Upload
others
View
39
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Pengelolaan Ekosistem Padang Lamun Berbasis Pemanfaatan Perikanan
di Kampung Kampe Desa Malang Rapat Kabupaten Bintan
Bahsin, Said. Lestari, Febrianti. Kurniawan,Dedy.
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan
Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi sumberdaya lamun, sumberdaya
perikanan, serta pengelolaannya di Perairan Kampung Kampe Desa Malangrapat. Waktu
pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2016-maret 2018 dengan
menggunakan metode purposive sampling. Potensi sumberdaya lamun yang terdapat di
perairan Kampe yang meliputi Enhalus acroides, Cymodocea rotundata, Cymodocea
serrulata, Halodule pinifolia, Syringodium isoetifolium, dan Thalassia hemprichii dengan
persentase tutupan 50,6 %.Potensi sumberdaya perikanan di Kampung Kampe terdiri atas 4
jenis terdiri atas Kepiting Rajungan (Portunus pelagicus), Ikan Baronang (Siganus
canaliculatus), Kerang Bulu (Anadara antiquata), serta Gonggong (Strombus sp.).
Sumberdaya dengan nilai ekonomis yakni Kepiting Rajungan (Portunus pelagicus), Ikan
Baronang (Siganus canaliculatus), dan Kerang Bulu (Anadara antiquata). Penggunaan alat
tangkap oleh nelayan di sekitar perairan Kampung Kampe masih menggunakan alat tangkap
tradisional untuk mengurangi potensi terjadinya kerusakan ekosistem lamun. Jenis alat
tangkap ini agar terus dilestarikan penggunaannya oleh nelayan agar kondisi ekosistem
lamun tetap terjaga dengan baik.
Kata Kunci : Ekosistem Lamun, Pengelolaan, Kampung Kampe
PENDAHULUAN
Bintan termasuk pulau yang mempunyai keanekaragaman jenis lamun yang bervariasi
terutama sepanjang pantai Kawal, Teluk Bakau, Malang Rapat Dan Berakit. Bintan juga
merupakan salah satu kawasan konservasi laut daerah yang masuk kedalam TRISMADES
(Trikora Seagrass Management Demonstration Site) yaitu program pengolahan lamun kerjasama
antara pusat penelitian Oseanografi – LIPI dan Bappeda Kabupaten Bintan (Pusat Penelitian
Oseanografi-LIPI, 2017).
Kampung Kampe Desa Malang Rapat merupakan salah satu desa yang terdapat di
Kecamatan Gunung Kijang yang sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai
nelayan. Kampung Kampe Desa Malang Rapat memiliki beragam ekosistem pesisir, diantaranya
ekosistem padang lamun. Padang lamun memiliki fungsi yang sangat penting bagi biota perairan
yaitu sebagai daerah spawning ground, nursery ground dan feeding ground (Asriyana dan
Yuliana, 2012).
Ekosistem padang lamun sangat terkait dengan ekosistem di dalam wilayah pesisir seperti
mangrove, terumbu karang dan ekosistem lain yang menunjang keberadaan biota terutama pada
perikanan serta beberapa aspek lain seperti fungsi fisik dan sosial ekonomi. Hal ini menunjukkan
keberadaan ekosistem lamun tidak berdiri sendiri, tetapi terkait dengan ekosistem disekitarnya,
namun akhir – akhir ini kondisi padang lamun semakin menyusut oleh adanya kerusakan yang
disebabkan oleh aktivitas manusia.
Selain fungsinya sebagai kawasan konservasi daerah padang lamun di Kampung Kampe
Desa Malang Rapat juga boleh dimanfaatkan oleh para nelayan sekitar. Sebagai area untuk
melakukan penangkapan biota-biota yang berada di sekitar padang lamun tersebut seperti ikan ,
kepiting, gonggong dan jenis kerang kerangan lainnya. Dengan melimpahnya potensi
sumberdaya perikanan di ekosistem lamun tersebut, diperlukan upaya pengelolaan untuk
menjamin kelestarian sumberdaya yang hidup di ekosistem padang lamun.
Dengan demikian jika dilihat dari kondisi ekosistem padang lamun saat ini maka perlu
dilakukan upaya pengelolaan yang melibatkan masyarakat yang tinggal/berada di sekitar lokasi
tersebut. Agar kelestariannya tetap terjaga dan keberlangsungan hidup biota yang tinggal di
sekitar padang lamun tersebut tidak mengalami penurunan.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2018 hingga Januari 2019.
