegaskan tidak ada hubungan antara MAdengan Komite Nasional Pusat yang waktu itubertindak sebagaipariemen. Peraturan tersebutmasih berlaku sehingga dapat diterapkandaiam peiaksanaan hubungan MA-DPRsekarang.

Persoalan.yang muncul adalah kalau MAbebas dari pengaruh kekuasaan mana pun,maka kekuasaan MA tidak terbatas. dan inimenyalahi prinsip-prinsip konstitusi yang padahakikatnya mengatur tentang pembatasankekuasaan. Karena itu pertanyaan yangmendasar adalah slapa yang mengawasi MAdaiam sistem ketatanegaraan Indonesia.

Sebagaimana dikemukakan di atas,karena MA tidak mengeluarkan kebijaksanaanyang mengikat rakyat, maka tidak periu dikontrol.Kalaupun hendak dilakukan pengawasan,

maka pengawasan tersebut' dari kaca matahukum ketatanegaraan hanya dapat dilakukanoleh MPR. MPR berhak meminta

pertanggungjawaban MA atas peiaksanaantugasnya. Dasar pemikirannya, MA menerimapelimpahan kekuasaandariMPR makasudahsepantasnya jika MA bertanggung jawabkepada MPR selaku pemegang kekuasaannegaratertlnggi, dan halini harusdicantumkansecara eksplisit daiam rangka perubahanUUD 1945. Daiam kaitannya denganpertanggungjawaban MA kepada MPR makatambahan amandemen terhadap Pasai 24dan Pasai 25 UUD 1945 adalah menggantikata "Undang-Undang" daiam pasal-pasaltersebut dengan kata "Ketetapan MajelisPermusyawaratan Rakyat." Konsekuenslnyaadalah mencabut semua undang-undangyang telah membuat Mahkamah.Agung (danIain-Iain Badan Kehakiman) takberdaya daiammelaksanakan tugas dan fungsi sertatanggung jawabnya sebagai peiaku.kekuasaankehakiman.

Kemudian menggantinya denganKetetapan MPR yang sesuai dengan konsepsitentang •^-kekuasaan Jtehakiman . danMahkamah "Agung (dan--lain-ialn BadanKehakiman) yang ideal yang mampu menjadipelaku kekuasaan kehakiman daiam art! yangluas, utuh, dan merdeka terlepas daripengaruh kekuasaan pemerintah dankekuasaan iainnya.

Setelah mengaiami krisis monoter yangberkepanjangan dan bahkan kemudianmenjalar ke krisis ekonpmi, politik dan hukumtelah mendorong bangsa Indonesia untukmeiakukan reformasi daiam berbagai bidangkehidupan ketatanegaraan.

Dengan tidak mengabalkan reformasi dibidang poiitik dan ekonomi, maka dewasa ini

•^-131

reformasi di bidang hukum dirasakan palingmendesak. Menurut Hartono Marjono dalambidang hukum, banyak hal yang dilihat sebagaititik keiemahan yang berakibat fatal.Kelemahan itu antara lain;®

a. Tidak jelasnya siapa yang menjadi instansiterakhir yang bertanggung jawab ataslahirnya sebuah RUU.

b. Tidak berfungsinya tugas wewenang dankekuasaan kehakiman yang dimiliki-oiehMahkamah Agung karena selama iniMahkamah Agung hanya menjalankankekuasaan Peradilan semata.

c. Tidak adanya "Mahkamah Konstitusi"yang berwenang menguji, menentukandan mengatakan apakah suatu undang-undang itu melanggar UUD atau tidak.

d. Lemahnya proses pengundangan sertalawenforcement-nya

Di samping apayang dikemukakan seringjuga dikeluhkan tidak adanya kebebasanhakim akibat campur tangan ekstra yudisial.Karena itu dengan keluamya TAP MPR No. X/1998 tentang Pokok-pokok ReformasiPembangunan, khususnya bidang hukumyang mengharuskan penjabaran mengenaipemisahan yang tegas antara fungsi-fungsiyudikatif dan eksekutif merupakan peluangyang harus dimanfaatkan untuk memberdayakaniembaga yudikatif di Indonesia.

Pengaturan baru kekuasaan kehakimanyang dilepaskan (dipisahkan) dari kekuasaanpemerintah yang ditegaskan oleh TAP MPRNo. X/1998, selanjutnya dijabarkan lebih lanjutoleh UU No. 35 Tahun 1999. Berdasarkan

ketentuan tersebut, Departemen Hukum danPerundang-undangan, sekarang berubah lagimenjadi Departemen Kehakiman dan HAMtidak lagi mengatur dan menguruskeorganisasian administratif, keuangan, dankepegawaian kekuasaan kehakiman.

