Upload
udhasmlatuconsina
View
83
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
jurnal
Citation preview
Pengobatan Alternatif Fraktur Lengan Bawah: Desain Baru Paku Intramedullar
Ahmet Ko¨se • Ali Aydın • Naci Ezirmik • Cahit Emre Can • Murat Topal • Tugay Tipi
Received: 28 March 2014 / Published online: 29 July 2014(c) The Author(s) 2014. This article is published with open access at Springerlink.com
Abstrak
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi hasil pembedahan paku intramedullar
pada pembedahan pasien dewasa yang mengalami fraktur dan bergesernya diaphyseal radius
dan ulna.
Pasien dan metode: delapan belas pasien (36 fraktur lengan bawah) yang menjalani
pembedahan paku intramedullar karena fraktur radius dan ulna ini dianalisis secara
retrospektif. Pasien dewasa dengan fraktur ganda dan bergesernya tulang lengan bawah
dimasukkan dalam penelitian ini. Pasien dengan garis physeal terbuka, fraktur patologis,
Monteggia dan Fraktur Galeazzi, ketidakstabilan sendi distal radioulnar, fraktur bilateral dan
tulang keropos tidak dimasukkan.
Hasil : Tiga belas pasien adalah laki-laki (72,2%) dan lima adalah perempuan (27,8%). Rata-
rata usia pasien adalah 35,16 (18-63). Dua belas pasien (66,7%) menderita fraktur lengan
bawah kanan dan enam pasien (33,3%) fraktur lengan bawah kiri. Rata-rata lama follow up
adalah 77,7 (55-162) minggu, rata-rata perdarahan 51,11 (15-100) ml, rata-rata waktu untuk
tulang mengalami union adalah 11,3 (8-20) minggu, waktu operasi rata-rata adalah 61,94 (45-
80) menit dan rata-rata waktu fluoroskopi adalah kira-kira 2 (1-5) min. Menurut kriteria
Rahmat-Eversman, Hasil yang sangat baik 14 (77,8%) pasien, baik 3 (16,8%) dan dapat
diterima 1 (5,6%) pasien. Rata-rata skor kuesioner DASH adalah 15.15 (4-38,8). Tidak ada
vaskular iatrogenik, cedera saraf dan tulang selama operasi. Terjadi ruptur ekstensor polisis
longus tendon di satu pasien, 4 bulan setelah operasi.
Kesimpulan: Metode fiksasi intramedullar memiliki keuntungan, seperti, penerapannya yang
tertutup, masa operasi yang singkat, hasil kosmetik yang baik dan cepat bergerak kembali.
Kami rasa metode fiksasi intramedullar dapat digunakan sebagai metode alternatif
pengobatan untuk pelat osteosynthesis dalam pembedahan fraktur diaphyseal radius dan ulna.
1
Kata kunci Paku intramedullar. Radius. Ulna
Pengantar
Fraktur diaphyseal lengan harus dianggap sebagai fraktur intraartikular karena karakteristik
fungsi dan anatomi mereka. Pengobatan yang tidak cukup pada fraktur lengan secara negatif
mempengaruhi tidak hanya lengan tetapi juga seluruh fungsi ekstremitas atas[1]. Oleh karena
itu, dalam pengobatan, mobilisasi dini dilakukan dengan memberikan keselarasan rotasi
aksial dan stabilitas[2]. Terdapat konsensus pada penerapan metode bedah dalam pengobatan
lengan fraktur diaphyseal [3,4]. Saat ini, metode pengobatan yang dipakai adalah plat
osteosynthesis [5]. Plat osteosynthesis memiliki rasio union tulang yang tinggi dan
memberikan fiksasi yang stabil. Namun, itu memerlukan paparan bedah luas dan pengupasan
periosteal selama penerapan[6,7]. Dalam beberapa tahun terkahir ini, desain paku
intramedullar yang baru telah digunakan secara luas dalam pembedahan lengan bawah
[1,3,4,8-10]. Metode paku intramedullar memiliki keuntungan seperti penerapannya yang
tertutup, cedera jaringan lunak kecil, keuntungan kosmetik dan menyediakan stabilitas rotasi
dengan fitur penguncian[3,4].
Tujuan dari penelitian kami adalah untuk mengevaluasi hasil pembedahan paku intramedullar
pada pembedahan pasien dewasa yang mengalami fraktur ganda disertai pergeseran.
Bahan dan metode
Informed consent diambil dari semua pasien. Keputusan komite etik diambil sebelum
Pemeriksaan retrospektif. Standar pemeriksaan lengan radiografi anteroposterior dan lateral
diambil saat masuk pertama ke rumah sakit. Sistem yang digunakan untuk mengklasifikasi
fraktur yaitu Arbeitsgemeinschaft für Osteosynthesefragen / Ortopedi Asosiasi Trauma (AO /
ASIF). Pasien dewasa yang telah menjalani pemakuan intramedullar akibat fraktur tertutup
dengan pergeseran radius dan ulna dimasukan dalam penelitian ini. Pasien dengan fraktur
terbuka, patologis, fraktur Monteggia, patah tualng Galeazzi, Ketidakstabilan sendi distal
radioulnar, cedera neurovaskular sejak masuk ke rumah sakit, fraktur bilateral, multi trauma
dan pengeroposan tulang tidak dimasukkan dalam penelitian.
