Upload
others
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
Pengaruh Aspek-Aspek CSR terhadap Agresivitas Pajak pada Perusahaan Manufaktur dan Perusahaan Tambang yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia Tahun 2015
Raisa Putri Nabila
Departemen Akuntansi, Fakultas Ekoomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, UI Depok,
16424, Depok, Indonesia
Email:[email protected]
Abstrak
Penelitian ini dilakukan untuk menguji bagaimana pengaruh aspek-aspek CSR (sosial, lingkungan, tata kelola, dan ekonomi) terhadap agresivitas pajak. Penulis menggunakan sampel perusahaan-perusahaan dari industri manufaktur dan tambang yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2015 dengan menggunakan Partial Least Square (PLS) untuk pengujian regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan terhadap tingkat agresivitas pajak yang diukur dengan proxy current ETR. Aspek-aspek yang terdapat di dalam CSR sebaiknya tidak digabungkan menjadi satu elemen pengukuran (unidimensional) performa CSR karena akan menyebabkan hilangnya informasi menarik yang terdapat di dalam setiap aspeknya, khususnya dalam membahas isu agresivitas pajak. Selanjutnya, performa aspek-aspek CSR diukur dengan menggunakan penilaian Vigeo’s Rating. Dalam penelitian tambahan dengan menggunakan cash ETR untuk mengukur agresivitas pajak juga tidak terdapat hubungan yang signifikan diantara aspek-aspek CSR dan agresivitas pajak .
Kata Kunci : CSR, PLS, Aspek-aspek CSR, Agresivitas Pajak, ETR, Vigeo’s Rating
Abstract
This study aims to provide empirical evidence of the influence of CSR aspects (social, environment, governance, and economic) on tax aggressiveness. Using manufacturing and mining firms listed in the Indonesia Stock Exchange during the year of 2015 and Partial Least Square (PLS) regression, the result indicate that there is no significant relation between CSR aspects and tax aggressiveness which measured with current ETR. CSR aspects should not be aggregated into one single measure because interesting information will be lost, especially when arguing about tax aggressiveness. CSR aspects were measured by using Vigeo’s Rating. In additional analysis, using cash ETR to measure tax aggressiveness, there is also no significant relation between CSR aspects and tax aggressiveness.
Keywords : CSR, PLS, CSR aspects, tax aggressiveness, ETR, Vigeo’s Rating
Pengaruh aspek ..., Raisa Putri Nabila, FEB UI, 2017
2
1. Pendahuluan
Corporate Social Responsibility (CSR) adalah sebuah konsep dimana perusahaan
mempertimbangkan integrasi sosial dan lingkungan di dalam operasi bisnis perusahaan dan
interaksi dengan para pemangku kepentingannya secara suka rela. Salah satu tujuan utama
perusahaan adalah memperoleh keuntungan dan meningkatkan nilai para pemegang saham.
Namun harus diperhatikan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan dalam
memperoleh keuntungan tersebut tidak lepas dari bagaimana pengaruhnya terhadap para
pemangku kepentingan sehingga perusahaan diharuskan untuk bertanggung jawab atas
kegiatan yang telah dilakukan.
Perlu diperhatikan bahwa terdapat aspek sosial, aspek ekonomi, aspek lingkungan, dan
aspek tata kelola di dalam CSR (Laguir et al., 2015). Pertama, menurut European
Commission, aspek sosial di dalam CSR meliputi bagaimana kegiatan perusahaan yang
mempertimbangkan kesehatan dan keamanan karyawan serta memotivasi karyawan dengan
mengadakan pelatihan untuk pengembangan diri karyawan. Kedua, aspek lingkungan di
dalam CSR meliputi bagaimana sistem manajemen perusahaan di dalam mengelola dampak
lingkungan akibat aktivitas operasional perusahaan (Kovacs, 2008). Ketiga, aspek ekonomi di
dalam CSR meliputi bagaimana kegiatan pengembangan inovasi dari suatu produk, jasa, dan
model bisnis yang nantinya akan menghasilkan produk yang berkualitas dan pekerjaan yang
lebih produktif (Laguir et al., 2015). Keempat, aspek tata kelola di dalam CSR meliputi
bagaimana struktur dewan perusahaan, kebijakan kompensasi, visi, dan strategi perusahaan
(Ribando & Bonne, 2010).
Kegiatan yang dilakukan terkait agresivitas pajak sendiri adalah melakukan
perencanaan pajak yang dapat dikategorikan legal, illegal, atau masuk ke dalam grey area
(Chen et al., 2010). Namun perlu diperhatikan pula upaya di dalam penghematan pajak akan
menimbulkan biaya. Oleh karena itu dalam melakukan pengelolaan pajak, perusahaan harus
memperhatikan hubungan trade-off antara manfaat marginal ketika mengelola pajak dan biaya
marginal didalam melakukannya (Chen et al., 2010). Salah satu contohnya adalah
penghematan pajak yang lebih besar namun terdapat biaya marginal seperti waktu/usaha,
biaya agensi dan kemungkinan penalty oleh administrator pajak.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kegiatan CSR dapat mempengaruhi
keputusan dan performa perusahaan (Windsor, 2009). Beberapa penelitian sebelumnya
Pengaruh aspek ..., Raisa Putri Nabila, FEB UI, 2017
3
meneliti hubungan antara CSR dan agresivitas pajak suatu perusahaan (Renselaar, 2016; dan
Lanis & Richardson, 2012).
Griffin dan Mahon (1997) menyatakan bahwa dengan menggabungkan aspek-aspek
yang ada di dalam CSR menjadi satu kesatuan (unidimensional) dapat memungkinkan
tertutupnya salah satu aspek CSR yang sangat penting dan relevan serta memungkinkan
tertutupnya salah satu aspek CSR yang sebenarnya tidak memiliki pengaruh yang signifikan
dan relevan. Pengukuran CSR secara agregat juga dapat menimbulkan hilangnya informasi
yang menarik dan informasi penjelas di dalam suatu aspek, khususnya dalam membahas isu
agresivitas pajak (Laguir et al., 2015).
Kontribusi dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah secara spesifik aspek
sosial, lingkungan, tata kelola, dan ekonomi dalam CSR mempengaruhi tingkat agresivitas
pajak secara signifikan pada perusahaan manufaktur dan perusahaan tambang yang terdaftar
di Indonesia karena belum ada penelitian yang membahas pengaruh aspek CSR terhadap
agresivitas pajak di Indonesia. Oleh sebab itu, penelitian ini mengacu pada penelitian
sebelumnya yang dilakukan Laguir et al. (2015) pada perusahaan yang terdaftar di Eropa.
