Upload
shiraitaiki
View
1.157
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
MAKALAH
PENDEKATAN SISTEM NILAI TUKAR DALAM MENGATASI
KRISIS DI INDONESIA
Untuk Melengkapi Tugas Kelompok Mata Kuliah Makro Ekononomi
Semester Genap Tahun Ajaran 2011/2012
Disusun Oleh:
Sandhy Alief Fitriawan 1106035184
MAGISTER MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS INDONESIA
SALEMBA, JUNI 2012
ii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ………………………………………………………..…………… ............. .ii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………. ..............iii
DAFTAR TABEL…………...………… ............................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................................... .v
I. Pendahuluan……………………………… ...................................................................... 1 I.1 Latar Belakang…………………………………… ................................................. 1
I.2 Perumusan Masalah.………………………………................................................. 2
II. Tinjauan Pustaka …………………………...................................................................... 3
II.1 Nilai Tukar……………………...………………………. ....................................... 3
II.2 Sistem Nilai Tukar……..………………………………...………….. .................... 5
III. Pembahasan …………………………………………… ................................................ 6
III.1 Opsi Nilai Tukar Mengambang Terkendali…………………………… ............. 6
III.2 Opsi Nilai Tukar Mengambang Bebas………………………………… ........... 10 III.3 Kondisi Aktual………………………………………………………… ........... 13
IV. Kesimpulan …………………………………........ ........................................................ 14
DAFTAR ACUAN………………………………………….. ............................................. 16
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Nilai Tukar Rp/USD………………………………….…………..... 1
2. Gambaran Arus Uang………………………………………….... 10 3. Gambaran Pertumbuhan Cadangan Devisa Negara…...................... 12
4. Gambaran Kurs Transaksi -USD………………………………. 13
iv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Kondisi ekonomi makro Indonesia………….………………….. 7
2. Kondisi perkembangan ekonomi di seluruh sektor di Indonesia…………………………………………………………
12
v
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Perbandingan Kurs Bebas dengan Kurs Tetap… 17
2 Perbandingan Nilai Perekonomian pada Pra Krisis, Krisis,
dan Pasca Krisis………………..........................................
18
1
I. Pendahuluan
I.1. Latar Belakang
Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997-1998 merupakan salah satu
krisis ekonomi terparah sepanjang sejarah negara Indonesia. Hal ini terlihat jelas melalui
penurunan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang ditutup pada level Rp 4.850/dollar AS pada
tahun 1997 dan meluncur dengan cepat ke level Rp 13.800/dollar AS pada 22 Januari 1998.
sebagaimana dapat dilihat pada gambar 1.
Sumber: data bank Indonesia
Krisis ini secara langsung menghancurkan hal-hal yang telah dicapai melalui peningkatan
pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak tahun 19901. Sebelum krisis terjadi, Indonesia terkenal
sebagai negara yang sangat aktif meminjam dollar dalam jumlah besar, terutama oleh perusahaan-
perusahaan nasional dalam melakukan transaksi bisnisnya. Hal ini dilakukan karena target pasar
dari produsen Indonesia adalah pasar dalam negeri yang notabenenya menggunakan rupiah.
Pembelian bahan baku dengan dollar tentunya akan menguntungkan ketika rupiah menguat
terhadap dolar, dan pada kenyataannya praktek ini bekerja baik untuk perusahaan tersebut hingga
akhir tahun 1996 dimana pada masa itu Indonesia menerapkan kebijakan nilai tukar mengambang
terkendali. Kebijakan tersebut dianggap sebagai kebijakan yang sangat menguntungkan pada saat
itu karena rupiah memiliki nilai yang stabil dan hal tersebut memerperkuat kepercayaan investor
terhadap Indonesia.
Krisis ekonomi tahun 1997 telah mengubah kondisi tersebut. Bank Indonesia (BI) pada
tanggal 14 Agustus 1997 terpaksa membebaskan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing,
khususnya dollar AS2. BI tidak lagi melakukan intervensi di pasar valuta asing untuk menopang
nilai tukar rupiah, sehingga nilai tukar ditentukan oleh kekuatan pasar semata. Kebijakan tersebut
memperparah penurunan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS (depresiasi lebih dari 80 persen).
Akan tetapi, di sisi lain kebijakan ini dianggap telah berhasil menstabilkan nilai tukar rupiah
1 Lepi T. Tarmidi. 2008. Krisis Moneter Indonesia : Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran. Pp2 2 www.bi.go.id/sejarahmoneterperiode19831987.pdf
2
dengan cepat menjadi sekitar Rp 8.000 awal Mei 1999 sehingga tidak menyebabkan
krisis ekonomi yang berkepanjangan.
