24
PENGAMBILAN KEPUTUSAN DAN KEBIJAKAN BAB I PENDAHULUAN Sebuah organisasi adalah wadah bagi beroperasinya manajemen. Di sini aktivitas manajemen menjadi salah satu subsistem dari sistem organisasi. Manajemen menjadi tehnik atau alat yang menggerakkan organisasi menuju tercapainya tujuan yang diinginkan. Dalam konteks tugas manajer, pengambilan keputusan merupakan salah satu peranan manajer yang disebut peranan desisional (winardi, 1990). Dalam menentukan tindakan manajerial seorang manajer di tuntut untuk berani mengambil keputusan baik atas pertimbangan individu dengan kewenangannya sebagai pimpinan, maupun kaputusan dari hasil musyawarah dengan memperhatikan pemikiran, perasaan atau masukan dari anggota organisasi. 1 [1] Pembuatan (pengambilan) keputusan adalah bagian kunci kegiatan manajer. Kegiatan ini memainkan peranan penting, terutama bila manajer melaksanakan fungsi perencanaan. Perencanaan menyangkut keputusan-keputusan sangat penting dan jangka panjang yang dapat di buat manajer. Dalam proses perencanaan, manajer memutuskan tujuan-tujuan organisasi yang akan dicapai, sumber daya yang akan digunakan, dan siapa yang akan melaksanakan setiap tugas yang dibutuhkan. Seluruh proses perencanaan itu melibatkan manajer dalam serangkaian situasi 1[1] Syafaruddin. Manajemen Lembaga Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Ciputat Press, 2005), h. 44

Pengambilan Keputusan Dan Kebijakan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hgyf

Citation preview

PENGAMBILAN KEPUTUSAN DAN KEBIJAKAN

BAB IPENDAHULUANSebuah organisasi adalah wadah bagi beroperasinya manajemen. Di sini aktivitas manajemen menjadi salah satu subsistem dari sistem organisasi. Manajemen menjadi tehnik atau alat yang menggerakkan organisasi menuju tercapainya tujuan yang diinginkan. Dalam konteks tugas manajer, pengambilan keputusan merupakan salah satu peranan manajer yang disebut peranan desisional (winardi, 1990). Dalam menentukan tindakan manajerial seorang manajer di tuntut untuk berani mengambil keputusan baik atas pertimbangan individu dengan kewenangannya sebagai pimpinan, maupun kaputusan dari hasil musyawarah dengan memperhatikan pemikiran, perasaan atau masukan dari anggota organisasi.[footnoteRef:1][1] [1: [1] Syafaruddin. Manajemen Lembaga Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Ciputat Press, 2005), h. 44]

Pembuatan (pengambilan) keputusan adalah bagian kunci kegiatan manajer. Kegiatan ini memainkan peranan penting, terutama bila manajer melaksanakan fungsi perencanaan. Perencanaan menyangkut keputusan-keputusan sangat penting dan jangka panjang yang dapat di buat manajer. Dalam proses perencanaan, manajer memutuskan tujuan-tujuan organisasi yang akan dicapai, sumber daya yang akan digunakan, dan siapa yang akan melaksanakan setiap tugas yang dibutuhkan. Seluruh proses perencanaan itu melibatkan manajer dalam serangkaian situasi pembuatan keputusan. Kualitas keputusan-keputusan manajer akan menentukan efektivitas rencana yang disusun.[footnoteRef:2][2] [2: [2] Handoko Hani. T. Manajemen, Edisi 2 (Yoguakarta: Anggota IKAPI, 2003), h. 129]

Pembuatan keputusan (decision making) menggambarkan proses melalui mana serangkaian kegiatan dipilih sebagai penyelesaian suatu masalah tertentu. George P. Huber membedakan pembuatan keputusan dari pembuatan pilihan (chocise making) dan dari pemecahan masalah (problem solving).[footnoteRef:3][3] [3: [3] George P. Huber, Managerial Decision Making, Scoott Foresman, Glenoiew, III. h. 8]

BAB IIPENGAMBILAN KEPUTUSAN DAN KEBIJAKANA. Pengambilan Keputusan Para pakar manajemen talah banyak mengemukakan pendapatnya tentang pengambilan keputusan dalam konteks manajemen. Sebagai dasar konseptual dalam memahami apa sebenarnya pengambilan keputusan dalam aktivitas menajemen pada sebuah organisasi. Untuk Untuk memberikan pemahaman tentang pengambilan keputusan, terlebih dahulu dikemukakan pengertian pengambilan keputusan. Menurut Robins (1984) pengambilan keputusan adalah : decesion marking is a process in which one chooses between two or more alternatives. Pendapat ini menegaskan bahwa pengambilan keputusan sebagai proses memilih satu pilihan di antara dua pilihan atau lebih alternatif. Pengambilan keputusan adalah menetapkan alternatif secara nalar dan menghindari dari pilihan yang tidak rasional, tanpa alasan atau data yang kurang akurat.[footnoteRef:4][4] [4: [4] Mesiono, Manajemen dan Organisasi, (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2010), h. 150]

