Upload
phamlien
View
215
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH MODAL PEMERINTAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA
TAHUN 1975- 2003
OLEH
SUHARTO 6604000329
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Magister Sains Ekonomi
pada Program Studi Ilmu Ekonomi Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
DEPOK, 2006
Nama
N.P.M.
PERSETUJUAN TESIS
Suharto
6604000329
Kekhususan
Judul tesis
Ekonomi Publik
Pengaruh Modal Pemerintah Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Indonesia Tahun 1975 - 2003
Depok, F ebruari 2006
Pembimbing Tesis Penguji Tesis
~~ Dr. B. Raksaka Mahi Dr. Nuzul Achjar
Ketua Program Studi
r. Arindra A. Zainal
ABSTRAK TESIS
Pengaruh Modal Pemerintah
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Talmn 1975-2003
SUHARTO
6604000329
Program Studi Ilmu Ekonomi
Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Klasifikasi JEL
KataKunci
C82, E22, E62, H54
1. Modal Pemerintah
3. Implicit Rate of Return
2. Elastisitas
Tesis ini dilatarbelakangi oleh kebijakan pemerintah untuk lebih
mendorong peran swasta dalam menunjang pertumbuhan ekonomi Indonesia
setelah masa oil booming berakhir. Data share investasi _pemerintah yang
ditunjukkan oleh pembentukan modal tetap bruto pemerintah terhadap Produk
Domestik Bruto (PDB) menampakkan kecenderungan terus menurun sejak awal
tahun 1980-an. Sebaliknya share investasi swasta justru memperlihatkan tren
yang terus menaik. Namun, krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak
pertengahan tahun 1997, telah menyebabkan ekonomi Indonesia tumbuh negatif
13,1% pada tahun 1998. Keadaan ini menyebabkan momentum kenaikan
investasi yang terjadi sebelum krisis tidak dapat dipertahankan.
Untuk mengukur kontribusi modal pemerintah terhadap pertumbuhan
ekonomi yang diukur dari pengaruh kenaikan stok modal pemerintah terhadap
kenaikan output (PDB riil), maka tesis ini disusun dengan tujuan untuk menduga
elastisitas output terhadap modal pemerintah serta input lain yaitu modal swasta
dan tenaga kerja. Disamping itu pertumbuhan ekonomi diharapkan dapat
Ill
meningkatkan kemampuan pemerintah untuk. berinvestasi, sehingga pada akhirnya
akan meningkatkan stok modal pemerintah. Pada sisi lain, tujuan tesis ini adalah
ingin mengetahui kontribusi utang luar negeri sebagai salah satu sumber
pembiayaan pembangunan terhadap pembentuk.an stok modal pemerintah.
Model yang digunakan dalam tesis ini mengadopsi model yang
dikembangkan oleh Dessus dan Herrera (2000) dengan mengestimasi model
persamaan simultan yang terdiri dari dua persamaan yaitu satu persamaan fungsi
produksi dan satu persamaan modal pemerintah. Dengan menggunakan metode
three-stage least square didapatkan basil elastisitas output terhadap modal
pemerintah sebesar 0,24; terhadap modal swasta sebesar 0,33; dan terhadap tenaga
keija sebesar -0,63. Krisis ekonomi yang berlangsung selama periode tahun 1998-
2003 menyebabkan tingkat output yang dihasilkan lebih rendah sebesar -24,3%
dari tingkat yang seharusnya bisa dicapai jika tidak teijadi krisis. Pertumbuhan
ekonomi sebesar 1% yang diukur dari peningkatan PDB riil menaikkan stok
modal pemerintah sebesar 0, 17%. Sedangkan utang luar negeri pemerintah tidak
signifikan mempengaruhi pembentukan stok modal pemerintah.
Berdasarkan hasil pendugaan elastisitas modal pemerintah dan swasta,
dapat dihitung pula nilai average of annual implicit rate of return. Nilai ini
menyatakan hasil rata-rata per tahun peningkatan output yang diperoleh jika nilai
modal dinaikkan sebesar Rp 1,-. Dari penghitungan nilai ini diperoleh hasil
bahwa peningkatan nilai modal pemerintah sebesar Rp 1,- akan menaikkan output
sebesar Rp 0,489,- sedangkan kenaikan nilai modal swasta sebesar Rp 1,- akan
meningkatkan output sebesar Rp 0,277,-. Hasil ini menunjukkan bahwa
produktivitas modal pemerintah lebih tinggi daripada modal swasta.
IV
KATAPENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkah dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan studi magister pada Program Studi llmu Ekonomi Program
Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Sholawat dan salam
semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.
Dalam proses penyelesaian studi dan tesis ini, penulis banyak mendapat
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sehingga sangatlah tepat kiranya pada
kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada pihak-pihak
yang telah memberi dukungan kepada penulis yaitu :
1. Kepala Pusat Pembinaan Pendidikan dan Pelatihan Perencana BAPPENAS
yang telah memberikan beasiswa dan bantuan biaya studi.
2. Kepala Kanwil XVIll Ditjen Anggaran Mataram dan Kepala Kantor
Perbendaharaan dan Kas Negara Mataram yang memberikan ijin belajar.
3. Dr. B. Raksaka Mahi selaku pembimbing tesis yang telah meluangkan waktu
untuk membimbing dan membagikan ilmunya kepada penulis.
4. Dr. Arindra A. Zainal selaku Ketua Program Studi Magister llmu Ekonomi
Universitas Indonesia dan juga sebagai ketua tim penguji.
5. Dr. Nuzul Achjar selaku penguji tesis yang banyak memberikan masukan dan
koreksi untuk perbaikan tesis ini.
6. Para dosen dan seluruh staf Program Studi Ilmu Ekonomi Program
Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
7. lbu Diana dan Bapak Emil di Bagian Neraca Pemerintahan dan Badan Usaha
BPS dan seluruh staf perpustakaan BPS yang telah membantu penulis dalam
mengumpulkan data.
8. Seluruh staf Perpustakaan Riset Bank Indonesia yang memberikan
kesempatan akses data International Finance Statistics terbaru.
9. Ibunda yang selalu memberikan dukungan do'a dan Bapak (Alm) yang banyak
memberikan semangat, Bapak dan lbu mertua yang selalu memberi dukungan
serta seluruh keluarga.
v
I 0. Istriku tersayang, Ana Setyawati dan kedua buah hatiku, Khansa Hanifah
Anhar dan Muhammad Fakhrial Anhar yang dengan sabar dan banyak
pengorbanan rnembantu keberhasilan studi penulis.
11. Ternan-ternan Program Pascasrujana Ilmu Ekonomi UI khususnya angkatan
2004 pagi yang banyak rnemberikan dorongan semangat dan dengan senang
hati meluangkan waktu untuk diajak diskusi di saat penulis rnenjalani rnasa
masa kuliah dan rnerampungkan tesis.
12. Pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang tentunya
sangat besar jasanya kepada penulis dalam menyelesaikan studi maupun tesis.
Sebagaimana lazimnya sebuah karya tulis, tesis ini tentu mempunyai
banyak kekurangan, sehingga saran dan kritik akan penulis terirna dengan terbuka
untuk perbaikan di rnasa datang. Akhimya, penulis berharap tesis ini bermanfaat
bagi ilrnu pengetahuan dan pihak-pihak yang memerlukannya
Depok, Februari 2006
Penulis
Vl
DAFTARISI
HALAMAN JUD UL ................................................................................................ i
PERSETUJUAN TESIS .......................................................................................... ii
ABSTRAK TESIS .................................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ............................................................................................. v
DAFT AR lSI ......................................................................................................... vii
DAFT AR T ABEL .................................................................................................. ix
DAFT AR GAMBAR ······························································································X BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
l.l. Latar Belakang ............................................................................................. I 1.2. Perumusan Masalah ...................................................................................... 4 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................... 5 1.4. Hipotesis ....................................................................................................... 6 1.5. Ruang Lingkup ............................................................................................. 6 1.6. Metode Penelitian ......................................................................................... 7 1. 7. Kerangka Penulisan ...................................................................................... 7
BAB II TINJAUAN LITERA TUR ....................................................................... 9 2.1. Peran Pernerintah dalarn Perekonornian ....................................................... 9 2.2. Investasi dan Persediaan Barang Modal Pernerintah ................................. 13 2.3. Teori Pertumbuhan ..................................................................................... 15
2.3.1 Teori Pertumbuhan Neo Klasik ............................................................ 15 2.3.2. Teori Pertumbuhan Endogen ............................................................... 20
2.4. Hasil Penelitian Ernpiris ............................................................................. 22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .............................................................. 29 3.1 Spesifikasi Model ........................................................................................ 29 3 .2. Jenis dan Surnber Data ............................................................................... 30 3.3. Definisi Operasional Variabel-variabel.. .................................................... 30
3.3 .1. Produk Domestik Bruto ( Y) ................................................................. 30 3.3.2. Tenaga Ketja (L) ................................................................................. 31 3.3.3. Stok Modal Pernerintah (KG) .............................................................. 31 3.2.4 Stok Modal Swasta (KP) ...................................................................... 34 3.2.5. Utang Luar Negeri Pemerintah (DB) ................................................... 34
3.3. Prosedur Estirnasi ....................................................................................... 34 3.3.1. Pengujian Sirnultanitas ........................................................................ 34 3.3.2. Masalah Identifikasi Model.. ............................................................... 35 3.3.3. Metode Estirnasi .................................................................................. 36
BAB IV HASIL ESTIMASI DAN ANALISIS .................................................... 38 4.1. Pendugaan Stok Modal. .............................................................................. 38 4.2. Uji Sirnultanitas .......................................................................................... 41 4.3. Identifikasi Model ...................................................................................... 42 4.4. Hasil Estirnasi Model ................................................................................. 42
Vll
4.5. Elastisitas Output terhadap Faktor Input .................................................... 45 4.5.1. Elastisitas Output terhadap Kemajuan Teknologi ............................... 45 4.5.2. Elastisitas Output terhadap Tenaga Kerja ........................................... 45 4.5.3. Elastisitas Output terhadap Modal Swasta .......................................... 48 4.5.4. Elastisitas Output terhadap Modal Pemerintah ................................... 49
4.6. Pengaruh Krisis Ekonomi. .......................................................................... 51 4.7. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan Utang Luar Negeri terhadap Stok
Modal Pemerintah ..................................................................................... 51 4.8. Perbandingan dengan Hasil Penelitian Lain ............................................... 52
BAB V KESIMPULAN ........................................................................................ 55 5.1. Kesimpulan ................................................................................................. 55 5.2. Implikasi Kebijakan ................................................................................... 56 5.3. Keterbatasan Studi. ..................................................................................... 57
LAMP IRAN .......................................................................................................... 62
Vlll
DAFTAR TABEL
Tabel IV .1 Hasil Pendugaan Stok Modal Harga Konstan 1993 (miliar rupiah)
...................................................................................................... 39
Tabel IV .2. Hasil Estimasi Persamaan Simultan dengan 2SLS ....................... 42
Tabel IV.3. Hasil Estimasi Persamaan Simultan dengan 3SLS ....................... 44
Tabel IV.4. Tingkat Elastisitas Output terhadap Tenaga Kerja Berdasarkan
Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan .......................... 48
Tabel IV .5. Perbandingan Hasil Penelitian ini dengan Penelitian Dessus dan
Herrera (2000) .............................................................................. 52
lX
DAFTAR GAMBAR
Gambarl.1. Persentase Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto
(PMIDB) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) ............... 3
Gambarll.1 Kurva Kemungkinan Produksi Masyarakat ........................... 11
Gambar II.2 Kondisi steady state Model Pertwnbuhan Neo Klasik tanpa
Perkembangan Produktivitas ..................................................... 17
Gambar 11.3 Kondisi steady state Model Pertwnbuhan Neo Klasik dengan
Perkembangan Produktivitas ..................................................... 19
Gam bar IV .1. Persentase modal pemerintah dan modal swasta terhadap total
modal ....................................................................................... 38
Gambar IV.2 Perbandingan Capital-Output Ratio Indonesia tahun 1960-2003
................................................................................................... 41
Gambar IV.3. Komposisi Orang yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi
yang Ditamatkan ..................................................................... 46
Gambar IV.4. Tingkat Pengembalian Implisit Modal Swasta (KP) dan Modal
Pemerintah (KG) ..................................................................... 49
Gambar IV.5. Perkembangan Pertwnbuhan Stok Modal Swasta (KP), Modal
Pemerintah (KG) dan output (PDB) .......................................... 50
X
1.1. Latar Belakang
BABI
PENDAHULUAN
Perdebatan tentang pengaruh modal pemerintah (public capital) terhadap
pertumbuhan ekonomi banyak dibicarakan dalam literatur pada beberapa tahun
terakhir karena pentingnya masalah tersebut untuk diketahui sebagai dasar dalam
pengambilan kebijakan sektor publik. Perdebatan itu menyangkut masalah
mekanisme alokasi faktor di sektor publik yang dirasakan kurang efisien, sehingga
ketika peran pemerintah sudah terlalu berlebihan dapat mengganggu pertumbuhan
karena berkurangnya effisiensi alokatif.
Aktivitas pemerintah bisa secara langsung atau tidak langsung dapat
meningkatkan total output melalui interaksi dengan sektor swasta. Hal tersebut
termasuk penyediaan barang publik, infrastruktur, pelayanan sosial dan intervensi
khusus seperti subsidi. Modal pemerintah, khususnya infrastruktur berperan
sebagai pelengkap (complement) bagi modal swasta, sehingga akan menjadi salah
satu faktor penentu pertumbuhan jangka panjang. Dalam pandangan ini, alokasi
modal antara pemerintah dan swasta menjadi hal yang sangat penting.
Barro (1990) mengemukakan bahwa pengeluaran pemerintah dalam
bentuk investasi dan kegiatan "produktif' seharusnya mempunyai kontribusi
positif terhadap pertumbuhan, sedangkan pengeluaran konsumsi diperkirakan
dapat memperlambat pertumbuhan. Namun demikian, pengalaman empiris
menunjukkan bahwa sulit untuk menentukan jenis pengeluaran yang dapat
dikategorikan sebagai investasi atau konsumsi.. Beberapa studi penting yang
telah dilakukan tidak memberikan bukti yang konsisten tentang hubungan antara
pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan dalam arah yang positif atau negatif.
Hasil dan bukti penelitian tersebut berbeda dalam hal negara, metode yang
di~ dan pengkategorian pengeluarannya Perdebatan paling mutakhir
berkaitan dengan bukti untuk negara-negara OECD, dimana Foister dan
Henrekson (1999) berargumen bahwa hubungan tersebut negatif sementara Agell
et a/ ( 1999) menyatakan bahwa hubungan tersebut tidak signifikan. Dengan
demikian, tidak ada keseragaman dalam hal arab sebab-akibat (causality) antara
pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi, sehingga berpotensi
menyebabkan masalah endogeneity dalam analisis regresi (Foister dan Henrekson,
2001).
Di Indonesia sendiri khususnya setelah dilaksanakan Pembangunan Lima
Tahun (PELIT A), masalah pertumbuhan ekonomi tetap menjadi salah satu sasaran
yang diprioritaskan dalam pembangunan nasional. Pada tahap awal pembangunan
nasional, peranan pemerintah dalam pembangunan sangat besar, hal ini karena
negara Indonesia masih banyak membutuhkan sarana dan prasarana publik yang
dapat menunjang perekonomian nasional. Sumber pembiayaan pembangunan
pada saat itu sebagian besar berasal dari basil ekspor minyak bumi dan bantuan
luar negeri.
Pada periode tahun 1967 - 1981, Indonesia mengalami pertumbuhan
ekonomi yang sangat tinggi. Rata-rata pertumbuhan pada periode tersebut adalah
8% (Sundrum, 1986). Hal ini terutama disebabkan oleh tingginya harga minyak
bumi dunia pada kurun waktu tahun 1973 - 1980, sehingga Indonesia
2
mendapatkan penerimaan basil ekspor minyak. bumi yang tinggi sebagai sumber
pembiayaan pembangunan.
Gambar 1.1. Persentase Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTDB) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)
% thd35 -r--------------------- --
RE30 r------------------~------
25
15
10 , .. - ... .. - # 5 -- .. - .. -
--Total ----Swasta - - - . Pemerintah 1
Surrber : BPS, data diolah ~-------------------------------~
Namun pada tahun 1980 terjadi resesi dunia yang mengakibatkan harga
minyak. bumi dunia turun drastis. Hal ini juga mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi Indonesia yang pada tahun 1982 mengalami pertumbuhan ekonomi yang
rendah. Untuk mengantisipasi terus menurunnya pertumbuhan ekonomi,
pemerintah mendorong sektor swasta agar dapat menggantikan perannya dalam
menunjang pertumbuhan ekonomi.
