9
159 PENERAPAN METODE LEARNING BY DOING SEBAGAI IMPLEMENTASI FILSAFAT PRAGMATISME DALAM MATA KULIAH LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF Siti Maslakhah Universitas Negeri Yogyakarta Email: [email protected] Abstract (Title: Application of the Learning by Doing Method as an Implementation of the Pragmatism Philosophy in Comparative Historical Linguistic Subjects). The aim of the article is to describe the implementation of learning by doing method in learning Historical Comparative Linguistics course in Study Program of Indonesian Literature FBS UNY especially on the subject of lexicostatistics and glottochronology.Comparative Historical Linguistics (Linguistik Historis Komparatif/LHK) course is taught in Study Program of Indonesian Literature, Indonesian Language and Literature Education Department, FBS UNY, offered in odd semester and must be taken by the fifth semester students who choose linguistic skill. One of the topics in this course is lexicostatistics and glottochronology. From the results of the examination, it was found that students’ understanding and skills of this subject were not entirely satisfactory,and therefore learning by doing method was applied so that students had knowledge and skills to determine kinship and a separate period of two languages.In the learning of lexicostatistics and glottochronology subject, the students participating in the class are grouped into several groups. Each group is given the task of calculating the kinship of two languages and then determined the separate period between the two languages. The language studied by each group is different from the other groups. Each group is given the task of finding data in the field. The data are in the form of a lexicon taken from the basic of Swadesh. Students look for respondents who speak the mother tongue of the language who are the object of their research to obtain lexicons from the languages. When the lexicon has been collected, they calculate the kinship and determine the separate period by using the existing formulas. The final results are presented in front of theclass. Keyword: learning by doing, pragmatism, comparative historical linguistic PENDAHULUAN Linguistik Historis Komparatif (His- torical Comparative Linguistics) adalah ca- bang linguistik yang menelaah perkembang- an bahasa dari satu masa ke masa yang lain, mengamati bagaimana cara bahasa-bahasa mengalami perubahan, serta mengkaji sebab akibat dari perubahan bahasa. Linguistik histo- ris komparatif bertalian dengan dimensi diak- ronis dari bahasa. Tugas utama linguistik histo- ris komparatif adalah memberikan penjelasan mengenai hakikat perubahan bahasa, baik yang wujudnya berupa penentuan fakta maupun ting- kat kekerabatan antarbahasa serumpun melalui upaya rekonstruksi protobahasa dari sejumlah bahasa sekerabat. Mata kuliah Linguistik Historis Kom- paratif (LHK) diajarkan di Program Studi Sas- tra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni UNY. Mata kuliah ini ditawarkan pada semes- ter gasal dan wajib diambil oleh mahasiswa semester V yang memilih jalur keahlian lingu- istik. Mata kuliah dengan kode SAS6231 ini memiliki bobot dua sks, bertujuan untuk memberikan bekal kompetensi kepada ma- hasiswa tentang konsep dan teori linguistik historis komparatif secara diakronis. Hal-hal yang dibahas dalam perkuliahan ini adalah (1) klasifikasi bahasa secara genealogis dan metode perbandingan diakronis, (2) pinjaman bahasa dan metode perbandingannya, (3) pe- rubahan bahasa dan hukum bunyi, (4) teori dan konsep rekonstruksibahasa induk dan metode rekonstruksinya, (5) inovasi dan relik dalam

PENERAPAN METODE LEARNING BY DOING SEBAGAI …

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENERAPAN METODE LEARNING BY DOING SEBAGAI …

159

PENERAPAN METODE LEARNING BY DOING SEBAGAI IMPLEMENTASI FILSAFAT PRAGMATISME

DALAM MATA KULIAH LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF

Siti MaslakhahUniversitasNegeriYogyakarta

Email:[email protected]

Abstract(Title: Application of the Learning by Doing Method as an Implementation of the

Pragmatism Philosophy in Comparative Historical Linguistic Subjects). The aim of the article is to describe the implementation of learning by doing method in learning Historical ComparativeLinguisticscourse inStudyProgramofIndonesianLiteratureFBSUNYespeciallyonthesubjectoflexicostatisticsandglottochronology.ComparativeHistoricalLinguistics (Linguistik Historis Komparatif/LHK) course is taught in Study Program of IndonesianLiterature,IndonesianLanguageandLiteratureEducationDepartment,FBSUNY,offeredinoddsemesterandmustbetakenbythefifthsemesterstudentswhochooselinguisticskill.Oneofthetopicsinthiscourseislexicostatisticsandglottochronology.Fromtheresultsoftheexamination,itwasfoundthatstudents’understandingandskillsofthissubjectwerenotentirelysatisfactory,andthereforelearningbydoingmethodwasapplied so that students had knowledge and skills to determine kinship and a separate periodoftwolanguages.Inthelearningoflexicostatisticsandglottochronologysubject,thestudentsparticipatingintheclassaregroupedintoseveralgroups.Eachgroupisgiventhe task of calculating the kinship of two languages and then determined the separate period between the two languages. The language studied by each group is different from theothergroups.Eachgroupisgiventhetaskoffindingdatainthefield.ThedataareintheformofalexicontakenfromthebasicofSwadesh.Studentslookforrespondentswho speak the mother tongue of the language who are the object of their research to obtainlexiconsfromthelanguages.Whenthelexiconhasbeencollected,theycalculatethekinshipanddeterminetheseparateperiodbyusingtheexistingformulas.Thefinalresults are presented in front of theclass.

