of 96 /96
PENGARUH MOTIVASI, TINDAKAN SUPERVISI, DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA AUDITOR JUNIOR (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di DKI Jakarta) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi OLEH: SYAMSUL BAHRI (105082002686) JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2010 M

PENGARUH MOTIVASI, TINDAKAN SUPERVISI, DAN BUDAYA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21112/1/SYAMSUL... · adaptasi terhadap lingkungan dan atau sebaliknya yang

Embed Size (px)

Text of PENGARUH MOTIVASI, TINDAKAN SUPERVISI, DAN BUDAYA...

PENGARUH MOTIVASI, TINDAKAN SUPERVISI, DAN BUDAYA

ORGANISASI TERHADAP KINERJA AUDITOR JUNIOR

(Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di DKI Jakarta)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

OLEH:

SYAMSUL BAHRI

(105082002686)

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H/2010 M

ii

PENGARUH MOTIVASI, TINDAKAN SUPERVISI, DAN BUDAYA

ORGANISASI TERHADAP KINERJA AUDITOR JUNIOR

(Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di DKI Jakarta dan Tangerang

Selatan)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh:

SYAMSUL BAHRI

NIM: 105082002686

Dibawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Yahya Hamja, MM. Drs. Abdul Hamid Cebba MBA, CPA

NIP. 130 676 334 NIP. 132 055 044

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H/2010 M

iii

Hari ini Jumat Tanggal 11 Bulan Desember Tahun Dua Ribu Sembilan telah

dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Syamsul Bahri NIM: 105082002686

dengan judul Skripsi Pengaruh Motivasi, Tindakan Supervisi, Dan Budaya

Organisasi Terhadap Kinerja Auditor Junior (Studi Empiris Pada KAP di

DKI Jakarta. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian

berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi

dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 11 Desember 2009

Tim Penguji Komprehensif

Afif Sulfa, SE., Ak., M.Si. Hepi Prayudiawan SE., Ak. MM.

Ketua Sekretaris

Prof. Dr. H. Abdul Hamid, MS. Penguji Ahli

iv

Hari ini Kamis Tanggal 19 Bulan Maret Tahun Dua Ribu Sepuluh telah dilakukan

Ujian Skripsi atas nama Syamsul Bahri NIM: 105082002686 dengan judul

Skripsi Pengaruh Motivasi, Tindakan Supervisi dan Budaya Organisasi

Terhadap Kinerja Auditor Junior. Memperhatikan penampilan mahasiswa

tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan

Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 19 Maret 2009

Tim Penguji Skripsi

Dr. Yahya Hamja, MM. Drs. Abdul Hamid Cebba MBA, CPA Ketua Sekretaris

Drs. M. Arif Bintoro D, Ak.,MBM Hepi Prayudiawan SE., Ak. MM.

Penguji Ahli Penguji Ahli

v

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh motivasi terhadap kinerja auditor junior, pengaruh tindakan supervisi terhadap

kinerja auditor, pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja auditor junior serta pengaruh motivasi, tindakan supervisi dan budaya organisasi terhadap kinerja

auditor junior. Populasi dalam penelitian ini adalah para auditor junior yang bekerja di Kantor Akuntan Publik yang berada di Jakarta. Metode convenience

sampling digunakan untuk menentukan sampel dan diperoleh sebanyak 64 orang auditor sebagai responden. Pengujian dalam penelitian ini adalah uji validitas

dengan menggunakan Pearson Correlation, uji reliabilitas dengan menggunakan

Cronbach Alpha serta uji hipotesis dengan menggunakan koefisien determinasi

(r2), uji F dan uji t.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa: (1) motivasi berpengaruh terhadap

kinerja auditor, (2) tindakan supervisi berpengaruh terhadap kinerja auditor, (3)

budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja auditor junior, (4) motivasi,

tindakan supervisi dan budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja auditor

junior.

Kata kunci : motivasi, tindakan supervisi, budaya organisasi, kinerja, auditor

junior

vi

ABSTRACT

The purpose of this research is to get empirial evidence about the influence of

motivation, supervision action, organization culture and all of those three

variables toward junior auditors performance. Junior auditors who work at

public accountant office that located in Jakarta are the population of this

research. Convenience sampling is used to determining the sample and 64 junior

auditor are chosen as the respondent of this research. In this research the test are

validity that using Pearson Correlation, reliability that using Cronbach Alpha,

and hypothesis that using determinant coefficient (r2), F test and t test.

The result showed that: (1) motivation has influenced auditor juniors

performance, (2) supervision action has influenced auditor juniors performance,

(3) organization culture has influenced auditor juniors performance, (4)

motivation, supervision action and organization culture have influenced junior

auditors performance.

Key words : motivation, supervision action, organization culture, performance,

junior auditor

vii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ..................... ii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ........................................ iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP . iv

ABSTRAK . v

ABSTRACT . vi

KATA PENGANTAR . vii

DAFTAR ISI . ix

DAFTAR GAMBAR . xii

DAFTAR TABEL . xiii

DAFTAR LAMPIRAN . xiv

BAB 1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian 1

B. Rumusan Masalah . 6

C. Tujuan Penelitian . 6

D. Manfaat Penelitian . 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Audit 8

B. Auditor .. 11

C. Motivasi .. 16

viii

D. Tindakan Supervisi . 26

E. Budaya Organisasi .. 31

F. Kinerja Auditor ... 39

G. Hubungan Variabel Independen dengan Variabel Dependen . 43

H. Penelitian Terdahulu 48

I. Hipotesis 49

J. Kerangka Pemikiran 50

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian 51

B. Metode Pengumpulan Sampel 52

C. Metode Pengumpulan Data 52

D. Metode Analisis Data 53

1. Statistik Deskriptif 53

2. Uji Kualitas Data 53

3. Uji Asumsi Klasik 54

a. Uji Multikolonieritas 54

b. Uji Heterokedastisitas 54

c. Uji Normalitas 54

4. Uji Hipotesis

a. Koefisien Determinasi 55

b. Uji Statistik t 56

c. Uji Statitistik F 56

E. Variabel Operasional Penelitian.................................. 57

ix

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian .. 61

B. Uji Kualitas Data 65

1. Uji Reliabilitas 65

2. Uji Validitas . 66

C. Uji Asumsi Klasik 67

1. Uji Multikolonieritas 70

2. Uji Heterokedasitas 71

3. Uji Normalitas ... 72

D. Uji Hipotesis 73

1. Koefisien Determinasi .... 73

2. Uji F 75

3. Uji Statistik t 75

BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan 79

B. Implikasi 80

DAFTAR PUSTAKA 81

LAMPIRAN 84

x

DAFTAR TABEL

No. Keterangan Halaman

3.1 Pengukuran operasional Variabel Penelitian ................................. 44

4.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Klasifikasi Jenis Industri.... 46

4.2 Statistik Deskriptif Total Asset ................................. 47

4.3 Statistik Deskriptif Return on Asset ................................. 47

4.4 Statistik Deskriptif Debt to Total Equity ................................. 48

4.5 Statistik Deskriptif Current Ratio ................................. 49

4.6 Statistik Deskriptif Profil Perusahaan ................................. 50

4.7 Statistik Deskriptif Pengungkapan Tanggungjawab Sosial ............. 50

4.9 Hasil Uji Autokorelasi ................................. 55

4.10 Koefisien Determinasi ................................. 55

4.11 Hasil Uji Parameter Individual (Uji Statistik t) .............................. 56

4.12 Hasil Uji Statistik F ................................. 61

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Keterangan Halaman 1 Surat Keterangan Penyebaran Kuesioner 81

2 3

Kuesioner Penelitian Skor Jawaban Kuesioner

82 89

4

5

Uji Validitas

Uji Reliabilitas

97

101

6

7

Uji Asumsi Klasik

Uji Hipotesis

100

103

xii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kantor Akuntan Publik (KAP) merupakan sebuah organisasi yang bergerak di

bidang jasa. Jasa yang diberikan berupa jasa audit operasional, audit kepatuhan

(compliance audit), dan audit laporan keuangan. Auditor adalah orang yang

melakukan aspek tertentu dari suatu audit dalam setiap tingkatan (Arrens,

2008:36). Auditing adalah suatu proses sistematis untuk memperoleh serta

mengevaluasi bukti secara objektif mengenai asersi-asersi kegiatan dan peristiwa

ekonomi dengan tujuan menetapkan derajat kesesuaian antara asersi-asersi

tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya serta menyampaikan

hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

Tantangan dan persaingan yang dihadapi oleh Kantor Akuntan Publik (KAP)

semakin tinggi dan profesi auditor dengan kinerjanya menjadi sorotan masyarakat

luas. Keberadaan auditor juga tidak terlepas dari adanya kebutuhan manejemen

akan transparansi dan pertanggungjawaban atas kinerja perusahaan. Untuk

kebutuhan tersebut auditor dituntut memberikan kinerja yang baik.

Atas dasar kebutuhan, regenerasi dan pendistribusian tugas, suatu KAP akan

terus melakukan perekrutan auditor-auditor baru yang selanjutnya mereka akan

menyandang status sebagai auditor junior. Auditor junior adalah orang yang

melakukan sebagian besar pekerjaan audit yang terinci dengan pengalaman

terbatas.

xiii

Para auditor junior biasanya juga mendapat beraneka ragam pengalaman dari

penugasan melayani klien. Berkat kemajuan teknologi komputer dan audit para

auditor junior dalam audit dengan cepat diberi tanggung jawab dan tantangan

lebih besar.

Motivasi dalam diri sangat penting peranannya dalam mendorong seseorang

untuk selalu meningkatkan kinerjanya. Motivasi yang dimilliki auditor junior

mendorong personal auditor junior tersebut untuk melakukan kegiatan-kegiatan

tertentu untuk mencapai suatu tujuan yaitu kualitas audit yang baik. Motivasi

dapat pula dikatakan sebagai energi untuk membangkitkan dorongan dalam diri

(Mangkunegara, 2005:93).

Sifat hierarki KAP akan membantu meningkatkan kompetensi. Individu-

individu disetiap tingkatan audit mengawasi dan meriview pekerjaan individu lain

yang berada pada tingkat di bawahnya dalam struktur organisasi itu. Seorang

asisten staf baru (auditor junior) diawasi langsung oleh auditor senior atau

penaggung jawab. Pekerjaan asisiten staf ini selanjutnya diriview oleh penangung

jawab serta oleh manajer dan rekan (Arrens, 2008:37).

Dalam proses audit, tindakan supervisi diatur dalam Standar Profesional

Akuntan Publik (SPAP) yaitu dalam SA 300 standar pekerjaan lapangan pertama

mengharuskan bahwa pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika

digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.