Seperti terlihat pada Gambar 1.1, peran pemerintah dalam PMTDB
tampak. meningkat di awal periode PELITA I hingga tahun 1981 walaupun
diselingi beberapa kali penurunan dengan share terhadap PDB rata-rata di atas
5%. Namun sejak. tahun 1982 dan se1anjutnya terjadi penurunan peran pemerintah
secara gradual sehingga share pemerintah berada pada posisi di bawah 5% sejak.
tahun 1998. Sebaliknya peran investasi swasta cenderung terus meningkat dari
3
awal periode sampai tetjadinya krisis ekonomi yang menghantam Indonesia sejak
pertengahan tahun 1997 yang menyebabkan penurunan investasi secara tajam.
Dengan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis tertarik untuk
meneliti pengaruh modal pemerintah yang dibentuk dari pengeluaran yang bersifat
investasi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia, dengan mengukur
tingkat elastisitasnya.
1.2. Perumusan Masalah
Pentingnya peran modal pemerintah dalam pembangunan perekonomian
Indonesia, menarik penulis untuk meneliti besarnya pengaruh modal pemerintah
terhadap pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi diukur dari perubahan
output total suatu perekonomian. Nilai output tersebut sangat ditentukan oleh
jumlah nilai masing-masing input yang digunakan. Semakin besar nilai input
yang digunakan, semakin besar pula output yang dihasilkan (hubungan positif).
Tetapi besarnya pengaruh penambahan masing-masing input terhadap
peningkatan output bisa berbeda tergantung elastisitasnya.
Meskipun secara teori analisis mengenai pengaruh modal pemerintah
terhadap pertumbuhan relatif tidak ada kontroversi, namun kesulitan metodologi
sering muncul dalam banyak penelitian empiris. Menurut Dessus dan Herera
(2000), usaha-usaha untuk mengetahui pengaruh modal pemerintah terhadap
pertumbuhan pada level makro sering mendapat kritik atas dasar 2 kelemahan.
Pertama, dalam banyak studi sering kali gagal mengatasi masalah
ketidakstasioneran pada data series output dan modal sehingga dapat
menimbulkan spurious regression (regresi palsu). Kedua, endogenitas stok modal
diabaikan sehingga dapat menyebabkan bias simultanitas. Kritik ini muncul
4
setelah melihat basil-basil studi yang menunjukkan tingkat pengembalian modal
yang begitu tinggi sehingga dianggap tidak realistik.
Sehubungan dengan masalah-masalah tersebut di atas, tesis ini disusun
untuk mengetahui beberapa hal sebagai berikut :
I. Berapa besar pengaruh modal pemerintah, modal swasta dan tenaga kerja
terhadap pertumbuhan ekonomi?
2. Bagaimana pertumbuhan ekonomi mempengaruhi pembentukan stok
modal pemerintah?
3. Bagaiman peranan utang luar negeri sebagai salah satu sumber
pembiayaan pembentukan modal pemerintah?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengestimasi suatu sistem persamaan simultan
untuk mengetahui (I) pengaruh modal pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi
(2) pengaruh pertumbuhan ekonomi dan utang luar negeri terhadap stok modal
pemerintah (3) pengaruh variabel input lain berupa modal swasta dan tenaga kerja
terhadap pertumbuhan sehingga dapat diketahui kontribusi setiap faktor input
terhadap pertumbuhan ekonomi.
Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah dapat menambah referensi
mengenai estimasi stok modal pemerintah yang selama ini tidak pemah
dipublikasikan secara resmi. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan pedoman bagi pembuat kebijakan investasi pemerintah dalam upaya
meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
5
1.4. Hipotesis
Salah satu sifat fungsi produksi adalah nyata monoton naik. Sifat ini
menunjukkan jika salah satu input ditingkatk~ dengan asumsi input lain tetap,
maka output juga ak.an meningkat. Sementara itu sesuai dengan "Wagner law"
bahwa pengeluaran pemerintah cenderung terus meningkat dengan makin
meningkatnya kegiatan ekonomi. Jika output meningkat, mak.a pemerintah ak.an
mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi. Naiknya pendapatan pemerintah ak.an
memberikan keleluasaan untuk membiayai investasi sehingga pada akhimya ak.an
menaikkan stok modal pemerintah. Pembiayaan investasi yang diperoleh dari
utang luar negeri juga diharapkan dapat meningkatkan stok modal pemerintah.
Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, disusun beberapa hipotesis
sebagai berikut :
1. Stok modal pemerintah mempunyai hubungan yang positif terhadap
pertumbuhan ekonomi.
2. Stok modal swasta mempunyru pengaruh yang positif terhadap
pertumbuhan ekonomi.
3. Pertumbuhan ekonomi mempunyai pengaruh yang positif terhadap stok
modal pemerintah.
4. Utang luar negeri mempunyai hubungan yang positif terhadap stok modal
pemerintah.
1.5. Ruang Lingkup
Pengukuran stok modal dalam penelitian ini menggunak.an total modal
fisik yang dibentuk dari Pembentukan Modal Tetap Bruto oleh sektor publik dan
swasta Pendekatan ini tidak. membedakan jenis barang modal berdasarkan
6
bentuknya seperti bangunan, jalan, jembatan, mesm, alat transportasi, dan
sebagainya. Berbagai jenis barang modal tersebut mempunyai tingkat depresiasi
yang berbeda tergantung dari bentuknya Karena menggunakan jumlah agregat
modal, maka penelitian ini mengasumsikan tingkat depresiasi yang sama untuk
setiap jenis barang modal tersebut.
1.6. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan analisis ekonometri terhadap suatu model
persamaan simultan untuk dapat menjelaskan hubungan antara stok modal
pemerintah dan pertumbuhan ekonomi. Dengan analisis ini diharapkan dapat
diketahui kontribusi modal pemerintah terhadap output. Di samping itu pengaruh
pertumbuhan ekonomi terhadap pembentukan tingkat stok modal pemerintah akan
dikaji, demikian juga pengaruh faktor lainnya.
1. 7. Kerangka Penulisan
Analisis mengenai Pengaruh Modal Pemerintah terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Indonesia Tahun 1975-2003 ini disusun dalam lima bab. Bab I
Pendahuluan, memuat gambaran umum yang mendasari dilakukannya penelitian
ini. Bab ini memuat Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat
Penelitian, serta Hipotesis. Selain itu juga memuat Ruang Lingkup, Metode
Penelitian dan Kerangka Penulisan.
Bab II Tinjauan Literatur memaparkan tentang berbagai teori dan
penilitian empiris yang pemah dilakukan berkaitan dengan topik penelitian ini.
Bab ini berisi tentang Peranan Pemerintah dalam Perekonomian, lnvestasi dan
Persediaan Barang Modal Pemerintah, Teori Pertumbuhan, dan Hasil Penelitian
Empiris.
7
Bah III Metodologi Penelitian menjelaskan mengenai dasar pemilihan
model, data dan sumbemya, serta metode yang digunakan untuk mengestimasi
model. Bah ini dibagi dalam beberapa sub-bah yaitu Spesifikasi Model, Jenis dan
Sumber Data, Definisi Opersional V ariabel-variabel, dan Prosedur Estimasi.
Bah IV Hasil Estimasi dan Analisis memaparkan hasil estimasi dan
analisis terhadap berbagai temuan yang diperoleh dalam penelitian ini. Bah ini
terdiri dari Pendugaan Stok Modal, Uji Simultanitas, ldentifikasi Model, Hasil
Estimasi Model, Elastisitas Output terhadap Faktor Input. Selain itu juga
menjelaskan tentang Pengaruh .Krisis Ekonomi, Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi
dan Utang Luar Negeri terhadap Stok Modal Pemerintah, dan Perbandingan
dengan Hasil Penelitian lain.
Bah V Kesimpulan dan Implikasi Kebijakan merangkum hasil penelitian
dan implikasi kebijakan yang bisa diambil pemerintah. Bab ini terdiri dari dua
bagian yaitu Kesimpulan dan lmplikasi Kebijakan.
8
BABII
TINJAUAN LITERATUR
2.1. Peran Pemerintah dalam Perekonomian
Peran pemerintah secara umum dalam perekonomian diperlukan karena
adanya kenyataan bahwa mekanisme pasar sendiri tidak dapat melaksanakan
semua fungsi ekonomi. Adanya masalah eksternalitas yang menuju kepada
kegagalan pasar, perlunya penyesuaian dalam distribusi pendapatan dan
kesejahteraan adalah beberapa alasan yang melatari perlunya sektor pemerintah
dalam perekonomian. Menurut Musgrave dan Musgrave (1989) pemerintah
mempunyai 3 fungsi utama : (1) fungsi stabilisasi, yaitu penggunaan kebijakan
untuk mempertahankan tingkat kesempatan kerja, harga-harga dan laju
pertumbuhan ekonomi; (2) fungsi alokasi, yaitu penyediaan barang publik yang
tidak disediakan melalui mekanisme pasar; dan (3) fungsi distribusi, yaitu
penyesuaian terhadap distribusi pendapatan dan kekayaan untuk menjamin apa
yang dianggap oleh masyarakat sebagai keadaan distribusi yang merata dan adil.
Kebijakan pemerintah yang dapat digunakan untuk fungsi stabilisasi
adalah kebijakan fiskal dan moneter. Kebijakan moneter dikendalikan oleh Bank
Sentral, sedangkan kebijakan fiskal diprakarsai oleh lembaga eksekutif
pemerintah dengan persetujuan lembaga legislatif. Instrumen kebijakan fiskal
adalah pajak dan pengeluaran pemerintah.
Pengeluaran pemerintah cenderung meningkat dengan perkembangan
perekonomian. Adolph Wagner mengemukakan teori tentang perkembangan rasio
antara pengeluaran pemerintah dengan pendapatan nasional yang semakin
meningkat yang sering disebut dengan "Wagner law''. Penjelasan tentang
kecenderungan peningkatan pengeluaran pemerintah baik untuk investasi dan
konsumsi dijelaskan dari dua sisi yaitu dari sisi kebutuhan dan sisi sumber
pendapatan.
Dari sisi kebutuhan, pengeluaran pemerintah terhadap barang dan jasa
diperlukan untuk keperluan administrasi pemerintahan dan pembangunan.
Administrasi pemerintahan diperlukan karena berkaitan dengan tugas pemerintah
sebagai pelayan kepentingan masyarakat yang sifatnya dapat dinikmati oleh
siapapun tanpa pembayaran langsung. Sedangkan administrasi pembangunan
diperlukan dalam menjalankan peran pemerintah untuk memperbaiki dan
menciptakan kesejahteraan masyarakat.
Dari sisi sumber pendapatannya, pengeluaran pemerintah juga cenderung
meningkat karena : pertama, jika pendapatan per kapita meningkat, maka jumlah
wajib pajak. juga semakin banyak. yang pada gilirannya ak.an meningkatkan
penerimaan pajak.; kedua, jumlah kegiatan ekonomi akan semak.in besar, berarti
skala produksi semakin besar dan tingkat keuntungan semakin meningkat yang
pada akhimya ak.an meningkatkan penerimaan pajak. dari hasil usaha; ketiga,
meningkatnya kegiatan ekonomi, biasanya diikuti dengan meningkatnya kegiatan
ekspor-impor yang juga dapat meningkatkan penerimaan pajak. dari aktivitas
tersebut; keempat, administrasi pemerintahan semak.in baik sejalan dengan
meningkatnya kegiatan perekonomian sehingga kemampuan memungut pajak
juga meningkat. Oleh karena itujelaslah bahwa pengeluaran pemerintah semak.in
meningkat searah dengan naiknya pendapatan nasional.
10
Dalam menjalankan fungsi alokasi, pemerintah sering dihadapkan pada
pilihan antara produksi barang publik atau barang swasta yang lebih dominan.
Berapa banyak sumberdaya yang seharusnya digunakan untuk memproduksi
barang publik seperti jalan, jembatan, pertahanan dan keamanan, dan berapa
banyak yang seharusnya digunakan untuk memproduksi barang swasta seperti
TV, mobil dan peralatan komputer misalnya. Pilihan ini dapat digambarkan
dalam sebuah kurva yang disebut dengan kurva kemungkinan produksi (lihat
gambar 11.1 ).
Gambar 11.1 Kurva Kemungkinan Produksi Masyarakat
Barang Swasta
Sumber : Stiglitz (2000}
Barang Publik
Kurva ini menggambarkan tingkat maksimal barang swasta yang bisa
dinikmati oleh masyarakat untuk setiap level barang publik. Jika masyarakat
ingin menikmati lebih banyak barang publik, maka mereka harus rela
menyerahkan sebagian dari barang swasta/pribadi milik mereka. Masyarakat bisa
menikmati lebih banyak barang publik hanya dengan mengurangi konsumsi
barang swasta Jadi, ketika masyarakat menentukan untuk bergerak dari titik G ke
11
titik E sepanjang kurva kemungkinan produksi, barang publik akan meningkat,
tetapi barang swasta akan menurun. Sebuah titik seperti di titik I yang berada di
bawah kurva, dikatakan tidak efisien (inefficient) karena masyarakat masih bisa
mendapatkan lebih banyak barang publik dan barang swasta. Di sisi lain, sebuah
titik seperti di titik N yang berada di atas kurva dikatakan tidak mungkin
(infeasible) karena tidak mungkin dengan sumber daya dan teknologi tertentu
mendapatkan jumlah barang publik dan barang swasta sebesar itu.
Berkaitan dengan fungsi distribusi pendapatan, terdapat tiga strategi
pokok yang dapat dilakukan pemerintah untuk mempercepat perbaikan distribusi
pendapatan (Ahluwalia dan Chenery, 1974). Consumption redistribution,
pemerintah dapat melakukan pemotongan tingkat konsumsi keluarga kaya untuk
disalurkan kepada keluarga miskin. Investment redistribution, pemerintah dapat
mengalihkan sumber daya masyarakat guna menambah tingkat modal pada
keluarga miskin. Wage restraint, dalam jangka pendek akan menambah
pendapatan keluarga kaya melalui perolehan profit, namun dalam jangka panjang
akan menigkatkan pendapatan keluarga miskin karena adanya peningkatan
produksi keluarga kaya.
Kebijakan pertama dapat dilakukan dengan instrumen pajak penghasilan
yang progresif dan pajak penjualan barang mewah. Kebijakan kedua dengan
mengalokasikan anggaran belanja pemerintah ke sektor-sektor tertentu yang
ditujukan untuk meningkatkan tingkat modal keluarga miskin. Sedangkan
kebijakan ketiga walaupun dalam jangka panjang bersifat positif dan lebih
berkelanjutan bagi penduduk miskin, namun agak riskan dilakukan karena bukan
merupakan kebijakan yang populer untuk dilakukan pemerintah.
12
2.2. Investasi dan Persediaan Barang Modal Pemerintah
Investasi merupakan bagian penting dari pembangunan ekonomi. Dalam
jangka panjang, investasi akan membentuk persediaan barang modal (capital
stock). Penambahan persediaan barang modal tersebut akan meningkatkan
kapasitas produksi yang pada akhimya akan mempercepat laju pertumbuhan
ekonomi.
Dalam Sistem Neraca Nasional, investasi dihitung berdasarkan
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang mencakup pengadaan, pembuatan
dan pembelian barang modal. Barang modal dimaksud adalah barang-barang
yang digunakan untuk proses produksi, tahan lama atau mempunyai umur
pemakaian lebih dari satu tahun seperti bangunan, mesin-mesin dan alat angkutan.
Termasuk pula di sini perbaikan besarlberat yang sifatnya memperpanjang umur
atau mengubah bentuk atau kapasitas barang modal tersebut. Pengeluaran barang
modal untuk keperluan militer tidak termasuk di sini tetapi digolongkan sebagai
konsumsi pemerintah.
Sebagai salah satu bagian dari sistem neraca nasional, neraca sektor publik
disusun sebagai alat pengukuran keseluruhan kegiatan pemerintah. United
Nations menyarankan agar neraca sektor publik tersebut disusun dalam
seperangkat neraca yang terdiri dari neraca produksi, neraca penerimaan dan
pengeluaran, dan neraca modal. Di Indonesia seluruh neraca tersebut disusun oleh
Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Neraca Pemerintahan Umum Indonesia.
Neraca Modal Pemerintahan Umum memperlihatkan transaksi modal dan
pembiayaannya, antara pemerintah dan badan-badan lain (termasuk luar negeri).
