Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH RISIKO IDIOSINKRATIK DAN LIKUIDITAS TERHADAP IMBAL HASIL SAHAM DENGAN PERDAGANGAN SAHAM YANG
TINGGI Agung Wibowo Saputro
1. Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, Kampus UI Salemba Jl. Salemba Raya no 4 Jakarta Pusat 10430
2. Department of Management, Faculty of Economics, University of Indonesia, Kampus Baru UI Depok, Depok, 16424, Indonesia
E-mail : [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh risiko idiosinkratik dan likuiditas terhadap imbal hasil saham yang memiliki frekuensi perdagangan tinggi. Penelitian dilakukan pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2012 sampai dengan 2016. Pengujian dilakukan dengan regresi panel data Common Effect Model atau Pooled Least Square (PLS). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa risiko idiosinkratik dan likuiditas berpengaruh signifikan negatif terhadap imbal hasil saham. Kata kunci: Risiko idiosinkratik, likuiditas, imbal hasil, perusahaan terdaftar di BEI, Pooled Square (PLS). THE RETURNS, IDIOSYNCRATIC RISK AND LIQUIDITY RELATIONSHIP IN HIGH
FREQUENCY TRADING
Abstract This research is aimed to analyze the relationship of idiosyncratic risk and liquidity to stock returns with high frequency trading. Sample in this research is company that listed in Indonesia Stock Exchange within 2012 – 2016. The test were conducted with Pooled Least Square (PLS). The result of this research found that both of idiosyncratic risk and liquidity has significant influence to stock returns with high frequency trading. Keywords: Idiosyncratic risk, liquidity, stock returns, Pooled Least Square (PLS).
Pengaruh risiko ..., Agung Wibowo Saputro, FEB UI, 2017
PENDAHULUAN
Pasar modal diartikan sebagai pasar untuk berbagai instrumen keuangan (atau sekuritas) jangka
panjang yang dapat diperjualbelikan, baik dalam bentuk kewajiban maupun ekuitas, yang
diterbitkan oleh negara, public authorities, ataupun perusahaan non pemerintah (Husnan : 2004).
Bursa Efek Indonesia (BEI) merupakan refleksi dari pasar modal yang ada di Indonesia.
Beberapa bentuk instrumen keuangan yang diperdagangkan di pasar modal antara lain adalah
saham, obligasi dan derivatif. Sedangkan instrumen investasi yang paling sering diperdagangkan
di pasar modal adalah saham. Saham merupakan suatu sekuritas yang memiliki hak klaim akan
pendapatan atau aset suatu perusahaan (Mishkin : 2008).
Selain menjadi tempat perdagangan instrumen keuangan, pasar modal juga menyediakan
berbagai informasi kepada investor. Pengungkapan informasi ini bertujuan untuk menciptakan
pasar yang sempurna atau perfect market dimana tidak ada asymmetric information. Asimetri
informasi merupakan suatu keadaan dimana manajer perusahaan memiliki informasi yang lebih
baik terhadap kondisi atau prospek suatu perusahaan daripada calon investor (Brigham, 1993:35).
Brennan dan Subrahmanyam (1996) menemukan jika asimetri informasi dan pasar yang dalam
kondisi tidak sempurna akan meningkatkan biaya pendanaan jika pendanaan tersebut diperoleh
dari pihak eksternal.
Informasi yang dapat diperoleh investor dari pasar saham antara lain adalah harga saham dari
waktu ke waktu (historical price), informasi perdagangan di bursa, publikasi laporan keuangan
perusahaan, dan berbagai kejadian dalam suatu perusahaan. Bagi investor, informasi yang
disediakan ini sangat penting sebagai dasar dalam mengambil keputusan investasi.
Bagaimanapun investor akan memilih saham yang akan memberikan tingkat imbal hasil (return)
yang tinggi dengan risiko yang paling rendah.
Pada dasarnya setiap investasi pasti memiliki risiko atas ketidakpastian di masa depan. Oleh
karena itu dapat dikatakan jika investor sebenarnya tidak mengetahui pasti berapakah tingkat
imbal hasil yang akan diterima. Investor hanya mampu memperkirakan berapakah tingkat imbal
Pengaruh risiko ..., Agung Wibowo Saputro, FEB UI, 2017
hasil yang diharapkan terhadap suatu investasi dengan mengacu pada informasi yang tersedia,
pengalaman dan intuisi investor.
Salah satu risiko investasi dalam bentuk saham adalah risiko idiosinkratik. Risiko idiosinkratik
merupakan risiko yang dapat dikurangi dampaknya dengan pembentukan portfolio dengan tujuan
melakukan diversifikasi. Namun Merton (1973) dan Boehme et al. (2009) berpendapat bahwa
investor tidak dapat memegang portfolio yang terdiversifikasi dengan sempurna karena adanya
informasi yang tidak lengkap dan banyaknya biaya yang ada pada pasar keuangan. Mereka
menambahkan jika investor lebih menyukai investasi dengan saham yang sudah dikenal. Risiko
idiosinkratik merefleksikan informasi spesifik tentang perusahaan dan akan berfluktuasi sesuai
perusahaan itu sendiri. Penelitian Mullins (1982) juga menyebutkan jika menghilangkan risiko
idiosinkratik merupakan hal yang mustahil dilakukan. Namun risiko idiosinkratik haruslah tetap
diperhitungkan dalam cross sectional imbal hasil saham.
Ang et al. (2006) menemukan jika risiko idiosinkratik dan imbal hasil saham memiliki hubungan
negatif. Saham yang memiliki sensitifitas tinggi terhadap risiko idiosingkratis hanya mampu
menghasilkan imbal hasil yang rendah. Hasil serupa juga diperoleh dari penelitian Ang, Hodrick,
Xing dan Zang (2002). Hasil Penelitian AHXZ menyebutkan jika hubungan antara imbal hasil
dan risiko idiosinkratik layaknya ”a substansive puzzle”. Di sisi lain, berbagai hasil penelitian
menyebutkan jika terdapat hubungan positif antara risiko idiosinkratik dan imbal hasil saham,
diantaranya adalah Levy (1978) menjelaskan bahwa secara teoritis risiko idiosinkratik
mempengaruhi nilai keseimbangan nilai saham atau asset jika investor tidak mampu melakukan
diversifikasi saham kedalam bentuk portfolio. Merton (1987) menemukan jika investor tidak
mampu melakukan diversifikasi, maka risiko yang seharusnya diperhitungkan oleh pelaku pasar
adalah risiko keseluruhan perusahaan tersebut. Malkiel & Xu (2002) juga menemukan hasil yang
sama atas penelitiannya. Bali & Cakiki (2006) menyebutkan jika perusahaan yang memiliki total
varians besar (risiko idiosinkratik yang tinggi) akan dituntut untuk mampu memberikan imbal
hasil yang tinggi sebagai kompensasi atas risiko yang tidak terdiversifikasi sempurna.
