Upload
dinhphuc
View
231
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH PROFITABILITAS, CORPORATE GOVERNANCE, UKURAN
PERUSAHAAN DAN LEVERAGE TERHADAP PRAKTIK MANAJEMEN LABA
(Studi Empiris pada Emiten Indeks Saham Syariah Indonesia Sub Sektor Barang Konsumsi
Periode 2011-2014)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh
DODY FRANS
1111046100082
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1437 H/2015
LEL{BAR PENGESAIIAN
Skripsi yang blrjudul'?e*garuh Profiabilitas. C*rSwrot* Gnrrer*anec-e"
Ukuran Perusahaan dan Leverage terhadap Mmrajemen taba (Studi Empiris pada
Emiten Indeks Saham Syariah Indonesia Sub Sektor Barang Konsumsi Periode 20I l-z}ru)" telah diujikan dalam sidang manriqa;rj,ak Fakuttas Syariah dan F[ukum
Universitas Islam Negeri GI[N) Syarif Hidayatullah Jakarta pada Kamis, 15 Oltober
2015. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gslar
Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.SV) pada Prograrn Studi Muamalat (Ekonomi Islam).
Jakarta, Oktober 2015
Panitia Sidang:
Ketua : AM. Hasan Ali" M.ANiP. 197s1201 20050
Sekretaris Abdurrauf. Lc.. M.ANIP. 19731215 200501 1 002
Supriyono" S.E. M.MPembimbing :
Pengujil :
Fenguji I1
NrP. 19720111 201411 1 001
Dr. siti Hamidah Rusriana, s.E..Ak.^ M.si (.C^"=].,,*;MDN.0316045705
Dr. Abd. Aziz Hsb" M.PdNIP" [9570511 199703 1 001
ilt
LBMBAR PERNYATAAN
KEASLIAN KARYA ILMIAH
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri GIIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ke.tentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UD{) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3" Jika dikemudian hari terbukti karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil
jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
,27$*k1o!e:2015
Dody h-r
iv
v
ABSTRAK
Dody Frans, 1111046100082. Pengaruh Profitabilitas, Corporate Governance, Ukuran
Perusahaan dan Leverage terhadap Praktik Manajemen Laba (Studi Empiris pada Emiten yang
Terdaftar pada Indeks Saham Syariah Indonesia Sub Sektor Barang Konsumsi Periode 2011-2014).
Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015, 144 Halaman.
Pada dasarnya manajemen perusahaan dapat memberikan kebijakan dalam penyusunan
laporan keuangan tersebut untuk mencapai tujuan tertentu. Salah satu informasi dalam laporan
keuangan yang digunakan sebagai parameter untuk mengukur peningkatan atau penurunan
kinerja pada perusahaan adalah informasi laba. Dari informasi laba akan banyak muncul
interpretasinya. Oleh sebab itu sering kali manajemen mempunyai kecenderungan untuk
melakukan tindakan yang dapat mempengaruhi atau memanipulasi informasi laba.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh profitabilitas, corporate
governance, ukuran perusahaan dan leverage terhadap manajemen laba. Sampel dalam penelitian
ini adalah perusahaan sub sektor barang konsumsi yang terdaftar dalam Indeks Saham Syariah
Indonesia (ISSI) periode 2011-2014. Terdapat 17 perusahaan yang menjadi sampel penelitian ini
yang dipilih berdasarkan metode purposive sampling. Metode analisis data yang digunakan
adalah regresi data panel yang diolah menggunakan Eviews 7.0.
Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel return on equity, komisaris independen,
ukuran perusahaan dan debt to asset ratio berpengaruh secara simultan terhadap manajemen
laba. Sedangkan berdasarkan pengujian secara parsial, variabel ukuran perusahaan dan debt to
asset ratio berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba. Variabel return on equity
berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba dan variabel komisaris independen tidak
berpengaruh terhadap manajemen laba.
Kata Kunci : Manajemen Laba, Profitabilitas, Leverage, Corporate Governance, Ukuran
Perusahaan, Data Panel, ISSI.
Dosen Pembimbing : Supriyono, S,E, M.M,
Daftar Pustaka : 2001-2014.
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufik dan karunia-Nya kepada seluruh umat manusia, khususnya kepada penulis yang
telah diberikan kekuatan dan kemudahan untuk meneyalesaikan penulisan tugas akhir ini dengan
lancar. Shalawat serta salam penulis curahkan kepada nabi Muhammad SAW yang telah
membimbing kita semua menuju arah kebenaran dan kebahagiaan.
Atas kehendak dan rahmat Allah SWT penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Pengaruh Profitabilitas, Corporate Governance, Ukuran Perusahaan dan Leverage terhadap
Praktik Manajemen Laba”, (Studi Empiris pada Emiten yang Terdaftar pada Indeks Saham
Syariah Indonesia Sub Sektor Barang Konsumsi Periode 2011-2014), ditujukan sebagai salah
satu syarat untuk menyelesaikan studi strata 1 (S-1) dan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
Syariah (S.E.Sy) di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kebahagiaan
yang tak ternilai bagi penulis, sehingga dapat mempersembahkan skripsi ini untuk orang-orang
yang penulis sayangi dan semua pihak yang terkait yang telah membantu dan mendukung selama
penulisan skripsi ini.
Tanpa penulis lupakan bahwa keberhasilan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini atas
doa, bimbingan, dukungan, dan saran-saran dari berbagai pihak.. Oleh karena itu merupakan
suatu kebahagiaan bagi penulis yang dalam kesempatan ini dengan setulus hati mengucapkan
terima kasih kepada :
vii
1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA Selaku Dekan Fakaultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak AM. Hasan Ali, M.A., selaku ketua program studi Muamalat dan Bapak H.
Abdurrauf, Lc, MA, selaku sekretaris program studi Muamalat Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Orang tua tercinta Sri Rachmi Ananti dan Wiyono yang selama ini tidak henti-hentinya
memberikan semangat, dukungan, dan doa agar terselesaikannya skripsi ini. Terima kasih
untuk kesabaran, nasehat dan curahan kasih sayang yang selalu diberikan kepada penulis.
4. Bapak Supriono, S.E., M.M. sebagai dosen pembimbing saya yang telah meluangkan
waktu disela-sela kesibukannya untuk memberi arahan dan bimbingan selama proses
penyelesaian skripsi ini.
5. Kepada teman-teman “Sahabat Koplak”, terutama kepada Sule dan Ridho. terimakasih
atas perhatian, semangat dan doanya agar terselesaikannya skripsi ini.
6. Kepada Sahabat-sahabat saya, Siti Alfi Syahrin, orang yang membuat saya percaya
bahwa power of words itu benar-benar ada dan selama ini menjadi tempat berkeluh-kesah
dan menampung isi kepala saya. Terimakasih banyak atas semangat, doa, dukungan dan
nasihat-nasihatnya dalam melewati masa-masa sulit saya. Terimakasih juga kepada Silvia
Arafah yang selama ini turut memberi semangat dan mendoakan yang terbaik untuk saya.
Semoga kita bisa sama-sama terus sampai nanti yaaaa.
7. Terimakasih banyak kepada Indri atas waktu yang telah dilalui bersama serta tidak henti-
hentinya memberi support, semangat dan mendoakan yang terbaik untuk kelancaran
skripsi saya.
viii
8. Untuk mbak ida, terimakasih banyak atas semangat yang diberikan dan doanya agar saya
cepat lulus dan menjadi sarjana.
9. Kepada kawan seperjuangan Andy Azhari terimakasih banyak atas doa dan supportnya
karena telah meluangkan waktunya untuk menjadi tempat bertanya banyak hal yang
berkaitan dengan skripsi saya.
10. Assy Shella, yang sering memberikan motivasi, doa dan semangat agar cepat
menyelesaikan skripsi dan mengejar wisuda. Terimakasih juga atas pinjaman bukunya
serta bantuan lainnya selama ini.
11. Untuk Mas Ferdy dari BPS terimakasih atas konsultasi statistiknya.
12. Untuk teman-teman seperjuangan lainnya Rahmat Abdillah, Vita, Opey, Rendy, Tiwi,
Hanni, Meyga, Faisal, Ame, Hilman & Tatang. Terimakasih atas semuanya selama masa
perkuliahan.
13. Keluarga besar Perbankan Syariah C lainnya yang telah banyak menghabiskan waktu
bersama penulis selama masa perkuliahan ini. Terimakasih atas kebersamaan, canda dan
tawanya. Semoga kita semua bisa menjadi orang sukses. Amin.
14. Terimakasih juga kepada pihak lainnya karena telah membantu penulis selama ini, dan
dengan berat hati tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu.
Jakarta, 21 September 2015
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI .............................. ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ............................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ..................... iv
ABSTRAK ...................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….. ix
DAFTAR TABEL ………………………………………………………….. xii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………. xiii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................. 15
C. Pembatasan Masalah ................................................................ 17
D. Perumusan Masalah .................................................................. 17
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 18
F. Sistematika Penulisan ............................................................... 20
BAB II LANDASAN TEORI ..................................................................... 22
A. Laporan Keuangan ................................................................... 22
B. Agency Theory ......................................................................... 26
C. Profitabilitas ............................................................................. 29
D. Corporate Governance .............................................................. 35
E. Ukuran Perusahaan ................................................................... 40
x
F. Leverage ................................................................................... 42
G. Manajemen Laba ...................................................................... 46
H. Manajemen laba dalam Pandangan Etika Bisnis Islam ............ 62
I. Keterkaitan Antar Variabel Penelitian .................................... 67
J. Matriks Penelitian Terdahulu Terdahulu .................................. 74
K. Kerangka Pemikiran ................................................................ 76
L. Hipotesis …………………………………………………….. 77
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 78
A. Pendekatan dan Metode Penelitian ............................................ 78
B. Populasi dan Sampel ................................................................ 79
C. Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 80
D. Metode Analisis Data ................................................................ 81
2. Teknik Analisis Data ............................................................. 81
a.Keuntungan Menggunakan Data Panel ............................ 81
b. Penentuan Model Estimasi ............................................... 83
c. Tahap Analisa Data .......................................................... 84
d. Uji Asumsi Klasik ............................................................ 87
e. Uji Hipotesis dan Model Summary ................................... 91
E. Operasional Variabel Penelitian ................................................ 94
F. Kerangka Penelitian …………………………………………. 104
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 105
A. Deskripsi Objek Penelitian ....................................................... 105
B. Seleksi Sampel Penelitian ....................................................... 105
xi
C. Deskripsi Sampel Penelitian ..................................................... 107
D. Deskripsi Variabel ...................................................................... 108
E. Analisa dan Pembahasan ............................................................ 109
1. Statistika Deskriptif .............................................................. 109
2. Pemilihan Model Regresi Data Panel ................................... 111
3. Uji Asumsi Klasik ................................................................ 117
4. Uji Signifikansi .................................................................... 122
F. Interpretasi Hasil Penelitian ........................................................ 131
BAB V PENUTUP ...................................................................................... 137
A. Kesimpulan ................................................................................ 137
B. Saran .......................................................................................... 138
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 140
LAMPIRAN.................................................................................................... 143
xii
DAFTAR TABEL
Tabel Keterangan Halaman
1.1 Peringkat Informasi Untuk Keputusan Saham ……………… ....... 6
1.2 Nilai Deteksi Manajemen Laba ……………………………….. .... 10
2.1 Matriks Penelitian Terdahulu ......................................................... 74
3.1 Operasionalisasi Variabel ……………………………………. ...... 103
4.1 Tahapan Seleksi Pemilihan Sampel dengan Kriteria ...................... 106
4.2 Daftar Sampel Penelitian ................................................................. 107
4.3 Statistika Deskriptif ......................................................................... 109
4.4 Hasil Regresi Data Panel Model Common Effect ........................... 113
4.5 Hasil Regresi Data Panel Model Fixed Effect................................. 114
4.6 Hasil Uji Chow ................................................................................ 116
4.7 Uji Multikolinearitas ....................................................................... 119
4.8 Hasil Uji Heterokedastisitas dengan Uji Park ................................. 121
4.9 Hasil Uji F dengan Model Common Effect..................................... 123
4.10 Hasil Uji t dengan Model Common Effect ...................................... 125
4.11 Hasil Uji Adjusted R2
dengan Model Common Effect .................... 130
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Keterangan Halaman
2.1 Kerangka Pemikiran .................................................................... 76
3.3 Kerangka Penelitian ................................................................... 104
4.1 Uji Normalitas Data ...................................................................... 117
1
BAB I
LATAR BELAKANG
A. Latar Belakang
Pasar Modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara karena
pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu pertama sebagai sarana bagi pendanaan
usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat
pemodal (investor). Dana yang diperoleh dari pasar modal dapat digunakan untuk
pengembangan usaha, ekspansi, penambahan modal kerja dan lain-lain, kedua pasar
modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi pada berbagai instrumen
keuangan. Dengan demikian, masyarakat dapat menempatkan dana yang dimilikinya
sesuai dengan karakteristik keuntungan dan resiko masing-masing instrumen1.
Pasar modal dapat menjadi penggerak bagi perekonoian suatu negara. Melalui
pasar modal investor dapat mengalokasikan dana dari sektor yang kurang produktif
ke sektor ke sektor yang lebih produktif oleh karena itu pasar modal yang efisien
dapat mendukung perkembangan dan kemajuan perekonomian suatu negara, pasar
modal memungkinkan percepatan pertumbuhan ekonomi dengan memberikan
kesempatan bagi perusahaan untuk memanfaatkan dana langsung dari masyarakat
1 “Pengantar Pasar Modal”, artikel diakses pada 21 Oktober 2015 dari
http://www.idx.co.id/id-id/beranda/informasi/bagiinvestor/pengantarpasarmodal.aspx
2
tanpa harus menunggu tersedianya dana dari operasi perusahaan, hal ini sesuai
dengan pengertian pasar modal (capital market) yaitu pasar untuk berbagai instrumen
keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan dan sebagai sarana pendanaan
bagi perusahaan maupun institusi lain (misalnya pemerintah), dan sebagai sarana bagi
kegiatan berinvestasi. Dengan demikian, pasar modal memfasilitasi berbagai sarana
dan prasarana kegiatan jual beli dan kegiatan terkait lainnya2.
Pasar modal harus mampu menciptakan suatu mekanisme yang dapat
melindungi kepentingan pihak yang kelebihan dana (investor), yaitu dengan cara
memberikan seluruh informasi secara lengkap dan benar serta menyampaikan seluruh
perubahan-perubahan yang terjadi secara up to date dan terpercaya, sehingga investor
dapat memahami secara menyeluruh mengenai keadaan emiten bursa efek dalam
berbagai aspek yang dialami, terutama aspek keuangan dan perkembangan aktivitas
di bursa efek3.
Perusahaan sebagai badan usaha yang bertujuan untuk mencari keuntungan,
pada dasarnya tingkat produktifitas suatu perusahaan dalam menghasilkan
keuntungan akan mencerminkan kinerja dari suatu perusahaan. Kinerja perusahaan
adalah tingkat prestasi (karya) atau hasil yang dicapai kadang-kadang digunakan
untuk dicapainya suatu hasil yang positif. Produktifitas yang dilakukan perusahaan
sebagai kemampuan perusahaan untuk memberikan nilai terhadap perusahaan
2 Mohammad Didik Ariyanto, “Analisis Pengaruh Manajemen Laba dan Profitabilitas
terhadap Kebijakan Dividen”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol. 5, (September 2010) : h.15 3 Ibid., 16
3
adalah kinerja perusahaan. Penilaian kinerja merupakan sangat penting bagi
perusahaan yang telah go public. Perusahaan go public adalah perusahaan yang
dimiliki oleh masyarakat, dengan pengertian lain bahwa masyarakat memiliki akses
untuk memiliki perusahaan melalui mekanisme penyertaan dalam bentuk saham.
Penilaian kinerja ini sangat penting sehingga diketahui nilai perusahaan.
Penilaian kinerja juga sangat dibutuhkan oleh perusahaan yang mengalami
kesulitan, penilaian kinerja juga sangat berguna untuk restrukturisasi
pengimplementasian program pemulihan usaha, bagi perusahaan yang go public
penilaian kinerja sangat penting jika perusahaan akan menjual perusahaannya di
bursa harus melakukan penilaian untuk menentukan nilai wajar saham yang
akan ditawarkan kepada masyarakat. Tujuan dari pengukuran kinerja keuangan
perusahaan adalah untuk mengetahui tingkat likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, dan
tingkat stabilitas suatu perusahaan4.
Akuntansi merupakan kegiatan menyediakan informasi keuangan bagi
pengambilan keputusan ekonomis. Segala sesuatu yang terjadi dalam suatu bisnis,
terutama kejadian ekonomis, harus selalu dicatat dalam laporan akuntansi. Akuntansi
pada dasarnya berhubungan erat dengan informasi dan output dari akuntansi adalah
laporan keuangan5. Menurut Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1
mengemukakan bahwa laporan keuangan merupakan laporan periodik yang disusun
4 Ibid.,. h.12.
5 Dedhy Sulistiawan, dkk, Creative Accounting : Mengungkap manajemen laba dan skandal
akuntansi, (Jakarta: Salemba Empat, 2011), h.9.
4
menurut prinsip-prinsip akuntansi yang diterima secara umum tentang status
keuangan dari individu, asosiasi atau organisasi bisnis yang terdiri dari neraca,
laporan laba rugi, laporan perubahan kuitas, laporan arus kas dan catatan atas laporan
keuangan (PSAK No, 1)6.
Tujuan utama laporan keuangan adalah sebagai informasi akuntansi yang
disajikan untuk pihak-pihak terkait (Stakeholder) suatu perusahaan untuk menyajikan
keadaan tentang kondisi keuangan perusahaan, posisi keuangan perusahaan, kinerja
dan perubahan posisi keuangan perusahaan dalam suatu periode tertentu sebagai
bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan. Para pihak terkait tersebut terdiri
dari pihak internal seperti manajemen perusahaan dan karyawan maupun eksternal
perusahaan seperti investor, kreditor, pemerintah, masyarakat dan pihak lainnya.
Teori Efficiency Market Hypothesis (EMH) atau Capital Market Efficiency
menyebutkan bahwa informasi laporan keuangan dapat mempengaruhi pasar modal7.
Salah satu informasi dalam laporan keuangan yang digunakan sebagai parameter
untuk mengukur peningkatan atau penurunan kinerja pada perusahaan adalah
informasi laba yang terkandung dalam laporan laba rugi. Dari informasi laba akan
banyak muncul interpretasinya, tergantung siapa yang menggunakan informasi
tersebut. adanya perubahan informasi atas laba melalui beberapa cara akan
memberikan dampak yang cukup berpengaruh terhadap tindak lanjut dan keputusan
6 Ibid., h, 43
7 Sofyan Syafri Harahap, Teori Akuntansi Laporan Keuangan (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2002), hlm. 65.
5
yang akan diambil oleh pengguna informasi8. Karena melalui laba dapat dinilai
tingkat kinerja manajemen, tingkat kemampuan menghasilkan laba dalam jangka
waktu panjang, serta tingkat risiko investasi dalam perusahaan tersebut.
Dalam mempelajari konsep pasar efisien, perhatian kita akan diarahkan pada
sejauh mana dan seberapa cepat informasi tersebut dapat mempengaruhi pasar yang
tercermin dalam perubahan harga sekuritas9. Investor pasti senantiasa memperhatikan
pergerakan harga di pasar. Artinya, baik investor individual maupun institusi
mengikuti pergerakan pasar tiap saat secara seksama, dan selalu siap untuk
melakukan traksaksi beli atau jual manakala menurut perhitungan akan didapat hasil
yang menguntungkan. Dengan kata lain, investor yang secara cepat dapat mengetahui
potensi adanya nilai tambah akan dapat memperoleh keuntungan dengan
menggunakan pilihan strategi yang tepat10
.
Teori Efficiency Market Hypothesis (EMH) atau Capital Market Efficiency
diatas dapat didukung oleh data-data hasil survey tentang sumber informasi yang
paling relevan untuk pengambilan keputusan investasi saham di Indonesia. tabel 1.1
Menunjukan bahwa laporan keuangan dominan digunakan oleh investor institusi dan
analis saham/keuangan. Namun laporan keuangan bukan merupakan informas yang
utama bagi investor individu. Informasi utama bagi investor individu adalah likuiditas
8 Faizah, “Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Tindakan Perataan Laba (Income
Smoothing) pada Perusahaan yang Termasuk dalam Jakarta Islamic Index (JII),” (Skripsi S1 Fakultas
Syariah, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2009). h,1. 9 Tatang A.G & Elok Sri Utami, “Bentuk Pasar Efisien dan Pengujiannya”, Jurnal
AKUNTANSI & Keuangan Vol. 4, No.1 (Mei 2002): h.56. 10
Ibid.,h.57.
6
pasar dan rumor11
. Walaupun laporan keuangan juga merupakan sebagai bahan
pertimbangan.
Tabel 1.1
Peringkat Informasi untuk Keputusan Investasi Saham di Indonesia
Keterangan Total Investor Analis
Keuangan Individu Institusi
Kebijakan Perusahaan yang dipublikasikan 1 3 1 2
Laporan Keuangan Tahunan 2 6 2 1
Likuidasi Pasar 3 1 2 5
Teknikal Analisis 4 3 3 3
Laporan Keuangan Intern 5 5 1 6
Rumor 6 2 4 6
Majalah dan Koran 7 7 5 4
Saran dari Broker 8 4 6 7
Prospektus 9 8 7 4
Komunikasi Dengan Manajemen 10 9 8 8 Sumber : Sulistiawan dan Feliana (2010) : Hasil Survey yang dipresentasikan dalam
seminar riset bisnis Universitas Airlangga.
Pada dasarnya manajemen perusahaan dapat memberikan kebijakan dalam
penyusunan laporan keuangan tersebut untuk mencapai tujuan tertentu12
, Oleh karena
itu, manajemen mempunyai kecenderungan untuk melakukan tindakan yang dapat
mempengaruhi kualitas laporan keuangan. Laba yang meningkat dari periode
sebelumnya mengindikasikan bahwa kinerja perusahaan adalah bagus dan hal ini
dapat mempengaruhi peningkatan harga saham perusahaan.
Dalam penyusunannya, laporan keuangan secara konsisten harus disusun
dengan menggunakan standar akuntansi yang dianggap sebagai informasi relevan,
11
Dedhy Sulistiawan, dkk, Creative Accounting : Mengungkap manajemen laba dan skandal
akuntansi, h.10. 12
Hadri Kusuma dan Wigiya Ayu Udiana Sari, “Manajemen Laba oleh Perusahaan
Pengakuisisi sebelum Merger dan Akuisisi di Indonesia”, JAAI, Vol. 7 NO. 1 (JUNI 2003), h. 21.
7
netral, dan lengkap. Dalam suatu laporan keuangan, pihak internal perusahaan
mendapatkan kebebasan dalam pemilihan metode akuntansi yang digunakan. Selain
itu prinsip akuntansi juga memberikan kebebasan pemakainya untuk menentukan
nilai estimasi yang digunakannya. Nilai estimasi merupakan nilai yang digunakan
periode waktu alokasi harga perolehan (cost) aktiva tetap dan biaya dibayar dimuka
(differed charge), nilai residu tetap, persentase biaya kerugian piutang, dan lain-lain.
Kebebasan memilih metode akuntansi dan estimasi inilah yang memicu dan
mendorong seseorang untuk merekayasa informasi keuangan. Penyusun laporan
keuangan hanya mau memilih dan menggunakan metode akuntansi dan menentukan
nilai estimasi yang dapat mengoptimalkan kesejahteraannya. Artinya, penyusun
laporan keuangan hanya mau menggunakan suatu metode akuntansi tertentu apabila
ada manfaat yang bisa diperoleh. Sementara metode yang tidak bisa memberi manfaat
tidak akan digunakan dalam menyusun laporan keuangan.
Pada dasarnya ada dua cara yang bisa digunakan seorang manajer perusahaan
untuk mempengaruhi laporan keuangan, yang pertama dengan memilih salah satu
metode akuntansi atau nilai estimasi akuntansi, dan kedua dengan menggunakan
kedua metode akuntansi dan estimasi akuntansi. Apabila penyusun laporan keuangan
memilih menggunakan metode akuntansi maka kebijakan ini relatif lebih mudah
diketahui oleh pemakai laporan keuangan, karena setiap metode akuntansi yang
digunakan harus diungkapkan dalam laporan keuangan yang bersangkutan. Namun
jika seorang penyusun laporan keuangan memilih menggunakan nilai estimasi
akuntansi untuk mengendalikan transaksi akrual maka kebijakan ini relatif lebih sulit
8
untuk diketahui pihak lain sehingga penyusun laporan keuangan cenderung memilih
kebijakan rekayasa mengendalikan berbagai akrual. Alasannya, transaksi akrual yang
diatur dengan memanfaatkan kebebasan menentukan nilai estimasi akuntansi ini
merupakan transakasi yang tidak mudah diketahui pemakai laporan keuangan.
Upaya mempengaruhi informasi keuangan inilah yang disebut dengan
manajemen laba. Secara umum manajemen laba dapat dilakukan karena dasar
pencatatan transaksi yang dilakukan akrual atau tanpa harus disertai penerimaan kas
atau pengeluaran kas. Secara umum manajemen laba didefenisikan sebagai upaya
manajer perusahaan untuk mengintervensi atau mempengaruhi informasi-informasi
dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk mengelabui stakeholder yang ingin
mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan. Istilah intervensi dan mengelabui inilah
yang dipakai sebagai dasar sebagian pihak untuk menilai manajemen laba sebagai
kecurangan. Sementara pada pihak lain tetap menganggap aktivitas rekayasa
manajerial ini bukan sebagai kecurangan. Alasannya, intervensi itu dilakukan manajer
perusahaan dalam kerangka standar akuntansi, yaitu masih menggunakan metode
prosedur akuntansi yang diterima dan diakui secara umum13
.
Pada dasarnya praktik manajemen laba bukanlah hal baru dalam dunia
akuntansi, manajemen laba merupakan bagian dari istilah creative accounting,
Creative Accounting adalah praktik akuntansi yang berbeda dengan praktik akuntansi
yang biasa digunakan. Dalam sudut pandang profesi akuntan melihat bahwa
manajemen laba merupakan sesuatu yang legal jika yang dilakukan masih dalam
13
Sri Sulistyanto, Manajemen Laba Teori dan Model Empiris (Jakarta: Grasindo, 2008), h.14.
9
kerangka standar akuntansi, tapi jika praktik akuntansi yang dilakukan melanggar
aturan maka hal itu disebut skandal akuntansi namun terlepas dari legal atau tidaknya
merupakan suatu peristiwa yang tidak mencerminkan keadaan laba perusahaan yang
sebenarnya.
Praktik manajemen laba menyebabkan angka laporan keuangan terpengaruh
dan berpihak pada kepentingan manajer. Tujuan praktik itu sudah jelas, yaitu
mengharapkan pembaca laporan keuangan yang menjadi sasaran praktik manajemen
laba agar mengambil keputusan yang menguntungkan manajer atau perusahaan. Hal
ini tentunya merugikan pihak lain. Sebabnya dalam praktik manajemen laba dapat
berimplikasi pada hilangnya kredibilitas pelaporan keuangan dan menambah bias
informasi dalam laporan keuangan14
. Karena mestinya dalam mencapai angka laba
yang diinginkan harusnya dilakukan dengan upaya aktivitas bisnis yang normal,
bukan operasi diatas kertas15
. Tabel 1.2 dibawah ini merupakan gambaran umum
mengenai praktik manajemen laba yang terjadi pada emiten syariah di Indonesia.
