9

Click here to load reader

Pengelolaan kawasan pesisir dalam upayaoseanografi.lipi.go.id/dokumen/oseana_xxvii(1)27-35.pdfUtara disepakati bahwa dalam pengelolaan kawasan pesisir tersebut digunakan tiga batasan

  • Upload
    lehanh

  • View
    213

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pengelolaan kawasan pesisir dalam upayaoseanografi.lipi.go.id/dokumen/oseana_xxvii(1)27-35.pdfUtara disepakati bahwa dalam pengelolaan kawasan pesisir tersebut digunakan tiga batasan

Oseana, Volume XXVII, Nomor 1, 2002 : 27-35 ISSN 0216- 1877

PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR DALAM UPAYA PENGEMBANGAN WISATA BAHARI

Oleh

PRAMUDJI

ABSTRAK

THE COASTAL AREA MANAGEMENT FOR THE TOURISM DEVELOPMENT. Coastal tourism development should be conceived within the frame work of national, regional, and local sosioeconomic development plans wich assure proper integration of environmental objectives in development strategies. In particular, coastal tourism development should be approached within a national strategy for coastal area devel-opment and management, with will identify the zone most suitable for tourism. Coastal areas reserved for tourism development should be covered by zoning plans wich take into account the natural geographic and sosioeconomic condition of the area. To achieve optimal exploitation of tourist resources, an inventory should first be conducted in the region of the proposed site to include the physical environment; the man-made environment; the sosioculture environment; and the existence of en-demic or temporary communicable diseases.

LETAK GEOGRAFI INDONESIA

Wilayah Negara Kesatuan Republik In-donesia terletak membentang sepanjang 5000 km, yaitu mulai dan Pulau Sumatera di bagian barat hingga Pulau Irian Jaya di bagian timur. Secara geografis Indonesia terletak pada posisi 6° 08' Lintang Utara sampai dengan 11° 15' Lintang Selatan, dan dan 94° 45' sampai dengan 141° 05' Bujur Timur. Indonesia yang merupakan negara archipelago terbesar di dunia dan diperkirakan mempunyai luas

teritorial mencapai sekitar 7,7 juta km2, serta memiliki sekitar 17.500 pulau besar dan kecil, dengan panjang garis pantai diperkirakan mencapai sekitar 81.000 km (PARRY 1996; SUKARDJO 1996).

Negara Indonesia yang dikenal sebagai negara yang kaya dengan sumberdaya alam posisinya sangat strategis karena terletak di kawasan khatulistiwa, serta pada persilangan antara Samudera Indonesia dan Pasifik, serta antara benua Asia dan Australia. Lingkungan laut tropis Indonesia yang sangat luas, indah

Bidang Sumberdaya Laut, Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, Jakarta

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XXVII no. 1, 2002

Page 2: Pengelolaan kawasan pesisir dalam upayaoseanografi.lipi.go.id/dokumen/oseana_xxvii(1)27-35.pdfUtara disepakati bahwa dalam pengelolaan kawasan pesisir tersebut digunakan tiga batasan

dan kaya dengan sumberdaya hayati dan min-eral merupakan kondisi alamiah yang memiliki keunggulan komparatif sebagai tali kehidupan dan masa depan bagi kesejahteraan bangsa Indonesia.

Wilayah kedaulatan Indonesia adalah meliputi kawasan daratan pulau-pulau, kawasan perairan yang mencakup paparan kontinen, lereng benua dan cekungan samudera.

Menurut hasil ratifikasi hukum laut internasional, kawasan laut Indonesia adalah meliputi laut teritorial, Zona Tambahan, Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) dan landas kontinen.

Kondisi tersebut adalah sangat menguntungkan bagi negara Indonesia, karena didalamnya terkandung keanekaragaman hayati yang paling kaya di dunia (ABDULLAH, 2001).

POTENSI SUMBERDAYA DI KAWASAN PESISIR

Kawasan pesisir adalah sebagai kawasan peralihan antara darat dan laut yang ke arah darat mencakup daerah yang masih dipengaruhi oleh hempasan percikan air pasang-surut, sedangkan ke arah laut meliputi daerah paparan benua (continental shelf). Kawasan pesisir yang ke arah laut masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di daratan, seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh aktivitas manusia.

