90
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktek Kerja Lapangan Praktek Kerja Lapangan (PKL) adalah salah satu mata kuliah yang terdapat pada program studi Fisika Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Padang (FMIPA UNP). Melalui mata kuliah ini diharapkan mahasiswa dapat mengembangkan kemampuan, etos kerja serta terlatih untuk menghadapi masalah yang terdapat dilapangan. Praktek Kerja Lapangan (PKL) dilakukan pada instansi-instansi atau perusahaan yang berbadan hukum resmi, yang telah direkomendasikan oleh Ketua Jurusan Fisika dan Dekan FMIPA. Instansi atau perusahaan yang dipilih harus sesuai dengan kelompok bidang kajian mahasiswa yang bersangkutan. Hal ini bertujuan untuk memperkuat konsep serta dapat mengaplikasikan secara nyata teori-teori yang telah diperoleh di perguruan tinggi. Maka penulis memilih PT. Semen Padang (Persero) Tbk, sebagai tempat untuk melaksanakan PKL, karena penulis menilai perusahaan tersebut sangat tepat dengan bidang yang penulis tekuni dilihat dari adanya keterkaitan hubungan antara bidang perusahaan dengan 1

pengujian fisika semen

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Praktek Kerja Lapangan

Praktek Kerja Lapangan (PKL) adalah salah satu mata kuliah yang terdapat

pada program studi Fisika Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Negeri Padang (FMIPA UNP). Melalui mata

kuliah ini diharapkan mahasiswa dapat mengembangkan kemampuan, etos kerja

serta terlatih untuk menghadapi masalah yang terdapat dilapangan.

Praktek Kerja Lapangan (PKL) dilakukan pada instansi-instansi atau

perusahaan yang berbadan hukum resmi, yang telah direkomendasikan oleh Ketua

Jurusan Fisika dan Dekan FMIPA. Instansi atau perusahaan yang dipilih harus

sesuai dengan kelompok bidang kajian mahasiswa yang bersangkutan. Hal ini

bertujuan untuk memperkuat konsep serta dapat mengaplikasikan secara nyata

teori-teori yang telah diperoleh di perguruan tinggi.

Maka penulis memilih PT. Semen Padang (Persero) Tbk, sebagai tempat

untuk melaksanakan PKL, karena penulis menilai perusahaan tersebut sangat

tepat dengan bidang yang penulis tekuni dilihat dari adanya keterkaitan hubungan

antara bidang perusahaan dengan bidang akademis yang penulis pelajari selama

duduk di bangku perkuliahan.

Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini bertujuan untuk mendapatkan

pengalaman dan menambah wawasan yang nantinya dapat digunakan untuk terjun

langsung di masyarakat dan dunia kerja. Penulis membuat laporan PKL yang

mengangkat sebuah topik permasalahan untuk lebih memahami pengetahuan

praktis yang diperoleh melalui pengamatan langsung. Topik tersebut adalah

“Pengujian Fisika Semen Portland Composite Cement (PCC) menggunakan

Metode SNI 15-2049-2004 dan BS 196-1:2005.”

1

B. Tujuan

Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Jurusan Fisika Universitas

Negeri Padang bertujuan:

1. Tujuan umum

a. Mengenali dan mendapatkan pengetahuan praktis melalui pengalaman

langsung sehingga berguna melengkapi pengetahuan teoritis yang telah

diperoleh sebelumnya di bangku perkuliahan agar menjadi pengetahuan

yang lengkap dan utuh.

b. Mengetahui profil PT. Semen Padang.

c. Mengetahui proses pembuatan semen, sistem kerja peralatan produksi,

pengunaan alat-alat pengujian, kegiatan preparasi sampel, analisis sampel,

dan pengendalian kualitas selama proses produksi yang berlangsung di

PT. Semen Padang.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui pengujian kualitas semen PCC secara fisika di Laboratorium

Fisika Semen PT. Semen Padang.

b. Menganalisa kualitas semen PCC secara fisika di Laboratorium Fisika

Semen PT. Semen Padang.

c. Mengetahui perbedaan pengujian semen dengan menggunakan metode

SNI dan BS.

2

BAB II

LAPORAN KEGIATAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN

A. Mekanisme Pelaksanaan PKL

Peserta magang berada pada posisi sebagai mahasiswa yang belajar dan

melaksanakan Praktek Kerja Lapangan. Mahasiswa magang diberikan bimbingan

oleh karyawan yang ditunjuk oleh Kepala Biro Jaminan Kualitas & Pelayanan

Teknis, agar dapat mengetahui segala sesuatu yang berkaitan dengan penggunaan

alat–alat pengujian, kegiatan preparasi sampel, analisis sampel dan pengendalian

kualitas semen.

B. Deskripsi PT. Semen Padang

PT. Semen Padang merupakan sebuah perusahaan yang memproduksi

semen untuk keperluan masyarakat lokal maupun luar daerah. Semen yang

dihasilkan digunakan sebagai bahan pengikat pada batuan dan beton yang

mempunyai peranan penting dalam setiap pembangunan fisik.

PT. Semen Padang beralamat di Jl. Raya Indarung, Padang 25237 Sumatera

Barat Telp. 0751-815250, Fax.0751-815590.

1. Sejarah dan Perkembangan PT. Semen Padang

Sejarah PT. Semen Padang dimulai pada tahun 1910, diawali dari dua

ilmuwan Belanda, Ir. Carl Christoper Lau dan Ir. Koninjberg yang

menemukan daerah Karang Putih dan Ngalau. Batuan daerah ini diduga dapat

dijadikan bahan baku pembuatan semen. Setelah diperiksa di laboratorium

Voor Material Landerzoek, Belanda, menunjukkan bahwa batuan tersebut

merupakan bahan baku semen, yaitu batu kapur (lime stone) dan batu silika

(silica stone).

Sejarah perkembangan PT. Semen Padang adalah sebagai berikut:

a. Periode I (1910-1942)

PT. Semen Padang berdiri pada tanggal 18 Maret 1910 dibawah

kekuasaan Belanda dengan nama NV Nedherland Indische Portland

Cement Maatschappji dibawah pimpinan Ir. Carl Chistoper Lau dan Ir.

3

Hogan Paad serta Ir. Konijberg, yang berkedudukan di Amsterdam

(Belanda) berdasarkan akte No.358 tanggal 18 Maret 1910 yang dibuat

dihadapan notaris Johannes Pieter Smith. Akte tersebut diumumkan dalam

Bijvoegsel Tot De Netherlandsch Staat Courant No. 90 tanggal 19 April

1910. Pabrik mulai berproduksi pada tahun 1939 mencapai angka

produksi 170.000 ton/tahun.

b. Periode II (1942-1945)

Dalam periode ini pabrik dikuasai oleh Jepang karena Belanda

angkat kaki dari Indonesia akibat kekalahan dari Jepang pada Perang

Dunia II. Jepang menyerahkan segala kegiatan pada perusahaan Asano

Cement. Pada tahun 1944 terjadi pemboman oleh sekutu sehingga pabrik

rusak berat dan produksi terhenti.

c. Periode III (1945-1947)

Periode ini adalah masa perang kemerdekaan RI, bersama dengan

kekalahan Jepang dari sekutu pada tahun 1945 pabrik diambil alih oleh

karyawan dan selanjutnya diserahkan kepada pemerintahan Republik

Indonesia (RI) dan selanjutnya diganti namanya menjadi Kilang Semen

Indarung.

d. Periode IV (1947-1956)

Pada tahun 1947 dalam agresi militer Belanda I pabrik diambil alih

kembali oleh Belanda dan namanya diubah menjadi NV Padang Portland

Cement Matschappji (NV PPCM). Jumlah produksi sangat sedikit, karena

banyak karyawan yang mengungsi. Setelah Konferensi Meja Bundar

1949, pabrik kembali berjalan normal. Pada tahun 1957, produksi

mencapai 154.00 ton/tahun.

e. Periode V (1958-1961)

Dengan keluarnya PP No. 10/1958, maka tanggal 5 Juli 1958 pabrik

dinasionalisasikan dan sebagai pengelolanya diserahkan kepada Badan

Penyelenggaraan Perusahaan dan Tambang atau BAPPT dan nama Semen

Padang mulai diperkenalkan. Pada tahun 1958 produksi semen sebesar

4

80.828 ton, tahun 1959 sebesar 120.714 ton, dan tahun 1960 sebesar

107.695 ton.

f. Periode VI (1961-1971)

Setelah tiga tahun dikelola oleh BAPPT Pusat, berdasarkan PP

No.135/1961 status perusahaan diubah menjadi Perusahaan Negara Semen

Padang, dengan produksi 77.030 ton/tahun. Berdasarkan PP No.7/1971,

menetapkan bahwa status Semen Padang menjadi PT (Persero)

berdasarkan Akta Notaris No. 5 tanggal 4 Juli 1972, seluruh saham

dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia. Pada tahun 1971 kapasitas

produksi mencapai 172.071 ton.

g. Periode VII (1971-1995)

Sesuai dengan PP No.7/1971 pada tanggal 17 Februari 1971

Perusahaan Negara Semen Padang diubah menjadi PT. Semen Padang

(Persero). Pengembangan dilanjutkan dengan mendirikan pabrik Indarung

II pada tahun 1977 bekerja sama dengan Denmark dan dibangun oleh

kontraktor FL Smith Co/AS dengan kapasitas terpasang 600.000 ton/tahun,

sedangkan sumber dananya didapatkan dari Bapindo, Bank Dunia, Kas

PT. Semen Padang dan Pemerintahan RI. Pabrik ini selesai dibangun pada

tahun 1980 dan pembangunan kemudian dilanjutkan dengan pabrik

Indarung III A. Pabrik Indarung III A dibangun oleh FL Smith Co/AS dan

diresmikan tanggal 23 September 1983 dengan kapasitas terpasang

600.000 ton/tahun. Dan proyek Indarung III B bekerjasama dengan India

dan selesai tahun 1987 dengan kapasitas produksi 660.000 ton/tahun.

Proyek Indarung III C (1991-1994) dilakukan secara swakelola oleh PT.

Semen Padang dengan kapasitas produksi 660.000 ton/tahun. PT. Semen

Padang meningkatkan produksinya dengan pengembangan pabrik

Indarung IV (Indarung III B dan Indarung III C) yang dilaksanakan pada

tahun 1993. Dengan kapasitas produksinya 1.620.000 ton/tahun.

5

h. Periode VIII (1995-sekarang)

Berdasarkan surat keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia

No.5-326/MK.016/1995, pemerintah melakukan konsolidasi atas tiga

pabrik semen milik pemerintah yaitu PT. Semen Padang, PT. Semen

Gresik dan PT. Semen Tonasa, yang terealisasi pada tanggal 15 September

1995, sehingga saat ini PT. Semen Padang berada dibawah PT. Semen

Gresik (Semen Gresik Group) dan pada tanggal 16 Desember 1998,

dilakukan peresmian pabrik Indarung V, kapasitas produksi semen

meningkat menjadi 5.360.000 ton/tahun. Dan pada tahun 2013, PT. Semen

Padang memproduksi semen sebanyak 6.500.000 ton dengan melakukan

optimalisasi produksi.

2. Struktur Organisasi serta Uraian Tugas

Struktur organisasi mempunyai peranan penting dalam perusahaan

karena mengambarkan adanya pembagian pekerjaan sebagai penjabaran tugas

sehingga setiap orang dalam organisasi bertanggung jawab untuk melakukan

tugas tertentu dan mengawasi bidangnya sendiri. Melalui struktur organisasi

perusahaan dapat diketahui garis pertanggungjawaban semua kegiatan dan

usaha yang telah dijalankan sesuai dengan batas wewenang yang diberikan.

Semakin tinggi tingkatan sesuatu unit tertentu, maka makin luas bidang

tanggungjawabnya.

Struktur organisasi PT. Semen Padang bila dikelompokkan berdasarkan

tugas dan wewenang adalah sebagai berikut:

a. Dewan Komisaris

Dewan Komisaris dipilih dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Dewan Komisaris ini bertugas sebagai Dewan Pengarah (streering

committe) dan tempat berkonsultasi bagi direktur dalam mengambil suatu

keputusan.

b. Dewan Direksi

Dewan Direksi terdiri dari Direktur Utama yang dibantu oleh tiga orang

Direktur yaitu Direktur Komersial, Direktur Produksi, dan Direktur

6

Keuangan yang diangkat berdasarkan SKD Penyempurnaan Struktur

Organisasi dan Alih Tugas Karyawan Eselon 1, 2 & 3 No.016/SKD/

DESDM/02.2014 tanggal 26 Februari 2014.

