Upload
apni-julianus-petera
View
179
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
penelitian PMR
Citation preview
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Realistik Materi Penjumlahan dan Perkalian Bentuk Aljabar di kelas VIII SMP Negeri 37 OKU
I. PENDAHULUANKondisi yang mewarnai pembelajaran matematika saat ini adalah seputar
rendahnya kualitas (baca:mutu) pendidikan matematika, (Marpaung, 2001; Sembiring,
2001; Hadi, 2002; Fauzan, 2002). Laporan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)
tiga tahun ini menunjukkan bahwa mutu pendidikan matematika yang ditandai dengan
nilai rata-rata ujian nasional pada tingkat nasional masih yang terendah dibandingkan
dengan mata pelajaran yang lain (Depdiknas, 2008).
Menurut Djaali (2007), Sukmadinata (2006) mengemukakan bahwa mutu
pendidikan dicerminkan oleh kompetensi lulusan yang dipengaruhi oleh kualitas proses
dan isi pendidikan, mutu dipandang hasil tetapi dapat pula dilihat dari proses
pembelajaran di kelas, mutu lulusan yang rendah dapat menimbulkan berbagai
masalah, seperti tidak dapat melanjutkan studi, tidak dapat menyelesaikan studinya
pada jenjang lebih tinggi.
Jika ditinjau dari proses belajar mengajar, terdapat beberapa hal yang sangat
mendasar dan perlu mendapat perhatian khusus, hal tersebut didasarkan pada hasil
diskusi dari beberapa rekan guru dalam forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran
(MGMP) mengungkapkan bahwa: (1) sangat sulit menerapkan model ataupun
pendekatan pada RPP yang mereka buat, sehingga RPP yang dibuat belum
mencerminkan model atau pendekatan yang mereka pilih, (2) RPP yang dibuat tidak
dilengkapi LKS, buku siswa yang sesuai, karena mereka belum mengetahui benar
bagaimana model atau pendekatan yang mereka pilih, (3) khususnya dalam penyajian
materi masih terdapat beberapa masalah dalam pembelajaran
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 yang menjadi acuan
sekarang ini antara lain menyatakan bahwa dalam kegiatan pembelajaran guru
hendaknya menerapkan berbagai pendekatan, strategi, metode dan teknik
pembelajaran yang mendidik secara kreatif, penataan materi pembelajaran secara
benar sesuai dengan pendekatan yang dipilih dan karaktristik siswa. Pengajaran ini
dimulai dari hal-hal konkret dilanjutkan ke hal yang abstrak. Pengajaran di SMP,
terutama diarahkan agar siswa memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis,
kritis dan kreatif serta memiliki sikap menghargai matematika dan kegunaannya dalam
kehidupan, harapan tersebut tidak sejalan dengan situasi dan kondisi pembelajaran
matematika di kelas selama ini dalam belajar adalah pembelajaran secara konvensional
dimana siswa hanya menerima saja apa yang disampaikan oleh guru, urutan penyajian
bahan dimulai dari abstrak ke konkret, yang bertentangan dengan perkembangan
kognitif siswa dan kurang memanfaatkan lingkungan siswa sebagai sumber belajar
(Soedjadi, 2001a).
Pembelajaran matematika realistik adalah pendekatan pendidikan matematika
yang telah dikembangkan dan diterapkan di Belanda sejak tahun 1971. Pendekatan ini
mengacu pada pendapat Freudental (dalam Gravemeijer, 1994:82), yang menyatakan
bahwa pendidikan matematika harus dikaitkan dengan realita dan kegiatan manusia.
Pendekatan itu dikenal dengan nama Realistic Mathematics Education (RME).
Dalam bahasa Indonesia, secara operasional RME itu semakna dengan
Pembelajaran Matematika Realistik. Oleh karena itu setelah melalui berbagai
penyesuaian, RME itu dicoba dikembangkan dan diterapkan di Indonesia dengan nama
Pembelajaran Matematika Realistik (PMR).
