17
Pengaruh Penerapan Pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN CTL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) TERHADAP HASILBELAJAR IPA DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA DI SEKOLAH DASAR Ria Resti Anggraini PGSD FIP Universitas Negeri Surabaya ([email protected] ) Suryanti PGSD FIP Universitas Negeri Surabaya Abstrak Latar belakang penelitian ini yaitu rendahnya hasil belajar siswa dan keterampilan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran IPA khususnya pada siswa kelas IV SDN Krembung I Sidoarjo. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan keterlaksanaan pembelajaran, hasil belajar siswa, keterampilan berpikir kritis siswa, dan respon siswa terhadap pembelajaran IPA dengan penerapan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning). Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan metode quasi eksperimen. Desain penelitian yang digunakan yaitu pretest-posttest nonequivalent control group design. Sampel penelitian adalah siswa kelas IV SDN Krembung I Sidoarjo. Teknik pengumpulan data menggunakan tes, observasi dan angket. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterlaksanaan pembelajaran pada proses kegiatan belajar mengajar menggunakan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) 100% terlaksana dengan nilai rata-rata dari masing-masing pertemuan sebesar 3,77 dengan kategori sangat baik. Uji beda nilai gain pretes dan postes hasil belajar kelas kontrol dan kelas eksperimen diperoleh nilai t hitung 3,196 > t tabel 2,04. Uji beda nilai gain pretes dan postes keterampilan berpikir kritis kelas kontrol dan kelas eksperimen diperoleh nilai t hitung 5,651 > t tabel 2,04. Siswa kelas IV SDN Krembung I Sidoarjo memberikan respon yang baik terhadap penggunaan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning). Kata Kunci: Pendekatan CTL, Pembelajaran IPA, Hasil Belajar dan Keterampilan Berpikir Kritis. Abstract The background of this research is the lack of students learning outcomes, critical thinking skills of the student in science subject, especially in fourth grade of State Elementary School of Krembung I Sidoarjo. The purpose of this research is to describe the feasibility of learning, students learning outcomes, students critical thinking skills and students response to science studies learning with using Contextual Teaching and Learning approach. This research uses quantitative research with quasi experimental methods. The research design used nonequivalent pretest posttest control group design. The sample of this research is fourth grade students of State Elementary School of Krembung I Sidoarjo. The techniques of data collection using test, observation and questionnaires. The results showed that the feasibility of learning on the learning process using Contextual Teaching and Learning approach is 100% done with the average value of each of the meetings is 3.77 with the very good category. T-test gain values of pretest and posttest between control class and experiment class of learning outcomes obtained t count 3,196> t table 2,04. T-test gain values of pretest and posttest between control class and 2168

PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN CTL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) TERHADAP HASILBELAJAR IPA DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA DI SEKOLAH DASAR

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Jurnal Online Universitas Negeri Surabaya, author : RIA RESTI ANGGRAINI

Citation preview

Page 1: PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN CTL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) TERHADAP HASILBELAJAR IPA DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA DI SEKOLAH DASAR

Pengaruh Penerapan Pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning)

PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN CTL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) TERHADAP HASILBELAJAR IPA DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA DI

SEKOLAH DASAR

Ria Resti Anggraini PGSD FIP Universitas Negeri Surabaya ([email protected])

Suryanti PGSD FIP Universitas Negeri Surabaya

AbstrakLatar belakang penelitian ini yaitu rendahnya hasil belajar siswa dan keterampilan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran IPA khususnya pada siswa kelas IV SDN Krembung I Sidoarjo. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan keterlaksanaan pembelajaran, hasil belajar siswa, keterampilan berpikir kritis siswa, dan respon siswa terhadap pembelajaran IPA dengan penerapan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning). Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan metode quasi eksperimen. Desain penelitian yang digunakan yaitu pretest-posttest nonequivalent control group design. Sampel penelitian adalah siswa kelas IV SDN Krembung I Sidoarjo. Teknik pengumpulan data menggunakan tes, observasi dan angket. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterlaksanaan pembelajaran pada proses kegiatan belajar mengajar menggunakan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) 100% terlaksana dengan nilai rata-rata dari masing-masing pertemuan sebesar 3,77 dengan kategori sangat baik. Uji beda nilai gain pretes dan postes hasil belajar kelas kontrol dan kelas eksperimen diperoleh nilai thitung 3,196 > ttabel 2,04. Uji beda nilai gain pretes dan postes keterampilan berpikir kritis kelas kontrol dan kelas eksperimen diperoleh nilai thitung 5,651 > ttabel 2,04. Siswa kelas IV SDN Krembung I Sidoarjo memberikan respon yang baik terhadap penggunaan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning).Kata Kunci: Pendekatan CTL, Pembelajaran IPA, Hasil Belajar dan Keterampilan Berpikir Kritis.

AbstractThe background of this research is the lack of students learning outcomes, critical thinking skills of the student in science subject, especially in fourth grade of State Elementary School of Krembung I Sidoarjo. The purpose of this research is to describe the feasibility of learning, students learning outcomes, students critical thinking skills and students response to science studies learning with using Contextual Teaching and Learning approach. This research uses quantitative research with quasi experimental methods. The research design used nonequivalent pretest posttest control group design. The sample of this research is fourth grade students of State Elementary School of Krembung I Sidoarjo. The techniques of data collection using test, observation and questionnaires. The results showed that the feasibility of learning on the learning process using Contextual Teaching and Learning approach is 100% done with the average value of each of the meetings is 3.77 with the very good category. T-test gain values of pretest and posttest between control class and experiment class of learning outcomes obtained tcount 3,196> ttable 2,04. T-test gain values of pretest and posttest between control class and experiment class of critical thinking skill obtained tcount 5,651> ttable 2,04. Fourth grade students of State Elementary School of Krembung I Sidoarjo gave a good response to the use of Contextual Teaching and Learning approach.Keywords: Contextual Teaching and Learning approach, Learning of Science, Learning Outcomes and

Critical Thinking Skills.