Adapun lokasi penelitian ini berada di perairan Kampung Kampe Desa Malang Rapat Kabupaten
Bintan. Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan cara melihat langsung ke daerah yang
akan diteliti sehingga peneliti dapat secara akurat memperoleh data. Dalam penelitian ini
menggunakan teknik purposive sampling.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
Teknik Sampling
Dalam penelitian ini peneneliti mengambil sampel sumberdaya perikanan yang ada di sekitar
padang lamun. Seperti ikan, kepiting, dan kerang kerangan yang berasosiasi di sekitar padang
lamun serta memiliki nilai ekonomis langsung dari nelayan yang melakukan penangkapan di
sekitar ekosistem padang lamun.
Teknik sampling dilakukan dengan meletakkan transek pada lokasi yang diinginkan dengan ukuran
1 x 1 m, kemudian melakukan pengamatan presentase penutupan lamun dengan melihat secara visual
penutupan lamun yang berada pada setiap transek. Pengamatan lamun dilakukan pada 3 titik sampling
dengan panjang sejauh 100 meter (0 m, 50 m, dan 100 m).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jenis Lamun
Jenis lamun yang ada di perairan Kampung Kampe sebanyak 6 spesies yang meliputi
Enhalus acoroides, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Halodule pinifolia,
Syringodium isoetifolium, dan Thalassia hemprichii. semua jenis lamun ini hidup
menyebar di sekitar Perairan Kampung Kampe serta jenis lamun yang ada hidup
berdampingan dengan jenis lainnya dan substrat Perairan Kampung Kampe yang
ditumbuhi lamun berjenis pasir berlumpur.
Gambar 2. Jenis lamun yang dijumpai a) Enhalus acoroides, b) Cymodocea rotundata, c)
Cymodocea serullata, d) Halodule pinifolia, dan e) Thalassia hemprichii, f) Syringodium
isoetifolium
Tutupan Lamun
Persentase penutupan lamun menggambarkan seberapa luas lamun yang menutupi suatu
perairan. Status padang lamun adalah tingkatan kondisi padang lamun pada suatu lokasi
tertentu dalam waktu tertentu yang dinilai berdasarkan kriteria baku kerusakan padang
lamun dengan menggunakan persentase luas tutupan.
Gambar 3. Tutupan lamun di Desa Kampe
T otal tutupan jenis lamun secara keseluruhan berkisar antara 50-70% dengan tutupan
tertinggi pada stasiun 2. Rata-rata tutupan lamun keseluruhan mencapai 59,4%. Dalam
peraturan yang diatur dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 200 Tahun
2004, membagi kelas penutupan lamun menjadi 3 bagian yakni penutupan kaya/sehat
(60%), kurang kaya/kurang sehat (30-59,9%), serta tutupan terkategori miskin (29,9%).
Kondisi tutupan lamun di perairan Kampung Kampe tergolong pada tutupan yang kurang
kaya/kurang sehat (sedang).
Dengan demikian nilai tutupan lamun di perairan Kampung Kampe yakni tergolong pada
penutupan yang kurang kaya/kurang sehat (sedang). Kondisi ini serupa dengan data hasil
tingkat kerapatan lamun yang juga tergolong sedang. Kerusakan lamun diakibatkan oleh
adanya aktifitas perkapalan dan aktivitas perikanan yang ada di sekitar perairan Kampung
Kampe. Transportasi kapal akan menghasilkan tumpahan minyak, serta sampah yang
dihasilkan oleh permukiman, dan aktivitas menjaring ikan oleh nelayan yang cenderung
menginjak-injak ekosistem lamun, serta terjadi peningkatan kekeruhan perairan
menghambat penetrasi cahaya matahari. Dengan demikian akan berdampak pada
penurunan pertumbuhan daun lamun, dan mengakibatkan penurunan persentase
tutupannya. Tutupan yang tidak tergolong tinggi mencirikan bahwa luasan area lamun di
perairan Kampung Kampe semakin menurun. Menurut Poedjiraharjoe et al. (2013), bahwa
rendahnya angka penutupan di suatu perairan umumnya diduga karena adanya aktivitas
manusia dan tingginya aktivitas perikanan, sehingga terjadi berbagai macam gangguan,
58.3
70.0
50.0
0.0
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0
60.0
70.0
80.0
I II III
Tutp
an L
amun (
%)
Stasiun
salah satunya yakni peningkatan kekeruhan yang dapat menghambat terjadinya
fotosintesis.