Secara empiris, nilai deteksi manajemen laba dapat bernilai nol, positif, atau
negatif. Nilai nol menunjukkan manajemen laba dilakukan dengan pola perataan laba
(income smoothing). Sedangkan nilai positif menunjukkan adanya manajemen laba
14
Ahmad Yusuf Marzuki & Achmad Badarudin Latif, “Manajemen Laba dalam Tinjauan
Etika Bisnis Islam”, Jurnal Dinamika Ekonomi dan Bisnis, Vol. 7 No. 1 (Maret 2010) : h.11. 15
Ibid.,h.13.
10
dengan pola peningkatan laba (income increasing) dan nilai negatif menunjukkan
manajemen laba dengan pola penurunan laba (income decreasing)16
.
Tabel 1.2
Nilai Deteksi Manajemen Laba yang Pada 10 Emiten Syariah yang terdaftar
dalam Jakarta Islamic Index (JII)
NO. EMITEN Nilai Deteksi Manajemen Laba
2007 2008 2009 2010 2011
1 AALI 0.1896004413 1.575401065 0.555555904 0.490754872 0,431603005
2 ANTM 0.182786053 0.701599283 0.653609481 0.635971639 0,072323991
3 ASII 0.607992006 0.438413493 0.656960784 1.996077069 1,456907646
4 INTP 0.017076937 0.279366791 0.128392048 0.256316583 0,314867562
5 PTBA 0.827140064 0.221289187 0.842322886 0.872454376 0,730356637
6 TLKM 0.099494296 0.110148987 0.085643052 0.006399437 0,030374574
7 SMGR 0.457197415 0.416307304 0.44429853 0.121003438 0,00887056
8 TINS 0.374835455 4.887430266 0.756423211 0.422651507 2.086270775
9 UNTR 0.247127072 0.209783588 0.334751778 0.965227352 0,227235827
10 UNVR 0.349092529 0.217131717 0.290263727 0.262141335 0,092517905
Sumber : Jurnal Akuntansi & Auditing Volume 9/No. 1/November 2011: 1-94
Dalam pelaksanaannya pastinya berangkat dari sebuah motivasi seorang
manajer untuk mencapai tujuan tertentu yang itu erat kaitannya dengan permasalahan
etika. Etika merupakan bidang ilmu normatif yang dapat menentukan apa yang harus
dilakukan atau tidak dilakukan oleh seorang individu., dalam perspektif etika bisnis
islam manajemen laba adalah praktik yang sebenarnya memiliki kecenderungan tidak
16
Sri Sulistyanto, Manajemen Laba (Teori & Model Empiris), (Jakarta: Grasiondo, 2008), h.
67
11
sesuai dari prinsipsyariah dengan kata lain tindakan memanipulasi laba diatas kertas
dalam bentuk manajemen laba itu tidak sesuai dengan ajaran islam17
.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian sebelumnya, bahwa dalam mendeteksi
penyebab manajemen laba terdapat beberapa faktor-faktor yang turut berpengaruh
terhadap praktik manajemen laba pada perusahaan, salah satunya adalah
profitabilitas. Profitabilitas merupakan salah satu pengukuran bagi kinerja suatu
perusahaan, profitabilitas suatu perusahaan menunjukan kemampuan suatu
perusahaan dalam menghasilkan laba selama pereode tertentu pada tingkat penjualan,
aset dan modal saham tertentu. Tingkat profitabilitas juga merupakan salah satu
motivasi manajer perusahaan dalam melakuan praktik manajemen laba. Melalui
manajemen laba. karena manajer perusahaan dapat mempengaruhi profitabilitas yang
dicapai dalam laporan keuangan. Studi penelitian sebelumnya tentang profitabilitas
dana manajemen laba menunjukan bahwa terdapat pengaruh yang positif signifikan
antara profitabilitas dan manajemen laba18
.
Leverage merupakan rasio untuk mengetahui seberapa besar aktiva yang
dimiliki perusahaan berasal dari modal atau hutang, dengan menggunakan rasio
leverage dapat diketahui posisi perusahaan dan kewajibannya yang bersifat tetap
kepada pihak lain. Apabila leverage digunakan dengan baik, leverage dapat
digunakan untuk meningkatkan nilai perusahaan, namun apabila digunakan untuk
17
Ibid.,h.19. 18
I Guna, Welvin & Arleen Herawaty, “Pengaruh Mekanisme Good Coprporate Governance,
Independensi Auditor, Kualitas Audit dan Faktor Lainnya terhadap Manajemen Laba,” Jurnal Bisnis
dan Akuntansi Vol. 12, No.1 (April 2010) : h.65.
12
menarik minat kreditur, maka leverage akan memunculkan tindakan manajemen laba.
Perusahaan yang memiliki liabilitas tinggi akan memilih kebijakan akuntansi dengan
menggeser laba masa depan ke masa sekarang.
Watts and Zimmerman (1990) menyatakan dalam debt covenant hypothesis
bahwa semakin dekat perusahaan ke arah pelanggaran persyaratan hutang yang
didasarkan atas angka akuntansi maka manajer lebih cenderung untuk memilih
prosedur-prosedur akuntansi yang memindahkan laba periode mendatang ke periode
berjalan19
. Penelitian yang dilakukan oleh Saleh et al. (2005), Tarjo (2008), dan Lin
et al. (2009) dalam Gao & Pagaling (2011 )menemukan bahwa leverage mempunyai
hubungan positif dengan manajemen laba.
Hal ini diperjelas dalam penelitian yang dilakukan oleh Klein dan Othman
dan Zhegal, (2006) dalam Diana & Dul (2011) yang menyebutkan bahwa hutang
dapat meningkatkan manajemen laba saat perusahaan ingin mengurangi kemungkinan
pelanggaran perjanjian hutang dan meningkatkan posisi tawar perusahaan selama
negosiasi hutang. Agar kreditor mau menginvestasikan dananya di perusahaan
tentunya manajer harus menunjukan performa baik dari perusahaannya. Perilaku
kreatif dari manajer untuk menampilkan performa yang baik dari laporan
keuangannya pun sering kali muncul.
Corporate governance muncul karena adanya pemisahan antara pemilik
dengan pengendalian perusahaan. Adanya pemisahan kepemilikan oleh principal
19
Robert Jao & Gagaring Pagalung, Corporate Governance, Ukuran Perusahaan, dan
Leverage terhadap Manajemen Laba Perusahaan Manufaktur Indonesia, Jurnal Akuntansi & Auditing,
Volume 8, No. 1, (November 2011) : h. 46.
13
dengan pengendalian oleh agent dalam sebuh organisasi cenderung menimbulkan
konflik keagenan diantara principal dengan agen. Pemisahan yang terjadi antara
kepemilikan dan pengelolaan perusahaan akan menimbulkan suatu konflik yang
disebut dengan agency conflict.
Dengan berperan sebagai agen, manajemen suatu perusahaan diberi
wewenang oleh pemilik untuk mengambil keputusan dan menjalankan serta
mengurus jalannya perusahaan, karena itu manajemen sebagai pengelola perusahaan
dimasa yang akan datang dibandingkan pemilik perusahaan. Manajemen
berkewajiban untuk pengungkapan informasi mengenai kondisi perusahaan. Misalnya
informasi tentang laporan keuangan. Namun terkadang informasi yang diberikan
tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Kondisi ini disebut sebagai asimetri
informasi. Asimetri informasi terjadi karena antara diantara pihak-pihak terkait tidak
mempunyai sumber dan akses yang setara untuk memperoleh informasi, dalam hal ini
antara principal dan agen Asimetri informasi yang terjadi antara manajemen dan
pemilik perusahaan dapat memicu manajemen untuk melakukan praktik manajemen
laba.
Ada dua poin penting yang ditekankan dalam konsep ini, yaitu hak
stockholder dan stakeholder untuk memperoleh informasi akurat dan tepat waktu
serta akurat, tepat waktu, dan transparan semua informasi mengenai perusahaan, atau
dengan kata lain, konsep good corporate governance menekankan pentingnya
kesetaraan (fairness), transparansi (transparency), akuntabilitas (accountability), dan
responsibilitas (responsibility) informasi untuk meningkatkan kualitas laporan
14
keuangan. Alasannya laporan keuangan merupakan alat komunikasi utama
perusahaan dengan semua pihak yang mempunyai kepentingan dengan perusahaan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Andayani, 2010). Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Ujiyantho dan Pramuka (2007), Bangun dan Vincent (2008)
dalam Wulandari (2013) menunjukan bahwa corporate governance berpengaruh
signifikan terhadap manajemen laba.
Ukuran perusahaan yang besar dapat menjadi indikasi bahwa perusahaan
mempunyai komitmen yang tinggi untuk terus memperbaiki kinerjanya, sehingga
pasar akan mau membayar lebih mahal untuk mendapatkan sahamnya karena percaya
akan mendapatkan pengembalian yang menguntungkan dari perusahaan tersebut.
Perusahaan besar umumnya memiliki total aktiva yang besar pula, semakin tinggi
total aktiva suatu perusahaan, maka risiko yang akan ditanggung oleh investor akan
semakin kecil20
.
Perusahaan yang besar lebih diperhatikan oleh masyarakat sehingga mereka
akan lebih berhati-hati dalam melakukan pelaporan keuangan, sehingga berdampak
perusahaan tersebut melaporkan kondisinya lebih akurat. Perusahaan yang besar akan
lebih berhati-hati dalam melakukan pelaporan keuangan dan cenderung melaporkan
kondisi keuangan dengan akurat karena lebih diperhatikan oleh masyarakat.
Sedangkan perusahaan kecil mempunyai kecenderungan untuk melakukan
manajemen laba dengan melaporkan laba yang lebih besar sehingga dapat
20
Ayu Sri Mahatma Dewi & Ari Wirajaya, “Pengaruh Struktur Modal, Profitabilitas, dan
Ukuran Perusahaan pada Nilai Perusahaan”, E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana 4.2 (2013),
h.364.
15
menunjukkan kinerja perusahaan yang lebih bagus. Ini menunjukkan bahwa semakin
besar perusahaan semakin kecil pengelolaan laba yang dilakukan21
. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Robert dan gagaring (2011), Lee and Choi
(2002), Midiastuty dan Machfoedz (2003), Saleh et al. (2005), Liu dan Lu (2007),
dan Cornett et al. (2009) yang menunjukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh
negatif terhadap manajemen laba
Berdasarkan pemaparan diatas maka peneliti melihat bahwa penelitian
mengenai manajemen laba ini layak untuk diteliti kembali oleh karena itu maka
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul, “Pengaruh Profitabilitas,
Corporate Governance, Ukuran Perusahaan dan Leverage terhadap Praktik
Manajemen Laba”, (Studi Empiris pada Emiten Indeks Saham Syariah Indonesia
Sub Sektor Barang Konsumsi Periode 2011-2014).
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang maka dapat disimpulkan beberapa identifikasi
masalah diantaranya adalah :
1. Creative Accounting adalah praktik akuntansi yang berbeda dengan
praktik akuntansi yang biasa digunakan. Manajemen laba merupakan
bagian dari creative accounting atau diistilahkan sebagai nama lain dari
21
Robert Gao & gagaring pagalung, “Corporate Governance, Ukuran Perusahaan, dan
Leverage terhadap Manajemen Laba Perusahaan Manufaktur Indonesia, Jurnal Akuntansi & Auditing
Vol.8, No.1 (November 2011): h.48.
16
creative accounting. Pada dasarnya manajemen laba diasumsikan sebagai
kemampuan untuk “memanipulasi” pilihan-pilihan yang tersedia dan
mengambil pilihan yang tepat untuk dapat mencapai tingkat laba yang
diharapkan. Selaras dengan definisi tersebut, dalam pendapat lain juga
hampir sama dalam mendefinisikan manajemen laba, yaitu intervensi yang
dilakukan oleh pihak internal perusahaan dalam mempengaruhi informasi
laporan keuangan untuk mendapatkan tingkat kinerja yang diinginkan
serta didasari oleh motivasi lainnya.
2. Dalam perhitungan manajemen laba terdapat bermacam-macam teknik
perhitungannya untuk mendeteksi praktik manajemen laba sebagai
variabel independen, salah satu teknik yang memberikan hasil paling kuat
dalam perhitungan manajmen laba adalah dengan discreationary accruals
sebagai proksi manajemen laba, karena teknik ini sejalan dengan
akuntansi berbasis akrual yang banyak digunakan dalam dunia usaha.
Metode ini merupakan pencatatan yang membuat munculnya komponen
akrual yang mudah untuk dipermainkan besar kecilnya. Pada penelitian ini
difokuskan untuk menemukan faktor-faktor yang berpengaruh secara teori
terhadap praktik manajemen laba pada emiten syariah.
17
C. Pembatasan Masalah
1. Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah untuk menguji faktor-faktor
yang dianggap dominan berdasarkan hasil penelitian sebelumnya terhadap
praktik manajemen laba) emiten syariah sub sektor barang konsumsi.
2. Penelitian ini menggunakan 4 variabel bebas yang terdiri dari rasio
profitabilitas yang diproksikan dengan Return On Equity (ROE), lalu Debt
to Asset Ratio (DAR) sebagai proksi leverage, Corporate Governance,
dan ukuran perusahaan terhadap praktik manajemen laba yang dideteksi
menggunakan discreationary accrual sebagai variabel terikat.
3. Objek dalam penelitian ini adalah emiten sub sektor barang konsumsi
yang termasuk dalam Daftar Efek Syariah (DES) dan terdaftar dalam
Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI).
4. Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan jenis data panel yaitu
perpaduan jenis data time series dan data cross section yang diambil dari
laporan keuangan tahunan emiten Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI)
yang telah diaudit periode tahun 2011-2014.
D. Perumusan Masalah
Dalam penelitian ini pembahasan terfokus kepada masalah faktor-faktor yang
mempengaruhi praktik manajemen laba pada emiten syariah sub sektor barang
konsumsi, diantara yang menjadi faktor-faktor yang dianggap dominan tersebut yang
18
akan dibahas dalam penelitian ini yaitu return on equity, Corporate governance,
ukuran perusahaan dan debt to asset ratio terhadap discretionary sebagai deteksi
praktik manajemen laba. Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, maka dapat
ditarik beberapa pokok masalah sebagai berikut :
a. Apakah terdapat pengaruh secara parsial antara variabel return on
equity, corporate governance, ukuran perusahaan dan debt to asset
ratio terhadap praktik manajemen laba pada emiten Indeks Saham
Syariah Indonesia (ISSI) sub sektor barang konsumsi ?
b. Faktor manakah yang paling berpengaruh terhadap praktik manajemen
laba pada emiten Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) sub sektor
barang konsumsi ?
c. Apakah terdapat pengaruh secara simultan antara variabel return on
equity, corporate governance, ukuran perusahaan dan debt to asset
ratio terhadap praktik manajemen laba pada emiten Indeks Saham
Syariah Indonesia (ISSI) sub sektor barang konsumsi ?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis bukti secara empiris
mengenai pengaruh variabel-variabel independen terhadap praktik manajemen
laba, serta untuk mengetahui faktor-faktor dominan diantara variabel bebas
19
yang dianggap dapat mempengaruhi praktik manajemen laba pada emiten
Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) sub sektor barang konsumsi periode
2011-2014.
2. Manfaat penelitian
Berdasarkan hasil yang didapat dari penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kegunaan bagi berbagai pihak diantaranya adalah :
a. Dapat dijadikan referensi, bacaan, dan dapat dibandingkan antara
penelitian ini, dan penelitian sebelumnya serta penelitian yang akan
datang mengenai topik yang dibahas dalam penelitian ini.
b. Penelitiian ini diharapkan dapat menambah keragaman referensi
mengenai Creative Accounting, khususnya tentang earning
management (manajemen laba) syariah guna menambah pengetahuan
dan dapat menjadi sumber referensi bagi penelitian sejenis serta dapat
dijadikan sebagai acuan dan bahan pertimbangan dari penelitian yang
telah ada maupun yang akan dilakukan.
c. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi
khazanah keilmuan dan pengembangan kajian teoritis khususnya yang
berkaitan dengan praktik Creative Accounting yang terjadi pada
emiten penerbit saham syariah.
20
F. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini merupakan gambaran awal dari apa yang akan dilakukan oleh
peneliti yang berisi tentang latar belakang masalah, identifikasi
masalah rumusan masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah,
tujuan dan manfaat, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini menyediakan tentang kajian kepustakaan yang berisi tentang
landasan teori tentang perbankan syariah dan konsep manajemen laba.
Selain itu bab ini juga berisi review studi penelitian terdahulu yang
berhubungan dengan manajemen laba sebagai referensi penelitian.
Melalui penelitian terdahulu maka terbentuklah kerangka konsep
sebagai miniatur penelitian yang nantinyaakan menjadi dasar dalam
pembentukan hipotesis.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini akan membahas mengenai metode apa yang penulis gunakan
dalam penulisan skripsi .yang mencakup tempat dan waktu penelitian,
pendekatan dan desain penelitian, jenis dan sumber data penelitian,
Defenisi Operasional, teknik pengumpulan data, teknik analisis data
21
BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN
Bab ini berisi tentang pembahasan yang memaparkan hasil dari
pengujian hipotesis. dan menganalisa data-data yang diperoleh dalam
penelitian sehingga didapat hasilnya, yang kemudian dilakukan
pembahasan terhadap hasil yang didapat guna mendapatkan
kesimpulan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi tentang kesimpulan yang ditarik dari pembuktian atau
dari uraian yang telah ditulis terdahulu dan bertalian erat dengan
pokok masalah. selain itu juga terdapat implikasi penelitian,
keterbatasan dan saran bagi kemungkinan pengembangan penelitian
lanjutan.
22
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari akuntansi
karena laporan keuangan merupakan output dari akuntansi. Laporan keuangan sangat
penting untuk menggambarkan kondisi perusahaan, posisi laporan keuangan, kinerja,
dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna
laporan keuangan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta
menunjukkan pertanggungjawaban manajemen atas pernggunaan sumber-sumber
daya yang dipercayakan kepada mereka. Laporan keuangan menggambarkan kondisi
keuangan dan hasil usaha suatu perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu
tertentu1.
Suatu laporan keuangan akan bermanfaat apabila informasi yang disajikan dalam
laporan keuangan tersebut dapat dipahami, relevan, andal dan dapat diperbandingkan.
Akan tetapi, perlu disadari pula bahwa laporan keuangan tidak menyediakan semua
informasi yang mungkin dibutuhkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan2. Laporan
keuangan bertujuan untuk memberikan informasi yang dibutuhkan oleh pengguna
1 Sofyan Syafri Harahap, Analisis Kritis atas Laporan Keuangan, (Jakarta: PT Raja Grafindo,
2004), h.105 2 Earl K. Stice, dkk, Akuntansi Intermediate (Jakarta:Salemba Empat, 2004), h.12.
23
laporan keuangan dalam membuat keputusan. Dalam menyusun laporan keuangan,
tidak terlepas dari perilaku manajer perusahaan yaitu sehubungan dengan pemilihan
kebijakan akuntansi. Manajer akan menerapkan kebijakan konservatif atau cenderung
liberal, tergantung nilai pelaporan laba yang diinginkan.
1. Karakteristik Laporan Keuangan
Suatu laporan keuangan akan bermanfaat jika dalam menyusun laporan
keuangan tersebut diperhatikan beberapa hal yang yang menjadi karakteristik dari
laporan keuangan. Karakteristik kualitatif laporan keuangan merupakan ciri khas
membuat informasi dalam laporan keuangan yang berguna bagi para pemakai dalam
pengambilan keputusan bernilai ekonomis. Karakteristik kualitatif keuangan menurut
Ikatan Akuntansi Indonesia melalui PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan)
No 1 (2007:7) adalah :
a. Mudah dipahami (Understandability)
Kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan keuangan
adalah kemudahannya untuk segera dapat dipahami oleh para pemakai. Dalam
hal ini, pemakai diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang
aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi serta kemauan untuk mempelajari
informasi dengan ketentuan yang wajar. Namun demikian, informasi
kompleks yang seharusnya dimasukan dalam laporan keuangan tidak dapat
dikeluarkan hanya atas dasar pertimbangan bahwa informasi tersebut terlalu
untuk dapat dipahami oleh pemakai tertentu.
24
b. Relevan (relevance)
Agar bermanfaat, informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan
pemakai dalam proses pengambilan keputusan. Informasi memiliki kualitas
relevan apabila informasi tersebut dapat mempengaruhi keputusan ekonomi
pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa
kini, atau masa depan, atau mengoreksi hasil evaluasi mereka dimasa lalu.
c. keandalan (reliability)
Agar bermanfaat, informasi juga harus andal. Informasi memiliki
kualitas andal jika bebas dari pengertian menyesatkan, kesalahan material, dan
dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang tulus atau jujur dari
yang seharusnya disajikan, atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan.
Selain itu informasi harus diarahkan pada kebutuhan pemakai, dan tidak
bergantung pada kebutuhan atau keinginan pihak tertentu.
Dalam hal menghadapi ketidakpastian peristiwa dan keadaan tertentu,
maka ketidakpastian tersebut diakui dengan mengungkapkan hakikat dan
tingkatnya dengan menggunakan pertimbangan akal sehat. Agar dapat
diandalkan, informasi yang disajikan dalam laporan keuangan harus lengkap
dalam batasan materialistis dan biaya (kelengkapan). Kesenjangan untuk tidak
mengungkapkan dapat mengakibatkan informasi menjadi tidak benar dan
menyesatkan.
25
d. Dapat diperbandingkan (Comparability).
Pemakai laporan keuangan harus dapat memperbandingkan laporan
keuangan perusahaan antar periode untuk mengidentifikasi kecenderungan
posisi keuangan. Pemakai juga harus dapat memperbandingkan laporan
keuangan antar perusahaan untuk mengevaluasi posisi keuangan, serta
perusahaan posisi keuangan secara relatif. Oleh karena itu, pengukuran dan
penyajian dampak keuangan dari transaksi dan peristiwa lain yang serupa
harus dilakukan secara konsisten untuk perusahaan tersebut, antara periode
yang sama, dan untuk perusahaan yang berbeda.
2. Tujuan Laporan Keuangan
Pada hakikatnya laporan keuangan bertujuan untuk memberikan informasi.
Informasi keuangan perusahaan tersebut dapat menjadi dasar pertimbangan dalam
pengambilan keputusan ekonomis bagi pihak-pihak terkait. Pihak-pihak yang terkait
tersebut terdiri dari pihak intern dan pihak ekstern perusahaan. Menurut Standar
Akuntansi Keuangan (2007) “Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan
informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi
keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam
pengambilan keputusan ekonomi”. Sedangkan Menurut Accounting Principles Board
Statement No.4 tujuan dari laporan keuangan adalah sebagai berikut3 :
3 Belkaoui, Ahmed Riahi, Teori Akuntansi. Buku 1, Edisi kelima, Salemba Empat, (Jakarta :
Salemba Empat, 2006).
26
a. Tujuan khusus dari laporan keuangan adalah menyajikan secara wajar dan
sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum, posisi
keuangan, hasil operasi, dan perubahan-perubahan lainnya dalam posisi
keuangan.
b. Tujuan umum dari laporan keuangan adalah sebagai berikut :
1) Untuk memberikan informasi yang dapat diandalkan mengenai sumber
daya ekonomi dan kewajiban dari perusahaan bisnis agar dapat
mengevaluasi kelebihan dan kekurangannya, menunjukkan pendanaan
dan investasinya, mengevaluasi kemampuan dalam memenuhi
komitmennya, untuk menunjukkan berbagai dasar sumber daya bagi
pertumbuhannya.
2) Untuk memberikan informasi yang dapat diandalkan mengenai
perubahan dalam sumber daya bersih dari aktivitas perusahaan yang
diarahkan untuk memperoleh laba.
B. Agency Theory
Teori agensi pertama kali dipopulerkan oleh Jensen dan meckling pada
tahun1976. Dalam teori ini dinyatakan bahwa hubungan keagenan muncul ketik satu
orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agen) untuk memberikan
suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada
27
agen tersebut4. Dalam hal ini pemegang saham hanya tertarik pada hasil keuangan
yang bertambah atau investasi mereka didalam perusahaan. Hubungan antara agen
dan principal (pemegang saham) harus memiliki kepercayaan yang kuat dimana agen
melaporkan segala informasi perkembangan perusahaan yang dimiliki oleh principal
melalui segala bentuk informai akuntansi karena hanya pihak manajemen yang
mengetahui dengan pasti keadaan perusahaan.
Teori agensi mengasumsikan bahwa seorang manajer sebagai pengelola
perusahaan mengetahi lebih banyak informasi-informasi internal dan prospek
perusahaan kedepannya dibandingkan pemilik (pemegang saham). Karena pemilik
(pemegang saham) tidak memiliki informasi yang cukup mengenai kinerja agen,
maka pemilik (pemegang saham) tidak pernah dapat mengetahui dengan pasti
bagaimana usaha agen memberikan kontribusi pada hasil aktual perusahaan. Oleh
karena itu sebagai seorang manajer mempunyai kewajiban memberikan sinyal
mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan
melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan. Laporan
keuangan tersebut penting karena sebagai alat komunikasi perusahaan dengan pihak-
pihak yang berkepentingan baik pihak internal maupun eksternal.
Oleh karena itu informasi yang akurat mengenai kondisi perusahaan sangat
dibutuhkan agar tidak bias terutama menyangkut hal pengambilan keputusan.
Adannya ketidakseimbangan penguasaan informasi akan memicu munculnya suatu
4 Rahmita Wulandari, “Analisis Pengaruh Good Corporate Governance dan leverage
Terhadap Manajemen Laba”, Ekonomika dan Bisnis, Universitas Diponegoro (2013), h.3.
28
kondisi yang disebut sebagai asimetri informasi (information asymmetry). Asimetri
antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) dapat memberikan kesempatan
kepada manajer untuk melakukan manajemen laba (earning management).
Asimetri informasi ini mendorong terjadinya konflik yang biasa disebut agency
conflict yakni mendorong agent menyajikan informasi yang tidak sebenarnya seperti
menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui oleh prinsipal terutama
yang berkaitan dengan pengukuran kinerja agent. Terdapat kemungkinan konflik
dalam hubungan antara prinsipal dan agen (agency conflict), konflik yang timbul
sebagai akibat keinginan manajemen (agen) untuk melakukan tindakan yang sesuai
dengan kepentingannya yang dapat mengorbankan kepentingan pemegang saham
(principal) untuk memperoleh return dan nilai jangka panjang perusahaan. Agency
conflict timbul karena5 :
1. Moral-Hazard
Manajemen memilih investasi yang paling sesuai dengan kemampuan
yang paling menguntungkan bagi perusahaan.
2. Earning Retention
Manajemen cenderung mempertahankan tingkat pedapatan
perusahaan yang stabil, sedangkan pemegang saham lebih menyukai
distribusi kas yang lebih tinggi melalui beberapa peluang investasi
internal yang positif.
5 Pipin Kurnia, “Pengaruh Ukuran Dewan, Female Representation dalam Dewan, dan
Konsentrasi Kepemilikan terhadap Kinerja Perusahaan (Studi terhadap Perusahaan Publik pada
Industri Bahan Dasar Kimia,” (Tesis S2 Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, 2008), h.10.