2168

Page 2: PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN CTL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) TERHADAP HASILBELAJAR IPA DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA DI SEKOLAH DASAR

PENDAHULUANPendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi

kehidupan manusia. Dengan pendidikan, manusia dapat memperoleh berbagai pengetahuan dan mengembangkan kemampuan yang dimilikinya. Oleh karena itu, kesadaran akan pentingnya pendidikan bagi anak usia sekolah perlu ditingkatkan terutama pada tingkat Sekolah Dasar (SD). Pada tingkat tersebut, seseorang mulai menerima berbagai pengetahuan yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat. Kurikulum pendidikan SD di dalamnya terdapat beberapa mata pelajaran pokok yang harus dikuasai siswa, salah satunya adalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau yang lebih dikenal dengan istilah sains.

IPA didefinisikan sebagai sekumpulan pengetahuan tentang obyek dan fenomena alam yang diperoleh dari hasil pemikiran dan penyelidikan ilmuwan yang dilakukan dengan keterampilan bereksperimen dengan menggunakan metode ilmiah (Julianto, 2011:1). Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan ilmu pengetahuan yang berisi gejala-gejala alam yang diwujudkan melalui fakta-fakta, konsep, prinsip dan hukum yang telah teruji kebenarannya melalui suatu metode ilmiah tertentu. IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam yang berhubungan satu sama lain. IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip semata tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.

Dalam standar isi IPA SD/MI Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (2006:109), dikemukakan bahwa IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk pada lingkungan. Di tingkat SD/MI, diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekeija ilmiah secara bijaksana. Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA di sekolah dasar harus dapat tercipta suasana belajar yang bermakna. Dengan tujuan agar para peserta didik dapat memahami materi IPA secara utuh dan bermakna, sehingga dapat selalu dihubungkan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Penguasaan materi IPA siswa dapat diketahui melalui hasil belajar yang diperoleh siswa. Hasil belajar merupakan gambaran tingkat kemajuan siswa dalam belajar yang berupa skor atau angka. Hasil belajar inilah

yang biasanya menjadi dasar tolak ukur keberhasilan guru dalam pembelajaran. Tingkat pemahaman siswa diukur melalui nilai-nilai yang diperoleh siswa saat diberi soal maupun saat ujian. Namun sebaiknya tidak hanya hasil belajar yang dijadikan tolak ukur keberhasilan dalam pembelajran IPA, namun masih terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam IPA yang dapat dijadikan penilaian. Keberhasilan dalam pembelajaran IPA dapat dinilai dari keterampilan proses siswa, produknya dan pengembangan sikap ilmiah. Namun dalam kenyataan saat ini, sebagian besar guru masih menggunakan hasil belajar sebagai dasar keberhasilan guru dalam mengajar.

Proses pembelajaran IPA tidak cukup dilaksanakan dengan menyampaikan informasi tentang konsep tetapi juga harus memahami proses terjadinya fenomena IPA dengan melakukan penginderaan sebanyak mungkin, mengamati peristiwa yang terjadi secara langsung melalui kegiatan demonstrasi dan eksperimen, serta mencatat informasi-informasi yang muncul dari peristiwa tersebut. Keterlibatkan siswa secara aktif melakukan eksplorasi materi pelajaran, mengkonstruksi sendiri ide-ide yang didapat dari hasil pengamatan dan diskusi, diharapkan siswa dapat menguasai materi dengan baik dan meningkatkan keterampilan berpikir. Salah satu keterampilan berpikir yang hendaknya dikuasai oleh siswa adalah kemampuan berpikir kritis.

Berpikir kritis adalah berpikir yang masuk akal dan reflektif yang berfokus untuk menentukan apa yang harus di percaya atau dilakukan (Ennis, 2011:1). Masuk akal berarti kemampuan berpikir yang berusaha menghubungkan fakta-fakta yang diketahui menjadi suatu kesimpulan, sedangkan reflektif berarti mempertimbangkan secara aktif, tekun dan hati-hati terhadap segala alternatif sebelum mengambil keputusan. Terdapat 5 aspek keterampilan berpikir yang diuraikan menjadi 12 indikator. Indikator tersebut masih dapat diuraikan lagi menjadi sub indikator berpikir kritis diantaranya: 1) merumuskan pertanyaan, 2) memberikan contoh, 3) menjawab pertanyaan ‘mengapa’, 4) melaporkan hasil observasi, 5) menggeneralisasikan data, tabel dan grafik, 6) memberikan kesimpulan, 7) mempertimbangkan alternatif jawaban.

Menurut Samatowa, (2011:4), pembelajaran IPA melatih anak untuk berpikir kritis dan objektif. Berpikir kritis artinya berpikir untuk menyelidiki secara sistematis proses berpikir itu sendiri, memahami informasi secara mendalam, sehingga membentuk sebuah keyakinan kebenaran informasi yang di dapat atau pendapat yang disampaikan. Objektif artinya sesuai dengan objeknya, sesuai dengan kenyataan atau sesuai dengan pengalaman pengamatannya melalui panca indera. Oleh karena itu,

Page 3: PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN CTL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) TERHADAP HASILBELAJAR IPA DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA DI SEKOLAH DASAR

keterampilan berpikir kritis perlu diajarkan dalam pembelajaran IPA di sekolah dasar. Hal ini sebagaimana dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 41 tahun 2007 tentang standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah menyatakan keharusan mengembangkan keterampilan berpikir di dalam proses pembelajaran yaitu pada tahap kegiatan inti, khususnya kegiatan elaborasi (BSNP, 2007:16). Konsekuensinya adalah tuntutan guru untuk dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran IPA.