2. Tinjauan Pustaka dan Pengembangan Hipotesis
2.1 Teori Keagenan
Teori keagenan merupakan teori yang menjelaskan hubungan antara agen dan
prinsipal yang keduanya terikat di dalam sebuah kontrak. Agen atau manajemen adalah pihak
yang menjalankan dan bertanggung jawab atas pengambilan keputusan di dalam perusahaan,
sementara itu prinsipal adalah pemilik yang melakukan pengawasan dan evaluasi atas
informasi yang diberikan oleh agen (Jensen & Meckling, 1976). Teori ini menjelaskan bahwa
manajemen bertanggung jawab untuk mengelola perusahaan dengan optimal sehingga dapat
meningkatkan nilai pemegang saham. Sebagai imbalan, pemilik memberikan kompensasi atau
bonus atas performa manajemen yang sudah disepakati sebelumnya.
Friedman (1970) menyatakan bahwa masalah keagenan ditandai dengan terlibatnya
perusahaan di dalam aktivitas CSR. Manajemen memanfaatkan CSR hanya untuk
kepentingan sendiri dimana perbuatan tersebut dapat merugikan pemegang saham. Sebagai
contoh, manajemen memiliki kepentingan tersendiri terhadap isu sosial seperti bertanggung
jawab atas kegiatan sosial di dalam mencegah inflasi dengan cara tidak menaikkan harga
produk meskipun peningkatan harga produk tersebut merupakan hal yang baik bagi
Pengaruh aspek ..., Raisa Putri Nabila, FEB UI, 2017
4
perusahaan (Friedman, 1970). Oleh karena itu, perusahaan hanya mengimplementasikan CSR
apabila kegiatan tersebut dapat memaksimalkan profit perusahaan (Laguir et al., 2015).
2.2 Teori Pemangku Kepentingan (Stakeholder) dan Teori Legitimasi
Stakeholder adalah individu atau kelompok yang dapat mempengaruhi atau
dipengaruhi oleh aktivitas operasional perusahaan di dalam mencapai tujuannya (Freeman &
McVea, 2001). Dalam teori stakeholder, selain pemegang saham perusahaan juga harus
mempertimbangkan kepuasan para stakeholder lainnya meskipun tujuan utama dari
perusahaan adalah memaksimalkan nilai pemegang saham. Perusahaan diharuskan untuk
menentukan siapa saja kelompok stakeholder mengingat stakeholder memiliki kekuatan
sendiri terhadap ketersediaan sumber daya operasional perusahaan seperti tenaga kerja, pasar
atas produk usaha dan lain-lain (Chariri & Ghozali, 2007).
Teori legitimasi mengasumsikan bahwa perusahaan harus melakukan performa
perusahaan yang tepat di dalam norma, nilai, kepercayaan, dan definisi suatu masyarakat
(Suchman, 1995), dimana perusahaan berupaya untuk memastikan bahwa aktivitas
perusahaan dapat diterima oleh masyarakat. Teori legitimasi mengasumsikan bahwa
perusahaan didefinisikan berdasarkan kemampuannya terlibat dan mengendalikan proses
legitimisasi untuk menunjukkan kesesuaian perusahaan terhadap nilai-nilai sosial (Guthrie &
Parker, 1989). Oleh karena itu, dengan berkembangnya kesadaran dan kepedulian perusahaan
terhadap komunitas, saat ini perusahaan diharapkan melakukan sesuatu untuk memastikan
bahwa keseluruhan performa perusahaan dapat diterima oleh komunitas (Wilmshurst & Frost,
2000).
2.3 Aspek-Aspek CSR
2.3.1 Aspek Sosial
Aspek sosial di dalam CSR dilihat dari kegiatan perusahaan di dalam memperhatikan
kualitas pegawai, kesehatan dan keamanan, pelatihan dan pengembangan, diversitas, hak asasi
manusia, komunitas, dan tanggung jawab terhadap produk (Ribando & Bonne, 2010). Selain
itu, menurut European Commission, aspek sosial CSR adalah aktivitas CSR yang meliputi
kesehatan, keamanan, dan kesejahtraan pegawai serta bagaimana upaya perusahaan tersebut
dalam memberikan kesempatan kepada pegawainya untuk berkembang melalui program
pelatihan yang disediakan oleh perusahaan. Aspek sosial juga melibatkan para stakeholder di
dalam proses pembuatan keputusan. Dengan dilaksanakannya aspek sosial dengan baik, maka
Pengaruh aspek ..., Raisa Putri Nabila, FEB UI, 2017
5
hal tersebut akan membantu perusahaan bertindak menjadi warga negara yang baik di dalam
komunitas lokal.
2.3.2 Aspek Lingkungan
Aspek lingkungan CSR pada perusahaan dilihat dari bagaimana upaya perusahaan
tersebut melakukan pengurangan emisi, pengurangan penggunaan bahan baku, dan inovasi
terhadap produk (Ribando dan Bonne, 2010). Aspek lingkungan fokus pada sistem
manajemen yang mengelola dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas operasi
perusahaan sehingga perusahaan harus membangun kredibilitas dengan stakeholder internal
untuk memastikan bahwa perusahaan menggunakan integritas lingkungan di dalam
menjalankan operasi bisnisnya (Kovacs, 2008).
2.3.3 Aspek Tata Kelola
Tata kelola perusahaan dalam CSR dilihat dari struktur dewan perusahaan, kebijakan
kompensasi, fungsi dewan, hak pemegang saham, visi, dan strategi perusahaan (Ribando
&Bonne, 2010). Ruang lingkup tata kelola perusahaan juga mencakup perlindungan terhadap
kepentingan seluruh stakeholder perusahaan (Aguilera et al., 2008). Meskipun tujuan awal
tata kelola perusahaan adalah mengendalikan manajemen dan menghindari ekspropriasi
terhadap para pemegang saham (Shleifer & Vishny, 1997), konsep tersebut sekarang sudah
meluas sampai ke bagaimana perusahaan bertanggungjawab dan menyelesaikan kepentingan
stakeholder yang dipengaruhi oleh aktivitas operasi perusahaan. Oleh karena itu CSR dan tata
kelola perusahaan sama-sama bertujuan untuk menciptakan keberlanjutan perusahaan,
pertumbuhan perusahaan, dan kesejahtraan stakeholder.
2.3.4 Aspek Ekonomi
Menurut European Commission, aspek ekonomi pada CSR dilihat dari kegiatan
perusahaan yang berinteraksi dengan para pelanggan, pemasok, dan pemegang saham di
pasar. Kegiatan usaha di pasar merupakan sebuah indikator untuk menilai seberapa baik
perusahaan mengintegrasikan tanggung jawab ekonominya ke dalam struktur organisasi dan
proses pembuatan keputusan. Agar mampu bersaing di pasar, dalam aspek ekonomi CSR
perusahaan dituntut untuk menciptakan produk dan jasa yang inovatif sehingga terciptanya
produk yang berkualitas dan pekerjaan yang produktif bagi pegawai (Laguir et al., 2015).
Performa ekonomi perusahaan di dalam CSR juga dapat dilihat melalui bagaimana loyalitas
klien, performa ekonomi, dan loyalitas pemegang saham (Ribando dan Donne, 2010).