Soedjadi (2001a:2-3), mengemukakan bahwa PMR pada dasarnya adalah
pemanfaatan realita dan lingkungan yang telah dipahami siswa untuk memperlancar
proses pembelajaran matematika, dengan harapan agar tujuan pembelajaran
matematika dapat dicapai lebih baik dari pada masa yang lalu. Yang dimaksud realita
adalah hal-hal nyata atau konkret, yang dapat diamati atau dipahami siswa melalui
membayangkan. Sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan adalah lingkungan
tempat siswa berada, baik lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat yang
dapat dipahami siswa. Dengan kata lain yang dimaksud dengan lingkungan adalah
kehidupan sehari-hari yang dialami atau dapat dipahami siswa.
Jelaslah bahwa dalam PMR pembelajaran tidak dimulai dari definisi, teorema
atau sifat-sifat kemudian dilanjutkan dengan contoh-contoh, seperti yang selama ini
dilaksanakan di berbagai sekolah. Namun sifat-sifat, definisi dan teorema itu diharapkan
seolah-olah ditemukan kembali oleh siswa melalui penyelesaian masalah kontekstual
yang diberikan guru di awal pembelajaran. Dengan demikian dalam PMR siswa
didorong atau ditantang untuk aktif bekerja, bahkan diharapkan dapat mengkonstruksi
atau membangun sendiri pengetahuan yang diperolehnya.
Gravemeijer (1994: 90-91), mengemukakan bahwa ada tiga prinsip kunci
(utama) dalam Pembelajaran Matematika Realistik, yaitu: guided reinvention/
progressive mathematizing (penemuan kembali), didactical phenomenology (fenomena
mendidik) dan self-developed models (mengembangkan model sendiri).
Soedjadi (2001a:3-4), menjelaskan bahwa dalam penerapan PMR yang
beroriantasi pada pemecahan masalah kontekstual semenjak awal pembelajaran, perlu
dipikirkan masalah-masalah sederhana yang memungkinkan siswa dapat melakukan
kegiatan yang mengarah kepada pembentukan konsep antara (misalnya konsep antara
ke-1). Setelah konsep antara ke-1 diperoleh, mungkin diperlukan konsep antara ke-2,
yang dibangun sejalan dengan konsep antara ke-1. Pencapaian konsep-konsep antara
ke-1, ke-2 dan seterusnya. memungkinkan dilakukan dengan berbagai cara berbeda
oleh siswa melalui kegiatan informal matematika. Baru kemudian kegiatan diarahkan
agar siswa dapat membangun sendiri konsep utama yang menjadi tujuan pembelajaran
utama.
Terkait dengan prinsip dan karakteristik PMR, Fauzi (2002), mengemukakan
adanya lima langkah kegiatan inti dalam pembelajaran matematika realistik, yaitu: (1)
Memahami masalah kontekstual, (2) Menjelaskan masalah kontekstual, (3)
Menyelesaikan masalah kontekstual, (4) Membandingkan jawaban dan (5) Menarik
kesimpulan. Menjelaskan masalah kontekstual seperti dikemukakan Fauzi (2002), itu
masih termasuk kedalam langkah memahami masalah kontekstual. Oleh karena itu
dengan mengacu pada pendapat Gravemeijer (1994:93-94), Soedjadi (2001a:3-4),
Fauzi (2002) dan memperhatikan pengertian, prinsip utama serta karakteristik PMR,
sebagaimana dikemukakan di atas, maka langkah-langkah kegiatan pembelajaran inti
PMR yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas empat langkah, yaitu: memahami
masalah kontekstual, mendeskripsikan dan menyelesaikan masalah kontekstual,
membandingkan dan mendiskusikan jawaban dan menarik kesimpulan.
II. PRAKTEK PEMBELAJARAN PMRI DI SMP NEGERI 37 OKU
Observasi ini saya laksanakan sebagai tugas mata kuliah Pendidikan
matematika Realistik yang di ajarkan oleh Prof. Dr. Zulkardi M.I.Komp.M.Sc. Kami
diminta untuk membuat lesson (Perangkat Pembelajaran PMRI) dan di praktekkan di
sebuah sekolah yang kami kunjungi. Kebetulan saya melakukannya di SMP tempat
saya mengajar Yaitu di SMP Negeri 37 Kabupaten Ogan Komering Ulu..