Murhadi (2013) melakukan penelitian yang sama terhadap 50 perusahaan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia dan menemukan jika terdapat hubungan yang negatif signifikan antara risiko
Pengaruh risiko ..., Agung Wibowo Saputro, FEB UI, 2017
idiosinkratik terhadap imbal hasil saham. Hal ini memberikan implikasi jika perusahaan dengan
risiko idiosinkratik yang kecil akan lebih disukai oleh investor yang tidak mampu melakukan
diversifikasi, sehingga permintaan saham dari individual dan institusi secara bersamaan akan
mendorong harga saham dan memberikan imbal hasil yang lebih tinggi.
Hal lain yang harus diperhatikan investor dalam berinvestasi selain imbal hasil (return) dan risiko
adalah likuiditas (liquidity). Likuiditas dapat diartikan penambahan lembar saham di pasar
dengan harapan terjadi penambahan jumlah perdagangan saham. Secara teoritis aset yang tidak
likuid akan sulit diperdagangkan di pasar karena akan mengalami penurunan harga yang secara
terus menerus mempengaruhi imbal hasilnya.
Jika kembali melihat ke pasar modal maka banyak dijumpai istilah aset tidak likuid, biasanya
istilah ini digunakan untuk menyebut saham yang tidak diperdagangkan. Saham ini disebut juga
sebagai saham tidur. Terdapat beberapa hal yang mendasari mengapa investor mengambil
keputusan untuk menyimpan saham yang dibelinya. Salah satunya adalah saham tersebut
merupakan saham perusahaan baru yang belum banyak menjanjikan hasil, dan memiliki harga
yang sangat fluktuatif.
Di sisi lain perusahaan yang memiliki nilai saham terlalu tinggi akan melakukan pemecahan
saham. Hal ini disebabkan oleh harga yang terlalu tinggi akan membatasi calon investor, biasanya
hanya terbatas pada investor institusi. Perusahaan berharapkan dengan stock split yang dilakukan
dapat meningkatkan likuiditas saham dan mampu menarik lebih banyak calon investor.
Pada penelitian sebelumnya menunjukan jika likuiditas saham memiliki pengaruh positif
terhadap imbal hasil suatu saham. Hal ini sejalan dengan penelitian Amihud dan Jones (2002)
yang menemukan hasil yang sama. Penelitian lain yang mendukung hal ini adalah (Stambaugh,
Pastor : 2003). Dalam penelitiannya menyebutkan jika likuiditas saham berpengaruh positif pada
imbal hasil ekspektasi saham. Meskipun pada tahun sebelumnya Chordia. Subrahmanyam, dan
Aushuman (2001) menemukan hasil yang bertolak belakang.
Pengaruh risiko ..., Agung Wibowo Saputro, FEB UI, 2017
Kluger dan Stephen (dalam Murhadi 2013) memberikan penjelasan bahwa likuiditas dan risiko
merupakan faktor serius yang sangat perlu diperhatikan dalam mengambil keputusan investasi.
Meskipun di sisi lain terdapat banyak hasil penelitian yang menyebutkan jika saham yang tidak
likuid akan memaksa pemegang saham untuk meminta imbal hasil (return) yang lebih tinggi.
Dari sudut pandang investor, saham dinilai likuid jika mudah dijual dengan segera dan dapat
mendapatkan hasil sesuai dengan market price-nya (Murhadi, 2013)
Salah satu alat ukur likuiditas di Bursa Efek Indonesia adalah frekuensi perdagangan. Frekuensi
perdagangan saham merupakan jumlah transaksi jual beli saham pada suatu rentang waktu.
Dengan melihat frekuensi perdagangan suatu saham, maka dapat diketahui jika saham tersebut
diminati oleh pelaku pasar (Harsono, 2003). Tingginya frekuensi perdagangan suatu saham, dapat
diartikan bahwa saham tersebut memiliki likuiditas yang tinggi. Semakin likuid sekuritas,
diharapkan dapat segera memberikan hasil atau keuntungan bagi investor. Secara teoritis saham
yang paling diminati calon investor adalah saham yang mampu memberikan imbal hasil yang
tinggi dan risiko yang rendah. Penelitian menyebutkan jika fekuensi perdagangan yang tinggi
mampu meningkatkan imbal hasil saham, penelitian ini dilakukan oleh Duarte dan Parsa (2011).
Berangkat dari penjelasan di atas, peneliti mencoba untuk memfokuskan bagaimanakah pengaruh
volatilitas risiko idiosinkratik dan likuiditas terhadap imbal hasil saham dengan frekuensi
perdagangan yang tinggi di Indonesia. Mengingat penelitian terhadap saham dengan frekuensi
perdagangan tinggi masih terbatas.
TINJAUAN TEORITIS
Jenis risiko sekuritas yang dapat diminimalisir dengan membentuk portofolio yang well-
diversified disebut dengan risiko tidak sistematis (Unystematic Risk) (Jogiyanto 2014). Risiko
tidak sistematis merupakan variasi dalam pengembalian investasi yang dapat dihilangkan melalui
diversifikasi oleh investor ( Keown, 2011: 201). Bodie (2006) mengemukakan bahwa risiko yang
bisa dihilangkan melalui diversifikasi disebut dengan unique risk atau risiko unik, dan hanya
berdampak terhadap satu saham atau suatu sektor saja (Samsul, 2006).
Pengaruh risiko ..., Agung Wibowo Saputro, FEB UI, 2017
Menurut Jones (2002:134) risiko nonsistematik adalah risiko yang berkaitan dengan kondisi
perusahaan secara individual misalnya adalah risiko bisnis. Disebut juga sebagai risiko
diversifikasi, risiko unik, atau risiko idiosinkratik. Brealey (2008:312) menyebutkan jika risiko
khas adalah faktor risiko yang hanya mempengaruhi perusahaan. Sebagaimana Jones dan Bodie,
Brealey juga berpendapat jika risiko khas adalah risiko yang bisa didiversifikasi.
