29
PENGGUNAAN ALAT SIPAT DATAR (WATERPASS) PADA PENGUKURAN KOREKSI GARIS BIDIK I. Dasar Teori Untuk menentukan beda tinggi suatu permukaan tanah,digunakan alat yang bernama waterpass.pada praktikum ini, kita dituntut untuk mengenal dan mahir dalam menggunakan alat sipat datar ini. II. Tujuan Umum 1. Mahasiswa dapat mengenal dan menggunakan alat ukur sipat datar. 2. Mahasiswa dapat membaca rambu ukur dengat tepat. III. Tujuan Khusus 1. Mahasiswa dapat menentukan koreksi garis bidik (salah kolimasi) dari alat ukur sipat datar. 2. Mahasiswa dapat menentukan bacaan sebenarnya dari hasil koreksi garis bidik. IV. Peralatan/Perlengkapan 1. Alat ukur sipat datar (waterpass) 1 buah 2. Statip 1 buah 3. Meteran (ukuran 30 meter) 1 buah 4. Penjepit 2 buah

Penggunaan Alat Sipat Datar

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Penggunaan Alat Sipat Datar

Citation preview

PENGGUNAAN ALAT SIPAT DATAR (WATERPASS) PADA PENGUKURAN KOREKSI GARIS BIDIK

I. Dasar TeoriUntuk menentukan beda tinggi suatu permukaan tanah,digunakan alat yang bernama waterpass.pada praktikum ini, kita dituntut untuk mengenal dan mahir dalam menggunakan alat sipat datar ini. II. Tujuan Umum1. Mahasiswa dapat mengenal dan menggunakan alat ukur sipat datar.2. Mahasiswa dapat membaca rambu ukur dengat tepat.

III. Tujuan Khusus1. Mahasiswa dapat menentukan koreksi garis bidik (salah kolimasi) dari alat ukur sipat datar.2. Mahasiswa dapat menentukan bacaan sebenarnya dari hasil koreksi garis bidik.

IV. Peralatan/Perlengkapan1. Alat ukur sipat datar (waterpass)1 buah2. Statip1 buah3. Meteran (ukuran 30 meter)1 buah4. Penjepit2 buah5. Rambu ukur2 buah6. Alat tulis dan formulir pengisian data

V. Petunjuk Umum1. Sebelum memulai pengukuran, tinjau terlebih dahulu keadaan dan situasi di lapangan.

2. Selama pengukuran, alat sifat datar harus tetap di satu titik. Tidak diperkenankan mengubah letaknya. Hal ini dapat menyebabkan ketidakakuratan dalam pengukuran.3. Alat sifat datar harus terlindung dari panas maupun hujan karena akan mengakibatkan kerusakan dan proses pengukuran terganggu.4. Para Mahasiswa dianjurkan memakai pakaian praktek, sepatu dan topi/helm guna keselamatan kerja.

VI. Langkah Kerja1. Menentukan titik-titik yang akan diukur, dalam hal ini terdiri dari 2 titik (P1, P2).2. Memasang statip di tengah-tengah antara rambu belakang (P1) dan rambu muka (P2).a. Mengunci skrup statip dan usahakan dasar atas statip sedatar mungkin.b. Mengatur kaki statip agar seimbang.3. Memasang alat sipat datar pada dasar atas statip dan mengunci skrup pengeras alat.4. Mengatur gelembung nivo dengan ketiga skrup penyetel yang digerakkan secara bergantian. Dalam hal ini alat ukur tidak boleh berpindah tempat.5. BT = BA + BB 2 Mengarahkan teropong ke rambu belakang (P1), kemudian mencatat bacaan benang tengah, benang atas dan benang bawah pada formulir pengisian.6. Mengecek bacaan dengan rumus :

7. Mengarahkan teropong ke rambu muka (P2), kemudian mencatat bacaan benang tengah, benang atas dan benang bawah pada formulir pengisian. 8. Pengukuran dilakukan dua kali (double stand). Antara P1 dan P2 dinamakan slag 1, dimana pada setiap slag dilakukan dua kali pengukuran (posisi 1, posisi 2).9. Pada posisi 2, memindahkan alat ukur beberapa meter dari posisi 1. Kemudian melakukan kembali pengamatan seperti pada posisi 1, mencatat bacaan benang