Tindakan supervisi mencakup pengarahan kepada asisten yang terkait dalam

pencapian tujuan audit dan menentukan apakah tujuan telah tercapai. Unsur

supervisi adalah memberikan instruksi kepada asisten tetap menjaga penyampaian

xiv

informasi masalah-masalah penting yang dijumpai dalam audit, me-review

pekerjaan yang dilaksanakan dan menyelesaikan perbedaan pendapat diantara staf

audit kantor akuntan publik.

Berdasarkan beberapa telaah studi AECC (Accounting Education Change

Commision) sebagai badan yang dibentuk untuk menangani pendidikan akuntansi

dalam upaya mempertahankan profesi akuntan sebagai pilihan karir di AS

menerbitkan issue statement no.4 yang ditunjukan untuk meningkatkan kinerja

akuntan junior (Mutanto dan Melva Djasmin, 2005)

Rekomendasi AECC kepada supervisor akuntan junior untuk melaksanakan

supervisi dengan tepat khususnya dalam tiga aspek utama, tindakan supervisi yang

dimaksud adalah

a. Supervisor hendaknya menunjukan sikap kepemimpinan dan mentoring yang

kuat.

b. Supervisor hendaknya menciptakan kondisi kerja yang mendorong tercipta

kesuksesan.

c. Supervisor hendaknya memberikan penugasan yang menantang dan

menstimulus terselesaikannya tugas.

Selain itu, keberhasilan dan kinerja seseorang dalam suatu bidang pekerjaan

banyak ditentukan oleh tingkat panyesuaian diri terhadap lingkungan kerja. Dalam

bekerja dan berkarya, manusia melaksanakan semua bakat dan potensinya,

sehingga dia mentransformasikan diri sendiri dan dunia (lingkungannya) untuk

membudaya (Kartono,1992:19).

xv

Budaya organisasi adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup

sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan pendorong,

membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi,

kemudian tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat

dan tindakan yang terwujud sebagai kerja atau bekerja. Melaksanakan budaya

organisasi mempunyai arti yang sangat dalam, karena akan merubah sikap dan

perilaku sumber daya manusia untuk mencapai produktivitas kerja yang lebih

tinggi dalam menghadapi tantangan masa depan (Triguno, 1995:3 dalam

Daryatmi, 2005).

Pengembangan budaya organisasi yang efektif serta bagaimana menciptakan

lingkungan kerja yang nyaman dan kondusif, agar karyawan dapat dan mau

bekerja optimal dan dapat mendukung pencapaian tujuan perusahaan. Peran

lingkungan adalah melakukan sejumlah fungsi antara lain: memperkuat organisasi

beserta perangkat kerjanya, menerapkan tapal batas artinya menciptakan

perbedaan yang jelas antara suatu organisasi dengan organisasi lainnya, memberi

standar yang tepat mengenai apa yang harus dikatakan dan apa yang harus

dikatakan oleh setiap orang yang ada di organisasi, sebagai mekanisme pembuat

makna dan kendali yang memadu dan membentuk sikap dan perilaku pegawai.

Selain mempunyai berbagai fungsi yang berdampak positif, organisasi justru

dapat tertimpa kegagalan karena peran lingkungan yang tidak diharapkan, yaitu

tidak mendorong pada pencapaian kinerja sebuah organisasi, sehingga organisasi

yang memperkerjakan pegawai yang tidak mampu melakukan integrasi dan

xvi

adaptasi terhadap lingkungan dan atau sebaliknya yang akan menghasilkan tingkat

kinerja relatif rendah.

Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, tertarik untuk diadakan penelitian

dalam bentuk tulisan dengan judul Pengaruh Motivasi, Tindakan Supervisi,

dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Auditor Junior.

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Hidayat (2008) tentang komitmen organisasi, motivasi dan

tindakan supervisi terhadap kepuasan kerja auditor junior, yang didukung oleh

penelitian Supriatiningsih (2008) tentang pengaruh tindakan supervisi, komitmen

organisasi, dan komitmen professional terhadap kepuasan kerja akuntan publik

dengan motivasi sebagai variabel intervening. Yang membedakan penelitian ini

dengan penelitian sebelumnya adalah:

1. Peneliti mengubah salah satu variabel independen pada penelitian Hidayat

(2008) yaitu komitmen organisasi menjadi budaya kerja. Dan mengubah

variabel dependennya menjadi kinerja auditor junior yang semula kepuasan

kerja auditor junior.

2. Peneliti mengubah peran motivasi sebagai variabel intervening pada penelitian

Supriatiningsih (2008) menjadi variabel bebas atau independen. Dan

mengubah variabel independennya yaitu komitmen organisasi dan komitmen

profesi menjadi budaya organisasi.

3. Penelitian sebelumnya dilakukan pada tahun 2008 sedangkan pada penelitian

ini akan dilakukan pada tahun 2009.

xvii

4. Objek penelitian Supriatiningsih (2008) adalah akuntan publik, sedangkan

pada penelitian kali ini peneliti mencoba untuk lebih menspesifikasi hanya

pada auditor junior.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan sebelumnya, permasalahan

yang akan dibahas dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah motivasi berpengaruh terhadap kinerja auditor junior?

2. Apakah tindakan supervisi berpengaruh terhadap kinerja auditor junior?

3. Apakah budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja auditor junior?

4. Apakah motivasi, tindakan supervisi dan budaya organisasi secara bersama

sama berpengaruh secara simultan terhadap kinerja auditor junior?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah ditetapkan sebelumnya,

penelitian ini bertujuan untuk menemukan bukti empiris mengenai:

1. Pengaruh motivasi terhadap kinerja auditor junior.

2. Pengaruh tindakan supervisi terhadap kinerja auditor junior.

3. Pengaruh budaya kerja terhadap kinerja auditor junior.

4. Pengaruh motivasi, tindakan supervisi dan budaya organisasi terhadap kinerja

auditor junior.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak,

khususnya:

xviii

1. Bagi KAP

Bagi Kantor Akuntan Publik yang didalamnya terdapat auditor junior dan

senior diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai pengetahuan atau

informasi penting tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja auditor

junior, khususnya mengenai pengaruh motivasi, tindakan supervisi dan budaya

organisasi. Hal ini diharapkan dapat membantu meningkatkan kinerja KAP

secara keseluruhan.

2. Bagi ilmu pengetahuan

Sebagi literatur yang dapat dijadikan acuan dalam proses pembelajaran. Selain

itu informasi yang terdapat dalam penelitian dapat memberikan sumbangsih

bagi ilmu pengetahuan, khususnya auditing.

3. Bagi Pembaca

Menambah wawasan pembaca tentang pengaruh motivasi, tindakan supervisi

dan budaya organisasi terhadap kinerja auditor junior, juga sebagai materi

tambahan bagi yang ingin melakukan atau melanjutkan penelitian serupa.

4. Bagi Penulis

Manfaat bagi penulis adalah mendapatkan bukti empiris dan mengetahui

seberapa besar pengaruh motivasi, tindakan supervisi dan budaya organisasi

terhadap kinerja auditor junior.

xix

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Audit

1. Definisi Audit

Pengertian audit menurut Boynton dan Johnson (2003) adalah sebagai

berikut:

A systematic process of objectively obtaining and evaluating evidence

regarding assertion about the degree of correspondence between those

assertion and established criteria and communicating the result to the

interested users.

Arrens (2008) mendefinisikan audit sebagai berikut:

Auditing is the accumulation and evaluation of about information to the

determine and report on the degree of correspondence between the

information and established criteria. Auditing should be done by a

competent, independent person.

Agoes (2004) mendefinisikan audit sebagai berikut:

Suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak yang independen terhadap laporan keuangan yang telah disusun untuk

manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat

mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.

Berdasarkan beberapa definisi yang telah disebutkan, dapat disimpulkan

bahwa audit merupakan suatu proses pemeriksaan yang sistematis terhadap

laporan keuangan untuk mendapatkan bukti-bukti yang mendukung asersi

manajemen untuk dapat memberikan pendapat bahwa laporan keuangan telah

disajikan secara wajar tanpa salah saji material.

2. Jenis-Jenis Audit

xx

Boynton dan Johsnon (2003) membagi audit menjadi tiga jenis, yaitu:

a. Audit laporan keuangan, berkaitan dengan kegiatan memperoleh dan

mengevaluasi bukti tentang laporan-laporan entitas dengan maksud agar

dapat memberikan pendapat apakah laporan-laporan tersebut telah

disajikan secara wajar sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan,yaitu

prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum (GAAP).

b. Audit kepatuhan, berkaitan dengan kegiatan memperoleh dan memeriksa

bukti-bukti untuk menetapkan apakah kegiatan keuangan atau operasi

suatu entitas telah sesuai persyaratan, ketentuan, atau peraturan tertentu.

c. Audit operasional, berkaitan dengan kegiatan memperoleh dan

mengevaluasi bukti-bukti tentang efisiensi dan efektifitas kegiatan operasi

entitas dalam hubungannya dengan pencapain tujuan tertentu.

Menurut Tunggal (2000) dalam Ayu Dyah (2008), pemeriksaan

akuntansi (auditing) pada dasarnya dibagi menjadi 3 (tiga bagian), yaitu:

a. Pemeriksaan keuangan (Financial Auditing), yang terutama berhubungan

dengan pengesahan kebenaran dan kewajaran laporan keuangan yang

disusun sesuai dengan standar-standar yang berlaku umum.

b. Pemeriksaan intern (Internal Auditing), merupakan suatu fungsi penilaian

yang independen yang ditetapkan dalam organisasi untuk menguji dan

menilai aktivitas organisasi sebagai suatu jasa terhadap organisasi tersebut.

c. Pemeriksaan manajemen/operasional, merupakan suatu penilaian dari

organisasi manajerial dan efisiensi dari suatu perusahaan, departemen, atau

setiap entitas subentitas, yang dapat diaudit.

xxi

3. Standar Audit Menurut Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP)

a. Standar Umum Audit, terdiri dari:

1) Audit harus dilaksanakan oleh seseorang atau lebih yang memiliki

keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.

2) Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi

dalam sikap dan mental harus dipertahankan oleh auditor.

3) Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib

menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.

b. Standar pekerjaan umum, terdiri dari:

1) Pekerjaan harus direncanakan dengan sebaik-baiknya, dan jika

digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.

2) Pemahaman yang memadai mengenai entitas dan lingkungannya,

meliputi pengendalian internal harus diperoleh untuk menilai risiko

atas salah saji material dari laporan keuangan apakah telah terkadi

kesalahan atau kecurangan, dan untuk merancang sifat, waktu, dan luas

dari prosedur audit.