Keyword:learningbydoing,pragmatism,comparativehistoricallinguistic

PENDAHULUANLinguistik Historis Komparatif (His-

torical Comparative Linguistics) adalah ca-bang linguistik yang menelaah perkembang-an bahasa dari satumasa kemasa yang lain,mengamati bagaimana cara bahasa-bahasa mengalami perubahan, serta mengkaji sebabakibat dari perubahan bahasa. Linguistik histo-ris komparatif bertalian dengan dimensi diak-ronis dari bahasa. Tugas utama linguistik histo-ris komparatif adalah memberikan penjelasan mengenaihakikatperubahanbahasa,baikyangwujudnya berupa penentuan fakta maupun ting-kat kekerabatan antarbahasa serumpun melalui upaya rekonstruksi protobahasa dari sejumlah bahasa sekerabat.

Mata kuliah Linguistik Historis Kom-paratif (LHK) diajarkan di Program Studi Sas-

tra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni UNY.Matakuliahiniditawarkanpadasemes-ter gasal dan wajib diambil oleh mahasiswa semester V yang memilih jalur keahlian lingu-istik.

Mata kuliah dengan kode SAS6231ini memiliki bobot dua sks, bertujuan untukmemberikan bekal kompetensi kepada ma-hasiswa tentang konsep dan teori linguistik historis komparatif secara diakronis. Hal-hal yang dibahas dalam perkuliahan ini adalah (1) klasifikasi bahasa secara genealogis danmetodeperbandingandiakronis, (2)pinjamanbahasa danmetode perbandingannya, (3) pe-rubahanbahasadanhukumbunyi,(4)teoridankonsep rekonstruksibahasa induk dan metode rekonstruksinya, (5) inovasi dan relik dalam

Page 2: PENERAPAN METODE LEARNING BY DOING SEBAGAI …

160

diksi Volume 27, Nomor 2, September 2019

kaitannya dengan subgrouping, (6) metodesubgrouping, (7)silsilahkekeluargaanbahasadan metode penyusunannya, (8) metode lek-sikostatistikdanglotokronologi,serta(9)teoritentang migrasi bahasa serta tempat asal bangsa dan bahasa (homeland) dan metode penentuan-nya.Kegiatanpembelajaranmeliputiceramah,diskusi,danpenugasan.

Setelah menyelesaikan mata kuliah ini mahasiswa diharapkan menguasai konsep dan teori linguistik komparatif secara diakronis yang mencakup perubahan dan peminjaman bahasa serta migrasi bahasa. Keterampilan yang diharapkan dimiliki mahasiswa setelah mengikuti mata kuliah ini adalah mampu me-nentukan kekerabatan bahasa berdasarkan me-tode leksikostatistik danglotokronologi.

Terkait dengan keterampilan yang diharapkan dimiliki mahasiswa setelah me-nyelesaikanmatakuliah ini,yaitumahasiswamampu menentukan kekerabatan bahasa de-ngan metode leksikostatistik dan glotokronolo-gi, ternyata keterampilan ini tidak sepenuh-nya dikuasai mahasiswa. Secara teori maha-siswa mampu menjawab pertanyaan tentang rumus-rumus yang dipakai untuk menentukan kekerabatan bahasa dan juga rumus-rumus untuk menghitung waktu pisah antara dua ba-hasa. Mereka juga mampu menghitung dengan menggunakan rumus-rumus itu. Namun de-mikian,ternyatadenganmetodepembelajaranceramah saja mahasiswa tidak sepenuhnya memahami apa yang sebenarnya mereka cari dengan rumus-rumus itu. Hal ini terbukti dari hasil ujian yang menanyakan tentang kekera-batan dan waktu pisah bahasa-bahasa. Jawaban mahasiswa untuk butir soal itu menunjukkan bahwa sebenarnya mereka tidak sepenuhnya memahami apa yang dimaksudkan dengan me-nentukan jauh dekatnya kekerabatan antara dua bahasa dan jangka waktu pisah bahasa-bahasa itu. Untuk itu diperlukan metode pembelaja-ran lain yang lebih mampu memberikan pe-mahaman dan keterampilan padamahasiswa,khususnya keterampilan dalam menentukan kekerabatan dan menentukan jangka waktu pi-sah dua bahasa.

Mahasiswa diharapkan memiliki pe-ngetahuan dan keterampilan mampu me-nentukan kekerabatan bahasa dan sekaligus

menghitung jangka waktu pisah bahasa-bahasa tersebut dengan menggunakan metode leksiko-statistik dan glotokronologi, namun ternyataketerampilan ini tidak sepenuhnya dikuasai mahasiswa.Untukitu,perluditerapkanmetodepembelajaranyanglain agar mahasiswa bisa lebih menguasai keterampilan tersebut. Dalam halini,metodepembelajaranyangselanjutnyaditerapkan adalah metode learning by doing. Diharapkan dengan metode ini keterampilan dan pemahaman mahasiswa bisa meningkat.

PEMBAHASANTulisan ini bertujuan untuk mendes-

kripsikan penerapan metode learning by do-ing dalam pembelajaran mata kuliah Linguis-tik Historis Komparatif. Implementasi metode pembelajaran ini dimaksudkan untuk agar ma-hasiswa memiliki pemahaman dan keterampil-an untuk menentukan kekerabatan bahasa dan sekaligus menghitung jangka waktu pisah ba-hasa-bahasa tersebut.

Metode pembelajaran learning by do-ing merupakan metode pembelajaran yang berdasarkanfilsafatpragmatisme.Sehubungandenganhal itu,dalambagianpembahasan inidideskripsikanjugatentangaliranfilsafatprag-matisme, juga tentangpenerapan aliranprag-matisme dalam pendidikan, dan tentang me-tode pembelajaran learning by doing.

