Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Pengukuran KinerjaPengukuran KinerjaPengukuran KinerjaPengukuran Kinerja
Pejabat PemerintahPejabat PemerintahPejabat PemerintahPejabat Pemerintah
Korelasi Gaya Kepemimpinan dan
Komitmen Kerja Terhadap Kinerja Pejabat
Dr. Syamsul Huda, M.Pd.
Pengukuran KinerjaPengukuran KinerjaPengukuran KinerjaPengukuran Kinerja
Pejabat PemerintahPejabat PemerintahPejabat PemerintahPejabat Pemerintah
Korelasi Gaya Kepemimpinan dan
Komitmen Kerja Terhadap Kinerja Pejabat
KELOMPOK STUDI PENULISAN
2017
Katalog Dalam Terbitan ( KDT ) Perpustakaan Nasional RI
Pengukuran Kinerja Pejabat Pemerintah Korelasi Gaya Kepemimpinan dan Komitmen Kerja Terhadap Kinerja Pejabat Dr. Syamsul Huda, M.Pd. @ Hak Cipta pada Penulis Penulis : Dr. Syamsul Huda, M.Pd. Editor : Dr. Bahrul Ulum Desain Cover : Timur Laut Aksara Cetakan I : Februari 2017 Penerbit : Kelompok Studi Penulisan
Dicetak oleh : CV. Timur Laut Aksara
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini ke dalam bentuk apapun secara elektronik, maupun mekanis. ( All right Reserved )
DARI PENERBIT
ALHAMDULILLAH, dengan mengucap puji serta syukur
kehadirat Allah SWT, di tengah rumitnya persoalan manajemen
kerja di organisasi khususnya organsasi pemerintahan, buku ini
akhirnya dapat hadir ke tangan pembaca sebagai bagian dari
upaya kami menjawab berbagai problematika seputar
manajemen sebagaimana kami maksudkan di atas.
Buku berjudul Pengukuran Kinerja Pejabat Pemerintah
yang ditulis oleh Dr. Syamsul Huda, M.Pd ini, kami harapkan
bisa menjadi referensi bagi penyelengara pemerintah yang
sedang berusaha menciptakan iklim kondusif di lembaganya
dan dalam usaha meningkatkan kinerja pejabat pelaksananya
termasuk kinerja pegawainya secara keseluruhan.
Dalam buku ini disajikan seputar problematika kinerja
dan faktor-faktor penting yang dapat mendongkrak terjadinya
peningkatan kinerja. Ditulis lewat penelitian lapangan dalam
waktu yang panjang dan dipenuhi oleh pendapat para ahli yang
tentu saja telah melewati sintesa penulis untuk kemudian
diramu dalam suatu kemasan penelitian kualitatif dan
kuantitatif. Sebagai buku yang berangkat dari penelitian, tentu
saja kami yakin penulis buku ini telah melahirkan pengukuran
kinerja pejabat pemerintah yang valid dan bisa diterima
kebenarannya.
v
Lebih dari itu, tentu saja kami berharap buku ini bisa
aplikatif bagi pelaku organisasi yang tengah mengalami
stagnasi dalam kinerja pegawainya, bagi pelaku bisnis yang
tengah mengalami kehampaan dalam pelayanan, serta
organisasi – organisasi apapun yang membutuhkan referensi
membangun dalam perbaikan kerja sekaligus perbaikan kinerja.
Akhirnya, kami juga berharap semoga buku ini bisa
menjadi tambahan pengetahuan bagi para peneliti selanjutnya,
mahasiswa manajemen yang mencari tambahan pengetahuan,
hingga masyarakat umum yang mencintai dunia literasi dan
keilmuan, khususnya disiplin manajemen. Semoga apa yang
ditulis oleh penulis menjadi amal bagi kemajuan dan peradaban
ummat manusia. Selamat membaca.
Jambi , Januari 2017
P E N E R B I T
vi
SAMBUTAN PENULIS
و�� , رب ا������ا��� . ��� ا ا���� ا�����
� أ��ر ا����� وا������ ������ , ���وا�#!ة وا��!م
���� ,�� وأ+���� أ*���, أ(�ف ا'�&��ء وا��$��و
UNGKAPAN syukur yang tiada terhingga penulis
haturkan atas segala limpahan rahmat, nikmat dan karunia
dari Allah swt, sehingga tulisan ini dapat diselesaikan dan
diterbitkan menjadi sebuah buku. Shalawat teriring salam
tercurah kepada reformis sejati, Nabi Muhammad Saw, yang
berjuang menegakkan kebenaran dengan keikhlasan yang
tinggi dan tanpa pernah menyerah dan kenal lelah, semoga
umatnya dapat mengikuti jejak-jejaknya.
Tulisan ini dapat dirampungkan tentu tidak terlepas
dukungan dari berbagai kalangan. Kalau cermin cembung
pantulannya selalu lebih kecil dari bentuk aslinya, maka
ungkapan terima kasih ini merupakan puncak dari gunung es
kami. Untuk itu Penulis menyampaikan ucapakan terima kasih
yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan baik materil, moril, dan spirit selama
vii
menempuh pendidikan dan menyelesaikan tulisan ini. Secara
khsusus, penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya.
Dalam penulisan karya ilmiah ini, penulis banyak
memperoleh bimbingan, dorongan dan bantuan dari berbagai
pihak, untuk itu penulis ucapkan terima kepada Bapak Dr.
Soenarmo. J, M.Ed dan Bapak Dr. Rabad Sihabudin, M.Pd (alm)
yang penuh kesabaran memberikan bimbingan penulisan dan
arahan yang sangat mengesankan. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada Bapak Prof. Soedodo, H. Ph.D., M.Sc.,Ir.
(alm), Bapak Prof. Dr. H. Nana Kosasih, M.Pd. (alm), yang telah
memberikan dorongan dan bimbingan kepada penulis.
Akhirnya penulis juga menyampaikan terima kasih
kepada keluarga penulis, Ibunda Hj. Syarifah, istri dan anak-
anak serta adik penulis atas segala do’a dan dukungannya.
Semoga Allah Swt memberikan rahmat-Nya kepada kita
semua. Amin.
Jambi, Januari 2017
Dr. Syamsul Huda, M.Pd
viii
DAFTAR ISI Dari Penerbit ………………………………………………….. v Sambutan Penulis ……………………………………………. vii Daftar Isi ……………………………………………………… 1 Persembahan …………………………………………………… 3 Bagian Pertama : Sekilas Otonomi Daerah dan Praktik Kinerja Pejabat
A. Urgensi Otonomi Daerah………………………….……………… 11 B. Kabupaten Baru dan Tantangannya…………………………. 10 C. Peran Penting Kepala Daerah ………………………… 11
Bagian Kedua : Mengukur Kinerja Melalui Komitmen Kerja dan Gaya Kepemimpinan
A. Mengupas lebih dalam Mengenai Kinerja……………… 17
B. Hakikat dan Varian Gaya Kepemimpinan……………… 27
C. Komitmen Kerja Dalam Pandangan Para Ahli …………….. 37
D. Beberapa Studi yang Berhubungan……………………………. 45
E. Alur Konspetual Pengukuran Kinerja…………………………. 47
V Vii 1 3 7
10
11
17
27
37
45
47
Bagian Ketiga :
Analisis Temuan Pengukuran Kinerja
A. Deskripsi Data ……………………………………………… 53 B. Pengujian Persyaratan Analisis ………………………….. 59 C. Pengujian Pengukuran Kinerja……………………………………… 63
D. Temuan Penelitian Pengukuran Kinerja ………………………... 72
Bagian Kelima :
Kesimpulan, Implikaisi, dan Strategi Pengembangan Kinerja
A. Kesimpulan Penelitian Pengukuran Kinerja …………………… 81
B. Implikasi Hasil Penelitian……………………………………………… 82
C. Strategi Pengembangan Kinerja…………………………………….. 83
D. Saran Pengembangan ……………………………………………………. 88
Daftar Pustaka ………………………………………………………………….. 91
Biodata Penulis ……………………………………………………………...…. 97
Lampiran Data Penelitian …………………………………..…………… 101
Lampiran Undang-undang ASN ………………………………………. 111
53
59
63
72
81
82
83
88
91
97
101
111
� Buku ini ditulis untuk didedikasikan kepada :
1. Almarhumah Ibunda tercinta Hj. Syarifah
2. Istriku Hj. Hilimiyah
3. Anak-anak tercinta dan cucu-cucu cahaya mata
4. Seluruh pembaca di tanah air
�
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
Sejalan dengan
pelayanan yang b
kepentingan m
konsekuensi logis d
desentralisasi maka
pemerintah dihad
tantangan yang me
aparatur Pemer
meng
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
5
n kebutuhan akan
g berorientasi pada
masyarakat sebagai
s dari diterapkannya
ka peranan birokrasi
dapkan pada berbagai
mengharuskan setiap
rintah Daerah dapat
gatasinya.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
6
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
7
Bagian Pertama
SEKILAS OTONOMI DAERAH
DAN PRAKTIK KINERJA PEJABAT
A. Urgensi Otonomi Daerah
UNDANG-UNDANG RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa, “ Desentralisasi adalah
penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Desentralisasi sebagai pelimpahan (transfer) kekuasaan
merencanakan, kekuasaan mengambil keputusan atau administratif
dari Pemerintah Pusat kepada organisasi lapangan, unit- unit
administrasi lokal (dekonsentrasi), badan-badan usaha publik,
Pemerintah Daerah dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat.
Dengan kata lain, dekonsentrasi yang hakikatnya merupakan
pembagian kewenangan dan tanggung jawab administratif
antara departemen di pusat dengan pejabatnya di lapangan
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
8
sebagai “field staff” ternyata merupakan bagian dari desentralisasi.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah juga menyatakan dalam pelaksanaan
Desentralisasi dilakukan penataan Daerah. Penataan Daerah
sebagaimana dimaksud ditujukan untuk:
a. Mewujudkan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan
Daerah,
b. Mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat,
c. Mempercepat peningkatan kualitas layanan publik,
d. Meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan,
e. Meningkatkan daya saing nasional dan daerah;
f. Memelihara keunikan adat istiadat, tradisi, dan budaya
daerah.
Konsepsi dasar dari subtansi otonomi daerah adalah
pertama, bahwa pelaksanaan otonomi daerah bukan didasarkan
pada alasan kepentingan ekonomi keuangan melainkan pada
penegakan kedaulatan rakyat sebagai wujud demokrasi, dan
peningkatan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan, kedua
bagaimana membatasi penggunaan kekuasaan agar aparatur dapat
meningkatkan citra dan wibawa serta tidak lagi melakukan
paraktek-praktek Korupsi Kolusi dan Nepotisme, ketiga bagaimana
agar kepentingan masyarakat lebih diutamakan dan pelayanan
dapat lebih ditingkatkan efesiensi dan efektivitasnya, keempat
adanya jaminan pemerintah daerah dan masyarakat di daerah
untuk melakukan diskresi dalam mengelola suatu aspirasi
masyarakat serta menggali dan mengembangkan berbagai potensi
yang dimiliki, baik secara mandiri maupun melalui kerja sama
dengan daerah lain di dalam dan di luar negeri, kelima bagaimana
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
9
peraturan perundang-undangan mampu mengharuskan jajaran
pemerintah mereposisi dan merekstrukturisasi sebagai hasil kaji
ulang tanpa rekayasa politik terhadap kewenangan, kelembagaan,
kepegawaian, dan tatalaksana dalam upaya meningkatkan kinerja
aparatur.
Memasuki era baru pasca Orde Baru dalam penyelenggaraan
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Indonesia
dihadapkan pada permasalahan rumit yang mencakup semua aspek
kehidupan seperti ekonomi, politik, hukum, sosial, budaya,
keamanan dan keutuhan integritas Nasional. Sementara itu aspirasi
masyarakat yang berkembang menuntut adanya peningkatan
kualitas berdemokrasi dan kinerja aparatur pemerintahan daerah
yang berdaya guna dan berhasil guna dalam penyelenggaraan
pemerintahan, pelayanan masyarakat, dan pembangunan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kabupaten Sarolangun merupakan salah satu Kabupaten dari
4 (empat) Kabupaten Pemekaran dalam Provinsi Jambi yang
dibentuk berdasarkan UU NO. 54 tahun 1999. Berpenduduk
259.963 jiwa tersebar di 10 Kecamatan, 149 Desa dan 9 Kelurahan.
Kabupaten Sarolangun sebelum dimekarkan bernama Kabupaten
Sarolangun Bangko, kemudian wilayah ini dimekarkan menjadi
dua, Kabupaten Sarolangun dengan ibu kota Sarolangun dan
Kabupaten Merangin dengan Ibu kota Bangko. Kabupaten
Sarolangun memiliki beragam potensi yang handal, dan banyak
belum tergali untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi
kesejahteraan rakyat, potensi tersebut diantaranya; pasir kuarsa,
batu bara, gamping, emas, minyak dan gas bumi, belum lagi
bentangan areal tanah untuk potensi perkebunan, pertanian dan
kehutanan.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
10
Terbentuknya Kabupaten Sarolangun sebagai suatu
administrasi Pemerintahan yang berdiri sendiri sangat
memungkinkan untuk pengembangan Sumber Daya Alam dan
Sumber Daya Manusia, apalagi didukung dengan keluarnya UU No.
22 tahun 1999 dan direvisi UU No. 32 tahun 2004 dan direvisi lagi
menjadi UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan
UU No. 25 tahun 1999 dan UU No. 25 tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
B. Kabupaten Baru dan Tantangannya.
Sebagai suatu pusat pemerintahan Kabupaten yang baru
terbentuk, Kabupaten Sarolangun melakukan pembenahan secara
administratif melalui pengembangan organisasi kelembagaan
daerah sejalan dengan prioritas kebutuhan daerah yang penting.
Kelembagaan yang terbentuk dalam rangka memenuhi penegakan
kedaulatan rakyat sebagai wujud demokratisasi sesuai dengan
tuntutan dan aspirasi yang berkembang.
Hal itu sejalan dengan subtansi otonomi daerah bahwa
konsepsi dasar subtansi otonomi daerah adalah pertama, bahwa
pelaksanaan otonomi daerah bukan didasarkan pada alasan
kepentingan ekonomi keuangan melainkan pada penegakan
kedaulatan rakyat sebagai wujud demokrasi, dan peningkatan
kesejahteraan rakyat secara berkeadilan, kedua bagaimana
membatasi penggunaan kekuasaan agar aparatur dapat
meningkatkan citra dan wibawa serta tidak lagi melakukan
paraktek-praktek Korupsi Kolusi dan Nepotisme, ketiga bagaimana
agar kepentingan masyarakat lebih di utamakan dan pelayanan
dapat lebih ditingkatkan efesiensi dan efektivitasnya, keempat
adanya jaminan pemerintah daerah dan masyarakat di daerah
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
11
untuk melakukan diskresi dalam mengelola suatu aspirasi
masyarakat serta menggali dan mengembangkan berbagai potensi
yang dimiliki, baik secara mandiri maupun melalui kerja sama
dengan daerah lain di dalam dan di luar negeri, kelima bagaimana
peraturan perundang-undangan mampu mengharuskan jajaran
pemerintah mereposisi dan merekstrukturisasi sebagai hasil kaji
ulang tanpa rekayasa politik terhadap kewenangan, kelembagaan,
kepegawaian, dan tatalaksana dalam upaya meningkatkan kinerja
aparatur.1
Sebagai daerah yang baru tentu memerlukan adanya kinerja
aparatur yang betul-betul mampu mengelola potensi sumber daya
yang ada, serta mampu mengangkat dan mengembangkan seluruh
potensi menjadi kekuatan dalam rangka peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
Berangkat dari latar belakang masalah di atas, tulisan ini
memfokuskan pada kajian yang membahas tentang; apakah
terdapat hubungan antara gaya kepemimpinan dengan kinerja
pejabat?, apakah terdapat hubungan antara komitmen kerja dengan
kinerja pejabat, dan apakah terdapat hubungan antara gaya
kepemimpinan dan komitmen kerja secara bersama-sama dengan
kinerja pejabat?
C. Peran Penting Kepala Daerah
Melihat cakupan kewajiban Kepala Daerah dengan
mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah, Kepala Daerah
diperhadapkan pada berbagai keadaan dan tantangan dalam
memimpin organisasi administrasi Pemerintahan Daerah, antara
1 Mukhtar dan Widodo Suparto, Manajemen Berbasis Sekolah (Jakarta: Fifamas, 2001),hal.70.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
12
lain bagaimana mewujudkan otonomi luas, nyata dan bertanggung
jawab sebagai suatu paradigma baru, yang didukung oleh kualitas
sumber daya aparatur yang prima, untuk mengelola sumber daya
alam dan sumber keuangan sehingga mampu meningkatkan dan
mengembangkan kemampuan dan kehidupan masyarakat
melalui program dan strategi pelayanan dan pemberdayaan.
Kepala Daerah dituntut untuk bersikap proaktif dengan
mengandalkan kepemimpinan yang berkualitas untuk
membangkitkan semangat kerja dari para bawahannya, mampu
menggerakkan masyarakat untuk berperan aktif dan
berpartisipasi dalam pembangunan serta mampu menjadi kreator,
inovator dan fasilitator dalam rangka efektifitas penyelenggaraan
pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada
masyarakat.
Konsep yang sedemikian ini menuntut kualitas Kepala
Daerah sebagai pemimpin organisasi Pemerintah Daerah
semakin tinggi pula. Seorang pemimpin tidak cukup hanya
mengandalkan intuisi belaka, tetapi harus didukung oleh
kemampuan intelektual dan keahlian yang memadai,
ketajaman visi serta kemampuan etika dan moral yang beradab.
Kepala Daerah ikut menentukan keberhasilan organisasi
administrasi Pemerintahan Daerah. Keberhasilan tersebut dapat
dilihat dari beberapa kriteria antara lain, semakin berkurangnya
angka kemiskinan, meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat,
tingkat kesejahteraan masyarakat dan tingkat kesehatan, yang
merupakan perkembangan dalam berbagai indikator lainnya
seperti human development index, angka pertumbuhan ekonomi,
angka kematian bayi dan banyak lagi indikator lainnya.
Selain itu daerah dituntut untuk mencari alternatif sumber
pembiayaan pembangunan tanpa mengurangi harapan masih
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
13
adanya bantuan dan bagian (sharing) dari Pemerintah Pusat,
dengan kondisi seperti ini, peranan investasi sangat
diharapkan sebagai pemacu utama pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi (engine of growth). Dari sisi ekternal,
daerah dituntut untuk menarik investasi asing agar bersama-sama
swasta domestik mampu mendorong pertumbuhan ekonomi
daerah serta menimbulkan multiflier effect yang besar.
Pemberian otonomi daerah diharapkan dapat
memberikan keleluasaan kepada daerah dalam pembangunan
daerah melalui usaha-usaha yang sejauh mungkin mampu
meningkatkan partisipasi aktif masyarakat, karena pada dasarnya
terkandung tiga misi utama sehubungan dengan pelaksanaan
otonomi daerah dan desentralisasi tersebut, yaitu:
1 . Menciptakan efisiensi dan efektifitas pengelolaan
sumber daya daerah,
2. Meningkatkan kualitas pelayanan umumdan
kesejahteraan masyarakat,
3. memberdayakan dan menciptakan ruang bagi
masyarakat untuk ikut serta (berpartisipasi) dalam
proses pembangunan.