Pengaruh aspek ..., Raisa Putri Nabila, FEB UI, 2017
6
2.4 Agresivitas Pajak
Agresivitas pajak menurut Frank et al. (2009) adalah tindakan yang dilakukan
manajemen yang berawal dari perencanaan pajak untuk meminimalkan laba penghasilan
sebelum pajak, baik dengan cara penghindaran dan penyelundupan pajak atau penghindaran
pajak secara legal maupun ilegal. Hal ini dilatarbelakangi oleh adanya pemisahan fungsi
antara manajemen dan pemilik. Manajemen bertindak sebagai agen yang melakukan upaya-
upaya agar meningkatkan kesejahtraan pemegang saham. Oleh karena itu, manajemen
berupaya untuk meningkatkan profit perusahaan salah satunya dengan cara melakukan
agresivitas pajak. Perusahaan yang melakukan agresivitas pajak dipandang sebagai
perusahaan yang memiliki tata kelola perusahaan yang lemah dan tingkat transparansi yang
rendah.
2.5 CSR dan Agresivitas Pajak
Pajak perusahaan akan berpengaruh terhadap konsep CSR apabila pajak tersebut
memiliki implikasi terhadap masyarakat luas. Dalam membayar pajak, perusahaan harus
mengetahui etika seperti dampak pembayaran tersebut kepada masyarakat dan pemangku
kepentingan lainnya. Sebagai contoh, pajak memiliki implikasi terhadap masyarakat luas.
Oleh karena itu, isu penting yang muncul di dalam mengimplementasikan hubungan konsep
CSR terhadap pajak meliputi aktivitas yang dapat mengurangi kewajiban perpajakan
perusahaan melalui penghindaran pajak dan perencanaan pajak (Williams, 2007).
Berdasarkan konsep teori stakeholder dan legitimasi, terdapat “kontrak sosial” antara
perusahaan dan masyarakat. Perusahaan dapat memperoleh legitimasi dari masyarakat dan
otoritas pajak apabila melakukan aktivitas perpajakan yang sesuai dengan undang-undang
perpajakan. Apabila suatu perusahaan dipandang sebagai perusahaan yang agresif di dalam
melakukan perencanaan pajak, maka perusahaan tersebut dipandang sebagai perusahaan yang
membayar pajak penghasilan secara tidak adil kepada pemerintah. Oleh karena itu, apabila
perusahaan ingin mendapatkan legitimasi dari masyarakat sekitar maka seharusnya
perusahaan tersebut memiliki tingkat agresivitas pajak yang rendah.
2.6 Pengembangan Hipotesis
2.6.1 Aspek Sosial CSR dan Agresivitas Pajak
Aspek sosial di dalam CSR dapat dilihat dari segi perhatian terhadap kualitas pegawai,
kesehatan dan keamanan, pelatihan dan pengembangan, diversitas, hak asasi manusia, dan
Pengaruh aspek ..., Raisa Putri Nabila, FEB UI, 2017
7
komunitas (Ribando & Bonne, 2010). Meningkatnya tekanan pada perusahaan untuk
mengatur atau mengelola CSR membuat perusahaan harus meluangkan waktu dan sumber
dayanya untuk kegiatan CSR agar terpenuhinya ekspetasi pemangku kepentingan. Dengan
meningkatnya kesadaran pemangku kepentingan terhadap kegiatan CSR perusahaan, banyak
perusahaan yang berlomba untuk mempromosikan kegiatan CSR yang telah dilakukannya
(Bhattacharya & Sen, 2004). Salah satu contoh kegiatannya adalah perusahaan memberikan
sumbangan sebagai bentuk kontribusi kepada masyarakat dan pemerintah di dalam
meningkatkan kesejahtraan masyarakat disekitarnya. Mengingat sumbangan menurut UU No.
36 Tahun 2008 Pasal 6 ayat 1 huruf i, j, l, dan m merupakan kegiatan yang tergolong 3M
(Mendapatkan, Menagih, dan Memelihara), maka pengeluaran untuk sumbangan tersebut
boleh mengurangi jumlah penghasilan kena pajak perusahaan. Dengan semakin banyak
sumbangan yang dikeluarkan perusahaan kepada masyarakat, maka semakin kecil nilai
pendapatan kena pajak perusahaan. Oleh karena itu semakin tinggi aktivitas aspek sosial
dalam CSR, maka semakin tinggi pula tingkat agresivitas pajaknya.
Penelitian lainnya oleh Lanis dan Richardson (2012) menemukan bahwa semakin
banyak pengungkapan yang dilakukan perusahaan dalam investasi sosial, maka semakin
rendah agresivitas pajaknya. Berdasarkan perspektif teori legitimasi, perusahaan dapat
memperoleh legitimasi dari masyarakat dan otoritas pajak apabila melakukan aktivitas
perpajakan yang sesuai dengan undang-undang perpajakan (Avi-Yonah, 2008). Temuan ini
juga didukung dengan penelitian oleh Laguir et al. (2015) yang menunjukkan hubungan
negatif bahwa semakin tinggi (rendah) tingkat kegiatan aspek sosial di dalam CSR, maka
semakin rendah (tinggi) tingkat agresivitas pajak perusahaan. Namun, penelitian terbaru oleh
Renseelar (2016) menemukan bahwa aspek sosial tidak memiliki pengaruh terhadap tingkat
agresivitas pajak perusahaan.
H1: Aspek sosial di dalam CSR mempengaruhi tingkat agresivitas pajak perusahaan
2.6.2 Aspek Lingkungan CSR dan Agresivitas Pajak
Aspek lingkungan CSR pada perusahaan dapat dilihat dari bagaimana upaya
perusahaan tersebut melakukan pengurangan emisi, pengurangan penggunaan bahan baku,
dan inovasi terhadap produk (Ribando dan Bonne, 2010). Namun, hanya sedikit literatur
yang diketahui yang membahas apakah ada hubungan yang terdapat diatara aspek lingkungan
CSR dan kegiatan penghindaran pajak suatu perusahaan (Renseelar, 2016). Aktivitas operasi
perusahaan yang memiliki dampak terhadap lingkungan adalah limbah perusahaan, energi
Pengaruh aspek ..., Raisa Putri Nabila, FEB UI, 2017
8
yang dikeluarkan, pemakaian lahan, emisi yang dihasilkan, penggunaan bahan baku, dan lain-
lain. Perusahaan hanya akan memperoleh sepertiga dari laba usaha apabila laba tersebut
digunakan untuk memenuhi tanggung jawab perusahaan akibat aktivitas operasinya yang
menyebabkan kerusakan lingkungan. Hal ini akan mengurangi laba perusahaan. Dengan
berkurangnya penerimaan laba tersebut akan mendorong perusahaan untuk melakukan
penghindaran pajak.
Laguir et al. (2015) menguji hubungan ini dan ditemukan hasil yang tidak signifikan
atau tidak ada hubungan antara aspek lingkungan CSR dan agresivitas pajak perusahaan.
