View
2.245
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Tugas Kelompok
PENELITIAN KUALITATIF
(KRITERIA DAN TEKNIK PEMERIKSAAN KEABSAHAN DATA)
RACMALINA (1105120252)
ROZIDAWATI (1105121283)
SHINTIA MINANDAR (1105113581)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2013
Bab VI
KRITERIA DAN TEKNIK PEMERIKSAAN KEABSAHAN DATA
Tujuan intruksional khusus
Jika anda sudah mempelajari bab ini, diharapkan anda sudah dapat:
Mendaftarkan, kemudian menguraikan secara singkat seluruh criteria keabsahan data;
Menyusun ikhtisar prosedur seluruh teknik pemeriksaan: perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan, triangulasi, pengecekatan sejawat, kecukupan referensial, kajian kasus negative, pengecekan anggota, uraian rinci, dan auditing;
Menerapkan seluruh teknik pemeriksaan keabsahan data tersebut pada catatan lapangan sebagai data yang disusun secara artificial.
Pendahuluan
Apakah penelitian kualitatif itu benar-benar ilmiah? Pokok persoalan yang menjadi latar belakang pertanyaan ini, selain persoalan “generelisasi”, juga menyangkut derajat kepercayaan yang tidak mantap dari pihak penyanggah. Dalam tubuh pengetahuan penelitian kualitatif itu sendiri sejak awal pada dasarnya sudah ada usaha meningkatkan deajat kepercayaan data yang di sini dinamakan kebasasahan data. Pemeriksaan terhadap kebasahan data pada dasarnya, selain digunakan untuk menyanggah balik apa yang dituduhkan kepada penelitian kualitataif yang mengatakan tidak ilmiah, juga merupakan sebagian unsure yang tidak terpisahkan dari tubuh pengetahuan penelitian kualitatif. Dengan kata lain peneliti melaksanakan pemeriksaan terhadap keabsahan data secara cermat sesuai dengan teknik yang diuraikan dalam bab ini, maka jelas bahwa hasil upaya penelitiannya benar-benar dapat dipertanggungjawabkan dari segala segi.
Guna memenuhi harapan itu mahasiswa atau peneliti diharuskan mempelajari teknik pemeriksaan keabsahan data. Bab ini mempersoalkan unsur penelitian penting itu. Sehubungan dengan itu, bab ini membahas tiga pokok persoalan. Pertama, membahas alas an dan acuan pemanfaatan; kedua, membahas criteria dan teknik pemeriksaan keabsahan data sebagai upaya meletakan dasar bagi para pembaca, kemudian membahas krteria; dan ketiga, membahas teknik pemeriksaan keabsahan data itu sendiri.
A. Alasan dan Acuan
Keabasahan data merupakan konsep penting yang diperbarui dari konsep
kesahihan (validitas) dan keandalan (reliabilitas) menurut versi “positivism” dan
disesuaikan dengan tuntutan pengetahuan, criteria dan paradigmaanya sendiri.
Pendapat dari seorang ahli paradigm alamiah, yakni Egon Guba (Lincoln dan
Guba, 1981:291-294; catatan penulis menemui dan berdiskusi dengan yang
bersangkutan di Indian Universitiy, Bloomington, Februari 1988, sewaktu menulis
naskah buku ini).
Mula-mula hal itu harus dilihat dari segi criteria yang digunakan oleh non
kualitatif. Istilah yang digunakan oleh mereka antara lain ialah “validitas
internal”, “validitas eksternal”, dan “reliabilitasi”.
Pertama, validitasi internal yang dinyatakan sebagai variasi yang terjadi
pada variable terikat dapat ditandai sejauh variasi pada variable bebas dapat
dikontrol. Karena banyak factor yang mungkin terpengaruh dalam suatu hubungan
sebab-akibat, maka dibunakan control atau randomisasi sebagai upaya
mengisolasi variable bebasnya. Peroalan yang dihadapi menjadi tidak mudah
karna menurut Campbell dan Stanley (1963) ada delapan “bahaya” yang
mengancam validitas internal tersebut. Kedelapan ancaman tersebut adalah
riwayat (history), maturasi, testing, instrumentasi, regresi statistic, pembedaan
dalam pemilihan subjek, mortalitas eksperimental, dan intraksi maturasi. Jika
ingin mempeoleh hasil yang tidak terkotori oleh ancaman bahaya tersebut,
kedelapan segi itu harus dikontrol, dan itu yang amat sukar dilakukan.