Sejalan dengan kebutuhan akan pelayanan yang
berorientasi pada kepentingan masyarakat sebagai konsekuensi
logis dari diterapkannya desentralisasi maka peranan birokrasi
pemerintah dihadapkan pada berbagai tantangan yang
mengharuskan setiap aparatur Pemerintah Daerah dapat
mengatasinya. Kinerja pejabat sebagai salah satu aparatur
Pemerintah yang didukung dari hasil pelatihan (training effect)
menjadi sumber daya dalam melaksanakan tugas-tugas
Kepemerintahan merupakan unsur penting terhadap
pencapaian tujuan terutama dalam rangka mewujudkan
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
14
pelayanan prima yang lebih baik dan berkelanjutan untuk
tercapainya kondisi optimal yang diharapkan. Dalam kenyataannya
kinerja tersebut belum menunjukkan seperti yang diharapkan.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
Kinerja adalah kualitas kerja yang
dihasilkan sebagai akibat dari perilaku
berkarya yang mengacu kepada apa yang
dikerjakan sebagai
yang diperoleh dari produktivitas pekerja
yang terukur dan normatif, dengan
menganut aspek efesiensi dan efektivitas
dan dapat dipertanggungjawabkan.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
15
Kinerja adalah kualitas kerja yang
dihasilkan sebagai akibat dari perilaku
yang mengacu kepada apa yang
dikerjakan sebagai outcome hasil kerja
yang diperoleh dari produktivitas pekerja
yang terukur dan normatif, dengan
menganut aspek efesiensi dan efektivitas
dan dapat dipertanggungjawabkan.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
16
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
17
Bagian Kedua
MENGUKUR KINERJA
MELALUI KOMITMEN KERJA DAN
GAYA KEPEMIMPINAN
A. Mengupas lebih dalam mengenai Kinerja
KINERJA adalah kualitas kerja yang dihasilkan sebagai
akibat dari perilaku berkarya, atau hasil karya dan respon yang
memberi hasil, yang mengacu kepada apa yang dikerjakan sebagai
outcome hasil kerja yang diperoleh dari produktivitas pekerja yang
terukur dan normatif, dengan menganut aspek efesiensi dan
efektivitas dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dimensi yang terkandung di dalam kinerja seorang pejabat
ialah: 1) pelaksanaan tugas, dan 2) hasil dari pelaksanaan tugas.
Pada dimensi pelaksanaan tugas memiliki indikator antara lain
tanggung jawab, kualitas kerja, produktivitas pekerja, terukur,
normatif, efisiensi, efektivitas, kebijaksanaan yang transparan, dan
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
18
mematuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Sedangkan indikator-indikator dari dimensi hasil pelaksanaan
tugas meliputi kegagalan, dampak negatif yang timbul, dan respon
dari orang lain atau masyarakat.
Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian
pelaksanaan suatu kegiatan atau program kebijaksanaan dalam
mewujudkan sasaran tujuan misi dan visi organisasi.2 Dalam
pandangan lain mengartikan, kinerja adalah perilaku atau respon
yang memberi hasil mengacu kepada apa yang kita kerjakan ketika
menghadapi suatu tugas. Kinerja menyangkut semua kegiatan atau
tingkah laku yang kita alami, jawaban yang kita buat, untuk
memberi hasil atau tujuan. Terkadang kinerja hanya berupa respon,
tetapi biasanya memberi hasil.3
Dipandang dari sudut jenis, kinerja terdiri atas tiga hal,
pertama; kinerja manusia, yaitu hasil keterampilan, pengetahuan
dan sikap dari manusia. Kedua; kinerja mesin adalah hasil aktivitas
mesin. Ketiga, kinerja perusahan adalah hasil kegiatan organisasi.
Secara umum terdapat dua aspek dari suatu kinerja efisiensi dan
efektivitas. Efisiensi adalah perbandingan antara hasil yang dicapai
dengan usaha yang dikeluarkan, sedangkan efektivitas adalah
perbandingan antara hasil yang dicapai dengan hasil yang
diharapkan.4 Selanjutnya pada suatu kegiatan tertentu
pertanggungjawaban merupakan sebuah kinerja.5 Kinerja sebagai
2 Anonim. , Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (Jakarta: LAN RI, 1999), hal.3. 3 Leslie J. Briggs., Instrucsional Design, Principles and Applications (New Jersey: Englewwood Cliffs, 1979), p. 56 4 William J. Rothwell, Mastering Instructional Design Process a Systematic
Approach (San Francisco; Jossey Bass Publisher, 1992), p.5. 5 Taliziduhu Ndraha, Ilmu Pemerintahan (Jakarta: Bidang kajian Utama (BKU) ilmu Pemerintahan (IP) Kerjasama IIP – UNPAD, 2000), hal.120.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
19
terjemahan dari performance. Kinerja dari kata “ kerja“ diberi
sisipan “in”, jika kerja diartikan sebagai proses mengubah energi,
(bahan baku) menjadi nilai, maka evaluasi kinerja tidak hanya
evaluasi produk, melainkan evaluasi keseluruhan proses siklik
manajemen.6
Berhadin, Kane dan Johnson dalam Deddy S Bratakusumah,
kinerja diidentifikasikan sebagai outcome hasil kerja keras
organisasi dalam mewujudkan tujuan strategi yang ditetapkan
organisasi, kepuasan pelanggan serta kontribusinya terhadap
perkembangan ekonomi masyarakat secara sepintas. Kinerja dapat
juga diartikan sebagai perilaku berkarya, penampilan atau hasil
karya.7 Bernardin dan Russel dalam Ahmad S. Ruky mendefenisikan
pengertian prestasi atau kinerja (Performance) sebagai catatan
tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan atau
kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu.
Dalam defenisi tersebut kedua penulis menekankan
pengertian prestasi sebagai “hasil” atau apa “yang keluar”
(outcomer) dari sebuah pekerjaan dan kontribusi mereka pada
organisasi. Dalam penilaian prestasi kerja yang dinilai adalah
kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan karyawan yang
relevan dengan pekerjaan, atau value atau “nilai” atau “harga” dari
seorang karyawan. Apa yang terjadi dalam sebuah pekerjaan atau
jabatan adalah sebuah proses yang mengolah input menjadi output
(hasil kerja).8 Sementara pakar lain melihat kinerja sebagai
6 Ibid. , hal. 208. 7 Deddy S. Bratakusumah “Kajian Manajemen Strategis” Modul Pendidikan dan
Pelatihan Kepemimpinan Tk II (Diklatpim Tk II), Buku2, Pusdiklatspimnas LAN, Jakarta, 2002, hal. 122. 8 Achmad S. Ruky, “Sistem Manajemen Kinerja” (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2002), hal.15-17.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
20
penampilan skor yang berhubungan dengan upaya pencapaian
peringkat-peringkat atau upaya mencapai berbagai aspek yang
terukur melalui instrumen sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.9
Sedangkan menurut Anthony, kriteria hasil kinerja dibagi
dalam 5 faktor penting: (1) aktivitas kinerja, (2) kecepatan yang
ditetapkan, (3) standar kecermatan, (4) perlengkapan yang telah
didapatkan dan (5) kondisi lingkungan.10 Bloom dalam Sellin dan
Birch mendefenisikan beberapa dimensi kinerja: (1) ilmu
pengetahuan, (2) pemahaman, (3) ketekunan, (4) analisis, (5)
Synthetis dan (6) evaluasi.11
Kinerja terdiri dari perilaku dan kualitas (isi, kadar,
kandungan) dan di identifikasikan sebagai suatu keunggulan yang
sudah diraih dan harus ditunjukkan/diperlihatkan, ilmu
pengetahuan, keterampilan, dan sikap.12 Dihubungkan dengan
objektif kinerja, Schermerhorn mengartikan kinerja dengan hasil
yang diinginkan, yang dapat diwujudkan sebagai produk akhir atau
sekumpulan aktivitas pekerjaan yang dapat diukur.13
Kinerja yang baik akan tercermin dari rasa puas bawahan
yang ditandai dengan adanya produktivitas pekerjaan yang
meningkat sebagaimana pendapat Burt Nanus, bahwa
9 M. Suzanne Hasenstab and Joan Laughton, Reading, Writing, and the Exceptional
Child: A Psycho-socio-linguistic Approach (London: An Aspen Publication, 1982), p. 59 10 Andrew Anthony, Curriculum Design and Development (UUSA: Harcourt Brace Jovanovich, Inc., 1980), p. 200. 11 Donald F. Sellin and Jack W. Birch, Psychoeducational Development of Gifted
and Talented Learners (USA: Aspen Systems Corporation, 1981). P. 49 12 Ivor K. Davies, Intructional Technique (USA: McGraw-Hill, 1981), p. 136. 13 Jhon R. Scermerhorn, Management For Productivity ( Canda: John Wiley & Sons, Inc., 1986), p. 677
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
21
produktivitas pekerja, tingkat keluar masuk manajer, pekerja dan
absensi, pelatihan dan peningkatan ketrampilan, fleksibelitas
angkatan kerja, kualitas pengambilan keputusan manajerial dan
pertumbuhan peluang promosi merupakan ukuran kinerja
manajemen dan pekerja.14
Asumsi yang perlu digaris bawahi, yaitu jika seorang merasa
puas karena tujuannya tercapai dan pada saat yang bersamaan ikut
serta dalam pencapaian tujuan organisasi, maka dia akan benar-
benar termotivasi dan akan mendapatkan kepuasan yang lebih
besar, kepuasan dalam bekerja ditandai dengan adanya kepuasan
dalam melaksanakan pekerjaan dengan lebih baik, yang pada
akhirnya dapat menghasilkan kinerja seseorang menjadi lebih
bermutu.
Dengan demikian yang dimaksud dengan kinerja adalah
kualitas kerja yang dihasilkan sebagai akibat dari perilaku
berkarya, atau hasil karya dan respon yang memberi hasil, yang
mengacu kepada apa yang dikerjakan sebagai outcome hasil kerja
yang diperoleh dari produktivitas pekerja yang terukur dan
normatif, dengan menganut aspek efesiensi dan efektivitas dan
dapat dipertanggungjawabkan.
Di lingkungan PNS di kenal dua jabatan, yaitu jabatan
struktural dan jabatan fungsional, jabatan adalah kedudukan yang
menunjukkan tugas, tanggungjawab, wewenang, dan hak seorang
PNS sesuai susunan organisasi.
Jabatan struktural adalah suatu kedudukan yang
menunjukkan tugas, tanggungjawab, wewenang, dan hak seorang
PNS dalam rangka menempuh suatu satuan organisasi Negara.
14 Burt Nanus, Kepemimpinan Visioner, (Jakarta : Penhallindo, 2001), hal. 92.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
22
Sedangkan jabatan fungsional adalah kedudukan yang
menunjukkan tugas, tanggungjawab, wewenang, dan hak seorang
PNS dalam rangka menjalankan tugas pokok dan fungsi keahlian
dan atau keterampilan untuk mencapai tujuan organisasi.15
Pejabat yang mempunyai kualitas kerja tinggi adalah mereka
yang mempunyai kecakapan manajerial dalam mengorganisasi
lingkup pekerjaannya dan mempunyai hasil kerja yang tinggi
sehingga tercapai tujuan organisasinya dengan sukses.16
Seorang pejabat pemerintahan menurut Spiro17 dalam
Taliziduhu Ndraha (dianggap) memikul semua tanggung jawab
sesuai dengan:
1. Penggunaan wewenang yang diterima dari sumbernya
2. Sumpah jabatan (janji) kepada Allah dan manusia
3. Janji-janji kepada yang diperintah (rakyat) melalui pidato,
tindakan dan ucapan
4. Komitmen pribadi atas pilihan bebas memberikan jabatan
yang bersangkutan
5. Tindakan yang dilakukan atas prakarsa sendiri (Freies
Ermessen)
6. Tindakan pribadi (oknum)
7. Warisan pejabat pendahulu
Jika defenisi Spiro digunakan, hal yang harus
dipertanggungjawabkan bukan hanya pelaksanaan tugas
sebagaimana tercantum dalam job discription atau mandat yang
15 Anom., PP RI No. Tahun 2000 tentang kenaikan pangkat PNS, (Sarolangun : Bagian Organisasi Setda 2001), hal. 67. 16 Hilman Nugroho, Kualitas Kerja, Laporan hasil uji coba instrument Penelitian
Disertasi (Jakartar: Program Pascasarjana UNJ, 2002), hal. 3. 17 Taliziduhu Ndraha, op. cit., hal. 111 – 112.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
23
diterima hasil-hasilnya, tetapi juga kegagalan, faktor-faktornya dan
atau dampak negatifnya di dalam masyarakat.18 Dengan demikian
yang dimaksud dengan pejabat adalah seseorang yang dipercaya
untuk melaksanakan tanggungjawab wewenang dalam rangka
melaksanakan tugas pokok dan fungsi keahlian sesuai kompetensi
yang dimiliki untuk mencapai tujuan organisasi. Terkait dengan
kinerja pejabat adalah suatu dorongan agar pejabat disuatu instansi
pemerintah dapat menyelenggarakan tugas umum pemerintahan
dan pembangunan secara baik dan benar yang didasarkan pada
peraturan perundang-undangan yang berlaku, kebijaksanaan yang
transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.19
Kinerja pejabat dituntut dalam rangka menjadikan instansi
pemerintah yang akuntabel sehingga dapat beroperasi secara
efesien, efektif, dan responsif terhadap aspirasi masyarakat dan
lingkungannya, terwujudnya transparansi dan partisipasi
masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan nasional serta
terpeliharanya kepercayaan masyarakat kepada Pemerintah.20
Kinerja seorang pejabat merupakan suatu perilaku atau respon
yang memberikan hasil yang mengacu kepada apa yang ia kerjakan
ketika menghadapi suatu tugas.
Dari pemahaman tersebut berarti kinerja pejabat menyangkut
semua aktivitas atau tingkah laku yang dialami oleh seseorang
pejabat dalam mencapai suatu tujuan atau hasil. Dalam kaitan
dengan kinerja seorang pejabat. Pada dasarnya mengarah pada
prilaku seorang pejabat dalam melaksanakan pekerjaan. Juga
18 Ibid., hal. 111 – 112. 19 Anom., Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (Jakarta: LAN RI, 1999), hal. 4 20 Anom.,Ibid., hal. 5.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
24
afektivitas seorang pejabat dalam memberikan pengaruhnya
kepada staf. Hal ini akan tampak dalam perilaku seseorang pejabat
dalam pencapaian tujuan yang akan dicapai melalui interaksi
antara atasan (baca: Pejabat) dengan bawahan (baca : staf) dalam
pelaksanaan tugas sehari-hari.
Kemampuan seorang pejabat yang berkinerja adalah tingkat
kemahiran (keahlian) yang dipersyaratkan (dituntut) untuk dapat
melakukan suatu pekerjaan (jabatan) secara efektif dan efesien
dengan tingkat keahlian yang tinggi dalam mencapai tujuan
pekerjaan (jabatan) tersebut. Dalam menduduki suatu jabatan
tersebut, seseorang (pejabat) harus melalui proses pendidikan
penjenjangan dan mencapai golongan pangkat tertentu, seseorang
hanya dapat diberikan kewenangan untuk menempati posisi
jabatan apabila ia memiliki standar kemampuan minim atau
kemahiran yang dipersyaratkan. Sebaliknya, mereka yang tidak
mencapai standar ini tidak akan diberikan kewenangan untuk
melakukan pekerjaan (menduduki jabatan) tersebut.21
Dengan demikian, seseorang dalam meniti karir hingga
mencapai kepercayaan untuk memegang kedudukan sebagai
seorang pejabat memerlukan profesionalitas, profesionalitas
merupakan kepemilikan seperangkat keahlian dibidang tertenntu,
yang dilegalkan oleh sertifikat dari sebuah lembaga. Seseorang
yang professional berhak memperoleh reward yang layak, yang
menjadi pendukung utama dalam merintis karirnya ke depan.
Professional adalah cara individu melihat keluar dari dunianya,
sesuatu yang akan mereka lakukan terhadap organisasi dan profesi
yang mereka emban. Bagi pejabat, secara sederhana mereka harus
21 Mukhtar, Merambah Manajemen Baru Pendidikan tinggi Islam (Jakarta, Misaka Galiza, 2003), hal.90.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
25
melakukan kerja sesuai prosedur organisasi dan memberikan
pelayanan publik dan akuntabel dalam penyelenggaran tugas-tugas.
Para pejabat dan karyawan yang professional akan membawa
keahlian khusus mereka ke dalam organisasi sebagai akibat dari
pendidikan atau pelatihan khusus yang mereka alami, mereka yang
tidak memiliki latar belakang professional yang sama, akan
menemui kesulitan dalam memotivasi staf atau memimpin
karyawan yang pada akhirnya menggangu kinerja. Seseorang yang
professional, setidaknya akan memiliki kemampuan untuk :
(1). Kerjasama,
(2). Saling percaya dan dapat mengatur strategi,
(3). Terbuka menerima ide-ide baru,
(4). Mencari, melihat dan memecahkan masalah
(5). Mengumpulkan dan menganalisis data, sekaligus
meningkatkan kemampuan pribadi untuk
menanganinya dan bukan sekedar mengikuti standar
prosedur pemecahan masalah yang dipraktekkan dalam
masyarakat.22
Kinerja pejabat menyangkut seluruh aktivitas yang
dilahirkannya dalam mengemban amanat dan tanggungjawabnya
menyelenggarakan tugas-tugas kepemerintahan yang akuntabel
dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga efektivitas dan
efesiensi organisasi akan berjalan secara optimal.
Di lembaga pemerintahan, kinerja staf (pejabat) sesuai
Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1979 tentang Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan PNS (DP3) dapat diukur melalui daftar
22 Ibid., hal. 93.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
26
penilaian pelaksanaan pekerjaan PNS (DP3), dalam DP3 memuat
criteria penilaian seseorang dalam melaksanakan tugasnya
meliputi (1). Kesetiaan, (2). Prestasi kerja, (3). Tanggungjawab, (4).
Ketaatan, (5). Kejujuran, (6). Kerjasama, (7). Prakarsa, dan (8).
Kepemimpinan. DP3 diperlukan dalam penilaian berkala tahunan
dan sebagai salah satu syarat oleh BAPERJAKAT (Badan
Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan) dalam menentukan
kenaikan pangkat dan promosi jabatan seseorang staf atau pejabat.
Kinerja yang telah dihasilkan oleh seorang pejabat diberikan
semacam imbalan atas pencapaian target, imbalan dimaksud lebih
luas dari imbalan dalam bentuk finansial dan meliputi hal-hal
seperti pujian, kesempatan yang lebih besar untuk mendapatkan
pelatihan, pengembangan dan promosi. Seringkali apa yang dicari
oleh seorang pekerja adalah pengakuan bahwa dia telah melakukan
kerja yang bagus yang misalnya diungkapkan dalam bentuk bonus,
acap kali pengakuanlah yang lebih penting dari pada uang kontan.
Hanya saja ketika uang menjadi ukuran, maka kinerja menjadi
sangat pelik, dan penekanan disini tentu saja terletak pada aspek
finansial.23 Uang untuk penghargaan cenderung menghilangkan
motivasi pegawai dari pada menambah motivasi, elemen gaji
merupakan insentif yang tidak memadai.
Motivasi bekerja itu tidak hanya berwujud kebutuhan
ekonomis yang bersifat materil saja (misalnya berbentuk uang),
akan tetapi bisa juga berwujud : respek/penghargaan dari
lingkungan, prestis dan status sosial yang immaterial sifatnya.
Tidak selalu motif uang itu menjadi motif primer bagi orang yang
bekerja. Kebanggaan akan hasil karya sendiri, interest atau minat
23 Barry Cushway, Manajemen Sumber Daya Manusia, terjemehan : Paloepi Tyas
Rahadjeng (Jakartan: Elex Media Komputindo, 1996), hal. 103.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
27
yang besar terhadap pekerja, merupakan insentif kuat untuk
mencintai suatu pekerjaan.