Namun, penelitian terbaru oleh Renseelar (2016) menujukkan hasil yang unik yaitu semakin
terlibat perusahaan dalam kegiatan aspek lingkungan CSR maka semakin tinggi kegiatan
penghindaran pajaknya.
H2: Aspek lingkungan di dalam CSR mempengaruhi tingkat agresivitas pajak
perusahaan
2.6.3 Aspek Tata Kelola CSR dan Agresivitas Pajak
Tata kelola perusahaan dalam CSR dapat ditentukan berdasarkan struktur dewan
perusahaan, kebijakan kompensasi, fungsi dewan, hak pemegang saham, visi, dan strategi
perusahaan (Ribando dan Bonne, 2010). Agresivitas pajak dan tata kelola berhubungan
melalui agency problem. Desai dan Dharmapala (2006) menghubungkan tata kelola
perusahaan dan penghindaran pajak melalui aktivitas rent extraction. Mereka berpendapat
bahwa penghindaran pajak dan rent extraction saling berhubungan apabila kegiatan
penghindaran pajak mengurangi transparansi suatu perusahaan sehingga meningkatkan
peluang bagi manajer untuk menyalahgunakan pendapatan perusahaan untuk kepentingan
pribadi yang merugikan para pemegang saham. Tata kelola perusahaan yang baik dapat
meminimalisir hubungan keduanya. Hal ini dikarenakan perusahaan yang memiliki tata kelola
perusahaan yang baik memiliki mekanisme pengendalian internal yang dapat mencegah
hubungan negatif antara penyalahgunaan kekayaan perusahaan oleh manajer dan kegiatan
penghindaran pajak perusahaan (Desai & Dharmapala, 2006).
Watson (2011) berpendapat bahwa kegiatan yang tidak bertanggung jawab dalam tata
kelola perusahaan dapat menyebabkan tingkat agresivitas pajak yang tinggi. Watson (2011)
menyatakan bahwa tata kelola perusahaan merupakan salah satu aspek yang paling penting
untuk mengetahui hubungan antara CSR dan penghindaran pajak. Namun, terkait dengan
aspek tata kelola perusahaan di dalam CSR, penelitian oleh Laguir et al. (2015) dan Renseelar
Pengaruh aspek ..., Raisa Putri Nabila, FEB UI, 2017
9
(2016) memberikan hasil yang berlawanan bahwa aspek tata kelola pada CSR tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap tingkat agresivitas pajak suatu perusahaan.
H3: Aspek tata kelola di dalam CSR mempengaruhi tingkat agresivitas pajak
perusahaan
2.6.4 Aspek Ekonomi CSR dan Agresivitas Pajak
Performa ekonomi perusahaan di dalam CSR dapat diukur melalui loyalitas klien,
performa ekonomi, dan loyalitas pemegang saham (Ribando dan Donne, 2010). Friedman
(1970) berpendapat bahwa satu-satunya tujuan perusahaan adalah memaksimalkan profit yang
sejalan dengan tindakan perusahaan yang mengikuti aturan masyarakat. Setiap manajer
terkadang memiliki keinginan tersendiri untuk bertanggung jawab atas aktivitas yang telah
dilakukan oleh perusahaan. Bentuk tanggung jawab tersebut dapat berupa kepedulian
terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar. Sebagai contoh, manajer perusahaan
mengeluarkan biaya untuk mengurangi polusi yang diakibatkan oleh aktivitas perusahaan
sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan. Namun pengeluaran ini
tidak sejalan dengan kepentingan perusahaan karena akan mengurangi kas perusahaan dan
dapat menurunkan nilai pemilik. Oleh karena itu manajer harus melakukan kegiatan
penghindaran pajak agar profit perusahaan stabil dengan cara mengetahui sejauh mana
keterlibatan perusahaan di dalam melakukan penghindaran pajak dengan mempertimbangkan
manfaat dan biaya marginal untuk kontribusi manajer kepada pemegang saham (Chen et al.,
2010). Oleh karena itu, perusahaan yang sangat berkomitmen kepada para pemegang
sahamnya akan melakukan penghindaran pajak agar memberikan manfaat kepada pemegang
saham. Hal ini didukung dengan penelitian Laguir et al. (2015) dan Renseelar (2016) yang
menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat aktivitas ekonomi CSR suatu perusahaan maka
semakin tinggi pula tingkat agresivitas pajaknya.
H4: Aspek ekonomi di dalam CSR mempengaruhi tingkat agresivitas pajak perusahaan
3. Metode Penelitian
3.1 Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini dipilih berdasarkan populasi seluruh perusahaan yang terdaftar
di BEI tahun 2015. Industri yang dipilih di dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan
manufaktur dan tambang yang terdaftar. Metode pengambilan sampel yang digunaka adalah
Pengaruh aspek ..., Raisa Putri Nabila, FEB UI, 2017
10
purposive sampling pada perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2015 dengan pengecualian
terhadap kriteria-kriteria sebagai berikut:
1. Perusahaan yang memiliki pendapatan sebelum pajak negatif dan pendapatan bersih
negatif.
2. Perusahaan yang memiliki nilai ekuitas negatif.
3. Perusahaan yang tidak mempublikasikan laporan tahunan 2015 dan laporan CSR.
3.2 Model Penelitian
Model penelitian yang digunakan mengacu pada model penelitian Laguir et al. (2015).
yang menggunakan alat uji regresi dengan metode PLS-SEM. Model tersebut digunakan
untuk menguji hipotesis 1 sampai 4.
TAG = α0 + β1SOCscore + β2ENVscore + β3CGscore + β4ECONscore + β5
FINperf + β6SIZE + β7CINT + β8INTG + β9LEV + β10BIG4 + ε
Keterangan:
TAG = Agresivitas Pajak
SOCscore = Aspek Sosial
ENVscore = Aspek Lingkungan
CGscore = Aspek Tata Kelola
ECONscore = Aspek Ekonomi
FINperf = Performa Keuangan
SIZE = Ukuran Perusahaan
CINT = Kapasitas Modal
INTG = Intangible
LEV = Leverage
BIG4 = KAP
3.3 Operasionalisasi Variabel Penelitian
3.3.1 Variabel Dependen
Variabel dependen dari penelitian ini adalah agresivitas pajak. Tingkat agresivitas
pajak diukur dengan menggunakan current Effective Tax Rate (ETR) yang didapat dengan
rumus:
Pengaruh aspek ..., Raisa Putri Nabila, FEB UI, 2017
11
ETR menggambarkan estimasi besar pajak kini dibandingkan dengan laba sebelum
pajak. Proxy dari ETR terhadap tingkat agresivitas pajak perusahaan adalah nilai ETR suatu
perusahaan yang tinggi menunjukkan bahwa aktivitas agresivitas pajak perusahaan tersebut
rendah dan sebaliknya. Lanis dan Richardson (2012) menyatakan bahwa alasan ETR
dijadikan sebagai proxy pengukuran agresivitas pajak dikarenakan ETR merangkum kegiatan
agresivitas pajak perusahaan (Robinson et al., 2010) dan ETR digunakan oleh banyak peneliti
apabila ingin mengukur tingkat agresivitas pajak perusahaan (Dyreng et al., 2010).