Menumbuhkembangkan keterampilan berpikir kritis mulai jenjang SD memang dimungkinkan, namun dengan mempertimbangkan tahap perkembangan siswa. Siswa SD berada pada tahap perkembangan intelektual operasional konkret. Pada tahap ini anak mampu berpikir logis dengan kehadiran benda-benda konkret, bukan hanya dengan konsep-konsep yang dihafalkan. Beberapa kegiatan siswa yang menunjukkan berpikir kritis dalam pembelajaran adalah mengemukakan pendapat atau alasan, mengajukan pertanyaan, dan menanggapi pendapat teman. Dengan menguasai keterampilan berpikir kritis, siswa diharapkan dapat bersikap dan bertindak ilmiah dalam mengevaluasi pendapat pribadi, serta berani mengkomunikasikan pendapat yang dimiliki kepada orang lain.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru kelas IV di SD Negeri Krembung I Sidoarjo, diperoleh keterangan bahwa guru dalam proses pembelajaran IPA tidak hanya menggunakan metode ceramah akan tetapi sudah menerapkan metode lain seperti kerja kelompok dan pemberian tugas. Meskipun guru sudah mulai menggunakan metode bervariatif, namun masih terdapat beberapa kendala dalam proses pembelajaran, yaitu siswa kurang terbiasa mengajukan pertanyaan dan pendapat, walaupun guru sering memberikan kesempatan untuk bertanya dan mengajukan pendapat, dibuktikan dari siswa cenderung menerima apa yang diberikan oleh guru dan lebih terlihat pasif. Siswa kurang berani mengemukakan pendapat atau alasan terhadap beberapa alternatif jawaban yang diberikan guru, dibuktikan dari siswa jarang memberikan alasan atas pemilihan jawaban yang telah dipilihnya. Pada kegiatan penutup siswa kurang aktif, dibuktikan dari kemampuan memberikan kesimpulan mengenai materi di akhir pelajaran yang masih didominasi oleh guru.

Selain itu, guru dalam menjelaskan materi IPA tidak menggunakan media. Sehingga siswa dalam memahami materi yang diajarkan masih abstrak dan kurang mengerti. Dalam pembelajaran IPA, penanaman konseplah yang sangat dibutuhkan. Karena IPA merupakan ilmu pengetahuan yang terdiri dari berbagai konsep-konsep materi pengetahuan yang kompleks. Pada

semester pertama nilai rapor kelas IV-A untuk mata pelajaran IPA yang mendapat nilai di atas KKM (75) yaitu sebanyak 91% siswa sedangkan yang memperoleh nilai 75 yaitu batas KKM sebesar 9% siswa. Dan untuk nilai IPA kelas IV-B yang mendapat nilai di atas KKM (80) yaitu sebanyak 64% siswa sedangkan yang memperoleh nilai 75 yaitu batas KKM sebesar 36% siswa. Dapat disimpulkan bahwa hasil belajar IPA pada siswa kelas IV-B SDN Krembung I Sidoarjo tergolong masih rendah. Hal ini disebabkan beberapa faktor yang mempengaruhinya, diantaranya cara mengajar guru yang masih konvensional, menggunakan metode ceramah, tanya jawab dan penugasan. Akibatnya siswa hanya mendengarkan penjelasan guru secara lisan tanpa melakukan aktivitas dalam pembelajaran.

Berdasarkan masalah tersebut di atas, peneliti memilih pembelajaran kontekstual atau dikenal dengan CTL (Contextual Teaching and Learning) untuk diterapkan di SDN Krembung I Sidoarjo. Menurut Blanchard (dalam Trianto, 2008:17-18) menyatakan bahwa pembelajaran CTL merupakan suatu konsepsi yang membantu guru menghubungkan konten materi ajar dengan situasi-situasi dunia nyata dan memotivasi siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya ke dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara dan tenaga kerja, dengan melibatkan tujuh komponen utama, yakni: konstruktivisme (constructivism), inkuiri (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic assesment). Dengan demikian, pembelajaran CTL adalah pembelajaran yang terjadi dan erat hubungannya dengan pengalaman yang sebenarnya.

Pembelajaran CTL mempunyai ciri khas tersendiri, antara lain: menekankan pada pengalaman langsung siswa, kerjasama antar siswa, pembelajaran yang menyenangkan, belajar dengan bergairah, pembelajaran yang terintegrasi, menggunakan berbagai sumber, siswa aktif, kritis dan guru kreatif (Julianto, dkk, 2011:75). Hal tersebut dapat memotivasi siswa dalam pembelajaran karena siswa senang melakukan percobaan secara berkelompok daripada siswa hanya mendengarkan guru menerangkan pelajaran. Siswa lebih merasa bebas jika siswa bertanya kepada teman sendiri atau dijelaskan temannya sendiri karena mereka tidak malu sedangkan dengan guru mereka sering merasa malu.

Pembelajaran CTL merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang cocok diterapkan pada pembelajaran di sekolah dasar, termasuk pembelajaran IPA. Hal ini dikarenakan IPA merupakan ilmu pengetahuan tentang alam yang dapat dipelajari dengan mudah melalui alam dan seluruh objek yang ada disekitarnya. Selain itu, keterampilan berpikir kritis dapat ditingkatkan, serta

Page 4: PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN CTL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) TERHADAP HASILBELAJAR IPA DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA DI SEKOLAH DASAR

mengutamakan keterkaitan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Melalui CTL, guru dapat membantu siswa bagaimana konsep dipelajari dan bagaimana konsep tersebut diaplikasikan di kehidupan sehari-hari siswa. Siswa akan lebih mudah menggali materi pelajaran sesuai dengan kehidupan nyata atau gejala alam yang terjadi di alam sekitar. Materi IPA yang digunakan dalam penelitian ini adalah energi bunyi. Pemilihan materi tersebut dilakukan karena fenomena bunyi banyak dijumpai siswa dalam kehidupan sehari-hari. Guru merasa kesulitan jika materi ini hanya dijelaskan menggunakan metode ceramah dan penugasan saja.

