Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
PENGARUH DOSIS DOLOMIT DAN KALIUM TEHADAPPERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN BAWANG
MERAH (Allium ascolonikum L.)PADA TANAH GAMBUT
DARMAYANTI07C10407028
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGIFAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH - ACEH BARAT
2014
PENGARUH DOSIS DOLOMIT DAN KALIUM TEHADAPPERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN BAWANG
MERAH (Allium ascolonikum L.)PADA TANAH GAMBUT
SKRIPSI
DARMAYANTI07C10407028
Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untukMemperoleh Gelar Sarjana Pertanian padaFakultas Pertanian Universitas Teuku Umar
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGIFAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH - ACEH BARAT
2014
LEMBARAN PENGESAHAN
Judul : Pengaruh Dosis Dolomit dan Kalium tehadapPertumbuhan dan Hasil Tanaman BawangMerah (Allium ascolonikum L.) pada TanahGambut
Nama Mahasiswa : DarmayantiN I M : 07C10407028Program Studi : Agroteknologi
Menyetujui :Komisi Pembimbing,
Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,
Aboe B. Saidi, S.Hut, M.SiNIDN. 0130097204
Ir. Aswin NasutionNIDN. 0124086503
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian, Ketua Prodi Agroteknologi,
Diswandi Nurba, S.TP, M.SiNIDN. 018048202
Jasmi, SP, M.Sc.NIDN. 0127088002
Tanggal Lulus :
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bawang merah (Allium ascolonikum L.) berasal dari Asia, sebagian
literatur menyebutkan bahwa tanaman ini dari Asia Tengah, terutama Palestina
dan India, tetapi sebagian lagi memperkirakan asalnya dari Asia Tenggara dan
Mediterranean. Nara sumber lain menduga asal-usul bawang merah dari Iran dan
pegunungan sebelah Utara Pakistan, namun ada juga yang menyebutkan asal
tanaman ini dari Asia Barat dan Mediterranean, yang kemudian berkembang ke
Mesir dan Turki (Anonymous, 2009). Tanaman bawang merah merupakan salah
satu komoditas sayuran unggulan yang sejak lama sudah di usahakan oleh petani
secara intensif. Komoditas ini juga merupakan sumber pendapatan yang cukup
tinggi terhadap perkembangan ekonomi wilayah (Anonymous, 2001)
Bawang merah juga salah satu komoditas unggulan dibeberapa daerah di
Indonesia, yang digunakan sebagai bumbu masakan dan memiliki kandungan
beberapa zat yang bermanfaat bagi kesehatan, dan khasiatnya sebagai zat anti
kangker dan pengganti anti biotik, penurunan tekanan darah, kolestrol serta
penurunan kadar gula darah. Menurut penelitian, bawang merah mengandung
kalsium, fosfor, zat besi, karbohidrat, vitamin seperti A dan C (Irawan, 2010).
Kegunaan utama bawang merah adalah sebagai bumbu masak meskipun
bukan merupakan kebutuhan pokok, bawang merah cenderung selalu dibutuhkan
sebagai pelengkap bumbu masak sehari-hari. Adapun manfaat bawang merah bagi
kesehatan adalah sebagai obat tradisional antara lain sebagai kompres penurun
2
panas, diabetes, penurun kadar gula dan kolesterol darah, mencegah penebalan
dan pengerasan pembuluh darah dan maag (Maskar, 2005).
Dalam upaya meningkatkan produksi bawang merah dan pendapatan
petani tahun 2011 sebesar 893,124 ribu ton, dengan luas panen sebesar
93,667 ribu hektar, dan rata-rata produktivitas sebesar 9,54 ton per hektar.
Dibandingkan tahun 2010, produksi menurun sebesar 155,810 ribu ton (14,85
persen). Penurunan disebabkan menurunnya produktivitas sebesar 0,03 ton per
hektar (0,31 persen) dan penurunan luas panen seluas 15,967 ribu hektar (14,56
persen) (Anonymous, 2012).
Tingginya angka impor bawang merah menggambarkan bahwa kebutuhan
lebih tinggi dari produktifitas yang ada di tanah air. Salah satu penyebab
rendahnya produktifitas bawang merah adalah belum maksimalnya tindak
budidaya yang dilakukan petani, serta luas panen yang kurang memadai. Selain
tindak budidaya dan luas panen bawang merah yang belum memadai, penurunan
produktifitas bawang merah juga diakibatkan rendahnya kualitas lahan yang
tersedia.
Salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
bawang merah adalah dengan memperbaiki sistem budidaya dan memperluas
lahan sehingga dapat meningkatkan luas panen. Terbatasnya lahan-lahan produktif
yang tersedia mengakibatkan penggunaan lahan-lahan marginal sebagai lahan
produksi bawang merah. Salah satu lahan marginal yang dapat digunakan adalah
lahan gambut.
Lahan gambut merupakan salah satu ekosistem yang mempunyai potensi
cukup besar untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian karena arealnya cukup
luas. Luas areal gambut di Indonesia diperkirakan 13-14 juta ha yang tersebar di
3
pulau Sumatera, Kalimantan, dan Irian Jaya. Di Aceh luas lahan gambut
mencakup areal seluas 274.051 ha, diantaranya 105.417 ha (38,40 %) tersebar di
pesisir pantai kabupaten Aceh Barat sedangkan sisanya tersebar di Kabupaten
Aceh Selatan seluas 168.634 ha (61.60 %) (Wahyunto et al., 2005).
Penggunaan lahan gambut sebagai lahan pertanian, banyak mengalami
kendala terutama berkaitan dengan sifat fisik dan kimia yang kurang mendukung
untuk pertumbuhan tanaman. Kemasaman tinggi dan kejenuhan basa yang rendah
merupakan faktor utama penyebab terhambatnya pertumbuhan dan produksi
tanaman. Kondisi pH tanah yang rendah yaitu 3,1-3,4 secara tidak langsung
mengakibatkan beberapa unsur hara menjadi kahat (Noor, 2000).