Risiko idiosinkratik merupakan risiko yang merefleksikan informasi spesifik terhadap perusahaan
dan akan berfluktuasi sesuai dengan informasi itu sendiri. Beberapa faktor dapat menyebabkan
hal ini terjadi misalnya pengumuman tentang informasi pendapatan, supply dan permintaan
perusahaan yang bersifat musiman, dan dinamika persaingan perusahaan. Dengan demikian
secara alami risiko ini akan berubah sepanjang waktu (time-varying) tergantung pada perubahan
informasi tersebut (Naomi, 2011)
Berdasarkan berbagai pendapat di atas maka dapat diambil kesimpulan jika risiko sistematis atau
risiko idiosinkratik adalah risiko yang melekat hanya pada satu sekuritas atau saham saja sebagai
akibat dari kejadian atau peristiwa yang dialami oleh perusahaan itu sendiri misalnya pemogokan
karyawan, disclosure tentang perusahaan, permintaan yang bersifat musiman dan lain-lain. Selain
itu dapat diketahui jika risiko idiosinkratik dapat didiversifikasi dengan pembentukan portfolio.
Ang et al. (2006) menemukan jika risiko idiosinkratik dan imbal hasil saham memiliki hubungan
negatif. Saham yang memiliki sensitifitas tinggi terhadap risiko idiosingkratis hanya mampu
menghasilkan imbal hasil yang rendah. Hasil serupa juga diperoleh dari penelitian Ang, Hodrick,
Xing dan Zang (2002)
Bodie (2002), menyebutkan jika likuiditas merupakan seberapa besar biaya dan kemudahan suatu
aset dikonversikan menjadi kas dengan cara menjualnya. Haris (2003) memberikan definisi
terhadap suatu likuiditas sebagai kemampuan untuk melakukan transaksi perdagangan dalam
jumlah yang besar, dapat dilakukan secepatnya, dan dengan biaya yang minimal pada saat
melakukan perdagangan. Likuiditas memberikan informasi mengenai kemungkinan suatu
perdagangan pada ukuran tertentu, harga dan waktu tertentu dimana pasar berfungsi dengan
baik.
Pengaruh risiko ..., Agung Wibowo Saputro, FEB UI, 2017
Penelitian Kluger dan Stephan (1997) mengukur likuiditas saham dengan empat alat yaitu
relative odds ratio yang didasarkan pada volume yang dibutuhkan untuk menggerakan harga
saham, firm size yang diukur melalui market value of equity, bid-ask spread yang didasarkan
pada biaya untuk melakukan transaksi secara segera, dan liquidity ratio yang diukur dari rasio
volume perdagangan terhadap perubahan absolut dari harga selama interval waktu tertentu.
Hasilnya menunjukkan bahwa korelasi diantara keempat alat tersebut adalah tinggi, yang
mengindikasi bahwa ke-empatnya dapat digunakan sebagai proksi dari likuiditas.
Sedangkan Wyss (2004) berpendapat bahwa likuiditas memiliki 4 dimensi, yaitu Trading time,
merupakan kemampuan mengeksekusi transaksi dengan segera pada harga wajar. Dalam berbagai
penelitian dilakukan melalui jumlah perdagangan persatuan waktu atau lamanya waktu tunggu
untuk melakukan transaksi. Tightness, kemampuan untuk membeli atau menjual suatu aset pada
harga yang sama di waktu yang sama. Hal ini lazimnya dikur melalui spread. Depth, kemampuan
untuk membeli atau menjual aset tertentu tanpa terpengaruh atas kuotasi harga. Kedalaman pasar
dapat diukur, selain dari kedalaman itu sendiri, dengan rasio pesanan, volume perdagangan atau
flow ratio. Resiliency, kemampuan untuk membeli atau menjual aset tertentu dengan sedikit
pengaruh dari harga kuotasi. Bila kedalam pasar hanya mempertimbangkan volume pada saat bid
atau ask, maka resiliency juga mempertimbangkan elastisitas penawaran dan permintaan. Hal ini
biasanya diukur melalui intraday returns, the variance ratio atau the liquidity ratio.
Dwimulyani (2008) dan Muhammad et al (2015) mengemukakan setidaknya ada 3 parameter
untuk melihat reaksi pasar dalam mengukur likuiditas saham. Berikut ketiga parameter tersebut ;
Pertama adalah Volume Perdagangan, volume perdagangan saham merupakan jumlah lembar
saham yang diperjualbelikan di pasar modal pada kurun waktu tertentu. Volume perdagangan
saham merupakan indikator kondisi efek yang diperdagangkan di pasar modal, karena volume
saham yang diperdagangkan dapat menggambarkan kekuatan antara supply dan demand yang
merupakan manifestasi perilaku investor. Seperti yang dikemukakan oleh Copeland (1979),
Lakonishok dan Lev (1987) serta Lamoureux dan Ponn (1987) dalam Mila dimana likuiditas
saham salah satunya dapat diukur dengan besarnya Trading Volume Activity (TVA). Trading
volume activity (TVA) ialah instrument pengukuran reaksi pasar terhadap suatu informasi melalui
parameter pergerakan aktivitas volume perdagangan di bursa efek. Trading volume activity
Pengaruh risiko ..., Agung Wibowo Saputro, FEB UI, 2017
merupakan perbandingan antara jumlah saham perusahaan yang diperdagangkan pada periode
tertentu dengan jumlah saham perusahaan yang beredar pada periode tertentu.
Yang kedua adalah Value Perdagangan Saham, yaitu total nilai saham saat transaksi dilakukan
(berapa nilai total perkalian harga saham dan volume saham yang diperdagangkan) yang
dinyatakan dalam rupiah. Statistik value perdagangan saham di BEI secara umum dalam satuan
milyar rupiah (Yahya, 2008). Menilai likuiditas saham berdasarkan nilai transaksi dilakukan
dengan mengurutkan besarnya jumlah transaksi suatu saham dengan memperhitungkan harga
transaksi dan volume transaksinya (harga rata-rata transaksi dikalikan dengan volume transaksi).
Yang terakhir adalah frekuensi perdagangan. Frekuensi perdagangan memberikan gambaran
berapa kali saham suatu emiten diperdagangkan dalam jangka waktu tertentu. Minat investor
pada perdagangan saham tertentu dapat dilihat dari frekuensi jual beli suatu saham. Frekuensi
berbanding lurus terhadap jumlah pemegang saham yang berarti frekuensi merupakan gambaran
keaktifan saham dalam perdagangan pasar (Eleswarapu dan Khrisnamurti dalam Maknun, 2010).