10. tengah, benang atas dan benang bawah baik untuk P1 maupun P2 pada formulir pengisian.11. Untuk pengukuran lebih dari satu slag, lakukan seperti langkah di atas juga. 12. Menghitung jarak P1, P2 baik untuk posisi 1 maupun posisi 2 dengan menggunakan rumus :

d = ( BA BB ) * 100

13. Menghitung salah kolimasi dari alat tersebut ().14. Menghitung bacaan sebenarnya.

VII. Data Lapangan dan Hasil Perhitungan

Keterangan :BT= Benang Tengah BB= Benang BawahBA = Benang Atasb1 = Benang Tengah belakang pada posisi 1

m1 = Benang Tengah muka pada posisi 1b2 = Benang Tengah belakang pada posisi 2m2 = Benang Tengah muka pada posisi 2db1 = jarak belakang pada posisi 1dm1 = jarak muka pada posisi 1db2 = jarak belakang pada posisi 2dm2=jarak muka pada posisi 2

1. Data Lapangan Hasil Pembacaan Candra MulyanaBACAAN BENANGPOSISI IPOSISI II

A (blkng)(m)B(muka)(m)A(blkng)(m)B(muka)(m)

BA1,5751,4981,5831,487

BT1,4931,4601,4921,458

BB1,4121,4241,4011,433

Pengukuran Jarakdb1= ( BA BB ) 100 dm1 = ( BA BB ) 100 = (1,575 1,412) 100 = (1,498 1,424 ) 100= 16,3 m = 7,4 mdb2 = ( BA BB ) 100dm2 = ( BA BB ) 100= (1,583 1,401 ) 100 = (1,487 1,433 ) 100= 18,2 m =5,4 m

Pengukuran Koreksi Garis Bidik (untuk BT )

C =

=

=

= = 0,256 x 10 -3

= arc tan 0,256 x 10 -3 = 0,014667

Koreksi Garis Bidik untuk BTb1` = b1 ( C db1 )m1` = m1 ( C dm1 )= 1,493 ( 0,256 x 10 -3 16,3 ) = 1,460 ( 0,256 x 10 -3 7,4 ) = 1,489 m = 1,458 m

b2` = b2 ( C db2 )m2` = m2 ( C dm2 )= 1,492 ( 0,256 x 10 -3 18,2 ) = 1,458 ( 0,256 x 10 -3 5,4 ) = 1,488 m = 1,457 m

Koreksi Garis Bidik untuk BAb1` = b1 ( C db1 )m1` = m1 ( C dm1 )= 1,575 ( 0,256 x 10 -3 16,3 )= 1,498 ( 0,256 x 10 -3 7,4 )= 1,571 m = 1,496 m

b2` = b2 ( C db2 )m2` = m2 ( C dm2 )= 1,583 ( 0,256 x 10 -3 18,2 )= 1,487 ( 0,256 x 10 -3 5,4 )= 1,579 m = 1,486 m

Koreksi Garis Bidik untuk BBb1` = b1 ( C db1 )m1` = m1 ( C dm1 )= 1,412 ( 0,256 x 10 -3 16,3 )= 1,424 ( 0,256 x 10 -3 7,4 )= 1,571 m = 1,422 m

b2` = b2 ( C db2 )m2` = m2 ( C dm2 )= 1,401 ( 0,256 x 10 -3 18,2 )= 1,433 ( 0,256 x 10 -3 5,4 )= 1,397 m = 1,432 m

Perbaikan ( Bacaan Sebenarnya )BACAAN BENANGPOSISI IPOSISI II

A (blkng)(m)B(muka)(m)A(blkng)(m)B(muka)(m)

BA1,5711,4961,5791,486

BT1,4891,4581,4881,457

BB1,5711,4221,3971,432

2. Data Lapangan Hasil Pembacaan Egi EriksandiBACAAN BENANGPOSISI IPOSISI II

A (blkng)(m)B(muka)(m)A(blkng)(m)B(muka)(m)