Fungsi ekonomis dari kerja ialah memprodusir benda-benda
barang, produk, hasil karya, sedang fungsi sosialnya ialah
menciptakan kepuasan dan kesenangan. Kinerja yang baik dari
seorang pekerja lahir dari adanya fungsi ekonomis dan fungsi social
dari pekerja.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan kinerja pejabat yaitu kualitas kerja yang
dihasilkan dan diperoleh dari produktivitas pekerja yang terukur
dan normatif dengan menganut aspek efisiensi dan efektivitas dari
seseorang yang dipercaya untuk melaksanakan tanggungjawab.
Adapun dimensi yang terkandung di dalam kinerja seorang
pejabat ialah: 1) pelaksanaan tugas, dan 2) hasil dari pelaksanaan
tugas. Pada dimensi pelaksanaan tugas memiliki indikator antara
lain tanggung jawab, kualitas kerja, produktivitas pekerja, terukur,
normatif, efisiensi, efektivitas, kebijaksanaan yang transparan, dan
mematuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Sedangkan indikator-indikator dari dimensi hasil pelaksanaan
tugas meliputi kegagalan, dampak negatif yang timbul, dan respon
dari orang lain atau masyarakat.
B. Hakikat dan Varian Gaya Kepemimpinan
Kepemimpinan diwujudkan melalui gaya kerja (operating
style) atau cara bekerja sama dengan orang lain yang konsisten.
Melalui apa yang diperbuatnya (tindakan), seseorang membantu
orang-orang lainnya untuk memperoleh hasil yang dinginkan. Cara
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
28
seseorang berbicara kepada yang lainnya dan cara seseorang
bersikap di depan orang lain merupakan suatu gaya kerja.24
Menurut Suradinata ada lima gaya memimpin yang dapat
ditempuh oleh seorang pemimpin untuk membuat pengikut-
pengikutnya melakukan tindakan-tindakan yang dikehendakinya,
yaitu dengan paksaan, tipuan atau bujukan, transaksi atau jual beli,
dan bimbingan serta pengabdian.25 Teori tentang gaya
kepemimpinan khususnya dalam melaksanakan fungsinya dalam
kehidupan masyarakat menyebutkan dua jenis kepemimpinan
yaitu manajer dan leader. Manajer adalah pemimpin yang
mengusahakan agar proses rutin dalam lembaga-lembaga
organisasi masyarakat berjalan dengan lancar. Sedangkan leader
adalah pemimpin yang mengusahakan agar masyarakat
memperbarui diri secara terus-menerus.26
Dalam hal kepemimpinan terdiri atas berbagai gaya. Gaya
merupakan suatu seni bagi seorang pemimpin untuk
mempengaruhi orang lain. Dale membagi gaya kepemimpinan ini
secara generic ke dalam empat hal yaitu:
(1) directive democrat, (2) directive autocrat,
(3) permissive democrat (4) permissive autocrat.27
24 R. Wayne Pace, dan Don F. Faules, Komunikasi Organisasi Strategi
Meningkatkan Kinerja Perusahaan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal. 276 25 Ermaya Suradinata, Manajemen Pemerintahan dalam Ulmu Pemerintahan
(Jakarta: Vidcodata, 2002), hal. 117 26 Ermaya Suradinata, Pemimpin dan Kepemimpinan Pemerintahan (Jakarta, Gramendia, 1997), hal. 17 27 A. Dale Timpe, Managing People: The Art and Science of Business Management
(Ney York: Kend Publishing, 1988), p. 159.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
29
Secara umum, ada tiga gaya kepemimpinan dalam kehidupan
suatu organisasi, termasuk organisasi pemerintahan yaitu gaya
kepemimpinan yang demokratis, Laissez Faire dan gaya
kepemimpinan otoriter. Type kepemimpinan yang demoktaris
adalah tipe kepemimpinan yang diharapkan, dalam tipe
kepemimpinan ini seorang pemimpin selalu mengikutsertakan
seluruh staf dalam proses pengambilan keputusan.
Dalam tipe ini pemimpin bertanggung jawab dalam
mengembangkan kemampuan yang multidimensional dan
membangun hubungan kerja vertikal dan horizontal yang saling
mendukung dan menciptakan suasana yang bergairah sehingga
kretifitas bawahan dapat dipicu. Untuk menjadi seorang pemimpin
yang sukses dimasa depan menurut teori kepemimpinan,
pemimpin tersebut haruslah memiliki :
1. Visi yang jauh ke depan.
2. Keterampilan merencanakan, mengambil keputusan dan
menerapkan keputusan dengan cepat seiring cepatnya
perubahan yang susah diramalkan.
3. Semangat juang yang tinggi.
4. Melatih dengan mengembangkan tim kerja.
5. Memiliki pengetahuan dan kebijakan.
6. Mampu mengatur diri sendiri, mengatasi maslah, serta
memiliki keterampilan konsultatif dan keterampilan
bersiasat.28
Selain keenam kemampuan tersebut di atas, seorang
pemimpin (pejabat) harus mau dan mampu memberikan
pendekatan yang kolektif, sehingga pemimpin tersebut tidak lagi
28 Mukhtar, op. cit, hal. 145.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
30
merupakan orang nomor satu yang senantiasa menjadi sumber
yang harus didengar oleh kelompok. Sebaliknya pemimpin harus
mau mendengarkan inisiatif kelompok dan mampu melayani
mereka agar orang dapat berjalan secara efektif dan efisien.
Seorang pejabat yang merupakan seorang pemimpin yang ideal
adalah pemimpin yang mampu berkomunikasi dengan
mendengarkan inisiatif kelompok, mampu melayani masyarakat,
mampu bekerjasama bervisi jauh ke depan, generalis, mampu
mengadakan lobi untuk mengembangkan organisasi, serta mampu
memberikan bimbingan serta memotivasi pengabdian.
Kepemimpinan gaya demokratis ialah kemampuan
mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama untuk
mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Adapun karakteristik
gaya kepemimpinan demokratis meliputi:
(1). Wewenang pimpinan tidak mutlak;
(2). Pimpinan bersedia melimpahkan sebagian wewenang
kepada bawahan;
(3). Keputusan dibuat bersama antara pimpinan dan
bawahan;
(4). Kebijakan dibuat bersama antara pimpinan dan
bawahan;
(5). Komunikasi berlangsung timbal balik antara pimpinan
dengan yang dipimpin;
(6). Pengawasan oleh atasan dilakukan secara wajar;
(7). Prakarsa dapat datang dari pimpinan maupun bawahan;
(8). Banyak kesempatan bawahan untuk menyampaikan
saran, pertimbangan, atau pendapat;
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
31
(9). Tugas-tugas kepada bawahan diberikan dengan bersifat
permintaan dari pada instruktif;
(10). Pujian dan kritik seimbang;
(11). Pimpinan mendorong prestasi semua bawahan dalam
batas kemampuan msing-masing;
(12) Pimpinan meminta kesetiaan bawahan secara wajar;
(13) Pimpinan memperhatikan perasaan dalam bersikap dan
bertindak;
(14) Terdapat suasana saling percaya, saling hormat
menghormati dan saling harga menghargai; dan
(15) Tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul
bersama pimpinan dan bawahan.29 Tipe Laisses Faire,
sebuah kepemimpinan tipe ini seolah-olah tidak muncul
karena pemimpin memberikan kebebasan yang penuh
kepada para anggotanya, dalam melaksanakan tugas
sehingga bawahan mempunyai peluang besar untuk
membuat keputusan.
Tipe kepemimpinan ini tidak banyak melakukan control atau
pengaruh terhadap para anggota kelompok. Pusat kekuasaan lebih
banyak bertumpu pada anggota organisasi. Para anggota biasanya
akan bekerja menurut kehendak masing-masing, tanpa prosedur
dan pedoman kerja yang jelas. Tipe seperti ini tidak sesuai dengan
semangat yang seharusnya tumbuh di instansi pemerintah.30
Herbert G. Hicks dan Ray C Gullet dalam Sutarto menyatakan
bahwa dengan kepemimpinan gaya demokratis keluaran mungkin
tidak setinggi pada gaya otoriter, namun kualitas lebih baik, dan
29 Sutarto, Dasar Kepemimpinan Administrasi (Yogyakarta: Gajah MadaUniversity Press, 1998), hal . 75 – 76. 30 Mukhtar, op. cit, hal. 144.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
32
masalah manusia sedikit, terjadi saling saran antara pimpinan dan
bawahan, saling berpendapat, semua orang dianggap sama penting
dalam menyumbangkan ide dalam pembuatan keputusan.
Selanjutnya Sharma memberikan pandangan yang senada
pula tentang gaya demokratis, yaitu dalam gaya demokratis
pimpinan memperhatikan pandangan bawahan, memberikan
bimbingan pada masalah-masalah yang timbul, dan melibatkan
persaan sendiri dalam membentur bawahan mencapai tujuan
organisasi sebaik tujuan individu. Sejalan dengan pendapat Sharma,
oleh Lewis B. Sappington dan C.G. Brown dalam Sutarto
kepemimpinan gaya demokratis dapat ditunjukkan dengan gambar
sebagai berikut.31
= bawahan
= Arah hubungan
Gambar 1.
Kepemimpinan Gaya Demokratis
Apabila ditunjukkan dalam struktur organisasi,
kepemimpinan gaya demokratis akan tampak sebagaimana bagan
di bawah ini :
31 Sutarto, Loc. Cit,. hal. 76 – 77.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
33
= pimpinan
= bawahan
= arah hubungan
Gambar 2.
Kepemimpinan gaya demokratis dalam bentuk struktur
Dalam struktur terlihat bahwa sekalipun peranan pimpinan
tetap lebih besar tetapi kesempatan bawahan/staf untuk saling
berpendapat, memberikan sumbangan dalam pembuatan
keputusan serta dalam penyelesaian masalah tetap memperhatikan
pandangan bawahan.
Penerapan kepemimpinan gaya demokratis dapat
mendatangkan keuntungan antara lain berupa keputusan serta
tindakan yang lebih objektif, tumbuhnya rasa takut memiliki, serta
terbinanya moral yang tinggi. Sedangkan kelemahan gaya ini antara
lain keputusan serta tindakan kadang-kadang tambahan, rasa
tanggung jawab kurang, keputusan yang di buat bukan merupakan
keputusan terbaik.
Kepemimpinan gaya kebebasan atau gaya liberal adalah
kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara berbagai
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
34
kegiatan yang akan dilakukan lebih banyak diserahkan kepada
bawahan.32
Di instansi pemerintah, seharusnya seorang pemimpin tidak
memberi kebebasan begitu saja, terhadap segenap kontrol dan
pengawasan terhadap seorang pejabat/staf dalam menjalankan
tugas-tugas kepemerintahan.
Berbeda dengan dua tipe kemmimpinan terdahulu, dalam tipe
kemimpinan otoriter, seorang pemimpin bersifat lebih berkuasa.
Akibatnya, suasana kerja selalu tegang, pemimpin sama sekali tidak
memberi kebebasan kepada anggota organisasi untuk turut ambil
bagian dalam memutuskan suatu persoalan. Keputusan hanya
dibuat sendiri oleh pemimpin.
Pemimpin selalu mendikte tentang apa yang harus
dikerjakan karyawannya. Inisiatif dan daya pikir anggota sangat
dibatasi sehingga mereka tidak diberi kesempatan untuk
mengeluarkan pendapat. Pemimpin, membuat suatu peraturan
sendiri yang harus ditaati dan diikuti oleh seluruh bawahannya.
Kepemimpinan seperti ini tentu tidak sesuai dengan semangat
demokrasi yang seharusnya tumbuh dan berkembang.33
Kepemimpinan merupakan kemampuan dan keterampilan
seseorang yang menduduki jabatan sebagai pimpinan satuan kerja
untuk mempengaruhi perilaku orang lain, terutama bawahannya,
untuk berpikir dan bertindak sedemikian rupa sehingga melalui
perilaku yang positif ia memberikan sumbangan nyata dalam
pencapaian tujuan organisasi.34
32 Ibid,. hal. 77 33 Mukhtar Loc, cit,. hal. 143 – 144. 34 Sondang P. Siagian, Organisasi Kepemimpinan dan Perilaku Administarsi
(Jakarta : Gunung Agung, 1995), hal. 24.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
35
Selanjutnya Hersey dan Blanchard memberikan pandangan
tentang pendekatan kepemimpinan situasional. Kekuatan
kepemimpinan ini lebih berorientasi pada tugas dan hubungan. Dia
mengidentifikasi gaya kepemimpinan situasional ini ke dalam
empat hal: (1) delegating, (2) suppotting, (3) coaching, dan (4)
directing. Selanjutnya dikatakan, kematangan merupakan faktor
kunci bagi setiap tingkat yang sangat menentukan bagi
keberhasilan kepemimpinan situasional.35 Kepemimpinan dapat
didefinikasikan sebagai suatu proses yang mempengaruhi aktivitas
perorangan maupun grup dalam upaya untuk mencapai tujuan
(Goal) yang disesuaikan dengan situasinya pada saat itu.36
Dilihat dari sudut gaya, untuk kepemimpinan lebih
berdasarkan suatu keadaan sebuah gaya kepemimpinan yang tinggi
cenderung dirasakan menjadi suatu gaya lebih baik. Pada tingkat
organisasi, sebuah kerangka perangkat kerjanya menerangkan
keadaan di mana orang menggunakan metode kepemimpinan itu
untuk menjalankan hasil akhir dari suatu kerja organisasi. Ketika
sebuah organisasi memiliki penampilan kerja yang sangat positif
ataupun sangat negatif, orang akan cenderung memakai perangkat-
perangkat kepemimpinan sebagai untuk menjelaskan cara kerja
tersebut.37
35 Sue Law and Derek Glover, Educational Leadership and Learning: Practice,
Policy and Research (Philadelphia: Open University Press, 2000), pp. 23 – 24. 36 Robert Guest et al., Management of Organizational Behavior: Utilizing Human
Resources (Ney Jersey: Prentice Hall, Inc, 1996), p. 89. 37 Stephen P. Robbins, Organizational Behavior (USA: Prentice Hall, Inc., 1996), p. 436.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
36
Vroom dan Gibson, mengatakan model kepemimpinan adalah
sebagai berikut:
(1). Model harus bermanfaat bagi para pemimpin atau para
manejer dalam menentukan gaya kepemimpinan
manakah yang harus mereka gunakan dalam berbagai
macam situasi,
(2). Tidak ada satu gaya kepemimpinan tunggal yang dapat
diterapkan dalam semua situasi,
(3). Perhatian utama harus dipusatkan pada persoalan
yang harus dipecahkan dan situasi dimana persoalan
itu terjadi,
(4). Gaya kepemimpinan yang digunakan dalam satu situasi
seharusnya tidak memaksa metode yang di gunakan
dalam situasi lain,
(5). Ada berapa proses sosial yang mempengaruhi jumlah
partisipasi dalam pengambilan keputusan.38
Efektivitas kepemimpinan ditentukan oleh kesesuaian antara
gaya kepemimpinan (tugas atau hubungan) dengan keharmonisan
situasinya. Situasi terbaik adalah bila relasi pemimpin anggota baik,
tugas terstruktur rapi dan pemimpin mempunyai kekuasaan yang
besar. Situasi yang paling tidak baik adalah bila relasi pemimpin
anggota buruk, tugas tidak terstruktur dan kekuasaan pemimpin
lemah. Sudah tentu setiap situasi mempunyai berbagai tingkat
38 James L. Gibson., Jhon M. Ivancevich,. Dan James H. Donnely, Organisasi dan
Manajemen, Terjemahan: Djoerban Wahid (Jakarta: Erlangga, 1997), hal. 239.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
37
keharmonisan yang meliputi aspek-aspek karakter yang baik
maupun buruk.39
Berdasarkan hakikat gaya kepemimpinan, maka dalam kajian
ini gaya kepemimpinan seorang pejabat merupakan suatu perilaku
seorang pejabat dalam mempengaruhi dan mendorong
bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi yang berorientasi
pada prinsip demokratis dengan dimensi tugas dan hubungan.
Adapun indikator yang terkandung di dalam dimensi tugas antara
lain: membuat kebijakan bersama, melakukan bimbingan,
memotivasi staf, pengabdian dan kemauan bekerjasama. Sedangkan
indikator yang terkandung di dalam dimensi hubungan meliputi
komunikasi, menyampaikan saran, pertimbangan atau pendapat,
adanya perasaan dalam bersikap dan bertindak, saling percaya,
saling hormat menghormati dan saling harga menghargai.
C. Komitmen Kerja dalam Pandangan para Ahli
Schlechty mendefinisikan komitmen sebagai keinginan untuk
mengalokasikan sumber daya yang berharga. Sedangkan waktu
adalah salah satu sumber daya yang berharga di dalam organisasi,
tapi juga sesuatu yang dapat dipelajari. Di perkantoran, persyaratan
komitmen mengacu pada waktu, terutama untuk pengawasan
komitmen pada tingkat bawah.40 Sedangkan Kiesler dan kawan-
kawan (dalam Gibson), mendifinisikan komitmen adalah implikasi
dari suatu perilaku. Komitmen juga membuat orang lebih responsif
dan cenderung ekstrim terhadap keputusannya sendiri dan
mengandung pesan yang menyangkut reputasi terhadap diri
39 R. Wayne Pace & Don F, Faules, op. cit. , p. 290. 40 Philip C. Schlechty., Inventing Better Schools An Action Plan for Educational
Reform (California : Publishers, Jossey-Bass Inc. , 1997), p. 97.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
38
mereka sendiri untuk lebih mendapatkan kepercayaannya dari
berbagai pendapat yang berbeda.41
Menurut Blumberg kata komitmen mengacu kepada sesuatu
yang mengatur perilakunya. Komitmen timbul secara natural dari
proses informasi mengenai sesuatu yang pasti, melibatkan suatu
janji khusus antara beberapa orang, atau lebih dalam suatu
lingkungan publik.42 Cox berpendapat bahwa komitmen berarti
keterlibatan aktif pada suatu usaha untuk membangun dan
menjaga hubungan, baik itu terhadap pasangan ataupun terhadap
seseorang.43 Senada dengan Cox maka Baron dan Graziano
mendefinisikan komitmen sebagai tujuan seseorang untuk menjaga
suatu hubungan.44
Sehingga Wiggins, dan Wiggins melihat komitmen sebagai
suatu keadaan terikat atau terkunci pada suatu keadaan atau suatu
perilaku.45 Komitmen adalah suatu ungkapan rasional bagi seorang
individu, yang diberikan identifikasi tertentu oleh suatu
kelompok.46 Sedangkan menurut pedoman Pengembangan Budaya
Kerja Aparatur Negara, komitmen diartikan sebagai keteguhan hati,
41 Stuart Oskamp, Attitudes and Opinions (USA ; Prentice Hall, Englewood Cliffs New Jersey, 1991), p. 248. 42 Herbert H. Blumberg, Small Group And Social Intruction, (Hampshire : Jhon Wiley and Sons, 1983), p. 366. 43 Frank D. Cox., Human Intimacy : Marriage, The Family and Its Meaning
(Minnesota : West Publishing Co., 1984), p. 152. 44 Reuben M. Baron, dan Graziano, William G., Social Psycology (Orlando : Hill Rinehart and Winston, Inc., 1991), p. 288. 45 James A. Wiggins, Baverly B. Wiggins, and James Vander Zanden, Social
Psycology (United Stated of America: Mc Graw-Hill, Innc., 1994), p. 253. 46 Gerald L. Pepper, Communicating In Organizations, A Cultural Approach
(Singapore: McGraw-Hill Book Co., 1995), p. 133.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
39
tekad yang mantap dan janji untuk melakukan atau mewujudkan
sesuatu yang diyakini.47
Nelson mendefenisikan, komitmen merupakan suatu
dorongan bagi seseorang melakukan sebuah tindakan tanpa
memandang situasi tertentu yang harus dihadapi. Seseorang yang
memiliki komitmen tidak akan mengungkapkan alasan untuk
menolak sebuah tindakan tertentu, selanjutnya dikatakan
seseorang memiliki komitmen dia tidak akan pernah menolak atau
menunda pekerjaan yang seharusnya dia lakukan saat itu sekalipun
adanya sebuah halangan yang mungkin dihadapi ketika dia akan
melaksanakan komitmen. Orang yang mempunyai komitmen akan
memiliki cara-cara tertentu untuk menekan rasionalisasi yang
merupakan alasan-alasan pembenaran dalam melakukaan sebuah
tindakan yang telah direncanakan.