Pada sisi sebelah kiri neraca tercantum nilai barang-barang modal pemerintahan
13
umum yang terdiri dari perubahan stok, PMTB, pembelian tanah, pembelian
barang-barang modal yang tidak beiWUjud dan transfer modal ke sektor lain atau
ke luar negeri. Sebelah kanan neraca dicantumkan sumber dana yang dipakai
untuk pembelian barang-barang modal di sebelah kiri tadi, antara lain berasal dari
tabungan, nilai penyusutan barang modal, transfer dan pinjaman neto.
PMTB pada Neraca Modal Pemerintahan Umum adalah pengeluaran
pemerintah umum untuk pengadaan barang modal dikurangi penjualan dari
barang-barang modal bekas. Yang diklasiflkasikan sebagai barang modal
pemerintah umum adalah :
1. Bangunan tempat tinggal dan bangunan bukan tempat tinggal;
2. Jalan, jembatan dan konstruksi lainnya;
3. Mesin-mesin dan peralatan;
4. Perbaikan besar dan perluasan dari barang-barang modal;
5. Pengeluaran dalam rangka perluasan area pemukiman dan perkebunan serta
pembelian temak untuk dikembangbiakkan, kecuali temak potong
Data mengenai Pembentukan Modal Tetap Bruto pemerintah umum
diperoleh BPS dari :
1. Pengeluaran pembangunan pemerintah pusat, setelah dikeluarkan pengeluaran
yang bukan merupakan pembentukan modal seperti: subsidi pupuk, sebagian
dari belanja pembangunan hankam dan pengeluaran pembangunan non-flsik.
Bagian yang merupakan pembentukan modal pada belanja pembangunan
hankam adalah pengeluaran untuk pembangunan perumahan anggota hankam
saja, sedangkan yang lain adalah merupakan pengeluaran konsumsi. Yang
tennasuk dalam pengeluaran pembangunan non flsik adalah pembelian obat-
14
oba~ pena~ penelitian dan lain-lain yang serupa. Data mengenai
pengeluaran pembangunan ini diperoleh dari hasil pengolahan Daftar Isian
Proyek (DIP)
2. Pengeluaran pembangunan pemerintah daerah propinsi, kabupatenlkota dan
desa dari hasil pengolahan data keuangan pemerintah daerah yang diterbitkan
oleh BPS dan Bappenas.
2.3. Teori Pertumbuhan
2.3.1 Teori Pertumbuhan Neo Klasik
Teori pertumbuhan ekonomi neo klasik dikembangkan oleh Solow (1956).
Teori ini secara sederhana menyatakan bahwa faktor produksi modal dan tenaga
kerja merupakan 2 faktor pokok penentu pertumbuhan ekonomi di suatu negara.
Sedangkan sisa dari pengaruh kedua faktor utama tersebut disebut Total Factor
Productivity (TFP). TFP ini sering dinyatakan sebagai ukuran kemajuan
teknologi yang tidak bisa diketahui apakah berasal dari faktor modal atau tenaga
kerja.
Model Solow ini mempunyai kelemahan yaitu : (i) belum dimasukkan
adanya unsur ekstemalitas; (ii) asumsi hasil yang semakin menurun (diminishing
return); serta (iii) asumsi skala produksi yang tetap (constant return to scale)
dalam produksi (Prijambodo, 1995). lmplikasi dari asumsi di atas antara lain : (i)
akan terjadi proses perlambatan dalam pertumbuhan ekonomi seiring waktu; (ii)
bersifat kaku dan terbatas dalam menjelaskan perbedaan pertumbuhan pendapatan
per-kapita antamegara; (iii) investasi dalam jangka panjang tidak bisa
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
15
Keberadaan teknologi oleh model neo klasik dianggap sebagai suatu black
box, dalam arti tidak ada orang yang tabu dari mana teknologi itu berasal, dan
teknologi ini tidak melekat (disembodied) di dalam peralatan modal yang baru.
Oleh karena itu, tidak ada hubungan yang eksplisit antara investasi dan kemajuan
teknologi, demikian pula antara investasi dengan pertumbuhan ekonomi.
Kesimpulan yang demikian menutup kemungkinan adanya pembenaran terhadap
kebijakan yang dimaksudkan untuk meningkatkan investasi dalam jangka panjang
(Ray, 1995).
2.3.1.1. Model Neo Klasik tanpa Perkembangan Produktivitas (Model Solow
Swan)
Model ini mengisyaratkan bahwa faktor penduduk/tenaga kerja serta
pertumbuhannya bersifat konstan dan tidak berpengaruh terhadap peningkatan
produktivitas dalam kegiatan produksi. Tambahan kapital hanya dapat digunakan
untuk membekali tambahan tenaga kerja dan kapital baru, serta untuk menutup
penyusutan mesin-mesin lama. Perubahan kapital sepanjang waktu yang berasal
dari investasi yang terhimpun, bersumber dari tingkat tabungan domestik yang
besarnya proporsional terhadap produksi atau pendapatan nasional.
Secara singkat kondisi keseimbangan jangka panjang (long run
equilibrium) ditemukan dalam kondisi yang stabil (steady state condition) dengan
persamaansebagaiberikut:
ic = s.f(k) -(8 +n)k (1)
dimana ic = perubahan tingkat modal atau kapital, s = koefisien kecenderungan
tingkat tabungan domestik, f(k) = fungsi dari produksi atau pendapatan nasional,
16
o = penyusutan modal, n = tingkat pertumbuhan penduduk/tenaga kerja, k = modal
per-kapita.
Secara diagrarnatis, posisi keseimbangan jangka panjang model
pertumbuhan neo klasik tanpa perkembangan produktivitas dapat dilihat pada
gambar 11.2 berikut ini.
Gambar 11.2 Kondisi steady state Model Pertumbuhan Neo Klasik tanpa Perkembangan Produktivitas
k*
Dari persamaan (1) dan gambar 11.1, dapat dilihat bahwa hila tingkat
kecenderungan menabung s meningkat, maka fungsi tabungan s.f(k) akan bergeser
ke atas mendekati fungsi produksi f(k), yang berarti kondisi steady-state tingkat
kapital per-kapita k* dan pendapatan per-kapita akan lebih tinggi. Sebaliknya jika
pertumbuhan penduduk/tenaga keija n meningkat, akan menggeser garis (n+b)k
ke atas, sehingga kondisi steady state tingkat kapital per-kapita k* dan pendapatan
per-kapita menjadi menurun.
2.3.1.2. Model Neo Klasik dengan Perkembangan Produktivitas
Model ini pada dasarnya sama dengan model neo klasik tanpa
perkembangan produktivitas. Perbedaannya terletak pada penambahan variabel
17
produktivitas akibat kemajuan teknologi yang bisa melekat pada faktor tenaga
kerja, modal atau netral tanpa diketahui melekat pada faktor yang mana.
Hicks (1932) menyatakan bahwa inovasi teknologi adalah netral (Hicks
neutral) jika produk marjinal tidak berubah untuk rasio modal/output (Capital
Output Ratio) tertentu . Fungsi produksi Hicks-neutral dapat dituliskan sebagai
berikut:
Y = F(K,L,t) = T(t).F(K,L) (2)
dimana T(t) merupakan indeks keadaan teknologi dan T(t) ~ 0.
Harrod (1942) mendefinisikan inovasi sebagai netral (Harrod Neutral)
jika share input relatif, (K.F KY(L.Fr), tetap tidak berubah untuk rasio
kapital/output tertentu. Robinson (1938) dan Uzawa (1961) dalam Barro dan
Sala-1-Martin (1995) menunjukkan bahwa definisi ini berimplikasi bahwa fungsi
produksi akan berbentuk sebagai berikut :
Y = F[K,L.A(t)] (3)
dimana A(t) adalah indeks keadaan teknologi dan A(t) ~ 0 . Bentuk ini dinamakan
kemajuan teknologi yang bersifat labor-augmenting karena output akan
meningkat sejalan dengan meningkatnya stok tenaga kerja.
Akhimya, Solow (1969) mendefinisikan inovasi sebagai netral (Solow
neutral) jika share input relatif, (L.Fr)I(K.FK), tetap tidak berubah untuk rasio
labor/output tertentu. Definisi berimplikasi pada fungsi produksi yang berbentuk
sebagai berikut:
Y = F[K.B(t),L] (4)
18
dirnana B(t) adalah indeks keadaan teknologi dan B(t) :?: 0 . Fungsi produksi
bentuk ini dinamakan capital-augmenting karena kemajuan teknologi akan
meningkatkan produksi sejalan dengan meningkatnya stok kapital.
Dengan memasukkan unsur produktivitas yang merupakan ukuran
kemajuan teknologi yang bersifat labor-augmenting (Ha"od neutral), maka basil
akhir model neo klasik dengan perkembangan produktivitas dapat dirumuskan
menjadi:
k =s.f(k)-(8 +n+g)k (5)
dimana g = produktivitas tenaga kerja dengan pertumbuhan konstan, dan variabel-
variabel lain sama dengan keterangan sebelumnya. Dampak adanya variabel
produktivitas ditunjukkan oleh fungsi produksi agregat yang lebih tinggi
dibanding sebelumnya. Secara diagramatis model pertumbuhan neo klasik
dengan pertumbuhan produktivitas dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 11.3 Kondisi steady state Model Pertumbuhan Neo Klasik dengan Perkembangan Produktivitas
Investasi
k*
(n+b+g)k
f(k)
sf(k)
19
Pada gambar II.3 di atas jika tingkat per kapita kapital berada pada k1
(lebih kecil dari k*), maka tingkat investasi akan terus meningkat hingga tingkat
kapital per-kapita k*. Sebaliknya jika tingkat kapital per-kapita berada pada k2
(lebih besar dari k*), maka kegiatan investasi akan menurun sampai tingkat
kapital per-kapita k*. Fungsi produksif(k) akan naik tetapi dalam jangka panjang
tetap sama selama tidak ada perubahan dalam produktivitas. Hal ini
mengisyaratkan bahwa tingkat tabungan tidak mempunyai pengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi jangka panjang selama produktivitas tidak berubah.
Dengan asumsi diminishing marginal return dimana f' (k) semakin kecil
untuk. k yang semakin besar, maka pertumbuhan pendapatan per-kapita akan
semakin kecil untuk. negara yang semakin kaya atau maju. Dengan kata lain
dalam jangka panjang akan terjadi konvergensi. Konsep inilah yang dalam
perkembangan selanjutnya menjadi pangkal perdebatan dari berbagai ahli
ekonomi untuk. mengkaji ulang teori pertumbuhan ekonomi model neo klasik.
Model pertumbuhan ekonomi yang muncul setelah era neo klasik ini biasa disebut
dengan model pertumbuhan endogen.
2.3.2. Teori Pertumbuhan Endogen
Salah satu kritik yang kerap kali dilontarkan terhadap model pertumbuhan
neo klasik adalah jika kondisi konvergen itu terjadi maka perbedaan tingkat
pendapatan antara negara maju dan negara miskin semakin lama akan semakin
kecil. Padahal terjadinya konvergensi menuntut adanya persyaratan bahwa
pertumbuhan pendapatan pada kelompok negara maju melambat, sementara
kelompok negara miskin pertumbuhannya semakin cepat. Secara umum
kebanyakan studi tidak membuktikan adanya konvergensi ini.
20
Studi yang pemah dilakukan oleh Summers dan Heston (1991)
menunjukkan bahwa (i) masih adanya sekelompok negara miskin berada pada
tingkat pertumbuhan yang rendah dan cenderung tidak mengalami perubahan dari
waktu ke waktu; (ii) tingkat pertumbuhan rata-rata per-kapita kelompok negara
paling miskin lebih rendah dari rata-rata kelompok negara maju. Hal ini
mengindikasikan bahwa jurang pendapatan antara kelompok negara paling miskin
dan paling kaya tidak makin menyempit, tetapi justru makin melebar; (iii) satu
satunya cara agar negara-negara miskin ini mempunyai potensi untuk konvergen
adalah dengan mendorong pertumbuhan setinggi mungkin. Bagaimanapun juga
tidak ada kekuatan yang secara otomatis mampu membawa perekonomian negara
miskin ke negara maju tanpa melalui pertumbuhan yang tinggi. Negara-negara
miskin dapat mengejar negara-negara kaya jika mereka mempunyai modal human
capital per kapita yang tinggi (Barro, 1991 ). Kenyataannya, negara-negara
dengan human capital tinggi mempunyai angka kelahiran yang rendah dan rasio
investasi fisik terhadap produk nasional yang tinggi.
Berdasar pada kondisi di atas konsep teori pertumbuhan endogen muncul
yang pada dasarnya berupaya menterjemahkan residual Solow. Perubahan pada
residual Solow dapat diakibatkan oleh perubahan dalam produktivitas faktor
produksi; pelaksanaan kebijakan ekonomi; peningkatan modal manusia;
peningkatan efisiensi; dimasukkannya aspek perdagangan intemasional; adanya
proses pembelajaran (learning by doing) baik dari aspek tenaga kerja maupun
modal; dampak samping yang muncul berkaitan dengan pertumbuhan di sektor
ekspor; unsur kelembagaan/institusi; dan sebagainya (Piazolo; 1995).
21
Bila pendekatan neo klasik dan pertumbuhan endogen dibandingkan,
paling tidak ada 4 ( empat) ciri yang membedakan yaitu : (i) kemajuan teknologi
dipertimbangkan sebagai faktor endogen. Hal ini sesuai dengan apa yang pemah
dibuktikan oleh Ito dan Kruger (1995) yang menyebutkan bahwa teknologi yang
selama ini dipertimbangkan secara eksogen, dalam kenyataannya dapat
mengalami perubahan dari waktu ke waktu yang antara lain dapat diakibatkan
oleh adanya akumulasi dalam ilmu pengetahuan; pengembangan ide-ide baru; atau
oleh pengalaman di bidang teknik dan proses produksi. (ii) terdapatnya penekanan
yang lebih besar terhadap peranan akurnulasi modal, baik modal fisik maupun
modal surnber daya manusia (iii) sudah dipertimbangkan adanya dampak
ekstemal. (iv) implikasi model untuk penerapan kebijakan yang lebih bersifat
intervensi.
2.4. Basil Penelitian Empiris
Teori ekonomi telah menjelaskan bagaimana pengeluaran pemerintah bisa
bermanfaat atau bisa juga menghambat perturnbuhan ekonomi. Dalam teori
makroekonomi tradisional Keynesian, berbagai macam pengeluaran pemerintah,
bahkan termasuk pengeluaran rutin, dapat berkontribusi positif terhadap
perturnbuhan ekonomi melalui efek multiplier pada permintaan agregat. Menurut
Keynes, pemerintah dapat melawan kecenderungan penurunan ekonomi dengan
meminjam uang dari sektor swasta dan kemudian mengembalikan uang tersebut
ke sektor swasta melalui berbagai program pengeluaran pemerintah. Teori
Keynesian menilai bahwa pengeluaran pemerintah, khususnya pengeluaran defisit,
dapat memberikan stimulus jangka pendek untuk membantu mengakhiri resesi
atau depresi.
22
Studi yang didasarkan pada model-model pertumbuhan endogen
membedakan antara pengeluaran produktif dan tidak produktif. Pengeluaran
pemerintah dikategorikan sebagai produktif jika pengeluaran tersebut menjadi
bagian (arguments) dari fungsi produksi swas~ dan tidak produktif jika
sebaliknya (Barro dan Sala-i-Martin, 1992). Pengkategorian ini menyebabkan
pengeluaran produktif mempunyai efek langsung terhadap tingkat pertumbuhan
ekonomi, sedangkan pengeluaran tidak produktif mempunyai pengaruh tidak
langsung atau tidak ada pengaruh sama sekali. Isu mengenai pengkategorian jenis
pengeluaran sebagai produktif atau tidak produktif masih dapat diperdebatkan dan
mungkin sulit untuk didefinisikan terlebih dahulu.
Bukti empiris mengenai hubungan pengeluaran pemerintah dan
pertumbuhan bermacam-macam. Kebanyakan dari bukti tersebut didasarkan pada
studi cross-section yang memasukkan negara-negara maju dan berkembang.
Kesimpulan utama dalam studi-studi itu adalah bahwa pengeluaran konsumsi
pemerintah mempunyai dampak negatif terhadap pertumbuhan (Barro, 1991).