Dalam studi ini, delapan belas pasien dewasa (36 fraktur lengan bawah) fraktur yang disertai
pergeseran diaphyseal radius dan ulna dievaluasi. Tiga belas pasien (72,2%) adalah laki-laki
dan lima pasien (27,8) adalah perempuan. Usia rata-rata pasien adalah 35,16 (18-63) tahun.
2
Dua belas pasien (66,7%) mengalami fraktur lengan bawah kanan dan enam pasien (33,3%)
fraktur lengan bawah kiri. Secara etiologi, kejadian karena jatuh dialami lima pasien (27,8%),
kegiatan olahraga pada enam pasien (33,3%), kecelakaan lalu lintas pada enam pasien
(33,3%), kecelakaan kerja pada satu pasien (5,6%). Pembidaian lengan adalah pilihan pada
hari pertama setelah operasi untuk mengurangi rasa sakit di beberapa pasien.
Pasien yang bisa mentolerir rasa sakit diizinkan untuk melakukan gerakan aktif. Menurut
AO / ASIF Classification, delapan pasien (44,4%) memiliki fraktur tipe A, delapan pasien
(44,4%) memiliki fraktur tipe B dan dua pasien (11,2%) mengalami fraktur tipe C. Rata-rata
rawat inap pasien adalah 4 (2-7) hari. Pasien dioperasikan dalam rata-rata 18 (6-48) jam dari
saat masuk.
Desain baru paku radius ulna
Paku radius dan ulna terbuat dari paduan titanium (TST Rakor Tibbi Aletler San. ve Tic. Ltd
Sti., Istanbul, Turkey). Paku radius berbentuk padat dan bulat. Berbentuk parabola yang
memberikan sudut 10° ke arah anterior di 3 cm bagian proksimal, yang memiliki sebuah
sekrup pengunci statis pada distal dan memberikan stabilitas dengan tiga titik fiksasi pada
bagian kepala. Sekrup pengunci statis distal memberikan penguncian dengan 17° dari
proksimal dan sudut volar (Gbr.1). Sudut ini mencegah sekrup pengunci mengarahkan ke
arah permukaan sendi radius bagian distal. Sebuah paku intramedullary dapat digunakan
untuk lengan kanan maupun kiri. Diameter paku adalah 3, 3,5 dan 4 mm dan panjang yaitu
ukuran 18, 19, 20, 21, 22, 23 dan 25 cm. Semua digunakan tanpa ream.
Gbr. 1 penampakan parabola dari paku radius dan penampakkan sekrup pengunci
Pada 4 cm bagian proksimal dari desain baru kunci paku intramedullar ulna adalah tubular
dan bagian distal dalam bentuk padat (Gambar. 2 ). Diameter proksimal semua paku adalah 6
mm. Pada bagian distal, 3,5, 4, 4,5, 5 dan 6 mm diameter merupakan pilihan yang ada. Untuk
panjang paku, ada 22 alternatif yang berbeda. Paku yang sama dapat digunakan untuk fraktur
ulna kanan dan kiri. Karena struktur elastis titanium, ini memungkinkan untuk dilengkungkan
3
dengan kekuatan torsi. Penguncian pada distal dan proksimal menyediakan kaku aksial dan
fiksasi rotasi. Jika diperlukan, kompresi dapat dilakukan. Paku intramedullar ulna memiliki
sistem penguncian proksimal dan distal (Gbr.3). Sekrup kunci proksimal dapat digunakan
dengan arah melintang, mediolateral dan posteroanterior. Di sistem penguncian proksimal;
statis, korteks tunggal atau penguncian dinamis dapat digunakan melalui lubang bundar, oblik
atau oval. Penguncian korteks tunggal dalam satu arah yang diinginkan dapat dilakukan
dengan sudut miring dari proksimal lubang paku ke arah sumbu (Gbr. 4 ). Kunci distal
memungkinkan jumlah yang memadai penguncian dari lubang 8 semi-oval di 3 cm bagian
distal paku, tanpa memerlukan panduan dan fluoroskopi (Gbr. 5 ). Jika kompresi diperlukan,
setelah melakukan penguncian distal dengan jumlah sekrup kortikal yang memadai,
penguncian dinamis dilakukan melalui bagian proksimal lubang oval. Untuk menekan sekrup
atas dilakukan dengan memajukan bagian proksimal paku, hal ini dapat memberi kompresi
lebih pada sekrup pengunci dinamis sekitar atau hingga 7 mm. (Gbr. 6 ) sekrup pengunci
statis ditempatkan di 4 cm distal ke arah proksimal paku. Jika penekanan tidak diperlukan,
penguncian statis dapat dilakukan melalui lubang bundar.