Rendahnya produktivitas lahan gambut disebabkan oleh tanah gambut
tergolong tanah yang marginal dengan tingkat kesuburan yang rendah. Selain
memiliki keterbatasan berupa ketersediaan unsur hara yang rendah terutama hara N, P,
K, Cu, Zn, dan B serta reaksi tanah sangat masam dan kejenuhan basa yang rendah
(Tadano et al., 1992). Tanah gambut sebagai media tumbuh tanaman memerlukan
berbagai input untuk menciptakan kondisi optimal bagi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman yang dibudidayakan. Variasi input yang akan dilakukan
adalah pengapuran. Pengapuran pada tanah gambut bertujuan untuk memperbaiki
sifat kimia tanah sehingga produktivitas lahan meningkat (Sabiham, 1997).
Pengapuran merupakan proses pemberian kapur untuk meningkatkan pH
tanah yang bereaksi masam menjadi mendekati netral yaitu sekitar 6,5- 7
(Anonymous, 2010). Adapun kapur yang dapat digunakan untuk memperbaiki
sifat kimia tanah adalah dengan penggunaan kapur dolomit dengan kandungan
kalsium dan magnesium CaMg(CO3)2.
4
Dosis dolomit untuk tanaman bawang merah yang di tanam pada lahan
gambut yang memiliki pH rendah dapat dimanipulasi dengan pemberian dolomit
dengan dosis 1,5 ton/ha sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil
tanaman bawang merah (Sutapraja, 1996)
Selain pemberian kapur dolomit pemupukan merupakan bagian yang
penting untuk meningkatkan hasil produksi bawang merah karena pemupukan
memenuhi unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Adapun pupuk yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk kalium. Pupuk kalium dapat
membantu meningkatkan kesuburan tanah yang miskin unsur hara tanah.
Faktor dosis kalium dapat membantu tingkat keseburan tanah yang miskin
unsur hara tanah. Dengan tersediannya unsur hara, tanaman dapat memenuhi
siklus hidupnya. Fungsi hara tanaman tidak dapat digantikan oleh unsur lain dan
apabila tidak terdapat suatu hara tanaman, maka kegiatan metabolisme akan
terganggu atau berhanti sama sekali. Disamping itu umumnya tanaman yang
kekurangan atau ketiadaan suatu unsur hara akan menampakkan gejala pada suatu
organ tertentu yang spesifik (Suwandi, 2009).
Dari Permasalahan yang telah diurai di atas maka perlu dilakukan
penelitian untuk mengetahui dosis dolomit dan Kalium yang tepat sehingga
diperoleh pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah yang optimum pada
lahan gambut.
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis Dolomit dan
Kalium terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah, serta nyata
tidaknya interaksi kedua faktor tersebut.
5
1.3. Hipotesis
1. Dosis Dolomit berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman bawang
merah
2. Dosis Kalium berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman bawang
merah
3. Terdapat interaksi antara dosis Dolomit dan Kalium terhadap pertumbuhan
dan hasil tanaman bawang merah
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Botani Tanaman Bawang Merah
a. Sistematika
Menurut Tjitrosoepomo (2005) tanaman bawang merah dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Class : Monocotyledoneae
Ordo : Liliaceae
Family : Liliales
Genus : Allium
Spesies : Allium ascalonicum L
b. Marfologi Bawang Merah
1. Akar
Akar bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal
dan bercabang terpencar, pada kedalaman antara 15 – 30 cm di dalam tanah.
Perakarannya berupa akar serabut yang tidak panjang dan tidak terlalu dalam
tertanam dalam tanah (Rukmana, 1994).
2. Batang
Tanaman bawang merah memiliki batang sejati atau disebut dickus yang
berbentuk seperti cakram, tipis dan pendek sebagai tempat melekat perakaran dan
akar tunas. Di bagian atas dickus terbentuk batang semu yang tersusun dari
pelepah – pelepah daun. Di antara lapisan kelopak bulbus terdapat mata tunas
7
yang dapat membentuk tanaman baru atau anakan, terutama pada spesies bawang
merah (Rukmana, 1994).
3. Daun
Daun bawang merah berbentuk seperti pipa, yakni bulat kecil
memanjang antara 50 – 70 cm, berlubang, bagian ujungnya meruncing, berwarna
hijau muda sampai hijau tua, dan letak daun melekat pada tangkai yang ukurannya
relatif pendek (Rukmana, 1994).
4. Bunga
Tangkai daun keluar dari ujung tanaman yang panjang antara 30 90 cm,
dan di ujungnya terdapat 50 – 200 cm kuntum bunga yang tersusun melingkar
(bulat) seolah – olah berbentuk payung (Umbrella). Tiap kuntum bunga terdiri
atas 5- 6 helai daun bunga yang berwarna putih, 6 benang sari berwarna hijau atau
kekuning – kuningan, 1 putik dan bakal buah berbentuk hampil segitiga.
(Wibowo, 2009).
5. Buah
Buah berbentuk bulat dengan ujungnya tumpul membungkus biji
berjumlah 2 – 3 butir. Buah bawang merah tersusun dalam tangkai, dan terpisah
satu – persatu berbentuk bulat (Wibowo, 2009).
6. Umbi Lapis
Umbi lapis bawang merah sangat bervariasi. Bentuknya ada yang bulat,
bundar sampai pipih, sedangkan ukuran umbi meliputi besar sedang dan kecil.
Warna kulit umbi ada yang putih, kuning, merah sampai merah tua (Rukmana,
1993).
8
2.2. Syarat Tumbuh Tanaman Bawang Merah
a. Iklim
Angin merupakan faktor iklim yang juga berpengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman bawang merah karena sistem perakaran tanaman bawang
merah yang sangat dangkal dan angin kencang yang mehembus terus – menurus
secara langsung dapat menyebabkan kerusakan tanaman, yaitu tanaman sering
roboh.