BA1,5811,5401,5731,510

BT1,5191,4851,5001,469

BB1,4581,4311,4231,422

Pengukuran Jarakdb1= ( BA BB ) 100 dm1 = ( BA BB ) 100 = 0,123 100 = 0,109 100= 12,3 m = 10,9 mdb2 = ( BA BB ) 100dm2 = ( BA BB ) 100= 0,15 100 = 0,088 100= 15 m = 8,8 m

Pengukuran Koreksi Garis Bidik (untuk BT )

C =

C = C = - 6,25 10-4

= arc tg C = arc tg - 6,25 10-4 = - 0 2' 8",92

Koreksi Garis Bidik untuk BTb1` = b1 ( C db1 )m1` = m1 ( C dm1 )= 1,519 ( - 6,25 10-4 12,3 ) = 1,485 ( - 6,25 10-4 10,9 )= 1,527 m = 1,492 m

b2` = b2 ( C db2 )m2` = m2 ( C dm2 )= 1,500 (- 6,25 10-4 15 ) = 1,469 (- 6,25 10-4 8,8 )= 1,509 m = 1,474 m

Koreksi Garis Bidik untuk BAb1` = b1 ( C db1 )m1` = m1 ( C dm1 ) = 1,581 ( - 6,25 10-4 12,3 ) = 1,540 ( - 6,25 10-4 10,9 )= 1,589 m = 1,547 mb2` = b2 ( C db2 )m2` = m2 ( C dm2 )= 1,573 ( - 6,25 10-4 15 )= 1,510 ( - 6,25 10-4 8,8 )= 1,582 m = 1,515 m

Koreksi Garis Bidik untuk BBb1` = b1 ( C db1 )m1` = m1 ( C dm1 )= 1,458 ( - 6,25 10-4 12,3 )= 1,431 ( - 6,25 10-4 10,9 )= 1,466 m = 1,438 m

b2` = b2 ( C db2 )m2` = m2 ( C dm2 )= 1,423 ( - 6,25 10-4 15 )= 1,422 ( - 6,25 10-4 8,8 )= 1,432 m = 1,427 m

Perbaikan ( Bacaan Sebenarnya )BACAAN BENANGPOSISI IPOSISI II

A (blkng)(m)B(muka)(m)A(blkng)(m)B(muka)(m)

BA1,5891,5471,5821,515

BT1,5271,4921,5091,474

BB1,4661,4381,4321,427

3. Data Lapangan Hasil Pembacaan Faris Al-RasyidBACAAN BENANGPOSISI IPOSISI II

A (blkng)(m)B(muka)(m)A(blkng)(m)B(muka)(m)

BA1,3401,2771,3681,318

BT1,2671,2341,3001,267

BB1,1931,1911,2321,215

Pengukuran Jarakdb1= ( BA BB ) 100 dm1 = ( BA BB ) 100 = ( 1,340 1,193 ) 100 = ( 1,277 1,191 ) 100= 14,7 m = 8,6 m

db2 = ( BA BB ) 100dm2 = ( BA BB ) 100= (1,368 1,232 ) 100 = ( 1,318 1,215 ) 100= 13,6 m =10,3 m

Pengukuran Koreksi Garis Bidik (untuk BT )

C =

C = C = 0

= arc tg C = arc tg 0 = 0

4. Data Lapangan Hasil Pembacaan Hendra RBACAAN BENANGPOSISI IPOSISI II

A (blkng)(m)B(muka)(m)A(blkng)(m)B(muka)(m)

BA1,3001,4021,2791,337

BT1,2781,3101,2341,268

BB1,2561,2181,1891,198

Pengukuran Jarakdb1= ( BA BB ) 100 dm1 = ( BA BB ) 100 = (1,300 1,256 ) 100 = (1,402 1,218 ) 100= 4,4 m = 18,4 mdb2 = ( BA BB ) 100dm2 = ( BA BB ) 100= (1,279 1,189 ) 100 = ( 1,337 1,198 ) 100= 9 m = 13,9 m

Pengukuran Koreksi Garis Bidik (untuk BT )

C =

C = C =(- 2,2 10-4 )