Gbr. 2 penampakan paku ulna beserta penuntun
Gbr. 3 lubang pengunci statis proximal paku ulna (lubang statis SH), lubang oval oblik untuk
kompresi (lubang oval oblique OOH), lubang oblik proximal untuk penguncian korteks tunggal
(lubang oval proximal POH) (a), 8 lubang semi oval pada distal paku dan penampakan penguncian.
Gbr. 4 pengunci kortex tunggal yang melalui proroximal lubang oblik dengan sudut 20o
4
Gbr. 5 contoh bagian distal pengunci ulnaris
Gbr. 6 penerapan kompresi pada bagian proximal paku ulnaris
Teknik operasi
Radiografi lengan yang cedera dibawa sebelum operasi. Paku yang sesuai dipilih tergantung
pengukuran pada radiografi. Yang diukur adalah jarak antara styloid radial dan proksimal
ujung kepala radial. Panjang paku radial dinilai dengan 3cm pengurangan dari panjang
tersebut. Panjang paku ulnaris dinilai dengan 1,5 cm pengurangan dari panjang antara styloid
ulnaris dan ujung proksimal olecranon. Diameter paku tergantung pada jarak tersempit
intercortical. Untuk meminimalkan risiko bias jarak antara generator dan detektor harus 100
cm. 10% risiko kesalahan disebabkan pemotetran yang tidak tepat harus diperhatikan saat
mengevaluasi radiografi. Oleh karena itu jumlah yang kecil dan besar dari paku harus
diperoleh untuk operasi. Paku ulnaris dapat dikunci secara statis di ujung distal dan ujung
proksimal dan sedangkan paku radial hanya dapat dikunci pada ujung distal. Paku radial
memberikan stabilitas menurut tiga poin prinsip yang memungkinan diameter paku terbesesar
dapat dipilih untuk mengisi ruang interkortikal. Ujung proksimal paku radial harus
5
ditempatkan dalam tuberositas radial. Kemungkinan tebal paku ulnaris harus digunakan
juga. Paku harus ditempatkan pada posisi yang paling mungkin distal tergantung dari
lokalisasi fraktur. Penguncian distal dan proksimal harus dilakukan setelah itu. Jika
didapatkan tahanan selama penempatan paku; ukuran paku lebih tipis dapat digunakan untuk
mencegah komplikasi iatrogenik selama memaku.
Sepuluh pasien (55,6%) dilakukan anastesi regional dan delapan pasien (44,4%) dilakukan
anestesi umum. Setengah jam sebelum operasi, semua pasien menerima dosis tunggal 1 g
cefazolin intravena. Pasien dioperasikan pada meja operasi radiolusen dalam posisi
terlentang. Perangkat Fluoroscopy ditempatkan di sisi lengan patah untuk mengontrol
reduksi. Reduksi tertutup dengan menggunakan fluoroskopi dilakukan pada semua
pasien. Pada pasien yang stabilitas terjamin dengan reduksi tertutup, diterapkan metode
operasi tertutup. Untuk pasien dengan fraktur ganda lengan, prosedur fiksasi dimulai pada
ulna. Dari puncak olekranon, 2 cm sayatan kulit membujur dilakukan. Penyisipan tendon
triceps ke olekranon disahkan dengan diseksi tumpul membujur. Sebuah kawat K
intramedullar dengan tebal 2 mm dijalankan dari 6,5 mm proksimal dan 3 mm lateral puncak
olecranon [11]. Selama kawat K, 5 cm proksimal bagian intramedulla dibor dengan kanula
bor dan kemudian paku didorong dengan gerakan memutar sampai garis fraktur. Pada pasien
yang difiksasi dengan reduksi tertutup, paku dimasukkan ke ujung distal. Pada pasien yang
reduksi tertutupnya tidak berhasil, fiksasi diberikan dengan reduksi terbuka terbatas. Reduksi
terbuka terbatas dilakukan dengan sayatan 2 cm di atas fraktur. reduksi terbuka terbatas
disediakan jaringan kurang lembut dan periosteal stripping. Penguncian distal dan proksimal
dilakukan dengan lengan bawah dalam posisi netral. Kami menyarankan penguncian distal
dengan menggunakan panduan distal dengan satu atau dua 3 mm sekrup. Menurut status
fraktur, statis, penguncian korteks tunggal atau penerapan kompresi dilakukan dari proksimal.
Selanjutnya, radius dioperasikan. Dilakukan, minimal 1 cm proksimal sendi distal radius, 1-
1,5 cm sayatan kulit memanjang dari bagian dorsolateral dari metafisis distal (lateral
tuberkulum Lister). Tuberkulum Lister harus jelas divisualisasikan untuk mencegah
kemungkinan cedera tendon. Ekstensor karpi radialis longus dan brevis tendon ditemukan.
Selubung ekstensor karpi radialis brevis tendon akan tampak secara longitudinal setelah
diseksi tumpul. Meticoulus diseksi harus dipastikan dengan teliti agar tidak melukai tendon.