Potensi Sumberdaya Perikanan
Sumberdaya yang ditemukan di sekitar perairan Kampe yakni Kepiting Rajungan
(Portunus pelagicus) merupakan sumberdaya ekonomis penting untuk menunjang
perekonomian masyarakat sekitar Kampung Kampe. Kepiting Rajungan (Portunus
pelagicus) merupakan jenis sumberdaya bernilai ekonommis yang memiliki habitat
disekitar padang lamun.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 2. Potensi sumberdaya perikanan Kampung Kampe
a) rajungan, b) ikan dingkis, c) kerang bulu, dan d) siput gonggong
Gonggong jenis terdapat di bagian perairan kampung Kampe Bagi masyarakat sekitar siput
gonggong ini hanya diambil untuk dimakan dan tidak dijual karena tidak memiliki nilai
ekonomis, gonggong jenis ini pun berbeda dengan gonngong yang biasa berada di pasaran.
Namun habitat gonggong jenis ini juga berada di sekitar padang lamun tersebut sehngga
mudah ditemukan. Menurut Soeharmoko (2010), menyatakan bahwa jenis Gastropoda
yang dikonsumsi oleh masyarakat Kepulauan Riau dari genus Strombus yaitu Strombus
canarium dan S. urceus. Berdasarkan hasil penelitian Irawan et al. (2014), di zona litoral
pesisir timur Pulau Bintan menemukan 3 spesies siput gonggong yang dimanfaatkan oleh
masyarakat yakni Strombus urceus, S. canarium, dan S. turturella.
Dari keempat sumberdaya yang ditangkap oleh nelayan di Kampung Kampe, jenis yang
dimanfaatkan oleh nelayan untuk dijual hanya tiga spesies yakni Kepiting Rajungan
(Portunus pelagicus), Ikan Baronang (Siganus canaliculatus), Kerang Bulu (Anadara
antiquata). Siput gonggong (Strombus sp.) tidak dijual dan hanya dikonsumsi pribadi
karena tidak memiliki nilai ekonomis.
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Pemanfaatan sumberdaya perikanan oleh nelayan sekitar perairan Kampung Kampe telah
terjadi sejak lama. Untuk data yang telah dikumpulkan, sekurangnya terdapat 15 nelayan
yang melakukan penangkapan sumberdaya perikanan di perairan Kampung Kampe.
Gambar 3. Persentase jenis sumberdaya yang ditangkap nelayan
Persentase jenis tangkapan nelayan di Kampung Kampe didominasi oleh jenis kepiting
Rajungan (Portunus pelagicus) dengan persentase sebesar 53% (8 orang). Sedangkan
nelayan yang melakukan penangkapan ikan baronang sebanyak 4 orang (27%) serta yang
melakukan penangkapan kerang bulu hanya sebanyak 3 orang (20%). Dari data diatas,
dijelaskan bahwa kepiting Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan komoditas yang
paling banyak dieksploitasi oleh nelayan di sekitar area padang lamun Kampung Kampe.
Berdasarkan hasil observasi, alasan nelayan banyak melakukan penangkapan kepiting
Rajungan (Portunus pelagicus) yakni karena memiliki harga jual yang tinggi dan mudah
dalam pemasaran hasil tangkapannya dibandingkan dengan jenis sumberdaya lainnya.
53%
27%
20%
Rajungan
Baronang
Kerang Bulu
Berdasarkan hasil wawancara pemanfaatan sumberdaya tangkapan perikanan di perairan
Kampung Kampe untuk 3 jenis biota (Rajungan, Baronang, serta Kerang Bulu) disajikan
seperti pada Tabel 3.
Tabel 3. Ukuran Hasil Tangkapan Nelayan
No. Jenis Tangkapan Berat Rata-rata (Kg) Panjang Rata-rata (cm)
1 Rajungan 2,09 12.66
2 Baronang 3,35 14.47
3 Kerang Bulu 1,12 5.39
Ukuran Rajungan yang ditangkap oleh nelayan memiliki ukuran rata-rata berat sebesar
2,09 kg/tangkapan dengan panjang rata-rata sebesar 12,66 cm. Ukuran ikan Baronang
memiliki berat rata-rata sebesar 3,35 kg/tangkapan dengan panjang rata-rata 14,47 cm,
sedangkan untuk ukuran kerang Bulu rata-rata berat sebesar 1,12 kg/tangkapan dengan
panjang rata-rata sebesar 5,39 cm.