= arc tg C = arc tg (- 2,2 10-4 ) m = -0 0' 45",38

Koreksi Garis Bidik untuk BTb1` = b1 ( C db1 )m1` = m1 ( C dm1 )= 1,278 ( (- 2,2 10-4 ) 4,4 )= 1,310 ( (- 2,2 10-4 ) 18,4 )= 1,279 m = 1,314 m

b2` = b2 ( C db2 )m2` = m2 ( C dm2 )= 1,234 ( (- 2,2 10-4 ) 9 )= 1,268 ( (- 2,2 10-4 ) 13,9 )= 1,235 m = 1,271 m

Koreksi Garis Bidik untuk BAb1` = b1 ( C db1 )m1` = m1 ( C dm1 )= 1,300 ( (- 2,2 10-4 ) 4,4 )= 1,402 ( (- 2,2 10-4 ) 18,4 )= 1,301 m = 1,406 mb2` = b2 ( C db2 )m2` = m2 ( C dm2 )= 1,279 ( (- 2,2 10-4 ) 9 )= 1,337 ( (- 2,2 10-4 ) 13,9 )= 1,280 m = 1,340 m

Koreksi Garis Bidik untuk BBb1` = b1 ( C db1 )m1` = m1 ( C dm1 )= 1,256 ( (- 2,2 10-4 ) 4,4 )= 1,218 ( (- 2,2 10-4 ) 18,4 )= 1,257 m = 1,222 m

b2` = b2 ( C db2 )m2` = m2 ( C dm2 )= 1,189 ( (- 2,2 10-4 ) 9 )= 1,198 ( (- 2,2 10-4 ) 13,9 )= 1,190 m = 1,201 m

Perbaikan ( Bacaan Sebenarnya )

BACAAN BENANGPOSISI IPOSISI II

A (blkng)(m)B(muka)(m)A(blkng)(m)B(muka)(m)

BA1,3011,4061,2801,340

BT1,2791,3141,2351,271

BB1,2571,2221,1901,201

5. Data Lapangan Hasil Pembacaan HendrianBACAAN BENANGPOSISI IPOSISI II

A (blkng)(m)B(muka)(m)A(blkng)(m)B(muka)(m)

BA1,5681,5141,5591,521

BT1,4991,4651,4991,465

BB1,4301,4161,4391,409

Pengukuran Jarakdb1= ( BA BB ) 100 dm1 = ( BA BB ) 100 = 13,8 m =9,8 m

db2 = ( BA BB ) 100dm2 = ( BA BB ) 100= 12 m = 11,2 m Pengukuran Koreksi Garis Bidik (untuk BT )

C =

C = C = 0

= arc tg C = arc tg 0 = 0

6. Data Lapangan Hasil Pembacaan Ratih Yuliani GBACAAN BENANGPOSISI IPOSISI II

A (blkng)(m)B(muka)(m0A(blkng)(m)B(muka)(m)

BA1,2511,2211,2941,314

BT1,1971,1681,2651,230

BB1,1431,1111,2341,142

Pengukuran Jarakdb1= ( BA BB ) 100 dm1 = ( BA BB ) 100 = (1,251 1,143 ) 100 = ( 1,221 1,111 ) 100= 10,8 m = 11 mdb2 = ( BA BB ) 100dm2 = ( BA BB ) 100= ( 1,294 1,234) 100 = (1,314 1,142 ) 100= 6 m = 17,2 m

Pengukuran Koreksi Garis Bidik (untuk BT )

C =

C = C =( - 5,45 10-4 )

= arc tg C = arc tg ( - 5,45 10-4 ) = - 0 1' 51",6

Koreksi Garis Bidik untuk BTb1` = b1 ( C db1 )m1` = m1 ( C dm1 )= 1,197 ( ( - 5,45 10-4 ) 10,8 )= 1,168 ( ( - 5,45 10-4 ) 11 )= 1,191 m = 1.173 m

b2` = b2 ( C db2 )m2` = m2 ( C dm2 )= 1,265 ( ( - 5,45 10-4 ) 6 )= 1,230 ( ( - 5,45 10-4 ) 17,2 )= 1,268 m = 1,239 m