Kedua, validitas ekstrernal, menurut Cook dan Campbell (1967:37), ialah
perkiraan validitasi yang diinferensikan berdasarkan hubungan sebab-akibat yang
diduga terjadi, dapat digenerilisasikan pada dan diantara ukuran alternative sebab-
akibat dan diantara jenis orang, latar, dan waktu. Jika sampel dipilih secara tepat
dari populasi menurut ukuran dan cirri yang tepat, maka criteria tersebut mungkin
dapat dicapai dalam keterbatasn tertentu. Namun, sering kali terjadi latar yang
digunakan itu berupa laboratorium, terutama untuk kepentingan control.
Bagaimana caranya menggenerelisasikan suatu latar labotarorium ke dalam latar
masyarakat misalnya, menjelaskan bahwa upaya generelisasi tersebut tidak akan
dapat terpenuhi.
Ketiga, reliabilitas menunjuk pada pada ketaatasasan pengukuran dan
ukuran yang digunakan. Pengetesan reliabilitas biasanya dilakukan melalui
replikasi sebagaimana yang dilakukan terhadap pengukuran butir-butir ganjil-
genap, dengan jalan tes-retes, atau dalam korelasi bentuk paralel. Teknik ini harus
betul-betul dilakukan jika mengiginkan alat pengukuran yang benar-benar
reliabel. Persoalan yang dihadapi biasanya tidak mudah karna ancaman-ancaman
seperti tindakan peneliti yang kurang hati-hati dalam proses pengukuran,
instrument penelitian yang tidak sempurna, pengukuran yang berlangsung tidak
terlalu lama, berbagai macam kebingungan dan factor-faktor lainnya.
Kirk dan Miller (1986:21) bahwa tidak ada satu pun eksperimen yang dapat
dikontrol secara tepat dan tidak ada eksperimen pengukuran yang dapat
dikalibrasi secara akurat. Oleh karna itu, ukuran pada suatu tingkatan tertentu
mempunyai kelemahan dan ketepatan penukuran yang sangatlah terbatas.
Lincoln dan Guba (1981:294) yang menyatakan bahwa dasar kepercayaan
yang berbeda mengarah pada tuntutan pengetahuan (knowledge) dan kriteria yang
berbeda. Dengan perkataan sehari-hari dapatlah dinyatakan bahwa kita tidak dapat
mengukur baju dengan liter. Berdasarkan hal-hal tersebut maka paradigm alamiah
menggunakan ktiteria yang tentunya disesuaikan dengan tuntutan inkurinya
sehingga pendefenisian kembali criteria tersebut merupakan tuntutan yang tidak
dapat dielakan. Pendefenisian kembali itu jelas mengarah pada teknik control
atau pengawasan terhadap keabsahan data yang perlu pula direformasikan.
Uraian kriteria dan teknik pengawasan keabsahan data yang dikemukakan
mengacu pada apa yang telah dikemukakan diatas, terutama untuk keperluan
mereformasikannya agar benar-benar sesuai dengan paradigm yang dianutnya
sendiri. Apa yang dikemukakan dalam uraian berikut ini banyak mengikuti hasil
reformasi yang dilakukan oleh Lincoln dan Guba (1981) dan Patton (1987).
B. Kriteria Keabsahan Data
Untuk menetapkan keabsahan data (trustworthiness) data diperlukan teknik
pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan data didasarkan atas sejumlah
kriteria tertentu. Ada empat criteria yang digunakan, yaitu derajat kepercayaan
(credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (Dependability), dan
kepastian (confirmability).
Penerapan kriterium derajat kepercayaan pada dasarnya mengantikan
konsep validitas internal dari nonkualitatif. Kriterium ini berfungsi : pertama
melaksanakan inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan hasil-hasil
penemuan dapat dicapai; kedua, mempertunjukan derajat kepercayaan hasil-hasil
penemuan dengan jalan pembukian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang
sedang diteliti.
Kriterium keteralihan berbeda dengan validitas eksternal dari nonkualitatif.
Konsep validitas ini menyatakan bahwa generelisasi suatu penemuan dapat
berlaku atau diterapkan pada semua konteks dalam populasi yang sama atas dasar
penemuan yang diperoleh pada sampel yang secara repsentatif mewakili populasi
itu.
Kriterium kebergantungan merupakan substitusi istilah reliabilitas dalam
penelitian yang nonkualitatif. Pada cara nonkualitatif, realibilitas ditunjukkan
dengan jalan mengandakan replikasi studi. Jika dua atau beberapa kali diadakan
pengulangan suatu studi dalam suatu kondisi yang sama dan hasilnya secara
esensial sama, maka dikatakan realibilitasnya tercapai. Persoalan yang aamat sulit
dicapai disini ialah bagaimana mencari kondisi yang benar-benar sama.
