Upload
lythien
View
234
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH PEMBERIAN SALEP EKSTRAK DAUN
BINAHONG (Anredera cordifolia (TENORE) STEENIS)
TERHADAP REDUKSI LUAS PERMUKAAN LUKA
BAKAR PADA TIKUS Sprague dawley
(Studi Pendahuluan Lama Paparan Luka Bakar 30 Detik
dengan Plat Besi)
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN
OLEH :
Asmie Utamy Asfar
NIM: 1111103000065
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1435 H/2014 M
i
PENGARUH PEMBERIAN SALEP EKSTRAK DAUN
BINAHONG (Anredera cordifolia (TENORE) STEENIS)
TERHADAP REDUKSI LUAS PERMUKAAN LUKA
BAKAR PADA TIKUS Sprague dawley
(Studi Pendahuluan Lama Paparan Luka Bakar 30 Detik
dengan Plat Besi)
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN
OLEH :
Asmie Utamy Asfar
NIM: 1111103000065
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1435 H/2014M
ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang ditujukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 19 September 2014
Asmie Utamy Asfar
iii
PENGARUH PEMBERIAN SALEP EKSTRAK DAUN
BINAHONG (Anredera cordifolia (TENORE) STEENIS)
TERHADAP REDUKSI LUAS PERMUKAAN LUKA BAKAR
PADA TIKUS Sprague dawley
(Studi Pendahuluan Lama Paparan Luka Bakar 30 Detik dengan
Plat Besi)
Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan memperoleh Gelar Sarjana
Kedokteran (S.Ked)
Oleh
Asmie Utamy Asfar
NIM: 1111103000065
Pembimbing 1 Pembimbing 2
Rr. Ayu Fitri Hapsari, M.Biomed dr. Dyah Ayu Woro, M. Biomed
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1435 H/2014 M
iv
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Penelitian berjudul PENGARUH PEMBERIAN SALEP EKSTRAK
DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (TENORE) STEENIS)
TERHADAP REDUKSI LUAS PERMUKAAN LUKA BAKAR PADA
TIKUS Sprague dawley (Studi Pendahuluan Lama Paparan Luka Bakar 30
Detik dengan Plat Besi) oleh Asmie Utamy Asfar (NIM: 1111103000065), telah
diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada 9
September 2014. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) pada Program Studi Pendidikan
Dokter.
Jakarta, 9 September 2014
DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang
Rr. Ayu Fitri Hapsari, M.Biomed
Pembimbing 1 Pembimbing 2
Rr. Ayu Fitri Hapsari, M.Biomed dr. Dyah Ayu Woro, M. Biomed
Penguji 1 Penguji 2
dr. Devy Ariany, M.Biomed dr. Flori Ratna Sari, Ph.D
PIMPINAN FAKULTAS
Dekan FKIK UIN Kepala PSPD FKIK UIN
Prof. Dr (hc). dr. M.K Tadjudin, Sp. And dr. Witri Ardini, MGizi, SpGK
v
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalammu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya, serta salawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian
dengan berbagai revisi dan tepat pada waktunya. Proses penyelesaian laporan
penelitian ini pun dapat berjalan lancar karena adanya dukungan, bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Prof. Dr (hc). dr. M.K Tadjudin,Sp. And selaku Dekan FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Witri Ardini, M. Gizi, Sp.GK selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Rr Ayu Fitri Hapsari, M.Biomed selaku pembimbing satu yang telah banyak
meluangkan waktu, pikiran dan tenaga untuk selalu memberikan masukan
dan mengarahkan penulis dalam menyusun dan menyelesaikan laporan
penelitian ini.
4. dr. Dyah Ayu Woro, M. Biomed selaku pembimbing dua yang telah
memberikan arahan dan masukan dalam penentuan judul penelitian dan
banyak mencurahkan waktu, pikiran dan tenaga dalam menyusun dan
menyelesaikan laporan penelitian ini.
5. dr. Devy Ariany, M.Biomed dan dr. Flori Ratnasari, Ph.D selaku penguji
sidang.
6. dr. Flori Ratnasari, PhD selaku penanggung jawab modul riset yang selalu
membimbing selama modul riset berlangsung dan selalu memberikan pesan-
pesan agar proses penyusunan berjalan tepat waktu.
vi
7. Kedua orangtua yang selalu mendukung baik secara psokologis dan materi
selama proses menempuh pendidikan di pendidikan dokter dan selalu
menemani dengan segala nasihat dan perhatiannya.
8. Ibu Rr. Ayu Fitri Hapsari, M. Biomed selaku PJ Laboratorium Histologi, Ibu
Nurlaely, M. Biomed selaku PJ Laboratorium Animal House, dr. Ahmad
Azwar Habibi, M.Biomed selaku PJ Laboratorium Anatomi dan dr. Nurul
Hiedayati, PhD selaku PJ Laboratorium Farmakologi yang telah memberikan
izin untuk menggunakan laboratorium.
9. Mbak Dina, Mas Rachmadi, Mas Pandji, Mas Manaf dan laboran-laboran
yang lain telah memberikan bantuan kepada penulis selama proses
pengambilan data.
10. Pihak-pihak lembaga luar yaitu Pusat Konservasi Tumbuhan–Kebun Raya
Bogor Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang telah bersedia
memberikan surat determinasi, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat
yang telah bersedia melakukan ekstraksi, iRATco Animal Facility and
Modeling Provider yang telah menyediakan hewan coba, dan Toko Obat
Herbal Palmerah yang telah menyediakan sampel daun binahong.
11. Teman-teman satu kelompok penelitian, Syifa, Seflan, Farah dan Audi yang
selalu bekerja sama dan memberikan dukungan selama melakukan penelitian
ini.
12. Kepada Raditia Adi Agung yang telah memberikan bantuan untuk menjadi
editor dalam penulisan laporan penelitian ini.
13. Teman-teman, kakak-kakak dan adik-adik di PSPD dan teman-teman lain
yang penulis kenal namun tidak bisa semua disebutkan.
Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik dari berbagai pihak sangat penulis
harapkan. Demikian laporan penelitian ini, semoga dapat bermanfaat.
Wassalaamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ciputat, 15 April 2014
Penulis
vii
ABSTRAK
Asmie Utamy Asfar. Program Studi Pendidikan Dokter. Pengaruh Pemberian
Salep Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) Terhadap
Reduksi Luas Permukaan Luka Bakar Pada Tikus Sprague Dawley (Studi
Pendahuluan Lama Paparan Luka Bakar 30 Detik dengan Plat Besi). 2014
Luka bakar merupakan masalah kesehatan dunia. Binahong (Anredera cordifolia
(Tenore) Steenis) telah digunakan sebagai obat tradisional untuk penyembuhan
luka di Indonesia. Investigasi kimia pada daun bihnahong ditemukan flavonoid,
saponin, asam askorbat, asam ursolik, dan ancordin yang memiliki efek terhadap
penyembuhan luka. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek salep
ekstrak daun binahong terhadap reduksi permukaan luas luka bakar. Metode
penelitian menggunakan ekstraksi daun binahong yang dibuat sediaan salep. Salep
diaplikasikan pada luka bakar yang dibuat dengan menempelkan plat besi panas
selama 30 detik. Pengurangan luas luka dihitung pada hari ke-1 dan ke-5. Hasil uji
statistik One-Way Anova adalah Pvalue sebesar 0,016. Hasil PostHoc Tests adalah
Pvalue signifikan pada kelompok perlakuan 2 dibandingkan kelompok lainnya.
Kesimpulannya ekstrak daun binahong memiliki pengaruh terhadap reduksi luas
permukaan luka bakar.
Kata Kunci: luka bakar, binahong, reduksi luas luka
Asmie Utamy Asfar. Medical Education. The Effect of Leaf Extract Oinment
Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) to Reduction of Burn Wound
Surface Area in Rats Sprague Dawley (Preliminary Studies Burn Long Exposure
of 30 Seconds with an Iron Plate). 2014
Burn is a world public health problem. Binahong (Anredera cordifolia (Tenore)
Steenis) has been used as a traditional medicine for wound healing in Indonesia.
Chemical investigation of binahong found flavonoid, saponin, ascorbic acid,
ursolic acid, and ancordin which have an effect to wound healing. The aim of this
study is to know the effect of leaf extract oinment binahong to reduction of burn
wound surface area. The research method is used leaf binahong extraction which
made ointment preparations. The ointment was applied to the burn wounds which
created by placing a hot iron plate for 30 seconds. Reduction of wound area was
measured on first and fifth day. The result One-Way Anova statistical test is
Pvalue 0,016. The result of PostHoc Tests is significant Pvalue in treatment 2
compared to the other group. Conclusion is binahong leaf extraction have an
effect on the reduction of burn wound surface area.
