41
Usulan proposal A. Judul : Pembagian Waris Etnis Tionghoa di Pangkal Pinang Ditinjau dari Pasal 830 Kitab Undang-undang Hukum Perdata B. Latar Belakang Masalah Luasnya bentang antara Marauke sampai dengan Sabang menjadikan negara Indoesia sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak ke-4 di dunia. Hal ini ditandai dengan banyaknya suku, agama, dan ras yang ada di negara ini (majemuk). Sebagai salah satu negara bekas jajahan tentu Indonesia tak hanya di diami oleh penduduk asli (pribumi), ada golongan Eropa dan ada juga golongan Timur asing (Tionghoa, Arab, dan sebagainya) yang berdomisili membaur dengan penduduk pribumi. Namun pasca kemerdekaan golongan Eropa tidak lagi mendiami nusantara, yang tersisa hanya golongan etnis Tionghoa dan Arab. Etnis Tionghoa, yang dulu sering disebut Chinese overseas atau Tionghoa perantauan tersebar 1

Proposal Revisi - ACC Syamsul (JADI)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

freee

Citation preview

Page 1: Proposal Revisi - ACC Syamsul (JADI)

Usulan proposal

A. Judul : Pembagian Waris Etnis Tionghoa di Pangkal Pinang Ditinjau

dari Pasal 830 Kitab Undang-undang Hukum Perdata

B. Latar Belakang Masalah

Luasnya bentang antara Marauke sampai dengan Sabang

menjadikan negara Indoesia sebagai negara dengan jumlah penduduk

terbanyak ke-4 di dunia. Hal ini ditandai dengan banyaknya suku, agama,

dan ras yang ada di negara ini (majemuk). Sebagai salah satu negara bekas

jajahan tentu Indonesia tak hanya di diami oleh penduduk asli (pribumi),

ada golongan Eropa dan ada juga golongan Timur asing (Tionghoa, Arab,

dan sebagainya) yang berdomisili membaur dengan penduduk pribumi.

Namun pasca kemerdekaan golongan Eropa tidak lagi mendiami

nusantara, yang tersisa hanya golongan etnis Tionghoa dan Arab.

Etnis Tionghoa, yang dulu sering disebut Chinese overseas atau

Tionghoa perantauan tersebar dimana-mana. Jumlahnya kira-kira 23 juta

jiwa, lebih dari 80% diantaranya berada di Asia Tenggara, hal ini

disebabkan karena Asia Tenggara dekat dengan Tiongkok dan selain pada

waktu itu perdagangan Asia Tenggara banyak dipengaruhi orang

Tionghoa.1 Sejak abad ke- 7 etnis Tionghoa sudah mulai masuk dan

mewarnai kehidupan di nusantara. Banyak budaya dan kesenian yang

merupakan akulturasi antara budaya asli dengan budaya Cina. Kesenian

cokek, lenong dan lain-lain merupakan salah satu contoh dari sekian

1 Leo Suryadinata (a), Negara dan Etnis Tionghoa (Kasus Indonesia), Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta, 2002, hlm.1.

1

Page 2: Proposal Revisi - ACC Syamsul (JADI)

2

banyak kesenian yang merupakan akulturasi dari budaya Cina. Misalnya

dalam hal bahasa seperti kata becak diambil dari kata bhe-chia, kue dari

koe, dan lain-lain.2 Makanan seperti bakmie, bakpao, bakwan dan lain-lain

merupakan makanan adaptasi dari cina.

Orang Tionghoa di Indonesia berjumlah sekitar 6 juta jiwa, dan

mewakili 3 persen penduduk Indonesia. ini berarti orang Tionghoa sebagai

minoritas di negara ini, namun bukan minoritas homogen. Secara budaya,

masyarakat Tionghoa di Indonesia dapat dibagi menjadi kalangan

peranakan berbahasa Indonesia dan kalangan totok berbahasa Tionghoa,

dan yang peranakan yang berbahasa Indonesia lebih banyak jumlahnya.

Dalam hal agama, sebagian besar orang Tionghoa menganut agama

Budha, Tridarma, dan agama Konghucu, namun banyak pula yang

beragama Khatolik dan Kristen. Belakangan ini jumlah etnis Tionghoa

yang memeluk agama Islam pun bertambah.3

Orientasi politik masyarakat Tionghoa di Indonesia terdiri dari

mereka yang pro-Jakarta, pro-Beijing, pro-Taipe, atau yang sama sekali

tidak memiliki orientasi politik, tetapi yang terbesar adalah kelompok yang

pro-Jakarta. Secara hukum mereka diklasifikasikan sebagai warga negara

Indonesia (WNI), dan warga negara Asing (WNA). WNA ini kemudian

dibagi lagi kedalam warga negara republik rakyat Cina (RRC) dan yang

disebut orang Tionghoa tanpa kewarganegaran (yakni warga negara

2 http://eprints.undip.ac.id/15954/1/Willy_Yuberto_Andrisma.pdf di akses 20 maret 2013 Jam 12.30 WIB.3 Leo Suryadinata (b), Pemikiran Politik Etnis Tionghoa Indonesia, Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta, 2005, hlm.1.