Entri pertama dilakukan dengan menggunakan penusukan vertikal pada metafisis radial di
ekstensor kompartemen kedua. Tergantung pada pengalaman dokter bedah dan keinginan
6
pembedah, kompartemen ekstensor pertama, kedua dan keempat juga dapat digunakan
sebagai entri pertama. Entri pertama diperlebar dengan penusuk membungkuk dengan target
rongga meduler. Paku radius yang dipilih didorong dengan holder secara memutar. Reduksi
tertutup dilakukan ketika ujung paku mencapai garis fraktur. Setelah reduksi tertutup, posisi
paku intramedular diperiksa dengan fluoroscopy. Ujung distal paku yang didorong sampai
bersentuhan penuh dengan metaphysis korteks, lalu penguncian distal statis dilakukan.
Rotational aligement harus dievaluasi selama operasi. Pemeriksaan fisik dan fluoroskopi
harus dilakukan. Sementara pendorongan paku serta reduksi garis fraktur harus dijaga dan
diperiksa menggunakan fluoroskopi tersebut. Kontinuitas baris kortikal terluar harus
diupayakan. Rentang supinasi dan pronasi dan fleksi dan ekstensi pada siku harus dievaluasi
selama operasi. Terbaik Rotational aligement lengan yang baik dapat dicapai dengan
bimbingan fluoroskopi dan pemeriksaan yang cermat selama operasi.
Tabel 1 Kriteria evaluasi fungsional Rahmat dan Eversmann
Union Rasio perbandingan pronasi supinasi dengan lengan yang
normal
Sangat baik + 90 - 100 %
Baik + 80 – 89 %
Diterima + 60 – 79 %
Tidak dapat diterima - < 60 %
Evaluasi hasil
Union tulang dievaluasi dengan radiografi lateral dan AP diambil selama follow up.
Pembentukan jembatan kalus dievaluasi sebagai union. Kekuatan cengkeraman Tangan
semua pasien dengan union dievaluasi dengan tangan hidrolik dinamometer (SAEHAN
Hydraulic Hand Dynamometer (SH5001), Gyeongnam, Korea Selatan). Pengukuran terpisah
diambil untuk perawatan lengan, ketika pasien dalam posisi duduk dengan bahu netral dan
abduksi, lengan bawah dan pergelangan tangan dalam posisi netral dan siku fleksi 90°. Untuk
mencegah kelelahan otot, pengukuran dilakukan dalam waktu interval 3 menit dan rata-rata
tiga nilai yang berbeda adalah diterima sebagai kekuatan pegangan. gerakan bersama
pergelangan tangan, lengan bawah dan siku pasien diukur dengan goniometer. Evaluasi
7
fungsional dilakukan menurut Kriteria evaluasi Grace dan Eversman [12] (Tabel 1) Dan
kuesioner skor DASH (Disabilities of the Arm, Shoulder, and Hand) [13].
Metode statistik
Data dianalisis dengan menggunakan paket perangkat lunak SPSS. Data dicatat sebagai
persentase, mean aritmatika dan standar deviasi. Kepatuhan variabel termasuk dalam analisis
dengan distribusi normal dianalisis dengan Uji Kolmogorov-Smirnov. Analisa korelasi
Spearman digunakan untuk korelasi antar parameter. Korelasi antara pronasi, supinasi dan
kekuatan cengkeraman lengan diobati dan sehat dievaluasi dengan Mann Whitney U.
Korelasi antara kekuatan genggaman, pronasi, supinasi dan DASH lengan bawah yang
diobati dievaluasi dengan analisis korelasi Spearman. p<0,05 nilai dianggap sebagai tingkat
signifikan dalam evaluasi hasil.
Hasil
Rata-rata lama follow up yaitu 77,7 (55-162) minggu. Jumlah perdarahan selama operasi
51,11 (15-100) ml. Rata-rata waktu untuk union tulang adalah 11,3 (8-20) minggu. Waktu
operasi rata-rata adalah 61,94 (45-80) menit dan Rata-rata waktu fluoroscopy adalah sekitar 2
(1-5) menit (Tabel 2). Perubahan dalam operasi dan waktu fluoroskopi ditindaklanjuti dengan
kurva pembelajaran (Gbr.7). Menurut evaluasi kriteria Rahmat-Eversman yang dilakukan
pada union tulang dan hasil fungsional pasien, hasil yang sempurna dalam 14 (77,8%) pasien,
baik dalam 3 (16,8%) pasien dan dapat diterima dalam 1 (5,6%). Mean skor kuesioner DASH
adalah 15.15 (4-38,8). Dalam tujuh belas (94,4%) pasien reduksi tertutup sukses dan satu
(5,6%) pasien dilakukan reduksi terbuka terbatas. Tidak ada iatrogenik pembuluh darah, saraf
atau cedera tulang selama operasi. Ruptur tendon ekstensor polisis longus terjadi pada satu
pasien setelah 4 bulan operasi karena penerapan dan kesalahan teknis.