Kondisi di atas telah menggambarkan bahwa pemerintah Indonesia
mengambil langkah ekstrim dengan mengubah kebijakan nilai tukar pada saat
terjadinya krisis ekonomi 1997. Kebijakan tersebut di satu sisi telah menyebabkan
efek negatif yaitu memperbesar hutang negara dan hutang swasta. Tercatat pada
Maret 1998, total hutang luar negeri Indonesia mencapai 138 milyar dollar AS3.
Nilai hutang tersebut semakin membebani keuangan pemerintah mengingat
deperesiasi rupiah yang tinggi yang berarti telah terjadi lonjakan beban hutang yang
tinggi. Hal tersebut semakin diperparah karena sekitar 72,5 milyar dollar AS
merupakan hutang swasta yang dua pertiganya bersifat jangka pendek dan sekitar 20
milyar dollar AS akan jatuh tempo dalam tahun 1998. Sementara pada saat itu
cadangan devisa tinggal sekitar 14,44 milyar dollar AS. Kondisi ini tidak hanya
mempersulit negara Indonesia tetapi juga perusahaan-perusahaan nasional yang
sebelumn ya telah diuntungkan dengan sistem nilai tukar tetap. Hutang perusahaan-
perusahaan tersebut menjadi terlalu besar untuk dibayarkan dalam jangka pendek.
Kebijakan nilai tukar mengambang di sisi lain ternyata memiliki efek positif
bagi perekonomian Indonesia. Secara tidak langsung, kebijakan ini telah melakukan
seleksi alam terhadap perusahaan-perusahaan nasional yang tidak memiliki kinerja
yang baik dan memiliki rasio hutang yang terlalu besar. Kebijakan ini pula
meningkatkan kepercayaan terhadap kekuatan nilai tukar rupiah yang sebenarnya
dimana level Rp 2.450 per dollar telah dianggap terlalu tinggi pada masa itu oleh
pasar. Kondisi-kondisi tersebut mempercepat stabilitas ekonomi di Indonesia yang
ditujukkan melalui stabilitas rupiah menjadi sekitar Rp 8.000 pada Mei 1999. Pada
saat itu Indonesia dianggap telah berhasil keluar dari krisis dan memulai awal
sejarah perekonomian baru.
I.2. Perumusan Masalah
Latar belakang di atas menjelaskan bahwa kebijakan nilai tukar
mengambang merupakan solusi yang sukses diterapkan oleh pemerintah negara
Indonesia dalam mengatasi krisis ekonomi 1997. Akan tetapi, solusi tersebut
memberikan efek negatif yang cukup besar dan terus berpengaruh pada perkenomian
Indonesia hingga sekarang. Hal ini menimbulkan banya pertanyaan karena jika
3 http://tikaambigu2.blogspot.com/2011/04/krisis-ekonomi-indonesia-1998.html
3
dilihat secara kasat mata, pemerintah Indonesia seharusnya dapat mengambil
kebijakan lain yang lebih menguntungkan dengan tetap memberlakukan nilai tukar
mengambang terkendali yang lebih berpihak kepada sektor riil.
Maka permasalahan dalam kasus ini adalah:
1. Apakah sistem nilai tukar mengambang terkendali tidak dapat dipertahankan
pada saat krisi ekonomi tahun 1997-1998?
2. Apakah perubahan kebijakan menjadi sistem nilai tukar mengambang bebas
merupakan hal yang menguntungkan bagi Indonesia?
II. Tinjauan Pustaka
II.1 Nilai Tukar
Nilai tukar adalah harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya atau
nilai dari suatu mata uang terhadap nilai mata uang lainnya4. Kenaikan nilai tukar
mata uang dalam negeri disebut apresiasi atas mata uang asing. Penurunan nilai tukar
uang dalam negeri disebut depresiasi atas mata uang asing.
Terdapat beberapa faktor utama yang mempengaruhi tinggi rendahnya nilai
tukar mata uang dalam negeri terhadap mata uang asing5. Faktor-faktor tersebut
adalah :
a. Laju inflasi relatif
Dalam pasar valuta asing, perdagangan internasional baik dalam bentuk
barang atau jasa menjadi dasar yang utama dalam pasar valuta asing, sehingga
perubahan harga dalam negeri yang relatif terhadap harga luar negeri dipandang
sebagai faktor yang mempengaruhi pergerakan kurs valuta asing. Misalnya, jika
Amerika sebagai mitra dagang Indonesia mengalami tingkat inflasi yang cukup
tinggi maka harga barang Amerika juga menjadi lebih tinggi, sehingga otomatis
permintaan terhadap barang dagangan relatif mengalami penurunan.
b. Tingkat pendapatan relatif
Faktor lain yang mempengaruhi permintaan dan penawaran dalam pasar
mata uang asing adalah laju pertumbuhan riil terhadap harga-harga luar negeri. Laju
4 Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Erlangga: Jakarta. Pp99 5 Madura, J. 2003. International Financial Management. Prentice Hall International Inc: New York.