Direktur utama merupakan orang yang paling bertanggung jawab terhadap

seluruh aktivitas dan jalannya perusahaan. Dalam menjalankan

aktivitasnya, Direktur utama dibantu oleh direktur-direktur dan staf ahli

bagian pengawasan intern serta program pengendalian mutu terpadu dan

lembaga penunjang lainnya. Direktur Utama membawahi empat

Departemen, yaitu Internal audit, Departemen Komunikasi, Departemen

GRC/MR, dan Staff Holdco/PTSI.

Direktur yang membantu Direktur Utama, adalah :

1. Direktur Komersial

bertanggung jawab terhadap masalah niaga, pemasaran, dan hal umum

lainnya. Direktur ini membawahi tiga Departemen, yaitu:

a. Departemen Penjualan

b. Departemen Distribusi dan Transportasi

c. Departemen Pengadaan

2. Direktur Produksi

bertanggung jawab terhadap kelancaran operasional pabrik. Direktur

ini membawahi enam Departemen, yaitu:

a. Departemen Tambang

b. Departemen Produksi II/III

c. Departemen Produksi IV

d. Departemen Produksi V

e. Departemen Teknik Pabrik

f. Departemen Jaminan Kualitas dan Inovasi yang membawahi lima

biro, yaitu:

1) Biro Jaminan Kualitas dan Pelayanan Teknis

2) Biro K3LH

3) Biro Inovasi dan TPM

7

4) Biro AFR

5) Biro Capex

3. Direktur Keuangan

bertanggung jawab terhadap masalah keuangan. Direktur ini

membawahi dua Departemen, yaitu:

a. Departemen Akuntansi dan Keuangan

b. Departemen Sumber Daya Manusia

3. Aktivitas PT. Semen Padang

a. Proses Produksi Semen

Secara umum urutan proses pembuatan semen terdiri dari empat

tahapan, yaitu: Persiapan bahan baku; Pengolahan bahan baku menjadi

raw mix (unit penggilingan bahan baku); Pengolahan raw mix menjadi

klinker (unit pembakaran bahan baku); Penggilingan klinker menjadi

semen (unit penggilingan semen);

1) Persiapan bahan baku

Tahapan persiapan bahan baku meliputi penambangan,

pemecahan, transportasi, dan penyimpanan bahan baku di pabrik.

Adapun bahan baku yang disiapkan seperti:

a) Batu kapur

Batu kapur adalah bahan utama dalam pembuatan semen

sebagai sumber kalsium oksida (CaO). Penggunaan batu kapur

adalah sekitar 80% dari total kebutuhan bahan mentah. Senyawa-

senyawa yang terkandung di dalam batu kapur adalah ±50% CaO,

±11% SiO2, ±2% Al2O3, ±1% Fe2O3, dan oksida-oksida lain seperti

MgO.

Pengambilan batu kapur untuk kebutuhan PT. Semen Padang

berasal dari Bukit Karang Putih. Penambangan dilakukan dengan

sistem penambangan terbuka. Dimulai dengan Tahapan

pembersihan lahan (Land Clearing) dengan cara membuang

lapisan atas tanah dan pepohonan yang menutupi lapisan batu

8

kapur dengan Bulldozer dan Excavator. Tahapan pengeboran

(Drilling) dengan pembuatan lubang untuk peledakan. Kedalaman

pengeboran sekitar 6-15 meter yang diarahkan pada lantai jenjang.

Tahapan Peledakan (Blasting) yaitu lubang yang telah dibor diisi

dengan bahan peledak dan diledakkan dengan cara electrical

detonation. Tahapan pemuatan dan pengangkutan dengan

mengumpulkan hasil dari ledakan dan dimuat oleh excavator dan

wheel loader ke dump truck dan diangkut menuju crushing area.

Tahapan selanjutnya yaitu pengecilan ukuran (Crusher).

Pengecilan ukuran dilakukan menggunakan crusher. Selanjutnya

batu kapur dibawa menggunakan belt conveyor menuju storage

pabrik.

b) Batu Silika (Silica Stone)

Batu silika merupakan sumber utama oksida silika dan

alumina. Kebutuhan batu silika ini sekitar 9-10% dari total

kebutuhan bahan mentah. Senyawa-senyawa yang terkandung di

dalam batu silika adalah: ±70% SiO2, ±13% Al2O3, ±16% Fe2O3,

dan ±1% CaO.

Pengambilan batu silika untuk kebutuhan PT. Semen Padang

berasal dari Bukit Ngalau tetapi sejak tahun 2012 ditemukan batu

silika di Bukit Karang Putih sehingga penambangan di Bukit

Ngalau dihentikan sementara. Penambangan dilakukan dengan

meruntuhkan deposit menggunakan excavator. Selanjutnya batu

silika di angkut menuju mobile crusher untuk pengecilan ukuran.

Setelah itu, batu silika di transport menggunakan belt conveyor

menuju storage pabrik.

c) Tanah liat (Clay)

Tanah liat merupakan sumber alumina oksida (Al2O3) dalam

proses pembuatan semen. Kebutuhan tanah liat ini sekitar 9-10 %

dari total kebutuhan bahan mentah. Senyawa-senyawa yang

9

terkandung dalam tanah liat adalah ±45% SiO2, ±29% Al2O3, dan

±10% Fe2O3.

Penambangan tanah liat dilakukan oleh anak perusahaan

seperti PT. Igasar dan PT. Yasiga di kawasan Bukit Atas dan

Gunung Sariak. Penambangan dilakukan dengan pengerukan

menggunakan Excavator dari bukit induk. Selanjutnya

pengangkutan dilakukan dengan truk menuju storage pabrik.

d) Pasir besi (Iron Sand)

Pasir besi dan copper slag merupakan sumber utama dari

oksida besi (Fe2O3). Kebutuhan pasir besi sekitar 1-2% dari total

kebutuhan bahan mentah. Kandungan Fe2O3 ini berfungsi sebagai

pemberi warna gelap pada semen dan secara teoritis berfungsi

sebagai fluks dalam pembakaran dan menurunkan C3A.

Bahan baku pasir besi didatangkan dari PT. Aneka Tambang,

Cilacap. Selain itu pasir besi juga dapat disubstitusikan dengan

copper slag yang diperoleh dari industri pengolahan tembaga di

Gresik.

e) Gypsum

Gypsum sebagai bahan penunjang juga didatangkan dari luar.

Gypsum alam diimpor dari Thailand sedangkan gypsum sintetis

didatangkan dari Petrokimia Gresik dan Australia.

f) Bahan Tambahan

Bahan tambahan yang digunakan merupakan bahan mentah

yang ditambahkan kedalam klinker untuk menghasilkan semen

jenis tertentu. Contoh bahan tambahan antara lain: Pozzolan.

g) Batu bara.

Batu bara dipakai sebagai bahan bakar pada kiln, SLC dan

ILC. Saat ini batu bara diperoleh dari berbagai sumber,

diantaranya dari tambang rakyat di Ombilin dan tambang di Muaro

Bungo.

10

Alat-alat yang digunakan dalam persiapan bahan baku

pembuatan semen ditampilkan pada Gambar 1.

Bulldozer Dump truck Wheel loader

Drilling Belt conveyor di tambang Belt conveyor di storage

Gambar 1. Alat yang berperan dalam persiapan bahan baku

2) Penyimpanan bahan baku

Batu kapur dari unit tambang ditransportasikan menggunakan

belt conveyor menuju limestone storage untuk ditampung. Batu kapur

yang dibawa oleh belt conveyor dijatuhkan di dalam storage kemudian

dibawa oleh belt conveyor menuju hopper batu kapur.

Seperti halnya batu kapur, silika dari unit tambang juga

ditransportasikan dengan belt conveyor yang kemudian dimasukkan ke

dalam silica storage. Dari silica storage, silika ditransportasikan

dengan belt conveyor ke hopper silica. Sedangkan copper slag

ditransportasikan menggunakan belt conveyor menuju hopper copper

slag.

Bahan baku tanah liat yang diambil dari penambangan dan

diangkut dengan truk menuju ke clay storage. Dalam storage ini tanah

liat disimpan dan diblending. Kemudian mengalami proses reclaiming

11

dengan bucket excavator dan diangkut dengan belt conveyor ke

hopper clay. Tempat penyimpanan bahan baku pembuatan semen

ditampilkan pada Gambar 2.

Limestone storage Silica stone storage

Copper slag strorage

Raw coal storageClay storage Gypsum

Gambar 2. Tempat penyimpanan raw material

Di bawah hopper setiap material terdapat dosimat feeder.

Sebelum mengalami proses penggilingan batu kapur, silika, clay, dan

cooper slag ditimbang terlebih dahulu menggunakan dosimat feeder.

Perbandingan masing-masing komponen berasal dari laboratorium

yang telah menganalisa raw material yang ada dan besarnya

perbandingan tergantung dari kebutuhan pabrik. Kemudian keempat

material dimasukkan kedalam satu belt conveyor menuju roller mill

untuk mengalami proses pencampuran, penggilingan, dan pengeringan

material.

3) Proses Penggilingan Bahan Baku (Unit Raw Mill)

Penggilingan bahan baku dilakukan dimulai di roller mill.

Keempat bahan baku yang telah digabung dalam rubber conveyor

masuk ke dalam roller mill untuk digiling. Bersamaan dengan itu juga

12

dialirkan gas panas yang berasal dari suspension preheater. Dengan

memanfaatkan gas panas ini maka air dalam material mencakup air

bebas, air kapiler, dan air absorbsi dapat diuapkan hingga < 1%.

Material masuk dari inlet di bagian atas vertical mill. Material akan

hancur karena tergilas antara putaran roller dengan meja penggiling.

Aliran gas panas bersama material halus keluar mill setelah

melalui classifier yang ada di dalam mill menuju keempat cyclone

yang dipasang paralel, yakni cyclone S25, cyclone S17, cyclone S19,

dan cyclone S27. Pada masing-masing cyclone tersebut gas dan

material dipisahkan. Material yang jatuh dari keempat cyclone dibawa

masuk ke dalam CF Silo (Controlled Flow Silo).

Pada CF silo terjadi proses homogenisasi material untuk

memperoleh material dengan komposisi yang diinginkan untuk umpan

kiln. Material yang sudah terhomogenisasikan siap diumpankan ke

dalam kiln yang disebut dengan kiln feed. Bagian-bagian yang

berperan dalam proses penggilingan bahan baku ditampilkan pada

Gambar 3.

Dosimat feeder Hopper Vertical mill

Gambar 3. Peralatan pengilingan bahan baku

4) Proses Pembakaran Bahan Baku (Unit Kiln)

a) Persiapan Bahan Bakar di Coal Mill

Batu bara dari storage masuk ke hopper batu bara yang

dilengkapi dengan timbangan logic untuk mengetahui jumlah batu

bara dalam hopper. Kemudian dibawa ke coal mill, selanjutnya

13

dihancurkan menggunakan Vertical mill yang dapat dilihat pada

Gambar 4.

Gambar 4. Vertical mill batu bara

(1) Proses Pembakaran Awal

Kiln Feed hasil CF Silo masuk ke dalam Loss of Weight

untuk ditimbang. Setelah mengalami penimbangan, material

masuk ke dalam bucket elevator. Kemudian material dipisah

alirannya yaitu dari satu aliran menjadi dua aliran. Pengaturan

splitter gate ini diatur oleh Central Control Room (CCR)

secara komputerisasi. Setelah aliran terpisah menjadi dua

dengan laju yang telah ditentukan (ton/jam), maka aliran

material pertama akan ditransportasikan ke dalam string B

yaitu SLC (Separator Line Calciner), sedangkan aliran

material kedua menuju ke string A yaitu ILC (In Let Calciner)

pada set point tertentu.

Pada ILC maupun SLC gas panas ditarik oleh fan

kemudian dikeluarkan melalui dumper. Debu yang terikut oleh

gas panas dari kiln disaring oleh kanvas yang berada dalam

drop out box agar yang masuk kedalam pre heater hanya

berupa gas panas. Sedangkan debu klinker turun ke chain

conveyor untuk dimasukkan ke clinker cooler.

