Penerapan Kolaborasi Model Pembelajaran Peta Konsep Dan

Embed Size (px)

Citation preview

PENERAPAN KOLABORASI MODEL PEMBELAJARAN PETA KONSEP DAN NUMBERED HEAD TOGETHER UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MENDIAGNOSIS PERMASALAHAN PENGOPERASIAN PERSONAL COMPUTER PADA SISWA KELAS X PROGRAM KEAHLIAN TKJ SMK NEGERI 2 MALANG PROPOSAL PTK Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Penelitian Tindakan Kelas Yang dibina oleh Bapak Setiadi Cahyono Putro, M.Pd., M.T Oleh Fitri Kurmawati 108533414475 UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA April 2011 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan berkembang sangat pesat dan segala informasi menjadi berlipat ganda setiap detiknya. Hal ini erat kaitannya dengan teknologi yang memberikan peluang berkembangnya sains. Berbagai macam penemuan dalam bidang teknologi banyak bermunculan selaras dengan perkembangan sains. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia merupakan syarat mutlak yang harus dilakukan untuk menyesuaikan dengan perembangan sains. Solusi untuk meningkatkan sumber daya manusia adalah melalui pendidikan. Penggunaan model pembelajaran yang bervariasi dirasa mampu untuk meningkatkan semangat peserta didik dalam mengikuti proses belajar mengajar, karena dengan pembelajaran secara kooperatif semaksimal mungkin partisipasi siswa dalam memperoleh pengetahuan sangat diperlukan. Metode pengajaran yang akan diterapkan harus memperhatikan sasaran atau subyek pelaku tindakan. Subyek penellitian ini adalah siswa SMK dimana mereka termasuk dalam kategori remaja. Menurut Arikunto (2008:38) siswa pada kategori remaja cenderung bersifat ingin mandiri, ingin segala sesuatunya serba bebas, menuntut kreativitas, ingin dihargai sebagai anak gede yang tidak mau dikungkung tetapi ingin bebas. Oleh karena itu, metode pembelajaran yang menjadi alternatif pilihan dan dapat diterapkan pada siswa SMK adalah pembelajaran kooperatif. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran KKPI di SMK Negeri 2 Malang, dapat diketahui bahwa kegiatan pembelajaran mata pelajaran KKPI masih menggunakan metode ceramah, pembelajaran masih didominasi oleh guru dan kurang terpusat pada siswa. Siswa hanya diberi tugas dan berdiskusi pada bagian materi tertentu saja. Hal ini menyebabkan siswa kurang merespon selama kegiatan pembelajaran berlangsung karena siswa merasa bosan, jenuh, mengantuk dan kurang dilibatkan dalam kegiatan pembelajaran. Siswa menganggap bahwa apa yang disampaikan guru sudah banyak tanpa mereka berinisiatif untuk mencoba memecahkan masalah. mereka hanya bergantung pada penyampaian materi guru yang berlanjut sampai mereka lulus. Hal ini berpengaruh pada hasil belajar siswa yang menjadi kurang optimal dalam mencapai ketuntasan belajar. Oleh karena itu, dengan penerapan kolaborasi model pembelajaran diharapkan siswa akan merasa lebih dihargai keberadaannya dalam proses pembelajaran karena guru berusaha memberikan suatu tanggung jawab kepada masing-masing siswa atas tugas atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Kolaborasi model pembelajaran Peta Konsep & Numbered Head Together merupakan suatu kegiatan berkesinambungan, setelah siswa memahami materi dengan peta konsep yang ada kemudian pengetahuan siswa akan diperkuat dengan diskusi kelompok dimana masing-masing siswa memiliki tanggung jawab menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru sebelum mereka melakukan praktikum. Kegiatan ini merupakan suatu bentuk penguatan bagi siswa dalam memahami materi pelajaran yang telah dipelajari. Dengan penerapan kolaborasi model pembelajaran siswa tidak akan pasif karena pembelajaran kooperatif merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada siswa, guru merupakan fasilitator bagi siswa dalam proses pemahaman terhadap materi pelajaran yang nantinya akan berdampak pada hasil belajar yang akan diperoleh siswa, serta kemampuan mereka dalam melakukan praktikum. Diharapkan dengan penerapan kolaborsi kedua model pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa, oleh karena itu peneliti berkeinginan untuk melakukan penelitian pada proses belajar mengajar yang terjadi di SMK Negeri 2 Malang. Penelitian ini mengambil judul Penerapan Kolaborasi Model Pembelajaran Peta Konsep & Numbered Head Together Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Mendiagnosis Permasalahan Pengoperasian Personal Computer di SMK Negeri 2 Malang B. Rumusan Masalah Dari paparan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang diambil adalah Bagaimanakah penerapan kolaborasi model pembelajaran Peta Konsep & Numbered Head Together dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi mendiagnosis permasalahan pengoperasian Personal Computer? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menerapkan kolaborasi model pembelajaran Peta Konsep & Numbered Head Together agar dapat meningkatkan hasil belajar pada materi mendiagnosis permasalahan pengoperasian personal computer pada siswa kelas X program keahlian TKJ SMK Negeri 2 Malang. D. Hipotesis Penelitian Hipotesis dari penelitian tindakan ini adalah Jika siswa kelas X SMK Negeri 2 Malang diajar menggunakan kolaborasi model pembelajaran Peta Konsep & Numbered Head Together maka hasil belajar siswa pada materi mendiagnosis permasalahan pengoperasian personal computer akan meningkat E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada berbagai pihak sebagai berikut: 1. Bagi SMK Negeri 2 Malang Dapat menjadi bahan pertimbangan bagi sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah tersebut. 2. Bagi Guru a. Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan acuan untuk menerapkan dan mengembangkan model pembelajaran pada mata pelajaran KKPI agar dapat meningkatkan pemahaman dan peran aktif siswa. b. Guru dapat mengevaluasi siswa atas berhasil atau tidaknya pembelajaran yang sudah dilakukan. Oleh karena itu dengan penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran guru. 3. Bagi Siswa a. Dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa b. Dapat mendorong siswa untuk berani mengemukakan ide atau pendapat serta merasa ikut bertanggung jawab atas pertanyaan yang diberikan oleh guru. c. Dapat menimbulkan rasa percaya diri terhadap potensi atau kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing siswa. 