3) Bukti audit kompeten yang memadai harus diperoleh melalui

pelaksanaan prosedur audit, sebagai dasar untuk mendukung opini atas

laporan keuangan yang diaudit.

c. Standar Pelaporan, terdiri dari:

xxii

1) Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah

disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di

Indonesia.

2) Laporan auditor harus menunjukan (jika ada) ketidakkonsistenan

penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan

periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi

tersebut dalam periode sebelumnya.

3) Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang

memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan keuangan.

4) Laporan audit harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai

laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa

pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara

keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasanya harus dinyatakan.

Dalam hal mana auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai

sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung

jawab yang dipikul oleh auditor.

B. Auditor

1. Pengertian Auditor

Auditor adalah orang yang melakukan atau melaksankan audit. Agoes

(2004) membagi auditor menjadi beberapa jenis, yaitu:

a. Akuntan Publik

Akuntan publik bertanggung jawab pada audit atas laporan keuangan

historis yang dipublikasikan dari semua perusahaan yang sahamnya

xxiii

diperdagangkan di bursa saham, mayoritas perusahaan lainnya, serta

banyak perusahaan berskala kecil dan organisasi nonkomersil. Gelar

Certified Public Accountant (CPA) mencerminkan suatu fakta bahwa

auditor yang mengekspresikan opini auditnya pada laporan keuangan

harus memiliki lisensi sebagai akuntan publik. Akuntan publik sering kali

dinamakan sebagai auditor eksternal atau auditor independen untuk

membedakan mereka dengan auditor internal.

b. Auditor Pemerintah

Auditor pemerintah adalah auditor yang bertugas melakukan audit atas

keuangan pada instansi-instansi pemerintah. Di Indonesia, auditor

pemerintah dapat dibagi menjadi dua, yaitu auditor eksternal pemerintah

dan auditor internal pemerintah. Auditor ekternal pemerintah yang

dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai perwujudan

dari Undang-Undang Dasar 1945. berdasarkan pasal 23E dan 23G UUD

1945 Badan Pemeriksa Keuangan bertugas untuk memeriksa pengolahan

dan tanggung jawab tentang keuangan negara, yang bebas dan mandiri.

c. Auditor Pajak

Bertanggung jawab untuk menegakkan undang-undang perpajakan yang

berlaku. Auditor pajak bertugas mengaudit pajak penghasilan dari para

wajib pajak untuk menetukan apakah mereka telah mematuhi undang-

undang perpajakan yang berlaku. Direktorat Jendral Pajak (DJP) di

lapangan adalah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan Kantor Pemeriksaan

dan Penyidik Pajak (Karipka). Karipka mempunyai auditor-auditor khusus.

xxiv

Tanggung jawab Karpika adalah melakukan audit terhadap para wajib

pajak tertentu untuk menilai apakah telah memenuhi ketentuan

perundangan perpajakan.

d. Auditor Internal

Auditor internal dipekerjakan pada masing-masing perusahaan untuk

melakukan audit bagi manajemen. Auditor intenal menyediakan informasi

yang amat bernilai bagi pihak manajemen dalam proses pembuatan

keputusan yang berkaitan dengan efektivitas operasional perusahaan.

e. Akuntan Pendidik

Akuntan pendidik bekerja di bawah atap Departemen Pendidikan. Mereka

mejadi staf pengajar di beberapa fakultas ekonomi di Indonesia untuk

mencetak akuntan-akuntan baru. Karena banyaknya kebutuhan akan

akuntan pendidik, biasanya akuntan publik, akuntan internal, konsultan

dan lain-lain bekerja rangkap menjadi akuntan pendidik. Namun untuk

akuntan pemerintahan tidak dibenarkan.

2. Tugas dan Tanggung jawab Auditor

Tugas auditor adalah untuk menentukan apakah representasi (asersi)

tersebut benar-benar wajar, maksudnya untuk meyakinkan tingkat keterkaitan

antara asersi tersebut dengan kriteria yang ditetapkan (Agoes, 2004).

Dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) per 1 januari 2001

disebutkan bahwa:

a. Auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit

untuk memperoleh keyakinan memadai apakah laporan keuangan bebas

xxv

dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau

kecurangan.

b. Auditor independen juga bertanggung jawab terhadap profesinya,

tanggung jawab untuk mematuhi standar yang diterima oleh para praktisi

rekan seprofesinya.

Di dalam SPAP juga diatur mengenai persyaratan profesional auditor,

bahwa persyaratan profesional yang dituntut dari auditor independen adalah

orang yang memiliki pendidikan dan pengalaman berpraktik sebagai auditor

independen.

3. Struktur Kantor Akuntan Publik

Bentuk hukum kantor-kantor akuntan di Indonesia biasanya adalah

bentuk usaha sendiri (sole practioner) atau bentuk kerja sama antara dua atau

lebih rekan akuntan (partnership). Biasanya para rekan tersebut

mempekerjakan tenaga professional untuk membantu mereka. Bentuk

perseroan terbatas tidaklah dikenal dalam profesi akuntan di Indonesia.

Secara vertikal bagian-bagian kantor akuntan dapat terdiri dari berbagai

jenjang. Suatu kelompok dalam bagian pemeriksaan, misalnya dapat dipimpin

oleh satu atau dua akuntan yang menjadi partner dalam kantor tersebut.

Partner ini dibantu oleh beberapa pembantu (staf) yang memiliki fungsi

pengawasan atas pelaksanaan pemeriksaan (supervisor staff) dan pembantu-

pembantu pelaksana.

Menurut Tuanakotta (1982;62) dalam Hidayat (2008) bagian-bagian

kantor akuntan tergantung pada kebijakan kantor yang bersangkutan,

xxvi

pembantu pengawas dan pembantu pelaksana dapat dibagi lagi ke dalam

jenjang-jenjang yang lebih terperinci.

Tabel 2.1

Tingkat dan Tanggung Jawab Staf

Tingkat Staf Pengalaman

Rata-rata

Tanggung Jawab Utama

Asisten Staf

(auditor junior)

0-2 Tahun Melakukan sebagian besar

pekerjaan audit yang terinci.

Auditor

Senior/Penanggung

jawab

2-5 Tahun Mengkoordinasikan dan

bertanggung jawab atas pekerjaan

lapangan audit, termasuk

mengawasi dan meriview pekerjaan

staf.

Manajer 5-10 Tahun Membantu penanggung jawab

merencanakan dan mengelola audit,

meriview pekerjaan penanggung

jawab, serta membina hubungan

dengan klien. Seorang manajer

mungkin bertanggung jawab atas

lebih dari satu penugasan pada saat

yang sama.

Partner 10 Tahun ke

atas

Meriview keseluruhan pekerjaan

audit dan terlibat dalam keputusan-

keputusan audit yang signifikan.

Seorang partner adalah pemilik

KAP dan karenanya mengemban

tanggung jawab akhir dalam

melakukan audit dan melayani

klien.

Sumber : Arrens (2006:37)

4. Auditor Junior

xxvii

Auditor junior adalah staf akuntan dimana penugasan yang diberikan

kepadanya harus disupervisi dan diawasi, dalam hal ini yaitu auditor pemula

(Trisnaningsih, 2007).

Karyawan-karyawan yang baru biasanya memulai karir sebagai auditor

junior, dan bertugas pada setiap jenjang kerja selama dua sampai tiga tahun

pada setiap tingkatan sebelum mencapai kedudukan sebagai rekan. Para

auditor junior tersebut adalah lulusan S1 jurusan akuntansi yang belum

memperoleh gelar akuntan, mahasiswa jurusan akuntasi tahun terakhir, atau

lulusan D3 akuntansi.

C. Motivasi

Motivasi merupakan suatu konsep yang kita gunakan jika kita menguraikan

kekuatan-kekuatan yang bekerja terhadap atau di dalam diri individu untuk

memulai dan mengarahkan perilaku (Gibson, 2000:94). Motivasi melibatkan suatu

proses psikologi untuk mencapai puncak keinginan dan maksud seorang individu

untuk berperilaku dengan cara tertentu. Hasil dari motivasi secara umum dinilai

dengan perilaku yang ditunjukan jumlah usaha yang dikeluarkan atau strategi

pilihan yang digunakan untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan atau tugas.

1. Pengertian Motivasi

Menurut Kartono (1994:147) istilah motivasi diambil dari istilah latin

motivus, yang artinya adalah sebab, pikiran dasar, dorongan bagi seorang

untuk berbuat, atau ide pokok yang selalu berpengaruh besar terhadap tingkah

laku manusia. Menurut Kreitner dan Kinicki (2003:248) istilah motivasi

xxviii

diambil dari istilah latin movere, yang berarti pindah.Dalam konteks

sekarang, motivasi adalah:

Proses-proses psikologi meminta mengarahkan, arahan, dan

menetapkan tindakan sukarela yang mengarah pada tujuan. Motivasi menurut Robbins (2006:214) adalah

Proses yang berperan pada intensitas, arah, dan lamanya individu ke

arah pencapaian sasaran.

Motivasi menurut Sperling (1987:183) dalam Mangkunegara (2005:93)

didefinisikan:

Motive is defined as a tendency to activity, started by a drive and ended

by an adjustment. The Adjustment is said to satisfy the motive. (motif

didefinisikan sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas, dimulai

dari dorongan dalam diri (drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri.

Penyesuaian diri dikatakan untuk memuaskan motif).

Sedangkan William J. Stanton (1981:101) dalam Mangkunegar

(2005:93) mendefinisikan bahwa:

A motive is a stimulated need which a goal-oriented individual seeks to satisfy. (motif adalah kebutuhan yang distimulus yang berorientasi

kepada tujuan individu dalam mencapai rasa puas).

Motivasi didefinisikan oleh fillmore H. Stanford (1969:173) dalam

Mangkunegara (2005:93) bahwa:

motivation as an energizing condition of the organism that serves to

direct that organism toward the goal of a certain class. (motivasi

sebagai kondisi yang menggerakan manusia ke arah suatu tujuan

tertentu).

Menurut Siagian (1995: 138) dalam Daryatmi (2008) mendefinisikan

bahwa:

Motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang

anggota organisasi mau dan rela mengerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau keterampilan, tenaga dan waktunya untuk

menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya

xxix

dan menunaikan kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan dan

berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan.

.

Menurut Stoner dan Freeman (1995:134) dalam Hidayat (2008) motivasi

adalah:

Karakteristik psikologi manusia yang memberi kontribusi pada tingkat

komitmen seseorang. Hal ini termasuk faktor-faktor yang menyebabkan, menyalurkan dan mempertahankan tingkah laku manusia dalam arah

tekad tertentu.