Proses pemanasan pada pre heater ILC dan SLC

menggunakan gas panas yang berasal dari udara primer yang

dihembuskan oleh fan, yang berfungsi sebagai pengumpan

14

bahan bakar batu bara ke kiln, dimana udara primer ini akan

bercampur dengan udara sekunder didalam kiln dan akhirnya

keluar. Kemudian kiln tertarik oleh fan masuk kedalam pre

heater. Selain itu proses pemanasan pada pre heater juga

menggunakan udara tersier yang berasal dari proses

pendinginan pada clinker cooler, yang akhirnya keluar menuju

pre heater ILC dan SLC. Kedua kalsiner ini juga mendapatkan

panas dari batu bara.

Penggunaan calsinasi ILC dan SLC memberikan efisiensi

proses pre kalsinasi yang tinggi, karena penggunaan keduanya

dapat memberikan nilai derajat kalsinasi yang tinggi dan dapat

diperoleh keseragaman material yang baik masuk ke rotary

kiln. Sehingga panas di rotary kiln dapat dioptimalkan untuk

menghasilkan klinker dengan kualitas yang lebih baik.

Adapun reaksi yang terjadi pada pre heater yang

ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Reaksi yang terjadi pada pre heater

Suhu °C Tahap Proses

100 Penguapan air bebas dari bahan baku, dan uap air

menguap bersama gas hasil pembakaran.

500 – 600 Pelepasan air kristal hidrat pada tanah liat.

Al2O3.SiO2.2H2O à Al2O3.SiO2 + H2O

600 – 800 Kalsinasi sampai 91%

CaCO3 à CaO + CO2

MgCO3 à MgO + CO2

(2) Proses Pembakaran Akhir (Rotary Kiln)

Material yang keluar dari cyclone diumpankan ke dalam

kiln dengan temperatur masuk sekitar 900 ºC. Disini material

akan mengalami proses pembakaran menjadi clinker. Karena

15

kalsinasi 90% sudah terjadi pada pre heater, maka umpan di

dalam kiln akan mengalami kalsinasi lebih lanjut hingga 100%

pada calcining zone dengan temperatur 900-1000 ºC, kemudian

diteruskan melewati transition zone dengan suhu sekitar

1000–1260 ºC. Di daerah ini terjadi perubahan material ke

fasa cair. Setelah itu material melewati burning zone dengan

suhu 1260 – 1510 ˚C, sehingga terjadi reaksi dalam fasa cair

menghasilkan senyawa clinker (C2S, C3A, C4AF, C3S).

Dinding bagian luar kiln di daerah burning zone dilengkapi

dengan 12 fan yang berfungsi untuk mencegah kerusakan

dinding kiln akibat adanya pembakaran kiln yang mempunyai

temperatur sangat tinggi, yaitu 1450 ºC.

Pendinginan didalam kiln disebabkan adanya udara

sekunder yang berasal dari clinker cooler dengan suhu sekitar

800–900 oC. Clinker yang keluar dari kiln dengan suhu sekitar

1200–1250 oC akan mengalami pendinginan lebih lanjut

didalam clinker cooler. Sebagai media pendingin digunakan

udara luar yang dihembuskan oleh 18 buah fan.

Pada rotary kiln dibagi menjadi 4 zona, yaitu :

a) Zona Kalsinasi (Calcination) : suhu 900–1000 °C

b) Zona Transisi (Transition) : suhu 1000–1250 °C

c) Zona Pembakaran (Burning) : suhu 1250–1450 °C

d) Zona Pendinginan (Cooling) : suhu 1450–130 °C

Kualitas klinker yang baik atau hasil pembakaran klinker

yang baik ditandai oleh kandungan CaO bebas dalam klinker

tidak lebih dari 2 % (berat). Reaksi pembentukan klinker dapat

ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Reaksi Pembentukan clinker yang terjadi pada rotary kiln.

16

Suhu 0C Reaksi

900-1000 °C

Kalsinasi lanjutan :

CaCO3 CaO + CO2

Awal Pembentukan Dicalsium silikat (C2S)

2CaO + SiO2 (CaO)2SiO2

1000-1250 °C

Awal pembentukan Tricalsium alumina (C3A)

3CaO + Al2O3 (CaO)3Al2O3

Awal pembentukan Tetracalsium alumina ferrit

(C4AF)

4CaO+Al2O3+Fe2O3 (CaO)4Al2O3Fe2O3

1250-1450 °CAwal pembentukan Tricalsium silika (C3S)

CaO + (CaO)2SiO2 (CaO)3SiO2

5) Proses Pendinginan (Clinker Cooler)

Pada proses klinkerisasi, mineral klinker terbentuk pada

suhu yang relatif tinggi. Dalam pendingin ini klinker panas

dengan suhu kisaran 1300oC yang berupa liquid akan

didinginkan menjadi klinker dingin berupa padatan

(bongkahan) dengan suhu kisaran 90oC-120oC. Sehingga akan

dibebaskan panas yang selanjutnya disuplai untuk rotary kiln

dan suspension pre heater. Sedangkan sebagian laginya akan

ikut bersama debu dan udara yang diteruskan ke EP Filter.

Untuk memisahkan gas panas dengan debu klinker, panas

yang terpisah akan disuplai ke sistem Waste Heat Recovery

Power Generator untuk diubah menjadi energi listrik.

Sedangkan debu akan dimasukkan ke pendingin debu

kemudian dimasukkan ke dalam dome silo atau silo klinker

untuk disimpan sementara bersama dengan klinker dingin

keluaran grate cooler yang ditransportasikan oleh deep bucket

conveyor.

17

Rotary kiln Grate cooler

Gambar 5. Peralatan pembuatan klinker

6) Proses penggilingan akhir (Unit Finish Mill)

Klinker, gypsum, dan material ketiga dari hoppernya

masing-masing ditimbang dengan menggunakan dosimat

feeder dan bercampur dengan klinker. Kemudian ketiga

material masuk ke dalam cement mill. Di cement mill material

mengalami penggilingan akibat benturan dan gesekan material

dengan grinding media. Karena tarikan udara ventilasi oleh fan

sebagian material halus terbawa oleh udara dan masuk ke

dalam cyclone. Di cyclone dipisahkan udara yang membawa

material halus dengan material kasar. Udara yang membawa

material halus masuk ke dalam EP. Material dipisahkan dari

udara dan masuk ke dalam screw conveyor. Material kasar

yang dipisahkan di cyclone dikirim ke separator.

Material kasar yang keluar dari cement mill dibawa ke

dalam bucket elevator. Material dari bucket elevator dibagi

dua dalam separator, di kedua separator material halus

dipisahkan sebagai produk dan dibawa ke silo cement.

Sedangkan material yang kasar dikembalikan ke mill.

7) Proses pengisian (Unit Packing)

18

Pada unit kerja pengisian (packer), proses dimulai dari

silo cement. Dari silo yang berjumlah 4, tetapi pada setiap

pengoperasiannya hanya digunakan 2 silo secara bergantian. Di

dalam silo terdapat fan yang berfungsi untuk menarik material

(semen) yang disimpan di dalam silo untuk dimasukkan

kedalam alat transportasi air slide. Air slide yang mempunyai

kemiringan 60º ini dilengkapi oleh blower yang berfungsi

untuk menggerakkan material (semen) di dalam air slide

menuju ke bin penampung. Dari bin penampung ini, material

(semen) dibawa oleh air slide dan bucket elevator.

Dari bucket elevator,material (semen) ditransportasikan

pada masing–masing line ke vibrating screen untuk dipisahkan

antara material halus dan kasar. Untuk material yang kasar

akan dibuang melalui pipa buang, sedangkan untuk material

yang halus dari vibrating screen akan ditransportasikan ke bin

packer, kemudian secara gravitasi material (semen) turun ke

mesin packer.

Pada mesin packer, zak yang berkapasitas 40 dan 50 kg

ini dimasukkan pada bagian injeksi semen, kemudian secara

otomatis zak terisi oleh semen melalui lubang-lubang yang

terdapat pada sudut kantong. Apabila terisi penuh, lubang

kantong tersebut akan menutup dengan sendirinya, setelah itu

oleh mesin packer, zak semen dilempar ke belt conveyor

menuju ke belt weight untuk ditimbang. Setelah ditimbang, zak

semen melalui belt conveyor menuju ke mesin SX untuk

diseleksi. Untuk zak semen yang kurang dari kapasitas yang

telah ditentukan (40,45±0,25 kg, 50,5±0,25 kg, dan 50,45±0,25

kg) maka pemenuhan kapasitas ini dilakukan dengan cara

menambah kapasitas semen pada zak untuk pengisian

selanjutnya.

19

Zak semen yang memenuhi syarat akan ditransportasikan

oleh belt conveyor menuju ke truck storage. Dari sini semen

dapat didistribusikan melalui truck. Dan untuk mencegah

terjadinya kecurangan dalam penyaluran semen, maka setiap

truck pengangkut semen diberi chip. Selain itu, untuk

memudahkan pengontrolan dan penelusuran apabila terjadi

komplain dari konsumen, maka pada setiap kantong terdapat

kode-kode yang meliputi tanggal pengiriman, tanggal

pengepakan dan lain-lain sehingga mutu dari semen yang

didistribusikan masih dapat diatasi dengan baik oleh

perusahaan. (Baradja. 1990)

C. Aktivitas Praktek Kerja Lapangan

1. Ruang Lingkup Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan

Dalam pelaksanaan PKL di PT. Semen Padang penulis lebih difokuskan

pada bagian pengamatan kegiatan di Laboratorium Fisika Semen PT. Semen

Padang. Kegiatan ini berupa kegiatan dilabor meliputi penggunaan alat–alat

pengujian, kegiatan preparasi sampel, analisis sampel, dan pengujian sifat

fisika sampel.

Pengujian yang dilakukan pada semen PCC dengan menggunakan

metode SNI dan BS adalah pengujian sifat fisika, karena sifat fisika

merupakan sifat yang paling menentukan bagaimana kualitas semen tersebut.

Sampel yang telah didapatkan dihomogenisasi terlebih dahulu dengan cara

memasukkan angin kedalam kantong tempat sampel, mengaduk sampel dalam

segala arah. Banyaknya sampel semen yang diambil adalah ±10 kg.

Pengujian sifat fisika meliputi pengujian kehalusan, pengujian sisa

diatas ayakan, pengujian konsistensi normal dan waktu pengikatan, dan

pengujian kekuatan tekan.

2. Jadwal Praktek Kerja Lapangan

20

Pelaksanaan Praktek kerja lapangan dilaksanakan di Laboratorium

Fisika Semen Biro Jaminan Kualitas dan Pelayanan Teknis PT. Semen

Padang, terhitung dari tanggal 23 Juni 2014 sampai 15 Agustus 2014.

D. Pelaksanaan PKL serta Hambatan yang ditemui dan Penyelesaiannya

Pelaksanaan PKL secara umum berjalan dengan lancar. Namun ada

beberapa hambatan yang ditemui penulis dalam PKL, seperti belum memahami

secara keseluruhan mengenai alat yang terdapat di Laboratorium Fisika Semen,

penentuan judul penelitian, serta analisa dari hasil pengujian. Untuk mengatasi hal

tersebut penulis bertanya kepada teknisi yang berpengalaman dan melakukan

banyak konsultasi dengan karyawan-karyawan yang berada di Laboratorium

Fisika Semen selama kegiatan PKL berlangsung.

21

BAB III

PENGUJIAN FISIKA SEMEN PORTLAND COMPOSITE CEMENT (PCC)

MENGGUNAKAN METODE STANDAR SNI 15-2049-2004 DAN BS 196-

1:2005

A. Tinjauan Kondisi Riil

Semen sebagai bahan pengikat pada batuan dan beton mempunyai peranan

penting dalam setiap kegiatan pembangunan fisik, sehingga antara semen dan

pembangunan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Kebutuhan

pemakaian semen disebabkan karena kondisi tertentu yang diperlukan pada

pelaksanaan konstruksi serta tujuan-tujuan ekonomis, maka dalam perkembangan

pembuatan semen dikenal beberapa macam semen. Salah satu diantaranya yaitu

semen Portland.

Portland Cement adalah perekat hidrolis yang dihasilkan dari penggilingan

klinker yang kandungan utamanya calcium silicat dan satu atau dua buah bentuk

calcium sulfat sebagai bahan tambahan. Semen Portland memiliki beberapa tipe

diantaranya semen OPC dan non OPC. Semen Ordinary Portland Cement (OPC)

terbagi atas dua macam yaitu Portland Pozzolan Cement (PPC) dan Portland

Composite Cement (PCC). Semen PPC dan PCC yang diproduksi oleh PT. Semen

Padang dihasilkan oleh pabrik Indarung IV dan V. Namun dalam pengujian ini,

penulis hanya menggunakan dua buah sampel yaitu PCC 7 dan PCC 8. Semen

yang telah diproduksi tersebut perlu dilakukan pengendalian kualitas.