Bahkan, meskipun dia menghadapi sebuah situasi yang sulit
dan tidak menyenangkan, dia tetap berpegang dengan
komitmennya, yang diindikasikan oleh persistensi, ketegaran
mental dan tindakannya yang jelas.48
Komitmen itu terutama berupa kemauan untuk membangun
dan mempertahankan disiplin perencanaan, terlibat secara total
dalam segala waktu, berbicara tentang rencana setiap hari, dan
kemudian secara konstan memfokuskan perhatian pada isu-isu
perencanaan.49 Seorang pejabat dalam melaksanakan komitmennya
kadangkala terkendala karena adanya unsur politik memainkan
47 Anom., Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara (Jakarta
Menpan RI, Prestasi Pustaka, 2002), hal. 16. 48 Bob Nelson., Menjadi Manajer Provokatif, Alih Bahasa Sudarmadji (Jakarta :
Prestasi Pustaka 2002), hal. 47 – 48. 49 J. Salusu, M.A, Pengambilan Keputusan Stratejik, untuk Organisasi Publik dan
Organisasi Non Profit (Jakarta : Grasindo, 1996), hal. 514.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
40
peranan di dalamnya. Kalaupun sudah ada komitmen, masih perlu
dipertanyakan apakah komitmen itu berlanjut atau hanya untuk
sementara waktu.
Untuk bisa memberikan komitmen yang berkelanjutan maka
dipandang perlu untuk melibatkan para pejabat kunci mengikuti
berbagai pelatihan tentang perencanaan strategis. Sebagai pejabat
yang sering mengambil keputusan, penyegaran melalui pelatihan
dalam pengambilan keputusan stratejik kiranya akan sangat
bermanfaat.
Komitmen pejabat (pemimpin) haruslah diarahkan untuk
meraih mutu secara menyeluruh, baik mutu staf, mutu kerja yang
dihasilkan maupun mutu pelayanan kepada publik. Dalam
meningkatkan mutu dengan staf, seorang pejabat hendaknya
memberikan bagi staf untuk mengembangkan diri untuk mau studi
lebih lanjut, memberikan kesempatan staf untuk mengikuti diklat
penjenjangan dan diklat-diklat lainnya dalam rangka melatih
keterampilan guna mendukung tugas-tugas kedinasan.
Asumsi yang perlu digarisbawahi, yaitu jika seseorang merasa
puas karena tujuannya tercapai dan pada saat yang bersamaan ikut
serta dalam pencapaian tujuan organisasi, maka dia akan benar-
benar termotivasi dan akan mendapatkan kepuasan yang lebih
besar, kepuasan dalam bekerja ditandai dengan adanya kepuasan
dalam melaksanakan pekerjaan dengan lebih baik yang pada
akhirnya dapat menghasilkan kinerja seseorang menjadi lebih
bermutu.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan komitmen adalah suatu bentuk dorongan dan tanggung
jawab seseorang yang diwujudkan dalam bentuk keterlibatan aktif
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
41
pada kegiatan organisasinya dengan keteguhan hati, tekad yang
mantap kemauan untuk membangun, terlibat secara total dalam
segala waktu dan adanya janji untuk melaksanakan tugas secara
terencana yang dibangun melalui suasana kebersamaan yang saling
menguntungkan untuk menghasilkan kemashuran sesuai dengan
misi organisasi.
Dikaitkan dengan kerja merupakan hal yang penting dalam
kehidupan manusia untuk berbagai alasan antara lain:
1. Adanya timbal balik atau pertukaran (exchange). Setiap
karyawan menerima bentuk-bentuk penghargaan yang
berbeda dalam membalas jasa mereka. Penghargaan
dapat berupa ekstrinsik seperti uang atau dapat berupa
instrinsik seperti kepuasan seseorang. Dalam kasus
yang sama, seseorang telah menentukan tipe dan jumlah
penghargaan yang harus diterimanya sebagai balasan
terhadap apa yang telah dikerjakannya.
2. Bekerja secara umum merupakan fungsi sosial. Dalam
hal tempat kerja (working place) dapat menyediakan
kesempatan untuk melakukan hubungan dan bertemu
dengan orang lain dalam upaya mengembangkan
persahabatan.
3. Bekerja merupakan sumber status atau strata dalam
masyarakat secara luas.50
Kerja merupakan aktivitas yang memberikan nilai bagi orang
lain. Kerja merupakan hal untuk mempertukarkan sesuatu, seperti
50 Richard M. Streers dan Porter, Lyman W., Motivation and Behavior, (Singapore: McGraw-Hill, Inc, 1991), pp 573 – 574.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
42
uang dan jaminan pension yang tidak mungkin dihasilkan sendiri.
Kerja juga merupakan sebuah transaksi antara individu dengan
organisasi yang bersifat mutualisme saling mengungtungkan.51
Dapat menentukan lebih dari sumber daya kehidupan ekonomi
untuk seseorang. Di lain pihak kerja juga merupakan sumberikan
kepuasan seseorang. Pentingnya kerja dalam kehidupan seseorang
akan berbeda satu dengan yang lainnya.52
Di lain pihak ada yang mengartikan kerja sebagai variabel
penyebab (causal variable) dalam perubahan sosial dan organisasi.
Dengan kata lain kerja merupakan kegiatan yang dibayar
(termasuk didalamnya pekerjaan untuk diri sendiri).
Pada saat ini bekerja dapat dilihat dalam konteks yang lebih
luas, baik secara internal maupun eksternal dalam pasar tenaga
kerja. Bekerja adalah meningkatnya aktivitas yang dibatasi oleh
peraturan dan hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Taliziduhu Ndraha mengartikan kerja sebagai proses penciptaan
atau pembentukan nilai baru pada suatu unit sumberdaya,
pengubahan atau penambahan nilai pada suatu unit alat pemenuh
kebutuhan yang ada.53
Sebaliknya bisa terjadi, suatu kerja yang kelihatannya tidak
langsung bernilai ekonomi, seperti relaxation, kegiatan yang
bersangkutan bisa menjadi sumber inspirasi atau imajinasi yang
berdampak bisnis yang laus. Kerja dapat dipandang sebagai input
(cost, energy), dampak, akibat, pengaruh atau nilai tambah. Kerja
51 John R. Schermerhorn, et al. , Managing Organizational Behavior (New York: John Wiley and Sons Inc, 1991), p. 38. 52 John E. Bailey, et al. , Managing Organizational Behavaior (Singapore: John Wiley and Sons Inc, 1986), p. 40. 53 Taliziduhu Ndraha, Pengantar Teori Pengembangan Sumber Daya Manusia,
(Jakarta: Rineka Cipta, 1999), hal. 1.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
43
dapat dihubungkan dengan kesenangan atau kepentingan diri
sendiri dan dapat pula dianggap sebagai komoditas yang bisa
digunakan oleh orang lain bahkan dijadikan komoditas pasar
kerja.54
Kualitas dalam dunia kerja adalah tingkatan dalam budaya
organisasi yang menyediakan informasi, ilmu pengetahuan, hak
untuk bertindak dan penghargaan pada karyawan yang
memungkinkan mereka bekerja dengan aman dan efektif, untuk
mendapatkan kompetensi yang adil, menjaga harga diri dalam
lingkungan kerja mereka.55
Kerja dapat diukur berdasarkan karakteristik individu dan
karakteristik situasional. Karakteristik individu meliputi
kemampuan (seperti kognitif, fisik, sosial dan faktor emosi,
pengalaman kerja masa lampau, pendidikan dan pelatihan),
motovasi (tingkat usaha yang telah dikeluarkan) dan persepsi
peran (kepercayaan seseorang tentang gaya yang efektif dalam
pekerjaaannya). Karakteristik situasional meliputi seluruh aspek
pengaturan pekerjaan yang meliputi pimpinan, karyawan, desain
kerja, struktur organisasi, sistem penghargaan, kebijakan dan
sebagainya.56
Untuk lebih jelasnya tentang pengukuran nilai perilaku kerja
dapat dilihat pada Gambar berikut.
54 Ibid, hal. 40 – 41. 55 Ralp G. Lews, Total Quality in Higher Education (USA: St. Lucie Press, 1994), p. 167. 56 Frank J. Lendy, dan James L. Farr, The Measurement of Work Performance,
Methods Theory and Applications (California: Press. Inc. 1983), p. 8.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
44
Gambar 3 :
Pengukuran Perilaku Kerja.57
Sebagian besar individu menyatakan bahwa mereka bekerja
adalah untuk menghasilkan pendapat demi kelangsungan
hidupnya.58 Dengan demikian yang dimaksud dengan kerja adalah
merupakan peningkatan aktivitas yang dibatasi oelh peraturan dan
hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah yang memberikan nilai
bagi orang lain yang berdampak pada hasil dan manfaat (benefit)
dan menghasilkan pendapat demi kelangsungan hidup dan
memberikan keputusan dan kesenangan bagi seseorang serta
merupakan sumber status atau starata dalam masyarakat secara
luas.
Dari uraian sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa yang
dimaksud dengan komitmen kerja adalah suatu dorongan dan
tanggung jawab seseorang dalam bentuk keterlibatan aktif
terhadap pekerjaannya yang dilakukan dengan keteguhan dan
ketegaran hati, tekad yang mantap, kemauan untuk membangun
terlibat secara total dalam segala waktu dan adanya janji untuk
melaksanakan tugas secara terencana yang dilakukan secara
berkualitas, dalam kebersamaan dan saling mengungtungkan
57 Ibid, p. 8. 58 Anom. , MOW International Research Team : The Meaning of Working (London: Academic Press, 1987), p. 112
Karakteristik situasi
Perilaku kerja individu
Karakteristik individu
Prosedur Pengukuran Perilaku
Nilai perilaku kerja individu
situasi
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
45
sesuai peraturan, dan misi dalam rangka mencapai kemashuran
individu dan organisasi secara bersama.
Adapun dimensi dan indikator dari komitmen kerja adalah
Pertama dimensi dorongan meliputi indikator : 1). Adanya
kepuasan kerja, 2). Memiliki status sosial, 3). Memiliki harga diri,
4). Memiliki reputasi, 5). Memperoleh pendapatan/penghasilan, 6).
Memperoleh penghargaan jabatan dan 7). Adanya rasa aman.
Kedua dimensi tanggung jawab meliputi indikator : 1). Memiliki
kepercayaan diri, 2). Bernilai bagi orang lain, 3). Memiliki
formalitas, 4). Adanya kreativitas, 5). Memanfaatkan informasi, 6).
Memiliki pengetahuan, 7). Adanya keadilan, 8). Adanya pendidikan
dan pelatihan, 9). Adanya kepercayaan, 10). Memiliki desaian kerja,
11). Adanya struktur organisasi, 12). Adanya kebijakan, 13).
Adanya keteguhan hati, 14). Adanya ketegaran memiliki tekad yang
mantap, 15). Adanya keyakinan, 16). Adanya tindakan yang jelas
dan 17). Tidak menolak/menunda pekerjaan. 18). Terlibat secara
total dalam segala waktu.
D. Beberapa Studi yang Berhubungan
Studi tentang hubungan antara gaya kepemimpinan kepala
dinas dan motivasi kerja dengan kinerja staf telah diteliti oleh
Priatna Hidayat (2002), hasil yang dapat dikemukakan sebagai
berikut 1). Terdapat hubungan yang dignifikan antara gaya
kepemimpinan dengan kinerja staf, 2). Terdapat hubungan positif
yang signifikan antara motivasi kerja dengan kinerja staf dan 3).
Terdapat hubungan positif yang signifikan antara gaya
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
46
kepemimpinan kepala Dinas dengan kinerja staf dan motivasi kerja
secara bersama-sama dengan kinerja staf.59
Nifasir. M. Nir, menyimpulkan hasil penelitiannya tentang
hubungan antara komitmen terhadap tugas dan motivasi
berprestasi dosen dengan kinerja dosen (UHAMKA, 2002) bahwa
komitmen terhadap tugas dan motivasi berprestasi dosen
merupakan dua faktor yang signifikan memberikan sumbangan
terhadap kinerja dosen.
Lebih lanjut dinyatakan bahwa untuk meningkatkan
komitmennya para dosen perlu meningkatkan tanggungjawab diri,
disiplin diri dan profesionalitas kerja sebagai dosen. Selanjutnya
disarankan, Rektor diharapkan menerapkan manajemen yang sehat
dan baik dalam mengelola institute beserta seluruh elemen-elemen
lainnya, utamanya didalam membina dosen perlu adanya
peningkatan profesionalitas dosen seperti pemberian kesempatan
sekolah, kursus, mengikuti seminar, dan peningkatan kesejahteraan
seperti kenaikan gaji, kenaikan jabatan dan kepangkatan,
pemberian penghargaan. Begitu pula bagi dosen itu sendiri perlu
adanya pemberdayaan pengetahuan dalam bidang sosial budaya,
ekonomi, politik dan perkembangan teknologi yang mempunyai
kecenderungan berkaitan satu dengan lainnya. Sesuatu yang perlu
dipahami oleh pihak lembaga dalah bahwa untuk pemenuhan harga
diri pada hakekatnya manusia mempunyai komitmen pada dirinya
dengan kata lain, makin teguh komitmen dipertahankan, makin
59 Priatna Hidayat, Kinerja Staf Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor, Studi Korelasi
antara Gaya Kepemimpinan Kepala Dinas dan Motivasi Kerja dengan Kinerja Staf
pada Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor, Tesis (Bogor : Universitas Pakuan, Bogor, 2002), hal. 90.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
47
tinggi kualitas kinerja dicapai dan makin banyak pula perubahan
yang akan dialami baik pada diri sendiri maupun lingkungannya.60
E. Alur Konspetual Pengukuran Kinerja
1. Hubungan antara Gaya Kepemimpinan dengan
Kinerja Pejabat
Makna yang terkandung dalam gaya kepemimpinan
merupakan suatu yang mendasari sikap seorang pejabat dalam
memotivasi staf untuk peningkatan kinerja. Pimpinan mengajak
staf membuat kebijakan bersama, berlangsungnya komunikasi
timbal balik antara pimpinan dan bawahan, diberikan kesempatan
bawahan untuk menyampaikan saran, pertimbangan atau pendapat
melakukan bimbingan serta motivasi pengabdian.
Kemampuan seorang pejabat membuat kebijakan bersama
adalah dalam rangka menjalankan tugas-tugas yang berhubungan
dengan pencapaian tujuan organisasi, pimpinan (pejabat) yang
mampu mengajak staf untuk bersama-sama membicarakan
kebijakan bersama akan berdampak pada pemahaman staf akan
pencapaian target kinerja. Staf yang menjalankan tugas-tugasnya
membutuhkan motivasi terhadap penyelesaian tugas-tugas
tersebut, karenanya seorang pejabat di samping sebagai motivator
sekaligus dapat menerapkan gaya kepemimpinan yang berorientasi
terhadap hubungan, timbal balik antara pimpinan dan bawahan.
Sementara itu yang dimaksud dengan kinerja pejabat adalah
kualitas kerja yang dihasilkan sebagai akibat dari perilaku
berkarya, atau hasil karya dan respon yang memberi hasil yang
60 Nifasri, M. Nir, Studi Korelasi antara Komitmen terhadap tugas dan Motivasi
berprestasi Dosen dengan Kinerja Dosen, Tesis (Jakarta : UHAMKA, 2002), hal. 119.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
48
mengacu kepada apa yang dikerjakan sebagai outcome yang
diperoleh dari produktivitas pekerja yang terukur dan normatif,
dengan menganut aspek efisiensi dan efektivitas dan dapat
dipertanggungjawabkan diri seseorang yang dipercaya untuk
melaksanakan tanggung jawab, dalam menjalankan tugas pokok
dan fungsi keahlian sesuai kompetensi yang dimilki untuk
mencapai tujuan organisasi.
Kinerja menyangkut semua kegiatan atau tingkah laku yang
kita alami, jawaban yang kita buat, untuk memberi hasil atau
tujuan. Dengan kata lain dengan kinerja pejabat pada dasarnya
lebih terfokos pada perilaku pejabat dalam pekerjaannya, dan
sejauh mana kinerja tersebut dapat memberikan pengaruh pada
pelayanan yang dilakukan. Ini sebagai konsekuensi bahwa secara
spesifik tujuan kinerja mengharuskan para pejabat membuat
keputusan khusus dimana pelayanan telah memenuhi aspirasi
masyarakat dan akuntabel.
Dalam konteks itulah diduga terdapat hubungan yang positif
antara gaya kepemimpinan dengan kinerja pejabat, artinya makin
baik gaya kepemimpinan seseorang yang ditampilkan oleh pejabat
akan berkontribusi terhadap kinerja seorang pejabat yang
bersangkutan.
2. Hubungan antara Komitmen Kerja dengan
Kinerja Pejabat
Komitmen kerja seorang pejabat dapat diartikan sebagai
suatu bentuk tanggungjawab berupa keterlibatan aktif seseorang
pada kegiatan organisasi yang diwujudkan melalui pelaksanaan
tugas yang berkualitas dalam suasana kebersamaan yang saling
mengungtungkan, untuk menghasilkan kemasyhuran dan
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
49
kegembiraan bersama sesuai dengan misi organisasi dalam suatu
lingkungan publik.
Dengan dasar komitmen kerja seseorang akan lebih responsif
dan dapat mengarahkan kepada tingkat kepuasan tertentu dan
memperoleh suatu reputasi terhadap diri mereka sendiri, maupun
untuk lebih mendapatkan kepercayaan orang lain.
Sementara itu yang dimaksud dengan kinerja adalah kualitas
kerja yang dihasilkan sebagai akibat dari perilaku berkarya, atau
hasil karta dan respon yang memberi hasil yang mengacu kepada
apa yang dikerjakan sebagai outcome hasil kerja, yang diperoleh
dari produktivitas pekerja yang terukur dan normatif dengan
menganut aspek efiesiensi dan efektivitas serta dapat
dipertanggungjawabkan dari seseorang yang dipercaya untuk
melaksanakan tanggungjawab, wewenang dalam rangka
menjalankan tugas pokok dan fungsi keahlian sesuai kompetensi
yang dimiliki untuk mencapai tujuan organisasi. Apabila
dihubungkan dengan kinerja pejabat, maka tercapaianya kinerja
suatu instansi diperoleh karena adanya komitmen kerja seseorang
melalui pelaksanaan tugas yang berkualitas dalam suasana
kebersamaan yang saling menguntungkan untuk menghasilkan
kemasyhuran sesuai dengan misi organisasi dalam suatu
lingkungan publik.
Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa diduga
terdapat hubungan positif antara komitmen kerja dengan kinerja
pejabat.
3. Hubungan antara Gaya Kepemimpinan dan Komitmen Kerja
secara bersama-sama dengan Kinerja Pejabat.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
50
Dengan memperhatikan hubungan antara gaya
kepemimpinan dan komitmen kerja dengan kinerja pejabat, dimana
diduga bahwa masing-masing terdapat hubungan, maka kedua
variabel bebas X� dan X� tersebut berarti sama-sama memberikan
kontribusi terhadap kinerja pejabat. Meskipun demikian masing-
masing variabel tersebut belum tentu memberikan kinerja optimal.
Untuk itu diperlukan suatu hubungan yang sinergik sehingga
antara gaya kepemimpinan dan komitmen kerja merupakan faktor
yang saling mendukung dalam menghasilkan kinerja pejabat. Hal
ini berarti bahwa hubungan antara gaya kepemimpinan tanpa
diiringi dengan komitmen kerja, maka kinerja pejabat belum
optimal. Hal ini berarti bahwa gaya kepemimpinan tanpa diiringi
dengan adanya komitmen kerja yang kuat maka kinerja pejabat
tidak maksimal diraih.