4. Bagi Peneliti a. Dapat memberikan pengalaman pada peneliti dalam menghadapi permasalahan pendidikan yang ada di lapangan dan sebagai acuan yang bisa digunakan dalam proses mengajar pada kesempatan yang akan datang. b. Dapat memperoleh informasi secara langsung mengenai proses dan hasil penerapan model pembelajaran Peta Konsep & Numbered Head Together dilapangan guna meningkatkan hasil belajar siswa. F. Asumsi Penelitian Menurut Saukah dalam Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (2000:13) yang dimaksud asumsi penelitian adalah anggapan-anggapan dasar tentang suatu hal yang dijadikan pijakan berpikir dan bertindak dalam melaksanakan penelitian. Asumsi adalah Tentangsuatu hal yang diyakini kebenarannya oleh peneliti yang harus dirumuskan secara jelas (Arikunto, 2002:64). Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah situasi dan kondisi fisiologi dan psikologi siswa pada saat mengerjakan soal tes adalah normal. G. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian 1. Ruang Lingkup Penelitian Menurut Saukah (2000:13) dalam Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Negeri Malang menerangkan bahwa yang dikemukakan pada bagian ruang lingkup ini adalah variabel-variabel yang diteliti, populasi atau subyek penelitian dan lokasi penelitian. Ruang lingkup penelitian ini antara lain: a. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas X program keahlian TKJ yang berjumlah 30 siswa. b. Variabel dalam penelitian yaitu Model Pembelajaran Peta Konsep & Numbered Head Together sebagai variabel bebas, dan meningkatkan hasil belajar sebagai variabel terikat. c. Lokasi penelitian ini adalah di SMK Negeri 2 Malang. 2. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini dibatasi pada hal-hal berikut: a. Penilaian hasil belajar pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik, karena pada materi pelajaran akan disampaikan materi pemahaman konsep serta praktikum. Dari keterbatasan literatur serta alat yang dimiliki siswa dan agar siswa dapat memahami secara maksimal materi yang disampaikan dan dapat mempraktekkannya maka siswa harus membaca dan mempelajari konsep yang ada. b. Siswa mempelajari konsep-konsep baik secara khusus maupun secara umum. Sehingga yang digunakan dalam proses penilaian adalah ranah kognitif H. Definisi Operasional Menurut Saukah (2000:13) dalam Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Negeri Malang dijelaskan bahwa definisi istilah atau definisi operasional diperlukan apabila diperkirakan akan timbul perbedaan pengertian atau kekurangjelasan makna seandainya penegasan istilah tidak diberikan. Untuk menghindari pemaknaan yang kurang sesuai terhadap istilah-istilah dalam penelitian ini, maka perlu ditegaskan definisi operasional sebagai berikut: 1. Model pembelajaran peta konsep adalah pendekatan pembelajaran yang menggunakan pengingat visual berupa gambar, simbol dan ilustrasi untuk mengingat infomasi dalam otak pada mata pelajaran KKPI. 2. Pembelajaran Kooperatif Adalah metode pembelajaran yang menekankan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok dengan anggota yang heterogen untuk mencapai tujuan belajar. 3. Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together Adalah merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif dengan sistem penomoran yang mengutamakan pola interaksi antar siswa, yang terbentuk dalam kelompok siswa dengan cara bekerja sama secara kooperatif dalam menjawab pertanyaan yang diinstruksikan oleh guru. 4. Hasil Belajar Adalah hasil tes pada tiap akhir (post test) siklus I dan siklus II yang telah dicapai/diperoleh siswa dari pengalaman dan latihan yang diikutinya selama proses pembelajaran dengan menerapkan kolaborasi model pembelajaran Peta Konsep & Numbered Head Together yang berupa keterampilan kognitif. Hasil belajar dalam penelitian ini merupakan perubahan skor (selisih skor) antara Pre test (tes awal) dengan Post test (tes akhir) siswa. BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaran . Kegiatan yang tidak pernah ditinggalkan manusia selama menjalani hidupnya adalah berinteraksi dengan lingkunga sekitar, baik secara langsung maupun tidak langsung, interaksi tersebut merupakan usaha manusia untuk belajar memahami hidup. Dengan belajar manusia bisa lebih mengerti tentang apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan demi keberlanjutan hidupnya. Secara psikologis Slameto (2003:2) menjelaskan bahwa: Belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya atau suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Hamalik (2004:27) juga menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Dalam interaksi dengan lingkungan inilah serangkaian pengalaman baru akan tercipta. Konsep serupa juga dipaparkan oleh Azwar (2004:164) dalam bukunya bahwa belajar merupakan setiap perubahan perilaku yang diakibatkan pengalaman atau sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya, oleh karena itu manusia selalu terbuka terhadap seluruh perubahan yang terjadi pada dirinya. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002:17) belajar merupakan : Sesuatu yang kompleks, hal ini dibuktikan dengan adanya interaksi antara siswa dan guru. Dari sudut siswa belajar dialami sebagai suatu proses, sedangkan dari sudut guru proses belajar merupakan perilaku belajar tentang suatu hal. Dari kegiatan belajar, mengajar, guru membelajarkan siswa dengan harapan siswa belajar. Perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri seseorang banyak sifat maupun jenisnya, adapun ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar adalah sebagai berikut seperti yang dikemukakan oleh Slameto (2003:3): (1) perubahan terjadi secara sadar, (2) perubahan dalam belajar bersifat kontinyu dan fungsional, (3) perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif, (4) perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara, (5) perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah, dan (6) perubahan mencakup semua aspek tingkah laku. Adapun ciri- ciri perubahan tingkah laku yang terjadi dalam diri seseorang dapat dilihat pada uraian berikut. Pertama, Perubahan secara sadar berarti bahwa seseorang yang akan belajar menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurang- kurangnya ia merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya. Jadi, perubahan tingkah laku yang terjadi karena keadaan tidak sadar tidak termasuk perubahan dalam pengertian belajar, karena orang yang bersangkutan tidak menyadari akan perubahan itu. Kedua, Perubahan dalam belajar bersifat kontinyu yaitu sebagai hasil belajar yang terjadi dalam diri seseorang berlangsung secara berkesinambungan, tidak statis. Satu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar berikutnya. Ketiga, Perubahan dalam belajar bersifat positif aktif yaitu dalam pembelajaran perubahan-perubahan perbuatan belajar, perubahan- perubahan itu senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari ssebelumnya. Dengan demikian semakin banyak usaha belajar itu dilakukan semakin banyak dan semakin baik perubahan yang diperoleh. Perubahan yang bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan karena suatu usaha individu sendiri. Keempat, Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara, perubahan yang bersifat sementara atau temporer terjadi hanya untuk beberapa saat saja seperti berkeringat, keluar air mata tidak dapat digolongkan sebagai perubahan dalam arti belajar. Perubahan terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanen. Ini berarti bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar bersifat tetap. Kelima, Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Perbuatan belajar terarah kepada perubahan tingkah laku yang benar- benar disadari. Keenam, Perubahan mencakup semua aspek tingkah laku, yaitu perubahan yang diperoleh seseorang setelah melalui proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dan sikap, keterampilan, pengetahuan dan sebagainya. Dari uraian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa belajar adalah proses usaha yang dilakukan oleh individu dalam konteks memahami suatu hal serta memperoleh keterampilan nilai dan sikap untuk mencapai sebuah perubahan tingkah laku dalam diri individu tesebut yang terkait dengan interaksi lingkungan. Meskipun demikian, tidak semua perubahan yang terjadi dalam diri individu dapat dikatakan sebagai proses belajar, perlu digaris bawahi bahwa kondisi belajar adalah ketika individu terlibat atau melibatkan diri secara sadar dan secara emosional dengan proses belajar sehingga terjadi perubahan pandangan, pemahaman maupun tingkah laku dalam diri individu tersebut. Jadi ketika suatu perubahan terjadi pada diri individu secara tidak sadar, perubahan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai hasil dari proses belajar. B. Pembelajaran Kooperatif 1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Menurut Ibrahim, dkk (2002:2) pembelajaran kooperatif ditandai dengan adanya struktur tugas, tujuan, dan struktur penghargaan (reward). Siswa yang bekerja dalam situasi pembelajaran kooperatif didorong dan atau dikehendaki untuk bekerjasama pada suatu tugas bersama, mereka harus mengkoordinasikan usahanya ini melalui penggunaan pembelajaran. Perbedaan antar manusia yang tidak terkelola secara baik dapat menimbulkan ketersinggungan dan kesalahpahaman antar sesamanya. Agar manusia terhindar dari hal-hal tersebut maka diperlukan interaksi yang saling asuh atau tenggang rasa dan saling menyayangi. Menurut Abdurrahman dan Bintoro (dalam Nurhadi 2004:61) pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata. Menurut Nurhadi, dkk (2004:61)pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang silih asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalah pahaman yang dapat menimbulkan permusuhan. Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu cara pembelajaran yang dilakukan secara sengaja dan sistematis, yang bertujuan mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata yang bertujuan untuk menghindari ketersinggungan dan kesalah pahaman yang dapat menimbulkan permusuhan. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidaknya tiga tujuan pembelajaran penting. Menurut Depdiknas tujuan pertama pembelajaran kooperatif yaitu meningkatkan hasil akademik, dengan meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademiknya. Siswa yang lebih mampu akan menjadi nara sumber bagi siswa yang kurang mampu, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Sedangkan tujuan yang kedua, pembelajaran kooperatif memberi peluang agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai perbedaan latar belajar. Perbedaan tersebut antara lain perbedaan suku, agama, kemampuan akademik, dan tingkat sosial. Tujuan penting ketiga dri pembelajaran kooperatif ialah untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan sosial yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya. 2. Unsur- unsur Pembelajaran Kooperatif Menurut Nurhadi, dkk (2004:61-62). Unsur-unsur pembelajaran kooperatif adalah adanya: a. Saling ketergantungan positif Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa saling merasa membutuhkan. Hubungan yang saling membutuhkan inilah yang dimaksud dengan saling ketergantungan positif. b. Interaksi tatap muka Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa. c. Akuntabilitas individual Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok, meskipun demikian, penelitian ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual. Penilaian kelompok yang didasarkan atas rata-rata penguasaan semua anggota kelompok secara individual. d. Ketrampilan menjalin hubungan antar pribadi Dalam pembelajaran kooperatif ketrampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, madiri, dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi (interpersonal relationship) tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan. Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan antar pribadi tidak hanya memperoleh teguran dari guru tetapi juga dari sesama siswa. C. Model Pembelajaran Coperative Learning tipe Numbered Head Together Metode pembelajaran model NHT adalah salah satu bagian dari metode pembelajaran struktural. Model NHT dikembangkan oleh Spencer Kagan dan teman- temannya. Meskipun memiliki banyak persamaan dengan metode lainnya, namun metode pembelajaran struktural yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Berbagai struktur tersebut dikembangkan oleh Kagan dengan maksud agar menjadi alternatif dari berbagai struktur kelas yang lebih tradisional, yang ditandai dengan pengajuan pertanyaan oleh guru kepada seluruh siswa dalam kelas dan para siswa memberikan jawaban setelah lebih dahulu mengangkat tangan dan ditunjukkan oleh guru. Struktur Kagan menghendaki agar para siswa bekerja sama saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif. Ada struktur yang memiliki tujuan umum (goal) untuk meningkatkan penguasaan isi akademik dan ada pula struktur yang tujuannya untuk mengerjakan keterampilan sosial. Model NHT dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) siswa dibagi dalam beberapa kelompok dan masing-masing siswa dalam setiap kelompoknya mendapatkan nomor urut, (2) guru memberikan tugas dan masing- masing kelompok