Koreksi Garis Bidik untuk BAb1` = b1 ( C db1 )m1` = m1 ( C dm1 )= 1,251 ( ( - 5,45 10-4 ) 10,8 ) = 1,221 ( ( - 5,45 10-4 ) 11 )= 1,256 m = 1,226 m

b2` = b2 ( C db2 )m2` = m2 ( C dm2 )= 1,294 ( ( - 5,45 10-4 ) 6 ) = 1,314 ( ( - 5,45 10-4 ) 17,2 )= 1,297 m = 1,323 m

Koreksi Garis Bidik untuk BBb1` = b1 ( C db1 )m1` = m1 ( C dm1 )= 1,143 ( ( - 5,45 10-4 ) 10,8 ) = 1,111 ( ( - 5,45 10-4 ) 11 )= 1,148 m = 1,116 m

b2` = b2 ( C db2 )m2` = m2 ( C dm2 )= 1,234 ( ( - 5,45 10-4 ) 6 ) = 1,142 ( ( - 5,45 10-4 ) 17,2 )= 1,237 m = 1,151 m

Perbaikan ( Bacaan Sebenarnya )

BACAAN BENANGPOSISI IPOSISI II

A (blkng)(m)B(muka)(m)A(blkng)(m)B(muka)(m)

BA1,2561,2261,2971,323

BT1,1911,1731,2681,239

BB1,1481,1161,2371,151

7. Data Lapangan Hasil Pembacaan Riska Istiani DewiBACAAN BENANGPOSISI IPOSISI II

A (blkng)(m)B(muka)(m)A(blkng)(m)B(muka)(m)

BA1,3351,2851,3151,255

BT1,2751,2351,2451,215

BB1,2151,1751,1751,170

Pengukuran Jarakdb1= ( BA BB ) 100 dm1 = ( BA BB ) 100 = ( 1,335 1,215 ) 100 = ( 1,285 1,175 ) 100= 12 m = 11 m

db2 = ( BA BB ) 100dm2 = ( BA BB ) 100= ( 1,315 1,175 ) 100 = ( 1,255 1,170 ) 100= 14 m = 8,5 m

Pengukuran Koreksi Garis Bidik (untuk BT )

C =

C = C =( - 2,22 10-3 )

= arc tg C = arc tg ( - 2,22 10-3 ) = - 0 7' 38",37

Koreksi Garis Bidik untuk BTb1` = b1 ( C db1 )m1` = m1 ( C dm1 )= 1,275 ( ( - 2,22 10-3 ) 12 ) = 1,235 ( ( - 2,22 10-3 ) 11 )= 1,301 m = 1,259 m

b2` = b2 ( C db2 )m2` = m2 ( C dm2 ) = 1,245 ( ( - 2,22 10-3 ) 14 ) = 1,215 ( ( - 2,22 10-3 ) 8,5 )= 1,276 m = 1,216 m

Koreksi Garis Bidik untuk BAb1` = b1 ( C db1 )m1` = m1 ( C dm1 )= 1,335 ( ( - 2,22 10-3 ) 12 ) = 1,285 ( ( - 2,22 10-3 ) 11 ) = 1,362 m = 1,309 m

b2` = b2 ( C db2 )m2` = m2 ( C dm2 )= 1,315 ( ( - 2,22 10-3 ) 14 ) = 1,255 ( ( - 2,22 10-3 ) 8,5 ) = 1,346 m = 1,274 m

Koreksi Garis Bidik untuk BBb1` = b1 ( C db1 )m1` = m1 ( C dm1 )= 1,215 ( ( - 2,22 10-3 ) 12 ) = 1,175 ( ( - 2,22 10-3 ) 11 ) = 1,242 m = 1,199 m

b2` = b2 ( C db2 )m2` = m2 ( C dm2 ) = 1,175 ( ( - 2,22 10-3 ) 14 ) = 1,170 ( ( - 2,22 10-3 ) 8,5 ) = 1,206 m = 1,188 m

Perbaikan ( Bacaan Sebenarnya )

BACAAN BENANGPOSISI IPOSISI II

A (blkng)(m)B(muka)(m)A(blkng)(m)B(muka)(m)

BA1,3621,3091,3461,274

BT1,3011,2591,2761,216

BB1,2421,1991,2061,188

KesimpulanDalam pengukuran koreksi garis bidik banyak bacaan bacaan benang yang kurang tepat, ini disebabkan garis nivo yang tidak sejajar dengan garis bidik, pengguanan waterpass yang kurang tepat, benang silang mendatar diafragma yang seharusnya tegak lurus dengan sumbu tegak teropong, dll.