4
pertumbuhan riil dalam negeri diperkirakan akan melemahkan kurs mata uang asing.
Sedangkan pendapatan riil dalam negeri akan meningkatkan permintaan valuta asing
relatif dibandingkan dengan supply yang tersedia.
c. Suku bunga relatif
Kenaikan suku bunga mengakibatkan aktifitas dalam negeri menjadi lebih
menarik bagi para penanam modal dalam negeri maupun luar negeri. Terjadinya
penanaman modal cenderung mengakibatkan naiknya nilai mata uang yang
semuanya tergantung pada besarnya perbedaan tingkat suku bunga di dalam dan di
luar negeri, maka perlu dilihat mana yang lebih murah, di dalam atau di luar negeri.
Dengan demikian sumber dari perbedaan itu akan menyebabkan terjadinya kenaikan
kurs mata uang asing terhadap mata uang dalam negeri.
d. Kontrol pemerintah
Kebijakan pemerintah dapat mempengaruhi keseimbangan nilai tukar dalam
melalui usaha untuk menghindari hambatan nilai tukar valuta asing dan perdagangan
luar negeri serta intervensi di pasar uang yaitu dengan menjual dan membeli mata
uang. Adapun alasan pemerintah untuk melakukan intervensi di pasar uang adalah
untuk memperlancar perubahan dari nilai tukar uang domestik dan sesuai di dalam
batas-batas yang telah ditentukan serta mengatasi gangguan yang bersifat sementara.
e. Ekspektasi
Faktor kelima yang mempengaruhi nilai tukar valuta asing adalah ekspektasi
atau nilai tukar di masa depan. Sama seperti pasar keuangan yang lain, pasar valas
bereaksi cepat terhadap setiap berita yang memiliki dampak ke depan. Dan sebagai
contoh, berita mengenai bakal melonjaknya inflasi di AS mungkin bisa
menyebabkan pedagang valas menjual Dollar, karena memperkirakan nilai Dollar
akan menurun di masa depan. Reaksi langsung akan menekan nilai tukar Dollar
dalam pasar.
5
II.2 Sistem Nilai Tukar
Sistem nilai tukar di dunia saat ini terbagi empat6
1. Sistem kurs tetap.
Dalam sistem ini pemerintah atau bank sentral negara yang bersangkutan
turut campur secara aktif dalam pasar valuta asing dengan membeli atau menjual
valuta asing jika nilainya menyimpang dari standar yang telah ditentukan. Dalam
sistem ini, nilai tukar suatu mata uang dipatok terhadap satu atau beberapa mata
uang asing. kurs tukar biasanya konstan atau diizinkan berfluktuasi hanya dalam
batasan yang sangat sempit. Jika kurs tukar mulai bergerak terlalu besar, maka
pemerintah akan melakukan intervensi untuk menjaganya tetap dalam batasan yang
diizinkan. Perubahan nilai tukar dilakukan oleh otoritas moneter melalui mekanisme
devaluasi atau revaluasi. Kelebihan sistem ini adalah terbatasnya ruang gerak untuk
berspekulasi. Ada pun kelemahan sistem ini yaitu kurangnya fleksibilitas mata uang
jika terjadi perubahan-perubahan dalam pasar internasional. Selain itu, otoritas
moneter harus memiliki cukup dana untuk menjaga kestabilan nilai tukar mata
uangnya.
2. Sistem kurs mengambang bebas.
Dalam sistem ini nilai tukar suatu mata uang diambangkan terhadap mata
uang - mata uang asing. Dengan demikian, perubahan nilai tukar ditentukan oleh
mekanisme pasar, tanpa harus melibatkan campur tangan otoritas moneter.
Kelebihan sistem ini adalah fleksibilitasnya yang tinggi dalam melakukan
penyesuaian terhadap kondisi pasar. Selain itu otoritas moneter tidak perlu
mempunyai cadangan dana untuk menjaga kestabilan nilai tukar mata uangnya.
adapun kelemahan dari sistem ini adalah sangat besarnya peluang untuk berspekulasi,
sehingga dapat menyebabkan ketidakstabilan nilai tukar. Dalam sistem ini, nilai kurs
tukar ditentukan oleh tekanan pasar tanpa adanya intervensi pemerintah. Keuntungan
dari sistem ini adalah masalah dari negara lain (seperti inflasi dan tingkat
pengangguran) tidak akan merambat (contagion effect). Selain itu, bank sentral dan
pemerintah tidak perlu terus menjaga dan mempertimbangkan kurs tukar dalam
mengimplementasikan berbagai kebijakan. Kerugiannya adalah bagi negara yang
mengalami masalah akan mendapat tekanan yang lebih berat. Sistem ini merupakan
6 Pemana, Christian. 2011.
http://ilerning.com/index.php?option=com_content&view=article&id=552:sistem-nilai-
tukar&catid=40:mnc-a-kurs. Diakses tanggal 27 Mei 2012
6
kebalikan dari sistem kurs tetap.