mengerjakan permasalahan, (3) kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini, (4) guru menyebutkan salah satu nomor dan siswa yang bernomor tersebut melaporkan hasil kerja kelompok, dan (5) jika memungkinkan, guru dapat mengubah komposisi kelompok sehingga siswa yang memiliki nomor sama membentuk kelompok baru. Dalam metode NHT setiap tu\im atau anggota terdiri dari 3-5 siswa dengan kemampuan yang bervariasi. Ada siswa yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Di sini ketergantungan positif juga dikembangkan, sehingga siswa yang berkemampuan rendah terbantu oleh siswa yang berkemampuan tinggi. Selain itu setiap siswa dalam kelompok diberi nomor yang berbeda-beda, misalnya jika dalam satu kelompok terdiri dari 5 siswa maka akan terdapat 5 nomor yang berbeda, sehingga dapat memudahkan guru dalam menilai tingkat kemampuan siswa. Kemudian guru memberikan soal untuk didiskusikan. Adapun tahan pelaksanaan NHT digambarkan seperti berikut: Gambar 2.1 tahapan pelaksanaan metode pembelajaran NHT Kelebihan metode struktural NHT adalah melibatkan lebih banyak siswa dalam kegiatan pembelajaran. Pada saat pertanyaan diajukan keseluruh kelas, masing-masing anggota kelompok memliki kesempatan yang sama untuk mewakili kelompok memberikan jawaban melalui pemanggilan nomor anggota secar acak. Wakil kelompok yang menjawab pertanyaan guru, tidak hanya terfokus pada siswa yang lebih mampu atau didasarkan pada kesepakatan kelompok, tetapi semua siswa mempunyai kesempatan untuk mewakili kelompok tanpa dibeda- bedakan. Selain itu kelebihannya adalah dapat mengubah struktur kelas tradisional, seperti mengacungkan tangan terlebih dahulu sebelum ditunjuk NUMBERING Guru membagi siswa ke dalam kelompok yang beranggotakan 3-5 orang dengan masing-masing anggota diberi nomor 1-5 QUESTIONING Guru memberi pertanyaan atau masalah yang akan dibahas oleh siswa HEAD TOGETHER Siswa berdiskusi dengan kelompoknya untuk menyatukan pendapat terhadap jawaban dari pertanyaan yang diberikan oleh guru dan meyakinkan bahwa tiap anggota dalam tim mengetahui jawaban tersebut ANSWERING Guru menyebutkan satu nomor tertentu, kemudian siswa yang memegang nomor yang dimaksud oleh guru mengacungkan tangan dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas. Kemudian guru bertanya pada siswa yang memiliki nomor yang sama untuk menanggapi atau menjawab pertanyaan yang sama. Tahap I Tahap III Tahap II Tahap IV guru untuk menjawab pertanyaan. Suasana seperti ini dapat menimbulkan persaingan antar siswa, bahkan dapat menimbulkan kegaduhan di kelas karena para siswa saling berebut untuk mendapatkan kesempatan menjawab pertanyaan dari guru. Namun dengan menggunakan metode ini suasana kegaduhan akibat memperebutkan kesempatan menjawab pertanyaan dari guru tidak akan dijumpai karena para siswa yang menjawab pertanyaan ditunjuk langsung oleh guru berdasarkan pemanggilan nomor secara acak. Kelemahan dari metode NHT adalah membutuhkan waktu yang cukup lama bagi siswa dan guru sehingga sulit mencapai target kurikulum. Selain itu membutuhkan kemampuan khusus bagi guru dalam melakukan atau menerapkan model belajar kooperatif serta menuntut sifat tertentu dari siswa, misalnya sifat suka bekerja sama. Meskipun demikian, kelemahan tersebut dapat diatasi bila guru senantiasa berusaha mempelajari dan menerapkan pembelajaran kooperatif metode NHT secara sungguh- sungguh, serta diimbangi dengan penggunaan fasilitas pembelajaran secara optimal. D. Metode Pembelajaran Peta Konsep 1. Pengertian Model Pembelajaran Teknik Peta Konsep (Mind Mapping) Dalam proses belajar siswa mendapatkan pertambahan materi berupa informasi mengenai teori, gejala, fakta maupun kejadian- kejadian. Informasi yang diperoleh akan diolah oleh siswa. Proses pengolahan informasi melibatkan kerja sistem otak, sehingga informasi yang diperoleh dan diolah akan menjadi suatu ingatan. Berdasarkan tahapan evolusi, otak pada makhluk hidup terbagi menjadi tiga bagian yaitu, batang atau otak reptilia (Primitif), sistem limbic atau otak mamalia, dan neokorteks. Masing- masing berkembang dalam waktu yang berbeda dalam sejarah evolusi makhluk hidup. Sebagian besar orang hanya menggunakan otak kirinya sebagai sarana berkomunikasi dan perolehan informasi dalam bentuk verbal ataupun tertulis. Bidang pendidikan, bisnis, dan sains cenderung yang digunakan adalah otak belahan kiri. Dalam proses belajar siswa selalu dituntut untuk mempergunakan belahan otak kiri ketika menerima materi pelajaran. Materi pelajaran akan diolah dalam bentuk ingatan. Terkadang siswa tidak dapat mempertahankan ingatan tersebut dalam jangka waktu yang lama. Hal itu disebabkan karena tidak adanya keseimbangan antara kedua belahan otak yang akhirnya dapat menimbulkan terganggunya kesehatan fisik dan mental seseorang. Untuk menyeimbangkan antara kedua belahan otak maka diperlukan adanya masukan musik dan estetika dalam proses belajar. Masukan musik dan estetika dapat memberikan umpan balik positif sehingga dapat menimbulkan emosi positif yang membuat kerja otak lebih efektif (Bobbi de Porter dan Hernacki. 1999:38). Mencatat merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan daya ingat. Otak manusia dapat menyimpan segala sesuatu yang dilihat, didengar dan dirasakan. Tujuan pencatatan adalah membantu mengingat informasi yang tersimpan dalam memori tanpa mencatat dan mengulangi informasi, siswa hanya mampu mengingat sebagian kecil materi yang diajarkan. Umumnya siswa membuat catatan tradisional dalam bentuk tulisan linier panjang yang mencakup seluruh isi materi pelajaran, sehingga catatan terlihat sangat monoton dan membosankan. Umumnya catatan monoton akan menghilangkan topik-topik utama yang penting dari materi pelajaran. Otak tidak dapat langsung mengolah informasi menjadi bentuk rapi dan teratur melainkan harus mencari, memilih, merumuskan dan merangkainya dalam gambar-gambar, simbol- simbol, suara, citra, bunyi, dan perasaan sehingga informasi yang keluar satu persatu dihubungkan oleh logika, diatur oleh bahasa dan menghasilkan arti yang dipahami. Teknik mencatat dapat terbagi menjadi dua bagian. Pertama catat, tulis, susun (CTS), yaitu teknik mencatac yang mampu mensinergikan kerja otak kiri dengan otak kanan, sehingga konsentrasi belajar dapat meningkat sepuluh kali lipat. CTS menghubungkan apa yang didengar menjadi poin-poin utama dan menuliskan pemikiran dan kesan dari materi pelajaran yang telah dipelajari (Bobbi de Porte dan Hernacki, 1999: 152). Teknik mencatat kedua, pemetaan pikiran (Mind Mapping), yaitu cara yang paling mudah untuk memasukkan informasi ke dalam otak dan untuk kembali mengambil informasi dari dalam otak. Tonny dan Bary Buzzan (dalam Rostikawati hal 4) menjelaskan peta pemikiran merupakan teknik yang paling baik dalam membantu proses berpikir otak secara teratur karena menggunakan teknik grafis yang berasal dari pemikiran manusia yang bermanfaat untuk menyediakan kunci- kunci universal sehingga membuka potensi otak. Bobbi de Porter dan Hernancki (1999:152) menjelaskan, peta pikiran merupakan teknik pemanfaatan keseluruhan otak dengan menggunakan citra visual dan prasarana grafis lainnya untuk membentuk suatu kesan yang lebih dalam. 