Dari berbagai macam definisi motivasi, Stanford (1970) dalam Hidayat

(2008) mengemukakan ada tiga poin penting pengertian motivasi yaitu:

Hubungan antara kebutuhan, dorongan dan tujuan. Kebutuhan muncul

karena adanya sesuatu yang kurang dirasakan oleh seseorang, baik

fisiologis maupun psikologis.

Dari definisi motivasi di atas semua pengetian mempunyai unsur yang

sama yaitu adanya dorongan dan keinginan. Dapat diambil kesimpulan bahwa

motivasi adalah dorongan dalam diri seseorang dalam usahanya memenuhi

keinginan, maksud dan tujuan. Motivasi dapat pula dikatakan sebagai energi

untuk membangkitkan dorongan dalam diri (drive arousal).

Gambar 2.1

Motivasi sebagai Pembangkit Dorongan Sumber: Robert A. Baron et. al (1980:295) dalam Mangkunegara (2005:94).

Drive Incentive Goal

Satisfied

Need

Unsatisfied

Need

xxx

Menurut gambar tersebut bila mana suatu kebutuhan tidak terpuaskan

akan timbul dorongan (drive) dan aktifitas individu untuk merespon

perangsang (incentive) dalam tujuan (goal) yang diinginkan. Pencapaian

tujuan akan menjadikan individu merasa puas.

2. Teori Awal Tentang Motivasi

a. Teori Hierarki Kebutuhan

Teori motivasi yang paling terkenal adalah hierarki kebutuhan yang

diungkapkan Abraham Maslow. Hipotesisnya mengatakan bahwa di dalam

diri semua manusia bersemayam lima jenjang kebutuhan (Robbins,

2006:214), yakni sebagai berikut:

1) Psikologi: antara lain rasa lapar, haus, perlindungan (pakaian dan

perumahan), seks, dan kebutuhan jasmani lainnya.

2) Keamanan: anatara keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian

fisik dan emosional.

3) Sosial: mencakup kasih sayang, rasa memilki, diterima baik, dan

persahabatan.

4) Penghargaan: mencakup faktor penghormatan diri seperti harga diri,

otonomi, dan prestasi; serta penghormatan dari luar seperti misalnya

status, pengakuan dan perhatian.

5) Akutualisasi diri: dorongan untuk menjadi seseorang / sesuatu sesuai

ambisinya; yang mencakup pertumbuhan, pencapaian potensi, dan

pemenuhan kebutuhan diri.

xxxi

Dalam studi motivasi lainnya, David McClelland (1961) dalam

Mangkunegara (2005) mengumukakan ada tiga macam kebutuhan

manusia, yaitu berikut ini:

1) Need for Achievement, yaitu kebutuhan untuk berprestasi yang

merupakan reflksi dari dorongan akan tanggung jawab untuk

pemecahan masalah.

2) Need for Affilation, yaitu kebutuhan untuk berafiliasi yang merupakan

dorongan untuk berinteraksi dengan orang lain, berada bersama dengan

orang lain, tidak mau melakukan sesuatu yang merugikan orang lain.

3) Need for Power, yaitu kebutuhan untuk kekuasaan yang merupakan

refleksi dari dorongan untuk mencapai otoritas untuk memilki

pengaruh terhadap orang lain.

b. Teori X dan Teori Y

McGregor dalam Robbins (2006:215) mengemukakan dua pandangan

yang jelas berbeda mengenai manusia. Pada dasarnya yang satu negatif,

yang ditandai sebagai Teori X, dan yang lain positif yang ditandai dengan

teori Y.

Teori X berasumsi bahwa karyawan tidak menyukai kerja, malas,

tidak menyukai tanggung jawab, dan harus dipaksa agar berprestasi. Dan

teori Y berasumsi bahwa karyawan menyukai kerja, kreatif, berusaha

bertanggung jawab, dan dapat menjalankan pengarahan diri.

c. Teori Dua Faktor

xxxii

Teori dua faktor menyebutkan bahwa faktor-faktor intrinsik

berhubungan dengan kepuasan kerja, sedangkan faktor-faktor ekstrensik

berhubungan dengan ketidakpuasan. Faktor higiene seperti kebijakan dan

admistrasi perusahaan, penyelia dan gaji adalah faktor-faktor yang apabila

memadai dalam pekerjaan tertentu menentramkan pekerja, dan bila faktor-

faktor tidak memadai orang-orang tidak terpuaskan (Robbins, 2006:216).

d. Teori ERG (existence, Relatedness, Growth)

Teori ERG dari Alderfer dalam Mangkunegara (2005:98) merupakan

refleksi dari tiga dasr kebutuhan, yaitu:

1) Existence needs. Kebutuhan ini berhubungan dengan fisik dari

eksistensi pegawai.

2) Reletedness needs. Kebutuhan interpersonal, yaitu kepuasan dalam

berinteraksi dalam lingkungan kerja.

3) Growth needs. Kebutuhan untuk mengembangkan diri dan

meningkatkan pribadi.

Menurut Gulo (2007) ada empat hal yang harus dimaknai secara

komprehensif berkaitan dengan motivasi dalam berorganisasi. Yakni,

motivasi berisikan hal-hal yang positif, motivasi mengatur hubungan kerja,

motivasi menentukan kinerja organisasi, dan motivasi tidak boleh pernah

berhenti.

Menurut Gitosudarmo (1986: 77) dalam Daryatmi (2005), motivasi

atau dorongan kepada karyawan untuk bersedia bekerja sama demi

xxxiii

tercapainya tujuan bersama atau tujuan perusahaan ini terdapat dua macam

yaitu:

a. Motivasi finansial yaitu dorongan yang dilakukan dengan memberikan

imbalan finansial kepada karyawan. Imbalan tersebut sering disebut

insentif.

b. Motivasi non finansial yaitu dorongan yang diwujudkan tidak dalam

bentuk finansial, akan tetapi berupa hal-hal seperti pujian, penghargaan,

pendekatan manusiawi dan lain sebagainya.

Teori motivasi memperlihatkan suatu teka-teki psikologis yang

terdiri dari penjelasan dan rekomendasi alternatif. Beberapa teori motivasi

modern menurut Kreitner dan Kinicki (2003) adalah:

a. Kebutuhan

Maslow (1986: 77) dalam Daryatmi (2005) menyatakan bahwa

kebutuhan manusia mengandung unsur bertingkat atau memiliki hierarkhi

dari kebutuhan yang rendah sampai yang prioritas tinggi. Kebutuhan

manusia yang paling dasar adalah kebutuhan fisik seperti makan, minum

dan pakaian. Apabila kebutuhan dasar ini belum terpenuhi secara cukup

maka kebutuhan tersebut akan menduduki hierarkhi yang tertinggi dan

kebutuhan yang lain menduduki hierarkhi rendah. Adapun kebutuhan

manusia terdiri dari beberapa tingkat dengan urutan sebagai berikut:

1). Fisik;

2). Rasa aman;

3). Sosial/kemasyarakatan;

xxxiv

4). Penghargaan;

5). Aktualisasi diri.

Beberapa teori kebutuhan didasarkan pernyataan bahwa individu

termotivasi oleh kebutuhan yang tidak terpuaskan.

b. Penguatan

Ahli teori penguatan berpendapat bahwa perilaku dikendalikan oleh

konsekuensi penguatan tersebut, bukan oleh hasil dari keadaan hipotesis

internal seperti naluri, arahan atau kebutuhan. Beberapa orang berpendapat

bahwa penghargaan organisasi memiliki suatu pengaruh yang berkaitan

dengan motivasi pada perilaku kerja.

c. Kesadaran

Ahli teori motivasi menyatakan bahwa perilaku adalah suatu fungsi

keyakinan, harapan, nilai-nilai dan kesadaran mental lainnya. Perilaku

dipandang sebagai hasil dari pilihan yang rasional dan kesadaran di antara

rangkaian alternatif.

d. Karakteristik Pekerjaan

Pendekatan teoritis ini didasarkan pada gagasan bahwa tugas itu

sendiri adalah kunci dari motivasi karyawan. Satu pekerjaan yang

membosankan dan monoton menghalangi motivasi untuk meraih prestasi

yang baik, sedangkan suatu pekerjaan yang menantang akan meningkatkan

motivasi. Tiga hal yang terdapat dalam suatu pekerjaan yang menantang

adalah keragaman, otonomi, dan wewenang mengambil keputusan.

e. Perasaan atau Emosi

xxxv

Pandangan yang paling baru pada evolusi teori motivasi didasarkan

pada gagasan bahwa para pekerja adalah orang yang mengerjakan tujuan

bukan untuk menjadi seseorang yang berprestasi baik. Motivasi kerja

diajarkan untuk memenuhi fungsi perasaan dan emosi untuk berbagai

kepentingan dan tujuan yang anda miliki.

3. Jenis-Jenis Motivasi

Pada garis besarnya motivasi menurut Setiawan (2006) dalam Hidayat

(2008) yang diberikan oleh pemimpin terhadap bawahannya dapat

digolongkan atas dua jenis yaitu:

a. Motivasi Positif

Motivasi positif adalah proses untuk mencoba mempengaruhi orang

lain agar menjalankan suatu yang kita inginkan dengan cara memberikan

kemungkinan untuk mendapatkan hadiah. Motivasi positif berupa:

1) Penghargaan terhadap pekerjaan yang dilakukan.

2) Informasi yaitu berupa memberi penjelasan kepada karyawan tentang

latar belakang atau alasan pelimpahan tugas.

3) Pemberian perhatian yang tulus kepada karyawan sebagai seorang

individu.

4) Menimbulkan persaingan, misalnya dengan memberikan hadiah

tertentu bila target tercapai.

5) Kebanggaan yaitu dengan menghargai hasil kerja karyawan yang

mempunyai prestasi yang baik sehingga dia bangga akan hasil

kerjanya.

xxxvi

6) Uang merupakan suatu alat motivasi yang berguna untuk memuaskan

kebutuhan ekonomi karyawan, dapat berupa gaji dan insentif.

7) Partisipasi yaitu dengan menerima usul dari karyawan dalam

pengambilan keputusan, atau dengan kata lain karyawan diikutsertakan

dalam pengambilan keputusan.

Beberapa faktor motivasi positif yang patut dipertimbangkan sebagai

alat motivasi kerja adalah sebagai berikut:

1) penempatan pegawai sesuai dengan keahliannya

2) kesempatan untuk maju

3) kompensasi dan insentif

4) lingkungan fisik

5) keamanan pegawai yang sesuai dengan keahliannya

b. Motivasi Negatif

Motivasi negatif merupakan kebalikan dari semua tindakan yang

diambil oleh motivator dalam melaksanakan motivasi yang positif.

