42
1 PENGARUH MODERASI PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP HUBUNGAN BELANJA MODAL DAN KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH Suhandarini Sugiono Universitas Negeri Surabaya e-mail: [email protected] ABSTRACT Financial independence of the region shows the government's ability to finance its own activities of governance, development and services to the people who have paid taxes and levies as a source of local revenue needed without relying on central government funding. The purpose of this study is to determine the effect of moderating the relationship capital expenditure and financial independence of the region.This study uses secondary data began the period 2009 to 2013 were obtained from the Regional Asset Finance Agency and the East Java province. Research sample as amount of 180 from 28 districts and 8 cities. The analytical method used is a simple regression and Moderated Regression Analysis. The results of the analysis indicate that capital expenditures affect Financial Independence Regional and Local Revenue is able to moderate the relationship between Capital Expenditure and Financial Independence Regional. Keywords: Capital Expenditure, Financial Independence of Regional and Local Revenue ABSTRAK Kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan pemerintah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah tanpa menggantungkan dana dari pemerintah pusat. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh moderasi terhadap hubungan belanja modal dan kemandirian keuangan daerah. Penelitian ini menggunakan data sekunder mulai

PENGARUH MODERASI PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP HUBUNGAN BELANJA MODAL DAN KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Jurnal Online Universitas Negeri Surabaya, author : SUHANDARINI SUGIONO, ENI WURYANI,

Citation preview

Page 1: PENGARUH MODERASI PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP HUBUNGAN BELANJA MODAL DAN KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

1

PENGARUH MODERASI PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP

HUBUNGAN BELANJA MODAL DAN KEMANDIRIAN KEUANGAN

DAERAH

Suhandarini SugionoUniversitas Negeri Surabaya

e-mail: [email protected]

ABSTRACT

Financial independence of the region shows the government's ability to finance its own activities of governance, development and services to the people who have paid taxes and levies as a source of local revenue needed without relying on central government funding. The purpose of this study is to determine the effect of moderating the relationship capital expenditure and financial independence of the region.This study uses secondary data began the period 2009 to 2013 were obtained from the Regional Asset Finance Agency and the East Java province. Research sample as amount of 180 from 28 districts and 8 cities. The analytical method used is a simple regression and Moderated Regression Analysis. The results of the analysis indicate that capital expenditures affect Financial Independence Regional and Local Revenue is able to moderate the relationship between Capital Expenditure and Financial Independence Regional.

Keywords: Capital Expenditure, Financial Independence of Regional and Local Revenue

ABSTRAK

Kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan pemerintah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah tanpa menggantungkan dana dari pemerintah pusat. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh moderasi terhadap hubungan belanja modal dan kemandirian keuangan daerah. Penelitian ini menggunakan data sekunder mulai periode 2009 sampai dengan 2013 yang diperoleh dari Badan Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Jawa Timur. Sampel penelitian berjumlah 180 dari 28 kabupaten dan 8 kota. Metode analisis yang digunakan adalah Regresi Sederhana dan Moderated Regression Analysis. Hasil analisis menunjukkan bahwa secara parsial, Belanja Modal berpengaruh terhadap Kemandirian Keuangan Daerah dan Pendapatan Asli Daerah mampu memoderasi hubungan antara Belanja Modal dan Kemandirian Keuangan Daerah.

Kata Kunci: Belanja Modal, Kemandirian Keuangan Daerah dan Pendapatan Asli Daerah.

Page 2: PENGARUH MODERASI PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP HUBUNGAN BELANJA MODAL DAN KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

2

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebijakan otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2004 dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 yang menjadi landasan utama

dalam pelaksanaan otonomi daerah pada hakekatnya memberikan peluang yang lebih

besar kepada daerah untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki daerah. Dengan

otonomi daerah, pemerintah daerah diharapkan semakin mandiri, mengurangi

ketergantungan terhadap pemerintah pusat, baik dalam pembiayaan pembangunan

maupun dalam hal pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah yang

baik tidak hanya membutuhkan sumberdaya manusia yang handal tetapi juga harus

didukung oleh kempuan keuangan daerah yang memadai. Kebijakan mengenai

otonomi daerah merupakan tantangan dan peluang bagi pemerintah daerah untuk

dapat mengelola sumber daya yang dimiliki secara efektif dan efisien. Untuk dapat

meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan otonomi daerah, pemerintah

daerah harus memperhatikan aspek-aspek didalam daerah tersebut seperti potensi

daerah, keanekaragaman daerah dan daya saing daerah didalam menghadapi

tantangan persaingan global.

Hersey dan Blanchard dalam Halim (2001:168) mengemukakan mengenai

hubungan antara pemerintah pusat dan daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah,

terutama pelaksanaan undang-undang tentang perimbangan keuangan antara

pemerintah pusat dan daerah, yaitu: (1) Pola hubungan instruktif, yaitu peranan

pemerintah pusat lebih dominan daripada kemandirian pemerintah daerah (daerah

tidak mampu melaksanakan otonomi daerah secara finansial); (2) Pola hubungan

konsultatif, yaitu campur tangan pemerintah pusat sudah mulai berkurang dan lebih

Page 3: PENGARUH MODERASI PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP HUBUNGAN BELANJA MODAL DAN KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

3

banyak pada pemberian konsultasi karena daerah dianggap sedikit lebih mampu

melaksanakan otonomi daerah; (3) Pola hubungan partisipatif, yaitu pola dimana

peranan pemerintah pusat semakin berkurang mengingat tingkat kemandirian daerah

otonom bersangkutan mendekati mampu melaksanakan urusan otonomi. Peran

pemberian konsultasi beralih ke peran partisipasi pemerintah pusat; (4) Pola

hubungan delegatif, yaitu campur tangan pemerintah pusat sudah tidak ada lagi

karena daerah telah benar-benar mampu dan mandiri dalam melaksanakan urusan

otonomi daerah. Pemerintah pusat siap dan dengan keyakinan penuh mendelegasikan

otonomi keuangan kepada pemerintah daerah.