Aliran Filsafat PragmatismeKata pragmatisme diambil dari kata

pragma (bahasaYunani)yangberartitindakan,perbuatan,sedangkanisme adalahpaham,atauajaran. Dengan demikian pragmatisme adalah paham atau ajaran filsafat yang mengutama-kan tindakan yang bermanfaat bagi pelaku-nya secara praktis. Pragmatisme mula-mula diperkenalkan oleh Charles Sanders Peirce (1839–1914),filosofAmerikayangpertamakali menggunakan pragmatisme sebagai me-tode filsafat. Meskipun demikian, pengertianpragmatismejugatelahterdapatpadaSocrates,Aristoteles, Berkeley, dan Hume (Juanda,2015:241).

Pragmatisme adalah aliran dalam fil-safat yang berpandangan bahwa kriteria kebe-naran sesuatu ialah apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata. Oleh sebab itu

Page 3: PENERAPAN METODE LEARNING BY DOING SEBAGAI …

161

Penerapan Metode Learning By Doing Sebagai Implementasi Filsafat ... (Siti Maslakhah)

kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mut-lak. Mungkin sesuatu konsep atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti bergunabagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat yang kedua.

Abidin (2011: 123) mengemukakanbahwa pragmatisme adalah aliran dalam fil-safat yang berpandangan bahwa kriteria kebe-naran sesuatu ialah apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata. Pragmatisme berpandangan bahwa substansi kebenaran ada-lah jika segala sesuatu memiliki fungsi dan manfaat bagi kehidupan.

AliranfilsafatPragmatismedipandangsebagai filsafatAmerika asli. Aliran ini ber-pangkalpadafilsafatempirismeInggris,yangberpendapat bahwa manusia dapat mengetahui apa yang manusia alami. Pragmatisme adalah aliran filsafat yangmengajarkan bahwa yangbenar adalah segala sesuatu yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan melihat kepada akibat- akibat atau hasilnya yang bermanfaat secara praktis. Aliran ini bersedia menerima sesuatu asal membawa akibat praktis, ataudengan kata lain intinya adalah “manfaat bagi hidup praktis”. Dengan demikian, yang pen-ting bukan kebenaran obyektif dari pengeta-huan melainkan bagaimana kegunaan praktis dari pengetahuan kepada individu-individu.Tokoh utama aliran pragmatisme adalah Wil-liam James dan John Dewey di Amerika Seri-kat.Disampingitu,diInggrisadaFC.Schiller,CharlesS.Pierce,danGeorgeHerbertMead.

Dasar dari pragmatisme adalah logika pengamatan, di mana apa yang ditampilkanpada manusia dalam dunia nyata merupakan fakta-fakta individual, konkret, dan terpisahsatu sama lain. Dunia ditampilkan apa adanya dan perbedaan diterima begitu saja. Represen-tasi realitas yang muncul di pikiran manusia selalu bersifat pribadi dan bukan merupakan fakta-fakta umum. Ide menjadi benar ketika memiliki fungsi pelayanan dan kegunaan. Dengan demikian, filsafat pragmatisme tidakmau direpotkan dengan pertanyaan-pertanya-an seputar kebenaran, terlebih yang bersifatmetafisik, sebagaimana yang dilakukan olehkebanyakan filsafat Barat di dalam sejarah(Kristiawan,2016:225).

Dunia akan bermakna hanya jika ma-nusia mempelajari makna yang terkandung di dalamnya, dan perubahan merupakan kenis-cayaan dari sebuah realitas. Manusia tidak akan pernah menjadi manusia yang sesung-guhnya jika mereka tidak berkreasi terhadap dirinya. Manusia adalah makhluk yang dina-mis dan plastis. Dalam sepanjang hidup ma-nusia akan terus- menerus berkembang sesuai dengan kemampuan dan kreasinya. Dalam perkembangan tersebut manusia membutuhkan sesamanya,meniru,beradaptasi,bekerja-samadan berkreasi mengembangkan kebudayaan di tengah-tengah komunitasnya.

Baik dan buruk suatu peradaban di-tentukan oleh kualitas perkembangan manu-sia. Manusia yang berkualitas akan mewarnai peradaban yang baik. Sebaliknya, manusiayang tidakberkualitas akan mewariskan/me-ninggalkanperadabanyangburuk,vulgarbah-kan barbar. Pendidikan yang mengikuti pola filsafat pragmatism akan berwatak humanis,dan pendidikan yang humanis akan melahir-kanmanusia yang humanis pula.Karena itu,pernyataan”man is the measure of all things” akan sangat didukung oleh penganut aliran pragmatis,sebabhakekatpendidikanitusendi-ri adalah memanusiakan manusia.

Menurut Charles S. Peirce segala se-suatu memiliki “arti” penting atau tidak per-cuma bagi kehidupan pelakunya. Pragmatisme berusaha menemukan asal mula serta hakikat terdalam segala sesuatu. Hal ini merupakan ke-giatan yang sangat menarik meskipun kegiatantersebut luar biasa sulitnya. Yang dipenting-kan oleh penganut pragmatis bukan teori-teori yang muluk-muluk, melainkan kemanfaatanyangbersifatpraktis,bergunaataubermanfaatsecara praktis bagi kehidupan pelakunya. De-ngan demikian yang dicari penganut pragmatis adalah “asasmanfaat”.