Berdasarkan hasil Rapat Kerja Proyek Marine Resource Evaluation and Planning (MREP) bulan Agustus di Manado, Sulawesi Utara disepakati bahwa dalam pengelolaan kawasan pesisir tersebut digunakan tiga batasan wilayah pesisir (ANONIMOUS 2001). Batasan wilayah tersebut, adalah sebagai berikut:

1. Secara ekologis: Kawasan daratan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses yang

adadi laut, seperti pasang-surut, sedangkan ke arah laut dipengaruhi oleh proses-proses yang ada di daratan, seperti sedimentasi dan pencemaran.

2. Secara administrasi: batas terluar sebelah hulu dan kecamatan atau kabupaten, sedangkan ke arah laut sejauh 12 mil dari garis pantai untuk propinsi atau sepertiga untuk kabupaten.

3. Berdasarkan perencanaan: batas kawasan pesisir tergantung pada permasalahan atau substansi yang menjadi fokus pengelolaan kawasan pesisir: a. pencemaran dan sedimentasi : suatu

kawasan darat dimana dampak pencemaran dan sedimentasi yang ditimbulkan memberikan pengaruh terhadap kawasan perairan.

b. hutan mangrove: batas terluar bagian hulu kawasan mangrove.

Terkait dengan kondisi negara yang baru dilanda krisis ekonomi yang berkepanjangan, maka upaya untuk memanfaatkan seluruh potensi yang dimiliki secara optimal, efisien dan berkelanjutan perlu dilakukan.

Sumberdaya alam, khususnya yang ada di kawasan pesisir merupakan potensi yang selama ini pemanfaatannya belum dilaksanakan secara seksama dan terpadu. Potensi sumberdaya alam di kawasan pesisir tersebut, antara lain adalah sumberdaya alam yang dapat diperbaharui, sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui dan jasa lingkungan lainnya.

Potensi sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (reneweble resource)

Sepanjang kawasan pesisir tersebut terdapat beranekaragam ekosistem khas tropika basah, antara lain adalah hutan mangrove, padang lamun, terumbu karang, delta, estuari

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XXVII no. 1, 2002

Page 3: Pengelolaan kawasan pesisir dalam upayaoseanografi.lipi.go.id/dokumen/oseana_xxvii(1)27-35.pdfUtara disepakati bahwa dalam pengelolaan kawasan pesisir tersebut digunakan tiga batasan

dan lain-lainnya. Masing-masing ekosistem tersebut mempunyai peran dan fungsi yang sangat besar terhadap kehidupan biota laut dan memiliki produktivitas tinggi, namun eksistensinya sangat rentan terhadap perubahan dan tekanan manusia (BUDIMAN & SUHARDJONO 1992; PRAMUDJI 2000). Ekosistem hutan mangrove, padang lamun dan terumbu karang tersebut telah dikenal sebagai habitat dan ribuan jenis biota laut, termasuk biota laut yang memiliki nilai ekonomi penting (SOEMODDIHARDJO dkk. 1977; BUDIMAN dkk. 1977; BUDIIMAN & DARNAEDI 1982; PRAMUDJI 2001).

Dengan kemelimpahan dan keanekaragaman jenis biota laut yang sangat tinggi tersebut, maka Indonesia dikenal sebagai negara mega-biodiversity. Terkait dengan julukan mega-diversity tersebut, SUGIARTO POLUNIN (dalam ABDULLAH 2001) menyusun daftar dan potensi biota laut yang ditemukan di perairan Indonesia (Tabel 1).

Potensi sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui (non-reneweble resource)

Sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui antara lain adalah minyak bumi dan gas, bauksit, timah, bijih besi, mangan, fosfor dan mineral lainnya. Indonesia yang terbentuk akibat evolusi dan konvergensi lempeng eurasia, lempeng Samudera Pasifik mineral di perairan yang dijumpai pada dua kondisi morfologi yang berbeda, dan dikenal sebagai daerah paparan atau landas kontinen dan daerah laut dalam.

Selanjutnya disebutkan bahwa berdasarkan laporan ADB tahun 1995, total nilai sektor migas yang dihasilkan dari wilayah lautan dan kawasan pesisir mencapai Rp 18 trilyun atau 2% total dan PDB nasional pada tahun 1992.

Dengan demikian subsektor migas ini merupakan salah satu subsektor yang diharapkan dapat menjadi pendorong pemulihan dan pertumbuhan ekonomi di masa depan.