Studi-studi yang menggunakan sampel hanya negara-negara maju (sebagian besar
OECD) memperoleh hasil-hasil yang sama. Misalnya, Hannson dan Henrekson
(1994) menemukan bahwa pengeluaran konsumsi pemerintah menghambat
pertumbuhan namun pengeluaran dalam sektor pendidikan berpengaruh positif
terhadap pertumbuhan. Kneller et al (1998) menemukan bahwa pengeluaran
produktif mempunyai hubungan positif, sedangkan pengeluaran tidak produktif
mempunyai pengaruh negatifterhadap pertumbuhan negara-negara OECD (1970-
95). Lin (1994) menggunakan sampel 62 negara (1960--85) dan menemukan
23
bahwa pengeluaran tidak produktif tidak mempunyai efek pada pertumbuhan di
negara-negara maju, tetapi efek positif di negara-negara berkembang.
Studi-studi lain menyelidiki dampak kategori fungsional tertentu dari
pengeluaran pemerintah. Misalnya, Devarajan et al (1993) dengan menggunakan
sampel 69 negara OECD menemukan bahwa pengeluaran produktif dalam bidang
kesehatan, pendidikan, transportasi dan komunikasi mempunyai dampak negatif
dan tidak signi~ sedangkan pengeluaran rutin mempunyai dampak positif.
Pada mayoritas studi, pengeluaran pemerintah total mempunyai efek negatif
terhadap pertumbuhan (Romer, 1990).
Bukti-bukti empiris menunjukkan bahwa hubungan antara pengeluaran
pemerintah dan pertumbuhan ekonomi tidak dapat disimpulkan. Namun, terdapat
kecenderungan umum bahwa konsumsi pemerintah berhubungan negatif dengan
perfonna pertumbuhan, walaupun bukti-bukti untuk itu lebih lemah dijumpai pada
studi di negara-negara berkembang. Hal ini disebabkan karena perbedaan sampel
yang digunakan dalam berbagai studi dan masalah kualitas data. Beberapa
masalah miss-spesifikasi mungkin juga muncul karena dihilangkannya sejumlah
variabel penting ( didiskusikan dalam Lin, 1994 ).
Studi yang dilakukan di negara-negara berkembang memberikan hasil
yang beragam. Terdapat bukti bahwa pengeluaran konsumsi bisa meningkatkan
pertumbuhan, sedangkan pengeluaran investasi memperlambat pertumbuhan
(Devarajan et al, 1993). Namun, Landau (1983) dengan menggunakan data 27
negara berkembang, menemukan bahwa pengeluaran konsumsi mempunyai efek
negatif terhadap pertumbuhan. Hasil yang sama ditemukan dengan menggunakan
24
sampel 65 negara berkembang (Landau, 1986), dan pengeluaran investasi
pemerintah juga kelihatan mempunyai dampak negatif.
Bukti yang didasarkan pada analisis time series masih jarang ditemui, dan
umumnya ditujukan untuk menguji kausalitas antara pengeluaran pemerintah dan
pertumbuhan. Hsieh dan Lai (1994) menggunakan data negara-negara G7 (1885-
1987) dan tidak menemukan bukti adanya kausalitas. Ghali (1998) dengan
menggunakan data 10 negara OECD, menemukan bahwa pengeluaran pemerintah
(diukur dengan pengeluaran konsumsi) mempunyai hubungan kausalitas-Granger
dengan pertumbuhan di banyak negara.
Studi yang dilakukan oleh John Baffes dan Anwar Shah ( 1998)
menggunakan pendekatan fungsi produksi transcendental logarithmic (translog)
untuk mengukur elastisitas output terhadap input. Studi ini mengambil sampel 21
negara tennasuk Indonesia dan menghasilkan kesimpulan bahwa elastisitas
tertinggi dimiliki oleh input modal sumber daya manusia, diikuti oleh modal
swasta, dan tenaga ketja. Modal infrastruktur menunjukkan elastisitas yang
rendah, sedangkan modal militer mempunyai elastisitas negatif pada hampir
separoh dari negara-negara yang diteliti.
Kebanyak.an studi empiris menggunak.an analisis data cross-section, dan
studi kasus pada negara tertentu masih jarang dilak.ukan. Analisis time series
untuk negara tertentu dapat menghindari beberapa masalah ekonometri dan
pengambilan sampel. Secara khusus analisis cross section mengasumsikan
koe:fisien regresi sama untuk semua negara dalam sampel, sedangkan analisis time
series dapat menampilkan sifat-sifat spesifik suatu negara. Studi time series
25
suatu negara berpotensi memberikan basil yang lebih informatif, meskipun
temuan-temuan itu tidak dapat digeneralisasi untuk negara-negara lainnya.
Dessus dan Herrera (2000) melakukan penelitian untuk mengetahui
pengaruh stok modal pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi dengan
menggunakan panel data dengan sampel 28 negara berkembang pada periode
tahun 1981-1991. Dalam sebuah kerangka model persamaan simultan, studi ini
mempunyai perbedaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya terutama dalam
hal dimana stok modal pemerintah dan swasta diendogenkan untuk menghindari
terjadinya bias simultanitas. Dengan pendekatan ini pula memungkinkan untuk
mempelajari faktor-faktor penentu pembentukan stok modal pemerintah dan
swasta. Untuk menyelidiki tentang isu ini, ke dalam model dimasukkan variabel
keterbatasan finansial yang dihadapi oleh negara-negara berkembang pada tahun
1980-an. Kendala utang luar negeri telah mempengaruhi alokasi investasi antara
sektor publik dan swasta.
Model yang dikembangkan oleh Dessus dan Herrera (2000) terdiri dari 3
persamaan yang meliputi satu persamaan untuk PDB {f), satu persamaan
permintaan modal pemerintah dan satu persamaan untuk permintaan modal swasta
seperti berikut ini :
Yo =aGKgit +aPKpit +aHHit +aoOpnit +auUSA+arl'il
Kgit = PrY;t + PooDgit + PoPDP;t + PGKgi,l-l + Prl'it (6)
Kp;r = YrJ: + YooDgil + YvPDP;r + YP.Kpi,l-1 + YTil'u
Fungsi produksi diasumsikan mengikuti Cobb-Douglas dengan tiga input : modal
pemerintah (Kg), modal swasta (Kp), dan modal manusia (H). Dua variabel selain
input adalah tingkat keterbukaan ekonomi ( Opn) dan indeks total factor
productivity (TFP) di Amerika Serikat (USA). Yang pertama merupakan proxy
26
untuk integrasi yang terus meningkat terhadap pasar dunia yang bisa mendorong
pertumbuhan melalui efisiensi alokatif dan meningkatnya total factor
productivity. Yang kedua merupakan ukuran kemajuan teknologi yang sifatnya
eksogen dan dapat juga digunakan untuk menangkap adanya external shock
jangka pendek.
Blok simetris persamaan permintaan modal pemerintah dan modal swasta
diturunkan dari sebuah model flexible-accelerator. Minimisasi biaya produksi
menyebabkan elastisitas permintaan faktor terhadap PDB sama dengan satu dalam
jangka panjang. Stok kapital diasumsikan menyesuaikan terhadap target jangka
panjang seperti berikut ini :
(7)
Harga faktor relatif tidak masuk dalam persamaan pennintaan modal karena biaya
modal pemerintah dan swasta (yang tergantung dari tingkat bunga dan harga
barang-barang modal) diasumsikan sama. Namun demikian, ada kemungkinan
bahwa penawaran tabungan tidak elastis sempurna dalam jangka pendek sehingga
membatasi permintaan modal. Dengan asumsi tingkat tabungan domestik yang
konstan, penyesuaian terjadi melalui masuknya tabungan asing. Selama periode
tahun 1980-an, problem utang di negara-negara miskin dikendalikan oleh sisi
penawaran dengan tidak hadirnya mekanisme market-clearing. Volume pinjaman
ditentukan atas dasar kesanggupan negara pengutang (debtor) untuk melunasi
utang yang diasumsikan merupakan fungsi negatif dari indebtedness ratio (rasio
utang terhadap PDB). Oleh karena itu kedalam masing-masing persamaan modal
dimasukkan variabel indebtedness ratio (Dg dan Dp) untuk meneliti pengaruhnya
terhadap pembentukan kapital.
27
Penelitian ini menemukan bahwa peningkatan stok modal pemerintah
secara positif mempengaruhi pertumbuhan. Selain itu, input lainnya yaitu modal
swasta dan human capital secara positif dan signifikan juga mempengaruhi
pertumbuhan.
Model yang dikembangkan oleh Dessus dan Herrera (2000) ini mendasari
penulis untuk melakukan penelitian tentang pengaruh modal pemerintah terhadap
pertumbuhan ekonomi di Indonesia serta faktor-faktor penentu tingkat stok modal
pemerintah.
28
3.1 Spesifikasi Model
BABIII
METODOLOGI PENELITIAN
Spesifikasi model yang digunakan dalam penelitian ini mengadopsi model
yang dikembangkan oleh Dessus dan Herrera (2000) yaitu menggunakan sistem
persamaan yang terdiri dari satu persamaan fungsi produksi dengan output Produk
Domestik Bruto (y) yang diasumsikan mengikuti fungsi produksi Cobb-Douglas,
dan satu persamaan stok modal pemerintah. Sistem persamaan tersebut
ditentukan sebagai berikut :
(8)
(9)
Fungsi produksi pada persamaan (8) menggunakan tiga input yaitu modal
pemerintah (kg), modal swasta (kp), dan tenaga kerja (1). Perkembangan
teknologi dalam fungsi produksi tersebut diasumsikan mengikuti teknologi Hicks
neutral yang diwak.ili oleh perubahan tren waktu, T=O,J,2, .... Variabel dummy
(d) ditambahkan untuk mengetahui pengaruh krisis ekonomi yang terjadi sejak
pertengahan tahun 1997. Dimasukkannya peubah dummy ke dalam model setelah
melihat pertumbuhan output yang turun begitu drastis sebesar -13, 1% di tahun
1998. Variabel dummy ini diberi nilai 0 pada masa sebelum krisis (1975-1997)
dan nilai 1 pada masa krisis (1998-2003). Semua variabel diukur dalam bentuk
logaritma, kecuali untuk variabel T, d dan db sesuai level masing-masing.
Tipe hubungan (8) adalah constant returns to scale jika parameter-
parameter tersebut memenuhi kondisi L;ali = 1, untuk i = 2,3,4. Parameter a12,
a13, dan a14 masing-masing juga menunjukkan elastisitas output terhadap faktor
produksi.
Persamaan (9) merupakan persamaan stok modal pemerintah yang
ditentukan oleh tingkat output (y), tingkat stok modal pada satu periode
sebelumnya (kg_1), dan rasio utang luar negeri pemerintah terhadap PDB (db),
serta tren waktu (1). Koefisien a21. an, dan a23 masing-masing menunjukkan
pengaruh output, stok modal pemerintah satu periode sebelumnya dan beban
utang luar negeri pemerintah terhadap stok modal pemerintah.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari
berbagai sumber periode 1975 - 2003. Data Produk Domestik Bruto (PDB),
tenaga kerja, dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) pemerintah dari
Badan Pusat Statistik. Sedangkan data utang luar negeri pemerintah dari
International Finance Statistics.
3.3. Definisi Operasional Variabel-variabel
3.3.1. Produk Domestik Bruto (Y)
Produk Domestik Bruto (PDB) adalah hasil penjumlahan nilai tambah
bruto yang dihasilkan oleh unit-unit seluruh kegiatan ekonomi dalam batas
wilayah suatu negara pada suatu periode tertentu (biasanya satu tahun atau tiga
bulanan). PDB digunakan sebagai ukuran output nasional dan perubahan PDB riil
(harga konstan) merupakan ukuran dari pertumbuhan ekonomi. Untuk
mendapatkan PDB riil maka PDB harga berlaku disesuaikan untuk harga konstan
tahun tertentu. Dalam penelitian ini digunakan tahun 1993 sebagai tahun dasar.
30
3.3.2. Tenaga Kerja (L)
Tenaga kerja sebagai input produksi diperoleh dari jumlah penduduk yang
bekerja (employment). Sebagian kecil dari data ini tidak ada karena tidak
berlangsungnya survey atau sebab-sebab lain, sehingga rnenyebabkan terjadinya
observasi yang hilang (missing observation).
Untuk mengatasi hal ini dilakukan pendugaan dengan intrapolasi dan
ekstrapolasi. Intrapolasi dilakukan jika observasi yang hilang berada di antara dua
observasi yang ada. Misalnya data tahun 1981 tidak tersedia, maka dapat
diintrapolasi rnenggunakan data tahun 1980 dan 1982. Intrapolasi didapatkan
dengan cara mengambil rata-rata dari kedua observasi yang ada. Sedangkan
ekstrapolasi dilakukan jika observasi yang hilang berada di ujung pengamatan
dengan cara melakukan regresi linier terhadap semua observasi yang ada terhadap
tahun masing-rnasing yaitu y = bo + b 1t, dimana y : observasi yang ada, t : tahun.
Hasil estirnasi koefisien regresi linier ini digunakan untuk menduga data yang
hilang dengan rnemasukkan nilai t. Misalnya data tahun 1975 tidak tersedia,
maka dapat dilakukan ekstrapolasi dengan cara tersebut dan memasukkan nilai
t= 1975 untuk mendapatkan pendugaan nilai observasi pada tahun yang
bersangkutan.
3.3.3. Stok Modal Pemerintah (KG)
Data stok modal sangat sulit ditemukan dalam berbagai terbitan resmi.
Untuk itu data stok modal pemerintah didekati dengan menggunakan metode yang
umum dipakai yaitu perpetual inventory method (PIM). Menurut Kamps (2000),
ide dasar metode ini adalah stok kapital pada permulaan periode t+1, K1+1,
merupakan penjwnlahan dari stok kapital pada permulaan tahun t, Kt. dan
31
investasi pada periode t, I., dikurangi dengan depresiasi dari stok kapital pada
periode t, Dt, sehingga persamaan stok kapital dapat ditulis dalam bentuk :
(10)
Jika diasumsikan bahwa depresiasi terjadi secara geometrik, yaitu stok
kapital terdepresiasi pada tingkat yang konstan ~' maka persamaan akumulasi
kapital dapat ditulis kembali sebagai berikut :
Kl+, = (1- 8)K, +I, (11)
Metode ini dinamakan "perpetual" (terus-menerus) karena seluruh aset senantiasa
menjadi bagian dari inventaris stok kapital, namun kuantitas kegunaan ataupun
pelayanan yang diberikan oleh aset tersebut makin menurun seiring waktu. Hal
ini dapat dilihat dengan mensubstitusi persamaan ( 11) secara berulang untuk
kapital stok pada awal periode t :
Kt+l = (l-8)I(1-8)Kt-l +I,_,]+ I, =(1-8) K,_1 +(1-8)1,_1 +(l-8t I, = (1-8i [ (I-8)Kt-2 + It-2) + (1- 8)1 1,_1 + (1-8)0 I, = (1- 8)3 Kt-2 + (1- 8)2 It-2 + (1- 8)' I,_, + (1- 8)0 II
(12)
Jika persamaan (12) diekspansi terus sampai tak terhingga, maka
persamaan stok kapital dapat ditulis dalam bentuk umum :
"' Kl+l = L (1- 8); II-i (13)
1=0
Persamaan (13) menyatakan bahwa stok kapital pada awal periode t+1 merupakan
jumlah terboboti dari investasi masa lalu dimana pembobotnya adalah fungsi yang
menurun dari jarak antara periode sekarang dan periode investasi. Dalam
prakteknya, bilangan tak terhingga dari investasi masa lalu tidak tersedia sehingga
persamaan (13) dapat diganti dengan persamaan berikut:
32
1-1
Kt+l = (1- 8)' Kl + L (1- 8); !,_; (14) ;-o
dimana K1 adalah stok kapital awal (initial capital stock) pada awal periode 1.
Sesuai dengan persamaan (14), penggunaan metode PIM memerlukan
beberapa informasi. Pertama, informasi tentang data time series dari investasi.
Pada penelitian ini data investasi publik diperoleh dari Pembentukan Modal Tetap
Bruto Pemerintahan Umum. Kedua, penghitungan stok kapital memerlukan
informasi tentang stok kapital awal yang pada penelitian ini adalah stok kapital
publik pada tahun 1975. Ketiga, asumsi tentang tingkat depresiasi. Keempat,
metode depresiasi yang dipilih. Penelitian ini menggunakan asumsi tingkat
depresiasi 5% dan metode depresiasi geometrik.