Keyword: burn wound, binahong, reduction of wound area
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ............................................................................................. i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ......................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN .................................................................. iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................... v
ABSTRAK ......................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 3
1.3 Hipotesis .................................................................................................. 3
1.4 Tujuan Penelitian .................................................................................... 3
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori ............................................................................................. 5
2.1.1 Kulit .................................................................................................... 5
2.1.2 Luka Bakar .......................................................................................... 7
2.1.3 Penyembuhan Luka ............................................................................. 8
2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka ................... 10
2.1.5 Binahong ............................................................................................. 12
2.2 Kerangka Teori ............................................................................................ 16
2.3 Kerangka Konsep ......................................................................................... 17
2.4 Definisi Operasional .................................................................................... 17
BAB III METODE PENELITIAN
ix
3.1 Desain Penelitian ......................................................................................... 19
3.2 Lokasi san Waktu Penelitian ........................................................................ 19
3.3 Populasi Penelitian ....................................................................................... 19
3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi........................................................................ 19
3.5 Besar Sampel ............................................................................................... 20
3.6 Cara Pengambilan Sampel ........................................................................... 20
3.7 Alur Penelitian ............................................................................................. 21
3.8 Cara Kerja Penelitian ................................................................................... 22
3.9.1 Penyediaan Daun Binahong ................................................................ 22
3.9.2 Determinasi Binahong ........................................................................ 22
3.9.3 Pembuatan Ekstrak .............................................................................. 22
3.9.4 Pembuatan Salep Ekstrak Daun Binahong ......................................... 23
3.9.5 Pengujian Sediaan Salep ..................................................................... 24
3.9.6 Pembuatan Luka Bakar ....................................................................... 24
3.9.7 Pengobatan .......................................................................................... 24
3.9.8 Pengukuran Luas Luka Bakar ............................................................. 25
3.9 Manajemen dan Analisis Data ..................................................................... 25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengamatan Makroskopik ............................................................................ 26
4.2 Hasil Pengukuran Luas ................................................................................ 33
4.3 Hasil Analisis Data ...................................................................................... 33
4.2.1 Uji One-Way Anova ............................................................................ 33
4.2.1 PostHoc Tests ...................................................................................... 34
4.4 Pembahasan .................................................................................................. 35
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ...................................................................................................... 41
5.2 Saran ............................................................................................................ 41
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 42
Lampiran 1 .......................................................................................................... 46
Lampiran 2 .......................................................................................................... 49
Lampiran 3 .......................................................................................................... 50
Lampiran 4 .......................................................................................................... 51
Lampiran 5 .......................................................................................................... 52
Lampiran 6 .......................................................................................................... 53
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Definisi Operasional ............................................................................. 17
Tabel 4.1 Hasil uji One-Way Anova reduksi luas luka menurut perlakuan.......... 34
Tabel 4.2 Hasil PostHoc Tests yang membandingkan antar kelompok ................ 35
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bagan kerangka teori.................................................................... 16
Gambar 2.2 Bagan kerangka konsep................................................................ 17
Gambar 3.1 Bagan alur penelitian.................................................................... 21
Gambar 4.1 Foto makroskopik perlakuan kontrol negatif................................ 26
Gambar 4.2 Foto makroskopik perlakuan kontrol positif................................. 27
Gambar 4.3 Foto makroskopik perlakuan salep ekstrak daun binahong 10%.. 28
Gambar 4.4 Foto makroskopik perlakuan salep ekstrak daun binahong 20%.. 28
Gambar 4.5 Foto makroskopik perlakuan salep ekstrak daun binahong 40%.. 29
Gambar 4.6 Foto maksorkopik hari ke-1.......................................................... 30
Gambar 4.7 Foto makroskopik hari ke-2.......................................................... 30
Gambar 4.8 Foto makroskopik hari ke-3.......................................................... 31
Gambar 4.9 Foto makroskopik hari ke-4.......................................................... 32
Gambar 4.10 Foto makroskopik hari ke-5........................................................ 32
Gambar 4.11 Grafik hasil pengukuran pengurangan luas luka......................... 33
Gambar 6.1 Tahap 1 pengukuran luas luka...................................................... 46
Gambar 6.2 Tahap 2 pengukuran luas luka...................................................... 46
Gambar 6.3 Tahap 3 pengukuran luas luka...................................................... 47
Gambar 6.4 Tahap 4 pengukuran luas luka...................................................... 47
Gambar 6.5 Tahap 5 pengukuran luas luka...................................................... 48
Gambar 6.6 Tahap 6 pengukuran luas luka...................................................... 48
Gambar 6.7 Bahan-bahan salep........................................................................ 49
Gambar 6.8 Cara pembuatan salep................................................................... 49
Gambar 6.9 Salep................................................ ............................................. 50
Gambar 6.10 Kandang tikus............................................................................. 50
Gambar 6.11 Alas kandang kawat.................................................................... 50
Gambar 6.12 Pencukuran rambut tikus............................................................. 50
Gambar 6.13 Pemanasan plat besi.................................................................... 50
Gambar 6.14 Pembuatan luka........................................................................... 50
Gambar 6.15 Pemberian salep.......................................................................... 50
Gambar 6.16 Surat keterangan tikus sehat........................................................ 51
Gambar 6.17 Surat keterangan pembuatan ekstrak.......................................... 52
Gambar 6.18 Surat keterangan determinasi...................................................... 53
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kulit merupakan organ penting dalam proteksi terhadap dunia luar, maka
gangguan integritas kulit akibat pembedahan dan luka sangat penting untuk
dilakukan upaya penyembuhan.1 Salah satunya gangguan pada kulit berupa luka
bakar yang dapat mengakibatkan disabilitas dan kecacatan.2 Luka bakar
merupakan masalah kesehatan dunia.3 Menurut data dari WHO (World Health
Organization) diperkirakan terjadi 265.000 kematian pertahun akibat luka bakar.3
Angka kejadian dan kematian akibat luka bakar 7 kali lebih tinggi pada daerah
dengan pendapatan perkapita rendah sampai menengah dan hampir setengahnya
terjadi di regio Asia Tenggara.3
Luas luka bakar mempunyai dampak penting terhadap keadaan fisiologis
tubuh. Luka bakar yang lebih dari 20% luas permukaan tubuh dapat
mengakibatkan pergeseran cairan tubuh ke dalam ruang interstisium, sehingga
dapat terjadi syok hipovolemik. Efek patologis lain yaitu dapat terjadi
peningkatan kebutuhan gizi dan hipermetabolik, sehingga meningkatkan
pengeluaran panas. Luas luka bakar yang lebih dari 40% luas permukaan tubuh,
diperkirakan dapat meningkatkan laju metabolisme istirahat menjadi dua kali lipat
dibandingkan normal.4
Proses penyembuhan luka bakar merupakan proses yang dinamis, karena
berbagai faktor ikut terlibat selama penyembuhan berlangsung.5 Faktor-faktor
yang terlibat antara lain infeksi bakteri, defisiensi nutrisi, penggunaan obat yang
sesuai, obesitas, pergerakan pada daerah luka, dan lokasi luka.5 Jaringan disekitar
juga berefek pada laju penyembuhan, seperti kondisi aseptik.2 Negara maju telah
mengkombinasikan strategi preventif dan perbaikan pada perawatan korban luka
bakar sebagai upaya menurunkan kejadian luka bakar.3 Namun pada negara
2
dengan pendapatan perkapita rendah sampai menengah upaya tersebut belum
sempurna diterapkan karena mahalnya biaya.3
Binahong telah lama digunakan di Indonesia sebagai obat tradisional, juga
dalam pengobatan untuk penyembuhan luka.6 Tanaman ini dibudidayakan sebagai
tanaman hias yang merambat di region tropis dan subtropis di berbagai dunia.6
Selain sebagai tanaman hias, umbi dan daun dari binahong dapat dimakan,
terutama di Vietnam dan Taiwan. Selain itu diketahui berbagai efeknya sebagai
obat, antara lain memiliki aktivitas hipoglikemik, antibakteri, anti-inflamasi,
proteksi sel hati, relaksan, analgesik, dan obat simpatometik pada diabetes
melitus.7 Tanaman ini telah dipercaya memiliki kemampuan penyembuhan luar
biasa, dan sudah dikonsumsi selama ribuan tahun oleh orang Cina, Korea, dan
Taiwan.7 Berdasarkan hasil penelitian Isnatin pada tahun 2012, diketahui bahwa
ekstrak etanol daun binahong mampu menyembuhkan luka eksisi buatan pada
marmut.5 Penelitian yang dilakukan Persada tahun 2014 memberikan hasil bahwa
secara makroskopis tingkat kesembuhan luka bakar derajat II pada tikus Sprague
Dawley dengan pemberian topikal daun binahong tumbuk lebih cepat
dibandingkan hidrogel.8
Binahong memiliki berbagai kandungan zat aktif diantaranya flavonoid dan
saponin.9 Binahong positif mengandung saponin pada seluruh bagian dari badan
tanamannya, pada daun 28.14±0.22 mg/g, batang 3.65±011 mg/g dan umbi
43.15±0.10 mg/g.10
Selain itu pada rimpang dan umbi nya memiliki kandungan
ancordin, suatu molekul protein yang memberikan efek produksi nitrit oksid.11
Berdasarkan hal-hal tersebut penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh pemberian salep ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (Tenore)
Steenis) terhadap reduksi luas permukaan luka bakar pada tikus Sprague dawley
dengan lama paparan luka bakar 30 detik dengan plat besi. Penelitian
menggunakan ekstraksi daun binahong kental yang dibuat sediaan salep dan
dicobakan sebagai pengobatan terhadap luka bakar yang dibuat paparan luka
bakar 30 detik dengan plat besi.
3
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh pemberian berbagai konsentrasi salep ekstrak daun
binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) terhadap reduksi luas permukaan
luka bakar pada tikus Sprague dawley dengan lama paparan luka bakar 30 detik
dengan plat besi?
1.3 Hipotesis
Pemberian berbagai konsentrasi salep ekstrak daun binahong (Anredera
cordifolia (Tenore) Steenis) memberikan pengaruh terhadap reduksi luas
permukaan luka bakar pada tikus Sprague dawley dengan lama paparan luka bakar
30 detik dengan plat besi.
1.4 Tujuan Penelian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh pemberian salep ekstrak daun binahong
(Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) terhadap reduksi luas
permukaan luka bakar pada tikus Sprague dawley dengan lama
paparan luka bakar 30 detik dengan plat besi.
1.3.2 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui perbedaan reduksi luas permukaan luka bakar pada
tikus Sprague dawley dengan lama paparan luka bakar 30 detik dengan
plat besi yang diberi pengobatan salep ekstrak daun binahong
(Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) konsentrasi 10%, 20%, dan
40%, salep silver sulfadiazine.
4
1.5 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
a. Dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah dipelajari
selama fase preklinik program studi pendidikan dokter UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
b. Dapat menambah wawasan dan pengalaman dalam bidang
penelitian ilmu kedokteran khususnya untuk cabang ilmu kulit,
histopatologi dan penyembuhan luka.
1.4.2 Bagi Institusi
a. Dapat menambah referensi penelitian dalam cabang ilmu kulit
dan penyembuhan luka.
b. Dapat memberikan kontribusi terhadap kemajuan bidang
penelitian Program Studi Pendidikan Dokter (PSPD) Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
1.4.3 Bagi Masyarakat
a. Dapat memberikan informasi mengenai manfaat dari
pengobatan dengan daun binahong untuk luka bakar.
b. Dapat menjadi rujukan dalam penggunaan daun binahong
sebagai tanaman obat.
