Upload
others
View
19
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
PENGARUH PENERAPAN MODEL GENERATIVE LEARNING
TERHADAP CIVIC KNOWLEDGE SISWA PADA KOMPETENSI DASAR
MENJELASKAN HAKIKAT KEMERDEKAAN MENGEMUKAKAN
PENDAPAT PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 10 SURAKARTA
TAHUN AJARAN 2014/2015
ARTIKEL JURNAL
Oleh :
INTAN ELVANDARI
NIM. K6411032
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015
2
3
PENGARUH PENERAPAN MODEL GENERATIVE LEARNING
TERHADAP CIVIC KNOWLEDGE SISWA PADA KOMPETENSI DASAR
MENJELASKAN HAKIKAT KEMERDEKAAN MENGEMUKAKAN
PENDAPAT PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 10 SURAKARTA
TAHUN AJARAN 2014/20151
Intan Elvandari2
Abstract: This research aimed to find out whether or not there was a significant
effect of Generative Learning model on students’ civic knowledge in basic
competency of explaining the essence freedom of speech in the 7th
graders of SMP
Negeri 10 Surakarta. The methods of collecting data used were objective test,
observation, and document analysis. The analytical prerequisite test used
included normality and homogeneity tests. Technique analyzing data used was
quantitative data with t-test analysis. Considering the result of research, the mean
score of civic knowledge objective test was 82.9 for the students in experiment
group and 72.1 for those in control group. The result of t-test at significance level
of 5% showed degree of freedom (df = 30 + 30 – 2 = 58) with t table = 2,0017
and the result of data analysis showed tstatistic > ttable or 7,4688 > 1.1992 so that
Ho was not supported and Ha was supported. From the elaboration above, it
could be concluded that there was a significant effect of Generative Learning
model on students’ civic knowledge in basic competency of explaining the essence
freedom of speech in the 7th
graders of SMP Negeri 10 Surakarta in the school
year of 2014/2015).
Keywords: Generative Learning, Civic Knowledge of students
PENDAHULUAN
Merujuk pada pendapat Margaret Stimmann Branson (1999:7), bahwa
pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan partisipasi warga negara yang
bermutu dan bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan masyarakat baik
tingkat lokal, negara bagian, dan nasional adalah civic education (pendidikan
kewarganegaraan). Ketentuan tersebut dipertegas dalam Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standari Isi
1 Skripsi Program Sarjana Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
2 Mahasiswa Prodi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, FKIP UNS
4
Pendidikan dasar dan menengah yang menyatakan bahwa, “Pendidikan
Kewarganegaraan dipandang sebagai mata pelajaran yang memfokuskan pada
pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak
dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil,
dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945”
Dalam tataran praktik di lapangan, upaya untuk mewujudkan pendidikan
yang berkualitas seperti fungsi yang tertera dalam Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional diperlukan adanya suatu kebijaksanaan dari guru yang
disesuaikan dengan mata pelajaran yang ada. Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) sebagai upaya perbaikan Kurikulum Berbasis Kompetensi
menghendaki pembelajaran tidak hanya pada tataran hafalan teori, konsep, dan
fakta tetapi juga aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu, guru harus
bijaksana dalam memilih model pembelajaran yang akan diterapkan disesuaikan
dengan situasi kelas sehingga dapat menciptakan suatu proses belajar mengajar
yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan. Pendapat diatas seperti
yang diungkapkan oleh Sanjaya (2009:30) bahwa, “Guru memiliki tiga peran
utama untuk meningkatkan proses pembelajaran yakni peran sebagai perencana
pembelajaran, peran sebagai pengelola pembelajaran, dan peran sebagai penilai
keberhasilan belajar siswa”.
Oleh karena itu model pembelajaran dapat dikatakan sebagai komponen
yang penting dalam kegiatan belajar mengajar. Pada umumnya aktivitas belajar di
sekolah lebih dominan guru yang berperan lebih aktif dibandingkan dengan
siswanya, sehingga siswa terlihat lebih pasif pada saat pembelajaran. Hal tersebut
mengakibatkan proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan kurang bisa
diminati oleh siswa. Dalam kegiatan belajar mengajar untuk mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan pun guru belum berani untuk berinovasi dan
pemikiran guru terkadang masih statis serta tidak mengikuti perkembangan yang
ada.
Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 10 Surakarta dalam praktik
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dilaksanakan berdasarkan tiga
5
komponen yaitu pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), watak
kewarganegaraan (civic disposition), dan keterampilan kewarganegaraan (civic
skill). Berdasarkan pengamatan awal yang dilakukan dalam proses pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan di SMP Negeri 10 Surakarta, menunjukkan bahwa
kemampuan guru dalam mengembangkan model-model pembelajaran yang dapat
meningkatkan praktik pembelajaran di sekolah sangat terbatas. Guru lebih banyak
menanamkan konsep-konsep Pendidikan Kewarganegaraan melalui transfer
informasi dan pemberian contoh-contoh yang cenderung dihafal siswa, sehingga
tidak mendukung pembentukan konsepsi yang benar. Hal ini dapat mengakibatkan
terjadinya miskonsepsi yang dapat menghambat pemahaman konsep selanjutnya.
Pra konsepsi siswa yang pada umumnya bersifat miskonsepsi secara terus
menerus dapat mengganggu pembentukan konsepsi ilmiah. Di samping itu, jika
guru kurang memperhatikan pengetahuan awal (prior knowledge) siswa sebelum
mengajarkan konsep-konsep baru maka bekas-bekas pengetahuan awal atau
miskonsepsinya akan dapat menimbulkan kesulitan belajar.
Di SMP Negeri 10 Surakarta telah ditetapkan bahwa batas Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) adalah 73. Pada nilai ulangan harian siswa kelas VII
masih terdapat banyak siswa yang memiliki nilai di bawah KKM. Salah satu
contohnya yakni hasil ulangan harian kelas VII F Pada Kompetensi Dasar
Kedudukan Pembukaan UUD, dari jumlah siswa sebanyak 30 anak yang
mendapatkan nilai diatas KKM hanya sebanyak 10 siswa. Hal ini tentu saja
membuktikan bahwa penguasaan atau pemahaman siswa terhadap materi
pembelajaran masih rendah. Sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan
peneliti dalam pra penelitian bahwa menurut sebagian siswa mengatakan bahwa
pelajaran PKn itu membosankan dan siswa mengalami kesulitan dalam
memahami materi.
Berdasarkan masalah tersebut penulis memberikan pemecahan masalah
terkait pembentukan konsepsi pemahaman pengetahuan bagi siswa dengan
menggunakan model generative learning. Wittrock dalam Hulukati (2005:25)
menyatakan bahwa “Model pembelajaran generatif merupakan suatu model
pembelajaran tentang bagaimana seorang siswa membangun pengetahuan dalam
6
pikirannya, seperti membangun ide tentang suatu fenomena”. Miftahul Huda
(2014:309) mendefinisikan bahwa “Pembelajaran generative merupakan salah
satu model pembelajaran yang berusaha menyatukan gaggasan-gagasan baru
dengan skema pengetahuan yang telah dimilikisiswa. Penelitian kognitif telah
menunjukkan bahwa siswa umumnya lebih nyaman dalam lingkungan belajar
yang generatif dan bahwa pembelajaran ini dapat membantu siswa menciptakan
submasalah-submasalah, subtujuan-subtujuan, dan strategi-strategi untuk
mencapai tugas yang lebih besar”. Menurut Miftakhul Huda (2014:305)
menyatakan bahwa kelebihan pembelajaran generative antara lain, “(1)
Pembelajaran generatif memberikan peluang kepada siswa untuk belajar secara
kooperatif, (2) Merangsang rasa ingin tahu siswa, (3) Pembelajaran generatif
untuk meningkatkan kataerampilan proses, (4) Meningkatkan aktifitas belajar
siswa, di antaranya dengan bertukar fikiran dengan siswa yang lainnya, menjawab
pertannyaan dari guru, serta berani tampil untuk mempresentasikan hipotesisnya.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melalukan penelitian
tentang ada tidaknya pengaruh model pembelajaran Generative Learning terhadap
civic knowledge siswa. Dalam penelitian ini peneliti mengambil judul penelitian
“Pengaruh Penerapan Model Generative Learning Terhadap Civic Knowledge
Siswa Pada Kompetensi Dasar Menjelaskan Hakikat Kemerdekaan
Mengemukakan Pendapat Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 10 Surakarta”.