29
3. Risk Aversion
Manajemen cenderung mengambil posisi aman utuk mereka sendiri
dalam mengambil keputusan investasi.
4. Time-Horizon
Manajemen cenderung hanya memperhatikan cash flow perusahaan
sejalan dengan waktu penugasan mereka.
C. Profitabilitas
Setiap perusahaan selalu berusaha untuk meningkatkan profitabilitasnya. Jika
perusahaan berhasil meningkatkan profitabilitasnya, dapat dikatakan bahwa
perusahaan tersebut mampu mengelola sumber daya yang dimilikinya secara efektif
dan efisien sehingga mampu menghasilkan laba yang tinggi. Sebaliknya, sebuah
perusahaan memiliki profitabilitas yang rendah menunjukan bahwa perusahaan
tersebut tidak mampu mengelola sumber daya yang dimilikinya dengan baik,
sehingga tidak mampu menghasilkan laba tinggi. Profitabilitas berhubungan dengan
kemampuan suatu perusahaan untuk memperoleh laba dengan menggunakan sumber
daya yang dimilikinya.
Profitabilitas adalah ukuran mengenai kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan selama periode tertentu. Dalam rasio profitabilitas ini
dapat dikatakan sampai sejauh mana keefektifan dari keseluruhan manajemen dalam
30
menciptakan keuntungan bagi perusaaan6. Nilai profitabilitas sudah menjadi norma
ukuran bagi kesehatan perusahaan karenanya profitabilitas digunakan sebagai alat
yang untuk menganalisis kinerja manajemen. Tingkat profitabilitas akan
menggambarkan posisi laba perusahaan profitabilitas juga merupakan hasil bersih
dari sejumlah kebijakan dan keputusan perusahaan.
Rasio profitabilitas merupakan rasio yang bertujuan untuk dapat mengetahui
kemampuan perusahaan didalam menghasilkan laba selama periode tertentu serta
memberikan gambaran mengenai tingkat efektifitas manajemen didalam
melaksanakan kegiatan operasinya. Efektifitas manajemen dilihat dari laba yang
dihasilkan terhadap penjualan serta investasi perusahaan. Rasio tersebut disebut juga
dengan rasio rentabilitas7. Dalam pengertian lain disebutkan bahwa Rasio
profitabilitas merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam
mendapatkan laba melalui semua kemampuan dan sumber yang ada seperti kegiatan
penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang dan sebagainya8.
Sedangkan menurut Kasmir, Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk
menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga
6 Herdiani Restu Ekasiswi & Moh. Didik, Analisis Pengaruh Manajemen Laba dan
Profitabilitas terhadap Kebijakan Dividen (Studi Empiris Perusahaan Manufaktur Go public yang
Terdaftar di BEI 2007-2009)” Jurnal (2010), h. 7. 7 Muchlisin Riadi, Rasio Profitabilitas, Artikel diakses pada 16 juni 2015 dari
http://www.kajianpustaka.com/2012/12/rasio-profitabilitas.html 8 Sofyan Syafri, Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan, (Jakarta : Rajawali Pers, 2008), h.
304.
31
memberikan ukuran tingkat efektivis manajemen suatu perusahaan yang ditunjukkan
oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi9.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa profitabilitas adalah
suatu ukuran atau rasio yang digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba atas kegiatan operasional yang dilakukan dalam periode tertentu.
Pada dasarnya terdapat 7 teknik dalam mengukur tingkat profitabilitas dalam suatu
perusahaan yaitu Gross Profit Margin (GPM), Net Profit Margin (NPM), Rentabilitas
Ekonomi, Return on Investment (ROI), Return on Asset (ROA), Return on Equity
(ROE), dan Earning per Share (EPS)10
.
1. Gross Profit Margin (GPM)
Gross Profit Margin Merupakan rasio yang menguur efisiensi pengendalian
harga pokok atau biaya produksinya, mengindikasikan kemampuan perusahaan untuk
berproduksi secara efisien.
9 Kasmir, Analisa Laporan Keuangan (Jakarta : Rajawali Pers, 2008), h,196.
10 Muchlisin Riadi, “Rasio Profitabilitas”, diases pada 21 Oktober 2015 dari
http://www.kajianpustaka.com/2012/12/rasio-profitabilitas.html
Penjualan –HPP
GPM :
Penjualan
32
2. Net Profit Margin
Rasio ini mengukur laba bersih setelah pajak terhadap penjualan. Semakin
tinggi Net Profit Margin (NPM) semakin baik operasi suatu perusahaan.
3. Return on Invesment
Return on investment merupakan perbandingan antara laba bersih setelah
pajak dengan total aktiva. Return on investment adalah merupakan rasio yang
mengukur kemampuan perusahaan secara keseluruhan didalam menghasilkan
keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia didalam perusahaan.
4. Return on Asset
Return on Asset adalah rasio rentabilitas yang menunjukan perbandingan
antara laba dengan total asset suatu perusahaan, rasio ini menunjukan tingkat efisiensi
pengelolaan asset yang dilakukan oleh perusahaan yang bersangkutan11
. Dalam
pengertian lain disebutkan bahwa ROA merupakan ukuran kemampuan perusahaan
11
Dwi Nura’ini Ihsan, Analisis Laporan Keuangan Perbankan Syariah, (Jakarta : UIN Jakarta
Press, 2013), h. 101.
Laba Bersih Setelah Pajak
NPM :
Penjualan
Laba Bersih Setelah Pajak
ROI :
Total Aktiva
33
dalam menghasilkan keuntungan (return) bagi perusahaan dengan memanfaatkan
aktiva yang dimilikinya. Semakin besar ROA menunjukan kinerja yang semakin baik.
Nilai ROA yang semakin tinggi menunjukan suatu perusahaan semakin efisien dalam
memanfaatkan aktivanya untuk memperoleh laba, sehingga nilai perusahaan
meningkat. ROA juga menggambarkan perputaran aktiva dari volume penjualan.
Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh
keuntungan secara keseluruhan Jadi semakin tinggi nilai profitabilitas menunjukan
kinerja keuangan perusahaan semakin membaik. Profitabilitas proksi ROA secara
matematis dirumuskan sebagai berikut :
Berdasarkan rumus diatas dapat diketahui bahwa semakin besar ROA suatu
perusahaan berarti semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai suatu
perusahaan dan semakin baik pula posisi perusahaan tersebut dari sisi penggunaan
asset.
5. Return on Equity
Return on Equity ialah perbandingan antara laba bersih sesudah pajak dengan
total ekuitas. Return on equity ialah suatu pengukuran dari penghasilan (income) yang
tersedia bagi para pemilik perusahaan (baik itu pemegang saham biasa ataupun
Laba Bersih
ROA :
Total Aktiva
34
pemegang saham preferen) atas modal yang mereka investasikan di dalam suatu
perusahaan12
.
Return on equity ialah rasio yang memperlihatkan sejauh manakah perusahaan
tersebut mengelola modal sendiri (net worth) dengan secara efektif, mengukur tingkat
keuntungan dari investasi yang telah dilakukan pemilik modal sendiri ataupun
pemegang saham suatu perusahaan13
. ROE tersebut menunjukkan rentabilitas modal
sendiri atau yang sering disebut dengan rentabilitas usaha. Profitabilitas dengan
proksi ROE dirumuskan sebagai berikut :
Tingkat profitabilitas suatu perusahaan dapat menjadi tolak ukur dalam
menentukan kondisi perusahaan terutama kondisi keuangannya, sehingga perusahaan
dapat memahami secara baik kondisi yang dialami oleh perusahaan. Tingkat
profitabilitas yang tinggi menunjukan bahwa kinerja perusahaan tersebut dipandang
baik dan pengawasan serta pengontrolan operasional perusahaan berjalan dengan
baik. Sedangkan apabila tingkat profitabilitas rendah, menunjukan bahwa kinerja
perusahaan dipandang kurang baik, dan kinerja manajemen dinilai buruk atau kurang
maksimal di mata para principal (pendiri perusahaan). Dalam mengukur
12
Sofyan Syafri, Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan, h. 304. 13
Agnes Sawir, Analisa Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan, (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2009). h.64.
Laba bersih setelah pajak
ROE :
Ekuitas
35
profitabilitas, para pengguna laporan keuangan yaitu pihak-pihak yang
berkepentingan biasanya menemui berbagai kendala seperti data yang dilaporkan di
dalam laporan keuangan telah dimodifikasi dan lain-lain.
Dalam mengukur tingkat profitabilitas, ada beberapa tolak ukur yang sangat
penting karena banyak digunakan dalam perhitungan rasio-rasio yang menghitung
tingkat profitabilitas, yaitu aktiva dan laba. Profitabilitas bisa menjadi bahan acuan
untuk melihat kondisi suatu perusahaan khususnya kondisi keuangan perusahaan,
sehingga apabila tingkat profitabilitas tinggi maka para investor dan pihak-pihak lain
yang berkepentingan dengan perusahaan tersebut akan menilai bahwa perusahaan
tersebut baik. Dengan demikian, perusahaan yang memiliki tingkat profitabilitas yang
tinggi akan lebih disukai oleh banyak investor dan pihak-pihak lain yang memiliki
kepentingan dengan perusahaan tersebut dengan berbagai kepentingannya masing-
masing.
D. Corporate Governance
Semakin merebaknya aktivitas manajemen laba juga telah mendorong
berkembangnya perhatian publik terhadap konsep good corporate governance.
Konsep ini secara istilah merupakan tata kelola perusahaan yang baik atau dengan
kata lain sebagai suatu sstem yang mengatur dan mengandalikan perusahaan agar
selalu menciptakan nilai tambah bagi semua stockholder dan stakeholdernya. Dalam
pengertian lain disebutkan bahwa corporate governance merupakan sebuah sistem
tata kelola perusahaan yang berisi seperangkat peraturan yang mengatur hubungan
36
antara pemegang saham , pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur,
pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya
dalam kaitannya dengan hak-hak dan kewajiban mereka. Ada dua poin penting yang
ditekankan dalam konsep ini, yaitu hak stockholder dan stakeholder untuk
memperoleh informasi akurat dan tepat waktu (timeliness) serta kewajiban
perusahaan intuk mengungkapkan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, dan
transparan semua informasi mengenai perusahaan.
Corporate Governance sebagai efektivitas mekanisme yang bertujuan
meminimalisai konflik keagenan dan merupakan salah satu elemen kunci dalam
meningkatkan efisiensi ekonomis yang meliputi hubungan antara dewan komisaris,
manajemen perusahaan, dan para pemegang saham. Corporate governance adalah
salah satu konsep yang berdasarkan pada teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi
sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan
menerima return atas dana yang telah mereka investasikan. Karena pada mulanya
salah satu urgensi pentingnya corporate governance berhubungan dengan teori
keagenan yang menyatakan mengenai pentingnya pemilik perusahaan menyerahkan
pengelolaan perusahaan pada tenaga profesional (disebut agent) yang lebih mengerti
dan profesional dalam menjalankan bisnis.
Ada beberapa asumsi dasar yang membangun teori agensi yaitu agency
conflict dan agency problem. Corporate governance berkaitan dengan bagaimana
para investor yakin bahwa manajer tidak akan mencuri atau meginvestasikan dana ke
proyek-proyek yang tidak menguntungkan dan berkaitan dengan bagaimana para
37
investor memonitor manajer. Dengan demikian diharapkan corporate governance
mampu mempengaruhi manajer untu tidak melakukan tindakan manajemen laba.
Corporate governance pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Comittee
pada tahun 1992 dalam sebuah laporan yang kemudian dikenal dengan nama Cadbury
Report. Laporan ini kemudian menjadi titik balik yang menentukan praktik corporate
governance di dunia. Cadbury Comittee (yang digunakan dalam FCGI, (2001:1).
Pedoman GCG merupakan panduan bagi perusahaan dalam membangun,
melaksanakan dan mengkomunikasikan praktik GCG kepada pemangku kepentingan.
Dalam pedoman tersebut KNKG (Komite Nasional Kebijakan Governance)
memaparkan azas-azas GCG sebagai berikut :
1. Transparansi (Transparency)
Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus
menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses
dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif
untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan
perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh
pemegang saham, kreditur, dan pemangku kepentingan lainnya.
2. Akuntabilitas (Accountability)
Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara
transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur, dan
sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan
38
pemegang saham dan pemegang kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat
yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
3. Responsibilitas (Responsibility)
Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta
melaksanakan tanggung jawab masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara
kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good
corporate citizen.
4. Independensi (Independency)
Untuk melancarkan pelaksanaan asas Corporate Governance, perusahaan
harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak
saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
5. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)
Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan
kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas
kewajaran dan kesetaraan. Dengan kata lain, konsep good corporate governance
menekankan pentingnya kesetaraan (fairness). Transparansi (transparency),
akuntabilitas (accountability), dan responsibilitas (responsibility) informasi untuk
meningkatkan kualitas laporan keuangan. Alasannya, laporan keuangan merupakan
alat komunikasi utama perusahaan dengan semua pihak yang mempunyai
kepentingan dengan perusahaan. Semakin berkualitas laporan keuangan semakin
berkualitas pula keputusan yang dibuat stakeholder yang menggunakan informasi itu.
39
Corporate governance menjadi mekanisme pengawasan agar manajemen
melakukan kegiatan operasional untuk kepentingan pemegang saham. Menurut IICG
terdapat tujuh dimensi atau konsep penerapan good corporate governance yang
diambil dari panduan OECD dan komnas good corporate governance. Namun dalam
penelitian ini hanya menggunakan proksi komisaris independen sebagai tolak ukur
dalam mengukur Corporate Governance dalam suatu perusahaan.
Dalam sebuah peusahaan, kita mengenal adanya direksi dan manajemen.
Namun, ada sebuah peran penting lagi dalam sebuah perusahaan yaitu peran dari
komisaris independen. Komisaris Independen menjadi organ utama bagi penerapan
praktik good corporate governance, dengan melihat fungsi yang dimiliki. Oleh
karena itu, sesuai dengan nama yang diemban sebagai komisaris independen, maka
harus memiliki independensi, menjalankan fungsinya yaitu sebagai fungsi
pengawasan, memiliki profesionalisme dan kepemimpinan yang merupakan hal dasar
yang dibutuhkan dari perannya tersebut. Keberadaan komisaris independen memiliki
tujuan untuk mewujudkan objektivitas, independent, fairness, serta dapat
memberikan keseimbangan antara kepentingan pemegang saham mayoritas dan juga
perlindungan terhadap kepentingan pemegang saham minoritas, bahkan sampai pada
kepentingan stakeholder lainnya. Dalam perkembangannya sendiri, telah banyak
40
kajian tentang komisaris independen, dimana peran dan fungsi komisaris sangat
penting sebagai motor penggerak corporate governance14
.
Keberadaan komisaris independen dalam emiten atau perusahaan public di
Indonesia diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 33/POJK.
04/2014. Dalam peraturan tersebut ditetapkan bahwa dalam setiap emiten atau
perusahaan public sekurang-kurangnya memiliki 1 orang komisaris independen jika
dewan komisaris terdiri dari 2 orang. Namun jika jumlah dewan komisaris lebih dari
2 orang, maka jumlah komisaris independen sekurang-kurangnya sebesar 30%.
E. Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan merupakan suatu tolak ukur mengenai besar kecilnya
suatu perusahaan yang ditinjau dari aspek tertentu. Kencenderungan melaporkan laba
positif diduga kuat sering dilakukan oleh perusahaan-perusahaan berukuran sedang
dan besar. Alasan yang mendasari dugaan tersebut adalah karena :
a. Mempertahankan kredibilitas mereka di dalam komunitas bisnis dan
tanggung jawab sosial, termasuk kredibilitas dalam penyajian informasi
keuangan,
b. Kemampuan untuk menggunakan kecanggihan teknologi melalui sistem
informasi yang memadai.
c. Dijadikan acuan oleh analis keuangan dalam melakukan analisa pasar.
14
Roiqul Azmi, “Menyoal Peran Penting Komisaris Independen”, artikel diakses pada 27
September 2015 dari http://www.kompasiana.com/azmiroiqul/menyoal-peran-penting-komisaris-
independen_55283ac0f17e61612a8b462a.
41
d. Lebih banyak menghadapi tekanan agar kinerja mereka sesuai dengan
yang diharapkan oleh pasar dan para analis.
e. Memiliki posisi tawar kepada eksternal auditor yang memeriksanya.
Perusahaan yang berukuran besar akan memiliki kepentingan yang lebih luas
sehingga berbagai kebijakan perusahaan akan memiliki dampak yang lebih besar
terhadap kepentingan publik dibandingkan perusahaan kecil. Ukuran sebuah
perusahaan akan mempengaaruhi struktur pendanaan perusahaan. Dana yang
dibutuhkan akan mengindikasi perusahaan menginginkan pertumbuhan laba dan
pertumbuhan tingkat pengembalian saham. Oleh sebab itu perusahaan yang sedang
dan besar (menengah keatas) memiliki kecenderungan terhadap manajemen laba.
Namun berdasarkan hasil penelitian, teori lainnya menunjukan bahwa
perusahaan sedang dan besar, tidak terbukti melakukan manajemen laba melalui
mekanisme pelaporan laba positif, baik untuk menghindar earning losses maupun
earning decreases. Seperti halnya Size Hypothesis, bahwa semakin besar perusahaan
akan cenderung untuk menurunkan praktik manajemen laba, karena perusahaan besar
secara politis lebih mendapat perhatian dari institusi pemerintahan dibandingkan
perusahaan kecil.
Semakin besar ukuran perusahaan biasanya informasi yang tersedia untuk
investor dalam pengambilan keputusan semakin banyak dan memperkecil
kemungkinan terjadinya asimetri informasi yang bisa menyebabkan terjadinya praktik
manajemen laba pada perusahaan. Seperti penelitian Siregar dan Utama (2005)
42
dimana ukuran perusahaan memiliki pengaruh yang negatif terhadap manajemen
laba. Artinya semain perusahaan maka semakin kecil pengelolaan laba yang
dilakukan.
Sebagian besar peneliti menggunakan ukuran perusahaan sebagai proksi
sensitifitas politis dan perilaku manajer dalam melaporkan kinerja keuangannya
(Pacecca 1995). Zimmerman dalam (Ardiansyah (2011) menyarankan untuk
menggunakan proksi ukuran perusahaan dalam kerangka political cost. Berdasarkan
size hypothesis yang dipaparkan oleh Watt dan Zimmerman, berasumsi bahwa
perusahaan besar secara politis, lebih besar melakukan transfer political cost dalam
kerangka politic process, dibandingkan dengan perusahaan kecil. Lebih lanjut
beberapa peneliti berhasil membuktikan bahwa political process memiliki dampak
pada pemilihan prosedur akuntansi oleh perusahaan yang berukuran besar (Watt dan
Zimmerman) dalam ardiansyah (2011).
Ukuran perusahaan dapat ditentukan berdasarkan penjualan, total asset, tenaga
kerja dan lan-lain. Namun dalam penelitian ini digunakan total aset untuk mengukur
ukuran perusahaan. Hal ini disebabkan Ini dikarenakan total aset lebih stabil dan
representatif dalam menunjukkan ukuran perusahan. misalnya dibanding pengukuran
dengan menggunakan kapitaliasi pasar dan penjualan yang sangat dipengaruhi oleh
demand and supply. Berikut ini adalah rumus dalam menghitung ukuran perusahaan
berdasarkan total aktiva.
Ukuran Perusahaan : Ln (Total Aset Perusahaan )
43
Berdasarkan pemaparan teori dan pembahasan hasil penelitian sebelumnya
maka dapat disimpulkan bahwa ukuran perusahaan sebagai salah satu variabel yang
digunakan untuk mengukur besar atau kecilnya suatu perusahaan (size) dan dianggap
dapat mempengaruhi praktik manajemen laba pada perusaaan.
F. Leverage
Dalam pengertian umum, leverage merupakan rasio yang menunjukkan
perbandingan dana yang dipinjam dari kreditur dibandingkan dengan dana yang
disediakan oleh pemiliknya. Menurut pendapat lain, leverage merupakan pengukur
besarnya aktiva yang dibiayai oleh hutang, yang mana hutang tersebut berasal dari
kreditor bukan dari pemegang saham ataupun investor.
Dalam pengertian lain dsebutkan bahwa leverage merupakan jumlah aset yang
tidak dibiayai oleh ekuitas pemegang saham atau dengan kata lain leverage
merupakan biaya tetap yang digunakan untuk mendanai perusahaan, biaya ini dapat
menguntungkan perusahaan apabila dapat dikelola dengan baik sehingga
menghasilkan pendapatan yang lebih besar dari biaya tetap yang dikeluarkan, namun,
leverage juga dapat merugikan apabila hasil yang diperoleh perusahaan tidak lebih
besar dari biaya tetapnya. Leverage dapat memberi suatu kondisi yang
menguntungkan bagi perusahaan, karena mampu menunjang keperluan perusahaan
akan kebutuhan aktiva dan biaya-biaya dengan tingkat volume yang tinggi
Kebijakan utang merupakan salah satu alternatif pendanaan perusahaan selain
menjual saham di pasar modal. Hutang yang dipergunakan secara efektif dan efisien
44
akan meningkatkan nilai perusahaan. Tapi bila dilakukan dengan dalih menarik
perhatian para kreditur, maka justru memicu bagi manajer untuk melakukan
manajemen laba. Utang merupakan perjanjian antara perusahaan sebagai debitur
dengan kreditur. Dalam perjanjian hutang ini, ada kepentingan perusahaan untuk
dinilai positif oleh kreditur dalam hal kemampuan membayar hutangnya. Terdapat
kemungkinan bahwa adanya perjanjian kontrak hutang memicu manajemen untuk
meningkatkan laba dengan tujuan memperlihatkan kinerja positif pada kreditur
sehingga memperoleh suntikan dana atau untuk memperoleh penjadwalan kembali
pembayaran hutang.
Dalam Hipotesis utang/ekuitas (Debt/Equity Hypothesis) disebutkan dalam
sebagian besar perjanjian utang terdapat syarat-syarat (covenants) yang harus
dipenuhi perusahaan selama masa perjanjian. Dinyatakan pula ketika perusahaan
mulai mendekati terjadinya pelanggaran terhadap debt covenant, maka manajer
perusahaan akan berusaha untuk menghindari terjadinya debt covenant tersebut
dengan memilih metode-metode akuntansi yang dapat meningkatkan laba.
Pelanggaran terhadap debt covenant dapat mengakibatkan timbulnya suatu biaya serta
dapat menghambat kerja manejemen, sehingga dengan meningkatkan laba
(melakukan income increasing) manajemen berusaha untuk mencegah atau
setidaknya menunda hal tersebut.
Watts and Zimmerman dalam Robert Gagaring (2011) menyatakan dalam
debt covenant hypothesis bahwa semakin dekat perusahaan ke arah pelanggaran
persyaratan hutang yang didasarkan atas angka akuntansi maka manajer lebih
45
cenderung untuk memilih prosedur-prosedur akuntansi yang memindahkan laba
periode mendatang ke periode berjalan. Jadi perusahaan yang memiliki liabilitas
tinggi akan cenderung memilih kebijakan akuntansi dengan menggeser laba masa
depan ke masa sekarang. Intinya, apabila digunakan untuk menarik minat kreditur,
maka leverage akan memunculkan tindakan manajemen laba. Penelitian yang
dilakukan oleh Saleh et al. (2005), Tarjo (2008) menemukan bahwa leverage
berpengaruh positif terhadap manajemen laba.
Perhitungan leverage dalam praktiknya bisa dilakukan melalui dua
pendekatan yaitu pendekatan neraca dan pendekatan laba rugi, Yakni dengan Debt to
Asset Ratio dan Debt to Equity Ratio. Debt to Asset Ratio adalah sebuah rasio untuk
mengukur jumlah asset yang dibiayai oleh hutang semakin tinggi nilai DAR
mengindikasikan semakin besar jumlah asset yang dibiayai oleh hutang dan semakin
kecil jumlah asset yang dibiayai oleh modal. Debt to Equity Ratio adalah rasio yang
membandingkan seberapa besar jumlah hutang terhadap ekuitas. Semakin tinggi
angka DER maka diasumsikan perusahaan memiliki resiko yang semakin tinggi
terhadap likuiditas perusahaannya. Secara umum Debt to Asset Ratio (DAR) dan Debt
to Equity Ratio (DER) dapat dirumuskan sebagai berikut :
Total Debt (Hutang)
DAR :
Total Asset (Aktiva)
46
Penelitian ini mengukur leverage dengan Debt toAsset Ratio yang merupakan
rasio antara total liabilitas dengan total aset. Semakin besar rasio leverage, berarti
semakin tinggi nilai liabilitas perusahaan. Rasio leverage juga menunjukkan risiko
yang dihadapi perusahaan.
G. Manajemen Laba
1. Pengertian Manajemen
Laba yang dihasilkan oleh perusahaan merupakan salah satu ukuran kinerja
yang sering digunakan dalam dasar pengambilan keputusan bisnis. Dinyatakan dalam
Statement of Financial Accounting Concept (SFAC) nomor 2, informasi laba
merupakan unsur utama dalam laporan keuangan dan sangat penting bagi pihak-pihak
yang menggunakannya karena memiliki nilai prediktif. Hal ini membuat manajemen
melakukan manajemen laba agar kinerja perusahaan yang dikelolanya tampak baik
oleh principle15
.
Istilah lain dari manajemen laba adalah creative accounting, dalam bahasa
Indonesia istilah creative accounting disebut juga akuntansi kreatif. Pada dasarnya
15
Neni Nuraini, “Analisis Faktor yang Mempengaruhi Manajemen Laba”, (Studi Empiris
Pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI Periode 2007-2011), (Skripsi S1 Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta), h. 19.
Total Debt (Hutang)
DER :
Total Ekuitas
47
aktivitas manajemen laba atau creative accounting merupakan alat atau teknik dalam
praktik akuntansi. Sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai batasan dan
defenisi manajemen laba. Perbedaan inilah yang menyebabkan setiap pihak yang
concern pada masalah aktivitas rekayasa manajerial ini mencoba untuk
mendefenisikannya, baik dari pemahaman positif maupun negatif.
Ada pihak yang mendefenisikan manajemen laba sebagai kecurangan yang
dilakukan oleh seorang manajer untuk mengelabui orang lain, sedangkan pihak lain
mendefenisikannya sebagai aktivitas yang lumrah dilakukan manajer dalam
menyusun laporan keuangan. Manajemen laba tidak bisa dikategorikan sebagai
kecurangan sejauh apa yang dilakukannya masih dalam ruang lingkup prinsip
akuntansi. Inilah yang membuat spectrum manajemen laba menjadi sedemikian luas.
Secara umum manajemen laba didefinisikan sebagai upaya manajer
perusahaan untuk mengintervensi atau mempengaruhi informasi-informasi dalam
laporan keuangan dengan tujuan untuk mengelabui stakeholder yang ingin
mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan. Istilah intervensi dan mengelabui inilah
yang dipakai sebagai dasar sebagian pihak untuk menilai manajemen laba sebagai
kecurangan. Sementara pihak lain tetap menganggap aktivitas rekayasa manajerial ini
bukan sebagai kecurangan. Alasannya, intervensi itu dilakukan manajer perusahaan
dalam kerangka standar akuntansi, yaitu masih menggunakan metode dan prosedur
akuntansi yang diterima dan diakui secara umum16
.