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.2.1 Kulit
Kulit merupakan organ tubuh terbesar.12,13
Total beratnya sekitar
16% dari seluruh berat badan pada orang dewasa, dan dengan luas sekitar
2,3m2.13
Kulit berfungsi sebagai sawar mekanis antara berbagai jaringan di
bawahnya dan lingkungan luar, dan secara dinamis ikut terlibat dalam
mekanisme pertahanan dan fungsi lain yang penting. Kulit terdiri dari
lapisan epidermis di bagian luar dan dermis di bagian dalam.14
2.2.1.1 Epidermis
Epidermis terdiri dari beberapa lapisan sel-sel epitel yang berasal
dari ektodermal. Epidermis di bagian bawahnya terdiri dari sel-sel epitel
yang berbentuk kubus yang aktif membelah, sementara di bagian atas
terdiri dari sel-sel gepeng yang telah mati dan berkeratin. Epidermis tidak
memiliki perdarahan secara langsung. Sel-selnya mendapat asupan
makanan melalui mekanisme difusi dari vaskularisasi dermis di
bawahnya.12
Selain terdiri dari sel-sel epitel gepeng berkeratin atau keratinosit,
epidermis kaya akan sel-sel tipe lain, seperti melanosit, sel langerhan, dan
sel merkel. Berdasarkan ketebalan epidermis, kulit dibagi menjadi kulit
tebal dan kulit tipis. Kulit tebal memiliki epidermis dengan ketebalan
sekitar 400-600 µm. Kulit tebal merupakan kulit yang halus dan tidak
berambut, dapat ditemukan pada telapak tangan dan kaki. Sedangkan kulit
tipis memiliki epidermis dengan ketebalan 75-150 µm. Kulit tipis
merupakan kulit yang berambut dapat ditemukan pada seluruh bagian
tubuh. Seluruh ketebalan kulit berupa epidermis dan dermis, berbeda-beda
tergantung lokasi. Kulit pada bagian punggung memiliki ketebalan sekitar
4mm, sedangkan scalp sekitar 1,5 mm.13
6
Epidermis terdiri dari 5 lapisan keratinosit, yang diurutkan dari
permukaan atas dermis, yaitu:13
1. Stratum basal yang terdiri dari selapis sel-sel kubus yang berdiri diatas
membran basal pada tautan dermis-epidermis. Stratum basal berisi
stem sel, yang memiliki ciri aktivitas mitosis tinggi karena fungsinya
untuk renewal. Epidermis pada manusia memperbaharui dirinya
sekitar setiap 30 hari. Seluruh sel di stratum basal memiliki filamen
keratin intermediet dengan diameter sekitar 10nm. Pada saat sel
tumbuh semakian keatas, filamen berkurang.13
2. Stratum spinosum terdiri dari sel kuboid atau agak pipih, inti sel dan
sitoplasma dari sel-sel ini diisi oleh bundel-bundel filamen keratin.13
3. Stratum granulosum terdiri dari tiga sampai lima lapisan sel pipih
poligonal dengan sitoplasma yang terisi granul basofilik kasar
dinamakan granula keratohialin.13
4. Stratum lusidum terdiri dari lapisan tipis sel-sel pipih eosinofilik.
Organel-organel dan inti sel tidak lagi terlihat, dan sitoplasma berisi
filamen-filamen keratin padat.13
5. Stratum korneum terdiri dari sekitar 20 lapisan sel-sel pipih berkeratin
dan tak berinti dengan sitoplasma yang terisi dengan filamen
skleroprotein keratin. Keratin terdiri dari setidaknya enam macam
molekul polipeptida dengan massa sekitar 40-70 kDa.13
2.2.1.2 Dermis
Dermis teretak di bawah epidermis, terdiri dari jaringan ikat yang
berasal dari mesodermal.13
Dermis banyak mengandung serat elastin dan
serat kolagen, serta pembuluh darah dan ujung saraf khusus.12
Jaringan
ikat pada epidermis menyokong dermis dan mengikatkannya pada jaringan
subkutan atau hipodermis.13
Permukaan dermis sangat tidak beraturan dan
memiliki banyak penonjolan atau disebut papila dermal.13
Pembuluh darah
dermis tidak saja memperdarahi dermis tetapi juga berperan besar
mengatur suhu tubuh. Reseptor di ujung perifer serat saraf aferen di dermis
mendeteksi tekanan, suhu, nyeri, dan input somatosensorik lain.12
7
2.2.2 Luka Bakar
Integritas dari kulit sangat dibutuhkan untuk memaksimalkan
fungsinya sebagai barier antara lingkungan luar dengan bagian dalam
tubuh. Sehingga kerusakan pada kulit yang diakibatkan pembedahan atau
trauma harus sesegera mungkin dibantu proses perbaikannya agar dapat
dikembalikan pada integritas awalnya.1
Jutaan orang menderita akibat luka bakar dan mengalami
disabilitas yang berdampak pada beban psikologik, sosial, dan ekonomi
baik pada penderita maupun keluarganya.2 Menurut data dari WHO
diperkirakan terdapat 265.000 kematian pertahun akibat luka bakar.
Mayoritas terjadi pada negara dengan pendapatan perkapita rendah sampai
menengah dan hampir setengahnya terjadi di regio Asia Tenggara. Angka
kematian pada anak-anak akibat luka bakar 7 kali lebih tinggi pada negara
dengan pendapatan perkapita rendah sampai menengah.3
Data-data lain dari WHO mengenai angka kejadian luka bakar,
diantaranya di India sekitar 1.000.000 orang mengalami luka bakar yang
ringan sampai parah per tahun nya. Setiap tahun terdapat 173.000 anak di
Banglades mengalami luka bakar yang ringan sampai parah. Anak-anak di
Banglades, Kolumbia, Mesir, dan Pakistan, diantaranya 17% mengalami
cacat yang temporer dan 18% mengalami cacat yang permanen.3
Pada negara dengan pendapatan perkapita yang tinggi, angka
kematian akibat luka bakar telah menurun.3 Seperti di Amerika Serikat,
luka bakar menyebabkan 5.000 kematian per tahun dan mengakibatkan
lebih dari 50.000 pasien harus dirawat inap.4 Pada tahun 2008 terjadi
410.000 kejadian luka bakar di Amerika, dan 40.000 diantaranya harus
mengalami perawatan di rumah sakit.3 Banyak korban adalah anak-anak,
yang sering mengalami pengelupasan kulit akibat tersiram air panas.4
Dampak klinis luka bakar bergantung pada faktor-faktor penting
seperti berikut: (1) kedalaman luka bakar; (2) luas permukaan yang
terkena; (3) adanya cedera dalam akibat ihalasi asap atau uap panas dan
toksik; (4) efektivitas dan kecepatan terapi, terutama penatalaksanaan
cairan dan elektrolit serta pencegahan dan pengendalian infeksi pada luka.
8
Menurut Robbins dan Kumar, luka bakar dibagi menjadi dua kategori,
yaitu luka bakar full-thickness dan partial-thickness. Luka bakar kategori
full-thickness yaitu yang melibatkan kerusakan total dari epidermis dan
dermis, disertai hilangnya papila dermis yang seharusnya menyediakan sel
untuk regenerasi epitel. Luka bakar derajat III dan IV termasuk dalam
kategori ini. Sedangkan kategori partial-thickness merupakan luka bakar
yang tidak menyebabkan kerusakan bagian yang lebih dalam dari dermis.
Luka bakar derajat I yang hanya mengenai epitel dan luka bakar derajat II
yang mengenai epidermis dan dermis superfisial termasuk dalam kategori
partial-thickness.4
2.2.3 Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka adalah proses fisiologis yang kompleks.
Seluruh jaringan di dalam tubuh memiliki kemampuan penyembuhan
melalui salah satu dari mekanisma regenerasi atau perbaikan. Regenerasi
adalah penggantian jaringan yang rusak oleh sel-sel identik dan lebih
terbatas dari pada perbaikan. Pada manusia, regenerasi lengkap terjadi
pada sejumlah sel, contohnya epitel, sel-sel hati dan sel saraf.
Penyembuhan luka dapat dikatakan fisiologis apabila tubuh dapat
mengganti kerusakan jaringan dan mengembalikan fungsinya seperti
semula.14
Proses penyembuhan luka dapat dibagi menjadi empat fase, yaitu:
respon vaskular, respon inflamasi, proliferasi, dan maturasi. Antara
keempat fase ini biasanya tumpang tindih, dan waktu yang dibutuhkan
setiap individu untuk melanjutkan ke fase penyembuhan berikutnya
tergantung pada berbagai faktor.14
Berbagai trauma pada kulit yang menembus dermis akan merusak
pembuluh darah dan menimbulkan perdarahan. Pembuluh darah yang
mengalami kerusakan segera akan melakukan mekanisme konstriksi agar
dapat meminimalkan kehilangan darah. Paparan darah oleh udara
membantu menginisiasi proses pembekuan darah yang dimulai dengan
agregasi trombosit. Pembekuan darah dibentuk oleh reaksi berantai
9
kompleks yang dinamakan kaskade koagulasi. Tujuan akhirnya adalah
untuk menutup luka sesegera mungkin oleh suatu protein yang dinamakan
fibrin.14
Kerusakan jaringan dan aktivasi faktor pembekuan darah selama
fase vaskular menstimulasi pelepasan mediator inflamasi seperti
prostaglandin dan histamin oleh sel mast. Mediator ini menyebabkan
pembuluh darah yang berdekatan dengan area luka mengalami vasodilatasi
dan menjadi lebih permeabel. Respon inflamasi dapat dideteksi dengan
adanya tanda-tanda panas, pembengkakan, eritem, rasa tidak nyaman atau
nyeri dan gangguan fungsi. Tanda-tanda inflamasi dapat dirancukan
dengan infeksi pada luka karena memiliki tanda klinis yang sama. Tanda
klasik inflamasi adalah peningkatan aliran darah pada area luka dan
akumulasi cairan pada jaringan lunak. Eksudat luka diproduksi selama fase
ini karena adanya peningkatan permeabilitas membran kapiler. Eksudat
mengandung protein, berbagai nutrisi, anti mikroba, faktor pertumbuhan
dan enzim yang memfasilitasi penyembuhan.14
Proses kompleks dari
penyembuhan luka di regulasi oleh sinyal penghubung yang melibatkan
banyaknya sitokin, kemokin, dan faktor pertumbuhan seperti Platelet
Derived Growth Factor (PDGF) dan Fibroblast Growth Factor (FGF)
yang telah dilaporkan untuk mempercepat berbagai aspek penyembuhan
luka.1
Selama fase proliferasi area luka diisi oleh jaringan ikat baru.
Penurunan ukuran luka didapatkan dari kombinasi proses fisiologis
granulasi, kontraksi, dan epitelisasi. Granulasi merupakan proses
pembentukan matriks luka baru yang terdiri dari kolagen dan bahan
ekstraseluler yang disebut substansi dasar. Selain itu terjadi pembentukan
kapiler baru atau angiogenesis yang di stimulasi oleh aktivitas makrofag
dan jaringan yang hipoksia akibat gangguan aliran darah pada daerah luka.