Secara garis besar tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam kegiatan
penelitian ini adalah untuk mengetahui “Ada tidaknya pengaruh model
pembelajaran Generative Learning Terhadap Civic Knowledge Siswa Pada
Kompetensi Dasar Menjelaskan Hakikat Kemerdekaan Mengemukakan
Pendapat”.
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan
pembaca pada umumnya baik secara teoritis maupun praktis. Hasil penelitian ini
diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan bagi
perkembangan ilmu pengetahuan sosial khususnya ilmu kewarganegaraan dan
7
bagi masyarakat pada umumnya. Dapat dijadikan sebagai bahan pembanding,
pertimbangan dan pengembangan bagi penelitian yang selanjutnya yang
relevan.
2. Manfaat Praktis
Memberikan masukan kepada pihak sekolah pada umumnya dan guru
mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada khususnya, mengenai
pemilihan model generative learning terhadap civic knowledge siswa. Dengan
digunakannya model generative learning dalam kegiatan belajar mengajar,
diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar siswa.
METODE PENELITIAN
Sesuai dengan judul penelitian, penulis melakukan penelitian yang
berlokasi di SMP Negeri 10 Surakarta yang terletak di Jl. Kartini No. 12
Surakarta. Desain dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian
kuantitatif, Sugiyono (2013: 23) menyatakan bahwa “Metode kuantitatif karena
data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik”. Dalam
penelitian ini menggunakan desain eksperimen yang berupa Quasi Experimental
Design yaitu dengan model Posttest Only Control Design. Dalam desain ini
terdapat dua kelompok yaitu kelompok pertama diberi perlakuan (X) dan
kelompok lain tidak.
Dalam penelitian kuantitatif, keberadaan populasi dan sampel tidak dapat
dihindarkan. Populasi dan sampel sebagai sumber utama untuk memperoleh data
yang dibutuhkan dari fenomena yang kita teliti. Sugiyono (2013:117)
mengemukakan bahwa “Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas:
obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Riduwan
(2012:8) mengatakan bahwa “Sampel adalah bagian dari populasi yang
mempunyai ciri-ciri atau keadaan tertentu yang akan diteliti”. Pengambilan
sampel dipilih dua kelas, satu kelas untuk eksperimen model Generative Learning
dan satu kelas sebagai kelas kontrol, pada masing-masing kelas terdapat 30 siswa.
8
Sebagai wakil dari populasi maka sampel harus benar-benar dapat mewakili.
Sampel dalam penelitian ini diambil dengan teknik Cluster Sampling.
Variabel penelitian kuantitatif biasanya terdiri dari 2 macam yaitu variabel
bebas (variabel x) dan variabel terikat (variabel y). Variabel dalam penelitian ini
adalah:
a. Variabel Bebas (independent variabel): model pembelajaran Generative
Learning (X).
b. Variabel Terikat (dependent variabel): Civic Knowledge siswa dalam
Kompetensi Dasar Menjelaskan Hakikat Kemerdekaan Mengemukakan
Pendapat (Y).
Teknik penyusunan instrumen guna memperoleh data dapat dilakukan
dengan cara:
a. Dokumentasi
Dalam teknik dokumentasi peneliti melakukan telaah kepustakaan dan
content analysis. H.B Sutopo (2002:69) berpendapat bahwa “Mencatat
dokumen disebut juga content analysis bukan hanya sekedar mencatat isi
penting yang tersurat dalam dokumen atau arsip tetati juga tentang maknanya
yang tersirat”. Kegiatan pengumpulan data secara dokumentasi dilakukan
melalui analisis terdapat lembar Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
b. Observasi
Mengenai pengertian observasi Sugiyono (2013:203) menyatakan
bahwa “Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri yang
spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan
kuesioner. Kalau wawancara dan kuesioner selalu berkomunikasi dengan
orang, maka observasi tidak terbatas pada orang, tetapi juga obyek-obyek
alam yang lain”. Kegiatan pengumpulan data secara observasi dilakukan
melalui lembar observasi terhadap penerapan model pembelajaran Generative
Learning pada kompetensi dasar menjelaskan hakikat kemerdekaan
mengemukakan pendapat pada kelas VII SMP Negeri 10 Surakarta.
c. Tes
9
Suharmini Arikunto (2013:193) mendefinisikan bahwa ”Tes adalah
serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk
mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat
yang dimiliki oleh individu atau kelompok”. Tes yang digunakan adalah tes
objektif yang digunakan untuk mengukur civic knowledge siswa pada
kompetensi dasar menjelaskan hakikat kemerdekaan mengemukakan
pendapat.