3.3.2 Variabel Independen
Variabel independen dari penelitian ini adalah aspek sosial, lingkungan, tata kelola,
dan ekonomi di dalam CSR. Pengukuran terhadap keempat aspek tersebut di dasarkan pada
pengungkapan kegiatan CSR yang dilakukan oleh perusahaan. Pengungkapan kegiatan CSR
merupakan suatu indikator yang baik di dalam menilai performa perusahaan (Cho & Patten,
2007). Tingkat pengungkapan CSR suatu perusahaan diukur melalui informasi yang di
ungkapkan perusahaan di dalam laporan tahunannya atau di website perusahaan yang
berkaitan dengan aktivitas CSR. Dalam menentukan tingkat aktivitas CSR pada setiap aspek,
penelitian ini menggunakan rating performa CSR. Rating ini mengacu pada penelitian Laguir
et al. (2015) yang menggunakan rating performa CSR pada perusahaan Prancis yang diambil
dari Vigeo Database.
Penilaian pengungkapan aktivitas setiap aspek CSR dilakukan dengan memberi
scoring antara 0 sampai 2 pada setiap kriteria dimana 0 adalah perusahaan yang tidak
melakukan aktivitas aspek CSR, 1 adalah perusahaan yang hanya menyatakan bahwa
perusahaan tersebut telah melakukan aktivitas aspek CSR, dan 2 adalah perusahaan yang
menjelaskan secara rinci mengenai aktivitas aspek CSR yang telah dilakukannya. Nilai dari
setiap aspek adalah nilai total indikator per aspek berdasarkan penilaian yang telah dilakukan.
Tabel 3.1 Pengukuran aktivitas CSR
Vigeo's Rating Criteria Aspek Sosial
Human Resource Promotion of labor relations Encouraging employee participation Responsible management of restructurings Career management and promotion of employability Quality of remuneration systems Improvement of health and safety conditions
Pengaruh aspek ..., Raisa Putri Nabila, FEB UI, 2017
12
Respect and management of working hours Community Involvement
Promotion of social and economic development Societal impacts of the company's products/services Contribution to general interest causes
Human Rights Respect for fundamental human rights Respect for freedom of association and the right to collective bargaining Non-discrimination and promotion of equal opportunity and diversity Elimination of child labor and forced labor
Aspek Tata Kelola Balance of power and efficiency of the board Audit and internal controls Ensuring the fair and equal treatment of minority shareholders Transparency and integration of CSR criteria into executive remuneration
Aspek Lingkungan Environmental strategy Accidental pollution prevention and control Development of green products and services Protection of biodiversity Management of water resources Management of environmental impacts from energy use Management of atmuspheric emissions Waste management Management of local pollution Management of environmental impacts from transportation Management of environmental impacts from the use and disposal of
products/services Aspek Ekonomi
Product safety Responsible information to customers Responsible customers relations Sustainable relationships with suppliers Environmentally responsible supply chain management Socially responsible supply chain management Prevention of corruption Prevention of anti-competitive practices Transparency and integrity of influencing practices
Pengaruh aspek ..., Raisa Putri Nabila, FEB UI, 2017
13
3.3.3 Variabel Kontrol
3.3.3.1 Financial Performance (FINPerf)
Performa keuangan atau financial performance suatu perusahaan dapat diukur
berdasarkan indikator return on asset (ROA) dan indikator return on equity (ROE). Lanis dan
Richardson (2012) menyatakan bahwa performa keuangan berhubungan positif dengan
agresivitas pajak. Dengan nilai ROA yang tinggi, maka laba bersih perusahaan akan semakin
tinggi sehingga semakin tinggi nilai pajak terhutang sehingga memicu penghindaran pajak.
Namun, penelitian sebelumnya tidak dapat memprediksi bagaimana hubungan ROA dengan
tingkat agresivitas pajak perusahaan dikarenakan hasil penelitian yang berbeda-beda (Lanis &
Richardson, 2014). Selain itu, penelitian Laguir et al. (2015) menambahkan ROE sebagai
indikator pengukur performa keuangan perusahaan. Rumus dari ROA dan ROE adalah:
3.3.3.2 Ukuran Perusahaan (SIZE)
Ukuran perusahaan merupakan sebuah skala untuk menentukan apakah perusahaan
tersebut tergolong besar atau kecil. Ukuran perusahaan memiliki dampak terhadap aktivitas
penghematan pajak perusahaan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perusahaan yang
lebih besar memiliki tingkat agresivitas pajak yang lebih tinggi daripada perusahaan kecil
karena perusahaan besar memiliki kekuatan ekonomi dan politik yang lebih besar daripada
perusahaan kecil sehingga (Gupta & Newberry, 1997). Selain itu, Lanis dan Richardson
(2014) juga menemukan bahwa semakin besar perusahaan maka semakin cenderung
melakukan penghindaran pajak karena memiliki pengaruh sosial, ekonomi, dan politik yang
lebih besar dibandingkan dengan perusahaan kecil. Oleh karena itu, ukuran perusahaan
diprediksi memiliki hubungan positif dengan agresivitas pajak. Ukuran perusahaan
didapatkan dengan rumus:
ln(Total Asset)
3.3.3.3 Capital Intensity (CINT)
Capital intensity atau kapasitas modal menunjukkan seberapa banyak aset perusahaan
yang diinvestasikan dalam bentuk aset tetap. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa
Pengaruh aspek ..., Raisa Putri Nabila, FEB UI, 2017
14
kapasitas modal yang tinggi menunjukkan ETR yang rendah sehingga tingkat agresivitas
pajak perusahaan tinggi karena adanya biaya penyusutan terhadap aset tetap (Gupta &
Newberry, 1997). Oleh karena itu intensitas modal berhubungan positif dengan tingkat
agresivitas pajak perusahaan. Intensitas modal didapatkan dengan rumus:
3.3.3.4 Intangible (INTG)
Intangible asset atau aset tidak berwujud menunjukkan seberapa banyak aset yang
diinvestasikan dalam bentuk aset intangible. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa aset
tidak berwujud yang tinggi menunjukkan ETR yang rendah sehingga tingkat agresivitas pajak
perusahaan tinggi karena adanya biaya amortisasi terhadap aset tidak berwujud (Gupta &
Newberry, 1997). Oleh karena itu aset tidak berwujud berhubungan positif dengan tingkat
agresivitas pajak perusahaan. Intensitas modal didapatkan dengan rumus:
3.3.3.5 Leverage (LEV)
Leverage merupakan perbandingan total hutang jangka panjang perusahaan dengan
total aset yang dimiliki. Semakin tinggi nilai leverage perusahaan maka semakin banyak
komposisi hutang jangka panjang yang digunakan perusahaan untuk menjalankan operasi
bisnisnya. Hal ini memungkinkan perusahaan terlibat dalam kegiatan penghindaran pajak
secara agresif karena semakin besarnya interest payment. Penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa tingkat leverage yang tinggi menunjukkan ETR yang rendah sehingga
tingkat agresivitas pajak perusahaan tinggi (Gupta & Newberry, 1997). Oleh karena itu
leverage berhubungan positif dengan tingkat agresivitas pajak perusahaan. Leverage
didapatkan dengan rumus:
3.3.3.6 BIG4
Variabel BIG4 merupakan dummy variable dengan keterangan apabila perusahaan
diaudit oleh salah satu KAP BIG4 (EY, PWC, KPMG, Delloite) maka diberi nilai 1 dan akan
diberi nilai 0 apabila sebaliknya. Lanis dan Richardson (2014) menyatakan bahwa perusahaan
Pengaruh aspek ..., Raisa Putri Nabila, FEB UI, 2017
15
yang diaudit oleh salah satu BIG4 KAP diharapkan memiliki hubungan yang negatif dengan
tingkat agresivitas pajak perusahaan karena BIG4 KAP memiliki proses audit dan monitoring
yang lebih baik daripada non BIG4 KAP.