16 Sri Sulistyanto, Manajemen Laba (Teori & Model Empiris), (Jakarta: Grasiondo, 2008), h. 6.
48
Dalam pengertian lain disebutkan bahwa creative accounting atau earning
management, adalah aktivitas badan usaha untuk memanfaatkan teknik dan kebijakan
akuntansi guna mendapatkan hasil yang diinginkan. Dalam hal ini, hasil yang
diinginkan oleh penyusun laporan keuangan (pengelola perusahaan) dengan bantuan
akuntan, baik akuntan internal maupun eksternal dan dapat berupa penyajian nilai
laba atau asset yang lebih tinggi atau aset yang lebih rendah, bergantung pada
motivasi mereka melakukannya17
. Schipper dalam Riahi dan Belkaoui (2006:75)
melihat manajemen laba sebagai suatu intervensi yang disengaja pada proses
pelaporan eksternal dengan maksud untuk mendapatkan beberapa keuntungan
pribadi.
Jadi berdasarkan pengertian mengenai manajemen laba diatas dapat
disimpulkan defenisi manajemen laba dalam pengertian luas yaitu merupakan
tindakan manajer untuk meningkatkan atau mengurangi laba yang dilaporkan saat ini
atas suatu unit dimana manajer bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan
atau penurunan profitabilitas ekonomi jangka panjang unit tersebut.
Informasi laba menjadi bagian dari laporan keuangan yang dianggap paling
penting, karena informasi tersebut secara umum dipandang sebagai representasi
kinerja manajemen pada periode tertentu. pentingnya informasi laba bagi pihak-pihak
yang berkepentingan, pertama karena laba dijadikan dasar bagi perusahaan dalam
menentukan kebijakan dividen. Kedua, laba merupakan dasar dalam
17 Dedhy Sulistiawan, dkk, Creative CCounting (Menungkap Manajemen Lba dan Skandal
Akuntansi), (Jakarta : Salemba Empat), h. 18.
49
memperhitungkan kewajiban perpajakan perusahaan. Ketiga, laba dipandang sebagai
petunjuk dalam menentukan arah investasi dan pembuat keputusan ekonomi.
Keempat, laba diyakini sebagai sarana prediksi yang membantu dalam memprediksi
laba dan kejadian ekonomi di masa mendatang, dan kelima, laba dijadikan pedoman
dalam mengukur kinerja manajemen.
2. Pola dalam Teknik Manajemen Laba
Scott (1997) merangkum pola umum yang banyak dilakukan dalam praktik
manajemen laba, yaitu taking a bath, income minimization, income maximization, dan
income smoothing18
.
a. Taking a bath
Pola ini dilakukan dengan cara mengatur laba perusahaan tahun
berjalan menjadi sangat tinggi atau rendah dibandingkan laba periode tahun
sebelmunya atau tahun berikutnya. Pola ini biasa dipakai pada perusahaan
yang sedang mengalami masalah organisasi (organizational stress) atau
sedang dalam proses pergantian pimpinan manajemen perusahaan. Pada
perusahaan yang baru mengalami pergantian pimpinan, jika perusahaan
berada dalam kondisi yang tidak menguntungkan sehingga harus melaporkan
nilai kerugian dalam jumlah yang sangat ekstrem agar pada periode
berikutnya dapat melaporkan laba sesuai target.
18
Dedhy Sulistiawan, dkk, Creative CCounting (Menungkap Manajemen Lba dan Skandal
Akuntansi), h.40.
50
b. Income Minimization
Pola ini dilakukan dengan menjadikan laba periode tahun berjalan
lebih rendah dari laba sebenarnya. Secara praktis, pola ini relatif sering
dilakukan dengan motivasi perpajakan dan politis. Agar nilai pajak yang
dibayarkan tidak terlalu tinggi, manajer cenderung menurunkan laba periode
tahun berjalan, baik melalui penghapusan aset tetap maupun pengakuan biaya-
biaya periode mendatang ke periode tahun berjalan.
c. Income Maximization
Pola ini merupakan kebalikan dari pola income minimization. Menurut
pola ini, manajemen laba dilakukan dengan cara menjadikan laba tahun
berjalan lebih tinggi dari laba sebenarnya. Teknik yang dilakukan pun
beragam, mulai dari menunda pelaporan biaya-biaya periode tahun berjalan ke
periode mendatang, pemilihan metode akuntansi yang dapat memaksimalkan
laba, sampai dengan meingkatkan jumlah penjualan dan prooduksi. Pola ini
biasanya banyak digunakan oleh perusahaan yang akan melakukan IPO agar
mendapa kepercayaan dari kreditor. Hampir semua perusahaan go public
meningkatkan laba dengan tujuan menjaga kinerja saham mereka.
d. Pola income Smoothing
Pola ini dilakukan dengan mengurangi fluktuasi laba sehingga laba
yang dilaporkan relatif stabil. Untuk investor dan kreditur yang memiliki sifat
risk adverse, kestabilan laba merupakan hal penting dalam pengambilan
keputusan. Dalam dunia keuangan, fluktuasi harga saham atau fluktuasi laba
51
merupakan indikator risiko. Demi menjaga agar laba tidak fluktuatif,
stabilitasnya harus dijaga. Stabilitas laba ini dapat diperoleh dengan
,emgombinasi dari dua pola tersebut, yaitu meminimalkan atau
memaksimalkan laba. Namun, tentunya harus mengikuti tren laba yang akan
dilaporkan agar terlihat stabil. Income smoothing dapat dikatakan merupakan
upaya untuk menetralka keadaan lingkungan uang yang penuh dengan
ketidakpastian.
3. Motivasi Melakukan Manajemen Laba
Perilaku manajemen laba sebagai salah satu bentuk tindakan creative
accounting dari manajer yang tentunya tidak muncul dengan sendirinya, melainkan
ada motivasi ekstrinsik dibalik perilaku tersebut. secara umum terdapat beberapa hal
yang memotivasi individu atau badan usaha melakukan tindakan manajemen laba,
diantaranya adalah sebagai berikut19
:
a. Motivasi bonus
Dalam sebuah perjanjian bisnis, pemegang saham akan memberikan
sejumlah insentif dan bonus sebagai feedback atau evaluasi atas kinerja
manajer dalam kegiatan operasionalnya. Kinerja manajemen salah satunya
diukur dari pencapaian laba usaha. Pengukuran kinerja berdasarkan laba dan
skema bonus tersebut memotivasi para manajer untuk memberikan performa
terbaiknya sehingga tidak menutup peluang mereka melakukan tindakan
19
Ibid., h.31-36
52
creative accounting agar dapat menampilan kinerja yang baik demi
mendapatkan bonus yang maksimal.
b. Motivasi utang
Selain melakukan kontrak bisnis dengan pemegang saham, untuk
kepentinfan ekspansi perusahaan, manajer seringkali melakukan beberapa
kontrak bisnis dengan pihak ketiga, dalam hal ini adalah kreditor. Agar
kreditor mau menginvestasikan dananya di perusahaannya, tentunya manajer
harus mau menunjukan performa yang baik dari perusahaannya. Dan untuk
memperoleh hasil maksimal, yaitu pinjaman dalam jumlah besar, perilaku
kreatif dari manajer untuk menampilkan performa yang baik dari laporan
keuangannya pun seringkali muncul.
Fenomena ini juga sebenarnya tidak hanya dilakukan perusahaan
besar, tetapi juga oleh perusahaan kecil, bahkan individu. Ketika seseorang
individu mencari pinjaman ke bank, orang tersebut berupaya keras
menyajikan jumlah penghasilan yang cenderung lebih besr dari penghasilan
yang sebenarnya. Dalam kasus ini pun, perilaku perusahaan juga sama dengan
perilaku individual.
c. Motivasi pajak
Tindakan manajemen laba tidak hanya terjadi pada perusahaan go
public dan selalu untuk kepentingan harga saham, tetapi juga untuk
kepentingan perpajakan. Kepentingan ini didominasi oleh perusahaan yang
belum go public. Perusahaan yang belum go public cenderung melaporkan
53
dan menginginkan untuk menyajikan laporan laba fiskal yang lebih rendah
dari nilai yang sebenarnya. Kecenderungan ini memotivasi manajer untuk
bertindak kreatif melakukan tindakan manajemen laba agar seolah-olah laba
fiskal yang diaporkan memang lebih rendah tanpa melanggar aturan dan
kebijakan akuntansi perpajakan. Namun meski motivasi pajak menurut
pernyataan diatas lebih banyak didominsi oleh perusahaan yang belum go
public, dalam penelitian ini hanya difokuskan untuk meneliti perusahaan yang
telah go public yang terdaftar sebagai emiten syariah di Bursa Efek Indonesia.
d. Motivasi penjualan saham
Motivasi ini banyak digunakan oleh perusahaan yang akan go public
ataupun sudah go public. Perusahaan yang akan go public akan melakukan
penawaran saham perdananya ke publik atau lebih dikenal dengan istilah
Initial Public Offering untuk memperoleh tambahan modal usaha dari calon
investor. Demikian juga dengan perusahaan yang sudah go public, untuk
kelanjutan dan ekspansi usahanya, perusahaan akan menjual sahamnya ke
publik baik melalui penawaran kedua, penawaran ketigam dan seterusnya,
melalui penjualan saham kepada pemilik lama, maupun melakukan akuisisi
perusahaan lain. Proses penjualan sham perusahaan ke public akan direspon
positif oleh pasar ketika perusahaan penerbit saham (emiten) dapat “menjual”
kinerja yang baik. Salah satu ukuran kinerja yang dilihat oleh calon investor
adalah penyajian laba pada laporan keuangan perusahaan.
54
e. Motivasi Pergantian Direksi
Praktik manajemen laba biasanya terjadi pada sekitar periode pergantian
direksi atau CEO. Menjelang berakhirnya masa jabatan, direksi cenderung
bertindak kreatif dengan memaksimalkan laba agar performa kerjanya tetap
terlihat baik pada tahun terakhir ia menjabat. Perilaku ini ditunjukan dengan
terjadinya peningkatan laba yang cukup signifikan pada periode menjelang
berakhirnya masa jabatan, motivasi utama yang mendorong perilaku kreatif
tersebut adalah untuk memperoleh bonus yang maksimal.
f. Motivasi Bisnis
Motivasi ini biasanya terjadi pada perusahaan besar yang bidang
usahanya banyak menyentuh masyarkat luas, seperti perusahaan-perusahaan
industry strategis dan perminyakan, gas, listrik, dan air. Demi menjaga tetap
mendapatkan subsidi, perusahaan-perusahaan tersebut cenderung menjaga
posisi keuangannyadalam keadaan tertentu sehingga prestasi atau kinerjanya
tidak terlalau baik.
Jadi pada aspek politis ini, manajer cenderung melakukan kreativitas
akuntansi untuk menyajikan laba yang lebih rendah dari nilai yang
sebernanya, terutama selama periode kemakmuran tinggi. Hal ini dilakukan
untuk mengurangi visibilitas perusahaan sehingga tidak menarik perhatian
pemerintah, media, atau konsumen yang dapat menyebabkan meningkatnya
biaya politis perusahaan. Rendahnya biaya politis akan menguntungkan
manajemen.
55
4. Deteksi Manajemen Laba
Pada prinsipnya, walaupun angka yang disajikan dalam laporan keuangan
adalah fakta, nilainya bisa saja merupakan “imajinasi” dari penyusunnya, mengingat
kebijakan akuntansi yang berbeda bisa menghasilkan nilai laba yang berbeda.
Pengguna laporan keuangan memerlukan cara untuk mendeteksi manipulasi laba agar
tidak menjadi korban dari trik akuntansi yang agresif atau skandal akuntansi yang
mungkin akan terjadi, khususnya bagi emiten saham syariah dimana praktik
manajemen laba yang masih menjadi persoalan mengenai tidak sesuainya praktik
manajemen laba menurut etika bisnis islam.
Dalam mendeteksi atau menganalisa praktik manajemen laba yang dilakukan oleh
perusahaan, pengguna laporan keuangan dapat mendeteksinya dengan cara kualitatif
dan kuantitatif. Secara kualitatif, pendeteksian dilakukan menggunakan anailisis
akuntansi, sedangkan secara kuantitatif dilakukan menggunakan beberapa indicator
manajemen laba yang diambil dari beberapa riset empiris.
a. Deteksi Manajemen Laba Secara Kualitatif
Mohanram (2003) menyatakan bahwa untuk mendeteksi praktik
manajemen laba, analisis akuntansi yang dilakukan dengan beberapa tahapan
sebagai berikut20
:
1) Mengidentifikasi kebijakan akuntansi utama yang digunakan oleh
sebuah perusahaaan atau industri. Contohnya, apa kebijakan akuntansi
20
Ibid., h. 67.
56
untuk aset tetapnya atau metode apa yang digunakan untuk
persediaannya.
2) Menilai penggunaaan fleksibilitas akuntansi perusahaan, yaitu seberapa
fleksibel perusahaan menerapkan kebijakan akuntansinya, contohnya
seberapa sering perusahaan melakukan perubahan estimasi dan
kebijakan akuntansinya.
3) Menilai strategi yang dijalankan perusahaan, yaitu sejauh manakah
perbedaan kebijakan akuntansi perusahaan yang sedang dijalankan
dengan kebijakan akuntansi perusahaan lain. Karena pada prinsipnya,
pengguna laporan keuangan bisa membandingkan metode akuntansi
untuk perusahaan yang sejenis. Metode akuntansi yang lebih
konservatif dalam menentukan pendapatan bisa digunakan sebagai
acuan pembanding kualitas laba.
4) Menilai kualitas pengungkapan perusahaan, yaitu dengan menilai
apakah perusahaan telah menyediakan informasi yang memadai untuk
menilai strategi dan memahami kondisi ekonomi dari kegiatan
operasionalnya.
5) Mengidentifikasi adanya potensi permasalahan akuntansi. Menurut
mohanram (2003), yang termasuk dalam potensi permasalahan
akuntansi seperti adanya perubahan akuntansi yang tidak dapat
dijelaskan khususnya ketika perusahaan sedang dalam kondisi buruk,
adanya transaksi-transaksi pelambungan laba yang tidak dapat
57
dijelaskan, adanya peningkatan gap antara laba bersih dan aliran kas
operasi, adanya peningkatan gap antara laba bersih yang dilaporkan
dari laba untuk tujuan pajak, adanya penghapusan dalam jumlah besar
secara tak terduga dan lain-lain.
b. Deteksi Manajemen Laba Secara Kuantitatif
Manajemen laba secara umum dibagi menjadi dua kategori, yaitu
manajemen laba melalui kebijakan akuntansi dan manajemen laba melalui
aktivitas riil. Manajemen laba melalui kebijakan akuntansi merujuk pada
permainan angka laba yang dilakukan menggunakan teknik dan kebijakan
akuntansi. Sementara, manajemen laba melalui aktivitas riil merujuk pada
permainan angka laba yang dilakukan melalui aktivitas-aktivitas yang berasal
dari kegiatan bisnis normal atau yang berhubungan dengan kegiatan
operasional, misalnya menunda kegiatan produk atau mempercepat penjualan
dengan pemberian diskon besar-besaran21
.
Dalam penelitian ini metode untuk mendeteksi manajemen laba yang
dilakukan oleh emiten syariah adalah deteksi melalui kebijakan akuntansi.
Pada deteksi ini, fokus pembahasannya terletak pada penjelasan model-model
deteksi manajemen laba yang banyak digunakan dalam riset empiris. Dalam
pengukuran manajemen laba digunakan deteksi melalui Akuntansi akrual
yang terdiri dari discretionary accruals (DA) dan non discretionary accruals
(NDA). DA merupakan akrual yang ditentukan manajemen (management
21
Ibid., h. 70.
58
determined). NDA merupakan akrual yang ditentukan atas kondisi ekonomi
(economically determined).
Pada deteksi melalui kebijakan akuntansi fokus pembahasannya
terletak pada penjelasan model-model deteksi manajemen laba yang banyak
digunakan dalam riset empiris. Dalam penelitian ini mnajemen laba
diproksikan ke dalam Discretionary Accruals yang dihitung berdasarkan
metode modified jones model.
Pada deteksi melalui kebijakan akuntansi fokus pembahasannya
terletak pada penjelasan model-model deteksi manajemen laba yang banyak
digunakan dalam riset empiris. Secara umum ada tiga kelompok model
empiris manajemen laba yang diklasifikasikan atas dasar basis pengukuran
yang digunakan, yaitu model yang berbasis akrual (aggregate accruals),
akrual khusus (specific accruals), dan distribusi laba (distribution of
earnings). Namun sejauh ini hanya model berbasis aggregate accrual yang
diterima secara umum sebagai model yang memberikan hasil paling kuat
dalam mendeteksi manajemen laba. Alasannya, model empiris ini sejalan
dengan akuntansi berbasis akrual yang selama ini banyak dipergunakan oleh
dunia usaha. Model akuntansi ini merupakan pencatatan yang membuat
munculnya komponen akrual yang mudah intuk dipermainkan besar kecilnya.
Penyebabnya adalah komponen akrual merupakan komponen yang muncul
dari transaksi-transaksi yang tidak disertai penerimaan dan pengeluaran kas.
59
Alasan yang kedua, model aggregate accrual menggunakan semua komponen
laporan keuangan untuk mendeteksi rekayasa keuangan ini.
Dalam penelitian ini manajemen laba diproksikan ke dalam
Discretionary Accruals yang dihitung berdasarkan metode modified jones
model yang juga termasuk dalam model berbasis akrual (aggregate accruals).
The Modified Jones Model dianggap dapat mendeteksi manajemen laba lebih
baik dibandingkan dengan model-model lainnya seperti model jones model
(1991), kaznik model (1999) maupun Performance-Matched Discreationary
Accruals Model (2005) sejalan dengan hasil penelitian Dechow et al. (1995)
dalam Muliati (2011).
Modified Jones Model dekembangkan oleh dechow dan kawan-kawan.
Model ini muncul untuk mengatasi kelemahan yang ada dalam Jones Model.
Kelemahan Jones Model adalah secara implisit berasumsi bahwa diskresi
manajemen tidak dilakukan terhadap pendapatan. Lalu dikembangkan
Modified Jones Model dengan mengasumsikan bahwa perubahan yang terjadi
dalam penjualan kredit pada periode berjalan merupakan objek manipulasi
laba sehingga Jones Model diperbaiki dengan menghilangkan variabel
perubahan piutang dari variabel perubahan pendapatan untuk mengestimasi
akrual nondikresioner pada saat periode kejadian22
.
22
Ibid., h.73.
60
6. Teknik Manajemen Laba
Seperti dibahas pada uraian diatas bahwa manajemen laba merupakan nama
lain dari aktivitas creative accounting yang sebenarnya hal ini bukanlah istilah yang
baru. Manajemen laba merupakan sesuatu yang sudah ada sejak lama. Meskipun
dalam perspektif etika bisnis islam bahwa kegiatan manajemen laba bertentangan
dengan prinsip syariah dan masih menjadi kontroversi saat ini mengenai
kesyariahannya. Namun jika ditnjau dari sudut pandang teoritis ataupun praktis,
teknik manajemen laba sangat beragam, mulai dari teknik legal menurut bingkai
profesi akuntan dengan berdalih bahwa manajemen laba dibolehkan selama
mengikuti standar akuntansi keuangan sampai teknik ilegal yang bertentangan dan
tidak dibolehkan dalam Standar Akuntansi Keuangan. Secara umum, teknik
manajemen laba yang dianggap “legal” menurut sudut pandang profesi akuntan yang
biasanya dijumpai dalam praktik manajemen laba dapat dikelompokkan ke dalam
lima teknik23
:
a. Mengubah metode akuntasi.
Metode akuntansi merupakan pilihan-pilihan yang disediakan oleh standar
akuntansi dalam menilai asset perusahaan. Perubahan metode akuntansi ini
digunakan untuk mencatat suatu transaksi, contoh : merubah metode
depresiasi aktiva tetap, dari metode depresiasi angka tahun ke metode
depresiasi garis lurus juga merubah juga metode penilaian persediaan dari
(First In First Out) ataupun LIFO (Last In First Out).
23
Ibid., h.43.
61
b. Membuat estimasi akuntansi
Teknik ini dilakukan dengan tujuan mempengaruhi laba akuntansi
melalui kebijakan dalam membuat etimasi akuntansi. Cara manajemen
mempengaruhi laba melalui judgment (perkiraan) terhadap estimasi akuntansi
antara lain estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu
depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud, estimasi biaya
garansi, dan lain-lain.
c. Mengubah periode pengakuan pendapatan dan biaya
Teknik ini dilakukan untuk mempercepat atau menunda pengakuan
pendapatan dan biaya dengan cara menggeser atau menunda pengakuan
pendapatan dan biaya dengan cara menggeser pendapatan dan biaya ke
periode berikutnya agar memperoleh laba maksimum. Contoh rekayasa
periode biaya atau pendapatan antara lain, mempercepat/menunda
pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan sampai pada periode
akuntansi berikutnya, mempercepat/menunda pengeluaran promosi sampai
periode berikutnya, mempercepat/menunda pengiriman produk ke pelanggan,
mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tak dipakai.
d. Mereklasifikasi akun
Pada bagian ini, permainan akuntansi dilakukan dengan memindahkan
akun dari satu tempat ke tempat lainnya. Jadi, sebenarnya laporan keuangan
yang disajikan sudah lama, tetapi karena kelihaian penyajinya, laporan
62
keuangan ini bisa memberikan dampak interpretasi yang berbeda bagi
penggunanya.
e. Mereklasifikasi akrual diskresioner dan akrual diskresioner.
Akrual diskresioner adalah akrual yang dapat berubah sesuai dengan
kebijakan manajemen, seperti pertimbangan tentang penentuan umur
ekonomis asset tetap atau pertimbangan pemilihan metode depresiasi. Akrual
nondikresioner adalah akrual yang dapat berubah bukan karena kebijakan atau
pertimbangan pihak manajemen, seperti perubahan piutang yang besar karena
adanya tambahan penjualan yang signifikan.
H. Manajemen Laba dalam Pandangan Etika Bisnis Islam
Praktik manajemen laba yang selama ini telah banyak dilakukan dan mungkin
menjadi hal biasa untuk dilakukan dapat ditelaah menjadi dua perspektif, diantaranya
adalah perspektif profesi akuntan dan etika bisnis islam. Sebelum dikaji mengenai
perspektif manajemen laba dalam etika bisnis islam, berikut ini akan dibahas lebih
dulu mengenai manajemen laba pada sudut pandang profesi akuntan.
Dalam manajemen laba pada dasarnya manajemen perusahaan memiliki
fleksibilitas untuk memilih diantara beberapa cara alternatif dalam mencatat transaksi
sekaligus memilih opsi-opsi yang ada dalam perlakuan akuntansi yang sama.
Fleksibilitas ini yang dimaksudkan untuk memungkinkan para manajer mampu
beradaptasi terhadap berbagai situasi ekonomi dan menggambarkan konsekuensi
63
ekonomi yang sebenarnya dari transaksi tersebut, dapat juga digunakan untuk
mempengaruhi tingkat pendapatan pada suatu waktu tertentu dengan tujuan untuk
memberi keuntungan bagi manajemen dan para pemangku kepentingan (stakeholder).
Ini adalah esensi dari manajemen laba, yaitu suatu kemampuan untuk
“memanipulasi” pilihan-pilihan yang tersedia dan mengambil pilihan yang tepat
untuk dapat mencapai tingkat laba yang diharapkan24
.
Dalam perspektif profesi akuntan, menyatakan bahwa manajemen laba yang
dilakukan melalui manajemen akrual tidak sama dengan manipulasi laba. Earnings
management dilakukan untuk memenuhi kepentingan manajemen dengan
memanfaatkan kelemahan inheren dari kebijakan akuntansi akrual dan masih berada
dalam koridor prinsip akuntansi berterima umum. karena sepanjang dilakukan tanpa
melanggar standar akuntansi keuangan, praktik manajemen laba adalah sah. Manajer
dan akuntan tidak dapat disalahkan, karena manajemen laba dengan cara seperti itu
bukan perbuatan curang. Tetapi, manajemen laba akan berubah menjadi perbuatan
curang jika ada kesengajaan manajer atau akuntan melanggar standar akuntansi,
misalnya dalam bentuk manipulasi data, perhitungan dan pelaporan. Dari penjelasan
tersebut dapat disimpulkan bahwa manajemen laba yang dilakukan berbeda dengan
manipulasi laba karena manajemen laba yang dilakukan dengan cara manajemen
akrual.
24
Ahmad Yusuf Marzuqi, “Manajemen Laba dalam Tinjauan Etika Bisnis Islam”, Jurnal
Dinamika Ekonomi dan Bisnis, Vol. 7, No.1 (Maret 2010): h.6.
64
Manajemen laba melalui manajemen akrual pada dasarnya hanya
mempengaruhi angka laba di atas kertas dengan memanfaatkan aturan akuntansi yang
fleksibel25
. Kalau semuanya dilakukan tanpa melanggar aturan akuntansi tentu tidak
ada yang salah dengan manajemen laba. Karena menurut penelitian yang dilakukan
oleh Yusuf & Badarudin (2010), dalam perspektif akuntan, menggeser terjadinya
transaksi yang berdampak pada penghasilan dan biaya saja bukan merupakan suatu
pelanggaran, asalkan pencatatan dan pelaporannya konsisten dan tidak melanggar
standar akuntansi. Oleh karena itu menurut bingkai profesi akuntan manajemen laba
bukanlah merupakan fraud sepanjang dilakukan dalam koridor standar akuntansi,
karena standar akuntansi dipandang sebagai norma-norma yang diyakini tidak akan
menghasilkan informasi yang menyesatkan bagi pengguna informasi dalam laporan
keuangan.
Sedangkan menurut perspektif yang berbeda, pandangan atas praktik
manajemen laba yang dilakukan oleh Mujianto (penasihat Investasi) yang menurut
pandangannya bahwa manajemen laba merupakan suatu intervensi yang disengaja
oleh manajer atau akuntan pada proses pelaporan keuangan eksternal dengan maksud
mendapatkan keuntungan disatu pihak. Lebih lanjut lagi dikatakan bahwa manajemen
laba tidak ada bedanya dengan tindakan koruptif karena praktik itu didasari oleh
motivasi dan kepentingan pribadi dengan mengesampingkan kepentingan pihak lain.
Praktik manajemen laba menyebabkan angka laporan keuangan terpengaruh dan
berpihak pada kepentingan manajer. Tujuan praktik itu sudah jelas, yaitu
25
Ibid.,h. 8.
65
mengharapkan pembaca laporan keuangan yang menjadi sasaran praktik manajemen
laba agar mengambil keputusan yang menguntungkan manajer atau perusahaan. Hal
ini tentu dapat merugikan pihak lain26
.
Pandangan diatas tampak sangat konsisten dengan penyataan IAI dalam
(2007) KDPPLK paragraph 16 yang menyatakan dalam tujuan pelaporan keuangan
informasi wajib diarahkan pada kebutuhan umum pengguna dan tidak bergantung
pada kebutuhan dan keinginan pihak tertentu. Tidak boleh ada usaha untuk
menyajikan informasi yang menguntungkan beberapa pihak, sementara hal tersebut
akan merugikan pihak lain yang mempunyai kepentingan yang berlawanan27
. Tujuan
laporan keuangan untuk tujuan umum adalah memberikan informasi tentang posisi
keuangan, kinerja dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar
kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi
serta menunjukkan pertanggungjawaban kepengurusan manajemen atas penggunaan
sumber daya yang dipercayakan kepada mereka.