Hassan Suryono (2014:92) menyatakan bahwa “Di dalam menggunakan
teknik statistik sebagai alat analisis data, apakah itu teknik analisis korelasi, T-test
dan ANAVA maupun Regresi terdapat persyaratan yang harus dipenuhi”. Dalam
penelitian ini teknik analisisnya menggunakan persyaratan uji T. Test. Uji
prasyarat analisis yang digunakan adalah uji normalitas dan uji homogenitas.
Hassan Suryono (2014:79) menyatakan bahwa “Uji normalitas dimaksudkan
untuk mengetahui apakah sampel diambil dari distribusi normal atau tidak”.
Sedangkan uji homogenitas digunakan untuk mengetahui kesamaan varians
kelompok sampel.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini membahas tentang pengaruh model pembelajaran Generative
Learning terhadap civic knowledge siswa. Variabel dalam penelitian ini adalah
model pembelajaran Generative Learning sebagai variabel bebas dan civic
knowledge siswa pada Kompetensi Dasar menjelaskan hakikat kemerdekaan
mengemukakan pendapat.
a. Data Mengenai Model Pembelajaran Generative Learning
1) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti terlebih dahulu
menyusun RPP untuk merancang kegiatan pembelajaran yang akan
dilakukan. Dokumentasi dilakukan dengan melakukan analisis terhadap
lembar Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang juga dinilai oleh
dua orang pengamat.
10
Hasil analisis dokumentasi RPP yang telah dilakukan oleh
pengamat kemudian memperoleh skor 93,75 dari pengamat 1, sedangkan
dari pengamat 2 yaitu 91,66. Selanjutnya skor yang telah diperoleh dari
dua pengamat dirata-rata sehingga diperoleh skor 92,705 atau dapat
dikatakan bahwa lembar Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) di
kelas eksperimen (VII F) dibuat oleh peneliti dengan sangat baik dan
sesuai dengan model pembelajaran Generative Learning.
2) Pelaksanaan Penelitian
Selain menggunakan instrumen Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran, untuk variabel Model Generative Learning juga
menggunakan instrumen penunjang yaitu lembar observasi.
Hasil observasi yang telah dilakukan oleh pengamat kemudian
memperoleh skor 80 dari pengamat 1, sedangkan dari pengamat 2 yaitu
82,5. Selanjutnya skor yang telah diperoleh dari dua pengamat dirata-rata
sehingga diperoleh skor 81,25 atau dapat dikatakan bahwa proses
pembelajaran di kelas eksperimen (VII F) dengan model pembelajaran
Generative Learning berjalan dengan baik.
b. Data Civic Knowledge Siswa Pada Kompetensi Dasar Menjelaskan Hakikat
Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat
1) Tes Civic Knowledge Siswa Kelas Eksperimen
Dari hasil perhitungan data Civic Knowledge siswa pada kelas
eksperimen diperoleh skor terendah 76 dan skor tertingi 94. Mean data
tersebut adalah 83,9, median 82, dan modus 79. Rentang nilai diperoleh
15, banyak kelas 5,8744 yang kemudian dibulatkan menjadi 6, panjang
kelas 2,5 yang kemudian dibulatkan menjadi 3, dan standar devisiasi 4,73.
2) Tes Civic Knowledge Siswa Kelas Kontrol
Sedangkan hasil perhitungan data Civic Knowledge siswa pada
kelas kontrol diperoleh skor terendah 61 dan skor tertinggi 82. Mean dari
data tersebut 71,83, median 70, dan modus 67. Rentang nilai diperoleh 21,
banyak kelas 5,874 yang kemudian dibulatkan menjadi 6, panjang kelas
11
3,5 yang kemudian dibulatkan menjadi 4, serta diperoleh standar deviasi
5,97.