3. Sistem kurs mengambang terkendali.
Kebanyakan sistem kurs yang digunakan negara-negara saat ini berada diantara
sistem kurs tetap dan sistem kurs mengambang bebas, yaitu sistem kurs
mengambang terkendali. Komponen sistem kurs mengambang bebas ditunjukkan
oleh kurs tukar yang diizinkan berfluktuasi pada basis harian tanpa adanya batasan
resmi. Komponen sistem kurs tetap ditunjukkan oleh pemerintah yang dapat
melakukan intervensi untuk mencegah mata uangnya bergerak terlalu jauh pada arah
tertentu. Sistem ini dapat dinyatakan sebagai penggabungan antara sistem nilai kurs
tetap dan sistem kurs mengambang. Dalam sistem ini nilai tukar suatu mata uang
diambang dalam suatu batas yang disebut rentang intervensi. Otoritas moneter akan
melakukan tindakan stabilisasi (intervensi) manakala nilai tukar mata uangnya telah
melampaui nilai-nilai batas yang ditetapkan. Kelebihan sistem ini adalah
fleksibilitasnya yang cukup tinggi dalam melakukan penyesuaian terhadap
perubahan kondisi pasar. Adapun kelemahan sistem ini yaitu perlunya otoritas
moneter memiliki cadangan dana yang cukup untuk menjaga kestabilan nilai tukar
mata uangnya.
4. Sistem kurs terikat.
Sistem ini mengikat nilai mata uang suatu negara ke satu atau lebih mata
uang asing. Nilai mata uang negara tersebut kemudian menjadi tetap dalam unit mata
uang asing yang diikat, namun nilainya akan bergerak sejalan dengan nilai mata
uang asing yang diikat terhadap mata uang asing lainnya. Umumnya sistem ini
digambarkan melalui penyatuan mata uang dalam zona perikatan seperti euro.
III. Pembahasan
III.1. Opsi Nilai Tukar Mengambang Terkendali
Opsi nilai tukar mengambang terkendali diterapkan oleh Indonesia secara
bersamaan dengan kebijakan devaluasi Rupiah pada tahun 1978 sebesar 33 %.
Kebijakan ini dianggap sebagai dasar bagi kemajuan ekonomi Indonesia hingga era
1990. Hal ini di gambarkan melalui kondisi ekonomi makro yang semakin membaik
seperti dapat dilihat pada tabel 1.
7
Sumber: data bank Indonesia
Kebijakan nilai tukar ini memberikan kemampuan lebih bagi pemerintah
untuk melakukan pergerakan sesuai dengan kondisi pasar melalui intervensi moneter
sehingga akan memberikan kepastian yang lebih baik bagi para eksportir dari
importir tentang besarnya nilai tukar yang berlaku dalam suatu periode. Di samping
itu, sistem ini juga menghemat energi BI dalam melakukan pengawasan dan
intervensi yang ketat seperti pada sistem nilai tukar tetap yang diberlakukan
sebelumnya. Sistem nilai tukar mengambang terkendali pada dasarnya merupakan
sistem yang menggabungkan kelebihan sistem nilai tukar tetap dan mengambang
bebas sehingga seharusnya menjadi sistem alternatif yang dapat berjalan dengan baik
pada zaman modern seperti sekarang.7. Akan tetapi hal ini tidak terbukti di Indonesia.
Kegagalan sistem nilai tukar mengambang terkendali di Indonesia adalah
karena kegagalan pengawasan dari pemerintah8. Sistem ini memang mengurangi
energi pengawasan, tetapi hal tersebut harus diikuti oleh peraturan yang jelas akan
batasan-batasan tertentu yang harus dicapai agar kondisi ekonomi tetap kondusif.
Batasan tersebut tidak hanya kepada nominal nilai tukar semata tetapi faktor-faktor
yang mepengaruhi seperti inflasi, hutang, cadangan modal dan ekspektasi.
Kegagalan pengawasan terbesar dapat terlihat dari penurunan neraca berjalan dan
7 Pemana, Christian. 2011.
http://ilerning.com/index.php?option=com_content&view=article&id=552:sistem-nilai-
tukar&catid=40:mnc-a-kurs. Diakses tanggal 27 Mei 2012 8 Lepi T. Tarmidi. 2008. Krisis Moneter Indonesia : Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran. Pp5
8
neraca modal pemerintah (tabel 1). Di sisi lain neraca modal asing (PMA) terus
meningkat yang berarti tingginya aliran masuk mata uang asing di Indonesia. Hal ini
merupakan kondisi yang sangat berbahaya bila terjadi gelombang negatif ekonomi
dari luar yang sangat besar.