Kriterium kepastian berasal dari konsep “objektivitas” menurut
nonkualitatif. Nonkualitatif menetatapkan obektivitas dari segi kesepakatan antar
subjek. Disini pemastian bahwa sesuatu objektif atau tidak bergantung pada
persetujuan bebrapa orang terhadap pandangan, pendapat, dan penemuan
seseorang. Dapatlah dikatakan bahwa pengalaman seseorang itu subjektif
sedangkan jika disepakati oleh beberapa atau banyak orang, barulah dapat
dikatakan objektif. Menurut Scriven (1971), selain itu masih ada unsure “kualitas”
yang melekat pada konsep objektivitas itu. Hal itu digali dari pengertian bahwa
jika sesuatu itu objektif, berarti dapat dipercaya, factual, dan dapat dipastikan.
Berkaitan dengan persoalan itu, subjektif berarti tidak dapat dipercaya atau
menceng. Penegrtian terakhir inilah yang dijadikan tumpuan pengalihan pngertian
objektivitas-objektivitas menjadi kepastian (confirmability).
Jika nonkualitatif menekankan pada “orang”, maka penelitian alamiah
menghendaki agar penekanan bukan pada orangnya melainkan pada data. Dengan
demikian kebergantungan itu bukanlah lagi terletak pada orangnya, melainkan
pada datanya itu sendiri. Jadi, isunya disini bukan lagi berkaitan dengan cirri
penyelidik, melainkan berkaitan dengan cirri-ciri data.
C. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Sebelum masing-masing teknik pemeriksaan diuraikan, terlebih dahulu
iktisarnya dikemukakan. Ikhtisar itu terdiri dari criteria yang diperiksa dengan
satu atau beberapa teknik pemeriksaan tertentu.
Table 4. Iktisar Kriteria dan Teknik Pemeriksaan Data
Kriteria Teknik Pemeriksaan
Kredibilitas 1. Perpanjangan keikut sertaan
2. Ketekunan pengamatan
3. Triangulasi
4. Pengecekan sejawat
5. Kecukupan referensial
6. Kajian kasus negative
7. Pengecekan anggota
Keterangan 8. Utaian rinci
Kebergantungan 9. Audit kebergantungan
Kepastian 10. Audit kepastian
1. Perpanjangan Keikutsertaan
Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data.
Keikutsertaan tersebut tidak hanya dilakukan dalam waktu singkat, tetapi
memerlukan perpanjangan keikutsetaan peneliti pada latar penelitian.
Perpanjangan keikutsertaan peneliti akan memungkinkan peningkatan
derajat kepercayaan daya yang dikumpulkan, mengapa demikian?
Pertama, peneliti dengan perpanjangan keikutsertaannya akan banyak
mempelajari “kebudayaan”, dapat menguji ketidakbenaran informasi yang
diperkenakan oleh distorsi, baik yang berasal dari diri sendiri maupun dari
responden, dan membangun kepercayaan subjek. Dengan demikian, penting sekali
arti perpanjangan keikutsertaan peneliti itu guna berorientasi dengan situasi, juga
memastikan apakah konteks itu dipahami dan dihayati.
Perpanjangan keikutsertaan juga menuntut peneliti agar terjun ke dalam
lokasi dan dalam waktu yang cukup panjang guna mendeketeksi dan
memperhitungkan distori yang mungkin mengotori daya. Pertama-tama dan yang
terpenting ialah distori pribadi. Menjadi “asing ditanah asing” hendaknya
mendapat perhatian khusus peneliti tidak diterima pada latar penelitian.
Distorsi dapat berasal dari responden seperti yang telah disinggung, banyak
diantaranya terjadi tanpa sengaja. Ketidaksengajaan tersebut mungkin terjadi
karna beberapa hal seperti distorsi retrospektif dan cara pemilihan; salah
mengajukan pertanyaan dan tentunya juga jawaban yang diperolehnya; motivasi
setempat, misalnya keinginan untuk menyenangkan peneliti, atau sebaliknya tidak
termotivasi untuk memulaskan secara penuh kepedulian peneliti.