Makrofag memproduksi berbagai substansi yang menstimulasi
angiogenesis. Termasuk Transforming Growth Factor (TGF) yang
mendorong pembentukan jaringan baru dan pembuluh darah, dan Tumor
Necrosing Factor (TNF) yang memfasilitasi kerusakan jaringan nekrosis
10
dan menstimulasi proliferasi. Setelah jaringan ikat diproduksi, fibroblas
berkumpul disekitar tepian luka. Mereka berkontraksi, menarik tepi luka
bersamaan. Pertumbuhan sel-sel epitel melintasi permukaan luka terjadi
selama tahap akhir fase proliferasi.14
Keadaan luka yang lembab dapat mempercepat dan mempermudah
proses migrasi epitel. Migrasi epitel secara signifikan dapat melambat jika
terdapat jaringan nekrosis atau keropeng di daerah luka. Selain itu aktifitas
mitosis sel di dalam luka sensitif terhadap fluktuasi temperatur lokal, and
secara signifikan menurun pada temperatur yang ekstrim.14
2.2.4 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
Tujuan utama manajemen luka adalah untuk menjaga kondisi lokal
disekitar luka yang dapat mempertahankan aktivitas selular kompleks yang
sedang berlangsung pada penyembuhan luka. Keadaan lingkungan di
permukaan luka adalah yang paling penting ketika mencoba untuk
memaksimalkan upaya penyembuhan luka.14
Berbagai faktor dapat menyebabkan gangguan pada penyembuhan
luka. Faktor-faktor tersebut dapat dikategorikan menjadi faktor lokal dan
sistemik. Faktor lokal adalah faktor yang secara langsung mempengaruhi
karakteristik luka, sedangkan faktor sistemik merupakan keseluruhan
derajat kesehatan atau kesakitan dari individu yang mempengaruhi
kemampuannya dalam penyembuhan luka.15
Faktor lokal yang dapat
mempengaruhi penyembuhan luka antara lain oksigenasi, infeksi pada
luka, stres mekanik, penggunaan agen pembersih beracun dan adanya
benda asing.14,15
Oksigen merupakan hal yang penting untuk metabolisme sel,
khususnya dalam produksi ATP. Pada proses penyembuhan luka oksigen
dapat mencegah dari infeksi, menginduksi angiogenesis, meningkatkan
diferensiasi keratinosit, membantu migrasi dan reepitelisasi,
memperbanyak proliferasi fibroblas dan sintesis kolagen, dan mendorong
kontraksi luka. Tingkat kadar oksigen yang tepat sangat penting untuk
mengoptimalkan penyembuhan luka. Keadaan hipoksia pada daerah luka
11
dapat menstimulasi penyembuhan luka seperti memicu pelepasan faktor
pertumbuhan dan angiogenesis.15
Tekanan oksigen dibawah 35 mmHg
dapat menyebabkan gangguan penyembuhan luka.16
Ketika kulit mengalami luka, mikroorganisme yang secara normal
diasingkan di permukaan kulit dapat memiliki akses ke jaringan di
bawahnya. Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus merupakan
bakteri yang sering menyebabkan infeksi pada luka. Ketika terjadi infeksi,
fase inflamasi penyembuhan luka akan memanjang. Bakteri ataupun
endotoksin dapat menyebabkan kenaikan sitokin proinflamasi yang
berkepanjangan seperti interleukin-1 (IL-1) dan TNF-α sehingga
memperpanjang fase inflamasi. Jika kejadian ini terus berlanjut maka luka
akan memasuki tahap kronik dan gagal disembuhkan. Inflamasi
berkepanjangan juga dapat meningkatkan level matrix metalloproteases
(MMPs) yang merupakan suatu jenis protease yang dapat mendegradasi
membran ektrasesuler. Dengan adanya peningkatan protease akan
menurunkan keterlibatan alamiah inhibitor protease. Pergeseran
keseimbangan protease ini dapat menyebabkan faktor pertumbuhan
terdegradasi secara cepat.15
Asupan kalori dan nutrisi yang cukup dapat mempercepat
penyembuhan luka. Normal kebutuhan energi setiap orang berbeda-beda,
dapat dihitung menggunakan persamaan Harris-Benedict. Protein
memegang peranan penting dalam membantu penyembuhan luka,
khususnya pada proses produksi kolagen. Konsekuensi deplesi protein
pada penyembuhan luka dapat menurunkan angiogenesis dan proliferasi
fibroblas sehingga hasilnya akan menurunkan sintesis, akumulasi dan
remodeling kolagen.16
Vitamin C, A, E dan K memegang peranan penting dalam proses
penyembuhan luka. Vitamin C merupakan kofaktor hidroksilasi prolin dan
lisin untuk pembentukan kolagen. Kurangnya vitamin C dapat
memberikan dampak pada laju dan kualitas produksi kolagen. Selain itu
vitamin C dapat mencegah infeksi dengan cara memfasilitasi migrasi
leukosit ke daerah luka. Vitamin A memiliki fungsi menstimulasi monosit
12
dan makrofag, deposisi kolagen, adesi selular, dan perbaikan jaringan.
Penurunan level vitamin A selama proses penyembuhan luka pada tikus
dapat menyebabkan penurunan kekuatan regangan luka karena turunnya
produksi dan ikatan silang kolagen. Selain itu penurunan vitamin A dapat
menurunkan reseptor TGF β pada tikus. Vitamin E memiliki aktifitas
antioksidan dan anti-inflamasi. Vitamin K merupakan hal yang penting
dalam kaskade pembekuan darah.16
Zat-zat mineral seperti zinc, besi, dan tembaga memiliki peranan
dalam penyembuhan luka. Zinc merupakan kofaktor yang essensial pada
replikasi dan pertumbuhan seluler. Zinc juga terlibat dalam berbagai aspek
respon imun, diantaranya fagositosis, imunitas seluler dan humoral, dan
aktifitas bakteri. Besi merupakan kofaktor essensial pada replikasi DNA.
Besi terlibat dalam produksi deoksiribonukleotida yang dibutuhkan untuk
sintesis DNA. Tembaga dapat membantu percepatan penyembuhan luka
melalui stimulasi angiogenesis.16
2.2.5 Binahong
2.2.5.1 Taksonomi Binahong17
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Viridaeplantae
Infrakingdom : Streptophyta
Divisi : Tracheophyta
Subdivisi : Spermatophytina
Infradivisi : Angiospermae
Kelas : Magnoliopsida
Superorde : Caryophyllanae
Orde : Caryophyllales
Famili : Basellaceae
Genus : Anredera Juss
Spesies : Anredera cordifolia
13
2.2.5.2 Morfologi
Anredera cordifolia (Tenore) Steenis atau dengan nama
populer di Indonesia adalah binahong, merupakan jenis tanaman
yang merambat. Memiliki batang yang ramping diliputi bulu dan
tumbuh melilit dengan panjang sekitar 30 m. Pada setiap akarnya
terdapat umbi dengan diameter sekitar 20 cm. Daunnya berbentuk
hati, dengan bagian apeks yang tumpul. Daerah lamina berwarna
hijau muda dan bagian permukaan atas berwarna hijau tua,
berkilau, basah, dengan panjang 1-15 cm dan lebar 0,8-11 cm.
Bunga menyerupai ekor domba, panjang dan terkulai sekitar 6 cm,
bergugusan dengan 2-4 cabang sederhana. Diameter bunga sekitar
3-5 mm, dengan warna cream-white dan greenish-white, harum dan
berumur pendek. Daun mahkota berwarna putih, melipat, lobusnya
berbentuk oval atau elips, dengan panjang 1-3mm. Putik dan
benang sari berwarna putih. Putik lebih pendek, memiliki 3
cabang.7
Gambar 2.1 Binahong
Sumber: Commonwealth of Australia and the Australian Weeds Committee,
2012
2.2.5.3 Habitat
Anredera cordifolia (Tenore) Steenis ditemukan oleh
Tenore dari materi yang dikumpulkan di Buenos Aires, Argentina
dan awalnya diberi nama Boussingaultia cordifolia.18
Tanaman ini
asli tropis dan sub-tropis yang banyak tumbuh di area Amerika
14
Selatan khususnya di Argentina, Bolivia, Brazil, Paraguay dan
Uruguay. Dilaporkan bahwa spesies ini asli dari Paraguay, Selatan
Brazil dan Utara Argentin, yang berlokasi di garis lintang 20-30˚S.
Hidup biasanya dengan rata-rata kisaran temperatur antara 20-30˚C
pada bulan Januari dan 10-30˚C pada bulan Juli. Wilayah tempat
hidupnya memiliki rata-rata curah hujan 500-2000 mm, terdiri dari
beragam jenis vegetasi hutan, padang rumput, lahan pertanian dan
semak belukar.7
2.2.5.4 Manfaat
Binahong telah dikenalkan ke berbagai area sebagai
tanaman hias. Selain itu umbi dan daunnya dapat dimakan secara
mentah ataupun dimasak, meskipun tidak menarik baik dari tekstur
dan rasanya, namun tidak ada laporan mengenai potensial beracun
dari tanaman ini. Beberapa daerah memiliki kebiasaan
mengkonsumsi daun binahong karena efeknya sebagai laksatif.
Dilaporkan di Taiwan binahong digunakan sebagai obat, setelah
sebelumnya dilakukan percobaan pada tikus. Berdasarkan hasil
penelitian diketahui ekstraknya memiliki aktivitas hipoglikemik,
anti-inflamasi, proteksi sel-sel hati, relaksan, analgesik, dan obat
simpatometik pada diabetes melitus.7
2.2.5.5 Zat aktif
Berdasarkan hasil screening phytochemicals diketahui
binahong memiliki kandungan flavonoid dan saponin. Berdasarkan
hasil isolasi dengan ekstrak metanol pada daun binahong
ditemukan flavonoid, 8-Glucopyranosyl-4’,5,7-trihydroxyflavone,
yang diketahui memiliki aktivitas biologis seperti antoksidan.
Struktur senyawa ini dibuktikan dengan spektroskopi. Aktivitas
antioksidan ditemukan dengan nilai 68,07µg/mL
berdasarkan tes DPPH (1,1-dipheny1-2-picrylhydrazyl).9
15
Rimpang dan umbi binahong diketahui memiliki
kandungan ancordin, yaitu suatu molekul protein (23 kDa) dengan
15 asam amino di regio N-terminal. Struktur protein ini homolog
dengan urutan protein biji kecipir ws-1, proteinase inhibitor
Medicago truncatula, trypsin inhibitor pada kedelai, dan sporamin.
Pemurnian ancordin digunakan untuk evaluasi produksi nitrit oksid
di sel RAW264,7 dengan polymyxin B untuk mengeliminasi
kontaminasi lipopolisakarida. Ditemukan bahwa ancordin dengan
dosis 1,25-5µg/mL menstimulasi produksi nitrit oksid pada sel
RAW264,7 tanpa sitotoksik yang signifikan.11
Dalam sebuah penelitian yang lain mengatakan bahwa daun
binahong memiliki kandungan aktifitas asam askorbat. Kandungan
asam askorbat dapat mempercepat penyembuhan luka karena
memiliki daya tahan terhadap infeksi dan dapat memelihara
membran mukosa. Selain itu daun binahong juga mempunyai
kandungan asam oleanolik yang memiliki manfaat sebagai anti
inflamasi. Penelitian lain menyebutkan bahwa daun binahong
mengandung sapogenin, yang diantaranya yaitu asam ursolik.