Hasil wawancara terkait dengan pemanfaatan sumberdaya perikanan di area padang lamun
perairan Kampung Kampe terkait dengan cara penangkapan, secara jelas disajikan seperti
Gambar 4.
Gambar 4. Jenis alat tangkap yang digunakan nelayan
Jenis alat tangkap yang digunakan oleh nelayan untuk melakukan penangkapan kepiting
Rajungan (Portunus pelagicus) yakni dengan bento/bubu. Menurut hasil penelitian Santoso
et al. (2016) umumnya kepiting Rajungan (Portunus pelagicus) ditangkap dengan
menggunakan alat tangkap bubu yang digunakan dapat meloloskan rajungan dengan
ukuran >70 mm. Penangkapan ikan Baronang (Siganus canaliculatus) umumnya
digunakan jaring insang. Jaring ini beroperasi pada area padang lamun yang dipasang pada
53%
27%
20%
Pinto
Jaring
Berkarang
saat air pasang, dan didiamkan kemudian akan diambil pada saat air bergerak surut. Dari
hasil penelitian Darmono et al. (2016) jenis ikan Baronang (Siganus canaliculatus) yang
tertangkap jaring adalah jenis Siganus javus, S.virgatus, S. punctatus, S. canaliculatus dan
S. canaliculatus. Komposisi ikan baronang tertangkap oleh jaring lingkar berkisar 73.15%
dari keseluruhan hasil tangkapan. Untuk pengambilan kerang bulu umumnya langsung
diambil dengan tangan pada saat air surut, dan menggunakan snorkeling pada saat air
pasang.
Setelah melakukan penangkapan sumberdaya ikan di area padang lamun Kampung
Kampe, nelayan umumnya melakukan penjualan hasil tangkapan seperti dijelaskan pada
Gambar 5.
Gambar 5. Penjualan Hasil Tangkapan
Sebanyak 80% responden melakukan penjualan sumberdaya perikanan secara pribadi
dengan menawarkan secara lengsung ke konsumen, sedangkan sisanya sebesar 20% dijual
ke pengumpul. Banyaknya responden yang melakukan penjualan sumberdaya perikanan
secara pribadi ialah perbedaan harga jual yang lebih tinggi. Sedangkan kemudahan yang
diperoleh jika menjual ke pengumpul adalah para pengumpul mengambil langsung ke
nelayan, sehingga nelayan tidak susah payah menawarkan ke pembeli. Nelayan juga
beralasan esiko kerusakan sumberdaya perikanan hasil tangkapan juga dapat dihindari jika
penjualan langsung di serahkan ke pengumpul. Sedangkan masyarakat yang menjual hasil
tangkapannya secara langsung ke konsumen, umumnya telah memiliki langganan ataupun
sudah di pesan sebelumnya oleh konsumen tersebut.
80%
20%
Dijual sendiri
Pengumpul
Brdasarkan musim tangkapan juga mempengaruhi hasil tangkapan sumberdaya yang
ditangkap oleh nelayan. Berdasarkan hasil kuisioner nelayan terkait dengan musim
tangkapan tersaji seperti pada Gambar 6.
Gambar 6. Musim tangkapan sumberdaya perikanan di Kampung Kampe
Musim yang dimanfaatkan oleh nelayan untuk melakukan penaangkapan sumberdaya
umumnya pada musim teduh, sedangkan pada musim angin kencang penangkapan
sumberdaya tidak dilakukan maksimal karena pengaruh cuaca buruk. Diketahui bahwa
musim angin utara terjadi antara bulan Oktober- Desember, musim selatan antara Januari-
Maret, musim Barat antara April-Juni, serta musim peralihan antara bulan Juli-September.
Musim utara merupakan musi angin kuat yang tidak dimanfaatkan oleh nelayan kepiting
rajungan dan ikan baronang sehingga hasil tangkapan akan menurun. Sedangkan pada
musim utara tersebut, penangkapan kerang bulu masih dapat dilakukan karena
penangkapan dilakukan pada saat air surut dan di wilayah tepian laut sehingga lebih aman
bagi nelayan. Berdasarkan hasil wawancara sebesar 73% responden menyatakan bahwa
penangkapan pada umumnya dilakukan antara bulan Januari-September.