Distorsi tersebut mungkin tidak disengaja, dan dipihak lain ada pula distorsi
yang bersumber dari kesengajaan, misalnya berdusta, menipu, berpura-pura dari
pihak informan atau responden. Dalam menghadapi hal ini peneliti hendaknya
menentukan apakah benar-benar ada distorsi; apakah dostorsi itu tidak disengaja
atau tidak, darimana atau dari siapa sumbernya; bagaimana strategi
menghadapinya, kesemuanya dimungkinkan dapat diatasi dengan adanya
perpanjangan keikutsertaan.
Dipihak lain perpanjangan keikutsertaan juga dimaksudkan untuk
membangun kepercayaan para subjek terhadap peneliti dan juga kepercayaan diri
penliti sendiri. Jadi, bukan sekedar menerapkan teknik yang menjamin untuk
mengatasinya. Selain itu, kepercayaan subjek dan kepercayaan diri pada peneliti
merupakan proses pengembangan yang berlangsung setiap hari dan merupakan
alat untuk mencegah usaha coba-coba dari pihak subjek.
2. Ketekunan Pengamatan
Seperti yang telah diuraikan, maksud perpanjangan keikutsertaan ialah
untuk memungkinkan peneliti terbuka terhadap pengaruh ganda, yaitu factor-
faktor kontekstual dan pengaruh bersama pada peneliti dan subjek yang akhirnya
mempengaruhi fenomena yang diteliti. Berbeda dengan hal itu, ketekunan
pengamatan bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situsi yang
sangat relevan dengan dengan persoalan atau isu yang sedangg dicari dan
kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. Dengan kata lain,
jika perpanjangan keikutsertaan menyediakan lingkup, maka ketekunan
pengamatan menyediakan kedalaman.
Peneliti hendaknya mengadakan pengamatan dengan teliti dan rinci secara
berkesinambungan terhadap factor-faktor yang menonjol. Kemudian ia
menelaahnya secara rinci sampai pada suatu titik sehingga pada pemeriksaan
tahap awal tampak salah satu atau seluruh factor yang ditelaah sudah dipahami
dengan cara yang biasa.
Kekurangtekunan pengamatan terletak pada pengamatan terhadap pokok
persoalan yang dilakukan secara terlalu awal. Hal itu mungkin dapat disebabkan
oleh tekanan subjek atau sponsor atau barangkali juga karna ketidaktoleransian
subjek, atau sebaliknya peneliti terlalu cepat mengarahkan focus penelitiannya
walaupun tampaknya belum patut dilakukan demikian. Bpersoalan bisa terjadi
pada situasi ketika subjek berdusta, menipu,atau berpura-pura, sedangkan peneliti
sudah sejak awal mengarahkan fokusnya, padahal barangkali belum waktunya
berbuat demikian.
3. Triangulasi
Triangulasi adalah tekinik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang banyak digunakanialah
pemeriksaan melalui sumber lainnya. Denzin (1978) membedakan empat mcam
triangulasi sebagai teknik pemeriiksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber,
metode, penyelidik dan teori.
Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik
derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang
berbeda dalam metode kualitatif (Patoon 1987:331). Hal itu dapat dicapai dengan
jalan : 1. Membandingkan data hasil pengamatan 2. Membandingkan apa yang
dikatakan orang didepan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi. 3.
Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi peneliti dengan
apa yang dikatakanya sepanjang waktu. 4. Membandingkan keadaan dan
perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti
rakyat biasa, orang berpendidikan menegah atau tinggi, orang berada, orang
pemerintahan. 5. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen
yang berkaitan.
Pada triangulasi dengan metode, menurut Patton (1987:329), terdapat dua
strategi, yaitu : 1.pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian
beberapa teknik pengeumpulan data dan 2. Pengecekan derajat kepercayaan
beberapa sumber data dengan metode yang sama.
Teknik triangulasi jenis ketiga ialah dengan jalan memanfaatkan peneliti
atau pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan
data. Pemanfaatan pengamat lainnya membantu mengurangi kemencengan dalam
pengumpulan data. Pada dasarnya pengunaan suatu tim penelitian dapat
direalisasikan dilihat dari segi teknik ini. Cara lain ialah membandingkan hasil
pekerjaan seorang analisis dengan analisis lainya.
Triangulasi dengan teori, menurut Lincoln dan Guba (1981:307),
berdasarkan anggapan bahwa fakta tertentu tidak dapat diperiksa derajat
kepercayaannya dengan satu atau lebih teori. Patton (1987:327) berpendapat lain,
yaitu bahwa hal itu dapat dilaksanakan dan hal itu dinamakannya penejalasan
banding (rival eksplantions).