Asam ursolik diketahui dapat membantu menstimulasi differensiasi
keratinosit epidermis melalui peroxisome proliferator-activated
receptor-α.8
Berdasarkan hasil penelitian Isnatin pada tahun 2012,
ditemukan bahwa ekstrak etanol daun binahong mampu
menyembuhkan luka eksisi buatan pada marmut. Hasil
penyembuhan didapatkan mulai dari ekstrak etanol daun binahong
konsentrasi 20%. Efek penyembuhan luka semakin besar pada
konsentrasi ekstrak yang semakin tinggi. Hasil uji statistik
menunjukkan bahwa pada kelompok ekstrak etanol konsentrasi
20% dan 40%, terdapat perbedaan signifikan dengan kontrol
negatif menggunakan akuades (p=0,000), maupun dengan kontrol
positif menggunakan povidone iodine 10% (p=0,000).5
16
2.2 Kerangka Teori
Gambar 2.2 Bagan kerangka teori
Luka bakar
Cedera jaringan dan
atau vaskular
Respon vaskular
dan pembekuan
darah
Pelepasan mediator
inflamasi
Respon inflamasi
Sekresi berbagai
nutrisi, anti
mikroba, faktor
pertumbuhan dan
enzim yang
memfasilitasi
penyembuhan
Binahong
Saponin
Asam
ursolik
Memicu
pembentukan
kolagen I
Stimulasi
diferensiasi
keratinosit
Asam
askorbat
Flavonoid
Anti bakteri
Ancordin
Membantu
inflamasi,
angiogenensis
dan deposisi
matriks
Proliferasi:
granulasi dan
angiogenesis
Kontraksi tepi luka
Reepitelisasi dan
migrasi epitel
17
2.3 Kerangka Konsep
Gambar 2.3 Bagan kerangka konsep
Variabel bebas : Salep ekstrak daun binahong pada konsentrasi 10%, 20%,
dan 30%
Variabel terikat : Reduksi luas permukaan luka bakar
2.4 Definisi Operasional
Tabel 2.1 Definisi operasional
No Variabel Pengukur Alat ukur
Cara pengukuran
atau definisi
operasional
Skala
pengukuran
1. Luas
permukaan
luka
Peneliti Penggaris Mengukur dengan
membuat garis
batas pinggiran
luka pada hasil
pengambilan foto
punggung tikus
dalam sebuah
aplikasi aplikasi
Macbiophotonics.
Numerik
(dalam
centimeter)
2 Salep
ekstrak
Salep yang terdiri
dari 10% ekstrak
Kategorik
Luka
bakar
Respon
vaskular
Respon
inflamasi
Fase
proliferasi
Kontraksi
tepi luka
Salep ekstrak daun binahong
Reduksi
luas
permukaan
luka
18
daun
binahong
10%
kental daun
binahong dan 90%
basis salep.
2. Salep
ekstrak
daun
binahong
20%
Salep yang terdiri
dari 20% ekstrak
kental daun
binahong dan 80%
basis salep.
Kategorik
3. Salep
ekstrak
daun
binahong
40%
Salep yang terdiri
dari 40% ekstrak
kental daun
binahong dan 60%
basis salep.
Kategorik
4. Silver
sulfadiazine
Obat topikal
antomikroba,
didalamnya
mengandung silver,
yang digunakan
secara luas sebagai
manajemen infeksi
pada luka bakar.19
Kategorik
5. Kontrol
negatif
berupa
basis salep
Salep yang terdiri
dari campuran
homogen vaselin
alba dan adeps
lanae.
Kategorik
19
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini melakukan intervensi sehingga dapat digolongkan dalam
metode eksperimen. Dengan desain deskriptif analitik kohort, karena pada
penelitian ini dilakukan pengukuran luas luka pada hari pertama dan hari terakhir
perlakuan lalu hasil pengukuran dianalisis dan dibandingkan pada setiap
kelompok perlakuan.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitin
Waktu penelitian : Januari 2014-Agustus 2014
Lokasi penelitian : Laboratorium Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jl. Kertamukti Pisangan Ciputat,
Tangerang Selatan
3.3 Populasi Penelitian
3.3.1 Populasi Target
Populasi target adalah tikus jantan Sprague dawley dari Fakultas
Kedokteran Hewan IPB dengan usia 3 bulan berat 300-400 g.
3.3.2 Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau adalah tikus jantan Sprague dawley dari
Fakultas Kedokteran Hewan IPB.
3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Kriteria Inklusi : Subjek secara genetik berasal dari populasi tikus jantan
spesies Sprague dawley, dengan berat 300-400g ,dan tidak memiliki gangguan
kesehatan.
20
Kriteria eksklusi : Subjek mengalami gangguan kesehatan dan mati selama
proses penelitian.
3.5 Besar Sampel
Pada penelitian ini besar sampel ditentukan dengan Rumus Federer yaitu:20
( ) ( )
n = jumlah replikasi
t = jumlah perlakuan
Dalam penelitian ini jumlah ulangan adalah 5, sehingga jumlah sampel
perkelompok perlakuan harus lebih dari 4. Sehingga pada penelitian ini jumlah
besar sampel perkelompok perlakuan adalah 5 ekor tikus. Didapat total seluruh
besar sampel adalah 25 ekor tikus.
3.6 Cara Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara random. Subjek dipilih
secara acak dari populasi tikus dengan sifat genetik yang sama. Subjek secara
genetik harus merupakan tikus jantan spesies Sprague dawley. Untuk menghindari
masuknya sampel dengan kriteria eksklusi maka sampel diperiksa kesehatannya.
Sampel diambil dari Fakultas Kedokteran IPB.
21
3.7 Alur Penelitian
Gambar 3.1 Bagan alur penelitian
Mengumpulkan daun binahong
Determinasi sampel tanaman Binahong di
LIPI
Pembuatan ekstrak kental daun Binahong
Membeli tikus Sprague dawley sebanyak 25
ekor
Aklimatisasi tikus selama 1 minggu Membuatan sediaan salep
Mencukur rambut punggung tikus menggunakan
gunting dan pisau cukur, dan diolesi cream
pencukur untuk mencegah iritasi
Membuat luka bakar pada punggung tikus
dengan menempelkan plat besi panas selama 5
menit
Pengambilan foto pada punggung tikus setiap
hari
Pengukuran luas luka
Pemberian salep ekstrak daun binahong, silver
sulfadiazine, dan basis salep pada masing-
masing kelompok setiap pagi dan sore
22
3.8 Cara Kerja Penelitia
3.9.1 Penyediaan Daun Binahong
Daun binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis)
kering dibeli dari Toko Tanaman Obat Herbal Binahong Jakarta
Indonesia Jalan Palmerah Utara 2 Jakarta Barat Indonesia 11480.
Produsen memelihara dan mengolah tanaman ini di Cisarua,
Bogor. Sampel dipetik dan dibersihkan dengan air, lalu melalui
proses pengeringan sampai kandungan air pada daun habis. Daun
binahong basah sebanyak 4.145 kg setelah proses pengeringan
didapatkan sebanyak 423,81 gr.
3.9.2 Determinasi Binahong
Binahong dilakukan determinasi untuk mengetahui
kepastian jenis spesiesnya. Determinasi dilakukan di Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Konservasi Tumbuhan –
Kebun raya Bogor di Jalan Ir. H. Juanda No. 13 P.O.BOX 309
Bogor 16003, Indonesia. Sampel dikirim pada tanggal 23 Januari
2014 dalam keadaan segar berupa daun dan tangkainya. Hasil
determinasi berupa surat pernyataan dikirim melalui jasa pos dalam
4 hari.
3.9.3 Pembuatan Ekstrak
Daun binahong kering lalu dibuat ekstrak kental. Ekstraksi
dilakukan di Badan Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik
(BALITRO) dengan tahapan:
1. Sebanyak 423,81 gr daun binahong kering dihaluskan
mengunakan mesin grinder dengan kehalusan 3 mm, dan
didapatka 370 gr.
2. Sebanyak 370 gr daun binahong kering yang telah halus
direndam dalam pelarut etanol 96% dengan perbandingan 1 : 5.
3. Rendaman dikocok selama 2-3 jam, lalu didiamkan selama
kurang lebih 24 jam.
23
4. Setelah 24 jam dipisahkan debris dan filtrate nya dengan
menggunakan kertas saring.
5. Kemudian hasil filtrat di evaporasi dengan menggunakan alat
vakum evaporator dengan suhu 600C sehingga diperoleh
ekstrak kental.
3.9.4 Pembuatan Salep Ektrak Daun Binahong21
Penggunaan sediaan salep berpedoman pada penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Paju dkk tahun 2012. Penelitian
tersebut bertujuan untuk mengetahui efektifitas salep ekstrak daun
binahong pada luka yang terinfeksi Staphylococcus aureus. Hasil
dari penelitian tersebut adalah salep ekstrak daun binahong
memberikan efek yang semakin baik pada konsentrasi yang
semakin tinggi.21
Maka pada penelitian ini digunakan pula sediaan
salep dengan konsentrasi yang sama untuk melihat pengaruhnya
pada pengurangan luas luka bakar yang tidak terinfeksi.
Alasan lain penggunaan sediaan salep yaitu karena sediaan
salep dapat membantu memperpanjang kontak bahan aktif dengan
luka dan diketahui memiliki fungsi yang oklusif sehingga dapat
menjaga luka dari paparan lingkungan sekitar. Selain itu sediaan
salep dapat menutup luka 5-10% lebih besar dari pada sediaan
cream.22,23
Cara pembuatan salep ekstrak daun binahong adalah:
a. Setelah didapat ekstrak kental, dilakukan pembuatan salep
dengan basis salep yaitu adeps lanae dan vaselin alba.21
b. Pembuatan salep menggunakan lumpang dan alu yang
dipanaskan terlebih dahulu dengan disiram air 50˚C.21
c. Masukkan adeps lanae terlebih dahulu dan diaduk hingga
lebur.21
d. Kemudian masukkan vaselin alba dan diaduk dengan
kecepatan konstan sampai homogen.21
24
e. Terakhir masukan ekstrak kental daun binahong sesuai
konsentrasi (10%, 20%, dan 40%) dan diaduk sampai
homogen.21
Formulasi salep 10%:21
R/ Ekstrak kental daun binahong 3g
Basis salep 27g
m.f salep 30g
Formulasi salep 20%:21
R/ Ekstrak kental daun binahong 6g
Basis salep 24g
m.f salep 30g
Formulasi salep 40%:21
R/ Ekstrak kental daun binahong 12g
Basis salep 18g
m.f salep 30g
3.9.5 Pengujian Sediaan Salep
Tes pengujian yaitu dengan tes homogenitas. Tes dilakukan
dengan cara mengoleskan salep pada kaca transparan dimana
sediaan diambil bagian atas, tengah dan bawah.21
3.9.6 Pembuatan Luka Bakar
Tikus di anastesi dengan tabung yang diberikan ether. Area
dorsal tikus dicukur terlebih dahulu. Untuk membuat luka bakar
area tersebut ditempelkan plak besi dengan luas 2x4cm selama 30
detik yang sebelumnya telah dipanaskan dalam air mendidih
dengan suhu kurang lebih 95˚C selama 5 menit. Prosedur
pembuatan luka dilakukan oleh satu orang untuk menghindari
bias.24
3.9.7 Pengobatan
Tikus dikelompokan dalam 5 kelompok, diberikan
perlakuan pengobatan selama 5 hari dari pembuatan luka bakar:
a. Kontrol positif, luka bakar di olesi salep silver sulfadiazine.