Tanaman bawang merah yang ditanam pada daerah yang tidak cukup
mendapat sinar matahari, sering berkabut atau tempat yang terlindungi oleh
perpohonan, maka pembentukan umbinya tidak sempurna sehingga
mengakibatkan ukuran umbinya kecil – kecil. Tanaman bawang merah
membutuhkan suhu antara 20 - 26C dengan kelembaban 50 – 70% dan lama
penyinaran 11 jam, tetapi biasanya tanaman bawang merah menyukai temperatur
yang lebih rendah dan perkembangan tanaman bawang merah menghendaki curah
hujan yang berkisar antara 300 -2500 mm pertahun (Anonymous, 2008).
b. Tanah
Tanaman bawang merah memerlukan tanah berstruktur remah, tekstur
sedang sampai liat, dreinase dan aerasi baik serta mengandung bahan organik.
Tanah yang cocok untuk tanaman bawang merah tanah alluvial atau latopsol yang
subur, gembur dan juga dibutuhkan tanah yang begitu lembab dan tidak
menggenang air dan reaksi tanah tidak masam dengan pH tanah 5,5 – 6,5. Di
Indonesia 70% penanaman dilakukan pada dataran rendah dibawah 450 mdpl
(Ashari, 1995).
9
2.3. Tanah Gambut
Tanah gambut adalah tanah yang umumnya terdapat di daerah pasang
surut yang berasal diri bahan organik yang menyendap organik kemudian menjadi
busuk, terdiri dari bahan organik sebagian besar belum terkomposisi atau sedikit
terkomposisi yang terakumulasi pada keadaan kelembaban yang berlebihan.
Lahan gambut mempunyai potensial yang cukup besar tetapi tingkat keseburan
tanah yang rendah, miskin unsur hara, dan sangat masam sehingga memerlukan
penambahan pupuk dan pemberian emelioran untuk memperbaiki kondisi lahan
menjadi baik lagi pertumbuhan tanaman (Najiyati, 2005)
Tanah gambut merupakan salah satu tanah yang banyak kita jumpai dan
belum diusahakan dengan baik di aceh barat mencukup areal seluas 105.000 ha.
Luas lahan gambut dikabupaten aceh barat berdasarkan ketebala,diurutkan dari
yang terluas yaitu gambut sedang (1,0-2 m) seluas 47.852 ha. Gambut dalam
(antara 2,0-4,0 m) seluas 31.107 ha gambut dangkal (<0,5 m) seluas 16.403 ha
dan gambut dangkal (antara 0,5-1 m) seluas 4. 591 ha ( Wahyunto et al., 2005).
2.4. Kapur Dolomit
Pengapuran adalah pemberian kapur kedalam tanah bukan karena tanah
kekurangan unsur Ca tetapi karena tanah masam. Oleh karena itu pH tanah perlu
dinaikkan agar unsur-unsur hara seperti P mudah diserap tanaman dan keracunan
Al dapat dihindarkan (Hardjowigeno, 1992). Kapur dolomit berfungsi untuk
menetralkan pH tanah, dan mengurangi beberapa jenis jamur atau bakteri pada
tanah, sehingga akan meningkatkan kesuburan tanah (Kartona, 2010). Kapur
dolomit memiliki kadar atau persentase kalsium (CaO) 30 % dan magnesium
(Mg) 18 – 22 %. Adapun manfaat kapur dolomit bagi tanah adalah untuk
10
menetralkan tanah yang masam, meningkatkan unsur – unsur Ca dan Mg,
mengurangi keracunan Fe, Mn, dan Al, serta memperbaiki kehidupan Mikro
organisme (MO) dan memperbaiki pembentukan bintil – bintil akar.
Pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh pH tanah baik secara
langsung maupun tidak langsung. Pada pH rendah Ca, Mg, dan P kurang tersedia
sedangkan unsur mikro tersedia, tetapi unsur Al yang sangat tinggi.
Tanah yang ber- pH rendah (pH<6) diklasifikasikan sebagai tanah masam.
Tanah masam didunia hampir seluruhnya terpusat diwilayah tropika basah
(Hakim et al.,1986). Pada tanah dengan pH 4 kebutuhan kapur dolomit 10,24
ton/ha, untuk menetralkan tanah dan memperbaiki sifat kimia tanah.
2.5. Pupuk Kalium
Kalium adalah unsur hara ketiga terpenting setelah nitrogen dan
fosfor. Kalium diserap tanaman dalam bentuk ion K+, sehingga merupakan
satu-satunya ion monovalen yang esensial bagi tanaman (Sumaryo, 1986).
Menurut Soegiman (1992), secara garis besar pengaruh kalium yaitu memberi
efek keseimbangan unsur lain. Terdapatnya kalium dalam tanah akan
memberikan pengaruh nyata bagi tanaman antara lain memberi ketahanan
terhadap kerebahan, perakaran yang kuat dan menambah ketahanan
terhadap serangan penyebab penyakit.
Ketersediaan kalium diartikan sebagai kalium yang dapat ditukarkan dan
dapat diserap tanaman. Ketersedian kalium dalam tanah sangat tergantung pada
adanya penambahan dari luar, tingkat fiksasi oleh tanah, kehilangan melalui
pencucian dan aerasi (Mulyani, 1994). Tanah dengan kejenuhan basa tinggi dapat
menghilangkan kalium yang dapat dipertukarkan. Proses pencucian lebih cepat
11
terjadi pada tanah dengan kejenuhan basa rendah. Secara umum diperkirakan
bahwa jumlah kalium yang tersedia 1-2 % serta yang sukar tersedia 90-98 %
(Marsono dan Sigit, 2005).
Mulyani (1994) menyatakan bahwa, kekurangan kalium dalam tanah
menyebabkan efisiensi pemupukan N dan K akan rendah. Selain itu kalium juga
merupakan unsur penengah antara N dan P, dimana kalium dapat mengimbangi
akibat buruk dari kelebihan N dan kekurangan P. meskipun unsur kalium sangat
dibutuhkan oleh tanaman, tetapi tingginya kation K+ dapat menurunkan kadar
Mg+ dalam daun, sehingga fotosintesis terganggu (Efendi, 1976). Selanjutnya
Suprapto (2002) menyatakan bahwa, kekurangan kalium didalam tanaman
mengakibatkan terhambatnya proses fotosintesis. Gejala yang tampak pada defisit
kalium ialah daun menjadi kuning, ada noda – noda jaringan mati di
tengah – tengah lembaran atau sepanjang tepi daun, pertumbuhan terhambat,
batang kurang kuat sehingga mudah patah.