Pengendalian kualitas merupakan kegiatan yang dilakukan secara kontinu,

yang bertujuan untuk menghasilkan produk yang bermutu, dilaksanakan dengan

jalan meneliti, menguji melalui program pengendalian, mulai dari bahan mentah,

selama dalam proses sampai dengan produk akhir. Pengendalian kualitas secara

menyeluruh dengan ketelitian yang tinggi, bertujuan untuk memberikan jaminan

mutu produk yang dihasilkan, agar selalu memenuhi standar yang berlaku.

22

Pengendalian kualitas semen diuji di Laboratorium Jaminan Kualitas di PT.

Semen Padang. Untuk pengujian fisika semen dilakukan di Laboratorium Fisika

Semen. Pengujian fisika semen di laboratorium ini menggunakan 2 metode yaitu

metode SNI 15-2049-2004 dan metode BS 196-1:2005.

Pada metode SNI 15-2049-2004. pengujian yang dilakukan yaitu pengujian

kehalusan semen, pengujian waktu pengikatan, pengikatan semu, dan yang paling

terpenting pengujian kuat tekan semen. Pengujian fisika semen tambahan yang

dilakukan internal Laboratorium Fisika Semen yaitu pengujian sisa diatas ayakan

dan pengujian normal konsistensi. Sedangkan pada metode BS 196-1:2005

pengujian yang dilakukan yaitu pengujian waktu pengikatan semen dan kuat

tekan semen saja.

B. Tinjauan Literatur

1. Sejarah dan Pengertian Semen

a. Sejarah Semen

Pada awalnya semen dikenal di Mesir pada tahun 500 SM pada

pembuatan piramida yaitu sebagai pengisi ruang kosong di antara celah-

celah tumpukan batu. Semen yang dibuat oleh bangsa mesir merupakan

kalsinasi gypsum yang tidak murni, kalsinasi batu kapur mulai digunakan

zaman Romawi. Kemudian bangsa Yunani membuat semen dengan cara

mengambil tanah vulkanik (vulcanic tuff) yang berasal dari pulau

Santorius yang kemudian dikenal dengan Santoris cement. Bangsa

Romawi menggunakan semen yang diambil dari material vulkanik yang

ada di pegunungan Vesuvius di lembah Napples yang kemudian dikenal

dengan nama Pozzulona cement yang diambil dari sebuah nama kota di

Italia yaitu Pozzulona. (Tri Wibowo S. Purnomo, Ir. MEng: 2001)

Penemuan bangsa Yunani dan Romawi ini mengalami

perkembangan lebih lanjut mengenai komposisi bahan dan cara

pencampurannya sehingga diperoleh mortar yang lebih baik. Pada abad

pertengahan, kualitas mortar mengalami penurunan yang disebabkan oleh

23

pembakaran limestone kurang sempurna dengan tidak adanya tanah

vulkanik.

Tahun 1756 Jhon Smeaton seorang sarjana Inggris berhasil

melakukan penyelidikan terhadap batu kapur dengan pengujian ketahanan

air. Dari hasil percobaannya dapat disimpulkan bahwa batu kapur lunak

yang tidak murni dan mengandung tanah liat merupakan bahan pembuat

semen hidrolis yang baik. Batu kapur yang dimaksud tersebut adalah

kapur hidrolis (hydraulic lime). Kemudian oleh Vicat ditemukan bahwa

sifat hidrolis akan bertambah baik jika ditambahkan juga silika atau tanah

liat yang mengandung alumina dan silika. Akhirnya Vicat membuat kapur

hidrolis dengan cara pencampuran tanah liat (clay) dengan batu kapur

(limestone) pada perbandingan tertentu kemudian campuran itu dibakar

(dikenal dengan Artifical lime twice kilned). Beberapa tahun kemudian,

Joseph Aspdin memperoleh hak paten dengan penemuannya mengenai

sejenis semen yang didapatkan dari kalsinasi campuran batu kapur dengan

tanah liat dan menggiling hasilnya menjadi bubuk halus yang kemudian

dikenal dengan nama “ Portland Cement.” (Julian Bagus Hariawan: 2000)

Dua puluh tahun setelah hak paten dari Joseph Aspdin, barulah

semen mulai diproduksi dengan kualitas yang dapat diandalkan (tahun

1850, empat buah pabrik semen tanur tegak berdiri di Inggris). Selain itu

tercatat nama seorang ilmuwan I.C Johnson yang berjasa meletakkan

dasar-dasar proses kimia pada pembuatan semen.

b. Pengertian Semen

Semen berasal dari bahasa latin “caementum” yang berarti bahan

perekat yang mampu mempersatukan atau mengikat bahan padat menjadi

satu kesatuan yang kokoh dan mempunyai fungsi sebagai bahan perekat

antara dua atau lebih bahan sehingga menjadi satu bagian yang kompak.

Semen merupakan senyawa atau zat pengikat hidrolis yang terdiri dari

senyawa C-S-H (kalsium silikat hidrat) yang apabila bereaksi dengan air

akan dapat mengikat bahan bahan padat lainnya, membentuk satu

24

kesatuan massa yang kompak, padat, dan keras.  (Julian Bagus Hariawan:

2000)

Menurut Parke, I N. semen adalah bahan perekat yang dapat merekat

beberapa benda padat lainnya menjadi satu kesatuan yang utuh dan keras.

Secara khusus semen merupakan bahan bangunan yang digunakan untuk

keperluan bangunan misalnya untuk merekat batuan, bata merah dan pasir

menjadi beton.

Semen Portland adalah bahan konstruksi yang paling banyak

digunakan dalam pekerjaan beton. Semen Portland didefinisikan sebagai

bahan hidrolik yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri

dari kalsium silikat hidrolik yang umumnya mengandung satu atau lebih

bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-

sama dengan bahan utamanya.

Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak digunakan

dalam pembangunan fisik di sektor konstruksi sipil. Jika ditambah air,

semen akan menjadi pasta semen. Jika ditambah agregat halus, pasta

semen akan menjadi mortar yang jika digabungkan dengan agregat kasar

akan menjadi campuran beton segar yang setelah mengeras akan menjadi

beton keras (concrete). (Mulyono: 2003)

Menurut Nawy (1990), pada bahan pembentuk semen terdiri dari

empat unsur penting, yaitu :

1) Trikalsium silikat (C3S)

2) Dikalsium silikat (C2S)

3) Trikalsium aluminat (C3A)

4) Tetrakalsium aluminoferit (C4AF).

Menurut Nawy (1985) secara ringkas proses pembuatan semen

Portland dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Bahan baku yang berasal dari tambang (quarry) berupa campuran

CaO, SiO2, dan Al2O3 digiling (blended) bersama-sama beberapa

25

bahan tambah lainnya, baik dalam proses basah maupun dalam proses

kering.

2) Hasil campuran tersebut di tuangkan ke ujung atas kiln yang

diletakkan agak miring.

3) Selama kiln berputar dan dipanaskan, bahan tersebut mengalir dengan

lambat dari ujung atas ke bawah.

4) Temperatur dalam kiln dinaikkan secara perlahan hingga mencapai

temperatur klinker (clincer temperature) dimana difusi awal terjadi.

Temperatur ini dipertahankan sampai campuran membentuk butiran

semen Portland pada suhu 1400ºC (2700ºF). Butiran yang dihasilkan

disebut sebagai klinker dan memiliki diameter antara 1.5−50 mm.

5) Klinker tersebut kemudian didinginkan dalam clinker storage dan

selanjutnya dihancurkan menjadi butiran-butiran yang halus.

6) Bahan tambahan yakni sedikit gypsum (sekitar 1-5%) ditambahkan

untuk mengontrol waktu ikat semen.

7) Hasil yang diperoleh kemudian disimpan pada sebuah semen silo

untuk penggunaan yang kecil, yakni kebutuhan masyarakat.

Pengolahan selanjutnya adalah pengepakan dalam packing plant.

Untuk kebutuhan pekerjaan besar, pendistribusian semen dapat

dilakukan menggunakan capsule truck. (Aswin Budhi Saputro: 2008)

2. Semen Portland Composite Cement sebagai Green Cement

Dalam rangka mengembangkan industri yang lebih ramah lingkungan,

PT. Semen Padang telah memproduksi Portland Composite Cement (PCC).

PCC dikategorikan semen ramah lingkungan karena mengandung klinker

yang lebih sedikit daripada semen tipe I (OPC), sehingga produksi klinker

yang menyebabkan pembuangan gas CO2 ke udara dapat dikurangi. Selain

kandungan klinker yang lebih sedikit, yang membedakan PCC dengan semen

tipe I adalah kandungan material ketiga (batu kapur, pozzolan, dan fly ash)

pada PCC lebih dari 3%.

26

Semen PCC yang diproduksi oleh PT. Semen Padang merupakan produk

ramah lingkungan yang juga berkontribusi mengurangi efek rumah kaca. PT.

Semen Padang juga melakukan recycling debu atas panas buang pabrik

dengan mengoperasi Waste Heat Recovery Power Generation

(WHRPG/Pembangkit Listrik yang memanfaatkan gas buang pabrik) yang

menghasilkan daya listrik hingga saat ini mencapai 7,5 MW.

3. Sifat-sifat Semen

a. Sifat Fisika Semen

1) Hidrasi Semen

Hidrasi semen terjadi akibat adanya kontak antara semen dengan

air. Faktor yang mempengaruhi hidrasi semen antara lain:

a) Jumlah air yang ditambahkan

b) Temperatur

c) Kehalusan semen

d) Bahan tambahan

Faktor-faktor tersebut mengakibatkan terbentuknya pasta semen

yang pada waktu tertentu akan mengalami pengerasan.

Hidrasi pada temperatur tinggi menyebabkan rendahnya

kekuatan akhir semen dan beton yang rentan retak. Oleh karena itu,

semen harus disimpan pada temperatur rendah agar penguapan air

tidak berlebihan.

2) Panas Hidrasi

Panas hidrasi merupakan panas yang dihasilkan oleh reaksi

hidrasi yang bersifat eksoterm. Panas hidrasi dipengaruhi oleh:

a) Tipe semen

b) Komposisi kimia

c) Kehalusan semen

d) Jumlah air yang ditambahkan

3) Setting time

27

Setting (pengikatan semen) ditentukan oleh waktu reaksi C3A

semen dengan air. Untuk mengatur setting time ditambahkan bahan

penghambat reaksi hidrasi yaitu gypsum. Selain itu setting time juga

dipengaruhi oleh temperatur dan kelembaban relatif.

Setting time akan pendek jika klinker tidak terbakar sempurna,

partikel semen yang halus, kadar alumina yang tinggi, dan terdapatnya

alkali. Sebaliknya, setting time akan cepat jika klinker dibakar pada

suhu tinggi, partikel semen yang kasar, gypsum yang berlebih, kadar

silika terlalu tinggi, dan kesadahan air.

4) False Set

False Set merupakan akibat dari dehidrasi gypsum yang

disebabkan oleh pemanasan berlebih pada semen.

False Set adalah pengerasan yang terlalu cepat saat air

ditambahkan ke dalam semen. False Set disebabkan adanya

CaSO4.½H2O dalam semen. Plastisitas akan kembali jika campuran

diaduk kembali. Meskipun tidak mengurangi kekuatan semen, False

Set akan menimbulkan kesulitan pada pembentukan beton. False Set

dapat dihindari dengan mengatur suhu semen saat penggilingan di

cement mill, agar gypsum tidak berubah menjadi CaSO4.½H2O. Selain

itu juga dilakukan pengaturan jumlah gypsum.

5) Kuat Tekan

Kuat tekan adalah kemampuan material menahan suatu beban.

Kuat tekan meningkat jika nilai LSF tinggi, ALM rendah, SIM tinggi,

kadar SO3 rendah, dan tingkat kehalusan semen tinggi. Fasa C3S

berpengaruh terhadap kekuatan awal. Fasa C2S berpengaruh terhadap

kuat tekan dalam jangka panjang, dan fasa C3A berpengaruh terhadap

kuat tekan hingga umur 28 hari. Sedangkan, fasa C4AF tidak

berpengaruh pada kuat tekan.