Page 3: Proposal Revisi - ACC Syamsul (JADI)

3

Taiwan atau mereka yang tidak memegang kewarganegaraan RRC

maupun Taiwan.4 Bahkan mereka yang sudah meng-Indonesiakan nama

mereka sering kali memandang diri mereka sebagai anggota dari

peranakan Tionghoa atau keturunan Tionghoa, yang pada kenyataannya

adalah subdivision dari masyarakat Tionghoa Indonesia. Dalam hal

ekonomi, banyak yang kaya tetapi lebih banyak yang miskin, namun

sebagai minoritas diperkotaan orang Tionghoa tergolong kelas menengah

di Indonesia. Hal ini tercermin dari banyaknya orang Tionghoa yang

berwiraswasta. orang Tionghoa yang sukses adalah mereka yang masih

belum berbaur karena mereka masih memiliki etos imigran dan

wiraswasta, berbahasa Tionghoa dan mampu menggunakan jaringan

perdagangan etnis yang umunnya ditangan orang Tionghoa.

Minoritas yang heterogen ini sering dianggap sebagai minoritas

yang homogen, baik oleh pemerintah Indonesia maupun oleh masyarakat

pribumi.5 Kehadiran minoritas Tionghoa ini dirasakan di Indonesia karena

perdagangan dan aktivitas ekonomi lainnya, keterkaitannya dengan apa

yang dilihat sebagai budaya asing, dan hubungan etnisnya dengan

Tiongkok. Tidak ada keraguan bahwa minoritas Tionghoa memiliki

pengaruh yang melampui kekuatan jumlah mereka, walaupun mereka

belum mengendalikan ekonomi negara. Akhir-akhir ini mereka dianggap

sebagai kapitalis dan konglomerat yang mengeruk kakayaan negara tanpa

4 Leo Suryadinata (b), Ibid, hlm. 2.5 Leo Suryadinata (a), Op,cit. hlm.18.

Page 4: Proposal Revisi - ACC Syamsul (JADI)

4

patriotisme, efek persepsi negatif ini bisa dilihat pada kerusuhan

tahun1998.

Masalah yang sangat kompleks bagi kaum Tionghoa adalah

masalah identitas, pada masa kolonial terdapat tiga orientasi sosio politik

yang besar diantara para Tionghoa lokal, yaitu yang berorientasi ke

Tiongkok (kelompok Sin Po), yang percaya bahwa orang Tionghoa lokal

adalah bangsa Cina, mereka yang beroreintasi ke Hindia belanda (Chung

Hwa Hui), yang memahami posisi mereka sebagai kawula Belanda sambil

melanjutkan kehidupan sebagai Tionghoa peranakan, dan mereka yang

menyebut diri sebagai sebagai anggota bangsa Indonesia yang akan

datang.6

Pluralisme yang terjadi menurut hukum perdata diakibatkan oleh

karena politik hukum pemerintah kolonial Belanda yang menerapkan pasal

131 IS (Indische Staatsregeling) yang pokok isinya sebagai berikut:7

Untuk golongan bangsa Indonesia asli dan Timur asing ( Arab,

Tionghoa dan sebagainya), jika ternyata kebutuhan kemsyarakatan

mereka menghendakinya, dapatlah peraturan-peraturan untuk bangsa

Eropa dinyatakan berlaku bagi mereka, baik seutuhnya maupun

dengan perubahan-perubahan dan juga diperbolehkan membuat suatu

peraturan baru bersama, untuk selainnya harus diindahkan aturan-

aturan yang berlaku dikalangan mereka, dan boleh diadakan

6 Leo Suryadinata (b) Op,Cit, hlm.197 Achmad Ichsan, Hukum Perdata, Pembimbing Masa, Jakarta, 1969, hlm 53.

Page 5: Proposal Revisi - ACC Syamsul (JADI)

5

penyimpangan jika diminta oleh kepentingan umum atau kebutuhan

kemasyarakatan mereka (ayat 2).

Untuk golongan bangsa Eropa dianut (dicontoh) Perundangan-

undangan yang berlaku di negeri Belanda (asas konkordasi).

Sebelum hukum untuk bangsa Indonesia ditulis di dalam Undang-

undang, bagi mereka itu akan tetap berlaku hukum sekarang yang

berlaku bagi mereka, yaitu hukum adat (ayat 6).

Hukum Perdata dan Dagang (begitu pula Hukum Perdata beserta

hukum Acara Perdata dan Pidana) harus diletakkan dalam kitab-kitab

undang-undang, yaitu dikodisir.

Orang Indonesia asli dan atau orang Timur asing, sepanjang mereka

belum ditundukkan dibawah suatu peraturan bersama dengan bangsa

Eropa, diperbolehkan “menundukkan diri” (overwerpen) pada hukum

yang berlaku baik secara umum maupun secara hanya mengenai suatu

perbuatan tertentu saja (ayat 4).8

Celakanya, sampai saat ini bangsa Indonesia tetap mengakui dan

memberlakukan pasal 131 IS (Indische Staatsregeling ) tersebut agar tidak

terjadi kekosongan hukum atas hal tersebut. Hal ini sebagaimana

disebutkan dalam pasal I aturan peralihan Undang-undang Dasar 1945,

yang berbunyi : Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih

tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undand-undang

Dasar ini.9

8 http://eprints.undip.ac.id/15954/1/Willy_Yuberto_Andrisma.pdf di akses 20 maret 2013 Jam 12.30 WIB.9 Undang-undang Dasar Republik Indonesia, Pasal I Aturan Peralihan.