BAB VIPENGUKURAN PROFIL

6.1Pengukuran Profil Memanjang

I. Dasar TeoriProfil Memanjang diperlukan untuk membuat trase jalan kereta api, jalan raya, saluran air, pipa air minum, riool, dll. Dengan jarak dan beda tinggi titik-titik diatas permukaan bumi didapatlah irisan tegak lapangan yang dinamakan profil memanajng pada sumbu proyek. Dilapangan dipasang pancang-pancang dari kayu yang menyatakan sumbu proyek, dan pancang-pancang itu digunakan pada pengukuran menyipat datar yang memanjang untuk mendapatkan profil memanajng.

II. Tujuan Umum1. Mahasiswa dapat mengenal dan menggunakan alat ukur sipat datar.2. Mahasiswa dapat membaca rambu ukur dengat tepat.

III. Tujuan Khusus1. Mahasiswa dapat menentukan ketinggian titik-titik di permukaan bumi terhadap suatu ketinggian referensi tertentu (misal permukaan laut) dengan mengukur beda tinggi antara titik-titik tersebut.2. Mahasiswa dapat menentukan beda tinggi antara satu titik dengan titik lainnya, sehingga dengan diperolehnya beda tinggi antara titik-titik tersebut akan didapat ketinggian (elevasi) suatu titik terhadap muka laut rata-rata. 3. Mahasiswa dapat menggambarkan sket keadaan daerah yang diukur.

IV. Peralatan1. Alat ukur sipat datar (waterpass)1 buah2. Statip1 buah

3. Meteran (ukuran 30 meter)1 buah4. Penjepit2 buah5. Rambu ukur2 buah6. Alat tulis dan formulir pengisian data

V. Petunjuk Umum1. Sebelum memulai pengukuran, tinjau terlebih dahulu keadaan dan situasi di lapangan.2. Selama pengukuran, alat sipat datar harus tetap di satu titik. Tidak diperkenankan mengubah letaknya. Hal ini dapat menyebabkan ketidakakuratan dalam pengukuran.3. Alat sipat datar harus terlindung dari panas maupun hujan karena akan mengakibatkan kerusakan dan proses pengukuran terganggu.4. Para Mahasiswa dianjurkan memakai pakaian praktek, sepatu dan topi/helm guna keselamatan kerja.

VI. Langkah Kerja1. Menentukan titik-titik yang akan diukur, dalam hal ini terdiri dari 5 titik (P1, P2, P3, P4, P5).2. Memasang statip di tengah-tengah antara rambu belakang (P1) dan rambu muka (P2).a. Mengunci skrup statip dan usahakan dasar atas statip sedatar mungkin.b. Mengatur kaki statip agar seimbang.3. Memasang alat sipat datar pada dasar atas statip dan mengunci skrup pengeras alat.4. Mengatur gelembung nivo dengan ketiga skrup penyetel yang digerakkan secara bergantian. Dalam hal ini alat ukur tidak boleh berpindah tempat.5. Mengarahkan teropong ke rambu belakang (P1), kemudian mencatat bacaan benang tengah, benang atas dan benang bawah pada formulir pengisian.