Motivasi yang negatif diperlukan agar setiap orang berusaha untuk

menghindarinya, yang akan menimbulkan dorongan di dalam diri

karyawan tersebut untuk bekerja dengan sebaik-baiknya. Tetapi pemberian

motivasi yang negatif hendaknya harus wajar dan tepat, sebab jika

diberikan secara berlebihan akan menimbulkan kebencian dan dendam

dalam hal ini dapat merusak moral karyawan.

4. Faktor-Faktor Motivasi Kerja

xxxvii

Ada macam-macam alasan mengapa manusia bekerja. Apabila kita

menerima pandangan yang menyatakan bahwa orang bekerja untuk

mendapatkan imbalan yang dirumuskan secara luas, maka imbalan tersebut

dapat kita uraikan menjadi dua macam kelas yang bersiafat sangat umum.

Motivasi melibatkan faktor-faktor individu (intrinsik) dan faktor-faktor

organisasional (eksternsik).

a. Motivasi Intrinsik

Motivasi intrinsik merupakan bagian integral dari tugas yang

dihadapi dan ditentuksn oleh individu yang melaksanakan tugas tersebut.

Singkatnya, motivasi intrinsik timbul karena imbalan-imbalan intrisik

potensial (Winardi 2004:61). Yang termasuk motivasi intrinsik antara lain:

kebutuhan-kebutuhan fisiologi, tujuan-tujuan (goals), sikap (attitudes), dan

kemampuan aktualisasi diri (Cardoso 2003:81) dalam Maryati (2008).

b. Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik tidak tergantung pada tugas yang dilaksanakan

dan mereka dikendalikan oleh pihak lai. Dapat dikatakan bahwa motivasi

ekstrinsik timbul karena antisipasi akandicapainya imbalan-imbalan

ekstrinsik (Winardi 2004:61). Yang tergolong motivasi ekstrinsik meliputi:

pembayaran, keamanan kerja, hubungan dengan rekan kerja, pengawasan,

penghargaan, kebijakan perusahaan dan pekerjaan itu sendiri.

D. Tindakan Supervisi

Dalam profesi akuntan publik, supervisi merupakan hal yang sangat penting.

Supervisi dalam auditing adalah bagian dari cara memonitor dan mengembangkan

xxxviii

keahlian umum para staf auditor dan meyakinkan bahwa pekerjaan audit

dilakukan sesuai dengan rencana. Supervisi mencakup pengarahan usaha asisten

dalam pencapaian tujuan audit dalam penentuan apakah tujuan tersebut tercapai.

1. Pengertian Supervisi dan Supervisor

Supervisi diambil dari bahasa Inggris yaitu supervision. Super diartikan

sebagai sifat lebih, hebat, istimewa. Sementara vision adalah visi atau seni

melihat sesuatu atau juga melihat tingkah, ulah, dan kerja orang lain. Menurut

Mulianto (2006:3) menyatakan bahwa supervisor adalah orang yang memilki

kelebihan atau mempunyai keistimewaan yang tugasnya melihat dan

mengawasi pekerjaan orang lain. Sementara supervision atau supervisi atau

pengawasan itu sendiri adalah tugas atau pekerjaannya.

Menurut Terry dalam Hidayat (2008) mendefinisikan supervisi bahwa:

Supervision is the achieving of desired result by means of the

intelligent unilization of human talent and facilitating resources in a

manner that provides the gratest challenge and interest to the human

talents.

Diartikan menjadi:

Supervisi adalah usaha mencapai hasil yang diinginkan dengan cara

mendayagunakan bakat atau kemampuan alami manusia dan sumber-

sumber yang memfasilitasi yang ditekankan pada pemberian tantangan

dan perhatian yang sebesar-besarnya terhadap bakat atau kemampuan

alami manusia.

Dalam bidang pemeriksaan akuntansi, supervisi diatur dalam standar

pekerjaan lapangan pertama Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP:2001)

yang mengharuskan bahwa:

Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan

asisten harus disupervisi dengan semestinya.

xxxix

Menurut Mulianto et. al (2006) supervisor adalah: orang yang memiliki

kelebihan atau mempunyai keistimewaan, yang tugasnya melihat dan

mengevaluasi pekerjaan orang lain.

Supervisor merupakan pihak yang paling dekat dengan konteks kerja

seseorang, melalui mereka tercermin budaya dan iklim organisasi. Supervisor

mempunyai pengaruh langsung terhadap perilaku bawahannya dan perilaku

supervisor merupakan determinan penting dari kinerja karyawan.

2. Unsur-Unsur Supervisi

Dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP,2001) unsur-unsur

supervisi adalah sebagai berikut:

a. Memberikan Instruksi kepada Asisten

Para asisten harus diberi tanggung jawab mereka dan tujuan prosedur yang

mereka laksanakan. Mereka harus diberi tahu hal-hal yang mungkin

berpengaruh terhadap sifat, lingkup, dan pada saat prosedur harus

dilaksanakan.

b. Menjaga Penyampaian Informasi Masalah-Masalah Penting yang

Dijumpai dalam Audit

Auditor yang bertanggung jawab akhir untuk setiap audit harus

mengarahkan asisten untuk mengemukakan pertanyaan akuntansi dan

auditing. Mengenai hal-hal yang signifikan yang muncul dalam audit

sehingga dapat menetapkan seberapa besar masalah tersebut.

c. Me-review Pekerjaan yang Dilaksanakan

xl

Pekerjaan yang dilaksankan oleh asisten (auditor junior) harus di review

untuk menentukan apakah pekerjaan tersebut telah dilaksanakan secara

memadai dan auditor harus menilai apakah hasilnya sejalan dengan

kesimpulan yang disajikan dalam laporan auditor.

d. Menyelesaikan Perbedaan Pendapat di antara Staf Audit Kantor

Akuntan

Auditor yang bertanggung jawab akhir mengenai audit yang

dilaksanakannya dan asisten harus menyadari prosedur yang harus diikuti

jika terdapat perbedaan pendapat mengenai masalah akuntansi dan

auditing di antara personel Kantor Akuntan Publik yang terlibat dalam

audit. Luasnya supervisi memadai dalam suatu keadaan tergantung atas

banyak faktor, termasuk kompleksitas masalah dan kualifikasi orang yang

melakukan audit.

3. Aspek-aspek dalam Tindakan Supervisi

Menurut Nurahma dan Indriantoro (2000) dalam Hidayat (2008), tiga

aspek utama tindakan supervisi yang direkomendasikan AECC kepada

akuntan pemula atau auditor junior adalah sebagai berikut:

a. Supevisor hendaknya menujukan sikap kepemimpinan dan mentoring yang

kuat. Rincian aktivitas yang disarankan AECC adalah:

1) supervisor sering memberikan feedback yang jujur, terbuka, dan

interaktif kepada auditor junior dibawah supervisinya.

xli

2) Supervisor memperhatikan pesan-pesan tak langsung dari auditor

junior dan jika yang disampaikan adalah ketidakpuasan, secara

langsung supervisor menanyakan keadaan dan penyebabnya.

3) Supervisor meningkatkan konseling dan mentoring misalnya

memberikan pujian terhadap kinerja yang baik, memperlakukan

auditor junior sebagai professional, membamtu auditor junior untuk

menentukan peluang kerja masa datang dan mempedulikan minat serta

rencana auditor junior.

4) Supervisor dituntut untuk menjadi panutan sebagai professional

dibidangnya, mampu menumbuhkan kebanggan akan profesi dan

menujukan kepada klien dan masyarakat akan peran penting profesi

yang digeluti tersebut.

b. Supervisor hendaknya menciptakan kondisi kerja yang mendorong

tercapainya kesuksesan. Rincian aktivitas yang disarankan AECC adalah:

1) Menumbuhkan sikap mental pada auditor junior untuk bekerja dengan

benar sejak awal dan menciptakan kondisi yang memungkinkan hal itu

terjadi. Hal tersebut bisa dilaksanakan dengan menjelaskan suatu

penugasan kepada auditor junior secara gamblang, mengalokasikan

waktu yang cukup dalam penugasan yang rumit sehingga bisa

terselesaikan dengan baik, menampung semua keluhan akan hambatan

yang dihadapi termasuk di antaranya hambatan budgeter, dan

menjelaskan bagaimana suatu bagian penugasan sesuai dengan

xlii

penugasan keseluruhan serta senatiasa mengawasi auditor junior

sampai penugasan selesai.

2) Mendistribusikan tugas dan beban secara adil dan sesuai dengan

tingkat kemampuan auditor junior.

3) Meminimalkan stress yang berkaitan dengan pekerjaan.

c. Supervisi hendaknya memberikan penugasan yang menantang dan

menstimulus terselesaikannya tugas. Rincian aktivitas yang disarankan

AECC adalah:

1) Supervisor mendelegasikan tanggung jawab sesuai dengan

kemampuan dan kesiapan auditor junior.

2) Memaksimalkan kesempatan auditor junior untuk menggunakan

kemampuan verbal, baik lisan maupun tulisan, berpikir kritis dan

menggunakan teknik analitis serta membantu auditor junior untuk

meningkatkan kemampuan tersebut.

E. Budaya Organisasi

Dalam beberapa literatur pemakaian istilah corporate culture biasa diganti

dengan istilah organization culture. Kedua istilah ini memiliki pengertian yang

sama. Moeljono Djokosantoso (2003:17) dalam Soedjono (2005) menyatakan

bahwa budaya korporat atau budaya manajemen atau juga dikenal dengan istilah

budaya kerja merupakan nilai-nilai dominan yang disebar luaskan didalam

organisasi dan diacu sebagai filosofi kerja karyawan.

1. Pengertian Budaya Organisasi

xliii

Robbins (2001:528) dalam Koesmono (2005) mendefinisikan budaya

organisasi sebagai berikut:

Organizational culture as an intervening variable. Employees form an

overall subjective perception of the organization based on such factor as

degree of risk tolerance, team emphasis and support of people. This

overall perception becomes, in effect, the organization culture or

personality. These favorable or unfavorable perception then affect

employee performance and satisfaction, with the impact being greater

for stronger culture.

Susanto (1997:3) dalam Soedjono (2005) memberikan definisi budaya

organisasi sebagai:

Nilai-nilai yang menjadi pedoman sumber daya manusia untuk

menghadapi permasalahan eksternal dan usaha penyesuaian integrasi ke

dalam perusahaan sehingga masing-masing anggota organisasi harus

memahami nilai-nilai yang ada dan bagaimana mereka harus bertindak

atau berperilaku.

Robbins (2006:721) mendefinisikan bahwa:

Budaya organisasi merupakan suatu persepsi bersama yang dianut oleh

anggota-anggota organisasi, dan merupakan suatu sistem makna

bersama.