KESIMPULAN
1. Potensi sumberdaya lamun yang terdapat di perairan Kampe yang meliputi Enhalus
acoroides, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Halodule pinifolia, Syringodium
isoetifolium, dan Thalassia hemprichii dengan persentase tutupan 59,4 %.
2. Potensi sumberdaya perikanan di Kampung Kampe terdiri atas 4 jenis terdiri atas Kepiting
Rajungan (Portunus pelagicus), Ikan Baronang (Siganus canaliculatus), Kerang Bulu
(Anadara antiquata), serta Gonggong (Strombus sp.). Sumberdaya dengan nilai ekonomis
20%
73%
7%
Feb-Sept
Jan-Sept
Jan-Okt
yakni Kepiting Rajungan (Portunus pelagicus), Ikan Baronang (Siganus canaliculatus),
dan Kerang Bulu (Anadara antiquata).
3. Bahwa seluruh peralatan pemanfaatan sumberdaya perikanan yang digunakan oleh nelayan
tidak bersifat merusak atau menimbukan kerusakan terhadap ekosistem perairan terutama
padang lamun. Ukuran biota yang ditangkap di kampung Kampe (Rajungan, Baronang,
Kerang Bulu) juga harus diperhatikan ukurannya. Dikembangkan terobosan baru terkait
dengan budidaya Rajungan, Baronang, Kerang Bulu pada wadah terkontrol untuk
menghindari keterbatasan stok di alam.
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, R., Trijoko. 2011. Kekayaan Jenis Anadara (Bivalvia: Arcidae) di Perairan
Pantai Sidoarjo. Penelitian Hayati Edisi Khusus 4 (B) : 1-7.
Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Arkham, M.N., Adrianto. L., dan Wardiatno, Y. 2015. Studi Keterkaitan Ekosistem Lamun
Dan Perikanan Skala Kecil (Studi Kasus: Desa Malang Rapat dan Berakit, Kabupaten
Bintan, Kepulauan Riau). Jurnal Sosek Kelautan dan Perikanan 10 (2) : 137-148.
Asriyana dan Yuliana. (2012). Produktivitas Perairan. Jakarta: Bumi Aksara.
Azkab, M.H. 1999. Pedoman Inventarisasi Lamun. Jurnal Oseana 24 (1) : 1-16.
Azkab, M.H. 2006. Ada Apa Dengan Lamun. Jurnal Oseana 31 (3) : 45-55.
Darmono, O. P, Fedi. M. A, Sondita, Martasuganda. S. 2016. Teknologi Penangkapan
Baronang Ramah Lingkungan Di Kepulauan Seribu. Jurnal Teknologi Perikanan dan
Kelautan 7 (1) : 47-54.
Eki, N. Y. Sahami. F, Hamzah. S. N. 2013. Kerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun di
Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara. Jurnal
Ilmiah Perikanan 1 (2) : 65-70.
Gosari, J.A., Haris, A. 2012. Studi Kerapatan dan Penutupan Jenis Lamun di Kepulauan
Spermonde. Torani. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan 22 (3) : 256-162.
Irawan. H, dan Yandri. Y., 2014. Studi Biologi Dan Ekologi Hewan Filum Mollusca Di
Zona Litoral Pesisir Timur Pulau Bintan. Dinamika Maritim 4 (1): 10-26.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 200 Tahun 2004. Kriteria Baku kerusakan
dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun.
Kordi, K.G. 2011. Ekosistem Lamun (seagrass) fungsi, potensi pengelolaan. Rineka Cipta.
Jakarta.
McKenzie, L.J. 2003. Guidelines for The Rapid Assessment and Mapping of Tropical
Seagrass Habitats. The State of Queensland. Department of Primary Industries.
Minerva, A., Suryanto, A., Purwanti, F. 2014. Analisis Hubungan Keberadaan Dan
Kelimpahan Lamun Dengan Kualitas Air di Pulau Karimun Jawa, Jepara. Diponegoro
Journal of Maquares 3 (1) : 88-94.
Muliati, Yasidi. F, Arami. H., 2017. Studi kebiasaan makanan Ikan Baronang (Siganus
canaliculatus) di perairan Tondonggeu Kecamatan Abeli Sulawesi Tenggara. Jurnal
Manajemen Sumberdaya Perairan 2 (4) : 287-294.
Ningrum. V. P, Ghofar. A, Ain. C., 2015. Beberapa Aspek Biologi Perikanan Rajungan
(Portunus pelagicus) Di Perairan Betahwalang Dan Sekitarnya. Jurnal Saintek
Perikanan 11 (1) : 62-71.