8
Gbr. 7 waktu operasi dengan kurva pembelajaran dan waktu flouroskopi dari pasien
Tabel 2. Perbandingan data penelitian-penelitian sebelumnya pada penerapan paku lengan bawah dengan penelitian ini.
Pasien dipasangkan bidai imobilisasi rata-rata 3,6 (2-5) hari karena dapat mentolerir nyeri.
Pasien yang bisa mentolerir rasa sakit diizinkan untuk melakukan gerakan aktif. Tidak ada
pasien malunion tulang.
Selama masa follow up, tidak ada pasien yang memerlukan bahan fiksasi tambahan karena
insufisiensi fiksasi. Iritasi akibat implan tidak diamati. Setelah union tulang, pengangkatan
implan dilakukan dalam waktu rata-rata 18 (4-20) bulan pada tiga (16,8%) pasien (Gambar.
8, 9, 10, 11). Rata-rata sudut fleksi siku lengan bawah yang diobati adalah 142,05° (123°-
145°), sudut ekstensi siku rata-rata adalah 0,66° (0°-5°), rata-rata sudut fleksi pergelangan
9
tangan adalah 73,66° (65°-75°) dan rata-rata sudut ekstensi pergelangan tangan adalah 77,83°
(74°-80°). Ada tidak ada perbedaan yang signifikan antara lengan siku dan pergelangan
tangan fleksi dan ekstensi berbagai gerak yang dirawat dan sehat (p > 0,05).
Gbr. 8 pasien perempuan 32 tahun, radiografi PA dan lateral (sebelum operasi) dari AO/ASIF tipe 22A3 fraktur disertai pergeseran. Gbr. 9 inclination radial diberikan dan kompresi dari proximal pada garis fraktur ulna dapat dilihat pada radiografi AP dan lateral pasien post operasi.
Gbr. 10 radiografi AP dan lateral memperlihatkan fraktur radius dan ulna setelah 3 bulan setelah operasi. Gbr. 11 radiografi AP dan lateral menunjukkan pencabutan implant setelah 20 bulan setelah operasi.
10
Mean kekuatan genggaman adalah 53,16 (30-90) kgw untuk diperlakukan lengan bawah dan
58.66 (35-97) kgw untuk lengan yang sehat. Mean supinasi adalah 73,72° (65° -77°) dan
pronasi 83,71° (70°-90°) untuk lengan diobati (Tabel 3 ). Meskipun tidak ada perbedaan
antara kuesioner skor DASH dan kekuatan genggaman lengan yang dirawat (P = 0,302),
korelasi negatif ditemukan antara derajat supinasi dan pronasi (Tabel 4 ). Ada perbedaan
yang signifikan antara kekuatan genggaman lengan yang sehat dan yang dirawat (p<0,05).
Tidak ada perbedaan derajat antara supinasi dan pronasi dari ekstremitas sehat dan yang
dirawat (p>0,05) (Tabel 5 ).
Lengan yang dirawat Lengan sehat
Min Max Mean SD Min Max Mean SD
Kekuatan mencengkram 30 90 53.16 15.97 35 97 58.6 16.46
Supination 65 77 73.72 3.3 78 80 79.89 0.47
Pronation 74 90 83.72 4.19 90 90 90 0.0
Tabel. 3 perbandingan secara radiografi dan nilai-nilai fungsional dari lengan pasien yang semnetara diobati dan lengan yang sehat.
DASH
r pπ
Kekuatan mencengkram lengan yang dirawat -0.238 0.341
Supinasi lengan yang dirawat -0.615 0.007
Pronasi lengan yang dirawat -0.598 0.009
Tabel. 4 korelasi nilai-nilai DASH dan kekuatan mencengkram, supinasi,dan pronasir koefisien korelasipπ nilai signifikan
p Mann-Whitney UKekuatan mencengkram lengan yang dirawat 0.000 000Supinasi lengan yang dirawat 0.302 129500Pronasi lengan yang dirawat 0.214 108500Tabel. 5 hubungan antara hasil pengamatan lengan yang diwarat dengan lengan yang sehat secara radiologi dan fungsional ( tes Mann-Whitney U)
Diskusi
Metode pengobatan terbaik untuk patah tulang diaphyseal dari radius dan ulna adalah plate
osteosynthesis yang menyediakan reduksi terbuka dan fiksasi internal yang stabil [7,14].
Meskipun efektivitas penerapan paku intramedullar sebagai metode pengobatan yang dipakai
pada tibia, femur dan humerus [15], metode ini tidak menjadi pilihan untuk fraktur pada
lengan karena rasio nonunion yang tinggi dan stabilitas yang kurang [4]. Kawat K, pin
11
Steinman dan Lottes paku lengan digunakan sebagai bahan fiksasi dalam laporan pertama
mengenai pengobatan fraktur intramedullar lengan [10]. Rasio nonunion yang tinggi (21%)
dilaporkan pada akhir pengobatan dan dibutuhkan bahan fiksasi tambahan untuk penggunaan
paku intramedullar pada fraktur lengan [10]. Paku lengan yang dikembangkan beberapa tahun
ini, dengan hasil fungsional yang sempurna dan tingkat union tinggi, telah mulai digunakan
dalam bidang ini [4, 16]. Rasio union antara 87% dan 98% dilaporkan pada prosedur plat
sekrup [17, 18]. Dalam beberapa penelitian mengenai Prosedur paku intramedular, rasio
union dilaporkan yaitu 92% oleh Lee et al. [4] 100% oleh Hong et al. [3], 88,6% oleh Visna
et al. [19], 100% oleh De Pedro et al.[16] Kami memperoleh union tulang 100% dalam
penelitian kami.