Penelitian yang dilakukan oleh Ariani (2010) yang menemukan bahwa

belanja modal berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemandirian keuangan

daerah. Belanja modal digunakan untuk pembangunan sarana dan prasarana daerah,

dana yang digunakan untuk alokasi belanja modal berasal dari pendapatan asli

daerah, dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah. Tingkat kemandirian

keuangan daerah ditunjukan dengan kontribusi pendapatan asli daerah lebih besar

daripada kontribusi dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah yang

dialokasikan untuk belanja daerah, salah satunya dialokasikan untuk belanja modal.

Artinya apabila dana belanja daerah atau belanja modal lebih besar dibiayai dari

pendapatan asli daerah maka daerah dapat dikatakann mandiri.

Menurunnya pendapatan daerah maka akan mempengaruhi alokasi belanja

modal karena pemerintah akan menyesuaikan alokasi belanja dengan pemasukan

yang diperoleh. Perubahan alokasi belanja ini akan mempengaruhi pembangunan

infrastruktur serta sarana dan prasarana daerah. Pendapatan asli daerah dapat

diartikan sebagai pendapatan yang bersumber dari pungutan-pungutan yang

Page 4: PENGARUH MODERASI PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP HUBUNGAN BELANJA MODAL DAN KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

4

dilakukan oleh pemerintah daerah berdasarkan peraturan-peraturan yang berlaku

yang dapat dikenakan kepada setiap orang atau badan usaha milik pemerintah

maupun milik swasta, karena perolehan jasa yang diberikan oleh pemerintah daerah

tersebut maka daerah dapat melaksanakan pungutan dalam bentuk pajak, retribusi

dan penerimaan lainnya yang sah sesuai dengan aturan undang-undang yang berlaku

(Florida, 2006).

Pemerintah daerah sudah seharusnya lebih memaksimalkan potensi

daerahnya sendiri untuk mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah pusat

ataupun pemerintah provinsi dan pendapatan anggaran daerah lebih dialokasikan

untuk kepentingan publik daripada kepentingan aparatur. Akan tetapi, faktanya

dalam anggaran pendapatan dan belanja, porsi anggaran aparatur masih jauh lebih

besar daripada anggaran untuk rakyat misalnya anggaran belanja modal,

anggarannya lebih kecil daripada belanja pegawai. Hal ini sesuai dengan penelitian

yang dilakukan oleh Putro (2009) dan Yovita (2011) yang mengatakan, bahwa

pendapatan asli daerah tidak berpengaruh terhadap anggaran belanja modal hal ini

disebabkan karena pendapatan asli daerah lebih banyak digunakan untuk membiayai

belanja pegawai dan biaya langsung lainnya daripada untuk membiayai belanja

modal. Berdasarkan data Kemendagri, selama 5 tahun terakhir (2013, 2012, 2011,

2010, 2009) 40%-45% belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

dialokasikan untuk belanja pegawai, sedangkan porsi belanja barang dan jasa sebesar

19%-20%, sementara belanja modal rata-ratanya 22%-29%. Jumlah kabupaten/kota

yang belanja pegawainya di atas 50% dari APBD cenderung meningkat sejak 2008.

Pada 2008, jumlahnya hanya 39,02% atau 179 daerah, sedangkan pada 2009, 2010

Page 5: PENGARUH MODERASI PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP HUBUNGAN BELANJA MODAL DAN KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

5

dan 2011 jumlahnya terus meningkat, masing-masing 226 daerah (46,03%), 285

daerah (58,04%) dan 297 daerah (60,49%).

Penjelasan diatas menimbulkan adanya konflik keagenan, dalam mengambil

kebijakan keuangan menguntungkan prinsipal. Agent disini adalah pemerintah dan

principal adalah masyarakat. Principal memiliki wewenang pengaturan kepada

agent, dan memberikan sumberdaya kepada agen (dalam bentuk pajak dan lain-lain).

Pemerintah daerah sebagai pihak yang diserahi tugas menjalankan roda

pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat wajib menyampaikan

laporan pertanggungjawaban keuangan daerahnya untuk dinilai apakah pemerintah

daerah berhasil menjalankan tugasnya dengan baik atau tidak. Bila keputusan agen

merugikan bagi prinsipal maka akan timbul masalah keagenan. Masalah yang terjadi

adalah masyarakat yang mengharapkan anggaran untuk perbaikan fasilitas umum

seperti jalan, irigasi, jaringan dan belanja yang termasuk dalam komponen belanja

modal seharusnya lebih besar, kenyataanya dalam data Kemendagri anggaran untuk

belanja pegawai dalam bentuk gaji pegawai dan tunjangan Pegawai Negeri Sipil

(PNS) lebih besar. Apabila belanja modal semakin rendah maka peluang

pembangunan dan perbaikan fasilitas umum daerah akan semakin kecil, semakin

kecil pembangunan dan perbaikan fasilitas umum daerah maka peluang

mendapatkan Pendapatan Asli Daerah yang lebih tinggi juga semakin kecil karena

dengan fasilitas umum seperti jalan, irigasi dan jaringan yang kurang baik akan

membuat investor enggan untuk berinvestasi didaerah tersebut, adanya investor

tentunya akan menambah hasil Pendapatan Asli Daerah berupa pajak daerah. Jika

Pendapatan Asli Daerah didaerah rendah maka peluang kemandirian keuangan

daerah juga semakin rendah. Pada prinsipnya kebijakan desentralisasi fiskal

Page 6: PENGARUH MODERASI PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP HUBUNGAN BELANJA MODAL DAN KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

6

mengharapkan ketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat berkurang,

sehingga mampu mencapai kemandirian daerah sebagaimana tercapainya tujuan

otonomi.  Menurut Halim (2007), ketergantungan kepada bantuan pusat harus

seminimal mungkin, sehingga Pendapatan Asli Daerah harus menjadi sumber

keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan

daerah.