Karena pada dasarnya tidak ada manajemen laba yang dilakukan tanpa
motivasi atau kepentingan. Baik kepentingan pribadi ataupun kepentngan perusahaan.
Tujuan praktik itu sudah jelas, yaitu mengharapkan pembaca laporan keuangan yang
menjadi sasaran praktik manajemen laba agar mengambil keputusan yang
menguntungkan manajer atau perusahaan. Hal ini merugikan pihak lain. Sebabnya
dalam praktik manajemen laba dapat berimplikasi pada hilangnya kredibilitas
26
Ibid.,h. 8. 27
Ibid.,h. 10.
66
pelaporan keuangan dan menambah bias informasi dalam laporan keuangan karena
mestinya dalam mencapai angka laba yang diinginkan harusnya dilakukan dengan
upaya aktivitas bisnis yang normal, bukan operasi diatas kertas.
Dalam ekonomi Islam, bisnis dan etika tidak harus dipandang sebagai dua hal
yang bertentangan, sebab bisnis yang merupakan simbol dari urusan duniawi juga
dianggap sebagai bagian integral dari hal-hal yang bersifat investasi akhirat. Artinya,
jika orientasi bisnis dan upaya investasi akhirat (diniatkan sebagai ibadah dan
merupakan totalitas kepatuhan kepada Tuhan), maka bisnis dengan sendirinya harus
sejalan dengan kaidah-kaidah moral yang berlandaskan keimanan kepada akhirat.
Bahkan dalam Islam, pengertian bisnis itu sendiri tidak dibatasi urusan dunia, tetapi
mencakup pula seluruh kegiatan kita di dunia yang "dibisniskan" (diniatkan sebagai
ibadah) untuk meraih keuntungan atau pahala akhirat28
.
Menurut Rafik Issa Beekun, Bisnis Islami ialah serangkaian aktivitas bisnis
dalam berbagai bentuk yang tidak dibatasi jumlah kepemilikannya (barang/jasa)
termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara memperolehnya dan pendayagunaan
hartanya karena aturan halal dan haram29
Sebagaimana firman
Allah SWT dalam surah Al-Baqarah (2) ayat 188:
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebagian yang lain di
antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa
(urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian
daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal
kamu Mengetahui” (QS. Al-Baqarah: 188).
28
Ibid.,h. 17. 29
Ibid.,h. 18.
67
Dari paparan diatas, Islam memandang bahwa para manajer maupun akuntan
harus memiliki akhlaq/ sifat jujur, menepati amanah, dan jujur dalam melaporkan
hasil dari laporan keuangan kepada para penggunanya. Kejujuran merupakan salah
satu modal yang sangat penting dalam berbisnis karena kejujuran akan
menghindarkan diri dari hal-hal yang dapat merugikan salah satu pihak. Islam juga
tidak memperbolehkan kepada siapa saja (khususnya dalam hal ini pelaku bisnis)
untuk berbuat curang/ penipuan yang mana dari perbuatan tersebut akan berdampak
merugikan pihak yang lain. Selain dari sifat shiddiq, amanah, tabligh, fathanah yang
harus dimiliki oleh para pelaku bisnis diatas ciri-ciri itu masih ditambah istiqamah.
Etika bisnis Islam menjunjung tinggi semangat saling percaya, kejujuran, dan
keadilan30
. Seperti yang ditegaskan pada ayat-ayat dibawah ini :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang bathil.” (QS. An Nisa : 29).
“Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya.” (QS. As-Syuara :
183).
I. Keterkaitan Antar Variabel Penelitian
1. Profitabilitas dengan Manajemen Laba
Profitabilitas merupakan salah satu indikator penting yang dapat digunakan
untuk menilai suatu perusahaan. Selain untuk mengukur kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan laba, profitabilitas adalah hasil bersih dari berbagai
30
Ibid.,h. 19.
68
kebijaksanaan dan keputusan. Laba merupakan faktor yang paling penting didalam
sebuah perusahaan agar perusahaan tersebut dapat bertahan. Informasi mengenai laba
perusahaan terdapat di dalam laporan keuangan perusahaan. Bagi pihak investor, laba
berarti peningkatan nilai ekonomis yang akan dibagikan melalui pembagian deviden.
Laba juga dapat digunakan untuk mengukur kinerja manajemen perusahaan dalam
suatu periode tertentu31
. Perusahaaan yang mempunyai profitabilitas yang tinggi
akan cenderung mengatur labanya.
Laba perusahaan merupakan dasar dalam pembagian dividen. Dengan
demikian, dividen dapat dibagikan jika perusahaan memperoleh laba. Dengan nilai
laba yang ada akan mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat pembagian dividen.
Namun, ada beberapa kepentingan manajemen, seperti pengembangan usaha,
eksperimen produk baru, atau bahkan untuk kepentingan manajemen pribadi, yang
berpengaruh kepada kebijakan dalam penentuan laba perusahaan. Hal ini dilakukan
untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Ardiyansyah 2010), menunjukan bahwa
variabel profitabilitas yang diproksikan dengan rasio Return On Asset (ROA)
berpengaruh pada manajemen laba. Hal ini sejalan terhadap hasil penelitian yang
dilakukan oleh Tri (2011) menyatakan bahwa profitabilitas berpengaruh positif
terhadap manajemen laba. Perusahaan yang memiliki laba besar lebih mungkin
melakukan manajemen laba daripada perusahaan yang memiliki laba kecil, dengan
31
Muhammad Ardiansyah, Pengaruh Corporate Governance,Lleverage dan Profitabilitas
terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Barang Konsumsi yang
Terdaftar di BEI periode 2009-2013, Jurnal Fakultas Ekonomi Universitas Maritim Raja Ali Haji, h. 1.
69
profitabilitas sebagai ukuran kinerja keuangan dan adannya teori keagenan yang
menunjukan bahwa informasi keuangan merupakan tanggung jawab yang diberikan
oleh pemegang saham kepada manajemen mendorong manajemen dalam menyajikan
laporan keuangan yang diinginkan para pemegang saham.
Dari beberapa macam proksi yang biasanya digunakan untuk mengukur
profitabilitas seperti Return on Asset, Return On Equity, Return On investment,
Earning Per Share dan lain-lain, dalam penelitian ini difokuskan untuk mengukur
tingkat profitabilitas menggunakan proksi Return on Equity (ROE), karena secara
teoritis menurut pandangan peneliti Return on Equity lebih cocok dalam mewakili
proksi profitabilitas terhadap manajemen laba pada emiten Indeks Saham Syariah
Indonesia (ISSI), sebab dalam pasar modal investor melihat dan menilai suatu saham
dan emitennya pada kemampuannya dalam pengelolaan modalnya untuk
menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Oleh karena itu Return on Equity lebih
tepat untuk menilai tolak ukur seberapa baik kemampuan emiten dalam memberikan
keuntungan bagi pemegang saham.
2. Corporate Governance dengan Manajemen Laba
Salah satu cara yang paling mungkin dilakukan untuk mengurangi konflik
kepentingan dan memastikan bahwa tujuan perusahaan tercapai pada peraturan dan
mekanisme pengendalian, salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan
menerapkan tata kelola perusahaan yang baik atau Corporate Governance. Untuk
mengurangi perilaku manajemen laba dan meningkatkan kualitas laporan keuangan,
maka perlu dilakukan tata pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate
70
governance) manajemen yaitu dengan membuat peraturan tentang keharusan bagi
perusahaan untuk mengungkapkan informasi-informasi tertentu secara wajib dan suka
rela, upaya ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan32
.
Karena secara konseptual mekanisme Corporate Governance yaitu upaya
membangun kesetaraan, transparansi, akuntabilitas, dan responsibilitas dalam
mengelola sebuah perusahaan yang menerapkan prinisp good corporate governance
secara konsisten akan meningkatkan kualitas laporan keuangan dan menurunkan
tingkat manajemen labanya33
.
Kunci utama keberhasilan GCG adalah membangun sistem pengawasan dan
pengendalian yang baik. Terwujudnya keseimbangan pengawasan dan pengendalian
pengelolaan perusahaan akan menjadi penghambat bagi manajer untuk membuat
kebijakan sesuai kepentingan pribadi serta mendorong terciptanya transparansi,
akuntabilitas, responsibilitas, independensi, dan keadilan34
. Pada penelitian ini
Corporate Governance menggunakan proksi persentase jumlah komisaris independen
terhadap jumlah seluruh dewan komisaris. Berdasarkan uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa terdapat keterkaitan antara Corporate Governance terhadap
manajemen laba.
32
Sri Sulistyanto, Manajemen Laba (Teori & Model Empiris), h. 46. 33
Rahmita Wulandari, Analisis Pengaruh Good Corporate Governance dan Leverage
Terhadap Manajemen Laba (Studi Pada Perusahaan Non-Keuangan yang Terdaftar di BEI tahun 2008-
2011), (Skripsi S1 Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro, 2013), h.6. 34
Robert Jao & Gagaring Pagalung, Corporate Governance, Ukuran Perusahaan, dan
Leverage terhadap Manajemen Laba Perusahaan Manufaktur Indonesia, Jurnal Akuntansi & Auditing,
Volume 8, No. 1, (November 2011) : h. 43.
71
3. Ukuran Perusahaan terhadap Manajemen Laba
Perusahaan yang berukuran besar lebih diminati oleh para analis dan broker
dimana laporan keuangan yang dipublikasi lebih bersifat transparan sehingga
memperkecil timbulnya asimetri informasi yang dapat mendukung timbulnya
manajemen laba35
. Terdapat kecenderungan melaporkan laba positif diduga kuat
sering dilakukan oleh perusahaan-perusahaan berukuran sedang dan besar. Alasan
yang mendasari dugaan tersebut adalah karena (Kim et. al. : 2003) dalam Handayani
dan Rachadi (2009) yaitu :
a. Mempertahankan kredibilitas mereka dalam komunitas bisnis dan
tanggung jawab sosial, termasuk kredibilitas dalam penyajian informasi
keuangan.
b. Kemampuan untuk menggunakan kecanggihan teknologi melalui sistem
informasi yang memadai.
c. Dijadikan acuan oleh analisis keuangan dalam melakukan analisa pasar.
d. Lebih banyak menghadapi tekanan agar kinerja mereka sesuai dengan apa
yang diharapkan oleh pasar dan para analis.
e. Memiliki posisi tawar kepada eksternal auditor yang memeriksanya.
Namun berkebalikan dari pernyataan diatas bahwa menurut penelitian
handayani dan rachadi (2009) menunjukan bahwa perusahaan sedang dan besar tidak
terbukti lebih agresif dalam melakukan manajemen laba melalui mekanisme
35
Neni Nuraini, “Analisis Faktor yang Mempengaruhi Manajemen Laba”, h. 36.
72
pelaporan laba positif baik untuk menhindari kehilangan laba (kerugian) atau
penurunan laba36
. Berdasarkan pembahasan tersebut, maka diasumsikan terdapat
keterkaitan yang antara ukuran perusahaan dengan manajemen laba dan diduga
ukuran perusahaan memiliki pengaruh terhadap manajemen laba.
4. Leverage terhadap Manajemen Laba
Leverage adalah rasio yang menunjukkan perbandingan dana yang dipinjam
dari kreditur dibandingkan dengan dana yang disediakan oleh pemiliknya, Leverage
merupakan jumlah asset yang tidak dibiayai oleh ekuitas pemegang saham atau
dengan kata lain leverage merupakan rasio antara total hutang dengan total aset.
Semakin besar rasio leverage, berarti semakin tinggi nilai hutang perusahaan. Sejalan
dengan yang dikemukakan oleh Watts dan Zimmerman dalam hipotesis debt
covenant bahwa motivasi debt covenant disebabkan oleh munculnya perjanjian
kontrak antara manajer dengan perusahaan yang berbasis kompensasi manajerial.
Dengan demikian, perusahaan yang mempunyai rasio leverage yang tinggi, berarti
proporsi hutangnya lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi aktivanya akan
cenderung melakukan manipulasi dalam bentuk manajemen laba.
Kreditur sebagai pihak eksternal tidak dapat secara langsung mengobservasi
kegiatan perusahaan sehingga tidak dapat memastikan bahwa laporan keuangan
terhindar dari praktik-praktik yang akan merugikan kreditur. Kerugian ini dapat
terjadi karena laporan tersebut tidak mencerminkan keadaan yang terjadi pada
perusahaan. Tindakan manjemen khususnya manajer dalam melakukan manajemen
36
Ibid., h. 58.
73
laba yang didasari untuk mendapatkan pinjaman yang lebih besar dari kreditur akan
membuat kecenderungan terhadap timbulnya kebangkrutan. Berdasarkan hasil
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Saleh et al. (2005) dan Tarjo (2008)
menunjukan hasil bawa leverage mempunyai pengaruh yang positif terhadap
manajemen laba37
.
Namun hasil penelitian yang dilakukan oleh Robert Jao dan Gagaring
pagalung (2011) justru menunjukan hasil yang sebaliknya bahwa leverage tidak
memiliki pengaruh terhadap manajemeb laba hal ini konsisten dengan penelitan yang
dilakukan oleh Midiastuty dan Machfoedz (2003), Peasnell (2003), dan Murhadi
(2009). Hal ini dianggap dapat mungkin terjadi karena Perusahaan dengan tingkat
leverage yang tinggi akibat besarnya total hutang terhadap total modal akan
menghadapi resiko default yang tinggi yaitu perusahaan terancam tidak mampu
memenuhi kewajibannya. Tindakan manajemen laba tidak dapat dijadikan sebagai
mekanisme untuk menghindarkan default tersebut. Pemenuhan kewajiban harus tetap
dilakukan dan tidak dapat dihindarkan dengan manajemen laba.38
. Dalam penelitian
ini, peneliti menggunakan rasio Debt to Asset Ratio (DAR) sebagai proksi dari
leverage. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotsis yang diajukan adalah :
37
Robert Jao & Gagaring Pagalung, Corporate Governance, Ukuran Perusahaan, dan
Leverage terhadap Manajemen Laba Perusahaan Manufaktur Indonesia, Jurnal Akuntansi & Auditing,
Volume 8, No. 1, (November 2011) : h. 43. 38
Ibid.,, h. 50.
74
J. Matriks Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
No. Nama & Tahun Judul Hasil Penelitian
1 Surya Wahyudi &
Sugiyarti fatma laela
(2010).
“Pengaruh Current Industry
Performance, Future Industry
Relative Performance Dan
Leverage terhadap Praktik
Manajemen Laba (Studi
Komparasi pada 3 Bank
Konvensional dan 3 Bank
Syariah”
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pada Bank Konvensional berdasarkan uji
simultan, Variabel CRP, FRP dan DER
mempengaruhi praktik manajemen laba,
sedangkan pada uji parsial. Hanya
variabel CRP dan DER yang
mempengaruhi praktik manajemen laba.
Sedangkan pada Bank Syariah
berdasarkan uji simultan, Variabel CRP,
FRP, dan DER tidak ada yang
mempengaruhi praktik manajemen laba.
Lalu berdasarkan uji parsial, Variabel
CRP, FRP dan DER tidak mempengaruhi
manajemen laba.
2 Diska Arliena Hafni
(2012).
“Praktik Earning Management
dalam Perspektif Etika
Syari’ah”,
Manajemen Laba adalah ilihan bagi
manajer dalam menentukan kebijakan
akuntansi untuk mencapai tujun-tujuan
tertentu. Tujuan tersebut untuk
meningkatkan utilitas manager dan nilai
perusahaan. Unsure moralitas dan prinsip
syariah dalam akuntansi menunjukan
bahwa akuntansi tidak terlepas dari nilai
etika disamping akuntansi sebagai
disiplin ilmu. Dalam perspektif etika
75
bisni islam memandang bahwa
manajemen laba etis ketika tidak
bertentangan dengan prinsip fairness,
ethichs, honesty, social responsibility dan
truth.
3 RR. Sri Handayani
dan Agustono Dwi
Rachadi (2012)
“Pengaruh Ukuran Perusahaan
terhadap Manajeman Laba”
Manajemen Laba adalah pilihan bagi
manajer dalam menentukan kebijakan
akuntansi untuk mencapai tujun-tujuan
tertentu. Tujuan tersebut untuk
meningkatkan utilitas manager dan nilai
perusahaan. Unsure moralitas dan prinsip
syariah dalam akuntansi menunjukan
bahwa akuntansi tidak terlepas dari nilai
etika disamping akuntansi sebagai
disiplin ilmu. Dalam perspektif etika
bisni islam memandang bahwa
manajemen laba etis ketika tidak
bertentangan dengan prinsip fairness,
ethichs, honesty, social responsibility dan
truth
4 Ahmad Yusuf
Marzuqi & Achmad
Badarudin Latif
(2010)
“Manajemen Laba dalam
Tinjauan Etika Bisnis Islam”
Dalam etika bisnis islam memandang
bahwa perilaku seorang manajer terhadap
manajemen laba yang dilakukan dengan
cara memanipulasi angka laba diatas
kertas belum sesuai dengan prinsip
syariah. walaupun jika laporan keuangan
tersebut telah diintervensi untuk
kepentingan tertentu dan masih dianggap
76
masih sesuai dengan aturan standar
akuntansi, namun dalam perspektif islam
hal tersebut tidak dibenarkan karena hal
tersebut dilakukan atas dasar motivasi
dan kepentingan tertentu. Dalam
mencapai suatu tingkat laba perusahaan
yang diharapkan, mestinya dilakukan
dengan cara aktivitas operasi murni dan
harus sesuai dengan ajaran islam, bukan
dengan usaha untuk mempengaruhi
informasi dalam laporan keuangan.
K. Kerangka Pemikiran
Setelah menjelaskan keterkaitan antar variabel sesuai penelitian terdahulu maka
dapat dibuat sebuah kerangka pemikiran sebagai berikut :
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
Y : Manajemen Laba X3 : Ukuran Perusahaan
X4 : Leverage
X2 : Komisaris
Independen
X1 : Return On Equity
77
L. Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka, review studi terdahulu dan kerangka pemikiran
diatas dapat ditarik hipotesis penelitian ini yaitu sebagai berikut :
1. Hipotesis 1 : Profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.
2. Hipotesis 2 : Corporate Governance berpengaruh signifikan terhadap
manajemen laba.
3. Hipotesis 3 : Ukuran Perusahaan Berpengaruh signifikan terhadap manajemen
laba.
4. Hipotesis 4 : Leverage berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.
5. Hipotesis 5 : Profitabilitas, Corporate Governance, ukuran perusahaan &
leverage berpengaruh secara simultan terhadap manajemen laba.
78
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan pendekatan verifikatif kausalitas yaitu
penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh serta hubungan sebab akibat
antara dua variabel atau lebih dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Adapun
pengertian penelitian kuantitatif adalah suatu metode penelitian yang bersifat
induktif, objektif dan ilmiah di mana data yang di peroleh berupa angka-angka
(score/nilai) atau pernyataan-pernyataan yang di nilai, dan dianalisis dengan analisis
statistik. Penelitian Kuantitatif biasanya di gunakan untuk membuktikan dan
menolak suatu teori1.
. Penelitian ini adalah untuk menguji hipotesis penelitian yakni pengaruh variabel
independen yang terdiri dari profitabilitas, corporate governance, ukuran perusahaan
dan leverage terhadap variabel dependen yaitu manajemen laba pada emiten Indeks
Saham Syariah Indonesia (ISSI) sub sektor barang konsumsi periode 2011-2014.
1 “Pengertian Penelitian Kuantitatif”, Artikel Diakses pada 20 Oktober 2015 dari
http://www.kamusq.com/2013/06/penelitian-kuantitatif-adalah.html
79
B. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan penerbit saham
syariah (emiten syariah) yang sudah listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan masuk
ke dalam Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) terhitung sejak tahun 2011 saat ISSI
diluncurkan.
Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 317 emiten Indeks Saham
Syariah Indonesia. Metode pengambian sampel dalam penelitian ini adalah metode
purposive sampling. Metode purposive sampling adalah metode pengambilan sampel
dengan pertimbangan tertentu yang dianggap relevan atau dapat mewakili objek yang
akan diteliti2. batasan yang mendasari pengambilan sampel dalam penelitan ini adalah
emiten saham syariah sub sektor barang konsumsi yang terdaftar sebagai saham pada
Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI). Adapun kriteria pemilihan sampel pada
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Perusahaan yang aktif dan terdaftar sebagai emiten di Indeks Saham Syariah
Indonesia (ISSI).
2. Perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan auditan dengan tahun buku
yang berakhir pada 31 Desember antara periode tahun 2011 sampai dengan
2014.
3. Perusahaan teraktif dan selalu terdaftar dalam setiap publikasi setiap tahunnya
daftar Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) sejak periode 2011-2014.
2 Sofian Effendi & Tukiran, Metode Penelitian Survey, (Jakarta : LP3ES, 2012), h.172.
80
4. Perusahaan yang menggunakan mata uang rupiah dalam laporan keuangan
perusahaan selama periode tahun 2011 sampai dengan tahun 2014.
5. Perusahaan yang memiliki data-data lengkap untuk digunakan sebagai data-
data variabel penelitian selama periode 2011-2014.
C. Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yang
diambil dari laporan keuangan tahunan emiten syariah yang terpilih untuk menjadi
sampel dalam penelitian ini. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder , data
sekunder merupakan sumber data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung
melalui media perantara. Data sekunder pada umumnya berupa bukti, catatan, atau
laporan historis yang telah tersusun dalam arsip, baik yang dipublikasikan dan yang
tidak dipublikasikan3. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder yang diambil dari laporan keuangan tahunan perusahaan yang terdaftar di
Indeks Saham Syariah Indonesia periode 2011-2014. Pengumpulan data dalam
penelitian ini diperoleh dari website Bursa Efek Indonesia atau Indonesia Stock
Exchange (IDX). Selain itu, data dan informasi lain diperoleh dari jurnal ilmiah,
buku, surat kabar, internet dam dan sumber referensi lainnya.
3 Rizki Agusta, “Data Primer & Data Sekunder”, artikel diakses pada 11 Agustus 2015 dari
http://accounting-media.blogspot.com/2014/06/data-primer-dan-data-sekunder.html.
81
D. Metode Analisis Data
1. Teknik Analisis Data
Data-data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan gabungan dari data
cross section dan data time series, kombinasi dari gabungan kedua data tersebut
adalah data panel. Data panel adalah kumpulan data cross section yang diamati dari
waktu ke waktu secara simultan atau serentak. Teknik analisis yang dipakai adalah
dengan analisis regresi data panel dengan menggunakan EVIEWS 7.0 sebagai
program pengolah datanya.
a. Keuntungan Menggunakan Data Panel :
1) Data panel dapat memberikan peneliti jumlah pengamatan yang besar,
meningkatkan degree of freedom (derajat kebebasan), data memiliki
variabilitas yang besar dan mengurangi kolinieritas antara variabel
penjelas, di mana dapat menghasilkan estimasi ekonometri yang
efisien.
2) Panel data dapat memberikan informasi lebih banyak yang tidak dapat
diberikan hanya oleh data cross section atau time series saja.
3) Panel data dapat memberikan penyelesaian yang lebih baik dalam
inferensi perubahan dinamis dibandingkan data cross section.
4) Dengan mempelajari data cross section yang berulang maka data panel
lebih tepat untuk mempelajari perubahan yang dinamis.
82
5) Data panel bisa mendekteksi dengan lebih baik dan mengukur dampak
yang tidak bisa diobservasi oleh data cross section maupun time
series.
6) Data panel dapat mengatasi masalah yang timbul akibat penghilang
variabel.
Mengingat data panel merupakan gabungan dari data cross section dan data
time series, maka sesuai dengan judul dalam penelitian ini “Pengaruh profitabilitas,
corporate governance, ukuran perusahaan dan leverage terhadap praktik manajemen
laba pada emiten Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) sub sektor barang Konsumsi
periode 2011-2014”, modelnya dituliskan dengan :
Yit = α + β X1it+ β X2it+ β X3it + εit ;
Y = Variabel dependen (Manajemen Laba/Earning Management)
α = Konstanta
X1 = Variabel independen 1 (Return On Equity)
X2 = Variabel independen 2 (Corporate Governance)
X3 = Variabel Independen 3 (Ukuran perusahaan)
X4 = Variabel Independen 4 (Debt to Asset Ratio)
b(1…2) = Koefisien regresi masing-masing variabel independen
e = Error term
t = Waktu
83
i = Perusahaan
b. Penentuan Model Estimasi :
Dalam metode estimasi model regresi dengan menggunakan data panel
dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, antara lain:
1) Common Effect Model atau Pooled Least Square (PLS) :
Merupakan pendekatan model data panel yang paling sederhana
karena hanya mengkombinasikan data time series dan cross section.
Pada model ini tidak diperhatikan dimensi waktu maupun individu,
sehingga diasumsikan bahwa perilaku data perusahaan sama dalam
berbagai kurun waktu. Metode ini bisa menggunakan pendekatan
Ordinary Least Square (OLS) atau teknik kuadrat terkecil untuk
mengestimasi model data panel.
2) Fixed Effect Model : Model ini mengasumsikan bahwa perbedaan
antar individu dapat diakomodasi dari perbedaan intersepnya. Untuk
mengestimasi data panel model Fixed Effect menggunakan teknik
variabel dummy untuk menangkap perbedaan intersep antar
perusahaan, perbedaan intersep bisa terjadi karena perbedaan budaya
kerja, manajerial, dan insentif. Namun demikian slopnya sama antar
perusahaan. Model estimasi ini sering juga disebut dengan teknik
Least Squares Dummy Variable (LSDV).
84
3) Random Effect Model : Model ini akan mengestimasi data panel
dimana variabel gangguan mungkin saling berhubungan antar waktu
dan antar individu. Pada model random effect perbedaan intersep
diakomodasi oleh error term masing-masing perusahaan. Keuntungan
menggunkan model random effect yakni menghilangkan
heteroskedastisitas. Model ini juga disebut dengan Error Component
Model (ECM) atau teknik Generalized Least Square (GLS) .
c. Tahap analisis data
Dalam memilih model yang paling tepat untuk digunakan dalam regresi
data panel, terdapat beberapa pengujian yang dapat dilakukan diantaranya :
(1) Uji Chow
Uji chow adalah pengujian untuk menentukan model fixed effect atau common
effect yang lebih tepat untuk digunakan dalam estimasi data panel. Dalam uji chow
hipotesisnya adalah sebagai berikut :
Ho : Common Effect
H1 : Fixed Effect
Penguji uji chow menggunakan software Eviews adalah dengan menggunakan
uji likelihood ratio, lalu yang menjadi dasar penolakan dalam hipotesis diatas adalah
85
dengan membandingkan perhitungan F hitung dengan F tabel atau membandingkan
nilai probabilitasnya dengan a = 5%. Perbandingan yang dimaksud adalah apabila F
hitung pada uji chow lebih besar dari F tabel, atau nilai probabilitas lebih kecil dari
0.05 maka Ho ditolak artinya model yang lebih tepat digunakan adalah Fixed Effect,
sebaliknya jika F hitung lebih kecil dari F tabel atau nilai probability lebih besar dari
0.05 maka Ho diterima dan model yang lebih tepat digunakan adalah common effect.