Meskipun fiksasi plat memberikan rasio union yang tinggi dan fiksasi yang stabil serta aman,
oleh karena itu prosedur inilah yang pertama dipikirkan pada fraktur lengan bawah, sebagian
rasio infeksi yang tinggi terkait dengan jaringan lunak diseksi dan abrasi periosteal juga
dilaporkan [6]. Selain itu, alasan yang lain adalah faktor-faktor yang mempengaruhi
penyembuhan fraktur negatif. Sebagaimana intramedular dilakukan sebagai prosedur tertutup,
meminimalkan cedera jaringan lunak dan periosteum. Aplikasi intramedullar juga
mempengaruhi penyembuhan fraktur positif seperti hematoma dari fraktur tidak keluar [20].
Dalam beberapa penelitian mengenai fiksasi paku intramedulla, rata-rata usia union
dilaporkan 10 (9-12) minggu oleh Ozkaya et al. [21], 3,5 (2,6-11,6) bulan oleh Weckbach et
al. [22], 14 (9-32) minggu oleh Lee et al. [4], 10 (7-12) minggu oleh Hong et al. [3], dan 15
(10-21) minggu pasien yang menjalani reduksi terbuka. Dalam penelitian kami, Rata-rata
waktu untuk union adalah 11,3 (8-20) minggu.
Skor kuesioner DASH rata-rata adalah 15 (5-61) pada Lee et al. [4] Dan 13 (3-25) oleh
penelitian Ozkaya et al.[21]. Menurut kriteria Rahmat-Eversman [12], Lee et al. [4] diperoleh
81% sempurna, 11% baik dan 7% hasil yang dapat diterima, Ozkaya et al. [21] diperoleh
90% sempurna dan 2% yang dapat diterima. Pada penelitian kami memperoleh 77,8%
sempurna, 16,8% baik dan 5,6% hasil yang dapat diterima. Skor kuesioner DASH rata-rata
usia adalah 15.15 (4-38,8) pada penelitian kami.
Dalam prosedur paku intramedullar, bahan fiksasi tambahan untuk menjamin stabilitas telah
digunakan. Sage et al. [10] Menggunakan gips lengan panjang selama 3 bulan, Lee et al. [4]
menggunakan pengait selama 6 minggu, Hong et al. [3] menggunakan imobilisasi bidai
12
selama 2-3 minggu untuk pasien dengan stabilisasi kaku, dan jika stabilitas tidak aman, maka
digunakan gips lengan yang panjang sampai pembentukan kalus. Bansal et al. [23] tidak
melakukan imobilisasi. Paku intramedullar kami memberikan fiksasi yang stabil secara aksial
dan rotasi dengan fitur penguncian dan prinsip tiga titik. Dalam seri kami, terlepas dari
stabilitas, imobilisasi bidai diterapkan pada pasien selama rata-rata 2,5 (1-2) hari, karena
mereka mampu mentolerir rasa sakit. Pasien yang dapat mentolerir rasa sakit disarankan
untuk melakukan gerakan aktif. Selain itu, Crenshaw et al. [1] melaporkan bahwa penguncian
statis tidak perlu fraktur lengan. Mereka menyarankan bahwa pemilihan penguncian diambil
berdasarkan stabilitas rotasi setelah pemasangan paku. Risiko cedera tulang iatrogenik lebih
besar pada ulna distal karena diameter yang lebih kecil. Kurangnya jaringan lunak yang
memadai dapat menyebabkan iritasi mekanis ulna distal [3]. Itu sebabnya kami menyarankan
penguncian distal dengan menggunakan panduan dengan satu atau dua sekrup. Penguncian
statis diterapkan pada fraktur ulna dengan stabilitas rotasi yang cukup selama operasi.