Indonesia memang telah gagal meprediksi terjadinya gelombang resesi, akan
tetapi hal tersebut tidak terlepas dari kelemahan sistem nilai tukar mengambang
terkendali itu sendiri. Sistem ini tidak dapat mencegah spekulasi valas. Kebijakan
pada era 1990 yang membebaskan aliran masuk sebagai dukungan terhadap
penanaman modal asing menjadi salah satu penyebab munculnya spekulan-spekulan
valas, terlebih hal ini dilakukan oleh perusahaan nasional9. Kondisi pada saat itu
mengizinkan, masyarakat untuk bebas membuka rekening valas di dalam negeri atau
di luar negeri. Valas bebas diperdagangkan di dalam negeri, sementara rupiah juga
bebas diperdagangkan di pusat-pusat keuangan di luar negeri. Hal ini menjadikan
kondisi keuangan yang riskan akan perubahan nilai tukar. Akan tetapi, kepercayaan
penggunaan pola ini sangat tinggi pada saat itu karena tingginya pertumbuhan
ekonomi dan kebijakan pemerintah yang mendukung dalam menjaga stabilitas nilai
tukar.
Kelemahan sistem nilai tukar mengambang terkendali di atas menutupi nilai
tukar nyata rupiah di pasar. Rupiah sebenarnya mungkin tidak berada pada level
Rp2.450/ US dollar pada saat itu. Tingkat depresiasi rupiah yang relatif rendah,
berkisar antara 2,4% (1993) hingga 5,8% (1991) antara tahun 1988 hingga 199610
,
yang berada di bawah nilai tukar nyatanya, menyebabkan nilai rupiah secara
kumulatif sangat overvalued11
. Ditambah dengan kenaikan pendapatan penduduk
dalam nilai US dollar yang naiknya relatif lebih cepat dari kenaikan pendapatan
nyata dalam Rupiah, dan produk dalam negeri yang makin lama makin kalah
bersaing dengan produk impor. Nilai Rupiah yang overvalued berarti juga proteksi
industri yang negatif. Akibatnya harga barang impor menjadi relatif murah dan
produk dalam negeri relatif mahal, sehingga masyarakat memilih barang impor yang
kualitasnya lebih baik. Akibatnya produksi dalam negeri tidak berkembang, ekspor
menjadi kurang kompetitif dan impor meningkat. Nilai rupiah yang sangat
overvalued ini sangat rentan terhadap serangan dan permainan spekulan, karena
9 Iskandar dan Wijoyo, Santoso. 1999. Pengendalian Kebijakan Moneter dalam Sistem Nilai Tukar
yang Fleksibel. Buletin Ekonomi dan Pebankan Spetember 1999. Pp 6
10 Data bank Indonesia 11 Lampiran 1
9
tidak mencerminkan nilai tukar yang nyata
Kondisi-kondisi di atas menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang
dialami Indonesia sebenarnya menyimpan resiko yang besar sebagai akibat
kegagalan penerapan sistem nilai tukar mengambang terkendali. Kemajuan yang
dicapai melalui sistem tersebut juga secara tidak langsung juga menutupi
fundamental perekonomian Indonesia yang lemah dari sisi peraturan ekonomi seperti
perbankan dan ekspor impor. Hal tersebut menimbulkan kepercayaan diri yang
tinggi pada pemerintah untuk mengembangkan perekonomian Indonesia sehingga
menghasilkan kebijakan moneter yang tidak sesuai dengan kondisi nyata. Kebijakan
tersebut mendukung perusahaan-perusahaan nasional untuk meningkatkan kinerja
usahanya dan melakukan hutang lebih banyak. Kondisi tersebut menjadikan
keruntuhan ekonomi Indonesia ketika terjadi gelombang krisis yang besar pada
tahun 1997. Hutang pemerintah dan swasta meningkat hingga hampir sepuluh kali
lipat12
pada saat itu. Hutang tersebut menjadikan kondisi ekonomi menjadi tidak
kondusif dan memaksa banyak perusahaan untuk tutup atau mengalami
kebangkrutan sehingga kredit bank macet. Kegagalan pemabayaran yang terjadi
pada saat krisis membuat sektor perbankan kesulitan dalam mengatur neraca
keuangannya sehingga likuiditas di Indonesai turun drastis. Kondisi ini
mengakibatkan turunnya kepercayaan investor. Pada saat itu, banyak investor yang
memilih opsi untuk keluar dari Indonesia13
. Langkah ini juga diikuti oleh para
spekulan untuk membeli dollar AS agar nilai kekayaan tidak merosot dan kemudian
mengkonversinya untuk menarik keuntungan. Hal tersebut dimungkinkan karena
tidak adanya aturan jaminan valas dan investasi yang mengikat sehingga
memperparah kepercayaan pasar terhadap nilai tukar rupiah.