(2) Uji Hausman
Uji Hausman adalah uji yang digunakan dalam menentukan model fixed effect
atau random effect yang lebih sesuai untuk digunakan dalam estimasi data panel.
Hipotesis dalam uji hausman adalah sebagai berikut :
Ho : Random Effect
H1 : Fixed Effect
Uji ini deikembangkan oleh Hausman dengan didasarkan pada ide bahwa
LSDV di dalam model fixed effect dan GLS adalah efisien sedangkan model OLS
adalah tidak efisien, dilain pihak alternatifnya metode OLS efisien dan GLS tidak
efisien. Statistik uji Hausman ini mengikuti distribusi statistik chi-squares dengan
degree of freedom sebanyak k, dimana k adalah jumlah variabel independen.
Hipotesis null pada uji Hausman adalah model random effect lebih baik, jika nilai
statitstik Hauman lebih besar daripada nilai kritis statistik chi-square, maka hipotesis
86
null akan ditolak, yang berarti model estimasi yang tepat untuk regresi data panel
adalah fixed effect. Sebaliknya apabila nilai statistik hausman lebih kecil dari nilai
kritis Chi-Squares maka hipotesis null diterima yang artinya model yang tepat untuk
regresi data panel adalah random effect.
(3). Uji Lagrange Multiplier
Uji Lagrange Multiplier digunakan untuk mengetahui apakah model random
effect Lebh baik dari model common effect digunakan Lagrange Multiplier (LM). Uji
Signifikansi random effect ini dikembangkan oleh Breusch-Pagan. Pengujian
didasarkan pada nilai residual dari metode common effect. Uji LM ini didasarkan
pada distribusi Chi-Squares dengan derajat kebebasan (df) sebesar jumlah variabel
independen. Hipotesis null-nya adalah bahwa model yang tepat untuk regresi data
panel adalah Common Effect, dan hipotesis alternatifnya adalah model yang tepat
untuk regresi data panel adalah random effect.4.
Ho : Common Effect
H1 : Random Effect
Apabila nilai LM hitung lebih besar dari nilai kritis Chi-Squares maka
hipotesis null ditolak yang artinya model yang tepat untuk regresi data panel adalah
4 Sopana, “Data Panel. Diakses pada 27 September 2015 dari http://bengkeldata.com/data-
panel-pengertian-analisis-regresi-data-panel-fixed-effect-random-effect-serta-cara-olahdata-panel-uji-
chow-uji-hausman-uji-lagrange/.
87
model random effect. Sebaliknya, apabila nilai LM hitung lebih kecil dari nilai kritis
chi-squares maka hipotesis null diterima yang artinya model yang tepat untuk regresi
data panel adalah model common effect.
d. Uji Asumsi Klasik
Tujuan pengujian asumsi klasik ini adalah untuk memberikan kepastian
bahwa persamaan regresi yang didapatkan memiliki ketepatan dalam estimasi,
tidak bias dan konsisten. Uji asumsi dasar yang dilakukan adalah :
1) Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah sebuah model regresi variabel
dependen, variabel independen atau keduanya mempunyai distribusi normal atau
tidak. Nilai residual dikatakan berdistribusi normal jika nilai residual terstandarisasi
tersebut sebagian besar mendekati nilai rata-ratanya. Tidak terpenuhinya asumsi
normalitas dalam model regresi pada umumnya disebabkan karena distribusi data
tidak normal, karena terdapat nilai ekstrem pada data yang diambil5.
Pada program Eviews Pengujian normalitas dilakukan dengan Jarque-Bera test.
Untuk mendeteksi normalitas data penelitian dapat dilakukan dengan melihat
koefisien Jarque-bera dan probablitasnya. Hipotesis yang digunakan dalam pengujian
normalitas adalah sebagai berikut :
Ho : reisudal dari model berdistribusi normal
5 Neni Nuraini, “Analisis Faktor yang Mempengaruhi Manajemen Laba”, (Studi Empiris Pada
Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI Periode 2007-2011), (Skripsi S1 Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta), h. 96..
88
H1 : residual dari model tidak berdistribusi normal
(a) Bila nilai J - B tidak signifikan (lebih kecil dari dua), maka data
berdistribesi normal.
(b) Bila probabilitas lebih besar dari pada tingkat signifikansi atau
(5%) maka data berdistribusi normal.
(2). Multikolinearitas
Istilah kolinearitas ganda (multicolinearity) diciptakan oleh Ragner Frish di
dalam bukunya “Statictical Confluence Analysis by means of Complete Regression
Systems”. Aslinya istilah itu berarti adanya hubungan linear yang sempurna atau
eksak (perfect or exact) diantara variabel-variabel bebas6. Uji multikolinearitas
bertujuan untuk mengetahui apakah dalam regresi ditemukan adanya korelasi yang
kuat diantara variabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi
korelasi di antara variabel bebasnya. Meskipun demikian, adanya korelasi yang kuat
antara variabel bebas dalam pembentukan sebuah model (persamaan) sangatlah tidak
dianjurkan terjadi, karena hal itu akan berdampak kepada keakuratan pendugaan
parameter, dalam hal ini koefisien regresi dalam memperkirakan nilai yang
sebenarnya.
Salah satu cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas di dalam
model regresi data panel menggunakan software Eviews adalah dengan cara melihat
pada nilai koefisiean korelasinya pada hasil uji correlation dengan menggunakan
matriks korelasi. Jika hasil koefisien korelasi pada output menunjukan hasil diatas 0.8
6 J. Supranto, Ekonometrkai, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2004), h. 13.
89
maka diduga terjadi multikolinearitas. Sebaliknya jika koefisien korelasi rendah
dibawah 0.8 maka diduga model terbebas dari masalah multikolinearitas.
(3). Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang
lain. Uji heteroskedastisitas menunjukkan bahwa variance variabel tidak sama untuk
semua pengamatan. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain
tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas.
Data yang baik yaitu homoskedastisitas yaitu kesamaan varians dan residual. Pada
umumnya masalah hetroskedastisitas sering terjadi pada persamaan regresi yang
menggunakan data cross section. Kebanyakan data cross section mengandung situasi
heteroskedastisitas karena data ini menghimpun data yang mewakili berbagai ukuran-
ukuran (kecil, sedang dan besar)7.
Untuk menguji masalah heteroskedastisitas, peneliti menggunakan uji park
dengan menggunakan software Eviews, yaitu dengan membuat persamaan regresi
dengan cara mengganti variabel dependen dengan residual kuadratnya. Apabila
probabilitas yang ada bernilai diatas 0.05 yang berarti tidak signifikan, maka model
regresi diasumsikan terbebas dari masalah heteroskedastisitas atau model regresi
bersifat homokedastisitas.
7 Ibid., h.19
90
2) Uji Autokorelasi
Istilah autokorelasi menurut Maurice G. Kendall & William R. Buckland, A
Dictionary and Statistical Terms : “Correlation between members of series of
observations ordered in time (as in time series data), or space (as in crossectional
data”)8. Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam sebuah model regresi linier
ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada
periode t-1 (sebelumnya)9.
Autokorelasi muncul karena observasi yang beruntun sepanjang waktu
berkaitan satu sama lain. Masalah timbul karena residual (kesalahan pengganggu)
tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya10
. Dengan kata lain model regresi
yang baik adalah yang tidak terdapat korelasi antara observasi dengan data observasi
sebelumnya. Autokorelasi ini umumnya terjadi pada data time series. Konsekuensi
dari adanya autokorelasi pada model ialah bahwa penaksir tidak efisien dan uji t serta
uji F yang biasa tidak valid walaupun hasil estimasi tidak bias. Dalam mendeteksi ada
atau tidaknya autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin Watson, dimana
hipotesis yang diuji adalah :
Ho : tidak ada autokorelasi
H1 : ada autokorelasi
8 J. Supranto, Ekonometri, h.82.
9 Singgih Santoso, Buku Latihan SPSS – Statistik Multivariat (Jakarta : Elex Media
Komputindo, 2002) h. 216.
10
Imam Ghozali, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, h.99.
91
Dasar pengambilan keputusan ada atau tidaknya autokorelasi adalah sebagai
berikut :
a) Bila nilai D-W terletak antara batas atas (du) dan (4-du), maka koefisien
autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak ada masalah autokorelasi..
b) Bila nilai D-W lebih rendah daripada batas bawah atau lower bound (dl),
maka koefisien autokorelasi lebih besar daripada nol, berarti ada
autokorelasi positif.
c) Bila nilai D-W lebih besar daripada (4-dl), maka koefisien autokorelasi
lebih kecil daripada nol, berarti ada autokorelasi negatif..
d) Bila nilai D-W terletak di antara batas atas (du) dan batas bawah (dl) atau
D-W terletak antara (4-du) dan (4-dl), maka hasilnya tidak dapat
disimpulkan.
Sedangkan menurut Sunyoto (2009), nilai D-W yang berada diantara -2 dan
+2 dapat dijadikan acuan bahwa tidak terjadi masalah autokorelasi dalam model
penelitian.
e. Uji Hipotesis
Untuk menguji hipotesis penelitian ini digunakan uji regresi dengan α =
5% (0,05). Pengujian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai
besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen11
.
Pengujian hipotesis dilakukan untuk menguji secara parsial dan simultan
pengaruh antar variabel.
11
Singgih Santoso, Buku Latihan SPSS – Statistik Multivariate, h.216.
92
1). Uji Simultan (Uji F)
Pengujian ini bertujuan untuk membuktikan apakah variabel-variabel
independen (X) secara simultan (bersama-sama) mempunyai pengaruh terhadap
variabel dependen (Y)12
. Apabila Fhitung > Ftabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima, yang
berarti variabel independen mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel
dependen dengan menggunakan tingkat signifikan sebesar 0,05 jika nilai Fhitung > Ftabel
maka secara bersama-sama seluruh variabel independen mempengaruhi variabel
dependen.
Selain itu, dapat juga dengan melihat nilai probabilitas. Jika nilai probabilitas
lebih kecil daripada 0,05 (untuk tingkat signifikansi = 0,05), maka variabel
independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen.
Sedangkan jika nilai probabilitas lebih besar daripada 0,05 maka variabel independen
secara serentak tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. Kemudian akan
diketahui apakah hipotesis dalam penelitian ini secara simultan ditolak atau diterima,
adapun bentuk hipotesis secara simultan adalah :
2). Pengujian Secara Parsial (Uji t)
Uji t-statistik digunakan untuk mengetahui hubungan masing-masing variabel
independen secara individual terhadap variabel. Untuk mengetahui ada atau tidaknya
pengaruh masing-masing variabel-variabel independen secara individual terhadap
dependen digunakan tingkat signifikannya 0,05. jika nilai probability t lebih besar
dari 0,05 maka ada pengaruh dari variable independen terhadap variable dependen
12
Imam Ghozali, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS,h.88.
93
(koefesien regresi tidak signifikan), sedangkan jika nilai probability t lebih kecil dari
0,05 maka terdapat pengaruh dari variabel independen terhadap variable dependen
(koefesien regresi sigifikan)13
.
3). Kofesien Determinasi
Koefisien determinasi (R2), digunakan untuk mengukur seberapa besar
variabel-variabel bebas dapat menjelaskan variabel terikat. Koefisien ini menunjukan
seberapa besar variasi total pada variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh variabel
bebasnya dalam model regresi tersebut. Nilai dari koefisien determinasi ialah antara 0
hingga 1. Nilai R2 yang mendekati 1 menunjukan bahwa variabel dalam model
tersebut dapat mewakili permasalahan yang diteliti, karena dapat menjelaskan variasi
yang terjadi pada variabel dependennya. Nilai R2 sama dengan atau mendekati 0 (nol)
menunjukan variabel dalam model yang dibentuk tidak dapat menjelaskan variasi
dalam variabel terikat. Nilai koefisien determinasi akan cenderung semakin besar bila
jumlah variabel bebas dan jumlah data yang diobservasi semakin banyak. Oleh
karena itu, maka digunakan ukuran adjusted R2, untuk menghilangkan bias akibat
adanya penambahan jumlah variabel bebas dan jumlah data yang diobservasi.
Oleh karena itu penggunaan Adjusted R-Square dianggap lebih baik daripada
R2, karena nilai Adjusted R-Square dapat naik atau turun dengan adanya penambahan
variabel baru, tergantung dari korelasi antara variabel bebas tambahan tersebut
dengan variabel terikatnya. Nilai koefisien determinasi yang mendekati satu berarti
13
Singgih Santoso, Buku Latihan SPSS – Statistik Multivariate, h.168..
94
variabel - variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan
untuk memprediksi variabel–variabel dependen14
.
E. Operasional Variabel Penelitian
Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, mereka harus
dioperasionalisasikan dengan mengubahnya menjadi variabel. Variabel adalah
sesuatu yang mempunyai variasi nilai15
, dalam pengertian lain dikatakan bahwa
variabel adalah simbol atau konsep yang diasumsikan seperangkat nilai16
. Dalam
penelitian ini secara garis besar terdapat dua variabel yaitu variabel dependen dan
independen.
1. Variabel dependen
Variabel dependen atau variabel terikat adalah variabel yang memberikan
reaksi/respon jika dihubungkan dengan variabel bebas. Variabel dependen merupakan
variabel yang diamati dan diukur untuk menentukan pengaruh yang disebabkan oleh
variabel bebas. Yang menjadi variabel dependen dalam penelitian ini adalah
manajemen laba (earning management).
a. Manajemen laba
Pada dasarnya manajemen laba adalah tindakan yang dilakukan oleh
manejemen yang berakibat pada pelaporan laba tidak sesuai, baik itu
14
Imam Ghozali, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, h.83. 15
Sofian Effendi & Tukiran, Metode Penelitian Survey, (Jakarta : LP3ES, 2012), h.186 16
Ety Rochaety, Ratih Tresnati dan Abdul Madjid Latief, Metodologi Penelitian Bisni s:
Dengan Aplikasi SPSS (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2007), h.11.
95
meningkatkan atau menurunkan laba dari laba sebenarnya perusahaan tersebut
pada periode berjalan.
Dalam penelitian ini metode untuk mendeteksi manajemen laba yang
dilakukan oleh emiten syariah adalah deteksi melalui kebijakan akuntansi.
Pada deteksi ini, fokus pembahasannya terletak pada penjelasan model-model
deteksi manajemen laba yang banyak digunakan dalam riset empiris. Dalam
pengukuran manajemen laba dalam penelitian ini model perhitungan yang
digunakan adalah Modified Model Jones.
Model ini dikembangkan oleh Dechow dkk, (!995). model ini muncul
sebagai modifikasi dan perbaikan dari model jones perbedaannya adalah
Modified Jones Model menghilangkan menghilangkan variabel perubahan
piutang dari variabel perubahan pendapatan untuk mengestimasi akrual
nondiskresioner pada saat periode kejadian.
Secara teknis perhitunga modified jones model tidak berbeda jauh
dengan Jones Model. Hal yang pertama dilakukan dalam perhitungan
modified jones model adalah menghitung seberapa besar total akrual yang
terdapat dalam informasi laporan keuangan. Pada dasarnya total akrual adalah
selisih antara laba bersih perusahaan dikurangi dengan arus kas operasi. Pada
laba bersih, biasanya metode pencatatan akuntansinya menggunakan accrual
based yang artinya pendapatan diakui pada saat terjadinya dan tidak didasari
dengan penerimaan kas. Dalam manajemen laba, informasi laporan keuangan
diintervensi dengan kebijakan akuntansi akrual yang menyebabkan
96
terpengarunya angka laba. Sedangkan pada arus kas operasi
merupakanseluruh nilai transaksi riil yang disertai dengan penerimaan atau
pengeluaran kas dalam suatu perusahaan.
Langkah selanjutnya adalah dengan menghitung nilai Non
Discretionary Acrual (NDA). NDA adalah akrual yang bukan disebabkan
oleh kebijakan manajemen seperti perubahan piutang yang besar akibat
adanya peningkatan penjual secara kredit. Dengan kata lain peningkatan
dalam NDA itu murni disebabkan oleh aktivitas operasi perusahaan.
Perhitungan NDA melibatkan total aset perusahaan, selisih penjualan dengan
piutang dan Aktiva tetap perusahaan.
Selanjutnya untuk mendeteksi manajemen laba, proksi yang biasa
digunakan adalah nilai discretionary accruals yaitu akrual yang dapat
berubah sesuai dengan kehendak atau kebijakan manajemen. Jenis akrual ini
yang rawan menjadi objek intervensi manajemen dalam mempengauhi
informasi laporan keuangan. Yang termasuk jenis akrual ini adalah penentuan
ekonomis asset tetap perusahaan dan juga pertimbangan tentang pemilihan
metode penyusutan. Oleh karena itu untuk mendeteksi manajemen laba dapat
dilakukan dengan mengurangi total akrual dengan nilai NDA. Semakin
hasilnya negatif berarti manajemen cenderung melakukan strategi penurunan
laba dan sebaliknya jika hasilnya positif berarti manajemen cenderung
melakukan strategi penurunan laba. Berikut ini adalah formula untuk
menghitung manajemen laba dengan metode Modified Jones Model (MJM) :
97
1) Menentukan nilai total akrual dengan formulasi :
2) Menentukan nilai parameter a1, a2, a3 menggunakan jones model (1991),
dengan formulasi :
Lalu menskala data, semua variabel tersebut dibagi dengan aset tahun
sebelumnya (A) , sehingga formulasinya berubah menjadi :
3) Menghitung nilai NDA dengan formulasi :
Nilai parameter a1, a2, a3 adalah hasil dari perhitungan pada langkah
ke-2. Isikan semua nilai yang ada didalam formula sehingga nilai NDA akan
bisa didapatkan.
4) Menentukan nilai akrual diskreasioner yang merupakan indikator manajemen
laba akrua; dengan cara mengurangi total akrual dengan akrual
nondiskresioner, dengan formulasi :
TAit = NIit - CFOit
DAit = TAit - NDAit
TA = a1 + a2 ∆ Revit + a3 PPEit + Eit
TAit / Ait-1 = a1 (1/Ait-1) + a2 (∆Revit / Ait-1 - ∆Recit / Ait-1) + a3 (PPEit/Ait-1)
NDAit = a1 (1/Ait-1) + a2 (∆Revit / Ait-1 - ∆Recit / Ait-1) + a3 (PPEit / Ait-1)
98
Keterangan :
TAit : Total akrual perusahaan I dalam periode t
NIit : Laba bersih perusahaan I pada period eke t
CFOit : Arus kas operasi perusahaan I pada periode ke t.
NDAit : akrual nondiskresioner perusahaan I pada periode ke t
DAit : Akrual diskresioner perusahaan I pada period eke t.
Ait-1 : Total asset perusahaan I pada periode t-1
∆Revit : Perubahan penjualan bersih perusahaan i pada period eke t-1
∆Recit : Perubahan piutang perusahaan I pada periode ke t
PPEit : Property, plant, and equipment perusahaan I pada period e ke t.
a1 + a2 + a3 : Parameter yang diperoleh dari persamaan regresi
Eit : Error term perusahaan I pada periode ke t.
Secara empiris, nilai Discretionary Accrual dapat bernilai nol, positif, atau
negatif. Nilai nol menunjukkan manajemen laba dilakukan dengan pola perataan
laba (income smoothing). Sedangkan nilai positif menunjukkan adanya
manajemen laba dengan pola peningkatan laba (income increasing) dan nilai
99
negatif menunjukkan manajemen laba dengan pola penurunan laba (income
decreasing)17
.
2. Variabel independen
Variabel independen disebut juga variabel adalah variabel yang
mempengaruhi variabel terikat, Variabel Stimulus, Predictor, Antecedent & Variabel
Pengaruh. Variabel Independen adalah variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel Dependen (terikat). Dinamakan
demikian karena variabel ini bebas dalam mempengaruhi variabel lain18
. Dalam
penelitian ini terdapat 4 (empat) variabel bebas yaitu Profitabilitas, Corporate
Governance, ukuran perusahaan dan leverage.
a. Profitabilitas
Rasio profitabilitas merupakan rasio yang bertujuan untuk mengetahui
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu dan
juga memberikan gambaran tentang tingkat efektifitas manajemen dalam
melaksanakan kegiatan operasinya. Penelitian ini menggunakan return on
equity sebagai proksi dalam mengukur profitabilitas dalam suatu perusahaan.
Efektifitas manajemen dalam pengukuran ROE dapat dilihat dari laba yang
dihasilkan terhadap pengelolaan modalnya. Berikut ini adalah formula dalam
menghitung return on equity :
17
Sri Sulistyanto, Manajemen Laba (Teori & Model Empiris), (Jakarta: Grasiondo, 2008), h.
67 18
Muslihin, Variabel Penelitian, Pengertian, Tujuan dan Jenis, artikel diakses pada 14 agustus
2015 dari http://www.mushlihin.com/2013/11/penelitian/variabel-penelitian-pengertian-tujuan-dan-
jenis.php
100
b. Corporate Governance
Corporate governance menjadi salah satu cara untuk mengeliminasi
upaya rekayasa manajemen yaitu dengan membuat peraturan tentang
keharusan bagi perusahaan untuk mengungkapkan informasi-informasi
tertentu secara wajib (mandated disclosure) dan sukarela (voluntary
disclosure), Corporate governance merupakan upaya untuk mengeleminasi
manajemen laba dalam pengelolaan dunia usaha19
.
Terwujudnya keseimbangan pengawasan dan pengendalian
pengelolaan perusahaan akan mendorong terciptanya transparansi,
akuntabilitas, responsibilitas, independensi, dan keadilan. Penelitian ini
digunakan ukuran komisaris independen dalam suatu perusahaan untuk
mengukur mekanisme penerapan corporate governance bagi perusahaan,
karena berdasarkan hasil penelitian sebelumnya terbukti bahwa variabel
komisaris independen berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba
dibanding proksi lainnya. berikut ini adalah rumus dalam menghitung
komisaris independen :
19
Sri Sulistyanto, Manajemen Laba (Teori & Model Empiris), h. 154.
Laba Bersih
ROE :
Total Ekuitas
101
c. Leverage
Leverage merupakan rasio yang menunjukkan perbandingan dana
yang dipinjam dari kreditur dibandingkan dengan dana yang disediakan oleh
pemiliknya. Dalam pengertian lain menurut Kasmir, rasio leverage
merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva
perusahaan dibiayai oleh hutang20
, atau dengan kata lain leverage adalah
pengukur besarnya aktiva yang dibiayai oleh hutang, yang mana hutang
tersebut berasal dari kreditor bukan dari pemegang saham atau investor.
Apabila leverage digunakan dengan baik, leverage dapat digunakan untuk
meningkatkan nilai perusahaan, namun apabila digunakan untuk menarik
minat kreditur, maka leverage akan memunculkan tindakan manajemen laba.
Perusahaan yang memiliki liabilitas tinggi akan memilih kebijakan akuntansi
dengan menggeser laba masa depan ke masa sekarang. Dalam penelitian ini
leverage menggunakan proksi debt to asset ratio seperti dirumuskan sebagai
berikut :
20
Kasmir, Analisa Laporan Keuangan, (Jakarta : Rajawali Pers, 2008), h.113.
Jumlah Dewan Komisaris Independen
Ukuran Komisaris Independen :
Jumlah Seluruh Dewan Komisaris
Total Debt (Hutang)
DAR :
Total Asset (Aktiva)
102
d. Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar
kecil perusahaan 21
. Ukuran perusahaan dapat diukur menurut berbagai cara,
antara lain: total aktiva, nilai penjualan suatu perusahaan, nilai pasar saham, dan
lain-lain. Dalam penelitian ini pengukuran dilakukan dengan menggunakan total
aktiva suatu perusahaan yang dihitung dengan Logaritma Natural (Ln).
Penggunakan Ln dimaksudkan untuk menghindari data yang berdistribusi tidak
normal karena perbedaan total asset suatu perusahaan dengan perusahaan yang
lain bisa besar sekali.
21
Mirawati, “Pengaruh Struktur Kepemilikan dan Ukuran Perusahaan terhadap Profitabilitas
pada Perusahaan Property dan Real Estate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”, Universitas Raja
Ali Haji, h.6.
Ukuran Perusahaan : Ln (Total Aset Perusahaan)
103
F. Tabel Operasionalisasi Variabel
Tabel 3.1
Tabel Operasionalisasi Variabel
Variabel Indikator Skala
Manajemen Laba TA (Total Akrual)
NDA (Non Discretionary Accrual)
CFO (Arus Kas Operasi)
NI (Laba Bersih)
PPE (Aktiva Tetap)
∆Rev (Perubahan Penjualan)
∆Rec (Perubahan Piutang)
Total Aset Perusahaan
DA (Discretionary Accrual)
Nominal
Nominal
Nominal
Nominal
Nominal
Nominal
Nominal
Nominal
Nominal
Profitabilitas Return on Equity (Laba Bersih/Total
Ekuitas)
Rasio
Corporate Governance Komisaris independen Nominal
Ukuran Perusahaan Total Aset Perusahaan Nominal
Leverage Debt to Equity Ratio (Total
Hutang/Total Ekuitas)
Rasio
104
G. Kerangka Penelitian
Gambar 3.1
Emiten Saham Syariah
Laporan Keuangan
Earning Management
(Praktik Manajemen Laba)
Uji Asumsi Klasik
Uji Parsial Uji Simultan
Interpretasi
Common Effect
Kesimpulan
Fixed Effect Random Effect
Uji Chow Uji Hausman
Metode EstimasI Data Panel
Pemilihan Model Regresi Panel
Profitabilitas
Leverage
Good Corporate Governance
Ukuran Perusahaan
Adjusted R2
Uji Hipotesis
105
BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Objek Penelitian
Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan penerbit saham
syariah atau perusahaan yang sahamnya terdaftar dalam Daftar Efek Syariah (DES).
Populasi dalam penelitian ialah saham yang terdaftar dalam Indeks Saham Syariah
Indonesia (ISSI) periode tahun 2011-2014. ISSI merupakan indeks saham yang
mencerminkan keseluruhan saham syariah yang tercatat di BEI. Konstituen
ISSI adalah keseluruhan saham syariah tercatat di BEI dan terdaftar dalam
Daftar Efek Syariah (DES) dan direview setiap 6 bulan sekali (Mei dan November)
yang dipublikasikan pada awal bulan berikutnya. Metode perhitungan indeks
ISSI menggunakan rata-rata tertimbang dari kapitalisasi pasar1.
B. Deskripsi Sampel Penelitian
Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan-perusahaan manufaktur sub
sektor barang konsumsi yang terdaftar dalam Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI)
dengan kriteria penentuan sampel seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya.
Emiten-emiten syariah yang terpilih sebagai sampel penelitian ini berjumlah 17
perusahaan. Sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan metode puprposive
1 “Indeks saham syariah”, diakses pada 20 Agustus 2015 dari http://www.idx.co.id/id-
id/beranda/produkdanlayanan/pasarsyariah/indekssahamsyariah.aspx
106
sampling yaitu pemilihan sampel dengan pertimbangan tertentu yang dianggap
relevan atau dapat mewakili objek yang akan diteliti2. Data yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan daa sekunder yang diambil dari laporan keuangan emiten
syariah yang tersedia di website www.idx.co.id, perpustakaan online BEI
[email protected] serta situs resmi perusahaan yang menampilkan laporan keuangan
perusahaan. Tabel 4.1 dibawah ini merupakan rincian tahapan seleksi sampel
berdasarkan kriteria yang ditetapkan.