Aliran Pragmatisme memiliki kelebih-an: (a) membawa kemajuan-kemajuan yang pesat bagi ilmu pengetahuan maupun teknolo-gi,(b)berhasilmembumikanfilsafatdaricoraksifat yang tender minded yang cenderung ber-fikir metafisis, idealis, abstrak, intelektualis.Adapun sisi kekurangannya adalah: (a) pragma-tisme menciptakan pola pikir masyarakat yang matrealis karena filsafat pragmatisme adalah

Page 4: PENERAPAN METODE LEARNING BY DOING SEBAGAI …

162

diksi Volume 27, Nomor 2, September 2019

sesuatuyangnyata,praktis,dan langsungda-pat dinikmati hasilnya oleh manusia; dan (b) pragmatisme bisa menjurus kepada ateisme karena sangat mendewakan kemampuan akal dalam mencapai kebutuhan kehidupan.

Aliran Pragamatisme dalam PendidikanPendidikan menurut pandangan prag-

matisme bukan merupakan suatu proses pem-bentukan dari luar, dan juga bukan merupa-kan suatu pemberkahan kekuatan-kekuatan laten dengan sendirinya, melainkan merupa-kan suatu proses reorganisasi dan rekonstruksi dari pengalaman-pengalaman individu, yangberarti bahwa setiap manusia selalu belajar dari pengalamannya. Menurut John Dewey (melalui Gutek, 1974: 114), pendidikan per-lu didasarkan pada tiga pokok pikiran yaitu:(1) pendidikan merupakan kebutuhan hidup;(2) pendidikan sebagai pertumbuhan; dan (3)pendidikan sebagai fungsi sosial.

JohnDewey(melaluiPriyanto,2017)dalam bukunya Democracy and Education (1964)menyatakanbahwa“The word educa-tion means just process of leading or bringing up” (Artikata pendidikan adalah proses bim-bingan dan pengarahan). Dengan demikian,dalam pendidikan seorang siswa tidak dapat lepasdariperansertaseorangguru,karenase-orang guru adalah orang yang akan membim-bingdanmengarahkansertamengevaluasiha-silbelajarsiswa,karenapendidikanitusendiriadalah sebuah bimbingan dan pengarahan.

Model pembelajaran pragmatisme ada-lah anak belajar di dalam kelas dengan cara berkelompok. Dengan berkelompok anak akan merasa bersama-sama terlibat dalam masalah dan pemecahanya. Anak akan terlatih bertang-gung jawab terhadap beban dan kewajiban masing-masing. Sementara, guru hanya ber-tindaksebagaifasilitatordanmotivator.Modelpembelajaran ini berupaya membangkitkan hasratanakuntukterusbelajar,sertaanakdi-latih berpikir secara logis.

Power (melalui Sadulloh, 2003:133)menyatakanbahwaimplikasidarifilsafatpen-didikan pragmatisme terhadap pelaksanaan pendidikan mencakup hal-hal berikut ini.

Pertama, tujuan pendidikan: tujuan pendidikan pragmatisme adalah memberikan

pengalaman untuk penemuan hal-hal baru dalam kehidupan sosial dan pribadi. Menurut aliran pragmatisme proses pembelajaran harus disesuaikan dengan lingkungan tempat dilang-sungkannya pendidikanitu.

Kedua, kedudukan siswa: kedudukan siswa dalam pendidikan pragmatisme meru-pakan suatu organisasi yang memiliki kemam-puan yang luar biasa dan kompleks untuk tum-buh.

Ketiga, kurikulum: kurikulum pendi-dikan pragmatis berisi pengalaman yang teruji yang dapat diubah. Demikian pula minat dan kebutuhan siswa yang dibawa ke sekolah dapat menentukan kurikulum. Guru menyesuaikan bahan ajar sesuai dengan minat dan kebutuhan anaktersebut.

Keempat, metode: metode yang digu-nakan dalam pendidikan pragmatisme adalah metodeaktif,yaitulearning by doing (belajar sambil bekerja), metode pemecahan masalah(problem solving method),sertametodepenye-lidikan dan penemuan (inquiri and discovery method). Pragmatisme lebih mengutamakan penggunaan metode pemecahan masalah serta metode penyelidikan dan penemuan. Dalam praktiknya (mengajar), metode ini membu-tuhkan guru yang memiliki sifat pemberi ke-sempatan, bersahabat, seorang pembimbing,berpandanganterbuka,antusias,kreatif,sadarbermasyarakat,siapsiaga,sabar,bekerjasama,dan bersungguh-sungguh agar belajar berdasar-kan pengalaman dapat diaplikasikan oleh siswa dan apa yang dicita-citakan dapat tercapai.

Kelima, peran Guru: peran guru dalam pendidikan pragmatisme adalah mengawasi dan membimbing pengalaman belajar siswa,tanpa mengganggu minat dankebutuhannya.

Selainhaldiatas,pendidikanpragma-tisme kerap dianggap sebagai pendidikan yang mencanangkan nilai-nilai demokrasi dalam ru-ang pembelajaran sekolah. Karena pendidikan bukan ruang yang terpisah dari sosial, setiaporang dalam suatu masyarakat juga diberi ke-sempatan untuk terlibat dalam setiap pengam-bilan keputusan pendidikan yang ada. Keputus-an-keputusan tersebut kemudian mengalami evaluasiberdasarkansituasi-situasisosialyangada.