25
b. Kontrol negatif, luka bakar di olesi dengan basis salep.
c. Kelompok Perlakuan 1 (P1), luka bakar di olesi dengan ektrak
salep daun binahong 10%.
d. Kelompok Perlakuan 2 (P2), luka bakar di olesi dengan ektrak
salep daun binahong 20%.
e. Kelompok Perlakuan 3 (P3), luka bakar di olesi dengan ektrak
salep daun binahong 40%.
3.9.8 Pengukuran Luas Luka Bakar
Setiap harinya dilakukan pengambilan foto di area
punggung tikus yang terdapat luka bakar dan ditempelkan pada
pinggir luka penggaris dengan ketelitian 1mm. Untuk menghitung
luas luka, hasil foto tersebut dimasukan dalam aplikasi
Macbiophotonics.
3.9 Manajemen dan Analisis Data
Analisis data statistik menggunakan software SPSS versi 16. Data
merupakan data numerik dan kategorik, dengan kategorik lebih dari 2 maka di
analisis dengan Uji One-Way ANOVA dilanjutkan dengan PostHoc Tests. Data
statistik signifikan pada P < 0,05.
26
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengamatan Makroskopik
Gambar 4.1 Foto makroskopik perlakuan kontrol negatif
Gambar 4.1 memperlihatkan gambaran luka dari hari ke-1 sampai hari ke-5
dengan perlakuan pemberian salep silver sulfadiazine. Luka yang dinilai pada
penelitian ini adalah luka pada daerah dekat bokong. Luka pada hari ke-1 tampak
pucat dan terdapat bintik-bintik kemerahan. Luka pada hari ke-2 didominasi
warna kemerahan, dan luka pada hari ke-3 tampak sebagian warna mulai
kecoklatan. Luka pada hari ke-4 dan ke-5 tampak warna didominasi kecoklatan.
Ukuran luas luka hari ke-1 4,17 cm dan hari ke-5 2,78 cm.
Pada Gambar 4.2 memperlihatkan gambaran luka dari hari ke-1 sampai hari
ke-5 dengan perlakuan pemberian basis salep. Luka yang dinilai pada penelitian
ini adalah luka pada daerah dekat bokong. Dapat dinilai pada hari ke-1 luka
tampak pucat. Pada hari ke-2 luka tampak didominasi warna kemerahan dan lebih
27
merah pada bagian pinggir. Pada hari ke-3 dan ke-4 sebagian warna mulai
kecoklatan, pada bagian ujung kanan warna masih kemerahan. Sedangkan pada
hari ke-5 warna didominasi kecoklatan. Ukuran luas luka hari ke-1 5,62 cm dan
hari ke-5 3,59 cm.
Gambar 4.2 Foto makroskopik perlakuan kontrol positif
Dapat dilihat pada Gambar 4.3 merupakan gambaran luka dari hari ke-1
sampai hari ke-5 dengan perlakuan pemberian salep ekstrak daun binahong 10%.
Luka yang dinilai pada penelitian ini adalah luka pada daerah dekat bokong.
Penilaian pada hari ke-1 luka tampak pucat. Pada hari ke-2 luka tampak warna
mulai coklat dan merah tua di bagian tengah. Sedangkan pada hari ke-3, ke-4 dan
ke-5 luka didominasi warna kecoklatan. Ukuran luas luka hari ke-1 5,29 cm dan
hari ke-5 3,76 cm.
28
Gambar 4.3 Foto makroskopik perlakuan salep ekstrak daun binahong 10%
Gambar 4.4 Foto makroskopik perlakuan salep ekstrak daun binahong 20%
Gambar 4.4 diatas memperlihatkan gambaran luka dari hari ke-1 sampai hari
ke-5 dengan perlakuan pemberian salep ekstrak daun binahong 20%. Luka yang
dinilai pada penelitian ini adalah luka pada daerah dekat bokong. Penilaian pada
hari ke-1 luka tampak pucat. Pada hari ke-2 luka mulai berwarna kecoklatan. Pada
29
hari ke-3 dan ke-4 warna luka didominasi coklat dan terdapat kemerahan di ujung
kanan. Sedangkan pada hari ke-5 warna luka dominan coklat. Ukuran luas luka
hari ke-1 9,84 cm dan hari ke-5 3,58 cm.
Gambar 4.5 Foto makroskopik perlakuan salep ekstrak daun binahong 40%
Gambar 4.5 memperlihatkan gambaran luka dari hari ke-1 sampai hari ke-5
dengan perlakuan pemberian salep ekstrak daun binahong 40%. Luka yang dinilai
pada penelitian ini adalah luka pada daerah dekat bokong. Luka pada hari ke-1
tampak pucat pada daerah tepi dan merah tua pada bagian tengah. Pada hari ke-2
luka tampak kecoklatan di bagian pinggir dan berwarna merah tua di bagian
tengah. Sedangkan pada hari ke-3, ke-4, dan ke-5 luka berwarna merah tua
kehitaman. Ukuran luas hari ke-1 4,27 cm dan hari ke-5 3,81 cm.
Gambar 4.6 merupakan foto makroskopik luka pada hari ke-1 semua
perlakuan, luka yang diamati adalah luka pada daerah bokong. Penilaian pada
masing-masing perlakuan luka tampak pucat. Luka pada kontrol negatif dan
perlakuan 2 terdapat bintik-bintik kemerahan. Pada kontrol positif terdapat
kemerahan di pinggiran luka. Sedangkan pada perlakuan 3 terdapat merah
kecoklatan di tengah luka. Ukuran luas luka pada kontrol negatif 4,17 cm, kontrol
positif 5,62 cm, perlakuan 1 5,29 cm, perlakuan 2 9,84 cm, dan perlakuan 3 4,27
cm.
30
Gambar 4.6 Foto maksorkopik hari ke-1
Gambar 4.7 Foto makroskopik hari ke-2
Gambar 4.7 merupakan foto makroskopik luka ke-2 pada semua perlakuan,
luka yang diamati adalah luka di daerah bekat bokong. Luka pada kontrol negatif,
kontrol positif, dan perlakuan 1 tampak dominasi warna kemerahan. Pada
31
perlakuan 2 luka tampak lebih dominan kecoklatan. Sedngkan pada perlakuan 3
tampak daerah tepi luka yang berwarna merah tua kecoklatan.
Gambar 4.8 merupakan foto makroskopik luka hari ke-3 dan yang akan
diamati adalah luka pada daerah dekat bokong. Luka pada kontrol negatif tampak
kemerahan dan lebih sedikit kecoklatan dibanding yang lain. Luka pada kontrol
positif tampak pinggiran luka kemerahan dan daerah tengah yang kecoklatan.
Luka pada perlakuan 1 dan 2 tampak kecoklatan. Sedangkan luka pada perlakuan
3 tampak pada daerah tepi merah tua dan daerah tengah kehitaman.
Gambar 4.8 Foto makroskopik hari ke-3
Gambar 4.9 merupakan foto makroskopik luka hari ke-4 dan yang akan
diamati adalah luka pada daerah dekat bokong. Luka pada kontrol negatif, masih
terdapat bintik-bintik kemerahan dibanding yang lain. Pada kontrol positif daerah
ujung luka tampak kemerahan. Pada perlakuan 2 daerah ujung luka kemerahan
dan didominasi kecoklatan. Sedangkan pada perlakuan 1 dan 3, tampak warna
luka merah tua kehitaman.
32
Gambar 4.9 Foto makroskopik hari ke-4
Gambar 4.10 Foto makroskopik hari ke-5
Gambar 4.10 merupakan foto makroskopik luka hari ke-5 dan yang akan
diamati adalah luka pada daerah dekat bokong. Luka masing-masing perlakuan
tampak dominasi warna yang kecoklatan. Luka pada kontrol negatif masih tampak
kemerahan yang lebih banyak dibanding kontrol positif. Luka pada perlakuan 3
tampak warna lebih kehitaman dibanding yang lain dan dibanding perlakuan 1.
33
Ukuran luas luka pada kontrol negatif 2,78 cm, kontrol positif 3,59 cm, perlakuan
1 3,76 cm, perlakuan 2 3,58 cm, dan perlakuan 3 3,81 cm.
4.2 Hasil Pengukuran Luas Permukaan Luka
Sampel tikus difoto di daerah punggung yang terdapat luka dengan
ditempelkan penggaris dengan ketelitian 1mm disamping luka tersebut. Hasil foto
dimasukkan dalam software Macbiophotonics untuk diukur stiap luasnya.
Gambar 4.11 Grafik hasil pengukuran pengurangan luas luka
4.3 Hasil Analisis Data
Analisis data penelitian pemberian salep ekstrak daun binahong (Anredera
cordifolia (Tenore) Steenis) terhadap reduksi luas permukaan luka bakar derajat
III tikus Sprague dawley menggunakan Uji One-Way Anova (parametrik),
dilanjutkan analisa PostHoc Test.
4.1.1 Uji One-Way Anova
Uji One-Way Anova digunakan untuk melihat perbedaan
reduksi luas permukaan luka bakar derajat III pada tikus Sprague
0% 200% 400% 600%
Kontrol negatif
Kontrol positif
Perlakuan 1
Perlakuan 2
Perlakuan 3
Standar deviasi
Rata-rata reduksi luas
luka dalam
centimeter
Rata-rata persentase
reduksi luas luka
34
dawley antara kontrol positif, kontrol negatif, kelompok perlakuan
1, 2, dan 3. Berikut hasil uji One-Way Anova:
Tabel 4.1 Hasil uji One-Way Anova reduksi luas luka menurut
perlakuan
Perlakuan Mean Standar Deviasi Pvalue
Kontrol negatif 1,61 0,41 0,016
Perlakuan 1 2,55 1,37
Perlakuan 2 4,18 1,38
Perlakuan 3 1,76 1,20
Kontrol positif 2,12 1,43
Dari hasil uji statistik One-Way Anova diperoleh nilai
probabilitas (Pvalue) sebesar 0,016. Artinya terdapat perbedaan
reduksi luas luka dari hari pertama dan kelima antara kelompok
perlakuan 1, perlakuan 2, perlakuan 3, kontrol positif, dan kontrol
negatif.
4.1.2 PostHoc Tests
Setelah didapatkan perbedaan yang bermakna dari hasil Uji
One-Way Anova dilanjutkan dengan PostHoc Tests. Tujuannya
adalah untuk mengetahhui lebih lanjut kelompok mana saja yang
memiliki perbedaan.
Dari tabel hasil PostHoc Tests terdapat perbedaan yang
signifikan reduksi luas luka pada kelompok perlakuan 2
dibandingkan terhadap kelompok lainnya. Signifikansi kelompok
perlakuan 2 dibandingkan dengan kontrol negatif memiliki Pvalue
0,002. Signifikansi kelompok perlakuan 2 dibandingkan dengan
perlakuan 1 memiliki Pvalue 0,040. Signifikansi kelompok
perlakuan 2 dibandingkan dengan perlakuan 3 memiliki Pvalue
35
0,004. Signifikansi kelompok perlakuan 2 dibandingkan dengan
kontrol positif memiliki Pvalue 0,011.