Sebelum melakukan analisis variansi untuk menguji hipotesis penelitian,
terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis yang meliputi uji normalitas dan
uji homogenitas. Berikut ini adalah uji prasyarat analisis yang meliputi:
1) Uji Normalitas
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh
berasal dari populasi yang normal atau tidak. Uji normalitas ini
menggunakan uji Chi Kuadrat. Hasil uji normalitas dengan taraf
signifikansi 0,05 pada masing-masing kelas.
Tabel 1. Hasil Uji Normalitas Tes Civic Knowledge Siswa Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol
Kelas Harga χ2
hitung Harga χ2
tabel
Eksperimen 2,733 7,815
Kontrol 3,12 7,815
Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal jika χ2
hitung
< χ2
tabel. Harga χ2
hitung pada masing-masing variabel dan kelas di atas lebih
kecil dari χ2
tabel sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel dalam
penelitian berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
2) Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah beberapa
varian populasi adalah sama atau tidak. Uji Homogenitas yang digunakan
adalah uji Bartlet dengan taraf signifikansi 5%. Berdasarkan hasil uji
homogenitas yang dilakukan antara data civic knowledge siswa kelas
eksperimen dan civic knowledge siswa kelas kontrol diperoleh nilai
sebesar χ2 hitung = 2,417 sedangkan maka nilai χ
2 tabel =
3,841. Hal ini menunjukkan bahwa χ2 hitung = 2,417 < χ
2 tabel = 3,841 maka
Ho diterimadan Ha ditolak, artinya harga varians masing-masing kelompok
adalah homogen. Jadi dapat disimpulkan variansi populasi kedua
kelompok bersifat homogen karena χ2 hitung lebih kecil daripada χ
2 tabel.
Setelah melakukan uji prasyarat analisis, langkah selanjutnya adalah
melakukan uji hipotesis. Uji hipotesis dilakukan setelah uji prasyarat analisis
12
terpenuhi. Untuk mengetahui uji hipotesis analisis data yang digunakan adalah
uji-T.
Tabel 2. Rangkuman Hasil Analisis Uji-T
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol thitung
N Mean SD N Mean SD
30 82,9 6,359 30 72,1 4,736 7,4688
Berdasarkan hasil perhitungan di atas untuk perbandingan civic knowledge
siswa antara kelas kontrol dan kelas eksperimen, keputusan uji hasil analisis data
dengan menggunakan uji-t dengan taraf signifikansi 5% diperoleh thitung sebesar
7,4688 sedangkan ttabel sebesar 2,0017 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima karena
thitung > ttabel atau 7,4688 > 2,0017. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan antara
yang menggunakan model Generative Learning dengan model konvensional,
dimana hasil dari kelompok eksperimen yang menggunakan model pembelajaran
Generative Learning memiliki rata-rata yang lebih tinggi dibandikan dengan kelas
kontrol yang menggunakan model konvensional atau 82,9 > 72,1, sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pada penerapan model
pembelajaran Generative Learning Terhadap Civic Knowledge Siswa Pada
Kompetensi Dasar Menjelaskan Hakikat Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat.
Penerapan model Generative Learning dilakukan karena model
pembelajaran generatif merupakan model pembelajaran yang menekankan pada
pengintegrasian secara aktif pengetahuan baru dengan menggunakan pengetahuan
yang sudah dimiliki siswa sebelumnya. Pengetahuan baru itu akan diuji dengan
cara menggunakannya dalam menjawab persoalan yang terkait. Jika pengetahuan
baru itu berhasil menjawab persoalan yang terkait, maka pengetahuan baru itu
akan disimpan dalam memori jangka panjang. Hal tersebut sejalan dengan
pendapat Bloom yang mengatakan pemahaman konsep adalah kemampuan
menangkap pengertian-pengertian seperti mampu mengungkapkan suatu materi
yang disajikan kedalam bentuk yang lebih dipahami, mampu memberikan
interpretasi, dan mampu mengaplikasikannya. Pemahaman konsep sangat
diperlukan bagi siswa yang sudah mengalami proses belajar. Pemahaman konsep
yang dimiliki oleh siswa dapat digunakan untuk menyelesaikan suatu
permasalahan yang ada kaitan dengan konsep yang dimiliki. Dalam pemahaman
13
konsep siswa tidak hanya sebatas mengenal tetapi siswa harus dapat
menghubungkan satu konsep dengan konsep lain.