Beberapa masalah yang mungkin ditemui selama penerapan paku intramedullar. Jika
diameter paku intramedullar lebih besar dari ukuran normal, mungkin menyebabkan fraktur
iatrogenik dan jika diameter paku lebih kecil dari ukuran normal, mungkin menyebabkan
ketidakstabilan rotasi [1]. Pada penguncian proksimal paku radius, posterior cabang saraf
interoseus radial sangat beresiko. Tendon ekstensor longus policis dan cabang saraf
superficial radial adalah risiko pada pemasangan paku [27, 28]. Selama operasi, vascular
iatrogenik, saraf, tendon atau cedera tulang tidak diamati pada pasien yang diobati dengan
fiksasi paku intramedullar. Ruptur tendon ekstensor polisis longus yang terjadi disebabkan
oleh abrasi 4 bulan setelah fiksasi intramedulla. Perencanaan yang tepat sebelum operasi dan
pendekatan terkontrol serta hati-hati selama operasi akan meminimalkan komplikasi yang
mungkin terjadi. Paku radius yang digunakan tidak memiliki fitur penguncian proksimal, oleh
karena itu, tidak ada risiko posterior iatrogenik kerusakan saraf interoseus terutama di fraktur
diaphyseal proximal radius. Stabilitas merupakan isu penting pada fraktur lengan diaphyseal
proksimal. Reduksi terbuka dan fiksasi internal memiliki risiko tertentu. Eksplorasi proksimal
radius lebih sulit karena banyaknya cakupan jaringan lunak dan saraf interoseus posterior.
Paku dengan sekrup pengunci proksimal memiliki risiko cedera antar saraf posterior
interosseus [29]. Paku radial yang kami gunakan memiliki distal dan proksimal angulasi dan
antara angulasi kelengkungan paku dirancang agar sesuai dengan radius. Bentuk parabola dan
desain bersudut menyediakan stabilitas sesuai dengan prinsip tiga poin. Proksimal angulasi 3
13
cm paku harus ditempatkan ke tuberositas radial. Itu sebabnya kami menyarankan bahwa
paku dapat digunakan untuk fraktur distal ke radial tuberositas tetapi tidak dapat digunakan
untuk fraktur radial kepala dan leher. Karena tidak ada risiko cedera saraf, kami berpikir kuku
intramedulla dapat digunakan secara aman terutama di fraktur proksimal 1/3 radius.
Meskipun aplikasi intramedulla dengan prosedur tertutup memiliki kelebihan seperti
penyembuhan fraktur dan keuntungan kosmetik, juga memiliki kelemahan karena paparan
radiasi [3, 4]. Tujuh belas pasien (94,4%) adalah diobati dengan prosedur tertutup dan 1
(5,6%) pasien adalah diobati dengan prosedur terbuka terbatas.
Pengangkatan fiksasi internal setelah union tulang masih kontroversial [30, 31]. Rasio fraktur
berulang meningkat pada kasus fraktur terbuka, fraktur kominutif karena trauma keras,
kompresi yang tidak adekuat dan reduksi fraktur kominuta dan dalam hal fraktur lain di
tungkai yang sama [30, 31]. Tidak mengangkat fiksasi setidaknya 8 bulan setelah operasi
menurunkan rasio fraktur berulang [31] dan fraktur berulang dapat diamati antara 2 dan 24
bulan setelah pengangkatan implan [30]. Setelah union tulang, pegangkatan implan dilakukan
pada 3 (16,8%) pasien setelah rata-rata 18 (4-20) bulan. Sebagian pasien yang mengalami
ruptur ekstensor polisis longus, tidak dilakukan pengangkatan implan atau sekrup selama
masih ada tanda-tanda iritasi. Fraktur berulang tidak diamati selama follow up pasien.
Pengalaman kami dengan menggunakan paku ini menunjukkan bahwa paku tidak harus
digunakan dalam
1. Pasien dengan garis physeal terbuka
2. Pasien dengan diameter intramedullar kurang dari 3 mm
3. Pasien dengan infeksi aktif
4. Pasien dengan fraktur kepala dan leher radius
5. Fraktur metaphyseal distal ulna yang tidak memungkinkan untuk penguncian.
Untuk informasi statistik yang dapat diandalkan, rendahnya jumlah pasien dan tidak
memberikan follow up jangka panjang setelah pengangkatan implan untuk mengevaluasi
risiko fraktur berulang adalah keterbatasan dalam penelitian ini.
14
Kesimpulan
Pada kesimpulannya, metode pengobatan yang disukai pada fraktur lengan orang dewasa
adalah plat osteosynthesis. Bagamanapun, Metode fiksasi intramedullar memiliki
keuntungan, seperti, penerapannya yang tertutup, masa operasi yang singkat, hasil kosmetik
yang baik dan cepat bergerak kembali. Kami rasa metode fiksasi intramedullar dapat
digunakan sebagai metode alternatif pengobatan untuk pelat osteosynthesis dalam
pembedahan fraktur diaphyseal radius dan ulna.