Tabel 4.1
Tahapan Seleksi Pemilihan Sampel dengan Kriteria
Keterangan Kuantitas
Jumlah perusahaan manufaktur sub sektor barang konsumsi
yang terdaftar dalam ISSI hingga publikasi terakhir
29
Jumlah emiten syariah yang selalu masuk dalam setiap
publikasi ISSI sejak tahun 2011-2014
(8)
Jumlah perusahaan manufaktur sub sektor barang konsumsi
yang data laporan keuangannya tidak berhasil diperoleh
secara lengkap dan tidak memenuhi kriteria data penelitian.
(4)
Jumlah perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian. 17
Jumlah tahun pengamatan 4
Jumlah sampel total selama periode penelitian 68
2 Sofian Effendi & Tukiran, Metode Penelitian Survey, (Jakarta : LP3ES, 2012), h.172.
107
Berdasarkan tebel 4.1 diatas, maka dapat dilihat bahwa terdapat 15
perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini dengan periode pengamatan
selama 4 tahun (2011-2014). Sampel tersebut dipilih karena telah memenuhi kriteria
yag ditentukan sesuai dengan kebutuhan analisis penelitian.
C. Deskripsi Sampel Penelitian
Penelitian ini menggunakan 17 perusahaan (emiten syariah) manufaktur sub
sektor barang konsumsi sebagai sampel penelitian. Semua perusahaan tersebut adalah
perusahaan yang selalu konsisten masuk kedalam jajaran Indeks Saham Syariah
Indonesia (ISSI) sejak diluncurkan pada tahun 2011 hingga tahun 2014. Berikut ini
adalah daftar perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini :
Tabel 4.2
Daftar Sampel Penelitian
No. Kode Emiten Nama Perusahaan
1 DNET Indoritel Makmur Internasional Tbk
2 DVLA Darya Varia Laboratoria Tbk
3 INDF Indofood Sukses Makmur Tbk
4 KAEF Kimia Farma Tbk
5 KICI Kedaung Indah Can Tbk
6 KLBF Kalbe Farma Tbk
7 MBTO Martina Berto Tbk
8 MERK Merck Indonesia Tbk
9 MYOR Mayora Indah Tbk
108
10 PYFA Pyridam Farma Tbk
11 ROTI Nippon Indosari Corpindo Tbk
12 SKLT Sekar Laut Tbk
13 SQBB Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk
14 STTP Siantar Top Tbk
15 TCID Mandom Indonesia Tbk
16 TSPC Tempo Scan Pacific Tbk
17 ULTJ Ultra Jaya Milk Industry Trading Company Tbk
D. Deskripsi Variabel
Penelitian ini menggunakan kombinasi data cross section dan time series atau
disebut juga data panel. Dalam penelitian ini data diolah menggunakan software
EVIEWS 7.0 yang telah teruji dalam menganalisis pengaruh antara variabel
independen dan dependen yang menggunakan regresi data panel. Variabel-variabel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah praktik manajemen laba yang diproksikan
dengan akrual diskresioner yang merupakan alat deteksi manajemen laba. Sementara
variabel indpenden yang digunakan dalam penelitian ini adalah Profitabilitas yang
diukur dengan return on equity, serta Firm Size (ukuran perusahaan), Corporate
Governance yang diukur dengan Komisaris Independen dan leverage dengan proksi
debt to asset ratio,
109
E. Analisa dan Pembahasan
1. Statistika Deskriptif
Statistik deskriptif adalah jenis statistik yang menganalisis data populasi
dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul, dan
tanpa membuat kesimpulan yang berlaku umum (generalisasi)3. Berikut ini adalah
tabel hasil statistika deskriptif untuk setiap variabel yang digunakan dalam model
penelitian :
Tabel 4.3
Statistika Deskriptif
DA DAR KI ROE FIRM SIZE
Mean 0.228716 0.325859 0.345235 0.161141 25.85998
Median 0.073868 0.283372 0.375000 0.137187 27.25372
Maximum 1.67573 0.632617 0.75 0.499996 30.15073
Minimum -0.502882 0.062 0.33333 0.04548 17.79922
Std. Dev. 1.295773 0.147655 0.133331 0.114879 3.754376
Observations 68 68 68 68 68
Sumber : Data diolah
3 Pengertian Statistik Deskriptif, Inferensial, Parametrik dan Non Parametrik, Diakses pada
tanggal 27 September 2015 dari http://www.buatskripsi.com/2011/03/statistik-parametrik-
deskriptif.html
110
Berdasarkan data diatas, pada variabel manajemen laba yang diestimasi
dengan menggunakan Discretionary Accrual menunjukan nilai rata-rata sebesar
0.228716 dengan nilai DA tertinggi sebesar 1.67573 dan nilai terendah sebesar -
0.502882. Dengan kata lain selama periode tahun 2011-2014 nilai rata-rata
manajemen laba pada emiten Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) sub sektor
barang konsumsi secara rata-rata lebih condong menggunakan strategi income
maximizing karena nilai DA rata-rata menunjukan nilai yang positif.
Variabel bebas Debt to Asset ratio (DAR) menunjukan nilai rata-rata sebesar
0.325859 atau 32.58% dengan nilai tertinggi sebesar 0.632617 atau 63.26% dan nilai
terendah sebesar 0.062 atau 6.2%. Dengan kata lain nilai leverage pada emiten Indeks
Saham Syariah Indonesia (ISSI) sub sektor barang konsumsi selama periode 2011-
2014 rata-rata menunjukan tingkat leverage yang aman karena masih dibawah 50%.
Komisaris Independen (KI) memiliki nilai rata-rata sebesar 0.345235 atau
34.52% dengan nilai tertinggi sebesar 0.75 atau 75% dan nilai terendah sebesar
0.33333 atau 33.33%. Dengan kata lain persentase jumlah komisaris independen
secara rata-rata masih sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh OJK bahwa
untuk kebutuhan Corporate Governance pada setiap emiten go public, komisaris
independen wajib sekurang-kurangnya berjumlah 30% dari jumlah seluruh dewan
komisaris.
Variabel profitabilitas yang diukur menggunakan rasio return on equity
menunjkan nilai rata-rata sebesar 0.161141 atau 16.11% dengan nilai tertinggi
111
sebesar 0.499996 atau 49.99% dan nilai terendah sebesar 0.04548 atau 4.54%. berarti
secara rata-rata tingkat profitabilitas pada emiten Indeks Saham Syariah Indonesia
(ISSI) sub sektor barang konsumsi selama periode 2011-2014 dapat menghasilkan
keuntungan berdasarkan rasio ROE sebesar 16.11% dan merupakan nilai ROE yang
cukup baik karena berada pada kisaran 15-25%.
Berdasarkan tabel statistika deskriptif diatas Variabel Firm Size atau ukuran
Perusahaan yang dihitung berdasarkan total aset perusahaan menunjukan nilai rata-
rata sebesar 25.85998 dengan nilai tengah 27.25372. Sedangkan nilai tertinggi ukuran
perusahaan emiten Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) sub sektor barang
konsumsi sebesar 30.15073 dan nilai terendahnya 17.79922.
2. Pemilihan Model Regresi Data Panel
Regresi yang menggunakan data panel disebut dengan regresi data panel. Data
panel memiliki gabungan karakteristik yaitu data yang terdiri atas beberapa objek dan
runtutan waktu4. Data semacam ini memiliki keunggulan terutama karena bersifat
robust (kuat) terhadap beberapa tipe pelanggaran yakni heterokedastisitas dan
normalitas. Disamping itu, dengan perlakuan tertentu struktur data seperti ini dapat
diharapkan untuk memberikan informasi yang lebih banyak (high informational
content)5.
4 Wing Wahyu Winarno, Analisis Ekonomertika dan Statistika dengan Eviews (Yogyakarta:
UPP STIM YKPN, 2011). Hal. 91. 5 Moch. Doddy Ariefianto, Ekonometrika Esensi dan Aplikasi dengan Menggunakan EVEIWS
(Jakarta: Erlangga, 2012). Hal. 148.
112
Regresi data panel dapat dilakukan dengan tiga model analisis yaitu dengan
common, fixed, dan random effect. Masing-masing model memiliki kelebihan dan
kekurangannya masing-masing. Pemilihan model tergantung pada asumsi yang
dipakai peneliti dan pemenuhan syarat-syarat pengolahan data statistik yang benar,
sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara statistik. Oleh karena itu pertama-tama
yang harus dilakukan adalah memilih model yang tepat dari ketiga model yang ada.
Data panel dalam penelitian yang telah dikumpulkan, diolah menggunakan model
common effect & fixed effect, seperti yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
113
Tabel 4.4
Hasil Regresi Data Panel Model Common Effect
Dependent Variable: DA
Method: Panel Least Squares
Date: 09/10/15 Time: 22:42
Sample: 2011 2014
Periods included: 4
Cross-sections included: 17
Total panel (balanced) observations: 68
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.402007 1.209254 0.332442 0.7407
DAR -2.791292 1.039758 -2.684559 0.0093
KI -1.104186 1.254402 -0.880249 0.3821
ROE 2.338085 1.437937 1.725999 0.0189
SIZE -1.057782 0.043246 -3.336125 0.0363
R-squared 0.744460 Mean dependent var 0.228716
Adjusted R-squared 0.490140 S.D. dependent var 1.295773
S.E. of regression 1.235993 Akaike info criterion 3.332313
Sum squared resid 96.24383 Schwarz criterion 3.495512
Log likelihood -108.2986 Hannan-Quinn criter. 3.396977
F-statistic 2.659421 Durbin-Watson stat 2.777793
Prob(F-statistic) 0.040729
Sumber : Data diolah
114
Tabel 4.5
Hasil Regresi Data Panel Model Fixed Effect
Dependent Variable: DA
Method: Panel Least Squares
Date: 09/10/15 Time: 23:12
Sample: 2011 2014
Periods included: 4
Cross-sections included: 17
Total panel (balanced) observations: 68
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -6.172890 5.759749 -2.807916 0.0072
DAR -2.764517 2.689784 -3.027784 0.0363
KI 1.587720 2.150994 0.273232 0.7859
ROE 0.054823 3.165621 0.717318 0.9863
SIZE -1.661578 0.197723 -3.345981 0.0016
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared 0.873387 Mean dependent var 0.228716
Adjusted R-squared 0.749297 S.D. dependent var 1.295773
S.E. of regression 1.122698 Akaike info criterion 3.317634
Sum squared resid 59.24119 Schwarz criterion 4.003070
Log likelihood 91.79954 Hannan-Quinn criter. 3.589224
F-statistic 3.112482 Durbin-Watson stat 3.323050
Prob(F-statistic) 0.018003
115
Sumber : Data Diolah
Setelah hasil regresi dengan menggunakan model common effect dan fixed
effect didapat maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji untuk menentukan
model estimasi mana yang lebih tepat antara model commen effect atau fixed effect.
Dalam menentukan diantara kedua model tersebut maka digunakanlah uji Chow
sebagai uji pemilihan model regresi data panel.
Uji chow adalah pengujian untuk menentukan antara model fixed effect atau
common effect yang lebih tepat digunakan dalam mengestimasi data panel. Hipotesis
dalam uji chow dalam penelitian ini adalah :
Ho : Common Effect
H1 : Fixed Effect
Dasar penolakan terhadap hipotesis diatas adalah dengan membandingkan
perhitungan F hitung dengan F tabel. Perbandingan yang dipakai apabila hasil F
hitung lebih besar dari F tabel, maka Ho ditolak yang berarti model yang lebih tepat
digunakan adalah fixed effect model.begitupun sebaliknya, jika F hitung lebih kecil
dari F tabel, maka Ho diterima dan model yang lebih tepat digunakan dalam
penelitian adalah common effect. Langkah pertama yang dilakukan sebelum
melakukan uji chow adalah melakukan regresi dengan menggunakan model common
effect dan fixed effect.
116
Setelah hasil dari model common effect dan fixed effect diperoleh maka
selanjutnya dilakukan uji chow dengan melakukan uji likelihood ratio menggunakan
Eviews. Hasil dari uji likelihood ratio atau uji chow dapat dilihat pada tabel dibawah
ini :
Tabel 4.6
Hasil Uji Chow
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects
Effects Test Statistic d.f. Prob.
Cross-section F 1.834791 (16,47) 0.0544
Cross-section Chi-square 32.998204 16 0.0074
Sumber : Data diolah
Hasil dari uji chow pada tabel diatas menunjukan bahwa probabilitas cross
section adalah sebesar 0.544 dengan kata lain nilai probabilitas pada tabel diatas
berada diatas nilai 0.05 sehingga dengan tingkat keyakinan sebesar 95% maka dapat
disimpulkan Ho diterima dengan kata lain model yang lebih sesuai digunakan dalam
penelitian ini adalah model common effect, maka selesai sampai disini dan tidak perlu
melakukan uji signifikansi random effect.
117
3. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas data
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi variabel
dependen dan variabel independen maupun keduanya berdistribusi normal
atau tidak. Model yang baik adalah model yang memiliki distribusi data yang
normal. Untuk menguji normalitas data menggunakan Eviews menggunakan
dua cara, yaitu dengan menggunakan histogram dan uji Jarque-Bera. Jarque-
Bera adalah uji statistik untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal
atau tidak. Berikut ini adalah output histogram dan nilai Jarque-berra.
Gambar 4.1
Uji Normalitas Data
0
2
4
6
8
10
12
14
-1 0 1 2
Series: Standardized Residuals
Sample 2011 2014
Observations 68
Mean 3.59e-17
Median -0.114479
Maximum 8.994946
Minimum -1.571088
Std. Dev. 1.198530
Skewness 0.619327
Kurtosis 3.467950
Jarque-Bera 1.967512
Probability 0.083429
118
Berdasarkan output hasil jarque berra diatas dapat dilihat pada nilai
Jarque-Bera dan probabilitasnya. Dengan hipotesis yang digunakan adalah
sebagai berikut :
Ho : Reisudal dari model berdistribusi normal
H1 : Residual dari model tidak berdistribusi normal
Berdasarkan hasil uji normalitas diatas dapat diketahui nilai Jarque Bera
sebesar 1.967512 atau lebih kecil dari 2, dan nilai probabilitasnya sebesar
0.083429 yaitu lebih besar dari tingkat signifikansi 5% (0.05). sehingga dapat
disimpulkan bahwa Ho diterima dan H1 ditolak, atau dengan kata lain data
yang dipakai dalam penelitian ini berdistribusi normal.
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui
korelasi yang terjadi diantara variabel-variabel independen.Untuk mengetahui
ada atau tidaknya multikolinearitas digunakan uji correlation dengan
menggunakan matriks korelasi. Jika hasil koefisien korelasi pada output
menunjukan hasil diatas 0.8 maka diduga terjadi multikolinearitas. Sebaliknya
jika koefisien korelasi rendah dibawah 0.8 maka diduga model tidak
mengandung multikolinearitas. Berdasarkan hasil uji multikolinearitas yang
dilakukan dengan Eviews diperoleh hasil sebagai berikut :
119
Tabel 4.7
Uji Multikolinearitas
DAR KI ROE Firm Size
DAR 1 0.061462 0.13818 0.146872
KI 0.061462 1 -0.36357 0.315146
ROE 0.13818 -0.36357 1 -0.25819
Firm Size 0.146872 0.315146 -0.25819 1
Sumber : Data Diolah
Keterangan :
DAR :Debt to Equity Ratio
KI : Komisaris Independen
ROE : Return on equity
Firm Size : Ukuran Perusahaan
Berdasarkan hasil pengujian multikolinearitas pada tabel diatas, dapat
dilihat bahwa tidak ada variabel yang memiliki nilai korelasi diatas 0.8.
dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model regresi yang dipakai tidak
terdapat masalah multikolinearitas dengan kata lain dalam penelitian ini tidak
terdapat korelasi diantara variabel bebasnya.
120
c. Uji Heterokedastisitas
Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
penyimpangan asumsi klasik heteroskedastisitas yaitu adanya ketidaksamaan
varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi. Prasyaratan
yang harus terpenuhi dalam suatu model regresi adalah ada atau tidaknya
gejala heteroskedastisitas.
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan varians dari satu residual satu pengamatan ke
pengamatan lain. Jika variansi dari residual satu dari satu pengamatan ke
pengamatan lain tetap, maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda
disebut heteroskedastisitas. model regresi yang baik adalah yang
homokedastisitas atau yang tidak terjadi heteroskedastisitas.
Untuk menguji masalah heteroskedastisitas, peneliti menggunakan uji
park, yaitu dengan membuat persamaan regresi dengan cara mengganti
variabel dependen dengan residual kuadratnya. Apabila probabilitas yang ada
bernilai diatas 0.05 yang berarti tidak signifikan, maka model regresi
diasumsikan terbebas dari masalah heteroskedastisitas atau model regresi
bersifat homokedastisitas. Berikut ini adalah hasil uji park yang dilakukan
pada model regresi dalam penelitian ini :
121
Tabel 4.8
Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan Uji Park
Dependent Variable: LOG(RES2)
Method: Panel Least Squares
Date: 09/09/15 Time: 22:56
Sample: 2011 2014
Periods included: 4
Cross-sections included: 17
Total panel (balanced) observations: 68
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -5.366320 2.301269 -2.331896 0.0229
DAR -3.285847 1.978710 -1.660601 0.1018
KI 0.811119 2.387189 0.339780 0.7352
ROE -2.832904 2.736465 -1.035242 0.3045
FIRM SIZE 0.151356 0.082299 1.839091 0.0706
Berdasarkan hasil uji park diatas dapat dilihat bahwa semua variabel
bebas yang digunakan dalam penelitian ini berada pada tingkat probabilitas
diatas 0.05. dengan rincian variabel debt to asset ratio memiliki probabilitas
sebesar 0.1018, probabilitas Komisaris Independen sebesar 0.7352,
probabilitas return on equity sebesar 0.3045 dan probabilitas ukuran
perusahaan (Firm Size) sebesar 0.0706. dengan demikian dapat disimpulkan
122
bahwa model regresi data panel dalam penelitian ini terbebas dari masalah
heteroskedastisitas.
d. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk melihat apakah terjadi korelasi antara
suatu periode t dengan periode sebelumnya (t-1). Dengan kata lain model
regresi yang baik adalah yang tidak terdapat korelasi antara observasi dengan
data observasi sebelumnya. Hal ini disebebkan karena error pada individu
cenderung mempengaruhi individu yang sama pada periode berikutnya. Untuk
mendetesi ada atau tidaknya autokorelasi yang terdapat dalam penelitian ini
dilakukan dengan membandingkan nilai Durbin-Watson statistik dengan batas
bawah (d1) dan batas atas (du) pada tabel Durbin Watson.
Berdasarkan hasil uji regresi diperoleh nilai Durbin-Watson sebesar
2.777793. sedangkan pada tabel Durbin Watson pada a=5%, n=68 dan k=5,
maka diperoleh nilai dl = 1.4537 dan nilai du = 1.7678. Dengan nilai d > dl
atau (4-d) < dl, maka dapat disimpulkan bahwa model regresi yang digunakan
tidak terdapat masalah autokorelasi.
4. Hasil Uji Signifikansi
a. Uji Signifikansi Simultan (Uji F)
Uji F bertujuan untuk mengetahui apakah variabel-variabel bebas yang
digunakan dalam penelitian mempunyai pengaruh secara simultan terhadap
123
variabel dependennya. Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai F-
hitung dengan F-tabel. Jika hasil statistik pada F-hitung > F-tabel berarti Ho
ditolak atau semua variabel bebas yang digunakan dalam model regresi secara
simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel bebasnya. Tetapi
sebaliknya jika F-hitung < F-tabel itu berarti Ho Diterima atau dengan kata
lain semua variabel bebas tidak berpengaruh secara simultan terhadpa variabel
bebasnya. Nilai F-hitung diperoleh dari hasil nilai F-statistik yang diperoleh
dari uji model regresi data panel yang terpilih.
Tabel 4.9
Hasil Uji F dengan Model Common Effect
R-squared 0.744460 Mean dependent var 0.228716
Adjusted R-squared 0.490140 S.D. dependent var 1.295773
S.E. of regression 1.235993 Akaike info criterion 3.332313
Sum squared resid 96.24383 Schwarz criterion 3.495512
Log likelihood -108.2986 Hannan-Quinn criter. 3.396977
F-statistic 2.659421 Durbin-Watson stat 2.777793
Prob(F-statistic) 0.040729
Berdasarkan hasil F-statistic yang diperoleh dari model diperoleh nilai
F-hitung sebesar 5.659421.Sementara dengan n = 68 dan k = 5, Nilai pada F-
tabel diperoleh nilai 2.52 dengan df1 (k-1) & df2 (n-k) sebesar 4 & 63 dan
nilai probabilita 5%. Berdasarkan hasil diatas berarti nilai F-hitung > F-tabel
124
(2.659421 > 2.52) dengan hasil tersebut berarti Ho ditolak dan H1 diterima.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Variabel debt to asset ratio, Komisaris
Independen, return on equity & Ukuran Perusahaan berpengaruh secara
simultan terhadap praktik manajemen laba pada emiten Indeks Saham Syariah
Indonesia (ISSI) sub sektor barang konsumsi periode 2011-2014.
b. Uji Signifikansi Parsial (Uji t)
Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh secara parsial antara
variabel bebas yang dipakai dalam model regresi terhadap variabel
depedennya. Uji-t dilakukan dengan membandingkan nilai t-hitung dengan t-
tabel. Jika t-hitung > t-tabel, berarti Ho ditolak, artinya variabel Xi
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Sebaliknya jika T-hitung
< T-tabel berarti Ho diterima atau variabel Xi tidak berpengaruh terhadap
variabel dependen. Uji-t yang dilakukan menggunakan uji satu sisi (one tail
test), dengan k = 5, n = 68 dan dengan a = 5%, maka diperoleh nilai df
sebesar 1.66940.
Selain membandingkan nilai t-hitung dengan t-tabel, untuk
mengetahui apakah variabel independen berpengaruh signifikan terhadap
variabel dependen juga dapat dilakukan dengan melihat nilai probabilitas
variabel independennnya terhadap tingkat signifikansi yang digunakan yaitu
5% atau 0.05. jika nilai probabilita variabel independennya bernilai dibawah
125
5% (0.05) maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara
variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Sebaliknya jika nilai probabilitas
variabel bebas lebih besar dari tingkat signifikansi 0.05 berarti variabel bebas
tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat.
Tabel 4.10
Hasil Uji t dengan Model Common Effect
Dependent Variable: DA
Method: Panel Least Squares
Date: 09/12/15 Time: 23:22
Sample: 2011 2014
Periods included: 4
Cross-sections included: 17
Total panel (balanced) observations: 68
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.402007 1.209254 0.332442 0.7407
DAR -2.791292 1.039758 -2.684559 0.0093
KI -1.104186 1.254402 -0.880249 0.3821
ROE 2.338085 1.437937 1.725999 0.0189
SIZE -1.057782 0.043246 -3.336125 0.0363
126
Dengan membandingkan milai t-hitung dengan t-tabel sebesar 1.66940
dan melihat nilai probabilitas masing-masing variabel independen, maka dapat
dapat disimpulkan sebagai berikut :
(1) Uji-t terhadap variabel Retun on Equity
Hasil pengujian analisis regresi data panel menunjukan, hasil uji t-
hitung untuk variabel eturn on equity sebesar 1.725999, sementara nilai t-tabel
dengan a = 5% dan df (n-k) 68-5 = 63 adalah sebesar 1.66940, yang berarti
diperoleh bahwa nilai t-hitung lebih besar dari nilai t-tabel
(1.725999>1.66940), sedangkan nilai probabilitasnya sebesar 0.0189 yang
berarti lebih kecil dari nilai signifikansi yang digunakan 0.05 (0.0189<0.05).
Berdasarkan hasil tersebut maka Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan
bahwa variabel return on equity berpengaruh signifikan positif terhadap
praktik manajemen laba pada emiten syariah pada sektor barang konsumsi.
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh
Cahyani (2012) dan Nasihah & Ulya (2014). Namun hasil penelitian ini
berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fitria (2013) yang
menemukan bahwa return on equity tidak berpengaruh signifikan terhadap
praktik manajemen laba.
(2) Uji-t terhadap variabel Corporate Governance
Hasil pengujian analisis regresi data panel menunjukan, hasil uji t-
hitung untuk variabel corporate governance dengan proksi komisaris
127
independen sebesar -0.880249, sementara nilai t-tabel dengan a = 5% dan df
(n-k) 68-5 = 63 adalah sebesar 1.66940 yang berarti diperoleh bahwa nilai t-
hitung lebih kecil dari nilai t-tabel (0.880249<1.66940). sedangkan nilai
probabilitasnya sebesar 0.3821 yang berarti lebih besar dari nilai signifikansi
0.05 (0.3821>0.05). Berdasarkan hasil tersebut maka Ho diterima sehingga
dapat disimpulkan bahwa variabel komisaris independen tidak memiliki
pengaruh signifikan terhadap praktik manajemen laba pada emiten syariah
pada sektor barang konsumsi. Hasil ini sejalan dengan penelitian Dian (2013)
yang menyatakan bahwa proporsi komisaris independen tidak berpengaruh
signifikan terhadap manajemen laba. Namun hasil penelitian ini tidak sejalan
dengan Robert & Gagaring (2011) yang menyatakan proporsi komisaris
independen berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.
(3) Uji-t terhadap Variabel Ukuran Perusahaan
Hasil pengujian analisis regresi data panel menunjukan bahwa hasil uji
t-hitung untuk variabel ukuran perusahaan sebesar -3.336125, sementara nilai
t-tabel dengan a = 5% dan df (n-k) 68-5 = 63 adalah sebesar 1.66940, yang
berarti diperoleh bahwa nilai t-hitung lebih besar dari nilai t-tabel
(3.336125>1.66940), tanda negatif dalam nilai-t hitung berarti menunjukan
hubungan yang berbanding terbalik antara variabel bebas dan terikat.
Sedangkan pada nilai probabilitas ukuran perusahaan menunjukan nilai
sebesar 0.0063 yang berarti lebih kecil dari tingkat signifikansi 0.05
128
(0.0063<0.05). Berdasarkan hasil tersebut maka Ho ditolak sehingga dapat
disimpulkan bahwa variabel ukuran Perusahaan berpengaruh signifikan
negatif terhadap praktik manajemen laba pada Emiten Syariah pada sektor
barang konsumsi.
Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nasution dan
Setiawan (2007), Neni (2013), Muliati (2011) dan Robert & Gagaring (2011)
yang menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh signifikan negatif
terhadap praktik manajemen laba. Namun hasil penelitian ini tidak
mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Nasser dan Herlina (2003)
serta Marihot & Doddy (2007), yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan
tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.
(4) Uji-t terhadap Variabel Debt to Asset Ratio.