Pengambilan keputusan ialah proses memilih sejumlah alternatif. Pengambilan keputusan penting bagi administrator pendidikan karena proses pengambilan keputusan mempunyai peran penting dalam memotivasi, kepemimpinan, komunikasi, koordinasi, dan perubahan organisasi. Setiap level administrasi sekolah mengambil keputusan secara hierarkis. Keputusan yang diambil administrator berpengaruh terhadap pelanggan pendidikan terutama peserta didik. Oleh karena itu, setiap administrator pendidikan harus memeilki keterampilan mengambil keputusan secara cepat, tepat, efektif, dan efesien.[footnoteRef:5][5] [5: [5] Husaini Usman, Manajemen, Edisi 3 (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 392]

Pengambilan keputusan merupakan kegiatan yang selalu kita jumpai dalam setiap kegiatan kepemimpinan. Bahkan dapat juga dikatakan, bagaimana cara pengambilan keputusan yang dilalukan oleh seorang pemimpin menunjukkan bagaimana gaya kepemimpinannya. Dengan demikian, pengambilan keputusan merupakan fungsi kepemimpinan yang turut menentukan proses dan tingkat keberhasilan kepemimpinan itu sendiri.[footnoteRef:6][6] [6: [6] Ngalim Purwanto, Administrasi dan Sepervisi Pendidikan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 67]

Salah satu peranan strategis manajer atau pimpinan organisasi ialah peranan pengambilan keputusan (decesional role). Bahkan menurut Harrison (1978) pengambilan keputusan menjadi suatu bagian integral dari manajemen suatu organisasi. Lebih dari sekedar itu, kompetisi, dalam aktivitas pengambilan keputusan ini membedakan seorang manajer dari yang tidak manajer bahkan lebih dari pada itu, manajer yang baik dari pada yang biasa saja.Dengan begitu, jelaslah bahwa pengambilan keputusan merupakan hal yang penting untuk dilakukan dalam hubungannya dengan organisasi. Dalam menentukan alternatif untuk menjadi sebuah keputusan dibutuhkan pertimbangan-pertimbangan sebelum jatuh pada sebuah keputusan. Pada kondisi inilah dibutuhkan ketajaman analisis terhadap masalah-masalah yang dihadapi. Sehingga pengambilan keputusan itu memberikan keuntungan-keuntungan dengan kemampuannya dalam memilih dan menetapkan alternatif.Dalam Immegart dan Pilecki (1972:78) dikemukakan bagan subsistem aktivitas pengambilan keputusan dalam organisasi sekolah sebagai berikut:

MasukanKeluaranSituasi Solusi masalahMasalah

Proses Pengambilan KeputusanDi atas menjelaskan beberapa subsistem yang melingkari sistem aktivitas seperti pengambilan keputusan. Setiap proses dari subsistem dalam kenyataannya merupakan realitas dari input (masukan) dan output (keluaran) dalam sistem tersebut. Situasi masalah atau masalah yang menjadi input (masukan) kepada subsistem pengumpulan data yang berhubungan dengan masalah kemudian menjadi masukan kepada subsistem analisis data dan selanjutnya menjadi masukan kepada subsistem pemilihan keputusan di antara berbagai alternatif sehingga muncul keluaran berupa alternatif solusi masalah. Untuk itu, para manajer perlu memahami langkah-langkah pengambilan keputusan sebagaimana dikemukakan oleh Mondy dan Premeaux (1995:113) yang terdiri dari lima langkah berikut ini:1. Mengidentifikasi masalah atau peluang 2. Membuat alternatif-alternatif3. Mengevaluasi alternatif4. Memiliki dan mengimplementasikan alternatif5. Mengavaluasi alternatif. [footnoteRef:7][7] [7: [7] Syafaruddin dan Anzinzhan, Sitem Pengambilan Keputusan Pendidikan, (Jakarta: PT Grasindo, 2008), h. 55-56]

Di sisi lain ada pula pembagian jenis keputusan berdasarkan masalah yang dihadapi, yaitu:a. Keputusan yang diprogramkan (programmed decesion)Keputusan ini adalah keputusan yang dibuat berdasarkan problem yang diketahui secara baik (well structured problem) atau masalahnya diketahui secara jelas. Informasi juga tersedia secara mencukupi untuk di gunakan dalam mengambil keputusan. Demikian pula informasinya dapat dinilai relevansinya untuk mengambil keputusan. Fakta-fakta dan angka-angka serta data diolah untuk memberikan informasi yang bermakna sehingga keputusan bisa diprogramkan.b. Keputusan yang tidak diprogramkan (Non-programmed decesion)Adapun keputusan ini adalah keputusan yang diambil atau dibuat berdasarkan masalah yang tidak diketahui secara jelas (ill-structured problem) atau data dan informasinya kurang tersedia sebagaimana mestinya.[footnoteRef:8][8] [8: [8] Syafaruddin. Manajemen Lembaga Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Ciputat Press, 2005), h. 57-58]

B. KebijakanKebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak.[footnoteRef:9][9] Istilah ini dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi dan kelompok sektor swasta, serta individu. Kebijakan berbeda dengan peraturan dan hukum. Jika hukum dapat memaksakan atau melarang suatu perilaku (misalnya suatu hukum yang mengharuskan pembayaran pajak penghasilan), kebijakan hanya menjadi pedoman tindakan yang paling mungkin memperoleh hasil yang diinginkan. [9: [9] Kamus Besar Bahasa Indonesia]

Kebijakan atau kajian kebijakan dapat pula merujuk pada proses pembuatan keputusan-keputusan penting organisasi, termasuk identifikasi berbagai alternatif seperti prioritas program atau pengeluaran, dan pemilihannya berdasarkan dampaknya. Kebijakan juga dapat diartikan sebagai mekanisme politis, manajemen, finansial, atau administratif untuk mencapai suatu tujuan eksplisit.[footnoteRef:10][10] [10: [10] Ferlian Satria http://kishi-kun.blogspot.com/2011/09/hubungan-dan-perbedaan-kebijakan-dan.html, di akses pada Hari Sabtu Tgl 22 Maret 2013 Pukul 21.00 Wib]

Kebijakan adalah pilihan-pilihan (opsi) yang didasari pemikiran akal budi dalam sebuah kepengurusan maupun organisasi untuk kepentingan tertentu. Dari definisi di atas jelaslah bahwa kebijakan bukanlah keputusan melainkan bahan dalam pengambilan keputusan. Sedangkan kebijaksanaan adalah kepandaian menggunakan akal budi. Analisa kebijakan; produk dari analisa kebijakan adalah saran, sedalam dan seluas apapun analisa kebijakan dimaksudkan untuk menghasilkan beberapa pilihan keputusan. Analisa kebijakan bertujuan untuk menyediakan informasi yang dapat digunakan untuk bahan pertimbangan yang berdasar pada pemecahan masalah kepada para pembuat keputusan. Menurut Weimer dan Vining mereka menganggap bahwa analisa kebijakan sebagai pekerjaan professional, maka mereka menekankan para analis kebijakan mempunyai klien yang membutuhkan saran yang dapat membantu dalam pengambilan keputusan. Klien dari penganalisa kebijakan adalah para pembuat keputusan. Dari pertimbangan di atas, maka mereka mendefiniskan bahwa analisa kebijakan merupakan saran yang berorientasi pada klien dan berhubungan dengan kepentingan umum. Dan menurut Walter William, analisa kebijakan merupakan penggabungan informasi termasuk perkiraan akibat untuk mengahasilkan format pengambilan keputusan dan memperkirakan kebutuhan di masa mendatang sebagai bahan pertimbangan.[footnoteRef:11][11] [11: [11] Hasan Aryanto, http://hasanaryantouinjkt.blogspot.com/2009/11/analisa-kebijakan-dan-pengambilan.html]

Seorang pakar mengatakan: (Aminullah dalam Muhammadi, 2001: 371 372): bahwa kebijakan adalah suatu upaya atau tindakan untuk mempengaruhi sistem pencapaian tujuan yang diinginkan, upaya dan tindakan dimaksud bersifat strategis yaitu berjangka panjang dan menyeluruh.Demikian pula berkaitan dengan kata kebijakan ada yang mengatakan: (Ndraha 2003: 492-499) : bahwa kata kebijakan berasal dari terjemahan kata policy, yang mempunyai arti sebagai pilihan terbaik dalam batas-batas kompetensi actor dan lembaga yang bersangkutan dan secara formal mengikat. Dengan demikian yang dimaksud kebijakan dalam Kybernology adalah sistem nilai kebijakan dan kebijaksanaan yang lahir dari kearifan aktor atau lembaga yang bersangkutan. Selanjutnya kebijakan setelah melalui analisis yang mendalam dirumuskan dengan tepat menjadi suatu produk kebijakan. Dalam merumuskan kebijakan Thomas R. Dye merumuskan model kebijakan antara lain menjadi: model kelembagaan, model elit, model kelompok, model rasional, model inkremental, model teori permainan, dan model pilihan publik, dan model sistem. Selanjutnya tercatat tiga model yang diusulkan Thomas R. Dye, yaitu: model pengamatan terpadu, model demokratis, dan model strategis. Terkait dengan organisasi, kebijakan menurut George R. Terry dalam bukunya Principles of Management adalah suatu pedoman yang menyeluruh, baik tulisan maupun lisan yang memberikan suatu batas umum dan arah sasaran tindakan yang akan dilakukan pemimpin (Terry, 1964:278). Kebijakan secara umum menurut Said Zainal Abidin (Said Zainal Abidin, 2004:31-33) dapat dibedakan dalam tiga tingkatan:1. Kebijakan Umum, yaitu kebijakan yang menjadi pedoman atau petunjuk pelaksanaan baik yang bersifat positif ataupun yang bersifat negatif yang meliputi keseluruhan wilayah atau instansi yang bersangkutan. 2. Kebijakan Pelaksanaan adalah kebijakan yang menjabarkan kebijakan umum. Untuk tingkat pusat, peraturan pemerintah tentang pelaksanaan suatu undang-undang.3. Kebijakan Teknis, kebijakan operasional yang berada di bawah kebijakan pelaksanaan.[footnoteRef:12][12] [12: [12] http://muhammadravi.blogspot.com/2012/06/pengertian-politik-negarapengambil.html, di akses pada Hari Sabtu Tgl 22 Maret 2013 Pukul 21.00 Wib]