Penelitian iini menguji pengaruh moderasi pendapatan asli daerah terhadap

hubungan belanja modal dan kemandirian keuangan daerah. Populasi yang

digunakan dalam penelitian ini adalah laporan kota dan kabupaten di Provinsi Jawa

Timur yang memiliki laporan APBD antara tahun 2009 sampai dengan tahun 2013.

KAJIAN PUSTAKA

Teori Keagenan

Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan teori keagenan sebagai

hubungan antara agen (manajemen,manajer) dan principal (pemilik perusahaan). Di

dalam hubungan keagenan terdapat suatu kontrak dimana satu orang atau lebih 

(pemilik perusahaan) memerintah orang lain (manajer) untuk melakukan suatu jasa

atas nama pemilik perusahaan dan memberi wewenang kepada manajer untuk

membuat keputusan yang terbaik bagi pemilik perusahaan. 

Hubungan antara masyarakat dengan pemerintah adalah seperti hubungan

antara principal dan agent. Masyarakat adalah principal dan pemerintah adalah

agent. Principal memberikan wewenang pengaturan kepada agent, dan memberikan

sumberdaya kepada agent (dalam bentuk pajak dan lain-lain). Sebagai wujud

pertanggungjawaban atas wewenang yang diberikan, agen memberikan laporan

pertanggungjawaban terhadap prinsipal. Karena tidak mengetahui apa yang

Page 7: PENGARUH MODERASI PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP HUBUNGAN BELANJA MODAL DAN KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

7

sebenarnya dilakukan oleh agen (assymetric information) maka principal

membutuhkan pihak ketiga yang mampu meyakinkan prinsipal bahwa apa yang

dilaporkan oleh agent adalah benar (Santoso dan Pambelum, 2008).

Otonomi Daerah

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menjelaskan definisi otonomi

daerah, yaitu hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan

mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai

dengan peraturan perundang-undangan.

Asas penting dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang otonomi

daerah yang perlu dipahami, antara lain:

1. Asas desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah

kepada daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Asas dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh

pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi

vertikal di wilayah tertentu.

3. Tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau

desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari

pemerintah kabupaten kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

4. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah adalah suatu sistem

pembiayaan pemerintahan dalam kerangka negara kesatuan, yang mencakup

pembagian keuangan antara pemerintah pusat dan daerah serta pemerataan antar

daerah secara proporsional, demokratis, adil, dan transparan dengan

memperhatikan potensi, kondisi, serta kebutuhan daerah, sejalan dengan

Page 8: PENGARUH MODERASI PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP HUBUNGAN BELANJA MODAL DAN KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

8

kewajiban dan pembagian kewenangan serta tata cara penyelenggaraan

kewenangan tersebut, termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangannya.

Otonomi daerah akan memberikan dampak positif di bidang ekonomi bagi

perekonomian daerah. Beberapa indikator ekonomi atas keberhasilan suatu daerah

dalam melaksanakan otonomi daerah adalah (Wenny, 2012):

1. Terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah (PDRB) riel, sehingga

pendapatan per kapita akan terdorong.

2. Terjadinya kecenderungan peningkatan investasi, baik investasi asing maupun

domestik.

3. Kecenderungan semakin berkembangnya prospek bisnis/usaha di daerah.

4. Adanya kecenderungan meningkatnya kreativitas pemda dan masyarakatnya.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana

operasional keuangan pemerintah daerah, dimana di satu pihak menggambarkan

perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan

proyek-proyek daerah dalam satu tahun anggaran tertentu, dan pihak lain

menggambarkan perkiraan penerimaan dan sumber-sumber penerimaan daerah guna

menutupi pengeluaran-pengeluaran yang dimaksud (Halim, 2007:20).

Keuangan Daerah

Kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah

dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang langsung

maupun tidak langsung mencerminkan kemampuan pemerintah daerah dalam

membiayai pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan pelayanan

sosial masyarakat. Keuangan daerah secara sederhana dapat diartikan sebagai semua

Page 9: PENGARUH MODERASI PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP HUBUNGAN BELANJA MODAL DAN KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

9

hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu

baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang

belum dimiliki dan dikuasai oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-

pihak lain sesuai dengan ketentuan atau peraturan perundangan yang berlaku (Halim,

2007:230).

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005

Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 1 ayat 5, keuangan daerah adalah

semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah

yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang

berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut, dalam rangka Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Belanja Modal

Menurut PP Nomor 71 Tahun 2010, belanja modal merupakan pengeluaran

anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih

dari satu periode akuntansi. Belanja modal meliputi belanja modal untuk perolehan

tanah, gedung dan bangunan, peralatan dan aset tak berwujud.

Kemandirian Keuangan Daerah

Kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan pemerintah dalam

membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada

masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan

yang diperlukan daerah (Halim, 2002:128). Kemandirian keuangan daerah juga

menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah.

Semakin tinggi tingkat kemandirian keuangan suatu daerah berarti semakin tinggi

Page 10: PENGARUH MODERASI PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP HUBUNGAN BELANJA MODAL DAN KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

10

partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan

komponen PAD.

Kemandirian keuangan daerah dapat diukur menggunakan rasio kemandirian.

Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana

ekstern. Semakin tinggi rasio kemandirian daerah, tingkat ketergantungan terhadap

bantuan pihak ekstern (terutama pemerintah pusat dan provinsi) semakin rendah, dan

sebaliknya (Halim, 2004:150).