Glaser et al. (1987) dalam Koesmono (2005) menyatakan bahwa:

Budaya organisasi seringkali digambarkan dalam arti yang dimiliki bersama. Pola-pola dari kepercayaan, simbol-simbol, ritual-ritual dan

mitos-mitos yang berkembang dari waktu ke waktu dan berfungsi sebagai perekat yang menyatukan organisasi.

Hofstede (1986:21) dalam Soedjono (2005) mendefinisikan budaya

organisasi;

Budaya merupakan berbagai interaksi dari ciri-ciri kebiasaan yang

mempengaruhi kelompok-kelompok orang dalam lingkungannya.

Pendapat Bliss (1999) dalam Koesmono (2005) mengatakan bahwa:

xliv

Didalam budaya terdapat kesepakatan yang mengacu pada suatu sistem

makna secara bersama, dianut oleh anggota organisasi dalam

membedakan organisasi yang satu dengan yang lainnya.

Kotter dan Heskett (1992) dalam Soedjono (2005) menyatakan bahwa:

Budaya mempunyai kekuatan yang penuh, berpengaruh pada individu

dan kinerjanya bahkan terhadap lingkungan kerja.

Dari definisi-definisi yang ada di atas dapat disimpulkan bahwa budaya

organisasi adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup sebagai

nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan pendorong yang

membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi,

kemudian tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita-cita,

pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai kerja atau bekerja.

2. Sumber Budaya Organisasi

Proses penciptaan budaya terjadi dalam tiga cara (Robbins, 2006:729),

yaitu:

a. Para pendiri hanya mempkerjakan dan mempertahankan karyawan yang

berpikir dan merasakan cara yang mereka tempuh.

b. Para pendiri mengindoktrinasikan dan mensosialisasikan para karyawan

dengan cara berpikir dan cara berperasaan mereka.

c. Perilaku pendiri itu sendiri bertindak sebagai model peran yang

mendorong karyawan mengidentifikasikan diri dengan mereka dan oleh

karenanya menginternlisasikan keyakinan, nilai, dan asumsi-asumsi

mereka.

xlv

Berbagai tindakan yang dilakukan oleh seseorang tentunya berbeda-beda

dalam bentuk perilakunya. Dalam organisasi implementasi budaya dirupakan

dalam bentuk perilaku artinya perilaku individu dalam organisasi akan

diwarnai oleh budaya organisasi yang bersangkutan. Arnold dan Feldman

(1986:24) dalam Soedjono (2005) perilaku individu berkenaan dengan

tindakan yang nyata dilakukan oleh seseorang dapat diartikan bahwa dalam

melakukan tindakan seseorang pasti akan tidak terlepas dari perilakunya.

Dapat dikatakan bahwa sumber dari budaya suatu organisasi adalah perilaku

orang-orang yang berada di dalam organisasi tersebut.

Pada dasarnya manusia atau seseorang yang berada dalam kehidupan

organisasi berusaha untuk menentukan dan membentuk sesuatu yang dapat

mengakomodasi kepentingan semua pihak, agar dalam menjalankan

aktivitasnya tidak berbenturan dengan berbagai sikap dan perilaku dari

masing-masing individu. Sesuatu yang dimaksud tidak lain adalah budaya

dimana individu berada, seperti nilai, keyakinan, anggapan, harapan dan

sebagainya.

Kartono (1994:138) mengatakan bahwa bentuk kebudayaan yang

muncul pada kelompok-kelompok kerja di perusahaan-perusahaan berasal dari

macam-macam sumber, antara lain:

1) Stratifikasi kelas sosial asal buruh buruh/pegawai,

2) Sumber-sumber teknis dan jenis pekerjaan,

3) Iklim psikologis perusahaan sendiri yang diciptakan oleh majikan,

xlvi

4) Para direktur dan manajer-manajer yang melatar belakangi iklim

kultur buruh-buruh dalam kelompok kecil-kecil yang informal.

3. Asumsi-Asumsi Dasar Budaya Organisasi

Schein (1985) dalam Sopiah (2008) memberikan beberapa asumsi dasar

yang membentuk budaya organisasi. Asumsi dasar ini dapat dipergunakan

sebagai alat untuk menilai budaya suatu organisasi, karena asumsi

menunjukkan apa yang dipercayai oleh anggota sebagai kenyataan dan

karenanya mempengaruhi apa yang mereka pahami, mereka pikirkan, mereka

rasakan.

Asumsi-asumsi dasar yang terdapat dalam teori Schein dijabarkan dalam

7 dimensi, yang meliputi:

a. Hubungan dengan Lingkungan

Aspek ini mengamati asumsi yang lebih mendasar tentang hubungan

manusia dengan alam dan lingkungan, yang dapat dinilai dengan cara

bagaimana anggota-anggota kunci organisasi memandang hubngan

tersebut.

b. Hakikat kegiatan manusia

Aspek ini menyangkut pandangan semua anggota organisasi tentang

hal-hal benar apa yang perlu dikerjakan oleh manusia atas dasar

manusia mengenai realitas, lingkungan dan sifat manusia. Dimensi

utama dari aspek ini adalah sikap mental manusia terhadap lingkungan,

yaitu apakah proaktif, reaktif, ataukah harmoni?

c. Hakikat realitas dan kebenaran

xlvii

Aspek ini menyangkut pandangan anggota-anggota organisasi tentang

kaidah linguistik dan keperilakuan yang menetapkan mana yang riil

dan mana yang tidak, mana yang fakta, bagaimana kebenaran akhirnya

ditentukan dan apakah kebenaran diungkapkan atau ditemukan.

d. Hakikat waktu

Aspek ini berkaitan dengan pandangan anggota organisasi tentang

orientasi dasar waktu. Terdapat 2 dimensi aspek ini, yaitu (a) arahan

fokus yang menyangkut masa lalu, kini dan masa yang akan dating, (b)

apakah ukuran waktu yang relevan yang berlaku dalam organisasi

tersebut mempergunakan satuan detik, menit, jam dan seterusnya.

e. Hakikat sifat manusia

Aspek ini menyakkut pandangan segenap anggota organisasi tentang

apa yang dimaksud dengan manusia dan apa atribut yang dianggap

intrinsik atau puncak. Terdapat 2 dimensi dari aspek ini: (a) tentang

sifat dasar manusia, yaitu apakah manusia pada dasarnya bersifat baik,

buruk, atau netral. (b) Mengenai perubahan sifat tersebut, yaitu apakah

sifat manusia itu tetap (tidak dapat berubah) ataukah dapat berubah dan

disempurnakan.

f. Hakikat hubungan antarmanusia

Aspek ini menyangkut pandangan manusia tentang apa yang

dipandang sebagai cara yang benar bagi manusia untuk saling

berhubungan, untuk mendistribusikan kekuasaan atau cinta. Apakah

xlviii

hidup ini kooperatif atau kompetitif, individualistik, kolaborasi

kelompok atau komunal.

g. Homogeneity vs diversity

Apakah kelompok yang baik itu berada dalam kondisi homogen atau

berbeda, dan apakah individu dalam kelompok didukung untuk

berinovasi ataukah harus menyesuaikan diri.

4. Peran Budaya Organisasi

Budaya menjalankan sejumlah peran di dalam organisasi (Robbins,

2006:725), antara lain:

a. Budaya mempunyai peran menetapkan tapal batas: artinya budaya

menciptakan pembeda yang jelas antara satu organisasi dan

organisasi yang lain.

b. Budaya memberikan identitas ke anggota-anggota organisasi.

c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih

luas daripada kepentingan diri pribadi seseorang.

d. Budaya itu meningkatkan kemantapan sistem sosial.

e. Budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan

mekanisme pengendali yang memandu dan membentuk sikap serta

perilaku para anggotanya.

Melaksanakan budaya organisasi mempunyai arti yang sangat dalam,

karena akan merubah sikap dan perilaku sumber daya manusia untuk

xlix

mencapai produktivitas kerja yang lebih tinggi dalam menghadapi tantangan

masa depan. Triguno (1995:9) dalam Koesmono (2005) menyatakan bahwa

orang yang terlatih dalam kelompok budaya kerja akan mempunyai sikap:

a. Menyukai kebebasan, pertukaran pendapat, dan terbuka bagi

gagasan-gagasan baru dan fakta baru dalam usahanya untuk mencari

kebenaran;

b. Memecahkan permasalahan secara mandiri dengan bantuan

keahliannya berdasarkan metode ilmu pengetahuan, pemikiran yang

kreatif, dan tidak menyukai penyimpangan dan pertentangan;

c. Berusaha menyesuaikan diri antara kehidupan pribadinya dengan

kebiasaan sosialnya;

d. Mempersiapkan dirinya dengan pengetahuan umum dan keahlian-

keahlian khusus dalam mengelola tugas atau kewajiaban dalam

bidangnya;

e. Memahami dan menghargai lingkungannya;

f. Berpartisipasi dengan loyal kepada kehidupan rumah tangga,

masyarakat dan organisasinya serta penuh rasa tanggung jawab.

Keberhasilan pelaksanaan program budaya organisasi antara lain dapat

dilihat dari peningkatan tanggung jawab, peningkatan kedisiplinan dan

kepatuhan pada norma/aturan, terjalinnya komunikasi dan hubungan yang

harmonis dengan semua tingkatan, peningkatan partisipasi dan kepedulian,

peningkatan kesempatan untuk pemecahan masalah serta berkurangnya tingkat

kemangkiran dan keluhan.

l

Beraneka ragamnya bentuk organisasi atau perusahaan, tentunya

mempunyai budaya yang berbeda-beda hal ini wajar karena lingkungan

organisasinya berbeda-beda pula misalnya perusahaan jasa, manufaktur dan

trading Seperti aktivitas memberi perintah dan larangan serta menggambarkan

sesuatu yang dilakukan dan tidak dilakukan yang mengatur perilaku anggota.

Budaya mengandung apa yang boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan

sehingga dapat dikatakan sebagai suatu pedoman yang dipakai untuk

menjalankan aktivitas organisasi.

Pada dasarnya Budaya organisasi dalam perusahaan merupakan alat

untuk mempersatukan setiap individu yang melakukan aktivitas secara

bersama-sama. Nampaknya agar suatu karakteristik atau kepribadian yang

berbeda-beda antara orang yang satu dengan orang yang lain dapat disatukan

dalam suatu kekuatan organisasi maka perlu adanya perekat social.

Mengingat budaya organisasi merupakan suatu kesepakatan bersama

para anggota dalam suatu organisasi atau perusahaan sehingga mempermudah

lahirnya kesepakatan yang lebih luas untuk kepentingan perorangan.