Pada saat kondisi di atas terjadi, sistem nilai tukar mengambang terkendali
menunjukkan kelemahan lainnya yaitu pemerintah sebagai otoritas moneter harus
menggunakan cadangan dana atau devisa untuk untuk menjaga kestabilan nilai tukar
mata uang rupiah. Cadangan devisa merupakan simpanan mata uang asing oleh
bank sentral dan otoritas moneter dalam beberapa mata uang cadangan seperti dolar,
euro, atau yen. Cadangan ini digunakan untuk menjamin kewajiban negara yaitu
mata uang lokal yang diterbitkan dan cadangan berbagai bank yang disimpan di bank
sentral oleh pemerintah atau lembaga keuangan. Akan tetapi rasio hutang yang tinggi,
12 Lepi T. Tarmidi. 2008. Krisis Moneter Indonesia : Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran. Pp6 13 http://tikaambigu2.blogspot.com/2011/04/krisis-ekonomi-indonesia-1998.html
10
jangka waktu pembayaran yang pendek dan cadangan devisa yang terus berkurang
membuat hutang tersebut tidak dapat ditutupi oleh pemerintah Indonesia. Tanpa
adanya cadangan devisa yang cukup, Indonesia tidak dapat mencetak uang,
melakukan transakasi dan aktivitas moneter. Apabila hal tersebut dibiarkan, maka
akan terjadi kesulitan likuiditas yang berkepanjangan sehingga membuat jatuhnya
perbankan di Indonesia secara keseluruhan dan pada akhirnya kebangkrutan nrgara.
Kebangkrutan negara seperti yang terjadi di Yunani pada tahun 2008 merupakan hal
yang sanagt dihindari oleh seluruh negara. Kita dapat mengambil contoh yang terjadi
di Polandia pada tahun 1990 pada saat sistem nilai tukar mengambang terkendali
tetap dilakukan pada saat krisis terjadi. Gambar 2 menunjukkan bahwa arus uang di
masyarakat terus menurun dan terjadi penurunan nilai tukar yang sangat tinggi.
Sesuai dengan sistem nilai tukar yang dianut, besamya tingkat pengendalian terhadap
nilai tukar akan herpengaruh terhadap perilaku nilai tukar negara tersebut. Semakin
tinggi tingkat fleksibilitas nilai tukar (semakin kecil tingkat pengendalian nilai
tukar), semakin sulit memprediksi pergerakan nilai tukar tersebut dan hal tersebut
akan mendorong penggunaan cadangan devisa yang besar dalam upaya
pengendaliannya. Kondisi Polandia ini akan terjadi di Indonesia apabila sistem nilai
tukar mengambang terkendali tetap dipertahankan sehingga pemerintah menetapkan
sistem nilai tukar mengambang bebas dalam langkah menyelamatkan devisa negara.
Sumber: www.economonitor.com
III.2. Opsi Nilai Tukar Mengambang Bebas
Sistem nilai tukar mengambang bebas merupakan opsi yang dilakukan oleh
Indonesia dalam menyelamatkan kondisi keuangan negara terutama dalam hal devisa.
Hal ini terjadi karena pemerintah sebagai otoritas moneter tidak lagi melakukan
11
intervensi kebijakan pengendalian sehingga tidak ada devisa yang terpakai.
Kebijakan ini harus dilakukan untuk menghindari kebangrutan dan sebagai upaya
agar pemerintah memiliki dana yang cukup untuk menggerakkan kegiatan
perekonomian di dalam negara. Cadangan devisa yang baik akan mendukung
kebebasan dalam melakukan kegiatan ekspor impor perusahaan baik dalam hal
kebutuhan barang mentah maupun hasil produksi. Selain itu cadangan devisa yang
baik juga akan meningkatkan kepercayaan negara lain akan pembayaran pinjaman
luar negeri sehingga tidak terjadi tekanan pembayaran dan menjadikan keuangan
negara lebih likuid. Cadangan devisa juga dapat menjadi indikator kesehatan
perekonomian suatu negara.