Dalam kerjasamanya dengan staf, seorang pejabat seyogyanya
menerapkan gaya kepemimpinan secara fleksibel, gaya
kepemimpinan seorang pejabat merupakan suatu yang mendasari
sikap seorang atasan dalam memotivasi staf, pimpinan membuat
kebijakan bersama, berlangsungnya komunikasi terbentuk antara
pimpinan dan bawahan, memberikan kesempatan bawahan untuk
menyampaikan saran, pertimbangan atau pendapat melakukan
hubungan serta memotivasi bawahan akan menumbuhkan
komitmen kerja dan secara bersamaan akan berdampak pada
kinerja pejabat.
Dari uraian tersebut dapat diduga bawwa ada hubungan
positif antara gaya kepemimpinan dan komitmen kerja secara
bersama-sama dengan kinerja pejabat.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
Hal yang menarik adalah apabila gaya
kepemimpinan pejabat dan komitmen
kerja bekerja secara bersama
maka tingkat kinerja pejabat lebih tinggi
dibanding dengan hanya hubungan
antara gaya kepemimpinan dengan
kinerja pejabat atau hanya hubungan
antar komitmen kerja dengan kinerja
pejabat.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
51
Hal yang menarik adalah apabila gaya
kepemimpinan pejabat dan komitmen
kerja bekerja secara bersama-sama,
maka tingkat kinerja pejabat lebih tinggi
dibanding dengan hanya hubungan
antara gaya kepemimpinan dengan
pejabat atau hanya hubungan
antar komitmen kerja dengan kinerja
pejabat.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
52
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
53
Bagian Ketiga
ANALISIS TEMUAN
PENGUKURAN KINERJA
BAGIAN ini membahas hasil pengolahan data penelitian
dalam bentuk deskripsi data, melakukan pengujian persyaratan
analisis, pengujian hipotesis penelitian, pengolahan data dan
adanya keterbatasan penelitian.
A. Deskripsi Data
Penelitian dilakukan terhadap 40 orang responden dengan
mengukur variabel gaya kepemimpinan (X�), komitmen kerja (X�)
dan kinerja pejabat (Y). Masing-masing variabel diukur secara
terpisah melalui instrument masing-masing terlampir, data mentah
penelitian (terlampir) dan ahirnya dibuat rekapitulasi data secara
menyeluruh. Dengan selalu bersumber pada hasil penelitian
tersebut, diskripsi data disajikan secara bertahap dari masing-
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
54
masing variabel. Diskripsi data hasil penelitian ditampilkan dalam
bentuk tendensi sentral, keterangan (variasi), frekuensi distribusi,
kemiringan serta tabel maupun grafik. Penyajian diskripsi data
disajikan masing-masing variabel secara berturut-turut sebagai
berikut :
1. Kinerja Pejabat
Deskripsi data variabel kinerja pejabat seperti tersebut pada
lampiran 4.2 menunjukkan tendensi sentral sebagai berikut: skor
terendah 64 dan skor tertinggi 102. Hasil perhitungan dari
distribusi data didapat rata-rata skor sebesar 84,28, median 1,57
modus 99,33 dan standar devisi 9,97, panjang kelas (interval) 6 dan
banyak kelas 7. Untuk memperoleh gambaran tentang distribusi
skor kinerja pejabat, di bawah ini disajikan Tabel distributor skor
dan grafik histogram.
Tabel 3.1 . Distribusi Frekuensi Variabel Kinerja Pejabat (Y)
Kelas Interval Frekuensi (f) Persentase (%)
63 – 68
69 – 74
75 – 80
81 – 86
87 – 92
93 – 98
99 - 104
3
2
8
11
6
7
3
7,5
5,0
20
27,5
15,5
17,5
7,5
Jumlah 40 100
Dari tabel tersebut tercermin bahwa 12,5 % responden
mempunyai kinerja yang rendah, 62% responden mempunyai
kinerja sedang dan 35% mempunyai kinerja yang tinggi. Untuk
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
lebih jelasnya penyajian distribusi
kinerja seperti tersebut pada gambar
Gambar 3.1. Grafik Histogram Variabel Kinerja Pejabat (Y)
Dari histogram tersebut di
distribusi normal dengan mean, median dan modus saling
berdekatan.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
55
lebih jelasnya penyajian distribusi frekuensi dari interval variabel
kinerja seperti tersebut pada gambar 3.1 di bawah ini.
Grafik Histogram Variabel Kinerja Pejabat (Y)
Dari histogram tersebut di atas terlihat bahwa kurva
dengan mean, median dan modus saling
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
56
2. Gaya Kepemimpinan
Deskripsi data variabel gaya kepemimpinan seperti tersebut
pada lampiran, menunjukkan tendensi sentral sebagai berikut: skor
terendah 116 dan skor tertinggi 172. Hasil perhitungan dari
distribusi data didapat rata-rata skor sebesar 141,15 median 2.18
modus 189.36 dan standar deviasi 13,76. Panjang kelas (interval) 9
dan banyak kelas 7.
Untuk memperoleh gambaran tentang distribusi skor gaya
kepemipinan, pada Tabel 6 di bawah ini disajikan Tabel distribusi
skor dan Grafik histogram.
Tabel 3.2. Distribusi Frekuensi Variabel Gaya Kepemimpinan (X�)
Kelas Interval
Frekuensi (f) Persentase (%)
115 – 123
124 – 132
133 – 141
142 – 150
151 – 159
160 – 168
169 - 177
2
10
12
7
4
3
2
5,0
25,0
30,0
17,5
10,0
7,5
5,0
Jumlah
40
100
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
57
Dari tabel tersebut tercermin bahwa 30,0% responden
mempunyai kinerja yang rendah 57,5% responden mempunyai
kinerja sedang dan 12,5% mempunyai kinerja yang tinggi. Untuk
lebih jelasnya penyajian distribusi frekuensi data interval variabel
kinerja seperti tersebut pada Gambar 3.2 di bawah ini.
Gambar 3.2. Grafik Histogram Variabel Gaya Kepemimpinan ( )
Dari histogram tersebut di atas terlihat bahwa kurva
distribusi normal dengan mean, median dan modus saling
berdekatan.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
58
3. Komitmen Kerja (��)
Deskripsi data variabel komitmen kerja seperti tersebut pada
lampiran 4,2, menunjukkan tendensi sentral sebagai berikut: skor
terendah 115 dan skor tertinggi 168. Hasil perhitungan distribusi
data didapat rata-rata skor sebesar 134,60 median 1,84 modus
135,58 dan standar deviasi 11,64. Panjang kelas (interval) 8 dan
banyak kelas 7.
Untuk memperoleh gambaran tentang disribusi skor
komitmen kerja, pada Tabel di bawah ini disajikan distribusi skor
dan grafik histogramnya.
Tabel 3.3. Distribusi Frekuensi Variabel Koitmen Kerja (X�)
Kelas Interval
Frekuensi (f)
Persentase (%)
115 – 122
123 – 130
131 – 138
139 – 146
147 – 154
155 – 162
163 - 170
4
13
10
6
5
1
1
10,0
32,5
25,0
15,0
12,5
2,5
2,5
Jumlah
40
100
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
59
Dari tabel trsebut tercermin bahwa 42,5 responden
mempunyai komitmen kerja yang rendah, 52,5% responden
mempunyai komitmen kerja sedang dan 5% mempunyai komitmen
kerja yang tinggi. Untuk lebih jelasnya penyajian distribusi
frekuensi data interval variabel kinerja seperti tersebut pada
Gambar 3.3 di bawah ini.
Gambar 3.3. Grafik Histogram Variabel Komitmen Kerja ( )
B. Pengujian Persyaratan Analisis
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik korelasi dan regresi. Kedua teknik ini baru dapat dilakukan
apabila memenuhi beberapa persayaratan. Menurut Sudjana
(1996) ada empat persyaratan, yaitu : (1) ukuran minimum sampel
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
60
terpenuhi (keacakan sampel), (2) data sampel tiap variabel
berdistribusi normal (normalitas data), (3) variasi populasi antar
kelompok homogen (homogenitas data), (4) kemandirian
(independensi) antar variabel bebas.
Persyaratan pertama telah terpenuhi ketika pada saat
penetapan ukuran sampel penelitian. Persyaratan lain yaitu uji
normalitas, homogenitas dan uji independensi antar variabel bebas,
serta uji linieritas regresi.
1. Pengujian Normalitas
Analisis pengujian normalitas data menggunakan teknik uji
Kolmogorov-Simirnov. Hasil perhitungan uji normalitas dapat
dilihat pada tabel rangkumannya sebagai berikut :
Tabel 3.4. Rangkuman Analisis Uji Normalitas
galat Kolmogorov-Smirnov
Keputusan L���� L ���
Y atas X�
Y atas X�
0,123
0,115
0,129
0,200
normal
normal
Syarat normal : L� < L ���
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa uji normalitas galat
taksiran Y atas X� sebesar 0,123 lebih kecil dari L ��� 0,129, untuk
n = 40 α = 0,05 ; sehingga H� diterima. Hal tersebut menunjukkan
dengan diterimanya hipotesis 0 maka dapat disimpulkan Galat
baku taksiran dari persaaan regresi Ŷ = 38,818 + 0,322X�
berdistribusi normal.
Demikian pula hasil perhitungan menunjukkan bahwa uji
normalitas Galat taksiran Y atas X� sebesar 0,115 lebih kecil dari
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
61
L ��� 0,200 pada n = 40 α = 0,05 ; sehingga H� diterima. Hal
tersebut menunjukkan dengan diterimanya hipotesis 0, maka dapat
disimpulkan Galat baku taksiran dari persamaan regresi Ŷ = 66,415
+ 0,133X� berdistribusi normal.
2. Uji Homogenitas Varians
Uji homogenitas dimaksudkan untuk menguji homogenitas
varians antar kelompok-kelompok data Y yang dikelompokkan
berdasarkan penilaian kesamaan mulai X�, berdasarkan data
tersebut dapat dilakukan pengujian homogenitas varians dilakukan
dengan uji barlet. Dari perhitungan tersebut dapat diperoleh suatu
gambaran kriteria pengujian adalah H� diteria jika �� lebih kecil =
�� tabel pada signifikansi α = 0,05. Hasil perhitungan diperoleh
harga chi square (��) hasil pengamatan (��) sebesar 4,9197 angka
ini di bandingkan dengan � ���� dengan db 6 pada taraf nyata
0,05 sebesar 12,59 untuk Y atas X�. Demikian pula atas X�
diperoleh harga �� hasil pengamatan sebesar 2.0050, angka ini
dibandingkan dengan X �� dengan db 8 pada taraf nyata 0,05
sebesar 15.51. Dengan demikian ternyata X ����� lebih kecil dari
� ���� . Hal ini berarti bahwa data berasal dari populasi yang
homogen.
Tabel 3.5. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Varians
No Pengelompokan Nilai � ����� � ���
� Keputusan
1.
2.
Y atas X�
Y atas X�
4.9197
2.0050
12.59
15.51
homogen
homogen
Syarat homogen : � ����� < � ���
�
Berdasarkan data tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa
keadaan data Y atas X� dan Y atas X� mempunyai varians yang
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
62
homogen. Dengan dipenuhinya persyaratan tersebut, maka analisis
dapat dilanjutkan, hal tersebut mempunyai makna bahwa data Y
mempunyai keabsahan untuk dilakukan uji hipotesis.
3. Independensi Antar Variabel Bebas
Sebelum sampai pada pengujian hipotesis, lebih dahulu
dilakukan analisis korelasi jenjang nihil. Hasil korelasi jenjang nihil
antara gaya kepeimpinan dan komitmen kerja, atau inter koreksi
antar variabel bebas ditampilkan pada Lampiran.
Tabel 3.6. Analisis Hubungan Gaya Kepemimpinan (X�) dengan
Komitmen Kerja Pejabat (X�)
N r�.� Sig.(2-tailed)
40 0,154 0,34
Syarat Independen : t���� < t ���
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa antar variabel bebas
(X� dan X�) tidak terdapat hubungan secara kolineritas yang berarti
pada alpha 0,05 (r�.� = 0,154). Jelaslah bahwa variabel gaya
kepemimpinan dan komitmen kerja pejabat adalah variabel yang
independen terhadap variabel Y. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa persyaratan untuk analisis regresi ganda dapat
dipenuhi.
4. Uji Linieritas Persamaan Regresi
Uji persamaan regresi dilakukan antara variabel bebas dan
variabel terikat. Analisis tersebut menggunakan ANOVA (Analisis of
Variences) dan uji signifikansi garis regresi ini dilakukan dengan
uji F-tes. Rangkuman hasil analisis linieritas garis regresi terdapat
pada Tabel 11 dan perhitungannya tertera pada Lampiran 4.4.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
63
Tabel 3.7. Rangkuman Hasil Analisis Linieritas Garis Regresi
No Variabel ����� ! ��"#$% Keterangan
1 X1 dan Y 9,365 6,156 0,029 Linier
2 X2 dan Y 0,913 0,863 0,367 Linier
Melihat angka yang diperoleh F���� di atas, kedua-duanya
menunjukkan angka lebih kecil dari F ��� (dengan taraf
kepercayaan 95% maupun 99%). Dengan demikian, antara variabel
gaya kepemimpinan dengan kinerja pejabat persamaan garis
regresinya adalah linier, begitu juga dengan variabel komitmen
kerja dengan gaya kepemimpinan persamaan garis regresi adalah
linier.
C. Pengujian Pengukuran Kinerja
Pengujian pengukuran Kinerja akan dilakukan untuk masing-
masing dugaan penelitian yang telah diajukan. Terhadap dugaan
tersebut dilakukan pengujian dengan menyusun persamaan
regresi, uji keberartian dan linieritas, koefisien korelasi, koefisien
korelasi parsial, uji signifikansi korelasi dan uji signifikansi
koefisien korelasi parsial. Prosedur pengujian hipotesis hubungan
antara gaya kepemimpinan (X1) dan Komitmen Kerja (X2) dengan
Kinerja Pejabat (Y) disajikan pada lampiran 6.
1. Pengujian mengenai Hubungan antara Gaya Kepemimpinan
(X1) dengan kinerja Pejabat (Y)
Pengukuran penelitian pertama yang akan diuji berbunyi
“terdapat hubungan positif antara gaya kepemimpinan (X1) dengan
kinerja pejabat (Y)”. hubungan antara gaya kepemimpinan (X1)
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
64
dengan kinerja pejabat (Y) ditunjukkan oleh persamaan regresi Ŷ =
38,818 + 0,322X1. Uji signifikansi dan linieritas persamaan regresi
tersebut tercantum dalam Tabel 12 di bawah ini.
Tabel 3.8. ANAVA untuk Uji Signifikansi dan Linieritas Persamaan Regresi Kinerja Pejabat (Y) atas Gaya Kepemimpinan (X1).
Sumber Varians JK db RJK F0 F-t
0,5
Total 287.965 40
Regresi (a) 284.091 1
Regresi (a/b) 765,941 1 765,941 9,18* 4,08
Sisa (Residual) 3107,034 38 83,1
Tuna Cocok 1614,901 26 62,112 0,499+, 2,15
Galat 1493,133 12 124,248
Regresi signifikansi (F0 = 9,18 > Ft = 2,15)
Regresi berbentuk linear (F0 = 0,499 < Ft = 2,15)
JK = Jumlah Kuadrat
F0 = F observasi atau F hitung
\db = Derajat Bebas
F1 = T tabel
RJK = Rata-rata jumlah kuadrat
ns = not signifikansi
Berdasarkan uji signifikansi dan uji kelinieran regresi
tersebut di atas, maka disimpulkan bahwa persamaan regresi Ŷ =
38,818 + 0,322X1 signifikan dan liniear. Persamaan regresi
tersebut menunjukkan bahwa setiap kenaikan satu skor gaya
kepemimpinan (X1) akan menyebabkan kenaikan 0,32 skor kinerja
pada konstanta 28,818 sebagaimana terlihat pada Gambar 3.4. Di
bawah ini :
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
65
Gambar 3.4. Grafik Regresi Linier Hubungan Antar Gaya Kepemimpinan (X1)
dengan Kinerja Pejabat (Y).
Kekuatan hubungan gaya kepemimpinan (X1) dengan kinerja
(Y) ditunjukkan oleh koefisien korelasi ry1 = 0,444, uji signifikansi
koefisien korelasi tersebut tercantum pada Tabel 13.
Tabel 3.9. Hasil Uji Signifikansi Koefisien Korelasi antara Gaya Kepemimpinan (X1) dengan Kinerja Pejabat
Cacah
observasi
Koefisien
korelasi ( )
0,05
40 0,444 3,060* 1,684
Koefisien korelasi signifikan = 3,060 > = 1,684
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
66
Berdasarkan uji signifikansi koefisien korelasi tersebut
disimpulkan bahwa koefisien korelasi antara gaya kepemimpinan
(X1) dengan kinerja pejabat (Y) sebesar 0,444 adalah signifikan.
Dengan demikian terdapat hubungan positif antara gaya
kepemimpinan (X1) dengan kinerja pejabat (Y) atau dengan kata
lain makin demokratis gaya kepemimpinan (X1), maka kinerja
pejabat (Y) juga makin tinggi. Koefisien korelasi antara gaya
kepemimpinan (X1) dengan kinerja pejabat (Y) sebesar 0,444
dengan koefisien determinasi sebesar 0,198 berarti bahwa 19,8%
varians kinerja pejabat (Y) dapat ditentukan oleh gaya
kepemimpinan (X1).
2. Pengujian mengenai Hubungan antara Komitmen Kerja
(X2) dengan Kinerja Pejabat (Y).
Pengukuran penelitian kedua yang akan diuji berbunyi
“terdapat hubungan positif antara Komitmen Kerja (X2) dengan
kinerja pejabat (Y)”. Hubungan antara komitmen kerja (X2) dengan
kinerja pejabat ditunjukkan oleh persamaan regresi Ŷ = 66,415 +
0,133X2, uji signifikansi dan linieritas persamaan regresi tersebut
tercantum dalam Tabel 3.10.
Tabel 3.10. ANAVA untuk Uji Signifikansi dan Linieritas Persamaan Regresi Kinerja Pejabat (Y) atas Komitmen Kerja (X2).
Sumber
Varians JK db RJK F0
F-t
0,5
Total 287.965 40
Regresi (a) 284.091 1
Regresi (a/b) 90,930 1 90,930 0,89 4,08
Sisa (Residual) 3883,045 38 102,18
Tuna Cocok 2203,461 23 95,803 0,910+, 2,07
Galat 1579,583 15 105,306
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
67
Regresi signifikansi (F0 = 0,89 > Ft = 4,08)
Regresi berbentuk linear (F0 = 0,910 < Ft = 2,07)
JK = Jumlah Kuadrat
F0 = F observasi atau F hitung
db = Derajat Bebas
F1 = T tabel
RJK = Rata-rata jumlah kuadrat
ns = not signifikansi
Berdasarkan uji signifikansi dan uji kelinieran regresi
tersebut di atas maka disimpulkan bahwa persamaan regresi Ŷ =
66,415 + 0,133X2 tidak signifikan, tetapi liniear sehingga regresi
tersebut menunjukkan kecilnya pengaruh komitmen kerja terhadap
kinerja pejabat, meskipun komitmen kerja tetap berkontribusi
terhadap kinerja pejabat sebagaimana terlihat pada Gambar ini :
Gambar 3.5. Regresi Linier Hubungan Antar Kerja Komitmen Kerja ( ) dengan
Kinerja Pejabat (Y).