2. Perbedaan Catatan Tradisional dan Peta Konsep Berikut ini perbedaan antara catatan tradisional (catatan biasa) dengan catatan pemetaan pikiran (Mind Mapping/ peta konsep) Catatan biasa: 1. Hanya berupa tulisan-tulisan saja 2. Hanya dalam satu warna 3. Untuk mereview ulang memerlukan waktu yang lama 4. Waktu yang diperlukan untuk belajar lebih lama 5. Statis Peta pikiran (Mind Mapping) 1. Berupa tulisan, simbol atau gambar 2. Berwarna-warni 3. Untuk mereview ulang diperlukan waktu yang pendek 4. Waktu yang diperlukan untuk belajar lebih cepat dan efektif 5. Membuat individu menjadi lebih kreatif. Sumber: Iwan Sugiarto (dalam Rostikawati,hal 4) Dari uraian tersebut, peta pikiran (Mind Mapping) adalah satu teknik mencatat dan mengembangkan gaya belajar visual. Peta pikiran memadukan dan mengembangkan potensi kerja otak yang terdapat di dalam diri seseorang. Dengan adanya keterlibatan kedua belahan otak maka akan memudahkan seseorang untuk mengatur dan mengingat segala bentuk informasi, baik secara tertulis maupun secara verbal. 3. Tahapan Dalam Pembuatan Peta Konsep Adapun langkah-langkah pembelajaran dalam peta pikiran (mind mapping) adalah sebagai berikut: 1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai 2. Guru menjelaskan materi yang akan dipelajari 3. Siswa diminta untuk membuat peta pikiran sesuai dengan materi yang telah diajarkan 4. Siswa diminta untuk mempresentasikan hasil peta pikiran yang telah dibuat di depan kelas 5. Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan tentang peta konsep yang telah dibuat oleh siswa dengan mengacu pada peta konsep bandingan yang dimiliki oleh guru. E. Hasil Belajar Penilaian dilakukan untuk memperoleh informasi tentang kemajuan dan hasil belajar dalam ketuntasan penguasaan kompetensi. Penilaian di sekolah dilakukan dalam bentuk ulangan harian dan penugasan untuk mengetahui kemajuan dan hasil belajar di kelas. Menurut Sudjana (2008:22) penilaian adalah upaya atau tindakan untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai atau tidak. Dengan kata lain, penilaian berfungsi sebagai alat untuk mengetahui keberhasilan proses dan hasil belajar siswa. Proses adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam mencapai tujuan pengajaran, sedangkan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2008:22). Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Oleh sebab itu, dalam penilaian hasil belajar, peranan tujuan instruksional yang berisi rumusan kemampuan dan tingkah laku yang diinginkan dikuasai siswa menjadi unsur penting sebagai dasar dan acuan penilaian. Bloom (dalam Sudjana, 2008:22) mengklasifikasikan hasil belajar menjadi tiga ranah yakni ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik. 1. Ranah kognitif Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yaitu pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. 2. Ranah afektif Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. 3. Ranah psikomotorik Ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotorik, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif. Davies, Jarolimek dan Foster (dalam Dimyati & Mudjiono, 2006:202) menyatakan bahwa tujuan ranah kognitif berhubungan dengan ingatan atau pengenalan terhadap pengetahuan dan informasi, serta pengembangan keterampilan intelektual. Mengukur keberhasilan siswa yang berdimensi kognitif (ranah cipta) dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik dengan tes tertulis maupun tes lisan dan perbuatan. Kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan data hasil belajar kognitif siswa adalah mengetahui garis- garis besar indikator (petunjuk adanya prestasi tertentu) dikaitkan dengan jenis prestasi atau hasil belajar yang hendak diungkap/ diukur. Untuk memperoleh ukuran data hasil belajar siswa, maka dapat dilakukan dengan mengetahui garis-garis besar indikator yang dikaitkan dengan jenis prestasi dan hasil belajar yang dapat menjadi acuan bagi seorang guru dalam mengetahui tingkat pencapaian keberhasilan siswa proses belajar. Berikut ini tabel tentang jenis dan indikator hasil belajar siswa serta bagaimana cara yang tepat dalam mengevaluasi proses belajar agar indikator yang ada dapat tercapai secara menyeluruh. Menurut Davies, Jarolimek dan Foster (dalam Dimyati & Mudjiono, 2006:205) tujuan ranah afektif berhubungan dengan hierarki perhatian, sikap, penghargaan, nilai, perasaan, dan emosi. Menurut Davies (dalam Dimyati & Mudjiono, 2006:207) tujuan ranah psikomotorik berhubungan dengan keterampilan motorik, manipulasi benda atau kegiatan yang memerlukan koordinasi saraf, dan koordinasi badan. Syah (2005:211-212) berpendapat bahwa cara yang dipandang tepat untuk mengevaluasi keberhasilan belajar yang berdimensi ranah psikomotor adalah observasi. Observasi tersebut digunakan sebagai jenis tes mengenai peristiwa, tingkah laku, atau fenomena lain dengan pengamatan langsung. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil yang telah dicapai siswa dalam proses belajar mengajar yang berupa penguasaan pengetahuan atau keterampilan terhadap mata pelajaran yang dibuktikan melalui hasil tes F. Kerangka Berpikir Kerangka Berpikir dihubungkan pada tujuan hipotesis yaitu jika siswa kelas X SMK Negeri 2 Malang diajar menggunakan kolaborasi model pembelajaran Peta Konsep & Numbered Head Together maka hasil belajar siswa pada materi mendiagnosis permasalahan pengoperasian personal computer akan meningkat. Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematik dalam mengkoordinasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar, yang berfungsi sebagai pedoman guru dalam merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran, mengelola lingkungan pembelajaran dan mengelola kelas. Dengan model pembelajaran diharapkan tumbuh berbagai kegiatan belajar siswa sehubungan dengan kegiatan mengajar guru. Dengan kata lain terciptalah interaksi antara guru dengan siswa. Proses akan berjalan dengan baik jika siswa lebih banyak aktif. Permasalahan yang dihadapi adalah rendahnya hasil belajar siswa, serta kurangnya keaktifan mereka di dalam kelas, menyebabkan hasil belajar mereka tidak sesuai dengan harapan, dan tidak mencapai standar kompetensi minimal sesuai yang ditargetkan. Untuk itu diperlukan upaya mengaktifkan siswa, mengajak siswa untuk berfikir kritis dan mengembangkan daya nalarnya dalam memecahkan masalah. salah satunya dengan menerapkan kolaborasi model pembelajaran peta konsep dan Numbered Head Together. Gambaran kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.2. Gambar 2.2 Kerangka Berpikir Keadaan Awal Pemilihan Model dan Metode Pembelajaran di Kelas Kolaborasi Peta Konsep & Numbered Head Together Hasil belajar siswa meningkat setelah diterapkannya kolaborasi model pembelajaran Peta Konsep dan Numbered Head Together Kompetensi Mendiagnosis Permasalahan Pengoperasian Personal Computer Ceramah Bermakna 1. Rendahnya minat belajar siswa 2. Siswa pasif dalam pembelajaran 3. Belum tampak sikap berpikir kritis, sistematis dan kreatif 4. Hasil belajar siswa rendah G. Temuan Penelitian yang relevan Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu, diperoleh hasil yaitu: 1. Supriono (2007) dalam jurnal yang berjudul Penerapan pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Penelitian dilaksanakan di SMP Nasional KPS Balikpapan dengan melibatkan siswa kelas VIII dengan jumlah 30 siswa. Dari hasil tes diperoleh informasi bahwa ketuntasan belajar siswa mencapai 95% sedangkan yang belum memenuhi standar ketuntasan mencapai 5%. 2. Suwiyadi (2005) dalam jurnal yang berjudul Penerapan Model Numbered Head Together untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Pendidikan Kewarganegaraan. Penelitian yang dilaksanakan ini tergolong penelitian tindakan kelas. Dari hasil paper dan pencil test data yang diperoleh adalah sebelum tindakan nilai yang diperoleh adalah 60,7 dengan tingkat ketuntasan 60% sedangkan setelah tindakan nilai test yang diperoleh siswa adalah 79,9 dengan tingkat ketuntasan yang dicapai adalah 92%. 3. Desi Noerdiana Fadhila (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Penerapan siklus belajar (learning cycle) dengan menggunakan peta konsep untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar biologi siswa kelas X SMA Negeri 6 Malang. Penelitian yang dilaksanakan merupakan penelitian tindakan kelas. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan siklus belajar (learning cycle) menggunakan peta konsep dapat meningkatkan : (1) motivasi belajar biologi siswa kelas X-7 SMA Negeri 6 Malang, terlihat dari meningkatnya motivasi secara klasikal dari 60,3% yang termasuk pada kategori cukup pada siklus I, menjadi 71,0% yang termasuk dalam kategori baik pada siklus II, (2) hasil belajar biologi siswa kelas X-7 SMA Negeri 6 Malang, terlihat dari meningkatnya skor rata-rata kelas secara klasikal dari 80% pada siklus I menjadi 88% pada siklus II. BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yang bersifat naturalistik untuk penelitian pendidikan. Hal ini karena penelitian bersifat alamiah dan data yang diperoleh dinyatakan dalam bentuk verbal. Penelitian ini digunakan untuk mendeskripsikan peristiwa di lapangan, sehingga penelitian kualitatif ini bersifat deskriptif dan menggunakan analisis pendekatan induktif. Peneliti datang dan melakukan pengamatan dalam waktu lama di sekolah dan penelitian ini menggunakan manusia sebagai instrumen. Karakteristik penelitian kualitatif menurut Moleong (dalam Santoso, 2006:6) adalah: (1) Latar alamiah, peneliti mendatangi dan melakukan pengamatan dalam waktu lama di sekolah; (2) Manusia sebagai instrumen; (3) Metode kualitatif lebih mudah diterapkan untuk penelitian ketika manusia dijadikan instrumen; (4) Analisis data secara induktif, peneliti tidak mencari data untuk memperkuat atau menolak hipotesis tetapi untuk melakukan abstraksi setelah rekaman fenomena dikelompokkan menjadi satu; (5) Teori dasar (grounded theory) yaitu teori yang berasal dari sejumlah besar satuan bukti yang terkumpul yang saling berhubungan satu dengan yang lain; (6) Deskriptif; (7) Lebih mementingkan proses daripada hasil; (8) Hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama (9) Meaning adalah esensial; (10) Desain bersifat sementara. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Suhardjono (dalam Arikunto dkk, 2008:57) PTK adalah penelitian yang dilakukan oleh guru, bekerjasama dengan peneliti (atau dilakukan oleh guru sendiri yang juga bertindak sebagai peneliti) di kelas atau di sekolah tempat ia mengajar dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan proses dan praktis pembelajaran. PTK memiliki potensi yang besar untuk meningkatkan pembelajaran apabila diimplementasikan dengan baik dan benar. Diimplementasikan dengan baik disini berarti pihak yang terlibat (peneliti dan guru) mencoba dengan sadar mengembangkan kemampuan dalam mendeteksi dan memecahkan masalah kependidikan dan pembelajaran melalui tindakan bermakna yang diperhitungkan dapat memecahkan masalah/ memperbaiki situasi dan kemudian dengan cermat mengamati pelaksanaannya untuk mengukur tingkat keberhasilannya (Susilo dan Laksono, 2007:1). Menurut Arikunto (2001:85) keunggulan PTK adalah karena guru diikutsertakan dalam penelitian sebagai subyek yang melakukan tindakan, yang diamati, sekaligus yang diminta merefleksikan hasil pengalaman selama melakukan tindakan , tentu lama kelamaan akan terjadi perubahan dalam diri mereka suatu kebiasaan untuk mengevaluasi diri (self evaluation) B. Kehadiran dan Peran Peneliti di Lapangan Dalam penelitian ini, kehadiran peneliti mutlak diperlukan karena pengumpulan data dilakukan dalam situasi yang sesungguhnya oleh peneliti. Sesuai dengan salah satu karakteristik penelitian kualitatif, yaitu manusia sebagai alat atau instrumen (Moleong, 2006:9). Pada penelitian ini, peneliti sebagai subyek pemberi tindakan penelitian, peneliti bertindak sebagai pengajar yang membuat rancangan pembelajaran sekaligus menyampaikan bahan ajar selama kegiatan pembelajaran berlangsung, serta peneliti bertindak sebagai pengumpul dan penganalisis data, dan sebagai pelapor hasil penelitian. Proses pengumpulan data dilakukan selama proses belajar mengajar berlangsung di kelas pada saat penelitian tindakan kelas. C. Lokasi dan Subjek Penelitian Penelitian dilaksanakan di SMK Negeri 2 Malang yang terletak di Jalan Veteran No.7 Malang. Subyek penelitian adalah subyek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti (Arikunto, 2002:122). Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa kelas X Program keahlian TKJ di SMK Negeri 2 Malang. D. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Lembar Observasi Lembar observasi adalah lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat untuk mendapatkan data tentang aktivitas yang dilakukan oleh guru sebagai pengajar dengan peserta didik selama kegiatan belajar megajar berlangsung. 2. Lembar wawancara Lembar wawancara dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui informasi mengenai tingkah laku siswa, hasil belajar siswa sebelum dan sesudah diterapkannya kolaborasi model pembelajaran Peta Konsep & Numbered Head Together. 3. Soal Tes Arikunto (2006: 150) menyatakan tes merupakan serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok Tes dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa khususnya pada aspek kognitif siswa setelah diterapkannya kolaborasi pembelajaran Peta Konsep & Numbered Head Together. E. Teknik Pengumpulan Data Menurut Sugiyono (2008:224) Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian ini adalah mendapatkan data. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode: 1. Observasi (pengamatan) Menurut Arikunto (2006:156) observasi atau yang sering disebut dengan pengamatan meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra. Menurut Nasution (dalam Sugiyono, 2008:226) observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan diperoleh melalui observasi. Dalam penelitian ini observasi dilakukan untuk mengetahui bagaimana kegiatan peneliti dalam menerapkan kolaborasi model pembelajaran Peta Konsep & Numbered Head Together dan aktivitas siswa ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Observasi ini dimaksudkan untuk mengetahui adanya kesesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan tindakan yang dilakukan oleh peneliti.hasil kegiatan observasi ini ditulis dalam lembar observasi. 2. Interview (wawancara) Menurut Arikunto (2006:155) wawancara atau kuesioner lisan adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari terwawancara (interviewee). Esterberg (dalam Sugiyono, 2008: 231) mengatakan bahwa wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksi makna dalam suatu topik tertentu. Teknik wawancara dilakukan di awal dan akhir pemberian tindakan pada penelitian ini. Peneliti melakukan wawancara awal untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pembelajaran pada kompetensi mendiagnosis permasalahan pengoperasian personal komputer di SMK Negeri 2 Malang, dan peneliti melakukan wawancara di akhir pemberian tindakan untuk mengetahui tanggapan guru terhadap penerapan kolaborasi model pembelajaran Peta Konsep & Numbered Head Together pada kelas X bidang .keahlian TKJ. Wawancara dilakukan dengan guru mata pelajaran. 3. Tes Menurut Arikunto (2006:150) menyatakan tes merupakan serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Tes yang akan dilakukan dalam penelitian ini berupa tes awal (pre test) dan tes akhir (post test). Tes awal dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal siswa mengenai bahasan atau materi yang akan disampaikan atau diajarkan, sedangan tes akhir dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah pemberian tindakan dalam proses pembelajaran. Instrumen yang digunakan yaitu soal-soal yang berbentuk tes obyektif dan tes subyektif. 4. Dokumentasi Dokumentasi adalah cara pengumpulan data dengan mengkaji dokumen baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan kamera untuk memperoleh data berupa gambar dalam proses berlangsungnya belajar mengajar. 5. Catatan Lapangan Catatan lapangan digunakan untuk melengkapi data-data yang tidak terekam dalam lembar observasi, dengan demikian diharapkan tidak ada data penting yang terlewatkan dalam kegiatan penelitian ini. Catatan lapangan dalam penelitian ini dilakukan oleh peneliti, dibantu oleh guru mata pelajaran. F. Teknik Analisis Data Menurut Saukah dalam PPKI (2000:25) dijelaskan bahwa analisis data melibatkan pengerjaan, pengorganisasian, pemecahan dan sintesis data serta pencarian pola, pengungkapan hal penting dan penentuan apa yang dilaporkan. . .. Mengacu pada pendapat tersebut, maka analisis data dalam penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap, yaitu meliputi: (1) reduksi data, (2) data display, (3) penarikan kesimpulan, Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2008:247-252) 1. Reduksi data Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. 2. Data display (penyajian data) Penyajian data adalah proses penampilan data yang terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan semakin mudah dipahami. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flow cahrt dan sebagainya. 3. Penarikan kesimpulan Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten pada saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan meupakan kesimpulan yang kredibel. G. Pengecekan Keabsahan Data Menurut Moloeng (2006:324) untuk menetapkan keabsahan data, diperlukan teknik pemeriksaan data. Ada 4 kriteria yang digunakan yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability), kepastian (confirmability). Pengecekan keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan: 1. Teknik Triangulasi Moleong (2006:330) menjelaskan triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Denzin (dalam Moleong, 2006:330) membedakan 4 macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori. Dalam penelitian ini triangulasi yang digunakan adalah triangulasi sumber, metode dan teori. Triangulasi sumber digunakan unuk memeriksa keabsahan data dengan membandingkan data yang diperoleh dengan fenomena yang ada. Teknik triangulasi dengan sumber pada penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara. Data hasil pengamatan selama pemberian tindakan berlangsung akan dibandingkan dengan data hasil wawancara pada guru yang dilakukan sebelum dan sesudah dilakukan pemberian tindakan pada kelas. Kemudian darai kedua data tersebut akan dicari kesamaan pandangan untuk membuktikan bahwa pembelajaran dengan perpaduan model pembelajaran Teknik Peta Konsep dan Cooperatif Learning tipe Numbered Head Together dapat memberikan dampak positif bagi kelas yang diberi tindakan. b. Membandingkan data dokumen nilai siswa pada pokok bahasan sebelumnya dengan hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II berdasarkan pre test dan post test. Kemudian dari data tersebut akan dicari kesamaan pandangan untuk membuktikan bahwa hasil belajar siswa dapat meningkat setelah pemberian tindakan pada siklus I dan siklus II. Triangulasi metode dilakukan dengan cara mengecek temuan hasil penelitian dengan beberapa teknik pengumpulan data, dan triangulasi teori dilakukan dengan membandingkan data yang diperoleh melalui observasi dengan teori terkait. 