Namun demikian berdasarkan perspektif sejarah, maka aktivitas kebijakan dalam tataran ilmiah yang disebut analisis kebijakan, memang berupaya mensinkronkan antara pengetahuan dan tindakan. Dikatakan oleh William N. Dunn (William N. Dunn, 2003: 89) C. Hubungan Kebijakan Dengan KeputusanWalaupun manajer mungkin bisa, atau tidak mau mengatakan kepada manajemen lebih rendah harus mengambil keputusan apa, sering sangat penting untuk mengucapkan garis pedoman atau batas batas yang akan dipertimbangkan oleh bawahan bilamana mengambil keputusan. Ini biasanya disebut kebijakan atau nilai-nilai atau prinsip-prinsip organisasi. Kebijkan manajemen menghendaki agar keputusan penetapan tenaga tidak boleh pilih kasih, tetapi tingkat bawahan diperbolehkan untuk memilih orang-orang mereka.[footnoteRef:13][13] [13: [13] George Strauss Dan Leonard R. Sayles , Manajemen Personalia. Segi Manusia Dalam Organisasi, Jilid I (Jakarta, CV Teruna Grafika, 1996), h. 356-357]

Keputusan diambil ditingkat puncak Pandangan tradisional, semua keputusan penting dibuat oleh para manajer puncak. Karena mereka merupakan orang-orang yang paling mengetahui dan paling kompeten, mereka dapat menentukan kebijakan luas untuk organisasi sebagai keseluruhan. Waktu kebijakan itu diteruskan ke bawah lewat tingkat-tingkat berturut-turut dari organisasi, dan diuraikan secara lebih terperinci dan diubah menjadi perintah-perintah operasional.[footnoteRef:14][14] [14: [14] Ibid, h. 384-385 ]

