Upload
dokhuong
View
237
Download
12
Embed Size (px)
Citation preview
PENGGUNAAN DEBT COLLECTOR DALAM PENYELESAIAN
KREDIT MACET PADA BANK STANDARD CHARTERED
(Analisis Putusan MA Nomor 3192 K/Pdt/2012)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
SHINTA DWININGTHYAS
NIM: 1111048000028
K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S
PROGRAM STUDI I L M U HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1436 H/2015 M
PENGGUNAAN DEBT COLLECTOR DALAM PENYELESAIAN
KREDIT MACET PADA BANK STANDARD CHARTERED
(Analisis Putusan MA Nomor 3192 K/Pdt/2012)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
SHINTA DWININGTHYAS
NIM: 1111048000028
K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S
PROGRAM STUDI I L M U HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1436 H/2015 M
i
PENGGUNAAN DEBT COLLECTOR DALAM PENYELESAIAN
KREDIT MACET PADA BANK STANDARD CHARTERED
(Analisis Putusan MA Nomor 3192 K/Pdt/2012)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
Shinta Dwiningthyas
NIM: 1111048000028
Pembimbing I Pembimbing II
Dra. Hafni Muchtar, SH., MH., MM. Aliya Sandra Dewi, SH., MKn.
K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S
PROGRAM STUDI I L M U HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1436 H/2015 M
ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
Skripsi berjudul PENGGUNAAN DEBT COLLECTOR DALAM
PENYELESAIAN KREDIT MACET PADA BANK STANDARD CHARTERED
(Analisis Putusan MA Nomor 3192 K/Pdt/2012) telah diujikan dalam Sidang
Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 02 April 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai
salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.) pada Program Studi Ilmu
Hukum dengan Konsentrasi Hukum Bisnis.
Jakarta, 02 April 2015
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Dr. Asep Saepudin Jahar, MA.
NIP. 19691216 199603 1 001
PANITIA UJIAN MUNAQASYAH:
1. Ketua : Dr. Djawahir Hejazziey, SH., MA., MH. (…………......…..….….)
NIP. 19551015 197903 1 002
2. Sekertaris : Arip Purkon, MA. (……....…..........….…..)
NIP. 19790427 200312 1 002
3. Pembimbing 1 : Dra. Hafni Muchtar, SH., MH., MM. (…………….......…….)
4. Pembimbing 2 : Aliya Sandra Dewi, SH., MKn. (……………..………....)
5. Penguji 1 : Dr. Djawahir Hejazziey, SH., MA., MH. (……………..….……...)
NIP. 19551015 197903 1 002
6. Penguji 2 : Arip Purkon, MA. (……………..…….…...)
NIP. 19790427 200312 1 002
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu syarat memperoleh gelar Strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang digunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti hasil karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 20 Maret 2015
Shinta Dwiningthyas
iv
ABSTRAK
Shinta Dwiningthyas. NIM 1111048000028. PENGGUNAAN DEBT COLLECTOR
DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET PADA BANK STANDARD
CHARTERED (Analisis Putusan MA Nomor 3192 K/Pdt/2012). Program Studi
Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/2015 M. x + 74 halaman + 30
halaman lampiran. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan terhadap
penggunaan debt collector dalam penyelesaian kredit macet yang terjadi di dunia
perbankan dan untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi terhadap
penggunaan debt collector dalam penyelesaian kredit macet pada dunia perbankan.
Latar belakang skripsi ini adalah penagihan kredit macet yang dilakukan oleh jasa
pihak ketiga (debt collector) pada pelaksanaannya tidak sesuai dengan peraturan
pokok-pokok etika penagihan yang sudah ditetapkan oleh Bank Indonesia karena
seringkali menimbulkan kerugian bagi konsumen kartu kredit, seperti kasus pada
Putusan MA Nomor 3192 K/Pdt/2012 yang merugikan nasabah Bank Standard
Chartered karena jasa pihak ketiga (debt collector) yang dikuasakan oleh pihak bank
tidak bekerja secara profesional dan menggunakan pendekatan intimidasi serta
premanisme. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian library research, yang
mengkaji berbagai dokumen terkait dengan penelitian. Metode yang digunakan
penulis adalah metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan
perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach).
Selanjutnya ada tiga bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini, yakni bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non-hukum. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penggunaan jasa pihak ketiga (debt collector) dalam
penyelesaian kredit macet diperbolehkan dan pengaturannya terdapat di dalam Surat
Edaran Bank Indonesia No. 14/17/DASP/2012, Peraturan Bank Indonesia No.
14/2/PBI/2012, Peraturan Bank Indonesia No. 13/25/PBI/2011, Booklet Perbankan
Indonesia Tahun 2014. Dalam Putusan MA Nomor 3192 K/Pdt/2012 Majelis Hakim
menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi dan menghukum
Pemohon Kasasi untuk membayar ganti rugi kepada Termohon Kasasi, putusan
tersebut menurut penulis sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku saat ini terkait dengan penggunaan jasa penagihan kartu kredit.
Kata Kunci : Debt Collector, Kartu Kredit, Hubungan
Hukum Bank dengan Jasa Pihak Ketiga (Debt Collector),
Putusan Hakim.
Pembimbing : 1. Dra. Hafni Muchtar, SH., MH., MM.
2. Aliya Sandra Dewi, SH., M.Kn.
Daftar Pustaka : Tahun 1984 s.d. Tahun 2015.
v
KATA PENGANTAR
حمن حيم بسم هللا الر الر
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt yang
senantiasa memberikan bimbingan dan petunjuk sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “PENGGUNAAN DEBT COLLECTOR
DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET PADA BANK STANDARD
CHARTERED (Analisis Putusan MA Nomor 3192 K/Pdt/2012)”. Salawat serta salam
senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad Saw, yang telah
membawa umat manusia dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang ini.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, arahan, dan
bimbingan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Djawahir Hejazziey, SH., MA., MH. selaku ketua Program Studi Ilmu
Hukum dan Arip Purkon, MA selaku sekretaris Program Studi Ilmu Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dra. Hafni Muchtar, SH., MH., MM. dan Aliya Sandra Dewi, SH., M.Kn.
selaku dosen pembimbing yang telah bersedia menjadi pembimbing dalam
penulisan skripsi ini dengan penuh kesabaran, perhatian, dan ketelitian
vi
memberikan masukan serta meluangkan waktunya untuk memberikan
bimbingan kepada penulis hingga skripsi ini selesai.
4. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
khususnya Dosen Program Studi Ilmu Hukum yang telah memberikan ilmu
pengetahuan dengan tulus ikhlas, semoga ilmu pengetahuan yang diajarkan
dapat bermanfaat dan menjadi keberkahan bagi penulis.
5. Kedua orang tua tercinta yaitu Ayahanda Priyono A.W. dan Ibunda tersayang,
Sri Rahayu S.Pd. Terima kasih atas kasih sayang, motivasi, dukungan, doa,
perhatian, ilmu pengetahuan, arti kedisiplinan, serta segala hal yang selalu
diberikan dengan tulus sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan
pada jenjang Perguruan Tinggi Negeri. Begitu pula untuk kakak dan adikku
tersayang, Dita Yusuf Pambudi dan Abdul Ajis Adi Putra. Terima kasih atas
segala dukungan, perhatian, dan kasih sayang yang telah kalian berikan.
6. Teman hidup penulis, Waldan Mufathir yang telah membantu, memberi
semangat, arahan, serta menemani penulis setiap waktu baik suka maupun
duka. Terima kasih atas perhatian, cinta, kasih sayang, dan waktunya yang
diberikan kepada penulis. Semoga Allah senantiasa memberkahi dan meridhai
kebersamaan kita.
7. Kak Laras, Kak Mario, Mbak Indri, Kak Rino, Mas Adrian yang telah banyak
membantu dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih atas bimbingan,
motivasi, dan pengetahuan yang sudah diberikan kepada penulis. Semoga
semua kebaikan yang kalian berikan senantiasa dibalas oleh Allah Swt.
vii
8. Teman-teman seperjuangan Ilmu Hukum angkatan 2011 yang selalu
mewarnai kehidupan di bangku perkuliahan selama delapan semester ini, Ayu
Eza, Tami, Hilda, Ida, Fanny, Kiya, Icha, Dhurifah, Endang, Sri, Ummu,
Novita, Dita, Citra, Clara, Banun, Fitriana, Lidia, Liana, Ayang, teman-teman
Hukum Bisnis dan Hukum Kelembagaan Negara yang lainnya yang tidak
mungkin disebutkan satu persatu karena banyak sekali yang telah membantu
dan memberikan dukungan kepada penulis
9. Teman-teman KKN MPR, khususnya Rida Fauzia Qinvi yang banyak
memberikan motivasi, dukungan, perhatian, pengalaman hidup untuk saling
berbagi disetiap kesempatan waktu.
10. Pihak perpustakaan UI dan UIN Jakarta, terima kasih karena telah
menyediakan buku-buku yang lengkap sehingga penulis tidak kebingungan
mencari referensi buku yang dibutuhkan.
Atas seluruh bantuan dari semua pihak baik material maupun immaterial,
penulis berdoa semoga Allah Swt memberi balasan yang berlipat. Penulis berharap
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca
umumnya.
Jakarta, Maret 2015
Shinta Dwiningthyas
viii
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING..................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………..... ii
LEMBAR PERNYATAAN……………………………………………………. iii
ABSTRAK………………………………………………………...................... iv
KATA PENGANTAR………………………………………………………...... v
DAFTAR ISI………………………………………………………................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah…………………………………………………. 1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah…………………………………….... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian…………………………………………... 8
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual........................................................... 9
E. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu............................................………. 13
F. Metode Penelitian........................................................…………………. 15
G. Sistematika Penulisan................................…………………………....... 19
BAB II KARTU KREDIT DALAM HUKUM PERDATA DI INDONESIA
A. Pengertian Kartu Kredit........................................…………………….... 21
B. Jenis – Jenis Kartu Kredit........................................................................ 23
C. Kartu Kredit Dalam KUH Perdata........................................................... 26
D. Risiko – Risiko Kartu Kredit.................................................................... 32
ix
BAB III HUBUNGAN HUKUM ANTARA BANK DENGAN JASA PIHAK
KETIGA (DEBT COLLECTOR)
A. Bank dan Jasa Pihak Ketiga (Debt Collector)…...................................... 35
B. Tata Cara Penagihan Oleh Jasa Pihak Ketiga (Debt Collector)............... 37
C. Pengaturan Jasa Pihak Ketiga (Debt Collector) di Indonesia................... 39
D. Bentuk Hubungan Hukum Bank dengan Jasa Pihak Ketiga (Debt
Collector)…………………........………………………………............... 42
E. Perbuatan Melawan Hukum Yang Dilakukan Oleh Jasa Pihak Ketiga (Debt
Collector) ……………………………………………………….............. 45
BAB IV. ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 3192
K/Pdt/2012
A. Tentang Bank Standard Chartered............……………………………… 51
B. Posisi Kasus………………………………………………………........... 52
1. Sikap Para Pihak…........................………………………........... 52
2. Pertimbangan Majelis Hakim…............……………………....... 58
3. Analisis Putusan Mahkamah Agung No. 3192 K/Pdt/2012......... 60
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terhadap Penggunaan Jasa Pihak Ketiga
(Debt Collector) Dalam Penagihan Kredit Macet..........………………... 65
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………..……......... 68
x
B. Saran………………………………………………………...………....... 70
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... ...... 72
LAMPIRAN.................................................................................... ..................... 75
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Globalisasi di bidang ekonomi telah membawa dampak yang luar
biasa dalam bidang hukum bisnis. Salah satu yang paling terkena dampak dari
globalisasi tersebut ialah lembaga perbankan. Bank adalah lembaga keuangan
yang kegiatan pokoknya menghimpun dana dari masyarakat dan
menyalurkannya kembali kepada masyarakat melalui pemberian pinjaman
atau kredit.1
Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi yang ada, bank
memiliki berbagai fasilitas-fasilitas yang dapat dinikmati dan digunakan oleh
masyarakat luas. Banyaknya fasilitas yang diberikan oleh jasa perbankan
dalam menunjang kegiatan usaha bank, ditujukan untuk memikat masyarakat
supaya menggunakan fasilitas bank yang dapat memenuhi kebutuhan
transaksi pembayaran secara mudah dan cepat. Fasilitas yang dimaksud
tersebut adalah kartu kredit.
Fasilitas kartu kredit pada saat ini sudah bukan barang yang asing lagi
bagi masyarakat, tetapi menjadi kebutuhan pokok yang tidak dapat dipisahkan
1 Kasmir, Dasar-dasar Perbankan Edisi Revisi 10, (Jakarta : Rajawali Pers, 2012),
h. 36.
1
2
dari alat pembayaran sehari-hari. Produsen kartu kredit mencoba memberikan
pemahaman bahwa dengan menggunakan kartu kredit semuanya beres. Praktis
dan aman penggunaannya. Dalam konteks ini pengguna kartu kredit
mengemas dirinya dalam lingkaran kehidupan yang dikendalikan oleh
aktivitas hutang. Semakin banyak kartu kredit yang dimilikinya, semakin
bebas membelanjakan uangnya. Semakin banyak hutang yang dimiliki, maka
mereka dinobatkan sebagai warga masyarakat modern. Lewat tawaran diskon,
promosi, dan rayuan dahsyat yang lainnya, para pemilik kartu kredit
dikondisikan sedemikian rupa untuk selalu berbelanja, agar para konsumen ini
mendapatkan reward point atas objek barang dan jasa yang dibelinya.2
Penggunaan kartu kredit yang tidak bijaksana, maka akan
mendatangkan masalah bagi pemiliknya. Permasalahan kartu kredit yang
sering terjadi adalah keterlambatan kewajiban pembayaran yang pada
akhirnya menimbulkan kemacetan, atau biasa disebut dengan kredit macet.
Kartu kredit yang sudah macet akan menimbulkan masalah baru bagi
pemiliknya dan bagi pihak bank yang menerbitkan kartu kredit tersebut. Pada
umumnya yang terjadi adalah permasalahan dalam hal penagihan hutang kartu
kredit yang macet. Nasabah sering merasa keberatan apabila sudah terjadi
jatuh tempo penagihan kartu kreditnya yang macet. Nasabah merasa keberatan
apabila dalam proses penagihan kredit macetnya dilakukan dengan
2 Sumbo Tinarbuko, Mendengarkan Dinding Fesbuker, (Yogyakarta : Multicom,
2009), h. 96.
3
menggunakan jasa pihak ketiga (debt collector). Pengguna kartu kredit yang
terlilit hutang dalam jumlah yang besar dan tidak mampu melunasi tagihan
yang diminta oleh bank harus berurusan dengan debt collector.
Debt collector sebagai pihak yang dikuasakan oleh bank untuk
menagih hutang kartu kredit konsumen pada dasarnya bekerja sesuai dengan
target yang diamanatkan oleh bank penerbit kartu kredit kepada badan usaha
tersebut. Debt collector disini merupakan badan usaha yang bekerja sama
dengan lembaga perbankan jika terjadi masalah penunggakan hutang dalam
pelunasan tagihan kartu kredit, yang pada intinya bank tidak ingin adanya
wanprestasi dalam perjanjian pemberian kartu kredit.
Tetapi penggunaan jasa pihak ketiga (debt collector) pada dasarnya
merupakan pihak yang berpotensi untuk menimbulkan kerugian pada
konsumen. Adakalanya pula debt collector tidak bekerja dengan profesional
seperti yang diharapkan oleh bank. Terkadang untuk mendapatkan hutang
yang ditagihnya mereka melakukan tindakan melawan hukum sehingga
menimbulkan kerugian bagi nasabah yang ditagih hutangnya tersebut.
Pada dasarnya jika mengacu pada Surat Edaran Bank Indonesia SEBI
No. 14/17/DASP/2012 penggunaan jasa pihak ketiga ini diperbolehkan, dan
keberadaannya telah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia, yaitu pengaturan
kerjasama dengan pihak lain dengan mengacu pada Peraturan Bank Indonesia
No. 13/25/PBI/2011 tentang Prinsip Kehati-hatian bagi Bank Umum yang
Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Pihak Lain
4
dan Peraturan Bank Indonesia No. 14/2/PBI/2012 tanggal 6 Januari 2012
tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No. 11/11/PBI/2009
tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan
Kartu (APMK).
Dalam hal ini, terdapat sejumlah ketentuan yang dapat dilihat pada
Pasal 17B dan Pasal 21 ayat 1 dimana disebutkan bahwa pertama, penerbit
kartu yang menggunakan jasa pihak lain dalam melakukan penagihan kartu
kredit wajib mematuhi pokok-pokok etika penagihan hutang kartu kredit
sesuai dengan ketentuan Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
prinsip kehati-hatian bank dalam melakukan penyerahan sebagian
pelaksanaan pekerjaan kepada pihak lain. Kedua, dalam hal penagihan hutang
kartu kredit menggunakan jasa pihak lain, bank penerbit kartu wajib
menjamin kualitas pelaksanaan penagihannya sama dengan jika dilakukan
sendiri oleh bank penerbit kartu tersebut, dan dapat ditagih hanya untuk
hutang kartu kredit dengan kualitas tertentu yaitu jika termasuk ke dalam
tingkat kolektibilitas macet.3 Ketiga, dalam perjanjian kerjasama antara
penerbit kartu dengan perusahaan penyedia jasa penagihan kartu kredit harus
memuat klausul tentang tata cara, pokok-pokok etika penagihan, dan hal-hal
yang dilarang dalam melakukan penagihan kartu kredit sebagaimana yang
3 Peraturan Bank Indonesia No. 14/2/PBI/2012 tanggal 6 Januari 2012 tentang
Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (APMK), Pasal
17B.
5
telah diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia SEBI No. 14/17/DASP/2012
yang tercantum pada ketentuan butir VII.D angka 4, serta mencantumkan pula
klausul tentang tanggung jawab penerbit kartu terhadap segala akibat hukum
yang timbul akibat kerjasama dengan pihak lain.4
Selain itu di dalam Booklet Perbankan Indonesia (BPI) Tahun 2014
yang dikeluarkan oleh OJK, diatur pula mengenai Prinsip Kehati-hatian Bagi
Bank Umum Yang Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan
Kepada Pihak Lain pada bagian Prinsip Kehati-hatian Dalam Penyerahan
Pekerjaan Penagihan Kredit, yang diantaranya pertama, mengenai cakupan
penagihan kredit yang dalam ketentuan ini adalah penagihan kredit secara
umum, termasuk penagihan kredit tanpa agunan dan utang kartu kredit.
Kedua, mengenai penagihan kredit yang dapat dialihkan penagihannya kepada
pihak lain adalah kredit dengan kualitas macet sesuai ketentuan yang berlaku
mengenai penilaian kualitas aset bank umum. Ketiga, perjanjian kerjasama
antara bank dan PPJ harus dilakukan dalam bentuk perjanjian penyediaan jasa
tenaga kerja, dan yang ke empat, bank wajib memiliki kebijakan etika
penagihan sesuai ketentuan yang berlaku.5
4 Surat Edaran Bank Indonesia, SEBI No. 14/17/DASP/2012 perihal
Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, ketentuan butir
VII.D angka 4.
5 Booklet Perbankan Indonesia Tahun 2014, Bab VI. Ketentuan-Ketentuan Pokok
Perbankan bagian C tentang Ketentuan Kehati-hatian mengenai Prinsip Kehati-hatian Bagi
Bank Umum Yang Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Pihak
6
Penggunaan jasa pihak ketiga (debt collector) dalam penagihan hutang
dapat menimbulkan kerugian bagi konsumen akibat ketidakprofesionalan
dalam melaksanakan tugasnya. Seperti kasus pada Putusan Mahkamah Agung
Nomor 3192 K/Pdt/2012 terkait dengan penagihan hutang kredit macet oleh
Standard Chartered Bank kepada nasabahnya Victoria Silvia Beltiny yang
sudah menunggak pembayaran hutangnya karena mengalami kesulitan
keuangan pada saat membayar cicilannya, sehingga pihak bank menggunakan
jasa pihak ketiga (debt collector) untuk menyelesaikan kredit macetnya.
Tetapi pada saat pelaksanaannya, jasa penagih hutang (debt collector)
tersebut telah melakukan perbuatan melawan hukum seperti mengintimidasi,
melakukan penekanan, pengancaman, dan teror, bahkan sampai kepada
pencemaran nama baik si nasabah. Karena tidak tahan dengan kondisi seperti
itu yang dilakukan secara terus menerus dan mengganggu kenyamanan
Victoria, maka nasabah Standard Chartered Bank tersebut mengajukan
gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang pada akhirnya gugatan
tersebut dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Tetapi pihak
bank disini masih tidak terima dengan putusan yang dikeluarkan oleh
Pengadilan Tingkat Pertama maupun Pengadilan Tingkat Tinggi, sehingga
pihak Standard Chartered Bank mengajukan upaya hukum kasasi ke
Mahkamah Agung yang pada putusan akhirnya menetapkan bahwa pihak
Lain pada bagian Prinsip Kehati-hatian Dalam Penyerahan Pekerjaan Penagihan Kredit,
(Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan, 2014), h. 140-142.
7
bank bersalah karena melakukan penagihan kredit dengan cara yang tidak
profesional dengan menggunakan pendekatan intimidasi dan premanisme dari
pada pendekatan yang lain.6
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Penggunaan Debt Collector Dalam
Penyelesaian Kredit Macet Pada Bank Standard Chartered (Analisis
Putusan MA Nomor 3192 K/Pdt/2012)”
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya cakupan mengenai permasalahan kredit di dunia
Perbankan Indonesia, maka ruang lingkup permasalahan penulis batasi
hanya dilihat dari penggunaan jasa pihak ketiga (debt collector) dalam
penyelesaian kredit macet yang terjadi pada kasus Bank Standard
Chartered yang ditinjau dari segi yuridis, yaitu berdasarkan ketentuan
Peraturan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku pada saat ini.
2. Rumusan Masalah
6 Kompas.com, “Teror Nasabah lewat Debt collector, Stanchart Dihukum Rp 1
Miliar”, artikel diakses pada tanggal 22 Januari 2015 dari
bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/08/14/194407226/Teror.Nasabah.lewat.Debt.Collect
or. Stanchart.Dihukum.Rp.1.Miliar.
8
Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah diatas,
maka permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Bagaimana pengaturan terhadap penggunaan jasa pihak ketiga
(debt collector) dalam penyelesaian kredit macet?
b. Faktor apa saja yang mempengaruhi terhadap penggunaan jasa
pihak ketiga (debt collector) dalam penagihan kredit macet?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Setiap penelitian memerlukan suatu penelitian yang dapat memberikan
arah pada penelitian yang dilakukan. Berdasarkan uraian latar belakang
dan permasalahan diatas, maka disusun tujuan penelitian sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui pengaturan terhadap penggunaan jasa pihak
ketiga (debt collector) dalam penyelesaian kredit macet.
b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap
penggunaan jasa pihak ketiga (debt collector) dalam penagihan
kredit macet.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian yang dilakukan terkait
dengan nilai guna dari penelitian dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Manfaat Teoritis
9
Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat teoritis berupa
sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum,
khususnya bidang hukum perbankan mengenai penyelesaian kredit
macet dan aspek-aspek hukumnya yang berkaitan dengan
kebijakan penyelesaian kredit macet dengan menggunakan jasa
pihak ketiga (debt collector).
b. Manfaat Praktis
Penulisan penelitian ini diharapkan dapat membantu jika suatu
saat dihadapkan pada kasus serupa yang berkaitan dengan
penyelesaian kredit macet dengan menggunakan jasa pihak ketiga
(debt collector), sehingga dapat dimengerti mengenai pengaturan-
pengaturan yang terdapat didalamnya dan menjadi jalan keluar
untuk menyelesaikan masalah tersebut.
