Upload
onlyiikhaa
View
384
Download
8
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Degradasi
Citation preview
MAKALAH STABILITAS OBAT
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKALAH
PENGARUH SUHU TERHADAP DEGRADASI
DIAN HARDIANTI (15020110311)
IKA INDRA WIJAYA (15020110308)
AHMAD SAHLAN B (1502011 )
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Penyebab ketidakstabilan sediaan obat ada dua watak, pertama kali adalah
labilitas dari bahan obat dan bahan pembantu sendiri. Yang terakhir dihasilkan dari
bahan kimia dan kimia fisika, untuk lainnya adalah faktor luar seperti suhu,
kelembapan, udara, dan cahaya, menginduksi atau mempercepat reaksi yang yang
berkurang nilainya. Faktor-faktor yang telah disebutkan menjadi efektif dalam skala
tinggi adalah bergantung dari jenis galenik dari sediaan dalam obat padat, seperti
serbuk, bubuk, dan tablet.
Penjelasan di atas menjelaskan kepada kita bahwa betapa pentingnya kita
mengetahui pada keadaan yang bagaimana suatu obat tersebut aman dan dapat
bertahan lama, sehingga obat tersebut dapat disimpan dalam jangka waktu yang
lama tanpa menurunkan khasiat obat tersebut.
Stabilitas obat mencakup masalah kadar obat yang berkhasiat. Bila suatu
obat stabil artinya dalam waktu relatif lama obat akan berada dalam keadaan
semula, tidak mengalami perubahan atau jika berubah masih dalam batas yang
sesuai persyaratan.
Semua sediaan obat memiliki batas usia simpan yang dapat mengalami
penguraian karena proses oksidasi reduksi. Sehingga menyebabkan obat tersebut
tidak berkhasiat bahkan memiliki sifat yang toksik. Oleh karenaitu, pengetahuan
mengenai kestabilan suatu sediaan obat dapat diketahui. kestabilan fisika-kimia obat
sangat penting dilakukan oleh seorang farmasist agar dapat menentukan dengan
tepat, kapan suatu obat dapat digunakan dan kapan sudah rusak. mulai dari
pengusaha obat sampai ke pasien. Pengusaha obat harus dengan jelas
menunjukkan bahwa bentuk obat harus dengan sediaan yang dihasilkan cukup tabil
dalam penyimpanan yang cukup lama dimana tidak berubah menjadi zat tidak
berkhasiat atau racun, ahli farmasi harus mengetahui ketidakstabilan potensial dari
obat yang dibuatnya. Dokter dan penderita harus diyakinkan bahwa obat yang ditulis
atau digunakannya akan sampai pada tempat pengobatan dalam konsentrasi yang
cukup untuk mencapai efek pengobatan yang diinginkan.
BAB II
PEMBAHASAN
Kestabilan suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam
membuat formulasi suatu sediaan farmasi. Hal ini penting mengingat suatu sediaan
biasanya diproduksi dalam jumlah yang besar dan memerlukan waktu yang lama
untuk sampai ke tangan pasien yang membutuhkannya. Obat yang disimpan dalam
jangka waktu yang cukup lama dapat mengalami penguraian dan mengakibatkan
hasil urai dari zat tersebut bersifat toksik sehingga dapat membahayakan jiwa
pasien. Oleh karena itu perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
kestabilan suatu zat sehingga dapat dipilih suatu kondisi dimana kestabilan obat
tersebut optimum (Anonim : 2005).
Stabilitas suatu obat adalah suatu pengertian yang mencakup masalah kadar
obat yang berkhasiat. Bila suau obat stabil artinya dalam waktu relative lama, obat
akan berada dalam keadaan semula, tidak berubah atau bila berubah masuh dalam
batas yang diperbolehkan oleh peryaratan tertentu. Batas kadar obat masih bersisa
90% keatas masih bias digunakan, tetapi bila kadarny kurang dari 90% tidak dapat
digunakan lagi atau disebut sebagai sub standar waktu diperlukan sehingga obat
tinggal 90% disebut umur obat (Anonim : 2005).