4. Analisis dan Pembahasan
4.1 Hasil Pemilihan Sampel
Berdasarkan kriteria-kriteria sampel, terdapat 95 perusahaan manufaktur dan tambang
yang digunakan sebagai sampel. Karena penelitian ini menggunakan waktu obeservasi
sebanyak 1 tahun, maka total sampel dalam penelitian ini adalah 95 perusahaan. Ringkasan
pemilihan sampel dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut.
Tabel 4.1 Ringkasan Pemilihan Sampel
No. Keterangan Jumlah
1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2015 146
2. Perusahaan tambang yang terdaftar di BEI tahun 2015 24
3. Perusahaan yang memiliki pendapatan sebelum pajak dan pendapatan bersih negatif
(62)
4. Perusahaan yang memiliki nilai ekuitas negatif (4)
5. Perusahaan yang tidak memiliki laporan tahunan 2015 dan laroran CSR
(9)
Total akhir sampel penelitian 95
4.2 Uji Hipotesis
Tabel 4.2 berikut merangkum hasil uji model penelitian dengan menggunakan regresi
dalam SmartPLS.
Tabel 4.2 Hasil Pengujian Model Penelitian
Prediksi Tanda Koefisien T-Stat Signifikansi
SOCscore -> TAG (?) -0.043 0.262
ENVscore -> TAG (?) 0.101 0.688
CGscore -> TAG (?) -0.028 0.376
ECONscore -> TAG (?) -0.036 0.197
FINperf -> TAG (+) 0.373 5.041 ***
Pengaruh aspek ..., Raisa Putri Nabila, FEB UI, 2017
16
LEV -> TAG (+) 0.378 3.221 **
SIZE -> TAG (+) -0.205 1.757 *
CINT -> TAG (+) -0.105 0.766
INTG -> TAG (+) 0.068 1.019
BIG4 -> TAG (-) -0.012 0.122
4.2.1 Aspek Sosial dan Agresivitas Pajak
Berdasarkan tabel 4.2, dapat dilihat bahwa nilai t-stat SOCscore adalah 0,262 dimana
nilai ini lebih kecil daripada 1,645 (signifikansi level α=10%) menunjukkan bahwa tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara aspek sosial dan tingkat agresivitas pajak
perusahaan. Hal ini tidak sejalan dengan hipotesis pertama yang memprediksi adanya
hubungan signifikan antara aspek sosial CSR dengan tingkat agresivitas pajak perusahaan.
Oleh karena itu, hipotesis pertama ditolak.
Hasil penelitian yang tidak sejalan dengan hipotesis mungkin disebabkan karena
aktivitas sosial yang dilakukan oleh perusahaan bersifat sukarela. PP Nomor 47 Tahun 2012
tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan tidak menetapkan alokasi dana khusus yang
harus dikeluarkan perusahaan untuk melakukan kegiatan sosial dan lingkungan. Karena tidak
ada aturan yang mewajibkan perusahaan untuk melakukan kegiatan sosial, apabila perusahaan
mengalami penurunan di dalam performa keuangannya, perusahaan cederung mengurangi
atau tidak melakukan aktivitas sosial daripada melakukan agresivitas pajak karena beberapa
pertimbangan. Pertimbangan tersebut adalah apabila perusahaan memilih untuk melakukan
agresivitas pajak, maka ada kemungkinan perusahaan akan dikenakan sanksi oleh petugas
pajak. Karena tidak ada dorongan untuk melakukan agresivitas pajak, maka aspek sosial CSR
yang dilakukan oleh perusahaan manufaktur dan tambang di Indonesia tidak mempengaruhi
bagaimana praktik agresivitas pajak yang dilakukan perusahaan secara signifikan.
4.2.2 Aspek Lingkungan dan Agresivitas Pajak
Berdasarkan tabel 4.2, dapat dilihat bahwa nilai t-stat ENVscore adalah 0,688 dimana
nilai ini lebih kecil daripada 1,645 (signifikansi level α=10%) menunjukkan bahwa tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara aspek lingkungan dan tingkat agresivitas pajak
perusahaan. Hal ini tidak sejalan dengan hipotesis kedua yang memprediksi adanya hubungan
Pengaruh aspek ..., Raisa Putri Nabila, FEB UI, 2017
17
signifikan antara aspek lingkungan CSR dan tingkat agresivitas pajak perusahaan. Oleh
karena itu, hipotesis kedua ditolak.
Hasil penelitian yang tidak sejalan dengan hipotesis mungkin disebabkan karena
belum ada kebijakan pemerintah mengenai sanksi atau denda kepada perusahaan apabila
perusahaan melakukan aktivitas lingkungan yang memiliki dampak yang buruk terhadap
kelestarian lingkungan. Salah satu contohnya adalah wacana kebijakan pemerintah pajak atas
karbon (tax carbon). Pajak karbon adalah pajak yang harus dibayar atas jumlah karbon yang
telah dihasilkan. Mengingat perusahaan mengeluarkan cukup banyak emisi, maka aktivitas
lingkungan perusahaan berhubungan dengan pajak karbon. Namun kebijakan ini belum
memiliki peraturan yang pasti mengenai tarif pajak per emisi yang sudah dikeluarkan. Selain
itu, belum adanya ketetapan pasti dari pemerintah mengenai standar emisi dan denda yang
dikenakan apabila melanggar standar tersebut. Oleh karena itu, karena belum ada peraturan
ataupun kebijakan yang mengikat perusahaan, maka perusahaan masih tetap melakukan
aktivitas lingkungan seperti biasanya. Oleh karena perusahaan tidak mengeluarkan biaya atas
aktivitas lingkungan yang dilakukan, maka tidak ada yang mendorong perusahaan untuk
melakukan agresivitas pajak. Oleh karena itu, aspek lingkungan dalam CSR pada perusahaan
manufaktur dan tambang di Indonesia tidak berhubungan secara signifikan dengan tingkat
agresivitas pajak perusahaan.