Pendapatan Asli Daerah

Menurut UU No. 33 Tahun 2004, Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan

yang diperoleh daerah dari sumber-sumber di dalam daerahnya sendiri yang

dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber penerimaan daerah asli

yang digali di daerah tersebut untuk digunakan sebagai modal dasar pemerintah

daerah dalam membiayai pembangunan dan usaha-usaha daerah untuk memperkecil

ketergantungan dana dari pemerintah pusat. Pendapatan Asli Daerah terdiri dari

pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan,

dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Kerangka Pemikiran

Dalam teori keagenan hubungan masyarakat dan pemerintah seperti

hubungan principal dan agent. Agent diharapkan dalam mengambil kebijakan

keuangan menguntungkan principal. Principal memiliki wewenang pengaturan

kepada agent, dan memberikan sumberdaya kepada agen dalam bentuk pajak,

retribusi, dana perimbangan, hasil pengelolaan kekayaan daerah dan lain-lain

pendapatan daerah yang sah. Pemerintah daerah sebagai pihak yang diserahi tugas

Page 11: PENGARUH MODERASI PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP HUBUNGAN BELANJA MODAL DAN KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

11

menjalankan roda pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat wajib

menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan daerahnya untuk dinilai

apakah pemerintah daerah berhasil menjalankan tugasnya dengan baik atau tidak.

Bila keputusan agen merugikan bagi principal maka akan timbul masalah keagenan

(Santoso dan Pambelum, 2008).

Eisenhardt (1989) mengemukakan tiga asumsi sifat dasar manusia yaitu:

(1) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manuasia

memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded

rationality), dan (3) manusia selalu menghindari resiko (risk adverse). Dalam hal ini

masyarakat mengharapkan anggaran untuk pembangunan infrastruktur sarana

prasarana, perbaikan fasilitas umum atau layanan masyarakat seperti jalan, irigasi,

jaringan dan belanja yang termasuk dalam komponen Belanja Modal seharusnya

lebih besar, akan tetapi kenyataanya dalam data Kemendagri lima tahun terakhir

(2013, 2012, 2011, 2010, 2009) anggaran untuk Belanja Pegawai dalam bentuk gaji

pegawai dan tunjangan PNS lebih besar yaitu 40%-45% dialokasikan untuk Belanja

pegawai dan alokasi untuk Belanja Modal rata-ratanya 22%-29%, sedangkan sisanya

untuk dialokasikan untuk belanja barang dan jasa sebesar 19%-20%.

Pendapatan asli daerah mempunyai peran didalam menentukan belanja modal

dan juga kemandirian daerah. Apabila pendapatan asli daerah tinggi maka peluang

daerah untuk menaikkan besarnya belanja modal juga semakin tinggi. Hal ini

dikarenakan sumber pengeluran pemerintah digunakan untuk belanja modal, belanja

pegawai dan belanja barang jasa. Apabila Belanja Modal semakin rendah maka

peluang pembangunan infrastruktur sarana prasarana dan perbaikan fasilitas umum

daerah akan semakin kecil, semakin kecil pembangunan dan perbaikan fasilitas

Page 12: PENGARUH MODERASI PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP HUBUNGAN BELANJA MODAL DAN KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

PAD

Kemandirian Keuangan Daerah

Teori Keangenan

Masyarakat Pemerintah

Layanan Masyarakat

Gaji dan tunjangan pegawai

Belanja Modal > Belanja Pegawai

Belanja Pegawai > Belanja Modal

12

umum daerah maka peluang daerah tersebut untuk mendapatkan Pendapatan Asli

Daerah (PAD) yang lebih tinggi juga semakin kecil karena dengan fasilitas umum

seperti jalan, irigasi dan jaringan yang kurang baik akan membuat investor berpikir

ulang untuk berinvestasi didaerah tersebut, adanya investor tentunya akan menambah

peluang bertambahnya hasil Asli Daerah (PAD) untuk daerah. Besar kecilnya

pendapatan asli daerah juga akan menentukan apakah daerah tersebut dapat

dikatakan mandiri ataukah tidak. Suatu daerah dapat dikatakan mandiri apabila

daerah tersebut dapat sepenuhnya membiayai pengeluaran daerah dengan sumber

pendapatan asli daerahnya sendiri tanpa menggantungkan dana dari pemerintah

pusat. Pada prinsipnya kebijakan desentralisasi fiskal mengharapkan ketergantungan

daerah terhadap pemerintah pusat berkurang, sehingga mampu mencapai

kemandirian daerah sebagaimana tercapainya tujuan otonomi.  Menurut Halim

(2007), ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, sehingga

Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus menjadi sumber keuangan terbesar yang

didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah. 

Gambar 1Kerangka Pemikiran

Page 13: PENGARUH MODERASI PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP HUBUNGAN BELANJA MODAL DAN KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

13

Hipotesis

H1 : Terdapat pengaruh Belanja Modal terhadap Kemandirian Keuangan Daerah.

H2 : Terdapat pengaruh Pendapatan Asli Daerah sebagai Variabel Moderasi

terhadap hungan Belanja Modal dan Kemandirian Keuangan Daerah.

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data

sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak

langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain).

Pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dari Laporan Keuangan pada

Kantor Badan Pemeriksa Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Jawa Timur.

Metode dan Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode

dokumentasi. Metode ini dilakukan dengan mengumpulkan data yang berasal dari

dokumen BPKAD. Data dalam penelitian ini berasal dari laporan APBD pemerintah

kabupaten/kota se-Jawa Timur.

Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Laporan APBD seluruh

Kota dan Kabupaten di Provinsi Jawa Timur. Sampel penelitian ini Kota dan

Kabupaten di Provinsi Jawa Timur yang memiliki laporan APBD antara tahun 2009

sampai dengan tahun 2013.

Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Moderated

Regression Analysis (MRA). MRA menggunakan pendekatan analisis yang

Page 14: PENGARUH MODERASI PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP HUBUNGAN BELANJA MODAL DAN KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

14

mempertahankan integritas sampel dan memberikan dasar untuk mengontrol

pengaruh variabel moderator (Ghozali, 2006:203). Teknik ini dipilih karena

penelitian ini dirancang untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap

variabel dependen dengan dimoderasi oleh variabel pemoderasi.