Kalium untuk bawah merah berfungsi meningkatkan kualitas umbi.
Kalium berperan sebagai katalisator pada proses metabolisme, sehingga
pemberian kalium akan menghasilkan umbi bawang yang sempurna. Adapun
kekurangan kalium menyebabkan kualitasnya umbi redah, sedangkan kelebihan
kalium menyebabkan penyerapan Ca dan Mg terganggu, pertumbuhan tanaman
terhambat, sehingga tanaman mengalami defisiensi. Marzuki (2007) menyatakan
bahwa, hasil yang optimal didapat pada dosis kalium yang tepat. Pemberian
kalium yang cukup akan membuat umbi tumbuh baik dan sempurna. Kalium
(K2O) dapat diberikan pada waktu tanam sebanyak 50 – 75 kg/ha atau setara
dengan 83-125 kg KCl/ha (Suprapto, 2002).
12
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan dikebun percobaan Fakultas Pertanian
Universitas Teuku Umar Meulaboh Aceh Barat mulai tanggal 5 April sampai 30
Juni 2013.
3.2. Bahan dan Alat
1. Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Benih
Benih yang digunakan dalam penelitian ini adalah bawang merah varietas
lokal yang di peroleh dari pasar sayur Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
b. Pupuk
Pupuk yang digunakan dalam penelitian ini dalah pupuk Kandang, Urea, SP-
36 dan KCl.
2. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, parang,
meteran, pisau, hand spayer, gembor, timbangan, tali rafia dan alat tulis.
3.3. Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial 3x3. Faktor yang diteliti
meliputi dosis Kapur dolomit dan dosis kalium.
13
Faktor dosis kapur dolomit (D) yang terdiri dari 3 taraf yaitu :
D1 = 1 ton/ha ( 176 gr/plot)
D2 = 2 ton/ha (352 gr/plot)
D3 = 3 ton/ha (528 gr/plot)
Faktor Dosis Kalium (K) terdiri dari3 taraf, yaitu :
K1 = 75 kg/ha (13,2 gr/plot)
K2 = 100 kg/ha (17,6 gr/plot)
K3 = 125 kg/ha (22.0 gr/plot)
Dengan demikian terdapat 9 kombinasi perlakuan dengan 3 ulangan
maka secara kesulurahan terdapat 27 satu unit perlakuan. Susunan Kombinasi
perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Susunan Kombinasi Perlakuan antara Dosis Kapur Dolomit dan DosisPupuk Kalium.
No KombinasiPerlakuan
Dosis Kapur Dolomit(ton/ha)
Dosis Kalium(kg/ha)
123
D1 K1
D1 K2
D1 K3
111
75100125
456
D2 K1
D2 K2
D2 K3
222
75100125
789
D3 K1
D3 K2
D3 K3
333
75100125
Model Matematis yang digunakan adalah:
Yijk = + i + Dj + Kk + (DK)jk + ijk
Keterangan:
Yijk = Nilai pengamatan untuk faktor Dolomit taraf ke-j, faktor Kalium
taraf ke-k dan ulangan ke-i
= Nilai tengah umum
i = Pengaruh ulangan ke-i (i = 1, 2 dan 3)
14
Dj = Pengaruh faktor Dolomit ke-j (j = 1, 2 dan 3)
Kk = Pengaruh faktor Kalium ke-k (k = 1, 2 dan 3)
(DK)jk = Interaksi dosis Dolomit dan Kalium pada taraf ke-j, taraf Kalium
ke-k
ijk = Galat percobaan untuk ulangan ke-i, faktor Dolomit taraf ke-j,
faktor Kalium taraf ke-k.
Apabila hasil uji F menunjukkan pengaruh yang nyata maka akan
dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5% . Dengan rumus
sebagai berikut:
BNJ0,05= q0,05 ( p;dbg )
BNJ0,05 = Beda Nyata Jujur pada taraf 5 %
q0,05 ( p;dbg ) = Nilai baku q pada taraf 5 % (jumlah perlakuan p dan derajat
bebas galat)
KT g = Kuadrat tengah galat
r = Jumlah ulangan.
3.4. Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan Lahan.
Persiapan lahan dilakukan dengan membersihkan lahan dari sisa-sisa
tanaman dan rumput yang ada diatasnya dan kemudian diolah dengan
mengunakan cangkul sedalam ± 20 cm. Setelah tanah diolah kemudian dilakukan
pembuatan plot dengan ukuran 160 cm x 110 cm dengan jarak antara plot 30 cm
dan jarak antara blok 50 cm
2. Pemilihan Benih
Penanaman bawang merah umumnya mengunakan umbi, umbi yang
digunakan harus berasal dari tanaman yang sehat, cukup tua dan bebas hama dan
penyakit. Benih bawang merah yang diambil adalah benih yang sudah disimpan
15
minimal selama 2 bulan. Jika umbi dipotong akan terlihat tunas yang berwarna
hijau dengan panjang tunas separuh panjang umbi. Umbi untuk bibit dipilih yang
berukuran kecil atau sedang, seragam, yang diambil tidak cacat, kulitnya tidak
luka atau sobek.
Setelah benih dipilih sesuai ketentuan, lalu benih dibersihkan kulit benih
yang paling luar dan yang mengering dihilangkan serta akar umbi yang masih ada.
Bagian ujung umbi dipotong dengan pisau bersih kira – kira 1/4 bagian dari
panjang umbi, setelah dipotong sebagian ujungnya, tunggu beberapa saat sampai
bekas potongan menjadi kering untuk menghindari dari pembusukan atau
serangan penyakit pada bekas potongan.
3. Pengapuran.
Pengapuran dilakukan satu minggu sebelum tanam dengan menaburkan
kapur dolomit keseluruh permukaan plot dengan dosis sesuai perlakuan.