Hingga akhir tahun 1990an, kebutuhan akan bahan energi primer dunia adalah sebanyak 85% dan disuplai oleh bahan bakar fosil, yakni minyak bumi sebesar 40%, batu bara 25% dan gas bumi 20% (PRIJAMBODO dalam ANONIMOUS 2001). Selanjutnya disebutkan bahwa bila konsumsi bahan bakar minyak (BBM) Indonesia diperkirakan naik 56% setiap tahunnya, maka pada awal abad ini Indonesia diperkirakan akan menjadi negara importir netto BBM.

Oleh karena itu, keadaan ini harus diantisipasi dengan melakukan diversikasi energi guna mengurangi ketergantungan sumber energi pada BBM dengan memanfaatkan sumber energi alternatif, seperti gas bumi, batu bara serta sumber energi nir-konvensional dari lautan, seperti Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC), pasang-surut, gelombang arus atau perbedaan salinitas perairan.

Potensi jasa-jasa lingkungan perairan pesisir

Pemanfaatan jasa-jasa lingkungan pesisir dapat dilakukan secara berkelanjutan, terutama untuk pengembangan pariwisata dan pelayaran. Saat ini pengembangan pariwisata bahari telah menjadi salah satu produk pariwisata yang cukup menarik.

Pembangunan kepariwisataan bahari pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk mengembangkan dan memanfaatkan obyek dan daya tank wisata bahari yang terdapat diseluruh kawasan perairan pesisir Indonesia. Aspek yang menunjang untuk mewujudkan pengembangan wisata bahari tersebut adalah kekayaan alam pantai yang indah, flora dan fauna seperti terumbu karang dan berbagai jenis ikan hias yang menghuni didalamnya.

Potensi jasa lingkungan pesisir lainnya yang masih memerlukan sentuhan pendayagunaan secara profesional adalah jasa transportasi laut. Sampai saat ini, angkutan laut baik itu angkutan antar pulau maupun

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XXVII no. 1, 2002

Page 4: Pengelolaan kawasan pesisir dalam upayaoseanografi.lipi.go.id/dokumen/oseana_xxvii(1)27-35.pdfUtara disepakati bahwa dalam pengelolaan kawasan pesisir tersebut digunakan tiga batasan

Tabel 1. Daftar sejumlah kelompok taksa biota laut yang ada perairan di Indonesia (ABDULLAH 2001)

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XXVII no. 1, 2002

Page 5: Pengelolaan kawasan pesisir dalam upayaoseanografi.lipi.go.id/dokumen/oseana_xxvii(1)27-35.pdfUtara disepakati bahwa dalam pengelolaan kawasan pesisir tersebut digunakan tiga batasan

antar negara masih dikuasai oleh armada niaga asing. Oleh karena itu, dalam upaya untuk memperoleh income dari sektor jasa transportasi perlu dikemas dan dikembangkan dengan baik, karena hingga saat ini menurut catatan Dewan Kelautan Nasional kemampuan daya angkut armada niaga nasional untuk muatan dalam negeri baru mencapai 54,5%, sedangkan untuk ekspor baru mencapai 4%, dan sisanya dikuasai oleh armada niaga asing.

PROSPER PENGEMBANGAN WISATA BAHARI

Sektor ini terdapat dalam Undang Undang Nomor 9 tahun 1990, yang mengatur bahwa pengusahaan obyek dan daya tarik wisata.

Pengusahaan tersebut meliputi kegiatan pembangunan dan pengelolaan obyek beserta sarana dan prasarananya. Pembangunan kepariwisataan kawasan pesisir dan bahari pada dasarnya adalah sebagai upaya untuk mengembangkan dan memanfaatkan obyek dan daya tarik wisata bahari yang terdapat diseluruh kawasan perairan Indonesia.

Namun untuk pengembangan wisata tersebut perlu kecermatan dan keseriusan penanganan, karena bersifat alami, sehingga perencanaannya memerlukan koordinasi dan integrasi dan semua instansi terkait.

Wisata bahari umumnya mempunyai sifat yang khusus dengan lokasi yang luasnya relatif terbatas, sehingga perlu dipikirkan daya dukung lingkungan untuk membangun fasilitas penopangnya (SUHARSONO dkk, 1995a; 1995b).