References
1. Crenshaw AH Jr (2003) Fractures of shoulder, arm and forearm. In: Canale ST, Daugherty K, Jones L (eds) Campbell’s operative orthopaedics, 10th edn. Mosby, St. Louis, pp 3049–3058
2. Schemitsch EH, Richards RR (1992) The effect of malunion on functional outcome after plate fixation of fractures of both bones of the forearm in adults. J Bone Joint Surg Am 74:1068–1078
3. Gao H, Luo CF, Zhang CQ et al (2005) Internal fixation of diaphyseal fractures of the forearm by interlocking intramedullary nail: short-term results in eighteen patients. J Orthop Trauma 19:384–391
4. Lee YH, Lee SK, Chung MS et al (2008) Interlocking contoured intramedullary nail fixation for selected diaphyseal fractures of the forearm in adults. J Bone Joint Surg Am 90:1891–1898
5. Rehman S, Sokunbi G (2010) Intramedullary fixation of forearm fractures. Hand Clin 26(3):391–401
6. Jones DB Jr, Kakar S (2011) Adult diaphyseal forearm fractures: intramedullary nail versus plate fixation. J Hand Surg Am 36(7):1216–1219
7. Langkamer VG, Ackroyd CE (1991) Internal fixation of the forearm fractures in the 1980s: lessons to be learnt. Injury 22:97–102
8. Saka G, Saglam N, Kurtulmus¸ T et al (2014) New interlocking intramedullary radius and ulna nails for treating forearm diaphyseal fractures in adults: a retrospective study. Injury 45(Suppl1):S16–S23
9. Schemitsch EH, Jones D, Henley MB et al (1995) A comparison of malreduction after plate and intramedullary nail fixation of forearm fractures. J Orthop Trauma 9:8–16
10. Sage FP, Smith H (1957) Medullary fixation of forearm fractures. J Bone Joint Surg Am 39-A(1):91–98
11. Akpinar F, Aydinlioglu A, Tosun N et al (2003) Morphologic evaluation of the ulna. Acta Orthop Scand 74:415–419
12. Grace TG, Eversmann WW Jr (1980) Forearm fracture: treatment by rigid fixation with early motion. J Bone Joint Surg Am 62:433–438
13. Hudak PL, Amadio PC, Bombardier C (1996) Development of an upper extremity outcome measure: the DASH (disabilities of the arm, shoulder and hand) [corrected]. The Upper Extremity Collaborative Group (UECG). Am J Ind Med 29:602–608
15
14. Bartonı´cˇek J, Koza´nek M, Jupiter JB (2014) History of operative treatment of forearm diaphyseal fractures. J Hand Surg Am 39(2):335–342
15. Brumback RJ, Virkus WW (2000) Intramedullary nailing of the femur: reamed versus nonreamed. J Am Acad Orthop Surg 8:83–90
16. De Pedro JA, Garcia-Navarrete F, Garcia De Lucas F et al (1992) Internal fixation of ulnar fractures by locking nail. Clin Orthop Relat Res 283:81–85
17. Stevens CT, ten Duis HJ (2008) Plate osteosynthesis of simple forearm fractures: LCP versus DC plates. Acta Orthop Belg 74:180–183
18. Leung F, Chow SP (2003) A prospective, randomized trial comparing the limited contact dynamic compression plate with the point contact fixator for forearm fractures. J Bone Joint Surg Am 85:2343–2348
19. Visn´a P, Beitl E, Pilny´ J et al (2008) Interlocking nailing of forearm fractures. Acta Chir Belg 108:333–338
20. Moerman J, Lenaert A, De Coninck D et al (1996) Intramedullary fixation of forearm fractures in adults. Acta Orthop Belg 62:34–40
21. Ozkaya U, Kilic¸ A, Ozdog˘an U et al (2009) Comparison between locked intramedullary nailing and plate osteosynthesis in the management of adult forearm fractures. Acta Orthop Traumatol Turc 43:14–20
22. Weckbach A, Blattert TR, Weisser CH (2006) Interlocking nailing of forearm fractures. Arch Orthop Trauma Surg 126: 309–315
23. Bansal H (2011) Intramedullary fixation of forearm fractures with new locked nail. Indian J Orthop 45:410–416
24. Henle P, Ortlieb K, Kuminack K et al (2011) Problems of bridging plate fixation for the treatment of forearm shaft fractures with the locking compression plate. Arch Orthop Trauma Surg 131(1):85–91
25. Matthews LS, Kaufer H, Garver DF et al (1982) The effect on supination-pronation of angular malalignment of fractures of both bones of the forearm. J Bone Joint Surg Am 64:14–17
26. Tarr RR, Garfinkel AI, Sarmiento A (1984) The effects of angular and rotational deformities of both bones of the forearm. An in vitro study. J Bone Joint Surg Am 66:65–70
27. Fanuele J, Blazar P (2009) Extensor pollicis longus tendon rupture in an adult after intramedullary nailing of a radius fracture: case report. J Hand Surg Am 34:627–629
28. Parikh SN, Jain VV, Denning J et al (2012) Complications of elastic stable intramedullary nailing in pediatric fracture management: AAOS exhibit selection. J Bone Joint Surg Am 94:e184
29. Behnke NM, Redjal HR, Nguyen VT et al (2012) Internal fixation of diaphyseal fractures of the forearm: a retrospective comparison of hybrid fixation versus dual plating. J Orthop Trauma 26(11):611–616
30. Deluca PA, Lindsey RW, Ruwe PA (1988) Refracture of bones of the forearm after the removal of compression plates. J Bone Joint Surg Am 70:1372–1376
31. Labosky DA, Cermak MB, Waggy CA (1990) Forearm fracture plates: to remove or not to remove. J Hand Surg Am 15:294–301
16