4. Pemupukan.
Pemupukan dilakukan 2 hari sebelum tanam dengan cara menabur pupuk
keseluruh bedengan yang sudah siap. Pupuk yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah pupuk Kandang dengan dosis 10 ton/ha (1,76 kg/plot). Urea
dengan dosis 120 kg/ ha (12,12 gr/plot). Dan SP-36 dengan dosis 150 kg/ ha (26,4
gr/plot). Sedangkan pupuk KCl sebagai perlakuan akan diberikan dengan dosis 75
kg/ha (13,2 gr/ha), 100kg/ha (17.6 g/ha) dan 125 kg/ ha (22,0 g/ha).
5. Penanaman.
Penanaman dilakukan dengan menanam satu umbi perlubang tanam
kedalaman tanah dibuat sesuai ukuran jarak tanam 20 x 15 cm perlubang tanam.
Umbi benih yang telah dipotong sebagian ujungnya dan bekas potonganya sudah
16
mengering diletakkan dalam lubang dengan ujung di atas dan ditutup kembali
dengan tanah yang gembur.
6. Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman bawang merah meliputi penyiraman, penyulaman,
penyiangan gulma, serta pengendalian hama dan penyakit.
Penyiraman
Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari atau sesuai
dengan keadaan cuaca apabila sering terjadinya hujan maka penyiraman lebih
sering dilakukan dengan mengunakan gembor.
Penyulaman.
Penyulaman dilakukan pada umur 1 minggu setelah tanam (MST) dengan
bibit yang sama, apabila terdapat tanaman ada yang mati.
Penyiangan
Penyiangan dilakukan untuk membersihkan rumput – rumput liar dan gulma
lainnya yang tumbuh di atas atau dalam bedengan dengan cara mencabut
mengunakan tangan.
3.5. Pengamatan
Adapun Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Tinggi Tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur dari pangkal rumpun yang telah ditandai sampai pucuk
daun tertinggi. Pengukuran dilakukan pada umur 15, 30 dan 45 hari setelah
tanam (HST).
17
2. Jumlah Daun Per Rumpun.
Perhitungan jumlah daun perumpun dilakukan dengan menghitung seluruh
daun perumpun pada umur 15, 30 dan 45 HST.
3. Jumlah Umbi Per Rumpun
Perhitungan jumlah umbi perumpun dilakukan dengan menghitung seluruh
umbi yang dilakukan saat panen.
4. Berat Umbi Per Rumpun (g)
Penimbangan berat umbi dilakukan dengan menimbang umbi dari setiap
rumpun yang dilakukan saat panen.
5. Produksi Per Hektar (ton)
Produksi umbi bawang per hektar dilakukan dengan mengkonversi berat umbi
perumpun dengan jumlah populasi per hektar dalam satuan ton.
18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengaruh Dosis Dolomit
Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran bernomor genap 2 sampai 16)
menunjukkan bahwa dosis dolomit berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman
umur 15 HST dan jumlah daun umur 30 HST dan berpengaruh tidak nyata
terhadap tinggi tanaman umur 30 dan 45 HST, jumlah daun umur 15 dan 45 HST,
jumlah umbi dan berat umbi.
1. Tinggi Tanaman (cm)
Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 2, 4 dan 6) menunjukkan bahwa
dosis dolomit berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 15 HST dan
berpangaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman umur 30 dan 45 HST. Rata –rata
tinggi tanaman bawang merah pada berbagai dosis dolomit setelah diuji dengan
BNJ0.05 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 3. Rata – rata Tinggi Tanaman Bawang Merah pada berbagai DosisDolomit umur 15, 30 dan 45 HST.
Dosis Dolomit Tinggi Tanaman (cm)Simbol ton/ha 15 HST 30 HST 45 HST
D1 1 9.37 a 17.38 24.81D2 2 11.51 b 19.58 25.50D3 3 11.34 a 18.31 26.19
BNj0.05 1.97 - -Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda
tidak nyata pada taraf peluang 5% (BNJ 0,05).
Tabel 2 menunjukkan bahwa tanaman bawang merah tertinggi umur 15
HST dijumpai pada dosis dolomite 2 ton/ha (D2) yang berbeda nyata dengan dosis
dolomite 1 ton/ha (D1) dan 3 ton/ha (D3). Sedangkan pada umur 30 HST dijumpai
pada dosis dolomit 2 ton/ha (D2) dan umur 45 HST dijumpai pada dosis dolomit 3
19
ton/ha (D3) menkipun secara statistik menunjukkan perbedaan yang tidak nyata
dengan perlakuan lainnya.
Hubungan antara tinggi tanaman pada berbagai dosis dolomit umur 15, 30
dan 45 HST dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Tinggi Tanaman Bawang Merah pada berbagai Dosis Dolomit umur 15, 30dan 45 HST
Gambar 1 menunjukkan bahwa tanaman bawang tertinggi umur 15 HST
dijumpai pada dosis dolomit 2 ton/ha (D2) dan pada umur 30 HST dijumpai pada
dosis dolomit 2 ton/ha (D2) sedangkan umur 45 HST dijumpai pada dosis dolomit
3 ton/ha (D3). Hal ini diduga bahwa pengapuran yang tepat akan memberi hasil
yang baik karena dolomit mengadung unsur Ca yang dapat meningkatkan pH
tanah. Menurut Hardjowigeno (1992) pemberian kapur dapat meningkatkan
ketersediaan unsur fosfor (P) dan molibdenum (Mo). Pengapuran dapat
meningkatkan pH tanah, sehingga pemberian dolomit pada tanah masam akan
merangsang pembentukan struktur remah, mempengaruhi pelapukan bahan
organik, dan pembentukan humus.
9.3711.51 11.34
17.3819.58
18.31
24.81 25.5 26.19
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
1 2 3
Tin
ggi T
anam
an(c
m)
Dosis Dolomit (ton/ha)
15 HST
30 HST
45 HST
20
Pemberian dolomit disamping menambah unsur hara Ca dan Mg juga
dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara yang lain serta memperbaiki sifat
fisik tanah, dengan semakin meningkatnya unsur hara dan sifat fisik tanah maka
pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik (Sumaryo dan Suryono, 2000).