4.2.3 Aspek Tata Kelola dan Agresivitas Pajak
Berdasarkan tabel 4.2, dapat dilihat bahwa nilai t-stat CGscore adalah 0,376 dimana
nilai ini lebih kecil daripada 1,645 (signifikansi level α=10%) menunjukkan bahwa tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara aspek tata kelola dan tingkat agresivitas pajak
perusahaan. Hal ini tidak sejalan dengan hipotesis ketiga yang memprediksi adanya
hubungan signifikan antara aspek tata kelola CSR dengan tingkat agresivitas pajak
perusahaan sehingga hipotesis ketiga ditolak.
Hasil uji hipotesis ketiga sejalan dengan penelitian oleh Laguir et al. (2015) dan
Renseelar (2016) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara aspek
tata kelola dalam perusahaan dan tingkat penghindaran pajak perusahaan. Berdasarkan hasil
scoring, mayoritas aktivitas tata kelola dalam CSR yang dilakukan oleh perusahaan
manufaktur dan tambang di Indonesia adalah audit dan internal kontrol. Sementara itu, untuk
aspek balance of power and efficiency of the board dan aspek transparency and integration of
CSR criteria into executive remuneration memiliki total nilai 0 yang menunjukkan bahwa
Pengaruh aspek ..., Raisa Putri Nabila, FEB UI, 2017
18
tidak ada perusahaan yang melakukan pengungkapan tersebut. Dapat disimpulkan bahwa
aspek audit dan internal kontrol sudah diterapkan oleh hampir seluruh perusahaan sehingga
menyebabkan pengaruh yang tidak signifikan terhadap kegiatan agresivitas pajak perusahaan.
4.2.4 Aspek Ekonomi dan Agresivitas Pajak
Berdasarkan tabel 4.2, dapat dilihat bahwa nilai t-stat ECONscore adalah 0,197
dimana nilai ini lebih kecil daripada 1,645 (signifikansi level α=10%). Hal ini menunjukkan
bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara aspek ekonomi dan tingkat agresivitas
pajak perusahaan. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Laguir (2015) dan
Renseelar (2016) yang menunjukkan bahwa aspek ekonomi dalam CSR berhubungan positif
dengan tingkat agresivitas pajak perusahaan. Oleh karena itu, hipotesis keempat ditolak.
Penelitian Renseelar (2016) menunjukkan bahwa hubungan postitif antara aspek
ekonomi dalam CSR dan agresivitas pajak disebabkan karena loyalitas perusahaan kepada
para pemiliknya. Perusahaan bertanggung jawab untuk meningkatkan nilai pemegang saham
sehingga salah satu upayanya adalah dengan melakukan praktik agresivitas pajak selama
dapat membawa keuntungan bagi perusahaan (Friedman, 1970).
Berdasarkan indikator penilaian terkait aspek ekonomi dalam penelitian ini, terlihat
bahwa perusahaan menerapkan strategi yang didominasi oleh peningkatan kualitas produk
dalam proses produksi dan tanggung jawab terhadap konsumen. Dengan demikian indikator
penilian aspek ekonomi pada penelitian ini lebih terfokus kepada kepentingan stakeholder
yaitu konsumen, pemasok, dan masyarakat sekitar. Indikator ini tidak mencerminkan upaya
perusahaan dalam meningkatkan nilai pemegang saham. Akibatnya performa kinerja aspek
ekonomi menjadi tidak berpengaruh signifikan terhadap agresivitas pajak. Oleh karena itu,
aspek ekonomi pada perusahaan manufaktur dan tambang di Indonesia tidak mempengaruhi
praktik agresivitas pajak secara signifikan.
4.3 Analisis Variabel Kontrol
Penelitian ini terdiri dari 6 variabel kontrol yaitu FINperf, LEV, SIZE, CINT, INTG,
dan BIG4. Berdasarkan tabel 4.2, variabel FINperf, LEV, dan SIZE memiliki pengaruh yang
signifikan pada level α=1%, 5%, dan 10%. Sementara itu, variabel CINT, INTG, dan BIG4
tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan variabel dependen TAG.
Pengaruh aspek ..., Raisa Putri Nabila, FEB UI, 2017
19
4.4 Analisis Sensitifitas
Hasil regresi sebelumnya menunjukkan bahwa aspek-aspek CSR tidak mempengaruhi
praktik agresivitas pajak perusahaan. Agresivitas pajak diukur dengan menggunakan proxy
current ETR. Pengujian tambahan ini ditujukan untuk memperkuat (robustness) hasil
pengujian regresi sebelumnya dengan menggunakan proxy pengukuran ETR yang lain, yaitu
cash ETR. Cash ETR didapatkan dengan membagi cash tax paid dengan pre tax income.
Tabel 4.3 Uji Hipotesis Tambahan
Prediksi Tanda Koefisien T-Stat Signifikansi
SOCscore -> TAG2 (?) -0.05 0.307 ENVscore -> TAG2 (?) 0.062 0.498 CGscore -> TAG2 (?) -0.209 1.351 ECONscore -> TAG2 (?) -0.167 0.916 FINperf -> TAG2 (+) 0.156 0.946
LEV -> TAG2 (+) -0.148 1.061
SIZE -> TAG2 (+) 0.13 0.921
CINT -> TAG2 (+) 0.21 1.662 * INTG -> TAG2 (+) -0.086 0.852 BIG4 -> TAG2 (-) -0.036 0.302 Berdasarkan tabel 4.3, dapat dilihat bahwa hasil pengujian sebelumnya dan hasil
pengujian dengan menggunakan proxy cash ETR menunjukkan hasil yang sama. Aspek
sosial, aspek lingkungan, aspek tata kelola, dan aspek ekonomi pada perusahaan manufaktur
dan tambang di Indonesia tidak mempengaruhi praktik agresivitas pajak perusahaan secara
signifikan. Hal itu ditandai dengan tidak terdapat nilai yang berada diatas nilai signifikan 10%
yaitu 1,645 pada variabel independennya.
Sementara itu, pada variabel kontrol dalam pengujian hipotesis sebelumnya
menunjukkan bahwa variabel FINperf, LEV, dan SIZE memiliki hubungan yang signifikan
terhadap agresivitas pajak perusahaan. Hasil pengujian dengan menggunakan proxy cash ETR
menunjukkan hasil yang berbeda yaitu hanya variabel kontrol CINT yang mempengaruhi
praktik agresivitas pajak perusahaan.