Page 6: Proposal Revisi - ACC Syamsul (JADI)

6

Sebagai salah satu bagian dari keberagaman suku bangsa,

masyarakat Tionghoa mempunyai kebiasaan tersendiri yang sebagian

besar berbeda dengan suku asli (pribumi), karena pada dasarnya sifat

kekerabatan masyarakat Tionghoa sangat kental, untuk itu dalam

kehidupan keseharian adat istiadat masih banyak dilaksanakan, seperti

perayaan Cap Goh Meh, Imlek, dan hari-hari besar lainnya.10 Keadaan ini

kemudian terjadi dalam hal pewarisan, menurut pasal 131 Indische

Staatsregelling hukum mengenai pewarisan yang berlaku untuk golongan

Tionghoa adalah hukum perdata. Namun pada kenyataannya hal ini sering

kali dikesampingkan, sebagaiman telah diatur di dalam buku II Kitab

Undang-undang Hukum Perdata, karena system kekerabatan pada etnis

Tionghoa yang masiih dipegang teguh.

Etnis Tionghoa yang sudah menjadi bagian dari masyarakat

Indonesia tetap memegang teguh tradisi leluhur hal ini ini tercermin dalam

hal pembagian waris, karena seringkali yang digunakan adalah adat

Tionghoa sendiri. seperti yang telah diketahui pembagian waris dalam adat

Tionghoa kedudukan anak laki-laki dan anak perempuan berbeda. Anak

laki-laki memiliki posisi yang lebih tinggi dalam keluarga, sedangkan

dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pembagian waris antara anak

laki-laki dan perempuan adalah sama. Tentu saja hal ini menimbulkan

konsekuensi hukum yang menyertainya.

10 http://eprints.undip.ac.id/15954/1/Willy_Yuberto_Andrisma.pdf di akses 20 maret 2013 Jam 12.30 WIB.

Page 7: Proposal Revisi - ACC Syamsul (JADI)

7

Hukum waris yang dipergunakan di Indonesia untuk setiap warga

negara Indoensia, yaitu :11

Pada dasarnya hukum adat berlaku untuk setiap orang Indonesia aslli,

dimana telah dijelaskan berbeda dari bermacam-macam daerah serta

masih ada kaitannya dengan ketiga macam sifat kekelaurgaan, Yaitu

sifat kebapakan, sifat keibuan dan sifat kebapak-ibuan.

Peraturan warisan dari hukum agama Islam mempunyai pengaruh

yang mutlak bagi orang orang Indonesia asli di berbagai daerah.

Hukum warisan dari agama Islam pada umumnya diperlukan bagi

orang-orang Arab.

Hukum warisan Burgerlijk wetboek (buku II litel 12 s.d 18 pasal-pasal

830 s.d 1130) diperlukan bagi orang Tionghoa.

Sistem lingkungan kekeluargaan yang bersifat kebapakan

seseorang istri dari pernikahannya adalah diputuskan dari hubungan

kekeluargaan dengan orang tuanya, nenek moyangnya saudara sekandung,

saudara sepupu, dan lain,lain dari sanak kekeluargaannya. Dengan

meninjau uraian kalimat diatas, maka dapat dipahami peraturan hukum

warisan di Indonesia terdiri dari tida macam yaitu, hukum adat, hukum

agama Islam dan hukum Burgerlijk Wetboek.

Perbedaan ketiga macam sifat kekeluargaan yang terdapat pada

orang-orang Indonesia asli, dipandang pada keseluruhannya serta di

bedakan dari sifat kekeluargaan yang terdapat pada orang-orang Indonesia

11 Oemarsalim, Dasar-dasar Hukum Waris di Indonesia, PT. Rineka Cipta, Jakarta,2006, hlm.9.

Page 8: Proposal Revisi - ACC Syamsul (JADI)

8

berwarganegaraan asing, misalkan orang-orang Tionghoa dan Eropa lebih

tunduk pada hukum Burgerlijk Wetboek.12 Maka dari sini akan jelas

terlihat adanya persamaan sifat dari kekeluargaan dan warisan diantara

orang-orang Indonesia asli, di bandingkan dengan sifat kekeluargaannya

dan warisan diantara orang-orang Tionghoa dan Eropa.

Letak perbedaan yang utama adalah dengan adanya pasal 1066

Burgerlijk Wetboek, dimana pasal ini tidak ada dalam hukum adat di antara

orang-orang Indonesia asli. Pasal 1066 Burgerlijk Wetboek menetapkan

adanya hak mutlak dari masing-masing para ahli waris apabila pada suatu

saat menuntut pembagian dari harta warisannya, sedangkan pada hukum

adat untuk orang-orang Indoneisa asli kadang-kadang harta warisan itu

masih utuh dan tidak menjadi suatu keharusan untuk di bagi-bagikan pada

ahli warisnya.

Etnis Tionghoa di Indonesia seharusnya lebih mengacu pada

Burgerlijk Wetboek yang sudah mengatur dengan jelas mengenai

pewarisan. Namun pada kenyataannya orang-orang Tionghoa cenderung

untuk menggunakan hukm adat dalam hal pewarisan, sedangkan menurut

Burgerlijk Wetboek hukum adat hanya di berlakukan bagi penduduk

Indonesia asli (pribumi).

Prinsipnya bahwa hukum perdata adalah hukum yang mengatur

hubungan antar perseorangan (privat), maka aturan hukum waris

digolongkan ke dalam serangkaian hukum perdata. Dengan demikian

apabila yang digunakan dalam pembagian harta waris adalah hukum adat

12 Oemarsalim, Ibid, hlm.8.

Page 9: Proposal Revisi - ACC Syamsul (JADI)

9

maka disebut sebagai hukum perdata adat. Dalam Burgerlijk Wetboek

peraturan mengenai pewarisan terdapat dalam buku II dan diatur dalam

beberapa bagian, yaitu : bagian satu, ketentuan-ketentuan umum dari pasal

830 sampai dengan pasal 851, bagian kedua, pewarisan para keluarga

sedarah yang sah dan suami atau istri yang hidup terlama, pasal 852-861,

dan bagian ketiga, pewarisan bila ada anak-anak di luar kawin pasal 862-

873.