Frekuensi perdagangan saham mempengaruhi jumlah saham yang beredar, jika jumlah frekuensi
perdagangan besar maka saham tersebut dinyatakan sebagai saham aktif yang diperdagangkan
dan tentunya berpengaruh pada volume perdagangan saham. Peningkatan frekuensi perdagangan
merupakan akibat dari peningkatan permintaan saham (Ang, 1997). Dalam penelitian yang
dilakukan Yadav et al (1999) mengungkapkan bahwa terdapat hubungan positif antara frekuensi
perdagangan dengan return saham. Frekuensi perdagangan menggambarkan berapa kali saham
diperjualbelikan dalam kurun waktu tertentu. Minat pelaku pasar pada perdagangan saham
tertentu akan dapat dilihat jumlah perdagangannya. Frekuensi berhubungan secara positif
terhadap jumlah pemegang saham yang berarti frekuensi menggambarkan aktif tidaknya saham
dalam perdagangan pasar.
Pengukuran likuiditas dalam penelitian ini menggunakan parameter frekuensi perdagangan.
Kelebihan dari penggunaan parameter ini adalah lebih mudah untuk diukur dan dianalisa, kedua
kemudahan dalam pengumpulan data memberikan nilai tambah tersendiri, dan penggunaan data
frekuensi dalam penelitian ini sesuai dengan parameter yang digunakan Dinh (2017) pada
penelitian sebelumnya.
Pengaruh risiko ..., Agung Wibowo Saputro, FEB UI, 2017
Berdasarkan hal di atas, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut
H0 Risiko Idiosinkratik dan Likuiditas tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap imbal
hasil pada saham yang memiliki frekuensi perdagangan tinggi.
H1 Risiko Idiosinkratik dan Likuiditas memiliki pengaruh signifikan terhadap imbal hasil
pada saham yang memiliki frekuensi perdagangan tinggi.
METODE PENELITIAN
Data dan Sumber
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang dianalisis dengan model
panel data karena data berbentuk time series dan cross section. Sedangkan pengolahan data
menggunakan bantuan aplikasi eviews. Hasil pengolahan data tersebut diharapkan dapat
memberikan informasi mengenai Pengaruh Risiko idiosinkratik dan Likuiditas terhadap Imbal
Hasil saham periode 2012 sampai dengan 2016. Sumber data sekunder yang digunakan diperoleh
dari website resmi Bursa Efek Indonesia yaitu www.idx.co.id dan website The Indonesian
Capital Market Institute (ticmi.co.id). Selain dari kedua sumber tersebut, data yang diperoleh
bersumber dari beberapa website keuangan lainnya misal www.finance.yahoo.co.id,
www.sahamok.com, dan www.thomsonreuters.com.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh emiten yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
periode Januari 2012 sampai dengan Desember 2016 . Dari populasi tersebut kemudian
ditentukanlah sampel penelitian. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan teknik purposive sampling. Teknik ini merupakan teknik paling tepat untuk
mendapatkan sampel penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui
Pengaruh Risiko Idiosinkratik dan Likuiditas terhadap Imbal Hasil saham dengan frekuensi
perdagangan tinggi .Purposive sampling merupakan teknik penentuan sampel dengan suatu
pertimbangan atau kriteria tertentu yang telah ditentukan (Wiratna Sujarweni dan Poly
Endrayanto, 2012:16). Dengan menggunakan rumus Slovin dalam menentukan jumlah sampel,
maka diperoleh jumlah sampel sebanyak 82 saham perusahaan dengan jumlah frekuensi
perdagangan paling tinggi selama periode penelitian yaitu dari tahun 2012 sampai dengan 2016.
Pengaruh risiko ..., Agung Wibowo Saputro, FEB UI, 2017
Jumlah ini menjadi 57 saham perusahaan karena beberapa saham tidak memenuhi data yang
dibutuhkan dan menghilangkan beberapa data outliers.
Variabel Penelitian
Pembahasan utama dalam penelitian ini adalah risiko idiosinkratik dan likuiditas. Untuk
mengukur risiko idiosinkratik dalam penelitian ini adalah dengan mencari residual menggunakan
regresi imbal hasil saham dan imbal hasil pasar dengan menggunakan Single Index Model
Rt,i,j =α˛i,t + βt,i,jRm,j,t + éj,i,t
Selanjutnya adalah dengan mencari varians dari hasil residual regresi sebelumnya. Estimasi untuk
memperoleh varians dari residual tersebut menggunakan
s2 = ( ))1(
2
−
Χ−Χ∑
ni
Langkah terakhir adalah dengan melakukan fungsi log terhadap hasil hasil varians tersebut
IdiosyncraticRisk = logvar(eit)
Pada penelitian ini parameter yang digunakan untuk mengukur variabel likuiditas adalah nTrades
(jumlah frekuensi perdagangan perbulan) atau frekuensi perdagangan saham. Pengumpulan data
jumlah frekuensi berdasarkan laporan perdagangan saham yang dipublikasikan oleh Bursa Efek
Indonesia. Setelah mendapatkan jumlah frekuensi perdagangan perbulan, maka sebagaimana
Dinh (2017) akan dilakukan fungsi log untuk masing-masing periode, sehingga variable likuiditas
adalah sebagai berikut
Likuiditas = log(nTrades)
HASIL PENELITIAN
Hasil dari olah data analisis deskriptif variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Pengaruh risiko ..., Agung Wibowo Saputro, FEB UI, 2017
Tabel 1. Hasil Analisis Deskriptif
IMBALHASIL LAGIDIO LAGLIKUID Mean 0,0102 -2,0740 4,4149 Median 0,0059 -2,0677 4,4800 Maximum 0,4955 -1,1888 5,4500 Minimum -0,4741 -3,4467 2,0400 Std. Dev. 0,1161 0,3195 0,4012 Observ 3420 3420 3420
Sumber : Pengolahan data
Berdasarkan Tabel 1 di atas, variabel imbal hasil memiliki jumlah observasi sebanyak 3420
dimana nilai paling kecil sebesar -0,4741, mengacu kepada nilai imbal hasil saham PT Nusa
Konstruksi Enjiniring Tbk (DGIK) pada bulan Agustus 2015. Penurunan ini diiringi dengan
menurunnya laba bersih perusahaan. Sedangkan nilai imbal hasil paling besar adalah 0,4955 yang
merupakan imbal hasil Multipolar Tbk (MLPL) pada periode April 2014. Sedangkan rata-rata
variabel imbal hasil adalah 0,0102. dan standar deviasi sebesar 0,1161.