Potensi pesisir dan laut dengan berbagai kekayaan yang terkandung didalamnya yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan wisata bahari adalah terumbu karang yang luasnya diperkirakan sekitan 7.500 km2, misalnya di Kepulauan Banggai (Sulawesi Tengah), Kepulauan Nias dan juga di kawasan Taman Nasional Laut di Indonesia. Menurut hasil

penelitian dari MREP, di Indonesia terdapat 241 daerah kabupaten yang memiliki lokasi obyek wisata bahari dan merupakan terbesar di dunia.

Terkait dengan Kawasan Konservasi Laut (KKL) yang merupakan penunjang wisata bahari, di Indonesia saat ini telah dideklarasikan sebesaar 5,1 juta hektar yang tersebar di 17 propinsi, sedangkan Taman Nasional Laut yang telah mendapat penataan batas perairannya adalah di daerah Bunaken (SULUT), Wakatobi (SULTENG), Komodo (NTT), Bali Barat, Kepulauan Seribu dan Ujung Kulon (DAHURI2001). Disamping itu, Indonesia juga merupakan tempat komunitas mangrove terluas di dunia, yaitu sekitar 4,25 juta hektar DARSIDI (1984), atau 27% dari total luas hutan mangrove di dunia, dan kawasan ini juga dapat dikelola untuk tujuan ekowisata.

Prospek pengembangan wisata bahari di Indonesia adalah cukup baik dan menjanjikan, mengingat luasnya obyek bawah air yang sangat menarik. Upaya pemerintah untuk mengelola dan melindungi kawasan pesisir yang memiliki sumberdaya alam hayati laut sedang digalakan. Program konservasi sumberdaya alam hayati laut dan ekosistemnya tersebut bertujuan untuk mengusahakan terwujudnya kelestarian sumberdaya alam hayati laut, serta mewujudkan keseimbangan ekosistemnya, sehingga dapat mendukung upaya pengembangan wisata bahari, dan sekaligus memberikan kesejahteraan masyarakat sekitarnya. Adapun sasaran dari program KKL, menurut ABDULLAH (2001) adalah sebagai benikut: 1. Perlindungan terhadap kelangsungan

proses ekologis dan sistem penyangga kehidupan, yaitu menjamin terpeliharanya proses ekologis yang menunjang sistem penyangga kehidupan bagi kelangsungan pembangunan dan kesejahteraan manusia.

2. Pengawetan keanekaragaman jenis sumberdaya hayati alam laut beserta

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XXVII no. 1, 2002

Page 6: Pengelolaan kawasan pesisir dalam upayaoseanografi.lipi.go.id/dokumen/oseana_xxvii(1)27-35.pdfUtara disepakati bahwa dalam pengelolaan kawasan pesisir tersebut digunakan tiga batasan

ekosistemnya, yaitu menjamin terpeliharanya keanekaragaman sumber genetik dan tipe-tipe ekosistem, sehingga mampu menunjang pembangunan, ilmu pengetahuan dan teknologi untuk pemenuhan kebutuhan manusia. 3. Pemanfaatan secara lestari sumberdaya hayati alam laut dan ekosistemnya melalui pengendalian/pembatasan cara-cara pemanfaatan sumberdaya hayati alam laut dan ekosistemnya, yang dilakukan secara serasi dan seimbang, sehingga pemanfaatannya dapat dilakukan secara berkesinambungan.

Selanjutnya disebutkan bahwa peran dari KKL sebagai suatu ekosistem di kawasan perairan memberikan berbagai manfaat, antara lain adalah sebagai berikut: 1. Aspek ekologi. Dapat menjaga

keseimbangan kehidupan berbagai macam biota laut dan hubungan timbal balik antara biota laut dengan faktor abiotik.

2. Aspek pendidikan dan penelitian. Merupakan obyek dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, sehingga dapat meningkatkan kualitas dalam pengembangan ilmu pengetahuan sumberdaya hayati alam laut.

3. Aspek estetika. Memiliki nilai keindahan sebagai daya tarik obyek wisata bahari, sehingga dapat dikembangkan olah raga air (cuba diving dll).

4. Aspek ekonomi. Sebagai Kawasan Konservasi Laut, kawasan tersebut memiliki nilai ekonomis tingi berupa kekayaan terumbu karang dengan segala bentuk asosiasinya. Dapat membantu meningkatkan pendapatan nelayan dan bahkan devisa negara.