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
68
Kekuatan hubungan antar komitmen kerja ( ) dengan
kinerja pejabat (Y) dilanjutkan oleh koefisien korelasi = 0,157
uji signifikansi koefisien korelasi tersebut, tercantum pada tabel 15.
Tabel 3.11. Tabel Uji Signifikansi Koefisien Korelasi antara Komitmen Kerja ( )
dengan Kinerja Pejabat (Y).
Koefisien korelasi signifikan = 0,584 > = 1,684
Berdasarkan uji signifikansi koefisien korelasi tersebut dapat
disimpulkan bahwa koefisien korelasi antara Komitmen Kerja (X2)
dengan kinerja pejabat (Y) sebesar 0,157 adalah tidak signifikan.
Dengan demikian tidak terdapat hubungan positif antara komitmen
kerja (X2) dengan kinerja pejabat (Y) karena koefisien determinasi
atau = = 0,024 atau 2,4%. Dengan kata lain komitmen
kinerja kecil pengaruhnya terhadap kinerja, meskipun tetap
berkontribusi.
Selanjutnya, nilai koefisien korelasi antara variabel Y dengan
adalah sebesar 0,157 dengan signifikansi 0,345. Hal ini berarti
bahwa hubungan antara komitmen kerja dengan kinerja pejabat
tetap signifikan, apabila dikontrol oleh variabel gaya
kepemimpinan. Dengan kata lain gaya kepemimpinan pejabat tidak
mempengaruhi hubungan antara komitmen kerja dengan kinerja
pejabat. Dengan demikian terbukti bahwa gaya kepemimpinan dan
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
69
komitmen kerja walaupun tidak ada hubungan yang signifikan
dengan kinerja pejabat Esselon IV di Pemerintah Kabupaten
Sarolangun, tetapi masih tetap berkontribusi sekalipun kecil.
3. Pengajuan mengenai Hubungan antara Gaya
Kepemimpinan (�.) dan Komitmen Kerja (��) dengan
Kinerja Pejabat (Y).
Pengukuran ketiga yang diajukan adalah “terdapat hubungan
yang berarti dari gaya kepemimpinan dan komitmen kerja dengan
kinerja pejabat”. Berdasarkan hasil perhitungan dengan
menggunakan korelasi product moment Person. Dari perhitungan
persamaan regresi ganda diperoleh harga koefisien arah (b�)
sebesar 0,312 dan (b�) sebesar 0,074 dengan konstanta sebesar
30,202. Dengan demikian persamaan garis regresinya adalah Ŷ =
30.202 + 0,312X� + 0,07417X�. Selanjutnya garis ini diuji
signifikansinya dengan mengaplikasikan uji F, hasil perhitungannya
disajikan pada Tabel berikut dan perhitungannya pada Lampiran.
Sumber Varians JK db RJK F0 F ���
Ket
Regresi 794,33 2 397,17 4,77 4,1 Signi
fikan
Residual 3079,64 37 83,234 - -
Total 3873,975 39 - - -
Syarat Signifikan F���� > F ���
Tabel ANAVA di atas, memperlihatkan nilai F���� sebesar
4,77 dengan signifikansi 0,014 lebih kecil dibandingkan dengan
taraf kepercayaan 5%. Jadi dapat disimpulkan, bahwa secara
bersama-sama terdapat hubungan yang positif antara gaya
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
70
kepemimpinan dan komitmen kerja dengan kinerja pejabat. Dengan
demikian hipotesis ketiga diterima. Di sisi lain, nilai koefisien
diterminasi sebesar 0,205 yang menjelaskan kekuatan hubungan
antara gaya kepemimpinan dan komitmen kerja, dengan kinerja
pejabat Eselon IV pada Pemerintah Kabupaten Sarolangun sebesar
20,5%. Kenyataan ini menginformasikan bahwa masih banyak
variabel lainnya sebesar 79,5% yang berperan dalam menjelaskan
kinerja pejabat. Berikut disajikan rangkuman hasil Analisis Korelasi
ganda dan uji keberartian pada Tabel 3.13 berikut ini :
Tabel 3.13. Hasil Analisis Hubungan antara Gaya Kepemimpinan (X�) dan Komitmen Kerja (X�) secara bersama-sama dengan Kinerja Pejabat
R�.� R� F���� F ��� (α =
0,05)
0,453 0,205 4,77 0,14
Syarat signifikan :F���� > F ���
Pada Tabel di atas didapat harga F���� sebesar 4,77 yang
lebih besar dari f (tab) sebesar 0,014. Hal ini menunjukkan bahwa
hubungan dari gaya kepemimpinan dan komitmen kerja secara
bersama-sama dengan kinerja pejabat sangat signifikan. Kekuatan
hubungan dari gaya kepemimpinan dan komitmen kerja dengan
kinerja pejabat sebesar 205. Hasil analisis ini juga menunjukkan
bahwa koefisen determinasi sebesar 20,5% dan simpangan baku
9,123. Hal ini berarti bahwa hubungan gaya kepemimpinan dan
komitmen kerja secara bersama-sama memberi kekuatan terhadap
kinerja pejabat adalah sebesar 20,5%. Dengan demikian pengujian
hipotesis ketiga ini, yakni terdapat hubungan yang signifikansi
secara positif antara gaya kepemimpinan dan komitmen kerja
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
71
pejabat secara bersama-sama terhadap kinerja pejabat Esselon IV
Pemerintah Kabupaten Sarolangun adalah diterima.
4. Hubungan Variabel Bebas dengan Variabel Terikat Secara
Parsial
Untuk mengetahui korelasi parsial dari masing-masing
variabel bebas perlu dikontrol atau dikendalikan salah satu
variabel bebasnya. Dalam hal ini teknik analisis yang digunakan
adalah analisis korelasi parsial, hasilnya dapat dilihat pada Tabel
3.14 berikut.
Tabel 3.14. Rangkuman Perhitungan Korelasi Parsial
Korelasi r r� t����
t ���
Keterangan Α =
0,05
r1�.� 0,4309 0,18567 4,6051 2,021 Signifikan
r1�.� 0,1021 0,10424 0,6916 2,021 Tidak
Signifikan
Signifikan : t���� > t ��� tidak signifikan : t���� > t ���
Tabel di atas memperlihatkan bahwa korelasi parsial yang
terjadi antara X� dengan Y bila X� dalam keadaan konstan (r2�.�) =
0,4309 dan koefisien determinasinya adalah 0,18567. Hal ini
berarti gaya kepemimpinan memiliki hubungan dengan kinerja
pejabat sebesar 18,57% apabila komitmen kerja dalam keadaan
konstan. Sedangkan korelasi parsial yang terjadi antara X� dengan
Y bila X� dalam keadaan konstan (r2�.�) = 0,1021 dan koefisien
determinasinya adalah 0,10424. Hal ini berarti komitmen kerja
memiliki hubungan dengan kinerja pejabat sebesar 10,42% apabila
gaya kepemimpinan pejabat dalam keadaan konstan.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
72
Hasil kekuatan hubungan parsial ini menunjukkan bahwa
variasi yang terjadi pada kinerja pejabat diprediksi atau diramalkan
sesuai dengan penghitungan sebesar 18,57%, disebabkan gaya
kepemimpinan dan sebesar 10,42% karena pengaruh komitmen
kerja. Jika kekuatan hubungan parsial ini dijumlahkan diproleh
hasil sebesar 29%, sedangkan korelasi X� dan X� dengan Y sebesar
22,1%. Terjadinya selisih sebesar 6,9%, hal ini disebabkan pada
saat dilakukan korelasi variabel X� dengan Y variabel X� tidak
kontrol. Demikian juga sebaliknya pada saat dilakukan korelasi
variabel X� dengan Y variabel X� tidak dikontrol.
D. Temuan Penelitian Pengukuran Kinerja
Hubungan positif antara variabel bebas dengan variabel
terkait apabila dilihat dari regresi, maka hubungan tersebut
merupakan hubungan fungsional, dalam hal ini kinerja pejabat
terbentuk sebagai hasil dari bekerjanya fungsi gaya kepemimpinan
pejabat dan komitmen kerja. Adanya hubungan fungsional antara
gaya kepemimpinan pejabat dengan kinerja pejabat fungsional
antara gaya kepemimpinan pejabat dengan kinerja pejabat
memberikan arti bahwa semakin tinggi intensitas gaya
kepemimpinan, maka akan semakin baik kinerja pejabat. Hal yang
sebaliknya akan terjadi apabila semakin rendah atau semakin
negatif intensitas gaya kepemimpinan pejabat, maka akan semakin
rendah tingkat kinerja pejabat.
Terkait hubungan komitmen kerja dengan kinerja pejabat,
walaupun tidak berkorelasi positif dan signifikan, tetapi masih
memberikan kontribusi terhadap kinerja pejabat. Seyogyanya
memang semakin tinggi komitmen kerja akan semakin baik kinerja
yang ditunjukkan.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
73
Dengan mengetahui koefisien determinasi dari koefisien
korelasi antar gaya kepemimpinan pejabat dengan kinerja pejabat,
dapat diketahui bahwa sampai sejauh mana persentase kinerja
pejabat dapat dijelaskan melalui varians yang terjadi pada variabel
gaya kepemimpinan pejabat. Hasil yang diperoleh untuk koefisien
determinasi dari korelasi antar gaya kepemimpinan pejabat dengan
kinerja pejabat adalah sebesar 0,198. Hal ini berarti 19,8% kinerja
pejabat merupakan hasil dari bekerjanya gaya kepemimpinan
pejabat.
Koefisien determinasi dari hubungan antara komitmen kerja
dengan kinerja pejabat adalah 0,023. Hal ini berarti bahwa
komitmen kerja pejabat mempunyai nilai sebesar 2,3% terhadap
terciptanya kinerja pejabat.
Koefisien korelasi ganda antara variabel gaya kepemimpinan
pejabat dan komitmen kerja secara bersama-sama dengan kinerja
pejabat adalah 0,453. Sedangkan koefisien determinasi untuk
korelasi ganda adalah 0,205. Hal ini dapat dikatakan bahwa 20,5%
kinerja pejabat dapat dijelaskan oleh bekerjanya secara bersama-
sama antara gaya kepemimpinan dan komitmen kerja.
Kecenderungan yang dapat dilihat dari hasil penelitian ini
adalah adanya peningkatan kekuatan hubungan antar variabel
bebas dengan variabel terikat. Tingkat kuatnya hubungan antara
komitmen kerja dengan kinerja pejabat merupakan tingkat
hubungan yang paling rendah yaitu sebesar 2,3%, sedangkan
tingkat hubungan gaya kepemimpinan dengan kinerja pejabat
sebesar 19,8%, dan tingkat hubungan ganda atau kedua faktor
tersebut bekerja secara bersama-sama menghasilkan tingkat
hubungan sebesar 20,5%. Kecenderungan yang ditemukan dalam
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
74
penelitian ini menandakan bahwa gaya kepemimpinan merupakan
faktor utama untuk menghasilkan kinerja pejabat.
Hal yang menarik adalah apabila gaya kepemimpinan pejabat
dan komitmen kerja bekerja secara bersama-sama, maka tingkat
kinerja pejabat lebih tinggi dibanding dengan hanya hubungan
antara gaya kepemimpinan dengan kinerja pejabat atau hanya
hubungan antar komitmen kerja dengan kinerja pejabat. Hasil
perhitungan data memperlihatkan bahwa masih ada variabel
lainnya sebesar 79,5% yang dapat menjelaskan kinerja pejabat.
Atas dasar tersebut, maka untuk peningkatan kinerja pejabat
diperlukan beberapa faktor yang saling menunjang sehingga
kinerja pejabat akan dapat lebih optimal.
Berkerjanya beberapa faktor tersebut membutuhkan kondisi
yang menunjang, sehingga dapat menghasilkan kinerja pejabat
yang lebih optimal. Kondisi yang perlu diperhatikan adalah
kemampuan pimpinan dalam memperhatikan tingkat kematangan
pejabat dalam menjalankan pendelegasian atau melaksanakan
instruksi tugas sesuai dengan aturan kerja yang ada dan standar
kerja yang sudah ditetapkan.
Pimpinan satuan kerja dalam menerapkan gaya
kepemimpinan harus mampu memanfaatkan situasi yang cocok
sehingga dapat meningkatkan kinerja pejabat. Apabila
dihubungkan dengan kondisi psikologis pejabat, maka penerapan
gaya kepemimpinan pejabat yang sesuai dengan situasi psikologi
pejabat, maka akan sangat bermanfaat dalam mendorong
komitmen kerja. Moment komitmen kerja yang sedang meningkat,
apabila didorong dengan gaya kepemimpinan yang berorientasi
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
75
hubungan, maka akan menghasilkan kinerja pejabat yang lebih
optimal.
Dalam penelitian ini seseorang pimpinan yang menerapkan
orientasi hubungan yang sesuai dengan situasi dan kondisi
psikologis pejabat, maka sistem pengendalian, pengawasan,
penggerakan, pengarahan, pengkoordinasian, pendelegasian tugas,
terhadap pejabat akan terlaksana lebih efektif. Efektivitas hasil
program kerja pejabat merupakan salah satu bentuk ukuran kinerja
pejabat yang optimal.
Orientasi hubungan yang diterapkan oleh pimpinan terhadap
pejabat dapat berbentuk pemberian penghargaan atau hukuman,
pembinaan hubungan yang harmonis dengan pejabat, membantu
kebutuhan-kebutuhan pejabat dengan menciptakan lingkungan
kerja, yang mendorong peningkatan kinerja pejabat. Orientasi
hubungan yang diterapkan oleh pimpinan satuan kerja dapat
dikatakan suatu bentuk pemberian komitmen terhadap pejabat
sehingga optimal dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
Dalam hubungannya dengan komitmen kerja, pertumbuhan
karier seseorang sangat dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan. Oleh
karena konteks penelitian ini adalah pejabat dilingkungan instansi
pemerintah kabupaten Sarolangun, maka pejabat esselon IV yang
mempunyai komitmen tinggi terhadap tugas atau pekerjaan,
diperkirakan akan meningkatkan kinerjanya. Komitmen kerja
pejabat yang menunjukkan sikap mental terhadap suatu tugas
terpengaruhi langsung terhadap kinerja pejabat.
Komitmen kerja pejabat yang bersal dari dalam diri pejabat
biasa terjadi karena adanya dorongan dari dalam diri pejabat
tersebut untuk memenuhi beberapa jenis kebutuhan, seperti
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
76
kebutuhan psikologis sampai kebutuhan terhadap aktualisasi diri.
Perpaduan antara motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik akan
mampu mendorong kinerja pejabat secara optimal.
Dalam penelitian ini, aspek kepemimpinan pejabat secara
garis besar dapat dikatagorikan dalam gaya kepemimpinan. Dengan
merujuk pada instrument penelitian, indikator penelitian ini
dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu : 1) tugas
kepemimpinan dan 2) hubungan kepemimpinan.
Memperhatikan nilai koefisien korelasi komitmen kerja,
dengan kinerja pejabat yang lebih rendah dari pada koefisien
korelasi antara gaya kepemimpinan pejabat dengan kinerjanya,
dapat diprediksi bahwa komitmen kerja pejabat berada dalam
kondisi yang belum optimal, sehingga berdasarkan hasil penelitian
ini, tingkat korelasi komitmen kerja pejabat dengan kinerjanya
lebih rendah hasilnya bila dibandingkan dengan gaya
kepemimpinan pejabat. Hal ini disebabkan oleh berbagai
kemungkinan antara lain adanya pejabat yang belum melaksanakan
tugas pokok dan fungsi sebagaimana kewenangan yang diberikan,
dampak wilayah yang baru, yang sangat terbatas personil dan
kemampuan serta masih mencari format baru dari bentuk-bentuk
aksi yang akan dilaksanakan dan besarnya tanggung jawab yang
diberikan, tetapi kemampuan terbatas meskipun tekad dan
semangat untuk melaksanakan visi dan misi daerah tetap tinggi.
Hal ini menjadi catatan penting mengapa gaya kepemimpinan
mempunyai kekuatan hubungan yang lebih besar dengan kinerja
pejabat bila dibandingkan dengan komitmen kerja pejabat.
Dalam pembahasan ini, gaya kepemimpinan pejabat dapat
dianggap mempunyai kekuatan hubungan yang besar dengan
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
77
kinerja pejabat. Hal ini disebabkan pejabat dalam menjalankan
perannya dapat diasumsikan telah optimal dalam hal : 1)
pemberian dorongan kerja; 2) pemberian tanggung jawab terhadap
tugas/pekerjaan.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
78
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
Kinerja yang baik akan tercermin
dari rasa puas yang ditandai dengan
adanya produktivitas dan adanya
kepuasan dalam melaksanakan
pekerjaan dengan lebih baik.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
79
Kinerja yang baik akan tercermin
puas yang ditandai dengan
adanya produktivitas dan adanya
kepuasan dalam melaksanakan
pekerjaan dengan lebih baik.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
80
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
81
Bagian Keempat
KESIMPUAN,IMPLIKASI DAN
STRATEGI PENGEMBANGAN
KINERJA
KEMAMPUAN seorang pejabat membuat kebijakan bersama
dalam rangka tugas-tugas yang dilaksanakan berhubungan dengan
pencapaian tujuan, berdampak pada pemahaman staf akan
pencapaian target kinerja. Staf yang menjalankan tugas-tugasnya
membutuhkan motivasi terhadap penyelesaian tugas-tugas
tersebut, karenanya seorang pejabat di samping sebagai motivator
sekaligus dapat menerapkan gaya kepemimpinan yang berorintasi
terhadap hubungan timbal balik antara pimpinan dan bawahan.
A. Kesimpulan Penelitian Pengukuran Kinerja
Berdasarkan hasil pembahasan sebelumnya, dapat
disimpulkan sebagai berikut :
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
82
1. Terdapat hubungan positif yang signifikan antara gaya
kepemimpinan pejabat dengan kinerjanya, artinya makin
demokratis gaya kepemimpinan pejabat, maka kinerja
pejabat akan makin baik. Kekuatan hubungan yang
diberikan oleh gaya kepemimpinan seorang pejabat
terhadap kinerjanya ditunjukkan dengan r� = 0,1977, dan
r2� = 0,444, persamaan regresi Ŷ = 38,818 + 0,322X�.
2. Tidak terdapat hubungan positif yang signifikan antara
komitmen kerja pejabat dengan kinerjanya, namun demikian
walaupun tidak berkorelasi positif dan signifikan, tetapi
masih memberikan kontribusi sebagaimana ditunjukkan
dengan kekuatan hubungan yang diberikan oleh komitmen
kerja seorang pejabat terhadap kinerjanya ditunjukkan
dengan r� = 0,024, dan r2� = 0,157, persamaan regresi Ŷ =
66,415 + 0,1331X�.
3. Terdapat hubungan positif yang signifikan antara gaya
kepemimpinan dan komitmen kerja pejabat secara bersama-
sama dengan kinerjanya, artinya bahwa keterpaduan antara
gaya kepemimpinan pejabat secara bersama-sama dengan
komitmen kerja pejabat akan menghasilkan kinerja pejabat
yang lebih baik yang ditunjukkan dengan r� = 0,206 dengan
r2�.� = 0,454 dan persamaan regresi Ŷ = 29,739 + 0,312X� +
0,078X�.
B. Implikasi Hasil Penelitian
Penelitian ini pada dasarnya untuk memahami hubungan gaya
kepemimpinan dan komitmen kerja dalam kaitannya dengan
kinerja pejabat. Berdasarkan data yang diperoleh, tampak bahwa
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
83
gaya kepemimpinan dapat meningkatkan kinerja pejabat, tetapi
komitmen kerja dalam penelitian ini tidak mempengaruhi kinerja
pejabat, dengan kata lain belum tentu dengan adanya komitmen
kerja akan berarti kinerja pejabat akan lebih baik.