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual
1. Kerangka Teoritis
Istilah kredit berasal dari bahasa Romawi yaitu credere, yang berarti
percaya atau credo atau creditum yang berarti saya percaya.7 Sedangkan
Subarjo Joyosumarto merumuskan kredit macet sebagai berikut:
a. Kredit yang angsuran pokok dan bunganya tidak dapat dilunasi
selama lebih dari 2 masa angsuran ditambah 21 bulan.
7 Johannes Ibrahim, Kartu Kredit – Dilematis Antara Kontrak dan Kejahatan,
(Bandung : PT Refika Aditama, 2004), h. 7.
10
b. Penyelesaiannya telah diserahkan kepada pengadilan/BUPLN.
c. Penyelesaiannya telah diajukan ganti kerugian kepada perusahaan
asuransi kredit.8
Kredit macet selalu dilihat dan diukur dari kolektibilitas kredit yang
bersangkutan. Kolektibilitas adalah keadaan pembayaran pokok (angsuran
pokok) dan bunga kredit oleh nasabah (debitur) serta tingkat kemungkinan
diterimanya kembali dana tersebut. Kolektibilitas kredit diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia No. 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas
Aset Bank Umum pada Pasal 12 ayat 3.
Secara hukum, penggunaan jasa pihak ketiga (debt collector) untuk
menyelesaikan kredit macet didalam perbankan diperbolehkan, dan
keberadaannya telah diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia SEBI No.
14/17/DASP/2012 perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran
Dengan Menggunakan Kartu (APMK) ketentuan butir VII.D angka 4,
Peraturan Bank Indonesia No. 13/25/PBI/2011 tentang Prinsip Kehati-
hatian bagi Bank Umum yang Melakukan Penyerahan Sebagian
Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Pihak Lain pada Bab II tentang Alih Daya
(outsourcing), Peraturan Bank Indonesia No. 14/2/PBI/2012 tentang
Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu
(APMK) pada Pasal 17B dan Pasal 21 ayat 1, dan Booklet Perbankan
Indonesia (BPI) Tahun 2014 yang dikeluarkan oleh OJK, mengenai
Prinsip Kehati-hatian Bagi Bank Umum Yang Melakukan Penyerahan
8 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia Cet. Keempat Revisi,
(Bandung : PT Citra Aditya Bakti), 2010, h. 321.
11
Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Pihak Lain pada bagian Prinsip
Kehati-hatian Dalam Penyerahan Pekerjaan Penagihan Kredit.9
2. Kerangka Konseptual
Untuk memberikan arah atau pedoman yang jelas dalam penelitian ini,
maka perlu memahami definisi-definisi berikut:
a. Pemilik kartu kredit adalah pihak yang menggunakan kartu kredit
untuk transaksi pembelian barang atau jasa.10
b. Penerbit kartu kredit adalah lembaga keuangan baik bank maupun
nonbank yang mengeluarkan kartu kredit untuk kebutuhan
transaksi pembelian barang bagi pemilik kartu kredit.11
c. Kartu kredit adalah alat pembayaran berbentuk kartu dan berfungsi
sebagai pengganti uang tunai, dan kartu ini digunakan sebagai alat
pembayaran atas transaksi pembelian barang dan jasa. Pembayaran
atas transaksi pembelian tersebut dilakukan setelah adanya tagihan
9 Booklet Perbankan Indonesia Tahun 2014, Bab VI. Ketentuan-Ketentuan Pokok
Perbankan bagian C tentang Ketentuan Kehati-hatian mengenai Prinsip Kehati-hatian
Bagi Bank Umum Yang Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan
Kepada Pihak Lain pada bagian Prinsip Kehati-hatian Dalam Penyerahan Pekerjaan
Penagihan Kredit, (Jakarta : Otoritas Jasa Keuangan, 2014), h. 140-142.
10
Ade Arthesa dan Edia Handiman, Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank,
(Jakarta : PT INDEKS Kelompok Gramedia, 2006), h. 105.
11
Ade Arthesa dan Edia Handiman, Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank, h.
105.
12
dari penerbit kartu kredit, dan pembayaran dilaksanakan melalui
bank penerbit kartu.12
d. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank.
e. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
f. Kredit macet adalah suatu keadaan dimana seorang nasabah tidak
mampu membayar lunas kredit bank tepat pada waktunya.13
g. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan lembaga independen
dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi,
tugas dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan
penyidikan di sektor jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang RI No. 21 Tahun 2011 tentang OJK.14
h. Peraturan Bank Indonesia adalah ketentuan hukum yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia dan mengikat setiap orang atau
badan dan dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
12
Ade Arthesa dan Edia Handiman, Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank, h.
104.
13
Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis, Cet.
Kedua Edisi Revisi, (Jakarta : Djambatan, 1996), h. 131.
14
Booklet Perbankan Indonesia 2014, Bab I tentang OJK.
13
i. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
j. Debt Collector adalah orang atau sekumpulan orang sebagai pihak
ketiga yang dimintai jasanya oleh perbankan dan lembaga
keuangan untuk menagih hutang atau kredit yang bermasalah dari
nasabahnya. Penggunaan jasa penagih hutang ini sudah sangat
lazim, bahkan bisa dikatakan menjadi bagian tak terpisahkan dari
industri perbankan dan lembaga keuangan.15
E. Tinjauan Review Studi Terdahulu
Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini, penulis akan
menyertakan beberapa hasil penelitian terdahulu sebagai perbandingan
tinjauan kajian materi yang akan dibahas, sebagai berikut:
Penelitian yang dilakukan oleh Siska Hidayatur Rohma, dkk dari
Universitas Jember, tahun 2013, yang berjudul “Kajian Perbuatan Melawan
Hukum Yang Dilakukan Penagih Hutang Kartu Kredit.” Penelitian tersebut
menjelaskan tentang analisis akibat hukum apabila penagih hutang kartu
15
Moch. Arif Budiman, “Debt collector, Budaya Berutang dan Bahaya Riba: Zona
Ekonomi Islam”, artikel diakses pada tanggal 8 Novenmber 2014 dari
http://zonaekis.com/debt-collector-budaya-berutang-dan-bahaya-riba/.
14
kredit melakukan perbuatan melawan hukum yang terdapat dalam Peraturan
Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 tentang Penyelenggaraan Kegiatan
Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu.
Skripsi yang disusun oleh Jerika L. Silalahi dari Universitas Indonesia,
tahun 2012, yang berjudul “Tanggung Gugat Bank Atas Perbuatan Melawan
Hukum Yang Dilakukan Oleh Debt Collector Dalam Penagihan Tunggakan
Kartu Kredit.” Penelitian tersebut menjelaskan mengenai perbuatan melawan
hukum yang dilakukan debt collector dan tanggung gugat bank atas perbuatan
melawan hukum tersebut.
Buku yang berjudul “Panduan Bantuan Hukum di Indonesia:
Pedoman Anda Memahami dan Menyelesaikan Masalah Hukum”, diterbitkan
oleh kerjasama YLBHI dan PSHK, Jakarta, tahun 2007. Buku ini hanya
menguraikan definisi dan teori-teori penyelesaian kredit bermasalah dalam
perbankan, buku tersebut juga menjelaskan upaya penyelesaian kredit macet
dengan menggunakan jasa pihak ketiga (debt collector) melalui perlindungan
konsumen, yang secara tidak langsung berhubungan dengan pembahasan
skripsi penulis, tetapi dalam buku tersebut tidak membahas mengenai
peraturan penggunaan jasa pihak ketiga (debt collector).
Sebagai perbandingan sekaligus pembeda, pada skripsi ini penulis
menguraikan perihal analisis putusan yang sudah ditetapkan oleh Mahkamah
Agung terkait dengan penggunaan jasa pihak ketiga (debt collector) dalam
penyelesaian kredit macet, serta apa saja faktor yang mempengaruhi terhadap
15
penggunaan jasa pihak ketiga (debt collector) dalam penagihan kredit macet.
Pada kenyataannya tindakan yang dilakukan oleh jasa penagih hutang tidak
sesuai dengan aturan pokok-pokok etika yang sudah diatur dalam Peraturan
Bank Indonesia. Jadi terdapat perbedaan pembahasan dan masalah yang
diangkat penulis dengan penelitian-penelitian yang sudah ada sebelumnya.
F. Metode Penelitian
Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas:
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode
penelitian hukum normatif yaitu suatu penelitian yang ditinjau melalui
aspek hukum, peraturan-peraturan yang kemudian dihubungkan
dengan kenyataan atau praktek yang terjadi di lapangan. Penulis juga
mencari fakta-fakta yang akurat tentang peristiwa konkrit yang
menjadi objek penelitian. Penelitian ini dilakukan dan ditujukan pada
peraturan-peraturan tertulis dan bahan-bahan lain, serta menelaah
peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penulisan
skripsi ini.
Sedangkan bila dilihat dari sifatnya adalah penelitian
deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan
menggambarkan secara tepat sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau
16
kelompok tertentu, atau untuk menentukan frekuensi suatu gejala,16
yang dalam hal ini yaitu memberikan data mengenai pengaturan
penggunaan jasa pihak ketiga (debt collector) dalam penyelesaian
kredit macet.
2. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode
pengumpulan data melalui studi dokumen atau kepustakaan (library
research) yaitu dengan melakukan penelitian terhadap berbagai
sumber bacaan seperti buku-buku, peraturan-peraturan terkait
penggunaan jasa pihak ketiga (debt collector), putusan MA yang
sudah ditetapkan oleh majelis hakim, pendapat sarjana, surat kabar,
artikel, kamus, dan juga berita dari internet.
3. Pendekatan Penelitian
Pada penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan
perundang-undangan dan pendekatan kasus.
a. Pendekatan Perundang-Undangan (Statute Approach)
Terkait dengan peraturan-peraturan yang terkait dengan
pembahasan, seperti Peraturan Bank Indonesia, Surat Edaran
Bank Indonesia, Booklet Perbankan Indonesia Tahun 2014,
Undang-Undang Perbankan terbaru, KUH Perdata.
16
Sri Mamuji, et.al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta :
Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), h. 4.
17
b. Pendekatan Kasus (Case Approach)
Kasus yang sudah diputus oleh Mahkamah Agung Nomor 3192
K/Pdt/2012 terkait dengan penagihan hutang kartu kredit yang
menggunakan jasa pihak ketiga (debt collector) oleh Standard
Chartered Bank kepada nasabahnya Victoria Silvia Beltiny.
4. Data dan Sumber Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer,
data sekunder dan data tersier. Data primer merupakan data aktual
yang di dapat dari penelitian lapangan dengan berkomunikasi pada
anggota masyarakat dilokasi tempat penelitian dilakukan. Termasuk
didalamnya yaitu perundang-undangan, putusan-putusan hakim, buku-
buku atau dokumentasi yang diperoleh peneliti dilapangan, walaupun
sifatnya merupakan data sekunder.
Data sekunder adalah data-data yang diperoleh peneliti dari
penelitian kepustakaan dan dokumentasi yang merupakan hasil
penelitian dan pengolahan orang lain, yang sudah tersedia dalam
bentuk buku-buku atau dokumentasi yang biasanya disediakan di
perpustakaan atau milik pribadi peneliti.17
Data sekunder antara lain
17
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu
Tinjauan Singkat Cet.3, (Jakarta : Rajawali Pers, 1990), h. 1.
18
mencakup dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang
berwujud laporan, buku harian, dan seterusnya.18
Data tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan atas data primer dan sekunder, misalnya
ensiklopedia, kamus, website, atau sumber yang lain yang mencakup
pada pokok permasalahan materi.
5. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini
adalah metode analisis data kualitatif. Metode analisis kualitatif adalah
bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya
menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintetiskannya, mencari dan
menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang
dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang
lain. Sehingga dapat ditarik kesimpulan untuk menjawab
permasalahan yang ada.
6. Metode Penulisan
Dalam penyusunan penelitian ini penulis menggunakan metode
penulisan sesuai dengan sistematika penulisan yang ada pada Buku
Pedoman Penulisan Skripsi, Fakultas Syari’ah dan Hukum, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, tahun 2012.
18
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Universitas
Indonesia, 2005), h. 12.
19
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun menjadi lima bab, masing-masing bab terdiri dari
beberapa sub bab, diawali dengan pendahuluan dan diakhiri dengan
kesimpulan serta saran-saran yang dianggap perlu. Adapun penyusunan
skripsi ini adalah sebagai berikut:
Bab I. Pendahuluan. Bab ini berisi mengenai latar belakang masalah yang
akan menjelaskan alasan pemilihan judul penulisan hukum. Bab ini juga
memaparkan identifikasi masalah, pembatasan dan rumusan masalah yang
akan diteliti, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teoritis dan konseptual,
tinjauan (review) studi terdahulu, metode penelitian serta sistematika
penulisan.
Bab II. Kartu Kredit Dalam Hukum Perdata di Indonesia. Dalam bab ini
akan membahas mengenai pengertian kartu kredit, jenis-jenis kartu kredit,
kartu kredit dalam KUH Perdata, dan risiko-risiko kerugian dalam
penggunaan kartu kredit.
Bab III. Hubungan Hukum Antara Bank Dengan Jasa Pihak Ketiga
(Debt Collector). Dalam bab ini akan diuraikan mengenai bank dan jasa pihak
ketiga (debt collector), tata cara penagihan oleh jasa pihak ketiga (debt
collector), pengaturan jasa pihak ketiga (debt collector) di Indonesia, bentuk
hubungan hukum bank dengan jasa pihak ketiga (debt collector), perbuatan
melawan hukum yang dilakukan oleh jasa pihak ketiga (debt collector).
20
Bab IV. Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 3192 K/Pdt/2012.
Dalam bab ini berisi pembahasan dan analisa data yang berusaha
dikumpulkan untuk mengkaji secara ilmiah terhadap data yang telah dikumpul
selama penelitian dilakukan, di mana pada bab ini ditelaah dan dianalisa
mengenai posisi kasus Standard Chartered Bank dengan Victoria, analisis
putusan Mahkamah Agung, dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
terhadap penggunaan jasa pihak ketiga (debt collector) dalam penagihan
kredit macet.
Bab V. Penutup. Dalam bab ini berisi mengenai kesimpulan yang dapat
ditarik yang mengacu pada hasil penelitian sesuai dengan perumusan masalah
yang telah ditetapkan dan saran-saran yang akan lahir setelah pelaksanaan
penelitian dan pengulasannya dalam skripsi.
21
BAB II
KARTU KREDIT DALAM HUKUM PERDATA DI INDONESIA
A. Pengertian Kartu Kredit
Istilah kredit berasal dari bahasa Romawi yaitu credere, yang berarti
percaya atau credo atau creditum yang berarti saya percaya.1 Sedangkan
pengertian kartu kredit (credit card) adalah kartu plastik yang digunakan
sebagai alat pembayaran pengganti uang tunai atas transaksi pembelian barang
dan jasa, dimana dalam pembayarannya tersebut dilakukan melalui bank
penerbit kartu atau bank yang menjalin kerjasama dengan penerbit kartu.2
Kartu kredit (credit card) diterbitkan oleh bank atau lembaga
pengelola kartu kredit untuk kepentingan nasabahnya, dan dapat digunakan
oleh pemegangnya sebagai alat pembayaran yang sah secara kredit.3 Pedagang
(merchant) menerima pembayaran dengan kartu kredit, kemudian ia menagih
pembayarannya kepada bank atau pengelola kartu kredit tersebut. Selanjutnya
bank atau lembaga pengelola kartu kredit tersebut akan menagih pembayaran
1 Johannes Ibrahim, Kartu Kredit – Dilematis Antara Kontrak dan Kejahatan,
(Bandung : PT Refika Aditama, 2004), h. 7.
2 Ade Arthesa dan Edia Handiman, Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank,
(Jakarta : PT INDEKS Kelompok Gramedia, 2006), h. 104.
3 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2011), h.
90.
22
dari pemegang kartu kredit atau mendebet secara langsung dari rekening
nasabah yang bersangkutan.
Selain itu kartu kredit juga dapat diartikan sebagai uang plastik yang
diterbitkan oleh suatu institusi yang memungkinkan pemegang kartu untuk
memperoleh kredit atas transaksi yang dilakukannya dan pembayarannya
dapat dilakukan secara angsuran dengan membayar sejumlah bunga (finance
charge) atau sekaligus pada waktu yang ditentukan.4
Sedangkan pengertian kartu kredit menurut Pasal 1 angka 4 Peraturan
Bank Indonesia No. 14/2/PBI/2012 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat
Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu, adalah:
“Kartu Kredit adalah APMK yang dapat digunakan untuk melakukan
pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi,
termasuk transaksi pembelanjaan dan/atau untuk melakukan penarikan tunai,
dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh
acquirer atau penerbit, dan pemegang kartu berkewajiban untuk melakukan
pembayaran pada waktu yang disepakati baik dengan pelunasan secara
sekaligus (charge card) ataupun dengan pembayaran secara angsuran”.5
Berdasarkan definisi di atas jelas bahwa kartu kredit hanya sebagai alat
pembayaran. Kartu kredit adalah alat pembayaran pengganti uang tunai atau
cek.6 Sedangkan hutang kartu kredit terbentuk karena acquirer atau bank
4 Johannes Ibrahim, Kartu Kredit – Dilematis Antara Kontrak dan Kejahatan,
(Bandung : PT Refika Aditama, 2004), h. 11.
5 Peraturan Bank Indonesia No. 14/2/PBI/2012 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan
Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu, Pasal 1 angka 4.
6 Thomas Suyatno, Djuhaepah, Marala, et.al. Kelembagaan Perbankan, (Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama, 1993), h. 64.
23
penerbit menalangi kewajiban cardholder kepada merchant atas transaksi
retail atau kepada bank atas transaksi penarikan tunai. Timbulnya hutang
inilah yang menjadi bisnis bagi penerbit kartu kredit karena menghasilkan
pendapatan bunga atau fee based income. Potensi dari pendapatan inilah yang
mendorong banyak bank atau lembaga keuangan lainnya untuk terjun ke
dalam bisnis kartu kredit.
B. Jenis - Jenis Kartu Kredit
Dalam menggunakan kartu kredit, kebebasan atas transaksi yang
dilakukan oleh nasabah dibatasi dari jenis kartu kredit yang dimiliki nasabah.
Setiap jenis kartu kredit memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-
masing. Oleh karena itu, nasabah harus pandai dalam memilih kartu kredit
yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya dengan memperhatikan
jenis-jenis kartu kredit yang ada.7
Adapun jenis-jenis kartu kredit dapat digolongkan berdasarkan fungsi
dan wilayah berlakunya, antara lain yaitu:8
1. Berdasarkan Fungsinya
a. Charge Card
Merupakan kartu kredit di mana pemegang kartu harus melunasi
semua tagihan yang terjadi atas transaksinya sekaligus pada saat
7 Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, (Jakarta : Rajawali Pers, 2011), h. 174.
8 Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, h. 174-175.
24
jatuh tempo. Contohnya seperti seorang nasabah melakukan
transaksi sebesar Rp. 100.000,-, maka pada saat sebelum jatuh tempo
seluruh tagihannya harus dibayar sekaligus Rp. 100.000,- dan tidak
dapat dicicil.
b. Credit Card
Merupakan kartu kredit di mana pemegang kartu dapat melunasi
penagihan yang terjadi atas dirinya secara cicilan (angsuran) pada
saat jatuh tempo. Sama seperti kasus Charge card, hanya bedanya
dalam hal ini dapat dicicil sesuai kemampuan nasabah dan biasanya
diatas minimal yang telah ditetapkan, misalnya 10% dari nilai
transaksi atau lebih besar dari Rp. 50.000,-.
c. Debet Card
Merupakan kartu kredit yang pembayaran atas penagihan
nasabah melalui pendebitan rekening nasabah yang ada di bank pada
saat membuka kartu kredit. Dengan pendebitan tersebut maka
otomatis rekening nasabah akan berkurang sejumlah transaksi yang
dilakukan dengan kartu kreditnya.
d. Cash Card
Merupakan kartu yang berfungsi sebagai alat penarikan tunai
pada ATM (Automated Teller Machine) ataupun langsung pada
25
teller atau kasir bank. Namun pembayaran cash ini tidak dapat
dilakukan di luar kedua lembaga yang disebutkan di atas.9
e. Check Guarantee
Merupakan kartu yang digunakan sebagai jaminan dalam
penarikan cek dan dapat pula digunakan untuk menarik uang tunai.
f. Smart Card
Merupakan kartu yang berfungsi sebagai rekening terpadu, kartu
ini dapat dihubungkan dengan rekening pribadi dan dapat
menyimpan serta memperbarui data dalam microchip, sehingga
pemegang kartu dapat mengetahui keadaan semua rekeningnya.10
g. Private Label Card
Merupakan kartu yang bukan diterbitkan oleh bank, melainkan
oleh suatu badan usaha seperti supermarket, hotel, dan perusahaan
lainnya. Pemakaian kartu ini hanya terbatas pada perusahaan yang
mengeluarkannya.11
2. Berdasarkan Wilayah Berlakunya
a. Kartu Kredit Nasional
9 Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, h. 174-175.
10
Johannes Ibrahim, Kartu Kredit – Dilematis Antara Kontrak dan Kejahatan,
(Bandung : PT. Refika Aditama, 2004), h. 15.
11
Johannes Ibrahim, Kartu Kredit – Dilematis Antara Kontrak dan Kejahatan, h. 15.
26
Merupakan kartu kredit yang hanya dilakukan dalam suatu
wilayah tertentu. Misalnya hanya berlaku di satu negara saja.
b. Kartu Kredit Internasional
Merupakan kartu kredit yang dapat digunakan di berbagai
negara, tergantung dari bank yang mengeluarkannya. Contohnya
seperti Visa Card, Master Card, Dinner Card atau American Card.
C. Kartu Kredit Dalam KUH Perdata
Penerbitan kartu kredit antara pihak bank dengan nasabah tidak
terlepas dari perikatan yang dibuat antara kedua belah pihak, yaitu bersumber
dari perjanjian.
Perjanjian dalam KUH Perdata diatur pada Buku Ketiga tentang
Perikatan. Dalam Pasal 1313 KUH Perdata menyebutkan suatu perjanjian
adalah “suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.12
Sedangkan menurut Subekti, suatu perjanjian adalah “suatu peristiwa
di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu
saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal”.13
Dengan demikian, unsur-unsur dari suatu perjanjian atau kontrak ialah
adanya para pihak, terdapat pokok yang disetujui, terdapat pertimbangan
12
Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
13
Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta : Intermasa, 1984), h. 4.
27
hukum, adanya perjanjian timbal balik, serta terdapat hak dan kewajiban
timbal balik.
Penerbitan kartu kredit merupakan salah satu perjanjian yang lahir
untuk memenuhi tuntutan masyarakat dalam sistem pembayaran melalui
lembaga keuangan secara efisien. Sebagai suatu perjanjian, penerbitan kartu
kredit harus memenuhi unsur-unsur perjanjian yang harus diperhatikan seperti
unsur essensialia, unsur naturalia dan unsur accidentalia.