Karena itu, yang menjadi pokok perhatianadaiah bagaimana menjabarkan pemisahanyang tegasantarafungsi yudikatif daneksekutif.Dan setelah itu adaiah bagaimanapenempatan kekuasaan yudikatif (MA) dalamkonstelasi kenegaraan. Substansi konstitusimenghendaki pelaksanaan reformasi danpenataan hukum secara nasional, menuntutoptimalisasi peranan dan fungsi lembaga-lembaga negara khususnya MA agar dapatberperan nyata dan aktif di dalamnya.

Sebagai salah satu Iembaga negara yangmemegang kekuasaan yudikatif, MA adaiahIembaga yang berfungsi sebagai penjagakonstitusi. dan karena itu maka seharusnya MAberperan aktif untuk menjaga kepastiankonstitusi (hukum) dengan hak menguji [Judicial Review) terhadap Undang-Undang danperaturan di bawahnya yang dilakukan secaraaktif.

Peran aktif MA dalam melakukan Judi

cial Review adaiah dalam upaya ikutmewujudkan reformasi di bidang hukum.Selama Orde Baru tidak mungkin dilakukanJudicial Review terhadap Undang-Undangkarena MA hanya berwenang menguji terhadapperaturan perundang-undangan yang beradadi bawah Undang-Undang (Pasal 26 ayat (1)UU No. 14 Tahun 1970 jo TAP MPR No. Ill/MPR/1978 Pasal 11 ayat (4)).

®Hartono Marjono. 1998. Reformasi PolitiksuatuKeharusan. Jakarta: Gema Insani Press. Him. 75.

132 JURNAL HUKUM. NO. 14 VOL. 7.AGUSTUS 2000: 126 - 134

Dahlan Thaib. Independensi dan Peran Mahkamah Agung

Pengujian terhadap UU lebih esensialdanberdampak prinsipal dalam mengontro!konstitusionalitas produk legislatif agar tidakbertentangan dengan konstitusi dan hak-hakasasi manusia khususnya hak asasi di bidangpolitik. Dengan kompetensi Judicial Reviewyang dimiliki MA maka akan tercipta mekanismecheck and baiance {keseimbangan kekuasaan)dengan cabang kekuasaan lain khususnyaeksekutif dan legislatif dalam sistemketatanegaraan Indonesia mendatang.

Sebagaimana diketahui bahwa dalamsejarah ketatanegaraan Indonesia SidangUmum Tahunan (SUT) MPR yangdiselenggarakan untuk pertama kalinya padabulan Agustus tahun 2000 yang telah lalu,terungkap keinglnan untuk membentukMahkamah Konstitusi di lingkunganMahkamah Agung (MA). Menurut RancanganPerubahan Kedua UUD 1945 yang telahdisiapkan oleh panitia Ad Hoc (PAH) BadanPekerja (BP) MPR untuk dibahas dalamSidang Umum Tahunan MPR, rumusantentang hal tersebut tercantum dalam Pasal25 B. Bab IX tentang kekuasaan kehakimandan Penegakan Hukum. Namun sangatdisayangkan, bab ini kemudian termasuk babyang telah dibahas tapi tidak mendapatkesepakatan. Dalam rancangan perubahankedua ini, Mahkamah Konstitusi direncanakanmempunyai kewenangan untuk mengujisecara material atas undang-undang,memberikan putusan atas pertentanganantara undang-undang, memberikan putusanatas persengketaan kewenangan antaraLembaga Negara, antara pemerintah pusatdengan pemerintah daerah dan antarpemerintah daerah. Putusan Mahkamahkonstitusi merupakan putusan tingkat pertamadan terakhir.

Selanjutnya Pengadilan atau MahkamahKonstitusi ini dijadikan lingkungan kelima darimacam-macam lingkungan peradilan sepertiperadilan umum, peradilan agama, peradilanmiliter dan peradilan tata usaha negara diMahkamah Agung.

Gagalnya pembahasan tentangpembentukan mahkamah konstitusi dilingkungan Mahmakah Agung (MA) dalamrancangan perubahan kedua UUD 1945 padaSidang Umum Tahunan. MPR bulan Agustus2000 yang lalu patut disesall, karena tuntutanmengenai pentingnya pengadilan konstitusitelah lama bergaung dalam kehidupanketatanegaraan Indonesia.