Penelitian ini dilakukan sebagai upaya untuk mengukur hasil belajar siswa dan keterampilan berpikir kritis dalam mata pelajaran llmu Pengetahuan Alam (IPA) dengan menerapkan pembelajaran berbasis kontekstual. Hal ini bertujuan agar siswa bisa mencapai nilai standar yang ditetapkan sekolah atau lebih serta dapat bersikap dan bertindak ilmiah dalam mengevaluasi pendapat pribadi, serta berani mengkomunikasikan pendapat yang dimiliki kepada orang lain. Dalam pembelajaran IPA siswa diharapkan dapat aktif untuk mempelajari alam sekitar dan konsep-konsep materi IPA melalui berbagai teknik berupa pengamatan, eksperimen dan pengukuran.

Keberhasilan penerapan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) untuk meningkatkan hasil belajar dan keterampilan berpikir kritis siswa juga didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu. Peneliti terdahulu oleh Ariani dkk (2014) yang berjudul “Implementasi model pembelajaran kontekstual terhadap hasil belajar IPA dan keterampilan berpikir kritis siswa SMP”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelas eksperimen yang belajar dengan model pembelajaran kontekstual skor rata-rata hasil belajar IPA adalah 87,30 dan keterampilan berpikir kritis 85,05. Untuk siswa yang berada di kelas kontrol yang belajar dengan model pembelajaran langsung skor rata-rata hasil belajar IPA 70,53 dan keterampilan berpikir kritis 79,14.

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas maka penulis bermaksud mengadakan penelitian dengan judul: ”Pengaruh Penerapan Pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) Terhadap Hasil Belajar IPA dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas IV SDN Krembung I Sidoarjo”.

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimanakah keterlaksanaan pembelajaran, hasil belajar, keterampilan berpikir kritis dan respon siswa pada pembelajaran IPA dengan penerapan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) materi bunyi?

METODE

Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen semu (quasi experiment). Rancangan penelitian yang digunakan adalah Pretest-posttest nonequivalent control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV SDN Krembung I yang terdiri dari dua kelas. Masing masing kelas terdiri dari 30 siswa. Sampel sebanyak dua kelas, sehingga penelitian ini disebut juga penelitian populasi karena menggunakan semua kelas sebagai sampel. Penentuan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan dengan teknik random sampling. Hasilnya adalah kelas IV-A masuk dalam kelompok kontrol dan kelas IV-B masuk dalam kelompok eksperimen.

Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data yaitu lembar keterlaksanaan pembelajaran, lembar tes hasil belajar dan keterampilan berpikir kritis serta lembar angket. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode obsevasi, metode tes dan metode angket. Teknik analisis data ada dua macam, yaitu analisis instrumen dan analisis hasil. Teknik analisis instrumen dilakukan dengan melakukan uji validitas dan reliabilitas instrumen. Sedangkan untuk teknik analisis hasil dilakukan dengan menguji normalitas, uji homogenitas, uji t-test, Keterlaksanaan pembelajaran dan angket respon siswa dianalisis dalam bentuk persentase berdasarkan pengamatan setiap aspek indikator yang telah ditetapkan.

HASIL DAN PEMBAHASANPembelajaran IPA dengan pendekatan CTL

(Contextual Teaching and Learning) pada materi energi bunyi terlaksana dengan sangat baik. Hal ini ditunjukkan dengan hasil pengamatan keterlaksanaan pembelajaran dengan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) pada setiap tahap pembelajraan 100% terlaksana yang mengalami peningkatan pada tiap pertemuan sehingga diperoleh rata-rata nilai dari pembelajaran dengan pendekatan CTL pada pertemuan I sebesar 3,67 dengan kategori sangat baik, pada pertemuan II nilai rata-rata keterlaksanaan pembelajaran sebesar 3,78 dengan kategori sangat baik dan pada pertemuan III nilai rata-rata keterlaksanaan pembelajaran sebesar 3,87 dengan kategori sangat baik serta rata-rata dari keseluruhan pertemuan sebesar 3,77. Dengan demikian, keterlaksanaan pembelajaran terlaksana dengan sangat baik.

Page 5: PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN CTL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) TERHADAP HASILBELAJAR IPA DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA DI SEKOLAH DASAR

Diagram 1 Rata-rata Keterlaksanaan Pembelajaran di Setiap Pertemuan

Secara keseluruhan, meskipun secara garis besar pengelolaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru meningkat (3.66 pada pertemuan I, 3,78 pada pertemuan II dan 3,87 pada pertemuan III), namun hasil pengamatan observer terhadap keterlaksanaan pembelajaran yang dilakukan guru pada pertemuan I, II, dan III terdapat perbedaan satu sama lain. Diagram 2 berikut menunjukkan perbandingan pengelolaan pembelajaran pada pertemuan I, II, dan III oleh kedua pengamat.

Diagram 2 Perbandingan pengelolaan pembelajaran pada pertemuan I, II, dan III oleh kedua pengamat

Berdasarkan Diagram 2, pembelajaran dengan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) dalam pembelajaran IPA ini sudah terlaksana dengan sangat baik karena berdasarkan hasil keterlaksanaan pembelajaran pada tiap pertemuan menunjukkan bahwa keterlaksanaan pembelajaran dengan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) dalam pembelajaran IPA 100% terlaksana. Melalui pembelajaran dengan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) ini diusahakan untuk dapat meningkatkan hasil belajar IPA dan keterampilan berpikir kritis siswa

Hasil belajar pretest siswa menunjukkan bahwa rata-rata nilai pretest hasil belajar tiap kelas yaitu pada kelas kontrol diperoleh rata-rata ketuntasan hasil belajar sebesar 56. Pada kelas eksperimen diperoleh rata-rata ketuntasan hasil belajar sebesar 55,8.

Diagram 3 Rata-rata Nilai Pretest Hasil Belajar Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen

Dari hasil nilai rata-rata pretest hasil belajar dari kelas kontrol dan kelas eksperimen tersebut belum mencapai nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan oleh sekolah yaitu sebesar 75. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan awal siswa terhadap materi energi bunyi kurang baik yang dikarenakan materi energi bunyi pada kelas kontrol maupun kelas eksperimen belum pernah diajarkan, sehingga nilai pretest hasil belajar pada kedua kelas relatif sangat rendah.