Materi yang saya pilih yaitu “ Penjumlahan dan perkalian Suku Aljabar”. Materi ini
di ajarkan pada kelas VIII, Mengapa saya mengambil materi ini? Dari pengalaman
saya dan beberapa guru matematika yang tergabung dalam MGMP matematika
sekolah dikabupaten OKU pada umumnya mereka mengatakan anak-anak tersebut
mengalami kesulitan apabila ketemu soal yang menyangkut konsep penjumlahan dan
perkalian bentuk aljabar. Begitupun hal yang saya temui di kelas IX saat membahas
soal-soal yang menyangkut konsep penjumlahan dan perkalian bentuk aljabar. Pada
materi ini siswa masih kesulitan memahami konsepnya karena selama ini pembelajaran
yang dilakukan masih memakai gaya lama. Menurut Soejadi (2000:1) Pembelajaran
matematika di sekolah masih mengikuti kebiasaan dengan urutan diterangkan di
berikan contoh dan diberikan latihan.
Itulah sebabnya saya tertarik untuk memilih materi ini yang diajarkan dengan
menggunakan pendekatan PMRI, dimana anak-anak diajak belajar dengan
menggunakan benda yang konkret.. Ternyata anak-anak tersebut sangat antusias dan
senang sekali sebab mereka tidak langsung disuguhi dengan angka-angka dan rumus-
rumus yang langsung jadi. Semua mereka dapatkan sendiri melalui proses
pembelajaran diskusi mereka dan akhirnya menarik kesimpulan dari apa yang
didiskusikanya..
Untuk tugas mata kuliah ini karena waktunya pada semester genab dan siswa
sedang melaksanakan semesteran maka saya mengambil sample beberapa orang saja
dalam satu kelas yaitu kelas VIII B dan hanya satu kali pertemuan maka saya ambil
yang sederhana saja. Tapi seandainya pengajaran ini kelak dipraktekkan dengan
sebenarnya , mungkin banyak sekali manfaatnya bagi siswa, selain mereka belajar
matematika menyenangkan, ingatan mereka tentang konsep penjumlahan dan
perkalian bentuk aljabar ini juga juga akan bertahan lama sebab biasanya apabila
pembelajaran itu dikaitkan dengan benda koonkret ia akan sangat melekat di ingatan
siswa dan itu akan bertahan lama.
III. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
a. Kegiatan Pendahuluan
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan pokok-pokok materi yang akan dipelajari
1. Apersepsi, yaitu melalui Tanya jawab dengan siswa, guru mengingatkan tentang
konsep penjumlahan dan perkalian yang telah dipelajari sebelumnya
2. penjelasan tentang pembagian kelompok dan cara belajar. Tiap kelompok terdiri dari 4-
5 orang yang kemampuanya Hetrogen
b. Kegiatan Inti
1. Siswa membentuk kelompok belajar yang diimformasikan guru
2. Guru membagikan Lembar Kerja Siswa (LKS)
3. Siswa bekerja dalam kelompok menyelesaikan permasalahan 1 yang ada dalam LKS
dengan menggunakan benda-benda konkret yang dibawa siswa dalam kantong plastik.
4. Siswa wakil kelompok mempersentasikan hasil diskusi kelompoknya dan kelompok lain
menangapi hasil kerja kelompok yang mendapat tugas.
5. Siswa mengerjakan permasalahan ke dua dengan permasalahan yang dibuat oleh guru
dalam lembar kerja siswa untuk menghitung jumlah siswa laki-laki dan perempuan
didua kelas yang berbeda. (data Absen Siswa)
6. Siswa wakil kelompok mempersentasikan hasil diskusi kelompoknya dan kelompok lain
menangapi hasil kerja kelompok yang mendapat tugas.