Level Stok Kapital awal, Ko, dapat dihitung dengan menggunakan aljabar
biasa dari persamaan ( 11) :
(15)
dimana gK 1 didekati dengan tingkat pertumbuhan output riil peri ode 1. Data untuk
investasi publik diambil dari Pembentukan Modal Tetap Bruto Pemerintah (tidak
termasuk BUMN) pada Neraca Modal Pemerintahan Umum yang dipublikasikan
oleh Badan Pusat Satistik periode tahun 1975 - 2003. Untuk memperoleh nilai
investasi riil digunakan harga tahun 1993 sebagai tahun dasar. Stok kapital awal
33
dihitung mulai tahun 1975, sedangkan stok kapital pada periode sesudahnya
dihitung berdasarkan PIM dengan asumsi tingkat depresiasi sebesar 5%1•
3.2.4 Stok Modal Swasta {KP)
Data stok modal swasta diperoleh dengan cara yang sama dengan metode
yang digunakanan dalam memperoleh data stok modal pemerintah. Sedangkan
data investasi swasta diperoleh dari pengurangan (residual) investasi publik dari
total investasi (PMTDB) dan menggunakan tahun 1993 sebagai tahun dasar agar
diperoleh nilai investasi rill. Angka depresiasi diasumsikan sebesar 5%.
3.2.5. Utang Luar Negeri Pemerintah {DB)
Utang luar negeri pemerintah merupakan salah satu sumber pembiayaan
jika terjadi defisit dalam Anggaran dan Penerimaan Belanja Negara (APBN),
selain pembiayaan dalam negeri. Utang luar negeri selalu dipertimbangkan
sebagai pelengkap untuk membiayai kekurangan dana pembangunan. Untuk
mengukur besaran nilai utang luar negeri relatif terhadap output yang dihasilkan,
digunakan rasio utang terhadap PDB harga berlaku.
3.3. Prosedur Estimasi
3.3.1. Pengujian Simultanitas
Sebelum melakukan estimasi terhadap model persamaan simultan, hal
yang perlu dilakukan terlebih dahulu adalah menguji adanya simultanitas. Jika
simultanitas itu ada, maka satu atau lebih variabel penjelas akan menjadi peubah
endogen dan oleh karenanya akan berkorelasi dengan suku residualnya. Jika tidak
ada simultanitas, maka metode OLS akan menghasilkan nilai penduga parameter
1 Asumsi ini mengacu pada nilai depresiasi yang ditentukan oJeh SK Menteri Keuangan nomor 961 tahun 1983 dan nomor 826 nomor 1984 untuk bangunan dan konstruksi. Sebagai perbandingan. nilai penyusutan terhadap Produk Nasiona1 Bruto periode tahun 1975-2003 atas dasar harga konstan tahun 1993 adalalt sekitar 5% per tahun.
34
yang konsisten dan efisien. Sedangkan pendugaan dengan metode instrumental
variables (tennasuk 2SLS dan 3SLS), pada sisi lain akan konsisten, tetapi tidak
efisien. Sebaliknya jika simultanitas itu ada, maka metode OLS akan tidak
konsisten, sedangkan metode instrumental-variables akan menghasilkan penduga
parameter yang konsisten dan efisien (Pindyck dan Rubinfeld, 1991 ).
3.3.2. Masalah Identiflkasi Model
Identifikasi dilakukan sebelum pendugaan karena identifikasi tidak hanya
berhubungan dengan pemilihan metode pendugaan tetapi juga terhadap spesifikasi
model persamaan simultan. Suatu sistem persamaan simultan dapat dikatakan
diidentifikasi jika sistem mempunyai bentuk statistik yang khas, dapat diperoleh
pendugaan paramater yang khas. Suatu model dikatakan underidentified jika satu
atau beberapa persamaan dalam model underidentified. Jika sebuah persamaan
underidentified berarti tidak mungkin menduga semua parameter-parameter
dengan metode pendugaan ekonometrika Jika persamaan dapat diidentifikasi
apakah identified atau overidentified, maka parameter-parameternya dapat diduga
secara ekonometrika dengan suatu metode yang cocok.
Gujarati (2003) menyatakan bahwa ada dua syarat yang hams dipenuhi
agar suatu persamaan dapat diidentifikasi, yaitu syarat order dan rank. Untuk
dapat memahami kedua syarat tersebut digunakan notasi sebagai berikut :
M = jurnlah peubah endogen dalam model
m = jurnlah peubah endogen dalam suatu persamaan yang akan diperiksa
K = jurnlah peubah predetermined dalam model
k = jurnlah peubah predetermined dalam persamaan yang akan diperiksa
35
Syarat order menghendaki bahwa untuk sebuah persamaan dapat
diidentiftkasi, jumlah peubah predetermined yang dikeluarkan dari suatu
persamaan harus sekurang-kurangnya sejumlah peubah endogen yang terdapat
dalam persamaan itu dikurangi satu. Sesuai dengan definisi tersebut syarat order
dapat dinyatakan sebagai berikut :
K-k?:.m-1
Jika K-k=m-1, maka persamaan diidentifikasijust identified. Tetapi jika K-k>m-
1, maka persamaan diidentiflkasi overidentified.
Syarat order untuk identiflkasi adalah perlu tetapi tidak cukup untuk
sebuah persamaan dapat diidentifikasi. Oleh karena itu diperlukan syarat perlu
dan cukup untuk dapat mengidentiflkasi. Syarat ini disebut dengan syarat rank
yang menyatakan bahwa suatu persamaan dapat diidentiflkasi jika dan hanya jika
sekurang-kurangnya satu detenninan tidak nol dari matriks berordo (M-1)x(M-1)
dapat disusun dari koeflsien-koeflsien peubah yang dikeluarkan dari persamaan
yang diperiksa.
3.3.3. Metode Estimasi
Prosedur estimasi parameter model dilakukan dengan metode two-stage
least square (2SLS). Metode ini sangat berguna untuk memperoleh nilai
parameter-parameter struktural pada persamaan simultan yang ber8ifat
overidentified (Pindyck dan Rubinfeld, 1991). Sesuai dengan namanya, metode
2SLS terdiri dari dua tahap pendugaan. Tahap pertama, persamaan reduced-form
yaitu persamaan antara peubah endogen di sisi kiri dan semua peubah eksogen di
sisi kanan, diduga dengan menggunakan metode ordinary least square (OLS).
Tahap kedua, hasil pendugaan peubah endogen pada tahap pertama digunakan
36
untuk menggantikan peubah endogen pada persamaan struktural semula dan
menggunakan OLS untuk memperoleh pendugaan nilai parameter-parametemya
Untuk mendapatkan penduga parameter yang lebih efisien digunakan juga
metode three-stage least squares (3SLS). Metode ini pada dasamya merupakan
pengembangan dari metode 2SLS dengan penambahan pada tahap ketiga Tahap
ini menggunakan pendugaan kuadrat terkecil urn urn (generalized least square)
terhadap semua koefisien struktural sistem dengan menggunakan matriks
kovarians unsur residual persamaan struktural yang diduga dari residual tahap
kedua. Dalam kenyataannya, dipandang dari segi sifat-sifat penduga, teknik 3SLS
adalah suatu perbaikan atas 2SLS, karena di samping kedua penduga tersebut
adalah konsisten juga penduga 3SLS adalah lebih efisien secara asimptotis dari
pada penduga 2SLS (Pindyck dan Rubinfeld, 1991 ).
37
BABIV
HASIL ESTIMASI DAN ANALISIS
4.1. Pendugaan Stok Modal
Berdasarkan metode yang telah disampaikan pada bab sebelumnya,
langkah awal yang harus dilakukan untuk dapat memperoleh data stok modal
adalah mencari nilai stok modal awal. Dengan menggunakan persamaan (15)
dapat diperoleh nilai stok modal awal pemerintah adalah sebesar Rp 58,7 triliun
dan nilai stok modal awal swasta sebesar Rp 95,8 triliun (lihat tabel IV.l). Untuk
menghitung nilai stok modal pada periode selanjutnya adalah dengan
menggunakan metode PIM seperti pada persamaan (11 ).
Dari basil pendugaan stok modal terlihat bahwa nilai stok modal
pemerintah lebih kecil dari stok modal swasta. Demikian pula dengan tingkat
pertumbuhannya, sehingga persentase stok modal pemerintah terhadap total stok
modal menunjukkan kecenderungan terns menurun (gambar IV .1 ).
Gambar IV.1. Persentase modal pemerintah dan modal swasta terhadap total modal
mSwasta
so% • Pemerintah ~1--0-i~~~~~~~~---»--~l--ill-'~~
Sumber : BPS dan estimasi penulis
TabeiiV.1 Hasil Pendugaan Stok Modal Harga Konstan 1993 (miliar rupiah)
Tahun PDB Stok Modal Rasio Modal Terhadap PDB (COR)
Swasta Pemerintah Total Swasta Pemerintah Total
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1975 108,873 95,769 58,702 154,471 0.88 0.54 1.42
1976 116,371 102,364 62,745 165,109 0.88 0.54 1.42
1977 126,566 107,520 68,797 176,317 0.85 0.54 1.39
1978 135,131 114,243 75,817 190,060 0.85 0.56 1.41
1979 145,028 123,821 82,694 206,515 0.85 0.57 1.42
1980 159,357 134,995 88,298 223,294 0.85 0.55 1.40
1981 171,990 145,860 98,492 244,352 0.85 0.57 1.42
1982 175,854 159,310 108,635 267,946 0.91 0.62 1.52
1983 183,227 174,606 120,407 295,013 0.95 0.66 1.61
1984 196,008 195,083 128,809 323,893 1.00 0.66 1.65
1985 200,834 212,887 135,816 348,703 1.06 0.68 1.74
1986 212,633 230,832 144,397 375,229 1.09 0.68 1.76
1987 223,108 252,054 152,423 404,477 1.13 0.68 1.81
1988 236,004 276,919 157,976 434,895 1.17 0.67 1.84
1989 253,602 307,055 162,574 469,629 1.21 0.64 1.85
1990 271,968 338,126 172,047 510,173 1.24 0.63 1.88
1991 290,871 374,397 183,623 558,020 1.29 0.63 1.92
1992 309,659 410,472 197,788 608,261 1.33 0.64 1.96
1993 329,776 443,549 216,300 659,849 1.35 0.66 2.00
1994 354,641 483,356 230,168 713,524 1.36 0.65 2.01
1995 383,792 533,540 242,896 776,437 1.39 0.63 2.02
1996 413,798 596,580 253,421 850,001 1.44 0.61 2.05
1997 433,246 672,117 264,082 936,200 1.55 0.61 2.16
1998 376,375 751,262 277,853 1,029,115 2.00 0.74 2.73
1999 379,353 791,470 279,794 1,071,264 2.09 0.74 2.82
2000 398,017 814,470 281,516 1,095,986 2.05 0.71 2.75
2001 413,257 847,420 283,156 1,130,576 2.05 0.69 2.74
2002 431,340 884,489 284,750 1,169,239 2.05 0.66 2.71 2003 452,371 922,471 287,968 1,210,439 2.04 0.64 2.68
Setelah data stok modal tersedia, dapat diketahui rasio antara stok modal
yang digunakan dan output yang dihasilkan (Capital-Output Ratio, COR) pada
setiap periode. Rasio ini menggambarkan efisiensi penggunaan kapital pada
setiap output yang dihasilkan. Angka COR sektor swasta dapat dilihat pada
kolom (6), COR sektor pemerintah pada kolom (7) dan COR total pada (8) tabel
IV.l. Angka COR tersebut terlihat bervariasi dari angka terkecil untuk COR total
sebesar 1,39 pada tahun 1977 sampai dengan terbesar 2,82 pada tahun 1999 saat
Indonesia mengalami krisis ekonomi. Kecenderungan angka COR yang terns
39
meningkat dari tahun ke tahun mengindikasikan makin naiknya kebutuhan kapital
untuk memproduksi I unit output. Hal ini juga menunjukkan terjadinya
penurunan tingkat efisiensi dari penggunaan kapital.
Demikian halnya dengan COR pemerintah yang merangkak naik perlahan
dari tahun 1975 sebesar 0,54 menjadi 0,68 pada tahun 1985. Angka COR
pemerintah sebesar 0,68 tersebut sempat bertahan hingga tahun 1987, dan peri ode
sesudahnya mengalami turun-naik hingga mencapai angka tertinggi sekitar 0,74
pada tahun 1999, dan kemudian menurun kembali menjadi 0,64 pada tahun 2003.
Tren peningkatan COR yang berbeda dialami oleh sektor swasta. Dengan angka
COR awal sebesar 0,88 pada tahun 1975, angka ini sempat menurun dan bertahan
pada kisaran angka 0,85 pada tahun 1977 hingga tahun 1981 untuk kemudian naik
perlahan sampai angka tertinggi pada tahun 1999 sebesar 2,09 dan menurun
kembali menjadi 2,04 pada tahun 2003. Tingginya angka COR pada tahun 1998
dan 1999 terutama disebabkan oleh jatuhnya angka PDB riil Indonesia yang pada
masa itu twnbuh masing-masing -13,1% dan 0,8%.
Gambar IV.2 menunjukkan perbandingan antara COR hasil penelitian ini
dengan basil penelitian lainnya. Nampak jelas bahwa tren dari COR mempunyai
karakter yang bampir sama dengan penelitian Yudanto, dkk (2004) dengan
perbedaan pada level rasionya. Hal ini disebabkan terutama karena asumsi tingkat
depresiasi yang digunakan pada penelitian Yudanto, dkk lebib besar (5% sampai
33,3%) daripada penelitian ini sehingga masa hidup aset menjadi lebib pendek.
Sedangkan terbadap penelitian Sundrum (1986) yang menggunakan tingkat
depresiasi yang lebib rendah (3,8% sampai 3,9%), basil penelitian ini mempunyai
COR yang cenderung lebib rendah.
40
Gambar IV.2 Perbandingan Capital-Output Ratio Indonesia tahun 1960-2003
3 --Penelitian ini I r--- - Sundrum (Harga konstan 1973) I
2.5 •••. Yudanto, dkk (Harga konstan 1993)
) 2
~"~ ,/-- -' • ..
1.5 .. - ....... ,.--- , I .. .. .. I .. ..
1 .. . ., -, .. .. .. .. .. .. 0.5
.. .. .. .. .. - - .. .. .. .. 0
..
~r§> ~r$' ~rj> ~(()0;, ~'\f), ~'\~ Oj'\q, ~q,.... OJ~ ~~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~
~cf> ~0;,~ ~~ ~~ tf>~f), ~ ~ ~ ~
4.2. Uji Simultanitas
Dalam penelitian ini, masalah endogenitas stok modal pemerintah diuji
terlebih dahulu untuk menghindari terjadinya bias simultanitas. Uji spesifikasi
Hausman diterapkan dengan prosedur sebagai berikut :
1. Mengestimasi kg dengan metode OLS dalam persamaan reduced-form. Hasil
dari estimasinya adalah sebagai berikut :
kg= -2,023 -0,007T +0,032/ +0.057kp-0.026d +0.992kg_1 -0.0005db {16)
"" 2. Residual dari basil estimasi kg tersebut, w, ditambahkan pada persamaan
regresi struktural persamaan (8) untuk "mengoreksi" simultanitas. Hasil
estimasi tersebut adalah (nilai statistik t dalam tanda kurung):
y = 2s, I2+0,033T -0,624/ +0,33I/cp+0,240kg-o,24td +0,474w (8, 4 7) ( 4, 27) ( -4, 1 0) (3, 66) (2, 97) ( -12, 49) (2, 00)
......
(17)
Statistik uji t terhadap koefisien w dapat menolak hipotesis bahwa
variabel terse but tidak mempengaruhi y pada tingkat a = 10%. Dengan demikian
maka hipotesis nol bahwa tidak ada simultanitas dapat ditolak (lihat Lamp iran 1 ).
41
4.3. Identifikasi Model
Dengan syarat order dan rank dapat diketahui bahwa model persamaan
simultan pada persamaan (8) dan (9), keduanya merupakan persamaan yang
diidentiflkasi overidentified. Dengan demikian, maka metode pendugaan yang
dapat digunakan untuk mengestimasi model ini adalah metode 2SLS. Pendugaan
dengan metode 3SLS juga dilakukan untuk dapat menghasilkan penduga
parameter yang lebih efisien.