6. BT = BA + BB 2 Mengecek bacaan dengan rumus :

7. Mengarahkan teropong ke rambu muka (P2), kemudian mencatat bacaan benang tengah, benang atas dan benang bawah pada formulir pengisian. 8. Pengukuran dilakukan dua kali (double stand). Antara P1 dan P2 dinamakan slag 1, dimana pada setiap slag dilakukan dua kali 9. pengukuran ( posisi 1, posisi 2 . Demikian juga antara P2 dan P3, kita beri nama slag 2, dan seterusnya.10. Pada posisi 2, memindahkan alat ukur beberapa meter dari posisi 1. Kemudian melakukan kembali pengamatan seperti pada posisi 1, mencatat bacaan benang tengahnya saja baik untuk P1 maupun P2 pada formulir pengisian.11. Untuk pengukuran pada titik-titik lainnya lakukan seperti langkah di atas. 12. Menghitung jarak antara titik ke titik (P1, P2, P3, P4, P5) dengan menggunakan meteran.13. Menghitung beda tinggi antara P1 dan P2 dengan rumus: H : Beda tinggi H = BTb BTm BTb : Benang tengah belakang (P1) BTm : Benang tengah muka (P2).

6.2Pengukuran Profil Melintang

I. Dasar TeoriBanyaknya tanah yang digali sedapat mungkin dibuat sama dengan banyaknya tanah yang diperlukan untuk menimbuni. Untuk menghitung banyaknya tanah, baik untuk digali maupun untuk menimbuni, profil memanjang belum cukup. Maka diperlukan lagi profil melintang yang harus dibuat tegak lurus pada sumbu proyek dan pada tempat-tempat penting.

II. Tujuan Umum1. Mahasiswa dapat mengenal dan menggunakan alat ukur sipat datar.2. Mahasiswa dapat membaca rambu ukur dengat tepat.

III. Tujuan Khusus1. Mahasiswa dapat menentukan tinggi garis bidik tiap titik di permukaan bumi terhadap suatu ketinggian referensi tertentu (misal permukaan laut).2. Mahasiswa dapat menentukan tinggi titik untuk tiap titik ekstrim. 3. Mahasiswa dapat menggambarkan sket keadaan daerah yang diukur.

IV. Peralatan1. Alat ukur sipat datar (waterpass) 1 buah2. Statip1 buah3. Meteran (ukuran 30 meter)1 buah4. Penjepit 2 buah5. Rambu ukur2 buah6. Alat tulis dan formulir pengisian data

V. Petunjuk Umum1. Sebelum memulai pengukuran, tinjau terlebih dahulu keadaan dan situasi di lapangan.

1. Selama pengukuran, alat sipat datar harus tetap di satu titik. Tidak diperkenankan mengubah letaknya. Hal ini dapat menyebabkan ketidakakuratan dalam pengukuran.2. Alat sipat datar harus terlindung dari panas maupun hujan karena akan mengakibatkan kerusakan dan proses pengukuran terganggu.3. Para Mahasiswa dianjurkan memakai pakaian praktek, sepatu dan topi/helm guna keselamatan kerja.

VI. Langkah Kerja1. Menentukan titik-titik yang akan diukur, dalam hal ini terdiri dari 5 titik (P1, P2, P3, P4, P5).2. Memasang statip di tengah-tengah antara rambu belakang (P1) dan rambu muka (P2).a. Mengunci skrup statip dan usahakan dasar atas statip sedatar mungkin.b. Mengatur kaki statip agar seimbang.3. Memasang alat sipat datar pada dasar atas statip dan mengunci skrup pengeras alat.4. Mengatur gelembung nivo dengan ketiga skrup penyetel yang digerakkan secara bergantian. Dalam hal ini alat ukur tidak boleh berpindah tempat.5. Membuat sket profil melintang jalan dan saluran untuk titik P1 pada formulir pengisian. Dalam hal ini ditinjau berdasarkan arah pandangan dari P1 menuju P5.6. Setelah diperoleh arah melintangnya, letakkan rambu ukur pada titik-titik ekstrimnya dan pada titik itu sendiri lalu ukur jarak tiap titik ekstrim ke titik ekstrim lainnya termasuk titik P1 dengan menggunakan meteran.7. Mengarahkan teropong ke rambu ukur di setiap titik ekstrim dan di titik P1 juga lalu baca dan catat bacaan benang tengahnya saja pada formulir pengisian.8. Untuk pengukuran titik-titik ekstrim pada arah melintang P2, P3, P4, P5 dilakukan sama seperti pengukuran di atas.

DAFTAR PUSTAKA

Wongsotjitro, Soetomo. 1980. Ilmu Ukur Tanah. Kanisius:YogyakartaCatatan Kuliah.