Aplikasi penggunaan model pembelajaran ini, yaitu menggunakan
kelompok kecil supaya siswa bekerja sama dan dapat bertanggung jawab pada
tugas yang siswa pegang. Dalam kelompok pembelajaran generatif, siswa
diberikan tugas untuk mencari hal-hal yang perlu siswa ketahui dalam kompetensi
dasar menjelaskan hakikat kemerdekaan mengemukakan pendapat, kemudian
siswa mendiskusikannya dengan kelompok masing-masing dan saling
memberikan ide, gagasan, dan pendapatnya, lalu siswa mendiskusikan untuk
menarik kesimpulan dari apa yang telah siswa pelajari. Hal ini sejalan dengan
pengertian model pembelajaran generatif menurut Grouws yang berpandangan
bahwa dalam pembelajaran siswa berpartisipasi aktif dalam membangun konsep-
konsep dengan kemampuannya sendiri melalui proses pembentukan mental
sehingga konsep itu terbangun menjadi konsep baru.
Kegiatan dimulai dengan melakukan kegiatan pelajaran di kelas kontrol
pada tanggal 1 April 2015 dan pada kelas eksperimen pada tanggal 4 April 2015
saat jam pelajaran tujuh dan delapan untuk kelas VII D sebagai kelas kontrol dan
jam pelajaran pertama dan kedua untuk kelas VII F sebagai kelas eksperimen.
Pembelajaran di kelas VII D sebagai kelas kontrol dilaksanakan dengan model
pembelajaran konvensional. Langkah-langkah kegiatan pelajaran dengan model
konvensional adalah sebagai berikut: 1) Apersepsi (pembukaan), 2) Kegiatan inti
berupa penyampaian materi pelajaran, 3) Penutup berupa kegiatan penyimpulan.
Pada kegiatan pelajaran di kelas kontrol, peneliti melakukan kontrol secara penuh
saat kegiatan pelajaran berlangsung. Siswa mendengarkan penjelasan materi
kemudian melakukan kegiatan diskusi mengenai materi yang telah disampaikan,
setelah itu siswa mengumpulkan hasil diskusi kepada peneliti. Pada kegiatan
penutup, peneliti memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyipulkan
kegiatan yang telah dilakukan, tetapi karena tidak ada respon dari siswa maka
peneliti menyimpulkan sendiri kegiatan yang telah dilakukan.
Kegiatan pembelajaran di kelas VII F sebagai kelas eksperimen
menggunakan model Generative Learning. Penelitian dilakukan pada hari sabtu 4
14
April 2015 dan 18 April 2015 pada jam pelajaran pertama dan kedua, kemudian
pada hari sabtu berikutnya pada jam pelajaran pertama.
Model Generative Learning memiliki lima langkah pembelajaran yang
meliputi: tahap orientasi, tahap pengumpulan ide, tahap tantangan dan
restrukturisasi, tahap penerapan, dan tahap melihat kembali.