Hukum waris merupakan masalah yang sangat penting, maka

Mayers sendiri mengatakan bahwa tidak ada hukum warisan dalam arti

yang sebenarnya, jika harta warisan dapat atau tidak dipisahkan. Bahwa

sesungguhnya dalam kehidupan masyarakat di dunia ini memiliki kondisi

kekelurgaan yang berbeda-beda, dari inilah keadaan warisan suatu

masyarakat itu tergantung dari masyarakat tertentu yang ada kaitannya

dengan kondisi kekeluargaan serta membawa dampak pada kekayaan

dalam masyarakat13

Uraian-uraian yang telah dipaparkan diatas, menimbulkan

ketertarikan untuk meneliti dan menganalisa tentang pembagian waris

dalam adat Tinghoa di kota Pangkal Pinang dengan judul “Pembagian

Waris Etnis Tionghoa di Pangkal Pinang Ditinjau dari Pasal 830

Kitab Undang-undang Hukum Perdata”.

C. Rumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

13 Oemarsalim, Ibid, hlm.4.

Page 10: Proposal Revisi - ACC Syamsul (JADI)

10

1. Bagaimana efektivitas pasal 830 Kitab Undang-undang Hukum

Perdata terhadap pembagian waris etnis Tionghoa di kota Pangkal

Pinang ?

2. Bagaimana penyelesaian sengketa waris pada etnis Tionghoa di kota

Pangkal Pinang ?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan

Penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut :

a. Mengetahui tentang adat istiadat etnis Tionghoa yang sudah

menjadi bagian dari masyarakat Indonesia khususnya etnis

Tionghoa yang ada di kota Pangkal Pinang.

b. Mengetahui tentang system pembagian waris dalam etnis Tionghoa

berdasarkan hukum adat dan system kekerabatan Tionghoa.

c. Mengetahui tentang system pembagian waris yang terdapat dalam

Kitab undang-undang Hukum Perdata, hukum adat dan

pengaplikasiannya dalam kenyataan yang ada di masayarakat

khususnya masyarakat yang termasuk dalam golongan Timur

asing.

2. Manfaat penelitian

Penulisan skripisi ini di harapkan mempunyai manfaat, sebagai

berikut :

a. Bagi golongan Tionghoa

Page 11: Proposal Revisi - ACC Syamsul (JADI)

11

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi golongan Tionghoa

dalam hal pembagian harta waris baik sacara kebiasaan adat

maupun dalam hukum acara perdata.

b. Bagi masyarakat umum.

Penelitian ini diharapkan bisa memperkenalkan lebih dalam kepada

masyarakat luas mengenai etnis Tionghoa secara lebih dalam,

memahami ataupun lebih mengetahui bagaimana bentuk dari suatu

struktur kekeluargaan/kekerabatan dari adat Tionghoa beserta

perubahan-perubahan dan perkembangan khususnya dalam hal

pembagian waris masyarakat Tionghoa. dan menghilangkan

kecenderungan pengkotak-kotakan suku, agama, dan ras dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga tercipta Indonesia

yang damai.

c. Bagi kalangan akademisi

Penulisan skripsi ini seyogyanya diharapkan bisa memberikan

sumbagan ilmu pengetahuan, gambaran, dan refrensi mengenai

realitas yang dialami etnis Tionghoa dalam hal pembagian waris

dalam kaitannya dengan hukum perdata dan hukum adat.

d. Bagi peneliti

Penelitian yang dilakukan memberikan realitas mengenai etnis

Tionghoa, sehingga dapat melatih dan mengasah kemampuan

peneliti dalam mengkaji dan menganalisa teori-teori dengan

Page 12: Proposal Revisi - ACC Syamsul (JADI)

12

penerapan teori dan peraturan yang terjadi dimasyarakat. Hasil

penelitian yang diperoleh dapat memberikan pengetahuan

mengenai sinkronisasi teori dengan praktek yang hidup di

masyarakat.

E. Landasan Teori

Masalah pewarisan adalah masalah yang sangat kompleks karena

mewariskan berarti mengambil alih kedudukan sipewaris. Masalah yang

kemudian kerap muncul adalah terjadinya perebutan kuasa oleh para ahli

waris yang pada umumnya memperebutkan harta-harta yang ditinggalkan

oleh sang pewaris (sengketa waris). Di Indonesia sendiri, masalah hukum

waris diatur dalam hukum perdata, hukum adat, dan hukum Islam. Dimana

masing-masing bidang hukum tersebut sudah menempatkan obyeknya

pada posisi yang berbeda-beda.

Hal yang membuat rumit ialah karena tidak ada definisi yang

mutlak mengenai hukum perdata, masing-masing sarjana dengan literature

yang ditulisnya mempunyai definisi yang berbeda-beda mengenai hukum

perdata. Kebanyakan para sarjana menganggap hukum perdata sebagai

hukum yang mengatur kepentingan perseorangan (privat) yang berberda

dengan hukum pidana yang mengatur kepentingan umum (public).14 Hal

ini sejalan dengan apa yang di ungkapkan R. Subekti yang menyatakan

hukum perdata adalah segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-

kepentingan perseorangan.15

14 Wijono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perdata, Sumur Bandung, Jakarta, 1979, hlm.11.15 R. Subekti, Pokok-pokok dari Hukum Perdata, Intermesa, Jakarta, 1975, hlm.9.