5. Kesimpulan dan Saran
Penelitian ini menunjukan bahwa keempat aspek CSR yaitu aspek sosial, aspek
lingkungan, aspek tata kelola, dan aspek ekonomi tidak mempunyai hubungan yang signifikan
terhadap tingkat agresivitas pajak perusahaan. Hal ini mungkin disebabkan karena:
Pengaruh aspek ..., Raisa Putri Nabila, FEB UI, 2017
20
• Terdapat beberapa indikator yang merupakan sistem pengendalian yang harus
dilakukan perusahaan, sehingga semua perusahaan menerapkan indikator tersebut.
• Terdapat beberapa indikator yang merupakan regulasi yang harus dipatuhi
perusahaan, sehingga perusahaan merasa tidak mengungkapkan indikator tersebut
di dalam laporan tahunannya karena aturan tersebut bersifat mandatori.
• Dalam aspek ekonomi, indikator penilaian tidak mencerminkan bagaimana upaya
perusahaan untuk meningkatkan nilai pemegang saham.
Selain itu, penelitian ini memiliki banyak keterbatasan dibandingkan penelitian-
penelitian sebelumnya. Beberapa keterbatasan tersebut adalah penelitian ini menggunakan
pengukuran variabel indipenden yang mengacu pada penelitian Laguir et al. (2015) dengan
menggunakan Vigeo’s Rating. Namun, penelitian ini tidak bisa mereplikasi secara utuh
pengukuran tersebut dikarenakan Vigeo’s Rating memiliki rating dari 0-4 dari setiap
indikatornya yang tidak ditemukannya kriteria-kriteria penilaian dari 0-4 tersebut. Oleh
karena itu, penelitian ini memodifikasi pengukuran variabel indipenden tersebut dengan
mengubah rentangan rating dari 0-2. Selain itu, penelitian sebelumnya menggunakan data
sekunder dari Diane Financial Database yang telah memuat informasi mengenai Vigeo’s
Rating. Penggunaan metode ini merupakan metode yang tidak umum digunakan untuk
mengukur aktivitas aspek-aspek di dalam CSR. Dapat dikatakan bahwa penelitian ini
merupakan penelitian pertama di Indonesia yang digunakan untuk mengukur aktivitas aspek
CSR. Mungkin dalam beberapa tahun lagi, badan indipenden atau pemerintah Indonesia dapat
menciptakan sebuah indeks atau rating untuk menilai aktivitas aspek-aspek CSR yang dapat
dibuat berdasarkan keadaan perusahaan-perusahaan di Indonesia sehingga penelitian akan
menghasilkan hasil yang lebih akurat.
Daftar Pustaka
Aguilera, R. V., Filatotchev, I., Gospel, H., & Jackson, G. (2008). An organizational approach
to comparative corporate governance: Costs, contingencies, and complementarities.
Organization science, 19(3), 475-492.
Avi-Yonah, R. S. (2008). Corporate social responsibility and strategic tax behavior. In Tax
and corporate governance (pp. 183-198). Springer Berlin Heidelberg.
Bhattacharya, C. B., & Sen, S. (2004). Doing better at doing good: When, why, and how
consumers respond to corporate social initiatives. California management review, 47(1), 9-
24.
Pengaruh aspek ..., Raisa Putri Nabila, FEB UI, 2017
21
Chen, S., Chen, X., Cheng, Q., & Shevlin, T. (2010). Are family firms more tax aggressive
than non-family firms?. Journal of Financial Economics, 95(1), 41-61.
Cho, C. H., Roberts, R. W., & Patten, D. M. (2010). The language of US corporate
environmental disclosure. Accounting, Organizations and Society, 35(4), 431-443.
Desai, M. A., & Dharmapala, D. (2006). Corporate tax avoidance and high-powered
incentives. Journal of Financial Economics, 79(1), 145-179.
Dyreng, S. D., Hanlon, M., & Maydew, E. L. (2008). Long-run corporate tax avoidance. The
Accounting Review, 83(1), 61-82.
Freeman, R. E., & McVea, J. (2001). A stakeholder approach to strategic management.
Frank, M. M., Lynch, L. J., & Rego, S. O. (2009). Tax reporting aggressiveness and its
relation to aggressive financial reporting. The Accounting Review, 84(2), 467-496.
Friedman, M. (1970). The Social Responsibility of Business is to Increase its Profits.
Ghozali, I., & Chariri, A. (2007). Teori Akuntansi. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Guthrie, J., & Parker, L. D. (1989). Corporate social reporting: a rebuttal of legitimacy theory.
Accounting and business research, 19(76), 343-352.
Griffin, J. J., & Mahon, J. F. (1997). The corporate social performance and corporate financial
performance debate: Twenty-five years of incomparable research. Business & society,
36(1), 5-31.
Gupta, S., & Newberry, K. (1997). Determinants of the variability in corporate effective tax
rates: Evidence from longitudinal data. Journal of Accounting and Public Policy, 16(1), 1-
34.
Jensen, M. C., & Meckling, W. H. (1976). Theory of the firm: Managerial behavior, agency
costs and ownership structure. Journal of financial economics, 3(4), 305-360.
Kovács, G. (2008). Corporate environmental responsibility in the supply chain. Journal of
Cleaner Production, 16(15), 1571-1578.
Laguir, I., Staglianò, R., & Elbaz, J. (2015). Does corporate social responsibility affect
corporate tax aggressiveness?. Journal of Cleaner Production, 107, 662-675.
Pengaruh aspek ..., Raisa Putri Nabila, FEB UI, 2017
22
Lanis, R., & Richardson, G. (2012). Corporate social responsibility and tax aggressiveness:
An empirical analysis. Journal of Accounting and Public Policy, 31(1), 86-108.
Ribando, J. M., & Bonne, G. (2010). A new quality factor: Finding alpha with ASSET4 ESG
data. Starmine Research Note, Thomson Reuters.
Robinson, J. R., Sikes, S. A., & Weaver, C. D. (2010). Performance measurement of
corporate tax departments. The Accounting Review, 85(3), 1035-1064.
Shleifer, A., & Vishny, R. W. (1997). A survey of corporate governance. The journal of
finance, 52(2), 737-783.
Suchman, M. C. (1995). Managing legitimacy: Strategic and institutional approaches.
Academy of management review, 20(3), 571-610.
Van Renselaar, J. (2016). The influence of corporate social responsibility on the level of
corporate tax avoidance.
Watson, L. (2011). Corporate social responsibility and tax aggressiveness: an examination of unrecognized tax benefits. Unpublished working paper. Pennsylvania State University, Pennsylvania.
Williams, D. F. (2007). Developing the concept of tax governance. KPMG, London, UK
Wilmshurst, T. D., & Frost, G. R. (2000). Corporate environmental reporting: a test of
legitimacy theory. Accounting, Auditing & Accountability Journal, 13(1), 10-26.
Windsor, D. (2009). Tightening corporate governance. Journal of International Management,
15(3), 306-316.
Pengaruh aspek ..., Raisa Putri Nabila, FEB UI, 2017