Pertama, unsur essensialia adalah unsur mutlak yang harus selalu ada
di dalam suatu perjanjian dan tanpa adanya unsur tersebut, perjanjian tidak
mungkin ada. Unsur essensialia terdiri dari:
1. Kata sepakat dari para pihak yang melakukan perjanjian. Hal ini
didasari pada pernyataan kehendak dari para pihak.
2. Ada dua pihak atau lebih yang berdiri sendiri.
3. Kata sepakat yang tercapai antara para pihak tersebut tergantung
satu dengan lainnya.
4. Para pihak menghendaki agar perjanjian itu mempunyai akibat
hukum.
5. Akibat hukum tersebut adalah untuk kepentingan yang satu atas
beban yang lain, atau timbal balik yaitu untuk kepentingan dan
beban kedua belah pihak.
6. Memperhatikan kententuan undang-undang yang berlaku,
khususnya bagi perjanjian formil, di mana diharuskan adanya suatu
bentuk tertentu.14
Kedua, unsur naturalia adalah unsur perjanjian yang oleh undang-
undang telah diatur, seperti contohnya jaminan keamanan, kenyamanan, serta
tidak adanya penipuan dari penjual kepada pembeli dalam perjanjian jual beli.
14
Herlien Budiono, Diktat Kuliah Kapita Selekta Hukum Bisnis, (Bandung :
Universitas Katolik Parahyangan, Unpublished, 2003), h. 44.
28
Ketiga, unsur accidentalia adalah unsur perjanjian yang secara khusus
diperjanjikan oleh para pihak, di mana undang-undang sendiri tidak mengatur
tentang hal tersebut.
Apabila salah satu unsur tersebut tidak terpenuhi, maka tidak ada
perjanjian, yang berarti tidak mempunyai akibat hukum bagi para pihak.
Setelah mengetahui adanya suatu perjanjian, maka selanjutnya melihat syarat-
syarat sahnya suatu perjanjian yang harus dipenuhi oleh para pihak.
Sebagaimana terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat sahnya
suatu perjanjian, yaitu:
1. Sepakat Mereka yang Mengikatkan Dirinya.
Syarat pertama adalah “sepakat”. Para pihak dalam transaksi kartu
kredit terdiri atas card center dari Bank dan cardholder atau pemegang
kartu. Yang dimaksud dengan card center dari Bank adalah suatu bagian
dalam struktur organisasi Bank yang bertindak untuk dan atas nama Bank
dalam hal pelayanan kartu kredit. Sedangkan yang dimaksud dengan
cardholder atau pemegang kartu adalah seseorang yang namanya
tercantum pada kartu dan yang berhak menggunakan kartu tersebut, yang
terdiri atas pemegang kartu utama dan pemegang kartu tambahan.
Pemegang kartu utama adalah orang yang menerima kartu utama dan
bertanggung jawab untuk seluruh pembayaran atas transaksi-transaksi yang
dilakukan dengan kartu utama maupun kartu tambahan. Pemegang kartu
tambahan adalah orang yang menerima kartu tambahan berdasarkan ijin
29
yang diberikan oleh pemegang kartu utama serta mendapat persetujuan dari
Bank.15
Kesepakatan dalam penerbitan kartu kredit dilakukan oleh pemohon
baik untuk pemegang kartu utama dan kartu tambahan dengan mengisi dan
menandatangani aplikasi atau permohonan penerbitan kartu di Bank yang
bersangkutan. Setelah melengkapi persyaratan yang telah ditentukan oleh
pihak Bank, maka pihak Bank akan memproses aplikasi tersebut. Bank
akan melakukan analisis kelayakan dari aplikasi pemohon. Apabila
permohonan dinilai layak, Bank akan menerbitkan kartu kredit dan
mempersiapkan perjanjian dan ketentuan pemegang kartu kredit.
Pemberitahuan pihak Bank yang diterima oleh pemohon merupakan
kesepakatan yang terjadi antara kedua belah pihak.
2. Kecakapan untuk Membuat Suatu Perikatan.
Syarat kedua adalah “kecakapan”. Unsur kecakapan dalam penerbitan
kartu kredit seperti halnya dalam perjanjian pada umumnya. Pada asasnya,
setiap orang yang telah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut
hukum. Pasal 1320 ayat (2) KUH Perdata dapat dijelaskan secara lebih
lanjut mengenai pengaturan usia dewasa dalam Pasal 1330 KUH Perdata
yang berbunyi:
“Tak cakap untuk membuat persetujuan-persetujuan adalah:
a. Orang-orang yang belum dewasa;
15
Johannes Ibrahim, Kartu Kredit – Dilematis Antara Kontrak dan Kejahatan,
(Bandung : PT. Refika Aditama, 2004), h. 45-46.
30
b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;
c. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh
undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa
undang-undang telah melarang membuat persetujuan-
persetujuan tertentu.”
Dapat disimpulkan bahwa dewasa dalam hal ini adalah mereka yang
telah berumur 21 tahun, telah menikah (termasuk mereka yang belum
berusia 21 tahun, tetapi sudah menikah), tidak ditaruh di bawah
pengampuan.16
3. Suatu Hal Tertentu.
Syarat ketiga adalah “suatu hal tertentu”. Suatu hal tertentu dapat
mengacu pada Pasal 1132, Pasal 1333, Pasal 1334 KUH Perdata yang pada
intinya adalah objek perjanjian harus berupa suatu hal atau suatu barang
atau benda yang dapat ditentukan jenisnya.
Di mana jika dikaitkan dalam kartu kredit, objek dari penerbitan kartu
kredit tersebut tidak dikategorikan sebagai barang tetapi “suatu hal” yaitu
berupa jasa. Dalam konteks penerbitan kartu kredit adalah fasilitas kredit
berupa pinjaman yang diberikan kepada pemegang kartu yang merupakan
gabungan antara kartu utama dan kartu tambahan. Fasilitas pinjaman ini
diberikan batas kredit atau dikenal dengan sebutan plafond (pagu kredit),
artinya limit yang boleh digunakan oleh pemegang kartu, penarikan yang
melebihi batas kredit harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari
pihak Bank. Jika pemegang kartu menggunakan kartu melebihi batas kredit
16
Pasal 452 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
31
yang diberikan tanpa persetujuan terlebih dahulu dari Bank, maka
pemegang kartu harus segera melunasi kelebihan tersebut, dan atas
kelebihan jumlah pemakaian tersebut akan dikenakan denda yang besarnya
ditetapkan oleh Bank. Bank berhak merubah besarnya batas kredit tanpa
pemberitahuan terlebih dahulu kepada pemegang kartu.17
4. Suatu Sebab yang Halal.
Syarat keempat adalah “suatu sebab yang halal”.18
Perkataan “sebab”19
merupakan padanan kata dari bahasa Belanda “oorzaak” dan bahasa latin
“causa” dalam perjanjian penerbitan kartu kredit tentunya tidak boleh
bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan baik dan ketertiban
umum.
Penjelasan lebih lanjut mengenai suatu sebab yang halal, dapat dilihat
dalam Pasal 1335, Pasal 1336, Pasal 1337 KUH Perdata. Berdasarkan
persyaratan keempat dapat disimpulkan bahwa penerbitan kartu kredit
harus ada tujuan dari perjanjian tersebut, yaitu sebagai alat pengganti
dalam lalu lintas pembayaran sebagai uang giral dan menciptakan efisiensi
dalam transaksi barang dan jasa.
17
Johannes Ibrahim, Kartu Kredit – Dilematis Antara Kontrak dan Kejahatan, h.
47-48.
18
Johannes Ibrahim, Kartu Kredit – Dilematis Antara Kontrak dan Kejahatan, h.
48-49.
19
Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perjanjian, (Bandung : Sumur
Bandung, 1993), h. 35.
32
D. Risiko – Risiko Kartu Kredit
Bagi nasabah yang memiliki kartu kredit, tidak dipungkiri terdapat
beberapa risiko-risiko kerugian yang dapat dialaminya pada saat
menggunakan kartu kredit tersebut. Sebagaimana ada keuntungan dari
pemakaian pasti ada pula kerugian dari suatu pemakaian kartu kredit. Risiko-
risiko kerugian yang dapat dialami oleh nasabah yaitu seperti:20
1. Apabila terjadi kredit macet.
a. Nasabah akan berhadapan dengan debt collector.
Debt collector biasanya merupakan orang-orang yang
menyeramkan dan menakutkan. Bicaranya keras, kasar, dan tidak
enak didengar. Penggunaan jasa pihak ketiga (debt collector)
merupakan usaha bank untuk mengembalikan dana.21
b. Namanya akan terdaftar dalam daftar negatif yang dikeluarkan oleh
Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) dan kredit macet dalam
Sistem Informasi Debitur yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia.
Guna mencegah dan menurunkan jumlah kartu kredit macet,
Asosiasi Kartu Kredit Indonesia mengelola sebuah sistem informasi
untuk menyimpan profile-profile para debitur macet. Melalui sistem
ini, sebelum menindaklanjuti permohonan calon debitur masing-
20
Pulo Siregar, Risiko Kartu Kredit: Solusi, BI Checking dan Media Perbankan,
(Jakarta : Papas Sinar Sinanti, 2010), h. 10-19.
21
Pulo Siregar, Risiko Kartu Kredit: Solusi, BI Checking dan Media Perbankan, h.
26.
33
masing anggota akan terlebih dahulu mengecek profile dalam sistem
informasi daftar negatif AKKI tersebut dengan maksud apabila
nasabah termasuk dalam daftar, maka permohonan kartu kreditnya
akan ditolak. Penerbit kartu kredit memiliki dua sistem informasi
untuk mengecek profile calon nasabahnya, yaitu sistem informasi
daftar negatif yang dikelola AKKI dan Sistem Informasi Debitur
yang dikelola Bank Indonesia.
c. Saldo hutang akan bertambah terus, dari hasil perhitungan bunga-
berbunga berikut denda.
2. Kemungkinan adanya trik-trik perampokan secara halus.
Modus operandi untuk tujuan tersebut dapat dilihat dari cara-cara
penerbit kartu kredit mempersulit nasabah yang ingin menghentikan
kartu kredit. Sangat sering nasabah merasa kesulitan untuk menutup
rekening khususnya bagi mereka yang tidak ingin memperpanjang.
3. Data pribadi dapat beredar ke pihak lain.
Data pribadi nasabah yang seharusnya dijaga dengan baik dapat
beredar ke pihak lain untuk menjadi target pasar pihak lain.
4. Iming-iming yang tidak sesuai dengan realisasi.
Untuk mengoptimalkan program, penerbit kartu kredit sering
menjanjikan suatu iming-iming. Baik berupa hadiah, fasilitas, voucher,
diskon atau yang lainnya. Namun tak jarang iming-iming tersebut tidak
sesuai dengan yang dijanjikan.
34
5. Laporan kehilangan tidak segera di respons.
Dalam merespons laporan kehilangan kartu kredit oleh nasabahnya,
penerbit kartu kredit terkadang tidak cepat tanggap sehingga membuat
kartu kredit yang hilang sempat untuk dibobol.
6. Promo yang menjebak.
Promosi yang dilakukan penerbit kartu kredit terkadang terkesan
menjebak.
35
BAB III
HUBUNGAN HUKUM ANTARA BANK DENGAN JASA PIHAK KETIGA
(DEBT COLLECTOR)
A. Bank dan Jasa Pihak Ketiga (Debt Collector)
Secara etimologi bank berasal dari bahasa Italia yaitu banca yang berarti
bence yaitu suatu bangku tempat duduk. Sebab pada zaman pertengahan, pihak
bankir Italia yang memberikan pinjaman-pinjaman melakukan usahanya tersebut
dengan duduk di bangku-bangku di halaman pasar.1
Namun seiring berjalannya waktu, pengertian bank meluas menjadi suatu
bentuk pranata sosial yang bersifat finansial, yang melakukan kegiatan keuangan
dan melaksanakan jasa-jasa keuangan. Pengertian mengenai perbankan ini juga
diatur secara jelas di dalam peraturan perundang-undangan, seperti dalam Booklet
Perbankan Indonesia Tahun 2014 pada Bab II tentang Perbankan, bahwa definisi
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat.2
1 Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern, cet.1, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti,
2003), h. 13.
2 Booklet Perbankan Indonesia Tahun 2014, Bab II tentang Perbankan dalam Definisi
Bank, (Jakarta : Otoritas Jasa Keuangan, 2014), h. 9.
36
Sistem perbankan Indonesia adalah sebuah tata cara, aturan-aturan dan pola
bagaimana sebuah sektor perbankan (dalam hal ini bank-bank yang ada)
menjalankan usahanya sesuai dengan ketentuan (sistem) yang dibuat oleh
pemerintah.3 Sistem perbankan di Indonesia dibangun dengan konsep yang
dilandaskan pada sistem perekonomian yang ada. Indonesia menetapkan sistem
perekonomiannya sebagai sistem ekonomi yang demokratis sesuai dengan
landasan negara yaitu Pancasila.
Hal ini diatur dalam Undang-Undang Tentang Perbankan Indonesia, pada
Booklet Perbankan Indonesia Tahun 2014 dalam Bab II tentang Perbankan, yang
berbunyi “Perbankan Indonesia dalam menjalankan fungsinya berasaskan
demokrasi ekonomi dan menggunakan prinsip kehati-hatian”. Demokrasi
ekonomi yang dimaksud adalah demokrasi ekonomi berdasarkan pancasila dan
UUD 1945.
Jasa pihak ketiga (Debt Collector) atau penagih hutang mempunyai definisi
yang dicoba untuk dibuat oleh banyak orang. Dalam majalah Jet dimuat:
“If you use credits card, owe money on a personal loan, or are paying on a
home mortgage, you are a “debtor”, and the people who call when your
payments are late (or if an error is made on your account) are called “debt
collectors”.4
Yang artinya adalah:
3 Dahlan Siamat, Prita Nurmalia, dan Fitri Agustin, Manajemen Lembaga Keuangan,
(Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2005), h. 67.
4 Jet, Vol. 106, Johnson Publishing Company, 27 September 2004, h. 29.
37
“Jika anda memiliki kartu kredit, pinjaman uang, atau pinjaman pribadi,
atau pembayaran cicilan rumah, anda adalah seorang debitur, dan pihak
yang menagih jika anda terlambat membayar adalah debt collector (penagih
hutang).”
Dalam dunia perbankan, jasa pihak ketiga (debt collector) mempunyai tugas
untuk menagih tagihan kartu kredit nasabah bank yang sudah jatuh tempo. Dari
sudut psikologi kartu kredit memfasilitasi pengeluaran. Bila orang membayar
dengan kartu kredit mereka cenderung membelanjakan lebih. Ini sebagian dari
akibat mudahnya menggunakan kartu kredit dibandingkan dengan metode
pembayaran lainnya. Faktor lainnya adalah tidak akuratnya pengeluaran dan
kemampuan membayar di masa depan dari mereka yang mempunyai kartu kredit.
Praktek perusahaan kartu kredit juga menambah besarnya hutang kartu kredit.5
Karena besarnya hutang kartu kredit yang dimiliki konsumen maka bank
menggunakan jasa pihak ketiga (debt collector) untuk menagih hutang-hutang
nasabah tersebut.
B. Tata Cara Penagihan Oleh Jasa Pihak Ketiga (Debt Collector)
Di dalam tata cara penagihan oleh jasa pihak ketiga (debt collector) terdapat
beberapa tahapan dimana debt collector dapat melakukan penagihan kredit
kepada nasabah yang mengalami tunggakan hutang, yaitu:6
1. Desk Collector
5 Jeffrey Kimball Paulsen, “Credit Card Disclosures and The Elderly: Will The Proposed
Amendments to Regulation Z Help the Elderly Understand Credit Card Documents?”, Elder Law
Jurnal, 2009, h. 129.
6 Purbantoro, “Debt collector”, artikel diakses pada tanggal 25 Januari 2015 dari
http://purbantoro.wordpress.com/2008/11/13/debt collector/.
38
Tahapan ini merupakan awal mula debt collector menagih kredit
terhadap nasabahnya dengan cara mengingatkan tanggal jatuh tempo dari
cicilan hutang nasabah yang dilakukan melalui telepon. Hal ini bertujuan
untuk mengingatkan nasabah atas kewajibannya dalam membayar cicilan
hutang kepada bank.
2. Debt Collector
Dalam tahapan ini, debt collector mulai mendatangi nasabah yang
bertujuan untuk mengetahui kondisi dan situasi keuangan nasabah. Di mana
dalam hal ini debt collector memberikan penjelasan secara persuasif mengenai
kewajiban nasabah untuk membayar angsuran atas tunggakan hutangnya,
menjelaskan kepada nasabah akibat-akibat yang akan timbul jika tunggakan
hutangnya masih belum dibayarkan, dan juga memberikan kesempatan atau
tenggang waktu bagi nasabah untuk dapat membayar angsurannya yang tidak
lebih dari tujuh hari kerja.
3. Collector Remedial
Pada tahapan terakhir ini, biasanya debt collector melakukan penagihan
hutang dengan cara mengambil barang jaminan milik nasabah (bila kredit
yang disepakati memiliki jaminan). Cara-cara yang dilakukan oleh debt
collector disini, tergantung dari itikad baik atau tanggapan nasabah dalam
memenuhi kewajiban pelunasan hutangnya seperti menyerahkan jaminan
kreditnya dengan kesadaran nasabah sendiri.
39
Tetapi dalam hal ini biasanya nasabah sering menolak untuk
memberikan jaminan kreditnya, sehingga debt collector dalam melakukan
kewajibannya menggunakan cara kekerasan seperti membentak, merampas,
mengintimidasi, bahkan sampai kepada pencemaran nama baik nasabah.
Padahal secara hukum sudah diatur mengenai pokok-pokok etika penagihan
yang harus dipatuhi oleh jasa penagih (debt collector) dalam melakukan
penyelesaian kredit macet.
C. Pengaturan Jasa Pihak Ketiga (Debt Collector) di Indonesia
Pada dasarnya jika mengacu pada Surat Edaran Bank Indonesia penggunaan
jasa pihak ketiga ini diperbolehkan, hal ini sebagaimana tercantum dalam Surat
Edaran Bank Indonesia No. 14/17/DASP/2012 perihal Penyelenggaraan Kegiatan
Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu. Namun untuk melakukan hal ini,
terdapat sejumlah ketentuan yang dapat dilihat pada Ketentuan butir VII.D angka
4 Surat Edaran tersebut, yang menyebutkan bahwa dalam bekerja sama dengan
perusahaan penyedia jasa penagihan Kartu Kredit, Penerbit APMK wajib
memperhatikan dan memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1. Penagihan Kartu Kredit dengan menggunakan perusahaan penyedia jasa
penagihan hanya dapat dilakukan terhadap tagihan Kartu Kredit yang
telah macet berdasarkan kriteria kolektibilitas sesuai ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai kualitas kredit;
2. Kualitas pelaksanaan penagihan Kartu Kredit oleh perusahaan penyedia
jasa penagihan harus sama dengan pelaksanaan penagihan Kartu Kredit
yang dilakukan sendiri oleh Penerbit Kartu Kredit;
40
3. Tenaga penagihan telah memperoleh pelatihan yang memadai terkait
dengan tugas penagihan dan etika penagihan sesuai ketentuan yang
berlaku;
4. Identitas setiap tenaga penagihan ditatausahakan dengan baik oleh
Penerbit Kartu Kredit;
5. Tenaga penagihan dalam melaksanakan penagihan mematuhi pokok-
pokok etika penagihan sebagai berikut:
a. menggunakan kartu identitas resmi yang dikeluarkan Penerbit
Kartu Kredit, yang dilengkapi dengan foto diri yang bersangkutan;
b. penagihan dilarang dilakukan dengan menggunakan cara ancaman,
kekerasan dan/atau tindakan yang bersifat mempermalukan
Pemegang Kartu Kredit;
c. penagihan dilarang dilakukan dengan menggunakan tekanan secara
fisik maupun verbal;
d. penagihan dilarang dilakukan kepada pihak selain Pemegang Kartu
Kredit;
e. penagihan menggunakan sarana komunikasi dilarang dilakukan
secara terus menerus yang bersifat mengganggu;
f. penagihan hanya dapat dilakukan di tempat alamat penagihan atau
domisili Pemegang Kartu Kredit;
g. penagihan hanya dapat dilakukan pada pukul 08.00 sampai dengan
pukul 20.00 wilayah waktu alamat Pemegang Kartu Kredit; dan
h. penagihan di luar tempat dan/atau waktu sebagaimana dimaksud
pada huruf f) dan huruf g) hanya dapat dilakukan atas dasar
persetujuan dan/atau perjanjian dengan Pemegang Kartu Kredit
terlebih dahulu.
Selain itu, Penerbit Kartu Kredit juga harus memastikan bahwa
perusahaan jasa penagihan juga mematuhi etika penagihan yang
ditetapkan oleh asosiasi penyelenggara APMK.7
Di dalam Peraturan Bank Indonesia No. 14/2/PBI/2012 pada Pasal 17B dan
Pasal 21 ayat 1 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan
7 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/17/DASP/2012 perihal Penyelenggaraan
Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, Ketentuan butir VII.D angka 4.
41
Menggunakan Kartu, juga dijelaskan mengenai pengaturan mengenai penggunaan
jasa pihak ketiga untuk penagihan hutang kartu kredit, yang menyatakan bahwa:8
Dalam Pasal 17B
(1) Dalam melakukan penagihan Kartu Kredit, Penerbit wajib mematuhi
pokok-pokok etika penagihan utang Kartu Kredit.
(2) Penerbit Kartu Kredit wajib menjamin bahwa penagihan utang Kartu
Kredit, baik yang dilakukan oleh Penerbit Kartu Kredit sendiri atau
menggunakan penyedia jasa penagihan, dilakukan sesuai dengan
ketentuan Bank Indonesia serta peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(3) Dalam hal penagihan utang Kartu Kredit menggunakan jasa pihak lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Penerbit wajib menjamin bahwa:
a. kualitas pelaksanaan penagihannya sama dengan jika dilakukan
sendiri oleh Penerbit;
b. pelaksanaan penagihan utang Kartu Kredit hanya untuk utang
Kartu Kredit dengan kualitas tertentu.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pokok-pokok etika penagihan utang
Kartu Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan kualitas utang
Kartu Kredit yang penagihannya dapat dialihkan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf b, diatur dengan Surat Edaran Bank Indonesia.
Dalam Pasal 21 ayat 1
(1) Dalam hal Penerbit melakukan kerja sama dengan pihak lain yang
menyediakan jasa penunjang dalam penyelenggaraan APMK, maka
Penerbit wajib:
a. memenuhi ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
prinsip kehati-hatian bagi Bank yang melakukan penyerahan
sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada pihak lain;
b. melaporkan rencana dan realisasi kerjasama dengan pihak lain
yang menyediakan jasa penunjang dalam penyelenggaraan APMK
kepada Bank Indonesia; dan
c. mensyaratkan kepada pihak lain yang menyediakan jasa penunjang
dalam penyelenggaraan APMK untuk menjaga kerahasiaan data
dan informasi.
8 Peraturan Bank Indonesia No. 14/2/PBI/2012 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat
Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, Pasal 17B dan Pasal 21 ayat 1.