Oleh karena itu berdasarkan ketentuanPasal 5 ayat (1) Ketetapan MPR Nomor IIITahun 2000 tentang Sumber Hukum dan TataUrutan Perundang-undangan yang disiapkanuntuk mengganti TAP MPRS No.XX/MPRS/1966, MPR akan memiiiki kewenangan untukmenguji UU terhadap UUD dan Perubahannya,dan TAP MPR. Sedangkan MA berdasarkanketentuan Pasal 5ayat (2)TAP MPR Nomor III/2000 berwenang untuk menguji peraturanperundang-undangan di bawah undang-undang.

Kehadiran Pasal 5ayat (1) TAP MPR No.lllMPR 2000 pada satu sisi merupakan anginsegar dalam kehidupan ketatanegaraan Indonesia dalam rangka menciptakan keteraturandan konsistensi materi peraturan perundang-undangan, khususnya antara UU, UUD 1945dan TAP MPR. Namun demikian dari aspekyuridis ketatanegaraan memang muncuipertanyaan apakah wajar MPR yang selamaini diklarifikasikan sebagai salahsatu lembagalegislatif di tingkat pusat diberikan wewenanguntuk melakukan pengujian terhadap undang-undang?

133

Dari sudut pandang Hukum Tata NegaraIndonesia kewenangan MPR menguji UUterhadap UUD dimungkinkan karena dalamsistem ketatanegaraan Indonesia MPR dalamkedudukannya sebagai pelaku kedaulatanrakyat memang berwenang untuk meiakukanhak menguji material UU terhadap UUD,namun lebih tepat jika hal itu dalam praktikketatanegaraan yang akan datang dilakukankhusus oleh Mahkamah KonstitusI (constitutional court). Paraanggota mahkamah konstitusiharus memiliki kemampuan dan kepakaranyang handal dibidang hukum, khususnya ilmuperundang-undangan dan teknik perancanganperaturan perundang-undang.

Realltas di negara-negara maju padaumumnya memberikan hak rnenguji materialsecara aktif kepada MA atau suatu badankhusus yang meiakukan fungsi tersebut.Misainya, dalam praktik ketatanegaraan dlPerancis, ditemukan suatu lembaga yangbernama Conseii Constitutionnel yangmempunyai kewenangan menguji UU,manakala butir-butir yang ada dalam UUbertentangan dengan konstitusi, atau sudahtidak relevan lagi dengan rasa keadilan dapatdiajukan gugatan terhadapnya.

Salah satu cara atau mekanlsme yangmemungkinkan untuk menguji sebuah RUUdalam praktik ketatanegaraan yang akandatang, iaiah ketentuan Imperatif yangmengharuskan presiden sebelum mengesahkansebuahRUU yang telah disetujui oleh Presidendan DPR, untuk terlebih dahulu memintapertimbangan MA untuk diuji apakah isi UUtersebut bertentangan atau tidak dengankonstitusi/peraturan yang lebih tinggi dan rasakeadilan.

Slmpulan

Dari hal-ha! di atas dapat disimpulkanbahwa Kekuasaan kehakiman yang bebasdanmandiri kurang bermakna jika tidak disertaidengan kewenangan MA untuk menguji material secara aktif terhadap Undang-Undang.Atas dasarpemikiran tersebut, maka perlu terusdiperjuangkan ketentuan tentang hak uji material MA pada tingkat Undang-Undang dalamrangka perubahan UUD pada Sidang UmumTahunan MPR yang akan datang. •

Daftar Pustaka

Friedman. 1960. Legal Theory. London:Stem & Sou Limited.

Marjono, Hartono. 1998. Reformasi PoiitikSuatu Keharusan. Jakarta: Gema

Insani Press.

Soemantri, Sri. "Kemandirian KekuasaanKehakiman sebagai Prasyarat NegaraHukum Indonesia." Makalah Seminar

50 Tahun Kemandirian Kekuasaan

Kehakiman di Indonesia.

Diselenggarakan UGM,

Suny, Ismail. 1985. Pembagian KekuasaanNegara. Jakarta: AksaraBaru.

Thaib, Dahlan. 1999. Kedaulatan Rakyat,Negara Hukum dan Konstitusi.Yogyakarta: Liberty.

Wahyono, Padmo. 1982. Negara RepublikIndonesia. Jakarta: PenerbitRajawali.

Wheare, K.C. 1975. Modern Constitution.London: Oxford University Press. NewYork: Toronto.

❖ ^ ❖

134 JURNAL HUKUM. NO. 14 VOL 7. AGUSTUS 2000: 126 -134