Page 5: PENERAPAN METODE LEARNING BY DOING SEBAGAI …

163

Metode Pembelajaran Learning by DoingPembelajaran adalah proses interaksi

antarpeserta didik, antara peserta didik danpendidik,danantarapesertadansumberbela-jar lainnya pada suatu lingkungan belajar yang berlangsungsecaraedukatif,agarpesertadidikdapatmembangunsikap,pengetahuandanke-terampilannya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Proses pembelajaran merupa-kan suatu proses yang mengandung serang-kaiankegiatanmulaidariperencanaan,pelak-sanaan hinggapenilaian.

Dalam pendidikan seorang siswa tidak dapatlepasdariperansertaseorangguru,kare-na seorang guru adalah orang yang akan mem-bimbingdanmengarahkansertamengevaluasihasilbelajarsiswa,karenapendidikanitusen-diri adalah sebuah bimbingan dan pengarahan. Hal itu sesuai dengan apa yang dikatakan oleh John Dewey (melalui Priyanto, 2017) “The word education means just process of leading or bringing up”,Arti kata pendidikan adalahproses bimbingan dan pengarahan.

Model pembelajaran learning by do-ing dipelopori oleh John Dewey. Konsep be-lajarmelaluimelakukan,menjadiasasseluruhpe-ngajaran John Dewey dan pertama kali dite-rapkan berupa sekolah kerja yang diujicobakan diASpadatahun1859,yaitusuatupandanganpendidikan pragmatis berdasarkan dua alasan penting,pertama,merupakansuatutakdirTu-han bahwa anak adalah makhluk aktif (ala-san psikologis); kedua, melalui bekerja anakdisiapkan untuk kehidupan pada masa depan (Mappiare,2006:194).

Belajar aktif atau learning by do-ing merupakan teori Dewey. Dewey merupa-kan pendiri Dewey School yang menerapkan prinsip-prinsip learning by doing,yaitubahwasiswa perlu terlibat dalam proses belajar secara spontan. Dari rasa keingintahuan siswa akan hal-hal yang belum diketahuinya mendorong keterlibatannya secara aktif dalam suatu proses belajar. Belajar aktif mengandung berbagai kiat yang berguna untuk menumbuhkan kemam-puan belajar aktifpada diri siswa dan meng-gali potensi siswa dan guru untuk sama-sama berkembang dan berbagi pengetahuan, kete-rampilan,sertapengalaman.Peransertasiswa

peserta didik dan guru dalam konteks belajar aktif menjadi sangat penting.

Guru berperan aktif sebagai fasilitator yang membantu memudahkan siswa belajar,sebagai narasumber yang mampu mengundang pemikirandandayakreasi siswa, sebagaipe-ngelola yang mampu mengundang pemikiran dandayakreasisiswa,sebagaipengelolayangmampu merancang dan melaksanakan kegiatan belajar bermakna dan dapat mengelola sum-ber belajar yang diperlukan. Siswa juga terli-bat dalam proses belajar bersama guru karena siswadibimbing,diajardandilatihmenjelajah,mencari,mempertanyakansesuatumenyelidikijawabanatassuatupertanyaan,mengeloladanmenyampaikan hasil perolehannya secara ko-munikatif.

Selainitu,siswadibinauntukmemilikiketerampilan agar dapat menerapkan dan me-manfaatkan pengetahuan yang pernah diteri-manya pada hal-hal atau masalah yang baru di-hadapi. Dengan demikian siswa mampu belajar mandiri,belajaraktif,padadasarnyaberusahauntuk memperkuat dan memperlancar stimulus yang diberikan guru dan respons anak didik dalampembelajaran, sehinggaprosespembe-lajaran menjadi suatu hal yang menyenangkan tidak menjadi hal yang membosankan bagi mereka(Yuberti,2012:32).

Pembelajaran dengan learning by do-ing direncanakan dengan mengatur waktu dan tempat secara khusus untuk tiap kompetensi. Pembelajaran ditekankan pada drill, riview,demontrasi dan pembelajaran yang sistematis untuk memberikan pengalaman belajar kepa-da siswa sesuai dengan situasi dan kondisi di dunia kerja. Pendekatan pembelajaran ini lebih mengembangkan hasil yang nyata dan keca-kapan.

Pembelajaran learning by doing memi-likifungsisebagaiberikut.Pertama,memperke-nalkanbeberaparealitadalanpengajaran,yakni;(a) mengembangkan materi pembelajaran dari realitassekitar,tidakhanyadariapayangadadi buku; dan (b) mengundang praktisi ke dalam kelas untuk menambah wawasan siswa dalam rangka melengkapi penjelasan guru baik secara teori maupunpraktek.

Kedua,melaksanakanserangkaianpe-ngajaran langsung dengan melibatkan siswa

Penerapan Metode Learning By Doing Sebagai Implementasi Filsafat ... (Siti Maslakhah)

Page 6: PENERAPAN METODE LEARNING BY DOING SEBAGAI …

164

diksi Volume 27, Nomor 2, September 2019

untuk memecahkan masalah dengan bimbing-anguru, yaitu: (a)memperhatikankebebasanakademik guna mengembangkan prinsip ber-dasarkan sikap saling menghormati dan mem-perhatikan satu sama lain (antara guru dan siswa,danantarasiswadansiswalainnya);dan(b) memberikan kesempatan pada siswa un-tuk aktif berpartisipasi dalam merencanakan kegiatan,melakukanprosesdanpengambilankeputusan.