5. Aspek jaminan masa depan. Melalui penetapan Kawasan Konservasi Laut, diharapkan memiliki jaminan untuk pemanfaatan secara lestari dan berkesinambungan bagi kehidupan generasi kini dan yang akan datang.

Sejalan dengan era reformasi dan amanat Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, serta Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, dalam rangka otonomi daerah, maka dalam hal ini Pemerintah Daerah memiliki kewenangan dalam eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan pemanfaatan laut sebatas wilayah laut daerah. Kewenangan tersebut tentunya harus diimbangi dengan tanggung jawab dalam memelihara kelestarian lingkungan, dengan terlebih dahulu menyiapkan sarana dan prasarana, sumberdaya manusia dan pembiayaannya.

Melalui pemberdayaan masyarakat secara luas, pemerintah daerah diharapkan dapat medorong dan memunculkan calon Kawasan Konservasi Laut baru untuk dijadikan aset dan kebanggaan bagi daerah tersebut. Selain itu, pemerintah daerah dapat menggali kearifan tradisionil yang dimiliki oleh pemenintah untuk diangkat kepermukaan sebagai maskot dan kebanggaan daerah dengan mengembangkan Kawasan Suaka Perikanan dan daerah perlindungan laut yang berbasis masysrakat.

KENDALA DALAM PENGEMBANGAN WISATA BAHARI

Penggalakan program wisata bahari di In-donesia yang dilakukan beberapa tahun terakhir ini menyebabkan meningkatnya kunjungan wisata dari tahun ke tahun, baik wisatawan domestik maupun wisatawan internasional. Program tersebut juga dapat meningkatkan devisa negara dari sektor wisata, namun disisi lain upaya penggalakan program wisata bahari seringkali menimbulkan dampak terhadap lingkungan kawasan wisata, baik mengenai kondisi fisika-kimia, biologis maupun ekologis terhadap biota laut yang ada dikawasan tersebut.

Faktor-faktor yang menjadi kendala dalam upaya untuk pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir antara lain adalah karena disebabkan oleh aktifitas manusia, pencemaran dan bencana alam:

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XXVII no. 1, 2002

Page 7: Pengelolaan kawasan pesisir dalam upayaoseanografi.lipi.go.id/dokumen/oseana_xxvii(1)27-35.pdfUtara disepakati bahwa dalam pengelolaan kawasan pesisir tersebut digunakan tiga batasan

Aktifitas manusia

Kegiatan eksploitasi sumberdaya alam laut, baik sumberdaya hayati maupun non hayati yang berlebihan dan tidak memperhatikan aspek kelestarian sumberdaya alam, sehingga dapat menimbulkan kerusakan lingkungan kawasan pesisir, bahkan dapat mengakibatkan kepunahan biota laut. Berbagai kasus yang terjadi di beberapa daerah yang menimbulkan kerusakan tersebut antara lain adalah:

1. Pembabatan hutan mangrove yang diperuntukkan sebagai lahan pertambakan, pertanian, perumahan, jalan tol, bandara dan bangunan dermaga. Misalnya di pantai Utara Pulau Jawa, Muara Angke (Jakarta), pesisir Teluk Saleh, Pulau Sumbawa, pesisir Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Riau dan bebarapa tempat lainnya (SOEMODIHARDJO 1984; WIRJODARMODJO & HAMZAH 1984).

2. Penangkapan ikan yang menggunakan bahan peledak dan pottasium di kawasan terumbu karang. Kegiatan ini mengakibatkan terjadinya degradasi terhadap habitat di kawasan perairan pesisir, terutama terumbu karang. Kerusakan terumbu karang tersebut menimbulkan rusaknya ekosistem dan fungsi ekologis, sehingga dampaknya menimbulkan terganggunya kehidupan biota laut bahkan juga terhadap kehidupan masyarakat pesisir, karena hilangnya fish ing ground.

3. Eksploitasi sumberdaya minyak dan gas di kawasan pesisir. Kegiatan ini menimbulkan dampak negitif terhadap lingkungan kawasan pesisir, karena kualitas perairan daerah tersebut menurun, sehingga akibatnya menimbulkan kematian biota laut (SNEDAKER & GETTER 1985).