42
Selain itu di dalam Booklet Perbankan Indonesia (BPI) Tahun 2014 yang
dikeluarkan oleh OJK, terdapat ketentuan yang mengatur tentang Prinsip Kehati-
hatian Bagi Bank Umum Yang Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan
Pekerjaan Kepada Pihak Lain pada bagian Prinsip Kehati-hatian Dalam
Penyerahan Pekerjaan Penagihan Kredit yang disebutkan bahwa:
1. Cakupan penagihan kredit yang dalam ketentuan ini adalah penagihan
kredit secara umum, termasuk penagihan kredit tanpa agunan dan utang
kartu kredit;
2. Penagihan kredit yang dapat dialihkan penagihannya kepada pihak lain
adalah kredit dengan kualitas macet sesuai ketentuan yang berlaku
mengenai penilaian kualitas aset Bank Umum;
3. Perjanjian kerjasama antara bank dan PPJ harus dilakukan dalam bentuk
perjanjian penyediaan jasa tenaga kerja; dan
4. Bank wajib memiliki kebijakan etika penagihan sesuai ketentuan yang
berlaku.9
D. Bentuk Hubungan Hukum Bank dengan Jasa Pihak Ketiga (Debt Collector)
Suatu perikatan timbul akibat adanya hubungan hukum antara dua orang
atau lebih yang terjadi dengan adanya hak dan kewajiban dalam memenuhi
prestasi, yang terkait dengan harta kekayaan.10
Prof. Subekti mendefinisikan
perikatan sebagai suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak,
9 Booklet Perbankan Indonesia Tahun 2014, Bab VI. Ketentuan-Ketentuan Pokok
Perbankan bagian C tentang Ketentuan Kehati-hatian mengenai Prinsip Kehati-hatian Bagi Bank
Umum Yang Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Pihak Lain pada
bagian Prinsip Kehati-hatian Dalam Penyerahan Pekerjaan Penagihan Kredit, Jakarta: Otoritas
Jasa Keuangan, h. 140-142.
10
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, (Bandung : PT. Alumni, 2005), h. 3.
43
berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang
lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.11
Hubungan hukum yang terjadi antara bank dengan jasa pihak ketiga (debt
collector) dimulai dari suatu perjanjian baku (standard contract) yang disetujui
oleh masing-masing pihak12
, dan surat kuasa yang diberikan oleh pihak bank
kepada debt collector untuk melakukan suatu pekerjaan yang diperintahkan.
Standard contract disini merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan
dituangkan dalam bentuk formulir yang mana kontrak ini ditentukan secara
sepihak oleh bank yang berkedudukan sebagai pemberi kontrak. Adapun
pengertian dari kontrak baku menurut Munir Fuady adalah:
“suatu kontrak tertulis yang dibuat hanya oleh salah satu pihak dalam
kontrak tersebut, bahkan seringkali tersebut sudah tercetak (boilerplate)
dalam bentuk formulir-formulir tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam
hal ini ketika kontrak tersebut ditandatangani umumnya para pihak hanya
mengisikan data-data informatif tertentu saja dengan sedikit atau tanpa
perubahan dalam klausul-klausulnya, di mana pihak lain dalam kontrak
tersebut tidak mempunyai kesempatan atau hanya sedikit kesempatan untuk
menegosiasi atau mengubah klausul-klausul yang sudah dibuat oleh salah
satu pihak tersebut, sehingga biasanya kontrak baku sangat berat sebelah.
Pihak yang kepadanya disodorkan kontrak baku tersebut tidak mempunyai
kesempatan untuk bernegosiasi dan berada hanya pada posisi “take it or
leave it”. Dengan demikian oleh hukum diragukan apakah benar-benar ada
elemen kata sepakat yang merupakan syarat sahnya kontrak dalam kontrak
tersebut. Karena itu pula untuk membatalkan suatu kontrak baku, sebab
kontrak baku tersebut adalah netral. (Munir Fuady, 2003: 76)
11
P.N.H. Simanjuntak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta : Djambatan,
2009), h. 318.
12
Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Diluar KUHPerdata, (Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 2006), h. 145.
44
Bentuk perjanjian baku (standard contract) antara bank dengan debt
collector yang dibuat adalah berbentuk tertulis. Yang isinya telah ditentukan oleh
bank dan dituangkan dalam klausula baku. Yang dimaksud dengan klausula baku
ialah:13
“setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan
ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang
dituangkan dalam suatu dokumen dan/perjanjian yang mengikat dan wajib
dipenuhi oleh konsumen” (Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen).
Selanjutnya pengertian dari surat kuasa menurut Pasal 1792 KUHPerdata
adalah suatu perjanjian dengan mana seseorang memberikan kekuasaan kepada
seorang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu
urusan. Surat kuasa disini merupakan pelimpahan wewenang dari bank kepada
debt collector untuk melaksanakan hal yang dikuasakan kepadanya dalam hal
penagihan hutang. Dengan adanya perjanjian baku (standard contract) dan surat
kuasa yang telah dibuat oleh pihak bank, maka kewajiban debt collector disini
adalah mematuhi apa yang tertuang dalam klausula-klausula baku yang telah
diperjanjikan sebelumnya dan hal yang dikuasakan kepadanya.
Namun dalam hal penagihan kredit macet yang dilakukan oleh jasa pihak
ketiga (debt collector) biasanya klausula baku yang terdapat dalam perjanjian,
rentan dalam hal penyelundupan hukum pada pelaksanaannya. Seperti melanggar
ketentuan-ketentuan etika pokok-pokok penagihan. Yang dalam melakukan
penagihan kredit macet tersebut, debt collector tidak jarang atau seringkali
13
Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Diluar KUHPerdata, h. 158.
45
meneror, mengintimidasi, atau mengancam pihak yang berhutang. Cara demikian
merupakan perbuatan yang berlawanan dengan hukum, dan dapat menurunkan
kredibilitas bank yang bersangkutan.14
E. Perbuatan Melawan Hukum yang Dilakukan Oleh Jasa Pihak Ketiga (Debt
Collector)
1. Pengertian Perbuatan Melawan Hukum
Di dalam sistem Common Law/Anglo Saxon, perbuatan melawan
hukum disebut dengan istilah “tort” yang berarti salah atau kesalahan.
Tetapi seiring dengan perkembangan yang ada, istilah “tort” diartikan
sebagai kesalahan perdata yang dilakukan oleh seseorang yang
mengakibatkan kerugian pada orang lain, dan bukan yang berasal dari
wanprestasi kontrak.15
Menurut Pasal 1365 KUH Perdata, yang dimaksud dengan perbuatan
melawan hukum adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang yang
karena kesalahannya telah menimbulkan kerugian bagi orang lain.16
Dengan meluasnya pemahaman dari pengertian perbuatan melawan
hukum, muncul suatu teori relativitas atau schutznorm theorie yang
14
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2003), h. 303.
15
Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum: Pendekatan Kontemporer,
(Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2013), h. 2.
16
Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum: Pendekatan Kontemporer, h. 3.
46
mengajarkan bahwa seseorang dapat mempertanggungjawabkan atas
kerugian yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum yang telah
dilakukannya, dan tidak cukup dengan adanya hubungan kausal saja,
tetapi perlu juga menunjukkan norma atau peraturan yang dilanggar
tersebut guna melindungi pihak yang dirugikan.17
Selain itu, menurut Rosa Agustina pengertian dari perbuatan
melawan hukum adalah:18
“Perbuatan yang melanggar hak (subyektif) orang lain atau
perbuatan (atau tidak berbuat) yang bertentangan dengan kewajiban
menurut undang-undang atau bertentangan dengan apa menurut
hukum tidak tertulis yang seharusnya dijalankan oleh seorang
dalam pergaulannya dengan sesama warga masyarakat dengan
mengingat adanya alasan pembenar menurut hukum.”
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa perbuatan melawan
hukum merupakan suatu tindakan berbuat atau tidak berbuat yang
bertentangan dengan:
a. Hak orang lain.
Perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain termasuk
salah satu perbuatan yang dilarang oleh Pasal 1365 KUH Perdata.
Hak-hak yang dilanggar tersebut adalah hak-hak seseorang yang
17
Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum: Pendekatan Kontemporer, h. 14.
18
Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum cet.1, (Jakarta : Program
Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003), h. 11.
47
diakui oleh hukum. Adapun hak-hak yang diakui oleh hukum
menurut yurisprudensi adalah:19
1) Hak-hak kebendaan serta hak-hak absolute lainnya
(eigendom, erfpacht, hak oktrooi’, dan sebagainya);
2) Hak-hak pribadi (hak atas integritas pribadi dan integritas
badaniah, kehormatan serta nama baik, dan sebagainya);
3) Hak-hak khusus seperti hak penghunian yang dimiliki
seseorang penyewa.
b. Kewajiban hukum pelaku.
Kriteria ini melihat masalah perbuatan melawan hukum dari
sisi pelaku, suatu perbuatan adalah melanggar hukum bila
perbuatan tersebut bertentangan dengan kewajiban hukum si
pelaku.20
Kewajiban hukum adalah kewajiban yang berdasarkan
atas hukum yang mencakup keseluruhan norma, baik hukum yang
tertulis maupun hukum yang tidak tertulis.
c. Kaedah kesusilaan.21
Tindakan yang melanggar kesusilaan menurut masyarakat
termasuk kedalam hukum yang tidak tertulis, dan dapat dikatakan
sebagai perbuatan melawan hukum jika tindakan melanggar
kesusilaan tersebut telah menimbulkan kerugian bagi orang lain.
19
Setiawan, Empat Kriteria Perbuatan Melawan Hukum & Perkembangannya
dalam Yurisprudensi, (Reader III, Jilid I, 1991), h. 127.
20
Wirjono Prodjodikoro, Perbuatan Melanggar Hukum: Dipandang Dari Sudut
Hukum Perdata, (Bandung : Mandar Maju, 2000), h. 42.
21
Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum: Pendekatan Kontemporer,
(Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2013), h. 8.
48
d. Kepatutan dalam masyarakat.
Kriteria keempat dari perbuatan melawan hukum adalah
bertentangan dengan kepatutan, ketelitian serta sikap hati-hati yang
seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan di masyarakat atau
terhadap harta benda milik orang lain. Kepatutan dalam
masyarakat tersebut bersumber dari hukum yang tidak tertulis.22
2. Perbuatan Melawan Hukum yang Dilakukan Debt Collector Dalam
Penagihan Hutang
Saat ini di Indonesia seringkali terjadi perbuatan melawan hukum
yang dilakukan oleh jasa pihak ketiga (debt collector). Suatu tindakan
dapat dikatakan perbuatan melawan hukum jika memenuhi unsur-unsur
dari perbuatan melawan hukum itu sendiri. Unsur-unsur dari perbuatan
melawan hukum yang terdapat dalam Pasal 1365 KUH Perdata adalah:23
a. Adanya suatu perbuatan.
b. Perbuatan tersebut melawan hukum.
c. Adanya kesalahan dari pihak pelaku (baik kesengajaan ataupun
kelalain).
d. Adanya kerugian bagi korban.
e. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian.
Adapun bentuk-bentuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan
oleh jasa pihak ketiga (debt collector) pada umumnya yaitu:
22
Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum: Pendekatan Kontemporer, h. 8-9.
23
Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum: Pendekatan Kontemporer, h.10.
49
1) Menyita barang dengan paksa.
Tindakan debt collector yang menyita barang dengan paksa
(unsur adanya suatu perbuatan), seperti halnya dalam menyita
sepeda motor yang menunggak kreditnya atau menyita barang-
barang didalam rumah karena belum dapat melunasi hutang pada
bank, merupakan perbuatan melanggar hukum. Karena tindakan
menyita barang dengan pemaksaan oleh bank dan debt collector-
nya dapat berindikasi pada tindak pidana pencurian24
(unsur
perbuatan tersebut melanggar hukum) yaitu pasal 362 KUHP
“mengambil barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang
lain secara melawan hukum.”
Dengan diambilnya barang dengan cara pemaksaan, maka
orang yang disita barangnya dapat mengalami kerugian, selain
itu penyitaan dapat juga berdampak secara psikis kepada orang
yang barangnya disita (unsur kerugian bagi korban).
2) Melakukan penganiayaan.
Penganiayaan yang dilakukan oleh debt collector
merupakan perbuatan melawan hukum.25
Hal ini dapat dilihat
dari penganiayaan merupakan salah satu tindak pidana yang
24
Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum: Pendekatan Kontemporer, h. 59.
25
Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum: Pendekatan Kontemporer, h. 53.
50
dimuat dalam KUHP. Unsur-unsur perbuatan melawan hukum
juga secara jelas terpenuhi dalam perbuatan penganiayaan
tersebut.
3) Teror melalui telepon maupun mendatangi secara langsung.
Teror melalui telepon maupun mendatangi secara langsung
tanpa memperhatikan waktu dapat juga dikatakan sebagai
perbuatan melawan hukum. Perbuatan tersebut dapat disebut
sebagai perbuatan tidak menyenangkan, dan menimbulkan
kerugian berupa terganggunya seseorang untuk melakukan
aktifitasnya, sehingga mengurangi produktifitas.
4) Pencemaran nama baik seseorang.
Pencemaran nama baik seseorang disini biasanya dilakukan
oleh debt collector dengan cara menyebarkan isu
ketidakmampuan seseorang tersebut dalam hal hutang kredit
yang macet.26
26
Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum: Pendekatan Kontemporer, h. 61-62.
51
BAB IV
ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 3192 K/Pdt/2012
A. Tentang Bank Standard Chartered
Standard Chartered Bank adalah perbankan dan perusahaan jasa
keuangan multinasional yang berkantor pusat di Inggris London, yang
didirikan oleh James Wilson dan dibentuk pada tahun 1969 melalui
penggabungan dua bank terpisah yaitu antara Standard Bank Afrika Selatan
dengan Inggris Chartered Bank of India, Australia and China.1
Di Indonesia, secara historis Standard Chartered Bank memulai usahanya
melalui Borneo Company sejak tahun 1859 di Batavia. Standard Chartered
Bank adalah bank devisa Inggris pertama yang membuka badan usahanya di
Hindia Belanda. Standard Chartered Bank Indonesia mendapat izin usaha
berdasarkan surat dari Menteri Keuangan No. D.15.6.1.6.15 tanggal 1
Oktober 1968 dan SK Direksi BNI (Bank Sentral - Bank Negara Indonesia)
No. 4/22/KEP.DIR tanggal 2 Oktober 1968, untuk melakukan kegiatan devisa
dan aktivitas perbankan. Saat ini Standard Chartered Bank beroperasi di
Indonesia sebagai bank umum.2
1 Merdeka.com, “Standard Chartered Bank, Biografi”, artikel diakses pada tanggal 8
Februari 2015 dari m.merdeka.com/profil/mancanegara/s/standard-chartered-bank/.
2 SCB Indonesia Annual Report 2011, “Standard Chartered Bank Indonesia”, h. 2,
diakses pada tanggal 5 Februari 2015 dari https://www.sc.com/id/sme/.
52
B. Posisi Kasus
1. Sikap Para Pihak
Standard Chartered Bank (sebagai Pemohon Kasasi, dahulu Tergugat
I/Terbanding I). Victoria Silvia Beltiny (sebagai Termohon Kasasi,
dahulu Penggugat/Pembanding). Sdri.Ine dan PT Total Target Nissin
(sebagai Turut Termohon Kasasi, dahulu Tergugat II dan turut
Tergugat/Terbanding II dan turut Terbanding).
Pada awalnya hubungan hukum antara Tergugat I dengan Penggugat
ialah dari kesepakatan kedua pihak dalam hal fasilitas kredit tanpa agunan
(KTA).3 Pada mulanya, pembayaran pinjaman dan cicilan yang dilakukan
oleh Penggugat berjalan dengan lancar dari tanggal 1 Maret 2004 sampai
dengan tanggal 14 November 2006 kepada Tergugat I. Di mana jumlah
pinjamannya sebesar Rp. 19.000.000 (sembilan belas juta rupiah) sudah
lunas.
Lalu pada tanggal 4 Agustus 2008, Penggugat mendapatkan surat
dari Tergugat I tentang persetujuan kenaikan batas pinjaman (top up) yang
isinya adalah pemberitahuan tentang ringkasan informasi kredit tanpa
agunan. Dimana jumlah pinjamannya sebesar Rp. 41.000.000 (empat
puluh satu juta rupiah) dan cicilan perbulannya sebesar Rp. 1.852.358
3 KTA adalah kredit perorangan tanpa agunan dari suatu bank kepada calon
debitur yang memenuhi persyaratan. Produk perbankan ini memungkinkan nasabah untuk
mendapatkan pinjaman dana tanpa harus memberikan jaminan atau agunan seperti
sertifikat rumah atau lainnya.
53
(satu juta delapan ratus lima puluh dua ribu tiga ratus lima puluh delapan
rupiah), dengan jangka waktu pembayaran 36 bulan sampai terakhir
pelunasan tanggal 4 Agustus 2011.
Permasalahan terjadi ketika bulan Mei 2009, Penggugat mengalami
kesulitan keuangan sehingga pembayaran kreditnya menjadi macet dan
pada akhirnya Tergugat I menggunakan jasa pihak ketiga (debt
collector)/turut Tergugat dalam penagihan hutang.
Sebelumnya pada tanggal 7 September 2009, debt collector/turut
Tergugat menawarkan reschedule kepada Penggugat dengan membayar
down payment/pembayaran uang muka sebesar Rp. 2.200.000 (dua juta
dua ratus ribu rupiah) dan membayar cicilan perbulannya sebesar Rp.
500.000 (lima ratus ribu rupiah) hingga lunas, dalam hal ini Penggugat
menyetujuinya dan melakukan pembayaran sebagaimana schedule
tersebut. Tetapi setelah itu, Tergugat I menolak reschedule tersebut.
Hingga akhirnya Para Tergugat melakukan intimidasi, penekanan,
pengancaman, dan teror kepada Penggugat baik secara langsung melalui
debt collector/jasa penagih dan telepon, sms (short message service),
mengirim faksimili secara terus-menerus kepada Penggugat dan teman-
teman kerja Penggugat dengan cara mencaci maki dan penyebaran isu
ketidakmampuan membayar cicilan Penggugat kepada Tergugat, kepada
seluruh orang di kantor Penggugat termasuk kepada atasan Penggugat,
dengan maksud menghancurkan moral Penggugat, masa depan Penggugat,
54
dan kerjaan Penggugat sebagai tempat mencari nafkah. Atas perbuatan
tersebut, Penggugat menjadi tertekan dan menderita tekanan batin, serta
nama baik Penggugat menjadi tercemar. Dengan begitu tindakan yang
dilakukan oleh para Tergugat merupakan termasuk perbuatan melawan
hukum.
Maka dengan alasan-alasan tersebut, Penggugat mengajukan gugatan
ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mana isi dari permohonannya
ialah:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya;
2. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang dimohonkan;
3. Menyatakan para Tergugat, Tergugat I dan Tergugat II telah
melakukan perbuatan melawan hukum;
4. Menghukum para Tergugat membayar ganti rugi sebesar
Rp5.000.000.000,- (lima milyar Rupiah) kepada Penggugat
dibayar secara tunai sejak putusan berkekuatan hukum tetap;
5. Menyatakan turut Tergugat menaati putusan ini;
6. Menghukum para Tergugat untuk membayar ongkos perkara.
Bahwa dengan adanya permohonan gugatan tersebut, Tergugat I
mengajukan eksepsi yang isi pokoknya ialah:
1. Tergugat I menolak dengan tegas dalil-dalil gugatan Penggugat,
kecuali yang secara tegas diakui kebenarannya;
2. Atas gugatan Penggugat, Tergugat I menyampaikan eksepsinya
bahwa:
a. Terdapat Surat Kuasa Khusus Prematur, yang dalam hal ini
tanggal pemberian kuasa (tanggal 21 Juli 2009) dengan
kronologis kasus yang dibuat oleh Penggugat (tanggal 7
September 2009) belum ada. Dengan demikian, Surat Kuasa
Khusus ini dapat dikualifikasi premature dan karena itu tidak
sah dalam perkara a quo sehingga surat gugatan harus
dinyatakan tidak sah dan ditolak atau setidaknya dinyatakan
tidak dapat diterima.
55
b. Terdapat Error in Persona, dimana dalam surat gugatan
Penggugat tidak menguraikan perbuatan yang dilakukan oleh
Tergugat I melainkan yang diuraikan adalah perbuatan oleh
Tergugat II melulu, sementara itu masing-masing Tergugat
berdiri sendiri. Dengan demikian, ditariknya Tergugat I
sebagai Pihak dalam perkara ini jelas salah alamat atau Error
in Persona.
c. Terdapat Obscuur Libel, yang mana didalam gugatan tidak
menguraikan secara jelas hukum apa yang dilanggar oleh
Tergugat I, dan juga permohonan sita yang diajukan oleh
Penggugat secara spesifik objek sitanya tidak jelas. Oleh
karena itu, Gugatan Penggugat obscuur.
Dengan adanya gugatan dan eksepsi yang diberikan oleh para pihak,
maka Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memberikan Putusan Nomor
151/PDT.G/2010/PN.Jkt.Sel tanggal 15 Juli 2010 dalam amarnya menolak
eksepsi Tergugat seluruhnya, dan dalam pokok perkara menyatakan
bahwa:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan
hukum;
3. Menghukum para Tergugat secara tanggung renteng membayar
ganti rugi kepada Penggugat sebesar Rp10.000.000,- (sepuluh
puluh juta rupiah);
4. Menghukum turut Tergugat mentaati/tunduk dan patuh putusan
ini;
5. Menghukum para Tergugat membayar biaya perkara secara
tanggung renteng hingga kini ditafsir sebesar Rp821.000,-
(delapan ratus dua puluh satu ribu rupiah);
6. Menolak gugatan Penggugat selebihnya.
Dengan adanya putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tersebut,
Penggugat melakukan upaya hukum banding sebab dalam putusan yang
ditetapkan oleh Pengadilan Negeri tidak semua permohonannya
dikabulkan. Sehingga dalam tingkat banding permohonan Penggugat telah
56
diperbaiki oleh Pengadilan Tinggi Jakarta dengan Putusan Nomor
529/PDT/2011/PT.DKI tanggal 3 Januari 2012 yang amarnya ialah:
Menerima permohonan banding dari Pembanding semula Penggugat,
memperbaiki dan menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
Nomor: 151/Pdt.G/2010/PN.JKT.SEL tanggal 15 Juli 2010 yang
dimohonkan banding, sehingga dalam pokok perkaranya menyatakan
bahwa:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat/Pembanding untuk sebagian;
2. Menyatakan para Tergugat/Terbanding telah melakukan
perbuatan melawan hukum;
3. Menghukum para Tergugat/Terbanding secara tanggung renteng
membayar ganti rugi kepada Penggugat/Pembanding sebesar Rp.
500.000.000,- (lima ratus juta rupiah);
4. Menghukum turut Tergugat/turut Terbanding untuk tunduk dan
patuh pada putusan ini;
5. Menghukum para Tergugat/Terbanding untuk membayar biaya
perkara untuk kedua tingkat pengadilan secara tanggung renteng,
yang dalam tingkat banding ditetapkan sebesar Rp. 150.000,-
(seratus lima puluh ribu rupiah);
6. Menolak gugatan Penggugat selebihnya.
Bahwa sesudah putusan terakhir ini diberitahukan kepada Tergugat
I/Terbanding I pada tanggal 2 Agustus 2012, maka dalam hal ini Tergugat
I/Terbanding I dengan perantara kuasanya mengajukan permohonan kasasi
pada tanggal 15 Agustus 2012 sebagaimana dari Akta Permohonan Kasasi
Nomor 151/Pdt.G/2010/PN.JKT.Sel yang dibuat oleh Panitera Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan, permohonan tersebut diikuti dengan memori
kasasi yang memuat alasan-alasan yang diterima di Kepaniteraan
Pengadilan Negeri pada tanggal 28 Agustus 2012.