7. Siswa mengerjakan permasalahan ketiga dengan sebelumnya mendapat penjelasan
dari guru langkah-langkah kegiatan yang harus dilakukanya dalam penggunaan media
Ubin
8. Siswa wakil kelompok mempersentasikan hasil diskusi kelompoknya dan kelompok lain
menangapi hasil kerja kelompok yang mendapat tugas.siswa membuat kesimpulan dari
diskusi yang dilakukanya.
9. guru menjelaskan aturan perkaliaan dalam bentuk aljabar dan mengingatkan mereka
kembali dengan pembelajaran sebelumnya tentang sifat distributif dalam perkalian
serta penggunaan media ubin dalam pembelajaran perkalian bentuk aljabar
10. dengan bimbingan guru Siswa mengerjakan permasalahan keempat dengan
menggunakan media ubin dalam menentukan perkalian bentuk aljabar dan
mempersentasikanya kedepan
11. Siswa membuat kesimpulan dari apa yang telah dikerjakanya.
12. Guru mengadakan refleksi dengan menanyakan kepada siswa tentang hal-hal atau
materi yang belum dipahaminya dengan baik, kesan dan pesan atau hal-hal yang
dirasakan selama mengikuti pembelajaran.
c. Kegiatan Akhir (penutup)
1. Guru dan siswa membuat kesimpulan akhir tentang penjumlahan dan perkalian bentuk
aljabar
2. Siswa diberikan pekerjaan rumah (PR) tentang penjumlahan dan perkalian bentuk
aljabar.
IV. KARAKTERISTIK PMRI
Keterkaitan Pembelajaran pada materi Penjumlahan dan Perkalian Bentuk
aljabar ini dengan kelima karakte-ristik PMRI, yaitu:
1. Menggunakan konteks
Konteks yang digunakan adalah daun pohon karet, biji pohon karet, lidi dan batu
kerikil yang semuanya didapat siswa dengan mudah dari sekeling sekolah.
Penggunaan konteks tersebut bertujuan agar proses berfikir siswa terjadi sehingga
dengan menggunakan benda-benda konkret dapat melakukan proeses pemikiran
menjumlahkan benda-benda yang sama atau sejenis.
2. Menggunakan model
Pola Ubin yang digunting-gunting siswa merupakan model dalam pembelajaran,
dengan menggunakan model ubin atau metode ubin siswa dapat dengan mudah
menjumlahkan dan mengalikan bentuk aljabar. Dan juga siwa dapat dengan mudah
menarik suatu kesimpulan dari model yang merka buat dalam menjumlakan dan
mengalikan bentuk aljabar.
3. Menggunakan kontribusi siswa
Kontribusi yang besar pada proses belajar mengajar diharapkan dari kontribusi
siswa sendiri yang mengarahkan mereka dari metode informal mereka ke arah yang
lebih formal. Siswa diberi kesempatan untuk bekerja, berpikir dan mengkomunikasikan
pendapat mereka dan guru hanya bertindak sebagai pembimbing (fasilitator), moderator
dan evaluator.
4. Interaktivitas
Guru sebagai fasilitator memberikan arahan/petunjuk untuk mengatur mereka
sehingga siswa dapat berberinteraksi antara sesama siswa, siswa dengan guru, baik
dalam diskusi, kerja sama dan evaluasi.
5. Terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya.
Dengan melakukan kegiatan pembelajaran, siswa dapat menyelesaikan
permasalahan-permasalahn yang ditemukanya dalam pelajaran matematika dan IPA.
Hal ini tentunya sangat menarik bagi siswa sehingga siswa dapat mengembangkan
pengetahuanya dalam pembelajaran dengan membuat model-model pembelajaran
yang ada kaitanya dengan pelajaran yang diikutinya.