Keutamaan budaya organisasi merupakan pengendali dan arah dalam

membentuk sikap dan perilaku manusia yang melibatkan diri dalam suatu

kegiatan organisasi. Secara individu maupun kelompok seseorang tidak akan

terlepas dengan budaya organisasi dan pada umumnya mereka akan

dipengaruhi oleh keaneka ragaman sumber-sumber daya yang ada sebagai

stimulus seseorang bertindak.

F. Kinerja Auditor

li

1. Definisi Kinerja Auditor

Kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu.

Kinerja perusahaan adalah tingkat pencapaian hasil dalam rangka

mewujudkan tujuan perusahaan. Kinerja perusahaan/organisasi bergantung

pada kinerja orang-orang yang berada di dalamnya. Kinerja setiap orang

dipengaruhi oleh banyak faktor yang dapat digolongkan pada tiga kelompok,

yaitu kompetensi individu orang yang bersangkutan, dukungan organisasi dan

dukungan manajemen (Simanjuntak, 2005).

Mangkunegara (2005) mengemukakan bahwa kinerja merupakan istilah

yang berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja

atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang) yaitu hasil kerja secara

kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan

tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Kinerja merupakan hasil yang diperoleh atau dicapai menurut ukuran

yang berlaku untuk suatu pekerjaan tertentu dalam periode tertentu. Kinerja

merupakan tolak ukur keberhasilan suatu organisasi perusahaan dalam

menjalankan roda organisasinya (Suprayitno, 2002).

Kinerja auditor merupakan tindakan atau pelaksanaan tugas pemeriksaan

yang telah diselesaikan oleh auditor dalam kurun waktu tertentu. Pengertian

kinerja auditor menurut Mulyadi (1998) dalam Ayu Dyah (2009) adalah

akuntan publik yang melaksanakan penugasan pemeriksaan (examination)

secara obyektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi lain

dengan tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut

lii

menyajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum,

dalam semua hal material, posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa

kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil karya yang dicapai seseorang dalam

melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas

kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan waktu yang diukur dengan

mempertimbangkan kuantitas, kualitas dan ketepatan waktu.

Kinerja (prestasi kerja) dapat diukur melalui pengukuran tertentu

(standar) dimana kualitas adalah berkaitan dengan mutu kerja yang dihasilkan,

sedangkan kuantitas adalah jumlah hasil kerja yang dihasilkan dalam kurun

waktu tertentu, dan ketepatan waktu ada;ah kesesuaian waktu yang telah

direncanakan.

2. Tingkatan Kinerja

Kinerja dibedakan menjadi dua, yaitu kinerja individu dan kinerja

organisasi. Kinerja individu adalah hasil kerja karyawan baik dari segi kualitas

maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan. Kinerja

organisasi adalah gabungan dari kinerja individu dengan kinerja kelompok

(Mangkunegara, 2005).

3. Sumber Penilaian Kinerja

Penilaian prestasi kerja dilakukan dalam rangka memperoleh masukan

yang tepat dan objektif untuk menunjang keberhasilan dalam mengambil

liii

keputusan berkenaan dengan karyawan bersangkutan. Beberapa pinsip dasar

penilaian kinerja (Mulianto, 2006:291) sebagai berikut:

a. Penilaian prestasi kerja merupakan proses dinamis serta memerlukan

bimbingan atau pengarahan yang aktif, analitis, dan penuh pertimbangan

dalam mengambil keputusan.

b. Sistem penilaian prestasi kerja harus menjamin bahwa sasaran setiap

hasil kerja dan standar kerja setiap individu mengacu pada sasaran unit

kerja, sedangkan sasaran setiap unit kerja harus menyatu atau terintegrasi

secara langsung dengan sasaran perusahaan.

c. Pimpinan dan karyawan harus mengetahui sasaran-sasaran dan standar

dari unit yang bersangkutan agar dapat menjadi pedoman bagi mereka

dalam melaksanakan tugas.

d. Memonitor secara periodik perkembangan-perkembangan yang telah

dicapai dan membandingkannya dengan sasaran-sasaran dan hasil-hasil

akhir tahun.

e. Penilaian prestasi kerja harus diselenggerakan secara jujur, konsisten,

objektif, dan bersikap membantu, serta harus dilihat atau diletakkan

sebagai tanggung jawab langsung dari pimpinan.

f. Pimpinan harus secara teratur mendorong mereka yang mempunyai

pretasi kerja baik dan, sebaliknya, harus secara tegas memperbaiki

mereka yang mempunyai prestasi kerja kurang baik.

Berbagai pendekatan dilakukan untuk mengukur kinerja. Tujuan dari

digunakannya pendekatan-pendekatan adalah untuk mencapai suatu

liv

pandangan yang lebih lengkap tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

kinerja dari sudut pandang yang berbeda dan sering kali atas sebuah dasar

multi-dimensional (Dharma, 2009)

Kegiatan pengukuran dalam proses manajemen adalah sangat penting.

Pengukuran kinerja adalah suatu proses mengkuantifikasikan secara akurat

dan valid tingkat efisiensi dan efektivitas suatu kegiatan yang telah terealisasi

dan membandingkannya dengan tingkat prestasi yang direncanakan (Susilo,

2002:28 dalam Daryatmi 2005).

Untuk itu seorang atasan perlu mempunyai ukuran kinerja para

karyawan supaya tidak timbul suatu masalah. Inforamasi tentang kinerja

karyawan juga diperlukan pula bila suatu saat atasan ingin mengubah sistem

yang ada. Kita sering terjebak untuk menilai seseorang berkinerja buruk,

padahal sistem atau peralatan yang digunakan yang tidak memenuhi syarat.

Seperti telah dijelaskan di muka bahwa yang memegang peranan penting

dalam suatu organisasi tergantung pada kinerja pegawainya. Agar pegawai

dapat bekerja sesuai yang diharapkan, maka dalam diri seorang pegawai harus

ditumbuhkan motivasi bekerja untuk meraih segala sesuatu yang diinginkan.

Apabila semangat kerja menjadi tinggi maka semua pekerjaan yang

dibebankan kepadanya akan lebih cepat dan tepat selesai. Pekerjaan yang

dengan cepat dan tepat selesai adalah merupakan suatu prestasi kerja yang

baik.

G. Hubungan Variebel Independen dengan Variabel Dependen

1. Hubungan motivasi terhadap kinerja

lv

Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam

menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang

menggerakan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi

(tujuan kerja).

Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong diri pegawai

untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal. Sikap mental

seorang pegawai harus sikap mental yang siap secara psikofisik (siap secara

mental, fisik, tujuan, dan situasi). Artinya, seorang pegawai harus siap mental,

mampu secara fisik, memahami tujuan utama, dan target kerja yang akan

dicapai, mampu memanfaatkan dan menciptakan situasi kerja.

Menurut McClelland (1987) dalam Mangkunegara (2005:68)

berpendapat bahwa ada hubungan positif antara motif berprestasi dengan

pencapaian kinerja. Motif berprestasi adalah suatu dorongan dalam diri

pegawai untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik-baiknya

agar mampu mencapai prestasi kerja (kinerja) dengan predikat terpuji.

Dalam jurnalnya Daryatmi (2005) menyatakan bahwa motivasi

mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap produktifitas karyawan.

Dan pemberian motivasi karyawan baik yang berupa motivasi finansial

maupun non finansial ternyata mempengaruhi produktifitas kerja karyawan.

2. Hubungan tindakan supervisi terhadap kinerja

Dalam Mangkunegara (2005:19) menjelaskan bahwa analisa jabatan

yang berasumsi bahwa uraian pekerjaan akan menjadi lebih bermanfaat jika

uraian tersebut memperjelas harapan-harapan organisasi kepada para pekerja

lvi

dan berkaitan antara tugas-tugas, standar-standar, kecakapan-kecakapan dan

kualifikasi-kualifikasi minimal. Analisa jabatan ini memuat keterangan yang

berkisar pada pertanyaan-pertanyaan berikut:

a. Task. Perilaku, kewajiban atau fungsi apa yang penting bagi suatu

pekerjaan?

b. Condition. Bagaimana sifat dasar pekerjaan, atau syarat-syarat apa

yang diperlukan agar pekerjaan itu terlaksana? Petujuk tertulis apa atau

instruksi supervisor apa yang tersedia untuk membantu pekerja dalam

melaksanakan tugas tertentu?

c. Standars. Harapan performansi objektif apa yang diberikan pada setiap

tugas, yang dituangkan menurut ketentuan standar kuantitas, kualitas,

atau ketepatan waktu yang benar-benar dikaitan dengan tugas

organisasi?

d. SKAs (skill, knowledges, and abilities). Kecakapan apa, pengetahuan

dan kemampuan apa yang dibutuhkan untuk melaksanakan setiap tugas

pada standar minimal yang diterima?

e. Qualifications. Pendidikan, dan pengalaman yang bagaimana, serta

kualifikasi-kualifikasi lain yang bagaimana yang dibutuhkan untuk

memastikan bahwa para pekerja mempunyai SKAs yang diperlukan

bagi pelaksanaan tugasnya.

Uraian pekerjaan yang berorientasi hasil menguraikan harapan-harapan

organisasi yang jelas kepada para karyawan dan sekaligus mendorong para

lvii

supervisor dan para pekerja untuk mengetahui bahwa baik standar maupun

imbalan bergantung pada persyaratan (condition) tertentu.

Menurut Mulianto (2006:3) menyatakan bahwa seorang supervisor tidak

menangani sendiri secara fisik pekerjaan, tetapi mengarahkan, membimbing,

melatih, dan memotivasi bawahannya untuk memberikan kontribusi secara

optimal. Di samping itu, seorang supervisor juga perlu menciptakan iklim

kerja yamh membuat karyawan bekerja dengan tenang dan bersemangat

sehingga dapat meningkatkan produktifitas kerja.

Penelitian yang dilakukan Hidayat (2008) ) tentang motivasi, tindakan

supervisi dan komitmen organisasi pengaruhnya terhadap kepuasan kerja

auditor junior. Hasilnya menyatakan bahwa tindakan supervisi berpengaruh

positif terhadap kepuasan kerja auditor. Begitu juga dengan penelitian

Supriatiningsih (2008) mengaitkan tindakan supervisi, komitmen organisasi

dan komitmen profesi terhadap kepuasan kerja dengan motivasi sebagai

variabel intervening. Dan hasilnya tindakan supervisi berpengaruh positif dan

signifikan terhadap kepuasan kerja auditor.