Apabila bentuk sediaan dari suatu obat diubah, (misalnya dengan dilarutkan
dalam suatu cairan, diserbuk atau pun ditambahkan bahan-bahan penolong lain),
atau juga dilakukan modifikasi terhadap kondisi lingkungan dari obat itu sendiri yaitu
misalnya dengan mengubah-ubah kondisi penyimpanannya dan lain sebagainya,
maka dengan demikian stabilitas obat yang bersangkutan mungkijn juga akan
terpengaruh (Howard : 1989).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan suatu zat antara lain
adalah panas, cahaya, kelembaban, oksigen, pH, mikroorganisme dan lain-lain,
digunakan dalam formula sediaan obat tersebut. Sebagai contoh : senyawa-
senyawa ester dan amida seperti amil ntrat dan kloramfenikol adalah merupakan
suatu zat-zat yang mudah terhidrolisa dengan adanya lembab, sedangkan vitamin C
mudah sekali mengalami oksidasi (Anonim : 2005).
Penerapan prinsip fisika kimia tertentu pada pelaksanaan pengkajian
stabilitas telah terbukti sangat mengntungkan pengambangan sediaan stabil. Hanya
pendekatan itu yang memungkinkan pemamfaatan data yang diperoleh dari
penyimpanan dalam kondisi yang melebihi keadaan normal secara tepat dan
memadai, untuk maksud meramalkan stablitas pada penyimpanan normal selama
jangka waktu yang lama. Sangat penting bagi produsen dari produk baru pada
penyimpanan normal dari data penyimpanan dipercepat, dikarenakan keuntungan
ekonomis besar yang diperoleh dari pemasaran produk baru secepat mungkin
setelah formulasinya selesai (Connors : 1994).
Pada masa lalu banyak perusahaan farmai mengadakan evaluasi mengenai
kestabilan sediaan farmasi dengan pengamatan selama 1 tahun atau lebih, sesuai
dengan waktu normal yang diperlukan dalam penyimpanan dan dalam penggunaan.
Metode seperti itu memakan waktu dan tidak ekonomis. Penelitian yang dipercepat
pada temperature tinggi juga banyak dilakukan oleh banyak perusahaan, tetapi
kriterianya sering merupakan criteria yang tidak didasarkan pada prinsip-prinsip
dasar kinetik. Contohnya beberapa perusahaan menggunakan aturan bahwa
penyimpanan cairan pada 37°C mempercepat penguraian 2x lajunya pada
temperature normal, sementara perusahaan lain menggunakan bahwa kondisi
tersebut mempercepat penguraian dengan 20x laju normal (Alfred Martin : 1993).
Laju reaksi atau kecepatan reaksi menyatakan banyaknya reaksi
yang berlangsung per satuan waktu. Laju reaksi menyatakan konsentrasi zat
terlarutdalam reaksi yang dihasilkan tiap detik reaksi. Berdasarkan eksperimen, laju
reaksi meningkat tajam dengan naiknya suhu. (Martin, 1990)
T1/2 adalah periode penggunaan dan penyimpanan yaitu waktu dimana suatu
produk tetap memenuhi spesifikasinya jika disimpan dalam wadahnya yang sesuai
dengan kondisi atau waktu yang diperlukan untuk hilangnya konsentrasi
setengahnya. Sedangkan T90 adalah waktu yang tertera yang menunjukkan batas
waktu diperbolehkannya obat tersebut dikonsumsi karena diharapkan masih
memenuhi spesifikasi yang ditetapkan. (Martin, 1990)
Sebagai bahan yang digunakan adalah Asetosal. Dimana dilakukan
penentuan stabilitas obat Asetosal menggunakan metode grafik berdasarkan nilai
konstanta kecepatan reaksi, waktu paruh (T1/2) dan T90 (waktu kadaluarsa) dan
menggunakan instrumen spektrofotometer pada berbagai suhu yaitu suhu 40◦C,
55◦C, dan 70◦C. Dimana panjang gelombang untuk Asetosal adalah 525 nm.
Degradasi Asetosal dapat dipengaruhi oleh suhu, cahaya, dan faktor-faktor
lainya. Berdasarkan mekanisme degradasi Asetosal diatas maka dapat disimpulkan
bahwa konsentrasi Asetosal berkurang dalam jumlah yang sama dengan
konsentrasi asam salisilat yang terbentuk selama reaksi berlangsung.
Dilakukan pada berbagai suhu 40◦C, 55◦C, dan 70◦C dimaksudkan untuk
membedakan atau mengetahui pada suhu berapa obat dapat stabil dengan baik dan
pada suhu berapa obat akan terurai dengan cepat. Jika menggunakan suhu yang
tinggi kita mampu mengetahui penguraian obat dengan cepat. Sedangkan jika
menggunakan suhu kamar dalam pengujian maka butuh waktu yang lama untuk
dapat terurai atau terdegradasi walaupun sebenarnya dalam suhu kamarpun
Asetosal sudah dapat terdegradasi.