2. Pemeriksaan sejawat melalui diskusi Pemeriksaan teman sejawat merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan jalan mengumpulkan rekan- rekan sejawat, yang memiliki pengetahuan yang sama tentang apa yang sedang diteliti. Sehingga peneliti dapat mereview persepsi, pandangan dan analisis yang sedang dilakukan. H. Tahap- tahap Penelitian Sesuai dengan judul penelitian ini, yaitu Penerapan Kolaborasi Model Pembelajaran Peta Konsep dan Numbered Head Together Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Mendiagnosis Permasalahan Pengoperasian Personal Komputer Pada Siswa Kelas X Program Keahlian TKJ SMK Negeri 2 Malang, maka pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Jenis penelitian yang dilkaukan adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). Secara garis besar alur pelaksanaan penelitian tindakan kelas terdapat empat tahapan yang lazim dilalui, yaitu 1) perencanaan, 2) pelaksanaan, 3) pengamatan, 4) refleksi, seperti terlihat pada gambar: Gambar 3.1 Tahapan dalam siklus Penelitian Tindakan Kelas (Sumber : Arikunto dkk, 2007:16) PERENCANAAN REFLEKSI PELAKSANAAN REFLEKSI SIKLUS I PELAKSANAAN PENGAMATAN PERENCANAAN ? SIKLUS II PENGAMATAN Secara operasional langkah-langkah penelitian adalah sebagai berikut: a. SIKLUS I 1. Tahap Perencanaan 1) Menentukan tujuan pembelajaran 2) Menyusun skenario dan rencana pembelajaran dengan menerapkan kolaborasi model pembelajaran Peta Konsep & Numbered Head Together. 3) Menyiapkan media yang dibutuhkan 4) Menyiapkan lembar observasi, dan menyusun pedoman wawancara. 5) Membuat soal-soal tes tulis untuk mengukur hasil belajar siswa 6) Menyusun daftar kelompok kecil pembelajaran NHT. 7) Berkoordinasi dengan guru mata pelajaran dan rekan sejawat tentang pelaksanaan tindakan yang dilakukan. 2. Tahap Pelaksanaan Tahap ini merupakan penerapan kegiatan pembelajaran yang telah disusun dalam perencanaan. Proses dalam tindakan ini mengikuti urutan kegiatan sebagaimana terdapat dalam Rencana pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah disusun sebelumnya. 3. Tahap Pengamatan Mengamati dilakukan selama kegiatan pelaksanaan berlangsung, proses pengamatan secara intensif dilakukan oleh dua orang yaitu sebagai seorang guru dan seorang teman sejawat. Obyek yang diamati peneliti meliputi aktivitas peneliti sebagai pengajar dan aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran, pengamatan dilakukan berdasarkan lmbar observasi yang telah disiapkan sebelumnya, selain lembar observasi disediakan juga catatan lapangan untuk melengkapi data hasil observasi. 4. Tahap Refleksi Tahap ini dilakukan untuk melihat proses pelaksanaan tindakan dan hasil pemahaman siswa, merefleksi adalah menganalisis data-data yang diperoleh dari observasi, wawancara, tes awal sampai tes akhir pada siklus I ini, serta catatan lapangan yang telah diperoleh. Tahapan refleksi meliputi kegiatan memahami, menjelaskan dan menyimpan data. Peneliti bersama pengamat merenungkan hasil tindakan I sebagai bahan pertimbangan apakah siklus I sudah sesuai dengan rencana yang telah dibuat atau masih perlu perbaikan- perbaikan, sebagai pelengkap untuk kriteria tindakan yang telah ditentukan dalam refleksi juga dilakukan penilaian terhadap proses pembelajaran, hasil analisis data yang dilaksanakan dalam tahap ini dipergunakan sebagai acuan untuk merencanakan siklus selanjutnya. b. SIKLUS II Pada siklus ini memiliki tahap yang sama seperti siklus I, semua tahap yang ada pada siklus II dilakukan setelah siklus I selesai dilakukan. Hal ini dilakukan untuk memperbaiki pelaksanaan pada siklus I, dimana rencana yang dibuat didasarkan pada hasil analisis dari siklus I. sebagai akhir dari proses penelitian ini, peneliti membuat laporan hasil penelitian yang merupakan manifestasi dari kegiatan yang telah dilakukan. 1. Tahap Perencanaan 1) Menentukan tujuan pembelajaran 2) Menyusun skenario dan rencana pembelajaran dengan menerapkan kolaborasi model pembelajaran Peta Konsep & Numbered Head together. 3) Menyiapkan media yang dibutuhkan 4) Menyiapkan lembar observasi, dan menyusun pedoman waancara 5) Membuat soal-soal tes tulis untuk mengukur hasil belajar siswa 6) Menyusun daftar kelompok kecil untuk pembelajaran model NHT 7) Berkoordinasi dengan guru mata pelajaran dan rekan sejawat tentang pelaksanaan tindakan yang dilakukan. 2. Tahap Pelaksanaan Tahap ini merupakan penerapan kegiatan pembelajaran yang telah disusun dalam perencanaan. Proses dalam tindakan ini mengikuti urutan kegiatan sebagaimana yang terdapat dalam Rencana Pelaksanaan Pmbelajaran (RPP) yang telah disusun sebelumnya. Pelaksanaan kegiatan pada siklus II menitik beratkan pada kelanjutan kegiatan pada siklus I, yakni pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran NHT. Peta konsep yang telah ada akan digunakan sebagai acuan untuk menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru. 3. Tahap Pengamatan Mengamati dilakukan selama kegiatan pelaksanaan berlangsung, proses pengamatan secara intensif dilakukan oleh dua orang yaitu seorang guru dan seorang teman sejawat. Obyek yang diamati peneliti meliputi aktivitas peneliti sebagai pengajar dan aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran, pengamatan dilakukan berdasarkan lembar observasi yang telah disiapkan sebelumnya, selain lembar observasi juga disediakan catatan lapangan untuk melengkapi data hasil observasi. 4. Tahap Refleksi Tahap ini dilakukan untuk melihat proses pelaksanaan tindakan dan hasil pemahaman siswa, kegiatan merefleksi pada siklus II ini dimaksudkan untuk memperbaiki setiap kesalahan yang terjadi pada siklus I agar tidak terulang pada siklus II. Tahapan refleksi meliputi kegiatan memahami, menjelaskan dan menyimpan data. Peneliti bersama pengamat merenungkan hasil tindakan I sebagai bahan pertimbangan apakah siklus II sudah sesuai dengan rencana yang telah dibuat atau masih perlu perbaikan- perbaikan, sebagai pelengkap untuk kriteria tindakan yang telah ditentukan dalam refleksi juga dilakukan penilaian terhadap proses pembelajaran, hasil analisis data ini digunakan untuk mengetahui keberhasilan dalam pelaksanaan pembelajaran pada siklus II.