Definisi Operasional

Variabel Independen

Variabel independen yang merupakan variabel (X) dalam penelitian ini

adalah Belanja Modal. Belanja modal adalah pengeluaran pemerintah yang

diwujudkan dalam bentuk tanah, gedung, mesin, peralatan dan lain-lain yang

memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun.

Indikator variabel belanja modal diukur dengan:

Keterangan

BT = Belanja Tanah

BPM = Belanja Peralatan dan Mesin

BGB = Belanja Gedung dan Bangunan

BJIJ = Belanja Jalan, Irigasi, dan Jaringan

BATL = Belanja Aset Tetap Lainnya

Variabel Moderating

Variabel moderating yang merupakan variabel (Z) dalam penelitian ini

adalah Pendapatan Asli Daerah. Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber

penerimaan daerah asli yang digali di daerah tersebut untuk digunakan sebagai

modal dasar pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan dan usaha-usaha

BM = BT – BPM + BGB + BJIJ + BATL

Page 15: PENGARUH MODERASI PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP HUBUNGAN BELANJA MODAL DAN KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

15

daerah untuk memperkecil ketergantungan dana dari pemerintah pusat. Pendapatan

Asli Daerah terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan

daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Variabel Pendapatan Asli daerah diukur dengan rumus:

Keterangan

PAD = Pendapatan Asli Daerah

PD = Pajak Daerah

RD = Retribusi Daerah

HPKDD = Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan

LPS = Lain-lain PAD yang Sah

Variabel Dependen (Y)

Variabel dependen yang merupakan variabel (Y) dalam penelitian ini adalah

Kemandirian Keuangan Daerah. Kemandirian keuangan daerah menunjukkan

kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah,

pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat. Kemandirian daerah dapat diukur

dengan rasio kemandirian. Formulasi rasio kemandirian sebagai berikut:

Keterangan

RK = Rasio Kemandirian

PAD = Pendapatan Asli Daerah

TPD = Total Pendapatan Daerah

PAD = PD + RD + HPKDD + LPS

RK= PADTPD

x100 %

Page 16: PENGARUH MODERASI PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP HUBUNGAN BELANJA MODAL DAN KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

16

Pola hubungan pemerintah pusat dan daerah serta tingkat kemandirian dan

kemampuan keuangan daerah dapat disajikan dalam matriks pada Tabel 3.1 berikut

ini (Mahsun, 2006:187).

Tabel 1Pola Hubungan, Tingkat Kemandirian

dan Kemampuan Keuangan Daerah

Sumber: Mahsun, 2006.

Langkah-langkah untuk melakukan perhitungan rasio kemandirian keuangan daerah:

a. Membuat tabel PAD dan Total Pendapatan Daerah tahun 2009-2013.

b. Menggunakan formula rasio kemandirian untuk mengidentifikasi hasil dari rasio

kemandirian.

c. Kesimpulan dari hasil identifikasi formula rasio kemandirian dengan berpatokan

pada:

1) Apabila hasil rasio kemandirian 0%-25%, berarti kemampuan daerah tersebut

rendah sekali. Rasio kemandirian dengan tingkat kempuan keuangan daerah

rendah sekali sangat bergantung kepada pemerintah pusat (pola hubungan

instruktif).

2) Apabila hasil rasio kemandirian 25%-50%, berarti kemampuan daerah

tersebut rendah. Rasio kemandirian dengan tingkat kempuan keuangan

daerah rendah dalam hal keuangan sudah mulai berkurang campur tangan

Kemampuan

Keuangan

Rasio Kemandirian

(%)Pola Hubungan

Rendah Sekali 0-25 Instruktif

Rendah >25-50 Konsulatif

Sedang >50 -75 Partisipatif

Tinggi >75-100 Delegatif

Page 17: PENGARUH MODERASI PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP HUBUNGAN BELANJA MODAL DAN KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

17

dari pemerintah. Sehingga, daerah tersebut dianggap sedikit lebih mampu

untuk melaksanakan otonomi daerah (pola hubungan konsulatif).

3) Apabila hasil rasio kemandirian 50%-75%, berarti kemampuan keuangan

daerah tersebut sedang. Rasio kemandirian dengan tingkat kempuan

keuangan daerah sedang dianggap mendekati mampu melaksanakan otonomi

daerah (pola hubungan partisipatif).

4) Apabila hasil rasio kemandirian 75%-100%, berarti kemampuan keuangan

daerah tersebut tinggi. Rasio kemandirian dengan tingkat kempuan keuangan

daerah tinggi maka campur tangan pemerintah pusat sudah tidak ada karena

daerah telah benar-benar mampu melaksanakan otonomi (pola hubungan

delegatif). (Mahsun, 2006:187).

HASIL

Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif merupakan metode yang digunakan untuk menganalisis

dan menyajikan data kuantitatif yang jumlahnya relatif besar dengan tujuan untuk

memberikan gambaran atau deskripsi suatu data agar dapat dimengerti dengan

mudah (Ghozali, 2006). Tabel 2 menunjukkan nilai minimum, nilai maksimum, rata-

rata, dan standar deviasi terhadap variabel penelitian.

Tabel 2Statistik Deskriptif

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

PAD180

19.232.952.539,540

2.570.793.944.555,000

141.706.170.774,591

308.032.619.064,759

Page 18: PENGARUH MODERASI PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP HUBUNGAN BELANJA MODAL DAN KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

18

Lanjutan Tabel 2N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

BM180

28.973.961.400,000

2.017.845.265.885,650

222.826.656.514,247

263.723.500.377,664

KKD 180 2,686343531 51,09591471 9,768771274 7,359471489

Valid N (listwise)

180

Sumber: Data yang telah diolah

Kemandirian keuangan daerah dapat diukur dengan rasio kemandirian. Rasio

kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana ekstern.