Parsons (2005:247) mengungkapkan bahwa pengambilan keputusan berada di antara perumusan kebijakan dan implementasi. Proses pengambilan keputusan bersifat dinamis dan bergerak dari formulasi kebijakan menuju penetapan kebijakan untuk diimplementasikan. Dalam glossary administrasi publik, pembuatan keputusan didefinisikan sebagai suatu proses dalam mana pilihan-pilihan dibuat untuk mengubah (atau tidak mengubah) suatu kondisi yang telah ada, memilih serangkaian tindakan yang paling tepat untuk mencapai suatu tujuan yang paling diinginkan, dan untuk mengurangi resiko-resiko, ketidakpastian dan pengeluaran sumber-sumber dalam rangka mengejar tujuan (dalam Irfan Islamy, 1994:23). Dua pendapat di atas memiliki makna senada dimana pengambilan keputusan merupakan proses yang terjadi secara terus menerus meskipun telah memasuki tahapan yang berbeda dalam proses pembuatan kebijakan. Willian R. Dill yang mengemukakan keputusan sebagai suatu pilihan terhadap berbagai macam alternatif. Dalam definisi ini Dill menegaskan tentang adanya kemiripan antara pembuatan keputusan dengan pembuatan kebijakan. Definisi ini didukung oleh pendapat yang dikeluarkan oleh Nigro dan Nigro yang tidak membedakan pembuatan keputusan dengan pembuatan kebijakan. Nigro dan Nigro mengemukakan tidak ada perbedaan yang mutlak dapat dibuat antara pembuatan keputusan dan pembuatan kebijakan, karena setiap penentuan kebijakan adalah merupakan suatu keputusan. Tetapi kebijakan membentuk rangkaian tindakan yang mengarahkan banyak macam keputusan yang dibuat dalam rangka melaksanakan tujuan-tujuan yang telah dipilih. Berbeda dengan pendapat Anderson yang membedakan pengambilan keputusan dengan pembuatan kebijakan. Anderson mengemukakan bahwa pengambilan keputusan melibatkan pilihan dari sebuah alternatif diantara sekelompok alternatif lain yang bersaing (Anderson, 1978:9). Dari berbagai alternatif yang tersedia, sekelompok aktor yang terlibat dalam pembuatan kebijakan harus berkompromi untuk menentukan sebuah pilihan yang disepakati untuk dilaksanakan. Sedangkan pembuatan kebijakan berkaitan dengan pola tindakan yang melibatkan banyak keputusan dan terjadi secara rutin maupun tidak. Pendapat ini sesuai dengan definisi menurut Bintoro tjokroamidjojo yang mengemukakan bahwa apabila pemilihan alternatif dilakukan sekali dan selesai maka kegiatan itu disebut pembuatan keputusan. Sebuah kegiatan dinamakan perumusan kebijakan adalah apabila pemilhan alternatif itu terus menerus dilakukan dan tidak pernah selesai.Dalam formulasi, sebuah rancangan kebijakan dibahas dengan melibatkan berbagai pihak baik yang mendukung maupun menentang kebijakan tersebut. Menurut Anderson formulasi merupakan kompetisi untuk mencapai kesepakatan (compete for acceptance) dan memiliki karakteristik melibatkan berbagai macam kepentingan untuk didiskusikan dan dikompromikan (Anderson, 1978:66). Berbagai pendapat yang muncul saling beradu argumentasi dan mempengaruhi satu dengan yang lain dengan tujuan memcapai kesepakatan. Ketika rancangan kebijakan selesai diformulasikan, berarti telah melewati ajang yang tidak mudah dan bisa jadi berliku. Menurut Nigro dan Nigro terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan keputusan atau kebijakan. a) adanya pengaruh tekanan-tekanan dari luar. b) adanya pengaruh kebiasaan lama (konservatisme). c) Adanya pengaruh sifat-sifat pribadi. d) adanya pengaruh dari kelompok luar, dan e) adanya pengaruh keadaan masa lalu (dalam Irfan Islamy, 1994:26).Aktor-aktor yang terlibat dalam formulasi pun memiliki peran yang berbeda dengan evaluasi rancangan kebijakan. Aktor-aktor dalam formulasi adalah individu atau kelompok yang memiliki kepentingan dengan kebijakan yang akan dibuat dan berasal dari berbagai kalangan. Dalam formulasi paling tidak, stakeholder bisa berasal dari legislatif, eksekutif, maupun kelompok kepentingan. Ketiganya berada dalam kesetaraan karena memiliki posisi dan peluang yang sama dalam pengambilan keputusan. Sedangkan dalam evaluasi rancangan kebijakan, aktor-aktor yang terlibat adalah eksekutif tapi berasal dari tingkat pemerintahan yang berbeda. Di satu pihak berasal dari pemkab/pemkot sebagai pengusul rancangan kebijakan di pihak lain adalah dari pemprov yang bertugas menjadi evaluator. Anderson mengungkapkan keterlibatan badan-badan administratif dalam pembuatan kebijakan sangat mungkin terjadi dalam konsep otonomi (Anderson, 1978 : 38-39). Badan ini dibentuk dengan tujuan untuk melakukan kontrol atas daerah berkaitan dengan kewenangan yang diberikan sebagai konsekuensi dari otonomi. Jadi, badan-badan administratif adalah cabang dari kekuasaan pemerintah pusat. Dalam otonomi daerah yang ada di Indonesia, fungsi administratif dijalankan oleh gubernur sebagai pimpinan wilayah administratif. Wilayah administratif adalah kepanjangan tangan pemerintah pusat dan berada di daerah dan berada di tingkat provinsi. Sedangkan otonomi yang bersifat penuh adalah pada tingkat pemerintah kabupaten dan kota.Peran badan administratif dalam pembuatan kebijakan adalah evaluator rancangan perda setelah diputuskan di tingkat daerah otonom bukan pada saat formulasi dilakukan. Dalam evaluasi, pola hubungan yang terjadi bersifat hierarkhis. Badan administratif dalam melakukan pengawasan memiliki kemampuan untuk mengubah, bahkan membatalkan kebijakan sebagai wujud dari kekuasaan dalam pembuatan peraturan. Namun, individu-individu yang terlibat di badan administrasi tidak boleh menutup mata terhadap pengambilan keputusan atas rancangan kebijakan tersebut. Menurut Anderson (1978), terdapat enam kriteria keputusan yang menjadi pertimbangan setiap individu dalam pengambilan keputusan untuk kebijakan