Page 13: Proposal Revisi - ACC Syamsul (JADI)

13

Hukum perdata Indonesia yang di dasarkan pada Kitab Undang-

undang Hukum Perdata, merupakan salinan dari Burgerlijk Wetboek

Belanda yang sebelumnya meniru Code Civil Perancis. Secara yuridis

formil kedudukan Burgerlijk Wetboek tetap sebagai undang-undang sebab

Burgerlijk Wetboek tidak pernah dicabut kedudukannya sebagai undang-

undang. Namun pada waktu sekarang Burgerlijk Wetboek bukan lagi

sebagi Ktab Undang-undang Hukum Perdata yang bulat dan utuh seperti

keadaan yang diundangkan semula. Meningat beberapa materi didalamnya

sudah disingkirkan sesuai dengan perkembangan masyarakat.16 Untuk

melaksanakan hukum perdata di Indonesia, kita terpaksa masih harus

mengikuti penggolongan-penggolongan penduduk Indonesia menurut

ketentuan pasal 131 Indische Staatsregelling jo pasal 163 Indische

Staatsregelling. Berdasarkan pasal 131 Indische Staatsregelling jo pasal

163 Indische Staatsregelling, maka Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

berlaku bagi:17

- Orang-orang Belanda

- Orang-orang Eropa yang lain

- Orang Jepang, dan orang-orang lain yang tidak termasuk dalam

kelompok satu dua yang tunduk pada hukum yang mempunyai asas-

asas hukum keluarga yang sama

16 Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, PT. Alumni, Bandung, 2006, hlm. 27.17 J. Satrio, Hukum Waris, PT. Alumni, Bandung, 1992, hlm. 6.

Page 14: Proposal Revisi - ACC Syamsul (JADI)

14

- Orang-orang yang lahir di Indonesia, yang sah ataupun diakui secara

sah dan keturunan lebih lanjut dari orang-orang yang termasuk

kelompok 2 dan 3

Selanjutnya berdasarkan Staatsregelling. 1924 : 557 dinyatakan

berlaku untuk golongan Tionghoa di seluruh Indonesia, ketentuan tersebut

berlaku sejak 1 maret 1925.18

Hukum perdata dapat dibedakan atas hukum yang bersifat

pelengkap (aanvullend) dan hukum yang bersifat memaksa (dwingend

recht) berdasrkan ketentuan berlakunya atau ketentuan mengikatnya.

Hukum yang bersifat pelengkap adalah peraturan-peraturan hukum yang

boleh dikesampingkan atau disimpangi oleh orang-orang yang

berkepentingan, peraturan-peraturan hukum mana hanya berlaku

sepanjang orang-orang yang berkepentingan tidak mengatur sendiri

kepentingannya. Sedangkan hukum yang bersifat memaksa adalah

peraturan-peraturan hukum yang tidak boleh dikesampingkan atau

disimpangi oleh orang-orang yang berkepentingan, terhadap peraturan-

peraturan hukum mana orang-orang yang berkepentingan harus tunduk dan

menaatinya.19

Dengan memperhatikan pasal-pasal yang mengatur tentang warisan

dalam buku II Kitab Undang-undang Hukum perdata maka pasal-pasal

tersebut merupakan hukum yang bersifat pelengkap. Karena orang-orang

yang berkepentingan dapat menyimpangi dan mengadakan perjanjian

18 J. Satrio, Ibid, hlm. 6.19 Riduan Syahrani, Op,Cit, hlm.37.

Page 15: Proposal Revisi - ACC Syamsul (JADI)

15

sendiri mengenai apa-apa yang hendak disepakati berdarkan kesepakatan

bersama.

Hukum perdata menurut doktrin-doktrin ilmu pengetahuan hukum,

para sarjana dibagi menjadi 4 dibagi bagian, yaitu:

- Hukum peorangan/pribadi (personenrecht)

- Hukum keluarga (familierecht)

- Hukum kekayaan (vernomogensrecht)

- Hukum waris (erfrecht)20

Bersumber dari doktrin diatas di simpulakan bahwa hukum waris

merupakan suatu bagian tersendiri dari hukum perdata.21 Di dalam buku II

Kitab Undan-undang Hukum perdata, hukum waris diatur bersama-sama

dengan hukum benda pada umumnya. Hal ini disebabkan karena Kitab

Undang-undang Hukum perdata yang pada dasarnya sama dengan

Burgerlijk Wetboek Belanda, dengan perubahan-perubahan sedikit disana-

sini, merupakan hasil jiplakan dari Code Civil Prancis. Dalam pasal 584

Kitab Undang-undang Hukum perdata (pasal 584 BW, pasal 711 CC)

ditetapkan bahwa : Hak milik atas suatu benda tak dapat diperoleh dengan

cara lain, melainkan dengan pemilikan, karena perlekatan, karena

kadaluarsa, karena pewarisan baik menurut undang-undang maupun

wasiat.

Mr. A. Pitlo mendefinisikan hukum waris adalah suatu rangkaian

ketentuan-ketentuan, dimana, berhubung dengan meninggalnya seseorang,

20 Riduan Syahrani, Op,Cit, hlm. 27.21 J. Satrio, Op,Cit, hlm, 1.

Page 16: Proposal Revisi - ACC Syamsul (JADI)

16

akibat-akibatnya didalam bidang kebendaan, diatur, yaitu: akibat dari

beralihnya harta peninggalan dari seseorang yang meninggal, kepada ahli

waris baik di dalam hubungannya antara mereka sendiri, maupun dengan

pihak ketiga.22 Dari pendapat Mr. A. Pitlo tersebut dapat disimpulkan

bahwa hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang peralihan harta

kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibatnya

bagi para ahli warisnya.