3. Hubungan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja

Menurut Kartono (1994:18) lingkungan atau kondisi materiil dan kondisi

psikologi banyak memberikan fasilitas kemudahan kerja. Dengan kemudahan

kerja tersebut dapat meningkatkan kinerja para pegawai. Budaya organisasi

dapat membentuk solidaritas dan persatuan kelompok serta prestise pribadi

terhadap organisasinya. Rasa bangga terhadap organisasinya dapat

meningkatkan kinerja dengan mengerahkan semua kemampuannya.

lviii

Dalam jurnalnya Koesmono (2005) menyatakan bahwa budaya

organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai. Dan budaya

organisasi juga berpengaruh positif terhadap motivasi dan kepuasan kerja

pegawai.

Dalam jurnal Daryatmi (2005) menyatakan bahwa budaya organisasi

mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap produktifitas kerja

karyawan. Dari penelitian-penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa

budaya organisasi mempunyai pengaruh terhadap kinerja pegawai/karyawan.

4. Hubungan Motivasi, Tindakan Supervisi, dan Budaya Organisasi

Terhadap Kinerja

Kerja atau bekerja merupakan aktivitas dasar dan dijadikan bagian

esensial dari kehidupan manusia. Sehubungan dengan kondisi pekerjaan,

manusia memikirkan untuk mengadakan perbaikan terhadap kondisi-kondisi

kerja yang mendorongnya untuk menyukai pekerjaan dan untuk selalu

meningkatkan kinerjanya.

Menurut Kartono (1994:147) aspek pertama dari kerja adalah motivasi.

Motivasi bekerja itu tidak hanya berwujud kebutuhan ekonomi saja tetapi bisa

juga dalam bentuk kebutuhan psikis untuk aktif berbuat. Aspek kedua dari

kerja adalah lingkungan kerja dengan kondisi-kondisi materiil dan

psikologisnya. Dan selanjutnya agar terjadi ketertiban dalam kegiatan

organisasi, perlu adanya pengaturan mengenai pembagian tugas, cara kerja

dan hubungan anatara pekerjaan yang satu dengan pekerjaan yang lain, serta

pribadi satu dengan yang lain. Untuk memenuhi kebutuhan organisasi tersebut

lix

maka harus ada pemimpin. Dan pemimpin yang paling dekat dengan

karyawan paling bawah adalah supervisor.

Dalam penelitian Daryatmi (2005) menyatakan bahwa motivasi,

pengawasan dan budaya kerja secara bersama-sama mempunyai pengaruh

positif dan signifikan terhadap produktifitas kerja karyawan. Menurut

Marifah (2004) menyatakan bahwa baik masing-masing atau secara bersama-

sama motivasi dan budaya organisasi mempunyai pengaruh signifikan

terhadap kinerja pekerja sosial.

H. Penelitian Sebelumnya

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh

Hidayat (2008) tentang motivasi, tindakan supervisi dan komitmen organisasi

pengaruhnya terhadap kepuasan kerja auditor junior. Hasil penelitiannya

menunjukan bahwa motivasi, tindakan supervisi dan komitmen organisasi

mempunyai pengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja auditor junior.

Supriatiningsih (2008) mengaitkan tindakan supervisi, komitmen organisasi

dan komitmen profesi terhadap kepuasan kerja dengan motivasi sebagai variabel

intervening. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa tindakan supervisi, komitmen

organisasi dan komitmen profesi berpengaruh signifikan dan positif terhadap

kepuasan kerja akuntan publik serta terdapat hubungan yang signifikandan positif

dengan motivasi.

Penelitian serupa juga pernah dilakukan oleh Marifah (2004) tentang

pengaruh motivasi dan budaya organisasi terhadap kinerja sosial. Hasil

lx

penelitiannya menyatakan bahwa motivasi dan budaya organisasi secara bersama-

sama mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja pekerja sosial.

Dalam jurnalnya Wahyudin dan Djumino (2005) yang membahas tentang

analisis kepemimpinan dan motivasi terhadap kinerja pegawai pada kantor

kesatuan bangsa dan perlindungan masyarakat di kabupaten wonogiri.

Menyatakan bahwa baik masing-masing atau secara bersama-sama, variabel

kepemimpinan, dan motivasi mempunyai pengaruh yang positif terhadap kinerja

pegawai terbukti.

Penelitian yang dilakukan oleh Daryatmi (2002) tentang pengaruh motivasi,

pengawasan dan budaya kerja terhadap produktivitas kerja karyawan menujukan

bahwa motivasi, pengawasan dan budaya kerja secara bersama-sama mempunyai

pengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas kerja karyawan.

Berdasarkan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti-

peneliti sebelumnya, maka pada penelitian ini mencoba untuk mendapatkan bukti

mengenai pengaruh motivasi, tindakan supervisi dan budaya organisasi terhadap

kinerja auditor junior.

I. Hipotesis

Berdasarkan penelitian terdahulu dan landasan teori yang telah dijabarkan,

maka hipotesis yang akan diajukan dalam penelitian ini adalah:

Ha1: Motivasi berpengaruh terhadap kinerja auditor junior.

Ha2: Tindakan supervisi berpengaruh terhadap kinerja auditor junior.

Ha3: Budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja auditor junior.

lxi

Ha4: Motivasi, tindakan supervisi dan budaya organisasi berpengaruh secara

simultan terhadap kinerja auditor junior.

J. Model Penelitian

Gambar 2.2

Kerangka Pemikiran

Motivasi (X1)

Budaya Organisasi

(X3)

Tindakan Supervisi

(X2)

Kinerja Auditor Junior

(Y)

lxii

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Lingkup penelitian yang akan dilakukan terbatas pada profesi akuntan

publik (auditor independen) khususnya auditor junior yang bekerja di Kantor

Akuntan Publik (KAP) yang berada di wilayah DKI Jakarta sesuai dengan daftar

dalam Directory Institut Akuntan Publik Indonesia 2008.

a. Populasi

Populasi (population) adalah sekelompok orang, kejadian atau segala

sesuatu yang mempunyai karakteristik tertentu (Indriantoro dan Supomo,

2002). Populasi dalam penelitian ini adalah para auditor junior yang bekerja di

kantor akuntan publik yang berada di wilayah DKI Jakarta sesuai dengan

daftar dalam Directory Institut Akuntan Publik Indonesia 2008. Auditor junior

menjadi responden dalam penelitian ini untuk mengetahui pengaruh motivasi,

tindakan supervisi dan budaya organisasi terhadap kinerja mereka yang belum

lama berpartisipasi dalam KAP dan melaksanakan penugasan audit.

b. Sampel

Sampel merupakan sebagian dari elemen-elemen populasi yang diteliti

(Indriantoro dan Supomo, 2002), sedangkan Sekaran (2000) mendefinisikan

sampel sebagai bagian dari populasi yang diamati. Sehingga sampel dalam

penelitian ini adalah para auditor junior yang bekerja di KAP yang berada di

lxiii

wilayah Jakarta selatan sesuai dengan daftar dalam Directory Institut Akuntan

Publik Indonesia 2008.

B. Metode Penentuan sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode convenience

sampling, yaitu istilah umum yang mecakup variasi luasnya prosedur pemilihan

responden dimana unit sampel yang ditarik mudah dihubungi, tidak menyusahkan,

mudah untuk mengukur, dan bersifat kooperatif (Hamid, 2007). Sampel dalam

penelitian ini ditentukan berdasarkan jarak atau letak KAP, kemudahan akses

untuk menjangkau dan kebersediaan KAP untuk mengisi dan mengembalikan

kuesioner yang telah di kirim.

C. Metode Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data-data dan informasi yang dapat mendukung

penelitian ini, teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Penelitian Kepustakaan (library research)

Pada penelitian kepustakaan, data dikumpulkan dari berbagai jurnal-jurnal

akuntansi, SNA, skripsi dan tesis, buku, internet, serta literatur lainnya yang

dapat menunjang penelitian ini, khususnya mengenai landasan teori kajian

pustaka dan permasalahan yang akan dibahas. Data-data dan informasi yang

diperoleh melalui teknik ini merupakan data sekunder.

2. Penelitian lapangan (Field research)

Penelitian lapangan dilakukan dengan cara survei, yaitu melalui penyebaran

kuesioner secara langsung kepada para responden yaitu auditor junior yang

bekerja di KAP yang berada di wilayah DKI Jakarta. Penyebaran secara

lxiv

langsung dilakukan dengan harapan dapat memperbesar jumlah kuesioner yang

dikembalikan. Maka data yang diperoleh dengan teknik ini merupakan data

primer penelitaan.

D. Metode Analisis Data

1. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif merupakan proses tranformasi data penelitian dalam

bentuk tabulasi sehingga mudah dipahami dan diinterprestasikan. Statistik

deskriptif umumnya digunakan oleh peneliti untuk memberikan informasi

mengenai karekteristik variable penelitian (Indriantoro dan Supomo, 2002),

seperti jenis kelamin, usia, pekerjaan/status, pengalaman kerja dan data lainnya.

2. Uji Kualitas Data

Kesimpulan penelitian yang berupa jawaban atau pemecahan masalah

penelitian dibuat berdasarkan hasil proses pengujian data yang meliputi:

pemelihan, pengumpulan dan analitis data. Oleh karena itu, kesimpulan

tergantung pada kualitas data yang dianalisis dan instrumen yang digunakan.

Ada dua konsep untuk mengukur kualitas data, yaitu reliabilitas dan validitas

(Indriantoro dan Supomo, 2002:179).

a. Reliabilitas

Reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang

merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan

reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah

konsisten atau lebih stabil dari waktu ke waktu. Pengukuran reliabilitas

dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:

lxv

1) Repeated Measure atau pengukuran ulang. Di sini seseorang akan

disodori pertanyaan yang sama pada waktu yang berbeda, dan kemudian

dilihat apakah ia tetap konsisten dengan jawabannya.

2) One Shot atau pengukuran sekali. Di sini pengukurannya hanya sekali

dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan lain atau

mengukur korelasi antar jawaban pertanyaan.

SPSS memberikan fasilitas untuk mengukur reliabilitas dengan uji

statistik Chonbach Alpha (). Suatu konstruk atau variabel dikatakan

reliabel jika memberikan nilai Chonbach Alpha ()>0.60 (Ghozali, 2005)

b. Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu

kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner

mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang diukur oleh kuesioner tersebut

(Ghozali, 2005). Pengujian validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan Pearson Correlation yang terdapat dalam program SPSS

15.0. suatu pertanyaan dikatakan valid jika tingkat signifikansinya berada di

bawah 0.05.

3. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah pada model

regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model

regresi yang baik seharunya tidak terjadi korelasi di antara variabel

independen. Multikolinieritas dapat dilihat dari nilai tolerance dan Variance

lxvi

Inflation Factor (VIF). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukan

adanya multikolinieritas adalah nilai Tolerance10 (Ghozali, 2005)