Adanya tekad yang kuat untuk melaksanakan pekerjaan tanpa
diiringi dengan pelaksanaan tugas, maka komitmen dalam
melaksanakan tugas tidak akan mempengaruhi kinerja. Tetapi
dengan semangat komitmen kerja yang dimiliki, apabila didorong
dengan gaya kepemimpinan yang berorientasi hubungan dan
sesuai dengan situasi, akan menghasilkan kinerja pejabat yang
lebih optimal. Kinerja yang baik akan tercermin dari rasa puas yang
ditandai dengan adanya produktivitas dan adanya kepuasan dalam
melaksanakan pekerjaan dengan lebih baik.
Berkaitan dengan makna yang terkandung dengan gaya
kepemimpinan merupakan suatu yang mendasari sikap seorang
pejabat dalam memotivasi staf untuk peningkatan kinerja.
Kemampuan seorang pejabat membuat kebijakan bersama dalam
rangka tugas-tugas yang dilaksanakan berhubungan dengan
pencapaian tujuan berdampak pada pemahaman staf akan
pencapaian target kinerja. Staf yang menjalankan tugas-tugasnya
membutuhkan motivasi terhadap penyelesaian tugas-tugas
tersebut, karenanya seorang pejabat di samping sebagai motivator
sekaligus dapat menerapkan gaya kepemimpinan yang berorintasi
terhadap hubungan timbal balik antara pimpinan dan bawahan.
C. Strategi Pengembangan Kinerja
Selanjutnya perlu dilakukan intensitas penerapan Gaya
Kepemimpinan dan upaya peningkatan Komitmen Kerja dalam
rangka peningkatan kinerja pejabat sebagai berikut :
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
84
1. Intensitas Penerapan Gaya Kepemimpinan Pejabat dalam
Hubungan dengan Kinerja Pejabat.
Interaksi antara staf dengan pimpinan merupakan suatu
proses, dalam hal ini kepala satuan kerja memainkan peranan
sebagai pemimpin dan pejabat sebagai staf yang menjalankan
tugas yang berhubungan dengan tugas sehari-hari. Tujuan yang
ingin dicapai dalam interaksi tersebut adalah terlaksananya
tugas sehari-hari yang mampu menghasilkan pekerjaan yang
bermutu. Untuk mencapai tujuan tersebut kepala satuan kerja
bekerja sama dengan pejabat secara bersama-sama dalam
merealisaikan program kerja yang sesuai dengan tugas dan
fungsinya masing-masing secara terintegrasi, sehingga
pencapaian tujuan yang telah direncanakan, selain merupakan
prestasi kerja instansi sekaligus juga manifestasi prestasi
individu pelaksana tugas sesuai dengan fungsinya masing-
masing.
Sehubungan dengan pejabat adalah ujung tombak dalam
tugas sehari-hari, maka dorongan terhadap pencapian kinerja
pejabat yang optimal sangat penting untuk
ditumbuhkembangkan.
Untuk lebih mengoptimalkan kinerja pejabat, faktor gaya
kepemimpinan kepala satuan kerja merupakan salah satu unsur
penting. Gaya kepemimpinan tersebut berimplikasi terhadap
hubungan timbal balik antara pejabat dengan kepala satuan
kerja, dalam bentuk pemberian instruksi tugas dan
pemotivasian terhadap pejabat, sehingga pejabat berhasil
mencapai target sasaran tugas yang ditetapkan.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
85
Pejabat yang melaksanakan tugas tanpa didukung
pengetahuan yang cukup, keterampilan yang memadai,
motivasi, dan keyakinan pejabat dalam menjalankan tugas,
maka intensitas dan kemampuan kepala satuan kerja dalam
menerapkan gaya kepemimpinan yang didasarkan situasi, tidak
akan mengalami keberhasilan. Untuk mengantisipasi hal
tersebut, maka kepala satuan kerja harus mampu
mengantisipasi keadaan pejabat dengan mengadakan evaluasi
terhadap kinerja masing-masing pejabat. Hasil evaluasi tersebut
dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk mengambil
keputusan dan kebijakan apa yang terbaik untuk pejabat,
sehingga kinerja terwujud dengan baik.
Ada beberapa model kebijakan yang bisa diterapkan
terhadap masing-masing pejabat, yaitu (1) meningkatkan
pengetahuan masing-masing pejabat, seperti peningkatan latar
belakang pendidikan pejabat: (2) mengadakan pelatihan
terhadap pejabat yang mempunyai keterampilan dan
kemampuan kerja yang belum memadai, sehingga dengan
pelatihan yang diikuti oleh pejabat tersebut dapat
meningkatkan kinerjanya; (3) kepala satuan kerja dapat
mendorong pejabat untuk melaksanakan tugasnya dengan baik,
seperti dengan pemberian motivasi dan pemenuhan kebutuhan
pejabat terhadap hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan
dan kepribadiannya.
Selain itu, keseimbangan kepala satuan kerja dalam
memerankan perannya sebagai pemimpin merupakan syarat
lain yang mampu memacu semangat kerja pejabat. Pejabat yang
bekerja penuh dengan semangat dapat dikatakan bahwa pejabat
memilki komitmen kerja yang optimal, sehingga yang menjadi
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
86
bahan pertimbangan adalah bagaimanan kepala satuan kerja
dapat mempertahankan semangat kerja pejabat yang sudah
terbentuk dengan menerapkan sistem manajemen yang sudah
ada secara efektif dan efisien.
Sehubungan dengan gaya kepemimpinan kepala satuan
kerja yang berorientasi hubungan, maka kepala satuan kerja
dituntut untuk memperbaiki kemampuan manajerialnya
sehingga intruksi tugas dan pendelegasian tugas yang diberikan
kepada pejabat tetap berada dalam kerangka manajemen yang
sesuai dengan pekerjaan yang sedang dihadapi.
2. Upaya Peningkatan Komitmen Kerja dalam Hubungannya
dengan Kinerja Pejabat
Upaya peningkatan komitmen kerja dalam rangka
meningkatkan kinerja pejabat sangat erat kaitannya dengan
sikap yang tepat dan penuh tanggung jawab. Komitmen tidak
terlepas dari tanggung jawab. Pejabat yang komit berarti
melakukan, menjalankan tugas, berbuat dengan sungguh-
sungguh dan penuh tanggung jawab. Para pejabat dalam
mengemban tugas perlu memiliki komitmen kerja sehingga
dalam setiap perilakunya selalu menunjukkan sikap yang
konsisten terhadap tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
Setiap pemegang jabatan struktural, sebelum diaktifkan
menduduki jabatan tersebut terlebih dahulu mereka diangkat
sumpah/janji jabatan oleh atasan atau pejabat lain yang
berwenang melantik dan mengangkat sumpah jabatan menurut
agama yang dianutnya. Namun hal itu nampaknya ada
kecenderungan bahwa sumpah jabatan dilihat dari segi yuridis
formal dan segi legalitas hanya merupakan kegiatan seremonial.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
87
Berbeda dengan apa yang diartikan dengan komitmen;
berjanji/bersumpah di hadapan orang lain dan terhadap orang
atau oknum di luar diri individu, jauh lebih mudah
mengingkarinya atau mengelabuinya dibanding dengan berjanji
terhadap diri sendiri.
Komitmen kerja pejabat mesti dipenuhi sehubungan
dengan pemenuhan kebutuhan tentang pekerjaan dapat
berbentuk penciptaan lingkungan kerja yang kondusif, kondisi
kerja yang nyaman, sarana berafiliasi dan bersosialisasi,
hubungan yang harmonis dengan sesama teman sekerja, adanya
peluang untuk meningkatkan prestasi kerja, adanya
kesempatan untuk dapat mewujudkan aktualisasi dirinya
sebagai seorang pejabat. Selain itu, dalam proses menjalankan
tugas, peran pejabat juga dikaitkan dengan beberapa unsur
penting lainnya seperti kebijakan organisasi.
Faktor ini juga ikut menetukan terhadap komitmen kerja
pejabat. Kebijakan organisasi yang tidak memadai terhadap
kebutuhan akan kelancaran tugas khususnya pelaksanaan
kegiatan kerja, akan membuat pejabat terjerumus pada tingkat
komitmen kerja yang rendah, dan pejabat akan mengalami
frustasi dalam menjalankan tugasnya. Frustasi kerja yang
dialami pejabat akan mempengaruhi terhadap prestasi
kerjanya, sehingga kerap ditemukan pejabat yang absen, malas
kerja, dan bekerja di bawah standar. Keadaan ini akan lebih
diperburuk bila iklim kerja dilingkungan kantor tidak
menyenangkan.
Lingkungan kerja yang kondusif seperti aman terhadap
kriminalitas, dan lingkungan masyarakat yang sangat
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
88
mendukung terhadap keberadaan suatu kantor perlu
diwujudkan oleh kepala satuan kerja dengan bekerja sama
dengan masyarakat sekitarnya, dengan demikian diharapkan
tumbuhnya komitmen kerja pejabat yang lebih baik.
Sarana berafiliasi dan bersosialisasi perlu diwujudkan oleh
kepala satuan kerja sehingga sarana tersebut dapat membantu
pejabat dalam mendapatkan ide dan inspirasi dalam
mengembangkan karirnya. Sarana berafiliasi tersebut
diharapkan juga mampu meningkatkan kemesraan hubungan
antar pejabat. Hubungan yang harmonis tersebut merupakan
salah satu modal untuk menciptakan kondisi kerja yang
menyenangkan. Kedaan tersebut diharapkan berdampak pada
peningktan komitmen kerja pejabat.
Dalam bekerja pejabat mendambakan tingkat
kesejahteraan yang layak. Untuk pendapatan yang diterimanya
dari pekerjaannya sepantasnya dibayarkan dengan imbalan
yang layak. Kelayakan pendapatan pejabat harus menjadi
perhatian khusus bagi suatu instansi atau pemerintah.
D. Saran Pengembangan
1. Saran Untuk Pajabat
a. Pejabat ataupun Kepala satuan kerja dalam menerapkan
gaya kepemimpinan yang sesuai dengan situasinya perlu
ditingkatkan kemampuannya, untuk itu perlu adanya
pelatihan yang terjadwal terhadap peningkatan kemampuan
seorang pemimpin terhadap hal tersebut. Selanjutnya dalam
menjalankan fungsi-fungsi manajemen, harus bersikap
konsisten agar tidak menimbulkan keraguan serta menjaga
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
89
Keharmonisan hubungan kerja kepada semua pihak yang
terkait.
b. Pejabat yang terpenuhi kebutuhannya yang menyangkut
dengan aspek pekerjaan, seyogyanya lebih meningkatkan
kinerjanya, demi tercapainya tujuan pekerjaan yang
berkualitas. Meskipun belum terpenuhi beberapa kebutuhan
yang menyangkut peningkatan kinerja, pejabat diharapkan
tetap mempunyai dedikasi yang tinggi dalam menjalankan
tugasnya dan Pejabat sedapat mungkin proaktif dalam
meningkatkan kompetensinya melalui pendidikan formal
dan diklat-diklat atau pelatihan.
2. Saran untuk Dinas/Instansi
a. Pihak terkait yaitu Dinas/Instansi harus berusaha
memberikan pendapatan yang layak serta dapat
melaksnakan sistem reward dan punishment secara adil
dan proporsonal.
b. Membuat sistem penilaian kinerja pejabat yang
memenuhi standar, sehingga dari sistem penilaian
tersebut diperoleh masukan untuk membuat kebajikan
yang memadai dalam meningkatkan kinerja pejabat.
c. Memberikan kesempatan kepada pejabat untuk dapat
meningkatkan pedidikannya ke tingkat yang lebih tinggi.
d. Melaksanakan diklat untuk meningkatkan kompetensi
pejabat.
3. Saran untuk Penelitian Lanjutan
Karena keterbatasan pelaksanaan penelitian, yang
memungkinkan dapat mengurangi kesempurnaan tulisan ini,
maka penelitian lanjutan yang dapat dilakukan oleh peniliti
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
90
lain dalam hubungannyan dengan kinerja pejabat antara lain
melihat hubungan antara kemampuan pejabat dalam
beradaptasi terhadap perubahan kebijakan dan realisasi
sistem karir dengan kinerja pejabat.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
91
DAFTAR PUSTAKA
Achmad S. Ruky . Sistem Manajemen Kinerja. Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2002
Anom. Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah. Jakarta : LAN RI, 1999.
Anom. MOW Internataional Research Team ; The Meaning of
Working. London: Academic Inc, 1987.
Anom. PP RI No. 99 2000 tentang Kenaikan Pangkat PNS.
Sarolangun: Bagian Organisasi Setda Kabupaten
Sarolangun, 2001.
Anom. Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara,
Jakarta: Menpan RI, Prestasi Pustaka, 2002.
Anthony, Andrew., Curriculum Design and Development USA:
Harcourt Barce Jovanovich, Inc, 1980.
Bailey, John E., John R. Schermerhorn, Jr, James G. Hunt, Richard
N. Osborn. Managing Organizational Behavior.
Singapore: John Wiley and Sons Inc., 1986.
Baron, Reuben M. dan William G. Graziano. Social Psychology.
Orlando: Hill, Rinehart and Winston, Inc, 1991.
lumberg, Herbert H. small Group and Social Instruction.
Hampshire: John Wiley and Sosns, 1983.
Briggs, Leslie J. Instructional Design, Principles and Applications.
New Jersey: Englewood Cliffs, 1979.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
92
Cox. Frank D. Human Intimacy: Marriage, The Family and Its
Meaning. Minnesota: West Publishing Co, 1984.
Cushway, Barry. Manajemen Sumber Daya Manusia,
terjemmahan : Paloepi Tyas Rahadjeng Jakarta: Elex
Media Komputindo, 1996.
Dale, Timpe A. Managing People : The Art and Science of Business
management. New York : Kend Publishing, 1988.
Davies, K. Ivor. Instructional Technique USA: McGraw-Hill, 1981.
Deddy S. Bratakusumah. Kajian Manajemen Strategis : Modul
Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinana Tk.II
(Diklatpim Tk.II), Buku 2, Pusdiklatspimnas LAN,
Jakarta, 2002.
Ermaya Suradinata. Pemimpin dan Kepemimpinan
Pemerintahan, Jakarta: PT. Gramedia, 1987.
_________________. Manajemen Pemerintahan dalam Ilmu
Pemerintahan. Jakarta: PT. Vidcodata, 2002
Gibson, James L., John M/ Ivacevich dan James H. Donnely.
Organisasi dan Manajemen, terjemahan Djoerban
Wahid. Jakarta: Erlangga, 1997.
Hasenstab, M. Suzanne and Joan Laughton. Reading, Writing, and
the Exceptional Child: A Psycho-socio-linguistic
Approach London: An Aspen Publication, 1982
Guest, Robert., Paul Hersey, Kenneth Blanchard. Management Of
Organizational Behavior: Utilizing Human Resource.
New Jersey: Prentice Hall, Inc, 1996.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
93
Hilman Nugroho, Kualitas Kerja. Jakarta: Program Pascasarjana
UNJ, 2002.
J. Salusu. Pengambilan Keputusan Stratejik, untuk Organisasi
Publik dan Organisasi Non Profit. Jakarta : Grasindo,
1986.
Law. Sue dan Derek Glover. Educational Leadership and
Learning : Practice, Policy and Research. Philadelphia:
Open University Press, 2000.
Lendy, frank J. dan James L.Farr. The Measurement of Work
Performance, Methods Theory and Applications.
Colifornia: Press.Inc, 1983.
Lews, Ralp G. Total Quality in Higher Education. USA: St. Lucie
Press, 1994.
Nanus, Burt. Kepemimpinan Visioner. Jakarta: Penhallindo, 2001.
Mukhtar. Merambah Manajemen Baru Pendidikan Tinggi Islam
Jakarta, Misaka Galiza, 2003.
Mukhtar dan Widodo Suprapto, Manajemen Berbasis Sekolah
Jakarta, Fifamas, 2001.
Nelson, Bob. Menjadi Manajer Provokatif, Alih Bahasa
Sudarmadji Jakarta: Prestasi Pustaka, Publisher, 2002.
Pace, Wayne R., dan Don F. Faules. Komunikasi Organiasi
Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan. Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2002.
Pepper, Gerald L. Communicatingn in Organizations, A Curtural
Approach. Singapore: McGraw-Hill Book Co, 1995.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
94
Oskamp, Stuart. Attitudes and Opinions USA : Prentice Hall,
Englewood Cliffs New Jersey, 1991.
Robbins, Stephen P. Organizational Behavior. USA: Prentice Hall,
Inc, 1996.
Rothwell. William J. Mastering Instructional Design Process a
Systematic Approach. San Francisco: Jossey Bass
Publisher, 1992
Schlechty, Philip C. Invinting Better Schools An Action Plan for
Educational Reform California: Publisher, Jossey-Bass
Inc, 1997.
Schermerhorn, R. John. Management for Productivity
Canada:John Wiley & Sons, Inc, 1986.
Schermerhorn. Jr, John R., James G. Hunt, Richard N. Osborn.
Managing Organizational Behavior. New York: John
Wiley and Sons, Inc, 1991.
Sellin, F. Donald and W. Jack Birch. Psychoeducational
Development of Gifted and Talented Learners USA:
Aspen Systems Corporation, 1981.
Sondang P. Organisasi Kepemimpinan dan PerilakuAdministrasi.
Jakarta: Gunung Agung, 1995.
Steers, Richard M. dan Lyman W. Porter. Motivatian and Work
Behavior. Singapore: McGraw-Hill Co., 1991
Sutarto. Dasar Kepemimpinan Administrasi. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press, 1998.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
95
Taliziduhu Ndraha. Ilmu Pemerintahan. Jakarta: Bidang Kajian
Utama (BKU) Ilmu Pemerintahan (IP) Kerjasama IIP-
UNPAD, 2000.
___________________. Pengantar Teori Pengembangan Sumber Daya
Manusia. Jakarta: Rineka Cipta, 1999.
Wiggins, James A., Baverly B. Wiggins dan James Vander Zanden,
Social Psychology, United Stated of America: McGraw-
Hill, Inc, 1994.
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
96
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
Biodata Penulis
Syamsul
Sarolan
1958, a
pasanga
Hj. S
Hilimiya
dua put
Rahmiyana Puji Lestari, kedua
putra bernama Wildan Fadel
1971 di Jambi, SMP tahun 1974 di
(sekarang SMA Neg. V) tahun 1977
Universitas Jambi Program
Pembangunan tahun 1987. P
Master of Business Administr
1996-1997 di selenggarakan o
Luther Indonesia (IMJI), pada
kesempatan izin belajar untuk
Pascasarjana Magister Pend
Pendidikan Universitas Pakuan,
juga dengan izin belajar,
Manajemen Pendidikan pada
Universitas Pakuan Bogor, dan menyelesaikan Program Doktor/s3
pada Oktober 2016.
Pernah aktif di organisasi
tercatat sebagai Ketua Umum
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
97
ul Huda, lahir di Desa Ma. Cuban,
ngun, Jambi tanggal 18 Desember
anak pertama dari dua bersaudara
an Ayah H. Yunus (Alm) dan Ibu
Syarifah (Almh). beristerikan
ah dan dikaruniai tiga orang anak
tri dan satu putra, sulung bernama
dua Sandriana Dwityananda dan ketiga,
Mursidan. Menamatkan SD Tahun
1974 di Jambi dan SMPP 48 Jambi
1977 di Jambi, lulus Sarjana Ekonomi
Studi Ilmu Ekonomi dan Studi
Penulis pernah mengikuti Program
ration (MBA) Sistem Modul, kurun
n oleh Institute of Management John
da tahun 2002 penulis mendapat
k melanjutkan pendidikan Program
ndidikan (S2) jurusan Manajemen
n, Bogor dan semenjak Tahun 2012
melanjutkan S3 Program Studi
da Perguruan Tinggi yang sama di
dan menyelesaikan Program Doktor/s3
kemahasiswaan dan kepemudaan
um HMI Cabang Jambi periode
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
98
1985/1986 dan 1986/1987, Wakil Ketua KNPI Provinsi Jambi
1988/1990 dan sebagai Wakil Ketua PDK Kosgoro Provinsi Jambi
1990/1995, Ketua Generasi Muda Kosgoro Propinsi Jambi
1992/1996, Ketua Umum ICMI ORSAT Sarolangun 2001/2015.