J. Satrio dalam bukunya Hukum Waris mendifinisikan Pewaris

adalah “orang yang meninggal dunia dengan meninggalkan harta

kekayaan”. Ahli waris adalah mereka-mereka yang menggantikan

kedudukan sipewaris dalam bidang hukum kekayaan, karena

meninggalnya sipewaris. Sedangkan Warisan adalah kekayaan yang

berupa kompleks aktiva dan pasiva sipewaris yang berpindah kepada

sipewaris. Kompleks aktiva dan pasiva yang menjadi milik bersama

beberapa orang ahli waris disebut boedel. 23

Pewarisan dapat terjadi karena di tunjuk oleh undang-undang

disebut pewarisan ab-intestato dan para ahli warisnya disebut ahli waris

ab-intestaat, atau berdasarkan kehendak sipewaris (testamen) disebut

pewarisan ad-testamento dan ahli warisnya disebut testamentair.24

Testamen atau wasiat adalah kehendak pewaris mengenai apa yang

dikehendaki agar terjadi dengan hartanya setelah ia meninggal dunia.

22 Ali Afandi, Hukum Waris, Hukum kelurga, hukum pembuktian, Menurut kitab Undang-undang Hukum perdata, PT. Bina Aksara, Jakarta, 1984, hlm.7.23 J. Satrio, Op,cit, hlm. 8.24 J. Satrio, Op,Cit, hlm. 8-9.

Page 17: Proposal Revisi - ACC Syamsul (JADI)

17

Hukum waris adat memiliki kekhasan tersendiri, yaitu tidak

mengenal adanya pembagian waris yang ditentukan. Semua dikembalikan

pada asas musyawarah mufakat, kelayakan, kepatutan, dan juga kebutuhan

masing-masing ahli waris. Kemufakatan itulah yang menjadi dasar hukum

pembagian waris adat.25

Secara umum dikatakan bahwa hukum adat waris adalah hukum

adat yang memuat garis-garis ketentuan tentang system, dan asas-asas

hukum waris, tentang harta warisan itu dialihkan penguasaannya dan

pemiliknya dari sipewaris kepada ahli waris. Dengan kata lain hukum adat

waris sesungguhnya adalah hukum penerusan harta kekayaan dari suatu

generasi kepada keturunannya.

R. Soepomo mengatakan bahwa hukum adat waris membuat

aturan-aturan yang mengatur proses penerusan serta mengoperkan barang-

barang yang tidak berwujud (in-materil) dari suatu angkatan manusia

kepada keturunannya.26

Selain mengenal sistem pembagian waris, di dalam hukum adat

waris juga di kenal asas-asas dalam pembagian harta warisan, adapun asas-

asas yang terdapat dalam hukum waris adat adalah sebagai berikut :

Asas Kerukunan

Asas kerukunan adalah asas dalam pembagian warisan dimana para

ahli waris tidak memperhitungkan jumlah harta yang diterimanya, tetapi

25 Badriyah Harun, Panduan Praktis Pembagian Waris, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2009, hlm. 6.26 ES. Ardinarto, Mengenal Adat Istiadat Hukum Adat di Indonesia , LPP UNS dan UNS Press, Jakarta, 2009, hlm.85.

Page 18: Proposal Revisi - ACC Syamsul (JADI)

18

mengutamakan kerukunan diantara para ahli waris. Berapapun jumlah

yang diterima tidak masalah, asalkan rukun. Disini bisa saja seorang ahli

waris memberikan bagiannya kepada ahli waris lain yang lebih

membutuhkan.

Asas Persamaan Hak

Asas persamaan hak adalah dimana semua ahli waris mendapatkan

pembagian yang sama besarnya, baik itu anak lelaki atau perempuan, anak

sulung atau bungsu semuanya mempunyai hak yang sama.

Asas Segendong Sepikul atau Satu Banding Dua

Asas ini dipengaruhi oleh hukum waris Islam (An-NisaI IV : 11)

yaitu bagian wanita separo dari bagian pria. Namun Mahkamah Agung RI

sering membuat surat edaran kepada semua pengadilan negeri supaya tidak

lagi memutuskan pembagian warisan dengan asas segendong sepikul

karena tidak sesuai dengan asas keadilan.27

Orang Indonesia asli yang tunduk pada hukum adat semata-mata

karena sebagian besar adalah pemeluk agama Islam, karena itu pengaruh

warisan yang terdapat dalam hukum agama Islam selalu ditaati. Maka dari

itu khusus orang-orang Tionghoa dan Eropa (warga negara Indonesia)

memiliki peraturan tersendiri, bahwa harta warisan pada umumnya harus

secepat mungkin dibagi-bagikan. Terkecuali jika ada persetujuan bulat dari

orang-orang yang memiliki hak atas harta warisan tersebut, maka harta

warisan itu tidak perlu secepatnya dibagi-bagikan.