6) Kelembaban

28

Selama penyimpanan dan pengangkutan, semen mudah

menyerap uap air dan CO2 dari udara sehingga menurunkan kualitas

semen, yang ditandai dengan bertambahnya LOI (Lost on Ignition),

terbentuknya gumpalan, menurunnya kekuatan semen, dan

bertambahnya setting time dan hardering. Untuk mengatasi penurunan

kualitas semen, maka perlu diperhatikan tempat penyimpanan yang

kedap air dan jarak penyimpanan + 30 cm.

7) Penyusutan

Ada tiga jenis penyusutan pada pasta semen, yaitu:

a) Hydration shrinkage

b) Drying shrinkage

c) Carbonation shrinkage

Penyusutan yang sangat mempengaruhi keretakan mortar adalah

Drying shrinkage. Penyusutan ini terjadi karena adanya penguapan air

bebas dari pasta semen. Penyusutan dapat diantisipasi dengan menjaga

kelembaban. Faktor yang mempengaruhi penyusutan adalah kadar

C3A, jumlah air, dan komposisi.

8) Kehalusan

Kehalusan semen menentukan luas permukaan partikel semen

saat hidrasi. Semakin halus partikelnya, semen semakin kuat, dan

kebutuhan air semakin tinggi. Selain itu hidrasi akan cepat, dan setting

time menjadi pendek, menyebabkan penyusutan, dan mengakibatkan

keretakan beton. Selain itu, akan memudahkan penyerapan air dan

CO2.

b. Sifat Kimia Semen

1) Lost of Ignition (Hilang Pijar)

Hilang pijar disebabkan karena terjadinya penguapan air kristal

dari gypsum serta penguapan CO2. Pengujian Loss Of  Ignition

dipersyaratkan untuk mencegah adanya mineral-mineral yang terurai

29

pada saat pemijaran, dimana proses ini menimbulkan kerusakan pada

batu setelah beberapa tahun kemudian.

2) Insoluble Residue

Merupakan kotoran yang tetap tinggal setelah semen direaksikan

dengan asam klorida dan natrium karbonat.

3) Silica Modulus (SIM)

Silica Modulus(¿)=SiO2

Al2O3+Fe2 O3

Nilai SIM berkisar antara 1,9 – 3,2 dan yang diinginkan antara

2,2 – 2,6. Perubahan nilai SIM menyebabkan perubahan coating pada

burning zone dan burnability klinker. Jika nilainya terlalu tinggi:

Klinker sulit dibakar, perlu temperatur bakar yang tinggi

Fasa cair rendah, sehingga beban panasnya tinggi, kadar abu dan

CaO bebasnya tinggi

Sifat coating tidak stabil dan tidak tahan termal, sehingga dapat

merusak batu tahan api

Kuat tekan semen tinggi

Memperlambat pengerasan

Klinker mudah digiling

4) Alumina Modulus (ALM)

Alumina Modulus( ALM )=Al2 O3

Fe2O3

Nilai ALM berkisar 1,5–2,5. Jika nilai ALM terlalu tinggi, dapat

menurunkan nilai SIM, dan memperpendek setting time semen,

namun jika nilai ALM terlalu rendah akan berakibat:

Viskositas fasa cair rendah

Semen yang dihasilkan tahan sulfat, namun kuat tekan awalnya

rendah

Mudah dibakar

30

5) Lime Saturated Factor (LSF) atau Faktor Penjenuhan Kapur

LSF adalah jumlah bagian CaO yang diperlukan untuk mengikat

satu bagian oksida-oksida yang lain (SiO2, Al2O3, dan Fe2O3).

LSF=100CaO

2,8 SiO2+1,18 Al2O3+0,65 Fe2O3

Kelebihan CaO dari LSF akan membentuk CaO bebas (free lime)

di dalam klinker. Akibat LSF yang tinggi adalah:

CaO bebas semakin tinggi

Burnability semakin tinggi sehingga kuat tekan awal dan panas

hidrasi semakin tinggi

Kebutuhan panas dan temperatur kiln akan meningkat karena

burnability yang semakin tinggi

Coating sulit terbentuk sehingga panas radiasi meningkat

6) Magnesium Oksida

Senyawa MgO dalam semen berasal dari batu kapur setelah

terjadinya proses pembakaran klinker, senyawa MgO terdapat dalam

bentuk glassy state. Jika kadar MgO kurang dari 2%, maka MgO akan

berikatan dengan senyawa klinker. Jika kadarnya lebih dari 2% maka

akan membentuk MgO bebas (periscale) yang akan berikatan dengan

air membentuk Mg(OH)2, yang mengakibatkan keretakan pada beton.

Akibat jumlah MgO yang tinggi adalah:

Menurunnya viskositas dan tekanan fasa cair

Meningkatnya mobilitas ion

Membantu reaksi pembentukan C3S pada suhu tinggi

Mempermudah pembentukan ball coating yang dapat mengganggu

operasi kiln.

7) Sulfur Trioksida (SO3)

Senyawa SO3 berasal dari gypsum dan bahan bakar pada

pembentukan klinker. Fungsi senyawa SO3 adalah menghambat hidrasi

mineral C3A dan pengatur setting time semen. Kadar SO3 klinker

31

sebaiknya 0.6%, jika lebih maka klinker susah digiling. Apabila

penambahan gypsum optimal, maka senyawa SO3 dapat membantu

hidrasi C3S, yang bermanfaat untuk:

Menambah kekuatan semen

Mengurangi penyusutan

Meningkatkan kelenturan semen

8) Alkali (Na2O dan K2O)

Kadar alkali berlebih dapat mengakibatkan keretakan pada

beton, apabila digunakan agregat yang mengandung silika reaktif

terhadap alkali. Na2O dibatasi kadarnya 0.6%, jika berlebih maka

jumlah gypsum yang dibutuhkan akan lebih banyak. Sedangkan

kelebihan K2O menjadikan klinker mudah digiling.

9) CaO Bebas (free lime)

Free lime merupakan senyawa kapur yang tidak ikut bereaksi

dalam pembuatan klinker. Kadar free lime yang baik adalah dibawah

1%. Jika berlebih, klinker akan mudah digiling, namun beton yang

dihasilkan kurang kuat.

4. Jenis-jenis Semen

Berdasarkan komponen penyusunnya, semen terbagi atas beberapa jenis,

yaitu:

a) Semen Portland

Semen Portland merupakan semen yang dihasilkan dengan cara

menggiling klinker dari kalsium silikat yang bersifat hidrolisis yang

digiling bersama-sama dengan bahan tambahan lainnya.

Semen Portland dibagi menjadi lima tipe, diantaranya:

1) Tipe I

Semen tipe ini dipakai untuk segala macam konstruksi yang tidak

memerlukan persyaratan khusus, seperti ketahanan terhadap sulfat,

panas hidrasi atau kekuatan awal. Cocok dipakai pada tanah dan air

yang mengandung sulfat antara 0,0%-0,10% dan dapat digunakan

32

untuk bangunan rumah pemukiman, gedung-gedung bertingkat, dan

lain-lain.

2) Tipe II

Semen tipe ini dipakai untuk jenis konstruksi yang mensyaratkan

ketahanan terhadap sulfat yang sedang yaitu pada lokasi yang air

tanahnya mengandung sulfat 0,08%-0,17% seperti bangunan dibekas

tanah rawa, saluran irigasi, dan landasan jembatan.

3) Tipe III

Semen ini dipakai untuk jenis konstruksi yang mensyaratkan kuat

tekan awal yang tinggi, biasanya dipakai pada keadaan darurat atau

musim dingin, dan bangunan-bangunan dalam air yang tidak

memerlukan ketahanan terhadap serangan sulfat.

4) Tipe IV

Semen tipe ini dipakai untuk bangunan daerah panas atau kering,

untuk pembuatan beton atau kontruksi bangunan yang berdimensi

tebal, seperti bendungan, pondasi jembatan yang tebal, dan lain-lain.

Semen jenis ini pengerasan dan perkembangan kekuatannya lambat,

kadar C3S dibatasi maksimal 35% dan kadar C3A maksimal 7%.

5) Tipe V

Semen ini dipakai untuk keperluan jenis konstruksi yang

mensyaratkan ketahanan sulfat yang tinggi, seperti pada dermaga,

kontruksi bangunan pengolahan air buangan pabrik, atau kontruksi

bawah laut.

b) Portland Pozzolan Cement (PPC), memenuhi SNI 15-0302-2004

Semen tipe ini digunakan untuk konstruksi umum yang tahan terhadap

sulfat dan panas hidrasi sedang, seperti perumahan, irigasi, bahan

bangunan (genteng, polongan, dan ubin), serta bangunan rawa dan tepi

pantai. Semen PPC ini harus

33

c) Portland Composite Cement (PCC), memenuhi SNI 15-2049-2004

Semen tipe ini cocok untuk bahan pengikat dan direkomendasikan untuk

penggunaan konstruksi umum serta bahan bangunan. Keunggulan dari

semen jenis ini adalah memiliki permukaan yang lebih halus, kedap air,

tahan terhadap sulfat, tidak mudah retak karena suhu beton lebih rendah,

dan mudah dikerjakan. Contoh bangunannya adalah bangunan bertingkat,

jembatan, jalan beton, dan bahan bangunan (beton pratekan dan pracetak,

panel beton, paving block, batako, genteng, dan pasangan bata).

d) Super Masonry Cement (SMC), memenuhi SNI 15-3758-2004

Semen tipe ini cocok digunakan sebagai bahan pengikat dan

direkomendasikan untuk pembangunan konstruksi ringan, pembuatan

bahan bangunan, serta pemasangan keramik dan bata. Keuntungan dari

penggunaannya adalah semen lebih kedap air, panas hidrasi rendah,

pengerutan yang terjadi sedikit (lower shrinkage), dan lebih mudah

dikerjakan. Contoh bangunannya adalah bangunan RS dan RSS, dan

polongan air.

5. Pengujian Semen secara Fisika

a. Pengujian Kuat Tekan Mortar Semen

Kekuatan semen yang diukur adalah kekuatan tekan dalam bentuk

pasta, mortar, atau beton. Kekuatan tekan adalah sifat kemampuan

menahan atau memikul suatu beban tekan, yang merupakan sifat paling

penting yang harus dimiliki. Pada umumnya kekuatan tekan yang diukur

adalah umur 3 hari, 7 hari, dan 28 hari.

Pengujian kuat tekan semen ini dilakukan dengan menggunakan

mesin kuat tekan compressive strength yang diperlihatkan pada gambar 6.

34

Gambar 6. Compressive strength

b. Pengujian Setting Time (Waktu Pengikatan)

Sifat set (pengikatan) pada adonan semen dengan air adalah

dimaksudkan sebagai gejala terjadinya kekakuan pada adonan tersebut.

Dalam praktiknya pengikatan ditunjukkan dengan waktu pengikatan

(setting time) yaitu waktu mulai adonan terjadi sampai mulai terjadi

kekakuan.

Ada 2 macam setting time yaitu:

1) Innitial setting time (waktu pengikatan awal) adalah waktu adonan

sampai mulai terjadi kekakuan tertentu dimana adonan sudah mulai

tidak mudah dibentuk.

2) Final setting time (waktu pengikatan akhir) adalah waktu mulai terjadi

adonan sampai terjadi kekakuan penuh.

Hal-hal yang mempengaruhi setting time :

1) Kandungan C3A, makin besar kandungan C3A akan menghasilkan

setting time yang pendek.

2) Kandungan gypsum, makin besar kandungan gypsum dalam semen

menghasilkan setting time yang makin panjang. Gypsum yang

ditambahkan dalam semen adalah pencegahan pengerasan.

c. Pengikatan Semu (False Set)

False set adalah gejala terjadinya pengembangan sifat kekakuan dari

adonan semen, mortar atau beton tanpa terjadinya pelepasan panas yang

35

banyak. Gejala akan hilang bila dilakukan pengadukan tanpa penambahan

air. Faktor penyebab false set adalah:

1) Dehidrasi gypsum (pelepasan air kristal) yang terjadi pada operasi

penggilingan klinker dan gypsum pada suhu operasi yang terlalu

tinggi.