Sebagai Aparatur Sipil Negara, beberapa penjenjangan
pendidikan jabatan yang pernah diikuti ialah Diklat Adumla Tahun
1997, Diklat Spama Tahun 1998 dan Diklatpimnas (Spamen)
Tahun 2003, dalam kurun waktu berkarir sebagai abdi Negara
beberapa tanda kehormatan pernah diraih diantaranya Tanda
Kehormatan SATYALANCANA KARYA SATYA XX Tahun, dan
SATYALANCANA KARYA SATYA XXX Tahun dari Presiden RI, Tanda
Penghargaan Lencana Pancawarsa IV dari Kwarda Gerakan
Pramuka Prov. Jambi Tahun 2007, Sertifikat ESQ Leadership Center
(1008-02024.0099) 22 – 24 Februari 2008. Tanda Penghargaan
LENCANA DARMA BAKTI, dari Kakwarnas Gerakan Pramuka, 2010.
Pengalaman ke Luar Negeri Malaysia, Singapura, Thailand, Study
Banding Rest Area, 2007, Singapura, Malaysia, Study Banding
Peningkatan Daya Saing Aparatur Kades, 2008. Pada 2008 ke
Mekah, Madinah dan Jedah melaksanakan Ibadah Umroh dan pada
2009 ke Mekah, Madinah dan Jedah melaksanakan Ibadah Haji.
Study Banding Antar Kampus ke College of International Cultural
Exchange Central China Normal University, Wuhan-Hubei-The
People’s Republik of China, 11 s/d 16 Nopember 2013.Penulis
pernah bekerja di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sarolangun
Jambi, selama menjadi Aparatur Sipil Negara, beberapa Jabatan di
amanahkan diantaranya sebagai Seksi membidangi urusan
Pembinaan di Dinas Transmigrasi dan PPH Kabupaten Batang Hari,
1995 – 1999 Ka Kakan Sospol Pemkab. Sarolangun Tahun 2000 –
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
99
2001, Kakan Kesbang dan Linmas Tahun 2001 – 2002, Kepala
Dinas Pariwisata Olah Raga dan Seni Budaya Kabupaten Sarolangun
Tahun 2002 – 2004, Kadis Kesejahteraan Sosial dan Kesatuan
Bangsa Perlindungan Masyarakat Tahun 2004 – 2006, Asisten
Ekbang Setda Kabupaten Sarolangun Tahun 2006 – 2011,
Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten
Sarolangun Tahun 2011 s. April 2015 dan April 2015 s.
Oktober 2016 menjabat sebagai Kepala Dinas Perikanan dan
peternakan Kab. Sarolangun. Sekarang Penulis bekerja sebagai
Dosen Tetap Prodi MPI, FITK UIN STS JAMBI
Di bidang pendidikan, dalam waktu yang bersamaan dengan masa
kedinasan Penulis menjadi tenaga pengajar Tidak Tetap (non
Widyaswara) pada Diklat-diklat Kepegawaian Pemkab Sarolangun
dan sekarang masih aktif sebagai Dosen Luar Biasa (DLB)
yayasan pada Perguruan Tinggi Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI)
Al-Ma’arif Sarolangun. Beberapa karya Ilmiah pernah di tulis
diantaranya ; Kinerja Pejabat Pemkab Sarolangun, Studi Korelasi
antara Gaya Kepemimpinan dan Komitmen Kerja dengan Kinerja
Pejabat (Tesis S2 Manajemen Pendidikan, UNPAK, Bogor, 2003).
Pendidikan dan Tantangan Global dalam menyiapkan Generasi
Berdaya Saing, Cetakan I, Mei 2015, ISBN : 978-602-236-8-3, Citra
Pustaka, Yogyakarta. Pendidikan Karakter Bangsa, dalam
perspektif perubahan Global (Makalah, diterbitkan dalam Jurnal
Media Akademika IAIN STS Jambi, Volume 27, No. 3, Juli 2012, ISSN :
1411-4707, Hubungan antara Efektivitas Pelatihan, Kecerdasan
Emosional dan Motivasi Kerja pada Alumni Diklat PIM IV di Kabupaten
Sarolangun, Studi Mixed Methods Sequential Explanatory Design
(Kombinasi Penelitian Kuantitatif dan Penelitian Kualitatif), Disertasi
Program Doktor, Univ. Pakuan, Bogor, 2016. Jurnal Internasional, The
PENGUKURAN KINERJA PEJABAT PEMERINTAH
100
Relationship of Training Effectiveness, Emotional Intelligence and Work
Motivation on Performance, International Journal of Managerial
Studies and Research (IJMSR) ; Volume 4, Issue 9, September 2016, pp
61-65, ISSN 2349-0330 (Print) & ISSN 2349-0349
(Online),http://dx.doi.org/10.20431/2349-0349.0409008, www.arcjournals.org.
***
101
t
Lampiran 1
Data Angket Kineria Peiabat (Y)
R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S SCALE
(ALPHA) Item-total
Statistics Scale Mean
Scale Variance
Corrected Item- Alpha
if Item if Item Total if Item Deleted Deleted Correlation Deleted
BUTIR1 108.7500 243,0395 .8311 .9525 BUTIR2 109.3500 244.7658 .6075 . 9544 BUTIR3 108.7500 246.4079 .5427 . 9550 BUTIR4 108.5000 251.3053 .4128 . 9561 BUTIR5 108.7000 251.1684 .4314 . 9559 BUTIR6 109.0500 240.6816 .8364 .9523 BUTIR7 108.6500 252.1342 .3876 .9563 BUTIR8 108.7500 251.1447 .5393 .9549 BUTIR9 108.8000 246.3789 . 6461 . 9540 BUTIR10 108.8000 248.5895 .6119 . 9543 BUTIR11 109.0000 245.0526 ,5283 . 9554 BUTIR12 108.8500 244.2395 .7577 . 9531 BUTIR13 109.1000 250.5158 .4799 .9554 BUTIR14 108.6500 248.2395 .5799 . 9545 BUTIR15 108.9500 238.3658 .8056 .9524 BUTIR16 108.7000 242.3263 .7730 . 9528 BUTIR17 108.4000 246.4632 .7698 . 9532 BUTIR18 109.0500 240.6816 .8364 . 9523 BUTIR19 108.8500 250.7658 .4863 . 9553 BUTIR20 109.0500 240.6816 .8364 .9523 BUTIR21 109.8500 264.4500 -.0596 .9600 BUTIR22 109.0500 240.6816 .8364 .9323 BUTIR23 109.0500 240.6816 .8364 . . 9523 BUTIR24 108.9500 238.3658 . 6056 . 9524 BUTIR25 109.0500 240.6816 . 6364 . 9523 BUTIR26 109.0500 240.6816 .6364 . 9523 BUTIR27 108.9500 238.3658 . 8056 . 9524 BUTIR28 108.9000 245.4632 .5801 .9547
Reliability N of Cases =
Coefficients 20.0
N of Items = 28
Alpha = .9556
102
Lampiran 2 ANALISIS VALIDASI DAN RELIABITAS
Data Agket Gaya Kepemimpinan (X1)
R E L IABILITY ANALYSIS - SCALE ALPHA)
Item-total Statistics
Scale Scale Corrected
Mean Variance Item- Alpha if Item if Item Total if Item Deleted Deleted Correlation Deleted
BUTIR1 174.1500 677.7132 .4628 .9640
BUTIR2 173.9500 678.5763 .5019 .9639
BUTIR3 174.4000 665.3053 .7470 .9630 BUTIR4 174.9500 681.1026 .2988 .9646
BUTIR5 174.2500 670.3026 .5695 .9636
BUTIR6 174.5000 663.9474 .6109 .9634
BUTIR7 174.5000 665.0000 .6293 .9633
BUTIR8 174.0500 667.5237 .6733 .9632
BUTIR9 174.4000 662.7789 .5736 .9636
BUTIR10 174.5000 658.2632 .8411 .9626
BUTIR11 174.1000 669.8842 .6818 .9633 BUTIR12 174.4000 672.0421 .5191 .9638
BUTIR13 174.5000 660.3684 .7331 .9629
BUTJR14 174.7500 662.4079 .7336 .9630
BUTIR15 174.2500 669.7763 .5825 .9635
BUTIR16 174.8000 665.1158 .4681 .9642
BUTIR17 174.5000 662.3684 .8095 .9628 BUTIR18 174.3500 670.7658 .6472 .9634
BUTIR19 175.2500 661.0395 .6125 .9634
BUTIR20 174.7500 667.6711 .5648 .9636
BUTIR21 174.9000 658.8316 .6854 .9631 BUTIR22 174.6000 658.5684 .7736 .9628
BUTIR23 174.9000 658.8316 .6854 .9631 BUTIR24 174.6500 666.2395 .5484 .9637
BUTIR25 174.9500 672.2605 .5085 .9638 BUTIR26 174.5500 661.2079 .7392 .9629
BUTIR27 174.3500 663.6079 .7050 .9631
BUTIR28 174.5500 661.2079 .7392 .9629
BUTIR29 176.4000 666.7789 .4154 .9646 BUTIR30 174.4000 661.8316 .5917 .9635
BUTIR31 174.6000 662.0421 .7497 .9629
103
BUTIR32 175.2500 673.6711 .3707 .9645
BUTIR33 174.6000 662.0421 .7497 .9629
BUTIR34 174.6100 657.5684 .5827 .9637 BUTIR35 174.9000 658.8316 .6854 .9631
BUTIR36 176.0000 660.4211 .4790 .9644
BUTIR37 174.5500 661.2079 .7392 .9629
BUTIR38 174.6000 662.0421 .7497 .9629
BUTIR39 174.6000 662.0421 .7497 .9629 BUTIR40 174.9000 658.8316 .6854 .9631
BUTIR41 175.4000 692.5684 .0231 .9658
BUTIR42 175.9500 673.5237 .4426 .96411
BUTIR43 175.9000 669.0421 .3518 .9651 BUTIR44 174.3000 666.4316 .7471 .9630
BUTIR45 174.6000 662.0421 .7497 .9629
BUTIR46 174.6000 662.0421 .7497 .9629
BUTIR47 174.9000 669.3579 .5042 .9639
Reliability Coefficients
N of Cases : = 20.0
N of Items = 47
Alpha = . 9642
104
Lampiran 3
Data Angket Komitmen Kerja (X2)
R E LR E LR E LR E LI A B I L I T YI A B I L I T YI A B I L I T YI A B I L I T Y
A N A L Y S I S A N A L Y S I S A N A L Y S I S A N A L Y S I S ----
S C A L ES C A L ES C A L ES C A L E
(A L P H A)(A L P H A)(A L P H A)(A L P H A)
ItemItemItemItem----totaltotaltotaltotal
StatisticsStatisticsStatisticsStatistics
ScaleScaleScaleScale ScaleScaleScaleScale CorrectedCorrectedCorrectedCorrected
MeanMeanMeanMean VarianceVarianceVarianceVariance ItemItemItemItem---- AlphaAlphaAlphaAlpha if Itemif Itemif Itemif Item if Itemif Itemif Itemif Item TotalTotalTotalTotal if Itemif Itemif Itemif Item
DeletedDeletedDeletedDeleted DeletedDeletedDeletedDeleted CorrelationCorrelationCorrelationCorrelation DeletedDeletedDeletedDeleted
BUTIR1 164.1000 387.5684 . 6980 .9523
BUTIR2 164.9500 396.5763 .2299 .9546
BUTIR3 164.3000 387.2737 .7329 . 9522 BUTIR4 164.6000 384.2526 . 6062 .9525
BUTIR5 164.2000 389.9579 .7112 .9524
BUTIR6 166.1500 383:5026 .4605 .9538
BUTIR7 164.8000 391.3263 . 3909 . 9537 BUTIR8 164.8000 388.2737 .4190 . 9537
BUTIR9 165.7500 390.0921 . 3784 .954 0
BUTIR10 1641000 387.5684 . 698u . 9523
BUTIR11 165.7000 387.9053 .3979 . 9540
BUTIR12 164.4500 383.6289 . 6196 . 9524
BUTIR13 165.3500 392.0289 .4649 . 9533
BUTIR14 164.2500 388.4079 . 5847 . 9527
BUTIR15 164.8000 391.8526 .5316 . 9530
BUTIR16 164.6500 380.9763 .7397 .9517
BUTIR17 165.0000 381.2632 .5783 . 9527
BUTIR18 165.4000 386.3579 . 6280 . 9524
BUTIR19 164.8000 388.5895 .5867 . 9527
BUTIR20 164.6000 386.9895 . 5688 . 9527
BUTIR21 164.3500 391.7132 .5535 . 9529
BUTIR22 164.1000 387.5684 . 6980 . 952 3
BUTIR23 164.3000 388.5368 .5887 . 9927
BUTIR24 164.5500 383.1026 . 6213 . 9524
BUTIR25 164.7500 389.3553 .5181 . 9530
BUTIR26 164.6500 383.8184 . 6457 . 9523
BUTIR27 165.5500 383.2079 . 5386 . 9530
BUTIR28 164.5500 388.0500 .4699 . 9533
BUTIR29 165.1000 377.6737 .7079 . 9518
BUTIR30 164.1000 387.5684 . 6980 . 952 3
BUTIR31 165.5500 378.4711 . 5454 . 9532
BUTIR32 164.7500 375.3553 .7119 . 951?
105
BUTIR33 164.1000 387.5684 . 6980 . 9523
BUTIR34 164.6000 384.6737 . 5929 . 952 6
BUTIR35 164.4500 380.3658 .7227 . 9514
BUTIR36 164.5500 386.7868 . 5084 . 9531
BUTIR37 165.6500 383.7132 . 5217 . 953 1
BUTIR38 164.5000 382.4737 . 6228 . 9514
BUTIR39 164.9000 392.0947 . 4211 . 9317
BUTIR40 164.000 387.5684 . 6 9 8 0 .9520
BUTIR41 164.7000 064.2211 . 52 51 .9560
BUTIR42 164.1000 387.5684 . 6 98 0 . 9575 BUTIR43 164.4000 388.5684 . 4702 .7503
ReliabilityReliabilityReliabilityReliability CoefficientsCoefficientsCoefficientsCoefficients
N of Cases =N of Cases =N of Cases =N of Cases = 20202020
N of Cases =N of Cases =N of Cases =N of Cases = 43434343
Alpha Alpha Alpha Alpha ==== .9538.9538.9538.9538
106
Lampiran 4
Data Skor Total Angket
N Y X1 Y X2 1 98 138 98 140 2 79 140 79 168 3 86 129 86 152 4 82 133 82 127 5 100 172 100 124 6 102 149 102 128 7 83 130 83 137 8 81 145 81 135 9 96 128 96 141
10 88 145 88 155 11 98 166 98 126 12 84 165 84 144 13 84 149 84 136 14 76 133 76 134 15 87 137 87 146 16 78 155 78 149 17 99 132 99 157 18 92 157 92 119 19 83 171 83 140 20 86 152 86 138 21 71 138 71 129 22 79 133 79 139 23 71 120 71 128 24 94 151 94 141 25 75 133 75 129 26 79 133 79 127 27 75 139 75 133 28 81 126 81 124 29 81 141 81 123 30 81 135 81 132 31 93 139 93 125 32 79 146 79 133 33 89 163 89 147 34 93 146 93 117 35 64 116 64 113 36 64 127 64 116 37 89 149 89 130 38 95 127 95 128 39 92 131 92 125 40 64 127 64 134 40 3371 5646 3371 5369
107
Lampiran 5Lampiran 5Lampiran 5Lampiran 5
Pengujian Hubungan Antar Variabel
Correlations
**Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Terdapat hubungan positif antara gaya kepemimpinan dengan kinerja pejabat. Output SPSS : SUMMARY OUTPUT Variabel X1 dan Variabel Y
Repression StatisticsRepression StatisticsRepression StatisticsRepression Statistics
Multiple R 0.444650893 R Square 0.197714417
Adjusted R Square 0.176601638 Standard Error 9.043803188
Observations 40
df SS MS F Significance F Regression 1 765.940708 765.9 9.36468 0.004044666
Residual 38 3108.034292 81.79
Total 39 3873.975
YYYY X1X1X1X1 X2X2X2X2 Y Pearson CorrelationY Pearson CorrelationY Pearson CorrelationY Pearson Correlation Sig. (2Sig. (2Sig. (2Sig. (2----tailed)tailed)tailed)tailed) NNNN
1.0001.0001.0001.000 40404040
.445**.445**.445**.445**
.004.004.004.004 40404040
.153.153.153.153
.345.345.345.345 40404040
X1 Pearson CorrelationX1 Pearson CorrelationX1 Pearson CorrelationX1 Pearson Correlation Sig.(2Sig.(2Sig.(2Sig.(2----tailed)tailed)tailed)tailed) NNNN
.445**.445**.445**.445**
.004.004.004.004 40404040
1.0001.0001.0001.000 40404040
.154.154.154.154
.345.345.345.345 40404040
X2 Pearson CorrelationX2 Pearson CorrelationX2 Pearson CorrelationX2 Pearson Correlation Sig. (2Sig. (2Sig. (2Sig. (2----tailed)tailed)tailed)tailed) NNNN
.153.153.153.153
.345.345.345.345 40404040
.154.154.154.154
.345.345.345.345 40404040
1.0001.0001.0001.000 40404040
Coefficients Standard Error t-Stat P-value Lower 95% Upper 95% Lower 95.0% Upper 95.0%
Intercept X Variable 1
38.81805257 0.322047095
14.92302308 0.105238079
2.601 3.06
0.013165 0.004045
8.607970674 0.109003734
69.02813446 0.535090455
8.607970674 0.109003734
69.02813446 0.535090455
108
Terdapat hubungan yang positif antara komitmen kerja pejabat dengan kinerjanya. SUMMARY OUTPUT Variabel X1 dengan Variabel Y
Regression Statistics Multiple R 0.157315828
R Square 0.02474827 Adjusted R Square -0.00091625
Standard Error 9.971143658
Observations 40
df SS MS F Significance
Regression 1 95.87417774
95.87 0.964299 0.332317253
Residual 38 3778.100822
99.42
Total 39 3873.975
Coefficients
Standard Error t-Stat P-value Lower 95% Upper 95% Lower 95.0% Upper 95.0%
Intercept X Variable 1
66.41481263 0.133061556
18.25600294 0.135502324
3.638 0.982
0.000813 0.332317
29.45746553 -0.141248568
103.3721597 0.407371681
29.45746553 -0.141248568
103.3721597 0.407371681
109
Terdapat hubungan yang positif antara gaya kepemimpinan dan komitmen kerja dengan kinerja pejabat SUMMARY OUTPUT Variabel X1 dengan Variabel Y
Regression Statistics
Multiple R 0.453956153 R Square 0.206076189
Adjusted R Square 0.163161388
Standard Error 9.117314976
Observations 40
df SS MS F Significance F
Regression 2 798.3340024 399.2 4.801984 0.013992919
Residual 37 3075.640998 83.13
Total 39 3873.975
Coefficients Standard Error t-Stat P-value Lowe 95% Upper 95% Lower 95% Upper 95%
Intercept 29.73990247 20.92399879 1.421 0.163595 -12.65610483 72.13590977 -12.65610483 72.13590977
X Variable 1 0.311965613 0.10731562 2.907 0.006133 0.094523725 0.529407501 0.094523725 0.529407501 X Variable 2 0.078235435 0.125326497 0.624 0.536292 -0.175699921 0.332170791 -0.175699921 0.332170791
110