Sedangkan Jumlah observasi variabel idiosinkratik adalah 3420, memiliki rentang data dari -
3,446718 sampai -1,1888. Nilai minimum dalam variabel risiko idiosinkratik mengacu pada
perusahaan Indonesia Transport and Infrastructure pada periode Maret 2012. Sedangkan nilai
maksimum sebesar -1.1888 merupakan nilai risiko idiosinkratik untuk perusahaan PT Surya
Semesta Internusa Tbk periode Desember 2011. Nilai rata-rata variabel idiosinkratik adalah
sebesar -2,0740, sedangkan simpangan bakunya adalah 0,3195.
Variabel bebas ketiga dalam penelitian ini adalah likuiditas memiliki rata-rata 4,41 yang berada
diantara angka 2,04 sampai 5,45 . Nilai minimum sebesar 2,04 dimiliki oleh beberapa
perusahaan, salah satunya adalah Exploitasi Energi Indonesia Tbk (CNKO) pada medio Februari
2016. Sedangkan angka tertinggi variabel Likuiditas sebesar 5,45 merupakan milik ADARO Tbk
pada periode Oktober 2014. Keragaman sampel dalam variabel ini adalah 0,4012 dengan jumlah
data sebanyak 3420.
Selanjutnya untuk menentukan model panel yang tepat, maka dilakukan Uji Chow. Berikut
adalah hasil uji chow
Pengaruh risiko ..., Agung Wibowo Saputro, FEB UI, 2017
Tabel 2. Hasil Uji Chow
Redundant Fixed Effects Tests Equation: UJICHOW
Test cross-section fixed effects
Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F
0,919017 (56.3361) 0.6463
Cross-section Chi-square 51.971505 56 0.6254 Sumber : Pengolahan data
Pemilihan model panel dengan menggunakan uji chow memberikan hasil bahwa model panel
yang tepat adalah menggunakan Pooled Least Square. Hal ini ditunjukan dengan nilai hasil uji
Chow sebesar 0.6254.
Model panel yang baik adalah model yang terbebas dari masalah multikolinieritas dan bersifat
homoskedastisitas. Berikut adalah hasil uji multikolinieritas dan uji heteroskedastisitas.
Tabel 3. Hasil Uji Multikolinieritas Variance Inflation Factors Sample: 2012M01 2016M12
Variable Coefficient Uncentered Centered Variance VIF VIF
LAGIDIO 0,004336 451,2387 1,671471 LAGLIKUID 0,007108 175,0199 1,671471
Sumber : Pengolahan data
Berdasarkan hasil uji di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa model telah terbebas dari
masalah multikolinieritas. Pengambilan keputusan dalam uji multikolinieritas adalah nilai VIF
kurang dari 10.
Tabel 4. Hasil Uji Heteroskedastisitas Heteroskedasticity Test: White
F-statistic 1,550886 Prob. F(3,56) 0,1897
Obs*R-squared 7,534127 Prob. Chi-Square(3) 0,1838
Scaled explained SS 5,763073 Prob. Chi-Square(3) 0,3300
Sumber : Pengolahan data
Pengaruh risiko ..., Agung Wibowo Saputro, FEB UI, 2017
Tabel 4 di atas memberikan informasi jika tidak ada masalah dengan Uji Heteroskedastisitas atau
mengindikasikan jika varian residual bersifat konstan. Pengambilan keputusan ini berdasarkan
nilai p-value Obs *R squared lebih besar daripada alpha 0.05 (0.2485 > 0.05)
Uji selanjutnya adalah unit root. Uji ini digunakan untuk mengetahui stasioneritas data, hal ini
bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya pertumbuhan atau penurunan data sepanjang
waktu pengamatan. Pengambilan keputusan dalam uji akar unit adalah dengan memperhatikan
nilai probabilitas stasitiknya, dimana terima Hipotesis alternatif jika nilai probabilitas kurang dari
alpha (0.05).
Berikut adalah hasil uji akar unit dalam penelitian ini
Tabel 5. Hasil Uji Unit Root
Variabel Probabilitas Levin, Lin & Chu ADF
IMBALHASIL 0.0000 0.0000 LAGIDIO 0.0000 0.0000 LAGLIKUID 0.0000 0.0000
Sumber : Pengolahan data
Berdasarkan hasil unit root di atas, maka dapat diambil keputusan terima hipotesis alternatif atau
H1, sehingga dapat dikatakan jika data stasioner dan estimasi dapat dilakukan pada seluruh level.
Hipotesis dalam penelitian ini adalah “Terdapat Pengaruh Risiko Idiosinkratik dan Likuiditas
secara simultan terhadap Imbal Hasil saham dengan Frekuensi perdagangan tinggi”. Untuk
menguji hipotesis tersebut digunakan model data panel untuk mengetahui pengaruh variabel
bebas terhadap variabel terikatnya, sedangkan model persamaan regresi dalam menguji hipotesis
keempat dalam penelitian ini adalah Ri,t = bi,€ σi,t-1 + LIQi,t-1 + α1 + vi dimana σi,t-1 adalah risiko
idiosinkratik LIQi,t-1 dan adalah likuiditas.
Hasil estimasi dengan data panel disajikan dalam tabel berikut
Pengaruh risiko ..., Agung Wibowo Saputro, FEB UI, 2017
Tabel 6. Hasil Uji Hipotesis Common Effect Model Dependent Variable: IMBALHASIL
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0,051405 0,003103 16,56725 0,0000 LAGIDIO -0,013040 0,000671 -19,42607 0,0000 LAGLIKUID -0,007867 0,000843 -9,332957 0,0000 R-squared 0,05069
Adj. R-squared 0,05059 F-statistic 202,127 Prob(F-statistic) 0.00000 Sumber : Pengolahan data
Berdasarkan output regresi data panel di atas dapat disusun persamaannya sebagai berikut
IMBALHASIL = 0,051405 - 0.013040*(LAGIDIO) - 0.007867*(LAGLIKUID) + vit.
Persamaan tersebut menunjukan bahwa nilai konstanta sebesar 0,051405 akan membuat imbal
hasil bernilai positif tanpa ada pengaruh dari variabel bebas yaitu Risiko Idiosinkratik dan
Likuiditas. Namun penurunan imbal hasil terjadi setiap meningkatnya risiko idiosinkratik, yaitu
sebesar 0,013040 . Dalam penelitian ini variabel likuiditas mampu memberikan kontribusi
terhadap imbal hasil dengan menurunkan imbal hasil saham sebesar 0,007867 untuk setiap
kenaikan satu satuan likuiditas.