Tabel 4.2 Hasil PostHoc Tests yang membandingkan antar
kelompok
Perbandingan Signifikansi
Kontrol negatif Perlakuan 1 0,281
Perlakuan 2 0,002
Perlakuan 3 0,847
Kontrol positif 0,502
Perlakuan 1 Kontrol negatif 0,281
Perlakuan 2 0,040
Perlakuan 3 0,294
Kontrol positif 0,563
Perlakuan 2 Kontrol negatif 0,002
Perlakuan 1 0,040
Perlakuan 3 0,004
Kontrol positif 0,011
Perlakuan 3 Kontrol negatif 0,847
Perlakuan 1 0,294
Perlakuan 2 0,004
Kontrol positif 0,630
Kontrol positif Kontrol negatif 0,502
Perlakuan 1 0,563
Perlakuan 2 0,011
Perlakuan 3 0,630
4.4 Pembahasan
Pada Tabel 4.1 dapat dilihat hasil uji One-Way Anova terhadap perbedaan
reduksi luas permukaan luka bakar derajat III pada tikus Sprague dawley
antara kontrol positif, kontrol negatif, kelompok perlakuan 1, 2, dan 3 dengan
36
Pvalue sebesar 0,016. Artinya paling tidak terdapat dua kelompok yang
memiliki perbedaan reduksi luas luka dari hari pertama dan kelima antara
kelompok perlakuan 1, perlakuan 2, perlakuan 3, kontrol positif, dan kontrol
negatif. Hasil Posthoc Tests dapat dilihat pada Tabel 4.2 hasilnya yaitu
terdapat perbedaan signifikan reduksi luas luka pada kelompok perlakuan 2,
yaitu tikus yang diberikan pemberian salep ekstrak daun binahong 20%
dibandingkan kelompok lainnya.
Hasil tersebut ditunjang dengan penelitian-penelitian sebelumnya
mengenai pengaruh pemberian pengobatan topikal dari daun binahong
ataupun ekstraknya yang juga memiliki hasil signifikan. Penelitian yang
dilakukan Persada dkk tahun 2014 memiliki hasil bahwa tingkat kesembuhan
luka bakar derajat II pada tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague
Dawley dengan pemberian topikal daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.)
Steenis) tumbuk lebih cepat dibandingkan hidrogel secara makroskopis.8
Penelitian Isnatin tahun 2012 mendapatkan hasil uji statistik dengan Pvalue
0,000 yang menunjukkan bahwa pada kelompok ekstrak etanol daun
binahong konsentrasi 20% dan 40% memiliki perbedaan signifikan dibanding
dengan kontrol negatif yaitu yang diberikan akuades maupun dengan kontrol
positif yaitu yang diberikan povidone iodine 10%.5
Hasil penelitian Djamil dkk tahun 2012 yang melakukan screening
phytochemicals pada daun binahong diketahui memiliki kandungan flavonoid
dan saponin.9 Flavonoid merupakan suatu kelompok senyawa fenol terbesar
yang ditemukan di alam dan diketahui memiliki aktivitas biokimia misalnya
antioksidan, antivirus, antibakteri, dan anti kanker.25
Penelitian yang
dilakukan Sri Murni Astuti dkk tahun 2011 memberikan hasil bahwa pada
seluruh bagian tanaman binahong mengandung saponin, diidentifikasi positif
terdapat saponin triterpenoid dan steroid.10
Saponin diketahui memiliki
kemampuan menstimulasi pembentukan kolagen, yaitu protein yang memiliki
peran dalam proses penyembuhan luka.10
Selain itu saponin memiliki aktifitas
steroid yang berperan sebagai anti inflamasi dan agen analgesik.10
Selain itu
daun binahong diketahui mengandung asam ursolik yang diketahui dapat
37
membantu menstimulasi differensiasi keratinosit epidermis melalui
peroxisome proliferator-activated receptor-α.26
Daun binahong juga mempunyai kandungan asam oleanolik sehingga
memiliki manfaat sebagai anti inflamasi. Penelitian yang dilakukan Gustavo
dkk tahun 2006 memberikan hasil bahwa hasil hidrolisis asam ekstrak ethanol
binahong memiliki aktivitas penyembuhan luka 42,9% (p<0,01).27
Penelitian
Arman Christiawan mengenai aktivitas antimikroba daun binahong diketahui
bahwa hasil ekstrak etanol daun binahong memiliki aktivitas anti bakteri
terhadap Pseudomonas aeruginosa. Dan setelah dilakukan replikasi diketahui
bahwa Konsentrasi Bunuh Minimal ekstrak binahong ini yaitu sebesar 10%
terhadap 60% sampel kuman yang diuji.28
Dari berbagai kandungan tersebut dapat disimpulkan bahwa daun
binahong dapat mempercepat penyembuhan luka. Dengan menghambat
infeksi dan mempercepat proses inflamasi. Selain itu dapat membantu
pertumbuhan sel-sel yang beregenerasi pada daerah luka dan juga melalui
jalur epitelisasi yang pada akhirnya akan membantu kontraksi penutupan
luka.
Penyembuhan luka terdiri dari beberapa fase, waktu yang dibutuhkan
setiap individu untuk menyelesaikan tahapan-tahapan penyembuhan bisa
tumpang tindah dan berbeda-beda.16
Fase inflamasi normalnya diperkirakan
terjadi segera setelah terjadi luka dan berlangsung sampai hari ke 1-5 dari
terjadinya luka.28,29
Fase proliferasi terjadi setelah ada stimulasi dari fase
inflamasi, normalnya diperkirakan dimulai antara hari ke-2 sampai hari ke-4
setelah terjadinya luka dan berakhir pada hari ke-21.29,30
Sel-sel yang
dihasilkan selama fase proliferasi menyebabkan kontraksi tepian luka
sehingga perlahan luka mengecil.16
Pada penelitian ini luas luka dinilai di hari
pertama dan hari kelima, maka dapat diasumsikan bahwa fase inflamasi dan
fase proliferasi sedang berlangsung.
Selama fase inflamasi penyembuhan luka, terdapat faktor lokal di
permukaan luka yang dapat memperlambat fase ini. Infeksi oleh bakteri
38
misalnya, bakteri dapat dengan mudah menginfeksi karena tidak adanya
pertahanan dari kulit akibat adanya luka. Fase inflamasi yang bertujuan
menyembuhkan luka dengan adanya berbagai sekresi zat kimia untuk
penyembuhan luka, akan terjadi dalam waktu yang lama. Proses fisiologi
tubuh dihambat oleh adanya infeksi ini, sehingga tubuh bekerja selain
menyembuhkan luka juga melawan infeksi. Karena fase inflamasi yang
berlangsung lama, kelanjutan tahap penyembuhan luka ke fase berikutnya
terhambat. Namun, salep ekstrak daun binahong dengan berbagai kandungan
zat nya yang telah dijelaskan sebelumnya, mampu mencegah adanya infeksi
dan membantu berlangsungnya fase inflamasi. Fase proliferasi terjadi segera
setelah adanya berbagai stimulasi dari hasil fase inflamasi. Fase proliferasi
melibatkan pertumbuhan berbagai sel yang pada akhirnya menyebabkan
kontraksi untuk penutupan luka, lalu diikuti dengan epitelisasi.16,17
Hasil Posthoc Tests pada tabel 4.2 diketahui terdapat perbedaan signifikan
reduksi luas luka pada kelompok perlakuan 2, yaitu tikus yang diberikan
pemberian salep ekstrak daun binahong 20% dibandingkan kelompok
lainnya. Signifikansi grup perlakuan 2 dibandingkan dengan kontrol positif
memiliki Pvalue 0,011. Artinya ada perbedaan yang signifikan reduksi luas
luka dengan penyembuhan salep ekstrak daun binahong 20% dibanding
dengan pemberian silver sulfadiazne. Sedangkan kelompok perlakuan 3, yaitu
tikus yang diberikan pemberian salep ekstrak daun binahong 40% dengan
kontrol positif memiliki Pvalue 0,630. Artinya tidak ada perbedaan yang
signifikan reduksi luas dengan penyembuhan salep ekstrak daun binahong
40% dibanding dengan pemberian salep silver sulfadiazine. Data dari Gambar
4.11 dapat dilihat rata-rata pengurangan luas luka pada perlakuan 2 memiliki
nilai yang paling tinggi dibandingkan perlakuan lain.
Dapat diambil kesimpulan dari hasil tersebut bahwa pemberian salep
ekstrak daun binahong 20% lebih berpengaruh dari pada pemberian salep
ekstrak daun binahong 40%. Hal ini berbeda dengan penelitian yang
dilakukan Isnatin, yaitu ektrak binahong 20% dan 40% memiliki hasil
39
signifikansi yang sama terhadap kontrol positif yaitu dengan providone
iodine.5
Salep ekstrak daun binahong 40% memiliki kandungan ekstrak daun
binahong yang lebih banyak dibandingkan dengan salep ekstrak daun
binahong 20 % dan 10%. Kandungan ekstrak yang lebih tinggi yaitu 40%
menyebabkan sediaan salep lebih kental dibandingkan yang lain. Kekentalan
dapat menjadi barier fisik luka dari lingkungan sekitar dan menciptakan
lingkungan yang lembab. Namun keadaan yang lembab dapat membantu
mempercepat pertumbuhan bakteri.31
Sehingga proses penyembuhan luka
dapat terhambat dengan adanya infeksi bakteri. Meskipun binahong diketahui
memiliki kandungan antibakteri, namun mungkin tidak cukup mencegah
pertumbuhan bakteri dalam keadaan lembab.
Salep 40% memiliki kandungan ekstrak binahong yang tinggi dan basis
salep yang lebih sedikit dibandingkan yang lain. Basis sediaan salep dapat
membantu memperpanjang kontak bahan aktif dengan luka dan diketahui
memiliki fungsi yang oklusif sehingga dapat menjaga luka dari paparan
lingkungan sekitar. 22,23
Selain itu basis salep dapat membantu menurunkan
penguapan dan pengeluaran panas sehingga dapat menjaga suhu di area
luka.22,23
Kandungan basis salep pada sediaan 40% yang lebih sedikit dari
pada sediaan lain memungkinkan berkurangnya fungsi basis salep yang dapat
memperpanjang kontak bahan aktif dengan luka dan sifat oklusif yang
berkurang memungkinkan luka terpapar lingkungan sekitar. Dari kedua hal
tersebut memungkinkan penyembuhan luka yang membutuhkan waktu lebih
lama.
Kandungan basis salep yang lebih sedikit pun menyebabkan berkurangnya
fungsi untuk mengurangi penguapan dan pengeluaran panas sehingga
memungkinkan suhu area luka menjadi lebih rendah.22,23
Keadaan fisik
berupa suhu dapat mempengaruhi keberlangsungan proses penyembuhan.