2. Jumlah Daun (helai)
Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 8, 10 dan 12) menunjukkan
bahwa dosis dolomit berpengaruh nyata terhadap jumlah daun bawang merah
umur 30 HST dan berpangaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman umur 15 dan
45 HST. Rata –rata jumlah daun tanaman bawang merah pada berbagai dosis
dolomit setelah diuji dengan BNJ0.05 dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rata – rata Jumlah Daun Bawang Merah pada berbagai Dosis Dolomitumur 15, 30 dan 45 HST.
Dosis Dolomit Jumlah Daun (helai)Simbol ton/ha 15 HST 30 HST 45 HST
D1 1 5.89 11.24 a 24.81D2 2 5.49 11.38 ab 25.50D3 3 5.91 12.76 b 26.19
BNJ0.05 - 1.40 -Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda
tidak nyata pada taraf peluang 5% (BNJ 0,05).
Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah daun bawang terbanyak umur 30 HST
dijumpai pada dosis dolomit 3 ton/ha (D3) yang berbeda nyata dengan 1 ton/ha
(D1) dan berbeda tidak nyata dengan 2 ton/ha (D2). Sedangkan umur 15 dan 45
HST dijumpai pada dosis dolomit 3 ton/ha (D3) meskipun secara statistik
menunjukkan perbedaan yang tidak nyata dengan perlakuan lainnya.
Hubungan antara jumlah daun dan dosis dolomit umur 15, 30 dan 45 HST
dapat dilihat pada Gambar 2.
21
Gambar 2. Jumlah Daun Bawang Merah pada berbagai Dosis Dolomit umur 15,30 dan 45 HST
Gambar 2 menunjukkan bahwa jumlah daun bawang merah terbayak umur
15, 30 dan 45 HST dijumpai pada dosis dolomit 3 ton/ha (D3). Hal ini diduga
bahwa dosis dolomit yang digunakan sesuia dengan kebutuhan tanaman. Menurut
Novizan (2001) pemberian kapur pada tanaman umumnya diberikan dalam bentuk
dolomit dan kaptan. Kandungan kalsium dalam dolomit adalah sekitar 30%,
sedangkan kaptan sekitar 90% sehingga pertumbuah akan lebih baik untuk
pertumbuhan dan perkembagan tanaman.
3. Jumlah Umbi Per Rumpun (buah)
Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 14) menunjukkan bahwa dosis
dolomit berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah umbi per rumpun bawang
merah. Rata –rata jumlah umbi tanaman bawang merah pada berbagai dosis
dolomit dapat dilihat pada Tabel 4.
5.89 5.49 5.91
11.24 11.3812.76
24.81 25.5 26.19
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
1 2 3
Jum
lah
Dau
n (h
elai
)
Dosis Dolomit (ton/ha)
15 HST
30 HST
45 HST
22
Tabel 4. Rata – rata Jumlah Umbi Per Rumpun Bawang Merah pada berbagaiDosis Dolomit.
Dosis DolomitJumlah Umbi Per Rumpun (buah)
Simbol ton/haD1 1 6.14D2 2 6.41D3 3 6.64
Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah umbi per rumpun bawang merah
terbanyak dijumpai pada dosis dolomit 3 ton/ha (D3) meskipun secara statistik
menunjukkan perbedaan yang tidak nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini
menunjukkan bahwa dolomit yang diberikan telah tercuci oleh air akibat hujan.
Menurut Subiksa et al., 1997 ; Mario, (2002) menyatakan kemasaman tanah yang
tinggi dan kejenuhan basa yang rendah merupakan faktor penyebab terhambatnya
pertumbuhan dan produksi tanaman dengan kondisi pH tanah yang rendah.
4. Berat Umbi Per Rumpun (g)
Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 16) menunjukkan bahwa dosis
dolomit berpengaruh tidak nyata terhadap berat umbi per rumpun bawang merah.
Rata –rata berat umbi tanaman bawang merah pada berbagai dosis dolomit dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rata – rata Berat Umbi Per Rumpun Bawang Merah pada berbagai DosisDolomit.
Dosis DolomitBerat Umbi Per Rumpun (g)
Simbol ton/haD1 1 20.27D2 2 26.89D3 3 21.71
Tabel 5 menunjukkan bahwa berat umbi per rumpun bawang terberat
dijumpai pada dosis dolomit 2 ton/ha (D2) mestipun secara statistik menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini diduga bahwa
23
pemberian kapur dolomit yang tepat akan membantu pembentukan umbi karena
mengandung kalsium, apabila kekurangan kalsium perumbuhan umbi akan
terhambat. Sesuia dengan pendapat Purwono dan Purnamawati (2007) untuk
tanaman bawang merah, hara kalsium yang cukup diperlukan untuk pembentukan
buah. Pemberian kalsium bisa berupa kaptan atau dolomit sebanyak secukupnya.
4.2. Pengaru Dosis Kalium
Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran bernomor genap 2 sampai 16)
menunjukkan bahwa dosis kalium berpengaruh nyata terhadap jumlah daun umur
30 dan 45 HST dan berat umbi per rumpun dan berpengaruh tidak nyata terhadap
tinggi tanaman umur 15, 30 dan 45 HST, jumlah daun umur 15 dan 45 HST,
jumlah umbi per rumpun.
1. Tinggi tanaman (cm)
Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 2, 4 dan 6) menunjukkan bahwa
dosis kalium berpangaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman umur 15, 30 dan 45
HST. Rata –rata tinggi tanaman bawang merah pada berbagai dosis kalium dapat
dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rata – rata Tinggi Tanaman Bawang Merah pada berbagai DosisKalium umur 15, 30 dan 45 HST.
Dosis Kalium Tinggi Tanaman (cm)Simbol kg/ha 15 HST 30 HST 45 HST
K1 75 10.32 17.36 24.52K2 100 10.77 18.59 26.13K3 125 11.12 19.32 25.84
Tabel 6 menunjukkan bahwa tanaman bawang merah tertinggi umur 15
dan 30 HST dijumpai pada dosis kalium 125 kg/ha (K3) dan umur 45 HST
dijumpai pada dosis kalium 100 kg/ha (K2) meskipun secara statistik berpengaruh
24
tidak nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini diduga bahwa unsur hara kalium
yang diberikan tidak sesuai dengan kebutuhan tanaman. Menurut Sutejo (2002)
tanaman yang kekurangan unsur K gejalanya adalah batang dan daun menjadi
lemas atau rebah, daun berwarna hijau gelap kebiruan tidak hijau segar dan sehat,
ujung daun menguning dan kering timbul bercak coklat pada pucuk daun.