Langkah perubahan sistem nilai tukar yang diberlakukan oleh pemerintah
telah memberikan hasil yang baik. Hal ini dapat dilihat dalam pertumbuhan
cadangan devisa negara (gambar 3). Pertumbuhan cadangan devisa yang tinggi ini
diakibatkan pertumbuhan ekonomi yang baik di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi
terjadi karena meningkatnya daya saing ekspor di pasar. Hal ini terjadi karena sistem
nilai tukar mengambang bebas mengkondisikan nilai tukar rupiah yang lebih
kompetitif untuk pasar ekspor dimana harga produk yang lebih terjangkau dan sesuai
dengan kondisi nyata perekonomian di Indonesia. Kondisi ini meningkatkan
kepercayaan investor untuk kembali ke Indonesia dan juga memperkuat stabilitas
nilai tukar rupiah di pasar. Selain itu, sistem ini juga menjadikan kebijakan moneter
lebih efektif14
karena setiap perubahan dalam nilai tukar rupaiah akan ditanggapi
secara responsif di pasar sehingga membuat nilai tukar rupiah di pasar mendekati
nilai nyatanya. Hal ini terbukti dari pengembalian stabilitas rupiah yang cepat (dalam
9 bulan) yaitu diakui oleh pasar pada level sekitar Rp 8000/ US dollar dan kemudian
berada pada level stabil sekitar Rp 9000/ US dollar dalam kurun waktu berikutnya.
Hal ini menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah lebih cepat mengalami stabilisasi
dibandingkan negara-negara yang telah mengalami krisis sebelumnya yaitu Meksiko
dan Argentina (4 tahun) serta Yunani (2 tahun)15
.
14
Arsyad, Nurjaman. 1998. Memilih Sistem Nilai Kurs Yang Tepat. Jurnal Panutan Bisnis no.2
November 1998. Pp. 3 15 http://en.wikipedia.org/wiki/Economic_crisis
12
Sumber : data bank Indonesia
Selain keuntungan di atas, sistem ini telah memberikan kekuatan lebih
kepada nilai tukar rupiah dalam menghadapi gelombang krisis yang terjadi pada
tahun 2007. Hal ini tidak terlepas dari kelebihan sistem nilai tukar mengambang
bebas yaitu lebih tahan terhadap faktor krisis dari luar bahkan mengisolasi
perekonomian dari gangguan eksternal. Kondisi ini juga didukung oleh fundamental
ekonomi yang lebih baik sebagai langkah perbaikan dari krisis 1997. Kesuksesan
mengatasi krisis 2007 diperlihatkan melalui peningkatan yang stabil di seluruh
sektor ekonomi Indonesia di mana hal ini dapat dilihat pada tabel 2.
Sumber: data bank Indonesia
13
Walaupun telah menberikan keuntungan pada sisi pemerintah, sistem ini
dikenal memberikan efek negatif kepada sektor swasta. Sistem ini membuat nilai
tukar rupiah mengalami apresiasi dan deperesiasi secara rutin dimana hal tersebut
dapat dilihat pada gambar 4. Volatilitas rupiah yang cukup tinggi setiap tahunnya
akan menggangu stabilitas perekonomian di dalam negeri. Volatilitas rupiah akan
menyulitkan sektor swasta dalam beraktivitas karena tidak adanya jaminan kepastian
dalam perubahan struktur biaya. Kondisi ini akan membatasi upaya sektor swasta
untuk mengembangkan usahanya dan akan berkibat pada penurunan kinerja yang
akan mengakibatkan turunya ekspor impor. Tanpa adanya dukungan kebijakan
moneter yang sesuai bukan tidak mungkin hal ini akan menjadi dasar bagi turunnya
kinerja perekonomian nasional.
Sumber: data bank Indonesia
III.3. Kondisi Aktual
Secara teori, dalam sistem nilai tukar mengambang bebas kebijakan moneter
akan semakin efektif khususnya apabila diikuti oleh mobilitas kapital secara
internasional semakin sempurna16
. Setiap terjadi tekanan nilai tukar Rupiah sebagai
efek kebijakan moneter akan disesuaikan melalui pengaruh suku bunga terhadap
aliran modal dan pengaruh perubahan nilai tukar Rupiah terhadap penawaran ekspor
dan permintaan impor. Melalui mekanisme tersebut, neraca transaksi berjalan
berfungsi sebagai alat mekanisme penyesuaian yang penting sehingga overall
Balance of Payment (BOP) selalu dalam ekuilibrium.
16
Iskandar dan Wijoyo, Santoso. 1999. Pengendalian Kebijakan Moneter dalam Sistem Nilai
Tukar yang Fleksibel. Buletin Ekonomi dan Pebankan Spetember 1999. Pp 2
14
Walaupun demikian, fleksibilitas kebijakan moneter dalam sistem nilai tukar
Rupiah yang mengambang bebas sebenarnya memerlukan sensivitas yang tinggi
antara suku bunga domestik terhadap aliran modal internasional dan keeratan
hubungan negatif antara nilai tukar Rupiah dengan suku bunga serta elatisitas yang
tinggi antara perubahan nilai tukar Rupiah dengan penawaran ekspor dan permintaan
impor. Selain itu, nilai tukar Rupiah yang fleksibel dan stabil juga harus tetap dijaga
agar tidak memberikan tekanan pada harga-harga domestik.