4.4. Hasil Estimasi Model
Setelah uji simultanitas dapat mengidentifikasi adanya endogenitas pada
variabel modal pemerintah, dan identifikasi terhadap model menunjukkan bahwa
kedua persamaan pada sistem merupakan persamaan yang teridentifikasi
overidentified, maka selanjutnya dilakukan estimasi terhadap model dengan
menggunakan metode 2SLS. Berdasarkan hasil estimasi model persamaan
simultan dengan menggunakan metode ini, didapatkan hasil sebagai berikut :
TabeiiV.2. Hasil Estimasi Persamaan Simultan dengan 2SLS
Peubah Persamaan Fungsi Produksi Persamaan Modal Pemerintah
Be bas Koef. Std. t-stat p- Koef. Std. t-stat p-Error value Error value
c 25.124 3.193 7.867 0.000 -3.406 1.602 -2.126 0.039 T 0.033 0.008 3.968 0.000 -0.008 0.003 -2.840 0.007 I -0.624 0.164 -3.808 0.000
kp 0.331 0.097 3.401 0.001 kg 0.240 0.087 . 2.764 0.008 d -0.241 0.021 -11.601 0.000 y 0.175 0.059 2.956 0.005
kg_1 0.932 0.061 15.383 0.000 db 0.000 0.000 -0.468 0.642
R2 0.998 0.999 Adj. R2 0.997 0.999 OW-stat 1.212 1.541 S.S.Resid. 0.010 0.006
42
Dari beberapa indikator yang dapat dijadikan alat untuk mengevaluasi
model, basil estimasi di atas menunjukkan bahwa model dapat menjelaskan lebih
dari 99% keragaman peubah tak bebas, baik pada persamaan fungsi produksi
maupun persamaan modal pemerintah seperti yang ditunjukkan oleh nilai
Adjusted-R2 masing-masing sebesar 0,997 dan 0,999. Sedangkan hasil uji Durbin
Watson (DW) pada persamaan fungsi produksi memberikan nilai 1,21. Nilai ini
jatuh pada interval nilai kritis d,= 1,028 dan du= 1 ,850 yaitu area dimana hadimya
korelasi serial atau otokorelasi positif residual tidak dapat ditentukan.
Untuk persamaan modal pemerintah yang mempunyai variabel lag-
endogenous pada variabel bebasnya, uji korelasi serial dilakukan dengan
menggunakan uji Durbin h yang dihitung dengan rumus :
h=(l- DW) T 2 1-T[Var(P>]
(18)
dimana OW adalah nilai statistik uji Durbin-Watson, T adalah jumlah pengamatan
dan V ar( P ) diduga dari kuadrat standard error koefisien variabel lag-
endogenous. Dengan formula tersebut didapatkan nilai statistik uji Durbin h =
1,26 yang berada di antara nilai d,=1,084 dan du= 1,753 sehingga hadi.rnya
korelasi serial juga tidak dapat ditentukan.
Menurut Pindyck dan Rubinfeld (1991), daerah dimana hasil uji korelasi
serial residual tidak dapat ditentukan, hal ini disebabkan karena kenyataan bahwa
rangkaian residual dipengaruhi oleh pergerakan peubah bebas pada persamaan
regresi. Pada daerah ini korelasi serial residual yang kelihatannya ada, mungkin
disebabkan oleh korelasi serial dari peubah bebasnya. Sehingga penulis
43
menganggap korelasi serial tidak terjadi pada residual basil estimasi di atas
mengingat korelasi serial yang tinggi pada variabel-variabel bebas pada model.
Untuk meningkatkan efisiensi pendugaan parameter model, maka akan
ditempuh pendugaan dengan menggunakan metode 3SLS. Hasil pendugaan
dengan metode 3SLS dapat dilihat pada tabel IV.3.
Secara umum basil pendugaan dengan metode 3SLS tidak banyak
mempunyai perbedaan dibandingkan dengan basil metode 2SLS baik dari segi
perfonna model sepert R2 dan nilai uji DW, maupun tanda dan besaran nilai
penduga parameter. Hal yang nampak berbeda adalah nilai standard e"or dari
masing-masing koefisien penduga parameter yang lebih kecil. Ini sesuai dengan
sifat penduga parameter dengan 3SLS yang lebih efisien daripada 2SLS, sehingga
menghasilkan nilai varians koefisien penduga parameter yang lebih kecil. Untuk
selanjutnya analisis akan didasarkan pada basil-basil estimasi dengan
menggunakan metode 3SLS.
TabeiiV.3. Hasil Estimasi Persamaan Simultan dengan 3SLS
Peubah Persamaan Fungsi Produksi Persamaan Modal Pemerintah
Be bas Koef. Std. t-stat. p- Koef. Std. t-stat. p-Error value Error value
c 25.374 2.820 8.998 0.000 -3.424 1.445 -2.370 0.022 T 0.033 0.007 4.581 0.000 -0.008 0.002 -3.179 0.003 I -0.633 0.145 -4.380 0.000
kp 0.327 0.086 3.811 0.000 kg 0.241 0.077 3.146 0.003 d -0.243 0.018 -13.190 0.000 y 0.168 0.053 3.152 0.003
Kg_1 0.939 0.055 17.205 0.000 db -0.000 0.000 -0.507 0.615
R2 0.998 0.999 Adj. R2 0.997 0.999 OW-stat 1.231 1.532 S.S.Resid. 0.010 0.006
Uji restriksi terhadap parameter model dilakukan dengan menggunakan uji
Wald. Uji restriksi dilak.ukan terhadap hipotesis nol : a 12 + a 13 + a 13 =1 yaitu
44
fungsi produksi mengikuti teknologi constant return to scale. Hasil UJI
menunjukkan penolakan terhadap hipotesis nol dengan taraf signifikansi 1%.
Dengan demikian restriksi terhadap model dengan menggunakan asumsi constant
return to scale tidak dapat dilanjutkan untuk dianalisis (lihat lampiran 4).
4.5. Elastisitas Output terhadap Faktor Input
Elastisitas mengukur perubahan suatu variabel tertentu akibat perubahan
variabel yang lain. Dalam fungsi produksi, elastisitas digunakan untuk mengukur
perubahan output akibat perubahan suatu input tertentu dengan asumsi input-input
lain tidak berubah.
4.5.1. Elastisitas Output terhadap Kemajuan Teknologi
Estimasi parameter model memperlihatk.an bahwa perubahan teknologi
yang diwakili oleh perubahan tren waktu dalam 1 tahun mempunyai efek positif
terhadap peningkatan output sebesar 3,32%. Pengaruh tersebut sangat signifikan
pada taraf a = 1%.
4.5.2. Elastisitas Output terhadap Tenaga Kerja
Peningkatan jumlah tenaga kerja ( dalam satuan orang kerja) sebanyak 1%,
akan menyebabkan penurunan output sebesar 0.63% secara signifikan pada taraf
a = 1%. Pengaruh ini tentu sangat berbeda dengan landasan teori ekonomi yang
menyatakan bahwa fungsi produksi mempunyai sifat nyata monoton naik yaitu
jika salah satu input ditingkatk.an dengan asumsi input lainnya tetap, maka jumlah
output yang dihasilkan akan meningkat pula (Agung, et. al., 1994).
Pengukuran input tenaga kerja yang didekati dengan jumlah orang bekerja
tanpa membedakan kualitas tenaga kerja bisa menjadi salah satu faktor yang dapat
menjelaskan elastisitas tenaga kerja yang negatif. Jorgensen dan Griliches (1967)
45
menunjukkan bahwa sebagian besar dari Solow residual dapat dijelaskan oleh
perubahan dalam kualitas input. Misalnya peningkatan kualitas tenaga keJja
dicerminkan dari peningkatan rata-rata lama sekolah/pendidikan dan tingkat
kesehatan yang lebih baik. Untuk sejumlah modal dan jam keJja tertentu,
peningkatan kualitas tenaga keJja ini dapat meningkatkan output. Agar kualitas
tenaga keJja tersebut dapat dihitung pengaruhnya dalam mengukur elastisitas,
jumlah tenaga keJja dapat didisagregasi ke dalam berbagai kategori berdasarkan
pendidikan, pengalaman keJja, jenis kelamin dan sebagainya.
Gambar IV.3. Komposisi Orang yang Beke~a Menurut Pendidikan Tertinggi yang Oitamatkan
1 oo% mllmrmullilll11ITI11l1TIJI111rrrmniiWII011l ~jfjffifflffiffillmffiffiffiffiffiliffiffiffii~~~
1:3 s.d SO m SLP+SlA aPT
60%
40%
20%
0%
Sumber : Badan Pusat Statistik
Berdasarkan komposisi orang yang bekeJja menurut pendidikan tertinggi
yang ditamatkan menunjukkan bahwa sebagian besar orang bekeJja di Indonesia
masih berpendidikan rendah. Data Badan Pusat Statistik mencatat bahwa
persentase orang yang bekeJja dengan pendidikan tertinggi sampai dengan
Sekolah Dasar (termasuk yang tidak sekolah dan tidak tamat SD) hingga tahun
1988 masih di atas 80%, sedangkan orang bekerja dengan pendidikan Sekolah
46
Lanjutan (SLP dan SLA) sekitar 17% dan yang sampai perguruan tinggi (Diploma
dan Saijana) hanya 1,5%. Walaupun peningkatan kualitas pendidikan tenaga
keija Indonesia terus meningkat, namun hingga tahun 2003 tenaga keija dengan
pendidikan rendah (sampai dengan SD) masih mendominasi yaitu sekitar 56%,
pendidikan menengah (SLP dan SLA) sekitar 38% dan pendidikan tinggi
mencapai 4,6% (lihat gambar IV.3).
Dengan memperhatikan fakta bahwa kualitas pendidikan tenaga kerja
Indonesia yang masih rendah, maka model dikembangkan dengan memisahkan
variabel tenaga keija menurut tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan, yaitu
tenaga kerja dengan pendidikan tertinggi SD (h), tenaga kerja dengan pendidikan
tertinggi sekolah lanjutan (/2), dan tenaga kerja dengan pendidikan tertinggi
sampai perguruan tinggi (/J). Hasil estimasi modelnya adalah sebagai berikut:
y = 19,65 +0,02T -0,34/1 -0,13/2 -0,02/3 +0,31kp+0,34kg -0,25d (19) (5,91)** (2,29)* (-2,20)* (--0, 78) (--0,46) (3,04)** (3,50)** (-13,03)**
Dari persamaan (19) terlihat bahwa tenaga kerja dengan pendidikan rendah
mempunyai nilai elastisitas negatif yang paling besar dan signifikan yaitu -0,34,
kemudian semakin menurun dan tidak signifikan dengan makin bertambahnya
pendidikan (lihat Lampiran 5). Faktor pendidikan sebagai salah satu penyebab
rendahnya produktivitas tenaga kerja semakin nampak, ketika model diestimasi
secara terpisah masing-masing menggunakan jenis input tenaga kerja sesuai
pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Elastisitas output terhadap masing-masing
input tenaga kerja adalah sebagai berikut:
47
TabeiiV.4. Tingkat Elastisitas Output terhadap Tenaga Kerja Berdasar1<an Tingkat Pendidikan T ertinggi yang Ditamatkan
Pendidikan Tertinggi Etastisitas Tingkat Signifikansi
Sampai dengan SO -0,43 Signifikan pada taraf 1%
SLPdan SLA -0,39 Signifikan pada taraf 1%
Diploma -0,13 Signifikan pada taraf 1%
Sarjana 0,12 Signifikan pada taraf 1%
Catatan : hasil selengkapnya di lampiran 6, 7, 8 dan 9
Dari tabel IV .4 di atas nampak. bahwa tenaga kerja dengan pendidikan
paling rendah mempunyai tingkat elastisitas negatif yang paling besar. Pengaruh
negatif tersebut semak.in mengecil dengan bertambahnya tingkat pendidikan yang
ditamatkan oleh tenaga kerja, bahkan elastisitasnya menjadi positif ketika input
tenaga kerjanya berpendidikan sarjana. Dengan demikian fak.tor tingkat
pendidikan yang rendah dapat dikatak.an menjadi salah satu fak.tor yang
menyebabkan rendahnya produktivitas tenaga kerja di Indonesia.
Elastistisitas output terhadap tenaga kerja yang negatif juga ditemukan
dalam penelitian Marianti (1996) dengan menggunak.an pendekatan jumlah orang
yang bekerja untuk mengukur input tenaga kerja dan fungsi produksi Trans/og.
Pada penelitian tersebut diketahui bahwa elastisitas negatif tetjadi pada periode
tahun 1973 sampai dengan 1989, sedangkan pada periode 1990 sampai dengan
1994 menjadi positif. Perbedaan tingkat elastisitas selain dipengaruhi oleh tingkat
produktivitas murni dari tenaga kerja itu sendiri juga dipengaruhi oleh tingkat
penggunaan modal pada periode yang diamati.
4.5.3. Elastisitas Output terhadap Modal Swasta
Hasil estimasi model menemukan bahwa penambahan stok modal swasta
sebesar 1% ak.an meningkatkan output sebesar 0,33% dengan pengaruh yang
48
signifikan pada taraf 1%. Hasil ini sesuai dengan yang diharapkan bahwa setiap
tambahan input akan meningkatkan output yang dihasilkan.
Tingkat pengembalian implisit (implicit rate of return) dari modal swasta
dapat diturunkan sebagai berikut :
oY Y --=a-oKp 13 Kp
(20)
Ukuran ini mencenninkan jumlah peningkatan output yang dihasilkan pada setiap
tambahan modal swasta sebesar Rp 1,-. Nilainya bervariasi tergantung dari
tingkat output dan stok modal swasta pada saat pengukuran (lihat gambar IV.4).
Rata-rata tingkat pengembalian modal swasta per tahun selama periode sampel
sebesar 27, 7%. Ini juga dapat diartikan bahwa tambahan input modal swasta
sebesar Rp 1,- akan menghasilkan tambahan output rata-rata sebesar Rp 0,277
dengan asumsi input lain tetap.
Gambar IV.4. Tingkat Pengembalian lmplisit Modal Swasta (KP) dan Modal Pemerintah (KG)
70%
60% ~--KPI --KG! ,.. .,... 50% -.;-"
40% / .,..,.-----30%
_ ...... -- -
20%
10%
0%
~<:> ~'\ ~ ..... !G'~ ~ ~~ R!..... R!".;) R!<:> ~ R!~ !:)..... !:)".;) ~-x ~co ~ ~ ~co ~ ..... ~ " " " " " ...._<?5 ...._<?> ~ ~ ~ ~ rf> rf>
Sumber : Estimasi penulis
4.5.4. Elastisitas Output terhadap Modal Pemerintah
Penambahan stok modal pemerintah sebesar 1% mempunyai efek positif
dengan meningkatkan output menjadi 0,24% dengan tingkat signifikansi sebesar
49
1%. Tingkat pengembalian implisit (implicit rate of return) dari kapital
pemerintah dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
oY y --=a-8Kg 14 Kg
(21)
Tingkat pengembalian implisit modal pemerintah per tahun dapat dilihat
pada gambar IV.4, sedangkan rata-rata per tahun mencapai 48,9%. Ini berarti
bahwa tambahan input modal pemerintah sebesar Rp 1,- akan menaikkan output
rata-rata sebesar Rp 0,489 dengan asumsi input lain tetap. Dengan hasil ini dapat
dikatakan bahwa setiap tambahan Rp 1,- modal pemerintah lebih produktif
daripada modal swasta.
Gambar IV.5. Perkembangan Pertumbuhan Stok Modal Swasta (KP), Modal Pemerintah (KG} dan output (PDB)
15.0% -.--------------------------,1 . -.. 10.0% •
-5.0% --PDB l-------------+--1------11
-10.0% --- · KP --KG
Sumber : BPS dan estimasi penulis
Berdasarkan gambar IV .4 nampak perbedaan yang mencolok pada tren
tingkat pengembalian implisit antara sektor pemerintah dan swasta terutama
setelah tahun 1983. Meningkatnya pecan sektor swasta dalam bentuk peningkatan
investasi menyebabkan stok modal swasta tumbuh lebih cepat daripada sektor
publik (lihat gambar IV.5). Sementara pada sektor pemerintah pertumbuhan
50
investasinya relatif rendah, sebingga pertumbuhan stok modal pemerintah jauh
lebih lambat daripada pertumbuhan stok modal swasta.
4.6. Pengaruh Krisis Ekonomi
Pengaruh krisis ekonomi ditunjukkan oleh koefisien peubah dummy.
Sebagaimana terlihat pada hasil estimasi model di atas bahwa krisis ekonomi yang
dimulai tahun 1998 hingga tahun 2003 telah menyebabkan output yang dihasilkan
perekonomian lebih rendah 24,3% dari tingkat yang seharusnya bisa dicapai jika
tidak terjadi krisis. Hasil estimasi ini signifikan pada taraf a = 1%.