57
Dalam memori kasasinya, Pemohon Kasasi mengajukan alasan-
alasan yang pada pokoknya adalah pertama, menyatakan bahwa Judex
Facti secara fatal telah keliru dalam menguraikan unsur-unsur perbuatan
melawan hukum yang terdapat dalam pasal 1365 KUHPerdata, karena
pada saat memeriksa perkara ini Judex Facti tidak bisa membedakan
antara definisi unsur “perbuatan” dalam PMH dengan perbuatan melawan
hukum. Kekeliruan dalam membedakan kategorisasi tersebut akan
menimbulkan kesesatan pemikiran dan pertimbangan dalam putusan yang
dilakukan oleh Judex Facti. Kedua, menyatakan bahwa Judex Facti telah
salah dalam menentukan besaran ganti rugi dalam perkara a quo, karena
berdasarkan putusan Judex Facti yang sangat tidak berlandaskan asas
keadilan yang mana Pemohon Kasasi dihukum untuk membayar ganti rugi
sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) sedangkan Termohon
Kasasi adalah debitur dari Pemohon Kasasi yang mempunyai hutang
sebesar Rp. 34.309.431,- (tiga puluh empat juta tiga ratus sembilan ribu
empat ratus tiga puluh satu rupiah) yang harus dibayar kepada Pemohon
Kasasi.
Dengan alasan-alasan yang diajukan oleh Pemohon Kasasi dan
Termohon Kasasi sebelumnya, maka jelas posisi kasus dalam perkara ini
terdapat akibat hukum yang merugikan salah satu pihak dan atas dasar
perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Pemohon Kasasi (dulunya
Tergugat I) maka gugatan dari perkara ini diajukan.
58
2. Pertimbangan Majelis Hakim
Dalam pertimbangan Majelis Hakim di Mahkamah Agung, alasan-
alasan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi sebelumnya ditolak
karena berdasarkan putusan Judex Facti/Pengadilan Tinggi Jakarta yang
menguatkan dan memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
sudah benar dalam menerapkan hukum, terkecuali mengenai besaran ganti
kerugiannya yang harus dibayar oleh Tergugat I kepada Penggugat, yang
mana dalam pertimbangannya Majelis Hakim mengatakan:
“Bahwa tindakan Tergugat I dalam melakukan penagihan kredit
adalah tindakan tidak profesional karena mengutamakan penggunaan
pendekatan intimidasi dan premanisme dari pada pendekatan lain
yang mendudukkan nasabah sebagai partner bank, dan oleh karena itu
adalah layak dan adil apabila Tergugat dijatuhi hukuman untuk
membayar ganti rugi kepada Penggugat yang lebih berat.”
Berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim diatas, maka permohonan
kasasi yang diajukan oleh Standard Chartered Bank selaku Pemohon
Kasasi ini ditolak dengan perbaikan amar putusan Pengadilan Tinggi
Jakarta No. 529/PDT/2011/PT.DKI tanggal 3 Januari 2013 yang
menguatkan dan memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
No. 151/PDT.G/2010/PN.Jak.Sel tanggal 15 Juli 2010, yang dalam hal ini
Pemohon Kasasi dihukum untuk membayar biaya perkara kasasi ini,
dengan memperhatikan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung yang sebagaimana telah diubah dengan Undang-
59
Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2009 serta peraturan perundangan lain yang
bersangkutan.
Jadi dalam pertimbangan Majelis Hakim disini ditentukan bahwa
perbuatan yang dilakukan oleh pihak Standard Chartered Bank telah salah
dalam melakukan penagihan kredit macet nasabahnya yaitu Victoria,
karena menggunakan cara-cara pendekatan intimidasi dan penekanan yang
di dalam PBI Pasal 17B ayat (1) dan (2) sudah diatur mengenai penagihan
kartu kredit yang wajib bagi Penerbit untuk mematuhi pokok-pokok etika
penagihan utang kartu kredit, dan juga Penerbit kartu kredit wajib
menjamin bahwa penagihan yang dilakukan sendiri atau menggunakan
jasa penagih harus sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia serta
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut penulis, dengan adanya peraturan tersebut maka dalam
putusan ini sudah jelas jika pihak Standard Chartered Bank tidak
mematuhi adanya ketentuan-ketentuan mengenai pokok-pokok etika
penagihan hutang yang macet, dimana dalam pelaksanaannya pihak bank
melalui debt collector yang dikuasakannya melakukan penekanan dengan
meneror nasabahnya (Victoria) melalui surat faksimili yang dikirimkan ke
kantor tempat nasabah bekerja dengan mengancam atasan nasabah dan
menyebarkan ketidakmampuan nasabah (Victoria) dalam pelunasan
60
hutang kreditnya. Yang dalam hal ini orang-orang tersebut tidak ada
hubungannya dengan hutang nasabah (Victoria).
3. Analisis Putusan Mahkamah Agung No. 3192 K/Pdt/2012
Dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 3192K/Pdt/2012,
sebelumnya terdapat beberapa pertimbangan dari Judex Facti yang
menurut penulis sudah benar dalam putusannya. Karena jika dilihat dari
kronologis kasusnya pihak Standard Chartered Bank (Tergugat I) telah
melakukan penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada pihak lain
yang dalam hal ini menggunakan jasa pihak ketiga (debt
collector/Tergugat II) untuk menagih hutang kredit nasabahnya
(Victoria/Penggugat) yang macet.
Tetapi pada saat pelaksanaan penagihan hutang tersebut, pihak debt
collector disini tidak mematuhi aturan-aturan dalam klausul standard
contract tentang pokok-pokok etika penagihan yang sudah ditetapkan oleh
Bank Indonesia seperti melakukan intimidasi, penekanan, teror, dan
merusak nama baik nasabah dengan menyebarluaskan permasalahan
penunggakan kredit macet nasabahnya kepada orang-orang ditempat
nasabah bekerja. Padahal jika mengacu pada SEBI No. 14/17/DASP/2012
ketentuan butir VII.D angka 4 huruf b telah diatur mengenai batasan-
batasan etika yang harus dipatuhi oleh pihak penagih, seperti penagihan
dilarang dengan menggunakan cara kekerasan, ancaman, atau tindakan
yang sifatnya mempermalukan nasabah, dilarang melakukan penekanan
61
secara fisik maupun verbal, dilarang melakukan penagihan kepada pihak
selain nasabah, dilarang melakukan komunikasi secara terus-menerus
yang bersifat mengganggu nasabah, dan sebagainya, serta didalam Pasal
17B PBI No. 14/2/PBI/2012 pun diatur mengenai perihal penagihan kartu
kredit, seperti pihak penagih wajib mematuhi pokok-pokok etika
penagihan hutang, penagihan dilakukan sesuai dengan ketentuan Bank
Indonesia serta peraturan perundang-undangan yang berlaku, jika
menggunakan jasa pihak lain dalam penagihan kualitas penagihan sama
dengan yang dilakukan oleh bank, pelaksanaan penagihan hanya untuk
hutang dengan kualitas tertentu (macet), dan terakhir ketentuan lebih
lanjut mengenai pokok-pokok etika penagihan diatur dalam Surat Edaran
Bank Indonesia.
Menurut penulis, aturan-aturan yang sudah ditetapkan dalam Surat
Edaran Bank Indonesia maupun Peraturan Bank Indonesia tersebut harus
dipatuhi sebagaimana mestinya agar dalam melakukan suatu perbuatan
tidak terjadi kesalahan dan kerugian baik untuk pihak penagih maupun
pihak yang ditagih. Dalam hal ini, pihak Bank telah melakukan perbuatan
yang merugikan nasabahnya (Victoria) karena dalam melakukan
penagihan hutangnya terdapat unsur-unsur perbuatan melawan hukum4
seperti yang dimaksud dalam Pasal 1365KUHPer yaitu:
4 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta : PT. Grasindo,
2006), h. 59.
62
a. Ada perbuatan melawan hukum;
b. Melanggar hak subjektif orang lain: 1) hak-hak perorangan
seperti: kebebasan, kehormatan, nama baik, dan lain-lain.
Termasuk dalam pelanggaran hak subjektif orang lain adalah
perbuatan fitnah, menyebarkan kabar bohong, dan lain-lain; 2)
hak-hak atas harta kekayaan misalnya hak-hak kebendaan dan
hak mutlak lainnya;
c. Ada kesalahan (schuld), perbuatan yang dilakukan adalah
perbuatan yang salah yang dapat berupa kealpaan
(onachtzaamheid) dan kesengajaan-kesengajaan sudah cukup
bilamana pada waktu melakukan perbuatan itu akibatnya pasti
akan timbul.
d. Ada kerugian, akibat perbuatan itu timbul kerugian yang diderita
orang lain, kerugian itu dapat berupa kerugian materill maupun
moril. Kerugian moril menyangkut kehormatan, harga diri,
tekanan batin, teror, dan lain-lain.
e. Adanya hubungan kausal, untuk menuntut ganti kerugian
haruslah ada hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum
itu dengan kerugian yang diderita nasabah dan hubungan itu
harus jelas.5
Jadi dengan adanya unsur-unsur perbuatan melawan hukum diatas,
dapat dijadikan pertimbangan putusan yang kemudian ditetapkan oleh
Majelis Hakim dalam perkara ini.
Putusan Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa tindakan yang
dilakukan oleh Tergugat I (Standard Chartered Bank) merupakan
tindakan yang tidak profesional karena mengutamakan penggunaan
pendekatan intimidasi dan premanisme dari pada pendekatan lain dalam
hal penagihan hutang, yang mana layak bagi Tergugat untuk membayar
ganti rugi kepada Penggugat benar adanya. Karena secara hukum telah
diatur pokok-pokok etika penagihan hutang kartu kredit, maka jelas pihak
5 Lihat pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 3192 K/Pdt/2012, h. 5-6.
63
Standard Chartered Bank disini tidak benar dalam melakukan tindakan
penagihan kredit macet terhadap nasabahnya, karena memfasilitasi debt
collector yang dikuasakan oleh pihak Standard Chartered Bank
melanggar ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Surat Edaran Bank
Indonesia No.14/17/DASP/2012 pada ketentuan butir VII.D angka 4 huruf
b maupun PBI No. 14/2/PBI/2012 pada Pasal 17B.
Penulis berpendapat bahwa dengan adanya putusan ini, seharusnya
perbankan di Indonesia lebih taat terhadap peraturan perundang-undangan
yang berlaku dalam melakukan penagihan kredit macet terhadap
nasabahnya, dikarenakan jika nasabah mengalami kerugian dalam
melakukan pelunasan hutang terhadap bank, nasabah dapat menuntut
tindakan bank yang tidak bekerja secara profesional tersebut. Adapun jika
nasabah mengalami kemacetan dalam hal pelunasan hutangnya, belum
tentu nasabah tersebut tidak mempunyai itikad baik dalam melunasi
hutangnya. Karena itu seharusnya pihak bank dalam menyelesaikan kredit
macetnya, terlebih dahulu melihat itikad baik dari nasabah lalu
menawarkan kepada nasabah dengan cara merescheduling (penjadwalan
kembali) dan merestrucruting (penataan kembali) kredit macetnya.6
Dengan menggunakan cara tersebut, pihak bank dapat meminimalisir
6 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2011),
h. 76.
64
adanya kerugian yang dialami oleh nasabah dalam menyelesaikan kredit
macetnya termasuk jika menggunakan jasa pihak ketiga.
Dalam islam juga menyebutkan bahwa jika ada orang yang
meminjam hutang, maka hendaknya dipermudah dalam proses
mengembalikan hutangnya tersebut. Karena orang berhutang pada
dasarnya ialah tidak mampu dan membutuhkan pertolongan, oleh karena
itu sudah sepatutnya jika orang yang memberikan hutang ikhlas akan harta
yang diberikan kepada si berhutang. Sesuai dengan firman Allah Swt
yaitu:
قوا إن كنتم تعلمون} {وإن كان عسرةذو فنظرة إلى ميسرة وأن لكمخيرتصد
(البقرة : ٠٨٢)
“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah
tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau
semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. Al-
Baqarah/2: 280)
Dalam ayat ini, Allah Swt memerintahkan kita untuk bersabar
terhadap orang yang berada dalam kesulitan, di mana orang tersebut
belum bisa melunasi utang. Lalu dalam hadist juga mengatakan bahwa:
فى ظله – فلينظر معسرا أو ليضع له » « مه أحب أن يظله للا
“Barangsiapa yang ingin dinaungi Allah dengan naungan-Nya (pada hari
kiamat), maka hendaklah ia menangguhkan waktu pelunasan hutang bagi
orang yang sedang kesulitan, atau hendaklah ia menggugurkan
hutangnya.” (HR. Ibnu Majah II/808 no. 2419)
65
Dengan demikian, penggunaan jasa pihak ketiga memang
diperbolehkan dalam penagihan kredit macet yang sudah diatur pada
ketentuan SEBI, PBI, maupun BPI, namun pihak bank dalam melakukan
kewajiban terhadap penagihan hutang kredit nasabahnya tetap harus
mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku karena berpengaruh terhadap
kepercayaan nasabah. Sebab pada prinsip perbankan dengan adanya
kepercayaan dari seorang nasabah kepada bank, maka bank wajib untuk
menjaga kepercayaannya tersebut. Dengan adanya prinsip kepercayaan
yang diterapkan oleh perbankan, maka bank harus selalu menerapkan
prinsip kehati-hatiannya dalam melakukan kegiatan usaha bank karena hal
tersebut merupakan kunci utama bagi berkembangnya suatu bank7,
terlebih dengan menggunakan jasa pihak ketiga (debt collector) dalam
penyelesaian kredit macet yang dialami oleh seorang nasabah bank.
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terhadap Penggunaan Jasa Pihak
Ketiga (Debt Collector) Dalam Penagihan Kredit Macet
Jasa pihak ketiga atau biasa yang disebut dengan debt collector
merupakan jasa yang dibutuhkan oleh perbankan dalam hal penagihan hutang
kredit macet. Jasa ini merupakan salah satu jalan alternatif untuk
menyelesaikan kredit macet secara efisien dan ekonomis dibandingkan
dengan menggunakan jalur hukum pada umumnya.
7 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, h. 19.
66
Jasa pihak ketiga (debt collector) ini dianggap perlu dalam bidang
perbankan, karena dikhawatirkan para nasabah yang tidak dapat membayar
hutangnya dapat berakibat pada menurunnya kinerja bank. Kredit macet atau
non performing loan (NPL) akan meningkat jika bank dilarang menggunakan
jasa penagih utang atau debt collector. Sebab jasa debt collector sudah
menjadi andalan perbankan dalam menagih hutang yang macet termasuk
hutang kartu kredit.8
Dalam kasus penagihan hutang kredit kepada nasabah tidak jarang
debt collector menggunakan cara penekanan, hal ini disebabkan karena agen
penagihan hutang bertindak secara agresif guna mendapatkan hasil atau
pendapatan dari besarnya target yang mampu diselesaikannya dalam menagih
hutang kepada nasabah. Tidak jarang pula pihak bank menawarkan bonus
kepada agen tersebut jika penagihan hutang dapat terselesaikan sesuai dengan
target yang di inginkan.
Selain itu, faktor-faktor yang mempengaruhi pihak bank terhadap
penggunaan debt collector untuk menagih kredit macet, disebabkan oleh
beberapa hal yaitu:9
8 Academia.edu, “Utang diserahkan kepada Debt Collector atau dimaafkan?”,
artikel diakses pada tanggal 5 April 2015 dari
https://www.academia.edu/2538751/utang_diserahkan_kepada_debt_collector_atau_dim
aafkan.
9 Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2003), h. 303.
67
1. Karena tidak bekerjanya sarana-sarana hukum dan hukum
dianggap tidak bekerja efisien dan efektif.
2. Bertele-telenya proses penegakan hukum menimbulkan
kekecewaan masyarakat.
3. Pengadilan tidak bisa memberikan jaminan kepastian hukum
dan berjalan singkat.
4. Debt collector dianggap lebih mampu bekerja dalam waktu
relatif singkat dan tingkat keberhasilannya mencapai 90%.
Dengan adanya faktor-faktor tersebut, maka Bank Indonesia
mengeluarkan peraturan dimana terdapat ketentuan-ketentuan yang harus
dipatuhi dalam pelaksanaan penagihan hutang kredit macet agar tidak
bertentangan dengan hukum yang berlaku.
Peraturan tersebut terdapat dalam Peraturan Bank Indonesia No.
13/25/PBI/2011 tentang Prinsip Kehati-hatian Bagi Bank Umum Dalam
Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Pihak Lain,
Peraturan Bank Indonesia No. 14/2/PBI/2012 dan Surat Edaran Bank
Indonesia No. 14/17/DASP/2012 tentang Kegiatan Alat Pembayaran dengan
Menggunakan Kartu.
Menurut Penulis, penggunaan debt collector dalam menyelesaikan
kredit macet diperbolehkan saja, asalkan cara-cara yang dilakukannya sesuai
dengan aturan-aturan yang sudah ditetapkan dan tidak melanggar pokok-
pokok etika yang berlaku.
68
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Penggunaan jasa pihak ketiga (debt collector) dalam penyelesaian kredit
macet secara normatif telah diatur pada Surat Edaran Bank Indonesia No.
14/17/DASP/2012 ketentuan VII.D angka 4, Peraturan Bank Indonesia
No. 14/2/PBI/2012 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran
Dengan Menggunakan Kartu (APMK) pada Pasal 17B dan Pasal 21 ayat
1, dan Booklet Perbankan Indonesia (BPI) Tahun 2014 mengenai Prinsip
Kehati-hatian Bagi Bank Umum Yang Melakukan Penyerahan Sebagian
Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Pihak Lain pada bagian Prinsip Kehati-
hatian Dalam Penyerahan Pekerjaan Penagihan Kredit. Dalam hal
penagihan kredit macet yang dilakukan oleh jasa pihak ketiga (debt
collector) terdapat pokok-pokok etika penagihan yang harus dipatuhi baik
bagi pihak penerbit kartu kredit maupun pihak jasa penagih, karena pada
pelaksanaannya seringkali terdapat unsur-unsur perbuatan melawan
hukum yang sangat merugikan nasabah (konsumen perbankan) seperti
melakukan ancaman, intimidasi, penekanan, sampai kepada pencemaran
nama baik nasabah. Dimana pihak bank harus bertanggung jawab jika
69
terjadi kerugian pada nasabah yang diakibatkan oleh jasa pihak ketiga
(debt collector) dalam melakukan penagihan kredit macet.
2. Pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 3192 K/Pdt/2012, Majelis
Hakim menyatakan menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh
Pemohon Kasasi yaitu Standard Chartered Bank dan memperbaiki amar
Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 529/PDT/2011/PT.DKI
tanggal 3 Januari 2012 yang menguatkan dan memperbaiki Putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 151/PDT.G/2010/PN.Jkt.Sel
tanggal 15 Juli 2010, menghukum Para Tergugat untuk membayar ganti
rugi secara tanggung renteng kepada Penggugat sebesar Rp.
1.000.000.000,- (satu milyar rupiah), serta mengabulkan gugatan
Penggugat (Victoria) untuk sebagian. Dimana dalam hal ini Standard
Chartered Bank telah melakukan perbuatan melawan hukum yang
mengakibatkan kerugian terhadap nasabahnya, karena jasa pihak ketiga
(debt collector) yang dikuasakan oleh pihak bank dalam melakukan
penagihan hutang kredit nasabahnya memakai pendekatan intimidasi dan
premanisme.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap penggunaan jasa pihak ketiga
(debt collector) dalam penagihan kredit macet disebabkan karena tidak
bekerjanya sarana-sarana hukum dan hukum dianggap tidak bekerja
efektif dan efisien, bertele-telenya proses penegakan hukum yang selama
ini lebih sering mengecewakan masyarakat, dan ditambah lagi dengan
70
ketidakmampuan pengadilan memberikan jaminan kepastian hukum dan
berjalan singkat, sementara di sisi lain, kemampuan debt collector
dianggap sebagai “partner” yang lebih baik karena mampu bekerja dalam
waktu yang relatif lebih singkat dengan tingkat keberhasilannya mencapai
90%. Maka dari itu, dalam bidang perbankan menjadi hal yang biasa
dalam penggunaan jasa pihak ketiga (debt collector) untuk menyelesaikan
hutang kredit macet.
B. Saran
1. Bagi pihak bank dalam menggunakan jasa pihak ketiga (debt collector)
seharusnya dapat menerapkan prinsip kehati-hatian yang dalam hal ini
mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait
dengan pokok-pokok etika penagihan yang dilakukan oleh jasa penagih,
karena pada kenyataannya seringkali jasa pihak ketiga (debt collector)
yang dikuasakan oleh pihak bank melakukan tindakan-tindakan yang
merugikan nasabah.
2. Bagi pihak bank dalam menyalurkan dana kepada nasabah seperti kartu
kredit dan kredit tanpa agunan, seharusnya bisa lebih selektif lagi
sebelum melakukan perjanjian menggunakan kartu kredit. Dan bagi pihak
nasabah, seharusnya bisa lebih teliti dan berhati-hati lagi dalam
mencermati perjanjian yang diajukan oleh pihak bank sebelum
menandatangani perjanjian kreditnya.
71
3. Adanya peran dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga
independen untuk bisa lebih mengawasi atas tindakan perbankan yang
menggunakan jasa penagih (debt collector), dan seharusnya OJK
menerapkan sanksi yang tegas terhadap tindakan bank yang melanggar
hak-hak konsumen perbankan yang dirugikan.
72
Daftar Pustaka
BUKU:
Agustina, Rosa. Perbuatan Melawan Hukum cet.1. Jakarta: Program Pascasarjana
Fakultas Hukum Universitas Indonesia. 2003.
Arthesa, Ade dan Edia Handiman. Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank.
Jakarta: PT INDEKS Kelompok Gramedia. 2006.
Badrulzaman, Mariam Darus. Aneka Hukum Bisnis. Bandung: PT. Alumni. 2005.
Budiono, Herlien. Diktat Kuliah Kapita Selekta Hukum Bisnis. Bandung: Universitas
Katolik Parahyangan. 2003.
Fuady, Munir. Hukum Perbankan Modern, cet.1. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
2003.
___________. Perbuatan Melawan Hukum: Pendekatan Kontemporer. Bandung:
PT. Citra Aditya Bakti. 2013.
Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta: Kencana. 2011.
HS, Salim. Perkembangan Hukum Kontrak Diluar KUHPerdata. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada. 2006.
Ibrahim, Johannes. Kartu Kredit – Dilematis Antara Kontrak dan Kejahatan.
Bandung: PT Refika Aditama. 2004.
Kasmir. Dasar-dasar Perbankan Edisi Revisi 10. Jakarta: Rajawali Pers. 2012.
______. Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta: Rajawali Pers. 2011.
Kimball, Jeffrey Paulsen. Credit Card Disclosures and The Elderly: Will The
Proposed Amendments to Regulation Z Help the Elderly Understand Credit
Card Documents?. Elder Law Jurnal. 2009.
Majalah Jet. Vol. 106. Johnson Publishing Company. 2004.
73
Mamuji, Sri. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Hukum Universitas Indonesia. 2005.
Muhammad, Abdulkadir. Hukum Perusahaan Indonesia Cet. Keempat Revisi.
Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 2010.
Prodjodikoro, Wirjono. Perbuatan Melanggar Hukum: Dipandang Dari Sudut
Hukum Perdata. Bandung: Mandar Maju. 2000.
___________________. Azas-Azas Hukum Perjanjian. Bandung: Sumur Bandung.
1993.
Setiawan. Empat Kriteria Perbuatan Melawan Hukum & Perkembangannya dalam
Yurisprudensi. Reader III: Jilid I. 1991.
Shidarta. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. Jakarta: PT. Grasindo. 2006.
Siamat, Dahlan, Prita Nurmalia dan Fitri Agustin. Manajemen Lembaga Keuangan.
Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 2005.
Simanjuntak, P.N.H. Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia. Jakarta: Djambatan.
2009.
Siregar, Pulo. Risiko Kartu Kredit: Solusi, BI Checking dan Media Perbankan.
Jakarta: Papas Sinar Sinanti. 2010.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia.
2005.
______________ dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat Cet.3. Jakarta: Rajawali Pers. 1990.
Subekti. Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermasa. 1984.
Supramono, Gatot. Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis Cet.
Kedua, Edisi Revisi. Jakarta: Djambatan. 1996.
Suyatno, Thomas, Djuhaepah Marala. Kelembagaan Perbankan. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama. 1993.
Tinarbuko, Sumbo. Mendengarkan Dinding Fesbuker. Yogyakarta: Multicom. 2009.
74
Usman, Rachmadi. Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama. 2003.
PERUNDANG-UNDANGAN:
Booklet Perbankan Indonesia (BPI) Tahun 2014.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Peraturan Bank Indonesia No. 13/25/PBI/2011 tentang Prinsip Kehati-hatian bagi
Bank Umum yang Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan
Kepada Pihak Lain.
Peraturan Bank Indonesia No. 14/2/PBI/2012 tentang Penyelenggaraan Kegiatan
Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (APMK).
Peraturan Bank Indonesia No. 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank
Umum.
Surat Edaran Bank Indonesia, SEBI No. 14/17/DASP/2012 perihal Penyelenggaraan
Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu.
WEBSITE:
https://www.sc.com/id/sme/, diakses pada tanggal 5 Februari 2015.
m.merdeka.com/profil/mancanegara/s/standard-chartered-bank/, diakses pada
tanggal 8 Februari 2015.
http://purbantoro.wordpress.com/2008/11/13/debt collector/, diakses pada tanggal
25 Januari 2015.
http://zonaekis.com/debt-collector-budaya-berutang-dan-bahaya-riba/, diakses pada
tanggal 8 November 2014.
bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/08/14/194407226/Teror.Nasabah.lewat.Debt
.Collector. Stanchart.Dihukum.Rp.1.Miliar, diakses pada tanggal 22 Januari 2015.
https://www.academia.edu/2538751/utang_diserahkan_kepada_debt_collector_atau
_dimaafkan, diakses pada tanggal 5 April 2015.
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
P U T U S A NNomor 3192 K/Pdt/2012
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
M A H K A M A H A G U N G
memeriksa perkara perdata dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai
berikut dalam perkara:
STANDARD CHARTERED BANK, diwakili oleh Thomas John
Aaker selaku Country CEO Indonesia, berkedudukan di Jl.
Sudirman Kav. 33-A Jakarta 10220, melalui Recovery Inhouse
Jakarta, CB Credit – Indonesia, Standard Chartered Bank
beralamat Wisma Graha Pratama 10th fl Jl. M.T. Haryono Kav 15
Jakarta 12810, dalam hal ini memberi kuasa kepada Panji
Prasetyo, SH.,LL.M., dan kawan-kawan, para Advokat pada Panji
Prasetyo & Partners, berkantor di Allianz Tower, Lantai 27, Jalan
H. R. Rasuna Said Superblok 2 - Kawasan Kuningan Persada,
Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 7 Agustus
2012;
Pemohon Kasasi dahulu Tergugat I/Terbanding I;
melawan
IR. VICTORIA SILVIA BELTINY, bertempat tinggal di Jl. Sadewa
Raya Raya C 286 Jakasetia Bekasi, dalam hal ini memberikan
kuasa Ahmad Bayhaki, SH., dan rekan beralamat di Komp.
Bambu Satu Jl. B/19, Rt 06/06 Pasar Minggu Jakarta Selatan,
berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 21 Juli 2009;
Termohon Kasasi dahulu Penggugat/Pembanding;
dan
1. Sdri. Ine, bertempat tinggal di Recopery Inhouse Jakarta, CB Credit –
Indonesia, Standard Chartered Bank beralamat Wisma Graha Pratama
10th fl Jl. M.T. Haryono Kav 15 Jakarta 12810;
2. PT Total Target Nissin, berkedudukan di Jl. Nangka No. 4A, Tanjung
Barat Ps Minggu Jakarta Selatan 12530;
Para Turut Termohon Kasasi dahulu Tergugat II dan turut
Tergugat/Terbanding II dan turut Terbanding;
Hal. 1 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa sekarang
Termohon Kasasi dahulu sebagai Penggugat telah menggugat sekarang
Pemohon Kasasi dan turut Termohon Kasasi dahulu sebagai Tergugat I, II dan
turut Tergugat di muka persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada
pokoknya atas dalil-dalil:
1. Bahwa pada tanggal 1 Maret 2004 Penggugat mendapat surat dari
Tergugat I tentang ringkasan informasi kredit tanpa agunan – fasilitas
cicilan tetap anda, yang isinya pemberitahuan tentang ringkasan
informasi kredit tanpa agunan – fasilitas cicilan tetap anda, sampai bulan
Februari 2004. Jenis fasilitas pinjaman – fasilitas cicilan tetap, No.
Pinjaman 01455044, No.Rekening pinjaman 30611799658, jumlah
pinjaman awal Rp19.000.000,- (sembilan belas juta rupiah), bunga
pinjaman 36 – efektif pertahun, jangka waktu pembayaran 36 bulan,
cicilan bulanan Rp870.273,00 (delapan ratus tujuh puluh ribu dua ratus
tujuh puluh tiga rupiah) – per bulan, tanggal cicilan bulanan berikutnya 12
Maret 2004, sisa pokok pinjaman & bunga Rp18.071.888,27 (delapan
belas juta tujuh puluh satu ribu delapan ratus delapan puluh delapan
rupiah dua puluh tujuh sen), tanggal pinjaman berakhir 14 November
2006, surat ditandatangani oleh Navneet Dave, sebagai General
Manager Credit Cards & Personal Loan; (Bukti P – 1);
2. Bahwa pada tanggal 31 Desember 2004 Penggugat mendapat surat dari
Tergugat I tentang ringkasan informasi kredit tanpa agunan – fasilitas
cicilan tetap anda, yang isinya pemberitahuan tentang ringkasan
informasi kredit tanpa agunan – fasilitas cicilan tetap anda, sampai bulan
Desember 2004. Jenis fasilitas pinjaman – fasilitas cicilan tetap, No.
Pinjaman 01455044, No.Rekening pinjaman 30611799658, jumlah
pinjaman awal Rp19.000.000,- (sembilan belas juta rupiah), jangka waktu
pembayaran 36 bulan, cicilan bulanan Rp870.273,00 (delapan ratus tujuh
puluh ribu dua ratus tujuh puluh tiga rupiah) – per bulan, tanggal cicilan
bulanan berikutnya 14 Januari 2004, sisa pokok pinjaman Rp14.310.414,-
(empat belas juta tiga ratus sepuluh ribu empat ratus empat belas
rupiah), tanggal pinjaman berakhir 14 November 2006, surat
Hal. 2 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
ditandatangani oleh Lynn Ramli sebagai Vice President Product
Management Credit Cards & Personal Loan Consumer Banking, (Bukti
P-2);
3. Bahwa pada awal tahun 2005 Penggugat mendapat surat dari Tergugat I,
penawaran istimewa khusus untuk anda, Kenaikan Batas Kredit Tanpa
Agunan (KTA) oleh karena Penggugat lancar melakukan pembayaran
cicilannya, Penggugat diberi kesempatan untuk mendapatkan kenaikan
batas pinjaman (Top Up) kredit tanpa agunan penawaran dengan
iming-iming “menarik” berlaku hingga 15 Februari 2005, ditandatangani
oleh Lynn Ramli sebagai Vice President Product Management Credit
Cards & Personal Loan Consumer Banking, (Bukti P-3);
4. Bahwa pada tanggal 25 Juli 2005 Penggugat mendapat surat dari
Tergugat I, tentang pemberitahuan persetujuan pinjaman kepada
Penggugat sejumlah Rp20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) dengan
keterangan rinci sebagai berikut: fasilitas pinjaman: fasilitas cicilan tetap,
jumlah pinjaman awal Rp19.700.000,- (sembilan belas juta tujuh ratus
ribu rupiah), No.Referensi pinjaman: 02710633, bunga pinjaman
33.29000% efektif pertahun, jangka waktu pembayaran 36 bulan, cicilan
bulanan Rp885.471,- (delapan ratus delapan puluh lima ribu empat ratus
tujuh puluh satu rupiah) – per bulan, (Bukti P-4);
5. Bahwa pada bulan Maret 2006, Penggugat mendapat surat dari
Tergugat I isinya tentang ringkasan informasi kredit tanpa agunan,
pertanggal 1 Maret 2006, menerangkan tentang jumlah pinjaman awal
Rp20.000.000,- (dua puluh juta rupiah), jangka waktu pembayaran 36
bulan, cicilan bulanan Rp885.470,16 (delapan ratus delapan puluh lima
ribu empat ratus tujuh puluh rupiah enam belas sen) – per bulan, tanggal
jatuh tempo pembayaran tiap bulan 24, tanggal pinjaman berakhir 25 Juli
2008, sisa cicilan 29 kali, (Bukti P-5);
6. Bahwa pada tanggal 4 Agustus 2008 Penggugat mendapat surat dari
Tergugat I tentang persetujuan kenaikan batas pinjaman (Top Up)
sebagai berikut: jenis fasilitas pinjaman – fasilitas cicilan tetap anda, yang
isinya pemberitahuan tentang ringkasan informasi kredit tanpa agunan –
fasilitas cicilan tetap anda, jumlah pinjaman awal Rp41.000.000,- (empat
puluh satu juta rupiah), jumlah pinjaman yang di transfer Rp40.184.100,-
Hal. 3 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
(empat puluh juta seratus delapan puluh empat ribu seratus rupiah),
No.Rekening pinjaman: 306-117-9965-8,atas nama Victoria Silvia Beltiny,
tanggal efektif pinjaman: 04/08/2008, jangka waktu pembayaran 36
bulan, cicilan bulanan Rp1.852.358,00 (satu juta delapan ratus lima
puluh dua ribu tiga ratus lima puluh delapan rupiah) – per bulan, seluruh
fasilitas lunas cicilan terakhir tanggal 04/08/2011, (Bukti P-6);
7. Bahwa Penggugat tiap bulan membayar cicilan pinjaman kredit tanpa
agunan setiap bulannya Rp1.852.358,00 (satu juta delapan ratus lima
puluh dua ribu tiga ratus lima puluh delapan rupiah) dan pada Bulan Mei
2009 Penggugat mengalami kesulitan keuangan sehingga pembayaran
macet. Sebelum Penggugat mengalami kesulitan keuangan pada bulan
Mei, Penggugat lancar membayar cicilannya tiap bulan. (Bukti P-7
pembayaran Bulan September 2008, Bukti P-8 pembayaran Bulan
Oktober 2008, Bukti P-9 pembayaran Bulan Desember 2008, Bukti P-10
pembayaran Bulan Januari 2009, Bukti P-11 pembayaran Bulan Februari
2009, Bukti P-12 pembayaran Bulan Maret 2009, Bukti P-13 pembayaran
Bulan April 2009);
8. Bahwa pada bulan Juli, Penggugat melalui kuasa hukum yang
ditunjuknya, memberikan somasi kepada Tergugat I perihal
ketidakmampuan Penggugat melakukan pembayaran cicilannya kepada
Tergugat I dan oleh kuasa hukum Penggugat, Tergugat I disarankan
melakukan upaya hukum sesuai hukum yang berlaku melakukan gugatan
kepada Pengadilan dengan harapan Penggugat pada tingkat mediasi
sudah ada titik temu antara kemampuan membayar Penggugat
berdasarkan kemampuannya saat itu dengan Tergugat I, hal ini telah
sangat jelas diatur dalam Pasal 1759, 1761, 1761 dan 1762 B.W. tentang
kewajiban-kewajiban orang yang meminjamkan, dan Pasal 1763 B.W.
tentang kewajiban-kewajiban si peminjam, (Bukti P-14, s/d P-17);
9. Bahwa pada tanggal 7 September 2009, Penggugat didatangi oleh debt
collector/turut Tergugat, turut Tergugat tersebut menawarkan reschedule
kepada Penggugat dengan schedule Penggugat membayar down
payment/ pembayaran uang muka sebesar Rp2.200.000,- (dua juta dua
ratus ribu rupiah) selanjutnya Penggugat membayar cicilan berikutnya
perbulan sebesar Rp500.000,- (lima ratus ribu rupiah) hingga lunas,
Hal. 4 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Penggugat menyetujuinya dan melakukan pembayaran sebagaimana
schedule tersebut, (Bukti P-18 s/d P-23;)
10.Bahwa setelah Penggugat mengikuti schedule dengan melakukan
pembayaran tersebut pada poin 9, Tergugat I melalui Tergugat II
menyatakan Tergugat I menolak reschedule tersebut, selanjutnya Para
Tergugat melakukan Intimidasi, Penekanan, Pengancaman dan Teror
kepada Penggugat baik secara langsung melalui debt collector/jasa
penagih dan telpon kepada Penggugat dan teman teman kerja
Penggugat dengan cara mencaci maki dan penyebaran ketidakmampuan
membayar cicilan Penggugat kepada Tergugat kepada seluruh orang di
kantor Penggugat dengan maksud menghancurkan moral Penggugat,
masa depan Penggugat, dan kerjaan Penggugat sebagai tempat mencari
nafkah bagi Penggugat untuk menafkahi Penggugat sendiri dan
keluarganya. Atas perbuatan Tergugat I dan Tergugat II tersebut,
Penggugat menjadi tertekan dan menderita tekanan batin, nama baik
Penggugat rusak oleh halmana yang secara hukum telah diatur secara
jelas mekanisme pengembalian hutang piutang. Para Tergugat secara
systematis terus menerus melakukan penekanan mental dan merusak
nama baik Penggugat sampai pada saat gugatan ini di daftarkan;
11.Bahwa para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum
(Onrechtmatige Daad) yang diatur dalam Pasal 1365 B.W. “Tiap
perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang
lain, mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,
mengganti kerugian tersebut”. Unsur-unsur perbuatan melawan hukum
yang dimaksudkan Pasal 1365 B.W. adalah:
a) ada perbuatan melawan hukum;
b) melanggar hak subjektif orang lain: 1) hak-hak perorangan seperti:
kebebasan, kehormatan, nama baik, dan lain-lain. Termasuk
dalam pelanggaran hak subjektif orang lain adalah perbuatan
fitnah, menyebarkan kabar bohong, dan lain-lain; 2) hak-hak atas
harta kekayaan misalnya hak-hak kebendaan dan hak mutlak
lainnya;
c) ada kesalahan (schuld), perbuatan yang dilakukan adalah
perbuatan yang salah yang dapat berupa kealpaan
Hal. 5 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
(onachtzaamheid) dan kesengajaan-kesengajaan sudah cukup
bilamana pada waktu melakukan perbuatan bahwa akibat
perbuatannya itu pasti akan timbul (MA. Moegni Djojodiharjo
1982:66);
d) ada kerugian, akibat perbuatan itu timbul kerugian yang diderita
orang lain, kerugian itu dapat berupa kerugian materil maupun
moril. Kerugian moril menyangkut kehormatan, harga diri, tekanan
batin, terror, dan lain-lain dan ditaksir nilainya dengan
uang sesuai status social Penggugat;
e) adanya hubungan causal, untuk menuntut ganti kerugian haruslah
ada hubungan causal antara perbuatan melawan hukum itu
dengan kerugian yang diderita Penggugat. Hubungan itu harus
jelas, dapat dikabulkan;
para Tergugat dengan sengaja dan systematis melakukan perbuatan
melawan hukum kepada Penggugat dengan cara merusak kehormatan
Penggugat, nama baik Penggugat dan teror baik dengan kata-kata kotor
melalui telpon seluler seperti kata-kata tolol, maling, tidak tahu diri, dan
lain-lain kata-kata yang tidak sehat dan tidak diatur dalam undang-undang;
12.Bahwa secara rinci perbuatan Tergugat secara systematis dan terarah
menghancurkan moral Penggugat, merusak nama baik Penggugat dan
merusak moril Penggugat dengan cara sebagai berikut :
1 Bahwa pada tanggal 8 Desember 2009, Tergugat II mengirim Short
Message Services (SMS) melalui telpon selulernya dengan bunyi: “Pg
ibu victoria saya dgn ine stanchartered, mau tawarkan aja, ada disc
lunas dari 40jt s/d 22jt msh bs nego, krn takutnya ibu malh di fax
peringatan up Mariana Rantung” (jam 09:10:20). Tergugat II
mengancam Penggugat dengan akan mengirim faxsimile kepada
atasan Penggugat di tempat kerja Penggugat (citibank) bernama
Mariana Rantung. Mariana Rantung adalah atasan Penggugat ditempat
Penggugat bekerja, cara cara Tergugat II mengintimidasi dan/atau
menekan moril Penggugat dengan ancaman membuat nama baik
Penggugat rusak dan/atau tercemar dengan maksud lebih khusus
Penggugat kemudian dipermalukan, ditegor, diberikan sanksi dan
bahkan diberhentikan dari pekerjaannya. Niat tidak baik dan harapan
Hal. 6 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Tergugat II benar-benar dilakukan oleh Tergugat II dengan peralatan
dan dukungan dari Tergugat I dengan mengirimkan faxsimile kepada
Mariana Rantung, yang secara hukum dalam persoalan antara
Penggugat dan Tergugat tidak berkaitan dengan masalah hutang
piutang antara Penggugat dan Tergugat, Tergugat II mengirim faxsimile
kepada atasan Penggugat tersebut bernama Mariana Rantung dengan
surat tertanggal 09 Desember 2009, tidak bertandatangan, UP nya
Bapak Afdal, Bapak Afdal yang juga atasan Penggugat yang tidak
mempunyai hubungan atas persolan hutang piutang antara Penggugat
dan Tergugat, faxsimile tersebut terus menerus dikirimkan oleh
Tergugat II dengan isi materi : apabila dalam jangka waktu 1 hari
setelah tanggal faksimili ini dibuat kami tidak juga menerima
pembayaran dari Bapak/Ibu, maka dengan sangat menyesal kami akan
mengambil kebijakan sebagai berikut :
1. Memasukkan nama Bapak/Ibu didaftar hitam Bank Indonesia;
2. Memasukkan nama Bapak/Ibu didaftar tunggu Pemanggilan Media
Massa;
3. Menggunakan jasa pihak ketiga untuk menagih pembayaran
biaya-biaya yang timbul atas prosedur penagihan di atas akan
kami bebankan kepada Bapak/Ibu selaku pihak yang bertanggung
jawab atas penyelesaian kewajiban tersebut;
Surat tertanggal 09 Desember 2009 tersebut tidak ditandatangani,
namun sangat jelas surat tersebut adalah surat dari Tergugat I
dengan logo Standard Chartered Bank, dikirim oleh Tergugat II
ditujukan Custody Unit dimana Penggugat bekerja namun UPnya
kepada Bapak Afdal. Perihalnya Tagihan Kredit Tanpa Agunan :
30611799658 atas pemakaian kredit tanpa agunan Victoria Silvia
Beltiny. Secara yuridis, apa yang dilakukan oleh para Tergugat adalah
bertentangan dengan hukum positip kita, terutama pada materi dan
substansi poin 2 dan 3 surat tersebut;
Faksimile yang dikirim Tergugat terus menerus dilakukan dari kurun
waktu jam 03:09 PM sampai jam 04:45 PM sebanyak 10 lembar.
Hal. 7 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Atas faksimili Tergugat, Penggugat ditegor oleh atasannya bernama
Mariana Rantung, Mariana Rantung menyarankan Penggugat untuk
menyelesaikan persoalan tersebut;
Secara yuridis formal, surat tersebut adalah surat illegal dan tidak sah
oleh karena tidak ditandatangani dan isi materinya bertentangan
dengan hukum;
Sangat jelas apa yang dilakukan Tergugat adalah intimidasi, teror,
penekanan, menyerang kehormatan dan harga diri, menyerang nama
baik, dan membuat moril Penggugat tertekan (Bukti P-29);
2 Bahwa Tergugat II pada tanggal 10 Desember 2009, Tergugat II
meneror Penggugat ke tempat lain dimana Penggugat bekerja. Bagian
Penggugat bekerja adalah bagian custody unit, dengan surat yang
sama dengan sebelumnya, tertanggal 09 Desember 2009, materi dan
substansinya sama, memakai logo Tergugat I, dan tidak ditandatangani
ditujukan kepada Bapak Afdal, dilakukan terus menerus pada jam 12:02
(Bukti P-30);
3 Bahwa Tergugat II pada tanggal 7 Januari 2009 kembali mengirimkan
faxsimili kepada unit lain di tempat bekerja Penggugat dengan maksud
menghancurkan harga diri dan nama baik Penggugat, hal mana
Tergugat II memfaksimilikan terus menerus sebanyak 18 lembar (Bukti
P-31);
4 Bahwa pada tanggal 7 Januari 2009 Tergugat II melalui SMS terus
menerus meneror Penggugat untuk segera membayar dengan kalimat
ancaman-ancaman memfaxsimili terus menerus sampai Penggugat
membayar lunas, hal mana tindakan Tergugat II ini bertentangan
dengan Pasal 1759 B.W. “Orang yang meminjam tidak dapat meminta
kembali apa yang telah dipinjamkannya sebelum lewatnya waktu yang
ditentukan dalam perjanjian”, sangat jelas hubungan pinjam meminjam
antara Penggugat dan Tergugat dimulai sejak tanggal 04/09/2008 dan
berakhir tanggal 04/08/2011, jadi pada saat gugatan didaftar dan teror,
intimidasi, penekanan moril, perusakan harga diri, pencemaran nama
baik yang dilakukan Tergugat II adalah masih dalam tenggang waktu
sebelum lewat waktu yang ditentukan dalam perjanjian, (Bukti P-32);
Hal. 8 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
5 Bahwa Tergugat II dari tanggal 7 Januari tiap hari mengirim faxsimili
surat yang sama ke lain-lain bagian di tempat Penggugat bekerja
seperti unit custody, QA Unit, HRD. Padahal Penggugat bekerja di unit
custody. Tergugat mengancam tidak akan berhenti mengirim faxsimili
sampai Penggugat membayar hutangnya, hal tersebut telah dilakukan
Tergugat II sehingga unit-unit lain protes keberatan kepada Penggugat.