Hasil regresi data panel pada Tabel 6 di atas dapat diketahui jika angka Adjusted R-Squared
adalah sebesar 0,05069. Hal ini menunjukan jika 5 % nilai imbal hasil dipengaruhi oleh kedua
variabel bebas dalam penelitian ini yaitu Risiko Idiosinkratik dan Likuiditas saham. Sedangkan
sisanya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dianalisis dalam penelitian ini.
Selain itu, kesimpulan dalam uji F menggunakan nilai prob F statitsic, dimana model dinilai
layak jika nilai prob F statitsic kurang dari nilai alpha. Berdasarkan tabel 4.15 diketahui jika nilai
prob F statistic sebesar 0.0000 atau kurang dari 0.05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model
tersebut layak. Hal ini juga dapat menjelaskan jika hipotesis dalam penelitian ini terbukti.
Pada hasil pengujian hipotesis ini, dapat diketahui nilai probabilitas t-statistic dari masing-masing
variabel bebas yang akan digunakan sebagai acuan dalam melihat tingkat signifikansi masing-
Pengaruh risiko ..., Agung Wibowo Saputro, FEB UI, 2017
masing variabel bebas terhadap variabel terikat (Imbal Hasil). Suatu variabel memiliki pengaruh
yang signifikan jika nilai probability t-statistic-nya kurang dari alpha (0.05).
Dari nilai probability t-statistic dua variabel bebas dalam penelitian ini, menunjukan bahwa
seluruh variabel memiliki pengaruh signifikan terhadap imbal hasil. Baik Risiko Idiosinkratik dan
Likuiditas memiliki nilai probability t-statistic yang berada di bawah 0.05. Nilai probability t-
statistic untuk variabel-variabel tersebut masing-masing adalah 0.0000.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka pembahasan mengenai hasil penelitian ini
adalah sebagai berikut:
Hasil dalam penelitian ini menunjukan jika risiko idiosinkratik memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap imbal hasil saham. Hal ini dibuktikan dengan nilai probability t-statistic
Risiko Idiosinkratik pada estimasi regresi sebesar 0.0000 dan lebih kecil daripada nilai
probabilitas acuan (0.05). Namun koefisien regresi variabel Risiko Iidosinkratik bernilai negatif
yaitu -0.013040 yang artinya meningkatnya Risiko Idiosinkratik sebesar satu satuan justru akan
menurunkan imbal hasil sebesar -0,013040. Untuk koefisien determinasi (R-squared)
menunjukan jika variabel bebas hanya mampu mempengaruhi nilai imbal hasil sebesar 5%. Hasil
ini tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Murhadi (2013) yang memiliki R2 sebesar 0,04
atau 4% saja. Nilai prob F-statistic untuk hipotesis “ Terdapat pengaruh signifikan Risiko
Idosinkratik dan Likuiditas terhadap Imbal Hasil Saham dengan Frekuensi Perdagangan Tinggi “
adalah sebesar 0.0000. Hal ini menunjukan jika hipotesis dalam penelitian ini didukung.
Risiko Idiosinkratik yang memberikan pengaruh signifikan negatif dalam penelitian ini
mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dikemukakan oleh Dinh (2017), Wang (2008), Ang
et al (2005, 2008), dan Murhadi (2013).
Hasil penelitian Ang et al (2005,2008) menyebutkan jika volatilitas idiosinkratik pada bulan
sebelumnya memberikan imbal hasil yang rendah pada bulan berikutnya dan kemudian
menyebutnya sebagai “a substansive puzzle” karena meyakini jika tidak ada teori keuangan yang
mampu menghubungkan antara risiko idiosinkratik dan imbal hasil saham. Sedangkan Wang
(2008) mengemukakan jika penyebab hubungan negatif antara risiko idiosinkratik dan imbal
Pengaruh risiko ..., Agung Wibowo Saputro, FEB UI, 2017
hasil saham adalah keadaan pasar modal USA sedang mengalami “penny-like stock” dengan ciri-
ciri volatilitas tinggi, kapitalisasi pasar yang kecil, harga saham rendah, dan bersifat
underperform.
Sedangkan Murhadi (2013) yang melakukan penelitian dalam rentan waktu 2009 sampai 2011
memberikan penjelasan bahwa alasan paling logis terhadap hasil penelitiannya adalah investor
yang tidak mampu melakukan diversifikasi terhadap risiko idiosinkratik akan lebih memilih
untuk menghindarinya, sehingga peminat terhadap saham tersebut akan terus berkurang dan
membuat imbal hasil saham semakin kecil. Dalam penelitian ini, pernyataan yang diungkapkan
oleh Murhadi (2013) dapat dijadikan sebagai salah satu penyebab negatifnya hubungan antara
risiko idiosinkratik dan imbal hasil saham.
Penyebab kedua yang dapat diungkapkan adalah volatilitas saham yang tinggi. Hal ini tercermin
dari perubahan harga saham yang dapat berubah secara drastis. Tentu perubahan harga ini akan
berdampak terhadap nilai imbal hasil saham tersebut. Data empiris dalam penelitian ini
menunjukan jika sangat memungkinkan suatu imbal hasil bergerak dari rugi 3% menjadi untung
19% pada periode selanjutnya, contoh lain adalah pada periode tertentu saham mendapatkan
untung 12% dan secara drastis merugi sebesar 14%.
Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Fatma Sonmez Saryal (2008) dengan judul
penelitian Rethinking Idiosyncratic Volatility, It’s really a puzzle ? yang ingin mengetahui
penyebab nilai risiko idiosinkratik negatif dari penelitian yang dilakukan AHXZ (2005). Dalam
penelitian ini Sonmez menemukan jika loncatan imbal hasil yang ekstrim menyebabkan nilai
risiko idiosinkratik menjadi negatif.
Hasil kedua dalam penelitian adalah variabel Likuiditas berpengaruh negatif signifikan terhadap
imbal hasil dengan saham yang memiliki frekuensi perdagangan tinggi. Hal ini dibuktikan
dengan nilai koefisien regresi yang menunjukan angka -0,007867, artinya untuk setiap kenaikan
satu satuan Likuiditas akan menurunkan imbal hasil sebesar 0,007867. Sedangkan pengaruh
signifikan Likuiditas terhadap imbal hasil ditunjukan oleh nilai probability t-statistic sebesar
Pengaruh risiko ..., Agung Wibowo Saputro, FEB UI, 2017
0,0000 dimana angka ini lebih kecil dari nilai probabilitas alpha yang telah ditentukan 0,05. Hasil
ini tidak sejalan dengan apa yang telah ditemukan Dinh (2017) dan Murhadi (2013).