Diagram 4 Presentase Ketuntasan Nilai Pretest Hasil Belajar Siswa Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen

Pada kelas kontrol, diketahui tidak ada nilai pretest yang mencapai nilai KKM sehingga diperoleh persentase ketuntasan pretest hasil belajar siswa kelas kontrol sebesar 0% diperoleh kategori “sangat rendah”. Sedangkan pada kelas eksperimen didapat 3 nilai siswa yang mencapai nilai KKM dan sisanya 27 nilai siswa tidak mencapai nilai KKM., sehingga diperoleh persentase ketuntasan pretest hasil belajar kelas eksperimen sebesar 10% dengan kategori “sangat rendah”.

Hasil belajar posttest siswa menunjukkan bahwa rata-rata nilai posttest hasil belajar tiap kelas yaitu pada kelas kontrol diperoleh rata-rata ketuntasan hasil belajar sebesar 74,5. Nilai rata-rata yang didapat pada saat posttest hasil belajar menunjukkan bahwa nilai tersebut belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM). Pada kelas eksperimen diperoleh rata-rata ketuntasan hasil belajar sebesar 84. Nilai rata-rata yang didapat pada saat posttest hasil belajar menunjukkan bahwa nilai

Page 6: PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN CTL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) TERHADAP HASILBELAJAR IPA DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA DI SEKOLAH DASAR

tersebut sudah mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) untuk hasil belajar pada mata pelajaran IPA yang ditetapkan oleh peneliti, yaitu sebesar 75.

Diagram 5 Rata-rata Nilai Posttest Hasil Belajar Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen

Pada kelas kontrol, diketahui terdapat 20 nilai posttest yang mencapai nilai KKM dan sisanya 10 nilai yang tidak mencapai nilai KKM sehingga diperoleh persentase ketuntasan pretest hasil belajar siswa kelas kontrol sebesar 60% diperoleh kategori “sangat rendah”. Sedangkan pada kelas eksperimen didapat 27 nilai siswa yang mencapai nilai KKM dan sisanya 3 nilai siswa yang tidak mencapai nilai KKM, sehingga diperoleh persentase ketuntasan pretest hasil belajar kelas eksperimen sebesar 87% dengan kategori “sangat rendah”.

Diagram 6 Presentase Ketuntasan Nilai Posttest Hasil Belajar Siswa Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen

Hasil tersebut menunjukkan bahwa hasil posttest hasil belajar siswa pada kelas eksperimen yang menerapkan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) pada pembelajaran IPA materi energi bunyi lebih tinggi dibandingkan hasil posttest hasil belajar siswa pada kelas kontrol yang tidak menerapkan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) dengan perbandingan ketuntasan nilai posttest sebesar 27%.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa nilai posttest rata-rata ketuntasan hasil belajar pada kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nana Sudjana (2009:40) bahwa hasil belajar siswa tergantung pada faktor kemampuan siswa dan kualitas pengajaran. Sehingga kualitas

pengajaran dan kemampuan siswa sangat berpengaruh terhadap ketuntasan hasil belajar siswa . Semakin tinggi kemampuan siswa dan kualitas pengajaran semakin tinggi juga ketuntasan hasil belajar yang dicapai siswa.

Salah satu kualitas pengajaran yang diamati dalam penilitian ini yaitu proses keterlaksanaan pembelajaran. Keterlaksanaan pembelajaran dengan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) pada materi energi bunyi terlaksana dengan sangat baik. Hal ini ditunjukkan dengan hasil pengamatan keterlaksanaan pembelajaran dengan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) pada setiap tahap pembelajraan 100% terlaksana yang mengalami peningkatan pada tiap pertemuan sehingga diperoleh rata-rata nilai dari pembelajaran dengan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) pada pertemuan I sebesar 3,67 berkategori sangat baik, pada pertemuan II nilai rata-rata keterlaksanaan pembelajaran sebesar 3,78 berkategori sangat baik dan pada pertemuan III nilai rata-rata keterlaksanaan pembelajaran sebesar 3,87 berkategori sangat baik serta rata-rata dari keseluruhan pertemuan sebesar 3,77. Dengan demikian, keterlaksanaan pembelajaran terlaksana dengan sangat baik.

Menurut Syah (2003) program pengajaran di sekolah yang baik adalah yang mampu memberikan dukungan besar kepada para siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya. Hal ini sesuai dengan pengelolaan pembelajaran yang terlaksana dengan baik sehingga dapat menunjang kegiatan pembelajaran dengan baik. Selain itu, pengelolaan pembelajaran yang baik dapat menunjang keberhasilan siswa dalam mengerjakan posttest yang dicapai dengan ketuntasan klasikal 87% serta respon siswa sangat baik setelah mengikuti pembelajaran dengan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) pada materi energi bunyi.

Oleh karena itu sejumlah 93% respon siswa berpendapat bahwa kegiatan pembelajaran IPA dengan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) pada materi energi bunyi memberikan pengetahuan baru, dikarenakan materi energi bunyi belum pernah diajarkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suprijono (2009:84) dalam salah satu karakteristik pembelajaran kontekstual yaitu experiencing yang menyatakan bahwa peserta didik berproses secara aktif dengan hal yang dipelajari dan berupaya melakukan eksplorasi terhadap hal yang dikaji, berusaha menemukan dan mendapatkan hal baru dari apa yang dipelajarinya.

Dalam setiap pertemuan, peneliti berusaha memberikan penguatan atau pembenahan materi dari soal pretest hasil belajar yang pernah dikerjakan oleh siswa karena dari hasil pretest tersebut, peneliti dapat mengetahui serta mengukur kemampuan awal siswa tentang materi energi bunyi apa saja yang kurang atau

Page 7: PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN CTL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) TERHADAP HASILBELAJAR IPA DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA DI SEKOLAH DASAR

belum dipahami oleh siswa. Dari hal tersebut, peneliti berusaha melalui pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) pada mata pelajaran IPA untuk mematangkan pengetahuan siswa sehingga hasil belajar siswa yang didapatkan lebih baik dengan cara menyajikan materi energi bunyi secara menarik dan menyenangkan. Hal ini sesuai dengan 100% respon siswa yang berpendapat demikian serta 90% respon siswa menyatakan bahwa materi energi bunyi pada pelajaran IPA dengan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) disampaikan dengan jelas.