Dan Tergugat II pun menelpon rekan-rekan dan atasan-atasan kerja
Penggugat dengan mencaci maki, hal tersebut di lakukan kepada
Karyadi, Fikri, Haris, Opan, Grace, Stephanie, Silky dan Dian;
6 Bahwa Tergugat II mengirim faxsimili setiap hari ke tempat kerja
Penggugat dengan materi dan substansi surat yang sama, tanggal yang
sama tetapi pengiriman faxsimilinya kepada tempat-tempat yang
berbeda, secara logika dan Standard Operation Practice (SOP)nya,
mengirim faxsimili cukup dilakukan satu kali setiap bulannya, kemudian
dilakukan lagi bulan penagihan berikutnya begitu seterusnya sesuai
jadwal penagihan dan pembayaran, tidak seperti yang dilakukan oleh
Tergugat II kepada Penggugat;
7 Bahwa pada tanggal 7 Januari 2010, Tergugat II mengirim faxsimile ke
custody unit sebanyak 18 lembar print out, catatan: faxsimile pada
tempat bekerja Penggugat menggunakan system computer, sehingga
faxsimile terekam terang dan jelas dari layar komputer, dan dapat dilihat
semua orang (Bukti P-33);
8 Bahwa pada tanggal 11 Januari 2010 Tergugat II mengirim faxsimile ke
custody unit sebanyak 2 lembar; (Bukti P-34);
9 Bahwa pada tanggal 13 Januari 2010 Tergugat II mengirim faxsimile ke
QA unit sebanyak 29 lembar; (Bukti P-35);
10 Bahwa pada tanggal 13 Januari 2010 Tergugat II mengirim faxsimile ke
custody unit sebanyak 2 lembar; (Bukti P-36);
11 Bahwa pada tanggal 13 Januari 2010 Tergugat II mengirim faxsimile ke
HRD sebanyak 72 lembar, dengan sebelumnya Tergugat II
mengirimkan SMS yang berbunyi: “pagi ibu Victoria yang terhormat,
saya dengan Ine stanchard anda blm bayarkan ya bu, kita akan fax ke lt
7, up sih pengennya ke bag HRD” (jam 8:14:54), Tergugat II mengirim
faxsimile kepada HRD sebanyak 72 lembar, (Bukti P-36);
Hal. 9 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
12 Bahwa pada tanggal 14 Januari 2010 Tergugat II mengirim faxsimile ke
custody unit sebanyak 12 lembar, up Bapak Afdal, (Bukti P-34);
13 Bahwa pada tanggal 15 Januari 2010 Tergugat II mengirim faxsimile ke
custody unit sebanyak 3 lembar, dan ke-HRD sebanyak 21 lembar, ke-
QA unit sebanyak 16 lembar dengan Up tetap Bapak Afdal, (Bukti P-34,
P-35, P-36);
14 Bahwa pada tanggal 21 Januari 2010 Tergugat II mengirim faxsimile ke
custody unit sebanyak 15 lembar, dan ke HRD sebanyak 15 lembar, ke-
QA unit sebanyak 46 lembar dengan up tetap Bapak Afdal, (Bukti P-37,
P-38, P-39);
15 Bahwa pada tanggal 22 Januari 2010 Tergugat II mengirim faxsimile ke
custody unit sebanyak 10 lembar, dan ke HRD sebanyak 20 lembar, ke-
QA unit sebanyak 100 lembar dengan Up tetap Bapak Afdal, (Bukti
P-40, P-41, P-42);
13.Bahwa tindakan-tindakan Tergugat sangat merugikan Penggugat secara
moril, hal mana tindakan tersebut tidak dibenarkan secara hukum,
apalagi ternyata Penggugat mengalami tekanan mental, harga dirinya
menjadi rusak, masa depannya suram dan melukai harga diri, moral dan
nama baik Penggugat akibat dari tindakan-tindakan Tergugat berbuat
brutal secara systematis menghancurkan Penggugat. Tindakan para
Tergugat melukai harga diri Penggugat di tempat kerja Penggugat
membuat Penggugat tertekan, dan semakin tertekan atas tindakan-
tindakan teror-teror yang dilakukan Tergugat II;
14.Bahwa atas tindakan-tindakan Tergugat II membuat Penggugat tertekan,
nama baik Penggugat rusak, Penggugat menderita tekanan batin,
hubungan dengan teman-teman Penggugat menjadi tidak harmonis dan
cenderung rusak dan tidak sehat karena teman-teman Penggugat dicaci
maki, diintimidasi oleh Tergugat, perbuatan Tergugat I dan Tergugat
adalah merupakan perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 B.W.);
15.Bahwa oleh karenanya sangatlah wajar apabila Penggugat meminta ganti
rugi atas tindakan Tergugat melukai perasaan, harga diri dan nama baik
Penggugat yang dirusak dan dicemarkan oleh tindakan para Tergugat
sebesar Rp5.000.000.000,- (lima milyar rupiah);
Hal. 10 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
16.Bahwa perbuatan Tergugat adalah tindakan kesewenang-wenangan
dalam penerapan hukum sehingga sangat tepatlah apabila kepada
Tergugat diberikan pembelajaran untuk tidak melakukan hal yang sama
kepada orang lain;
17.Bahwa agar gugatan ini tidak sia-sia, maka Penggugat mohon kepada
Bapak Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk meletakkan sita
jaminan terhadap aset-asset milik Tergugat I dan Tergugat II yang
terletak di Standard Chartered Bank beralamat Jl. Sudirman Kav. 33-A
Jakarta 10220, melalui Recopery Inhouse Jakarta, CB Credit – Indonesia,
Standard Chartered Bank beralamat Wisma Graha Pratama 10th fl Jl.
M.T. Haryono Kav 15 Jakarta 12810;
18. Bahwa kepada turut Tergugat untuk menaati putusan pengadilan ini;
Bahwa berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas Penggugat mohon
kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan agar memberikan putusan sebagai
berikut:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya;
2. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang dimohonkan;
3. Menyatakan para Tergugat, Tergugat I dan Tergugat II telah melakukan
perbuatan melawan hukum;
4. Menghukum para Tergugat membayar ganti rugi sebesar Rp5.000.000.000,-
(lima milyar Rupiah) kepada Penggugat dibayar secara tunai sejak putusan
berkekuatan hukum tetap;
5. Menyatakan turut Tergugat menaati putusan ini;
6. Menghukum para Tergugat untuk membayar ongkos perkara;
Menimbang, bahwa terhadap gugatan tersebut Tergugat I mengajukan
eksepsi yang pada pokoknya sebagai berikut:
1. Tergugat I menolak dengan tegas dalil-dalil gugatan Penggugat, kecuali
yang secara tegas diakui kebenarannya;
2. Atas gugatan Penggugat ini, Tergugat I menyampaikan eksepsi sebagai
berikut :
2.1 Surat Kuasa Khusus Prematur
Menurut Pasal 1792 KUHPerdata, "Pemberian kuasa adalah suatu
perjanjian dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada orang
Hal. 11 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
lain, yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu
urusan";
Urusan adalah sesuatu yang riil terjadi, bukan sesuatu yang
diprediksikan akan terjadi seperti pemberian kuasa dalam perkara
a quo. Pemberian kuasa diberikan pada tanggal 21 Juli 2009 khusus
untuk mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap
Standard Chartered Bank. Sementara pada halaman 3 butir 9 dan butir
10, serta halaman 4 butir 12.1 Surat Gugatannya, Penggugat
menguraikan kronologis sebagai berikut:
9. Bahwa pada tanggal 7 September 2009, Penggugat didatangi oleh
debt collector/turut Tergugat, turut Tergugat tersebut menawarkan
reschedule kepada Penggugat, selanjutnya Penggugat membayar
cicilan berikutnya perbulan sebesar Rp500.000,- (lima ratus ribu
rupiah) hingga lunas, Penggugat menyetujuinya dan melakukan
pembayaran sebagaimana schedule tersebut (Bukti P-18 s/d
P-23);
10. Bahwa setelah Penggugat mengikuti schedule dengan melakukan
pembayaran tersebut pada point 9, Tergugat I melalui Tergugat II
menyatakan Tergugat I menolak reschedule tersebut, selanjutnya
Para Tergugat melakukan Intimidasi, Penekanan, Pengancaman
dan Terror kepada Penggugat... dst;
12.1 Bahwa pada tanggal 8 Desember 2009, Tergugat II mengirim
Short Message Services (SMS) melalui telepon selulernya dengan
bunyi : “Pg ibu Victoria saya dgn ine stanchartered, mau tawarkan
aja, ada disc lunas dari 40jt s/d 22jt msh bs nego, krn takutnya ibu
malh di fax peringatan up Mariana Rantung' (Jam 09:10:20).
Tergugat II mengancam Penggugat dengan akan mengirim
faxsimile kepada atasan Penggugat di tempat kerja Penggugat...
dst;
Ini berarti, ketika Surat Kuasa Khusus No.: 201/SK-BHM-PDT/
VII/2009 tertanggal 21 Juli 2009 dibuat, perbuatan melawan
hukum yang didalilkan oleh Penggugat sama sekali belum ada,
karena kronologis yang dibuat oleh Penggugat dimulai sejak
tanggal 7 September 2009. Dengan demikian, Surat Kuasa
Hal. 12 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Khusus ini dapat dikualifikasi premature dan oleh karenanya tidak
sah dalam perkara a quo. Oleh karena itu, surat gugatan yang
dibuat berdasarkan surat kuasa yang tidak sah haruslah
dinyatakan tidak sah dan ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan
tidak dapat diterima.
0 2.2 Error in Persona
Dalam surat gugatan, Penggugat tidak menguraikan perbuatan yang
dilakukan oleh Tergugat I melainkan melulu perbuatan Tergugat II.
Sementara masing-masing Tergugat berdiri sendiri. Sebagaimana
diuraikan dalam Surat Gugatannya dari butir 12.1 s/d 12.15, Penggugat
dengan tegas dan jelas hanya menyebutkan Tergugat II sebagai pihak
yang melakukan perbuatan secara systematis dan terarah
menghancurkan moral Penggugat, merusak nama baik Penggugat dan
merusak moril Penggugat. Penggugat sama sekali tidak menjelaskan
apa perbuatan yang telah dilakukan oleh Tergugat I sehingga digugat
dalam perkara ini;
Dengan demikian, ditariknya Tergugat I sebagai Pihak dalam perkara
ini jelas salah alamat atau Error in Persona;
2.3 Obscuur Libel
A. Gugatan tidak menguraikan hukum apa yang dilanggar oleh Tergugat
I.
Dalam Surat Gugatannya Penggugat tidak menguraikan secara
jelas hukum yang dilanggar oleh Tergugat I. Sebagaimana
Yursiprudensi Putusan No. 565 K/Sip/1973, tgl. 21 Agustus 1974,
"Kalau objek gugatan tidak jelas, maka gugatan tidak dapat
diterima.", maka gugatan Penggugat sudah seharusnya tidak
diterima;
B. Permohonan sita tidak jelas objek sitanya.
Dalam Surat Gugatan, Penggugat memohon sita jaminan. Namun,
permohonan tidak jelas karena tidak disebutkan objek sita secara
spesifik. Oleh karena itu, Gugatan Penggugat obscuur;
Bahwa terhadap gugatan tersebut Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
telah memberikan Putusan Nomor 151/PDT.G/2010/PN.Jkt.Sel tanggal 15 Juli
2010 yang amarnya sebagai berikut:
Hal. 13 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
DALAM EKSEPSI
• Menolak eksepsi Tergugat seluruhnya;
DALAM POKOK PERKARA
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum;
3. Menghukum para Tergugat secara tanggung renteng membayar ganti
rugi kepada Penggugat sebesar Rp10.000.000,- (sepuluh puluh juta
rupiah);
4. Menghukum turut Tergugat mentaati/tunduk dan patuh putusan ini;
5. Menghukum para Tergugat membayar biaya perkara secara tanggung
renteng hingga kini ditafsir sebesar Rp821.000,- (delapan ratus dua
puluh satu ribu rupiah);
6. Menolak gugatan Penggugat selebihnya;
Menimbang, bahwa dalam tingkat banding atas permohonan Penggugat
putusan Pengadilan Negeri tersebut telah diperbaiki oleh Pengadilan Tinggi
Jakarta dengan Putusan Nomor 529/PDT/2011/PT.DKI tanggal 3 Januari 2012
yang amarnya sebagai berikut:
• Menerima permohonan banding dari Pembanding semula Penggugat;
- Memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: 151/Pdt.G/
2010/PN.JKT.SEL tanggal 15 Juli 2010 yang dimohonkan banding, sehingga
amar selengkapnya berbunyi sebagai berikut;
Dalam eksepsi :
• Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: 151/
Pdt.G/2010/ PN.JKT.SEL tanggal 15 Juli 2010 yang dibanding;
Dalam Pokok Perkara :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat/Pembanding untuk sebagian ;
2. Menyatakan para Tergugat/Terbanding telah melakukan perbuatan
melawan hukum;
3. Menghukum para Tergugat/Terbanding secara tanggung renteng
membayar ganti rugi kepada Penggugat/Pembanding sebesar
Rp500.000.000,- (lima ratus juta rupiah);
4. Menghukum turut Tergugat/turut Terbanding untuk tunduk dan patuh
pada putusan ini;
Hal. 14 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
5. Menghukum para Tergugat/Terbanding untuk membayar biaya perkara
untuk kedua tingkat pengadilan secara tanggung renteng, yang dalam
tingkat banding ditetapkan sebesar Rp150.000,- (seratus lima puluh ribu
rupiah);
6. Menolak gugatan Penggugat selebihnya;
Menimbang, bahwa sesudah putusan terakhir ini diberitahukan kepada
Tergugat I/Terbanding I pada tanggal 2 Agustus 2012 kemudian terhadapnya
oleh Tergugat I/Terbanding I dengan perantaraan kuasanya, berdasarkan Surat
Kuasa Khusus tanggal 7 Agustus 2012 diajukan permohonan kasasi pada
tanggal 15 Agustus 2012 sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Kasasi
Nomor 151/Pdt.G/2010/PN.JKT.Sel yang dibuat oleh Panitera Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan, permohonan tersebut diikuti dengan memori kasasi
yang memuat alasan-alasan yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri
tersebut pada tanggal 28 Agustus 2012;
Bahwa memori kasasi dari Pemohon Kasasi/Tergugat I/Terbanding I
tersebut telah diberitahukan kepada Penggugat/Pembanding pada tanggal 3
September 2012, kemudian Termohon Kasasi/Penggugat/Pembanding
mengajukan jawaban memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 11 September 2012;
Menimbang, bahwa permohonan kasasi a quo beserta alasan-alasannya
telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam
tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam undang-undang, oleh
karena itu permohonan kasasi tersebut secara formal dapat diterima;
ALASAN-ALASAN KASASI
Menimbang, bahwa alasan-alasan yang diajukan oleh Pemohon Kasasi/
Tergugat I dalam memori kasasinya tersebut pada pokoknya sebagai berikut:
I. KEBERATAN PERTAMA
Judex Facti Secara Fatal Telah Keliru Dalam Menguraikan Unsur-Unsur
Perbuatan Melawan Hukum Yang Terdapat Dalam Pasal 1365 KUHPerdata
1. Bahwa Termohon Kasasi dahulu Pembanding/Penggugat (“Termohon
Kasasi”) telah mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap:
(i) Termohon Kasasi sebagai Tergugat I; (ii) Sdri. Ine sebagai Tergugat II;
dan (iii) PT Total Target Nissin sebagai turut Tergugat, menurut
Hal. 15 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
ketentuan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH
Perdata”);
2. Bahwa Pasal 1365 KUH Perdata telah secara tegas menyatakan :
“Tiap-tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian
kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu
karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut”
3. Bahwa Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 2831 K/Pdt/1996,
tertanggal 7 Juli 1996, menyebutkan:
Penggugat harus membuktikan adanya unsur-unsur Perbuatan Melawan
Hukum (“PMH”) menurut ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata, yakni
sebagai berikut:
1) Suatu perbuatan melawan hukum, adanya perbuatan Tergugat yang
bersifat melawan hukum;
2) Kerugian, adanya kerugian yang ditimbulkan pada diri Penggugat;
3) Kesalahan dan Kelalaian, adanya kesalahan atau kelalaian pada pihak
Tergugat;
4) Hubungan Kausal, adanya hubungan kausalitas atau sebab akibat antara
kerugian pihak Penggugat dengan kesalahan atau perbuatan yang
dilakukan oleh Tergugat;
Bahwa Hofman dalam L.C. Hofmann, Het Nederlandsch eerst deel, de
Algemente leer de Verbintenissen, Tweede druk, J.B. Wolters, Batavia,
1932m halaman 257-265, dikutip oleh Komariah Emong Sapardjaja,
Ajaran Sifat Melawan Hukum Materiel Dalam Hukum Pidana Indonesia,
Bandung: Alumni, 2002, halaman 34, dikutip oleh Rosa Agustina,
Perbuatan Melawan Hukum, Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas
Hukum Indonesia, 2003, halaman 35-36, menyatakan, untuk adanya
suatu PMH harus dipenuhi 4 (empat) unsur, yaitu :
a. Er moet een daad zijn verricht; (harus ada yang melakukan
perbuatan);
b. Die daad moet onrechtmatig zijn; (perbuatan itu harus melawan
hukum);
c. De daad moet aan een ander schade heb bentoege bracht;
(perbuatan itu harus menimbulkan kerugian pada orang lain);
Hal. 16 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
d. De daad moet aan schuld zijn te wijten; (perbuatan itu karena
kesalahan yang dapat ditimpakan kepadanya).
Selanjutnya Mariam Darus Badrulzaman, dalam bukunya KUH Perdata
Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, Bandung: Alumni, edisi
kedua, 1996, halaman 146-147, dikutip oleh Rosa Agustina, Perbuatan
Melawan Hukum, Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum
Indonesia, 2003, halaman 36, juga menyebutkan syarat-syarat yang
harus ada untuk menentukan suatu perbuatan sebagai PMH adalah
sebagai berikut :
a. Harus ada perbuatan;
b. Perbuatan itu harus melawan hukum;
c. Ada Kerugian;
d. Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu
dengan kerugian;
e. Ada kesalahan;
4. Bahwa berdasarkan pada ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata,
yurisprudensi dan pendapat dari para ahli di atas, dapat disimpulkan
bahwa suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai PMH berdasarkan Pasal
1365 KUH Perdata apabila perbuatan tersebut memenuhi unsur-unsur
sebagai berikut : (i) adanya suatu perbuatan yang melawan hukum; (ii)
adanya kesalahan pelaku; (iii) adanya kerugian yang diderita; dan (iv)
adanya hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum dengan
kerugian;
5. Bahwa selain unsur PMH berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata tersebut
di atas, penting untuk membedakan unsur-unsur tersebut dengan definisi
atau pengertian unsur “perbuatan” dalam PMH. Unsur “perbuatan” dalam
PMH adalah tidak sama dengan PMH itu sendiri. Unsur “perbuatan”
dalam PMH hanyalah salah satu unsur dari 4 (empat) unsur PMH.
Kekeliruan membedakan kategorisasi unsur “perbuatan dalam PMH”
dengan unsur PMH, pada gilirannya akan menimbulkan kesesatan, hal
mana secara jelas terjadi pada saat Judex Facti memeriksa perkara ini
dan kesesatan pemikiran dan pertimbangan Judex Facti PN Jaksel
tersebut kemudian secara gegabah diterima dan diikuti oleh Judex Facti
PT DKI Jakarta;
Hal. 17 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
6. Bahwa Judex Facti PT DKI Jakarta pada halaman 4 sampai dengan 5
putusannya menyatakan sependapat dengan Judex Facti PN Jaksel
dalam mengkategorikan tindakan Pemohon Kasasi melalui Tergugat II/
Terbanding II sebagai perbuatan melawan hukum (“PMH”), dengan
menyebutkan:
“Menimbang bahwa majelis Hakim Tingkat Pertama dalam pertimbangan
hukumnya berpendapat telah terbukti para Tergugat/Terbanding
melakukan perbuatan melawan hukum karena Tergugat II untuk
kepentingan Tergugat I telah melakukan penagihan hutang dengan cara
menelpon ke kantor Penggugat secara berulang-ulang menceritakan
perihal adanya hutang Penggugat/Pembanding kepada Karyawan dan
atasan tempat Penggugat/Pembanding bekerja, mengirimkan facsimili
secara berulang-ulang ke Custody unit dengan cc Bapak Afdal (atasan
Penggugat) adalah merupakan perbuatan yang tidak professional dengan
tujuan mempermalukan Penggugat dapat dikategorikan sebagai
perbuatan melawan hukum dan karenanya gugatan Penggugat/
Pembanding dapat dikabulkan sebagian, menurut Pengadilan Tinggi
pendapat tersebut sudah tepat dan benar dan oleh karena mana dapat
disetujui dan dijadikan pertimbangan Pengadilan Tinggi sendiri dalam
memutus perkara ini”;
7. Bahwa selanjutnya Judex Facti PN Jaksel pada halaman 27 sampai
dengan halaman 29 menyatakan sebagai berikut:
“Menimbang bahwa Yurisprudensi maupun Doktrin para ahli hukum
dikenal empat kriteria perbuatan melawan hukum yaitu:
1. Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku;
2. Melanggar hak subyektif orang lain;
3. Melanggar kaidah tata susila;
4. Bertentangan dengan azas kepatutan, ketelitian serta sikap hati-
hati yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan dengan
sesama warga masyarakat atau terhadap harta benda orang lain;
Menimbang, bahwa adanya suatu perbuatan melawan hukum tidak
disyaratkan adanya keempat kriteria itu secara kumulatif, namun bersifat
alternatif artinya dengan dipenuhinya satu kriteria itu, telah terpenuhilah
pula syarat untuk suatu perbuatan melawan hukum;
Hal. 18 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa berdasarkan surat bukti P 10 s/d P 31 telah ternyata
Tergugat I melalui Tergugat II mengirimkan faximile ditujukan Custody
Unit dimana Penggugat bekerja, namun UPnya kepada bpk Afdal (atasan
Penggugat) perihal tagihan kredit tanpa agunan, yang isinya belum
menerima pembayaran atas pemakaian kredit tanpa agunan Bpk. Victoria
Silvia Beltiny (Penggugat). Yang dilakukan sejak tanggal 9 Desember
2009 yang dikirimkan setiap harinya kurang lebih 10 lembar, dimana
dapat dikategorikan melakukan perbuatan yang melanggar hak-hak
subyektif Penggugat antara lain hak integritas pribadi, kehormatan, serta
nama baik Penggugat, oleh karenanya perbuatan tersebut merupakan
perbuatan melawan hukum”;
8. Bahwa pertimbangan Judex Facti dalam butir 6 dan 7 di atas
memperlihatkan kekeliruan nyata dari Judex Facti membedakan unsur
“perbuatan dalam PMH” dengan unsur PMH itu sendiri. Hal-hal yang
diutarakan oleh Judex Facti adalah unsur “perbuatan dalam PMH”, bukan
unsur PMH. Menurut Setiawan, S.H., dalam halaman 176 Varia Peradilan
No. 16 Tahun II, Januari 1987, tentang Empat Kriteria Perbuatan
Melawan Hukum dan Perkembangan dalam Yurisprudensi, menyebutkan:
“perbuatan melawan hukum harus diartikan sebagai berbuat atau tidak
berbuat yang bertentangan dengan:
a. Hak Subyektif orang lain;
b. Kewajiban hukum pelaku;
c. Kaedah kesusilaan;
d. Kepatutan dalam masyarakat.”