Suhu tubuh yang normal merupakan suhu yang optimal dalam membantu
penyembuhan luka.32
Suhu dibawah suhu tubuh dapat memperlambat
penyembuhan karena lambatnya perbaikan epitel, deposisi kolagen, dan
40
turunnya sel-sel fibroblas.32
Hasil studi in vitro menunjukan bahwa pada suhu
33˚C dapat menyebabkan keadaan kritis penurunan aktifitas neutrofil,
fibroblas, dan epitel.32
Hasil dari penelitian ini dapat dipengaruhi keterbatasan dan kesalahan oleh
peneliti. Pertama, pada penelitian ini tidak dilakukan pengamatan pada luka
sesaat setelah dilakukan paparan pembuatan luka baik secara makroskopik
maupun mikroskopik. Kedua, pengukuran luas luka pada penelitian ini tidak
dilakukan setiap hari. Ketiga, dalam pemberian salep pada luka tidak
dilakukan pengukuran jumlah salep yang akan diberikan setiap harinya pada
masing-masing tikus. Sehingga jumlah pemberian masing-masing jenis salep
pada masing-masing tikus dapat beragam. Pemberian salep ekstrak daun
binahong 20% dapat lebih banyak dari pada pemberian salep ekstrak daun
binahong40%.
41
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
1. Terdapat pengaruh pemberian salep ekstrak daun binahong (Anredera
cordifolia (Tenore) Steenis) terhadap reduksi luas permukaan luka bakar
pada tikus Sprague dawley dengan lama paparan luka bakar 30 detik
dengan plat besi.
2. Terdapat perbedaan reduksi luas luka yang signifikan pada pemberian
salep ekstrak bihanong pada berbagai konsentrasi, silver sulfadiazine,
dan basis salep yaitu dengan Pvalue 0,016.
3. Terdapat perbedaan reduksi luas luka yang signifikan pada pemberian
ekstrak daun binahong 20% dibanding dengan pemberian silver
sulfadiazine, basis salep, dan salep ekstrak daun binahong 10% dan 40%.
5.2 Saran
1. Penelitian mendatang hendaknya melakukan penilaian makroskopik
dan mikroskopik pada saat setelah paparan pembuatan luka.
2. Pengukuran luas luka hendaknya dilakukan setiap hari.
3. Pemberian masing-masing salep sebagai perlakuan dan kontrol pada
tiap tikus hendaknya ditakar agar sama banyak sehingga
meminimalisir faktor kerancuan.
4. Penelitian mendatang hendaknya meneliti kandungan zat aktif pada
daun binahong yang dapat membantu mempercepat proses
penyembuhan luka bakar.
42
DAFTAR PUSTAKA
1. Sabol F et all. Immunohistological changes in skin wounds during the
early periods of healing in a rat model. Veterinarni Medicina 2012 (2):
77-82
2. Haghdoost F et al. Pistacia atlantica Resin Has a Dose-Dependent Effect
on Angiogenesis and Skin Burn Wound Healing in Rat. Hindawi
Publishing Corporation; 2013
3. Anonim. Burn. 1 September 2014. http://www.who.int
4. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi Robbins Ed.7
Vol.2. Jakarta: EGC; 2007. P 320
5. Miladiyah I, Prabowo BR. Ethanolic extract of Anredera cordifolia (Ten.)
Steenis leaves improved wound healing in guinea pigs. Universa Medicina
2012;31:4-11.
6. Yuliani SH, Fudholi A, Pramono A. Marchaban: The Effect of Formula
To Physical Properties of Wound Healing Gel of Ethanolic Extract of
Binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis). International Journal of
Pharmaceutical Sciences and Research 2012; Vol. 3 (11): 4254-4259
7. Vivian-Smith G, Lawson BE, Turnbull A, Downey PO. The biology of
Australian weeds 46. Anredera cordifolia (Ten.) Steenis. Plant Protection
Quarterly 2007: Vol.22(1).
8. Persada AN, Windarti I, Fiana DN. Perbandingan Tingkat Kesembuhan
Luka Bakar Derajat II Antara Pemberian Topikal Daun Binahong
(Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) Tumbuk dan Hidrogel pada Tikus
43
Putih (Rattus norvegicus) Galur Sprague Dawley. Lampung: Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung; 2014
9. Djamil Ratna et all. Antioxidant Activity of Flavonoid from Anredera
cordifolia (ten) Steenis Leaves. International Research Journal of
Pharmacy 2012, 3(9)
10. Astuti SM et al. Determination of Saponin Compound from Anredera
cordifolia (Ten) Steenis Plant (Binahong) to Potential Treatment for
Several Diseases. Journal of Agricultural Science 2011; Vol.3, No.4
11. Chuang M-T, Lin Y-S, Hou W-C. Ancordin, the major rhizome protein of
madeira-vine, with trypsin inhibitory and stimulatory activities in nitric
oxide productions. Elsevier 2007; 1311-1316
12. Sherwood L. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. Jakarta: EGC; 2011. P
485-486
13. Junqueira LC, Carbeiro J. Basic Histology text & atlas 11th edition. US:
The McGraw-Hill’s Companies; 2007
14. Flanagan M. The physiology of wound healing. Journal of Wound Care.
June, Vol 9, No 6, 2000
15. Guo S, DiPietro LA. Factor Affecting Wound Healing. J Dent Res
89(3):219-229, 2010
16. Burns JL, Mancoll JS, Phillips LG. Impairments to wound healing. Clin
Plastic Surg 30 (2003) 47– 56
17. Anonim. Anredera cordifolia (Ten.) Steenis Taxonomic Serial No: 181920.
Tuesday 28 Jan 2014 21:23. www.itis.gov
44
18. Xifreda CC, Argimon S, Wulff AF. Infraspecific Characterization and
Chromosome Numbers in Andredera cordiffolia (Basellaceae). Thaiszia
Journal of Botany 2000: 99-108
19. International consensus. Appropriate use of silve dressings in wounds. US:
Wounds International; 2012
20. Federer Wt. Experimental Design: Theory and Application. New Delhi:
Oxford & IBH Publishing Co; 1967
21. Paju N, yamlean PVY, Kojong N. Uji efektifitas ekstrak daun binahong
(Andredera cordifolis (Ten) Steenis) pada kelinci (Oryctolagus cunisulus)
yang terinfeksi bakteri Staphylococcus aureus. Jurnal Ilmiah Farmasi
Unsrat. Februari 2013. Vol.12, No.01
22. Lipsky BA and Hoey C, Topical Antimicrobial Therapy for Treating
Chronic Wounds. Clin Infect Dis. (2009) 49 (10): 1541-1549. doi:
10.1086/644732
23. Hadasova E at all. Practicals in Pharmacology. Masaryk University
Faculty Of Medicine: Brno; 2006
24. Akhoondinasab MR, Akhoondinasab M, Saberi M. Comparison of
Healing Effect of Aloe Vera Extract and Silver Sulfadiazine in Burn
Injuries in Experimental Rat Model. WJPS/Vol.3/No.1/January 2014
25. Rahmawati L, Fachriyah A, Kusrini D. Isolasi, Identifikasi dan Uji
Aktivitas Antioksidan Senyawa Flavonoid Daun Binahong (Anredera
cordifolia (Ten.) Steenis). Semarang: Universitas Diponegoro
45
26. Both DM, Goodtzova K, Yarosh DB, Brown DA. Liposome-encapsulated
ursolic acid increases ceramides and collagen in human skin cells. Arch
Dermatol Res (2002) 293 :569–575
27. Moura-Letts GG, Villegas LF et all. In Vivo Wound-Healing Activity of
Oleanolic Acid Derived from the Acid Hydrolysis of Anredera diffusa. J.
Nat. Prod.: 2006, 69 (6), pp 978–979
28. Christiawan A, Perdanakusuma D. Aktivitas Antimikroba Daun Binahong
Terhadap Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus yang
Sering Menjadi Penyulit Pada Penyembuhan Luka Bakar. Surabaya:
Departemen / SMF Ilmu Bedah Plastik Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga
29. Anonim. SertaSil Advanced Wound Care. UK: Willingsford; 2014
30. Keast D, Orsted H. 2 September 2014. The Basic Principles of Wound
Healing. http//www.uwo.ca
31. Kumari S et all. Topical treatment of Klebsiella pneumoniae B5055
induced burn wound infection in mice using natural products. J Infect Dev
Ctries 2010; 4(6):367-377.
32. McGuiness W, Vella E, Harrison D. Influence of dressing changes on
wound temperature. Australia: Journal of Wound Care Vol 13, No 9,
October 2004
46
Lampiran 1
(Tahapan cara pengukuran luas luka)
Cara pengukuran luas:
1. Membuat garis berjarak 1 cm sesuai panjang skala pada penggaris
Gambar 6.1 Tahap 1 pengukuran luas luka
Sumber: Printscreen aplikasi Macbiophotonics
2. Pilih menu Analyze-Set Scale
Gambar 6.2 Tahap 2 pengukuran luas luka
Sumber: Printscreen aplikasi Macbiophotonics
47
3. Keluar jendela seperti di bawah, ubah Known Distance menjadi 1 (sesuai
hasil panjang garis hasil pembuatan di langkah 1) dan ubah Unit of length
menjadi centimeter
Gambar 6.3 Tahap 3 pengukuran luas luka
Sumber: Printscreen aplikasi Macbiophotonics
4. Buat pola sesuai bentuk luka seperti gambar di bawah
Gambar 6.4 Tahap 4 pengukuran luas luka
Sumber: Printscreen aplikasi Macbiophotonics
48
5. Pilih menu Analyze dan Measure
Gambar 6.5 Tahap 5 pengukuran luas luka
Sumber: Printscreen aplikasi Macbiophotonics
6. Akan keluar jendela seperti pada gambar dibawah, hasil pengukuran luas
berupa area
Gambar 6.6 Tahap 6 pengukuran luas luka
Sumber: Printscreen aplikasi Macbiophotonics
49
Lampiran 2
(Alat, bahan dan pembuatan salep)
Gambar 6.7 Bahan-bahan salep
Gambar 6.8 Cara pembuatan salep
50
Lampiran 3
(Bahan, alat dan perlakuan terhadap tikus Sprague dawley)
Gambar 6.9 Salep Gambar 6.10 Kandang tikus
Gambar 6.11 Alas kawat kandang Gambar 6.12 Pencukuran rambut tikus
Gambar 6.13 Pemanasan plat besi Gambar 6.14 Pembuatan luka
Gambar 6.15 Pemberian salep
51
Lampiran 4
(Surat keterangan tikus)
Gambar 6.16 Surat keterangan tikus sehat
52
Lampiran 5
(Surat keterangan ekstrak daun binahong)
Gambar 6.17 Surat keterangan pembuatan ekstrak
53
Lampiran 6
(Surat keterangan determinasi)
Gambar 6.18 Surat keterangan determinasi