Berdasarkan hasil uji hipotesis dengan menggunakan analisis uji independent samples test dengan bantuan software SPSS 19 for windows pada data hasil belajar kelas kontrol dan kelas eksperimen diperoleh signifikansi 0,002 yang lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05). Perbandingan nilai hasil belajar kelas kontrol dan kelas eksperimen diperoleh nilai thitung 3,196 > ttabel 2,04. Hasil ini menunjukkan bahwa Ho ditolak dan sebagai konsekuensinya Ha yang menyatakan ada perbedaan antara hasil belajar kelas kontrol dan kelas eksperimen diterima.

Berdasarkan hasil analisis data di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh antara hasil belajar kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional dengan hasil belajar kelas eksperimen yang diberikan perlakuan berupa pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning), sehingga pengaruh penerapan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Pembelajaran dengan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) menekankan siswa untuk menghubungkan pengetahuannya dengan kehidupan sehari-hari siswa dimana kognitif siswa akan berkembang jika pembelajaran berdasarkan pengalaman siswa. Pernyataan tersebut didukung respon siswa sebesar 83% dan sesuai dengan pernyataan Nurhadi (dalam Rusman:189) bahwa pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

Menurut University of Washington (dalam Trianto 2008:19), bahwa pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) merupakan pengajaran yang memungkinkan siswa untuk menguatkan, memperluas dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik mereka dalam berbagai macam tatanan dalam sekolah dan luar sekolah agar dapat memecahkan masalah di dunia nyata atau masalah yang disimulasikan. Oleh karena itu, pembelajaran dengan pendekatan CTL

(Contextual Teaching and Learning) dapat meningkatkan hasil belajar siswa sehingga siswa dapat tuntas secara individu maupun secara klasikal. Jadi, ketuntasan klasikal siswa kelas eksperimen meningkat sebesar 77% setelah diimplementasikan pembelajaran dengan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) dan siswa yang tuntas sebanyak 27 siswa.

Tes kemampuan berpikir kritis siswa berupa tes tulis berisi lima butir pertanyaan dalam bentuk uraian yang memuat komponen berpikir kritis. Tes diberikan kepada siswa yang bertujuan untuk mendeskripsikan keterampilan berpikir kritis siswa. Dengan demikian, dapat diketahui sejauh mana tingkat keterampilan berpikir kritis yang dimiliki oleh siswa. Indikator keterampilan berpikir kritis yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya yaitu: memfokuskan pertanyaan, menganalisis argumen, menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan atau tantangan, mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi, dan memutuskan suatu tindakan.

Pada soal yang memuat indikator memfokuskan pertanyaan, siswa diminta untuk merumuskan tiga pertanyaan yang sesuai dengan pernyataan yang terdapat pada soal. Pada soal yang memuat indikator menganalisis argument, siswa diminta untuk menganalisis beberapa pendapat sehingga dipilih satu pendapat yang menurutnya benar dan tepat serta diberi alasan yang kuat mengapa memilih pendapat tersebut. Pada soal yang memuat indikator menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan atau tantangan, siswa diminta untuk menjawab pertanyaan “mengapa” dengan disertai teori yang memperkuat jawaban tersebut. Pada soal yang memuat indikator mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi, siswa diminta untuk memberi dan memperkuat alasan dari hasil observasi. Dan yang terakhir pada soal yang memuat indikator memutuskan suatu tindakan, siswa diminta untuk menyeleksi beberapa kriteria untuk membuat solusi dengan disertai alasan yang kuat.

Sebelum menerapkan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) pada pembelajaran IPA materi energi bunyi di kelas eksperimen, peneliti memberikan pretest keterampilan berpikir kritis pada kelas eksperimen. Pada kelas kontrol, di awal pembelajaran juga diberikan pretest keterampilan berpikir kritis. Hasil pengolahan data yang didapat diketahui bahwa pada kelas kontrol diperoleh nilai rata-rata sebesar 51,67 dan diperoleh kriteria tidak kritis sebanyak 8 siswa, kurang kritis sebanyak 16 siswa dan kriteria kritis sebanyak 6 siswa. Sedangkan pada kelas eksperimen diperoleh nilai rata-rata sebesar 50,83 dan diperoleh kriteria tidak kritis sebanyak 10 siswa, kurang kritis sebanyak 15 siswa dan kriteria kritis sebanyak 5 siswa. Hal tersebut

Page 8: PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN CTL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) TERHADAP HASILBELAJAR IPA DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA DI SEKOLAH DASAR

menunjukkan bahwa pada nilai rata-rata pretest keterampilan berpikir kritis pada kedua kelas mencapai kriteria kurang kritis.

Diagram 7 Rata-rata nilai pretest keterampilan berpikir kritis kelas kontrol dan kelas eksperimen

Selain itu, diperoleh persentase kriteria pretest keterampilan berpikir kritis siswa kelas kontrol yaitu pada kriteria tidak kritis sebesar 27%, kriteria kurang kritis sebesar 53% dan kriteria kritis 20%. Di kelas eksperimen pada kriteria tidak kritis sebesar 33%, kriteria kurang kritis sebesar 50% dan criteria kritis 17%. Hal ini dikarenakan materi energi bunyi pada kelas kontrol maupun kelas eksperimen belum pernah diajarkan dan keterampilan berpikir kritis pada materi energi bunyi belum dilatihkan, sehingga nilai rata-rata pretest keterampilan berpikir kritis pada kedua kelas berada pada kriteria kurang kritis.