9. Bahwa perbuatan-perbuatan berupa perbuatan yang bertentangan
dengan: (i) hak subyektif orang lain; (ii) kewajiban hukum pelaku; (iii)
kaedah kesusilaan; (iv) kepatutan dalam masyarakat, adalah kriteria
perbuatan dalam PMH, yang merupakan perbuatan unsur ke-1 dari 4
unsur PMH berdasarkan ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata;
10.Bahwa mohon Majelis Kasasi di Mahkamah Agung RI mencermati
dengan seksama pertimbangan hukum Judex Facti yang menyatakan
“Tergugat I melalui Tergugat II mengirimkan faximile ditujukan Custody
Unit dimana Penggugat bekerja, namun UPnya kepada bpk Afdal (atasan
Penggugat) perihal tagihan kredit tanpa agunan, yang isinya belum
Hal. 19 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 19
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
menerima pembayaran atas pemakaian kredit tanpa agunan Bpk. Victoria
Silvia Beltiny (Penggugat). Yang dilakukan sejak tanggal 9 Desember
2009 yang dikirimkan setiap harinya kurang lebih 10 lembar, dimana
dapat dikategorikan melakukan perbuatan yang melanggar hak-hak
subyektif Penggugat antara lain hak integritas pribadi, kehormatan, serta
nama baik Penggugat,.......”, adalah semata-mata pertimbangan Judex
Facti mengenai unsur ke-1 dari 4 (empat) unsur PMH sebagaimana
ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata. Judex Facti tidak pernah
mempertimbangkan secara menyeluruh unsur-unsur PMH dalam perkara
ini;
11.Bahwa dengan hanya mempertimbangkan unsur ke-1 dari 4 (empat)
unsur PMH sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1365 KUH Perdata
tersebut, tidak secara serta merta “perbuatan” tersebut dapat dikatakan
sebagai perbuatan “melawan hukum”, oleh karena masih ada 3 (tiga)
unsur lagi yang harus dipenuhi secara kumulatif agar perbuatan yang
bertentangan atau melanggar : (i) hak subyektif orang lain; (ii) kewajiban
hukum pelaku; (iii) kaedah kesusilaan; (iv) kepatutan dalam masyarakat
tersebut dapat dikategorisasikan sebagai PMH sebagaimana yang
ditentukan Pasal 1365 KUH Perdata, yurisprudensi dan pendapat dari
para ahli di atas;
12.Bahwa tegasnya, Judex Facti telah lalai untuk mempertimbangkan secara
lengkap 3 unsur PMH yang lain yaitu adanya kesalahan pelaku, adanya
kerugian yang diderita, adanya hubungan kausal antara perbuatan
melawan hukum dengan kerugian. Tanpa adanya pertimbangan dan
pembuktian tentang 3 unsur di atas, terutama tentang adanya kerugian,
maka secara hukum gugatan ini haruslah ditolak atau dinyatakan tidak
dapat diterima;
13.Bahwa norma hukum yang menyatakan bahwa gugatan PMH
berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata haruslah dinyatakan tidak dapat
diterima jika tidak disertai pertimbangan dan pembuktian mengenai
kerugian, dapat ditemukan dari yurisprudensi perkara No. 1081 K/Pdt/
2000 jo. No. 624/Pdt/1998/PT. DKI jo. No. 401/Pdt.G/1997/PN Jak.Sel.
Antara Charles Hugeunin V PT. Indofood Sukses Makmur yang
menyebutkan:
Hal. 20 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 20
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
“bukan perbuatan melawan hukum kalau tidak menimbulkan kerugian,
jadi unsur kerugian ini mutlak harus ada dalam perbuatan melawan
hukum;
Bahwa oleh karena itu dalam memeriksa dan mengadili gugatan
Penggugat ini harus dibuktikan:
1. adanya perbuatan melawan hukum sendiri;
2. adanya kerugian;
14.Bahwa oleh karena Judex Facti PT DKI Jakarta jo. Judex Facti PN Jaksel
telah secara fatal keliru dan tidak lengkap mempertimbangkan dan
membuktikan semua unsur PMH berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata,
maka dengan sangat jelas dan nyata terlihat bahwa Judex Facti telah
melakukan kesalahan dalam menerapkan atau melanggar hukum yang
berlaku;
Judex Facti tidak pernah sekalipun mempertimbangkan kesalahan
Pemohon Kasasi dalam putusan a quo
15.Bahwa kesalahan merupakan unsur yang harus dipenuhi dalam
mempertimbangkan ada atau tidaknya suatu perbuatan melawan hukum.
Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Dr. Munir Fuady, SH.,MH.,
LL.M, pada halaman 5 dan 6 dalam bukunya yang berjudul Perbuatan
Melawan Hukum (Pendekatan Kontemporer), Penerbit PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung 2010, yaitu :
“agar dapat dikenakan Pasal 1365 KUH Perdata tentang perbuatan
melawan hukum, undang-undang dan yurisprudensi mensyaratkan agar
pada pelaku harus mengandung unsur kesalahan dalam melaksanakan
perbuatan tersebut. Karena itu, tanggung jawab tanpa kesalahan tidak
termasuk tanggung jawab berdasarkan kepada Pasal 1365 KUH
perdata.”
16.Bahwa Judex Facti PT DKI Jakarta dan Judex Facti PN Jaksel, dalam
keseluruhan pertimbangan hukum putusannya, tidak pernah menyatakan
Pemohon Kasasi telah melakukan kesalahan, padahal menurut Pasal
1365 KUHPerdata unsur kesalahan sangat dipersyaratkan untuk
menyatakan suatu perbuatan telah melawan hukum atau tidak;
17.Bahwa oleh karena unsur kesalahan Pemohon Kasasi tidak pernah
dipertimbangkan oleh Judex Facti dalam putusannya, dan Judex Facti
Hal. 21 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 21
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
juga tidak pernah menyatakan Pemohon Kasasi telah memenuhi unsur
kesalahan sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 1365 KUH Perdata,
maka sangat jelas dan terang terlihat bahwa Judex Facti telah melakukan
kesalahan dalam menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;
Termohon Kasasi, Judex Facti PT Dki Jakarta Jo. Judex Facti PN Jaksel tidak
pernah merinci kerugian dalam perkara a quo;
18.Bahwa kerugian merupakan unsur yang harus dipenuhi dalam
mempertimbangkan ada atau tidaknya suatu perbuatan melawan hukum.
Hal ini sejalan dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 842 K/
Pdt/1986, tanggal 23 Desember 1987 Jo. No. 1954 K/Pdt/1987, tanggal
31 Agustus 1992, yang menyebutkan:
“Kerugian adalah unsur perbuatan melawan hukum apabila kerugian
tidak ada, maka tidak ada perbuatan melawan hukum”;
19.Bahwa Termohon Kasasi, Judex Facti PT DKI Jakarta maupun Judex
Facti PN Jaksel, dalam keseluruhan pertimbangan hukum putusannya,
tidak pernah menguraikan, merinci dan membuktikan adanya kerugian
pada Termohon Kasasi. Judex Facti PN Jaksel, pada halaman 29
Putusannya, hanya menyebutkan:
“Menimbang, bahwa oleh karena terbukti Tergugat I dan Tergugat II telah
melakukan perbuatan melawan hukum berhubungan dengan hak
kehormatan dan nama baik Penggugat, maka Tergugat I dan Tergugat II
berkewajiban untuk membayar ganti kerugian immateriil, yang dalam hal
ini Majelis Hakim dalam menentukan besarnya kerugian dengan
mempertimbangkan kedudukan/status sosial Penggugat dan para
Tergugat serta besarnya hutang piutang antara Penggugat dan Tergugat
I maka berdasarkan nilai kepatutan dan rasa keadilan ditentukan ganti
ruginya sebesar Rp10.000.000,- (sepuluh juta rupiah)”;
20.Bahwa kemudian Judex Facti PT DKI Jakarta, pada halaman 5
Putusannya menyatakan:
“Menimbang, bahwa akan tetapi tentang besarnya ganti kerugian
immateriil sebesar Rp10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) Pengadilan
Tinggi tidak sependapat dengan Majelis Hakim Tingkat Pertama, karena
ganti rugi tersebut terlalu kecil dibandingkan dengan kerugian moril
Penggugat/Pembanding akibat perbuatan para Tergugat/Terbanding
Hal. 22 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 22
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
yang telah mempermalukan Penggugat/Pembanding sebagai seorang
karyawati yang memiliki status sosial dan berpendidikan sarjana,
merendahkan harkat dan martabat Penggugat/Pembanding di tempat ia
bekerja dengan cara yang digunakan oleh para Tergugat/Terbanding
dalam menagih hutangnya dari Penggugat sebagai debiturnya, selain
tidak mengindahkan ketentuan hukum yang berlaku juga telah
menempuh cara-cara teror dan intimidasi.”
21.Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut, Judex Facti PT DKI Jakarta
memutuskan “Menghukum para Tergugat/Terbanding secara tanggung
renteng membayar ganti rugi kepada Penggugat/Pembanding sebesar
Rp500.000.000,- (lima ratus juta Rupiah)”;
22.Bahwa dari keseluruhan pertimbangan hukum dalam Putusan Judex
Facti PT DKI Jakarta maupun Judex Facti PN Jaksel, Termohon Kasasi
tidak pernah membuktikan dan merinci jumlah nilai kerugian materiil
maupun immateriil yang dialaminya.
Terhadap masalah di atas, Mahkamah Agung RI melalui Putusan No.:
1954 K/Pdt/1987 tanggal 31 Agustus 1992 dalam perkara antara CV.
Raden Motor dan Mimi Gunawan Thamrin, memberikan pertimbangan
sebagai berikut :
“Menurut pertimbangan Hakim Pertama yang dikuatkan oleh Pengadilan
Tinggi maka jumlah kerugian ini tidak dibuktikan, sehingga tuntutan ganti
rugi ditolak;
Menimbang, bahwa karena kerugian yang diakibatkan karena perbuatan
Tergugat yang melawan hukum tidak dibuktikan maka gugatan
Penggugat haruslah ditolak.”
Mohon pertimbangan Majelis Hakim Agung tingkat Kasasi yang
memeriksa, mengadili dan memutus perkara a quo, bahwa Termohon
Kasasi, sampai dengan saat Memori Kasasi ini diajukan, masih bekerja
dan tidak diberhentikan dari tempat Termohon Kasasi bekerja. Sehingga
pertimbangan bahwa integritas, kehormatan dan nama baik Termohon
Kasasi telah dilanggar menjadi tidak relevan untuk dipertimbangkan
dalam memutus perkara a quo oleh karena terlihat dengan sangat jelas
bahwa Termohon Kasasi tidak mengalami kerugian apapun sebagaimana
Hal. 23 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 23
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
yang didalilkan oleh Termohon Kasasi dan sebagaimana yang
dipertimbangkan oleh Judex Facti dalam putusannya;
23.Bahwa Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No.371 K/SIP/1973 tanggal
22 Oktober 1975, dengan tegas menyebutkan :
“Judex Facti telah salah menerapkan hukum karena:
Judex Facti dengan begitu saja menentukan bahwa Tergugat-Tergugat
dalam kasasi/Tergugat-Tergugat asal (karena adanya gugatan ini) telah
menderita kerugian karena namanya menjadi kurang baik dalam dunia
perdagangan tanpa mengadakan pemeriksaan tentang hal ini; Judex
Facti tidak memeriksa apakah Tergugat-Tergugat dalam kasasi/Tergugat-
Tergugat asal benar-benar menderita kerugian materiil, yaitu macetnya
usaha dagang mereka, disamping itu berdasarkan hukum, Tergugat asal
I dan II memang harus bertanggung jawab mengenai apa yang menjadi
pokok dan sengketa ini.”
24.Bahwa oleh karena kerugian tidak pernah dirinci dan dibuktikan dalam
perkara a quo, maka dengan sangat jelas dan nyata terlihat bahwa Judex
Facti telah melakukan kesalahan dalam menerapkan atau melanggar
hukum yang berlaku sehingga Pemohon Kasasi tidak dapat dinyatakan
telah melakukan perbuatan melawan hukum dan harus membatalkan
Putusan Judex Facti PT DKI Jakarta jo. Putusan Judex Facti PN Jaksel
tersebut;
Tidak ada perbuatan melawan hukum dan tidak ada kerugian dalam
perkara a quo, sehingga unsur kausalitas yang ditentukan oleh Pasal
1365 KUHPerdata tidak terpenuhi
25.Bahwa M.A. Moegni Djojodirjo pada halaman 83 bukunya yang berjudul
Perbuatan Melawan Hukum, Jakarta, Pradnya Paramita, 1982, dengan
tegas menyebutkan sebagai berikut :
“hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum yang dilakukan
dengan kerugian yang terjadi juga merupakan syarat dari suatu
perbuatan melawan hukum.
Bahwasanya ajaran kausalitas dalam bidang hukum perdata adalah
penting dalam meneliti adakah hubungan kausal antara perbuatan
melawan hukum dan kerugian yang ditimbulkan, sehingga sipelaku dapat
dipertanggungjawabkan”.
Hal. 24 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 24
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
26.Bahwa oleh karena Judex Facti PT DKI Jakarta jo. Judex Facti PN Jaksel
telah melakukan kesalahan dalam menerapkan atau melanggar hukum
yang berlaku dengan mempersamakan unsur-unsur perbuatan melawan
hukum yang ditentukan Pasal 1365 KUH Perdata dengan kriteria-kriteria
perbuatan yang merupakan perbuatan melawan hukum dan Judex Facti
telah melakukan kesalahan dalam menerapkan atau melanggar hukum
yang berlaku karena tidak dapat membuktikan dan merinci kerugian
dalam perkara a quo sebagaimana yang telah diuraikan oleh Pemohon
Kasasi, maka telah sesuai secara hukum bahwa unsur kausalitas yang
ditentukan oleh Pasal 1365 KUH Perdata tidak terpenuhi dan amatlah
bijaksana dan telah sesuai dengan hukum apabila Majelis Hakim Kasasi
pada Mahkamah Agung RI menyatakan bahwa Pemohon Kasasi tidak
dapat dikatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum dan oleh
karenanya harus membatalkan Putusan Judex Facti PT DKI Jakarta jo.
Putusan Judex Facti PN Jaksel tersebut;
27.Bahwa berdasarkan pada uraian-uraian di atas, maka dengan sangat
jelas dan terang terlihat bahwa Judex Facti PT DKI Jakarta yang
mengambil alih seluruh pertimbangan hukum dalam putusan Judex Facti
PN Jaksel, telah melakukan kesalahan dalam menerapkan atau
melanggar hukum yang berlaku;
II. KEBERATAN KEDUA
Judex Facti telah salah dalam menentukan besaran ganti rugi dalam perkara
a quo
28.Bahwa Pemohon Kasasi dengan tegas menyatakan menolak seluruh
pertimbangan hukum dan Putusan Judex Facti PT DKI Jakarta yang
menghukum Pemohon Kasasi secara tanggung renteng membayar ganti
rugi kepada Termohon Kasasi sebesar Rp500.000.000,- (lima ratus juta
Rupiah);
29.Bahwa menghukum Pemohon Kasasi secara tanggung renteng untuk
membayar ganti rugi kepada Termohon Kasasi sebesar Rp500.000.000,-
(lima ratus juta Rupiah) adalah hal yang sangat tidak berlandaskan asas
keadilan, oleh karena Judex Facti PT DKI Jakarta yang mengambil alih
seluruh pertimbangan hukum dalam putusan Judex Facti PN Jaksel, telah
Hal. 25 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 25
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
melakukan kesalahan dalam menerapkan atau melanggar hukum yang
berlaku, sebagaimana yang diuraikan oleh Pemohon Kasasi di atas;
30.Bahwa sebagai bahan pertimbangan bagi Majelis Hakim Agung Kasasi
pada Mahkamah Agung yang memeriksa, mengadili dan memutus
perkara a quo, Termohon Kasasi adalah debitur dari Pemohon Kasasi
yang mempunyai hutang sebesar Rp34.309.431,00 (tiga puluh empat juta
tiga ratus sembilan ribu empat ratus tiga puluh satu Rupiah) yang harus
dibayar kepada Pemohon Kasasi;
31.Bahwa oleh karena Pemohon Kasasi telah menagih utang yang telah
lama tertunggak, yang merupakan kewajiban Termohon Kasasi kepada
Pemohon Kasasi, Pemohon Kasasi, oleh Judex Facti, telah dinyatakan
melakukan perbuatan melawan hukum dan dihukum secara tanggung
renteng membayar ganti rugi kepada Termohon Kasasi sebesar
Rp500.000.000,- (lima ratus juta Rupiah);
Pertanyaannya adalah: dimana letaknya keadilan, jika Pemohon Kasasi
yang menagih hutang Termohon Kasasi sebesar Rp34.309.431,00 (tiga
puluh empat juta tiga ratus sembilan ribu empat ratus tiga puluh satu
Rupiah) dinyatakan bersalah karena telah melakukan perbuatan melawan
hukum lalu dihukum secara tanggung renteng membayar ganti rugi
kepada Termohon Kasasi sebesar Rp500.000.000,- (lima ratus juta
Rupiah)?
32.Bahwa Pemohon Kasasi memohon kepada Majelis Hakim Agung Kasasi
agar dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara a quo, tetap
mempertimbangkan kedudukan dan kesalahan Termohon Kasasi,
dimana pertimbangan mengenai kedudukan kemasyarakatan dan
kesalahan masing-masing pihak telah diterapkan dalam Yurisprudensi
No.196K/SIP/1974 tanggal 7 Oktober 1976 yang dalam pertimbangannya
tidak semata-mata memutus atas dasar kesalahan Tergugat asal, akan
tetapi juga mempertimbangkan kelalaian dari Penggugat asal yang
menjadi dasar perbuatan dari Tergugat asal;
33.Bahwa untuk menghindari penggunaan putusan ini sebagai preseden
buruk bagi para debitur yang menghindar dari kewajiban membayar
hutang kepada kreditur, Pemohon Kasasi mohon kepada Majelis Hakim
Agung Kasasi yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara a quo,
Hal. 26 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 26
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
untuk membatalkan Putusan Judex Facti PT DKI Jakarta jo. Putusan
Judex Facti PN Jaksel tersebut dan menyatakan menolak Gugatan
Termohon Kasasi/Pembanding/Penggugat tersebut;
PERTIMBANGAN HUKUM
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung
berpendapat:
Bahwa alasan-alasan kasasi tersebut tidak dapat dibenarkan, karena
Pengadilan Tinggi Jakarta yang menguatkan dan memperbaiki putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak salah dalam menerapkan hukum
kecuali mengenai besaran ganti rugi yang harus dibayar oleh Tergugat I kepada
Penggugat;
Bahwa oleh karena itu Mahkamah Agung berpendapat bahwa amar
putusan Judex Facti/Pengadilan Tinggi Jakarta yang menguatkan dan
memperbaiki putusan Pengadilan Negeri harus diperbaiki sepanjang mengenai
besarnya ganti rugi dengan pertimbangan sebagai berikut :
• Bahwa tindakan Tergugat I dalam melakukan penagihan kredit adalah
tindakan tidak profesional karena mengutamakan penggunaan
pendekatan intimidasi dan premanisme daripada pendekatan lain yang
mendudukkan nasabah sebagai partner bank, dan oleh karena itu adalah
layak dan adil apabila Tergugat dijatuhi hukuman untuk membayar ganti
rugi kepada Penggugat yang lebih berat;
Bahwa alasan-alasan kasasi lainnya adalah mengenai penilaian hasil
pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, hal tersebut
tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi, karena
pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya berkenaan dengan adanya kesalahan
penerapan hukum, adanya pelanggaran hukum yang berlaku, adanya kelalaian
dalam memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-
undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang
bersangkutan, atau bila pengadilan tidak berwenang atau melampaui batas
wewenangnya, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 30 Undang-Undang
No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, yang telah diubah dengan
Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-
Undang No. 3 Tahun 2009;
Hal. 27 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 27
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, maka
permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: STANDARD
CHARTERED BANK, tersebut harus ditolak dengan perbaikan amar putusan
Pengadilan Tinggi Jakarta No. 529/PDT/2011/PT.DKI tanggal 3 Januari 2013
yang menguatkan dan memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan No. 151/PDT.G/2010/PN.Jak.Sel tanggal 15 Juli 2010, sehingga
amarnya seperti yang akan disebutkan di bawah ini:
Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon
Kasasi ditolak meskipun dengan perbaikan amar putusan, maka Pemohon
Kasasi dihukum untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini;
Memperhatikan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2009 serta peraturan perundangan lain yang bersangkutan;
MENGADILI:
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: STANDARD
CHARTERED BANK tersebut;
Memperbaiki amar Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 529/
PDT/2011/PT.DKI tanggal 3 Januari 2012 yang menguatkan dan memperbaiki
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 151/PDT.G/2010/PN.Jkt.Sel
tanggal 15 Juli 2010 sehingga amar selengkapnya sebagai berikut:
Dalam Eksepsi:
• Menolak eksepsi Tergugat seluruhnya;
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan para Tergugat telah melakukan perbuatan
melawan hukum;
3. Menghukum para Tergugat secara tanggung renteng
membayar ganti rugi kepada Penggugat sebesar
Rp1.000.000.000,- (satu milyar rupiah);
4. Menghukum turut Tergugat untuk tunduk dan patuh pada
putusan ini;
5. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya;
Hal. 28 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 28
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menghukum Pemohon Kasasi/Tergugat I untuk membayar biaya perkara
dalam tingkat kasasi ini sejumlah Rp500.000,00 (lima ratus ribu Rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah
Agung pada hari Kamis tanggal 3 Oktober 2013 oleh Dr. H. Abdurrahman,
SH.,MH., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai
Ketua Majelis, Syamsul Ma’arif, SH.,LL.M.,Ph.D., dan Dr. H. Habiburrahman,
M.Hum., Hakim-hakim Agung sebagai anggota, dan diucapkan dalam sidang
terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis dengan dihadiri
Hakim-Hakim Anggota tersebut dan dibantu oleh Ferry Agustina Budi Utami,
SH.,MH., Panitera Pengganti dan tidak dihadiri oleh para pihak.
Anggota-anggota, Ketua Majelis,
Ttd./ Ttd./
Syamsul Ma’arif, SH.,LL.M.,Ph.D. Dr. H. Abdurrahman, SH.,MH.
Ttd./
Ttd./Dr. H. Habiburrahman, M.Hum.
Panitera Pengganti,
Ttd./
Ferry Agustina Budi Utami, SH.,MH.
Biaya-biaya:
1. Meterai ………………Rp 6.000,-2. Redaksi …………….. Rp 5.000,-3. Administrasi kasasi... Rp489.000,-
Jumlah…… = Rp500.000,-
Untuk salinan
MAHKAMAH AGUNG RI an. Panitera
Panitera Muda Perdata,
Dr. PRI PAMBUDI TEGUH, SH.,MH.
Hal. 29 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 29
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
NIP. 19610313 198803 1 003
Hal. 30 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 30