2. Jumlah Dau (helai)
Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 8, 10 dan 12) menunjukkan
bahwa dosis kalium berpengaruh nyata terhadap jumlah daun umur 30 dan 45
HST dan berpangaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman umur 15 HST. Rata –
rata tinggi tanaman bawang merah pada berbagai dosis kalium setelah diuji
BNJ0,05 dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rata – rata Jumlah Daun Bawang Merah pada berbagai Dosis Kaliumumur 15, 30 dan 45 HST.
Dosis Kalium Jumlah Daun (helai)Simbol kg/ha 15 HST 30 HST 45 HST
K1 75 5.53 11.58 ab 17.71 aK2 100 5.71 12.76 b 17.69 aK3 125 6.60 11.04 a 14.98 a
BNJ0,05 - 1.40 2.95Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda
tidak nyata pada taraf peluang 5% (BNJ 0,05).
Tabel 7 menunjukkan bahwa jumlah daun bawang merah terbanyak umur
30 HST dijumpai pada dosis kalium 100 kg/ha (K2) yang berbeda nyata dengan
125 kg/ha (K3) dan berbeda tidak nyata dengan 75 kg/ha (K1). Pada umur 45 HST
dijumpai pada dosis kalium 75 kg/ha (K1) yang berbeda tidak nyata dengan 100
kg/ha (K2) dengan 125 kg/ha (K3) sedangkan pada umur 15 HST dijumpai pada
dosis kalium 125 kg/ha (K3) mestipun secara statistik berpengaruh tidak nyata
dengan perlakuan lainnya.
25
Hubungan antara jumlah daun dan dosis kalium umur 15, 30 dan 45 HST
dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Jumlah Daun Bawang Merah pada berbagai Dosis Kalium umur 15, 30 dan45 HST
Gambar 3 menujukkan bahwa jumlah daun terbanyak umur 15 HST dijumpai
pada dosis kalium 125 kg/ha (K1) dan pada umur 30 HST dijmpai pada dosis kalium 100
kg/kg (K2) sedangkan umur 45 HST 75 kg/ha (K1). Hal ini disebabkan pada dosis
tersebut unsur hara yang dibutuhkan tanaman bawang merah tersedia dalam
jumlah optimum dan seimbang, serta tanaman dapat mengabsorbsi unsur-unsur
hara yang terkandung dalam pupuk tersebut untuk melaksanakan proses
metabolisme dengan baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Lingga (1995) yang
menyatakan respon tanaman terhadap pemupukan akan meningkat jika pemberian
pupuk sesuai dengan dosis, waktu dan cara yang tepat. Ketersediaan unsur hara
bagi tanaman merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi produksi
tanaman.
5.53 5.716.60
11.5812.76
11.04
17.71 17.69
14.98
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
16.00
18.00
20.00
75 100 125
Jum
lah
Dau
n (h
elai
)
Dosis Kalium (kg/ha)
15 HST
30 HST
45 HST
26
3. Jumlah Umbi Per Rumpun (buah)
Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 14) menunjukkan bahwa dosis
kalium berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah umbi per rumpun bawang merah.
Rata –rata jumlah umbi tanaman bawang merah pada berbagai dosis kalium dapat
dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Rata – rata Jumlah Umbi Per Rumpun Bawang Merah pada berbagaiDosis Kalium.
Dosis KaliumJumlah Umbi Per Rumpun (buah)
Simbol kg/haK1 75 6.52K2 100 6.67K3 125 6.00
Tabel 8 menunjukkan bahwa jumlah umbi per rumpun ternayak dijumpai
pada dosis kalium 100 kg/ha (K2) meskipun secara statistik menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini dikarenakan pupuk
yang diterima oleh tanaman tidak tercukupi atau tidak sesuia dengan kebutuhan
tanaman. Menurut Hasibuhan (2009) yang menyatakan bahwa dosis pupuk dalam
pemupukan haruslah tepat, artinya dosis tidak terlalu sedikit atau terlalu banyak
yang dapat menyebabkan pemborosan atau dapat merusak akar tanaman. Bila
dosis pupuk terlalu rendah, tidak ada pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman
sedangkan bila dosis terlalu banyak dapat mengganggu kesetimbangan hara dan
dapat meracuni akar.
4. Berat Umbi Per Rumpun (g)
Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 16) menunjukkan bahwa dosis
kalium berpengaruh nyata terhadap berat umbi per rumpun bawang merah. Rata –
rata berat umbi tanaman bawang merah pada berbagai dosis kalium setelah diuji
BNJ0,05 dapat dilihat pada Tabel 9.
27
Tabel 8. Rata – rata Berat Umbi Per Rumpun Bawang Merah pada berbagai DosisKalium.
Dosis KaliumBerat Umbi Per Rumpun (g)
Simbol kg/haK1 75 17.88 aK2 100 27.32 aK3 125 23.67 b
BNJ0.05 8.35
Tabel 9 menunjukkan bahwa berat umbi per rumpun terberat dijumpai
pada dosis kalium 100 kg/ha (K2) yang berbeda nyata denga 125 kg/ha (K3) dan
berbeda tidak nyata dengan 75 kg/ha (K1).
Hubungan antara berat umbi per rumpun dengan dosis kalium dapa dilihat
pada gambar 4.