Hasil pengujian analisis regresi data panel menunjukan, hasil uji t-
hitung untuk variabel Debt to Asset Ratio sebesar -2.684559, sementara nilai
t-tabel dengan a = 5% dan df (n-k) 68-5 = 63 adalah sebesar 1.66940 yang
berarti diperoleh bahwa nilai t-hitung lebih besar dari nilai t-tabel
(2.684559>1.66940). Sedangkan nilai probabilitasnya 0.0093 yang berarti
lebih kecil dari nilai signifikansi 0.05. Berdasarkan hasil tersebut maka Ho
ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel debt to asset ratio
berpengaruh signifikan negatif terhadap praktik manajemen laba pada Emiten
Syariah pada sektor barang konsumsi. Hasil penelitian ini sejalan dengan
129
penelitian yang dilakukan oleh Riko (2011) dan Neni (2013). Namun hasil
penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Robert
& Gagaring (2011) yang menyatakan bahwa leverage tidak berpengaruh
signifikan terhadap manajemen laba.
(5). Variabel Independen yang paling dominan terhadap Manajemen
Laba
Untuk mengetahui variabel bebas yang paling berpengaruh paling
dominan terhadap manajemen laba (Discretionary Accrual), dapat dilihat pada
tabel 4.10 pada nilai hasil uji-t hitung masing-masing variabel bebasnya. Nilai
t-hitung dari variabel debt to asset Ratio sebesar -2.684559. Komisaris
Independen sebesar -0.880249, return on equity sebesar 1.725999 dan
variabel ukuran perusahaan sebesar -3.336125. berdasarkan nilai tersebut
maka dapat disimpulkan bahwa variabel ukuran perusahaan yang mempunyai
nilai t-hitung paling besar diantara variabel lainnya yang artinya ukuran
perusahaan memiliki pengaruh yang paling dominan terhadap manajemen
laba.
c. Uji Adjusted R2
Pengujian koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur
seberapa besar kemampuan semua variabel bebas yang terdapa dalam model
regresi dalam menjelaskan varians dari variabel dependennya. Penggunaan R2
Sering menimbulkan permasalahan, yaitu bahwa nilainya akan selali
130
meningkat dengan adanya penambahan variabel bebas dalam suatu model.
Hal ini akan menimbulkan dengan adanya penambahan variabel bebas dalam
suatu model. Hal ini menimbulkan bias dan tidak tergantung apakah variabel
bebas tambahan itu berhubungan dengan variabel dependen atau tidak.
Oleh karena itu penggunaan Adjusted R-Square dianggap lebih baik
daripada R2, karena nilai Adjusted R-Square dapat naik atau turun dengan
adanya penambahan variabel baru, tergantung dari korelasi antara variabel
bebas tambahan tersebut dengan variabel terikatnya. Nilai Adjusted R-Square
berkisar antara 0 hingga 1, artinya semakin mendekati 1 berarti variabel-
variabel independen dalam model regresi semakin besar kemampuannya
dalam menjelaskan varians dari variabel dependennya.
Tabel 4.11
Hasil Uji Adjusted R2 dengan Model Common Effect
R-squared 0.744460 Mean dependent var 0.228716
Adjusted R-squared 0.490140 S.D. dependent var 1.295773
S.E. of regression 1.235993 Akaike info criterion 3.332313
Sum squared resid 96.24383 Schwarz criterion 3.495512
Log likelihood -108.2986 Hannan-Quinn criter. 3.396977
F-statistic 2.659421 Durbin-Watson stat 2.777793
Prob(F-statistic) 0.040729
131
Berdasarkan hasil uji regresi diatas dapat diperoleh nilai Adjusted R-
Squared sebesar 0.490140. artinya menunjukan bahwa kemampuan variabel
independen (debt to asset ratio, Komisaris Independen, return on equity, dan
ukuran perusahaan) dalam menjelaskan variabel dependen (manajemen laba)
sebesar 49.01%. lalu sisanya sebesar 50.9% dijelaskan oleh faktor-faktor lain
yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini.
5. Interpretasi Hasil Penelitian
Analisis regresi yang telah dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh
return on equity, corporate governance, firm Size & leverage terhadap manajemen
laba. Berdasarkan uji chow yaitu uji untuk menentukan model yang lebih cocok
antara common effect atau fixed effect, maka model yang terpilih adalah model
estimasi common effect. Berdasarkan model estimasi yang terpilih, aka persamaan
regresi yang terbentuk adalah :
DAit = βo + β1 ROEit + β2 KIit - β3 SIZEit + β4 DARit + e
DAit = 0.40200+2.338085ROE -1.104186KI-1.057782SIZE-2.791292DAR + e
Berikut ini adalah hasil uji signifikansi dan analisis hipotesis hubungan setiap
variabel independen yang signifikan dengan variabel manajemen laba (Discretionary
Accrual) :
132
a. Konstanta
Berdasarkan persamaan regresi data panel diatas diperoleh konstanta nilai
Discretionary Accrual (Manajemen Laba) sebesar 0.40200. hal ini
mengindikasikan bahwa jika keempat variabel independen yang terdiri dari
debt to asset ratio, komisaris independen, return on equity & ukuran
perusahaan bernilai = 0 maka nilai Variabel Discretionary Accrual
(Manajemen Laba) memiliki nilai 0.40200.
b. Return on Equity
Berdasarkan hasil pengujian analisis regresi data panel pada uji parsial
dan signifikansi variabel return on equity, keputusan yang diambil adalah
tolak Ho yaitu return on equity berpengaruh signifikan positif terhadap
manajemen laba pada emiten syariah pada sektor barang konsumsi.
Nilai koefisien pada variabel return on equity sebesar 2.338085. Nilai
koefisien dari variabel return on equity memiliki tanda positif, hal ini dapat
diinterpretasikan bahwa, jika variabel return on equity mengalami kenaikan
sebesar 1% maka menyebabkan peningkatan pada nilai manajemen laba
sebesar 2.338085 persen dengan asumsi bahwa variabel lain dianggap
konstan.
Hasil ini terjadi karena pada perusahaan-perusahaan yang memiliki
laba besar atau yang sedang mengalami peningkatan laba lebih
memungkinkan melakukan praktik manajemen laba dari pada perusahaan
133
yang memiliki laba kecil atau yang sedang mengalami penurunan laba. Hal ini
disebabkan karena pola manajemen laba yang paling banyak digunakan dalam
perusahaan-perusahaan adalah income maximizing atau peningkatan laba
seperti hasil dalam statistika deskriptif dalam penelitian ini bahwa sebagian
besar sampel emiten syariah sub sektor barang konsumsi melakukan pola
income maximizing. Strategi peningkatan laba dapat didasari oleh berbagai
motif, seperti motivasi bonus bagi manajemen perusahaan, motivasi
peningkatan kinerja dalam rangka penjualan saham dan lain-lain.
c. Ukuran Perusahaan
Berdasarkan hasil pengujian analisis regresi data panel pada uji parsial
dan signifikansi variabel return on equity, keputusan yang diambil adalah
tolak Ho yaitu return on equity berpengaruh signifikan negatif terhadap
manajemen laba pada emiten syariah pada sub sektor barang konsumsi.
Nilai koefisien pada variabel ukuran perusahaan (Firm Size)
menunjukan nilai sebesar -1.057782. Nilai koefisien dari variabel ukuran
perusahaan memiliki tanda negatif yang dapat diinterpretasikan bahwa, jika
variabel ukuran perusahaan mengalami kenaikan peningkatan sebesar 1%
maka akan menyebabkan penurunan pada nilai manajemen laba sebesar
1.057782 persen.
134
Hasil ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa ukuran
perusahaan yang lebih besar lebih memiliki memiliki tingkat kehati-hatian
dalam melakukan pelaporan keuangan karena perusahaan yang lebih besar
lebih diperhatikan oleh masyarakat sehingga berdampak pada perusahaan
tersebut melaporkan kondisinya lebih akurat dan memperkecil kemungkinan
tindakan manajemen laba. Sedangkan perusahaan yang lebih kecil dianggap
lebih memiliki kecenderungan terhadap manajemen laba karena ingin
memperlihatkan kondisi perusahaan yang selalu berkinerja baik agar dapat
menarik investor dalam menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut.
d. Debt to Asset Ratio
Berdasarkan hasil pengujian analisis regresi data panel pada uji parsial
dan signifikansi variabel debt to asset ratio, keputusan yang diambil adalah
tolak Ho yaitu debt to asset ratio berpengaruh signifikan negatif terhadap
manajemen laba pada emiten syariah pada sub sektor barang konsumsi.
Nilai koefisien dari variabel debt to asset ratio adalah sebesar -
2.791292, nilai koefisien dari variabel debt to asset ratio memiliki tanda
negatif, hal ini dapat iinterpretasikan bahwa, jika variabel debt to asset ratio
mengalami kenaikan sebesar 1%, maka akan menyebabkan penurunan pada
nilai manajemen laba sebesar -2.791292 persen dengan asumsi bahwa variabel
lain dianggap konstan.
135
Dari hasil ini dapat dilihat pengaruh debt to asset ratio yang negatif
terhadap manajemen laba berarti menunjukan bahwa motivasi manajemen
laba yang dilakukan oleh perusahaan tidak didasari oleh perjanjian hutang
(debt covenant). Dalam teori debt covenant dikatakan bahwa dalam hal
kaitannya dengan memperoleh pinjaman dari kreditor, manajer perusahaan
harus menunjukan kinerja yang baik agar dapat memudahkan dalam
memperoleh dana dari kreditor walaupun harus melaporkan tingkat kinerja
yang lebih besar. Berdasarkan hasil variabel debt to asset ratio yang
berpengaruh negatif terhadap manajemen laba berarti bahwa motivasi emiten
dalam melakukan strategi income maximization dalam manajemen laba akrual
bisa disebabkan oleh strategi perusahaan dalam menjaga rasio hutang terhadap
asetnya. Karena peraturan yang ditetapkan oleh DSN MUI yang
mengharuskan emiten yang masuk kategori Daftar Efek Syariah untuk
menjaga rasio hutang ribawinya agar tidak lebih dari 45%. Oleh sebab itu
dalam melakukan pinjaman emiten syariah lebih cenderung selektif dalam
melakukan pinjaman agar dapat menjaga rasio hutangnya agar tetap rendah
terutama hutang yang berbasis bunga apalagi ditambah dengan terbatasnya
sumber pinjaman yang bersifat non ribawi.
Selain itu dalam hal kaitannya dengan pengaruh negatif antara rasio
hutang per aset berbanding dengan manajemen laba lebih disebabkan motivasi
penjualan saham yang dilakukan perusahaan. Karena bagi calon investor
136
dalam menganalisis suatu saham terdapat beberapa aspek yang harus dilihat
pada laporan keuangan suatu emiten, selain prospek dan kinerja perusahaan
dalam menghasilkan laba juga dinilai total besaran hutangnya. Karena
semakin besar hutang bisa berarti semakin besar pula potensi resikonya jika
tingkat kemampuan membayar hutang tersebut rendah. Dengan kata lain,
semakin baik kinerja perusahaan dalam menghailkan laba dan semakin kecil
jumlah hutangnya maka akan semakin menarik pihak investor.
137
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis pengaruh
profitabilitas, corporate governance, ukuran perusahaan, dan leverage terhadap
Praktik manajemen laba pada emiten Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI).
Penelitian ini dilakukan pada 17 emiten syariah sub sektor barang konsumsi selama
periode 2011-2014. Berdasarkan analisis hasil uji regresi data panel dengan model
common effect, maka dapat diambil beberapa kesimpulan dari hasil penelitian ini,
antara lain :
1. Dari hasil pengujian secara simultan menunjukan bahwa seluruh variabel
independen dalam penelitian ini yang terdiri dari return on equity,
Komisaris Independen, Ukuran Perusahaan & Debt to Asset Ratio
berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.
2. Sementara dari hasil pengujian secara parsial menunjukan bahwa variabel
return on equity berpengaruh signifikan positif. Variabel komisaris
independen tidak berpangaruh signifikan terhadap manajemen laba.
Variabel ukuran perusahaan berpengaruh signifikan negatif terhadap
manajemen laba. Dan yang terakhir variabel bahwa variabel debt to asset
ratio berpengaruh signifikan negatif terhadap manejemen laba.
138
3. Diantara variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini,
variabel ukuran perusahaan adalah yang paling dominan dalam
mempengaruhi manajemen laba. Hal ini dapat dilihat berdasarkan nilai
koefisien pada variabel ukuran perusahaan yang lebih besar daripada
variabel independen lainnya.
B. Saran
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi gambaran dan referensi khususnya
tentang praktik manajemen laba yang terdapat dalam dunia bisnis. Adapun saran-
saran yang berkaitan dengan penelitian ini dan diharapkan dapat menjadi
pertimbangan bagi berbagai pihak terkait adalah sebagai berikut :
1. Peneliti
Sampel penelitian yang dimasukan dalam penelitian ini hanya terbatas
pada emiten syariah yang bergerak dalam industri manufaktur sub sektor
barang konsumsi. Oleh karena itu hasil penelitian ini tidak dapat
digeneralisasikan. Oleh karena itu bagi penelitian selanjutnya mungkin
dapat mempertimbangkan untuk menambah sampel penelitian dengan
menggunakan lebih banyak emiten-emiten disektor manufaktur atau
mungkin meneliti sampel-sampel perusahaan pada sektor industri yang
lain.
139
2. Investor
Fenomena manajemen laba mungkin hal ini sudah dianggap hal biasa
dalam dunia bisns khususnya dalam perusahaan-perusahaan yang sudah
go public. Oleh sebab itu diharapkan bagi investor agar dapat lebih
selektif lagi dalam menilai laporan keuangan suatu perusahaan karena
dikhawatirkan laporan keuangan yang ada tidak mencerminkan keadaan
perusahaan yang sebenarnya.
3. Manajemen Perusahaan
Bagi perusahaan-perusahaan go public khususnya perusahaan yang sudah
mendapat lisensi sebagai perusahaan penerbit saham syariah mestinya
harus lebih memperhatikan tentang kepatuhan dengan prinsip syariah.
bukan hanya terbatas pada jenis usahanya saja yang harus sesuai syariah,
tapi pada aspek lain seperti dalam proses penyusunan laporan
keuangannya hendaklah menyajikan yang sebenar-benarnya tentang
angka-angka yang tertera dalam laporan keuangannya. Karena islam
sangat menjunjung tinggi mengenai etika berbisnis. Oleh sebabnya, karena
dalam proses pelaporan keuangan juga merupakan bagian dari bisnis
hendaknya para manajer atau pihak internal perusahaan tidak berusaha
untuk mempengaruhi informasi yang ada dalam laporan keuangan karena
itu merupakan bukti bahwa tidak transparan dan ketidakjujuran dalam
proses penyususnan laporan keuangan.
140
DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah,Muhammad. “Pengaruh Corporate Governance, Leverage dan Profitabilitas
terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Barang
Konsumsi yang Terdaftar di BEI periode 2009-2013.” Jurnal Fakultas Ekonomi
Universitas Maritim Raja Ali Haji.
Ardiati, Aloysia Yanti. “Pengaruh Manajemen Laba Terhadap Return Perusahaan pada
Perusahaan yang Diaudit KAP Big 5 dan KAP Non Big 5.” Vol. 8. No. 3.The Indonesian
Journal of Accouting Research, 2005.
Arliena Hafni, Diska. “Praktik Earning Management dalam Perspektif Syariah.” Ekonomika-
Bisnis Vol.. 03. No.2 (Juli 2012).
Arnawa, I Gede. “Analisa Indikasi Manajemen Laba melalui Discretionary Allowance for
Loan Loses pada Perbankan Pasca Rekapitalisasi”. Tesis Magister Akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2006.
Asyik, Nur Fadjirih, Kemampuan Rasio Keuangan dalam Memprediksi Laba (Penetapan
Rasio Keuangan sebagai Discriminator), Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, volume
15, No 3, hal. 313-331, 2000.
Azlina, Nur. “Analisis Faktor yang Mepengaruhi Manajemen Laba (Studi pada Perusahaan
yang Terdaftar di BEI).” Pebkis Jurnal. Vol. 2 No. 3, 2010.
Azmi, Roiqul. “Menyoal Peran Penting Komisaris Independen”, artikel diakses pada 27
September 2015 dari http://www.kompasiana.com/azmiroiqul/menyoal-peran-penting-
komisaris-independen_55283ac0f17e61612a8b462a
Bambang Sutopo. Manajemen Laba dan Manfaat Kualitas Laba dalam Keputusan Investasi,
Surakarta : UNS, 2009.
Belkaoui, A. R. Accounting Theory, Alih bahasa Ali Akbar Yulianto dan Risnawati Dermaili,
Buku 1, Edisi 5. Jakarta. : Salemba Empat, 2004.
Benish, Messod. Earnings Management: A Perspective. Managerial Finance, Volume 27,
2001.
Didik Ariyanto, Mohammad “Analisis Pengaruh Manajemen Laba dan Profitabilitas terhadap
Kebijakan Dividen”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol. 5, (September 2010)
Effendi, Sofyan & Tukiran. Metode Penelitian Survey, (Jakarta: LP3ES, 2012).
Gao, Robert & gagaring pagalung. “Corporate Governance, Ukuran Perusahaan, dan Leverage
terhadap Manajemen Laba Perusahaan Manufaktur Indonesia.” Jurnal Akuntansi &
Auditing Vol.8. No.1 (November 2011): h. 1-94.
141
Ghozali, Imam. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Edisi 5. Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponogoro, 2011.
Gujarati, Damodar. Ekonometrika Dasar. Diterjemahkan oleh Sumarno Zain. Jakarta:
Erlangga, 2001.
Hadri Kusuma dan Wigiya Ayu Udiana Sari, “Manajemen Laba oleh Perusahaan Pengakuisisi
sebelum Merger dan Akuisisi di Indonesia”, JAAI, Vol. 7 NO. 1 (Juni 2003).
I Guna, Welvin & Arleen Herawaty, “Pengaruh Mekanisme Good Coprporate Governance,
Independensi Auditor, Kualitas Audit dan Faktor Lainnya terhadap Manajemen Laba,”
Jurnal Bisnis dan Akuntansi Vol. 12, No.1 (April 2010).
Ikatan Akuntan Indonesia. Standar Akuntansi Keuangan. Salemba Empat, Jakarta : Salemba
Empat, 2012.
Ismatika, Nurlia. “Pengaruh Good Corporate Governance dan Manajemen Laba Terhadap
Kinerja Keuangan.” Skripsi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013.
Jao, Robert & Gagaring Pagalung, “Corporate Governance, Ukuran Perusahaan dan Leverage
terhadap Manajemen Laba Perusahaan Manufaktur Indonesia”, Jurnal Akuntansi &
Auditing Vol. 8. No.1, (November 2011).
Kasmir, Analisa Laporan Keuangan, (Jakarta : Rajawali Pers, 2008),
Murhadi, Werner R. “Studi Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Praktik Earnings
Management pada Perusahaan Terdaftar di PT Bursa Efek Indonesia”, Jurnal Manajemen
dan Kewirausahaan 11.1, 1-10, Universitas Surabaya, 2009.
Nuraini, Neni. “Analisis Faktor yang Mempengaruhi Manajemen Laba (Studi Empiris Pada
Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI Periode 2007-2011).” Skripsi S1 Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013.
Nura’ini Ihsan, Dwi. Analisis Laporan Keuangan Perbankan Syariah, Jakarta : UIN Jakarta
Press, 2013.
Rahardja, M. D. Setiyanto. “Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap
Manajemen Laba dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Perusahaan (Studi Empiris pada
Perusahaan Manufaktur di BEI).” Jurnal Akuntansi Diponogoro, Vol.1, No.1 (Juni 2012).
Riadi, Muchlisin. “Rasio Profitabilitas”, Artikel diakses pada 16 juni 2015 dari
http://www.kajianpustaka.com/2012/12/rasio-profitabilitas.html
Rochaety, Ety. dkk, Metodologi Penelitian Bisnis: Dengan Aplikasi SPSS, Jakarta: Mitra
Wacana Media, 2007.
142
Santoso, Singgih. Buku Latihan SPSS – Statistik Multivariat, Jakarta: Elex Media
Komputindo, 2002.
Stice, Earl K, dkk. Akuntansi Intermediate, Jakarta: Salemba Empat, 2004.
Sulistiawan Dedhy, dkk. Creative Accounting (Mengungkap Manajemen Laba dan Skandal
Akuntansi, Jakarta: Salemba Empat, 2011.
Sulistyanto, Sri. Manajemen Laba (teori dan model empiris). Jakarta : Grasindo, 2008..
Supranto, J. Ekonometrika, Buku Kedua. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004.
Syafri Harahap, Sofyan. Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan, (Jakarta: Rajawali Pers,
2008).
Tatang, A.G & Elok Sri Utami, “Bentuk Pasar Efisien dan Pengujiannya”, Jurnal
AKUNTANSI & Keuangan Vol. 4, No.1 (Mei 2002).
Wulandari, Rahmita. “Analisis Pengaruh Good Corporate Governance dan Leverage Terhadap
Manajemen Laba (Studi Pada Perusahaan Non-Keuangan yang Terdaftar di BEI tahun
2008-2011).” Skripsi S1 Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro, 2013.
www.Bengkeldata.com
www.idx.co.id
Yusuf Marzuki, Ahmad & Achmad Badarudin Latif, “Manajemen Laba dalam Tinjauan Etika
Bisnis Islam”, Jurnal Dinamika Ekonomi dan Bisnis, Vol. 7. No. 1 (Maret 2010).
143
Lampiran Data Penelitian
No. Tahun
Kode
Emiten
Debt to Asset
Ratio
Return On
Equity
Ukuran
Perusahaan
Komisaris
Independen
Discretionary
Accrual
1 2011 DNET 0.25606 0.03675 23.5392078 0.33 0.5109604220954
2012 DNET 0.24492 0.01739 23.54590679 0.33 0.2416188836654
2013 DNET 0.00036 0.02683 29.60404176 0.33 1.6757338928788
2014 DNET 0.00032 0.05178 29.6571637 0.33 0.0545572373114
2 2011 DVLA 0.21585 0.16611 20.64885581 0.43 0.2135307646296
2012 DVLA 0.21694 0.17695 20.79529946 0.43 0.0587746950681
2013 DVLA 0.23138 0.13753 20.89726476 0.43 -0.0844381637545
2014 DVLA 0.22149 0.08409 20.93534644 0.43 0.0808446802924
3 2011 INDF 0.41170 0.15479 17.79922054 0.33 0.0895851391884
2012 INDF 0.42515 0.13999 17.8996264 0.38 -0.0012191426197
2013 INDF 0.51178 0.09017 18.16722509 0.38 -0.2157432981017
2014 INDF 0.52026 0.12482 18.26914696 0.38 0.0574016810620
4 2011 KAEF 0.30193 0.13714 28.215604 0.40 0.1249599079820
2012 KAEF 0.30574 0.14274 28.3616315 0.40 0.0203509379995
2013 KAEF 0.34288 0.13276 28.5360242 0.40 0.0069307562576
2014 KAEF 0.38981 0.13060 28.71897164 0.40 0.0699342767197
5 2011 KICI 0.26449 0.00555 25.1939798 0.33 0.0706530654251
2012 KICI 0.29907 0.03395 25.27667915 0.33 0.0350639225357
2013 KICI 0.24741 0.10030 25.31124634 0.33 0.0543737827561
2014 KICI 0.18673 0.05978 25.29535218 0.33 0.0664849882120
6 2011 KLBF 0.28337 0.50000 29.07802819 0.33 0.1377021271204
2012 KLBF 0.21728 0.24080 29.87363932 0.33 0.0858690133927
2013 KLBF 0.24879 0.23182 30.05715581 0.33 0.0770834731969
2014 KLBF 0.20986 0.21605 30.15073429 0.33 0.1042231625454
7 2011 MBTO 0.26055 0.10650 27.01792989 0.33 0.1006653521017
2012 MBTO 0.28701 0.10476 27.13589496 0.33 0.1507176171338
2013 MBTO 0.26227 0.03581 27.13962182 0.33 -0.1458670766030
2014 MBTO 0.26742 0.00645 27.15198979 0.33 0.1134807296217
8 2011 MERK 0.15436 0.46776 20.18607669 0.33 0.0319550077494
2012 MERK 0.26814 0.25869 20.16014809 0.33 -0.0481161257467
2013 MERK 0.26505 0.34252 20.36221895 0.33 -0.1818300166090
2014 MERK 0.22734 0.32775 20.3900277 0.33 -0.0326554638545
9 2011 MYOR 0.63262 0.19954 29.51806736 0.40 0.3091922192857
2012 MYOR 0.63049 0.24214 29.74757854 0.40 0.0605991538911
144
2013 MYOR 0.59899 0.26029 29.90420041 0.40 -0.1376956816263
2014 MYOR 0.60154 0.09994 29.96230134 0.40 0.2669918655422
10 2011 PYFA 0.30192 0.04382 25.49423519 0.33 0.3348661495694
2012 PYFA 0.35439 0.06052 25.63481357 0.33 0.1386692297871
2013 PYFA 0.46379 0.06598 25.88873113 0.33 -0.2125345547629
2014 PYFA 0.44100 0.02752 25.87503387 0.33 0.2299501398076
11 2011 ROTI 0.28018 0.21216 27.35544799 0.33 0.3701719826513
2012 ROTI 0.44677 0.22374 27.81745477 0.33 0.1112762499556
2013 ROTI 0.56804 0.20070 28.23133403 0.33 -0.5028819508777
2014 ROTI 0.55195 0.19641 28.3931785 0.33 0.2990824180653
12 2011 SKLT 0.42634 0.04863 26.09035282 0.33 0.2301398771480
2012 SKLT 0.48154 0.06150 26.24371211 0.33 0.0188517566985
2013 SKLT 0.53757 0.08192 26.43365805 0.33 0.0145093563855
2014 SKLT 0.53746 0.10746 26.52711954 0.33 0.1200568638102
13 2011 SQBB 0.16380 0.39689 19.70648177 0.33 0.1217093831675
2012 SQBB 0.18075 0.41569 19.79981065 0.33 0.0294786439457
2013 SQBB 0.17602 0.43083 19.85858981 0.33 -0.0648199749246
2014 SQBB 0.19696 0.44678 19.94532893 0.33 0.0848889827725
14 2011 STTP 0.52427 0.09596 27.56356199 0.50 0.2598110255201
2012 STTP 0.46381 0.11136 27.85403733 0.50 0.1660022622516
2013 STTP 0.52782 0.16486 28.01632392 0.50 -0.0902982704221
2014 STTP 0.51912 0.15101 28.16176942 0.50 0.1680358037567
15 2011 TCID 0.09767 0.13724 27.754004 0.40 0.2349226522800
2012 TCID 0.13059 0.13710 27.86338043 0.40 -0.0316555745871
2013 TCID 0.19302 0.13538 28.01352629 0.40 -0.2720942571700
2014 TCID 0.30743 0.13581 28.24795406 0.40 0.2975055251559
16 2011 TSPC 0.28337 0.19251 29.07802819 0.67 0.0648120065277
2012 TSPC 0.27624 0.18943 29.16422248 0.50 0.0163550506473
2013 TSPC 0.28569 0.16530 29.31889267 0.60 -0.0728469467285
2014 TSPC 0.26112 0.14140 29.35248874 0.75 0.1259317489932
17 2011 ULTJ 0.35622 0.09159 28.4105829 0.33 0.1882872511878
2012 ULTJ 0.30745 0.21081 28.51511645 0.33 -0.0298940609927
2013 ULTJ 0.28328 0.16134 28.66478229 0.33 -0.0117830922455
2014 ULTJ 0.22351 0.12510 28.70160545 0.33 0.1917102699529