a) NilaiNilai menjadi kriteria yang memiliki peranan besar pada saat pengambilan keputusan dilakukan oleh individu karena bersifat sangat pribadi. Nilai berkaitan dengan kesadaran dalam membuat pilihan yang muncul pada saat individu terlibat dalam pengambilan keputusan. Setiap individu memiliki preferensi nilai yang muncul baik secara sadar maupun tidak mempengaruhi pengambilan keputusan yang dilakukan.b) Afiliasi partai politikKesetiaan pada partai merupakan kriteria yang signifikan meskipun seringkali sulit memisahkan dari pertimbangan lain seperti pengaruh pemimpin atau komitmen ideologis. Kriteria ini kadang berpengaruh dalam pengambilan keputusan yang memuat isu kebijakan yang diusung oleh partai. Namun dalam beberapa isu kebijakan, seringkali membuat perbedaan dukungan antar partai tidak tampak.c) Kepentingan konstituen,Dukungan suara dari konstituen dalam pemilihan umum sangat penting bagi partai. Konsekuensinya adalah keharusan dari partai untuk memperhatikan kepentingan dari konstituen (publik). Proses legislasi untuk pengambilan keputusan tidak hanya dipengaruhi oleh pemerintah tapi juga keinginan dari masyarakat yang diwakili.d) Opini publikSuara publik menjadi kriteria penting dalam pembuatan keputusan untuk kebijakan. Suara publik merupakan pencerminan keinginan masyarakat sekaligus pendapat masyarakat tentang tindakan kebijakan yang dilakukan pemerintah. Namun, kebijakan terkadang juga mengabaikan suara publik dan lebih memperhatikan kepentingan elit dalam pemerintahan.e) Pendapat pejabat/pimpinan (deference)Perbedaan pendapat seringkali muncul dalam pengambilan keputusan. Namun berbeda pendapat dengan pimpinan atau pejabat yang berpengaruh seringkali menciptakan keengganan atau rasa sungkan pada diri individu lain.f) Peraturan perundang-undanganOrganisasi seringkali membuat peraturan dan pedoman pelaksanaan tugas bagi instansi dari pusat hingga daerah. Interpretasi atas peraturan bersifat kaku dan menjadihak pemerintah pusat untuk menterjemahkannya. Kondisi ini seringkali menyulitkan karena terdapat keragaman antar daerah. Walaupun demikian daerah harus tetap menjalankan peraturan tersebut karena menjadi rambu-rambu bagi daerah dalam menjalankan tugas dan fungsinya (Anderson, 1978:72-77). Meskipun mengungkapkan enam kriteria, tapi Anderson memberikan memberikan catatan khusus pada nilai (value) sebagai satu kriteria pengambilan keputusan dalam formulasi kebijakan. Pandangan para aktor sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dimiliki dalam pengambilan keputusan dan banyak keputusan justru banyak menggunakan pertimbangan nilai dibanding lima kriteria lainnya. Anderson menyebutkan lima kategori nilai yang menjadi pertimbangan para pengambilan keputusan, yang terdiri dari: a) nilai-nilai politik, b) nilai-nilai organisasi, c) nilai-nilai individu, d) nilai-nilai kebijakan, dan e) nilai-nilai ideologis (Anderson, 1978:14-15).[footnoteRef:15][15] [15: [15] Dwi Harsono, http://dwih74.blog.com/2010/12/08/teori-pengambilan-keputusan/, di akses pada Hari Sabtu Tgl 22 Maret 2013 Pukul 21.00 Wib]

D. Fitrah KebijaksanaanMeskipun potensi kebijaksanaan diberikan Allah SWT kepada manusia, namun Allah Taala telah menetapkan bahwa fitrah itu hanya bisa dibangkitkan oleh hamba-hamba-Nya yang mau menggunakan akalnya dengan benar. Allah Taala berfirman, E. Artinya: Dia memberi hikmah (kebijaksanaan) kepada siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa yang diberi hikmah, sesungguhnya ia telah dianugerahi kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang mempunyai akal. (Al-Baqarah [2]: 269.[footnoteRef:16][16] [16: [16] Qs. (Al-Baqarah [2]: 269)]

Ayat-ayat sebelum dan sesudah ayat ini menjelaskan tentang anjuran berinfak. Sepintas ayat-ayat tersebut tidak saling berhubungan. Padahal, jika kita teliti secara cermat, tampak jelas sebuah pelajaran luar biasa dari rangkaian ayat-ayat tersebut. Bahwa, berinfak sesuai ketentuan syariat tak sekadar memerlukan ilmu, namun juga kebijaksanaan. Menurut teori ekonomi sekuler, setiap pemberian akan mengurangi kepemilikan. Konsep ini bertentangan dengan teori ekonomi ilahiyah yang sarat dengan hikmah (kebijaksanaan). Al-Qur`an mengajarkan kepada kita bahwa setiap harta yang kita berikan kepada orang lain akan diganti oleh Allah Taala dengan sesuatu yang lebih baik. Hal ini terbaca secara jelas dalam firman Allah Taala, Artinya: Katakanlah, Sungguh, Tuhanku melapangkan rezeki dan membatasinya bagi siapa saja yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Dan apa saja yang kamu infakkan, Allah akan menggantinya dan Dialah pemberi rezeki yang terbaik. (Saba [34]: 39).[footnoteRef:17][17] [17: [17] Qs. (Saba [34]: 39)]