2) Kehalusan

d. Konsistensi Normal

Konsistensi normal adalah jumlah air yang dibutuhkan semen untuk

mendapatkan pasta yang ideal. Semen dengan pengikatan semu yang

sangat cepat biasanya memerlukan air sedikit lebih banyak untuk

menghasilkan konsistensi yang sama, yang dapat menghasilkan kuat tekan

sedikit lebih rendah dan memperbesar penyusutan. Pengikatan cepat akan

menyebabkan kesulitan dalam penanganan dan pengecoran beton yang

biasanya akan menyebabkan semen gagal memenuhi persyaratan waktu

pengikatan.

e. Pengujian Kehalusan

Pada pengujian kehalusan semen digunakan alat Blaine. Alat Blaine

ini terdiri dari beberapa komponen, diantaranya :

1) Sel Permeabilitas

Sel permeabilitas terdiri dari silinder yang kaku dengan diameter

dalam (12.70 ± 0.10) mm dibuat dari logam tahan karat. Bagian dalam

dari sel harus halus (kehalusan 0.81 um). Bagian atas dari sel harus

tegak lurus terhadap sumbu utama dari sel. Bagian bawah dari pada sel

harus bisa membentuk sambungan yang kedap udara dengan ujung

atas dari manometer, sehingga tidak terjadi kebocoran udara antara

bidang-bidang kontak.

Dudukan (ledge) mempunyai lebar (0.5−1.0) mm merupakan

bagian dari sel yang menempel dengan kuat dalam sel, pada jarak (55

± 10) mm, dari puncak sel untuk menahan piringan logam yang

berlubang-lubang. Bagian puncak sel permeabilitas harus dilengkapi

36

dengan bagian luar yang menonjol, untuk memudahkan pengambilan

sel dari manometer.

2) Piringan

Piringan dibuat dari logam yang tahan karat dengan ketebalan

(0,9 ± 0,1) mm berlubang-lubang sebanyak (30-40) lubang dengan

diameter 1 mm dan tersebar secara merata.

Piringan harus cocok dengan bagian dalam sel. Bagian tengah

salah satu sisi piringan harus diberi tanda atau goresan yang dapat

dibaca supaya penguji selalu tahu untuk menempelkan sisi tersebut

dibagian bawah jika memasukkannya ke dalam sel.

3) Torak

Torak dibuat dari logam tahan karat yang harus tepat masuk ke

dalam sel dengan toleransi tidak lebih dari 0,1 mm. Bagian dasar torak

harus betul-betul datar dan tegak lurus terhadap sumbu utama. Torak

harus dilengkapi dengan ventilasi udara yaitu berupa bagian datar

selebar (3,0 ± 0,3) mm pada salah satu sisinya.

Puncak dari torak ini dilengkapi dengan bagian luar yang

menonjol, sehingga bila torak dimasukkan ke dalam sel dan bagian sel

yang menonjol kontak dengan puncak sel maka jarak antara dasar

torak dengan bagian atas piringan harus (15 ± 1) mm.

4) Kertas Saring

Kertas saring harus mempunyai daya tahan alir udara medium,

berbentuk lingkaran dengan tepi yang rata dan mempunyai diameter

yang sama dengan diameter bagian dalam dari sel. Kertas saring ini

berukuran 12,7 mm.

5) Manometer

Manometer dibuat dari bahan gelas berbentuk tabung U dengan

diameter luar 9 mm. Bagian atas dari salah satu lengannya harus dapat

membentuk sambungan yang kedap udara dengan sel permeabilitas.

Lengan manometer yang dihubungkan dengan sel permeabilitas harus

37

mempunyai tanda berupa garis yang melingkari tabung pada jarak

(125 - 145) mm di bawah pembuangan bagian atas, dan juga garis-

garis lainnya yang berjarak (15 ± 1) mm, (70 ± 1) mm, dan (110 ± 1)

mm di atas garis tersebut. Pembuangan harus ditempatkan pada jarak

(250-305) mm diatas dasar manometer, digunakan untuk pengosongan

udara pada lengan manometer yang dihubungkan pada sel

permeabilitas. Manometer harus dilengkapi dengan katup kedap udara

positif atau penjepit yang terletak pada jarak tidak lebih dari 50 mm

dari lengan manometer. Manometer harus terpasang kokoh sedemikian

rupa, sehingga kedua lengannya tegak lurus.

6) Cairan manometer

Manometer harus diisi sampai garis di tengah tabung dengan

cairan yang tidak mudah menguap, tidak higroskopis, mempunyai

viskositas dan densitas rendah. yang mana bagian-bagiannya adalah

manometer, sel permeabilitas dan torak. Dimana dalam manometer

terdapat cairan untuk menyatakan waktu alir (detik). Untuk penentuan

blaine tersebut, makin halus semen atau partikel semen akan

menghasilkan kekuatan tekan yang tinggi. Hal ini karena makin

luasnya permukaan yang bereaksi dengan air dan kontak dengan pasir.

f. Penentuan sisa diatas ayakan

Pada penentuan sisa diatas ayakan 45µ disebut juga penentuan

kehalusan semen. Penentuan sisa diatas ayakan ini adalah berat yang

tertahan diatas ayakan. Alat yang digunakan adalah alat Alphine yang

didalamnya terdapat ayakan 45µ.

6. Standar Pengujian Semen Portland

Untuk mengetahui kualitas suatu semen yang diproduksi, perlu

dilakukan pengujian sesuai standar yang dipakai. Biasanya dalam pengujian

kualitas ini, digunakan beberapa standar yang ada seperti SNI, ASTM, SLS,

JIS, BS, dll. Standar tersebut memiliki karakteristik yang berbeda satu sama

lainnya.

38

a) Standar Nasional Indonesia (SNI)

Standar ini merupakan standar yang digunakan oleh perusahaan

semen di Indonesia yang memiliki metode yang berbeda dari beberapa

metode yang ada. Standar Nasional Indonesia (SNI) menggunakan pasir

standar Ottawa yang diimpor langsung dari Kanada. Pasir ini memiliki

karakteristik yang berbeda dengan pasir yang digunakan pada standar BS.

Pasir Ottawa banyak mengandung silika sebanyak 99.7 % dan unsur-unsur

lain.

Menurut SNI 15-7064-2004, semen portland komposit harus

memenuhi persyaratan sebagai berikut:

Tabel 3. Persyaratan semen PCC

No. Uraian Satuan Persyaratan

1. Kehalusan dengan alat Blaine m2/kg min. 280

2. Waktu pengikatan dengan alat vicat:

- Pengikatan awal

- Pengikatan akhir

menit

menit

min. 45

maks. 375

3. Kuat tekan:

- Umur 3 hari

- Umur 7 hari

- Umur 28 hari

kg/cm2

kg/cm2

kg/cm2

min. 125

min. 200

min. 250

4. Pengikatan semu:

- Penetrasi akhir % min. 50

b) British Standard (BS)

Standar ini merupakan standar yang biasa dipakai di Inggris. Standar

BS memiliki prosedur pengujian yang berbeda dengan standar lain.

Standar BS yang digunakan sekarang adalah BS 197-1:2005.Untuk

melakukan pengujian berdasarkan standar ini digunakan pasir standar BS

yang sesuai. Standar ini mengelompokkan semen kedalam beberapa jenis

beserta sifat kimia dan sifat fisika seperti yang diperlihatkan pada tabel 4.

39

Tabel 4. Persyaratan kimia standar BS 197-2:2005

Parameter Tipe semen Rentang kelas Persyaratan

Hilang pijar CEM I

CEM III

Semua ≤ 5.0 %

Sisa tak larut CEM I

CEM III

Semua ≤ 5.0 %

Kadar SO3 CEM I

CEM II

CEM IV

CEM V

32.5 N

32.5 R

42.5 N

≤ 3.5 %

42.5 R

52.5 N

52.5 R

≤ 4.0 %

CEM III semua ≤ 0.10 %

Tabel 5. Persyaratan fisika standar BS 197-1:2005

Rentang kelas Kuat tekan

MPa

Waktu pengikatan

awal

min2 hari 7 hari 28 hari

32.5 N - ≥ 16.0 ≥ 32.5 ≤ 52.5 ≥ 75

32.5 R ≥ 10.0 -

42.5 N ≥ 10.0 - ≥ 42.5 ≤ 62.5 ≥ 60

42.5 R ≥ 20.0 -

52.5 N ≥ 20.0 - ≥ 52.5 - ≥ 45

52.5 R ≥ 30.0 -

C. Pelaksanaan Pengujian

1. Tempat dan Waktu Pengujian

40

Pengujian dilakukan di Laboratorium Fisika Semen Biro Jaminan

Kualitas dan Pelayanan Teknis, PT. Semen Padang dari tanggal 12 Juli 2014

sampai 14 Agustus 2014.

2. Alat dan Bahan yang Digunakan

Alat:

a. Timbangan dengan ketelitian 0,1 g dan 0,001 g

b. Gelas ukur

c. Mesin pengaduk (mixer), lengkap dengan pengaduk dan mangkok aduk.

d. Cetakan sampel

e. Tamper

f. Ruang lembab (curing chamber)

g. Mesin kuat tekan

h. Jolting apparatus

i. Alat vicat otomatis dan manual

j. Mould dan cincin ebonite SNI dan BS

k. Sarung tangan karet

l. Sendok semen

m. Alat blaine otomatis

n. Ayakan standar 45

o. Alat Alphine Air Jet Sieve

Bahan:

a. Sampel semen PCC 7 dan PCC 8

b. Pasir standar Ottawa dan standar BS

c. Air

3. Preparasi Sampel

Sampel dipreparasi dengan menghomogenkan sampel dengan cara

diaduk. Teknik sampling yang digunakan yaitu quartering (membagi sampel

menjadi empat bagian). Sampel yang akan diuji harus lolos ayakan 850 µ.

Sampel yang telah lolos ayakan, ditampung dalam plastik ukuran 5 kg.

Sampel siap digunakan untuk analisis fisika.

41

4. Prosedur Kerja

a. Pengujian kuat tekan mortar semen

1) Pengujian kuat tekan mortar standar SNI

1) Semen PCC 7 dan PCC 8 yang telah dipreparasi ditimbang

masing-masing sebanyak 740 g.

2) Timbang pasir Ottawa sebanyak 2035 g.

3) Sampel dicampur didalam mixer, terlebih dahulu dimasukkan air

sebanyak 395 ml (sesuai flow table) untuk semen jenis PCC

kemudian ditambahkan semen dan ditunggu hingga 30 detik.

4) Aduk semen dengan kecepatan 140 rpm selama 30 detik kemudian

ditambahkan pasir dengan kecepatan 285 rpm.

5) Mixer berhenti setelah 30 detik, campuran semen dicetak dengan

mengisi cetakan seperdua bagian.

6) Campuran ditumbuk sebanyak 32 kali dan ditambahkan hingga

cetakan penuh serta ditumbuk sebanyak 32 kali.

7) Permukaan cetakan diratakan, bagian pinggir cetakan diseka

dengan tisu kemudian diberi kode sampel.

8) Cetakan disimpan dalam curing chamber dengan suhu dan

kelembaban tertentu.

9) Cetakan yang telah dimasukkan kedalam curing chamber, setelah

20-24 jam dikeluarkan untuk dibuka cetakannya sehingga

didapatkan benda uji yang berbentuk kubus.

10) Benda uji direndam didalam air kapur jenuh. Benda uji direndam

sampai umur pengujian 3, 7, dan 28 hari.

11) Benda uji yang telah direndam sesuai umur pengujian, diuji kuat

tekannya dengan meletakkan pada alat Compressive strength

kemudian hasil dapat dilihat di display.

2) Pengujian kuat tekan mortar metode BS 196-1:2005

42

a) Semen PCC 7 dan PCC 8 yang telah dipreparasi ditimbang

masing-masing sebanyak 450 g.

b) Timbang pasir standar BS sebanyak 1350 g.

c) Tuangkan air sebanyak 225 ml, adukkan ke dalam mangkok dan

tambahkan semen.

d) Segera jalankan mesin pengaduk pada kecepatan rendah, setelah

30 detik tambahkan pasir perlahan-lahan selama 30 detik.

e) Stop dan pindah pada kecepatan tinggi, kemudian jalankan selama

30 detik.

f) Stop mesin pengaduk selama 90 detik, dalam waktu 15 detik

pertama bersihkan semua mortar yang menempel pada dinding

mangkok.

g) Jalankan mesin pengaduk pada kecepatan tinggi selama 60 detik.

h) Tuangkan separoh adukan mortar untuk lapis pertama kedalam

cetakan prisma dan ratakan dengan spreader besar.

i) Letakkan cetakan yang telah berisi mortar kedalam alat jolting dan

padatkan lapis pertama mortar dengan 60 ketukan.

j) Tuangkan adukan mortar untuk lapis kedua dan ratakan dengan

spreader kecil.

k) Padatkan lapis kedua mortar dengan 60 ketukan dengan

menggunakan alat Jolting Aparatus.

l) Angkat cetakan dari meja jolting, buka hopper kemudian potong

kelebihan mortar dan ratakan permukaannya.

m) Bersihkan mortar yang menempel di sekeliling cetakan.

n) Tempatkan selembar plat kaca atau bahan lain yang tidak dapat

tertembus berukuran 210 x 185 mm, ketebalan 6 mm.

o) Tempatkan tiap cetakan tertutup yang telah diberi tanda ke dalam

curing chamber tidak kurang dari 20 jam.

p) Cetakan yang telah dimasukkan kedalam curing chamber

dikeluarkan untuk dibuka cetakannya.