27 ES. Ardinarto, Ibid, hlm. 91.

Page 19: Proposal Revisi - ACC Syamsul (JADI)

19

Bagi masyarakat Tionghoa pembagian harta wariasan telah

berlangsung sejak turun-temurun, jika orang tua telah usia lanjut atau jika

bapak meninggal terlebih dahulu, warisan sementara dipegang/dikelola ibu

dan setelah ibu meninggal warisan tersebut dibagi-bagikan kepada semua

anak lelaki, yang perempuan biasanya tidak mendapat warisan, apalagi

bagi perempuan yang sudah berumah tangga karena statusnya punya

suami, terkecuali ada wasiat dari Bapak/Ibu sebelum meninggal itu sudah

ditentukan berapa haknya dan jika punya anak angkat di keluarga

Tionghoa berhak juga mendapat warisan. Jika warisan sedikit, biasanya

dengan musyawarah, warisan tersebut diberikan kepada anak sibungsu.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan sebuah langkah yang sangat penting,

karena merupakan sebuah proses yang akan digunakan dalam

menyelesaikan suatu maslah yang akan di teliti. Metode penelitian memuat

langkah-langkah yang akan diambil dan dianggap efisien, efektif dalam

mengumpulkan, mengolah, dan menganalisa data dalam rangka menjawab

masalah yang akan diteliti. Adapun metode yang akan digunakan dalam

penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Sifat penelitian

Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat

deskriptif analisis, yaitu bentuk penelitian yang terbatas untuk

Page 20: Proposal Revisi - ACC Syamsul (JADI)

20

mengungkapkan suatu masalah dan keadaan sebagaimana adanya,

sehingga hanya bersifat sekedar mengungkapkan fakta serta bersifat

analisis yang dimaksudkan untuk memberi data seakurat mungkin

tentang suatu keadaan atau gejala-gejala lainnya. 28

Dikatakan deskriptif analisis, karena penelitian ini diharapkan

mampu memberi gambaran secara rinci, sistematis dan menyeluruh

mengenai segala hal yang berhubungan dengan pembagian waris pada

etnis Tionghoa di kota Pangkal Pinang. Sedangkan istilah analitis

mengandung pengertian mengelompokkan, menghubungkan,

membandingkan dan memberi konspirasi aspek-aspek dari

pelaksanaan pembagian waris pada etnis Tionghoa kota Pangkal

Pinang.

2. Metode pendekatan

Metode yang digunakan adalah metode pendekatan yang bersifat

Yuridis Normatif dan Yuridis Empiris, di mana data-data di

kumpulkan dari sumber-sumber peraturan-peraturan hukum yang

berlaku kemudian di kaitkan dengan data lapangan. Pendekatan yang

bersifat yuridis kemudian mempergunakan sumber data sekunder

dengan tujuan untuk menganalisa pelaksanaan pembagian waris pada

etnis Tionghoa di kota Pangkal Pinang. 29

Metode yuridis normative adalah Pendekataan yang membahas

objek penelitian yang menitik beratkan pada ketentuan perundang-

28 Abdulkadir Muhamad, Hukum Dan Penelitian Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm. 50.29 Soerjono Soekanto, Pengantar Pnenelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 2008, hlm.51

Page 21: Proposal Revisi - ACC Syamsul (JADI)

21

undangan yang berlaku. pendekatan normatif dalam penelitian ini

mengacu pada pada peraturaan perundang – undangan dalam Kitab

Undang-undang Hukum Perdata yang mengatur mengenai pembagian

waris.30

Metode yuridis empiris adalah pendekatan yang

mempergunakan sumber data primer, yakni data yang langsung

diperoleh dari responden yang digunakan untuk mengetahui gambaran

pelaksanaan pelaksanaan pembagian waris pada etnis Tionghoa di kota

Pangkal Pinang.

3. Sumber data

a. Sumber data primer

Sejumlah data atau fakta yang diperoleh secara langsung melalui

suatu penelitian lapangan dengan cara wawancara secara tersusun

atau spontan kepada pihak-pihak yang terkait dengan penulisan

penelitian ini.

b. Sumber data sekunder

Semua bahan hukum yang bersifat menjelaskan bahan hukkum

primer, berupa pendapat para ahli sarjana serta literatur-literatur

yang relevan dengan penelitian. Bahan hukum yang digunakan

dalam menulis dan menganalisa maslah dalam penelitian ini, antara

lain :

30 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penulisan Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982, hlm. 15.

Page 22: Proposal Revisi - ACC Syamsul (JADI)

22

1) Bahan hukum primer

Bahan hukum primer Yaitu bahan hukum yang mengikat terdiri

dari peraturan perundang-undangan yang berlaku atau

ketentuan-ketentuan yang berlaku. Sehubungan dengan itu,

maka bahan hukum primer yang digunakan adalah :

i. Undang-undang Dasar 1945 Republik Indonesia

ii. Kitab Undang-undang Hukum Perdata

iii. Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan

2) Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder yang memebrikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer, diantaranya berasal dari karya

para sarjana, jurnal, data yang diperoleh dari instansi atau

lembaga-lembaga terkait, serta buku-buku kepustakaan yang

dapat menunjang penelitian ini.

3) Bahan hukum tersier

Yaitu bahan hukum yang menunjang bahan hukum sekunder,

seperti kamus, ensiklopedia, indeks komulatif, bahan yang

berasal dari internet, dan lain-lain.31

4. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data adalah cara mendapatkan data yang

kita inginkan. Dengan ketepatan teknik pengumpulan data, maka data

31 Amirudin Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,2003, hlm. 32.

Page 23: Proposal Revisi - ACC Syamsul (JADI)

23

yang diperoleh akan sesuai dengan yang diinginkan. Dalam penelitian

ini teknik yang digunakan adalah sebagai berikut :

a. Penelitian lapangan (field research)

Untuk memperoleh data primer dilakukan dengan penelitian

lapangan untuk menjadi objek penelitian teknik yanmg digunakan

adalah wawancara tidak terarah atau tidak terstruktur. intinya

adalah, bahwa seluruh wawancara tidak didasarkan pada suatu

sistem atau daftar pertanyaan yang diterapkan sebelumnya.