Berdasarkan kondisi tersebut, sebenarnya pemerintah Indonesia tidak
melakukan sistem nilai tukar mengambang bebas secara penuh. Pemerintah
melakukan intervensi agar kondisi rupaih tetap stabil dalam batas-batas yang
digambarkan dalam asumsi anggaran pembelajaan negara (APBN) setiap tahunnya.
Akan tetapi, intervensi tersebut tidak akan mengurangi devisa negara. Pemerintah
Indonesia melakukan intervensi melalui berbagai aturan seperti suku bunga, aturan
deposito, ketentuan minimum penanaman modal, batas maksimum jaminan
simpanan, aturan kepemilikan luar negeri dan batasan sektor ekonomi yang dapat
dilakukan oleh pihak asing. Faktor utama pengendalian tersebut adalah suku bunga.
Oleh karena itu, pengendalian moneter dilakukan dengan menggunakan suku bunga
sebagai sasaran operasional dengan inflasi melalui suku bunga overnight, suku
bunga deposito, suku bunga SBI lelang, dan suku bunga kredit. Hal-hal tersebut
dilakukan untuk menjaga stabilitas nilai rupiah dalam sistem nilai tukar
mengambang bebas dan telah berhasil menjadikan perekonomian Indonesia menjadi
lebih baik17
IV. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan ini adalah
1. Sistem nilai tukar mengambang bebas merupakan langkah terpaksa yang diambil
oleh pemerintah Indonesia pada krisis ekonomi tahun 1997 sebagai akibat
berkurangnya cadangan devisa secara drastis dan sistem ini berhasil
meningkatkan perekonomian Indonesia dengan dukungan kendali yang baik yang
dilakukan oleh pemerintah.
2. Sistem nilai tukar mengambang terkendali memiliki kelebihan dalam mendukung
kemajuan perekonomian negara Indonesia bila dijalankan dengan penetapan
batas-batas kendali yang terukur secara teliti.
17 Lampiran 2
15
DAFTAR ACUAN
Lepi T. Tarmidi. 2008. Krisis Moneter Indonesia : Sebab, Dampak, Peran IMF dan
Saran. Pp2.
Anonim. n.d. www.bi.go.id/sejarahmoneterperiode19831987.pdf (27 Mei 2012,
pukul 20.08 WIB).
Anonim. n.d. http://tikaambigu2.blogspot.com/2011/04/krisis-ekonomi-indonesia-
1998.html (27 Mei 2012, pukul 20.20 WIB).
Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Erlangga: Jakarta. Pp99.
Madura, J. 2003. International Financial Management. Prentice Hall International
Inc: New York.
Pemana, Christian. 2011.
http://ilerning.com/index.php?option=com_content&view=article&id=552:si
stem-nilai-tukar&catid=40:mnc-a-kurs. (28 Mei 2012, pukul 17.15 WIB).
Pemana, Christian. 2011.
http://ilerning.com/index.php?option=com_content&view=article&id=552:si
stem-nilai-tukar&catid=40:mnc-a-kurs. (28 Mei 2012, pukul 19.40 WIB).
Lepi T. Tarmidi. 2008. Krisis Moneter Indonesia : Sebab, Dampak, Peran IMF dan
Saran. Pp5.
Iskandar dan Wijoyo, Santoso. 1999. Pengendalian Kebijakan Moneter dalam Sistem
Nilai Tukar yang Fleksibel. Buletin Ekonomi dan Pebankan Spetember 1999.
Pp6.
Data Bank Indonesia
Lepi T. Tarmidi. 2008. Krisis Moneter Indonesia : Sebab, Dampak, Peran IMF dan
Saran. Pp6
Anonim. n.d. http://tikaambigu2.blogspot.com/2011/04/krisis-ekonomi-indonesia-
1998.html (28 Mei 2012, pukul 20.37 WIB).
Arsyad, Nurjaman. 1998. Memilih Sistem Nilai Kurs Yang Tepat. Jurnal Panutan
Bisnis no.2 November 1998. Pp3.
Anonim. n.d. http://en.wikipedia.org/wiki/Economic_crisis (28 Mei 2012, pukul
21.28 WIB).
Iskandar dan Wijoyo, Santoso. 1999. Pengendalian Kebijakan Moneter dalam Sistem
Nilai Tukar yang Fleksibel. Buletin Ekonomi dan Pebankan Spetember 1999.
Pp2.
16
Lampiran 1
17
Lampiran 2
14