Pencemaran lingkungan Pencemaran merupakan masalah yang

cukup penting untuk diperhatikan, terutama dalam upaya pengelolaan kawasan pesisir. Hingga saat ini, pencemaran sebagian besar hampir terjadi pada kawasan pesisir, bahkan diperkirakan di masa mendatang akan semakin meningkat baik kualitas maupun kuantitasnya. Substansi dan limbah penyebab pencemaran di kawasan pesisir sangat beragam, dan hampir semua materi polutan membahayakan bagi kehidupan biota laut maupun lingkungannya. Sebagian besar materi bahan pencemar tersebut adalah berasal dari daratan.

Adapun sumber dari pencemaran kawasan pesisir antara lain adalah dari limbah industri, limbah pemukiman, limbah pertambangan, bocoran pipa minyak, limbah pelayaran, tumpahan kecelakaan kapal tanker, balast kapal tanker, limbah pertanian, sedimentasi akibat penggundulan hutan dan juga dari limbah perikanan budidaya.

Bencana alam Selain disebabkan oleh karena

pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak ramah lingkungan dan eksplorasi yang berlebihan, rusaknya sumberdaya alam di kawasan pesisir juga dapat disebabkan oleh karena musibah bencana alam. Bencana alam yang sering terjadi dl kawasan tersebut antara lain adalah banjir sebagai akibat pengundulan hutan, gempa bumi dan gelombang pasang "tsunami".

UPAYA PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN

Strategi yang dikembangkan dalam pencegahan dan pengendalian pencemaran di kawasan pesisir antara lain adalah strategi pencegahan; strategi pengendalian; strategi pengelolaan; pengelolaan pesisir secara terpadu; instrumen pengendalian; dan program pemantauan pesisir (ANONIMOUS, 2001).

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XXVII no. 1, 2002

Page 8: Pengelolaan kawasan pesisir dalam upayaoseanografi.lipi.go.id/dokumen/oseana_xxvii(1)27-35.pdfUtara disepakati bahwa dalam pengelolaan kawasan pesisir tersebut digunakan tiga batasan

1. Strategi pencegahan: Strategi pencegahan pencemaran yang berasal dari darat maupun dari laut dapat dilakukan melalui kegiatan AnalisaDampak Lingkungan (Environment Impact Assessment)

2. Strategi pengendalian: Ada tiga langkah aksi yang untuk diperhatikan, yaitu standar baku mutu, pelaksanaan program montoring dan penegakan hukum. Sedangkan pengendaliannya adalah melalui pengendalian kualitas lingkungan pesisir dan pengendalian sumber pencemaran.

3. Strategi pengelolaan: Untuk kegiatan ini dapat dikembangkan melalui cara pengelolaan dan meminimalisasi pembuangan limbah padat, limbah cair domestik (sawage) dan limbah industri (in dustrial waste).

4. Pengelolaan kawasan pesisir secara terpadu: Beberapa hal yang cukup penting untuk dipertimbangkan dalam mendisain dan melaksanakan kegiatan ini adalah integrasi informasi lingkup ekonomi dan sosial sejak awal, pelibatan masyarakat, pembentukan mekanisme bagi keterpaduan dan kondisi, serta program monitoring.

5. Instrumen pengendalian: Strategi pengendalian pencemaran yang digunakan, antara lain adalah Peraturan Perundang- undangan, Baku Mutu Limbah dan, Baku Mutu Lingkungan, pembinaan teknis dan pedoman pelaksanaan, perizinan, pengendalian produk, insentif dan disintensif, penataan hukum, perencanaan dan pengawasan penggunaan lahan, serta monitoring.

6. Program pengelolaan pengawasan pesisir: Program ini adalah untuk mengetahui secara dini adanya perubahan

lingkungan sebagai akibat adanya kegiatan manusia. Fokus dan sasaran pemantauan antara lain terhadap kualitas buangan limbah kimia, dampak dan buangan limbah, dayadukung lingkungan, dan memprediksi perubahan lingkungan dalam aspek biologi, sosial dan budaya.

Dalam rangka untuk mengantisipasi dan menanggulangi adanya musibah bencana alam yang akan terjadi dikawasan pesisir, perlu dilakukan upaya komprehensif yaitu meliputi pembuatan prasarana, sarana pengendalian serta peraturan, dan pelaksanaannya harus melibatkan instansi terkait. Untuk kawasan pesisir yang rawan terhadap bencana alam gelombang pasang tsunami, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain adalah membangun rumah di kawasan pantai yang aman dari jangkauan tsunami; mengembangkan perlindungan alami yaitu dengan cara penanaman mangrove untuk membuat green-belt; serta perlu dilakukan penyuluhan tentang bahaya gelombang pasang tsunami dan cara-cara penyelamatannya.