Diagram 8 Persentase Kriteria Nilai Pretest Keterampilan Berpikir Kritis Siswa

Setelah peneliti menerapkan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) pada pembelajaran IPA materi energi bunyi, peneliti memberikan posttest keterampilan berpikir kritis untuk mengetahui pencapaian keterampilan berpikir kritis siswa pada kelas eksperimen. Pada kelas kontrol, pada akhir pembelajaran juga diberikan posttest untuk mengetahui pencapaian keterampilan berpikir kritis siswa. Hasil pengolahan data yang didapat diketahui bahwa pada kelas kontrol diperoleh nilai rata-rata sebesar 55,83 dan diperoleh kriteria tidak kritis sebanyak 3 siswa, kurang kritis sebanyak 18 siswa dan kriteria kritis sebanyak 9 siswa. Sedangkan pada kelas eksperimen diperoleh nilai rata-rata sebesar 77 dan diperoleh kriteria kurang kritis sebanyak 2 siswa dan kriteria kritis sebanyak 28 siswa.

Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai rata-rata posttest keterampilan berpikir kritis pada kelas kontrol berada pada kriteria kurang kritis dan pada kelas eksperimen berada pada kriteria sangat kritis.

Diagram 9 Rata-rata nilai pretest keterampilan berpikir kritis kelas kontrol dan kelas eksperimen

Selain itu, diperoleh persentase kriteria posttest keterampilan berpikir kritis siswa kelas kontrol yaitu pada kriteria tidak kritis sebesar 10%, kriteria kurang kritis sebesar 60% dan kriteria kritis 30%. Di kelas eksperimen pada kriteria tidak kritis sebesar 0%, kriteria kurang kritis sebesar 7% dan kriteria kritis 93%. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada ketercapaian keterampilan berpikir kritis siswa pada kelas kontrol tergolong “kurang kritis” dan ketercapaian keterampilan berpikir kritis siswa pada kelas eksperimen tergolong “sangat kritis”.

Diagram 10 Persentase Kriteria Nilai Posttest Keterampilan Berpikir Kritis Siswa

Hasil yang didapat menunjukkan bahwa hasil posttest keterampilan berpikir kritis siswa pada kelas eksperimen yang menerapkan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) pada pembelajaran IPA materi energi bunyi lebih tinggi dibandingkan hasil posttest keterampilan berpikir kritis siswa pada kelas kontrol yang tidak menerapkan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) dengan perbandingan sebesar 63%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa nilai keterampilan berpikir kritis siswa pada kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol.

Berdasarkan hasil uji hipotesis dengan menggunakan analisis uji independent samples test dengan bantuan software SPSS 19 for windows pada data keterampilan

Page 9: PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN CTL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) TERHADAP HASILBELAJAR IPA DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA DI SEKOLAH DASAR

berpikir kritis kelas kontrol dan kelas eksperimen diperoleh signifikansi 0,000 yang lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05). Perbandingan nilai keterampilan berpikir kritis kelas kontrol dan kelas eksperimen diperoleh nilai thitung

5,651 > ttabel 2,04. Hasil ini menunjukkan bahwa Ho ditolak dan sebagai konsekuensinya Ha yang menyatakan ada perbedaan antara keterampilan berpikir kritis kelas kontrol dan kelas eksperimen diterima.

Dari data yang sudah didapat, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antara keterampilan berpikir kritis kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional dengan posttest keterampilan berpikir kritis kelas eksperimen yang diberikan treatmen berupa pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning), sehingga pengaruh penerapan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa. Sejalan dengan pendapat Johnson (2006: 216) bahwa CTL melatih anak berfikir kritis menghubungkan sesuatu yang tampak tidak berhubungan sehingga menemukan pola baru dalam berfikir.

Keterampilan berpikir kritis di kelas dapat ditemukan dalam kegiatan berdiskusi kelompok. Dalam hal ini, peneliti berusaha untuk mematangkan keterampilan berpikir kritis sebaik mungkin. Peneliti juga memberikan bimbingan yang intensif dan mengajak siswa untuk mampu berpikir kritis dalam menyelesaikan permasalahan pada soal yang diberikan peneliti berupa lembar kegiatan siswa (LKS). Dalam LKS, peneliti memberikan soal yang dapat melatih siswa untuk berpikir kritis, dimana soal dalam LKS tersebut memuat lima indikator berpikir kritis yang meliputi memfokuskan pertanyaan, menganalisis argumen, menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan atau tantangan, mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi, dan memutuskan suatu tindakan. Selain memuat lima indikator berpikir kritis, soal-soal tersebut juga memuat permasalahan yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut disukung dengan 97% respon siswa berpendapat demikian dan 87% respon siswa berpendapat bahwa LKS yang diberikan dalam kegiatan pembelajaran dengan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) pada materi energi bunyi mudah dipahami.

Dalam kegiatan diskusi, siswa bersama dengan teman sekelompoknya memecahkan masalah yang ada di dalam LKS dan pembelajaran dengan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) memungkinkan siswa untuk menemukan sendiri pengetahuannya, dapat bertanya, membentuk masyarakat belajar sehingga dapat sharing dengan teman sebayanya. Hal ini sesuai dengan 93% respon siswa berpendapat bahwa dengan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) dalam kegiatan

pembelajaran IPA, antara siswa dan guru bisa sharing dengan baik.

Soal-soal yang ada di pretest dan posttest hasil belajar maupun keterampilan berpikir kritis memuat pertanyaan yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Hal ini sesuai pada pernyataan yang diutarakan oleh Blanchard (dalam Trianto 2008:22) bahwa pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) mendorong siswa untuk dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata. Dalam hal ini, siswa merespon positif 87% pembelajaran bermanfaat bagi siswa dan 93% siswa menjawab materi energy bunyi pada pembelajaran IPA dengan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) mudah dipahami. Pernyataan tersebut sesuai dengan pernyataaan Trianto (2008:22) bahwa materi pelajaran akan tambah berarti jika siswa mempelajari materi pelajaran yang disajikan melalui konteks kehidupan mereka, dan menemukan arti di dalam proses pembelajarannya, sehingga pembelajaran akan menjadi lebih berarti dan mudah dipahami.