Patty, I., Rifai, H., Simon. 2013. Struktur Komunitas Padang Lamun di Perairan Pulau
Mantehage Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Platax 1 (4) : 302-308.
Prasadi. O, Setyobudiandi. I, Butet. N. A, dan Nuryato. S., 2015. Karakteristik Morfologi
Famili Arcidae di Perairan yang Berbeda (Karangantu dan Labuan, Banten). Jurnal
Teknologi Lingkungan 17 (1) : 29-36.
Poedjiraharjoe, E., Mahayani, N.P.D., Sidharta, B.R., Salamuddin, M. 2013. Tutupan Lamun
dan Kondisi Ekosistemnya di Kawasan Pesisir Madasanger, Jelenga, dan Maluk
Kabupaten Sumbawa Barat. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis 5 (1) : 36-46.
Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI. 2017. Status Padang Lamun di Indonesia 2017. 24 hlm.
Rahman, A.A., Nur, A.I., Ramli, M. 2016. Studi Laju Pertumbuhan Lamun (Enhalus
acoroides) Di Perairan Pantai Desa Tanjung Tiram Kabupaten Konawe Selatan. Jurnal
Sapa Laut 1 (1) : 10-16.
Santoso. D, Karnan, Japa. L, Raskun. 2016. Karakteristik Bioekologi Rajungan (Portunus
pelagicus) Di Perairan Dusun Ujung Lombok Timur. Jurnal Biologi Tropis 16 (2) : 94-
105.
Setiawan. F, Harahap. S. A, Andriani. Y, Hutahean. A. A. 2012. Deteksi Perubahan Padang
Lamun Menggunakan Teknologi Penginderaan Jauh Dan Kaitannya Dengan
Kemampuan Menyimpan Karbon Di Perairan Teluk Banten. Jurnal Perikanan dan
Kelautan 3 (3) : 275-286.
Shaffai, El,A. 2011. Field Guide to Seagrass of The Red Sea. IUCN and Courevoie. Total
Fondation.
Silviana. D. R, Nurdin. J, dan Izmiarti., 2014. Kepadatan Populasi dan Distribusi Ukuran
Cangkang Kerang Lokan (Rectidens sp.) di Perairan Tanjung Mutiara Danau
Singkarak, Sumatera Barat. Jurnal Biologi Universitas Andalas 3 (2) : 109-115.
Siswanto, E, Mulyadi. A, Windarti. 2017. Jasa Ekosistem Padang Lamun di Daerah
Kawasan Konservasi Lamun Trikora (Studi Di Desa Teluk Bakau) Kabupaten Bintan
Provinsi Kepulauan Riau. Jurnal Perikanan Terubuk 45 (1) : 59-69.
Soeharmoko., 2010. Inventarisasi Jenis Kekerangan Yang Dikonsumsi Masyarakat di
Kepulauan Riau. Dinamika Maritim 2 (1): 45-52.
Sumardi, Z. Sarong. M. A, Nasir. M. 2014. Alat Penangkapan Ikan Yang Ramah
Lingkungan Berbasis Code of Conduct For Responsible Fisheries di Kota Banda Aceh.
Jurnal Agrisep 15 (2) : 10-18.
Supriadi., Kaswadji, R.F., Bengen, D.G., Hutomo, M. 2012. Komunitas Lamun di Pulau
Barranglompo Makassar: Kondisi dan Karakteristik Habitat. Jurnal Maspari 4 (2) :
148-158.
Syukur, A. 2015. Distribusi, Keragaman Jenis Lamun (Seagrass) dan di Pulau Lombok
Status Konservasinya. Jurnal Biologi Tropis 15 (1) : 171-182.
Tishmawati, N.C., Suryanti., Ain. C. 2014. Hubungan Kerapatan Lamun (Seagrass) Dengan
Kelimpahan Syngnathidae Di Pulau Panggang Kepulauan Seribu. Jurnal Maquares 3
(4) : 147-153.
Wahyudin, Y., Kusumastanto, T., Adriano, L., Wardiatno, Y. 2016. Jasa Ekosistem Lamun
Bagi Kesejahteraan Manusia. Jurnal Omni Akuatika 12 (3) : 29-46.
Wiyono, E. S. 2009. Species Selectivity of Garuk in Cirebon, West Java. Jurnal Bumi
Lestari. 9 (1) : 61-65.