Berikut ini langkah-langkah pembelajaran dengan model Generative
Learning: 1) Apersepsi dengan pemberian motivasi, tanya jawab, penyampaian
tujuan pembelajaran 2) Kegiatan inti yang meliputi penyampaian materi pelajaran,
tahap orientasi (siswa diminta untuk mengaitkan materi dengan pengalaman
sehari-hari), tahap pengumpulan ide (siswa diminta untuk mengemukakan
pendapat mereka mengenai ide-ide sesuai dengan materi), tahap tantangan atau
restrukturisasi(siswa diminta untuk membandingkan pendapatnya dengan
kelompok lain), tahap penerapan (siswa diberi pertanyaan dan diminta untuk
menjawab sesuai dengan konsep yang telah dipelajari), tahap melihat kembali
(siswa diminta untuk mengevaluasi konsep lama mereka) 3) Penutup yang
meliputi kegiatan merangkum dan menyimpulkan kegiatan yang telah
dilaksanakan, serta memberikan tes objektif kepada siswa. Kelebihan model
Generative Learning diantaranya dapat merangsang rasa ingin tahu siswa, dapat
meningkatan aktifitas belajar siswa diantaranya dengan bertukar pikiran dengan
siswa lain ataupun menjawab pertanyaan dari guru. Model Generative Learning
juga memiliki kekurangan yaitu kemunginan terjadinya miskonsepsi bagi siswa
apabila bimbingan dan evaluasi konsep dari guru kurang tepat.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada data lapangan dan hasil analisis yang telah dibahas
dalam sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa adanya pengaruh dalam
penerapan model Generative Learning terhadap Civic Knowledge siswa Kelas
VII di SMP Negeri 10 Surakarta Tahun Ajaran 2014/2015 yang dibuktikan
dengan adanya perbedaan rerata antara kelas eksperimen yang menggunakan
model Generative Learning lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol
yang menggunakan model konvensional. Hal ini dapat ditunjukkan dari hasil
15
perhitungan dengan uji-t dengan taraf signifikansi 5% diperoleh thitung > ttabel
atau 7,4688 > 2,0017 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Kelas yang diajar
dengan menggunakan model pembelajaran Generative Learning lebih baik
dibandingkan dengan kelas yang diajar dengan model pembelajaran
konvensional yang dibuktikan dengan nilai rerata hasil tes kelas eksperimen
lebih tinggi dari kelas kontrol atau 82,9 > 72,1.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi yang telah dikemukakan
diatas, maka peneliti menyampaikan saran-saran sebagai berikut:
1. Bagi Guru
Guru diharapkan untuk terus memperdalam pengetahuan dan
kemampuan tentang model-model pembelajaran yang tepat. Guru adalah
pelaksana dan kunci keberhasilan kurikulum di kelas. Oleh karena itu,
hendaknya guru mampu mengembangkan dan membuat variasi model
pembelajaran dikelas, sehingga proses pembelajaran tidak membosankan dan
dapat menarik perhatian siswa untuk lebih aktif selama proses pembelajaran
berlangsung.
2. Bagi Sekolah
Lingkungan sekolah sangat besar dampaknya terhadap perkembangan
siwa, sehingga disarankan kepada pihak sekolah untuk memotivasi guru untuk
terus mengembangkan model-model pembelajaran yang variatif dan sebisa
mungkin pihak sekolah memfasilitasi guru dalam penerapan model-model
pembelajaran inovatif.
3. Bagi Peneliti Lain
Berdasarkan hasil refleksi yang telah dilakukan dalam kegiatan
penelitian ini, masih terdapat beberapa kekurangan diantaranya kurang
meratanya partisipasi siswa dalam kegiatan diskusi. Untuk itu disarankan pada
peneliti lain yang ingin melakukan penelitian terkait dengan pengaruh
penerapan model pembelajaran Generative Learning terhadap Civic
Knowledge siswa pada kompetensi dasar Menjelaskan Hakikat Kemerdekaan
Mengemukakan Pendapat hendaknya ditindaklanjuti dengan memperhatikan
16
kekurangan diatas dengan menerapkan metode diskusi yang lain yang dapat
meratakan partisipasi siswa dan dapat melakukan penerapan model
pembelajaran Generative Learning terhadap kompetensi dasar PKn yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. (2013). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Branson. Margaret (1999). Belajar Civic Education. (Terj. Syafruddin, dkk).
Yogyakarta: LKIS dan TAF.
Huda, Miftahul. (2014). Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran : Isu-Isu
Metodis dan Paradigmatis, Jogyakarta : Pustaka Pelajar.
Hulukati. (2005). Mengembangkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan
Masalah Matematika Siswa SMP melalui Model Pembelajaran Generatif.
Bandung: Disertasi UPI.
Riduwan. (2012). Skala Pengukuran Variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sanjaya, Wina. (2009). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Sutopo, H.B. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta..
Suryono, Hassan. (2014). Statistik: Pedoman, Teori, dan Aplikasi. Surakarta:
UNS Press.
17