Pewawancara tidak memberikan pengarahan yang tajam, akan

tetapi semuanya diserahkan kepada yang diwawancarai, untuk

memberikan penjelasan menurut kemauannya masing-masing.32

b. Studi kepustakaan (library research)

Yaitu teknik pengumpulan data sekunder yang dilakukan melalui

dokumen-dokumen, buku-buku, dan peraturan perundang-

undangan atau tulisan-tulisan yang terdapat dalam surat kabar,

catatan kuliah, dan bahan bacaan ilmiah yang mempunyai

hubungan dengan masalah yang di analisa.33

5. Teknik analisa data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kualitatif,

yaitu dari data yang diperoleh setelah itu disusun secara sistematis

kemudian dianalisa secara kualitatif guna mencapai kejelasan terhadap

32 Soerjono Soekanto Op,cit, hlm.228.33 Soerjono Soekanto, Op,Cit, hlm.201.

Page 24: Proposal Revisi - ACC Syamsul (JADI)

24

permasalahan yang akan dibahas. Analisis data kualitatif adalah suatu

cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu apa

yang diyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan juga

perilakunya yang nyata, diteliti dan dipelajari secara utuh.

Pengertian analisis disini dimaksudkan sebagai suatu penjelasan

dan kajian secara logis dan sistematis. Logis sistematis menunjukkan

cara berpikir deduktif-deduktif dan mengikuti tata tertib dalam

penulisan laporan penelitian ilmiah. Setelah analisis data selesai maka

hasilnya akan disajikan secara deskriptif, yaitu dengan menuturkan dan

menggambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan yang diteliti.

Dari hasil tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan yang merupakan

jawaban atas permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.34

G. Sistematika penullisan

Sistematika penulisan merupakan langkah untuk memberikan

gambaran yang jelas mengenai penulisan skripsi, maka penulis membagi

penulisan skripsi ini menjadi 4 bab. Adapun sub-sub bab dalam penulisan

ini sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah

yang ingin diutarakan, tujuan dan maksud penelitian, manfaat

penelitian, kerangka teori, metode penelitian yang digunakan,

dan sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan pustaka

34 Soerjono Soekanto, Op,Cit, hlm.250.

Page 25: Proposal Revisi - ACC Syamsul (JADI)

25

Bab ini akan berisikan tinjauan umum mengenai hukum waris

perdata, penjelasan mengenai hukum waris adat Tionghoa,

sistem kekerabatan pada etnis Tionghoa, serta adat istiadat etnis

Tionghoa.

BAB III Pembahasan

Bab ini akan berisikan pembahasan tentang efktivitas pasal 830

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Terhadap Pembagian

Waris Etnis Tionghoa di Pangkal Pinang, tentang cara

penyelesaian sengketa waris pada etnis Tionghoa yang ada di

Kota Pangkal Pinang.

BAB IV Penutup

Bab IV yang merupakan bab terakhir, dimana dalam bab ini

berisikan tentang kesimpulan dan saran. Kesimpulan merupakan

jawaban dari pokok-pokok permasalahan yang diajukan.

Sedangkan saran merupakan sumbangsih pemikiran hasil

penelitian dalam upaya mengatasi permasalahan yang ada.

H. Daftar pustaka

Buku-buku :

Abdulkadir Muhamad, Hukum Dan Penelitian Hukum, 2000, PT Citra Aditya Bakti, Bandung.

Achmad Ichsan, Hukum Perdata,1969. Pembimbing Masa, Jakarta.

Ali afandi, Hukum Waris, Hukum kelurga, hukum pembuktian, Menurut kitab Undang-undang Hukum perdata, 1989, PT. Bina Aksara, Jakarta.

Page 26: Proposal Revisi - ACC Syamsul (JADI)

26

Amirudin Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, 2003, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Badriyah Harun, Panduan Praktis Pembagian Waris, 2009, Pustaka Yustisia, Yogyakarta.

ES. Adinarto, Mengenal Adat Istiadat Hukum Adat di Indonesia, 2009, LPP UNS dan UNS Press, Surakarta.

J. Satrio, Hukum Waris, 1992, P.T Alumni, Bandung.

Leo Suryadinata, Negara dan Etnis Tionghoa (Kasus Indonesia), 2002, Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta.

Leo Suryadinata, Pemikiran Politik Etnis Tionghoa Indonesia, 2005, Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta.

Oemarsalim, Dasar-dasar Hukum Waris di Indonesia, 2006, Rineka Cipta, Jakarta.

R. Subekti, Pokok-pokok dari hukum Perdata, 1975, Intermesa, Jakarta..

Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, 2006, P.T Alumni, Bandung.

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penulisan Hukum, 1982, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Soerjono Soekanto, Pengantar Pnenelitian Hukum, 2008, UI-Press, Jakarta.

Wijono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perdata, 1979, Sumur Bandung, Jakarta.

Perundang-undangan : Undang-undang Dasar 1945 Republik Indonesia. Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Data Elektronik : http://eprints.undip.ac.id/15954/1/Willy_Yuberto_Andrisma.pdf.di

akses 20 maret 2013 Jam 12.30 WIB.

Page 27: Proposal Revisi - ACC Syamsul (JADI)

27