Kemudian untuk mencegah terjadinya abrasi pantai, perlu diperhatikan beberapa hal, antara lain adalah mencegah penambangan pasir pantai; mencegah pengrusakan terumbu karang; melarang penebangan dan penggundulan hutan mangrove; serta penyuluhan kepada masyarakat untuk meningkatkan partisipasinya dalam upaya penanggulangan abrasi. Sedangkan upaya untuk pencegahan banjir, antara lain adalah pembuatan sumur resapan; peningkatan dan pemeliharaan saluran buangan, penanganan sampah secara terpadu; reboisasi pada kawasan yang gundul; penanganan DAS; serta penertiban peraturan dan tata ruang.

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XXVII no. 1, 2002

Page 9: Pengelolaan kawasan pesisir dalam upayaoseanografi.lipi.go.id/dokumen/oseana_xxvii(1)27-35.pdfUtara disepakati bahwa dalam pengelolaan kawasan pesisir tersebut digunakan tiga batasan

DAFTAR PUSTAKA

ABDULLAH, A. 2001. Potensi sumberdaya alam kelautan dan upaya konservasi laut di Indonesia. Dirjen Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Depatemen Kelautan dan Penikanan: 8 hal.

ANONIMOUS 2001. Naskah akademik pengelolaan wilayah pesisir. Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta: 166 hal.

BUDIMAN, A., M. DJAJASASMITA dan F. SABAR 1977. Penyebaran keong dan kepiting hutan bakau Wai Sekampung. Ber. Biol. 2: 1-24.

BUDIMAN, A. dan D. DARNAEDI 1984. Struktur komunitas moluska di hutan mangrove Monowali, Sulawesi Tengah. Pros. Sem. UEkos. Mangr. MABLIPI: 175- 182.

DAHURI, R. 2000. Konservasi sumberdaya alam laut dan ekosistemnya. Dirjen Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta: 16 hal

DARSIDI, A. 1984. Pengelolaan hutan man-grove di Indonesia. Pros. Sem. II Ekos. Hut. Mangr. MABLIPI: 19-28.

PARRY, D.E. 1996. National strategy for mangrove project management in Indonesia. Lok. Strategi Nas. Pengel Hut. Mang. Indon. Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, Departemen Kehutanan, Jakarta: 60 hal.

PRAMUDJI2001. Ekosistem hutan mangrove dan peranannya sebagai habitat berbagai fauna aquatik. Oseana 16 ( 4) : 13-24.

SUHARSONO,M. ADRIM, A. BUDUYANTO, GIYANTO,A.I B R A H I M , YAHMANTORO dan TELEMB ANUA. 1995a. Wisata bahari Pulau N i a s . Puslitbang Osenologi LIPI, Jakarta : 44 hal.

SUHARSONO, R. SUKARNO, M. ADRIM, D. ARIEF, A. BUDIYANTO, GIYANTO, A. IBRAHIM dan YAHMANTORO 1995b. Wisata bahari Kepulauan Bangai, Sulawesi Tengah. Puslitbang Oseanologo LIPI, Jakarta: 44 hal.

SNEDAKER, S.C. and S.G. GETTER 1985. Coast: Coastal resources man-agement guidlines. Research Planning Institute, Inc. Columbia, South Caro-lina, for National Park Service, Wash-ington, D.C.: 205 pp.

SOEMODIHARDJO, S. 1984. Impacts of human activities on mangrove ecosys-tem in Indonesia: An overview. Proc. MAB/COM4R Region. Sem. in Tokyo: 15-19.

SOEMODIHARDJO, S. dan W. KASTORO 1977. Notes on Telebraria palustris (Gastropoda) from the coral Islands in the Jakarta Bay area. Mar. Res. Indonesia. 18: 131-148.

SUKARDJO, S. 1996. Gambaran umum ekologi mangrove di Indonesia. Lok. Strat. Nas. Pengel. Hut. Mangr. Indo-nesia. Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, Departemen Kehutanan, Jakarta. 26-27 Juni 1996.

WIRJODARMODJO, H. dan Z. HAMZAH 1984. Beberapa pengalaman Perum Perhutani dalam pengelolaan hutan mangrove. Pros. Sem. II Ekos. Hut.Mang: 29-40.

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XXVII no. 1, 2002