Gambar 4. Berat Umbi Per Rumpun pada berbagai Dosis Kalium
Gambar 4 menunjukkan bahwa berat umbi per rumpun terberat dijumpai
pada 100 kg/ha (K2). Hal ini diduga bahwa unsur hara yang diterima oleh tanaman
sesuai dengan kebutuhan tanaman bawang merah. Kalium merupakan hara makro
yang dibutuhkan tanaman bawang merah dalam pertumbuhan umbi tertinggi
berperan sebagai katalisator untuk penyerapan unsur hara oleh tanaman. Menurut
17.88
27.32
23.67
16.00
18.00
20.00
22.00
24.00
26.00
28.00
75 100 125
Ber
at U
mbi
Per
Rum
pun
(g)
Dosis Kalium (kg/ha)
28
Nursyamsi et al. (2008). Apabila tanaman kekurangan kalium maka proses
fotosintesis dan respirasi akan terhambat.
4.3. Pengaruh Interaksi
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan menunjukkan bahwa
terdapat interaksi yang tidak nyata antara dosis dolomit dan Kalium terhadap
semua peubah pertumbuhan dan hasil bawang merah yang diamati.
29
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Dosis dolomit berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 15 HST dan
jumlah daun umur 30 HST dan berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi
tanaman umur 30 dan 45 HST, jumlah daun umur 15 dan 45 HST, jumlah
umbi dan berat umbi. Pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah
terbaik dijumpai pada dosis dolomit 3 ton/ha.
2. Dosis kalium berpengaruh nyata terhadap jumlah daun umur 30 dan 45 HST
dan berat umbi per rumpun dan berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi
tanaman umur 15, 30 dan 45 HST, jumlah daun umur 15 dan 45 HST,
jumlah umbi per rumpun. Pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah
terbaik dijumpai pada dosis kalium 100 kg/ha.
3. Terdapat interaksi yang tidak nyata terhadap semua peubah yang diamati
terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman bawang merah.
5.2. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengunaan dolomit dan
kalium terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2001. Kebutuhan Bawang Deptan. Jakarta.
2008. Peran Kapur Dolomit. Departemen Pertanian, Jakarta .
2009. Sejarah Tanaman Bawang. Kementrian Pertanian RepublikIndonesia. Jakarta.
Efendi, S. 1976. Pupuk dan Pemupukan. Departermen Agronomi FakultasPetanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 240 hlm.
Hardjowigeno, S. 1992. Ilmu Tanah. PT. Mediatama Sarana Perkasa. Jakarta. 233hal.
Limbongan, J. M. 2005. Bawang sebagai Bumbu Masak Sehari-hari. Kegunaanlainnya adalah Sebagai Obat Tradisional. Jakarta. 5 hal.
Marsono dan P. Sigit. 2005. Pupuk Akar. Penebar Swadaya, Jakarta. 96 hlm.
Marzuki, R. 2007. Bertanam Sayuran. Penebar Swadaya, Jakarta. 42 hlm.
Mulyani, M. Y. 1994. Pupuk dan Cara Pemupukan, Rieneka Cipta, Jakarta.97 hlm.
Najiyati, 2005. Lahan Gambut dan Bahan Organik. Uni versitas Gajah Mada.
Novizan, 2001. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agromedia. Jakarta. 130 hal.
Nursyamsi, D., K. Idris, S. Sabihan, D.A. Rachim, dan A. Sofyan. 2008. Pengaruhasam oksalat, Na+, NH4+, dan Fe+ terhadap ketersediaan K tanah, serapanN, P, dan K tanaman serta produksi jagung pada tanahtanah yangdidominasi smektit. Jurnal Tanah dan Iklim Indonesia. Soil and ClimateJournal. No. 28:69-81.
Purwono, dan H.Purnamawati. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul.Penebar Swadaya, Bogor.
Rukmana R.1944. Bawang Merah. Kanisius, Yogyakarta. Hal 11- 12
Sabiham, 1997. Media Tanah Gambut. Kementrian Pertanian Republik Indonesia.Jakarta.
Singgi,W.1991. Menentukan kebutuhan Hara Dalam Pengembangan InovasiBudidaya Bekelanjutan. Jakarta.
Singgi,W.1999. Budidaya Bawang Merah , Bawang Putih dan bawang bombay.Penerbit Swadaya, Jakarta . Hal 17- 22
Singgi,W.2009. Budidaya Bawang. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal 79-111
Soegiman, 1992. Ilmu Tanah. terjemahan Buckman H.O and N.C. Brady,1962. The Nature and Properties of Soil. Bhatara Karya Aksara, jakarta.788 hal
Subiksa. IGM,K. Nogroho, Sholeh and IPG. Widjaja Adhi. 1997. The Effect ofAmeliorots on the Chemical Propertien and Productivity of Peat Soil.In:Rieley and page (Eds). PP: 321-326. Biodiversity and Sustainability ofTopicaln Peatlands. Samara Publishing Limited, UK.
Sumaryo, 1986. Pengantar Ilmu Kesuburan Tanah. Fakultas Pertanian UNS :Surakarta. 81 hal.
Sumaryo, dan Suryono. 2000. Pengaruh Dosis Pupuk Dolomit dan SP-36 terhadapJumlah Bintil Akar dan Hasil Tanaman Kacang Tanah Di Tanah Latosol.Agrosains vol.2: 54-58. Bogor.
Sunarjono, S. 1989. Pada tahun 2003. Total Penamanan Bawang Merah PetaniIndonesia sekitar 88.029 hektar dengan rata-rata hasil 8,7 ton/ha Biropusat Stastistik 2003, Yogyakarta.
Suprapto. 2002. Bertanam Bawang. Penebar Swadaya, Jakarta. 33 hlm.
Sutapraja, 1996. Pemberian dolomit. BPTP. Jogyakarta.
Sutejo, M M. 2002 Pupuk dan Pemupukan. Pustaka Buana. Bandung
Suwandi, 2009. Unsur Hara dan Kalium. Perpustakaan Buana Bandung.
Tim Bina Karya Tani, 2008. Suhu Kebutuhan Bawang Merah. Jakarta.
Tjitrosoepomo, 2005. Bawang Merah Deklasifikasikan. Badan penelitianPenembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Tanaman Pangan. Bogor.
Wahyunto, S. Ritung, Suparto, H. Subagjo. 2005. Sebaran Gambut danKandungan Karbon di Sumatera dan Kalimantan. Bogor: WetlandsInternational – IP. 254 hlm.