Hikmah, sebagaimana disebutkan dalam ayat 269 surat al-Baqarah [2] tadi, adalah marifatullah, atau pengetahuan yang mendalam mengenai Allah Taala. Seseorang yang sudah sampai pada tingkatan (maqam) ini akan menjadi bijaksana walaupun pengetahuan umumnya terbatas dan keterampilannya pas-pasan.Dalam kehidupan nyata, kita sering mendapati orang yang tidak berpengetahuan sama sekali, bahkan SD saja tidak tamat, berhasil mendidik anak-anaknya dengan baik. Sebaliknya, kita juga sering mendapati orang yang menguasai teori-teori pendidikan, tapi gagal mendidik anak-anaknya sendiri. Banyak orang yang pakar di bidang ilmu sosial tapi gagal bersosialisasi di tengah masyarakat.Alam yang kita tempati ini ada yang nyata (syahadah), ada pula yang tidak (ghaib). Manuasia kerap hanya mampu memperhitungkan apa-apa yang nyata di alam ini. Itu pun bahkan mereka sering salah perhitungan. Apalagi bila manusia disuruh memperhitungkan apa-apa yang ghaib di alam ini, manusia sering tidak mampu. Mengapa? Sebab sesuatu yang ghaib hanya mampu dilihat dengan kacamata iman. Karena itulah dahulu kala para Sahabat Nabi mudah sekali menyerap nilai-nilai kemuliaan yang ditunjukkan Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam (SAW). Selepas perang Hunain, Rasulullah SAW membagi-bagikan harta rampasan perang (ghanimah) kepada para Sahabat. Sebagian Sahabat merasa pembagian ini kurang adil. Awalnya, perasaan ini hanya berwujud ketidak puasan. Lalu berkembang menjadi kekecewaan. Lama kelamaan berubah menjadi desas-desus. Kemudian menjelma menjadi isu nasional. Nabi SAW segera mengambil langkah. Ia mengumpulkan para Sahabat, terutama kaum Anshar. Lalu ia bertanya, Wahai para Sahabat (Anshar), apakah kalian tidak rela jika saudara-saudara kita dari Makkah pulang dengan membawa beberapa ekor unta bermuatan harta rampasan perang, sedang kalian orang-orang Anshar pulang dengan membawa Muhammad?Lewat pidato singkat ini, Rasulullah SAW ingin mengingatkan para Sahabat bahwa harta benda yang tampak di depan mata belum tentu lebih baik ketimbang sosok Rasul SAW di tengah-tengah mereka. Manusia biasa yang belum terasah imannya tentu tak akan mampu menyerap hikmah dari perkataan Rasulullah SAW ini. Namun, para Sahabat tentu saja berbeda. Mendengar perkataan Rasulullah SAW, tak satu kata pun terucap dari bibir mereka kecuali tangisan. Mereka menyesal telah berburuk sangka kepada Rasulullah SAW. Mereka telah dikalahkan oleh hawa nafsunya. Artinya: Allah Taala mengabadikan kejadian ini dalam firman-Nya, Sungguh, Allah telah memberi karunia kepada orang-orang beriman ketika (Allah) mengutus seorang Rasul (Muhammad) di tengah-tengah mereka dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab (al-Quran) dan Hikmah (as-Sunnah), meskipun sebelumnya mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (Ali Imran [3]: 164).[footnoteRef:18][18] [18: [18] Qs. (Ali Imran [3]: 164)]

Wajib Dimiliki PemimpinSeorang pemimpin mutlak memiliki hikmah atau kebijaksanaan. Pemimpin yang tidak memiliki kebijaksanaan akan mudah terombang ambing oleh situasi yang setiap saat berubah. Pemimpin yang bijaksana akan teguh pendiriannya, mantap dalam bertindak, dan berani mengambil keputusan. Mereka tidak ragu-ragu, tak juga bimbang. Inilah pula yang pernah ditunjukkan oleh Rasulullah SAW menjelang Perjanjian Hudaibiyah.Di saat semua Sahabat menentang perjanjiantersebut, Rasulullah SAW justru tidak segera mencabut keputusannya. Beliau yakin bahwa penolakan para Sahabat hanya karena ketidaktahuan mereka akan rahasia di balik peristiwa tersebut. Inilah hikmah yang dimensinya lebih dari sekadar ilmu. Jika ilmu bisa dijelaskan dan dipahamkan saat itu juga, maka hikmah sering bisa dimengerti setelah peristiwanya telah berlalu. Setelah tiga tahun penandatanganan perjanjian itu barulah para Sahabat menyadari kebenaran sikap dan kebijaksanaan Nabi SAW. Mereka baru menyadari bahwa penolakan mereka dahulu itu salah, karena hati mereka saat itu dipenuhi oleh emosi. Tugas pokok para pemimpin, kata Rasulullah SAW, adalah membuat keputusan selain memberi bimbingan dan arahan. Dalam setiap pengambilan keputusan, selain diperlukan penguasaan ilmu, pemahaman situasi dan keadaan, juga dibutuhkan kedalaman ruhiyah dalam menangkap sinyal-sinyal qudratullah. Untuk yang terakhir ini, tidak bisa tidak harus lewat pendekatan kepada Allah Taala. Untuk taqarrub ilallah, seseorang terlebih dulu harus memiliki marifah yang dalam terhadap Allah Taala. Itulah sebabnya mengapa para Nabi dan Rasul merupakan kelompok manusia yang paling banyak mendapatkan hikmah dibanding manusia biasa. Jawabnya, karena mereka mempunyai kedekatan khusus dengan Allah Taala. Kejernihan hati, kebeningan berpikir, dan kedekatan diri kepada Allah Taala yang mampu mengantarkan Muhammad SAW memiliki kebijaksanaan yang tinggi. Inilah yang juga dimikili oleh Nabi Ibrahim Alaihissalam. Sebagai pemimpin, beliau merasa perlu memiliki hikmah sebagaimana yang telah dikaruniakan kepada para Nabi dan para pemimpin sebelumnya. Maka beliau pun bermunajat, Artinya: Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang shaleh. (Asy-Syuara [26]: 83). [footnoteRef:19][19] [19: [19] Qs. (Asy-Syuara [26]: 83)]