4.7. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan Utang Luar Negeri terhadap Stok
Modal Pemerintah
Berdasarkan hasil estimasi terhadap persamaan modal pemerintah
menunjukkan bahwa faktor pertumbuhan ekonomi dan stok modal periode
sebelumnya merupakan penentu utama tingkat stok modal pemerintah. Hasil ini
tentu tidak mengejutkan karena tingkat stok modal dari pembentukannya berasal
dari penjumlahan investasi dan stok modal periode sebelumnya.
Pertumbuhan ekonomi yang ditandai oleh peningkatan output sebesar 1%
akan menaikkan tingkat stok modal pemerintah sebesar 0,17%. Hasil ini sangat
signifikan pada tingkat a =1 %. Kenaikan stok modal peri ode sebelumnya sebesar
1% akan menambah stok modal pemerintah sebesar 0,94% dengan tingkat
signifikansi sebesar 1%. Hasil ini sangat dekat dengan asumsi tingkat depresiasi
yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 5%.
Faktor akumulasi utang luar negeri ternyata mempunyai pengaruh yang
negatif namun tidak signifikan terhadap stok modal pemerintah. Ada indikasi
bahwa tidak signifikannya pengaruh akumulasi utang luar negeri terhadap stok
51
modal pemerintah disebabkan oleh dua faktor. Yang pertama, ada indikasi bahwa
pertumbuhan modal pemerintah lebih dibentuk oleh akumulasi hutang swasta
walaupun sayangnya karena keterbatasan data tidak dapat dianalisis dalam
penelitian ini. Yang kedua, akumulasi utang tidak efisien untuk membentuk
modal pemerintah karena alokasi penggunaan utang luar negeri tidak hanya untuk
pembentukan modal pemerintah, tetapi juga untuk kegiatan pembangunan lain
yang bersifat non-fisik. Seperti diketahui bahwa selain investasi yang bersifat
fisik, pengeluaran pembangunan juga digunakan untuk kegiatan investasi yang
bersifat non-fisik seperti pendidikan dan pelatihan, pembelian obat-obatan (barang
habis pakai), kegiatan proyek seperti honorarium, perjalanan, dan lain-lain.
4.8. Perbandingan dengan Hasil Penelitian Lain
Hasil analisis elastisitas output terhadap faktor produksi menunjukkan
bahwa peran modal pemerintah masih memegang peran penting dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hasil ini juga senada dengan temuan beberapa
penelitian di negara-negara lain walaupun dengan tingkat yang berbeda. Jika
dibandingkan dengan basil temuan Dessus dan Herera (2000), basil penelitian ini
rnempunyai persamaan dan perbedaan-perbedaan.
TabeiiV.5. Perbandingan Hasil Penelitian ini dengan Penelitian Dessus dan Herrera (2000)
Penelitian ini Dessus dan Herrera (2000)
Pengaruh terhadap PDB : Kg 0,24 0,13 Kp 0,33 0,22 L -0,63 0,66
Implicit Rate of Return Kg 48,9% 14,2% Kp 27,7% 14,9%
Pengaruh terhadap Modal Pemerintah :
y 0,17 0,23 Db -0,0002 -0,00
52
Secara umum basil penelitian ini mempunyai kesamaan dalam hal arah
hubungan antara variabel bebas dan variabel tak bebas dalam sistem kecuali
tenaga keija (L). Pengaruh modal pemerintah dan swasta terhadap pertumbuhan
output pada penelitian ini lebih besar dari yang dihasilkan oleh Dessus dan
Herrera (2000). Sebaliknya terjadi pada pengaruh pertumbuhan output terhadap
pembentukan modal pemerintah.
Perbedaan sampel dan metode yang digunakan diindikasi merupakan
penyebab perbedaan basil estimasi. Dessus dan Herrera (2000) menggunakan
data panel 28 negara berkembang dengan periode tahun 1981-1991. Pengukuran
tenaga keija (human capital) diperoleh dari perkalian rata-rata lama sekolah per
kapita dikalikan dengan populasi aktif. Asumsi tingkat depresiasi sebesar 4%,
dan penghitungan modal pemerintah termasuk modal yang diperoleh dari investasi
badan usaha milik negara.
Ramirez (2000) dengan menggunakan metode Error Correction Model
(ECM) dalam kasus di Chile menemukan bahwa 1% peningkatan laju
pertumbuhan stok modal pemerintah memberikan kontribusi terhadap peningkatan
laju pertumbuhan ekonomi per tenaga kerja sebesar 0.77%. Angka ini lebih tinggi
daripada sektor swasta yang hanya 0,59%. Untuk kasus di Mexico, Ramirez
(2002) dengan metode ECM menemukan hasil bahwa pengaruh peningkatan laju
pertumbuhan stok modal pemerintah sebesar I% terhadap perkembangan
produktivitas tenaga kerja (pertumbuhan ekonomi per tenaga keija) adalah sebesar
0,59%, sedangkan sektor swasta sebesar 0,40%.
Kamps (2004) melakukan penelitian dengan menggunakan sampel 22
negara OECD dan hasilnya elastisitas output terhadap stok modal pemerintah
53
adalah positif dengan variasi antara 0,40 sampai dengan 0,86. Selain itu
penelitian ini mendapatkan basil dugaan koefisien input tenaga keija lebih besar
dari satu, dan koefisien modal swasta negatif namWl banyak yang tidak signifikan.
Hasil ini menWljukkan bahwa modal pemerintah tidak hanya lebih produktif
daripada modal swasta tetapi juga modal swasta tidak lagi produktif.
Menurut Kamps (2004) terdapat beberapa alasan Wltuk lebih berhati-hati
dalam menginterpretasikan basil penelitiannya, yaitu : (1) bentuk fungsional dari
fungsi produksi yang digWlakan mWlgkin tidak tepat, (2) asumsi eksogenitas yang
mendasari pendekatan fungsi produksinya mWlgkin tidak sesuai, dan (3) model
regresinya mengalami masalah multikolinieritas. Hal-hal tersebut dapat menjadi
penyebab koefisien modal swasta tidak signifikan dalam banyak kasus dan
mempWlyai tanda negatif yang tidak diharapkan. Multikolinieritas antara peubah
bebas sering menjadi masalah dalam penelitian empiris mengenai pendugaan
fungsi produksi dan fungsi biaya Wltuk satu negara
54
5.1. Kesimpulan
BABV
KESIMPULAN
Hasil pendugaan terhadap stok modal di Indonesia menunjukkan adanya
kecenderungan rasio modal terhadap output (Capital Output Ratio) yang
cenderung naik. Kecenderungan ini menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan
modal dalam menghasilkan output menurun. Tren yang menaik tersebut juga
didukung oleh hasil penelitian Yudanto, dkk (2005) walaupun dengan level rasio
yang berbeda.
Berdasarkan hasil estimasi dan analisis terhadap model persamaan
simultan, dapat disusun beberapa kesimpulan berikut ini :
1. Pengaruh perubahan input terhadap output menunjukkan hasil yang positif dan
negatif. Pengaruh tersebut terlihat dari elastisitas output terhadap masing
masing input dengan asumsi input-input lain tetap. Kemajuan teknologi, stok
modal swasta dan pemerintah memberikan pengaruh yang positif, sedangkan
tenaga kerja memberikan pengaruh yang negatif.
2. Kemajuan teknologi yang diukur dari tren waktu menyebabkan kenaikan
output sebesar 3,32% setiap tahun. Kenaikan input tenaga kerja yang
ditunjukkan oleh kenaikan jumlah orang yang bekerja sebesar 1%
menyebabkan penurunan output sebesar 0,63%. Masih rendahnya tingkat
pendidikan tenaga kerja di Indonesia diindikasikan menjadi salah satu
penyebab hubungan yang negatif tersebut.
3. Tingkat elastisitas stok modal pemerintah dan modal swasta masing-masing
sebesar 0,24 dan 0,33. Ini berarti kenaikan stok modal pemerintah sebesar 1%
55
memberikan kontribusi pada kenaikan output sebesar 0,24%, sedangkan
kenaikan stok modal swasta sebesar I % akan meningkatkan output sebesar
0,33%. Nilai elastisitas ini menghasilkan tingkat pengembalian implisit modal
swasta rata-rata per tahun sebesar 27,7% dan modal pemerintah sebesar
48,9%. Dari sisi tingkat pengembalian implisit modal rata-rata per tahun ini
dapat disimpulkan bahwa modal pemerintah lebih produktif menghasilkan
output daripada modal swasta.
4. Periode krisis ekonomi yaitu tahun I998-2003 telah menyebabkan output yang
dihasilkan perekonomian lebih rendah 24,3% dari tingkat yang seharusnya
bisa dicapai jika tidak terjadi krisis.
5. Pertumbuhan ekonomi memberikan pengaruh terhadap peningkatan stok
modal pemerintah. Pertumbuhan ekonomi yang diukur dari kenaikan output
sebesar I% menyebabkan peningkatan stok modal pemerintah sebesar 0, 17%.
6. Behan utang luar negeri Indonesia tidak signifikan mempengaruhi
pembentukan stok modal pemerintah.
5.2. Implikasi Kebijakan
Hasil penelitian dapat dijadikan acuan untuk pembuatan kebijakan
pemerintah Indonesia khususnya dalam hubungan dengan investasi publik.
Implikasi kebijakan yang bisa diajukan berdasar basil penelitian ini di antaranya :
1. Perlunya peningkatan produktivitas tenaga kerja Indonesia melalui upaya
peningkatan kualitas sumber daya manusia. Upaya itu bisa ditempuh
misalnya melalui penyediaan kesempatan pendidikan yang lebih luas kepada
masyarakat, peningkatan ketrampilan tenaga kerja, dan sebagainya.
56
2. Besarnya peran yang dimiliki oleh swasta dalam mendorong laju pertumbuhan
ekonomi hendaknya direspons oleh pemerintah dengan menciptakan iklim
investasi yang kondusif agar investor semakin tertarik untuk menanamkan
modalnya di Indonesia. Kebijakan yang bisa ditempuh diantaranya
kemudahan dalam ijin investasi, penyediaan infrastruktur jalan dan prasarana
lain yang dapat menunjang kegiatan produksi.
3. Pemerintah perlu terus meningkatkan efisiensi dan produktivitas agar peran
positif tetap dapat dipertahankan. Pengeluaran pemerintah yang bersifat
investasi perlu dievaluasi secara cermat agar terarah pada pembentukan modal
yang produktif terutama yang dibiayai dari utang luar negeri.
4. Tidak signifikannya kontribusi utang luar negeri terhadap pembentukan modal
pemerintah memerlukan evaluasi terhadap alokasi pemanfaatan utang yang
telah dilakukan selama ini, sehingga pada masa yang akan datang utang luar
negeri lebih banyak digunakan untuk kegiatan yang dapat meningkatkan stok
modal pemerintah (tanpa mengesampingkan kegiatan non-fisik yang memang
diperlukan) yang pada akhimya akan mendorong pertumbuhan ekonomi.
5.3. Keterbatasan Studi
Analisis terhadap pengaruh modal pemerintah terhadap pertumbuhan
ekonomi Indonesia telah memberikan gambaran kontribusi pemerintah dalam
mendukung kemajuan perekonomian. Namun analisis dalam tesis ini masih
mempunyai keterbatasan-keterbatasan yang diharapkan dapat diperbaiki dalam
penelitian-penelitian di masa yang akan datang. Beberapa dari keterbatas
keterbatasan tersebut adalah :
57
1. Pendekatan kemajuan teknologi dengan menggunakan time trend dirasakan
sangat sederhana, sehingga tidak mencenninkan kondisi riil. Altematif yang
bisa dilakukan lebih lanjut adalah menggunakan pendekatan lain seperti
besamya pengeluaran pemerintah untuk pendidikan.
2. Stok modal swasta dalam tesis ini dianggap sebagai variabel eksogen,
mengingat terbatasnya data mengenai variabel penentu stok modal swasta
terutama hutang swasta. Jika data hutang swasta tersedia, maka dapat
dianalisis lebih lanjut mengenai pengaruh hutang swasta terhadap
pembentukan stok modal swasta maupun pemerintah. Disamping itu juga
variabel stok modal swasta dapat diendogenkan kedalam model.
3. Penggunaan asumsi tingkat depresiasi yang sama untuk berbagai jenis barang
modal tentu tidak menggambarkan kenyataan bahwa barang modal
mempunyai umur hidup yang berbeda. Jika data investasi (pembentukan
modal tetap bruto) tersedia sesuai dengan jenis barang modal, maka tingkat
depresiasi dapat disesuaikan dengan jenis barang modal yang terbentuk,
sehingga pendugaan stok modal dapat mendekati kondisi yang lebih riil.
58
DAFfAR PUSTAKA
Agung, I G.N, N. Haidy A. Pasay, Sugiharso. 1994. Teori Ekonomi Mikro:
Suatu Ana/isis Produksi Terapan. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
Badan Pusat Statistik. 2005. Statistik 60 Tahun Indonesia Merdeka. Jakarta
_______ . Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia. Berbagai terbitan.
Jakarta.
Neraca Pemerintahan Umum Indonesia. Berbagai
terbitan. Jakarta.
Baffes, John dan Anwar Shah. 1998. Productivity of Public Spending, Sectoral
Allocation Choices, and Economic Growth. Economic Development and
Cultural Change, 46, 2 (Januari), 291- 303.
Barro, Robert J. 1990. Government Spending in a Simple Model of Endogenous
Growth. Journal of Political Economy, 98, 5 (October), part II, S 103-
S125.
1991. Economic Growth in a Cross Section of Countries.
Quarterly Journal of Economics, 106,2 (May), 407-443.
Barro, Robert J. dan Xavier S. Martin. 1992. Public Finance in Models of
Economic Growth. Review of Economic Studies 59, 645-661.
-----. 1995. Economic Growth. International Edition. Me Graw-Hill,
Inc. Singapore.
Dessus, S. dan Herrera R. 2000. Public Capital and Growth Revisited :A Panel
Data Assessment. Economic Development and Cultural Change. Jan
2000; 48, 2.
Devarajan, S., Vinaya Swaroop, dan Heng-fu Zou. 1993. What do Governments
Buy? The Composition of Public Spending and Economic Performance.
World Bank Working Paper Series 1082 (Februari).
Foister, S. dan M. Henrekson. 2001. Growth Effects of Government Expenditure
and Taxation in Rich Countries. European Economic Review, Vol. 45,
No.8 (August 2001) pp. 1501-1520.
59
Ghali, K. 1998. Government Size and Economic Growth: Evidence from a
Multivariate. Applied &anomies, 31, 975-987.
Grier, K dan G. Tullock. 1989. An Empirical Analysis of Cross-National
Economic Growth. Journal of Monetary Economics, 24, 2 (September),
259-276.
Gujarati, D. N. 2003. Basic Econometrics. Fourth Edition. Mc-Graw Hill Inc.
Hsieh, E. and K. Lai. 1994. Government Spending and Economic Growth: The
G-7. Applied Economics, 26, 535-542.
Kamps, C. 2004. New Estimates of Government Net Capital Stocks for 22
OECD Countries 1960-2001. IMF Working Paper. WP/04/67 (April).
Landau, D. 1983. Government and Economic Growth in the Less Developed
Countries: An Empirical Study for 1960-1980. Economic Development
and Cultural Change, 35, 35-75.
Lin, S. 1994. Government Spending and Economic Growth. Applied Economics,
26, 83-94.
Marianti, M.M. 1996. Peran Modal Pemerintah terhadap Pertumbuhan Produk
Domestik Bruto Indonesia 1973-1994. Tesis tidak dipublikasikan.
Program Pascasrujana Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia Depok.
Musgrave, R.A. dan P .B. Musgrave. 1989. Public Finance in Theory and
Practice. Fifth Edition. Me Graw-Hill. Tokyo.
Pindyck, R. S. dan Daniel. L. Rubinfeld. 1991. Econometric Models and
Economic Forecasts. Third Edition. Mc-Graw-Hill Inc.
Ramirez, Miguel D. 2000. Public Capital Formation and Labor Productivity
Growth in Chile. Contemporary Economic Policy. 18, 2. April.
Ramirez, Miguel D. 2000. Public Capital Formation and Labor Productivity
Growth in Chile. Contemporary Economic Policy. 18, 2. April.
_______ . 2002. Public Capital Formation and Labor Productivity
Growth in Mexico. Atlantic Economic Journal. 30, 4. Dec.
Romer, P. 1990. Human Capital and Growth: Theory and Evidence. Carnegie
Rochester Conference Series on Public Policy. 32 ( 1990) 251-286.
Solow, Robert M. 1956. A Contribution to the Theory of Economic Growth.