Subrahmanyam dan Titman (1994) dan Khanna dan Sonti (2004) berpendapat bahwa Likuiditas
yang tinggi akan meningkatkan masuknya informed investor sehingga membuat harga menjadi
lebih informatif bagi para stakeholder. Dengan semakin informatifnya harga saham, tentu akan
mengurangi asymmetric information yang biasanya dimanfaatkan berbagai pihak untuk
mendapatkan keuntungan yang tinggi karena informasi yang tidak sama antara pelaku
perdagangan. Dengan kata lain harga saham yang lebih informatif akan mampu menekan
keuntungan dari suatu saham.
Dengan berdasar pada analisis di atas dan melihat pergerakan jumlah perdagangan saham dalam
kurun waktu 2012 sampai sekarang yang mengalami tren meningkat, maka sudah seharusnya
calon investor memperhatikan faktor Likuiditas dalam menentukan pilihan saham untuk
berinvestasi.
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka
kesimpulan dari penelitian ini adalah Risiko Idiosinkratik dan Likuiditas mampu memberikan
kontribusi terhadap estimasi Imbal Hasil. Kesimpulan ini berdasarkan nilai probabilitas t-statistic
masing-masing variabel sebesar 0.0000 yang lebih kecil dari nilai acuan 0,05. Meskipun di sisi
lain koefisien regresi Risiko Idiosinkratik dan Likuiditas menunjukan nilai -0,01340 dan -
0,007867. Nilai negatif koefisien masing-masing variabel mengindikasikan jika setiap
meningkatnya Risiko Idiosinkratik dan Likuiditas saham akan menurunkan nilai Imbal Hasil
saham tersebut. Lebih jauh lagi dapat diketahui jika Risiko Idiosinkratik dan Likuiditas saham
hanya mampu mempengaruhi Imbal Hasil sebesar 5% saja, sedangkan sisanya atau 95%
dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini.
Pengaruh risiko ..., Agung Wibowo Saputro, FEB UI, 2017
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah dikemukakan, maka saran yang dapat
peneliti sampaikan adalah sebagai berikut
Bagi investor yang ingin berinvestasi dalam bentuk saham hendaknya memperhatikan faktor
risiko idiosinkratik dan likuiditas saham selain imbal hasil yang mungkin didapatkan, karena
faktor-faktor tersebut terbukti mampu memberikan kontribusi terhadap imbal hasil suatu saham.
Bagi perusahaan yang melakukan perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia hendaknya lebih
memperhatikan kembali risiko idiosinkratik dan likuiditas saham sebagai pertimbangan untuk
meningkatkan nilai sahamnya sehingga mampu menarik minat investor yang lebih tinggi dan
memenuhi kebutuhan atau mendapatkan tambahan modal.
Bagi pemerintah agar dapat memberikan berbagai peraturan – peraturan baru sehingga mampu
meningkatkan kualitas perdagangan dan investasi di BEI. Hal ini bertujuan untuk lebih
memberikan rasa aman investor terhadap risiko sehingga meningkatkan sektor investasi yang
merupakan salah satu indikator pertumbuhan ekonomi. Hal lain yang dapat dijadikan saran bagi
pemerintah adalah pemerintah harus meningkatkan kesadaran berinvestasi pada masyarakat untuk
meningkatkan perkembangan pasar modal di Indonesia.
Bagi peneliti selanjutnya agar dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai salah satu referensi
dalam melakukan penelitian dimasa yang akan datang. Selain itu perlu kiranya menambahkan
variabel penelitian karena mengingat nilai R2 dalam penelitian ini hanya sekitar 5% sehingga
masih ada variabel lain yang mampu mempengaruhi nilai imbal hasil.
DAFTAR PUSTAKA
Amihud, Y. (2002). Illiquidity and Stock Returns: Cross Section and Time Series Effects. Journal of Financial Markets, 5: 31-56
Ang, A., Hodrick, R., Xing, Y., Zang, X. (2005). The Cross-section of volatility and expected returns, Journal of Finance, 61, 259-299.
Ang, A., Hodrick, R., Xing,Y., Zang, X. (2008). High Idiosyncratic Volatility and Low Returns:International and Further U.S. Evidence Journal of Finance.
Ang, Robert. (1997). Buku Pintar Pasar Modal Indonesia, Jakarta: Erlangga. Bali, T. G. & Cakiki, N. (2006). Idiosyncratic Vola-tility and the Cross-Section of Expected
Returns. Working papers, City University of New York. Baltagi, Badi. (2003). Econometric Analysis of Panel Data. John Wiley and Sons. Bodie, dkk. (2006). Investment. New York: McGraw-Hill, Inc. Bodie, Kane, Marcus. (2002). Investment. Buku Satu. Jakarta: Salemba Empat. Bodie, Kane, Marcus. (2014). Manajemen Portofolio dan Investasi. Jakarta: Salemba Empat.
Pengaruh risiko ..., Agung Wibowo Saputro, FEB UI, 2017
Boehme, R. D., Danielsen, B. R., Kumar, P., Sorescu, S. M. (2009). Idiosyncratic risk and the cross-section of stock returns: Merton (1987) meets Miller (1977).J. Financ. Mark. 12 (3), 438–468.
Brealey, Richard A, Stewart C. Myers, dan Alan J. Marcus. (2008). Dasar-Dasar Manajemen Keuangan Perusahaan, Jilid II, Erlangga, Jakarta
Brennan, Michael J., dan Avanidhar Subrahmanyam. (1996). “Market Microstructure and Asset Pricing: On the Compensation for Illiquidity in Stock Returns”. Journal of Financial Economics, 41, 441-464.