Di antara Nabi yang juga mendapat hikmah adalah Nabi Daud Alaihissalam. Selain sebagai seorang Nabi, Daud adalah seorang raja yang kekuasaannya luar biasa. Namun, beliau merasa tak cukup dengan hanya mengandalkan ilmu, melainkan juga hikmah. Dengan kedua kemampuan tersebut, kekuasaan Daud berlangsung relatif stabil dalam waktu sangat lama, bahkan diwariskan kepada putranya, Sulaiman AS. Artinya: Dan Kami kuatkan kerajaannya dan Kami berikan hikmah kepadanya serta kebikajsanaan dalam memutuskan perkara. (Shad [38]: 20).[footnoteRef:20][20] [20: [20] Qs. (Shad [38]: 20)]

Kebijaksanaan adalah pengetahuan tertinggi. Ia merupakan mutiara. Seorang ahlul hikmah, jika ditempatkan di mana saja, pasti memancarkan sinar keelokannya. Keberadaannya senantiasa dicari, karena mulia seperti emas yang tak lekang oleh panas, tak lapuk oleh hujan.

BAB IIIPENUTUP

Kesimpulan dari makalah saya ini adalah sebagai berikut:Pengambilan keputusan sebagai proses memilih satu pilihan di antara dua pilihan atau lebih alternatif. Pengambilan keputusan adalah menetapkan alternatif secara nalar dan menghindari dari pilihan yang tidak rasional, tanpa alasan atau data yang kurang akurat.Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak.Kebijakan adalah pilihan-pilihan (opsi) yang didasari pemikiran akal budi dalam sebuah kepengurusan maupun organisasi untuk kepentingan tertentu. Dari definisi di atas jelaslah bahwa kebijakan bukanlah keputusan melainkan bahan dalam pengambilan keputusan. Sedangkan kebijaksanaan adalah kepandaian menggunakan akal budi. Analisa kebijakan; produk dari analisa kebijakan adalah saran, sedalam dan seluas apapun analisa kebijakan dimaksudkan untuk menghasilkan beberapa pilihan keputusan

DAFTAR PUSTAKAHandoko Hani. T. Manajemen, Edisi 2 (Yoguakarta: Anggota IKAPI, 2003)George P. Huber, Managerial Decision Making, Scoott Foresman, Glenoiew, III.George Strauss Dan Leonard R. Sayles , Manajemen Personalia. Segi Manusia Dalam Organisasi, Jilid I (Jakarta, CV Teruna Grafika, 1996), Mesiono, Manajemen dan Organisasi, (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2010)Husaini Usman, Manajemen, Edisi 3 (Jakarta: Bumi Aksara, 2010)Ngalim Purwanto, Administrasi dan Sepervisi Pendidikan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006)Syafaruddin dan Anzinzhan, Sitem Pengambilan Keputusan Pendidikan, (Jakarta: PT Grasindo, 2008)Syafaruddin. Manajemen Lembaga Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Ciputat Press, 2005)Kamus Besar Bahasa IndonesiaFerlian Satria http://kishi-kun.blogspot.com/2011/09/hubungan-dan-perbedaan-kebijakan-dan.html, di akses pada Hari Sabtu Tgl 22 Maret 2013 Pukul 21.00 WibHasan Aryanto, http://hasanaryantouinjkt.blogspot.com/2009/11/analisa-kebijakan-dan-pengambilan.htmlhttp://muhammadravi.blogspot.com/2012/06/pengertian-politik-negarapengambil.html, di akses pada Hari Sabtu Tgl 22 Maret 2013 Pukul 21.00 WibDwi Harsono, http://dwih74.blog.com/2010/12/08/teori-pengambilan-keputusan/, di akses pada Hari Sabtu Tgl 22 Maret 2013 Pukul 21.00 WibQs. (Al-Baqarah [2]: 269)Qs. (Saba [34]: 39)Qs. (Ali Imran [3]: 164)Qs. (Asy-Syuara [26]: 83)Qs. (Shad [38]: 20)