The Quarterly Journal of Economics. Vol. 70, No.1. Feb.
60
Stiglitz, Joseph E. 2000. &onomics of the Public Sector. Third Edition. W.W.
Norton & Company. New York/London.
Sundrum, R.M. 1986. Indonesia's Rapid Economic Growth: 1968 -81. Bulletin
of Indonesia Economic Studies. 22 (3), December, 40-69.
Yudanto, N, Gunawan W, Eko A. dan A. Reina Sari. 2005. Capital Stock in
Indonesia: Measurement and Validity Test. IFC Bulletin. 20 (April).
61
Lampiran 1. Output Hasil Uji Hausman
Dependent Variable: KG Method: least Squares Date: 02107106 Time: 02:32 Sample( adjusted): 1976 2003 Included observations: 28 after adjusting endpoints
Variable
c @TREND L KP D1 KG(-1) DB
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid log likelihood Durbin-Watson stat
Dependent Variable: Y Method: least Squares Date: 02107/06 Time: 02:32 Sample(adjusted): 1976 2003
Coefficient
-2.02338 -0.00703 0.03251 0.05674
-0.02578 0.99151
-0.00048
0.998724 0.998359 0.019646 0.008106
74.3333 1.37861
Std. Error t-Statistic
3.80121 -0.53230 0.00863 -0.81429 0.19093 0.17027 0.09089 0.62425 0.01915 -1.34650 0.07956 12.46215 0.00049 -0.98210
Mean dependent var S.D.dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
Included observations: 28 after adjusting endpoints
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic
c 25.12388 2.96488 8.47382 @TREND 0.03257 0.00762 4.27428 l -0.62400 0.15214 -4.10139 KP 0.33129 0.09044 3.66328 KG 0.23961 0.08050 2.97657 D1 -0.24108 0.01929 -12.49481 w 0.47434 0.23715 2.00018
R-squared 0.99827 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.997776 S.D.dependentvar S.E. of regression 0.020083 Akaike info criterion Sum squared resid 0.00847 Schwarz criterion log likelihood 73.71757 F -statistic Durbin-Watson stat 1.316825 Prob(F-statistic)
Prob.
0.60010 0.42460 0.86640 0.53920 0.19250 0.00000 0.33720
32.72083 0.485021
-4.809522 -4.47647 2739.115
0
Pro b.
0.00000 0.00030 0.00050 0.00140 0.00720 0.00000 0.05860
33.17454 0.425851
-4.765541 -4.43249 2019.788
0
62
Lampiran 2. Output Hasil Pendugaan Model dengan Metode 2SLS
System: 51 Estimation Method: Two-Stage Least Squares Date: 02/07/06 Time: 08:24 Sample: 1976 2003 Included observations: 28 Total system (unbalanced) observations 55
C(10) C(11} C(12) C(13) C(14) C(15} C(20) C(21) C(22) C(23) C(24)
Coefficient Std. Error
25.12388 3.193382 0.032573 0.008208
-0.624000 0.163869 0.331294 0.097406 0.239609 0.086703
-0.241076 0.020781 -3.405772 1.602012 0.175131 0.059252 0.931809 0.060574
-0.000155 0.000332 -0.007820 0.002753
Determinant residual covariance 8.38E-08
t-Statistic
7.867481 3.968432
-3.807917 3.401154 2.763579
-11.60075 -2.125934 2.955723 15.38288
-0.468003 -2.840223
Prob.
0.0000 0.0003 0.0004 0.0014 0.0083 0.0000 0.0392 0.0050 0.0000 0.6421 0.0068
Equation: Y = C(1 O)+C(11 )*@TREND+C(12)*L +C(13)*KP+C(14)*KG +C(15)*D1
Instruments: L KP KG(-1) DB @TREND D1 C Observations: 28 R-squared 0.997898 Adjusted R-squared 0.997420 S.E. of regression 0.021631 Durbin-Watson stat 1.211675
Mean dependent var S.D.dependentvar Sum squared resid
33.17454 0.425851 0.010294
Equation: KG= C(20) + C(21)*Y + C(22)*KG(-1) + C(23)*DB+C(24) *@TREND
Instruments: L KP KG(-1 TO -2) Y(-1) DB @TREND D1 C Observations: 27 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat
0.998847 0.998638 0.016842 1.541166
Mean dependent var S.D.dependentvar Sum squared resid
32.75605 0.456333 0.006240
63
Lampiran 3. Output Hasil Pendugaan Model dengan Metode 3SLS
System: S2 Estimation Method: Three-Stage Least Squares Date: 02/07/06 Time: 08:24 Sample: 1976 2003 Included observations: 28 Total system (unbalanced) observations 55 Linear estimation after one-step weighting matrix
Coefficient Std. Error
C(30) 25.37404 2.820091 C(31) 0.033157 0.007238 C(32) -0.633413 0.144628 C(33) 0.327179 0.085842 C(34) 0.241114 0.076638 C(35) -0.242739 0.018404 C(40) -3.424104 1.444736 C(41) 0.168448 0.053450 C(42) 0.939182 0.054587 C(43) -0.000151 0.000299 C(44) -0.007895 0.002483
Determinant residual covariance 8.33E-08
t-Statistic
8.997595 4.581229
-4.379600 3.811430 3.146151
-13.18966 -2.370055 3.151532 17.20526
-0.507320 -3.179238
Prob.
0.0000 0.0000 0.0001 0.0004 0.0030 0.0000 0.0222 0.0029 0.0000 0.6145 0.0027
Equation: Y = C(30)+C(31 )*@TREND+C(32)*L +C(33)*KP+C(34)*KG +C(35)*D1
Instruments: L KP KG(-1) DB @TREND D1 C Observations: 28 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat
0.997899 0.997421 0.021624 1.231194
Mean dependent var S.D.dependentvar Sum squared resid
33.17454 0.425851 0.010288
Equation: KG= C(40) + C(41)*Y + C(42)*KG(-1) + C(43)*DB+C(44) *@TREND
Instruments: L KP KG(-1 TO -2) Y(-1) DB @TREND D1 C Observations: 27 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat
0.998848 0.998638 0.016841 1.531847
Mean dependent var S.D.dependentvar Sum squared resid
32.75605 0.456333 0.006240
64
Lampiran 4. Hasil Uji Wald untuk Restriksi Constant Return to Scale
Wald Test System: S2
Test Statistic
Chi-square
Value
75.08288
Null Hypothesis Summary:
Normalized Restriction(= 0)
-1 + C(32) + C(33) + C(34)
df Probability
1 0.0000
Value Std. Err.
-1.065121 0.122922
Restrictions are linear in coefficients.
65
Lampiran 5. Output Hasil Estimasi Model dengan Input Tenaga Kerja Dibedakan
Berdasarkan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan
System: S2 Estimation Method: Three-Stage Least Squares Date: 02107/06 Time: 07:26 Sample: 1976 2003 Included observations: 28 Total system (unbalanced) observations 55 Linear estimation after one-step weighting matrix
C(10) C(11)
C(121) C(122) C(123) C(13) C(14) C(15) C(20) C(21) C(22) C(23) C(24)
Coefficient Std. Error
19.64688 3.325216 0.028927 0.012648
-0.339450 0.154037 -0.128361 0.164366 -0.023983 0.051815 0.310532 0.102195 0.344460 0.098508
-0.246904 0.018943 -3.373457 1.445451 0.170496 0.053439 0.935510 0.054641
-0.000149 0.000299 -0.007801 0.002484
Determinant residual covariance 8.35E-08
t-Statistic
5.908452 2.287117
-2.203692 -0.780945 -0.462861 3.038623 3.496786
-13.03436 -2.333844 3.190483 17.12092
-0.497559 -3.139997
Pro b.
0.0000 0.0273 0.0331 0.4392 0.6459 0.0041 0.0011 0.0000 0.0245 0.0027 0.0000 0.6214 0.0031
Equation: Y = C(10)+C(11)*@TREND+C(121)*L 1+C(122)*L2+C(123) *L3+C(13)*KP+C(14)*KG+C(15)*D1
Instruments: L1 L2 L3 KP D1 KG(-1) DB @TREND C Observations: 28 R-squared 0.997925 Adjusted R-squared 0.997198 S.E. of regression 0.022541 Durbin-Watson stat 1.033500
Mean dependent var S.D.dependentvar Sum squared resid
33.17454 0.425851 0.010162
Equation: KG= C(20) + C(21)*Y + C(22)*KG(-1) + C(23)*DB+C(24) *@TREND
Instruments: L1 L2 L3 KP D1 KG(-1 TO -2) DB Y(-1) @TREND C Observations: 27 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat
Keterangan :
0.998848 0.998639 0.016837 1.533232
Mean dependent var S.D.dependentvar Sum squared resid
32.75605 0.456333 0.006237
Ll = jumlah orang bekerja dengan pendidikan tertinggi s.d. SD
L2 = jumlah orang bekerja dengan pendidikan tertinggi SLP dan SLA
L3 = jumlah orang bekerja dengan pendidikan tertinggi Diploma dan Sarjana
66
Lampiran 6. Output Hasil Estimasi Model dengan Input Tenaga Kerja
Berpendidikan Tertinggi SD (Ll)
System: S3 Estimation Method: Three-Stage Least Squares Date: 02/07/06 Time: 07:26 Sample: 1976 2003 Included observations: 28 Total system (unbalanced) observations 55 Linear estimation after one-step weighting matrix
C(10) C(11) C(12) C(13) C(14) C(15) C(20) C(21) C(22) C(23) C(24)
Coefficient Std. Error
21.74400 2.807723 0.021807 0.007907
-0.427732 0.110671 0.283762 0.088300 0.284286 0.090124
-0.244374 0.019291 -3.380931 1.444209 0.165976 0.053416 0.940333 0.054562
-0.000138 0.000298 -0.007845 0.002483
Determinant residual covariance 8.92E-08
t-Statistic
7.744352 2.758046
-3.864894 3.213630 3.154382
-12.66745 -2.341027 3.107220 17.23416
-0.463347 -3.160093
Prob.
0.0000 0.0084 0.0004 0.0025 0.0029 0.0000 0.0238 0.0033 0.0000 0.6454 0.0029
Equation: Y = C(10)+C(11)*@TREND+C(12)*L 1+C(13)*KP+C(14)*KG +C(15)*D1
Instruments: L 1 KP D1 KG(-1) DB @TREND C Observations: 28 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat
0.997744 0.997231 0.022410 1.078500
Mean dependent var S.D.dependentvar Sum squared resid
33.17454 0.425851 0.011048
Equation: KG= C(20) + C(21)*Y + C(22)*KG(-1) + C(23)*DB+C(24) *@TREND
Instruments: L 1 KP D1 KG(-1 TO -2) DB Y(-1) @TREND C Observations: 27 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat
0.998847 0.998637 0.016845 1.523860
Mean dependent var S.D.dependentvar Sum squared resid
32.75605 0.456333 0.006243
67
Lampiran 7. Output Hasil Estimasi Model dengan Input Tenaga Kerja
Berpendidikan Tertinggi SMP dan SMA (L2)
System: S4 Estimation Method: Three-Stage Least Squares Date: 02107/06 Time: 07:26 Sample: 1976 2003 Included observations: 28 Total system (unbalanced) observations 55 Linear estimation after one-step weighting matrix
C(10) C(11) C(12) C(13) C(14) C(15) C(20) C(21) C(22) C(23) C(24)
Coefficient Std. Error
18.69393 3.075501 0.048549 0.009461
-0.391706 0.118486 0.282943 0.092405 0.329982 0.108423
-0.240060 0.020141 -3.438324 1.447752 0.178603 0.053673 0.929276 0.054780
-0.000140 0.000300 -0.007849 0.002487
Determinant residual covariance 9.89E-08
t-Statistic
6.078338 5.131584
-3.305920 3.061998 3.043462
-11.91903 -2.374939 3.327620 16.96383
-0.468210 -3.155397
Prob.
0.0000 0.0000 0.0019 0.0037 0.0039 0.0000 0.0220 0.0018 0.0000 0.6419 0.0029
Equation: Y = C(10)+C(11)*@TREND+C(12)*L2+C(13)*KP+C(14)*KG +C(15)*D1
Instruments: L2 KP D1 KG(-1) DB @TREND C Observations: 28 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat
0.997553 0.996997 0.023336 0.896133
Mean dependent var S.D.dependentvar Sum squared resid
33.17454 0.425851 0.011980
Equation: KG= C(20) + C(21)*Y + C(22)*KG(-1) + C(23)*DB+C(24) *@TREND
Instruments: L2 KP D1 KG(-1 TO -2) DB Y(-1) @TREND C Observations: 27 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat
0.998846 0.998636 0.016850 1.542828
Mean dependent var S.D.dependentvar Sum squared resid
32.75605 0.456333 0.006247
68
Lampiran 8. Output Hasil Estimasi Model dengan Input Tenaga Ketja
Berpendidikan Tertinggi Diploma (LM)
System: S5 Estimation Method: Three-Stage Least Squares Date: 02107106 Time: 07:26 Sample: 1976 2003 Included observations: 28 Total system (unbalanced) observations 55 Linear estimation after one-step weighting matrix
C(10) C(11) C(12) C(13) C(14) C(15) C(20) C(21) C(22) C(23) C(24)
Coefficient Std. Error
15.31752 3.572585 0.025548 0.008329
-0.125277 0.037825 0.428897 0.107123 0.149454 0.074272
-0.230118 0.020453 -3.521281 1.448800 0.184318 0.053740 0.926070 0.054829
-0.000157 0.000300 -0.007940 0.002489
Determinant residual covariance 1.08E-07
t-Statistic
4.287519 3.067369
-3.311971 4.003767 2.012263
-11.25122 -2.430481 3.429841 16.89028
-0.523389 -3.190104
Prob.
0.0001 0.0037 0.0019 0.0002 0.0503 0.0000 0.0192 0.0013 0.0000 0.6033 0.0026
Equation: Y = C(10)+C(11)'"@TREND+C(12)*LM+C(13)*KP+C(14)*KG +C(15)*D1
Instruments: LM KP D1 KG(-1) DB @TREND C Observations: 28 R-squared 0.997324 Adjusted R-squared 0.996715 S.E. of regression 0.024407 Durbin-Watson stat 0.905147
Mean dependent var S.D.dependentvar Sum squared resid
33.17454 0.425851 0.013105
Equation: KG= C(20) + C(21)*Y + C(22)*KG(-1) + C(23)*DB+C(24) *@TREND
Instruments: LM KP D1 KG(-1 TO -2) DB Y(-1) @TREND C Observations: 27 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat
0.998844 0.998633 0.016870 1.553921
Mean dependent var S.D.dependentvar Sum squared resid
32.75605 0.456333 0.006261
69
Lampiran 9. Output Hasil Estimasi Model dengan Input Tenaga Ketja
Berpendidikan Tertinggi Sarjana (LS)
System: S6 Estimation Method: Three-Stage Least Squares Date: 02/07/06 Time: 08:21 Sample: 1976 2003 Included observations: 28 Total system (unbalanced) observations 55 Linear estimation after one-step weighting matrix
C(10) C(11) C(12) C(13) C(14) C(15) C(20) C(21) C(22) C(23) C(24)
Coefficient Std. Error
26.64946 3.615275 0.030063 0.008757 0.121698 0.040874 0.162103 0.109703
-0.027130 0.079962 -0.218253 0.021787 -3.320636 1.435882 0.156153 0.053162 0.948373 0.054101 -7.33E-05 0.000290 -0.007822 0.002471
Determinant residual covariance 1.16E-07
t-Statistic
7.371350 3.433076 2.977418 1.477658
-0.339289 -10.01747 -2.312611 2.937307 17.52962
-0.252674 -3.165679
Prob.
0.0000 0.0013 0.0047 0.1466 0.7360 0.0000 0.0255 0.0053 0.0000 0.8017 0.0028
Equation: Y = C(10)+C(11 )*@TREND+C(12)*LS+C(13)*KP+C(14)*KG +C(15)*01
Instruments: LS KP D1 KG(-1) DB @TREND C Observations: 28 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat
0.996736 0.995994 0.026954 1.118495
Mean dependent var S.D.dependentvar Sum squared resid
33.17454 0.425851 0.015983
Equation: KG= C(20) + C(21)*Y + C(22)*KG(-1) + C(23)*DB+C(24) *@TREND
Instruments: LS KP D1 KG(-1 TO -2) DB Y(-1) @TREND C Observations: 27 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat
0.998834 0.998622 0.016940 1.483319
Mean dependent var S.D.dependentvar Sum squared resid
32.75605 0.456333 0.006313
70