Brigham, Eugene F., & Houston. (2001). Manajemen Keuangan (11th ed). Erlangga: Jakarta. Chordia, T., A. Subrahmanyam, V. Anshuman. (2001). “ Trading Activity and Expected Stock
Return”. Journal of Financial Economics, 59, 3-32 Copeland, Thomas, E. (1979). Liquidity Changes Following Stock Split. Journal of Finance 42
(March). 115-142 Dinh, M.T.H. (2017). The Return, Risk and Liquidity relationship in high Frequency Trading :
Evidence from the Oslo Stock Market. Research in International Business and Finance, 30-40
Dwimulyani , Susi, & Labibah, Mazra Iffah. (2014). Analisis Harga Saham, Likuiditas Saham, Earning Per Share, dan Price Earnings Ratio Antara Sebelum Dan Setelah Stock Split. E- Jurnal Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti. Vol.1, No.2, September:33-48.
Elton, Edwin J., Martin J Grubber, Stephen J Brown , William N. Goetzman, (2014). Modern Portfolio Theory and Investment Analysis. 9th ed.USA : John Wiley and Sons. Inc
Fu, F. (2009).”Idiosyncratic risk and the cross-section of expected stock returns”, Journal of Financial Economics, 91, 24-37.
Harris, Larry. (2003). Trading and Exchanges: market microstructure for practitioners . Oxford University Press
Han & Chao. (2016). Idiosyncratic risk, costly arbitrage, and the cross-section of stock returns. Journal of Banking an Finance. 1-15
Subrahmanyam, A. & Titman, S. (1994). Security Analysis and Trading Patterns when some Investors Receive Information before Others. Journal of Finance, Dec., 1994: 1665-1698
Jogiyanto, Hartono. (2014). Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Yogyakarta:BPFE-Yogyakarta.
Jones, C. (2000). Investment and Management, Seventh Edition. John Willey and Sons, Inc Jones, C. (2002). A Century of Stock Market Liquidity and Trading Costs. Working paper,
Columbia University. Keown, Arthur J. (2011). Manajemen Keuangan: Prinsip dan Penerapan. Jakarta: PT. Indeks. Kluger, B. D. & Stephan, J. (1997). Alternative Liqui-dity Measures and Stock Returns. Review
of Quantitative Finance and Accounting, 8(1): 19-36. Lakonishok, Josef, & Lev, Baruch. (1987). Stock Split and Stock Dividends: Why, Who and
When. Journal of Finance 42 (1987): 1541-1578 Lamoureux, C., G , & Poon, Percy. (1987). The market reaction to stock split. Journal of
Finance. Vol. 42: 1347-1370 Levy, H. (1978). Equilibrium in an imperfect market: a constraint on the number of securities in
the portfolio, American Economic Review, 68, 643-658. Malkiel, B. G. & Xu, Y. X. (2004). Idiosyncratic Risk and Security Returns, Working Papers,
The Annual Meetings of the American Finance Association. Markowitz, H. (1959). Portfolio Selection: Efficient Diversification of Investments. New York:
John Wiley.
Pengaruh risiko ..., Agung Wibowo Saputro, FEB UI, 2017
Merton, R.C. (1973). An intertempora capital asset pricing model. Econometrica 41 (5), 867–887 Merton, R. C. (1987). A Simple Model of Capital Market Equilibrium with Incomplete Informa-
tion. Journal of Finance, 42: 483-510. Mishkin, Frederic S. (2008). Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan. Edisi Sembilan,
jilid 2. Penerbit Salemba Empat, Jakarta Samsul, Mohamad. (2006). Pasar Modal dan Manajemen Portofolio. Jakarta:Erlangga. Muhammad, Guardian, Suhadak, & Firdausi N., Nila. 2015. Pengaruh Suku Bunga Terhadap
Aktivitas Perdagangan Saham (Studi Pada Bursa Efek Indonesia Periode 2005-2014). Jurnal Administrasi Bisnis. Vol. 23, No. 1, Juni.
Murhadi, W.R. (2013). Pengaruh Idiosyncratic Risk dan Likuiditas Saham terhadap Return Saham
Nachrowi D Nachrowi. (2006). Ekonometrika, untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan, Cetakan Pertama, Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI.
Naomi, P. (2011). Risiko Idiosinkratik dan Imbal Hasil Saham pada Bursa Saham Indonesia. Journal of Finance and Banking, Vol.13 No.2
Paramitasari, Ratih. (2011). Pengaruh Risiko Sistematis dan Risiko Tidak Sistematis Terhadap Expected Return Portofolio Saham Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Tesis. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Parsa, S., & Duarte, F. (2011). Institutional Investors’ Intrinsic Trading Frequency and the Cross-Section of Stock Returns. Journal of finance
Pastor, L. and Stambaugh, R.F. (2003). Liquidity Risk and Expected Stock Returns. Journal of Political Economy, v111, 642-685
Reily. F., Brown , K.C. (2006). Investment Analysis and Portfolio Management. (8thed). Australia: Thomson South-Western
Ross et. Al. (2003). Corporate Finance, 5th, Mc Graw-Hill. Saryal, S. Fatma. (2008). Rethinking Idiosyncratic Volatility: Is it real a puzzle?. Phd
Papers.Toronto Collage. Husnan, S. (2005). Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. Edisi Kelima :
Yogyakarta , BPFE Khanna, N dan Sonti, R. (2004). Value creating stock manipulation: feedback effect of stock
prices on firm value. Journal of financial markets, 237-270 Sujarweni, W., & Endrayanto, Poly. (2012). Statistika Untuk Penelitian. Yogyakarta: Graha
Ilmu. Utomo, Welly. (2007). Analisis Pengaruh Beta dan Varian Return Saham terhadap Return
Saham. Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro Verbeek, Marno. (2000). “A Guide to Modern Econometrics”. Tilburg University Wang, C. (2008). Idiosyncratic Volatility, Expected Windfall and The Cross Section of Stock
Returns. Working papers, Boston College. Yadav et al. (1999). Non-linear Dependence in Stock Returns: Does Trading Frequency Matter?,
Journal of Business Finance and Accounting, Vol. 26 (5) dan (6), p. 651 – 679 Yahya, Lucky Mahesa. (2008). Pengaruh Aktivitas Perdagangan Saham Terhadap Nilai Per (
Price Earning Ratio ) dan Tingkat Pengembalian Saham Pada Industri Manufaktur Yang Terdaftar di BEI ( Bursa Efek Indonesia ) Dalam Periode Tahun 2004 Sampai Dengan Tahun 2007. Repository Universitas Andalas,(Online),(http://repository.unand.ac.id/2222/1/6._Artikel_Lucky_hal_84-105.doc).
Zubir, Zalmi. (2013). Manajemen Portofolio. Jakarta: Salemba Empat.
Pengaruh risiko ..., Agung Wibowo Saputro, FEB UI, 2017