Pembelajaran CTL memungkinkan peserta didik berpikir kritis menghubungkan antara hal-hal yang berbeda yang telah ada, kemudian membandingkan dengan fenomena-fenomena yang ada di lingkungannya sehingga memunculkan ide atau pandangan yang baru. Hal ini sesuai dengan pernyataan Johnson (2006: 216) mengemukakan bahwa CTL melatih anak berfikir kritis menghubungkan sesuatu yang tampak tidak berhubungan sehingga menemukan pola baru dalam berfikir. Pembelajaran CTL memungkinkan siswa menghubungkan antara hal-hal yang telah dipahaminya dengan fenomena-fenomena yang ada di lingkunganya sehingga menguatkan pemahamannya terhadap suatu permasalahan atau dapat memperoleh pemahaman yang baru dalam suatu permasalahan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) dapat melatih keterampilan berpikir kritis dengan cara menghubungkan pengetahuan yang diperoleh dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

PENUTUPSimpulan1. Hasil pengamatan aktivitas guru pada proses

kegiatan pembelajaran IPA dengan menggunakan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) sudah terlaksana dengan baik. Hal ini terbukti dari rata-rata keterlaksanaan aktivitas guru dari masing-masing pertemuan sebesar 3,77 dengan kategori sangat baik dan 100% terlaksana.

2. Hasil belajar siswa pada kelas eksperimen yang

Page 10: PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN CTL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) TERHADAP HASILBELAJAR IPA DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA DI SEKOLAH DASAR

mendapat perlakuan berupa pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) dengan hasil belajar kelas kontrol yang tidak mendapat perlakuan mengalami perbedaan. Perbedaan nilai hasil belajar siswa pada kedua kelas dengan nilai thitung 3,196 > ttabel 2,04. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengaruh pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) pada mata pelajaran IPA dengan materi energi bunyi mampu meningkatkan hasil belajar siswa.

3. Hasil keterampilan berpikir kritis pada kelas eksperimen yang mendapat perlakuan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) dengan keterampilan berpikir kritis pada kelas kontrol yang tidak mendapat perlakuan mengalami perbedaan. Perbedaan nilai keterampilan berpikir kritis dengan nilai thitung 5,651 > ttabel 2,04. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengaruh pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) pada mata pelajaran IPA dengan materi energi bunyi mampu meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa.

4. Berdasarkan beberapa aspek respon siswa yang diajukan oleh peneliti, maka diperoleh kesimpulan bahwa siswa kelas IV-A SDN Krembung I memberikan respon yang baik terhadap penerapan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) yang digunakan oleh peneliti pada kegiatan belajar mengajar.

Saran1. Pendekatan CTL (Contextual Teaching and

Learning) ini dapat dijadikan altematif dalam proses belajar mengajar agar proses belajar mengajar lebih menarik.

2. Siswa hendaknya dapat berperan aktif dan tidak malu dalam menyampaikan ide atau pendapat pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung serta tetap tertib dan teratur, sehingga pelaksanaan pembelajaran dapat beijalan lancar dan mendapat hasil belajar yang optimal.

3. Dalam melakukan kegiatan pembelajaran hendaknya guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing serta melibatkan siswa secara maksimal dalam penggunaaan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning).

4. Guru hendaknya selalu meningkatkan kemampuan mengelola kelas, antara lain yaitu dalam usaha menekan kejenuhan siswa, membagi perhatian pada siswa yang kurang dalam belajar serta membagi waktu dengan baik dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.

5. Untuk penelitian yang akan dilakukan selanjutnya.

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan bagi peneliti lain dan kiranya perlu dilakukan penelitian sejenis dengan cakupan mata pelajaran berbeda yang disinyalir menghadapi permasalahan serupa, sehingga dapat diketahui sejauh mana efektifitas pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) untuk meningkatkan hasil belajar dan keterampilan berpikir kritis siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2009. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

Arikunto,Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD/MI. Depdiknas: Dirjen dikti

Gasya, Dyoty. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran ARIAS (Assurance, Revelance, Interest, Assessment, Satisfaction) untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Kemampuan Berpikir Kreatif pada Mata Pelajaran IPA Kelas V SDN 2 Jenangan Ponorogo. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya

Johnson, Elaine B. 2010. Contextual Teaching and Learning. Terjemahan Ibnu Setiawan. Bandung: Kaifa

Julianto, dkk. 2011. Teori dan Implementasi Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surabaya: Unesa University Press

Kemdikbud. 2014. Buku Tematik Terpadu Kurikulum 2013: Indahnya Kebersamaan. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud

Margono. 2007. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

Putra, Sitiatava. 2013. Desain Belajar Mengajar Kreatif Berbasis Sains. Jogjakarta: Diva Press

Qurnaini, Ima. 2013. Implementasi Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam Pembelajaran IPA Terpadu untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VIII pada Tema Rokok di SMP Negeri 2 Ngoro. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya

Robithoh, Een Nur. 2014. Penerapan Pembelajaran IPA Terpadu Topik Minuman Isotonik Melalui Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk Melatih Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas VIII. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya

Rositawaty. 2008. Senang belajar Ilmu Pengetahuan Alam 4. : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional

Page 11: PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN CTL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) TERHADAP HASILBELAJAR IPA DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA DI SEKOLAH DASAR

Rusman. 2012. Model-model Pembelajaran. Jakarta: Rajagrafindo Persada

Samatowa, Usman. 2011. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Jakarta: Indeks

Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran. Bandung: Prenada Media

Sudjana, Nana. 2011. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Sufren dan Natanael, Yonathan. 2014. Belajar Otodidak SPSS Pasti Bisa. Jakarta: PT Elex Media Komputindo

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta

Sulistyanto, dkk. 2008. Ilmu Pengetahuan Alam 4 untuk SD dan MI Kelas IV. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional

Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Surya, Hendra. 2011. Strategi Jitu Mencapai Kesuksesan Belajar. Jakarta: PT Elex Media Komputindo

Trianto, 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka

Trianto. 2008. Mendesain Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) di Kelas. Surabaya: Cerdas Pustaka

Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: PT Bumi Aksara.