Aktifitas pembelajaran bekerja lang-sung merupakan pendekatan interaktif edu-katifyangsangatefektif,karenapesertadidikmelakukan demontrasi dan eksperimen dengan mencoba mengerjakan sesuatu serta mengama-ti proses dan hasil uji coba. Demontrasi dan eksperimen dalam pembelajaran learning by doing dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut: (a)Untukmengetahui sesuatu secaralebih pasti dan teliti; (b) melakukan penga-matan dan pengumpulan data; (c) melaksana-kan percobaan sesuai dengan prinsip learning by doing,bahwateoriyangsudahdipelajariha-rus ditindaklanjuti dengan perbuatan; dan (d) Menganalisa produk untuk memperoleh hasil yangoptimal.

Dalam pembelajaran learning by do-ing terdapat prinsip-prinsip yang harus diper-timbangkandalampembelajaran.Pertama,me-libatkan siswa secara langsung dalam kegiatan belajarmengajar,karenapendekataninimene-kankan pada pengalaman siswa secara lang-sung yang berkenaan dengan kompetensi yang harusdikuasai.Kedua,menyediakanpendekat-an multi sensori bagi siswa ketika berlangsung pembelajaran,sepertimendengar,merasa,men-cium,danmenciptaobjek-objekyangdipela-jari. Ketiga, memberikan kompetensi bagisiswa untuk mengembangkan keterampilan menggunakan material dan melakukan ekspe-rimen.Keempat,membinasuasanasosialyangtransaksional antara siswa danguru.

Keterlibatan siswa dalam pembelajar-an learning by doing tidakhanyasebatasfisiksemata, tetapi lebih dari itu terutama adalahketerlibatan mental emosional, keterlibatandengan kegiatan kognitif dalam pencapaian danperolehanpengetahuan, penghayatandaninternalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikapdannilai,danjugapadasaatmengadakan

latihan-latihan dalam pembentukan keteram-pilan. Adapun bentuk-bentuk pengajaran dalam konteks learning by doing,diantaranyaadalahsebagaiberikut(Djamarah,2002:223-225).

Pertama,Menumbuhkanmotivasibe-lajar siswa dengan cara mendorong rasa ingin tahu, keinginan mencoba, dan sikap mandirianak didik. Bisa juga dengan memberikan motivasi ekstrinsikyaitudenganmemberikanrangsangan berupa pemberian nilai tinggi atau hadiah bagi siswa berprestasi dansebaliknya.

Kedua, mengajak siswa beraktivitas.Bentuk pelaksanaanya adalah mengajak anak didikmelakukanaktivitasataubekerjadilabo-ratorium,dilapangansebagaibagiandarieks-plorasipengalaman,ataumengalamipengala-man yang sam sekalibaru.

Ketiga, mengajar dengan memperha-tikan perbedaan individual. Proses kegiatanbelajar mengajar dilakukan dengan memahami kondisi masing-masing anak didik karena tidak semua siswa itu sama kemampuannya. Terda-pat beberapa faktor penyebab anak memiliki hasilbelajarburuk,antaralain;faktorkesehat-an,kesempatanbelajardirumahtidakada,sa-ranabelajarkurang,dansebagainya.

Keempat, mengajar dengan umpanbalik : Bentuknya antara lain umpan balik ke-mampuan perilaku siswa (perubahan tingkah laku yang dapat dilihat anak didik lainnya,pendidik atau anak didik itu sendiri), umpanbalik tentang daya serap sebagai pelajaran un-tuk diterapkan secaraaktif.

Kelima,mengajardenganpengalihan,yaitu pengajaran yang mengalihkan (transfer) hasil belajar ke dalam situasi-situasi nyata yang bukan hanya bersifat ceramah atau dis-kusi,tetapimengedepankansituasinyata.

Keenam, penyusunan pemahamanyang logis dan psikologis. Pengajaran dilaku-kandenganmemilihmetodeyangproporsional,baik dengan metode ceramah maupun metode pemberian tugas kepada siswa. Hal ini dilaku-kan sesuai dengan kondisi materipelajaran.

Ada beberapa metode dan model pem-belajaran learning by doing yang menekankan pada pengalaman siswa secara langsung, diantaranyaadalahmetodeproyek,metodeeks-perimen,metodekaryawisata,metodebelajarsambilbermain.Selainitu,adajugapendekat-

Page 7: PENERAPAN METODE LEARNING BY DOING SEBAGAI …

165

an dengan sentra pembelajaran, yaitu konsepbelajar di mana guru-guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidup-an mereka sehari-hari. Dengan tujuan agar siswa memperoleh pengetahuan dan keteram-pilan,sedikitdemisedikit,dandariprosesmen-cobasendiri,sebagaibekaluntukmemecahkanmasalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat sekarang dankelak.

Model pengajaran ini membuat siswa dapat lebih paham dan bukan hanya seke-dar tahu atau hapal, siswa atau peserta didikdiajakuntukmelakukan,melihat,mendengar,merasakan secara langsung objek yang sedang dipelajari, dengan kata lain mempraktekkan-nya, sehingga siswa memahaminya sampaipada tingkat yang sebenar-benarnya.

Pembelajaran dengan learning by do-ing ini dapat diimplementasikan di semua jen-jang pendidikan, dari tingkat TK sampai PT.DiTKmisalnya,anak-anakpesertadidikdia-jak untuk menanam biji-bijian dan mengamati hasilnya setelah beberapa hari. Mereka bela-jar dari pengalaman langsung tentang proses terjadinya tanaman. Pada jenjang pendidikan di atasnya, salah satu contoh implementasimetode learning by doing dalam pembelajar-an adalah pada mata pelajaran Prakarya pada tingkat SD, SMP, SMA.Belajar dengan carapraktik membuat telur asin, misalnya, akanmemberikan pengalaman sekaligus pembela-jaran bagi siswa SD. Demikian juga pelajaran praktik membuat barang-barang elektronik sepertiradio,lampuhias,ataupunbenda-bendakebutuhan rumah tangga lainnya pada tingkat SMP dan SMA. Pada jenjang SMK pembela-jaran dengan learning by doing lebih banyak lagi karena di SMK lebih banyak pelajaran diberikan denganpraktik.