V. PRINSIP-PRINSIP PMRI
Keterkaitan pembelajaran pada materti Penjumlahan dan perkalian bentuk aljabar ini
dengan 3 prinsip-prinsip PMRI,yaitu:
1. Menggunakan konteks, benda-benda konkret yang ada disekitar sekolah
merupakan fenomena-fenomena mendidik yang mengandung konsep
matematika. Siswa diberi kesempatan untuk mengkontruksi konsep-konsep
matematika atau mengalami sendiri proses yang sama saat mereka melakukan
penjumlahan dan perkalian bentuk aljabar dengan secara langsung
menggunakan benda-benda
2. Dari konteks tersebut dapat dijadikan bahan dalam pembelajaran matematika
yang berangkat dari keadaan yang real bagi siswa sebelum mencapai tingkatan-
tingkatan matematika formal.
3. Adanya model berupa ubin pada buku mereka. Membandingkan pola
pembelajaran yang ada dibuku paketnya dengan apa yang sudah dialaminya
dalam pembelajaran, sehingga mereka mengetahui pembelajaran mana yang
lebih baik digunakan dalam mengingat pembelajaran yang dibahas. Pola ubin
yang digunakan berperan sebagai jembatan antara pengetahuan informal dan
matematika formal
VI. KESIMPULAN
a. Kesimpulan
Dari hasil pembelajaran yang saya lakukan pada materi penjumlahan dan
perkalian bentuk aljabar dengan pendekatan PMRI di SMP Negeri 37 OKU dapat
disimpulkan bahwa anak-anak tersebut sangat menyenangi cara pembelajaran seperti
itu. Pertama dengan menggunakan daun pohon karet, biji pohon karet lidi dan batu
kerikil dipikiran mereka sudah muncul pertanyaan-pertanyaan dan jawaban yang sesuai
dengan pola pikirnya..Kedua dengan menghitung jumlah siswa laki-laki dan perempuan
dalam dua kelas yang berbeda mereka mulai memahami apa yang akan dipelajarinya.
Ketiga dengan menggunakan model ubin dan menggantikan variable-variabelnya dalam
bentuk x dan y siswa tidak mengalami kebingungan lagi dalam menjumlahkan,
sehingga mereka tinggal mengelompokkan variable-variabel yang sama untuk
dijumlahkan. Keempat dengan menngunakan metode ubin siswa lebih memahami dan
mampu menyimpulkan dalam menjumlahkan dan mengalikan bentuk aljabar
Siswa dengan senang melakukan diskusi dan lebih aktif dalam pembelajaran.
Mereka termotivasi dengan pembelajaran baik dalam diskusi maupun bertanya kepada
guru mengenai hal-hal yang belum dipahaminya dalam Guru sudah memulainya
dengan sesuatu yang bentuknya konkreet ke yang abstrak, dari model of ke model for,
dan dari informal ke formal. Itu artinya guru sudah bertindak sebagai fasilitator,
moderator dan evaluator. Dan pada pembelajaran ini sudah ada keterkaitannya dengan
3 prinsip dan 5 karakteristik dalam PMRI.
b. Saran
Pembelajaran matematika berjalan secara efektif, jika kebutuhan akan perangkat
pembelajaran terpenuhi oleh guru, olehnya itu hasil pengembangan ini dapat
digunakan dalam proses belajar mengajar untuk mendapatkan pembelajaran yang
efektif dan menyenangkan, disamping itu dapat menghasilkan hasil belajar yang
maksimal.
Sebagai perluasan hasil praktek pembelajaran ini, maka disarankan pula kepada guru
matematika untuk melakukan inovasi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
pembelajaran matematika realistik pada materi-materi yang lain agar siswa tertarik,
senang dan aktif dalam belajar matematika.
Daftar Pustaka:
Zulkardi.2002.Developing a ‘rich’ learning environment on Realistic Mathematics
Wagiyo.A, dkk. 2008. Pegangan Belajar Matematika. Depdiknas.
Dewi Nuharini&Tri Wahyuni.2008. Matematika Konsep dan Aplikasinya. Depdiknas.
Wintarti,Atik, dkk.2008. Contextual Teaching and Learning Matematika. Depdiknas.
Hadi, Sutarto. 2005. Pendidikan Matematika Realistik. Tulip. Banjarmasin
Karso. 2009. Kajian Kesetaraan antara Pendekatan Kontekstual dengan Realistikc