Semakin tinggi rasio kemandirian daerah tingkat ketergatungan terhadap bantuan

pihak ekstern (terutama pemerintah pusat dan propinsi) semakin rendah, dan

sebaliknya (Halim 2004:150). Rata-rata rasio kemadirian keuangan daerah adalah

9,77 (dalam rentang 2,69 sampai 51,09 dan standar deviasi 7,36). Hal ini

menunjukkan bahwa rata-rata tingkat kemandirian keuangan daerah di Jawa Timur

Page 19: PENGARUH MODERASI PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP HUBUNGAN BELANJA MODAL DAN KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

19

adalah masuk dalam kategori sangat rendah. Rata-rata daerah di Jawa Timur masih

sangat menggantungkan dana dari pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi.

Rata-rata Belanja Modal (BM) menurut perhitungan statistik adalah

Rp 222.826.656.514,247 (dalam rentang Rp 28.973.961.400 sampai

Rp 2.017.845.265.885,60 dan standar deviasi 263.723.500.377,664). Sedangkan

rata-rata pendapatan asli daerah menurut perhitungan statistik adalah

Rp 141.706.170.774,591 (dalam rentang Rp 19.232.952.539,540 sampai

Rp 2.570.793.944.555). Lebih besarnya belanja modal rata-rata daerah di Jawa

Timur daripada pendapatan asli daerahnya menunjukkan bahwa rata-rata daerah di

Jawa Timur di dalam mendanai belanja modalnya masih menggantungkan dana dari

pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi.

Pengujian Hipotesis

Uji Statistik F

Uji Statistik F (Uji Anova) dilakukan untuk menguji apakah terdapat

pengaruh yang signifikan variabel independen terhadap variabel dependen. Hasil

proses Uji F dengan tingkat signifikansi 0,05 untuk sampel sebanyak 180 dapat

dilihat pada berikut ini :

Tabel 3Uji Statistik F model 1

Model f P Value KriteriaSiginifikan

Kesimpulan

1 RegressionResidual

Total

68,343 0,000a P<0,05 Siginifikan(0,000<0,05)

Sumber: Data yang telah diolah

Tabel 4

Page 20: PENGARUH MODERASI PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP HUBUNGAN BELANJA MODAL DAN KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

20

Uji Statistik F model 2

Model F P Value KriteriaSiginifikan

Kesimpulan

1 RegressionResidual

Total

414,443

0,000a P<0,05 Signifikan

(0,000<0,05)

Sumber: Data yang telah diolah

Hasil Uji F model satu dan model dua mengindikasikan tingkat signifikansi

pengujian nilai p-signifikan atau p-value (0,00) < (0,05) yang berarti hipotesis

diterima. Jadi, variabel independen berupa Belanja Modal dan variabel moderasi

berupa PAD, mampu menjelaskan variabel dependen yaitu Kemandirian Keuangan

Daerah.

Uji Hipotesis (Uji Statistik T)

Uji t digunakan untuk menguji apakah terdapat pengaruh signifikan variabel

independen secara individual terhadap variabel dependen, serta menguji apakah

terdapat pengaruh variabel moderating pada hubungan variabel independen dengan

variabel dependen. Jika tingkat probabilitasnya lebih kecil dari 0,05, maka dapat

dikatakan variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Hasil uji t

model satu dan model dua dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 5Uji Statistik T model 1

ModelT P Value Kriteria

SiginifikanKesimpulan

1 Regression 8,267 0,000a p<0,05 Signifikan (0,000<0,05)

Sumber: Data yang telah diolah

Page 21: PENGARUH MODERASI PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP HUBUNGAN BELANJA MODAL DAN KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

21

Hasil uji regresi linear model satu menunjukkan bahwa variabel Belanja Modal

mempunyai t hitung sebesar 8,267 dengan taraf signifikansi sebesar 0.000. Nilai

signifikansi di bawah 0,05 yang menunjukkan bahwa Belanja Modal mempunyai

pengaruh signifikan terhadap Kemandirian Keuangan Daerah. Dengan demikian,

hipotesis pertama dalam penelitian ini diterima.

Tabel 6Uji Statistik T model 2

Model T P Value KriteriaSiginifikan

Kesimpulan

1 (Constant) 0,000

PAD -12,453 0,000 p<0,05 Signifikan(0,000<0,05)

Lanjutan Tabel 6

Model T P Value KriteriaSiginifikan

Kesimpulan

BM -13,993 0,000 p<0,05 Signifikan(0,000<0,05)

Moderasi 13,805 0,000 p<0,05 Signifikan(0,000<0,05)

Sumber: Data yang telah diolah

Uji regresi linear model dua digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel

moderating PAD pada hubungan Belanja Modal terhadap Kemandirian Keuangan

Daerah. Tabel 4.10 menunjukan bahwa variabel moderasi yang merupakan interaksi

antara Belanja Modal dengan Kemandirian Keuangan Daerah memiliki t hitung

sebesar 13,805 dan nilai sig sebesar 0.000. Nilai sig sebesar 0,000< α 0,05 berarti

variabel moderasi signifikan pada level 5% atau 0,05 sehingga dapat disimpulkan

bahwa PAD dapat memoderasi hubungan Belanja Modal terhadap Kemandirian

Keuangan Daerah. Dengan demikian, hipotesis kedua dalam penelitian ini diterima.

Page 22: PENGARUH MODERASI PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP HUBUNGAN BELANJA MODAL DAN KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

22

PEMBAHASAN

Pengaruh Belanja Modal terhadap Kemandirian Keuangan Daerah

Berdasarkan pengujian hipotesis secara statistik menunjukkan bahwa belanja

modal mempunyai pengaruh signifikan terhadap kemandirian keuangan daerah.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ariani (2010)

yang menemukan bahwa belanja modal berpengaruh signifikan terhadap tingkat

kemandirian keuangan daerah. Belanja modal digunakan untuk pembangunan sarana

dan prasarana daerah, dana yang digunakan untuk alokasi belanja modal berasal dari

pendapatan asli daerah, dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah.