43

q) Benda uji direndam didalam air kapur jenuh dengan suhu 20° C ±

1° C. Benda uji direndam selama 2 hari dan 28 hari.

r) Benda uji yang telah direndam sesuai umur pengujian lalu

dikeluarkan dengan ketentuan :

umur 48 jam (2 hari) + 30 menit,

umur 28 hari + 8 jam.

s) Bersihkan benda uji dengan kain basah untuk menghilangkan

kelebihan air dan kotoran yang menempel.

t) Letakkan benda uji pada alat kuat lentur dengan salah satu sisinya

pada silinder penopang.

u) Tekan benda uji perlahan-lahan dengan kecepatan rata-rata 50 + 10

N/detik hingga patah.

v) Simpan potongan benda uji untuk dilakukan pengujian kuat tekan.

w) Untuk pengujian kuat tekan, potongan benda uji diletakkan pada

alat kuat tekan.

x) Tekan benda uji perlahan-lahan dengan kecepatan rata-rata

2400+200 N/detik, hingga hancur.

b. Pengujian Konsistensi Normal metode SNI 15-2049-2004

1) Timbang semen sebanyak 650 g.

2) Takar air dengan gelas ukur 24 % dari berat semen, masukkan air

ke dalam mangkok aduk yang sebelumnya telah dipasang dalam posisi

mengaduk.

3) Tambahkan semen ke dalam air dan tunggu selama 30 detik agar air

campuran terserap.

4) Jalankan pengaduk dan campurkan pada kecepatan rendah (140 5)

putaran permenit selama 30 detik. Sebelum mengaduk, pakai masker

untuk mencegah terhirupnya semen.

5) Stop pengaduk selama 15 detik, dan selama waktu ini turunkan atau

kumpulkan pasta yang menempel pada dinding mangkok.

44

6) Jalankan pengaduk pada kecepatan sedang (285 10) putaran

permenit dan campurlah selama 1 menit.

7) Stop pengaduk dan ambil pasta dengan tangan (pakai sarung tangan

karet).

8) Bentuk pasta yang terjadi menjadi bola dengan kedua tangan lainnya

dengan jarak 15 cm.

9) Tekan bola pasta dengan satu telapak tangan ke dalam lubang yang

besar dari cincin vicat yang dipegang dengan tangan lainnya.

10) Letakkan cincin dengan lubang yang besar ini pada plat kaca dan

potonglah kelebihan pada lubang cincin yang kecil dengan cara sekali

gerakan tepi pisau aduk segitiga pada permukaan cincin, dan haluskan

permukaan selama pengerjaan pemotongan dan waktu penghalusan

hindarkan penekanan pada pasta.

11) Tempatkan tengah-tengah pasta dalam cincin dibawah batang

peluncur, tempelkan ujung batang peluncur pada permukaan pasta dan

lepaskan batang peluncur vicat selama 30 detik.

12) Konsistensi normal, tercapai apabila batang peluncur menembus

sampai batas (10 1) mm di bawah permukaan pasta dalam waktu 30

detik, setelah dilepaskan.

13) Normal konsistensi=Jumlah pemakaianair (ml)

Berat contoh(g)x 100%

c. Pengujian Waktu Pengikatan metode BS 196-1:2005

1) Timbang semen sebanyak 500 g.

2) Masukkan air, tambahkan secara hati-hati kedalam mixer. Waktu yang

dibutuhkan untuk mencampur tidak boleh kurang dari 5 detik dan

tidak boleh dari 10 detik. Catat waktu selesai penambahan sebagai 0

detik.

3) Jalankan pengaduk dan campurkan pada kecepatan rendah (140 5)

putaran permenit selama 90 detik. Sebelum mengaduk, pakai masker

untuk mencegah terhirupnya semen.

45

4) Stop pengaduk selama 15 detik, dan selama waktu ini turunkan atau

kumpulkan pasta yang menempel pada dinding mangkok.

5) Jalankan pengaduk dan campurkan pada kecepatan rendah (140 5)

putaran permenit selama 90 detik (Total pengadukan 3 menit).

6) Siapkan pasta semen sesuai cara penyiapan pasta untuk konsistensi

normal.

7) Bentuk pasta semen kedalam mould Vicat tanpa tekanan dan getaran,

potong kelebihan pasta sehingga permukaan rata.

8) Kalibrasi alat Vicat dengan menggunakan peluncur, dengan cara

melonggarkan dan membebaskan peluncur sampai ke dasar plat kaca,

set pointer pada skala 0 (nol). Angkat dan naikkan peluncur.

9) Tempatkan mould yang berisi pasta di alat Vicat. Tempatkan peluncur

tepat dibagian tengah pasta. Longgarkan peluncur dan lepaskan

perlahan-lahan, sampai menyentuh permukaan pasta. Biarkan batang

peluncur melakukan penetrasi secara vertikal sampai menit ke 4

stopwatch. Baca skala apabila penetrasi telah berhenti atau 30 detik

setelah batang peluncur dilepaskan.

10) Pengujian konsistensi berakhir apabila jarak batang peluncur dengan

plat adalah 6 1 mm. (Ulangi kalau belum tercapai)

11) Peralatan vicat untuk Pengikatan Awal

- Pindahkan batang peluncur dan ganti dengan jarum Vicat

- Kalibrasi peralatan vicat dengan jarum, turunkan sehingga jarum

menyentuh dasar plat kaca yang digunakan dan set pointer pada

skala pembacaan nol. Naikkan jarum ke posisi stand by.

- Tempatkan mould yang telah berisi pasta dengan konsistensi

standar dalam ruang penyimpanan atau ruang lembab.

- Pada waktu pengujian, pindahkan mould ke peralatan vicat dan

tempatkan pas dibawah jarum. Turunkan jarum dengan hati-hati

sampai menyentuh permukaan pasta.Dipertahankan pada posisi ini

selama 1-2 detik untuk menghindari kecepatan awal dan

46

percepatan dari bagian bergerak kemudian lepaskan dan biarkan

jarum melakukan penetrasi secara vertikal kedalam pasta. Baca

skala apabila penetrasi berhenti atau 30 detik setelah jarum

dibebaskan.

- Catat skala pembacaan yang menunjukkan jarak antara ujung

jarum dan dasar plat dan waktu mulai dari waktu nol detik. Ulangi

pengujian penetrasi dengan benda uji yang sama pada posisi jarak

yang tepat yaitu tidak melebihi 10 mm dari pinggir masing-masing

mangkok atau masing-masing lubang bekas penetrasi dengan

interval waktu penetrasi 10 menit. Pada selang waktu uji penetrasi,

benda uji dipertahankan pada ruangan penyimpanan, bersihkan

segera jarum vicat setelah penetrasi selesai.

- Catat waktu pengukuran dari awal dimana jarak antara jarum dan

dasar plat yaitu 4 + 1 mm. Pada posisi inilah waktu pengikatan

awal semen sampai ketelitian 5 menit.

12) Penentuan Waktu Pengikatan Akhir

- Balikkan mould yang telah berisi dan telah digunakan pada

pengujian waktu pengikatan awal, kemudian dilakukan waktu

akhir pada permukaan yang tadinya berada pada dasar plat. Pasang

jarum dengan cincin sebagai alat untuk meningkatkan ketelitian

pada pengamatan penetrasi dalam skala kecil.

- Lakukan penetrasi dengan jarak waktu (frekuensi) uji penetrasi

boleh dinaikkan menjadi 30 menit. Pada selang waktu uji penetrasi

benda uji disimpan pada ruangan lembab. Bersihkan segera jarum

vicat selesai pada setiap penetrasi.

- Catat sampai mendekati 15 menit waktu pengukuran dimulai dari

(zero time) dan waktu pengikatan akhir diperoleh jika jarum

melakukan penetrasi 0.5 mm kedalam benda uji.

d. Pengujian Pengikatan Semu (SNI 15-2049-2004)

1) Timbang semen sebanyak 650 g.

47

2) Takar air dengan gelas ukur, secukupnya untuk menghasilkan pasta

dengan penetrasi awal sebesar 32 + 4 mm, masukkan dalam mangkok

aduk yang telah dipasang pada posisi mengaduk.

3) Masukkan semen dalam air dan tunggu selama 30 detik agar air

diserap.

4) Jalankan mesin pengaduk dan aduk pada kecepatan rendah (140 50)

putaran permenit selama 30 detik.

5) Stop pengaduk selama 15 detik, dan selama waktu ini kumpulkan ke

bawah pasta yang menempel pada dinding mangkok.

6) Jalankan pengaduk pada kecepatan sedang (285 10) putaran

permenit dan aduklah selama 2,5 menit.

7) Stop pengaduk, cepat-cepat pasta diambil dibentuk menjadi bola

dengan kedua tangan (pakai sarung tangan karet).

8) Tekankan bola pasta dengan satu telapak tangan ke dalam lubang

yang besar dari cincin ebonit yang dipegang dengan tangan lainnya,

lanjutkan pengisian pasta ke dalam cincin.

9) Letakkan cincin dengan lubang yang besar ini pada plat kaca.

10) Ratakan permukaan pasta dengan tepi lubang cincin yang kecil dengan

sekali gerakan tepi pisau segi tiga dan haluskan permukaannya.

Selama pelaksanaan meratakan dan menghaluskan hindarkan tekanan

pada pasta.

11) Penentuan Penetrasi Awal

- Tepatkan pasta dalam cincin ebonit pas dibawah batang peluncur

kira kira 1/3 diameter dari tepi dan ujung peluncur harus

bersentuhan dengan permukaan pasta dan setelah itu sekrup

dikunci.

- Tepatkan indikator pada tanda nol sebelah atas dari skala, lepaskan

batang peluncur paling lama 20 detik setelah selesai pengadukan.

- Selama pengujian alat harus bebas dari getaran.

48

- Apabila batang telah meluncur sedalam 32 4 mm dibawah

permukaan pasta dalam waktu 30 detik setelah peluncuran berarti

pasta telah mencapai konsistensi yang tepat. Konsistensi ini adalah

penetrasi awal. Kembalikan kelebihan pasta ke dalam mangkuk

kemudian tutup mangkuk dan pengaduk.

12) Penentuan Penetrasi Akhir

- Setelah selesai pembacaan awal, batang peluncur diangkat dari

pasta dan dibersihkan.

- Tempelkan batang peluncur diposisi lain dari permukaan pasta.

- Lepaskan batang peluncur untuk kedua kalinya, 5 menit setelah

selesai mengaduk.

- Tentukan penetrasi akhir 30 detik setelah batang peluncur

dilepaskan.

e. Pengujian kehalusan

1) Letakkan piringan logam pada dasar sel.

2) Letakkan sebuah kertas saring di atas piringan logam (dibuat seperti

bundaran) lalu tekan ke bawah dengan batang yang diameternya

sedikit lebih kecil dari diameter sel, sehingga piringan dan kertas

saring berada pada kedudukan yang tepat.

3) Timbang sejumlah semen dengan ketelitian sampai 0,001 gram  dan

masukkan ke dalam sel.

4) Ketok pelan-pelan dinding sel bagian luar untuk meratakan lapisan

semen didalamnya.

5) Letakkan selembar kertas saring di atas lapisan semen ini lalu tekan

dengan torak sampai leher torak kontak dengan permukaan sel.

6) Tarik torak sedikit ke atas kemudian putar 90 derajat, tekan kembali

kemudian perlahan-lahan torak ditarik ke luar sel.

7) Tempatkan sel permeabilitas pada manometer (sebelumnya bagian

dinding luar sel yang masuk ke manometer diberi vaselin tipis agar

kedap udara).

49

8) Pada posisi display menu (20,53) pilih No. 1 kemudian enter.

9) Posisi test reference, masukkan nama sampel, kemudian enter.