Implementasi Metode Learning by Doing dalam PerkuliahanLHK

Sebagaimana telah diuraikan pada bagianlatarbelakang,metodelearning by do-ing diterapkan dalam pembelajaran mata ku-liah LHK pada pokok bahasan metode leksiko-statistik dan glotokronologi. Leksikostatistik merupakan suatu teknik dalam pengelompokan

bahasa yang lebih cenderung mengutamakan peneropongan kata-kata secara statistik lalu menetapkan pengelompokkan itu berdasarkan persentase kekerabatan bahasa yang diper-bandingkan(Keraf,1996:121).Glotokronolo-gi merupakan penghitungan dalam LHK yang berusaha mengadakan pengelompokkan den-gan lebih mengutamakan penghitungan masa pisah (time depth) bahasa- bahasa yang diban-dingkan. Penghitungan masa pisah ini bisa di-lakukan setelah persentase kekerabatan bahasa yang diperbandingkan diketahui.

Teori leksikostatistik dan glotokrono-logi mula-mula dikembangkan oleh Morris Swadesh danRobert Less pada 1950-an.To-koh yang mengembangkan teori tersebut ada-lah Dyen dan ahli-ahli lainnya. Leksikostatis-tik dipergunakan untuk menghitung persentase kekerabatan bahasa dengan membandingkan kosakata dan menentukan tingkat kemiripan yang ada. Penghitungan ini menggunakan ru-mus dan tabel logaritma. Leksikostatistik dan glotokronologiini didasarkan pada perbanding-an kosakata yang oleh Swadesh disebut ko-sakata dasar (basic core vocabulary) dengan menggunakan100atau200kosakata.

Prosedur penggunaan leksikostatistikdan glotokronologi adalah sebagai berikut. Pertama, mengumpulkan kosakata dasar daribahasa yang diteliti dengan mengunakan daf-tarkosakataSwadesh.Kedua,menetapkanpa-sangan-pasangan kosakata yang berkerabat. Ketiga, menghitung persentase kekerabatandengansebuahrumus.Keempat,menghubung-kan hasil penghitungan yang berupa persentase kekerabatan dengan kategori kekerabatan seba-gaiberikut:dialeksebuahbahasa(81-100%),bahasa dalam subrumpun (55-80%), subrum-pundalamrumpun(28-54%),rumpundaristok(13-27%), stok dari filum (5-12%). Kelima,setelah persentase kekerabatan antara bahasa-bahasacabangyangditelitidiketahui,selanjut-nya dihitung masa pisah dengan menggunakan teori glotokronologi. Keenam, menghitungjangka kesalahan dengan menggunakan rumus. Penghitungan jangka kesalahan ini digunakan untuk menghindari kesalahan secara statistik dengan memberikan perkiraan bahwa suatu hal bukanterjadidalamwaktutertentu,melainkandalam suatu jangka waktu tertentu. Ketujuh,

Penerapan Metode Learning By Doing Sebagai Implementasi Filsafat ... (Siti Maslakhah)

Page 8: PENERAPAN METODE LEARNING BY DOING SEBAGAI …

166

diksi Volume 27, Nomor 2, September 2019

setelah jangka kesalahan didapat lalu menjum-lahkan persentase kekerabatan dengan hasil penghitungan jangka kesalahan. Dari penghi-tungan tersebut diperoleh nilai persentase kerabatbaru. Kedelapan, menentukan masapisah rata-rata dengan cara waktu yang lama dikurangi waktu baru. Hasil dari penghitungan tersebut harus ditambah dan dikurangi dengan waktu lama untuk memperoleh usia masa pisah kedua bahasa tersebut. Dari hasil penambahan dan pengurangan tersebut akan didapatkan dua bilangan yang merupakan jangka waktu suatu bahasa berpisah (dalam ribuan tahun). Kesem-bilan, menghitung tahun berapakah kira-kiratahun tersebut, dihitung dari tahun penelitiandilakukan (tahun penelitian dikurangi dengan dua bilangan hasil langkah no 8).

Dalam pembelajaran pokok bahasan leksikostatistik dan glotokronologi ini maha-siswa peserta kuliah dikelompokkan menjadi beberapa kelompok. Tiap kelompok diberi tu-gas untuk menghitung kekerabatan dua buah bahasa dan kemudian menentukan jangka waktu pisah kedua bahasa. Bahasa yang diteliti masing-masing kelompok berbeda, misalnyakelompok A meneliti kekerabatan bahasa Jawa danbahasaSunda,sementarakelompokBme-neliti kekerabatan bahasa Bali dan bahasa Ma-dura, kelompok C dan kelompok Dmenelitikekerabatan bahasa-bahasa yang lain lagi.