Tingkat kemandirian keuangan daerah ditunjukan dengan kontribusi pendapatan asli

daerah lebih besar daripada kontribusi dana perimbangan dan lain-lain pendapatan

yang sah yang dialokasikan untuk belanja daerah, salah satunya dialokasikan untuk

belanja modal. Artinya apabila dana belanja daerah atau belanja modal lebih besar

dibiayai dari pendapatan asli daerah maka daerah dapat dikatan mandiri dalam hal

pembiayaan maupun pengelolaan keuangan daerah karena daerah tidak lagi

bergantung pada dana pemerintah pusat. Hasil penelitian ini bertentangan dengan

hasil penelitian yang dilakukan Darsono (2013) dimana belanja modal tidak

berpengaruh terhadap kemaandirian keuangan daerah.

Konflik antara agent (pemerintah) dengan masyarakat principal

(masyarakat). Masyarakat mengharapkan sumber daya berupa pajak dan retribusi

yang diserahkan kepada pemerintah dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk

belanja modal berupa fasilitas yang baik tapi pada kenyataannya dalam data

kemendagri belanja pegawai berupa gaji dan tunjangan pegawai lebih besar daripada

belanja modal. Eisenhardt (1989) mengemukakan tiga asumsi sifat dasar manusia

Page 23: PENGARUH MODERASI PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP HUBUNGAN BELANJA MODAL DAN KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

23

salah satunya yaitu manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self

interest), sehingga pemerintah akan lebih mementingan kepentingan aparatur atau

dirinya sendiri daripada mementingkan kepentingan masyarakat, salah satunya lebih

memperioritaskan besarnya belanja pegawai daripada belanja modal, dimana belanja

modal digunakan untuk fasilitas umum masyarakat belanja pegawai digunakan untuk

gaji dan tunjangan pegawai. Akan tetapi, didalam era demokrasi saat ini apabila

kinerja pemerintah dirasa kurang memuaskan oleh masyarakat, masyarakat dapat

menganspirasikan tuntutannya dan dapat menurunkan pemerintah dengan cara demo

atau unjuk rasa. Tentu saja pemerintah tidak menginginkan kegiatan seperti tersebut

terjadi. Untuk itu selain pemerintah juga harus memikirkan kepentingan masyarakat

daripada kepentingan apartur sendiri yaitu dengan menganggarkan belanja modal

lebih besar daripada belanja pegawai. Hal ini juga merupakan salah satu hal yang

dikemukakan oleh Eisenhardt (1989) yaitu manusia selalu menghindari resiko (risk

adverse).

Pengaruh Moderasi Pendapatan Asli Daerah terhadap hubungan Belanja

Modal dan Kemandirian Keuangan Daerah

Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa pendapatan asli daerah sebagai

moderasi mampu secara signifikan memoderasi pengaruh belanja modal terhadap

kemandirian keuangan daerah. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh (Wertianti dan Dwirandra, 2013) yaitu pendapatan asli daerah dapat

memoderasi hubungan antara pertumbuhan ekonomi terhadap belanja modal.

Artinya dalam penelitian ini pendapatan asli daerah mampu memperkuat hubungan

kemandirian keuangan daerah terhadap belanja modal. Besar kecilnya pendapatan

Page 24: PENGARUH MODERASI PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP HUBUNGAN BELANJA MODAL DAN KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

24

asli daerah dapat mempengaruhi hubungan belanja modal terhadap kemandirian

keuangan daerah.

Belanja modal berasal dari dana yang didapatkan dari pendapatan asli

daerah, dana perimbangan dan pendapatan lain yang sah. Semakin tinggi dana dari

pendapatan asli daerah, dana perimbangan dan pendapatan lain yang sah yang

digunakan untuk alokasi belanja modal maka peluang belanja modal juga akan

semakin tinggi. Semakin tinggi rasio kemandirian maka ketergantungan daerah

terhadap sumber dana dari pemerintah pusat semaki rendah. Apabila suatu daerah

mempunyai PAD sebesar satu milyar dan total pendapatan daerah 10 milyar maka

rasio kemandirian keuangan daerahnya adalah 10% dan jika PAD sebesar lima

milyar dan total pendapatan daerah 10 milyar maka rasio kemandirian keuangan

daerahnya adalah 50%. Hal ini menunjukkan semakin besar PAD maka rasio

kemandirian keuangan daerahnya juga akan semakin tinggi, dimana 10% masuk

kategori kemandirian keuangan daerah sangat rendah dan 50% masuk kategori

tingkat kemandirian keuangan daerah sedang. Artinya besar kecilnya PAD

mempengaruhi besar kecilnya belanja modal dan kemandirian keuangan daerah.

Semakin besar PAD maka peluang untuk meningkatkan hubungan belanja modal dan

kemandirian keuangan daerah juga semakin besar.