10) Pilih operator list, kemudian enter, disini terdisplay jumlah semen

yang ditimbang (sesuai tipe semen).

11) Tekan enter, alat akan bekerja otomatis serta hasil blaine akan muncul

dipanel alat.

f. Sisa diatas ayakan

1) Timbang contoh sebanyak 20 g.

2) Tempatkan ayakan pada alat Alpine, sehingga sieve drum rapat

dengan bagian dalam housing Alpine.

3) Tempatkan contoh yang ditimbang tadi diatas ayakan, tutup ayakan

dengan penutupnya (lid) hingga rapat.

4) Start alat dengan memutar switch timer ke angka 3, alat akan jalan

selama 3 menit.

5) Ketok-ketok tutup Alpine dengan pengetoknya (plexi glass lid)

sehingga tidak ada material yang lengket pada lid.

6) Setelah 3 menit alat akan stop secara otomatis, dengan hati-hati ambil

dan timbang sisa material yang tertinggal diatas ayakan dan catat

beratnya.

5. Hasil dan Analisa

Pada percobaan ini penulis melakukan rangkaian proses mulai dari

persiapan sampel sampai dengan pengujian kuat tekan. Pada proses persiapan

sampel dilakukan dengan sangat teliti. Berdasarkan penelitian yang telah

dilakukan, maka didapatkan data hasil pengujian fisika terhadap semen PCC

sebagai berikut:

Tabel 6.  Hasil pengujian kuat tekan mortar semen PCC metode SNI

15-2049-2004

Data Hasil Pengujian Kuat Tekan

Nama contoh PCC 7 PCC 8

Diperiksa tanggal 14.07.2014 14.07.2014

50

Suhu (°C) dan Kelembaban (%) 23 & 70 23 & 70

Berat semen (g) 740 740

Berat pasir (g) 2035 2035

Volume air (mL) 395 395

Tanggal kuat tekan umur 3 hari 16.07.2014 16.07.2014

Suhu (°C) dan Kelembaban (%) 23 & 70 23 & 70

Area (cm2) (A) 25 25

kN 1 45.6 35.5

kN 2 47.2 35.5

kN 3 46.5 36.8

Rata-rata (kN) (B) 46.4 35.9

Kuat tekan B x 102/A (kg/cm2) 189 147

Tanggal kuat tekan umur 7 hari 21.07.2014 21.07.2014

Suhu (°C) dan Kelembaban (%) 23 & 70 23 & 70

Area (cm2) (A) 25 25

kN 1 60.7 52.8

kN 2 60.9 50.7

kN 3 62 53.0

Rata-rata (kN) (B) 61.2 52.2

Kuat tekan B x 102/A (kg/cm2) 250 213

Tanggal kuat tekan umur 28 hari 11.8.2014 11.08.2014

Suhu (°C) dan Kelembaban (%) 23 & 70 23 & 70

Area (cm2) (A) 25 25

kN 1 80.1 71.6

kN 2 84.7 75.1

kN 3 83.5 73.0

Rata-rata (kN) (B) 82.8 73.2

Kuat tekan B x 102/A (kg/cm2) 338 299

51

Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa semen

PCC memenuhi Standar Nasional Indonesia 15-7064-2004. Dari data diatas

terlihat sedikit perbedaan nilai antara kedua semen. Perbedaan kuat tekan ini

banyak dipengaruhi komposisi kimia semen.

Tabel 7.  Hasil Pengujian Kuat Tekan Mortar Semen PCC

Metode BS 196-1:2005

Nama contoh PCC 7 PCC 8

Tanggal contoh 13.07.2014 13.07.2014

Diuji tanggal 14.07.2014 14.07.2014

Suhu dan kelembaban ruangan 23 & 70 23 & 70

Berat semen (g) 450 450

Berat pasir (g) 1350 1350

Volume air (ml) 225 225

Tanggal uji kuat tekan umur 2 hari 16.07.2014 16.07.2014

Suhu dan kelembaban 23 & 70 23 & 70

Kuat patah : kN N/mm2 kN N/mm2

1 1.768 4.14 1.462 3.43

2 1.676 3.93 1.366 3.2

Rata-rata  1.722 4.035  1.414  3.315 

Kuat tekan : kN  N/mm2   kN N/mm2 

1 35.5 22.2 30.8 19.3

2 35.2 22 30.4 19

3 34.5 21.5 31.1 19.4

4 35.8 22.4 30.5 19

Rata-rata 35.25  22.025 30.7  19.175 

Tanggal uji kuat tekan umur 7 hari 21.07.2014 21.07.2014

Kuat patah :  kN  N/mm2  kN N/mm2 

52

1 2.346 5.5 2.3 5.39

2 2.72 6.38 2.203 5.16

Rata-rata 2.533 5.94

2.251

5 5.275

Kuat tekan :  kN N/mm2  kN  N/mm2 

1 62.8 39.2 51.1 31.9

2 63.4 39.6 50.4 31.5

3 62.3 38.9 49.1 30.7

4 66.6 41.6 48.5 30.3

Rata-rata 63.775 39.825

49.77

5 31.1

Tanggal uji kuat tekan umur 28 hari 11.08.2014 11.08.2014

Kuat patah :  kN N/mm2   kN N/mm2 

1 3.086  7.23  2.937 6.88

2  3.137  7.35 3.206 7.51

Rata-rata 3.1115 7.29

3.071

5 7.195

Kuat tekan :  kN  N/mm2 kN  N/mm2 

1 80.5 50.3 69.6 43.3

2 79.6 49.8 68 42.5

3 81.2  50.7 68.2 42.6

4 79.6 49.8 67.8 42.4

Rata-rata 80.225 50.15 68.4 42.7

Tabel 8. Data Hasil Uji NC dan Setting Time Metode SNI 15-2049-2004

No

.

Sampe

l

Tipe

Semen

Tanggal

Pemeriksaa

n

Wakt

u

Aduk

Pengikatanair

(ml)

NC

(%)

Metode

UjiAwa

l

akhi

r

1 PCC 7 PCC 14.07.2014 07:45 101 189 162

24.9

2 SNI

53

2 PCC 8 PCC 14.07.2014 07:47 99 187 161

24.7

7 SNI

Berdasarkan hasil setting time yang diperoleh, sampel semen PCC dikatakan

telah memenuhi standar SNI.

Tabel 9. Data Hasil Uji NC dan Setting Time Standar BS 196-1:2005

No

.

Sampe

l

Tipe

Seme

n

Tanggal

Pemeriksaa

n

Wakt

u

Aduk

Pengikatan air

(ml

)

NC

(%)

Metode

UjiAwa

l

Akhi

r

1 PCC 7 PCC 14.07.2014 08.05 93 158 133 26.60 BS

2 PCC 8 PCC 14.07.2014 08.15 90 155 133 26.60 BS

Konsistensi normal dipengaruhi oleh kehalusan semen. Semakin halus suatu

semen, semakin besar luas permukaannya sehingga air yang diperlukan untuk

mencapai konsistensi normal semakin banyak.

Analisis konsistensi normal dilakukan untuk menentukan jumlah air yang

dibutuhkan. Syarat konsistensi normal adalah ketika jarak jarum menembus lapisan

semen 10 ± 1 mm di bawah permukaan pasta dalam waktu 30 detik setelah

pengadukan. Biasanya, jumlah air yang dibutuhkan bervariasi, tergantung jenis

semennya.

Tabel 10. Hasil Pengujian Kehalusan dengan alat Blaine Automatic

Data Hasil Pengujian Kehalusan Semen dengan Alat Blaine Automatic

Nama Contoh PCC 7 PCC 8

Kode contoh/tanggal contoh 12.07.2014 12.07.2014

Diperiksa tanggal 14.07.2014 14.07.2014

Suhu ruang (°C) 23 23

Kelembaban (%) 70 70

Berat contoh (g) 2.8948 2.8948

54

Blaine (S) = K√T (cm2/g) 3605 3635

Dari data yang diperoleh uji kehalusan dengan alat Blaine, sampel uji telah

memenuhi Standar Nasional Indonesia SNI 15-7064-2004. Tingkat kehalusan semen

ini akan berpengaruh terhadap parameter lainnya seperti kuat tekan dan waktu

pengikatan. Semen yang halus akan memiliki ukuran butir yang kecil. Akibatnya

ketika dibuat mortar maka rongga-rongga yang terdapat pada mortar akan semakin

sedikit sehingga didapatkan hasil kuat tekan yang tinggi.

Tabel 11. Data hasil uji sisa diatas ayakan

Nama contoh PCC 7 PCC 8

Kode contoh/tanggal contoh 13.07.2014 13.07.2014

Diperiksa tanggal 14.07.2014 14.07.2014

Suhu ruangan (°C) 23 23

Kelembaban (%) 70 70

Alpine (AL) / Manual (MA) AL AL

Bukaan ayakan (µ) 45 45

Berat contoh (g) (A) 20 20

Tinggal diatas ayakan (g) (B) 2.4 2.9

Sisa diatas ayakan = B/A x 100% 12 14.5

Dari data uji yang diperoleh didapatkan sisa diatas ayakan untuk PCC 7 sebesar

12 % dan untuk PCC 8 sebesar 14.5 %. Pengujian sisa diatas ayakan ini juga dapat

diramalkan berdasarkan dari hasil pengujian kehalusan, karena jika kehalusannya

tinggi maka sedikit dari sampel yang tidak lolos ayakan. Namun dari sampel yang

diuji terdapat sedikit perbedaan antara kehalusan dan sisa diatas ayakan. Ini

55

disebabkan oleh sifat-sifat mikro semen seperti unsur kimia yang terdapat pada

masing-masing sampel.

Pengujian sisa diatas ayakan ini tidak terdaftar dalam parameter pada metode

SNI 15-2049-2004. Namun pengujian ini hanya dilakukan oleh internal laboratorium

fisika semen PT. Semen Padang, karena parameter ini juga tergolong kedalam sifat

fisis dari semen. Hal ini menunjukkan sampel uji memiliki kehalusan butir yang telah

memenuhi standar SNI 15-7064-2004.

Dari pengujian secara fisika yang telah dilakukan, sampel uji semen PCC

secara keseluruhan telah memenuhi standar SNI 15-7064-2004.

56

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan terhadap semen Portland

Composite Cement (PCC) menggunakan metode SNI dan BS, maka dapat

disimpulkan:

1. Pengujian sifat fisika semen dengan menggunakan metode SNI 15-2049-2004

yang dilakukan berkaitan dengan uji kehalusan, waktu pengikatan (setting

time dan konsistensi normal), sisa diatas ayakan, dan kuat tekan mortar.

2. Pengujian sifat fisika semen dengan menggunakan metode BS 196:2005 yang

dilakukan berkaitan dengan pengujian waktu pengikatan dan kuat tekan.

3. Didalam pengujian kualitas semen terdapat banyak metode yang digunakan

seperti ASTM, SNI, BS, JIS, SLS, dll yang memiliki cara kerja yang berbeda.

4. Dari data pengujian sifat fisika yang diperoleh, semen PCC telah memenuhi

standar SNI 15-7064-2004 dan standar BS 197-1:2005.

B. Saran

Dari pengujian yang telah dilakukan mungkin terdapat banyak

kekurangan. Untuk itulah penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun dari pembaca demi kesempurnaan penulisan makalah ini.

57

DAFTAR PUSTAKA

Anas, E Roekmini. 1983. Analisa Kimia dan Fisika Bahan-bahan yang dipakai

dalam Proses Pembuatan Semen Portland. PT. Semen Padang: Padang.

Anonim. 1998. Teknologi Semen. PT. Semen Padang: Padang.

Baradja, Hasan. 1990. Kursus Eselon III Produksi Teknologi Semen. PT. Semen

Padang: Padang.

Jinis, Nahar. 1993. Pengertian tentang Semen. Biro Pembinaan dan Pengembangan

Personil PT. Semen Padang: Padang.

Kuswantoro, Ery. 2008. Proses Pelapisan pada Baja Karbon dengan menggunakan

Metoda Panduan Mekanik Serbuk FeAl. UI: Jakarta.

Roekmini, Ellys. 1998. Pengertian Umum Semen. Departemen Penelitian dan

Pengembangan PT. Semen Padang: Padang.

Turiyono, Mochtar. 1996. Teknologi Semen secara Umum. PT. Semen Padang:

Padang.

http://www.semenpadang.co.id/?mod=produk&kat=&id=6 diakses pada 23 Agustus

2014.

58