Setiap kelompok harus mencari data di lapangan. Data berupa leksikon dalam ba-hasa- bahasa yang menjadi objek penelitian masing-masing. Sebagai pedoman untuk me-nentukan leksikonapasajayangdicari,digu-nakan pedoman daftar kata Swadesh sehingga semua kelompok sama. Daftar kata Swadesh adalah daftar yang dikembangkan oleh seorang linguis bernama Morris Swadesh. Daftar ini digunakan sebagai alat pembelajaran tentang evolusi bahasa. Daftar ini mengandung satuset kata-kata dasar yang dapat ditemukan di hampir semua bahasa. Daftar ini tersedia da-lamberbagai variasi, versi lengkap 207 kata,yang di dalamnya mengandung beberapa kata yang mungkin tidak ditemukan di beberapa tempat di dunia (misalnya ular dan salju) dan versipendek100kata.Versiyangdipakaiolehmasing-masing kelompok dipilih yang sama yaituversi100kata.

Sebelum terjun ke lapangan untuk mencaridata,setiapkelompokmenyusundaf-targlossdaridaftarkataSwadesh.Selanjutnya,mereka berbagi tugas untuk mencari data di lapangan dengan mencari responden untuk di-mintai keterangan tentang leksikon dalam baha-sa-bahasa yang diteliti. Mereka dapat mencari mahasiswa-mahasiswa atau warga pendatang dari daerah yang kost (tinggal) di Yogyakarta sebagai respondennya. Setelah semua data ter-kumpul,merekabisamulaimenghitungbersa-ma teman sekelompoknya. Jauh dekatnya ke-kerabatan dua bahasa dihitung dan dilanjutkan dengan menghitung jangka waktu pisah. Hasil penghitungan kelompok ini beserta laporan ha-sil kerja yang lainnya selanjutnya dipresentasi-kan di depankelas.

Pembelajaran tentang menghitung ke-kerabatan dua bahasa dan menentukan jangka waktu pisahnya dengan menerapkan metode learning by doing ini dapat menjadikan maha-siswamengerti,memahami,danmemilikiket-erampilan dalam menentukan kekerabatan dua bahasa atau lebih. Keterampilan ini kelak da-pat bermanfaat apabila mereka bekerja sebagai peneliti bahasa di lembaga kebahasaan seperti balaibahasaataubadanbahasa.Disampingitu,mahasiswa juga memperoleh keterampilan un-tuk bekerja sama dengan teman dalam sebuah tim kerja (kelompok). Keterampilan ini tentu sangat berguna dalam kehidupan mahasiswa di masa depannya.

PENUTUPBelajar dengan learning by doing ada-

lah belajar melalui perbuatan langsung yang dilakukan siswa/mahasiswa secara aktif, baikindividual maupun kelompok. Dalam hal inisiswa/mahasiswa langsung mempraktekan apa yang ada pada materi pelajaran baik se-cara individu mapun berkelompok. Denganbegitu bisa difahami bahwa metode learning by doing artinya adalah metode pembelajaran dengan cara siswa/mahasiswa diajak untuk melakukan, melihat, mendengar, merasakansecara langsung objek yang sedang dipelajari. Dengankatalain,siswa/mahasiswamemprak-tekkannya, sehingga mereka memahaminyasampai benar-benar jelas. Manfaat dari imple-

Page 9: PENERAPAN METODE LEARNING BY DOING SEBAGAI …

167

mentasi metode learning by doing di kelas mampu menumbuhkan motivasi siswa/maha-siswa untuk belajar lebih karena pembelajaran yang diterima secara teoritis dapat betul-betul dipraktikkan. Di samping itu dengan metode ini guru/dosen mampu mengajak peserta didik untuk beraktivitas dan motivasi yang cukuptinggi. Mereka memperoleh pembelajaran dari pengalaman sendiri yang selama ini belum per-nah didapatkan.

Dalam pembelajaran mata kuliah LHK di Program Studi Sastra Indonesia Juru-san Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia metode learning by doing diimplementasikan khususnya pada pokok bahasan leksikostatis-tik dan glotokronologi yang membahas tentang kekerabatan bahasa-bahasa dan penghitungan jangka waktu pisah bahasa-bahasa yang men-jadi objek pengamatan.

DAFTAR PUSTAKAAbidin, Z. (2011).Pengantar Filsafat Barat.

Jakarta : Rajawali. Djamarah,S.B&Zain,A. (2006).Strategi Be-

lajar Mengajar.Jakarta: Rineka Cipta.Gutek, G. L. (1974). Philosophical Alterna-

tives in Education. Columbus, Ohio:Charles E. Merrill Publishing Com-pany.

Juanda,A.(2015).Aliran-Aliran Filsafat Lan-dasan Kurikulum dan Pembelajaran dari Yunani Kuno hingga Postmodern. Bandung:CVConfident.

Keraf,G.(1984).Linguistik Bandingan Histo-ris. Jakarta: Gramedia.

Kristiawan, M. (2016). Filsafat Pendidikan The Choice Is Yours. Jogjakarta: Valia Pustaka.

Mappiare, A. (2006). Kamus Istilah Konse-ling dan Terapi.Jakarta:RajaGrafindoPersada.

Priyanto, D. (2017). “Implikasi Aliran Fil-safat Pragmatisme terhadap Praksis Pendidikan”. JPII Volume 1, Nomor2,April 2017. https://studylibid.com/doc/965205/implikasi-aliran-filsafat-pragmatisme- terhadap-.

Sadulloh,U. (2014).Pengantar Filsafat Pen-didikan. Bandung: Alfabeta.

Yuberti,dkk.(2012).Teori Belajar dan Pembe-lajaran. Lampung: IAIN Raden Intan. UniversitasNegeriYogyakartaFakul-tasBahasa danSeni. (2015).Kuriku-lum 2014 Berbasis KKNI Bahasa dan Sastra Indonesia.

Penerapan Metode Learning By Doing Sebagai Implementasi Filsafat ... (Siti Maslakhah)