Belanja modal ditujukan untuk pembangunan berbagai fasilitas infrastruktur

sarana dan prasarana daerah. Pemerintah perlu memfasilitasi berbagai aktivitas

peningkatan perekonomian, salah satunya dengan membuka kesempatan

berinvestasi. Pembangunan infrastruktur dan pemberian berbagai fasilitas

kemudahan dilakukan untuk meningkatkan daya tarik investasi. Pembangunan

infrastruktur industri mempunyai dampak yang nyata terhadap kenaikan pendapatan

Page 25: PENGARUH MODERASI PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP HUBUNGAN BELANJA MODAL DAN KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

25

asli daerah. Apabila sarana dan prasarana memadai maka masyarakat dapat

melakukan aktivitas sehari-hari secara aman dan nyaman yang tentu saja akan

berpengaruh pada tingkat produktivitasnya yang semakin meningkat dengan kata

lain, pembangunan berbagai fasilitas ini akan berujung pada peningkatan

kemandirian keuangan daerah. Hal ini tentu saja juga akan meningkatkan peluang

bertambahnya pendapatan asli daerah.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Simpulan pada penelitian adalah belanja modal secara signifikan berpengaruh

signifikan terhadap kemandirian keuangan daerah. Semakin tinggi belanja modal

maka akan meningkatkan peluang daerah tersebut untuk dapat dikatakan kategori

daerah yang mandiri karena daerah yang mandiri adalah daerah yang memiliki

tingkat pendapatan asli daerah lebih tinggi daripada pendapatan dari dana

perimbangan dan lain-lain yang sah, sedangkan dana dari belanja modal berasal dari

pendapatan asli daerah, dana transfer dana pendapatan lain-lain yang sah. Apabila

dana belanja modal lebih besar berasal dari pendapatan asli daerah daripada dana

perimbangan dan pendapatan lain-lain yang sah berarti daerah tersebut dapat

dikatakan mandiri.

Pendapatan asli daerah secara signifikan memoderasi pengaruh belanja modal

terhadap kemandirian keuangan daerah. Semakin tinggi pendapatan asli daerah maka

akan meningkatkan anggaran belanja modal. Dengan meningkatnya belanja modal

maka akan meningkatkan daerah tersebut untuk dapat dikatakan sebagai daerah yang

mandiri dalam hal pembiayaan maupun pengelolaan keuangan daerah.

Saran

Page 26: PENGARUH MODERASI PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP HUBUNGAN BELANJA MODAL DAN KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

26

1. Dalam penelitian yang akan datang variabel yang digunakan diharapkan bisa

lebih bervariasi dengan menambahkan variabel independen lain non keuangan

ataupun jenis penerimaan pemerintah yang lainnya.

2. Pemerintah daerah diharapkan dapat mengalokasikan anggaran belanja modal

lebih besar daripada belanja pegawai karena dengan adanya peningkatan sarana

dan prasarana didaerah dapat mendorong investor untuk berinvestasi di daerah

dan hal ini berpeluang menaikkan pendapatan asli daerah.

DAFTAR PUSTAKA

Darwanto dan Yustikasari Y. 2007. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Belanja Modal. Proceeding SNA X. Makassar.

Eriadi. 2004. Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah (Suatu tinjauan Terhadap Perubahan Regulasi Keuangan Daerah). Tesis, Medan.

Florida, Asha. 2007. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Dan Kota di Propinsi Sumatera Utara. Tesis, Medan

Ghozali, I. 2006, Aplikasi Analisis Multivariat Dengan Program SPSS, Cetakan Keempat. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.

Harianto, D dan Adi, Priyo Hari. 2007. Hubungan antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah dan Pendapatan Asli daerah. Proceeding SNA X. Makassar.

Hidayat, M F. 2013. Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan Daerah Terhadap Alokasi Belanja Modal. Brawijaya Journal.

Mahmudi. 2010. Manajemen Keuangan Daerah. Erlangga. Jakarta

Maimunah, M.2006. Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Pada Kabupaten/Kota di Pulau Sumatera. Proceeding SNA IX. Padang

Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. ANDI. Yogyakarta

Page 27: PENGARUH MODERASI PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP HUBUNGAN BELANJA MODAL DAN KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

27

Nuarisa, SA. 2013. Pengaruh PAD, DAU dan DAK Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Accounting Analysis Journal. Vol.1. Pp. 89-95.

Nugroho, Fajar dan Abdul Rohman. 2012. Pengaruh Belanja Modal Terhadap Kinerja Keuangan Daerah dengan Pendapatan Asli Daerah sebagai Variabel Intervening. Diponegoro Journal of Accounting.Vol. 1. Pp. 1-14.

Prasnanugraha, P. 2007. Analisis Pengaruh Rasio-Rasio Keuangan Terhadap Kinerja Bank Umum di Indonesia. Tesis diterbitkan. Universitas Diponegoro. Semarang

Putro, N S. 2009. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Belanja Modal. Diponegoro Journal of Accounting.

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Sekretariat Negara. Jakarta

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Sekretariat Negara. Jakarta

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Sekretariat Kabinet RI. Jakarta

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2008 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Sekretariat Kabinet RI. Jakarta

Sasana, H. 2011. Analisis Determinan Belanja Daerah Di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat Dalam Era Otonomi dan Desentralisasi Fiskal. Jurnal Bisnis dan Ekonomi. Vol. 18. Pp. 46-58.

Setiaji, W dan Priyo Hari Adi. 2007. Peta Kemampuan Keuangan Daerah Sesudah Otonomi Daerah : Apakah Mengalami Pergeseran ?. Proceeding SNA X. Makassar.

Sudarsana, H S. 2O13. Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah Dan Temuan Audit BPK Terhadap Kinerja Keuangan Daerah. Diponegoro Journal of Accounting.

Sugiyono, 2008, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Sularso, Havid dan Restianto, Yanuar E. 2011. Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Alokasi belanja Modal dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Media Riset Ekonomi. Purwokerto. Vol.1. Pp.109-124.

Page 28: PENGARUH MODERASI PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP HUBUNGAN BELANJA MODAL DAN KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

28

Wenny, CD. 2012. Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Kinerja Keuangan Pada Pemerintah Kabupaten dan Kota Di Propinsi Sumatera Selatan. Forum Bisnis Dan Kewirausahaan Jurnal Ilmiah STIE MDP. Vol.2. Pp. 39-51.

Wertianti, I G A Gede dan A.A.N.B. Dwirandra. 2013. Pengaruh pertumbuhan ekonomi pada belanja modal dengan PAD dan DAU sebagai variabel moderasi. E-jurnal akuntansi universitas udayana. Pp.567-584

Yovita, F M. 2011. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Belanja Modal. Diponegoro Journal of Accounting.